PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA SISWA KELAS VI SDN MERDEKA 5/4 KOTA BANDUNG
Amsih NIM. 08210216 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Siliwangi Bandung
ABSTRAK Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia memiliki dua aspek yang menjadi standar kompetensi, yaitu aspek kemampuan berbahasa yang terdiri dari sub aspek mendengarkan, berbicara,membaca, dan menulis. Kedua kemampuan bersastra dibagi menjadi sub aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan menggunakan Metode CTL (Contextual Teaching Learning) merupakan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah metode tersebut tepat digunakan dalam pembelajaran menulis karangan di kelas VI sekolah dasar. Atas dasar asumsi di atas, penulis mendapat inisiatif untuk mengadakan penelitian dalam skripsi ini dengan judul “Pembelajaran Menulis Karangan Argumentasi dengan Menggunakan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) pada Siswa Kelas VI SDN Merdeka 5/4 Kota Bandung”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, karena melihat permasalahan dan tujuan penelitian. Sebagai bahan populasi penulis mengadakan penelitian terhadap siswan kelas VI SD Merdeka 5/4 sejumlah 45 orang siswa. Hasil penelitian yang penulis laksanakan adalah siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Kota Bandung mampu menulis karangan argumentasi dengan menggunakan metode CTL secara efektif.
Kata Kunci: Metode CTL, kemampuan menulis karangan argumentasi. mengembangkan karangan argumentasi. Untuk itu perlu adanya kesungguhan guru maupun siswa dalam menghadapi masalah ini.
PENDAHULUAN Pembuatan karangan argumentasi dan pemahaman menulis cerita dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang merupakan mata pelajaran di sekolah yang dipelajari sejak tingkat dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar dalam pemahaman menulis cerita dan mengarang argumentasi selalu dapat dilestarikan di setiap tingkat pendidikan. Pembelajaran pemahaman menulis cerita dan mengarang argumentasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan sistem pendidikan, mengingat pentingnya Bahasa Indonesia maka hasil pendidikan bahasa sangat ditentukan oleh faktor penguasaan Bahasa Indonesia, baik secara lisan atau tulisan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut terutama mengenai kemampuan siswa dalam pemahaman menulis cerita dan mengarang argumentasi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan mengartikan atau menyimpulkan jenis karangan, baik yang dibacanya maupun yang ditulisnya. Selain itu, siswa sering kali menemukan kesulitan dalam
KAJIAN TEORI Pembelajaran Menulis Karangan Argumentasi Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Sagala 2007 adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan is turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus untuk menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Mengajar menurut Wiliam H. Burton adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Kegiatan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang memiliki peran penting dalam meningkatkan keterampilan dan minat siswa dalam berbahasa tulis. Melalui
1
latihan menulis siswa dapat menyeimbangkan daya nalar melalui ide gagasan yang dituangkan dengan merangkai kata menjadi kalimat dan dikembangkan menjadi suatu paragraf. (Guntur Tarigan, 1994 : 22) Nurdin, dkk (2002: 140) berpendapat bahwa: “yang dimaksud dengan paragraf argumentasi adalah paragraf yang bertujuan membuktikan sesuatu. Melalui pengamatan, penelitian, analisis, dan sintesis dapat dikumpulkan beberapa angka, grafik, dan lain-lain untuk membuktikan kebenaran paragraf tersebut”. Berdasarkan paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan menulis karangan paragraf argumentasi adalah menulis suatu paragraf yang mengungkapkan gagasan berupa alasan dan bukti-bukti yang meyakinkan para pembaca. Ciri-ciri paragraf argumentasi adalah sebagai berikut: 1. Mengemukakan pendapat, gagasan, dan alasan; 2. Berupa fakta yang diperkuat dengan contoh, angka, peta, grafik, diagram, gambar, dan lain-lain; 3. Dapat dibuktikan melalui pengamatan, penelitian, pengalaman, sikap, dan keyakinan; 4. Memerlukan analisis dan sintesis dalam pembahasannya; 5. Bertujuan untuk mempengaruhi pembaca sehingga pembaca menyetujui bahwa pendapat, sikap, dan keyakinan kita benar; dan 6. Diakhiri dengan kesimpulan atas sesuatu yang telah diuraikan sebelumnya.
makna (pengetahuan). Siswa memiliki renponse potentiality yang bersifat kodrati. Keinginan untuk menemukan makna adalah sangat mendasar bagi manusia. Tugas utama pendidik adalah memberdayakan potensi kodrati ini sehingga siswa terlatih menangkap makna dan materi yang diajarkan. Setiap materi yang disajikan memiliki makna dengan kualitas yang beragam. Makna yang berkualitas adalah makna kontekstual, yakni dengan menghubungkan materi ajar dengan lingkungan personal dan sosial. “Kontekstual” antara lain berarti “teralami” oleh siswa. Sewaktu belajar bahasa Inggris, misalnya, siswa disuruh mencari padanan kata waste dan dangerous. Dengan membuka kamus, akan ditemukan padanan sampah dan bahaya. Penemuan padanan kata seperti ini adalah contoh perolehan makna yang kurang berkualitas karena kedua kata itu out of context. CTL berikhtiar membangun makna yang berkualitas dengan menghubungkan pelajaran bahasa Inggris—juga pelajaran lain—dengan lingkungan personal dan sosial siswa, misalnya dengan fenomena sampah yang tidak terurus di lingkungannya. Ketika seorang siswa The waste in the city is dangerous, dia mengatakannya dengan lisan, mencium bau sampah dengan indra, dan meyakini bahaya akibatnya dengan nalar. Inilah contoh pembelajaran kalimat yang bermakna! Siswa bukan saja belajar bahasa, melainkan juga belajar lingkungan hidup dan manajemen pengelolaan sampah. Dengan kata lain, lingkungan fisik dan psikis dibermaknakan bagi siswa. Ada sejumlah strategi yang harus ditempuh untuk melakukan CTL. Ketujuh strategi ini sama pentingnya dan semuanya secara proporsional dan rasional mesti ditempuh. Pertama, pengajaran berbasis problem. Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama, siswa ditantang untuk berpikir kritis untuk memecahkannya. Problem seperti ini membawa makna personal dan sosial bagi siswa. Kedua, menggunakan konteks yang beragam. Makna itu ada di mana-mana dalam konteks fisikal dan sosial. Selama ini ada yang keliru, menganggap bahwa makna (pengetahuan) adalah yang tersaji dalam materi ajar atau buku teks saja. Dalam CTL, guru membermaknakan pusparagam konteks (sekolah, keluarga, masyarakat, tempat kerja, dan sebagainya), sehingga makna (pengetahuan) yang diperoleh siswa menjadi semakin berkualitas. Ketiga, mempertimbangkan kebhinekaan siswa. Dalam konteks Indonesia, kebhinekaan baru sekadar pengakuan politik yang tidak bermakna edukatif. Dalam CTL, guru mengayomi individu dan meyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi demi terwujudnya keterampilan interpersonal. Keempat, memberdayakan siswa untuk belajar sendiri. Setiap manusia mesti menjadi pembelajar aktif sepanjang hayat. Jadi, pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri di kemudian hari. Untuk itu, mereka mesti dilatih berpikir kritis dan kreatif dalam mencari dan
Metode CTL (Contextual Teaching Learning) Metode mengajar adalah tata cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. (Sudjana, 2008 : 76) Proses belajar mengajar yang baik hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode mengajar secara bergantian atau saling bahu-membahu satu sama lainnya, tugas guru adalah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang tepat. Penulis sebagai guru pun dalam hal ini mencoba untuk mempraktekkan metode-metode lain dengan harapan dapat memberi kesegaran baru bagi dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk memahami hubungan teori dan implementasinya dalam dunia pendidikan, ada empat konsep kunci yang saling terkait sebagai berikut. Teaching adalah refleksi sistem kepribadian sang guru yang bertindak secara profesional; learning adalah refleksi sistem kepribadian siswa yang menunjukkan perilaku yang terkait dengan tugas yang diberikan; instruction adalah sistem sosial tempat berlangsungnya mengajar dan belajar; sedangkan curriculum adalah sistem sosial yang berujung pada sebuah rencana untuk pengajaran. Dengan merujuk keempat definisi ini, kita dapat lebih mudah memahami konsep CTL dan implementasinya. Hakikat pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: makna, bermakna, dan dibermaknakan. Dengan merujuk pada kerangkan teaching, learning, instruction, dan curriculum, dalam CTL guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti (reinforcing), yakni membantu siswa menemukan
2
menganalisis informasi dengan sedikit bantuan atau malah secara mandiri. Kelima, belajar melalui kolaborasi. Bahwa seyogianya dibiasakan saling belajar dari dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar. Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya. Siswa ini dapat dijadikan fasilitator dalam kelompoknya. Apabila komunitas belajar sudah terbina sedemikian rupa di sekolah, guru tentu akan lebih berperan sebagai pelatih, fasilitator, dan mentor. Keenam, menggunakan penilaian autentik. Kontekstual hampir berarti individual, yakni mengakui adanya kekhasan sekaligus keluasan dalam pembelajaran, materi ajar, dan prestasi yang dicapai siswa. Materi bahasa yang autentik meliputi koran, menu, program radio, televisi, website, dan sebagainya. Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan kontekstual, dan memberi kesempatan kepada siswa untk maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Ketujuh, mengejar standar tinggi. Standar unggul sering dipersepsi sebagai jaminan untuk mendapat pekerjaan, atau minimal membuat siswa merasa percaya diri untuk menentukan pilihan masa depan. Frasa “standar unggul” seyogianya terus menerus dibisikkan pada telinga siswa untuk mengingatkan agar menjadi manusia kompetitif pada abad persaingan seperti sekarang ini. Dengan demikian, sekolah seyogianya menentukan kompetensi lulusan yang dari waktu ke waktu terus ditingkatkan. Setiap sekolah seyogianya melakukan benchmarking (uji mutu) dengan melakukan studi banding ke berbagai sekolah dalam dan luar negeri. (Johnson, 2010 : 19-23)
2.
3.
Teknik Uji Coba Teknik uji coba tersebut dengan cara mengeteskanm kepada siswa, melalui tes pretes dan tespostes. a. Tes pretes dilaksanakan sebelum penulis memberikan materi pembelajaran kepada siswa, dalam hal ini penulis ingin mengetahui kemampuan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. b. Tes postes diberikan kepada siswa untuk mengetahui siswa dalam memiliki ketangkasan atau kemampuan untuk menguasai materi pelajaran setelah proses kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Teknik Statistik Teknik statistik yang penulis gunakan untuk mengolah data penelitian berupa nilai pretes dan postes, yakni mendapatkan nilai jumlah rata-rata siswa dalam pretes maupun postes. Rumusnya: 𝑆𝑆
NS = x SN 𝑆𝑇𝐼 Keterangan : SS = Skor Siswa SN = Standar Nilai NS = Nilai Siswa STI = Skor Total Ideal PEMBAHASAN Untuk mengetahui tingkat keefektifan dan peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari model pembelajaran menulis paragraf argumentasi dengan metode CTL, penulis mengujicobakan kepada siswa dengan cara pretes dan postes. Penilaian secara pretes yakni tes yang dilaksanakan sebelum penulis memberikan materi pembelajaran kepada siswa untuk mengukur kemampuan siswa sebelum proses kegiatan belajar mengajar. Sedangkan penilaian secara postes dilaksanakan kepada siswa untuk mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif karena memang penulis meneliti masalah yang ada pada masa sekarang, yakni model pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan metode CTL untuk siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Bandung tahun pelajaran 2011/2012. Tahapan yang penulis lakukan dalam penelitian ini mengujicobakan dengan cara mengeteskan kepada peserta didik model pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan metode CTL kepada siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Bandung, sehingga dapat diketahui apakah model pembelajaran yang penulis susun tersebut dapat dipahami siswa sesuai dengan tujuan yang penulis tetapkan dalam penelitian ini. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu dengan cara observasi, studi pustaka, angket pada guru bidang studi dan tes untuk siswa. Data yang diperoleh dari observasi, studi pustaka, angket, dan tes dari siswa itu diolah dengan teknik analisis kualitatif, yakni: 1. Teknik Analisis Teknik analisis penulis gunakan untuk mengolah data penelitian yang berupa hasil penelitian dan pengamatan guru tentang model pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan metode CTL kepada siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Bandung.
Deskripsi Data Kriteria Penilaian Pretes dan Postes Dari jumlah siswa 45 orang, dapat penulis simpulkan, yakni hasil data pretes yang penulis teliti, bahwa dari keseluruhan siswa yang mendapatkan nilai 9,3 berjumlah 1 orang, nilai 8,7 berjumlah 4 orang, nilai 8,0 berjumlah 3 orang, nilai 7,3 berjumlah 5 orang, nilai 6,7 berjumlah 10 orang, nilai 6,0 berjumlah 8 orang, nilai 5,3 berjumlah 10 orang, nilai 4,7 berjumlah 3 orang, dan nilai 4,0 berjumlah 1 orang. Berdasarkan data di atas, nilai pretes tertinggi yakni 9,3, nilai cukup 8,6 sedangkan nilai terendah yakni 4,0. Dari jumlah siswa 45 orang, dapat penulis simpulkan, yakni hasil data pretes yang penulis teliti, bahwa dari keseluruhan siswa yang mendapatkan nilai 9,3 berjumlah 9 orang, nilai 8,7 berjumlah 1 5 orang, nilai 8,0 berjumlah 9 orang, nilai 7,3 berjumlah 9 orang, nilai 6,7 berjumlah 2 orang.
3
Berdasarkan data di atas, nilai pretes tertinggi yakni 9,3, nilai cukup 8,7 dan 7,3 sedangkan nilai terendah yakni 6,0. Berdasarkan hasil analisis di atas, penulis membuktikan hipotesis yang diajukan. Hipotesis yang penulis ajukan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan metode CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Bandung.
2.
Model Pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan metode CTL cukup efektif diterapkan pada siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Bandung. Pembuktian hipotesis tersebut dibuktikan melalui peningkatan rata-rata pretes ke nilai postes, yakni dari 6,44 menjadi 8,18.
Tabel 4.4. NILAI RATA-RATA PRETES DAN POSTES SISWA Kode Karangan
Nilai Pretes
Nilai Postes
6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 6.7. 6.8. 6.9. 6.10. 6.11. 6.12. 6.13. 6.14. 6.15. 6.16. 6.17. 6.18. 6.19. 6.20. 6.21. 6.22. 6.23. 6.24. 6.25. 6.26. 6.27. 6.28. 6.29. 6.30. 6.31. 6.32. 6.33.
6,7 6,0 6,7 6,7 6,7 8,7 6,7 5,3 8,7 4,7 4,7 5,3 6,0 6,7 6,0 5,3 5,3 6,0 6,0 5,3 6,7 8,0 4,7 6,7 4,0 6,7 7,3 9,3 5,3 6,7 7,3 6,0 8,7
8,7 9,3 9,3 8,0 8,7 9,3 8,7 8,0 9,3 8,7 9,3 8,7 6,7 7,3 6,7 7,3 8,7 8,7 8,7 7,3 8,0 6,7 8,0 8,7 8,0 8,0 8,0 9,3 7,3 8,0 8,3 7,3 9,3
4
Kode Karangan
Nilai Pretes
Nilai Postes
6.34. 6.35. 6.36. 6.37. 6.38. 6.39. 6.40. 6.41. 6.42. 6.43. 6.44. 6.45. Jumlah Rata-rata
8,7 7,3 7,3 6,7 5,3 5,3 5,3 6,0 7,3 8,0 6,0 8,0 290 6,44
9,3 8,7 8,7 8,0 7,3 7,3 6,7 7,3 8,7 8,7 7,3 9,3 368 8,18
Hidayat, 1990. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bina Cipta: Bandung. Komarudin, 2000. Model Pembelajaran. Bina Cipta: Bandung. KTSP, 2006. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Bp. Dharma Bakti: Jakarta. Majid, Abdul. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Remaja Rosda Karya: Bandung. Nurdin, et all., 2002. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia. Pustaka Setia: Bandung. Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gramedia: Jakarta. Sagala, 2000. Metode Pengajaran. Gunung Larang: Bandung:. Sagala, H. Syaiful, Dr., M.Pd., 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung. Sudjana, Nana. 2008. Model-model Pembelajaran. Sinar Baru: Bandung. Tarigan, Guntur. 1994. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Angkasa: Bandung. Wiyanto, 2004. Terampil Menulis Paragraf. Brasindo: Jakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis uji coba model pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan metode CTL untuk siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Kota Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Kota Bandung mampu menulis karangan argumentasi dengan metode CTL. Hal ini dapat dibuktikan dari peningkatan nilai rata-rata pretes ke nilai rata-rata postes yakni dari 6,44 menjadi 8,18 dengan peningkatan sebesar 30 %. Dengan demikian peningkatan hasil belajar sesuai dengan harapan penulis. 2. Model pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan metode CTL sangat efektif dilakukan untuk siswa kelas VI SDN Merdeka 5/4 Kota Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi., Prof., et all. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara: Jakarta. Arikunto, Suharsimi., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bhineka Cipta: Jakarta.
5