ANALISIS MANAJEMEN RISIKO PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH BERMASALAH (STUDI KASUS PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SYARIAH MALANG) Oleh: Aminatus Zuchria *) Abdul Kodir Djaelani **) Afi Rachmat Slamet ***) Email:
[email protected] Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Unisma Malang ABSTRACT The purpose of this study were: 1) To determine the cause of the problem of financing in the State Savings Bank (Persero) Tbk. Branch Office in Malang, 2) To determine the application of management risikodalam reduce financing is problematic . This research is a qualitative descriptive approach. From the data obtained through observation, interviews, and documentation. The analysis uses data obtained, collected, processed, analyzed and then adjusted the concept to the application of risk management financing is problematic in PT. BTN (Persero) Tbk . Branch Office in Malang, interpretation and reviewing back then drawn a conclusion and give suggestions. From the results of the analysis indicated that a decrease in the ability to make payments, a decrease in business performance and slipping of the payment of the initial agreement contract to be the cause of financing problems. Enterprises mitigation / risk management conducted BTN (Persero) Tbk. Malang Branch Office to reduce the risk of financing is troubled by the bucket, then restructuring can also be held by novation. Keywords : Risk Management, Troubled Mudharabah. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dalam praktek perbankan syariah, mudharabah lebih cocok digunakan dibandingkan dengan musyarakah. Musyarakah hanya cocok untuk bank apabila bank tersebut berfungsi sebagai bank partisipan yang aktif dalam menjalankan bisnis. Bagi bank, hal tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan. Mudharabah bukan hanya cocok dengan bank syariah, namun fungsi pokok perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang ingin berusaha, dan ini adalah mudharabah (Rahman, 1995:436). Walaupun akad mudharabah (bagi-hasil) ini dapat menggantikan instrumen bunga dalam dunia perbankan. Akan tetapi instrumen mudharabah dalam kenyataan di lapangan juga memiliki kelemahan, khususnya dalam hal pembiayaan yang menggunakan akad mudharabah. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa bunga memiliki karakteristik “pasti”. Bank dalam melakukan pembiayaan kepada debitur tidak memperdulikan keadaan untung atau ruginya debitur, baik debitur dalam kondisi untung maupun rugi, pihak debitur harus melakukan pembayaran bunga kepada bank. Berbeda dengan Mudharabah, penggunaan sistem ini dalam operasional perbankan syariah menimbulkan beberapa permasalahan, beberapa diantaranya adalah:
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
263
1. Standar Moral Karena konsep mudharabah ini tidak memperhitungkan kepastian akan pengembalian pokok pinjaman (seperti layaknya bunga), bahkan dalam idealnya bank juga harus siapsiap menanggung kerugian apabila debitur merugi. Maka ketika melakukan pembiayaan, bank tidak hanya melakukan analisa lebih teliti terhadap bisnis yang akan dijalankan, akan tetapi juga analisa yang lebih komprehensif terhadap moral calon debitur yang akan dibiayainya. Kriteria kejujuran dan ke-amanahan yang sulit untuk dikuantifikasi menjadi persoalan. 2. Berkaitan dengan Para Pengusaha Penggunaan model ini, menuntut bank untuk lebih aktif mendapatkan informasi yang lebih detail tentang aktivitas bisnis yang mereka biayai. Bagi pengusaha keterlibatan yang tinggi ini akan mengecilkan naluri pengusaha yang sebenarnya lebih meminta kebebasan yang luas dari pada campur tangan dalam menggunakan dana yang mereka pinjamkan (Muhammad, 2005). Oleh karena itu pula, dengan dua hal permasalahan yang ditimbulkan dari akad pembiayaan mudharabah di atas bisa menjadi pemicu meningkatnya pembiayaan macet (Non Performing Financing) dalam aktivitas pembiayaan yang ada di bank syariah. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Apakah penyebab pembiayaan mudharabah bermasalah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang; 2) Bagaimanakah penerapan manajemen risiko dalam mengurangi pembiayaan mudharabah yang bermasalah TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui penyebab pembiayaan mudharabah bermasalah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang; b) Untuk mengetahui penerapan manajemen risiko dalam mengurangi pembiayaan mudharabah yang bermasalah. KONTRIBUSI PENELITIAN a. Bagi PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan alternatif manajerial terhadap pembiayaan mudharabah dan berbagai kemungkinan terjadinya risiko pembiayaan yang berpengaruh pada pencapaian laba sehingga dapat meminimalisasi kerugian dan meningkatkan kinerja perusahaan. b. Dapat memberikan pengetahuan dan kontribusi dalam memajukan pendidikan di Indonesia terutama bagi kalangan akademis dan masyarakat Indonesia pada umumnya. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS PENELITIAN TERDAHULU Mulyani (2009) dengan judul ”Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan dalam Upaya Menjaga Likuiditas Bank Syariah” (Studi pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang), dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskriptifkan implemetasi manajemen risiko pembiayaan dalam upaya menjaga likuiditas bank syariah di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Malang. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: pengelolaan risiko pembiayaan pada PT BSM pada 264
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
dasarnya mengacu pada arahan, pedoman dan kebijakan dari BSM Pusat. Kebijakan tersebut dikemas dalam Enterprice Risk Management (ERM) yang berisi program kerja antara lain pemutakhiran manual kebijakan dan pedoman operasional, optimalisasi organisasi organisasi manajemen risiko, SIMRIS (Syariah Mandiri Risk Information System), penetapan limit risiko dan pengembangan perangkat analisis pembiayaan. Dengan pengelolaan risiko tersebut PT. BSM mampu mengelola likuiditasnya dalam batas yang aman. Mustikawati (2012) dengan judul “Penerapan Manajemen Risiko untuk Meminimalisir Risiko Kredit Macet” (Studi Pada PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Cabang Kediri), penelitian ini termasuk jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek penerapan manajemen risiko untuk menekan risiko kredit pensiun sejahtera PT. BTPN Cabang Kediri. Implementasi manajemen risiko melampaui beberapa tahapan yaitu: restruktruturisasi, penghentian penagihan, penghapus-bukuan kredit macet, dan penerapan prosedur penyelesaian barang agunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. BTPN Cabang Kediri telah menerapkan manajemen risiko sesuai dengan SE BI No.5/21/DPNP/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Namun dalam penerapan manajemen risiko perbankan terdapat beberapa hambatan dalam hal proses pemantauan risiko dan proses identifikasi terhadap calon nasabah. Syafiuddin (2013) dengan judul “Analisis Risiko Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah Pada Bank Syariah Mandiri cabang Bangkalan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat risiko apa saja yang akan dihadapi dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah, dan untuk mengetahui bagaimana manajemen risiko Bank Syariah Mandiri cabang Bangkalan dalam menghadapi risiko yang terjadi pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat risiko yang akan dihadapi Bank Syariah Mandiri cabang Bangkalan dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah risiko yang dibiayai, risiko penyalahgunaan dana, karakter buruk nasabah. PEMBIAYAAN MUDHARABAH Pembiayaan (financing) yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga atau dengan kata lain pembiayaan adalah pendanan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan (Muhammad, 2005:17). Sedangkan dalam (Kasmir, 2006:102) pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan dimana pengertian memukul atau berjalan lebih tepat adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha (Antonio, 2001:95). Secara teknis Mudharabah adalah suatu akad kerjasama atau persetujuan kongsi usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh dana (100%) dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha dimana keuntungannya dibagikan sesuai dengan rasio bagi hasil yang telah disepakati bersama (Karim, 2006:205).
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
265
RISIKO PEMBIAYAAN Risiko pembiayaan atau sering disebut pula default risk merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah (pengusaha) mengembalikan jumlah pinjaman/ pembiayaan yang diterima sesuai jangka waktu yang ditentukan atau dijadwalkan. Bank sangat memperhatikan risiko ini, mengingat sebagian besar bank melakukan pemberian kredit sebagai bisnis utamanya. Saat ini, sejarah menunjukkan bahwa risiko kredit merupakan kontributor utama yang menyebabkan kondisi bank memburuk, karena nilai kerugian yang ditimbulkannya sangat besar sehingga mengurangi modal bank secara cepat. Indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari besarnya non performing financing (NPF). NPF adalah rasio antara pembiayan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Dalam praktik perbankan sehari-hari, menurut Dendawijaya (2005:82) “Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet”. Pembiayaan bermasalah adalah semua fasilitas pembiayaan yang diberikan berdasarkan analisa bank, nasabah telah atau akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank, sehingga tingkat risiko bank menjadi lebih tinggi. MANAJEMEN RISIKO Beberapa pihak mengeluarkan definisi tentang manajemen risiko. Menurut Bank Indonesia, manajemen risiko merupakan serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank (www.bi.go.id). Kontur (2004) mendefinisikan manajemen risiko adalah cara-cara yangdigunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko. Proses manajemen dimulai dengan mengidentifikasi, mengukur, dan menangani risiko-risiko yang dihadapi perusahaan. Menurut Karim (2003) manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi, dan berkesinambungan. Proses manajemen risiko pada bank Islam menurut Karim (2003) dimulai dengan mengenal, memahami, dan mengidentifikasi risiko baik yang sudah ada maupun yang mungkin terjadi dari kegiatan usaha baru. Kemudian, dilakukan pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko secara berkesinambungan membentuk sebuah siklus. Menurut Djohanputro (2004), secara umum siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap yaitu identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian risiko. METODE PENELITIAN JENIS, LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Jenis dan pendekatan penelitian yang dipakai adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang di Jl. Bandung No. 40, Penanggungan, Malang. Lokasi ini dipilih sebagai hasil penjajagan, dengan alasan bahwa bank tersebut adalah salah satu bank syariah yang merupakan unit bisnis dari bank konvensional. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2014 sampai dengan bulan Juli 2014.
266
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
OBYEK PENELITIAN Adapun obyek penelitian ini adalah PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang tentang analisis manajemen risiko pada pembiayaan mudharabah bermasalah. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL Untuk menghindari kesalah pahaman maka dari variabel-variabel penelitian, akan dioperasionalkan sebagai berikut : 1. Manajemen Risiko Proses manajemen risiko yang bisa diterapkan dalam sebuah aktifitas manajemen risiko: a. Identifikasi dan Pemetaan Risiko, langkahnya : 1) Menetapkan kerangka kerja untuk implementasi strategi risiko secara keseluruhan, 2) Menentukan definisi kerugian, Menyusun dan melakukan implementasi mekanisme pengumpulan data, Membuat pemetaan kerugian ke dalam kategori risiko yang dapat dan tidak dapat diterima. b. Kuantifikasi dan Pemetaan Risiko, langkahnya : 1) Aplikasi teknik permodelan dalam mengukur risiko, 2) Perluasan dengan memanfaatkan tolok ukur (benchmarking), permodelan (modelling), dan peramalan (forecasting) yang berasal dari luar organisasi/eksternal. Sumber eksternal yang dimaksud berasal dari praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan di dalam industri (best practices). c. Menegaskan Profil Risiko dan Rencana Manajemen Risiko d. Solusi Risiko/Implementasi Tindakan Terhadap Risiko 1) Hindari (Avoidance): Keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktifitas yang dimaksud. 2) Alihkan (Transfer): Membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh. 3) Mitigasi Risk (Mitigate Risk): Menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktifitas dan risikonya. 4) Menahan Risiko Residual (Retention of Residual Risk): Menerima risiko yang mungkin timbul dari aktifitas yang dilakukan. e. Pemantauan dan Pengkinian/Kaji Ulang Risiko dan Kontrol 2. Pembiayaan Mudharabah Mengacu kepada ketetapan Bank Indonesia, khususnya lagi Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/22/DPbS Tanggal 18 Oktober 2006 bahwa pembiayaan yang dikategorikan dalam kategori performing financing adalah untuk kolektibilitas pertama (Lancar) dankedua (Dalam Perhatian Khusus), sedangkan untuk kategori non performing financing adalah untuk kolektibilitas ketiga (Kurang Lancar), keempat (Diragukan), dan kelima (Macet). SUMBER DAN METODE PENGUMPULAN DATA Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standart untuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2003:174). Agar diperoleh data-data yang dapat diuji kebenaranya, relevan dan lengkap, maka dalam penelitian ini menggunakan instrument sebagai berikut:
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
267
1. Metode Observasi (Pengamatan) Dalam metode observasi ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan lembaga yang terkait yaitu: Bank BTN Kantor Cabang Syariah Malang meliputi: lokasi lembaga, manajemen risiko pembiayaan mudharabah khususnya yang bermasalah pada Bank BTN Kantor Cabang Syariah Malang. 2. Wawancara (Interview) Pada penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dengan Ibu N.E Setiana Ningrum selaku Jr. Commercial Financing Analiyst dengan maksud untuk mendapatkan informasi dan melengkapi data yang diperoleh. 3. Dokumentasi Dokumentasi, yaitu proses pengumpulan data dengan jalan mempelajari dokumendokumen yang ada, transkip, surat kabar dan sebagainya. Dokumen tersebut diantaranya mengenai profil BTN Kantor Cabang Syariah Malang dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan manajemen risiko pembiayaan mudharabah yang bermasalah. METODE ANALISIS DATA Prinsip pokok teknik analisis data dalam penelitian kualitatif ialah mengolah dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna. Prosedur analisis datakualitatif dibagi dalam beberapa langkah, yaitu (Sarwono, 2006:239-240): 1. Mengorganisasikan data; cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali data yang ada sehingga peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitiannya yaitu yang berkaitan dengan manajemen risiko pembiayaan mudharabah bermasalah dan membuang data yang tidak sesuai. 2. Membuat kategori, menemukan tema dan pola; peneliti mengelompokkan data yang ada kedalam suatu kategori dengan tema masing-masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas. 3. Mencari eksplanasi alternatif data; peneliti memberikan keterangan yang masuk akal pada data manajemen risiko pembiayaan mudharabah bermasalah yang ada dan peneliti harus mampu menerangkan data manajemen risiko pembiayaan mudharabah bermasalah tersebut didasarkan pada hubungan logika makna yang terkandungdalam data tersebut. 4. Peneliti mendeskripsikan data manajemen risiko pembiayaan mudharabah bermasalah dan hasil analisisnya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN DISKRIPSI SUBYEK PENELITIAN Kondisi Internal Bank BTN Syariah Yang dimaksud dengan kondisi dalam bahasan kali ini, peneliti membatasi hanya pada periode penelitian, yaitu mulai tahun 2011 sampai tahun 2013. Kondisi di bawah ini adalah kondisi dimana baik secara langsung maupun tidak langsung memberi pengaruh terhadap manajemen bank BTN syariah dalam menangani risiko pembiayaan mudharabah yang bermasalah. a. Perkembangan Pembiayaan Bank BTN Syariah Pada tahun 2012 dan sepanjang tahun 2013 Unit Usaha Syariah berhasil mencatatkan pertumbuhan yang signifikan.
268
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
Grafik 1 Perkembangan Pembiayaan Bank BTN Syariah
Perkembangan Pembiayaan Bank BTN Syariah Realisasi Pembiayaan
4,226
2,789 Tahun 2011
Pembiayaan (dalam milyar rupiah)
6,000
3,559 Tahun 2012
8,080
4,470 Tahun 2013
Sumber: Laporan Keuangan Bank BTN Syariah (diolah) Realisasi (Pelimpahan) pembiayaan baru tahun 2011 sebesar Rp 2,789 triliun, dan sampai pada bulan Desember tahun 2012 sebesar Rp 3,559 triliun atau telah mencapai 101,32% dari target tahun 2012 sebesar Rp.3,512 triliun. Realisasi pembiayaan baru pada bulan Desember tahun 2013 sebesar Rp 4,470 triliun. Realisasi pada bulan Desember tahun 2013 mengalami pertumbuhan 26% dari bulan Desember tahun 2012 sebesar Rp 3,559 triliun. Pertumbuhan ini didominasi oleh sektor perumahan dengan komposisi sebesar 57%, sementara untuk non perumahan sebesar 43%. Posisi (Pemberian) pembiayaan pada tahun 2011 sebesar Rp 4,226 triliun naik menjadi Rp 6 triliun, tumbuh 41.98% dari bulan Desember tahun 2011 atau telah mencapai 103,27% dari target tahun 2012 yaitu Rp 5,810 triliun. Posisi pembiayaan pada bulan Desember tahun 2013 sebesar Rp 8,080 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 35% dari bulan Desember tahun 2012 sebesar Rp 6 triliun. Pertumbuhan ini didominasi oleh sektor perumahan dengan komposisi sebesar 63%, sementara untuk sektor non perumahan hanya sebesar 37%. b. Persentase Pembiayaan Bermasalah Grafik 2 Persentase Pembiayaan Bermasalah
Persentase Pembiayaan Bermasalah Persentase
3.42%
2.38%
1.16%
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Sumber: Laporan Keuangan Bank BTN Syariah (diolah) Non Performing Financing (NPF-Gross) pada bulan Desember tahun 2012 sebesar 2,38%, mengalami penurunan 1,04% dari tahun 2011 sebesar 3,42% atau telah melampaui
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
269
target NPF tahun 2012 2,90%. Non Performing Financing juga mengalami penurunan sebesar 1,22% dari bulan Desember tahun 2012 sebesar 2,38% menjadi 1,16% pada bulan Desember tahun 2013. Penyebab Pembiayaan Mudharabah Bermasalah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang Ada beberapa permasalahan terkait dengan pembiayaan bermasalah dalam mudharabah yang disebabkan oleh nasabah yaitu: 1. Adanya penurunan kemampuan dalam melakukan pembayaran oleh nasabah. 2. Adanya penurunan kinerja usaha yang sedang dijalankan atau dimiliki oleh nasabah. 3. Melesetnya pembayaran karena tidak sesuai dengan cashflow yang sudah disepakati di awal akad pembiayaan. Penerapan Manajemen Risiko dalam Mengurangi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Usaha yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang dalam rangka meminimalisasi risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan mudharabah, antara lain: 1. Dilakukannya Bucket oleh Bank BTN sebagai langkah pertama dalam manajemen risiko. Bucket adalah pengelompokan portofolio debitur menunggak berdasarkan status jumlah hari menunggak dari tanggal jatuh tempo pembayaran. 2. Untuk langkah yang kedua dalam manajemen risiko, Bank BTN merancang beberapa strategi. Strategi itu disebut dengan “Strategi Collection Untuk Kredit Komersial”. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Analisis Penyebab Pembiayaan Mudharabah Bermasalah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang Penurunan kemampuan pembayaran nasabah disebabkan oleh transaksi usahanya tidak lancar yang berakibat laba yang didapat tidak sesuai target. Hal ini bisa dilihat dari berkurangnya jumlah pembayaran dari beberapa bulan terakhir, biasanya 3 bulan terakhir melakukan pembayaran. Sedangkan penurunan kinerja usaha yang dijalankan oleh nasabah disebabkan oleh matinya salah satu usahanya atau tidak berjalan dengan baik. Untuk penurunan kinerja ini dapat dilihat dari laporan keuangan khususnya laporan laba/rugi yang diperoleh nasabah. Melesetnya pembayaran tidak sesuai dengan casflow yang telah disepakati disebabkan oleh nasabah tidak membayar sesuai jadwal pada awal kesepakatan. Keadian ini disebabkan oleh tidak adanya komitmen dari nasabah yang telah disepakati diawal akad untuk melakukan pembayaran sesuai jadwal. Itulah beberapa permasalahan nasabah yang terjadi di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang sehingga dalam pembiayaan mudharabah menjadi bermasalah sehingga perlu dilakukan manajemen risiko. Analisis Penerapan Manajemen Risiko dalam Mengurangi Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Manajemen risiko di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang dilakukan dengan cara, yakni: 1. Bucket, dikelompokan dalam interval 30 hari sebagai berikut:
270
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
Bucket 1= Lancar/Tidak Menunggak, Bucket 2= 1 sampai dengan 90 hari, Bucket 3= 91 sampai dengan 120 hari, Bucket 4= 121 sampai dengan 180 hari, Bucket 5= 181 sampai dengan 270 hari dan Bucket 6= >270 hari Kolektibilitas adalah suatu pembayaran Pokok atua Bunga Pinjaman oleh nasabah sebagaimana terlihat tata usaha bank berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/268/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998, maka kredit dibedakan menjadi : 1) Lancar (Pass) apabila menurut criteria : Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu, Memiliki mutasi rekening yang aktif, Bagian dari kredit yang dijamin dengan uang tunai. 2) Kurang Lancar (Substandard) apabila memenuhi criteria : Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari, Frekuensi mutasi rendah, Terjadi pelanggaran terhdap kontrak yang telah di janjkan lebih dari 90 hari, Terjadi mutasi masalah keuangan yang dihadapi debitur, Dokumentasi pinjaman lemah. 3) Diragukan (Doubfull) apabila memenuhi criteria : Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 180 hari, Terjadinya wanprestasi lebih dari 180 hari, Terjadi cerukan yang bersifat permanen, Terjadi kapitalisasi bunga, Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjajian maupun pengikat pinjaman. 4) Macet ( Loss ) apabila memenuhi criteria : Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah mencapai 270 hari hari, Kerugian operasional dituntut dengan pinjmaan baru, Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat di cairkan pada niai wajar. 2. Strategi Collection Untuk Kredit Komersial meliputi: a. Kolektibilitas (tidak ada loss event) Untuk kolektibilitas yang tidak terdapat loss event dalam pelaksanaan pembiayaan, maka strategi yang diterapkan adalah dengan mengadakan pembinaan bagi debitur lancar/tidak menunggak dengan melakukan beberapa aktivitas, yaitu: Mengirim SMS Reminder, Call/ menelpon, Melakukan kunjungan b. Kolektibilitas 2-5 (tidak ada loss event) Untuk kolektibilitas 2 yang termasuk Dalam Perhatian Khusus, kolektibilitas 3 Kurang Lancar, kolektibilitas 4 Diragukan, dan kolektibilitas 5 Macet tetapi tidak ada loss event yang akan terjadi dalam waktu yang lama maka strategi yang diterapkan adalah dengan mengadakan pembinaan debitur menunggak dengan melakukan beberapa aktivitas, yaitu: 1) Call/ menelpon 2) Melakukan Kunjungan 3) Mengirimkan SKF (surat konfirmasi)/SP (surat peringatan) dengan proses sebagai beikut: a) Mengeluarkan Surat Konfirmasi (SKF) pembayaran, merupakan manajemen penyelesaian masalah ketika nasabah tidak bayar sesuai tanggal yang ditentukan. (SKF dikirim kepada nasabah minimal 7 hari sebelum tanggal pembayaran) b) Ketika SKF tidak mendapat respon, maka bank mengeluarkan surat peringatan (SP) 1 yang fungsinya sebagai peringatan pembayaran kepada nasabah setelah terlambat 15 hari dari tanggal pembayaran. (maksimal terlambat 1 bulan) c) Ketika SP 1 tidak dihiraukan maka dikeluarkan SP 2, dimana pembayaran sudah terlambat > 2 bulan dari tanngal pembayaran yang berisi teguran bersifat
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
271
sedang kepada nasabah dan status kolektibilitas 2/ dalam perhatian khusus . (SP 2 menunjuk pada SP 1 dan paling lambat 15 hari sejak diterbitkannya SP 2 kepada yang bersangkutan) d) SP 3 menunjuk SP 1 dan SP 2 kepada yang bersangkutan ketika tidak ada konfirmasi pembayaran selama > 2 bulan dari yang bersangkutan. (status masuk kolektibilitas 3/kurang lancar atau mendekati koektibilitas 5/macet) e) Ketika SP 3 sudah tidak dapat konfirmasi baik dari yang bersangkutan maka agunan tambahan berupa SHM yang telah diikat APHT (Akta Pembebanan Hak Tanggungan) oleh bank akan dilakukan pelelangan secara cepat di pelelangan Indonesia ke KPPLN (Kantor Pelayanan Piutang Lelang Negara) yang berubah menjadi KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Hasil pelelangan digunakan untuk membayar sisa pembayaran kewajiban nasabah kepada bank. f) Apabila pengikatan agunan koperasi menggunakan agunan pokok berupa cessie. Cessie dalam konteks perjanjian hutang piutang, baik untuk tujuan perdagangan maupun pinjaman (kredit), biasanya pengalihan hak kebendaan (tak bertubuh) tersebut dilakukan untuk tujuan pemberian jaminan atas pelunasan hutang, maka bank melakukan litigasi dengan cessie kepada pengurus yang ditunjuk. g) Apabila agunan hanya cessie dan pihak koperasi masih memiliki usaha yang berjalan serta koperasi masih dapat melakukan pembayaran maka pihak nasabah dapat melakukan pengajuan surat berupa restrukturisasi yang terdiri dari: 1) Penjadwalan kembali, dimana bank atas permohonan nasabah melakukan penjadwalan ulang terhadap jadwal pembiayaan pada awal akad pembiayaan mudharabah. 2) Persyaratan kembali, yakni perubahan sebagian/ keseluruhan persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayar ke bank, meliputi: Perubahan jadwal pembayaran, Perubahan jumlah angsuran, Perubahan jangka waktu, Perubahan nisbah/bagi hasil pembiayaan, Perubahan proyeksi bagi hasil, Pemberian potongan nisbah ketika perusahaan mati tetapi terdapat beberapa perusahaan yang masih berjalan 3) Penataan kembali, perubahan persyaratan pembiayaan antara lain dengan: a. Penambahan dana fasilitas oleh bank b. Diadakannya addendum/perubahan pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah yang dapat diperjualbelikan di Pasar Uang/Pasar Modal dengan jangka waktu 5 tahun c. Segala manajemen risiko hanya dapat dilakukan bila: Nasabah mengalami penurunan kemampuan bayar, Nasabah memiliki prospek usaha yang baik/usahanya masih berjalan, Nasabah mendapatkan sumber pembayaran meskipun dari usaha yang lain, Adanya permohonan dari nasabah c. Seluruh Kolektibilitas (terdapat loss event) Untuk seluruh kolektibilitas yang terdapat loss event jika berdasarkan analisa akan terjadi dalam waktu yang lama/permanen yang akan berdampak pada pembayaran
272
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
hutang/kredit maka strategi yang diterapkan adalah dengan melakukan restrukturisasi. Manajemen risiko dapat dilakukan paling tinggi dengan kolektibilitas 3, koelktibilitas 4, kolektibilitas 5 untuk restrukturisasi. Restrukturisasi dapat dilakukan ketika nasabah mempunyai komitmen dalam melakukan pembayaran setelah restrukturisasi, dimana keputusan restrukturisasi oleh direksi atau sesuai dengan ketentuan perbankan masingmasing. Ketika dilaksanakan restrukturisasi pada perjanjian awal restrukturisasi, pihak bank mewajibkan pihak debitur/nasabah yang bersangkutan untuk melakukan pengikatan ulang atas agunan tambahan berupa SHM yang disepakati dan tela terdapat surat pernyataan riil dari pemilik sertifikat untuk bersedia menandatangani pengikatan atas SHM yang disepakati. Proses restrukturisasi terdiri dari: 1) Restrukturisasi diusulkan oleh Relationship Management dan mendapat persetujuan usulan dari atasan RM (BM/RO Head/Division Head). 2) Usulan restrukturisasi disampaikan kepada Restructuring Analyst (collection and workout) untuk dilakukan analisa. 3) Bilamana hasil analisa disimpulkan Net Persent Value Expected Cash Flow> Pokok hutang (principal) maka pengelolaan restrukturisasi debitur dikelola oleh Restructuring Analyst. 4) Bilamana hasil analisa disimpulkan Net Persent Value Expected Cash Flow< Pokok hutang (principal) maka pengelolaan restrukturisasi debitur diserahkan kepada Legal & Loan Recovery untuk dilakukan penyelesaian kredit. 5) Usulan restrukturisasi dilengkapi dengan data-data debitur dan analisa pendukung seperti: Hasil monitoring debitur, Laporan hasil pembinaan dan Dokumen pendukung penerbitan dan pengiriman SP 6) Usulan restrukturisasi selanjutnya diputuskan sesuai dengan kewenangannya yang diatur pada nomor 5. Wewenang memutus restrukturisasi dan penyelesaian kredit: a) Wewenang untuk memutuskan restrukturisasi dan penyelesaian kredit di bank pada dasarnya adalah wewenang Direksi. b) Untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah bank dalam hal memutuskan restrukturisasi kredit dan penyelesaian kredit, Direksi melimpahkan sebagian wewenang untuk memutuskan restrukturisasi kredit dan penyelesaian kredit kepada collection head/branch manager (Kepala Cabang) dan PIC yang tertera pada nomor 1 (proses restrukturisasi). c) Pelaksanaan wewenang untuk memutus restrukturisasi kredit dan penyelesaian kredit harus berdasarkan pada analisadan prinsip kehati-hatian sesuai dengan peraturan tentangrestrukturisasi kredit dan penyelesaian kredit. d) Pelimpahan wewenang memutus restrukturisasi kredit dan penyelesaian kredit ini dibedakan menjadi dua bagian , yaitu: Pelimpahan wewenang untuk memutus restrukturisasi kredit komersial, Pelimpahan wewenang untuk memutus penyelesaian kredit komersial e) Dalam pemberian pengurangan tunggakan bunga dan denda harus diperhatikan tata urutan pemberian yaitu: (1) Kewajiban pokok + kewajiban bunga + sebagian denda + biaya (2) Kewajiban pokok+kewajiban bunga+biaya (3) Kewajiban pokok+sebagian kewajiban bunga+biaya
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
273
(4) Kewajiban pokok+biaya d. Seluruh Kolektibilitas (terdapat loss event dan expected casflow < hutang pokok) Untuk Seluruh Kolektibilitas yang terdapat loss event dan expected casflow < hutang pokok maka strategi yang dilakukan adalah dengan penyelesaian kredit yang tertera dalam proses restrukturisasi. 3. Novasi Manajemen risiko merupakan langkah penyelamatan yang dilakukan oleh bank untuk mengurangi risiko akibat debitur dalam gagal bayar. Selain hal di atas, bank juga dapat melakukan novasi/alih debitur dimana terdapat nasabah baru men-take over/mengambil alih kewajiban nasabah lama atau pada saat melakukan novasi nasabah lama tersebut sudah dalam keadaan bangkrut. Proses pelaksanaan novasi, yaitu: 1) Diadakan pertemuan antara nasabah lama dengan bank yang bertujuan dilakukannya musyawarah untuk melakukan penyelesaian pembiayaan yang bermasalah. 2) Apabila telah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak dan hasil dari kesepakatan tidak memberatkan bank maupun nasabah lama, maka dapat novasi dapat dilaksanan sesuai ketentuan Pasal 1413 KUH Perdata. 3) Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya; 4) Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; 5) Apabila, sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. Beberapa langkah manajemen risiko yang telah diterapkan oleh Bank BTN Syariah berhasil mengurangi risiko pembiayaan mudharabah bermasalah. Hal itu dapat dilihat dari kondisi internal Bank BTN Syariah dalam perkembangan pembiayaan mulai tahun 2011 sampai tahun 2013 yang mengalami pertumbuhan signifikan diimbangi dengan persentase pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) yang menurun dari tahun 2011 sebesar 3,42% menjadi 1,16% di tahun 2013. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka kesimpulan yang diperoleh: 1. Penyebab Pembiayaan Mudharabah Bermasalah di PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang Penurunan kemampuan pembayaran nasabah disebabkan oleh transaksi usahanya tidak lancar yang berakibat laba yang didapat tidak sesuai target. Sedangkan penurunan kinerja usaha yang dijalankan oleh nasabah disebabkan oleh matinya salah satu usahanya atau tidak berjalan dengan baik. Dan melesetnya pembayaran tidak sesuai dengan casflow yang telah disepakati disebabkan oleh nasabah tidak membayar sesuai jadwal pada awal kesepakatan. 2. Penerapan Manajemen Risiko dalam Mengurangi Pembiayaan Mudharabah yang Bermasalah
274
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
Dalam rangka meminimalisasi risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan mudharabah, usaha yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang antara lain: a. Diadakannya bucket, pengelompokan portofolio debitur menunggak berdasarkan status jumlah hari menunggak dari tanggal jatuh tempo pembayaran. b. Dilakukan restrukturisasi paling tinggi dengan kolektibilitas 3, koelktibilitas 4, kolektibilitas 5. Restrukturisasi dapat dilakukan ketika nasabah mempunyai komitmen dalam melakukan pembayaran setelah restrukturisasi.Ketika dilaksanakan restrukturisasi pada perjanjian awal restrukturisasi, pihak bank mewajibkan pihak debitur/nasabah yang bersangkutan untuk melakukan pengikatan ulang atas agunan tambahan berupa SHM yang disepakati dan tela terdapat surat pernyataan riil dari pemilik sertifikat untuk bersedia menandatangani pengikatan atas SHM yang disepakati. c. Selain itu juga dapat dilakukan novasi/alih debitur dimana terdapat nasabah baru men-take over/mengambil alih kewajiban nasabah lama atau pada saat melakukan novasi nasabah lama tersebut sudah dalam keadaan bangkrut. KETERBATASAN Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yang dapat menghambat penelitian. Keterbatasan tersebut adalah tidak adanya data yang menunjukkan seberapa besar tingkat risiko pembiayaan bermasalah/NPF pada pembiayaan mudharabah. Hal ini menyebabkan kurang mendukungnya teori bahwa pembiayaan mudharabah memiliki risiko paling tinggi di antara pembiayaan musyarakah dan murabahah, sehinnga diperlukan manajemen risiko khusus untuk pembiayaan mudharabah. SARAN Berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan, maka penulis memberikan saran-saran dalam upaya memajukan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang, yaitu: 1. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang seharusnya lebih meningkatkan seleksi dan pengawasan untuk mencegah pembiayaan bermasalah. 2. PT .Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang juga harus lebih detail dalam mengetahui penyebab pembiayaan bermasalah, apakah nasabah yang mengalami penurunan pembayaran benar-benar disebabkan usahanya macet atau terjadi penyelewengan dana. 3. PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Malang alangkah baiknya juga mengetahui kekurangan dan kelebihan dari manajemen risiko yang diterapkan bagi pihak bank sendiri maupun bagi pihak nasabahnya diharapkan proses manajemen risikonya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Al Qur’an. Al Hadits. Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta.
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet
275
Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Bank Indonesia. 2011.Statistik Bank Indonesia September 2011. Jakarta: Bank Indonesia.(http://www.bi.go.id, diakses 9 Oktober 2011). Chair, Wasilul. 2008. Manajemen Risiko Pada Pembiayaan Mudharabah di Bank Syari’ah Yogyakarta (Studi Atas Bank Muamalat Indonesia, Bank Tabungan Negara Syari’ah dan Bank Syari’ah Populer. Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Elizabeth, Lusianna. 2009. Risiko dan Manajemen Risiko dalam Transaksi Pembiayaan Mudharabah. Fahmi, Irham. 2011. Manajemen Risiko. Bandung: Alfabeta. Hamid, Abdul dan Ahmad Rodoni. 2008. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim. Indrianto, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untukAkuntansi dan Manajemen. (Ed I).Yogyakarta: Penenrbit BPFE Yogyakarta. Karim A, Adiwarman. 2006. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Kasmir. 2006. Dasar-Dasar Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Kountur, R. 2004. Manajemen Risiko. Abdi Tandur, Jakarta. Kurniawan, Oki Ilyas. 2012. Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan (Bagi Hasil) Mudharabah Dan Musyarakah Beserta Risikonya Dengan Eksistensi PT. Bank Syariah Mandiri. Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Mulyani, Sri. 2009. Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan dalam Upaya Menjaga Likuiditas Bank Syariah (Studi pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Malang). Mustikawati. 2012. Penerapan Manajemen Risiko untuk Meminimalisir Risiko Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Cabang Kediri). Nazir, Mohammad. Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003 Riyadi, Selamet. 2006. Banking Assets and Liability Management, Edisi Ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rodoni, Ahmad, dkk. 2008. Lembaga Keuangan Syariah. Zikrul Hakim, Jakarta. Siagian, Dergibson dan Sugiarto. 2008. Metode Statistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sudarsono, Heri. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonisia, Yogyakarta. Syafiuddin. 2013. Analisis Risiko Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah Pada Bank Syariah Mandiri cabang Bangkalan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. *) Aminatus Zuchria adalah alumnus Fakultas Ekonomi Unisma **) Abdul Kodir Djaelani adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi Unisma ***) Afi Rachmat Slamet adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi Unisma
276
Aminatus Zuchria, Abdul Kodir Djaelani dan Afi Rachmat Slamet