BAB I
ANALISA HIDROLOGI
I.1 MAKSUD DAN TUJUAN Analisis hidrologi secara umum dilakukan guna mendapatkan karakterisik hidrologi
dan Meteorologi Daerah Aliran Sungai. Tujuan Studi ini adalah untuk
mengetahui karakteristik hujan dan debit banjir yang akan digunakan sebagai dasar analisis selanjutnya dalam pekerjaan detail desain.
I.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan berdasar pada peta topografi skala 1:25.000 (BAKOSURTANAL, 2002). Deskripsi Daerah Aliran Sungai Serayu dapat diperiksa pada Gambar 1.1. Peta yang digunakan untuk membuat daerah aliran sungai Serayu adalah: -
Lembar 1408-411 Purwanegara
-
Lembar 1408-412 Banjarnegara
-
Lembar 1408-421 Kaliworo
-
Lembar 1408-413 Rebug
1
Analisa Hidrologi
-
Lembar 1408-414 Serayu Kobar
-
Lembar 1408-423 Watumalang
-
Lembar 1408-424 Wonosobo
-
Lembar 1408-422 Kreteg
-
Lembar 1408-441 Batur
-
Lembar 1408-442 Kejajar
I.3 GAMBARAN UMUM DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU Lokasi pekerjaan Jembatan Sigaluh
ini terletak di Kecamatan Sigaluh
Desa Gembongan Kabupaten Banjarnegara. Kondisi aliran sungai sangat terjal dengan kemiringan di hulu 30%-50% sedangkan di lokasi pekerjaan kelandaian rata-rata 19,30% sampai 18,90%. Puncak daerah aliran sungai bersumber dari beberapa pegunungan diantaranya Gunung Sumbing (ketinggian 3.235m dpl), Gunung Sindoro (ketinggian 3.145m dpl), Telerejo (ketinggian 2.098m dpl), Gunung Patak Banteng (Ketinggian 2.559m dpl), Gunung Bisma (ketinggian 2.359m dpl), dan Gunung Merangkul (ketinggian 2.436m).
2
Analisa Hidrologi
Gambar I.1 Peta daerah Aliran Sungai Serayu
I.4 KARAKTERISTIK DAERAH ALIRAN SUNGAI Daerah aliran Sungai Serayu ditinjau dari lokasi pekerjaan jembatan Sigaluh memiliki luas DAS 521.39 km2, panjang sungai 53.21 km, elevasi hulu 2,772 m dpl, dan elevasi hilir 333m dpl. dan berbentuk kipas dengan beberapa anak sungai. Dipandang dari lokasi perencanaan, anak sungai tersebut masing–masing antara lain Sungai Begaluh, Sungai Pring, dan Sungai Kongkong. Dan Sungai Serijo. Perbedaan beberapa parameter seperti kekasaran, kedalaman, gradasi tanah, lebar saluran dan
3
Analisa Hidrologi
sebagainya
pada sungai Serayu mengakibatkan pengaruh hidrodinamik setempat
yang menyebabkan aliran air menyimpang dari garis lintas lurus. Kecenderungan untuk menyimpang lebih lanjut menimbulkan ketidakseimbangan dengan hasil bahwa aliran air menjadi seperti ular dan berliku-liku disebut meander. Tebing sungai terus menerus tergerus dari bagian luar sehingga tepi sungai cekung. Kecenderungan aliran selalu mengikis bahan dari luar belokan dan mengendapkannya pada bagian dalam. Dengan angkutan sedimen yang terdiri dari bahan kasar yang kemudian diendapkan memebawa akibat dasar sungai semakin mengeras sampai terbentuk hardrock. Karena kondisi tebing yang lebih lunak maka sungai cenderung melebar dan membentuk arus yang berliku-liku. Kondisi topopgrafi DAS Serayu yang sangat terjal menjadikan aliran sungai sangat deras menimbulkan erosi sungai dan membawa material sedimen. Banjir yang mengakibatkan air melimpas dapat terjadi karena kapasitas alur sungai tidak mencukupi atau kapasitas bangunan pengatur cukup kecil untuk menanggulangi banjir. Pada hilir lokasi pekerjaan berjarak 2,213km terdapat sebuah Bendung
Singomerto berfungsi untuk irigasi. Lokasi bendung yang cukup jauh dari
jembatan Sigaluh bangunan ini tidak berfungsi sebagai pengendali erosi dasar sungai.
I.5 DATA HUJAN Data hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, baik untuk menghitung debit banjir rancangan maupun menghitung debit andalan (ketersediaan air). Perhitungan debit banjir rancangan dan debit andalan (ketersediaan air) menggunakan data hujan yang diperoleh dari sebuah stasiun pengamat hujan yang berpengaruh terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Serayu adalah: -
Stasiun Curah Hujan Garung
PK-24a
-
Stasiun Curah Hujan Selomerto
PK-27e
-
Stasiun Curah Hujan Wonosobo
PK-26
I.6 ANALISA DATA HUJAN Data Hujan sangat diperlukan dalam setiap analisa hidrologi, terutama untuk menghitung Debit banjir rancangan baik secara empiris maupun model matematik. Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan data hujan yang diperoleh dari stasiun pengamatan hujan mulai tahun 1980 sampai dengan tahun 2007. Stasiun pengamatan yang berpengaruh terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS)
4
Analisa Hidrologi
Sungai Serayu adalah 3 buah Stasiun Curah Hujan. Data hujan diperoleh dari Dinas PSDA rovinsi Jawa Tengah yang berkantor di Jalan Madukoro Semarang. Curah Hujan Daerah Pengamatan Besarnya curah hujan rata-rata daerah pengamatan dihitung dengan Metode Polygon Thiessen. Metode ini dianggap baik karena mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
Curah hujan daerah pengamatan dapat dihitung dengan persamaan R
=
R A R A R A ... Rn An 1 1 2 2 3 3 A A A ... An 1 2 3
R
=
R A R A R A ... Rn An 1 1 2 2 3 3 A total
dengan, R R 1, R 2, … R n n A 1, A 2, … A n
=
curah hujan daerah pengamatan
= curah hujan di tiap titik pengamatan =
bagian titik pengamatan
= luas bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
Gambar I.2 Polygon Thiesen DAS Serayu
5
Analisa Hidrologi
Untuk perhitungan debit banjir rancangan digunakan data hujan yang berpengaruh. Data yang tersedia masing-masing stasiun selama 12 tahun. Untuk perhitungan hujan area dari 3 buah stasiun curah hujan yang berpengaruh terhadap DAS Serayu tersebut, digunakan cara Polygon Thessen.
Kualitas Data Dalam analisis curah hujan diperlukan data lengkap dalam arti kualitas dan panjang periode data. Data curah hujan umumnya, dikarenakan sesuatu sebab, ada yang hilang atau dianggap kurang panjang jangka waktu pencatatannya. Untuk mengantisipasinya digunakan Metode Reciprocal dimana metode ini menggunakan data curah hujan referensi dengan mempertimbangkan jarak stasiun yang akan dilengkapi datanya dengan stasiun referensi tersebut atau dengan persamaan matematis sebagai berikut.
Hr1 Hr2 Hr3 H 2 2 2 ... 2rn L1 L2 L3 Ln Hh = 1 1 1 1 2 2 2 ... 2 L1 L2 L3 Ln dimana, Hh
=hujan di stasiun yang akan dilengkapi
H1 … Hn
=hujan di stasiun referensi
L1 … Ln
=jarak stasiun referensi dengan data stasiun yang dimaksud
Kualitas data yang ada cukup memadai sehingga tidak banyak diperlukan kelengkapan data dari stasiun referensi.
6
Analisa Hidrologi
I.7 METODE PERHITUNGAN ANALISIS Hujan rancangan merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut analisis frekuensi curah hujan. Analisis frekuensi sesungguhnya merupakan prakiraan (forecasting) dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rancangan yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi
setiap kemungkinan yang akan terjadi. Analisis frekuensi ini dilakukan
dengan menggunakan agihan kemungkinan teori probability distribution dan yang biasa digunakan adalah Agihan Normal, Agihan Log Normal, Agihan Gumbel dan Agihan Log Pearson type III. Secara sistematis perhitungan hujan rancangan ini dilakukan secara berurutan sebagai berikut: 1.
Penentuan Parameter Statistik
2.
Pemilihan Jenis Sebaran
3.
Uji Kebenaran Sebaran
4.
Perhitungan Hujan Rancangan
1.
Penentuan Parameter Statistik Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai rata-rata (X bar), simpangan baku (Sd), koefisien variasi (Cv) koefisien kemiringan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian maksimum 20 tahun terakhir dan untuk memudahkan perhitungan maka proses analisisnya dilakukan secara matriks dengan menggunakan tabel. Sementara
untuk memperoleh harga parameter statistik dilakukan
perhitungan dengan rumus dasar sebagai berikut :
Xbar =
X n
Sd
=
Cv
=
X X bar n 1
2
Sd X bar
7
Analisa Hidrologi
Cs
=
Ck
=
1 X X bar 3 n2 n . 3 n 1 n 2 1 X X bar 2 2 n
1 X X bar 4 n2 n . 2 n 1 n 2 n 3 1 X X bar 2 n
dimana, X bar
=
tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun
X
=
jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun
n
=
jumlah tahun pencatatan data hujan
Sd
=
simpangan baku
Cv
=
koefisien variasi
Cs
=
koefisien kemiringan
Ck
=
koefisien kurtosis
Lima parameter statistik di atas akan menentukan jenis agihan yang akan digunakan dalam analisis frekuensi. 2.
Pemilihan Jenis Sebaran Penentuan jenis sebaran akan digunakan untuk analisis frekuensi dengan beberapa asumsi sebagai berikut : Jenis sebaran Normal, apabila Cs = 0 dan Ck = 3 Jenis sebaran Log Normal, apabila Cs (lnx) = 0 dan Ck (lnx) = 3 Jenis sebaran Log Pearson type III, apabila Cs (lnx) > 0 dan Ck (lnx) = 1½(Cs (Lnx)2)2 +3 Jenis sebaran Gumbell, apabila Cs = 1,14 dan Ck = 5,40
8
Analisa Hidrologi
Dari parameter statistik yang ada, apabila tidak dapat memenuhi kondisi untuk kelima jenis agihan atau sebaran seperti tersebut di atas, maka selanjutnya dipilih yang paling mendekati. 3.
Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi Dengan kemungkinan tingkat kesalahan yang cukup besar, maka untuk mengetahui tingkat pendekatan dari agihan terpilih selanjutnya dilakukan uji kecocokan data (testing at goodness of fit) dengan menggunakan cara Uji Chi Kuadrat (Chi Square) dan Uji Smirnov Kolmogorov. Distribusi yang dipilih dan dianggap tidak cocok menurut Uji Chi Kuadrat adalah apabila harga X2 melewati harga X2 kritik, sementara menurut Uji Smirnov
Kolmogorov,
yaitu
apabila
harga
penyimpangan
maksimum
(Dmaks) lebih besar dari harga penyimpangan kritik (Dkritik). 4.
Perhitungan Hujan Rancangan Dilakukan dengan menggunakan cara Analisis Frekuensi untuk agihan atau jenis sebaran terpilih. Analisis frekuensi dapat dilakukan secara matematis aljabar dan secara grafis. Penggunaan cara grafis dilakukan dengan plotting data hujan pada kertas grafis sesuai dengan agihan yang digunakan. Perhitungan secara grafis banyak,
sehingga
untuk
ini memungkinkan terjadi kesalahan yang mengetahui
tingkat
pendekatan
dari
hasil
penggambaran tersebut dilakukan uji kecocokan data dengan cara dan langkah-langkah pengujian sebagaimana diuraikan di atas. Sementara penggunaan cara matematis aljabar yang mampu memberikan hasil lebih teliti dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
Analisis Frekuensi Normal Koefisien Skewness
Cs = 0
Koefisien Kurtosis
Ck = 3
Rumus Umum Rt
= X+k
dengan, Rt
= tinggi hujan untuk periode ulang t tahun (mm)
9
Analisa Hidrologi
k
= faktor frekuensi untuk Agihan Normal (tabel)
X
= harga rata-rata data hujan (mm)
Tabel I.1 Faktor Frekuensi untuk Agihan Normal Probability
Probability
of exceedance
K
(percent)
of exceedance
K
(percent)
0.12
3.09
50
0
0.5
2.58
55
-0.13
1
2.33
60
-0.25
2.5
1.96
65
-0.38
5
1.64
70
-0.52
10
1.28
75
-0.67
15
1.04
80
-0.84
20
0.84
85
-1.04
25
0.67
90
-1.28
30
0.52
95
-1.64
35
0.38
97.5
-1.96
40
0.25
99
-2.33
45
0.13
99.5
-2.58
50
0
99.9
-3.09
Analisis Frekuensi Log Normal Agihan Log Normal yang dimaksud adalah agihan dengan dua parameter yaitu
n dan n2 dimana masing-masing adalah harga tengah dan
variasi untuk logaritma dari variabelnya, fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function) adalah sebagai berikut : P(X)
=
n X n 2
exp {-½ (ln X - n2)}
dengan, n = ½ ln
n2 = ln
4 2 2 2
4 2
10
Analisa Hidrologi
sedangkan besarnya asimetrik (Skewness)
= V3 + 3V
dengan, V = / = (en21)2
dan kurtosis, k = V8 + 6V6 + 15V4 + 16V2 + 3 Variabel dapat didekati dengan nilai asimetri 3V dan selalu bertanda positif. Cara penyelesaian grafis, pencacahan sebarannya dapat dilakukan penggambaran pada kertas kemungkinan logaritma dan dibandingkan dengan garis kemungkinannya dari persamaan Xt =
X+K
dengan, Xt =
besarnya variabel dengan jangka waktu ulang t tahun
X =
harga tengah (mean)
K =
faktor frekuensi Agihan Log Normal (tabel)
=
Standar Deviasi
Tabel I.2 Koefisien Variasi dengan jangka waktu ulang t tahun
11
Analisa Hidrologi
RETURN PERIOD T tahun
Cv 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500 0.550 0.600 0.650 0.700 0.750 0.800 0.850 0.900 0.950 1.000
2 -0.250 -0.050 -0.074 -0.097 -0.119 -0.141 -0.160 -0.179 -0.196 -0.211 -0.225 -0.238 -0.249 -0.258 -0.267 -0.274 -0.280 -0.285 -0.290 -0.293
5 0.833 0.822 0.809 0.763 0.775 0.755 0.733 0.711 0.687 0.663 0.638 0.613 0.588 0.563 0.539 0.515 0.491 0.469 0.447 0.425
10 1.297 1.308 1.316 1.320 1.321 1.318 1.313 1.304 1.292 1.278 1.261 1.243 1.223 1.201 1.178 1.155 1.131 1.106 1.081 1.056
20 1.686 1.725 1.760 1.791 1.818 1.841 1.860 1.875 1.885 1.891 1.893 1.892 1.887 1.879 1.868 1.854 1.839 1.821 1.802 1.782
50 2.134 2.213 2.290 2.364 2.435 2.502 2.564 2.621 2.673 2.720 2.762 2.797 2.828 2.853 2.874 2.889 2.900 2.907 2.910 2.910
100 2.437 2.549 2.661 2.772 2.881 2.987 2.089 2.187 2.220 2.367 2.449 2.524 2.593 2.656 2.712 2.762 2.806 2.844 2.876 2.904
Analisis Frekuensi Metode Gumbel Agihan ini merupakan agihan dari nilai-nilai ekstrim (maksimum dan minimum). Fungsi ini merupakan fungsi ksponensial ganda. Sifat khusus dari agihan ini adalah sebagai berikut. Parameter statistik
Cs
= 1,1396
Ck
= 5,4002
Rumus umum : Rt = X +
Sx Sn
(Yr – Yx)
dengan, Rt
=
tinggi hujan untuk periode ulang t tahun (mm)
X
=
harga rata-rata data hujan
12
Analisa Hidrologi
Sx
=
Reduced Standart Deviation sebagai fungsi dari dari
banyaknya data
Sn
=
Standart Deviasi
Yr
=
Harga Reduced Variate (tabel)
Yn
=
Harga rata-rata Reduced Variate (tabel)
Analisis Frekuensi Log Pearson type III Terdapat 12 Agihan Pearson tetapi yang sering digunakan adalah Log Pearson Type III dalam analisis data hidrologi. Fungsi kerapatan kemungkinannya
adalah : c
X P1(X) Po1(X) 1 a
e cx.a
4 1 1
c
=
a
=½c
3 c 2 c
Parameter statistik yang lain adalah : Harga Tengah (Mean)
=
Mode +
Standart Deviasi
=
2c
Skewness
=
½l
3 c 2 2 c
Dalam pemakaiannya untuk analisis data banjir maka oleh US Water Resources Council dianjurkan (bukan
datanya
sendiri)
untuk menggunakan logaritma data
untuk
menghitung
parameter-parameter
statistik. Jadi prosedurnya adalah sebagai berikut : a. Transformasikan data aslinya ke dalam harga-harga logaritma atau mengubah bentuk X1, X2, … , Xn menjadi bentuk ln X1, ln X2 , … , ln Xn.
13
Analisa Hidrologi
b. Hitung harga tengah sebesar : n
ln (X) =
lnX i
n1
n c. Hitung Standart Deviasi n
Si
ln X
=
n1
i
(lnX) 2
n1
d. Hitung Asimetri n
Cs
=
n2 ln Xi ln X 3 n1
n 1 n 2
Si3
e. Hitung besarnya logaritma debit dengan jangka waktu yang dipilih ln Q
= (ln X) + Gsi
f. Besarnya curah hujan dapat diperoleh dengan mencari anti logaritma dari point e.
I.8 HASIL ANALISIS DATA HUJAN Dari data hujan dilakukan pemilihan hujan harian maksimum dilakukan dengan memperhatikan tanggal kejadian hujan yang sama pada masing-masing stasiun. Untuk analisa curah hujan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan data hujan harian maksimum dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I.3 Analisa Hujan Harian Maksimum Area
14
Analisa Hidrologi
Berdasarkan pencatatan BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara curah hujan yang terjadi pada tanggal 10 Desember 2012 (pada saat jembatan runtuh) sebesar 21,50mm. Data hujan ini akan digunakan untuk menganalisa debit banjir yang terjadi pada tanggal tersebut, selain debit banjir dengan kala ulang tertentu. Tabel I.4 Analisis Distribusi
Tabel I.5 Hujan Rancangan periode T tahun Periode Ulang T tahun
k
Xt
2
-0.210
88.04
5
0.719
133.04
10
1.339
163.07
20
2.108
200.32
50
2.666
227.35
100
3.211
253.75
10 Des 2012
-
21.50
1000
4.960
338.47
15
Analisa Hidrologi
I.9 ANALISA DEBIT BANJIR RANCANGAN I.9.1 Distribusi Hujan Pengolahan Curah hujan rancangan menjadi debit banjir rancangan diperlukan curah hujan jam-jaman, terutama bila menggunakan cara perhitungan Hidrograf Satuan. Pada umumnya data hujan yang tersedia adalah data hujan harian (data yang tercatat secara akumulatif selama 24 jam). Apabila tersedia data pencatatan hujan otomatis (Automatic Rainfall Recorder, ARR)
maka
menggunakan metode
pola
distribusi
hujan
jam-jaman
dapat
dibuat
dengan
kurva massa untuk setiap kejadian hujan lebat dengan
menggunakan waktu kejadian.
I.9.2 Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran merupakan suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan jatuh di daerah tersebut. Adapun kondisi daerah pengaliran dan karakteristik yang dimaksud adalah : keadaan hujan luas dan bentuk daerah aliran kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai daya infiltrasi dan perkolasi tanah kebasahan tanah suhu udara dan angin serta evaporasi dan tata guna tanah Koefisien pengaliran seperti yang disajikan pada tabel berikut, di dasarkan dengan suatu pertimbangan bahwa koefisien tersebut sangat tergantung pada faktor faktor fisik, Kemudian Dr. Kawami menyusun sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk sungai-sungai tertentu, koefisien itu tidak tetap, tetapi berbeda beda tergantung dari curah hujan. F
= 1 – R' / R = 1 – f'
dengan : f
= koefisien pengaliran
f'
= laju kehilangan = s/Rst
16
Analisa Hidrologi
Rt
= jumlah curah hujan (mm)
R'
= kehilangan curah hujan
S
= tetapan
Berdasarkan jabaran rumus di atas, maka tetapan nilai koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I.6 Angka Koefisien Pengaliran Daerah Aliran Sungai KONDISI DAS
ANGKA PENGALIRAN
Pegunungan curam
0.75 – 0.90
Pegunungan tersier
0.70 – 0.80
Tanah relief berat dan berhutan kayu
0.50 – 0.75
Dataran pertanian
0.45 – 0.60
Dataran sawah irigasi
0.70 – 0.80
Sungai di pegunungan
0.75 – 0.85
Sungai di dataran rendah
0.45 – 0.75
Sungai
besar
yang
sebagian
alirannya
0.50 – 0.75
berada di daerah dataran rendah.
Tabel I.7 Rumus Koefisien Limpasan Daerah
Kondisi Sungai
Curah Hujan
Hulu
Koefisien Pengaliran f = 1 – (15,7/Rt^3/4)
Tengah
Sungai biasa
f = 1 – (5,65/Rt^3/4)
Tengah
Sungai di zone lava
f = 1 – (7,20/Rt^3/4)
Tengah
Rt > 200 mm
f = 1 – (3,14/Rt^3/4)
Hilir
Rt < 200 mm
f = 1 – (6,60/Rt^3/4)
I.9.3 Hujan Netto Efektif Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan direct run off (limpasan langsung). Limpasan langsung ini terdiri atas surface run off (limpasan permukaan) dan interflow (air masuk dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah
17
Analisa Hidrologi
dengan permeabilitas rendah, yang keluar lagi di tempat yang lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan). Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan netto (Rn) dapat dinyatakan sebagai berikut.
Rn
=CxR
dengan : Rn
= hujan netto (efektif)
C
= koefisien limpasan
R
= intensitas hujan
I.9.4 Analisis Banjir I.9.4.1 Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Haspers Analisis metode ini pada dasarnya merupakan metode empiris dengan persamaan umum Qn = C . . q . A 1. Koefisien Aliran (C) dihitung dengan rumus C =
1 0,012 A 0,7 1 0,075 A 0,7
dengan, A = luas DAS (km2) 2. Koefisien Reduksi () dihitung dengan rumus
1 t 3,7.100,4t A 0,75 1 x β t2 15 12
dengan, = koefisien reduksi
18
Analisa Hidrologi
t
= waktu konsentrasi (jam)
A = luas DAS (km2) 3. Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus t
= 0,1 L0,9 i-0, 3
dengan, t
= waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)
L = panjang sungai (km) 4. Modul banjir maksimum menurut Haspers dirumuskan q =
Rt 3,6 t
Rt = R + Sx.U dengan, t
= waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm) Sx = simpangan baku (standart deviasi) U = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm) 5. Intensitas Hujan Untuk t < 2 jam Rt =
t . R24 t 1 0,0008 260 R24 2 t 2
Untuk 2 < t < 19 jam Rt =
t . R24 t1
Untuk 19 jam < t < 30 hari Rt = 0,707 . R24 t + 1 dengan, t
= waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)
19
Analisa Hidrologi
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm) Sx = simpangan baku (standart deviasi) I.9.4.2 Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Rasional Metode perhitungan ini dapat diperkirakan dengan menggunakan Metode Rasional dengan urutan sebagai berikut : 1. Data Dasar Data berupa hujan harian maksimum tahunan yang dirataratakan (Rm) dan hari hujan badai (M) yang lebih besar dari 10 mm per hari. 2. Waktu Konsentrasi (tc) Waktu yang dibutuhkan oleh limpasan untuk melalui jarak terjauh di daerah tadah hujan yaitu di suatu titik di hulu sampai ke titik tinjau paling akhir. Kondisi ini dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich dan Giandotti sebagai berikut: Rumus Kirpich tc =
0,945
L1,156 D 0,365
dimana : tc =
waktu konsentrasi (jam)
L =
panjang sungai utama (km)
D =
perbedaan tinggi lokasi dengan titik tertinggi daerah tadah hujan (m)
Rumus Giandotti 1
4A 2 L1,156
tc =
0,8h
1
2
dimana : tc =
waktu konsentrasi (jam)
20
Analisa Hidrologi
A =
luas daerah tadah hujan (ha)
L =
panjang sungai utama (km)
h =
perbedaan
tinggi
rata-rata
daerah
tadah
hujan
dengan tinggi lokasi (m) sehingga Waktu Konsentrasi tc =
½ (tcKirpich + tcGiandotti)
3. Curah Hujan (R) Durasi curah hujan diambil sebesar waktu konsentrasi (tc), untuk waktu curah hujan dengan durasi 5 - 120 menit dengan kala ulang 2 – 100 tahun digunakan rumus RtT
= R602 (0,35 lnT + 0,76)(0,54 tc0,25 – 0,5)
dengan R tT
= hujan (mm) untuk durasi t menit yang sama dengan waktu konsentrasi tc untuk kala ulang T tahun.
R602 = hujan untuk durasi 60 menit dengan kala ulang 2 tahun R602 dihitung dengan rumus Bell yang telah dimodifikasi Puslitbang Pengairan dan berlaku secara umum untuk seluruh daerah semi kering di Indonesia. R602 = 0,17 Rm M0,33 dengan R602 dan Rm dalam mm M dalam hari M antara 0 – 50 R antara 80 – 115
Sementara untuk menghitung curah hujan dengan durasi atau tc lebih besar dari 120 menit dengan kala ulang 2 – 100 tahun digunakan rumus sebagai berikut : RtT
= R602 (0,35 lnT + 0,76)(0,54 tc 0,25 – 0,5) – [0,18(1– 120) +1]
21
Analisa Hidrologi
4. Intensitas Hujan (iT) iT
= RTtc
dengan : iT
= intensitas hujan (mm/jam)
RT
= curah hujan (mm)
tc
= waktu konsentrasi (jam)
5. Koefisien Limpasan (C) Koefisien Limpasan dalam metode ini diperoleh dengan memperhatikan faktor iklim dan fisiografi yaitu dengan menjumlahkan beberapa koefisien C sebagai berikut. C = Ci + Ct + Cp + Cs + Cc dengan : Ci = komponen C oleh intensitas hujan yang bervariasi Ct = komponen C oleh kondisi topografi Cp = komponen C oleh tampungan permukaan Cs = komponen C oleh infiltrasi Cc = komponen C oleh penutup lahan
Tabel I.8 Harga Komponen C oleh Faktor Intensitas Hujan Intensitas Hujan (mm/jam)
Ci
<
25
0,05
25
-
50
0,15
50
-
75
0,25
>
75
0,30
Tabel I.9 Harga Komponen Ct oleh Faktor Topografi Kondisi Topografi Curam dan tidak rata
Kemiringan (m/km)
Ct
200
0,1
22
Analisa Hidrologi
Berbukit-bukit Landai Hampir datar
100 – 200
0,05
50 – 100
0,05
0 - 50
0,00
Tabel I.10 Harga Komponen Cp oleh Faktor Tampungan Kondisi Tampungan Permukaan
Cp 0,1
Daerah pengaliran, sedikit depresi permukaan Daerah pengaliran dengan sistem teratur
0,05
Tampungan dan aliran permukaan berarti ada kolam
0,05
berkontur Sungai berkelok-kelok dengan usaha pelestarian hutan
0,00
Tabel I.11 Harga Komponen Cs oleh Faktor Infiltrasi Kemampuan Infiltrasi Tanah
K (cm/det)
Cs
< 10-5
0,25
Infiltrasi lambat (lempung)
10-5 – 10-6
0,20
Infiltrasi sedang (loam)
10-3 – 10-4
0,10
10-3
0,05
Infiltrasi besar (tidak ada penutup lahan)
Infiltrasi cepat (pasir, tanah agregat baik)
Tabel I.12 Harga Komponen Cc oleh Faktor Penutup Lahan Tumbuhan Penutup pada Daerah Pengaliran
Cc
Tidak terdapat tanaman yang efektif
0,25
Ada padang rumput yang baik 10%
0,20
Ada padang rumput yang baik 50% ditanami atau
0,10
banyak pohon Ada padang rumput yang baik 90% hutan
0,05
6. Debit Puncak Banjir (QT) QT
=
C iT A 3,6
dengan :
23
Analisa Hidrologi
QT = debit puncak banjir untuk periode ulang T tahun (m3/det) C
= koefisien run off total
iT
= besar hujan untuk periode ulang T tahun (mm/jam)
A
= luas daerah tadah hujan (km2)
I.9.4.3 Perhitungan Debit Banjir dengan Metode FSR Jawa Sumatera Metode ini merupakan suatu cara sederhana untuk memperdiksikan puncak banjir yang dirumuskan dalam penelitian selama dua tahun oleh suatu tim gabungan dari staf Direktorat Peyelidikan Masalah Air (DPMA) dan staf Institute of Hydrology England yang tersaji dalam Flood Design Manual for Java and Sumatera/IOH/DPMA tahun 1983. Parameter yang berpengaruh dalam menentukan perhitungan adalah sebagai berikut : 1.
Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan variabel AREA (km2)
2.
Rerata curah hujan maksimum tahunan terpusat selama 24 jam, PBAR (mm) dengan melihat peta isohyet Jawa Tengah yang paling aktual.
3.
Faktor reduksi areal sebagai fungsi DAS, AFR (lihat tabel)
4.
Jarak terbesar dari tempat pengamatan sampai batas terjauh di DAS diukur sepanjang sungai, MSL (km)
5.
Beda tinggi antara titik pengamatan dengan ujung sungai, H (m)
6.
Indeks kemiringan, SIMS (m/m) SIMS = H/MSL
7.
Indeks danau, LAKE (tampungan dengan proporsi dari DAS) LAKE = luas DAS di atas waduk/AREA
8.
Eksponen AREA, V V
9.
= 1,02 – 0,0275 log (AREA)
Rata-rata curah hujan maksimum tahunan, APBAR
24
Analisa Hidrologi
APBAR = PBAR x ARF 10. Debit maksimum rata-rata tahunan, MAF (m3/det) MAF
= 8 . 10-6 x AREAV x APBAR2,445 x SIMS0,117 x (1 + LAKE)-0,85
11. Growth Factor, GF (T.AREA) 12. Debit banjir, Q1 Q1
= GF (T.AREA) . MAF
I.9.4.4 Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Nakayasu Bentuk unit hidrograf secara umum ditentukan oleh curah hujan dalam waktu tertentu (unit
duration atau standart duration), maka perlu
diperhatikan bagaimana curah hujan harian dapat dipecah-pecahkan menjadi sejumlah komponen curah hujan yang sesuai dengan unit duration atau standart duration yang ditentukan dalam teori yang dipakai. R0
=
Rt
=
R24 t 5 T
R0
2 3
dengan, R0
=
hujan rata-rata setiap jam (mm/jam)
Rt
=
intensitas hujan dalam T jam(mm/jam)
R24 =
hujan harian efektif (mm)
T
=
waktu dari mulai hujan (jam)
t
=
waktu konsetrasi hujan (jam)
Parameter unit hidrograf yang dimaksud di atas adalah angkaangka tertentu yang menentukan bentuk hidrograf. Tg =
time lag, yaitu waktu antara titik berat hujan dan titik berat hidrograf
Tp =
peak time, yaitu waktu antara saat mulainya hidrograf dan saat debit maksimum
25
Analisa Hidrologi
Tb =
time base dari hidrograf
tr 0,8 tr
Lengkung Naik
Lengkung Turun Qp
0,3 Qp 0,32 Qp
Tp
T0,3
15 T0,3
Gambar I.3 Hidrograf Satuan Metode Nakayasu
Prosedur perhitungan Hidrograf Satuan Metode Nakayasu adalah sebagai berikut. 1. Parameter Unit Hidrograf Tp = Tg + 0,8 tr Tg = 0,40 + 0,058 L
Tg = 0,21 L0,70
untuk L > 15 km
untuk L < 15 km
dengan, Tp = peak time (jam) Tg = time
lag
yaitu
waktu
terjadinya
hujan
sampai
terjadinya debit puncak (jam) tr
= satuan waktu curah hujan (jam)
L
= panjang sungai
2. Debit Puncak Banjir
26
Analisa Hidrologi
Qp =
1 1 AR0 0,3Tp T0,3 36
dengan, A
= luas daerah pengaliran (km2)
R0
= curah hujan spesifik (mm)
T0,3 = Tg
= koefisien antara 1,5 – 3,5
nilai dapat dihitung dengan pendekatan =
1 0,47 (A.L)0,25 Tg
3. Perhitungan Unit Hidrograf Lengkung Naik
2,4
t Tp
= Qp
t Tp
Lengkung Turun 1 = Qp 0,3
T0,3
Lengkung Turun 2 =
t Tp 0,5 T0,3
Qp 0,3
1,5 T0,3
t Tp 0,5 T0,3
Lengkung Turun 3 = Qp 0,3
2 T0,3
I.9.4.5 Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Gama I Hidrograf Satuan Sintetik Gama I dikembangkan atas riset Dr. Sri Harto sepanjang Pulau Jawa pada akhir dekade 1980-an yang mengkombinasikan antara metode Stahler, dan pendekatan Kraijenhorr van der Leur.
27
Analisa Hidrologi
Hidrograf satuan sintetik Gama I seperti yang dikutip oleh Gracia (1989) dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp) dan waktu dasar (TB) dengan uraian sebagai berikut. Waktu Naik TR Air hujan terkumpul terlebih dahulu dalam sungai – sungai tingkat satu sebelum dialirkan lebih lanjut ke sungai – sungai dengan tingkatan yang lebih tinggi dan selanjutnya ke muara atau ke tempat pengukuran debit. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa makin besar factor sumber SF maka makin cepat air hujan dialirkan ke hilir, sehingga debit puncak akan tercapai lebih cepat atau waktu naik semakin pendek. Factor ini dinyatakan sebagai factor sumber rata – rata tiap satuan panjang sungai. Faktor simetri SIM mempunyai pengaruh yang berbeda, karena semakin besar nilai SIM berarti sebagian besar air yang berada di sebelah hulu DAS akan sampai di pos pengukuran debit menjadi lebih lama. Oleh sebab itu waktu naik satuan hidrograf dinyatakan sebagai fungsi faktor sumber tiap satuan panjang sungai dan faktor simetri yang disajikan dalam persamaan berikut ini
L 100SF
TR = 0,43
Dimana : TR
3
+ 1,0665 SIM + 1,2775 = waktu naik (jam)
L
= panjang sungai (km)
SF
= faktor sumber
SIM
= faktor simetri
Debit Puncak Qp Debit air yang terukur di stasiun pengukuran adalah air yang terkuras dari DAS, sehingga jelas bahwa jumlah air ini tergantung dari luas DAS yang bersangkutan. Waktu naik yang makin kecil atau factor sumber yang makin besar tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi air hujan untuk mengalir sebagai aliran limpasan, sehingga jumlah kehilangan air akibat infiltrasi, tampungan cekungan juga makin kecil. Dari hal tersebut diatas dapat dijelaskan pula pengaruh jumlah pertemuan sungai JN, karena faktor ini
28
Analisa Hidrologi
pada hakekatnya sama dengan jumlah pangsa sungai tingkat satu dikurangai satu. Hubungan antara luas DAS, waktu naik, jumlah pertemuan sungai dengan debit puncak dinyatakan dalam persamaan berikut ini : Qp = 0,1836 A0,5886 JN0,2381TR-0,4008 Dimana : Qp
= debit puncak (m3/det)
JN
= jumlah pertemuan sungai
TR
= waktu naik (jam)
Waktu Dasar TB Waktu dasar secara hidrologis dapat dijelaskan merupakan fungsi naik, landai sungai rata – rata s , frekuensi sumber SN dan luas DAS sebelah hulu RUA. Waktu naik sangat berpengaruh terhadap waktu dasar, karena semakin besar waktu naik berarti semakin besar waktu dasar. Demikian pula bila dikaitkan dengan pengaruh waktu naik terhadap debit puncak. Landai dasar rata – rata mempengaruhi waktu pengaliran air dalam sungai. Semakin besar landai sungai semakin tinggi kecepatan air yang berarti waktu pengaliran semakin kecil. Frekuensi sumber menunjukkan banyaknya pangsa sungai tingkat satu. Semakin banyak pangsa sungai tingkat satu berarti sub DAS tingkat satu juga semakin banyak dan semakinkecil. Akibat air yang dikuras dari tiap sub DAS menjadi semakin kecil dan mengalir ke sungai yang lebih tinggi tingkatannya dalam selang waktu yang relatif panjang. Hal ini berakibat panjangnya waktu pengaliran air yang keluar dari DAS. Luas DAS sebelah hulu mempengaruhi langsung pada waktu dasar karena semakin besar nilai RUA berarti semakin banyak bagian air di DAS sebelah hulu yang harus dikeluarkan. Pengaruh keempat faktor tersebut diatas dapat ditunjukkan melalui persamaan dibawah ini : TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0956 SN0,7344 RUA0,2574 Dimana : TB
= waktu dasar (jam)
TR
= waktu naik (jam)
S
= landai sungai rata – rata
29
Analisa Hidrologi
SN
= frekuensi sumber
RUA
= luas DAS hulu (km2)
Hujan efektif didapat dengan cara metode indeks yang dipengaruhi fungsi luas DPS dan frekuensi sumber SN dirumuskan sebagai berikut.
= 10,4903 – 3,589.10-6 A2 + 1,6985.10-13 (A/SN)4
dimana : TR
= waktu naik (jam)
L
= panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA) WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang di-ukur dari titik yang berjarak ¼ L dari titik tempat pengukuran JN
= jumlah pertemuan sungai
TB = waktu dasar (jam) S
= landai sungai rata-rata
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat RUA = luas DPS sebelah hulu (km2)
= indeks (mm/jam)
A
= luas DPS (km2)
SN = frekuensi sumber
WL A X
U
WU
X – A 0,25 L X – U 0,75 L WF
C
AU RUA
30
Analisa Hidrologi
Sketsa Penetapan WF
Sketsa Penetapan RUA
Qp
Q (m3/det)
t (jam)
TR TB
Gambar I.4 Hidrograf Satuan Metode Gama I
Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan kerapatan jaringan sungai yang dirumuskan sebagai berikut. QB = 0,4751 A0,6444A D0,9430 dengan QB = aliran dasar (m3/det) A
= luas DPS (km2)
D
= kerapatan jaringan sungai (km/km2)
Waktu konsentrasi atau lama hujan terpusat dirumuskan sebagai berikut. t
= 0,1 L0,9 i-0, 3
dengan
31
Analisa Hidrologi
t
= waktu konsentrasi / lama hujan terpusat (jam)
L
= panjang sungai (km)
i
= kemiringan sungai rata-rata
I.9.4.6 Perhitungan Debit Banjir dengan Metode Snyder Alekseyev Dalam permulaan tahun 1938, F.F Snyder dari Amerika Serikat telah mengembangkan rumus dengan koefisien empirik yang menghubungkan unsur – unsur hidrograf satuan dengan karateristik daerah pengaliran. Perlu diketahui, bahwa Snyder hanya membuat rumus empirik untuk menghitung debit puncak (Qp) dan waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak dari suatu hidrograf saja, sehingga untuk mendapatkan lengkung hidrografnya memerlukan proses kalibrasi terhadap parameter yang ada. Untuk mempercepat pekerjaan tersebut diberikan rumus Alexejev, yang memberikan bentuk hidrograf satuannya. Hasil rumusan keduanya seperti yang dikutip oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Pengairan Direktorat Sungai (1980), selengkapnya disajikan di bawah ini. tp
= 0,75 Ct ( L. Lc )
0,3
dimana : tp
= Time lag (jam)
L
= Panjang sungai (km)
L0 = panjang sungai dari cek point sampai titik di sungai yang terdekat dengan titik berat daerah pengairan (km) Ct = Coeficient antara 1,1 – 1,4 Cp Qp = 2.75
A tp
dimana : Qp = Puncak Unit Hydrograph yang diakubatkan oleh hujan setinggi 1 mm, dengan duration tr , dinyatakan dalam ( l/det) tp
32
Analisa Hidrologi
tr
=
(jam) 5,5
A
= Luas daerah pengaliran (km2)
Cp = Coeficient antara 0,56 – 0,69
Tp = tp + 0,5 tr dimana : Tp = Peak time, waktu unit hydrograph mulai naik sampai dengan puncaknya (jam) Untuk duration hujan tR = tr harus diadakan koreksi : tpR
= tp + 0,25 ( tR – tr )
Cp QpR = 2,75
A tpR
TpR = tpR + 0,5 tR
Tp x
Qp
= hxA
dimana :
= Bilangan Alexejev
Tp = Puncak Unit Hydrograph ( m3/det )
33
Analisa Hidrologi
H
= Tinggi satuan curah hujan yang digunakan, dalam hal ini 1 mm, dinyatakan ( m2 )
A
= Luas daerah pengaliran ( m2 )
Berdasarkan harga-harga , Alexejev menyusun tabel Y – X : Q
t
Y=
X= Qp
Tp
I.10 HASIL PERHITUNGAN DEBIT BANJIR Perhitungan
rancangan debit banjir
menggunakan
data hujan yang
diperoleh dari 2 (dua) stasiun pengamat hujan mulai tahun 1985 sampai dengan tahun 2004. Stasiun pengamatan hujan yang berpengaruh terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu
adalah:
Metode perhitungan rancangan debit banjir yang digunakan adalah:
Metode Haspers
Metode Rasional
Metode FSR Jawa – Sumatra
Metode Nakayasu
Metode Gama I
Metode Snyder Aleksejev
Hasil dari perhitungan dengan berbagai metode tersebut dapat diperiksa pada Tabel berikut:
Tabel I.13 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rancangan Daerah Aliran Sungai (Das) Serayu Di Jembatan Sigaluh
34
Analisa Hidrologi
Ditinjau dengan menggunakan beberapa metoda banjir pada tanggal 10 Desember
2012
diperkirakan
sebesar
194m3/detik
(metoda
rasional)
sampai
260m3/detik (metoda Nakayasu) atau sekitar 200 m3/detik. Perhitungan inisesuai dengan pencatatan banjir dengan metoda passing capasity di Bendung Singomerto sebesar 160m3/detik sampai 260m3/detik. Debit yang melimpas di atas Bendung Singomerto sudah mendapat tambahan dari debit Sungai Tulis. Dengan mencermati debit banjir dengan kala ulang 2 tahun sampai 100 tahun, debit banjir yang terjadi tanggal 10 Desember 2012 dengan curah hujan yang tercatat pada hari itu sebesar 21,5 mm menunjukkan bahwa banjir pada saat itu merupakan banjir biasa dan bukan banjir maksimum. Masih sangat dimungkinkan akan terjadi banjir lebih besar dari banjir tersebut. Waktu yang dibutuhkan sampai mencapai puncak banjir (Rising Time) sekitar 3jam (metoda Gama I) sampai 4 jam (metoda Nakayasu) dengan peningkatan debit sebesar kurang lebih 60m3/dt tiap jam atau 1m3/dt tiap menit.
Contents
35
Analisa Hidrologi
BAB I I-1 ANALISA HIDROLOGII-1 1.1 Maksud Dan Tujuan
I-1
1.2 Daerah Aliran Sungai
I-1
1.3 Gambaran Umum daerah Aliran Sungai Serayu 1.4 Karakteristik Daerah Aliran Sungai 1.5 Data Hujan
I-3
I-4
1.6 Analisa Data Hujan
I-4
1.7 Metode Perhitungan Analisis
I-7
1.8 Hasil Analisis Data Hujan
I-14
1.9 Analisa Debit Banjir Rancangan 1.9.1
Distribusi Hujan
1.9.2
Koefisien Pengaliran I-16
1.9.3
Hujan Netto Efektif
1.9.4
Analisis Banjir I-18
1.10
I-2
I-16
I-16
I-18
Hasil Perhitungan Debit Banjir
I-34
Gambar I.1 Peta daerah Aliran Sungai Serayu....................................................I-3 Gambar I.2 Polygon Thiesen DAS Serayu...........................................................I-5 Gambar I.3 Hidrograf Satuan Metode Nakayasu................................................I-26
36
Analisa Hidrologi
Gambar I.4 Hidrograf Satuan Metode Gama I...................................................I-31
Tabel I.1 Faktor Frekuensi untuk Agihan Normal.................................................I-10 Tabel I.2 Koefisien Variasi dengan jangka waktu ulang t tahun.............................I-12 Tabel I.3 Analisa Hujan Harian Maksimum Area..................................................I-14 Tabel I.4 Analisis Distribusi..............................................................................I-15 Tabel I.5 Hujan Rancangan periode T tahun.......................................................I-15 Tabel I.6 Angka Koefisien Pengaliran Daerah Aliran Sungai..................................I-17 Tabel I.7 Rumus Koefisien Limpasan.................................................................I-17 Tabel I.8 Harga Komponen C oleh Faktor Intensitas Hujan...................................I-22 Tabel I.9 Harga Komponen Ct oleh Faktor Topografi............................................I-23 Tabel I.10 Harga Komponen Cp oleh Faktor Tampungan......................................I-23 Tabel I.11 Harga Komponen Cs oleh Faktor Infiltrasi...........................................I-23 Tabel I.12 Harga Komponen Cc oleh Faktor Penutup Lahan..................................I-23 Tabel I.11 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rancangan Daerah Aliran Sungai (Das) Serayu Di Jembatan Sigaluh...........................................................................I-35
37