UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN PRODUKTIF UNTUK UKM OLEH BANK SYARI’AH (Studi Kasus Pada Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
oleh: Mahmal Rizka 203046101728
KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH PROGRAM STUDI MU’AMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M / 1420 H
UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN PRODUKTIF UNTUK UKM OLEH BANK SYARI’AH (Studi Kasus Pada Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
oleh: Mahmal Rizka 203046101728
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH JURUSAN MU’AMALAT FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M / 1420 H
UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN PRODUKTIF UNTUK UKM OLEH BANK SYARI’AH (Studi Kasus Pada Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
oleh: Mahmal Rizka 203046101728
Dibawah bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Abdul Wahab Abd. Muhaimin, LC., MA. NIP: 150238774
Abdurrauf, MA. NIP: ………………..
KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH PROGRAM STUDI MU’AMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M / 1420 H ii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar stara 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta 13 Djulhijjah 1430 H 30 Nopember 2009 M
Penulis
iii
ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ KATA PENGANTAR Puji bagi Allah Tuhan yang selalu memberikan rahmat-Nya kepada seluruh umat manusia. Shalawat dan salam sealu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Saalawat dan salam juga tak lupa kita curahkan kepada keluarga para sahabatnya yang pantas kita jadikan teladan. Selanjut penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag selaku Ketua Jurusan Muamalat dan Bapak Zaharuddin Latif, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan.
3.
Bapak Abdul Wahab Abd. Muhaimin, LC., MA. dan Bapak Abdurrauf, MA., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Para Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mentransfer ilmu dan pengalamannya kepada penulis selama berada di kampus ini.
5.
Kepala Perpustakaan (Fakultas Syariah & Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) atas bantuan dan prioritasnya yang telah meminjamkan buku-buku, data-data yang dibutuhkan
iv
penulis. 6.
Bapak Erza Fatwa, Adi Santo, serta segenap staff Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
7.
Teman-teman mahasiswa/i jurusan perbankan syariah terutama kelas A (2003) atas motivasinya.
8.
Ayahanda Dasril dan Ibunda Hertati atas kesabarannya selama ini serta kasih sayang yang tidak pernah habis kepada penulis.
9.
Adik-adik penulis Fikri, Ninid, dan Hafiz atas keceriaan yang sangat berarti bagi penulis.
10. Teman-teman kosan, atas kebersamaannya. 11. Semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, baik langsung maupun tidak langsung Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, agar semua bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak tersebut diberikan-Nya ganjaran yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, masukan dan saran selalu penulis harapkan untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi umat umumnya. Amin. Jakarta 13 Djuhijjah 1430 H 30 Nopember 2009 M
Penulis
v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... iv Daftar Isi ............................................................................................................... vi BAB I :
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran .............................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 4 C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ..................................................... 4 D. Metode Penelitian............................................................................ 5 E. Kajian Pustaka ................................................................................ 8 F. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 11 G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 12
BAB II : LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Pada Bank Syariah ...................................................... 14 B. Pengertian Manajemen Risiko Pada Bank Syariah .......................... 21 C. Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah ............. 24 D. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Pada Bank Syariah ................... 28 E. Jenis-jenis Risiko dan Risiko Pada Pembiayaan Syariah ................ 40 F. Analisis Pembiayaan ...................................................................... 49 G. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ................................................ 54
BAB III : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Bank DKI Syariah ............................................ 65 B. Visi dan Misi .................................................................................. 65 C. Struktur Organisasi ......................................................................... 66 D. Produk dan Jasa .............................................................................. 67
BAB IV : RISIKO DAN UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN PRODUKTIF UNTUK UKM A. Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Risiko Pada Pembiayaan Produktif Untuk UKM ....................................... 72 B. Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM .. 77 C. Analisis Kualitatif .......................................................................... 99
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 110 B. Saran-saran ..................................................................................... 113 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 114
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kehadiran perbankan syari’ah dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan warna baru terhadap dunia perbankan di Indonesia, yang mana perbankan konvensional melalui produk-produk yang dikeluarkannya telah memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan ekonomi di Indonesia salah satunya melalui kredit yang disalurkan dengan konsep bunga sebagai faktor yang sangat mempengaruhi nasabah dalam memilih bank dan selanjutnya bank memutar aliran dana sehingga dapat menghasilkan nilai tambah baik bagi bank itu sendiri maupun bagi nasabah yang menempatkan dananya di bank tersebut. Tidak dapat dipungkiri perbankan memiliki posisi yang sangat penting dalam memajukan perekonomian. Namun terlepas dari itu perbankan konvensional belum bisa menjangkau semua kalangan atau lebih memprioritaskan usaha skala besar, yang secara matematis risikonya bisa diperhitungkan dan diantisipasi. Dengan situasi tersebut akhirnya kalangan UKM sebagai salah satu pionir yang cukup penting dalam perekonomian suatu negara seakan terpinggirkan dan dipandang tidak memiliki kompetensi untuk mendapatkan bantuan likuiditas dari perbankan. Sementara usaha
1
2
skala besar dapat dengan mudah mendapatkan kucuran kredit karena dapat memenuhi syarat-syarat yang diminta bank dalam memberikan kredit pembiayaan bersamaan dengan situasi UKM yang selalu terbentur serta sangat sulit untuk mendapat kredit tersebut karena tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang diminta bank untuk mengajukan kredit dan besarnya bunga yang harus dibayar juga sangat memberatkan usaha kecil dan menengah yang baru sampai pada tahap perkembangan. Hadirnya perbankan syari’ah dengan konsep yang berbeda pada pembiayaan yang dikucurkan memungkinkan bagi UKM untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan syari’ah. Usaha kecil dan menengah dapat memperoleh pembiayaan untuk mengembangkan usahanya melalui pembiayaan mudharabah dan musharakah, murabahah, salam, istishna, dan ijarah dengan konsep yang berbeda dengan kredit perbankan konvensional. Tingginya risiko yang dihadapi bank syari’ah dalam memberikan pembiayaan pada UKM, merupakan yang hal harus diperhatikan secara cermat. Di mana kehadirannya yang dituntut untuk dapat memfasilitasi dengan mengucurkan pembiayaan untuk UKM juga dihadapkan pada risiko kegagalan UKM dalam usaha yang akan dibiayai. Tingginya risiko kegagalan gagal bayar pada UKM atas pembiayaan yang dikucurkan tidak terlepas dari sumber daya manusia para pengelola UKM yang rata-rata memiliki kemampuan dan keahlian yang minim dan
3
manajemen yang kurang profesional. Dengan keadaan seperti itu tentunya mengucurkan pembiayaan untuk UKM cenderung mengandung risiko yang lebih besar daripada pembiayaan untuk korporasi. Seyogianya pembiayaan produktif menjadi prioritas bagi bank syariah di samping pembiayaan konsumtif. Tingginya risiko yang terdapat pada pembiayaan produktif untuk UKM merupakan tantangan tersendiri bagi bank syariah dalam rangka perannya sebagai agen pembangunan. Kesalahan dalam penyaluran pembiayaan ataupun prediksi yang di luar gambaran yang telah dibuat sebelumnya pada gagalnya usaha nasabah yang berujung pada macetnya pengembalian pokok pembiayaan akan mengganggu stabilitas bank syariah jika terjadi dalam skala besar. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan, maka penulis memilih judul skripsi ini dengan “Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM Oleh Bank Syari’ah” (Studi Kasus Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pondok Indah) bagi bank syari’ah untuk mengoptimalkan fungsinya harus mampu mengambil dan mengelola risiko-risiko yang terdapat pada pembiayaan umumnya dan pembiyaaan produktif untuk UKM khususnya dalam upaya untuk meningkatkan peranannya untuk memajukan perekonomian di Indonesia khususnya dan perekonomian Internasional umumnya.
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Dari gambaran di atas dapat kita lihat, bahwa pembiayaan produktif untuk UKM memiliki risiko yang sangat besar yang harus dikelola dengan baik. Karena itu, untuk lebih mudah dan jelasnya penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan risiko pada pembiayaan produktif oleh Bank Syariah untuk UKM dari perspektif internal bank, UKM, serta peran lembaga lain seperti Departemen Koperasi dan sejenisnya untuk dapat juga melakukan upaya meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM.
2.
Perumusah Masalah Dan untuk lebih mencapai sasaran penelitian, tulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan risiko pada pembiayaan produktif untuk UKM oleh Bank Syariah? 2. Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko yang mungkin timbul pada pembiayaan produktif untuk UKM oleh Bank Syariah?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1.
Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan risiko pada
5
pembiayaan produktif untuk UKM. b. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM oleh Bank Syariah. 2.
Manfaat Penulisan a. Bagi
Akademik,
yaitu
mengembangkan
keilmuan
ekonomi
pada
permasalahan untuk meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM. b. Bagi Bank Syariah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi bank dalam rangka agar bank bisa mengucurkan pembiayaan dengan risiko yang relatif cenderung menurun. c. Bagi Masyarakat, agar masyarakat dapat lebih memahami permasalahanpermasalahan yang ada pada pembiayaan produktif untuk UKM. d. Bagi Penulis, secara akademis dapat menambah khazanah pengetahuan di bidang ekonomi Islam umumnya, khususnya tentang upaya meminimalisir risiko pembiayaan produktif untuk UKM. D. Metodologi Penelitian 1.
Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu penulis menggambarkan permasalahan dengan didasari data yang ada kemudian dianalisis lebih lanjut untuk kemudian ditarik kesimpulan. Dengan tipe
6
pendekatan studi kasus serta literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. Penulis mengadakan penelitian dengan melihat dan menggambarkan tentang upaya meminimalisir risiko pembiayaan produktif pada UKM oleh bank syariah. 2.
Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. b. Jenis Penelitian 1) Field Research, penelitian lapangan yang dilakukan dengan servey langsung ke objek penelitian 2) Library Research, melakukan penelitian dengan cara mencari literaturliteratur yang berupa bahan pustaka dan dokument-dokumen yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti.
3.
Instrumen Pengumpulan Data a. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi adalah kegiatan pengambilan/pengumpulan data penelitian yang dilakukan melalui sumber data dari sejumlah buku, laporanlaporan pelaksanaan program dan dokumen-dokumen lainnnya yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian.
7
b. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam digunakan untuk menggali lebih dalam informasi dari pihak yang berkepentingan dan berhubungan langsung dengan objek penelitian. 4.
Sumber Data a. Data Primer Penulis mewawancarai langsung dengan pihak yang terkait dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini teknik pemilihan informan untuk mendukung data primer adalah Purposive Sampling. b. Data Sekunder 1) Dokumentasi
atau
arsip
yang
berhubungan
dengan
upaya
meminimalisir risiko pada pembiayaan mudharabah untuk UKM oleh bank syari’ah. 2) Penelitian kepustakaan (library research) dari buku, artikel dan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian. 5.
Teknik Pengolahan Data Setelah
mengumpulkan
data
berupa
teori
dibaca
dengan
membandingkan dan mengamati dengan pengamatan content analisis. Sehingga ditemukan langkah strategis untuk menghindari berbagai risiko yang mungkin timbul. Pengolahan data dan analisis dilakukan dengan:
8
a. Metode Deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan data-data yang ada secara apa adanya. b. Analitis, setelah data dipaparkan secara deskriptif kemudian dianalisis secara kualitatif. 6.
Teknik Penulisan Metode penulisan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”.
E. Kajian Pustaka Penelitian sebelumnya tentang manajemen risiko dalam penyaluran pembiayaan mudharabah: 1.
Skripsi, Nur Juli Zar tahun 2005 dengan judul “Sistem Manajemen Risiko Perbankan Syariah dalam Penyaluran Pembiayaan Mudharabah (Kajian Terhadap Bagaimana Seharusnya Manajemen Risiko Bank Syariah. Pada penelitian tersebut salah kesimpulan yang diperoleh adalah Kombinasi antara manajemen bank umum dengan sistem keuangan syariah, dapat diterapkan sebagai sarana untuk menyeimbangkan antara dua kepentingan (lendersborrowers). Dan dalam hal manajemen risiko, bank syariah seharusnya memiliki konsep yang komprehensif aplikatif (bukan sekedar mengadopsi konsep yang telah ada) sehingga dalam memutuskan sebuah kebijakan
9
pembiayaan tidak mengalami risiko. Konsep tersebut adalah bagaimana mengolah informasi yang diterima dan mengkomunikasikannya ke berbagai level manajemen secara kurat dan mengaplikasikannya dalam bentuk pengawasan yang ketat terhadap pembiayaan yang disalurkan 2.
Skripsi, Nia Rahayu (2006) dengan judul “Prinsip Kehati-hatian Dalam Aplikasi Kegiatan Pembiayaan (Studi Kasus PT. Bank DKI Group Usaha Syariah Jakarta)”. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah: a. Berpedoman pada prinsip 5 C (Character, Capital, Capacity, Collateral, Condition of Economy). Ini dilakuan sebelum pembiayaan direalisasi. b. Kebijakan monitoring dan pembinaan. Ini dilakukan setelah pembiayaan direalisasi.
3.
Skripsi, Silvi Yanti (2006) dengan judul “Dominasi Murabahah Pada Perbankan Syariah Dalam Perspektif Manajemen Risiko (Studi Kasus Permata Bank Syariah)”. Dengan kesimpulan manajemen risiko dari beberapa risiko yang terjadi ketika mendominasinya skim murabahah, yang harus diperhatikan adalah risiko pembiayaan misalkan dari adanya penunggakan yang terjadi selama 6 bulan dan ternyata risiko pembiayaan masih dalam keadaan lancar dengan peringkat low risk. Risiko pasar dapat terjadi dari persaingan margin yang ditawarkan bank kepada calon nasabahnya. Karena bank syariah tidak berpengaruh dengan kenaikan suku bunga. Oleh karena itu, biaya-biaya yang
10
dikeluarkan perlu diperkecil. Risiko likuiditas, murabahah merupakan pembiayaan yang lebih likuid karena bank akan cepat memperoleh dananya kembali dalam bentuk pembayaran angsuran yang dilakukan oleh nasabah. Risiko operasional terkait dengan peningkatan Sumber Daya Insani dalam perbankan syariah minimal mengurangi yang namanya human error dan system error. Sebagai yang berlabelkan syariah tentu harus menjaga reputasinya, mungkin dengan mempunyai beberapa target indikatif agar tidak terjadi risiko reputasi. 4.
Skripsi, Ria Juliyanti (2008) dengan judul “Kebijakan Bank Mualamat Indonesia Dalam Pembiayaan Kepada UKM Tahun 2006-2007”. Kesimpulan yang diperoleh antara lain adalah Langkah-langkah pemberian pembiayaan: (1) Nasabah telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Bank Mualamat Indonesia. (2) Account Officer mengadakan survey langsung ke tempat nasabah. (3) Account Officer mempresentasikan usulan pembiayaan (UP) nasabah kepada komite pembiayaan, apabila layak maka UP tersebut diterima, dan sebaliknya. (4) Apabila disetujui AO membuat offering latter yang telah ditandatangani oleh direksi / pimpinan cabang / kepala divisi yang kemudian mencairkan dana kepada nasabah. UP nasabah yang ditolak seluruh dokumen dikembalikan kepada nasabah dan disertai surat penolakan. (5) Nasabah yang telah menerima pembiayaan wajib mengembalikannya sesuai
11
dengan jangka waktu yang telah disepakati. Dalam menyalurkan pembiayaan bank memang akan selalu dihadapkan pada risiko. Berdasarkan sumbernya risiko terdapat dua (2) macam, pertama dari internal bank, kedua dari eksternal bank. Dari penelitian tersebut di atas lebih difokuskan pada internal bank dengan menggunakan manajemen risiko bank secara internal dalam menghadapi risiko-risiko pada pembiayaan. Namun, untuk pembiayaan pada UKM penerapan manajemen risiko memang dapat meminimalisir risiko namun tidak selalu dapat meningkatkan pembiayaan bahkan dengan penerapan manejemen risiko akan semakin sedikit UKM yang dapat mengakses pembiayaan karena berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Di sini penulis akan mencoba menggambarkan risiko-risiko yang dihadapi bank dalam menyalurkan pembiayaan produktif untuk UKM, yaitu risikorisiko yang timbul dari internal bank dan risiko-risiko yang timbul dari eksternal serta upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menanggapi risiko-risiko tersebut baik dari internal bank maupun upaya dan peran serta pihak-pihak yang berada di luar bank agar dapat meminimalisir risiko-risiko tersebut yang sekaligus dapat meningkatkan porsi pembiayaan untuk UKM. F. Kerangka Pemikiran Pada penelitian ini penulis akan terlebih dahulu mengemukakan tentangtentang teori-teori untuk meminimalisir risko pada pembiayaan produktif.
12
Selanjutnya peneliti akan mengumpulkan data yang diperoleh dari Bank yang dijadikan sebagai obyek penelitian untuk diambil data-data yang berhubungan dengan pembiayaan produktif. Selanjutnya setelah diperoleh data-data yang diperlukan akan diolah dengan metode yang telah dipilih untuk memperoleh jawaban tentang apa saja risiko yang dihadapi bank syariah tersebut dalam menyalurkan pembiayaan produktif untuk UKM, selanjutnya juga diperoleh faktorfaktor apa saja yang bisa menimbulkan risiko-risiko, dan terakhir akan dilakukan kajian dari data-data yang diperoleh sehingga ditemukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko-risiko yang terdapat pada pembiayaan produktif untuk UKM oleh bank syariah. G. Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini dibagi dalam lima bab dan terurai secara garis besarnya sebagai berikut: BAB I : Menerangkan tentang Pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang Pemikiran, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penulisan, Metode Penulisan, Kajian Pustaka dan Sistematika Penulisan. BAB II : Menjelaskan tentang Pembiayaan Pada Bank Syariah, Pengertian Manajemen Risiko Pada Bank Syariah, Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Pada Bank Syariah, Jenis-jenis Risiko dan Risiko Pada Pembiayaan Syariah, dan
13
Analisis Pembiayaan. BAB III : Menjelaskan tentang Sejarah Berdirinya Bank DKI Syariah, Visi dan Misi, Struktur Organisasi dan Produk dan Jasa BAB IV : Menjelaskan Tentang Risiko Dan Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM yang isinya mencakup; Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Risiko Pada Pembiayaan Produktif Untuk UKM, Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM,dan Analisis Kualitatif BAB V : Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran
14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan Pada Bank Syariah 1.
Macam-macam Pembiayaan Pada Bank Syariah a. Pembiayaan Murabahah Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah adalah skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya1. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%. Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual berli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required
1
Ibunu Ābidin, Rad al-Mukhtar ‘alal Ardh al-Mukhtar, VI, hal 19-50; al-Qurtubi, Bidyātul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, II, hal. 211; Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 113.
14
15 rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).2 b. Pembiayaan Istishna’ Skim fiqih lainnya yang juga populer digunakan dalam perbankan syariah adalah skim jual-beli istishna’. Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya3. Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti transaki murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual-beli murabah di mana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual-beli istishna’ barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya juga bayar secara cicilan.4 c. Pembiayaan Ijarah 1) Ijarah Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada
2
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 113. 3 Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, 2001, Fatwa No. 06/DSN – MUI / IV 2000 tentang jual beli Istishna’; Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 125. 4 Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 126.
16 ijarah objek transaksinya adalah barang mau pun jasa5. Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang / jasa dengan membayar imbalan tertentu6. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa / upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri7. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa8. 2) Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) Al-Bai’ wal Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-Bai’ dan akad Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT). Al-Bai’ merupakan akad jual-beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, pemindahan hal milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini:9
5
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 137. (Saraksi, al-Mabsut, 15:74; al-Umm, 3:250); Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 138. 7 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. Lihat dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, 2001, DSN-MUI, BI, hal. 55; Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 138. 8 Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 138 9 Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 149 6
17
a) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa; b) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. d. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah10 adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktikan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW. berpropesi sebagai pedagang11, ia melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Al Qur’an, Sunah, maupun Ijma’12. Pada prinsipnya, mudharabah sifatnya mutlak di mana shahib al-mal tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib13. Bentuk mudharabah ini disebut mudharabah mutlaqah, atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal sebagai Unrestricted Investment Account (URIA). 10
Mudharabah disebut akad qiradh atau muqaradah. Makna keduanya sama. Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan oleh masyarakat Hijaz.; Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 204. 11 Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 204. 12 M. Anwar Ibrahim, “Konsep Profit and Loss Sharing System Menurut empat Mahzab”. Makalah tidak diterbitkan, hal 1-2. Menurut Al Qur’an, lihat misalnya dalam QS (73:20). Menurut Sunnah, di antaranya hadits Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi mengakui syarat-syarat mudharabah yang ditetapkan Al-‘Abbas bin Abdul Muthalib kepada mudharib. Menurut Ijma, karena sistem ini sudah dikenal sejak zaman Nabi dan zaman sesudahnya. Para sahabat banyak yang mempraktikkannya dan tidak ada yang mengingkarinya.; Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 204. 13 Hal ini disebabkan karena ciri khas mudharabah zaman dulu, yakni berdasarkan hubungan langsung dan personal yang melibatkan kepercayaan / amanah yang tinggi.
18
Namun demikian, apabila dipandang perlu, shahib al-maal boleh menetapkan
batasan-batasan
atau
syarat-syarat
tertentun
guna
menyelamatkan modalnya dari risiko kerugian. Syarat-syarat / batasan ini harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib melanggar batasanbatasan ini, ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah (mudharabah terbatas, atau dalam bahasa Inggrisnya, Restricted Investement Account). Jadi pada dasarnya, terdapat dua bentuk mudharabah, yakti, mutlaqah dan muqayyadah14. 2.
Pembiayaan Produktif a. Pembiayaan Modal Kerja Syariah Secara umum, yang dimaksud dengan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) Syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja maksimum 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Perpanjangan fasilitas PMK dilakukan atas dasar hasil analisis terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara keseluruhan15. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisas pemberian
14 15
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 212. Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 234.
19 pembiayaan antara lain16: 1) Jenis Usaha. Kebutuhan modal kerja masing-masing jenis usaha berbeda-beda 2) Skala Usaha. Besarnya kebutuhan modal kerja suatu usaha sangat bergantung kepada skala usaha yang dijalankan. Semakin skala usaha yang dijalankan, kebutuhan modal kerja akan semakin besar. 3) Tingkat kesulitan usaha yang dijalankan. Beberapa pertanyaan yang harus dalam melakukan analisis pembiayaan antara lain: a) Apakah proses produksi membutuhkan, tenaga ahli / terdidik / terlatih dengan menggunakan peralatan yang canggih? b) Apakah perusahaan memiliki tenaga ahli dan peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang proses produksi? c) Apakah perusahaan memiliki sumber pasokan bahan baku yang tetap yang dapat menjamin kesinambungan proses produksi? d) Apakah perusahaan memiliki pelanggan tetap? 4) Karakter transaksi dalam sektor usaha yang akan dibiayai. Dalam hal ini, yang harus ditelaah adalah: a) Bagaimana sistem pembayaran pembelian bahan baku? b) Bagaimana sistem penjualan hasil produksi, tunai atau cicilan? b. Pembiayaan Investasi Syariah 16
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal 234-235.
20
Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan / manfaat / keuntungan di kemudian hari, mencakup hal-hal antara lain17: 1) Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa keuntungan dalam bentuk finansial atau uang (financial benefit). 2) Badan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan badan sosial dan Badan-badan Pemerintah lainny bertujuan untuk memberikan manfaat sosial (social benefit) dibandingkan dengan keuntungan finansialnya. 3) Badan-badan usaha yang mendapat pembiayaan investasi dari bank harus mampu memperoleh keuntungan finansial (financial benefit) agar dapat hidup dan berkembang serta memenuhi kewajibannya kepada bank. Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk18 1) Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek / pabrik dalam rangka usaha baru. 2) Rehabilitasi, yakni penggantian mesin / peralatan lama yang sudah rusah dengan mesin / peralatan yang baru yang lebih baik. 3) Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin / peralatan lama
17 18
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 236 Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 237
21
dengan mesin / peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik / tinggi. 4) Ekspansi, yakni penambahan mesin / peralatan yang telah ada dengan mesin / peralatan baru dengan teknologi sama atau lebih baik / tinggi, atau 5) Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi proyek / pabrik secara keseluruhan (termasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium, dan gudang) dari suatu tempat ke tempat lain yang lokasinya lebih tetap / baik. B. Pengertian Manajemen Risiko Pada Bank Syariah 1.
Manajemen Dalam Syariah Islam mewajibkan para penguasa dan para pengusaha untuk berbuat adil, jujur dan amanah demi terciptanya kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi, dan pemenuhan kebutuhan spiritual umat manusia. Umat manusia memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hamba-Nya tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan batin kecuali bila kebutuhan-kebutuhan material dan spiritual telah dipenuhi. 19
19
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, Cet. 4, Mei 2006), hal. 85.
22
Untuk melaksanakan kewajiban tersebut para penguasa atau pengusaha harus menjalankan manajemen yang baik dan sehat. Manajemen yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang tidak boleh ditinggalkan (conditio sine qua non) demi mencapai hasil tugas yang baik. Oleh karena itu para penguasa atau pengusaha wajib mempelajari ilmu manajemen. Apalagi bila prinsip atau teknik manajemen itu terdapat atau diisyaratkan dalam Al Qur’an atau Hadits.20 2.
Risiko-Risiko Bank Meskipun manajer bank berusaha untuk menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya, secara simultan mereka harus juga memperhatikan adanya kemungkinan risiko yang timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang struktur aset dan liabilitisnya. Bank Indonesia menyebutkan, risiko yang dihadapi bank itu mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis dan risiko kepatuhan.21
3.
Risiko Menurut Pandangan Islam Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan (kerugian) dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat
20 21
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Syariah, hal. 87 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Syariah, hal. 61
23
perencanaan untuk menghadapi ketidakpastian di masa depan. Firman Allah SWT Surat Al-Hasyr (59) ayat 18:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr – 18) Dalam Al Qur’an, surat Yusuf (12) ayat 43-49, Allah SWT juga menggambarkan
contoh
usaha
manusia
membentuk
sistem produksi
menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja Mesir tentang mimpinya kepada Nabi Yusuf, di mana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah. Berdasarkan bahasa, risiko mempunyai makna akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suati perbuatan atau tindakan sedangkan manajemen risiko berarti upaya untuk mengurangi dampak dari unsur ketidakpastian.
24
Ir. Adiwarman A. Karim (2004) dalam bukunya Bank Islam menjelaskan bahwa risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha, atau yang bisa disebut sebagai manajemen risiko.22 Berdasarkan terminologi yang diungkapkan oleh beberapa pakar mengungkapkan manajemen risiko dengan berbagai penilaian yang berbeda, tetapi secara umum mempunyai makna inti yang relatif sama dengan pengetahuan berdasarkan bahasa di atas. C. Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko Pada Bank Syariah 1.
Fungsi Fungsi manajemen risiko untuk mengidentifikasi atau mendiagnosa risiko. Kemudian risiko itu mesti diukur, dianalisis, dan dievaluasi dalam ukuran frekuensi, keparahan dan variabilitasnya. Selanjutnya keputusan harus diambil seperti memilih dan menggunakan metode-metode untuk menangani 22
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 255.
25
masing-masing risiko yang telah diidentifikasi itu. Sebagian risiko tertentu mungkin perlu dihindarkan, sebagian lagi mungkin perlu ditanggung sendiri, dan yang lainnya mungkin perlu diasuransikan. 23 Dengan diterapkannya manajemen risiko secara komprehensif pada bank syariah akan memberikan sebuah pedoman yang dapat digunakan bank syariah dalam penyaluran pembiayaan
yang
berbasis risiko
sehingga dapat
menyalurkan pembiayaan secara optimal dengan tetap dapat menjaga kestabilan keuangan bank secara umum. Fungsi Manajemen Risiko pada pokoknya mencakup:24 a. Menemukan
kerugian
potensiil
yakni
berupaya
untuk
menemukan/mengidentifikasi seluruh risiko Untuk cara-caranya yang dapat ditempuh oleh manajer risiko antara lain dengan melakukan inspeksi fisik di tempat kerja, mengadakan angket kepda semua pihak di perusahaan, menganalisa semua variabel yang mencakup dalamp peta aliran proses produksi dan sebagainya. b. Mengevaluasi kerugian potensiil Artinya melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensiil yang dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini akan meliputi perkiraan mengenai: 23
Herman Darmawi, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara), cet. ke-8, 2004) h. 32-
33 24
Soeisno Djodosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999) cetakan ke-1, hal. 13-14
26
1) Besarnya
kemungkinan
frekuensi
terjadinya
kerugian,
artinya
memperkirakan jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu (biasanya 1 tahun). 2) Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian tersebut, terutama terhadap kondisi finansial perusahaan. c Memilih teknik/cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian. Pada pokoknya ada 4 (empat) cara yang dapat dipakai untuk menanggulangi risiko, yaitu: mengurangi kesempatan terjadinya kerugian, meretensi, mengasuransikan dan menghindari. Di mana tugas dari manajer risiko adalah memilih salah satu cara yang paling tepat untuk menanggulangi risiko. Tabel 1 Cara Penanggulangan Risiko dapat disusun sebagai berikut: Nomor Frekuensi Keseriusan Tipe Penanggulangannya Kerugian Kerugian Eksposure 1 Rendah Rendah Retensi / Pengendalian 2 Tinggi Rendah Retensi / Asuransi / Pengendalian 3 Rendah Tinggi Asuransi / Pengendalian 4 Tinggi Tinggi Menghindari
27
2.
Tujuan Menurut William T. Thornholl tujuan dari manajemen risiko adalah untuk memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi, dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar atas kemungkinan bencana alam, keteledoran manusia, atau karena keputusan pengadilan. Dalam prakteknya, proses ini mencakup langkah-langkah logis seperti pengidentifikasian risiko, pengukuran dan penilaian atas ancaman (eksposures) yang telah diidentifikasi, pengendalian ancaman tersebut melalui eliminasi atau pengurangan, dan pembiayaan ancaman yang tersisa agar apabila kerugian tetap terjadi, organisasi dapat terus menjalankan usahanya tanpa terganggu stabilitas keuangannya.25 Tujuan manajemen risiko adalah sebagai berikut:26 a. Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator. b. Memastikan bank tidak mengalami kerugian yang bersifat unacceptable. c. Meminimalisasi kerugian dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled. d. Mengukur eksposur dan pemusatan risiko. e. Mengalokasikan modal dan membatasi risiko.
25
Robert Tampubolon, Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2004), cet. Ke-3, hal. 34 26 Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 255.
28
D. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Pada Bank Syariah 1.
Sumber Daya Manusia a. Partnership dalam Manajemen Risiko27 Dalam
mengimplementasikan risk management
process tersebut
diperlukan risk management partnership. Kerja sama antara para pihak yang terkait itu meliputi seluruh alur proses mulai dari mengidentifikasikan risiko hingga pengalokasian tugas dan tanggung jawab. Diharapkan melalui pendekatan partnership itu kerangka dasar (framework) dalam penerapan corporate governance tersebut benar-benar terwujud. Kerangka kerja dalam risk management partnership tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.28 1) Bank Regulators dan Supervisors Kedua lembaga ini “betapapun perkasanya” tidak dapat mencegah terjadinya bank failures. Peranan utamanya adalah bertindak sebagai fasilitator dalam proses risk management dan mendorong serta memonitor sejauh mana kerangka dasar risk management dilaksanakan. Dengan peranannya itu, kedua lembaga ini dapat memengaruhi key
27
Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 314. 28 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 314.
29 players lainnya dalam risk management partnership itu.29 2) Shareholders Para pemegang saham ini berperan dalam penunjukkan personalia yang diserahi tanggung jawab dalam corporate governance process. Namun, tentu saja diharapkan bahwa para pemegang saham ini tidak menggunakan kedudukannya itu untuk memanfaatkan bank bagi kepentingannya
sendiri.
Misalnya
untuk
memberikan
bantuan
pembiayaan bagi perusahaannya sendiri atau perusahaan yang terkait dengan dirinya.30 3) Board of Directors atau Supervisory Board Dewan Direksi ini bertanggung jawab dalam menetapkan strategic direction. Penetapan arah itu meliputi pengangkatan jajaran manajemen, menyusun kebijakan operasional dan yang terutama adalah menjaga terpliharanya tingkat kesehatan bank.31 4) Executive Management Executive
management
ini
bertanggung
jawab
dalam
mengimplementasikan kebijakan direksi dalam kegiatan operasional bank sehari-hari. Oleh karena itu, mutlak bahwa executive management 29
Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315. 30 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315. 31 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315.
30
ini harus lulus “fit and proper test”. Artinya tidak semata wajib memiliki kompetensi dan pengalaman dalam menjalankan kegiatan operasional bank. Akan tetapi, executive management ini juga harus memiliki standar moral yang prima. Sangat penting pula bahwa executive management ini menguasai seluk-beluk pengendalian financial risk dan jenis-jenis risiko lainnya dalam bisnis perbankan.32 5) The Audit Committee dan The Internal Auditors Adapun audit committee dan internal auditors ini dapat dipandang sebagai kepanjangan tangan dari peranan direksi dalam menjalankan fungsi risk management policy. Auditors harus menjalankan peranannya sebagai independent apprasial dalam menetapkan sejauh mana bank telah memenuhi persyaratan internal control systems, accounting practies, dan information systems. Harus dicatat bahwa audit committee ini
berperanan
penting
dalam
membantu
manajemen
dalam
mengidentifikasikan dan menunjukkan terdapatnya kegiatan operasional yang berisiko. Namun demikian, harus ditegaskan pula bahwa tanggung jawab dalam risk management tersebut tetap berada pada seluruh jajaran manajemen bank sendiri. 33 6) External Auditors 32
Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315. 33 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 316.
31
Peranan utamanya terletak pada melakukan evaluasi atas risk-based financial information process. Di sini external auditors harus menjalankan peranannya itu melalui pendekatan risk-oriented dan tidak lagi sekedar menyusun traditional balance sheet dan income statement semata. Namun demikian, perlu dicatat bahwa over-reliance terhadap external
auditors
partnership,
justru
khususnya
dapat bila
memperlemah
kepercayaan
risk
yang
management
berlebihan
itu
menyebabkan turunnya peranan manajemen dan supervisory roles.34 7) The Public/Consumers Masyarakat pengguna jasa perbankan ini berperanan sebagai market participant dalam menerima balas jasa atas tanggung jawabnya sendiri, khususnya dalam investment decisions yang dilakukannya. Dalam kaitan itu mereka memerlukan transparent disclosure atas financial information dan financial analysis yang diterimanya. Publik atau masyarakat luas dapat dibantu dalam menjalankan peranannya sebagai risk manager, yaitu bila yang dimaksud publik tersebut termasuk pula financial media, financial analysts, seperti stockbrokers, dan rating agencies. Khusus bagi para penabung kecil perlu diberikan perlindungan bagi keselamatan simpanannya
34
itu,
lebih
dari
sekadar
memperoleh
transparent
Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 316.
32 disclosure.35 b Supervisory Review Hampir dapat dipastikan bahwa implementasi atas suatu konsep hanya akan efektif bila disertai dengan pengawasan (supervisory review) yang ketat. Hal itu berlaku bagi berbagai kegiatan kemasyarakatan, bisnis dunia usaha, dan lembaga-lembaga keuangan, termasuk dalam bidang perbankan. Dalam risk management, supervisory process, yang berbasis risiko merupakan suatu aspek yang secara implicit terkait di dalamnya. 36 2.
Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit a. Kebijakan 1) Penerapan Manajemen Risiko37 Dalam menerapkan manajemen risiko, bank umum wajib mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003. PBI Nomor 5 ini diperinci dalam Surat Edaran BI Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003. 2) Penilaian Tingkat Kesehatan Bank38 Adapun sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum ini dimuat dalam 35
Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal, 315. 36 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 217. 37 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 367. 38 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 367.
33
peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004. PBI ini diperinci dalam Surat Edaran BI Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Dengan terbitnya PBI Nomor 6 ini, tata cara perhitungan tingkat kesehatan yang lama menjadi tidak lagi berlaku. b. Proses dan Sistem 1) Membangun Lingkungan Manajemen Risiko yang Tepat Serta Kebijakan dan Prosedur yang Sehat39. 2) Menciptakan Proses Pengukuran, Mitigasi, dan Memonitoring yang Tepat40 3) Kontrol Internal yang Cukup41 c. Penetapan Limit Dewan direksi dan para senior manager wajib menetapkan suatu proses baku dalam menentukan risk appetite yang dianut bank. Di dalamnya harus terkandung pula suatu limit setting process. Dalam penetapan risk limits tersebut dicakup hal-hal berikut:42 1) Pemberikan delegasi kewenangan yang jelas dan tertulis bagi setiap individu yang dipercaya mengelola kewenangan tersebut. 39
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah; editor, Fatna Yustianti (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 17. 40 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, hal. 18 41 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, hal. 19. 42 Masyhud Ali, Manajemen Risiko “Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis”, hal. 378
34
2) Pemisahan jenis risk limits, yaitu antara limit yang bersifat menyeluruh (overall limit) dan limit yang hanya terbatas berlaku untuk suatu periode tertentu, bila terdapat risiko yang relevan. 3) Penetapan risk limit tersebut dapat dirinci menurut: (a) jumlah limit secara menyeluruh (overall), tergantung pada besarnya risk appetitenya masing-masing; (b) masing-masing jenis risiko, seperti: credit risk, market risk, operational risk, liquidity risk, dan sebagainya; (c) fungsinya masing-masing, seperti limit yang berlaku bagi bidang treasury, bagi para branch manager, pembagian limit kewenangan di antara para anggota direksi, dan sebagainya. 3.
Identifikasi, Pengukuran, Pemantuan dan Sistem Informasi a. Identifikasi Proses ini meliputi identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu aktivitas usaha. Identifikasi risiko secara akurat dan komplet sangatlah vital dalam manajemen risiko. Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah mendaftar risiko yang mungkin terjadi sebanyak mungkin43. Teknikteknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain: Brainstorming Survei Wawancara 43
Vibiznews.com, Proses Manajemen Risiko (diakses pada 28 Pebruari 2009)
35
Informasi historis Kelompok kerja, dll. b. Pengukuran Setelah melakukan identifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko dengan cara melihat potensial terjadinya seberapa besar severity (kerusakan) dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas terjadinya suatu event sangatlah subyektif dan lebih berdasarkan nalar dan pengalaman. Beberapa risiko memang mudah untuk diukur, namun sangatlah sulit untuk memastikan probabilitas suatu kejadian yang sangat jarang terjadi. Sehingga, pada tahap ini sangtalah penting untuk menentukan
dugaan
yang
terbaik
supaya
nantinya
kita
dapat
memprioritaskan dengan baik dalam implementasi perencanaan manajemen risiko44. Pengukuran risiko dilaksanakan dengan melakukan: 1) Evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko;45 2) Penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi dan faktor risiko yang
44 45
Vibiznews.com, Proses Manajemen Risiko (diakses pada 28 Pebruari 2009) Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 260
36 bersifat material.46 c. Monitoring Aktivitas monitoring dalam bank Islam tidak hanya meliputi manajemen bank
Islam,
tetapi
juga
melibatkan
Dewan
Pengawas
Syariah47.
Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu risiko merupakan bagian penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen risiko tidaklah berhenti sampai disana saja. Praktek, pengalaman dan terjadinya kerugian akan membutuhkan suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu risiko. Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi risiko dan pengukuran risiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu risiko terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif. d. Sistem Informasi Sistem informasi di berbagai instansi, perusahaan atau organisasi memiliki fungsi yang bervariasi. Ada sistem informasi yang berfungsi untuk mencatat berbagai transaksi atau perubahan data yang terjadi, ada sistem informasi yang berguna untuk menghasilkan berbagai informasi yang
46 47
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal, 260 Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 259.
37
digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan, dan ada sistem informasi yang bertugas memandu manajemen untuk mengambil keputusan. Masingmasing fungsi sistem tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menggolongkan sistem informasi, agar lebih mudah diidentifikasi, dipelajari, dan dikembangkan48.
48
Wing Wahyu Winarno, Sistem Informasi Manajemen, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, 2004), cet. Pertama, hal. 2.2.
38
Basis Data Eksternal (External Database Perangkat Komputer Dokumen
Basis Data Internal (Internal Database Perangkat Lunak Jaringan Komunikasi Prosedur Pengendalian
Gambar 1. Hubungan Antara Tingkatan Sistem Informasi dengan Perangkant Pendukungnya
39 Tabel 2. Tingkatan Sistem Informasi49 Tingkatan Sistem Informasi Sistem Pakar / Kepandaian buatan
Sistem Pemandu Keputusan
Sistem Informasi Manajemen
Sistem Pemrosesan Transaksi
Database Management Systems (DBMS) Komputer
Program
Komu nikasi
Doku men
Prosedur
Kontrol
49
Fungsi Pemakai Jenis Keputusan Utama Utama Mengganti Manajemen Keputusan kan semua terstruktur dan manusia level tidak terstruktur dalam mengambil keputusan Membantu Membantu Keputusan tidak manajemen manajemen terstruktur membuat puncak keputusan Menyediak Manajemen Keputusan an berbagai Madya semi-terstruktur bentuk informasi Mencatat Manajemen Keputusan berbagai bawah terstruktur bentuk transaksi Tempat untuk menampung data yang dicatat oleh TPS, oleh sistem yang lain (MIS, DSS, AI/ES), data ini akan diolah Digunakan untuk mengolah data dan mengirimkan hasil pengolahan ke tempat lain yang memerlukan Digunakan untuk memperlancar dan meningkatkan kualitas sistem informasi
Wing Wahyu Winarno, Sistem Informasi Manajemen, hal. 2.4.
40
E. Jenis-Jenis Risiko dan Risiko Pada Pembiayaan Bank Syariah 1.
Risiko-risiko Bank Syariah a. Risiko Kredit Risiko kredit merupakan bentuk risiko pembayaran yang muncul pada satu pihak bersepakat untuk membayar sejumlah uang (misalnya, dalam akad salam dan istishna’) atau mengirimkan barang (misalnya, dalam akad murabahah) sebelum menerima aset atau uang cash-nya sendiri, sehingga menyebabkan terjadinya kerugian50. Dalam kasus pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), risiko kredit adalah tidak terbayarnya kembali bagian bank oleh pihak pengusaha ketika jatuh tempo. Masalah ini bisa muncul bagi bank akibat adanya kesenjangan informasi (assimatric information), di mana mereka tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang profit perusahaan yang sesungguhnya. Sementara akad murabahah merupakan akad jual beli atau perdagangan, di mana risiko kredit dapat muncul dari risiko pihak ketiga (counterparty risk), yaitu akibat buruknya kinerja partner bisnis. Buruknya kinerja ini bisa disebabkan oleh sumber-sumber sistematik eksternal. b. Risiko Benchmark
50
hal. 51.
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
41
Bank syariah tidak berhubungan dengan suku bunga, hal ini ditunjukkan bahwa bank syariah tidak menghadapi risiko pasar yang muncul karena perubahan suku bunga. Namun bagaimanapun, perubahan suku bunga di pasar, memunculkan beberapa risiko dalam pendapatan lembaga keuangan syariah. Lembaga keuangan syariah memakai benchmark rate51. Pada akad murabahah, penentuan mark-up berdasarkan benchmark rate (biasanya LIBOR) ditambah premi risiko. Karakteristik dari aset-aset berpenghasilan tetap adalah sama halnya dengan mark-up yang bernilai tetap selama jangka waktu akad. Ketika benchmark rate mengalami perubahan maka akad-akad yang berbasis pendapatan tetap tidak akan dapat disesuaikan. Sebagai hasilnya, bank syariah menghadapi risiko dari perubahan suku bunga di pasar. c. Risiko Likuiditas Sebagaimana telah disebutkan di atas, risiko likuiditas bisa muncul karena sulitnya mendapatkan dana cash dengan biaya yang wajar, baik melalui pinjaman maupun melalui penjualan aset. Risiko likuiditas yang muncul dari kedua sumber ini sangat kritis bagi bank syariah. Karena bunga atas pinjaman dilarang dalam syariah maka bank syariah tidak dapat meminjam dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya di pasar
51
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,hal. 51.
42
konvensional. Terlebih lagi, bank syariah tidak diperbolehkan untuk menjual utang selain pada nilai awal (face value)-nya. Dengan demikian, meningkatkan dana dengan menjual aset berbasis utang tidak dapat dijadikan opsi bagi lembaga keuangan syariah52. d. Risiko Operasional Risiko di mana bank tidak dapat bekerja secara efisien, ekonomis, efektif, aman, lancar dan tertib53. Jika hal tersebut terjadi akan menimbulkan biaya tinggi atas operasional bank bahkan dapat menimbulkan kerugian. Karena usianya yang relatif muda, risiko operasional, terutama yang terkait dengan faktor manusiawi menjadi suatu yang akut bagi lembaga ini. Risiko operasional bisa muncul, terutama akibat bank tidak memiliki personel (dengan kapasitas dan kapabilitas) yang memadai untuk menjalankan operasional keuangan syariah54. Karena perbedaan karakteristik bisnis, software komputer yang tersedia di pasar konvensional bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan bank syariah. Hal ini melahirkan risiko sistem yang menuntut bank syariah untuk mengembangkan dan memakai teknologi internasional. e. Risiko Hukum 52
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
hal. 51-52 53
Soedarto, Manajemen Risiko Untuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat), (Jakarta: PT. Intermasa, 2009), hal. 378. 54 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, hal. 51-52.
43
Karena adanya perbedaan karakteristik akad atau kontrak keuangan, bank syariah menghadapi risiko yang berhubungan dengan proses dokumentasi dan pelaksanaan hukum. Akibat tidak adanya standar kontrak bagi instrumen-instrumen keuangan yang ada, bank syariah harus menyiapkan hal ini berdasarkan pemahamannya terhadap syariah, undang-undang yang berlaku, dan sesuai dengan kebutuhan dan kepentngan mereka sendiri. Langkanya standarisasi kontrak disertai dengan adanya kenyataan akan tidak adanya sistem peradilan untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan kontrak, telah meningkatkan risiko hukum bagi bank syariah.55 f. Risiko Penarikan Dana Perbedaan tingkat return pada tabungan atau investasi mengakibatkan ketidakpastian tentang nilai sebenarnya (real value) dari jenis-jenis simpanan tersebut. Perlindungan aset untuk memperkecil risiko kerugian akibat rendahnya tingkat return, mungkin menjadi faktor penting dalam keputusan penarikan dana para deposan. Dalam perspektif bank, hal ini melahirkan “risiko penarikan dana (with-drawal risk)”, yaitu yang berhubungan dengan rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan
55
hal. 53.
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
44 lembaga keuangan lainnya56. g. Risiko Fidusia Rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan tingkat return yang berlaku di pasar, juga berakibat pada munculnya risiko fidusia (fiduciary risk), yaitu ketika deposan atau investor menafsirkan rendahnya tingkat return tersebut sebagai pelanggaran kontrak investasi atau kesalahan manajemen dana oleh pihak bank (AAOIFI 1999). Risiko fidusia bisa dipicu oleh pelanggaran kontrak oleh pihak bank. Misalnya, bank tidak menjalankan kontrak dengan penuh kepatuhan pada ketentuan syariah. Sementara justifikasi bahwa bisnis yang dijalankan bank syariah telah sesuai dengan syariah dan ketidakmampuan untuk melaksanakannya dapat memicu masalah kepercayaan dan penarikan dana57. h. Displace Commercial Risk Adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan untuk menghindari adanya penarikan dana akibat rendahnya tingkat return (AAOIFI, 1999). Displce commercial risk mengimplikasikan bahwa, meskipun bank mungkin beroperasi dengan 56
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
57
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah
hal. 53. hal 53.
45
penuh kepatuhan pada kententuan syariah, namun bank tidak memiliki tingkat return yang kompetitif dibandingkan dengan bank syariah lain dan/atau kompetitor lainnya. Deposan, sekali lagi, memiliki alasan untuk menarik dananya. Untuk penarikan dana ini, pemilik bank perlu mengalokasikan sebagian profit yang diterima kepada deposan investasi58. 2.
Risiko dalam Pembiayaan Syariah a. Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian, baik dalam bentuk angsuran atau maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Dengan demikian, pemberian pembiayaan murabahah dengan jangka waktu panjang menimbulkan risiko tidak bersaingnya bagi hasil kepada dana pihak ketiga.59 Masalah potensial lainnya dari akad jual beli seperti murabahah adalah terlambatnya pembayaran oleh pihak ketiga, sedangkan pihak bank tidak dapat menuntut kompensasi apa pun (yang melebihi harga yang telah disepakati) atas keterlambatan tersebut. Gagalnya pembayaran sesuai dengan waktu yang telah disepakati ini, tentu akan merugikan pihak bank60.
58
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
59
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 263 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
hal. 53 60
hal. 54.
46
b. Pembiayaan Salam Counterparty risk dapat muncul dari kegagalan supply pada waktu yang telah disepakati, atau kegagalan supply pada kualitas dan kuantitas yang sama dengan kesepakatan61. Risiko gagal-serah barang yang mana terdapat jangka waktu antara dalam penyerahan barang. Maka dari itu, risiko gagal barang dapat diantisipasi bank dengan menetapkan kovenan rasio kolateral 220%, yaitu 100% lebih tinggi daripada rasio standar 120%62. Akad salam diakhiri dengan pengiriman secara fisik dan kepemilikan komoditi. Komoditi ini tentunya memerlukan inventori, yang mengharuskan bank untuk menanggung biaya penyimpanan (storage cost) dan harga risiko lainnya, di mana biaya dan harga tersebut merupakan suatu yang unit bagi bank syariah63. Risiko jatuhnya harga barang yang juga bisa timbul dari adanya jangka waktu dalam penyerahan barang. Risiko jatuhnya harga barang diantisipasi dengan menetapkan bahwa jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak (pesanan) yang telah ditentukan harganya64. c. Pembiayaan Istishna’ 61
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
62
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 265 Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
hal. 55 63
Ibid., hal. 56. 64
Adiwarman A. Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, hal. 265.
47
Pembiayaan istishna’ yang disalurkan menghadapkan bank pada counterparty risk yang spesifik, diantaranya: 1) Terdapat risiko kegagalan yang terkait dengan kualitas dan waktu pengiriman. Namun demikian, objek dari istishna’ lebih mendapatkan kontrol dari pihak ketiga dan kurang dihadapkan pada bencana alamjika dibandingkan dengan akad salam. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa counterparty risk dari subkontraktor istishna’ meskipun besar, namun tetap lebih rendah jika dibandingkan akad salam65. 2) Risiko gagal bayar (default risk) pada sisi pembeli adalah bersifat alamiah, atau sering disebut sebagai kegagalan untuk membayar secara penuh dan tepat waktu66. 3) Meskipun akad istishna’ lebih bersifat opsional dan tidak terikat dengan ketentuan fiqh, namun counterparty risk bisa muncul ketika supplier bermaksud membatalkan kontrak67. 4) Sama halnya dengan akad murabahah, dalam akad istishna’ nasabah pun dapat membatalkan kontrak dan gagal menunda waktu pengiriman
65
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
66
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
67
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
hal. 56. hal. 56. hal. 56.
48 sehingga bank harus menanggung risiko tambahan68. Risiko-risiko ini ada karena ketika bank syariah masuk ke dalam akad istishna’, akan selalu melibatkan peran para pengembang, kontraktor, perusahaan manfaktur, dan supplier. Selama bank syariah tidak memiliki spesialisasi dalam hal ini maka akan selalu tergantung pada subkontraktor. d. Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah Risiko kredit diperkirakan lebih besar dalam model pembiayaan mudharabah dan musyarakah karena tidak adanya ketentuan jaminan (collateral), adanya risiko moral hazard, adverse selection dan terbatasnya teknik dan kompetensi bank untuk menilai proyek. Ketentuan kelembagaan seperti masalah perpajakan, sistem akuntansi dan auditing, dan kerangka regulasi yang ada juga tidak dapat meng-cover seluruh model pembiayaan yang ada pada bank syariah69. Salah satu cara yang mungkin dilakukan untuk mereduksi risiko dalam model pembiayaan berbasis profit and loss sharing – mudharabah dan musyarakah dalam bank syariah adalah dengan memfungsikan universal banks. Universal banks dapat memegang ekuitas dan efek utang secara sekaligus. Hal ini akan memengaruhi penggunaan model pembiayaan musyarakah dalam bank syariah. Bagaimanapun, sebelum berinvestasi pada 68
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
69
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
hal. 56. hal. 56.
49
sebuah proyek dengan basis model ini, bank perlu melakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Dalam posisinya sebagai pemegang ekuitas, universal banks dapat melibatkan diri ke dalam proses pengambilan keputusan dan manajemen perusahaan. Sebagai hasilnya, bank dapat memonitor penggunaan dan dalam proyek secara intensif dan dapat mereduksi masalah moral hazard70. F. Analisis Pembiayaan Analisis kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari suatu permasalahan kredit. Melalui hasil analisis kreditnya, dapat diketahui apakah usaha nasabah layak (feasible) dan marketable (hasil usaha dapat dipasarkan), dan profitable (menguntungkan), serta dapat dilunasi tepat waktu.71 Tujuan utama analisis permohonan kredit adalah untuk memperoleh keyakinan apakah nasabah mempunyai kamauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib, baik permbayaran pokok pinjaman mau pun bunganya, sesuai dengan kesepakatan dengan.72 Hal-hal yang perlu dipraktikkan dalam penyelesaian kredit nasabah, terlebih dahulu harus terpenuhinya prinsip 6 C’s analisys yaitu sebagai berikut:
70
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
hal. 56. 71
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006), edisi Pertama, hal. 287. 72 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 288.
50
1.
Character Character adalah keadaan watak / sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi mau pun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad / kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah diterapkan.73 Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah tersebut, dapat ditempuh melalui upaya antara lain:74 a. Meneliti riwayat hidup calon nasabah; b. Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya; c. Meminta bank to bank information; d. Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha di mana calon nasabah berada; e. Menari informasi apakah calon nasabah suka berjudi; f. Mencari informasi apakah calon nasabah memiliki hobi berfoya-foya. Dalam wawancara dengan calon nasabah, ketika menilai karakter seseorang, perlu diperhatikan nilai-nilai yang terdapat dalam dirinya. Adapun
73
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 289. 74 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290.
51 nilai (value) yang perlu diamati adalah:75 a. social value; b. theoritical value; c. esthetical value; d. economical valuel; e. religious value; f. political value. Seorang calon nasabah yang mempunyai value yang sangat dominan di bidang economical value dan political value ada kecenderungan mempunyai iktikad / karakter yang tidak baik. Idealnya karakter calon nasabah mempunyai nilai-nilai (values) yang berimbang dalam diri pribadinya.76 2.
Capital Capital adalah jumlah dana / modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. Kemampuan modal sendiri akan merupakan benteng yang kuat agar tidak mudah mendapat goncangan dari luar, misalnya jika terjadi kenaikan suku bunga. Komposisi modal sendiri ini perlu ditingkatkan. Penilaian atas besarnya modal sendiri merupakan hal penting 75
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290 76 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290
52
mengingat kredit bank hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan.77 3.
Capacity Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui / mengukur sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya.78
4.
Collateral Collateral adalah barang-barang yang disertakan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan ini meliputi jenis, lokasi, bukti pemilikan, dan status hukumnya.79
5.
Condition of Economy80 Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang memengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang 77
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 290. 78 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, 251. 79 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, 291. 80 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, 292.
Teori, Teori, Teori, Teori,
53
kemungkinannya memengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain: a. Keadaan kongjungtur; b. Peraturan-peraturan pemerintah; c. Situasi, politik, dan perekonomian dunia; d. Keadaan lain yang memengaruhi pemasaran. Kondisi ekonomi yang perlu disoroti mencakup hal-hal sebagai berikut:81 Pemasaran
: Kebutuhan,
daya
beli
masyarakat,
luas
pasar,
perubahan mode, bentuk persaingan, peranan barang substitusi, dan lain-lain. Teknisi Produksi
: Perkembangan teknologi, tersedianya bahan baku, cara penjualan dengan sistem tunai atau kredit.
Peraturan Pemerintah : Kemungkinan pengaruhnya terhadap produk yang dihasilkan, misalnya larangan peredaran jenis obat tertentu. 6.
Contraint82 Contraint adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu, misalkannya pendirian suatu 81
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 292-293. 82 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, hal. 293.
54
usaha pompa bensin yang disekitarnya banyak bengkel las atau pembakaran batu bata. Dari keenam prinsip di atas, yang paling perlu mendapatkan perhatian account officer adalah character, dan apabila prinsip ini tidak terpenuhi, prinsip lainnya tidak berarti. Dengan perkataan lain, permohonannya harus ditolak.
G. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 1.
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM) a. Usaha Kecil Usaha kecil merupakan bagian integral dan usaha nasional yang mempunyai kedudukan serta peranan strategis dalam mewujudkan pembangunan nasional83. Di Indonesia salah satu acuan untuk memberikan gambaran profil usaha kecil dapat dilihat dari definisi yang termuat dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal kredit usaha kecil. Dalam surat edaran dijelaskan bahwa84: “Yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang memiliki total aset maksimum 600 Juta Rupiah, tidak termasuk tanah dan rumah yang
83
Noer Soetrisno, Peranan Perbankan Sebagai Sumber Pembiayaan Usaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi, (Jakarta: Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1998), hal.. 4 84 Indra Ismawan, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan KecilMenengah, (Jakarta: Grasindo, 2001) hal. 3
55 di tempat”85 Menurut Dr. Muhammad Jafar Hafsah usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 Juta Rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 Milyar Rupiah. 86 Di tengah keragaman pengertian tersebut, menarik untuk dicatat suatu fenomena yang tidak dapat dipisahkan begitu saja dari catatan perjalanan pengembangan usaha kecil, yaitu definisi yang disusun oleh Biro Pusat Statistik (BPS) yang mendeteksi bahwa usaha kecil difokuskan dengan menggunakan kriteria seapan tenanga kerja. Berdasarkan kriteria tersebut industri skala kecil dicatat memperkerjakan
tenaga
sebagai perusahaan
kerja
antara
5-19
manufaktur orang.
BPS
yang juga
mengelompokkan jenis usaha ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu: (1) Usaha Besar dan Usaha Sedang, dan (2) Usaha Kecil dan Usaha Rumah Tangga (tidak berbadan hukum). Departemen Perindustrian dan Perdagangan membagi usaha kecil menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu87:
85
Indra Ismawan, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan KecilMenengah, hal. 3 86 Muhammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Kecil Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), hal. 10. 87 Muhammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Kecil Konsepsi dan Strategi, hal. 10.
56
1) Industri kecil adalah usaha industri yang memiliki investasi peralatan di bawah 700 Juta Rupiah, investasi per tenaga kerja maksimal 625 Ribu Rupiah, jumlah pekerja di bawah 20 orang, serta memiliki aset tidak lebih dari 100 Juta Rupiah. 2) Perdagangan kecil digolongkan sebagai perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan atau jasa komersial yang memiliki modal kurang dari 80 Juta Rupiah, dan perusahaan yang bergerak di bidang usaha produksi atau industri yang memiliki modal maksimal 200 Juta Rupiah. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) memberikan batasan untuk usaha kecil sektor industri dengan aset maksimal 250 Juta Rupiah, tenaga kerja paling banyak 300 orang, dan nilai penjualan (omzet) di bawah 100 Juta Rupiah. Sedangkan batasan sektor perdagangan adalah modal kerja maksimal 150 Juta Rupiah, tenaga kerja maksimal 300 orang, dan nilai penjualan maksimal 600 Juta Rupiah88. Menurut kriteria Departemen Keuangan usaha kecil adalah perusahaan yang mempunyai aset maksimal 600 Juta Rupiah atau omzet maksimal 600 Juta Rupiah per tahun89. Sedangkan menurut Bank Indonesia, yang dimaksud usaha kecil adalah perusahaan yang mempunyai aset maksimal 88
Muhammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Kecil Konsepsi dan Strategi, hal. 10. Lihat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 316/1994 Tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui dana dari bagian laba BUMN dan SKB Ditjen Pembinaan BUMN, Depkeu dan Ditjen PPK, Departemen Koperasi dan PPK Tanggal 14 Oktober 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Dana dan Bagian Laba BUMN. 89
57 600 Juta Rupiah90. Menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995, tentang usaha kecil bahwa “Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang bersakala kecil dan yang memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan perusahaan. Kekayaan perusahaan maksimal 200 Juta Rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha”. b. Usaha Menengah Menurut Undang-undang No. 9 1995 tentang usaha menengah, bahwa pengertian usaha menengah adalah: 1) Untuk sektor industri Memiliki total aset maksimal Rp. 5.000.000.000,2) Sektor non Industri a) Memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan. b) Memiliki hasil penjualan maksimal Rp. 3.000.000.000,- (Tiga Milyar Rupiah) per tahun. Sedangkan menurut Inpres No. 10 tahun 1999, usaha menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan lebih besar dari Rp. 2.000.000.000,sampai maksimal Rp. 10.000.000.000,-, tidak termasuk tanah dan bangunan
90
Lihat www.bi.com, Pengertian Usaha Kecil, dalam Paket Januari 1990 yang mewajibkan perbankan mealokasikan 20% dari fortopolio kreditnya kepada Usaha Kecil.
58 tempat usaha91. Adapun kriteria umum usaha kecil menengah dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut92: 1) Struktur organisasi yang sederhana. 2) Tanpa staf berlebihan. 3) Pembagian kerja yang kendor. 4) Memiliki hirarki manajerial yang pendek. 5) Aktifitas sedikit yang formal, dan sedikit yang menggunakan proses perencanaan. 6) Kurang membedakan aset pribadi dari perusahaan. 2.
Jenis-jenis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Adalah salah satu sub kecil usaha kecil dan menengah (UKM) yang memiliki enterpreneurship (kewirausahaan), tetapi ada pula yang tidak menunjukkan sifat tersebut. Dengan menggunakan kriteria tersebut, maka kita dapat membedakan UKM dalam empat kelompok / jenis sebagai berikut93: a. Livelihood Activities, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang masuk kategori ini pada umumnya bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari nafkah. Para pelaku di kelompok ini tidak memiliki jiwa 91
Direktorat Jenderal Fasilitas Pembiayaan dan Simpan Pinjam, Himpunan Ketentuan Skim Kredit Program Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, (Jakarta: tpn, 1999) hal. 49. 92 Titik Sartika Pratomo M.S dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil, Menengah dan Koperasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), cetakan ke-1, hal. 15 93 Titik Sartika Pratomo M.S dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil, Menengah dan Koperasi, hal. 81
59
kewirausahaan. Kelompok ini disebut sebagai sektor informal. b. Macro Enterprise, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ini lebih bersifat pengrajin dan tidak bersifat wirausaha. c. Smaal Dynamic Enterprise, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) jenis ini cukup memiliki kewirausahaan. d. Fast Moving Interprise, ini adalah UKM asli yang mempunyai jiwa kewirausahaan. Kelompok ini akan menghasilkan pengusaha sakala menengah dan besar. Sedangkan berdasarkan laporan kelompok pakar Usaha Kecil dan Menengah (UKM), APEC telah diidentifikasi 4 (empat) UKM di lingkungan APEC, yaitu: a. Kelompok A UKM yang tidak memiliki pasar global, kelompok ini telah menjadi subkontrak dari perusahaan multi-nasional terutama di sektor otomotif dan elektronik. Jumlah mereka sekitar 3 – 4 %.94 b. Kelompok B UKM yang telah memasuki pasar internasional, kelompok ini sudah mengekspor, tetapi atas dasar pesanan luar negeri dan bukan atas upaya pemasaran yang agresif, berbeda dengan kelompok A, kelompok B tidak
94
1976), hal. 17.
Hasan Amin, AA.D., Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Pradiya Utama,
60
continue. Di Indonesia kelompok ini banyak terdapat di Bali di mana para importir asing (yang datang sebagai turis) telah melaksanakan order bisnis yang cukup lumayan. Bahkan produk yang diekspornya bukan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jumlah mereka 5 – 7 %.95 c. Kelompok C UKM yang belum pernah melakukan transaksi luar negeri, tetapi memiliki potensi yang besar. Jumlah mereka sekitar 30 %.96 d. Kelompok D UKM yang tidak ada orientasi ke pasar luar negeri. Mayoritas UKM di Indonesia berada di kelompok ini dan jumlah mereka sekitar 60 %.97 3.
Manajemen Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Koontz dan O’ Donel dalam bukunya “Principle of Management yang diterjemahkan oleh Edilius menyatakan bahwa Management is getting thing done throught the effors of other people secara bebas dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai upaya mencapai sesuatu tujuan dengan memanfaatkan atau melalui tenaga orang lain98. Sementara itu, Murti Sumarni mendefinisikan manajemen dengan proses perencanaan,
95
pengorganisasian,
pengarahan,
dan
pengendalian,
serta
Hasan Amin, AA.D., Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, hal 17. Hasan Amin, AA.D., Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, hal. 17. 97 Hasan Amin, AA.D., Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, hal. 17. 98 Edilius, et. All, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 96
195.
61
penggunanaan semua sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Adapun fungsi manajemen yang terpenting bagi seorang wirausahawan adalah untuk mengambil keputusan mengenai apa yang hendak dihasilkan99. Di dalam mengambil keputusan, diperlukan suatu seni atau ilmu pertimbangan yang banyak ditentukan oleh pengalaman dalam mengambil keputusan, di sini diperlukan manajer yang mampu memadukan keterampilan teknis dengan keterampilan manajerialnya untuk mengambil keputusan perusahaan secara mantap. Seorang pengusaha yang merupakan bagian dari lingkungan sosial tertentu dengan sistem nilai tertentu yang tidak saja mempengaruhi, melainkan juga dapat membentuk sikap dan tingkah laku sebagai pengusaha. Bahkan dilihat dari aspek legal, sistem dan struktur perusahaan-perusahaan atau industri merupakan bagian dari sistem hukum dan sistem politik yang berlaku. Maka dari itu, masalah manajemen perusahaan tidak dapat dilepaskan atau diceraikan dengan lingkungannya begitu saja100. Dengan demikian seyogyanya pengusaha harus memliki wawasan luas. Yang dengan kemampuan tersebut pengusaha dapat merespon lingkungannya dengan tepat dan cepat sasaran. Para pengusaha juga dituntut agar mampu 99
Murti Sumarni, Marketing Perbankan, (Yogyakarta: Liberty, 1997), hal. 55. M. dawam Raharjo, ed., Pembangunan Ekonomi Nasional Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: PT. Internusa, 1997), cetakan ke-1, hal. 151. 100
62
menciptakan suatu lingkungan terdekat
yang memungkinkan mereka
bersentuhan dengan informasi perubahan. Di sinilah kita melihat bahwa persoalan manajemen sebenarnya tidak terbatas di lingkungan perusahaan saja, pengusaha dapat memecahkan persoalan secara lebih objektif di luar perusahaan, yaitu dengan rekan-rekan pengusaha lain. 4.
Permasalahan / Hambatan yang Dihadapi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Dalam perkembangan di Indonesia, UKM menjumpai banyak hambatan / kendala yang terjadi dalam beberapa aspek yang berkaitan langsung dengan kegiatan usahanya. Adapun hambatan-hambatan tersebut antara lain: a. Keterbatasan Pemasaran Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perlembagaan UKM. Salah satu yang terkait dengan pemasaran yang umum dihadapi oleh UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar besar (UB) maupun pasar ekspor. Selain informasi terbatas, banyak UKM, khususnya mereka yang kekurangan modal dan SDM serta mereka yang berlokasi di daerah-daerah pedalaman yang relatif terisolasi dari pusat-pusat informasi. Komunikasi dan transportasi, juga mengalami kesulitan untuk memenuhi standar-standar
63 internasional yang terkait dengan produksi dan perdagangan101 b. Keterbatasan Finansial UKM, khususnya usaha kecil di Indonesia menghadapi 2 (dua) masalah utama aspek finansial. Mobilitas modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Hal ini disebabkan lokasi bank relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele-tele, dan kurang informasi mengenal skim-skim perkreditan yang ada dan prosedurnya102 c. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Keterbatasan SDM yang merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha kecil dan menengah di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek enterpreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis akuntansi, data processing, teknik pemasaran dan penelitian pasar. Keterbatasan SDM merupakan salah satu ancaman bagi UKM di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun di pasar internasional103. d. Keterbatasan Bahan Baku 101
Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting, (Jakarta: Ssalemba Empat, 2002) edisi 1, hal. 73 102 Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting, hal. 74 103 Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting, hal. 79
64
Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) yang menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha kecil dan menengah di Indonesia104. e. Keterbatasan Teknologi Keterbatasan teknologi ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya keterbatasan modal investasi, informasi mengenai teknologi atau mesinmesin dan alat-alat produksi baru serta keterbatasan SDM. Itulah berbagai macam masalah yang dihadapi oleh UKM di Indonesia dalam perkembangannya yang tingkat intensitas dan sifatnya berbeda, namun masalah yang sering disebut adalah keterbatasa modal dan kesulitan dalam pemasaran105.
104
Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu
Penting, hal 79. 105
Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting, hal. 79.
65
BAB III PROFIL BANK DKI SYARIAH
A. Sejarah Berdirinya Bank DKI Syariah Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan transaksi perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah, Bank DKI membuka unitu usaha syariah berdasarkan Surat Bank Indonesia No. 6/371/DPbs tanggal 8 Maret 2004, kantor cabang syariah Bank DKI Syariah secara resmi dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta Bapak H. Sutiyoso pada tanggal 16 Maret 2004 (25 Muharram 1425 H).1 Dengan bantuan modal usaha dari Bank DKI Pusat sebesar 2 Milyar Rupiah Bank DKI Unit Usaha Syariah bertekad untuk dapat memberikan pelayanan kepada nasabah sebaik-baiknya berdasarkan ketentuan secara Islami serta kesepakatan bersama antara nasabah dengan bank.2 B. Visi dan Misi3 1.
Visi Menjadi bank terbaik dan membanggakan
2.
Misi Bank berkinerja unggul, mitra strategis dunia usaha/masyarakat dan andalan Pemprov DKI yang memberi nilai tambah bagi stakeholder melalui 1
www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009. www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009. 3 www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009. 2
65
66
pelayanan terpadu dan professional.
C. Struktur Organisasi4
Dewan Komisaris Suryo Danisworo / Komisaris Utama Idris Kadir / Komisaris Joni Mulianto / Komisaris Hasan Soeftendy / Komisaris 4
www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009.
67
Dewan Direksi Winny E. Hasan / Direktur Utama Muhammad Irfandi / Direktur Pemasaran Mamad Sachroni / Direktur Keuangan Ilhamsyah Joenoes / Direktur Operasainal Aris Anwari / Direktur Kepatuhan Dewan Pengawas Syariah K.H. Masyhuri Syahid / Ketua Dr. H. Surahmah Hidayat / Anggota Kanny Hidayat, SE.AK / Anggota Pimpinan Grup Syariah Abdullah Aljuffry / Pimpinan
D. Produk dan Jasa 1.
Produk Dana a. Giro Wadiah Dana titipan yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan menggunakan cek, bilyet giro atau pun pemindah bukuan lainnya. Berfungsi mempermudah dan mempercepat pelaksanaan transaksi nasabah.5 b. Deposito Mudharabah Muthlaqah Simpanan dalam bentuk berjangka dengan prinsip bagi hasil, dana yang disimpan akan diinvestasikan ke berbagai bidang usaha sesuai kebijakan bank.6 c. Depostio Mudharabah Muqayyadah
5 6
www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009. www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009.
68
Simpanan dalam bentuk berjangka dengan prinsip bagi hasil, dana yang disimpan akan diinvestasikan ke berbagai bidang usaha sesuai keinginan nasabah.7 d. Tabungan Simpeda Syariah Tabungan dengan prinsip mudharabah / bagi hasil antara bank dengan nasabah dengan nisbah sesuai kesepakatan.8 e. Tabungan Haji dan Umroh Tabungan untuk menunaikan Ibadah Haji dan Umroh berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad mudharabah.9 2.
Produk Pembiayaan a. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan untuk mendapatkan manfaat dari suatu barang atau jasa sesuai dengan kemampuan masing-masing yang diberikan kepada karyawan pemerintah maupun swasta dengan menggunakan skim murabahah, ijarah muntahiyya bittamlik, ijarah, istishna’ dan qard. 1) Pembiayaan Multiguna Syariah Pembiayaan yang diberikan kepada karyawan pemerintah maupun swasta yang bekerjasama dengan Bank DKI Syariah. 2) Pembiayaan Pemilikan Kendaraan 7
www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009. www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009. 9 www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009. 8
69
Pembiayaan yang ditujukan bagi nasabah yang bermaksud melakukan pembelian kendaraan 3) Pembiayaan Pemilikan Rumah Pembiayaan yang ditujukan bagi nasabah yang bermaksud melakukan pembelian rumah. Skim
yang
dapat
digunakan
adalah
mudharabah,
murabahah,
musyarakah, istishna dan salam. b. Pembiayaan Modal Kerja (PMK) Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan badan usaha / perusahaan dalam hal tambahan modal kerja berupa pengadaan barang, pembelian barang dagangan, jasa konstruksi, jasa memproduksi barang pesanan, penyewaan barang, dengan skim mudharabah / musyarakah, murabahah, ijarah, istishna dan salam. 10 1) Pembiayaan Modal Kerja Mudharabah Pembiayaan modal kerja untuk keperluan pembelian barang yang digunakan untuk modal kerja, jasa konstruksi, industri, dan perdagangan. 2) Pembiayaan Modal Kerja Murabahah Pembiayaan modal kerja untuk keperluan pembelian barang dagang atau pengadaan pesanan, tnapa penyerahan SPK (Surat Perintah Kerja). 3) Pembiayaan Modal Kerja Istishna 10
www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009.
70
Pembiayaan modal kerja untuk keperluan jasa konstruksi atau pengadaan pesanan, berdasarkan SPK (Surat Perintah Kerja). 4) Pembiayaan Modal Kerja Salam Pembiayaan modal kerja untuk pembelian barang yang masih dipesan terlebih dahulu, dengan pembayaran tunai di awal. 5) Pembiayaan Modal Kerja Musyarakah Pembiayaan modal kerja untuk keperluan konstruksi atau pengadaan pesanan, berdasarkan SPK, di mana bank memberikan modal sesuai porsinya, setelah dikurangi self financing (modal sendiri). c. Pembiayaan Investasi Pembiayaan untuk jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi proyek yang sudah ada dengan menggunakan skim murabahah, ijarah muntahiyya bittamlik (IMBT), salam dan istishna.11 1) Pembiayaan Investasi Murabahah Pembiayaan investasi untuk keperluan jasa konstruksi atau pengadaan pesanan, berdasarkan SKP (Surat Perintah Kerja), di mana bank memberikan modal sesuai porsinya, setalah dikurangi self financing (modal sendiri). 11
www.bankdki-syariah.com, diakses pada 12 Maret 2009.
71
2) Pembiayaan Investasi IMBT (Ijarah Muntahiyya Bittamlik) Pembiayaan investasi untuk keperluan menyewa, membangun gedung, memiliki kendaraan dan lain-lain, dengan mengangsur di mana akhir periode angsuran nasabah dapat memiliki aktiva tersebut atau hanya sewa saja. 3) Pembiayaan Investasi Salam Pembiayaan investasi untuk pembelian barang yang masih dipesan dahulu dengan pembayaran tunai di awal. 4) Pembiayaan Investasi Instishna Pembiayaan modal kerja untuk program pemerintah dalam rangka pengembangan usaha kecil di lingkungan PD Pasar Jaya, yang memiliki lokasi berdagang secara tetap, memiliki surat ijin tempat usaha (SITU) dan rekomendasi dari kepala PD Pasar Jaya.
Dari produk-produk yang ada pada Bank DKI Syariah secara teknis sudah dapat menampung kebutuhan masyarakat akan pembiayaan berbasis syariah. Itu terlihat dari berbagai macam produk yang dikeluarkan Bank DKI syariah, baik produk tabungan, investasi, serta pembiayaan.
72
BAB IV RISIKO DAN UPAYA MEMINIMALISIR RISIKO PEMBIAYAAN PRODUKTIF UNTUK UKM
A. Faktor-faktor yang Dapat Menimbulkan Risiko Pada Pembiayaan Produktif Untuk UKM 1.
Permasalahan yang Terdapat Pada UKM Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor
dengan produktivitas
yang rendah,
seperti:
sektor
pertanian,
perdagangan dan industri rumah tangga. Pada sektor dengan produktivitas yang rendah inilah jumlah usaha mikro dan kecil terkonsentrasi (84,7%) yang memperebutkan porsi PDB sebesar 30,4% pada tahun 2003. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya produktivitas dan daya saing usaha mikro dan kecil.1 Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi 1
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 5.
72
73
pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah:2 a. Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. b. Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. c. Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. d. Keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). e. Iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. f. Pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. Sementara itu kementrian koperasi menyebutkan beberapa permasalahan 2
Mudrajat Kuncoro, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan, (Yogyakarta: Kelompok Diskusi Pascasarjana Ilmu-ilmu Ekonomi UGM, 2000), (Makalah Studium Generale “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia), h. 8.
74
dalam pembiayaan UKM di antaranya:3 a. Terdapat UKM yang memiliki prospek usaha, tetapi tidak memiliki agunan yang cukup. b. Terdapat UKM yang usahanya dapat dikembangkan tetapi mengalami kesulitan karena prosedur kredit yang rumit dan lama. c. Terdapat UKM yang memiliki prospek usaha namun kemampuan teknis dan kemampuan manajerialnya kurang. d. Terdapat UKM yang berhasil memperoleh kredit namun kredit tersebut tidak cukup untuk rencana pengembangan. e. Terdapat UKM yang kesulitan dalam bermitra usaha dengan investor baik domestik maupun asing. Determinan kegagalan UKM dalam mengefektifkan kredit bank yaitu:4 a. Nilai kredit tidak cocok dengan kebutuhan pembiayaan yang terlalu besar. b. Biaya kredit lebih besar dibandingkan tingkat hasil yang telah dan akan diperoleh c. Kurang disiplin d. Menghadapi kesulitan karena keterbatasan kemampuan teknis dan manajerial. 3
Nanny Dewi, Primayusari, Dini Rosdini, Gia Amrania, Prosedur Operasi Standar Klinik Restrukturisasi Usaha Koperasi dan UKM, (Jakarta: Kantor Kementrian Koperasi dan UKM Bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran), hal. 2. 4 Nanny Dewi, Primayusari, Dini Rosdini, Gia Amrania, Prosedur Operasi Standar Klinik Restrukturisasi Usaha Koperasi dan UKM, hal. 2
75
e. Efek situasi perekonomian yang memburuk. 2.
Jangkauan Bank dalam Mengolah Risiko a. Penerapan Manajemen Risiko Di negara maju, ilmu ini sebetulnya sudah beken sejak 15 tahun lalu. Hasil riset George Allayannis dan James Watson (1990-1995) dari Universitas Virginia, menyimpulkan bahwa manajemen risiko akan meningkatkan nilai perusahaan sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan biaya modal dan mengurangi ketidakpastian aktivitas sosial.5 Kita tahu, manajemen risiko terkait dengan good corporate governance (GCG).
Prinsip transparansi dalam GCG
menuntut
diterapkannya
enterprise-wide risk management. Penerapan manajemen risiko oleh perusahaan ini bertujuan mengidentifikasi risiko perusahaan, mengukurnya dan mengatasinya pada level toleransi tertentu.6 Menurut Rahardja (1997), penilaian kredit harus memenuhi criteria sebagai berikut :7 1) Keamanan kredit (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat dilunasi kembali.
5
Irwan Makdoerah, Manajemen Risiko, Risiko Manajemen, (http://www.majalahtrust.com/danlainlain/kolom/1124.php, di akses pada 2 April 2009) 6 Irwan Makdoerah, Manajemen Risiko, Risiko Manajemen 7 Chairuddin Syah Nasution, Manajemen Kredit Syariah, (Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7 No. 3, September 2003), hal. 92-93.
76
2) Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability). Kredit akan digunakan untuk tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau setidaknya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 3) Menguntungkan (profitable). Kredit yang diberikan menguntungkan bagi bank maupun bagi nasabah. Sedangkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
resiko
penilaian
kredit
(Rahardja:1997), antara lain : (1) Character ; (2) Capacity ; (3) Capital ; (4) Conditional ; (5) Collateral.8
b. Analisis Pembiayaan Sedangkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
resiko
penilaian
kredit
(Rahardja:1997), antara lain : (1) Character ; (2) Capacity ; (3) Capital ; (4) Conditional ; (5) Collateral.9
3.
Kebijakan Pemerintah Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha kecil dan menengah. Pemberdayaan koperasi dan usaha kecil dan menengah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis, adil dan makmur sesuai dengan amanat konstitusi Undang-undang Dasar Tahun 1945. Rencana strategis Kementerian Koperasi dan UKM ini disusun atas dasar landasan idiil 8 9
Chairuddin Syah Nasution, Manajemen Kredit Syariah, hal. 92-93. Chairuddin Syah Nasution, Manajemen Kredit Syariah, hal. 92-93.
77
Pancasila dan landasan konstitusional Undang-undang Dasar Tahun 1945, Ketetapan MPR-RI, Undang-undang Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian, Undang-undang Nomor 9/1995 tentang Usaha Kecil, Undang-undang Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, serta berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, Inpres dan Keppres dan Perpres lainnya yang terkait.10 Kebijakan pemerintah yang terkait
dengan upaya pertumbuhan
perekonomian sangat dibutuhkan perbankan sebagai lembaga keuangan yang menjadi mediasi dalam menyalurkan pembiayaan. Regulasi-regulasi, undangundang, peraturan pemerintah dapat dijadikan insentif yang potensial dan sangat dibutuhkan untuk mendongkrak pembiayaan oleh perbankan khususnya dan pertumbuhan ekonomi umumnya.
B. Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM 1.
Kebijakan Bank DKI Syariah dalam Meminimalisir Risiko Pembiayaan a. Penerapan Manajemen Risiko 1) Identifikasi Risiko11 Tujuan dilakukannya identifikasi risiko adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang
10 11
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 22 Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Bank DKI syariah.
78
berpotensi merugikan Bank. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan identifikasi risiko antara lain: a) bersifat proaktif (anticipative) dan bukan reaktif; b) mencakup seluruh aktivitas fungsional (kegiatan operasional); c) menggabungkan dan menganalisa informasi risiko dari seluruh sumber informasi yang tersedia; d) menganalisa probabilitas timbulnya risiko serta konsekuensinya. 2) Pengukuran Risiko12 a) Pendekatan pengukuran risiko digunakan untuk mengukur profil risiko Bank guna memperoleh gambaran efektifitas penerapan manajemen risiko. b) Pendekatan tersebut harus dapat mengukur: (1) sensitivitas produk/aktivitas terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik dalam kondisi normal maupun tidak normal; (2) kecenderungan perubahan faktor-faktor dimaksud berdasarkan fluktuasi perubahan yang terjadi di masa lalu dan korelasinya; (3) faktor risiko (risk factors) secara individual; (4) eksposur
risiko
secara
keseluruhan
(aggregate),
mempertimbangkan risk correlation; 12
Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank DKI Syariah.
dengan
79
(5) seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta produk perbankan dan dapat diintegrasikan dalam sistem informasi manajemen Bank. c) Metode pengukuran risiko dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara umum pendekatan yang paling sederhana dalam pengukuran risiko adalah yang direkomendasikan oleh Bank for International
Settlements
atau
pendekatan
metode
standard,
sedangkan pendekatan oleh para praktisi disebut metode alternatif (alternative model). Penerapan metode alternatif memerlukan berbagai persyaratan kuantitatif maupun kualitatif untuk menjamin keakuratan model yang dipergunakan; d) Bagi Bank yang memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi dapat mengembangkan dan menggunakan metode internal (internal model). Namun penggunaan internal model tersebut hanya ditujukan untuk keperluan intern yang disesuaikan dengan kebutuhan Bank serta untuk mengantisipasi kebijakan perbankan di masa yang akan datang. e) Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko harus dikaitkan dengan jenis, skala, dan kompleksitas kegiatan usaha, kemampuan sistem pengumpulan data, serta kemampuan Direksi dan pejabat eksekutif terkait memahami keterbatasan dari hasil akhir sistem pengukuran risiko yang digunakan;
80
f) Metode pengukuran risiko harus dipaham i secara jelas oleh pegawai yang terkait dalam pengendalian risiko, antara lain treasury manager, chief dealer, Komite Manajemen Risiko, Satuan Kerja Manajemen Risiko, dan Direktur bidang terkait. 3) Pemantauan dan Limit Risiko13 a) Sebagai bagian dari penerapan pemantauan risiko maka limit risiko sekurang-kurangnya: (1) tersedianya limit secara individual dan keseluruhan / konsolidasi; (2) memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan tinggi rendahnya eksposur Bank; (3) mempertimbangkan pengalaman kerugian di masa lalu dan kemampuan sumber daya manusia; (4) memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah ditetapkan mendapat perhatian Satuan Kerja Manajemen Risiko, komite manajemen risiko dan Direksi. b) Penetapan jenis limit meliputi: (1) transaksi (transaction/product limit); (2) mata uang (currency limit); (3) volume transaksi (turnover limit); 13
Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank DKI Syariah
81
(4) posisi terbuka (open position limit); (5) kerugian (cut loss limit); (6) intra hari (intraday limit); (7) nasabah dan counterparty (individual borrower and counterparty limit); (8) pihak terkait (connected parties limit); (9) industri/sektor ekonomi dan wilayah (industry/economic sector and geographic limit). c) Penetapan limit dilakukan oleh satuan kerja operasional terkait, yang selanjutnya direkomendasikan kepada Satuan Kerja Manajemen Risiko
untuk
mendapat
persetujuan Direksi
melalui
Komite
Manajemen Risiko atau Direksi sesuai dengan kewenangannya masing-masing. d) Penetapan limit dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain ketentuan tentang Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN). e) Dalam hal terjadi pelampauan limit, maka Bank harus segera melakukan penyesuaian dan mengantisipasi pelampauan tersebut sehingga tidak mempengaruhi jumlah alokasi modal atas risiko yang telah ditetapkan sebelumnya.
82
f) Setiap pelampauan limit harus dapat diidentifikasi dengan segera dan ditindaklanjuti oleh Direksi dan pelampauan limit hanya dapat dilakukan apabila mendapat otorisasi dari Direksi atau pejabat yang berwenang, sesuai ketentuan dan prosedur intern Bank. g) Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan (disruptions) dalam proses pemantauan risiko, dan melakukan pengecekan serta penilaian kembali secara berkala terhadap sistem back-up tersebut. 4) Sistem Informasi Manajemen Risiko14 a) Sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Bank, dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif. b) Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, Bank harus memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan: (1) terukurnya eksposur risiko secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan / komposit maupun eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank, maupun eksposur risiko per jenis aktivitas fungsional Bank; 14
Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Pada Bank DKI Syariah
83
(2) dipatuhinya penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur dan penetapan limit Risiko; (3) tersedianya
hasil
(realisasi)
penerapan
manajemen
risiko
dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh Bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan manajemen risiko. c) Sebagai salah satu output sistem informasi manajemen risiko, laporan eksposur risiko disusun secara berkala oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko atau sekelompok petugas yang diberikan wewenang dan bersifat independen terhadap unit kerja yang melakukan kegiatan operasional. Frekuensi penyampaian laporan kepada Direksi terkait dan Komite Manajemen Risiko harus ditingkatkan apabila kondisi pasar berubah dengan cepat. d) Laporan ke tingkat manajemen di luar Direksi terkait dan Komite Manajemen Risiko dapat disampaikan dengan frekuensi yang lebih lama, namun tetap harus mampu memberikan informasi yang memadai bagi pihak-pihak tersebut untuk dapat melakukan penilaian terhadap perubahan profil risiko Bank. e) Sistem informasi manajemen risiko harus dapat menerjemahkan risiko yang diukur dengan format teknis kuantitatif sehingga menjadi format kualitatif yang mudah dipahami oleh Direksi dan pejabat Bank. f) Dalam mengembangkan teknologi sistem informasi dan software baru,
84
Bank harus memastikan bahwa penerapan sistem informasi dan teknologi baru tersebut tidak akan menimbulkan gangguan. g) Apabila
Bank
memutuskan untuk
menugaskan pihak
ketiga
(outsourcing) dalam pengembangan software dan penyempurnaan sistem, Bank harus memastikan bahwa keputusan penunjukan pihak ketiga tersebut dilakukan secara obyektif dan independen. Dalam perjanjian/kontrak outsourcing harus mencantumkan kIausul (terms and conditions) mengenai pemeliharaan dan upgrade serta langkah antisipati guna mencegah gangguan yang mungkin terjadi dalam pengoperasiannya. h) Sebelum penerapan sistem informasi manajemen yang baru, Bank harus melakukan pengujian untuk memastikan bahwa proses dan output yang dihasilkan telah melalui proses pengembangan, pengujian dan penilaian kembali secara efektif dan akurat, serta Bank harus memastikan bahwa data historis akuntansi dan manajemen dapat diakses oleh sistem/software baru tersebut dengan baik. i) Dalam hal Bank mengembangkan suatu sistem/software baru, sistem tersebut harus berfungsi dan dirancang sehingga secara otomatis dan efektif dapat memenuhi keperluan pelaporan yang diwajibkan oleh otoritas berwenang. j) Bank harus menatausahakan dan mengkinikan dokumentasi sistem,
85
yang memuat perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data base, parameter, tahapan proses, asumsi yang digunakan, sumber data, dan output yang dihasilkan sehingga memudahkan pengendalian melekat (built-in controls) dan pelaksanaan jejak audit (audit trail). 5) Pengendalian Risiko a) Pelaksanaan proses pengendalian risiko harus digunakan Bank untuk mengelola risiko tertentu, terutama yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. b) Pengendalian risiko dapat dilakukan oleh Bank, antara lain dengan cara hedging, dan metode mitigasi risiko lainnya seperti penerbitan garansi, sekuritisasi aset dan credit derivatives, serta penambahan modal Bank untuk menyerap potensi kerugian. b. Analisis Pembiayaan Faktor-faktor yang menjadi aspek penilaian kelayakan suatu pembiayaan pada Bank DKI Syariah adalah : (1) Character ; (2) Capacity ; (3) Capital ; (4) Conditional ; (5) Collateral. Di mana faktor character menjadi prioritas di antara berbagai faktor
tersebut yang bila aspek yang pertama tersebut tidak terpenuhi maka faktor yang lainnya tidak diperhitungkan.15
15
Wawancara Pribadi, Kepala Divisi Pemasaran, Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim, 11 Maret 2009.
86
Faktor Collateral juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi disetujuinya suatu pembiayaan mengingat pada Bank DKI Syariah pembiayaan
murabahah
lebih
dominan.
Dalam
menentukan
nilai
pembiayaan nilai jaminan menjadi faktor penentu, yana mana nilai pembiayaan ditentukan berdasarkan nilai jaminan yang dimiliki nasabah.16 2.
Pengembangan UKM Melalui Program Departemen Koperasi dan UKM a. Program Penumbuhan Lingkungan Usaha yang Kondusif Adapun sasaran program penumbuhan lingkungan usaha yang kondusif bagi KUMKM pada periode tahun 2005 - 2009, antara lain:17 1) Setiap kebijakan terkoordinasi dengan baik pada tataran nasional, propinsi, dan kabupaten/kota. 2) Setiap kebijakan dapat diakses secara transparan oleh semua pihak. 3) Setiap peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan KUMKM dilaksanakan dengan konsisten. 4) Setiap
peraturan
perundang-undangan
yang
tidak
mendukung/menghambat pemberdayaan KUMKM dikaji ulang dan dicabut. 5) RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. 16
Wawancara Pribadi, Kepala Divisi Pemasaran, Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim, 11 Maret 2009. 17 Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 66
87
6) Setiap pengkajian harus ada aplikasi yang jelas dan bermanfaat bagi pemberdayaan KUMKM b. Program Fasilitasi Pembiayaan Bagi KUMKM Adapun sasaran program tersebut pada periode tahun 2005 – 2009, adalah :18 1) Menumbuhkembangkan 100 KSP/USP–Koperasi berkualitas paling maju dan 2000 KSP/USP-Koperasi berkualitas maju, melalui pembinaan manajemen dan teknologi. 2) Meningkatkan perkuatan permodalan untuk 10.000 KSP/USP Koperasi dengan mekanisme “lingkages” dengan sumber pembiayaan perbankan maupun non-bank dan atau memanfaatkan jaringan koperasi sekunder. 3) Memberdayakan 1.000 Koperasi Jasa Keuangan Syariah serasa memantapkan regulasi dan supervisi yang mengaplikasikan prinsip syariah. 4) Mentransformasikan 10.000 Lembaga Keuangan Mikro non-formal, seperti BKD, LDKP, BMT, dan sebagainya menjadi KSP/USP-Koperasi yang berbadan hukum sejalan dengan keinginan para anggotanya. 5) Memfasilitasi pendirian 10 Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) untuk UMKM di propinsi yang maju perekonomiannya, dengan tetap mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. 18
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 70
88
Hal tersebut di atas dilakukan dengan : 1) Program Peningkatan Aksebilitas19 a) Memantapkan regulasi/deregulasi sistem penjaminan kredit usaha mikro dan kecil. b) Memfasilitasi penyediaan dana penjaminan bagi lembaga penjaminan kredit usaha seperti PT. Sarana Pengembangan Usaha serta Perum Pegadaian. c) Mendorong terbentuknya Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) untuk pemberdayaan UMKM setempat, seraya meningkatkan peran serta pemerintah daerah. d) Memfasilitasi sertifikasi tanah bagi pengusaha mikro dan kecil yang terkait dengan penjaminan kredit usaha di perbankan, bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional dan Departemen Dalam Negeri. 2) Program Perluasan Sumber Pembiayaan20 a) Penyediaan dana bergulir bagi perkuatan permodalan usaha mikro dan kecil melalui perbankan (termasuk Bank Pembangunan Daerah) maupun KSP/USP – Koperasi. b) Penyediaan dana bergulir dengan sistem bagi hasil untuk perkuatan permodalan usaha mikro dan kecil melalui lembaga keuangan syariah
19 20
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 71 Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 71-72.
89
seperti Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri. c) Fasilitasi kredit usaha untuk UKM yang berorientasi ekspor bekerjasama dengan Bank Ekspor Indonesia. d) Fasilitasi sumber dana non-kredit seperti sistem gadai, anjak piutang, pasar modal dan dana pensiun. e) Fasilitasi
:
“start-up
Loan”
dengan
modal
ventura
untuk
menumbuhkan unit usaha baru, khususnya yang berbasis teknologi dan mempunyai pasar, bekerja sama dengan PT. Bahana Artha Ventura. 3) Program Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro21 a) Menyusun kebijakan nasional yang disepakati oleh pihak pemerintah, perbankan dan pelaku usaha, tentang pemberdayaan lembaga keuangan untuk pembiayaan usaha mikro. b) Mengembangan sistem monitoring dan evaluasi dari dana-dana perkuatan untuk LKM, baik dari pemerintah maupun lembaga donor internasional. Kegiatan ini termasuk pengawasan dan pengendalian KSP/USP - Koperasi yang efektif dan perintisan sistem informasi nasabah (kredit biro). c) Memfasilitasi berfungsinya Second-tier bank seperti Bank Koperasi ataupun APEX non bank seperti PT. Permodalan Nasional Madani 21
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 72-73.
90
untuk Lembaga Keuangan Mikro yang formal dan tersebar di seluruh wilayah. d) Meningkatkan permodalan LKM melalui berbagai instrumen yang efisien seperti pasar modal dan pemanfaatan dana pensiun serta asuransi. e) Membina kerjasama internasional tentang LKM, baik beberapa bencmarking, pelatihan kejuruan maupun pengadaan dana khusus untuk permodalannya seperti dari Bank Dunia, JBIC, ADB dan KfW. c. Program Pengembangan Kewirausahaan dan SDM KUMKM22 1) Meningkatkan peranan koperasi untuk dapat melaksanakan pendidikan pola terpadu bagi anggota, calom anggota dan masyarakat disekitarnya, sehingga dapat tumbuhnya perkembangan wirausaha baru. 2) Meningkatkannya kualitas pengurus kualitas pengurus dan manajer koperasi melalui penerapan standar kompetensi dengan membudayakan prinsip fit and proper test. 3) Terlaksananya pendidikan dan latihan bagi SDM dari 70.000 koperasi. 4) Meningkatkan peran 199 Lapenkopda, sehingga mampu meningkatkan kualitas berkoperasi dalam rangka mewujudkan 1 juta anggota koperasi yang aktif melakukan kegiatan usaha. 5) Terselenggaranya beasiswa D3/S1 bagi 1000 orang pengelola/kader 22
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 74-75.
91
koperasi. 6) Membantu mewujudkan 6 juta unit usaha UMKM baru di Indonesia melalui peningkatan kemampuan di bidang SDM. 7) Mewujudkan 5 (lima) inkubator bisnis baru pada 5 (lima) wilayah yang berbeda yang dibina secara berkesinambungan dengan tenan yang berbasis pada teknologi. 8) Terwujudnya optimalisasi program bantuan perkuatan KUKM prioritas dengan mempersiapkan kemampuan SDM pengelolanya. 9) Meningkatnya peran serta masyarakat dalam perumusan kebijakan pemberdayaan ekonomi rakyat baik di tingkat Pusat, Provinsi, Kab/Kota. 10)Meningkatnya kerjasama antar lembaga diklat dalam pelaksanaan diklat. 11)Meningkatnya alokasi anggaran diklat yang dibiayai oleh anggaran Pemprov dan Pemkab/Pemkota. d Program Pengembangan Sentra Bisnis KUMKM23 1) Setiap propinsi memiliki klaster-klaster bisnis. 2) Setiap Kabuaten/Kota tumbuh sentra unggulan UMKM. 3) Setiap BDS mampu meningkatkan produktivitas sentra. 4) KSP/USP yang mendukung UMKM dalam Sentra. 5) Setiap sentra memiliki jaringan bisnis bagi pemberdayaan usaha UMKM Sentra. 23
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 79.
92
6) Mengembangkan klaster baru atas dasar kebutuhan kelayakan. Program yang dilakukan di antaranya : 1) Program Pengembangan Sentra24 a) Mengembangkan kebijakan sentra UMKM dan klaster bisnis sebagai pendekatan pengorganisasian dalam pemberdayaan UMKM di Indonesia. b) Menstimulan dan memfasilitasi peran serta Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Dunia Usaha untuk mengembangkan sentra UMKM di wilayahnya menjadi klaster bisnis yang dinamis. c) Mengidentifikasi dan memetakan sentra bisnis UMKM di Indonesia, serta menginventarisasi potensinya. d) Mengembangkan dan memfasilitasi kerjasama antar UMKM di dalam sentra, dan antar UMKM dengan sentra lainnya, serta kerjasama UMKM dalam sentra dengan pelaku usaha lainnya dalam rangka mencapai skala ekonomis. e) Mendorong terbentuknya Fforum Pengembangan Klaster di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk Memfasilitasi Keterkaitan Usaha di Klaster. f) Mengembangkan
sentra
bisnis
UMKM
unggulan
di
setiap
kabupaten/kota melalui peningkatan produktivitas UMKM yang 24
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 80.
93
berbasis teknologi tepat guna. g) Melaksanakan perencanaan, fasilitasi, pemantauan dan evaluasi pengembangan sentra bisnis UMKM di Indonesia, dan lain-lain. 2) Program
Pengembangan
BDS/LPB
(Lembaga
Pengembangan
Bisnis)25 a) Peningkatan kualitas dan kapasitas BDS/LPB, meliputi kegiatan (a) penumbuhan BDS/LPB baru, (b) capacity building bagi BDS/LPB utnuk menmingkatkan kualitas layanan usaha kepada KUKM di sentra, maupun kemampuan BDS/LPB dalam membuka akses KUKM dengan sumber-sumber daya produktif (c) temu konsultasi BDS/LPB dengan lembaga keuangan, pasar, teknologi, SDM serta kemitraan (f) mengembangkan sistem sertifikasi dan akreditasi. b) Perkuatan jaringan BDS/LPB, meliputi kegiatan (a) fasilitasi pengembangan
forum,
asosiasi,
korwil
BDS/LPB
(b)
mendayagunakan jaringan sebagai pusat informasi potensi KUKM, (c) memfasilitasi kerjasama pengembangan BDS/LPB dengan dunia usaha, lintas pemerintah dan lembaga internasional. c) Fasilitasi
kebijakan
dan
koordinasi,
meliputi
kegiatan
(a)
pengumpulkan bahan dan perumusan kebijakan pemberdayaan BDS/LPB bagi pemberdayaan KUKM (b) koordinasi pemberdayaan 25
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 80-81.
94
BDS/LPB di tingkat propinsi, kabupaten/kota (c) pengembangan sistem insentif bagi BDS/LPB. d) Informasi Kinerja BDS/LPB, meliputi kegiatan (a) pendataan potensi BDS/LPB (b) monitoring dan evaluasi perkembangan kinerja BDS/LPB (c) sinerji potensi BDS/LPB yang dikembangkan oleh institusi lain (d) workshop, seminar dan penyebarluasan potensi keberhasilan BDS/LPB bagi pemberdayaan KUKM (e) basis data potensi ekonomi, KUKM, sentra UKM dan data lain yang relevan. e) Memfasilitasi pengembangan kapasitas pengelolaan BDS sebagai intermediator alih teknologi antara penyedia teknologi dengan pengguna teknologi (KUKM). 3) Program Dana MAP Bagi Sentra26 a) Mengembangkan sistem seleksi, penyaluran, pemanfaatan dan perguliran dana MAP bagi UMKM dalam sentra, serta pengawasan terhadap KSP/USP yang mengelola dana MAP. b) Meningkatkan sinergi antara KSP pengelola dana MAP dengan BDS provider. c) Memfasilitasi pengembangan jejaring usaha KSP pengelola dana MAP dengan perbankan, modal ventura dan lembaga keuangan formal lainnya. 26
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 81.
95
d) Melaksanakan perencanaan, fasilitasi, pemantauan dan evaluasi pengembangan dana MAP, dan lain-lain. e) Menstimulan
peran
serta
Pemerintah
Propinsi,
Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Dunia Usaha untuk memfasilitasi pengembangan KSP/USP dan UKM penerima dana MAP. f) Memfasilitasi pemanfataan dan MAP bagi Koperasi dan UKM dengan penyediaan dana MAP melalui kerjasama dengan lembaga modal ventura. g) Memfasilitasi pemberdayaan UKM berbasis teknologi dengan penyediaan dana MAP melalui kerjasama dengan lembaga inkubator. h) Memfasilitasi pengembangan kapasitas KUKM penerima dana MAP. i) Memfasilitasi pengembangan kerjasama investasi KUKM dengan lembaga usaha maupun lembaga permodalan lainnya dalam rangka meningkatkan produktivitasnya. j) Memfasilitasi pengembangkan kerjasama dengan perbankan, lembaga modal ventura dan lembaga inkubator dalam pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi terhadap kinerja KUKM penerima dana MAP. 4) Program Pengembangan Informasi Bisnis Sentra27 a) Mengembangkan infrastruktur Komunikasi Bisnis dan memantapkan 27
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, 82.
96
data base UMKM di Indonesia melalui sistem teknologi informasi bisnis bagi : KSP/USP Koperasi pengelola dan MAP BDS-P UMKM yang berada di dalam Sentra b) Memberikan fasilitas perangkat jaringan komunikasi yang berisikan program aplikasi : Monitoring dan aplikasi Keuangan melalui : Penyempurnaan Sis UKM Pola Syariah Website sentrakukm.com untuk optimalisasi interaksi bisnis : Transaksi bisnis melalui Bursa bisnis Direktori Sentra, KSP/USP Koperasi, BDS Pemetaan Sentra Forum Chatting Berita seputar Koperasi dan UKM Aktivitas E-Commerce, berupa: Bisnis saham/komoditi yang memberikan layanan pelanggan 24 jam di internet Promosi Event/kegiatan secara online Informasi media cetak/elektronik online
97
Memesan Produk online Aktivitas pemerintah secara online (e-Goverment) c) Memfasilitasi pelaksanaan Temu Konsultasi dan temu bisnis antara BDS-P, KSP dan USP Koperasi pengelola dana MAP, UMKM di dalam Sentra dan mitra kerja lainnya. d) Menerbitkan dan mendistribusikan direktori dan brosur produkproduk unggulan UMKM. e) Melaksanakan perencanaan, pemberian fasilitasi, monitoring dan evaluasi pemanfaatan jaringan bisnis oleh KSP dan USP Koperasi, BDS-P dan UMKM di dalam Sentra melalui : Pemanfaatan Warnet Seluler via SMS 5) Program Pengembangan Klaster Baru28 a) Mengidentifikasi potensi sektor unggulan daerah menjadi klaster bisnis UMKM berdasarkan kelayakan usaha. b) Mengembangkan keterkaitan antar usaha dalam satu kawasan industri. c) Mengembangkan sistem insentif untuk pengembangan klaster baru. d) Melaksanakan perencanaan, fasilitasi, pemantauan dan evaluasi pengembangan klaster baru di Indonesia, dan lain-lain. e. Program Pengembangan Fasilitas Pemasaran KUMKM29 28
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 83.
98
1) Setiap Kabupaten/Kota memiliki pusat data dan informasi bisnis KUKM. 2) Penjualan Produk unggulan KUKM meningkat 10% setiap tahun. 3) 70.000 KUKM memiliki kualifikasi untuk dapat bermitra dengan PMA/PMDN. 4) Setiap Propinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia memiliki sarana pemasaran bagi produk KUKM. 5) Setiap
Kabupaten/Kota
menampilkan
produk
KUKM
untuk
dipromosikan SMEsCO Promotion Center (SPC) yang produknya diperbaharui secara berkala. 6) Setiap Kabupaten/Kota mempunyai koperasi yang bergerak sebagai pusat distribusi kebutuhan pokok masyarakat. 7) Setiap instansi pemerintah pusat/daerah memanfaatkan KUKM sebagai supplier barang/jasa pemerintah. 8) Informasi bisnis KUKM terpublikasi secara berkala dalam media cetak dan elektronik, nasional dan daerah. 9) Ekspor KUKM meningkat dari 19,9% menjadi 25%. 10)Setiap Kabupaten/Kota, Sentra, BDS dan Koperasi memiliki peta pasar produk KUKM yang mutakhir dalam maupun luar negeri. 11)Promosi Wirausaha Baru.
29
Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, hal. 84-85.
99
12)Kelancaran, Ketersediaan BBM untuk memenuhi kebutuhan nelayan dan rumah tangga. C. Analisis 1.
Analisis Penerapan Manajemen Risiko a. Dampak Penerapan Manajemen Risiko 1) Terhadap Risiko Pada Bank DKI Syariah Dengan diterapkannya manajemen risiko yang mencakup : 1) Identifikasi Risiko, 2) Pengukuran Risiko, 3) Pemantauan dan Limit Risiko, 4) Sistem Informasi Manajemen Risiko dan 5) Pengendalian Risiko yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan bank syariah dapat menjadikannya sebagai suatu cara untuk meminimalisir risiko yang mungkin timbul dari pembiyaan yang disalurkan bank syariah. Namun daripada itu penerapan manajemen risiko hanya berdampak positif secara langsung kepada bank yang bersangkutan dalam menerapkannya.
Berbagai
macam
risiko
yang
terdapat
dalam
menyalurkan pembiyaaan akan dianalisis oleh manajemen risiko seberapa jauh pembiyaaan tersebut akan memberikan profit bagi bank dan seberapa besar risiko serta seberapa besar kemungkinan terjadinya sehingga dapat diambil berbagai kebijakan menanggulangi keadaan tersebut.
100
Segala risiko yang terdapat di lapangan diidentifikasi sehingga diperoleh jawaban apakah risiko tersebut dapat diambil oleh bank atau tidak. Pengukuran risiko pun demikian, jika risiko dinilai melebihi kapasitas bank dalam mengolahnya maka permohonan pembiayaan pun ditolak. Hal ini tidak terlepas dari orientasi bank yang juga membutuhkan profit serta menjaga kepercayaan stakeholder sehingga bank dituntut untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaaan. Maka dari itu khusus untuk pembiayaan kepada UKM bank cenderung menghindari risiko-risiko yang tidak dapat diindentifikasi yang umumnya banyak terdapat pada UKM. Penerapan manajemen risiko oleh bank syariah memang dapat secara signifikan membantu bank dalam meminimalisir risiko pada pembiayaan namun terlepas dari itu juga khusus untuk pembiayaan UKM diperlukan pendekatan yang berbeda dalam mengolah risiko yang dihadapi. 2) Terhadap UKM yang Akan Mengajukan Pembiyaaan Dengan sejumlah persoalan yang terdapat pada UKM yang salah satunya adalah keterbatasan modal sehingga mengajukan pembiayaan kepada bank merupakan salah satu solusi yang bisa ditempuh. Dengan adanya penerapan manajemen risiko pada bank syariah secara langsung tidak dapat dimanfaatkan oleh UKM dalam artian tidak secara langsung meningkatkan pembiayaan untuk UKM. Bahkan dengan adanya
101
manajemen risiko yang sekarang diterapkan oleh bank cenderung terlihat menghindari pembiayaan kepada UKM karena risiko-risiko yang sulit diindentifikasi serta berbagai macam persoalan yang terdapat pada UKM. b. Dampak Penerapan Analisis Pembiayaan 1) Terhadap Risiko Pada Bank DKI Syariah Dengan menempatkan faktor character dan collateral sebagai faktor penentu disetujui atau tidaknya suatu pembiayaan membuat bank lebih mudah dalam mengontrol risiko. Penilaian watak nasabah merupakan faktor yang sangat penting. Di samping itu jaminan yang dimiliki nasabah juga merupakan suatu keharusan yang dipenuhi. Sehingga dengan adanya jaminan yang sesuai dengan nilai pembiayaan akan dapat mengantisipasi risiko yang mencuk di kemudian hari. 2) Terhadap UKM yang Akan Mengajukan Pembiyaaan Dengan dijadikannya collateral sebagai salah satu faktor utama dalam persyaratan mengajukan pembiayaan sangat menyulitkan bagi UKM dalam memenuhi hal tersebut. Di mana nilai pembiayaan yang disesuaikan dengan nilai jaminan, sementara kemampuan UKM dalam menyediakan jaminan sangat terbatas. Sehingga dengan disesuaikannya nilai pembiayaan maka kebutuhan nasabah akan pembiayaan tidak terpenuhi sepenuhnya.
102
2.
Dampak Program Pengembangan UKM Melalui Departemen Koperasi dan UKM Berbagai persoalan yang terdapat pada UKM yang seperti disebutkan sebelumnya memerlukan berbagai macam upaya untuk mengatasinya. Peran pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan. Di antara program pemerintah melalui Departemen Koperasi dan UKM dalam rangka mengembangkan UKM adalah: a. Program Penumbuhan Lingkungan Usaha yang Kondusif. b. Program Fasilitasi Pembiayaan Bagi KUMKM. c. Program Pengembangan Kewirausahaan dan SDM KUMKM d. Program Pengembangan Sentra Bisnis KUMKM e. Program Pengembangan Fasilitas Pemasaran KUMKM Maka dari itu jika program tersebut terlaksana maka akan dapat memberikan dampak serbagai berikut: a. Dampaknya Terhadap UKM 1) Program Penumbuhan Lingkungan Usaha yang Kondusif Terdapatnya
koordinasi
kebijakan
pembangunan
yang
mampu
mendorong tumbuh dan berkembangnya koperasi dan UMKM dengan daya saing yang tinggi. Program ini bertujuan memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi koperasi dan UMKM dengan pelaku usaha lainnya, meningkatkan mobilitas sumberdaya KUMKM, mengurangi
103
biaya transaksi bagi KUMKM, menghilangkan biaya ekonomi tinggi bagi KUMKM, serta mencabut berbagai peraturan dan kebijakan yang menghambat pemberdayaan KUMKM di Indonesia. Yaitu dengan terciptanya serangkaian kebijakan ekonomi makro, kebijakan sektoral dan kebijakan pembangunan daerah yang saling melengkapi, selaras dan sinergi dalam rangka memberdayakan KUMKM. Penumbuhan lingkungan usaha yang kondusif tersebut dapat dilakukan dengan rangkaian kebijakan sebagai berikut: a) Kebijakan Ekonomi Makro Pemerintah merumuskan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan UKM. b) Kebijakan Sektroral Dari berbagai sektor yang dapat dikembangkan, salah satu sektor yang memiliki potensi cukup besar diasumsikan Industri Minyak Goreng Kelapa. c) Kebijakan Pembangunan Daerah Diambil
contoh
untuk
Daerah
A
memiliki
potensi
untuk
pengembangan Industri Kecil Menengah Minyak Goreng Kelapa. 2) Program Fasilitasi Pembiayaan Bagi KUMKM Dengan adanya program pemerintah yang mendorong pengembangan Industri Minyak Goreng Kelapa (IMGK) di daerah A maka dapat
104
didorong juga fasilitas-fasilitas pembiayaan yang di daerah tersebut, yaitu dengan : a) Meningkatkan
aksebilitas
IMGK
terhadap
sumber-sumber
pembiayaan. (1) Memantapkan regulasi / deregulasi sistem penjaminan IKM yang mengembangkan IMGK. (2) Memfasilitasi penyediaan dan penjaminan
bagi Lembaga
Penjaminan Kredit Usaha seperti PT. Sarana Pengembangan Usaha serta Perum Pegadaian. (3) Mendorong terbentuknya Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD)
untuk
pemberdayaan
IMGK
setempat,
seraya
meningkatkan peran serta pemerintah daerah. (4) Memfasilitasi sertifikasi tanah bagi pengusaha mikro dan kecil yang terkait dengan penjaminan kredit usaha di perbankan, bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional dan Departemen Dalam Negeri. b) Perluasan Sumber Pembiayaan (1) Penyediaan dana bergulir untuk IMGK melalui perbankan, (termasuk Bank Pembangunan Daerah) maupun KSM / USP – Koperasi
105
(2) Penyediaan dana bergulir dengan sistem bagi hasil untuk perkuatan modal IMGK melalui Lembaga Keuangan Syariah seperti BMI dan BDM. (3) Fasilitasi kredit usaha untuk UKM yang berorientasi ekspor berkerjasama dengan Bank Ekspor Indonesia. 3) Program Pengembangan Kewirausahaan dan SDM KUMK Untuk contoh di atas, pengembangan kewirausahaan dan SDM KUMKM di bidang Industri Minyak Goreng Kelapa (IMGK). Pengembangan dilakukan dengan : a) Upaya menumbuhkan lingkungan yang kondusif untuk IMGK. b) Menumbuhkan kemauan masyarakat untuk berwirausaha. c) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berwirausaha dan sistim insentif yang menstimulan masyarakat untuk merealisasikan membuka usaha baru di bidang IMGK. Untuk mencapai target tersebut di atas diperlukan program sebagai berikut : a) Program penumbuhan unit UMKM baru : (1) Mengembangkan
dan
melaksanakan
gerakan
nasional
memasyarakatkan dan membudayakan kewirusahaan. (2) Memetakan potensi daerah, yang mana di sini daerah A memiliki potensi untuk pengembangan IKGK.
106
(3) Memberikan kebijakan dan sistem insentif bagi IMGK baru. (4) Mengembangkan kelompok masyarakat menjadi kelompok usaha ekonomi produktif. (5) Mengembangkan 2000 orang motivator kewirausahaan. (6) Meningkatkan
peran
institusi-institusi
lembanga-lembaga
masyarakat yang memiliki potensi dalam menumbuhkan unit usaha baru melalui fasilitas sarana dan prasana diklat, pondok pesantren, Sekolah Menengah Kejuruan, dan lain-lain. b) Program Pengembangan SDM Koperasi : (1) Mengembangkan dan memfasilitasi peningkatan kompetensi SDM pengurus koperasi. (2) Mengembangkan standar kompetensi pengurus dan pengelola koperasi koperasi berdasarkan attitude, skills, knowledge, experience, responsibility dan acuntability. (3) Memfasilitasi beasiswa program D3 / S1 bagi pengelola dan kader koperasi. (4) Mengembangkan mekanisme layanan usaha terpadu dalam rangka menumbuhkan unit usaha baru. (5) Mengembangkan sistem belajar kewirausahaan jarak jauh seperti melalui metode-metode e-larning. 4) Program Pengembangan Sentra Bisnis KUMKM
107
a) Setiap propinsi memiliki klaster-klaster bisnis. b) Setiap Kabuaten/Kota tumbuh sentra unggulan UMKM. c) Setiap BDS mampu meningkatkan produktivitas sentra. d) KSP/USP yang mendukung UMKM dalam Sentra. e) Setiap sentra memiliki jaringan bisnis bagi pemberdayaan usaha UMKM Sentra. f) Mengembangkan klaster baru atas dasar kebutuhan kelayakan. 5) Program Pengembangan Fasilitas Pemasaran KUMKM a) Mengoptimalkan pemanfaatan Pusat Promosi KUKM (SPC) sebagai sarana pemasaran produk unggulan KUMKM dari setiap daerah di Indonesia. b) Mengembangkan kebijakan alokasi sarana pemasaran bagi KUMKM di pusat-pusat bisnis di seluruh Indonesia. c) Memfasilitasi kebutuhan sarana pemasaran bagi KUMKM. d) Menstimulan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan dunia usaha dalam pengembangan sarana pemasaran bagi produk KUMKM. e) Melaksanakan perencanaan, fasilitasi, pemantauan dan evaluasi pengembangan sarana pemasaran bagi produk KUMKM di Indonesia, dan lain-lain.
108
b. Dampaknya Terhadap Bank Syariah yang Akan Menyalurkan Pembiyaaan Berbagai program yang dicanangkan oleh departemen koperasi dan UKM tersebut di atas tentunya secara tidak langsung akan memudahkan bank dalam menyalurkan pembiayaan kepada UKM. Di mana jika program tersebut terlaksana serta mencapai sasaran dengan sendirinya risiko yang dihadapi bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan untuk relatif berkurang. Berbagai program tersebut di atas akan meningkatkan UKM secara kuantitas mau pun secara kualitas. Segala permasalahan yang terdapat pada UKM secara perlahan dapat ditanggulangi dengan adanya program-program tersebut. Karena berbagai persoalan yang ada pada UKM yang salah satunya kurangnya modal tidak dapat hanya diatasi oleh perbankan. Perbankan sebagai lembaga keuangan mempunyai orientasi profit tentunya akan sangat selektif dalam menyalurkan pembiayaan. Sementara UKM masih dinaungi berbagai persoalan juga membutuhkan pembiayaan yang seyogianya bisa didapat dari perbankan tidak dapat sepenuhnya dipenuhi perbankan karena tingginya risiko atau karena sejumlah persoalan yang terdapat seperti telah disebutkan sebelumnya. Maka dari itu permasalahan UKM seperti kurangnya modal tidak dapat hanya di atasi oleh perbankan. Peran serta pemerintah dalam hal ini
109
Departemen Koperasi dan UKM melalui program-programnya menjadi sangat dibutuhkan. Karena permasalahan yang dihadapi UKM tidak semata hanya kekurangan modal melainkan juga kurangnya kualitas mau pun kuantitas SDM. Untuk itu peran Depkop dan UKM dalam pemberdayaan UKM melalui pembinaan-pembinaan, kebijakan-kebijakan yang akan sangat membantu membantu UKM dalam meningkatkan kapasitasnya sehingga UKM menjadi profitabel bagi perbankan serta risiko yang dihadapi perbankan dalam menyalurkan pembiayaan relatif berkurang.
110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Faktor-Faktor Yang Dapat Menimbulkan Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM oleh Bank DKI Syariah a. Permasalahan yang Terdapat Pada UKM 1) Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. 2) Kelemahan dalam struktur
permodalan dan keterbatasan untuk
memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. 3) Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. 4) Keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). 5) Iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. 6) Pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. b. Jangkauan Bank dalam Mengolah Risiko 1) Penerapan Manajemen Risiko 2) Analisis Pembiayaan 110
111
c. Kebijakan Pemerintah Kebijakan
pemerintah
dalam
hal
ini
sangat
berpengaruh
atas
keberlangsungan suatu jenis usaha yang dijalankan oleh UKM. 2.
Upaya Meminimalisir Risiko Pembiayaan Produktif Untuk UKM a. Kebijakan
Bank
DKI
Syariah
dalam
Meminimalisir
Risiko
Pembiayaan 1) Penerapan Manajemen Risiko a)
Identifikasi Risiko
b)
Pengukuran Risiko
c)
Pemantauan dan Limit Risiko
d)
Sistem Informasi Manajemen Risiko
e)
Pengendalian Risiko
2) Analisis Pembiayaan b. Pengembangan UKM Melalui Program Departemen Koperasi dan UKM 1) Program Penumbuhan Lingkungan Usaha yang Kondusif. 2) Program Fasilitasi Pembiayaan Bagi KUMKM. 3) Program Pengembangan Kewirausahaan dan SDM KUMKM. 4) Program Pengembangan Sentra Bisnis KUMKM. 5) Program Pengembangan Fasilitas Pemasaran KUMKM
112
Mengingat begitu banyaknya persoalan yang terdapat pada UKM sehingga membuat dalam penyaluran pembiayaan untuk UKM bank dihadapkan pada sejumlah risiko yang cenderung sulit untuk diidentifikasi. Bank syariah selain juga berfungsi sebagai lembaga keuangan yang menjadi mediasi antara pihak yang surplus (finansial) ke pihak yang defisit (finansial) juga berfungsi sebagai lembaga kuangan yang dapat menjaga amanah yang diberikan nasabah penyimpan dana di bank syariah tersebut agar dana tersebut dijaga dengan baik. Maka dari itu bank dituntut menggunakan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaannya. Terlepas dari itu dengan prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh perbankan akan membuat kalangan UKM relatif sulit untuk memperoleh pembiayaan. Selain berbagai persyaratan yang mesti dipenuhi di mana salah satu yang cukup memberatkan adalah adanya jaminan. Dengan adanya peran pemerintah melaui departemen koperasi dan UKM dengan program-programnya yang dapat mendongkrak UKM secara kuantitas dan kualitas sehingga akan menciptakan UKM yang profitabel bagi bank dan risiko yang semula tidak dapat diidentifikasi secara bertahap dapat dicari solusi agar tujuan bersama tercapai yaitu bank dapat meminimalisir risiko pembiayaan bersamaan dengan meningkatnya pembiayaan untuk UKM. Jadi diperlukan kontribusi yang proporsional dari kalangan UKM, perbankan, dan pemerintah yang salah satunya melalui Departemen Koperasi dan UKM untuk dapat mendukung UKM secara kuantitas dan secara kualitas.
113
B. Saran 1.
Bagi bank syariah perlu ditingkatkan kerjasama dengan koperasi dan atau Lembaga Kuangan Mikro.
2.
Bagi Departemen Koperasi perlu ditingkatkan jangkauan program-program agar mencapai seluruh wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Masyhud, Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisai Bisnis), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006). Amin, Hasan, Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Pradiya Utama, 1976). Antonio, Muhammad Syarfi’I, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: PT Gema Insani Press, 2001), Cet. 1. Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: PT Alvabet, 2003). Darmawi, Herman, Manajemen Risiko, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. ke-8. Dewi, Nanny, dkk., Prosedur Operasi Standar Klinik Restrukturisasi Usaha Koperasi dan UKM, (Jakarta: Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran). Djodosoedarso, Soeisno, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Selamba Empat, 1999), cet. ke-1.Soedarto, “Manajemen Risiko Untuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat”, (Jakarta: PT. Palem Jaya Ariadne, 2007. Edilius, et. All, Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992). Hafsah, Muhammad Jafar, Kemitraan Usaha Kecil Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000). Ismawan, Indra, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan KecilMenengah, (Jakarta: Grasindo, 2001). Karim, Adiwarman A., Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), edisi ke-3. Khan, Tariqullah, dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, Terj. Ikhwan Abidin, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008). Kuncoro, Mudrajad, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2003).
Kuncoro, Mudrajad, Usaha Kecil di Indonesia: Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan,( Yogyakarta: Kelompok Diskusi Pascasarjana Ilmu-ilmu Ekonomi UGM, 2000), Makalah Studium Generale “Strategi Pemberdayaan Usaha Kecil di Indonesia. Manan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj. Nastangin, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), Makdoerah, Irwan, Manajemen Risiko, Risiko Manajemen, (http:www.majalahtrust,com/danlainlain/kolom/1124.php., diakses pada 2 April 2009. Nasution, Chairuddin Syah, Manajemen Kredit Syariah, (Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7 No. 3, September 2003). Pratomo MS, Titik Sartika, dan Abdul Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil, Menengah dan Koperasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), cet. ke-1. Raharjo, Muhammad Dawam,ed., Pembangunan Ekonomi Nasional Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan dan Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: PT Internusa, 1997). Rivai, Veithzal, dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006) edisi ke-1. Soetrisno, Noer, Peranan Perbankan Sebagai Sumber Pembiayaan Usaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi, (Jakarta: Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1998). Sumarmi, Murti, Marketing Perbankan, (Yogyakarta: Liberty, 1997). Tambunan, Tulus T.H., Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), edisi ke-1. Tampubolon, Robert, Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, (Jakarta: PT Efek Media Komputindo, 2004). Umar, Husein, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000).
Winarno, Wing Wahyu, Sistem Informasi Manajemen, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, 2004), cet. ke-1. Departemen Koperasi dan UKM, Rencana Strategis 2004-2009, http://www.vibiznews.com, Proses Manajemen Risiko, diakses pada 28 Februari 2009. http://www.depko.go.id http://www.bi.go.i
Hasil Wawancara dengan Kepala Divisi Pemasaran Bank DKI Syariah Cabang Wahid Hasyim pada 12 Maret 2009 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Seperti apakah yang dikategorikan UKM menurut Bank DKI Syariah ? Jawaban: Usaha yang berskala kecil dan menengah yang masih bersifat tradisional, baik itu manajemennya, marketingnya, organisasinya masih bersifat kekelurgaan. Apa saja pembiayaan produktif untuk pada Bank DKI Syariah? Jawaban: a. Pembiayaan Murabahah b. Pembiayaan Salam c. Pembiayaan Istishna d. Pembiayaan Ijarah e. Pembiayaan Mudharabah & Musyarakah Apa saja jenis usaha yang dibiayai pada pembiayaan produktif? Jawaban: a. Perdagangan b. Produksi c. Jasa d. Transportasi Apa saja hal-hal yang menyebabkan risiko pada pembiayaan untuk UKM? Jawaban: Seperti yang telah disebutkan di sebelumnya, UKM memiliki manajemen yang sederhana, kemampuan marketing yang sangat terbatas, serta organisasinya yang belum tertata dengan baik membuat UKM memiliki risiko yang cenderung sulit diidentifikasi. Bagaimanakah penerapan manajemen risiko pada Bank DKI Syariah? Jawaban: Penerapan manajemen risiko sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bagaimana pengindentifikasian nasabah menurut prinsip 5 C (character, capital, capacity, collateral, condition of economy) berdasarkan tingkat keseriusannya? Jawaban: Dari prinsip 5 C tersebut, character merupakan syarat paling utama yang harus dipenuhi oleh nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan, yang mana bila syarat ini tidak terpenuhi maka yang lainnya tidak diperhitungkan. Yang kedua adalah collateral, jaminan merupakan persyaratan yang kedua yang harus dipenuhi oleh nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan. Nilai pembiayaan nantinya akan disesuaikan dengan nilai jaminan yang disediakan oleh nasabah, dan tidak adanya jaminan pembiayaan yang diajukan nasabah akan ditolak.