1 ~Alv' SYALOM Kajian Biblika Terhadap Misi Syalom Umat Allah Kepada Bangsa Babel Berdasarkan Yeremia 29:1-23 Joni Tapingku Penerbit STAKN Toraja2 Mis...
Penulis Joni Tapingku Desain/Layout Donny Batotanete
Penerbit STAKN Toraja Redaksi Jl. Poros Makale-Makassar Km.11,5; Kelurahan Rante Kalua’, Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan Tlp/Fax.: (0423) 24620/24064; Email: [email protected] Website: http://www.stakntoraja.ac.id
Hak cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan system penyimpanan lainnya, tanpa izin dari Penulis dan Penerbit. II
SINGKATAN
SINGKATAN ABD
= Anchor Bible Dictionary
BDB
= Francis Brown, S.R. Driver and Charles A. Briggs
BHS
= Biblia Hebraica Stuttgartensia
BIS
= Bahasa Indonesia Sehari-hari
CBQ
= Catholic Biblical Quarterly
CGR
= Conrad Grebel Review
DB
= Dictionary of the Bible
ed.
= editor
eds.
= editors
IB
= Interpreter’s Bible
ICC
= International Critical Commentary
IDB
= Interpretrer’s Distionary of the Bible
JBC
= Jerome Bible Commentary
JBL
= Journal of Biblical Literature
JSOT
= Journal for the Study of the Old Testament Supplement
KBBI
= Kamus Besar Bahasa Indonesia
KJV
= King James Version
LAI
= Lembaga Alkitab Indonesia
LXX
= Septuagint
MT
= Masoretic Text
n.d.
= no date
n.p.
= no page
NBC
= New Bible Commentary III
Misi Syalom
NIBC
= New International Bible
NICOT
= New International Commentary on the Old Testament
NIV
= New International Version
peny.
= penyunting
RPJM
= Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RSV
= Revised Standard Version
SPSS
= Statistical Product Service Solution
t.t.
= tanpa tahun
TB
= Terjemahan Baru
VT
= Vetus Testamentum
VTSup
= Supplements to Vetus Testamentum
ZAW
= Zeitschrift fur die Alttestamentliche Wissenschft
IV
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... I SINGKATAN ................................................................................... III DAFTAR ISI ...................................................................................... V KATA PENGANTAR .................................................................... VII PENDAHULUAN ............................................................................... 1 SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA ................................... 13 A. Pengertian Syalom................................................................... 13 B. Konsep dan Makna Syalom dalam Sejarah Perjanjian Lama.. 30 SYALOM MENURUT KITAB YEREMIA: EKSEGESIS YEREMIA 29:1-23 ........................................................................... 82 A. Latar Belakang Teks................................................................ 82 B. Teks Ibrani Yeremia 29:1-23 .................................................. 87 C. Analisis Genre ......................................................................... 88 D. Analisis Struktur ...................................................................... 96 E. Analisis Tata Bahasa dan Grammar Teks ............................. 105 F. Usulan Terjemahan ............................................................... 141 G. Interpretasi ............................................................................. 148 H. Maksud Teks ......................................................................... 199 I. Ajaran Syalom Berdasarkan Yeremia 29:1-23 ...................... 201 MISI GEREJA MEWUJUDKAN SYALOM BAGI DUNIA ..... 233 A. Hidup dalam pertobatan ........................................................ 233 B. Tekun Berdoa ........................................................................ 236 V
Misi Syalom
C. Menegakkan Keadilan dan Kebenaran .................................. 244 D. Hidup dalam Kasih ................................................................ 247 E. Mengelola Hidup dalam Relasi dengan Alam....................... 250 F. Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup .............................. 252 G. Hidup dalam Kesabaran ........................................................ 257 H. Hidup dengan Bekerja Keras................................................. 261 PENUTUP ....................................................................................... 263 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 266
VI
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
D
alam dekade ini, istilah syalom makin popular digunakan oleh kaum kristiani sebagai ucapan pembuka dalam pertemuan-pertemuan. Akan sangat menarik jika si pengucap
ditanyakan pemahamannya tentang syalom: Apakah syalom itu? Bagaimana hubungan syalom dengan misi gereja? Dugaan penulis, jawabannya akan sangat umum bahkan mungkin “kabur” sama sekali. Pemahaman konsep dan makna sebenarnya terhadap syalom akan memberi bobot alkitabiah yang pasti berdampak besar dalam pandangan teologi, termasuk pandangan misiologis seorang yang mengucapkannya. Inilah salah satu sebab mengapa buku ini ditulis. Buku ini mencoba mengkaji konsep dan makna syalom yang tersebar dalam Perjanjian Lama, termasuk Yeremia 29:1-23, dengan fokus holismenya. Pemahaman ini dimaksudkan untuk menjembatani pola pikir kaum kristiani yang lebih cenderung dikotomis, yaitu membagi alam-dunia menjadi rohani dan jasmani, yang profan dan yang sakral ketimbang menyeluruh atau holistis. Harapan penulis tulisan ini merupakan kontribusi berarti dalam mengubah karakteristik teologi pelayanan pembaca dan sekaligus pelayanan misi gereja Tuhan di Indonesia. Tentunya buku ini dapat dirampungkan dan dapat dibaca atas bantuan dari berbagai pihak yang telah memberi bimbingan, dorongan dan nasehat kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak VII
Misi Syalom
langsung. Pertama-tama, penulis mengucap syukur kepada Allah sumber syalom atas segala rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan (buku) ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Toraja yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi bahkan menulis buku ini. Dalam hal ini, penulis berterima kasih kepada Pdt. Dr. A. Kabanga’, M.Th. Suripatty, Drs. F. Thomas Edison, M.Si. dan Salmon Pamantung, M.Th. selaku mantan Ketua dan Ketua STAKN Toraja. Kemudian penulis mengucapkan terima kasih kepada STT Rantepao (cikal bakal STAKN Toraja), STT Jakarta dan STBI Semarang yang telah menempah penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan sehingga dapat melayani Tuhan dengan baik. Penulis juga tidak lupa menyebut orang-orang yang sangat berjasa dalam menggali dan mengembangkan kemampuan menulis artikel selama ini, yakni: Pdt. Dr. I.P. Lambe’, Pdt. Dr. Barnabas Ludji, M.Th., Pdt. Prof. Dr. Jan Aritonang dan Pdt. Dr. Priyantoro Widodo. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Pertama-tama kepada kedua orangtua penulis: S. Tapingku (Ayah) dan Magdalena H. (Ibu). Kemudian kepada istri tercinta, Kustriani Randan, yang banyak memberi dukungan moril dan materil dalam penyelesaian buku ini, dan kepada VIII
KATA PENGANTAR
anak-anak terkasih: Trielon Randan Tapingku dan Febry Randan Tapingku, yang selalu memberi keceriaan dalam penyelesaian buku ini. Akhirnya, terima kasih kepada setiap rekan, teman, dan sahabat yang selama ini juga membantu dan mendoakan penulis dalam peneyelesaikan buku ini. Penulis tidak lupa berterima kasih kepada Doni Batotanete, MM. atas bantuan tata letak dan desain sampul buku ini. Kata penutup penulis: In Omnibus Glorificetur Deus (“Biarlah Allah dimuliakan dalam segala hal”).
Toraja, Agustus 2016 Joni Tapingku
IX
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
R
asanya dunia kehilangan arah. Tidak ada sesuatu yang menjadi pegangan, demikian ungkap Mochtar Lubis, seorang budayawan. 31 Kecenderungan menggunakan kekerasan dalam
menyelesaikan persoalan nampak meningkat. Jika ada masalah yang tak terselesaikan ada kecenderungan cepat menggunakan kekerasan, bahkan sampai kepada pembunuhan. Hal itu menjadi ancaman yang paling aktual bagi kemanusiaan, baik di luar maupun dalam negeri. Kekerasan telah menjadi penyakit endemik dalam struktur masyarakat dewasa ini.32 Jika abad ke-19 dikenal sebagai “abad ideologi” (the age of ideology), abad ke-20 dipandang sebagai “akhir ideologi” (the end of ideology) lewat sosiolog, Daniel Bell, atau malah “akhir sejarah” (the end of history) menurut Francis Fukuyama, bahkan “akhir alam semesta” (the end of nature) menurut Paul Mackiben,33 maka abad ke21 ini, secara empiris, dikenal sebagai abad kekerasan (the age of violence).34 Tidak terkecuali, bangsa Indonesia pun saat ini rasanya kehilangan arah dan tak satu pun yang dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Krisis multidimensional yang masih dialami bangsa Indonesia sampai saat 31 Mochtar Lubis, “Kemanusiaan dan Pegangan Yang Hilang” dalam Agama dan Kekerasan, diedit oleh Denny J.A., dkk. (Jakarta: Kelompok Studi Proklamasi, 1985), 103. 32 Ibid. 33 Ali Maschan Moesa, “Terorisme sebagai Soft Issues” dalam http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/4/7281/Kolom/Terorisme_sebagai_Soft_Issues.html 34 Ibid.; Erhard Eppler, Melindungi Negara dari Ancaman Neoliberal, terj. Makmur Keliat (Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia, 2009), 159; Hannah Arendt, On Violence (New York: Harcourt, Brace & World, 1970), 1.
1
Misi Syalom
ini telah menghancurkan dan melumpuhkan seluruh tatanan kehidupan, baik di tingkat individual maupun di tingkat sosial kemasyarakatan. 35 Krisis inilah yang sebelumnya disebut oleh T.B. Simatupang sebagai krisis semesta yang bersifat menyeluruh, yakni meliputi seluruh permukaan bumi dan semua segi-segi kehidupan umat manusia dan bahkan alam sebagai lingkungan hidup manusia.36 Krisis ini diyakini sebagai akibat interpretasi dan praktik yang amat beragam di bidang politik, ekonomi, agama, budaya, hukum dan sebagainya.
37
Seluruh komponen bangsa ini merasakan betapa
parahnya situasi dan kondisi ini. Hal itu didasarkan atas kenyataankenyataan yang antara lain diuraikan di bawah ini. Di bidang politik, 38 partai-partai politik yang masih sibuk dengan perebutan kekuasaan dan kedudukan, saling tuding dan saling menyalahkan satu sama lain sehingga stabilitas goyah dan upayaupaya memperbaiki situasi sosial terganggu. 39 Persatuan dan kesatuan bangsa terancam oleh disintegrasi yang serius. Tidak mengherankan bahwa keadaan semacam itu menimbulkan keresahan, kekuatiran, ketakutan, keputusasaan dan bahkan kejengkelan serta kemarahan di kalangan masyarakat luas, baik di perkotaan maupun pedesaan. 35 Antie Solaiman, “Teologi dan Nation Building: Gereja dan Pembenahan Sosial” dalam Peran Kristen dalam Membangun Masyarakat Sipil, diedit oleh Victor Silaen (Jakarta: Pustaka Tangga, 2003), 4. 36 T.B. Simatupang, Kehadiran Kristen dalam Perang, Revolusi dan Pembangunan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 213. 37 Budi Arlianto, Stop Kekerasan, jilid 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), v. 38 Politik adalah kegiatan yang beraneka ragam dalam suatu entitas sistem negara yang mencakup proses penentuan tujuan, pelaksanaan tujuan dengan segala kebijakan-kebijakan umum dan pengaturannya. Dalam Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1989), 11; Politik dalam arti yang paling mendasar adalah soal pengaturan kesejahteraan masyarakat (dalam sebuah polis/kota; saat ini: negara/wilayah). Dalam hal ini, politik adalah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan bukan hanya hubungan formal dengan negara. Dalam Hugo Assmann, Practical Theology of Liberation (London: Search Press Limited, 1975), 30; Robert P. Borrong, Etika Politik Kristen: Serba-serbi Politik Praktis (Jakarta: STT Jakarta, 2006), 3. 39 Sutarno, Di dalam Dunia tetapi tidak dari Dunia (Jakarta, Salatiga: BPK Gunung Mulia, Satya Wacana University Press, 2004), 55.
2
PENDAHULUAN
Krisis lain, yang juga tidak kalah maraknya di Indonesia dewasa ini, terjadi di bidang budaya. 40 Tanda-tandanya tampak terutama dalam merosotnya nilai-nilai moral dan pemujaan berlebihan di kalangan
masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat fisik dan
material. Kemerosotan ini jelas bertolak belakang dengan pola hidup manusia yang berdimensi ganda, yakni kehidupan yang bersifat material dan kehidupan yang bersifat spiritual. Djoko Widagdho dkk. mengatakan: Manusia sebagai makhluk pengemban nilai-nilai moral memiliki cara dan pola hidup yang selalu berdimensi ganda, yakni kehidupan yang bersifat material dan kehidupan yang bersifat spiritual. Kemajuan dan perkembangan yang hanya terbatas pada kemajuan material saja akan menimbulkan kepincangan pada kehidupan manusia. Akibatnya manusia tidak memperoleh ketenteraman, ketertiban hidup, melainkan justru dapat lebih rusak karenanya. 41 Menurut Djoko Widagdho dkk., manusia telah kehilangan kebersamaan dan tenggang rasa dewasa ini. Segala tindakan manusia diperhitungkan seberapa besar tindakan itu menguntungkan dirinya. Sifat egosentris muncul di mana-mana dan semboyan “tujuan menghalalkan segala cara” merupakan pesemaian yang subur. Rasa kemanusiaan sudah lenyap dan sesama manusia bukan kawan lagi. 42 Adagius homo socius sudah lenyap dari peredaran dan berganti wajah 40
Budaya yang dimaksud di sini bukan dalam pengertian sempit, yakni adat istiadat dan kesenian semata, melainkan dalam pengertian luas yang meliputi keseluruhan nilai-nilai hidup manusia dan norma-norma dalam masyarakat yang terungkap dalam pola-pola perilaku, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk individu tertentu maupun untuk kelompok tertentu. Alo Liliweri, M.S., Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya (Yogyakarta: LKIS, 2003), 8-10; W.M. Bakker, Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 134; T.O. Ihromi, Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), 18. 41 Djoko Widagdho, dkk., Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 28. 42 Ibid.
3
Misi Syalom
dengan adagius baru homo homini lupus - belum omnium contra omnes (manusia menjadi serigala bagi yang lain dan akibatnya perang semua lawan semua). Hukum rimba – siapa yang kuat itulah yang menang. 43 Semua tatanan nilai dilanggar tanpa merasa bersalah. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus kemanusiaan yang terjadi di negeri ini, seperti pengrusakan tempat ibadah, kekerasan yang mengatasnamakan agama, kasus-kasus megakorupsi yang tidak kunjung reda, tawuran antarwarga, serta kasus-kasus besar lainnya. Pada sebagian pemimpin, keteladanan tampak semakin merosot di mata umat. Sementara masyarakat di tingkat bawah semakin menggelorakan fanatisme kesukuan,
kedaerahan
dan
keagamaan.
44
Kasus-kasus
ini
menunjukkan bahwa krisis tidak semata berada pada lingkup ekonomi dan moneter belaka, melainkan berada pada tataran kehidupan yang lebih mendasar, yaitu pada tataran budaya dan tata nilai.45 Apa yang terjadi dan masih sedang berlangsung di Indonesia saat ini seakan menegaskan apa yang dikemukakan Fritjof Capra bahwa munculnya berbagai krisis sosial, politik, ekonomi, politik, kesehatan, lingkungan, dan lain sebagainya tidak lain hanyalah segisegi berbeda dari sebuah krisis tunggal. Dinamika yang mendasari masalah-masalah tersebut sebenarnya sama, yakni krisis budaya yang multidimensional.
Krisis
tersebut
melanda
dimensi-dimensi
43
Ibid., 29; I. Marsana Windhu, Kekuasaan & Kekerasan Menurut Johan Galtung (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 63; Abdul Qodir Shaleh, Agama Kekerasan (Yogyakarta: Prismasophie, 2003), 57-58. 44 H. Hamka Haq (ed.), Damai Ajaran Semua Agama (Makassar: Yayasan Al-Ahkam Makassar, 2004), xiii. 45 Limas Sutanto, “Krisis Budaya” dalam Koran Kompas, edisi 21 Februari 1998.
4
PENDAHULUAN
intelektual, moral, dan spiritual. Suatu krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah umat manusia. 46 Bukan hanya itu persoalan yang terjadi di negeri ini. Akhir-akhir ini negeri ini dikejutkan dengan bencana yang terus menerus melanda negeri ini, dan yang menelan korban jiwa dan harta yang tidak sedikit jumlahnya. Belum lepas dari ingatan tentang dahsyatnya Tsunami Aceh, Gempa di Nias, Yogjakarta dan Tasikmalaya, bencana Situ Gintung, lumpur Sidoarjo, Wasior, Tsunami Mentawai dan letusan Gunung Merapi. Mendengar dan melihat kejadian-kejadian yang mengenaskan itu, tentu mengguncang pikiran dan nurani, ditambah dengan suguhan gambar lewat tayangan televisi seakan semakin membawa bangsa ini pada sebuah episode kehidupan yang tidak pernah diimpikan oleh siapa pun. 47 Begitu banyak bencana yang terjadi dengan memakan banyak korban jiwa, ditambah lagi dengan persoalan bangsa yang belum tertangani dengan baik, membuat manusia dipenuhi perasaan cemas entah apa lagi yang akan terjadi di depan. Di tengah situasi semacam itulah gereja hidup dan berada. 48 Dengan kata lain, gereja-gereja di Indonesia tidak berada dalam ruang yang hampa dan steril. Bahkan Yakob Tomatala menyatakan bahwa hakikat diri gereja tidak dapat dibuktikan dalam kehampaan,
46 Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan Kebangkitan Kebudayaan, terj. M. Thoyibi (Yogyakarta: Bentang Budaya. 1997), 1-32. 47 Komaruddin Hidayat, “Listening to the Sign of Nature” dalam Koran Seputar Indonesia, Jumat 29 Oktober 2010, 1, 7. 48 Yang penulis maksudkan dengan gereja di sini terutama gereja sebagai organisme, yaitu yang menyangkut para umat Kristen warga gereja baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama. Penggunaan kata ‘gereja’ dan ‘umat Kristen’ dalam pembahasan ini disesuaikan dengan konteks kalimat.
5
Misi Syalom
melainkan dalam segala aspek kehidupan. 49 Gereja diutus Tuhan di tengah-tengah dunia, di tengah-tengah sejarah dan konteks tertentu, dan hadir dalam ruang dan waktu yang konkrit. 50 Gereja tidak mungkin melarikan diri dari lingkungannya, hidup secara eksklusif
(menyendiri),
dan
memalingkan
muka
dari
keprihatinan masyarakat dan bangsanya. Gereja dipanggil bukanlah untuk hidup di angkasa dan mengisolasi diri dari dunia ini, melainkan untuk berkarya dalam bentuk yang ekspresif, konkret, membumi dan mendunia. Persoalan yang muncul ialah, apakah gereja dapat berperan dan menjalankan tanggung jawabnya di tengah-tengah krisis seperti disebut di atas? Jika jawabannya ialah bahwa gereja dapat berperan dan bertanggung jawab, maka pertanyaan selanjutnya adalah, gereja yang bagaimana yang dapat berperan dan bertanggung jawab? Apakah gereja yang besar? Apakah gereja dengan gedung yang indah? Apakah gereja dengan warganya yang banyak? Menurut Jimmy B. Oentoro, gereja yang dapat berperan dan bertanggung jawab seperti itu adalah gereja yang sedang dibangun di lanskap yang baru, yaitu gereja impian yang dapat memberi dampak dan pengaruh positif yang nyata dalam setiap segi dan aspek kehidupan masyarakat: politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, dan lain-lain. 51 Gereja yang dimaksud adalah gereja yang hidup dan berinkarnasi di tengah-tengah dunia,
menjadi jembatan
antara Allah
dan
manusia
dalam
49
Yakob Tomatala, Teologi Misi (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003), 83. Weinata Sairin, “Gereja dan Perkembangan Kehidupan Bangsa” dalam Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, vol. 2, No. 2 (2000): 35-44. 51 Jimmy B. Oentoro, Gereja Impian, Membangun Gereja di Lanskap yang Baru (Jakarta: Harvest Citra Sejahtera, 2010), xvi, xl. 50
6
PENDAHULUAN
mewujudkan syalom Allah yang holistik bagi seluruh makhluk. Gereja tidak boleh berjuang hanya bagi kebaikan dan kepentingan parokhialnya yang sempit. Gereja dipanggil untuk menjadi berkat bagi semua ciptaan (bnd. Kej. 12:2); mengasihi semua orang (bnd. Luk. 10:25-37); dan untuk mengusahakan kesejahteraan bagi semua orang (bnd. Yer. 29:7). Namun fakta yang terjadi justru sebaliknya. Menurut Eka Darmaputera, gereja belum terasa pengaruh dan perannya dalam perubahan-perubahan masyarakat. Solidaritas gereja justru mengalami kemunduran luar biasa.52 Gereja di Indonesia belum menjadi “lebih Indonesia” dan tidak semakin “meng-Indonesia”. Gereja sebaliknya malah cenderung kian bertumbuh sebagai “tanaman pot” yang semakin di luar Indonesia. Belum mampu berakar, bertumbuh dan berbuah di tanah dan di kebun Indonesia. Sebagian masyarakat memandang dan memperlakukan gereja sebagai “penumpang asing”. Dan sebaliknya, gereja hampir selalu gamang melihat dunia di luar, selalu ketinggalan dan ditinggalkan oleh perkembangan. Padahal sebenarnya dan seharusnya, Indonesia adalah “habitat” asli gereja. Sembilan puluh persen, mungkin lebih, dari kegiatan dan kesibukan gereja masih terjadi di dalam dan tertuju ke diri sendiri. Kalaupun ada kegiatan-kegiatan yang terarah bagi masyarakat, pada umumnya kegiatan-kegiatan itu bersifat insidentil dan filantropis.
52
Eka Darmaputera, “Menyoal Tanggung Jawab dan Peran Sosial Gereja-gereja di Indonesia (Sebuah Otopsi)” dalam Perspektif dan Peran Umat Kristiani Mewujudkan Indonesia Baru, peny. Robert P. Borrong dan Jansen Sinamo (Jakarta: STT Jakarta, 2004), 52-58.
7
Misi Syalom
Tentu saja apa yang dilakukan itu besar arti dan manfaatnya. Namun demikian, belum menyentuh jantung persoalan. Perhatian gereja baru tertuju pada “akibat”, belum menukik ke penyebabnya; ke akar permasalahannya. Baru bersifat relief (mengurangi penderitaan para korban), belum preventif (mencegah agar jangan terjadi korban). Masih jauh gereja dari melakukan hal-hal yang bersifat strategis, yang secara efektif bias member dampak yang lebih jauh bagi transformasi masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa gereja masih merasa “asing” dan belum menyatu benar dengan sekitarnya. Isu-isu sosial masih merupakan sesuatu yang “asing” bagi gereja pada umumnya. Masih merupakan persoalan orang lain; belum persoalan gereja. Dalam situasi seperti itu dapat diduga bagaimana gereja menghadirkan dirinya di tengah-tengah masyarakat, melaksanakan misi sosialnya. Gereja semakin terdesak, tercecer, bahkan terhempas dari dinamika sosial sekitarnya. Makna kehadirannya, apalagi kontribusinya, kian tak terasa. Kondisi ini semakin diperburuk oleh sikap gereja yang dirinya “kecil”, “minoritas”, hidup secara eksklusif (menyendiri), dan memalingkan muka dari keprihatinan masyarakat dan bangsanya. Gereja merasa hidup di angkasa dan mengisolasi diri dari dunia ini, tidak mampu berkarya dalam bentuk yang ekspresif, konkret, membumi dan mendunia. Gereja baru sebatas hadir untuk dirinya sendiri dan belum untuk orang lain. Gereja lebih banyak disibukkan dengan kewajiban melaksanakan ibadah-ibadah ritualnya, dan belum 8
PENDAHULUAN
nampak tanggung jawabnya mengusahakan syalom Allah bagi seluruh ciptaan. Panggilan gereja untuk memberitakan syalom Allah bukanlah merupakan hal baru. Dalam Perjanjian Lama, tanggung jawab itu terkait dengan hakikat dan cara hidup umat Allah sebagai qahal Yahweh. 53 Sebagai qahal Yahweh, umat Israel memiliki tanggung jawab misional yang harus diwujudkan sebagai tanda keterikatan dengan Allahnya dan bukti penikmatan berkat, dan dengan menjadi berkat membawa syalom Allah kepada dunia.
54
Bahkan ketika
dibuang ke Babel dan mengalami penderitaan yang hebat di sana, umat Allah tetap dipanggil untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut. Yeremia 29 adalah salah satu perikop yang berisi mandat Allah bagi umat Israel untuk membawa syalom bagi dunia Babel. Ayat 7 mengatakan, “Usahakanlah kesejahteraan (syalom) kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” Meskipun umat Allah sebagai tawanan dan minoritas merasa tidak nyaman berdiam di kota musuh, yakni Babel, kota yang melakukan penganiayaan yang besar terhadap umat Allah, kota yang dipenuhi dengan penyembahan 53
Perjanjian Lama memakai dua istilah yang menunjuk kepada gereja, yaitu qahal (dari akar kata qal), yang artinya “memanggil,” dan ’edhah (dari kata ya’adh, yang artinya “memilih” atau “menunjuk” atau “kumpul bersama-sama di satu tempat yang ditunjuk”). Kedua istilah ini kadang-kadang dipakai tanpa perbedaan arti, tetapi pada mulanya tidak dianggap bersinonim sepenuhnya. ’Edhah sebenarnya menunjuk kepada perkumpulan Israel itu sendiri, yang dibentuk oleh anak-anak Israel atau melalui kepala perwakilan mereka, baik bergabung bersama maupun tidak. Sedangkan qahal dengan tepat menunjukkan arti yang sesungguhnya dari pertemuan bersama suatu umat. Jadi, sering juga kedua katistilah itu dipakai bersama menjadi qehal ’edhah, yang artinya “kumpulan jemaat” (Kel. 12:6; Bil. 14:5; Yer. 26:17). Tetapi artinya sebenarnya dari gabungan kata itu ialah sebuah pertemuan dari wakil-wakil dari umat Israel (Ul. 4:10; 1 Raj. 8:1, 2; 2 Taw. 5:2-6). Louis Berkhof, Teologi Sistematika, jilid 5, terj. Yudha Thianto (Malang: Gandum Mas, 2000), 5. 54 Tomatala, Teologi Misi, 152.
9
Misi Syalom
berhala, dan yang penduduknya bahkan pemimpinnya bertindak lalim, namun Allah memerintahkan umat-Nya untuk mengusahakan syalom kota Babel. 55 Yang menarik untuk dikaji lebih jauh ialah bahwa, mengapa syalom justru baru menjadi unsur paling penting dalam pemberitaan Nabi Yeremia sesudah kerajaan Yehuda mengalami kehancuran total dan pembuangan di Babel tahun 597 dan tahun 587 sM? Mengapa umat Israel, sebagai tawanan dan minoritas, harus mengusahakan syalom Allah
di kota musuh, yakni Babel, kota yang melakukan
penganiayaan yang besar terhadap umat Allah, kota yang dipenuhi dengan penyembahan berhala, dan yang penduduknya bahkan pemimpinnya bertindak lalim? Yeremia menubuatkan syalom Allah kepada orang-orang Israel di pembuangan dengan kalimat yang manis dan menakjubkan bahwa Allah sudah mempunyai rencana damai sejahtera atau keselamatan dan bukan sebaliknya lagi. Yeremia 29:11 mengatakan: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. 56 Ungkapan dalam ayat ini merupakan kalimat dasar dalam pemberitaan Nabi Yeremia berikutnya: “Dan kota ini akan menjadi pokok kegirangan: ternama, terpuji dan terhormat bagi-Ku di depan segala bangsa di bumi yang telah mendengar tentang segala kebajikan yang Kulakukan kepadanya; 55 56
Oentoro, Gereja Impian, Membangun Gereja di Lanskap yang Baru, 221. Ibid.
10
PENDAHULUAN
mereka akan terkejut dan gemetar karena segala kebajikan dan segala kesejahteraan yang Kulakukan kepadanya (Yer. 33:9). 57 Ayat 9 ini menegaskan ulang bahwa mulai saat firman itu disampaikan Allah akan menjadikan syalom itu menjadi pusat perhatian segala bangsa termasuk bangsa Babel, yang mengalahkan Israel beberapa tahun yang lalu. Kota-kota Yehuda, terutama Yerusalem akan kembali kepada masa jayanya, yaitu ternama dan terpuji serta menjadi tempat kediaman Yahweh kembali seperti sediakala (bnd. Dan. 3:31; 8:25; 10:19; 11:21; Mi. 5:4; Hag. 2:9; Za. 6:13; 8:10, 12; 9:10; Mal. 2:5).58 Dengan demikian, pemilihan dan pemanggilan umat Allah sekaligus memberikan tanggung jawab untuk mewujudkan syalom tidak terkecuali di pembuangan Babel sekalipun. Tanggung jawab tersebut adalah bagian integral dari kehidupan umat Allah untuk menjadi alat berkat Allah bagi dunia sekitarnya (Kel. 19:5, 6; bnd. 1 Ptr. 2:9-10).59 Panggilan umat Israel ini juga tetap aktual bagi gereja dewasa ini. Gereja terpanggil untuk menyelamatkan dunia dari dosa, berperan aktif dalam keadilan sosial, turut bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa, dan mempersiapkan dunia menjadi Kerajaan Allah. Sebagai agen pembaharuan, gereja turut bertanggung jawab memperbarui sistem atau struktur yang sudah terpolusi oleh dosa dan berusaha meneranginya. Itulah sebabnya Yesus memerintahkan gereja tetap tinggal di dunia agar menjadi berkat bagi dunia. 60
57
Ibid. Ibid. 59 Ibid., 152. 60 Ibid. 58
11
Misi Syalom
Dalam kerangka tugas dan tanggung jawab gereja mengemban misinya bagi dunia ini, penulis tertarik mengkaji konsep syalom Perjanjiaan Lama pada umumnya dan berdasarkan Yeremia 29:1-23 pada khususnya. Bagi penulis, konsep syalom dalam Perjanjian Lama dan khususnya Yeremia 29:1-23 merupakan ajaran yang sangat penting bagi keberhasilan gereja mewujudkan tanggung jawabnya sebagai agen pembawa syalom Allah bagi dunia ini.
12
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
BAB I
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA A. Pengertian Syalom Kata “syalom” adalah transliterasi dari kata Ibrani ~Alv' (šlālồm). Kata ~Alv' (šlālồm) banyak dijumpai di dalam Perjanjian Lama. Tentang statistik kata tersebut di dalam Perjanjian Lama, para ahli tidak mempunyai pendapat yang sama. Menurut David A. Leiter, kata syalom muncul sebanyak 230 kali dalam berbagai konteks dalam Perjanjian Lama. 61 Sementara Ulrich Mauser mengidentifikasi kata benda syalom muncul 235 kali dalam teks Perjanjian Lama Masoret.62 Yang lain mengindentifikasi kata benda syalom muncul dalam Perjanjian Lama sebanyak 237 kali. 63 Menurut penulis, pandapat yang terakhir inilah yang mendekati jumlah yang sebenarnya dan yang banyak diikuti oleh sebagian besar para ahli Perjanjian Lama. 64 Jumlah ini menunjukkan bahwa syalom merupakan istilah atau kata (kata benda) yang banyak digunakan dalam Perjanjian Lama. Bahkan jumlah ini masih bertambah lagi jika dihubungkan dengan bentuknya yang lain (kata kerja).65 61
David A. Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament (Scottdale, Pennsylvania: Herald Press, 2007), 22. 62 Ulrich Mauser, The Gospel of Peace: A Scriptural Message for Today’s World (Louisville, Kentucky: Westminster, 1992), 13. 63 Robert Young mengidentifikasi kata benda ~Alv' (šālồm), ~l'Þv. (šelām) dan ~l,v (šelem) sebanyak 62 kali dalam Kitab Pentateukh, 79 kali dalam Kitab-kitab Sejarah, 28 kali dalam Kitab-kitab Sastra, dan 68 kali dalam Kitab Nabi-nabi. Robert Young, Young’s Analytical Concordance to the Bible (New York: Funk and Agnalls Company, 1936), 736-737. 64 Francis Brown, S.R. Driver dan Charles A. Briggs, A Hebrew and English Lexicon of The Old Testament (Oxford: Clarendon Press, 1978), 1022. 65 Brown, Driver dan Briggs mengindetifikasi bentuk kata kerja ~l;v' (šālam) dan ~lev' (šālem) sebanyak 103 kali dalam Perjanjian Lama. Ibid.
,
13
Misi Syalom
Para sarjana biblika setuju bahwa akar kata Ibrani ~lv (š-l-m) mempunyai arti yang luas dan dalam. Menurut C.F. Evans, akar kata ~lv (š-l-m) mempunyai arti keseluruhan (totality), kesejahteraan (well-being) dan harmoni (harmony).
66
Sedangkan menurut F.
Foulkes, syalom dalam Perjanjian Lama berarti komplet, kesehatan, dan kesejahteraan. 67 Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan C.L. Feinberg. Yang membedakannya ialah ide ketiga. Menurut Feinberg, ide dasar dan ide utama kata syalom (“peace”) dalam Akitab adalah komplet, kesehatan, dan keutuhan.68 Agak berbeda dengan Evans, Foulkes dan Feinberg, G. Lloyd Carr mengatakan: Peace means much more than mere absence of war. Rather, the root meaning of the verb shālēm better expresses the true concept of shālồm. Completeness, wholeness, harmony, fulfillment, are closer to the meaning. Implicit in syalom is the idea of unimpaired relationships with others and fulfillment in one's undertakings.69 Pendapat Carr menunjukkan bahwa akar kata š-l-m tidak hanya mencakup ide keseluruhan, kesejahteraan dan harmoni, tetapi juga komplet, keutuhan, pemenuhan dan relasi yang baik. Pendapat yang lain dikemukakan oleh R.F. Youngblood. Dalam bukunya, yang berjudul Peace in the Old Testament, Youngblood mengatakan:
66 67
C.F. Evans, “Peace” in A Theological Word Book of the Bible (1950), 165. F. Foulkes, “Peace” in New Bible Dictionary, ed. J.D. Douglas (England: Inter-Varsity Press, 1962),
901. 68
C.L. Feinberg, “Peace” in Evangelical Dictionary of Theology, ed. Walter A. Elwell (Grand Rapids: Baker Book House, 1984), 833. 69 G. Lloyd Carr, “shālēm” in Theological Wordbook of the Old Testament, eds. R. Laird Harris, Gleason L. Archer, Jr., Bruce K. Waltke (Chicago: Moody Press, 1980), 931.
14
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
The concept of peace in the OT is most often represented by the Hebrew root slm and its derivatives. The noun syalom, one of the most significant theological terms in Scripture, has a wide semantic range stressing various nuances of its basic meaning: totality or completeness. These nuances include fulfillment, completion, maturity, soundness, wholeness (both individual and communal), community, harmony, tranquillity, security, wellbeing, welfare, friendship, agreement, success, and prosperity. 70 Bagi Youngblood, akar kata š-l-m memiliki pengertian yang luas, yaitu meliputi: keseluruhan, komplet, keutuhan (baik secara individu
maupun
komunal),
harmoni,
kesehatan,
komunitas,
ketenangan, keamanan, keadaan baik, kesejahteraan, keselamatan, persahabatan, persetujuan, keberhasilan, dan kemakmuran. Pendapat yang sama dengan Youngblood juga dikemukakan oleh Feinberg. Feinberg mengatakan: It is a favorite biblical greeting (Gen. 29:6; Luke 24:36) . . . Dismissal is also expressed by the word (I Sam. 1:17). It means cessation from war (Josh. 9:15). Friendship between companions is expressed by it (Gen. 26:29; Ps. 28:3), as well as friendship with God through a covenant (Num. 25:12; Isa. 54:10). Contentment or anything working toward safety, welfare, and happiness is included in the concept (Isa. 32:17-18). Peace has reference to health, prosperity, well-being, security, as well as quiet from war (Eccles. 3:8; Isa. 45:7). The prophet Isaiah pointed out repeatedly that there will be no peace for the wicked (Isa. 48:22; 57:21), even though many of the wicked continually seek to encourage themselves with a false peace (Jer. 6:14). Peace is a condition of freedom from strife whether internal or external. Security from outward enemies (Isa. 26:12), as well as calm of heart for those trusting God (Job 22:21; Isa. 26:3), is included. Peace is so pleasing to the Lord that the godly are enjoined to seek it diligently (Ps. 34:14; Zech. 8:16, 19). It is to be a characteristic of the NT believer also (Mark 70
R.F. Youngblood, “Peace” in The International Standard Bible Encyclopedia, ed. Geoffrey W. Bromiley (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing House Company, 1986), 732.
15
Misi Syalom
9:50; II Cor. 13:11). Peace is a comprehensive and valued gift from God, and the promised and climaxing blessing in messianic times (Isa. 2:4; 9:6-7; 11:6; Mic. 4:1-4; 5:5).71 Menurut Feinberg, ide dasar syalom (komplet, kesehatan, keutuhan) bisa berarti salam, perdamaian atau keadaan tanpa perang, persahabatan, perjanjian, kesenangan, keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan, kesehatan, kemakmuran, keamanan dan keadaan tanpa perselisihan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa makna akar kata š-l-m mencakup tiga ide pokok, yaitu keutuhan, kesejahteraan dan harmoni. Dalam Perjanjian Lama, ketiga ide ini dipahami dengan berbagai pengertian, seperti salam, perdamaian atau keadaan tanpa perang, keseluruhan, komplet, keutuhan (baik secara individu maupun komunal), kesehatan, komunitas, ketenangan, keamanan, keadaan baik, keselamatan, persahabatan, persetujuan, keberhasilan, dan kemakmuran. Berikut adalah pembahasan beberapa pengertian syalom dalam Perjanjian Lama. Syalom bisa berarti “salam atau selamat.” Dalam buku Neglected Voice: Peace in the Old Testament, David A. Leiter mengatakan: In several instances, syalom is an idiomatic term with which one person is simply greeting another. In this sense, syalom is almost always used in conjunction with the Hebrew verb sh’l, which basically means “to ask about” or “to inquire.” When using the two words together, an individual is asking about or inquiring about the syalom of the other person. 72 71 72
Feinberg, “Peace,” 833. Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 22.
16
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Menurut Leiter, kata syalom selalu berhubungan dengan kata kerja sh’l (“menanyakan tentang”). Sebagai contoh, Hakim-hakim 18:15 mengatakan, “And they turned there and they came to the house of the young Levite, the house of Micah, and they inquired about his syalom.” Juga 1 Samuel 10:4 mengatakan: “They will ask about your syalom and they will give you two loaves of bread and you will receive them”. 73 Jadi, pengertian syalom pada kedua perikop ini adalah sambutan atau salam sapaan.74 Syalom bisa berarti “hubungan harmonis” dengan pihak lain. Leiter juga mengatakan, “At times in the Old Testament syalom designates a relationship or covenant with another party. Depending on the context, the relationship or covenant is one of harmony or disharmony, and a person may come or go in peace”.75 Apakah hubungan atau perjanjian tersebut membawa harmoni atau disharmoni, itu sangat ditentukan oleh konteks. Ketika Allah memerintahkan Samuel pergi ke Betlehem untuk mengurapi Daud sebagai raja Israel, orang-orang di Betlehem takut dan berkata: “Adakah kedatanganmu ini membawa selamat?” (1 Sam. 16:4). 76 Jawaban Samuel menunjukkan bahwa dirinya selaras dengan orang Betlehem. Contoh lain adalah hubungan perjanjian antara Abimelekh dengan Ishak (Kej. 26:29, 31). 77 Pada bagian ini dijelaskan tentang hubungan perjanjian antara Abimelekh, raja Filistin, dengan Ishak
.
Dalam Alkitab Terjemahan Baru (TB), kata ~Al+v'l (lešālồm) diterjemahkan dengan “selamat” (Hak. 18:15) dan “salam” (1 Sam. 10:4). 74 Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 22. 75 Ibid., 23. 76 Dalam Alkitab Terjemahan Baru (TB), kata ~Al+v' (šālồm) diterjemahkan dengan “selamat.” 77 Dalam TB, kata ~Al+v'B. (besyalom) dalam ayat 29 dan 31 diterjemahkan dengan “dengan damai.” BIS menerjemahkannya dengan “sebagai sahabat” (ay. 31). 73
17
Misi Syalom
setelah Ishak berada di tanah Filistin. Hubungan perjanjian damai tersebut bermaksud untuk menghindari pertentangan dan permusuhan antara Ishak dan Abimelekh. 78 Sebagai akhir dari masa ketegangan antara Ishak dan orang Filistin, terjadilah pertukaran sumpah perdamaian di antara keduanya, sehingga meninggalkan satu sama lain dalam keadaan harmonis. 79 Syalom juga digunakan untuk menyatakan “ketenangan” atau “tidak
takut/tidak
kuatir”
di
tengah-tengah
kegelisahan
dan
kekacauan. 80 Ketika saudara-saudara Yusuf pergi ke Mesir untuk kedua kalinya dalam rangka membeli gandum, mereka sangat ketakutan karena masalah uang yang telah dikembalikan ke dalam karung-karung mereka pada kanjungan sebelumnya. Tetapi kepala rumah Yusuf berkata: “"Tenang sajalah, jangan takut” (Kej. 43:23).81 Pelayan ini menggunakan syalom untuk menghilangkan ketakutan saudara-saudara Yusuf. Dalam contoh lain, Gideon menjadi takut setelah melihat Tuhan melalui malaikat-Nya. Tetapi Tuhan berkata, “Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati" (Hak. 6:23). 82 Kedua contoh di atas menunjukkan bahwa syalom tidak 78
Menurut Walter Lempp, isi permohonan Abimelekh tersebut mencakup dua hal. Pertama, agar Ishak tidak berbuat jahat kepada Abimelekh. Kedua, Abimelekh mengakui Ishak diberkatgi Tuhan. Orang yang diberkati Allah biasanya diakui mempunyai kekuatan, dan karena itu sebaiknya melakukan perdamaian. Walter Lempp, Tafsiran Kejadian 25:19-31:55 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1974), 74; lihat juga Ruddy Tindage, Damai Yang Sejati (Jakarta: YAKOMA-PGI, 2006), 124. 79 Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 23. 80 Ibid., 24; E.M. Good, “Peace in the Old Testament” in Interpretrer’s Distionary of the Bible, ed. George Arthur Buttrick (New York: Abingdon Press, 13 th Printing 1982), 705; Gerhard Rad, “syalom in the Old Testament” in Theological Dictionary of the New Testament, ed. Gerhard Kittel and Gerhard Friedrich (Grand Rapids: Eerdmans Publishing Company, 1985), 207; R.F. Youngblood, “Peace”, 732; Menurut istilah modern, “tidak kuatir” menandakan suasana tenang tetapi berani dalam menghadapi situasi genting atau bahaya. Edwin H. Friedman, Generation to Generation: Family Process in Church and Synagogue (New York: Guilford Press, 1985), 27, 208-210. 81 BIS menerjemahkannya dengan “Jangan takut. Jangan kuatir.” Kata “tenang” atau “jangan takut” atau “jangan kuatir” merupakan terjemahan dari kata ~Al+v' (šālồm). 82 Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkannya dengan “Tenanglah! Jangan takut.” Kata “selamat” atau “jangan takut” atau “tenang” merupakan terjemahan dari kata ~Al+v' (šālồm).
18
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
hanya digunakan untuk menghilangkan rasa takut, tetapi juga untuk menciptakan rasa aman dan damai. 83 Syalom berarti “berkat Allah” (Hak. 6:24; Ayb. 25:2; Mzm. 35:27; 122:6). 84 Gerhard von Rad mengatakan: Syalom as the Gift of Yahweh. While there is a material content to syalom, it is always a religious term inasmuch as all blessings are seen to come from God. In all probability, then, the religious significance is primary. This comes to expression in the name of Gideon's altar in Judg. 6:24: "The Lord is peace." God creates peace in the heavens (Job. 25:2), but he also pledges peace to us, blesses his people with peace, and wills the welfare of his servants; we are thus to pray for the peace of Jerusalem (cf. Pss. 35:27; 122:6). The peace that God gives is allsufficient. It carries with it solid blessings, e.g., peace from enemies and wild beasts (cf. Lev. 26:6), but all this is a blessing of salvation in the special sense of occupation of the promised land. 85 Gerhard von Rad mau menegaskan bahwa meskipun ada unsur kesejahteraan material dalam syalom, namun syalom merupakan konsep keagamaan.86 Syalom adalah pemberiah Allah karena semua kebaikan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan syalom selalu menunjuk kepada Allah Israel, baik itu dalam doa maupun dalam pengakuan mereka. 83
Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 24. Kata ~Al+v'. (šālồm) dalam perikop-perikop ini diterjemahkan dengan “keselamatan” (Hak. 6:24; Mzm. 35:27), “damai” (Ayb. 25:2) dan “kesejahteraan” (Mzm. 122:6). 85 Rad, “Syalom in the Old Testament,” 207. 86 Gillet juga mengakui syalom sebagai konsep keagamaan. Gillet menekankan penggunaannya 84
syalom dalam arti religious sebagai hal yang mendasar dan pokok. David Gillett, “Syalom Content for a Slogan” in THEMELIOS: An International Journal for Theological Students, 1:3, edited by David Wenham (United Kingdom: The Gospel Coalition, 1976), 163; Mauser juga berpendapat bahwa kata syalom dalam banyak konteks Perjanjian Lama secara khusus menunjuk kepada pusaran iman Israel kepada Yahweh. Koleksi hukum Perjanjian Lama demikian juga kitab-kitab hukum di Timur Tengah kuno diakhiri dengan sifat peraturan dalam pernyataan tentang berkat bagi yang memelihara dan kutuk bagi yang melanggar, contohnya, Imamat 26:3-13. Bagian ini menunjukkan bagaimana syalom tanpa ketaatan kepada Allah adalah sesuatu yang mustahil. Mauser, The Gospel of Peace: A Scriptural Message for Today’s World, 18-19. 19
Misi Syalom
E.M. Good setuju dengan pendapat Gerhard von Rad bahwa syalom dalam bentuk apapun adalah keutuhan yang diberikan oleh Allah (termasuk “kemujuran” – Yes. 54:7 dan “keadaan damai atau keamanan” - Bil. 6:26). 87 Keutuhan yang dimaksud di sini adalah menyangkut eksistensi manusia, baik secara kumunal maupun individual.
88
Bahkan Good mengatakan bahwa syalom dalam
Perjanjian Lama tidak mengenal perbedaan antara perdamaian sekuler dengan perdamaian keagamaan. 89 Dengan demikian, subyek syalom adalah Allah sendiri. Keseluruhan syalom (perdamaian) sebagai berkat Allah dimaksud bukan hanya bersifat materi, tetapi juga bersifat rohani. Keseluruhan syalom dalam Perjanjian Lama mencakup yang profan dan yang sakral. Menurut Mauser, setiap penggunaan syalom dalam pemisahan domain yang profan dan sakral tidak akan dimengerti dan akan dipertanyakan oleh orang-orang Israel pada zaman Perjanjian Lama. 90 Syalom berarti “kemakmuran” (Mzm. 37:11; Yes. 66:12; Za. 8:12). 91 Mazmur 37:11 menghubungkan syalom dengan harta benda berupa tanah dan kemakmuran. Zakharia 8:12 memproklamirkan 87 Berdasarkan Bilangan 6:24-26, John Marsh juga mengatakan bahwa damai merupakan suatu kekhususan dalam berkat di tradisi yahudi dan umunya menjadi kata salam (greetings). John Marsh, “The Book of Numbers” in Interpreter’s Bible, vol. 2, ed. George Arthur Buttrick (New York: Abingdom Press, 1953), 174. 88 Good, “Peace in the Old Testament”, 705. 89 Good lebih lanjut mengatakan: “The blessing is Yahweh's gift of the wholeness of relationship. It may be applied to strength (Ps. 29:11; negatively, Ezek. 7:25), to pardon for sin (II Kings 5:19), to joy (Isa. 55:12), to the assurance of an answer to prayer (Gen. 41:16 [RSV "favorable answer"); I Sam. 1:17). The blessing of peace is essential for the integrity of Jerusalem and therefore of Israel's religion (Pss. 122:6-8; 125:5), and with it comes the promise of continued blessing (I Kings 2:33; Ps. 128:6). Intinya ialah bahwa berkat adalah pemberian Allah tentang hubungan yang utuh. Berkat itu bisa dalam bentuk kekuatan (Mzm. 29:11) d, pengampunan dosa (2 Raj. 5:19), sukacita (Yes. 55:22) dan jaminan tentang jawaban doa (Kej. 41:16; 1Sam. 1:17). Ini menunjukkan bahwa berkat perdamaian sangat penting bagi integritas Yerusalem dan integritas agama Israel (Mzm. 122:6-8; 125:5). Ibid. 90 Mauser, The Gospel of Peace: A Scriptural Message for Today’s World, 17. 91 Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 25; Joseph P. Healey, “Peace: Old Testament” in The Anchor Bible Dictionary, vol. 5, edited by David Noel Freedman (New York: Doubleday, 1992), 206; Kata ~Al+v'. (šālồm) dalam perikop-perikop ini diterjemahkan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dengan “keselamatan” (Hak. 6:24; Mzm. 35:27), “damai” (Ayb. 25:2) dan “kesejahteraan” (Mzm. 122:6).
20
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
"menabur syalom." Menurut Leiter, syalom dihubungkan dengan kemakmuran pada waktu panen berkelimpahan: pahon anggur menghasilkan buah, bumi menyediakan tumbuh-tumbuhan yang cukup dan langit dan air embun datang dari langit. Sementara Yesaya 66:12 membandingkan syalom dengan sebuah sungai dan kekayaan bangsa-bangsa
bagiakan
luapan
arus air.
Dengan
demikian,
kemakmuran dan kelimpahan merupakan bagian dari syalom. Leiter mengatakan, “Menjadi makmur di dalam hidup ini dan di dalam sumber daya alam ini harus mengalami syalom”.92 Syalom berarti “keadilan dan kebenaran.” Leiter mengatakan bahwa syalom juga mempunyai hubungan yang erat dengan konsep tentang kebenaran dan keadilan. Mazmur 72 dan Yesaya 32 menyatakan bahwa ketika syalom hadir, keadilan dan kebenaran juga hadir. Bahkan Yesaya 32 mencatat bahwa syalom merupakan akibat dari kebenaran. Yesaya 32:17 mengatakan, “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.” 93 Selanjutnya Mazmur 34:15 mengatakan, “Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya!” Menurut Leiter, meskipun keadilan dan kebenaran tidak disebutkan di sini, namun keduanya tersirat dalam perintah: “Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.” 94 Zakharia 8:16 juga sangat jelas menghubungkan keadilan dan kebenaran dengan syalom. Joseph P. Healey mengatakan: 92
Ibid., 25. Ibid. 94 Ibid. 93
21
Misi Syalom
The notion of peace is joined with mispat; where the root slm again is used in its meaning of true or complete justice. And salom is joined with ’met "truth." Peace, truth, and justice kre parallel terms. Their association in this passage implies that peace has a content like justice and truth. Peace encompasses a relationship that is ordered, a relationship of equity. So in Ps 85:10 "righteousness and peace shall kiss"; the two join together as partners in the blessed life. 95 Pernyataan
Healey
ini
menunjukkan
bahwa
syalom
mempunyai pengertian teologis yang mendalam terhadap perdamaian. Perdamaian dalam syalom jauh melampaui pengertian sederhana tentang ketiadaan perang atau tidak adanya konflik. Perdamaian tidak dilihat sebagai ketenangan dan ketertiban semata, tetapi lebih sebagai komitmen yang mendalam terhadap tindakan keadilan.96 Nuansa lain dari syalom dalam Perjanjian Lama adalah “keselamatan” dan “keamanan.” Menurut Leiter, nuansa ini dapat muncul dalam ungkapan umum seperti ketika seseorang berangkat dilepas dengan restu, “Pergilah dalam damai” atau “Semoga perjalananmu dalam keadaan damai.” 97 Pengertian syalom di sini juga menyatakan harmoni atau keselarasan antara dua pihak agar pihak yang pergi akan selamat dalam perjalanan. Sebagai contoh ialah Keluaran 4:18, yang berbunyi: “Lalu Musa kembali kepada mertuanya Yitro serta berkata kepadanya: ‘zinkanlah kiranya aku kembali kepada saudara-saudaraku, yang ada di Mesir, untuk melihat apakah mereka masih hidup’. Yitro berkata kepada Musa: ‘Pergilah Healey, “Peace: Old Testament”, 206; Studi tentang hubungan syalom dengan istilah-istilah lain dalam Perjanjian Lama juga sudah dilakukan oleh S.M. Siahaan. Siahaan menemukan istilah-istilah yang sangat erat hubungannya dengan syalom, yaitu kebenaran, keadilan dan perjanjian. Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 24-30. 96 Ibid., 206. 97 Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 26. 95
22
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
dengan selamat’”. 98 Pada bagian ini dijelaskan tentang Musa yang mendapat tugas utama sebagai utusan Allah untuk melepaskan umat Israel dari penderitaan perbudakan di Mesir. Tujuannya agar umat Israel memperoleh rasa puas dan senang (Kel. 18:23), yang berarti: agar umat Israel yang tadinya tersiksa dan menderita memperoleh perasaan aman dan senang, hubungan yang akrab dan tidak berkekurangan sesuatu apa pun.99 Syalom juga berarti “tanpa perang dan kekerasan.” Leiter mengatakan: There are many instances in the Old Testament in which syalom refers to the absence of war or violence. In these cases, syalom indicates a type of peace that excludes war or violence or occurs after the experience of war and violence. For instance, Deuteronomy 20:10 instructs the Israelites to offer a town terms of syalom before they fight against it. This example puts syalom, or peace, at the opposite end of the spectrum from war. In 1 Kings 22, King Jehoshaphat and Micaiah the prophet debate whether Jehoshaphat should go to war against Ramothgilead. All the other prophets encourage Jehoshaphat to do so, but Micaiah proclaims that God has revealed to him that the king will be defeated if he does. Jehoshaphat imprisons Micaiah, gives him a bread-and-water diet, and says he must stay imprisoned until he returns in syalom. Micaiah answers by saying that if Jehoshaphat returns in syalom, God has not spoken through him. Syalom in this case is used to refer to peace or victory after war.100 Pernyataan Leiter di atas menunjukkan bahwa banyak bagian dalam Perjanjian Lama di mana syalom berarti keadaan tanpa perang dan tanpa kekerasan. Misalnya, Ulangan 20:10 menjelaskan tentang Kata ~Al+v'. (šālồm) dalam ayat ini diterjemahkan dengan “selamat.” Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 46. 100 Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 26. 98 99
23
Misi Syalom
perintah bagi bangsa Israel untuk menawarkan persyaratan syalom kepada sebuah kota sebelum mereka berperang melawannya. 101 Contoh ini menempatkan syalom atau perdamaian sebagai lawan terakhir dari perang. Dalam 1 Raja-raja 22, dijelaskan tentang syalom yang menunjuk kepada perdamaian atau kemenangan setelah perang.102 Syalom juga berarti “kesejahteraan.” Westermann menyatakan seperti ini: Syalom as the well-being of a community always includes all circles, all aspects of existence. The meaning of the word liesprecisely in the fact that it is able to encompass all areas of life. That is most evident in the use of syalom in the greeting, one of the most important if not the most important group of usages. At issue in the greeting is existential wholeness in the fullest sense.103 Pernyataan Westermann mengakui bahwa keseluruhan syalom harus mencakup komponen keagamaan maupun aspek kehidupan lainnya, meskipun penekanannya adalah, “deemphasizes its religious content ehich others have seen as a component of the basic meaning of the term.” 104 Salah satu arti syalom yang paling banyak dijumpai dalam Perjanjian Lama adalah “kesejahteraan.” Leiter mengatakan:
101
Ibid., 27. Sebelumnya Healey sudah menyatakan bahwa syalom sinonim dengan kemanangan (Hak. 8:9; 2Sam. 19:25, 31; 1Kgs 22:27-28; Jer 43:12). Healey, “Peace: Old Testament”, 206. Kata ~Al+v'. (šālồm) dalam ayat-ayat ini diterjemahkan oleh LAI dengan “selamat” (Hak. 8:9; 2Sam. 19:25, 31; 2Raj. 22:27-28), “tanpa gangguan” (Yer. 43:12). 103 Claus Westermann, “Peace (Syalom) in the Old Testament” in The Meaning of Peace: Biblical Studies, edited Pery B. Yoder and Willard M. Swartley (Louisville, KY: Westminster, 1992), 23-24. 104 Perry B. Yoder and Willard M. Swartley, “Introductory Essay to the Old Testament Chapters: Syalom Revisited” in The Meaning of Peace: Biblical Studies, edited by Perry B. Yoder and Willard M. Swartley (Louisville: Westminster/John Knox Press, 1992), 7. 102
24
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
In most cases in which syalom is used to designate well-being, it refers to a collective or community well-being or welfare. In other words, syalom is used to describe or indicate the wellbeing of the people or a group of people, such as a city. In a negative sense, in Deuteronomy 23:6, the people are told not to promote the welfare (syalom) of the Ammonites or the Moabites . . . In a judgment speech in Jeremiah 15, God wonders who will pity its destruction, and who will be concerned about its general welfare (see verse 5). Later in Jeremiah, he encourages the exiles in Babylon to settle down in their exilic setting. He instructs them to seek the well-being of the city of Babylon and to offer prayers to God on its behalf. Jeremiah encourages the exiles to accept their circumstances because the well-being (syalom) of a people in exile depends on the well-being (syalom) of their environment (see 29:7). Pernyataan Leiter menunjukkan bahwa kesejahteraan dalam syalom mengacu pada kesejahteraan atau kemakmuran secara kolektif, seperti sebuah kota. Dalam arti negatif, dalam Ulangan 23:06 dijelaskan
tentang
yang
orang-orang
diberitahu
untuk
tidak
mengikhtiarkan kesejahteraan (syalom) orang Amon atau orang Moab. Dalam Yeremia 15:5, Allah menanyakan tentang siapa yang akan mengasihani kehancuran, dan siapa yang akan memperhatikan kesehatan (syalom) Yerusalem. Kemudian dalam Yeremia 29:7, Yeremia
mendorong
orang-orang
buangan
di
Babel
untuk
mengusahakan kesejahteraan kota Babel dan berdoa kepada Allah atas nama kota itu. Yeremia mendorong orang-orang buangan untuk menerima keadaan mereka karena kesejahteraan (syalom) mereka sangat tergantung pada kesejahteraan (syalom) lingkungan mereka. Sebelumnya, Westermann juga sudah menyatakan bahwa kesejahteraan (syalom) mencakup banyak area kehidupan dalam 25
Misi Syalom
sebuah komunitas yang baik. Westermann menyatakan seperti ini: Syalom as the well-being of a community always includes all circles, all aspects of existence. The meaning of the word liesprecisely in the fact that it is able to encompass all areas of life. That is most evident in the use of syalom in the greeting, one of the most important if not the most important group of usages. At issue in the greeting is existential wholeness in the fullest sense.105 Pernyataan Westermann mengakui bahwa keseluruhan syalom harus mencakup komponen keagamaan maupun aspek kehidupan lainnya, meskipun penekanannya adalah, “deemphasizes its religious content ehich others have seen as a component of the basic meaning of the term.” 106 Syalom juga sering muncul dalam pengertian “keutuhan” atau “kelengkapan.” Claus Westermann juga menyatakan bahwa makna akar kata tersebut ialah untuk untuk membuat sesuatu komplet, untuk membuat sesuatu menyeluruh atau holistis.
107
Bahkan Good
menyatakan bahwa akar kata tersebut mempunyai konotasi kesehatan, kemakmuran, kesejahteraan politik dan spiritual. 108 Dalam pernyataannya kepada Ayub, Elifas menyatakan tentang pembebasan dan perlindungan Allah bagi mereka yang tidak memandangnya rendah. Dalam Ayub 5:24, dijelaskan tentang pernyataan Elifas bahwa kemah atau tempat kediaman Ayub akan syalom atau selamat dan aman. Ungkapan terakhir dari ayat ini yang 105
Westermann, “Peace (Syalom) in the Old Testament,” 23-24. Yoder and Swartley, “Introductory Essay to the Old Testament Chapters: Syalom Revisited,” 7. 107 Westermann, “Peace (Syalom) in the Old Testament,” 19. 108 Good mengatakan, “The root meaning of slm seems to be "completeness, wholeness" whence come the connotations of "health," "prosperity", "political and spiritual weal." Good, “Peace in the Old Testament”, 705. 106
26
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
menyatakan bahwa tidak akan ada yang hilang dari kemah atau tempat kediaman Ayub, menunjuk kepada pengertian tentang keutuhan dan kelengkapan tempat tinggal. 109 Dalam Yesaya 53:5, dijelaskan tentang hamba yang menderita memar dan luka. Marie-Claire Barth mengatakan: Hamba itu merasa sakit secara lahiriah dan batiniah, karena ia pun dipukul dan ditindas; ia dilemahkan sedemikian rupa, hingga ia terpaksa menerima atau melakukan apa saja yang dituntut daripadanya. Penderitaan ini sesungguhnya merupakan hukuman dari tangan Tuhan, tetapi yang bersalah bukanlah hamba yang menderita itu, melainkan “kita.” 110 Jika hamba itu menderita secara lahiriah dan batiniah, maka kesembuhan yang dibutnya pun bersifat lahiriah dan batianih. Menurut Leiter, penderitaan hamba itu telah memungkinkan keutuhan, kelengkapan, dan kesembuhan bagi semua orang. Syalom pun berarti “meninggal dalam damai.” Youngblood mengatakan: To die "in peace" connotes that one has completed a full and satisfying life (Gen. 15:15; 2 K. 22:20 par. 2 Ch. 34:28; Jer. 34:5). To achieve this completeness, having fulfilled the divine purpose for one's life, is virtually equivalent to salvation; thus salom was often written on Jewish gravestones, and Gk. en eirene was similarly used in early Christian cemetery inscriptions. 111 Menurut Youngblood, ungkapan “meninggal dalam damai” menunjukkan bahwa seseorang telah menempuh perjalanan hidup yang penuh arti, seperti Abraham (Kej. 15:15), raja Yosia (2 Raj. 109
Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 27. Kata ganti “kita” digunakan sebanyak sepuluh kali dalam ayat 4-6. Marie-Claire Barth, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 40-55 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 315. 111 Youngblood, “Peace”, 733. 110
27
Misi Syalom
22:20; 2 Taw. 34:28) dan raja Zedekia (Yer. 34:5). Dengan kesempurnaan ini berarti seseorang telah memenuhi tujuan Allah dalam kehidupannya, dan itu sama dengan selamat. Syalom berarti “kebaikan.” Amsal 3:17 menggambarkan hikmat sebagai jalan kebahagiaan tentang syalom. Jalan hikmat itu adalah baik, menyenangkan dan membawa kebahagiaan bagi mereka yang memegangnya (Ams. 3:18). Syalom juga dapat dihubungkan dengan "baik" dalam arti kebalikan dari kejahatan. Maleakhi mengulangi perjanjian yang telah diberikan Allah kepada Lewi. Lewi berbicara dengan benar dan bukan dengan kepalsuan. Jadi Lewi tidak memimpin dengan kejahatan dan kepalsuan melainkan dengan kebaikan dan integritas. 112 Syalom berarti “keselamatan.” Karena Allah berkuasa atas nasib manusia maka pendamaian-Nya adalah keselamatan (Yes. 52:7; Nah. 1:15). Percaya kepada Allah (Yes. 26:3) dan mengharapkan keselamatan-Nya (Mzm. 119:165) berarti memiliki syalom. 113 Di sini keselamatan juga dihubungkan dengan janji Allah mengenai zaman eskatologis. Dalam rangka penggenapan zaman eskatologis itu, maka umat Israel
adalah pelopor manusia seluruhnya yang hendak
menerima keselamatan dari Allah. Dengan kata lain, keselamatan umat Israel hendak menjadi jalan bagi keselamatan bangi semua bangsa, sebagaimana berkat Abraham hendak mengalir kepada segala bangsa di muka bumi (Kej. 12:3).114
112
Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 27. Good, “Peace in the Old Testament”, 706. 114 Marie-Claire Barth, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 40-55 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 301. 113
28
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa syalom bukan hanya “damai” dalam pengertian umum.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “damai”
berarti (a) tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, dan aman; (b) tentram dan tenang; (c) keadaan rukun dan tidak ada permusuhan.115 Dalam bahasa Inggris pun, peace juga dipahami dalam tiga pengertian, yaitu (1) keadaan di mana tidak ada peperangan antara dua atau lebih bangsa (a condition in which there is no war between two or more nations), (2) bebas dari ketidakaturan hukum (freedom from disorder to the law) dan (3) bebas dari kegelisahan (freedom from anxiety).116 Gerhard von Rad sudah menyatakan bahwa syalom dalam Perjanjian Lama terlalu sempit pengertiannya jika diterjemahkan dengan “damai” saja. Selengkapnya Gerhard von Rad mengatakan: Its basic sense is not the narrower one of "peace" but the wider one of "well-being." It may be used for the good fortune of the wicked, for health, and for national prosperity, which implies stability. In many passages it denotes friendly relationships. whether between states (1 Kgs. 5:26) or individuals (Zech. 6:13). It is thus linked with covenant; a covenant initiates or seals it (Josh. 9:15; Ezek. 34:25). In Ezekiel it is God who makes the covenant that results in peace, so that the term can finally express the relationship between God and his people (cf. Is. 54:10). 117 Von Rad mengakui bahwa pengertian syalom sangat luas mengenai kesejahteraan, yaitu bisa digunakan untuk kebaikan, 115
Tim Pustaka Pheonix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Media Pustaka Pheonix, 2009), 170. Paul Procter, Longman Dictionary of Contemporary English (New York: Longman Group Ltd., 1978); Perry B. Yoder, Syalom: The Bible’s Word for Salvation, Justice and Peace (Newton, Kan.: Faith & Life Press, 1987), 13. 117 Rad, “Syalom in the Old Testament,” 207. 116
29
Misi Syalom
kesehatan, kemakmuran suatu bangsa, persahabatan, persekutuan antara bangsa (1 Raj. 5:26) atau antara individu dan persekutuan antara Allah dan umat-Nya (Yes. 54:10). Siahaan setuju dengan Rad dengan mengatakan bahwa syalom mencakup seluruh kepribadian seseorang, baik jasmani maupun rohani. 118
B. Konsep dan Makna Syalom dalam Sejarah Perjanjian Lama Bagian ini akan membahas konsep dan makna syalom dari kaca mata sejarah berdasarkan Perjanjian Lama. Dengan demikian akan semakin jelas makna yang terdalam dari syalom sejalan dengan situasi yang dialami bangsa Israel, termasuk peristiwa pembuangan ke Babel. Penentuan waktu kronologis sejarah dalam Alkitab Perjanjian Lama tidak mudah untuk dipastikan. 119 Tidak mengherankan jika pokok ini tetap menimbulkan pertentangan di kalangan para ahli Perjanjian Lama. 120 Ada yang menyusun kronologi sejarah Perjanjian Lama dimulai dengan panggilan Allah kepada Abraham dengan alasan
118
Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 14. Ada beberapa faktor yang saling berkaitan yang menyebabkan sulitnya merekonstruksi sejarah Israel dalam Perjanjian Lama, antara lain: (1) Urutan kanon Alkitab yang tidak disusun secara kronologis. Masalah ini menjadi semakin rumit karena pentarikhan beberapa kitab sampai sekarang masih diperdebatkan. Yakub Tri Handoko, “Pengantar Perjanjian Lama: Sejarah Bangsa Israel” dalam www.gkri-exodus.org/image-upload/BIBPPL1_02_Sejarah.pdf; (2) Berkaitan dengan hakekat dari kitab-kitab Perjanjian Lama. Harrison dengan tepat menyatakan bahwa Alkitab bukan dirancang terutama sebagai buku pegangan sejarah atau budaya, sehingga Alkitab tidak bisa memberikan pola kronologi yang konsisten dan detil sebagaimana dipahami oleh pikiran modern. Para penulis Alkitab lebih menekankan apa yang dilakukan Allah dalam sejarah daripada rentetan sejarah itu sendiri. Dengan kata lain, perhatian utama penulis adalah pada aktor di balik sejarah, yaitu Allah, bukan pada panggung sejarahnya. R.K. Harrison, Introduction to the Old Testament (Grand Rapids: Wm.B. Eerdmans Publishing House, 1969), 152; Cara penulis Perjanjian Lama memberikan rujukan waktu pada peristiwa yang mereka catat juga menjadi faktor lain yang menyulitkan untuk merekonstruksi sejarah bangsa Israel secara detil dari sisi waktu. Penulis Perjanjian Lama memiliki kebiasaan yang berbeda dengan orang modern pada waktu menjelaskan kapan suatu peristiwa terjadi. Sebagai contoh, sejarah berdasarkan peristiwa alam tertentu yang bagi pembaca kuno sudah jelas, tetapi bagi pembaca modern merupakan sebuah teka-teki, misalnya gempa bumi (Am. 1:1; Za. 14:5). Alfred J. Hoerth, Archaeology & the Old Testament (Grand Rapids: Baker Publishing Group, 2009), 57; Harrison, Introduction to the Old Testament, 152-153. 120 Andrew E. Hill dan John H. walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2001), 43. 119
30
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
bahwa peristiwa tersebut merupakan zaman permulaan sejarah. 121 Alasan lain ialah bahwa dalam Kejadian 12 ditemukan permulaan dari serangkaian cerita yang saling berhubungan satu sama lain. Sedangkan pasal-pasal pertama dari kitab Kejadian berisikan ceritacerita kuno (mitos) tentang asal-usul dan hubungan antara suku-suku dan bangsa bangsa-bangsa lain yang tidak berhubungan satu sama lainnya. 122 Tetapi teori ini ditolak oleh Joseph P. Free dan Howard F. Vos. Mereka mengatakan: Orang mungkin akan berteori mengenai asal-usul dunia, tetapi Allah telah memberikan jawaban abadi untuk pertanyaan ini pada ayat pembukaan di Alkitab, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej. 1:1). Ayat ini menjawab teori dan penjelasan yang tidak berdasarkan Kitab Suci mengenai penciptaan atau asal mula dunia. Juga menjawab atheism, yang menganggap bahwa tidak ada Allah, dengan cara menyatakan keberadaan dan karya Allah. Ayat ini menjawab aqnostisisme, yang menandaskan bahwa kita tidak mungkin mengetahui bagaimana segala sesuatu mulai, dengan menyatakan bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu. Ayat ini menjawab politeisme yang beranggapan bahwa ada banyak allah, dengan menyatakan bahwa Allah adalah Pencipta, bukan banyak allah. 123 Ahli yang lain menyusun kronologi sejarah Perjanjian Lama dimulai dari kisah penciptaan sampai pemanggilan Abraham. 124 H.I. Hester mengatakan: 121
Misalnya, menurut David F. Hinson, sejarah Israel dalam Alkitab meliputi: periode bapa leluhur, periode keluaran, periode hakim-hakim, periode kerajaan, periode pembuangan dan sesudah pembuangan. David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, terj. M.Th. Mawene (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 30 dst. 122 Ibid. 123 Joseph P. Free dan Howard F. Vos, Arkeologi dan Sejarah Alkitab (Malang: Gandum Mas, 1992), 14. 124 Misalnya, menurut P.E. Burroughs, sejarah orang Ibrani meliputi: periode kejadian sampai Abraham, periode bapa leluhur, pembebasan dari Mesir, periode Hakim-hakim, periode kerajaan, periode pembuangan dan sesudah pembuangan. P.E. Burroughs, Ikhtisar Sejarah Alkitab, terj. Linda Gani (Bandung: Lembaga Literatur
31
Misi Syalom
There are seven periods of Old Testament history. The first of these is known as the Period of Beginnings. It starts with the creation of the world and extends to the time of Abraham 1900-180o B.c. The records of this period include the accounts of the creation of all things; the first family; the Temptation and Fall of man; the experiences of Cain, Abel and Seth; the work of Noah; and the tower of Babel. 125 Pandangan Hester menunjukkan bahwa periode sejarah Alkitab Perjanjian Lama dimulai dari kisah penciptaan dunia sampai masa pemanggilan Abraham. Juga termasuk dalam periode ini ialah pencobaan dan kejatuhan manusia ke dalam dosa, Kain dan Habel, Nuh dan menara Babel. Alasan Hester ialah bahwa periode ini merupakan permulaan dari alam semesta, umat manusia, dosa dan akibatnya, rencana penebusan, keluarga dan Sabat.126 Menurut penulis, pendapat Hester lebih logis karena sejarah Alkitab Perjanjian Lama bukanlah terutama catatan tentang manusia (termasuk Israel) yang mencari Allah, melainkan lebih merupakan catatan tentang penyataan Allah kepada manusia. 127 Kalau agamaagama lain di sekitar Israel merupakan usaha manusia mencari dewadewa, maka Alkitab adalah penyataan Allah sendiri kepada manusia, yang memberi tahu bagaimana dari awal zaman Allah telah berfirman kepada Adam dan Hawa di Taman Eden dan memanggil Abraham, membebaskan dan menuntun umat-Nya dari Mesir ke Kanaan,
Baptis, 1979), 11-15; Pentarikhan yang hampir sama juga dibuat oleh Andrew E. Hill dan John H. Walton, yaitu: periode Mesopotamia sampai periode leluhur, periode bapa leluhur, periode Mesir sampai keluaran, periode para hakim, periode kerajaan, periode pembuangan dan sesudah pembuangan. Andrew E. Hill dan John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, 44-65. 125 H.I. Hester, The Heart of Hebrew History: A Study of the Old Testament (Nashville: Broadman Press, 1962), 67. 126 Ibid., 68. 127 Free dan Vos, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, 14.
32
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
berbicara melalui para nabi, dan akhirnya memberikan penyataan tertinggi di dalam Anak-Nya, Yesus Kristus. 128 Berdasarkan pertimbangan para ahli di atas, maka pembahasan tentang konsep dan makna syalom dalam sejarah Perjanjian Lama meliputi: periode kejadian sampai bapa leluhur, periode keluaran, periode hakim-hakim, periode kerajaan, periode pembuangan, dan periode sesudah pembuangan.
Periode Kejadian sampai Bapa Leluhur Periode ini meliputi seluruh Kitab Kejadian (ps. 1-50).129 Kata syalom muncul beberapa kali dalam periode ini, misalnya dalam Kejadian 15:15, yang mengatakan, “Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu.” Dalam Alkitab Terjemahan Baru (TB), kata ~Al+v' (šālồm) di sini diterjemahkan dengan “sejahtera.”
130
Sedangkan Alkitab terjemahan bahasa Inggris pada umumnya menerjemahkannya dengan peace (damai).
131
Dengan demikian
syalom di sini bisa berarti kesejahteraan atau kedamain. Bahkan E.A. Spesier mengatakan: But Heb. šālồm seldom means “peace” in usual sense of the term; the emphasis is rather on security, satisfaction, or fulfillment; in other words, here "in peace of mind, untroubled." This special nuance is underscored in the next clause, a happy old age. The opposite connotation is unambiguously conveyed 128
Ibid., 15. Hester, The Heart of Hebrew History: A Study of the Old Testament, 68; Free dan Vos, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, 25 dst. 130 Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkannya “dengan tenang.” 131 Alkitab terjemahan bahasa Inggris dimaksud, antara lain: King James Version (KJV), New International Version (NIV) dan Revised Standard Version (RSV). 129
33
Misi Syalom
by the phrase "to send one's old age (literally 'white hair/head') down to Sheol in grief," cf. xlii 38, xliv 29, 31. Accordingly, the present expression is qualitative rather than quantitative. 132 Bagi Spesier, janji syalom kepada Abraham lebih menekankan keamanan, kepuasan atau kepenuhan, ketenangan pikiran atau tidak gelisah, dan bahkan umur panjang. 133 Jadi, syalom berarti bahwa Abraham akan meninggal dunia setelah menempuh hidup yang penuh arti, yakni hidup secara kualitatif dan bukan kuatitatif. Healey juga mempertentangkan syalom (damai) di sini dengan kegelisahan atau ketidaktenangan. Healey mengatakan: You shall go to your fathers in peace" (Gen. 15:15) is a promise to Abraham; this peace is contrasted to disquiet. The peace of the blessed rest overcomes the natural anxiety about death and the afterlife. These usages of šālồm are "secular" or "profane," in contrast to the theological understanding of šālồm.134 Dengan pendapat Healey menunjukkan bahwa syalom adalah sebuah konsep sekuler atau profan. Dalam teks ini, syalom atau damai berarti mengatasi perasaan cemas terhadap kematian dan kehidupan akhirat. 135 E.M. Good setuju dengan konsep sekuler atau profan dari syalom (perdamaian) dalam teks Kejadian 15:15. Good mengatakan: “The distinction between secular and religious peace is made only for analytic purposes. In the OT, peace of any kind is a wholeness 132
E.A. Spesier, The Anchor Bible: Genesis (New York: Doubleday & Company, 1964), 113. John J. Davis juga berpendapat bahwa syalom dalam Kejadian 15:15 mengandung makna panjang umur. John J. Davis, Eksposisi Kitab kejadian: Suatu Telaah (Malang: Gandum Mas, 2001), 200; lihat juga Ismail, Selamat Sejahtera (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 4-5. 134 Healey, “Peace: Old Testament”, 206. 135 Di Israel kuno, orang-orang sangat cemas dan takut ketika seseorang meninggal pada usia muda dan tanpa anak. Lloyd R. Bailey, Biblical Perspectives on Death (Overtures to Biblical Theology) (Philadelphia: Fortress Press, 1979), 30. 133
34
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
determined and given by God. What is here called peace is the wholeness of men in their social and individual existence”. 136 Bagi Good, pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara yang sekuler dan yang sakral dalam syalom. Sebab apa yang disebut syalom (perdamaian) sekuler adalah keutuhan manusia dalam eksistensi kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan individualnya. Jadi janji Allah bahwa Abraham akan meninggal dalam damai, setelah hidup yang penuh arti, adalah salah satu contoh perdamaian konsep sekuler. 137 Kehidupan pribadi Abraham yang damai sinonim dengan kehidupannya yang baik. 138 Abraham yang diakui terpanggil dan terpilih oleh Allah menjadi nenek-moyang bangsanya, senantiasa tetap berusaha menjadi contoh bagi orang lain dalam proses perjalanan hidup. Abraham selalu mencegah perselisihan dengan setiap orang, suku, bangsa yang dijumpainya di dalam perjalannya menuruti perintah Allah.139 Kata syalom juga muncul dalam Kejadian 26:26-31. 140 Pada bagian ini dijelaskan tentang hubungan perjanjian damai antara Abimelekh, raja Filistin, dengan Ishak setelah Ishak berada di tanah Filistin. Harold G. Stigers mengatakan: The visit of Abimelech with Phichol and Ahuzzah allays any fear that Abimelech will do anything against Isaac and presents positive assurance that it is the other way around, so that 136
Good, “Peace in the Old Testament”, 705. Contoh lain syalom konsep sekuler ialah Kejadian 43:27. Menurut J. Veitch, syalom adalah kata sekuler yang pada dasarnya berarti “keadaan baik,” “tidak kekurangan apa-apa,” “sehat walafiat” atau “aman dan sentosa.” Kata ini diucapkan bila bertemu dengan atau berpisah dari seseorang. J. Veitch, Tafsiran Alkitab: Tafsiran Nahum (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 33. 138 Good, “Peace in the Old Testament”, 705. 139 Lempp, Tafsiran Kejadian 12:4-25:18, 132. 140 Dalam Alkitab Terjemahan Baru (TB), kata ~Al+v'. (šālồm) dalam ayat 29 dan 31 diterjemahkan dengan “dengan damai.” BIS menerjemahkannya dengan “sebagai sahabat” (ay. 31). 137
35
Misi Syalom
Isaac might know that Yahweh was indeed blessing him. Though Isaac charges Abimelech with extreme dislike bordering on hatred, because he had sent Isaac out of a prosperous environment, Abimelech evades the charge of enmity and appeals to the lack of physical harm done to Isaac in reply to Isaac's charge of mischief done to him by the people. In all this Abimelech is avoiding any confession of responsibility in the matter while seeking to avoid any future retaliation by Isaac's descendants on him or his people. The feast was an affirmation of the treaty that neither would attempt to harm the other. 141 Pernyataan Stigers menunjukkan bahwa syalom di sini bermakna damai atau sejahtera secara jasmani. Menurut Stigers, kunjungan Abimelekh bertujuan untuk menghilangkan ketakutan bahwa Abimelekh akan melakukan perlawanan dalam bentuk apa pun terhadap Ishak, tetapi sebaliknya memberikan jaminan positif dan mengakaui bahwa Allah memang memberkati Ishak. Dalam kunjungan itu, Abimelekh juga memohon agar Ishak tidak melakukan kejahatan fisik sebagai tindakan balasan sama seperti yang dikalukannya kepada Ishak. Perjanjian kemudian diteguhkan melalui perjamuan bahwa tidak akan ada yang berbuat jahat terhadap satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, perjanjian syalom yang dilakukan oleh Abimelekh dengan Ishak juga mempunyai makna lain, yakni perjanjian damai di antara dua pihak (sebagai dua pribadi). 142 Menurut Leiter, sebagai akhir dari masa ketegangan antara Ishak dan 141
Harold G. Stigers, A Commentary on Gensis (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1976),
215. 142
Yune Sun Park, Tafsiran Kitab Kejadian (Batu: YPPII, 2002), 199. Ruddy Tindage juga menyebutnya sebagai perdamaian yang lebih bersifat personal. Tindage, 124.
36
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
orang Filistin, terjadilah pertukaran sumpah perdamaian di antara keduanya, sehingga meninggalkan satu sama lain dalam keadaan harmonis. 143 Kata syalom juga muncul dalam Kejadian 28:20-21, yang mengatakan: “Lalu bernazarlah Yakub: "Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku. 144 Perikop ini menjelaskan tentang nazar Yakub dalam doanya. Cuthbert A. Simpson mengatakan: First there is the expanding recognition of what God is: the Spirit of truth and holiness, and of deep-reaching as well as far-reaching mercy. He is the source from which comes indeed the answer to our everyday needs: life itself, sustenance and safety, daily bread, the materials for the clothes we wear, the houses we live in, the tools for an existence more abundant.145 Dalam doanya, pertama-tama Yakub mengakui bahwa Allah adalah Roh kebenaran dan Roh kekudusan serta Roh kemurahan. Allah adalah sumber segala kebutuhan sehari-hari: hidup itu sendiri, makanan atau minuman, pakaian, rumah dan berbagai kelengkapan hidup yang melimpah. Hal ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan dalam keutuhan sebagai tubuh dan jiwa. Allah adalah sumber segala kebutuhan, baik kebutuhan rohani maupun jasmani.146 Bahkan Yune Sun Park mengatakan bahwa hal yang harus dipelajari 143
Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 23. Kata ~Al+v'. (šālồm) diterjemahkan dengan “selamat.” 145 Cuthbert A. Simpson, “The Book of Genesis” in Interpreter’s Bible, vol. 1, ed. George Arthur Buttrick (New York: Abingdon Press, 1952), 694. 146 Ibid., 695; Park, Tafsiran Kitab Kejadian, 211. 144
37
Misi Syalom
dari perikop ini ialah bahwa Yakub bernazar dengan hal-hal yang praktis. Permintaan Yakub kepada Allah sangat sederhana dan praktis, yakni makanan dan pakaian, agar bisa kembali ke rumahnya. Demikianlah, iman Yakub di sini sangat praktis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa syalom (selamat) dalam perikop ini juga berarti keselamatan secara jasmani, yakni menyangkut kebutuhan hidup yang sangat sederhana dan praktis. Pada periode ini, syalom sebagai konsep sakral atau rohani nampak dalam Kejadian 41:16: “Yusuf menyahut Firaun: ‘Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah juga yang akan memberitakan kesejahteraan kepada tuanku Firaun.’” 147 Perikop ini berisi jawaban Yusuf yang sangat sederhana dan rendah hati terhadap permintaan Firaun untuk menafsirkan mimpinya. Matthew Henry menjelaskan jawaban itu sebagai berikut: (1) He gives honour to God. “It is not in me, God must give it.” Note, Great gifts appear most graceful and illustrious when those that have them use them humbly, and take not the praise of them to themselves, but give it to God. To such God gives more grace. (2) He shows respect to Pharaoh, and hearty goodwill to him and his government, in supposing that the interpretation would be an answer of peace. Note, Those that consult God’s oracles may expect an answer of peace. If Joseph be made the interpreter, hope the best.148 Jawaban Yusuf terhadap permintaan Firaun menunjukkan dua hal, yaitu (1) dengan ungkapan “Bukan sekali-kali aku, melainkan Allah juga yang akan memberitakan kesejahteraan kepada tuanku Kata ~Al+v'. (šālồm) diterjemahkan dengan “kesejahteraan.” Matthew Henry, Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible, vol. 1 (New York: Fleming H. Revell Company, n.d.), 228. 147 148
38
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Firaun" berarti Yusuf menghormati Allah, dan (2) Yusuf juga mengharomati Firaun dan pemerintahannya serta yakin bahwa jawaban penafsiran mimpi adalah damai sejahtera bagi Firaun. Pendapat lain dikemukakan oleh Simpson bahwa perikop ini merupakan karakter keseluruhan Kitab Kejadian. Selengkapnya Simpson mengatakan: How characteristic of the whole book of Genesis are the words of this sentence: It is not in me: God shall give Pharaoh an answer of peace! Non nobis, Domine! The O.T. writers understood the dignity that could belong to a man, but always that dignity was derived. It was not in anything that a man could boast about as his own endowments. It was in the fact that he could be an instrument in the hands of God. Conspicuously that was true of Joseph, both in what happened to him and in his own awareness. He was not depending now on his own cleverness. He would use all the discernment he had, but it was God who must direct it and illumine it. Not he, but God, would give Pharaoh his answer; and because the answer would come from God, it could turn Pharaoh's perplexity into peace. 149 Pendapat Simpson
menunjukkan bahwa sumber syalom
(kesejahteraan) adalah Allah. Karena itu, yang akan memberi kesejahteraan kepada Firaun adalah Allah, dan bukan Yusuf. Penafsiran mimpi bukan tergantung pada kepintaran Yusuf melainkan bergantung pada petunjuk Allah semata. Dalam hal ini, Yusuf hanyalah alat di tangan Tuhan. Allah sendiri yang akan memberi jawaban tentang mimpi Firaun, dan yang dapat merubah kebingungan Firaun menjadi kesejahteraannya.
149
Simpson, “The Book of Genesis”, 775.
39
Misi Syalom
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa syalom dalam perikop ini adalah karunia Allah yang mencakup keutuhan hubungan, baik hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Inilah yang disebut Good dengan perdamaian yang berhubungan dengan agama. 150 Di samping contoh-contoh yang dikemukakan di atas, makna syalom dalam keutuhan hubungan juga nampak dalam karya penciptaan Allah. Healey mengatakan: The theological implications are clear enough. Creation is depicted as an act of divine completion. "On the sixth day God completed all the work he had been doing" (Gen 2:2). "And God saw all that he had made and it was very good" (Gen 1:31). The order of the cosmos created harmony and peace. Justice, righteousness, and peace are all present in this "original state." The parable of Adam and Eve is one in which sin is unknown and even "good and evil" are unknown. The depiction of the dissolution of paradise in J's narrative leads from the serpent's wiles to the murder of Abel, the Flood, and the division of the peoples of the earth. In brief, creation, once completed, is now fractured and scattered, disunited and without peace.151 Menurut Healey, penciptaan adalah karya yang sungguh amat baik dan komplet (Kej. 1:31; 2:2). Tata tertib alam semesta menciptakan keharmonisan dan kedamaian. Keadilan, kebenaran dan perdamaian merupakan suasana yang sudah ada sejak semula. Adam dan Hawa tidak mengenal dosa dan bahkan baik dan jahat mereka tidak ketahui. Tetapi tipu muslihat ular telah menyebabkan taman firdaus disharmoni. Ciptaan yang semula komplet, sekarang terceraiberai dan tanpa kedamaian. 150 151
Good, “Peace in the Old Testament”, 705. Healey, “Peace: Old Testament”, 206, 207.
40
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Dari
contoh-contoh
yang
dikemukakan
di
atas
dapat
disimpulkan bahwa konsep dan makna syalom pada periode kejadian sampai bapa leluhur adalah sebagai berikut: Pertama, konsep syalom tidak hanya mencakup yang sakral atau bersifat keagamaan, tetapi juga mencakup yang profan atau bersifat sekuler. Disebut sakral karena sumber syalom adalah Allah sendiri. Disebut sekuler karena syalom juga mencakup keutuhan hubungan dalam kehidupan sehari-hari, baik hubungan terhadap sesama maupun alam semesta. Kedua,
makna
syalom
adalah
holistis,
mencakup
baik
kesejahteraan rohani maupun jasmani yang Allah berikan kepada manusia. Kesejahteraan rohani mencakup kekuatan dan keamanan seseorang. Sedangkan kesejahteraan jasmani mencakup kesehatan dan kemakmuran. Cook juga mengatakan bahwa, “tak ada pemisahan antara kedamaian batin dan kedamaian lahir atau kemakmuran materi dan rohani, kesejahteraan mencakup semua ini.” 152 Ketiga, syalom (damai) adalah alat untuk mencegah perselisihan di antara dua atau lebih kelompok, baik perorangan maupun secara kolektif. Dengan kata lain, damai pada periode ini lebih bersifat personal (Kej. 26:26-31). Keempat, syalom bermakna keutuhan ciptaan. Seluruh ciptaan adalah karya Allah yang sungguh amat baik dan komplet (Kej. 1:31; 2:2). Seluruh ciptaan diciptakan Allah dalam syalom, yakni dalam keharmonisan dan kedamaian. 152
David E. Cook, Wholeness: Living the Fullness of God (United Kingdom: Pickering and Inglis,
1984), 14.
41
Misi Syalom
Periode Keluaran sampai Penaklukan Periode ini meliputi peristiwa-peristiwa mulai dari pengutusan Musa sampai dengan perebutan tanah Kanaan. Peristiwa-peristiwa inilah yang dijelaskan dalam Kitab Keluaran – Yosua. 153 Meskipun banyak kata syalom yang muncul kitab-kitab ini, namun penulis akan membahas hanya beberapa perikop saja, misalnya dalam Keluaran 4:18, yang mengatakan: “Lalu Musa kembali kepada mertuanya Yitro serta berkata kepadanya: ‘Izinkanlah kiranya aku kembali kepada saudara-saudaraku, yang ada di Mesir, untuk melihat apakah mereka masih hidup’. Yitro berkata kepada Musa: ‘Pergilah dengan selamat’”. Perikop ini menjelaskan tentang tentang permohonan Musa kepada Yitro, mertuanya, untuk kembali kepada saudara-saudaranya yang di Mesir. Yitro menyetujui permohonan Musa dengan berkata: Pergilah dengan selamat. 154 Kata “selamat” dalam ayat ini adalah syalom, yang berarti keselamatan, keadaan baik, bahagia dan ketenangan. 155 Menurut Siahaan, Musa mendapat tugas utama sebagai utusan Allah untuk melepaskan umat Israel dari penderitaan perbudakan di Mesir. Tujuannya agar umat Israel memperoleh rasa puas dan senang (Kel. 18:23), 156 yang berarti: agar umat Israel yang tadinya tersiksa, menderita, memperoleh perasaan aman, berkekurangan sesuatu apa pun. 153
Hester, The Heart of Hebrew History: A Study of the Old Testament, 65-107; Free dan Vos, Arkeologi dan Sejarah Alkitab, 25-108. 154 H. Rosin, Tafsiran Alkitab: Keluaran Pasal 1-15:21 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 65. 155 Walter C. Kaiser, “Exodus” in Zondervan NIV Bible Commentary, eds. Kenneth L. Barker & John Kohlenberger III (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, n.d.), bahan elektronik Pradis; Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 46. 156 Ungkapan “dengan puas senang” juga merupakan terjemahan dari kata ~Al)v' (šālồm).
42
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Di sini syalom kembali dihubungkan dengan situasi jasmani umat Israel yang menderita dan tersiksa di Mesir. Sekaligus syalom yang dilukiskan di sini juga merupakan suatu pengharapan masa depan yang cerah. 157 Kata
syalom
juga
muncul
dalam Imamat
26:6,
yang
mengatakan: “Dan Aku akan memberi damai sejahtera di dalam negeri itu, sehingga kamu akan berbaring dengan tidak dikejutkan oleh apapun; Aku akan melenyapkan binatang buas dari negeri itu, dan pedang tidak akan melintas di negerimu”. Ayat ini menunjuk kepada keadaan aman dalam negeri. F. Duane Lindsey mengatakan, “Divine proctection from both savage beasts and the sword (invading armies) would result in peace without fear, a plentiful harvest, and divine blessing in fulfillment of the Abrahamic Covenant” (bnd. Kej. 17:7-8). 158 Perlindungan Allah dari berbagai binatang buas dan pedang musuh akan mendatangkan damai sejahtera tanpa ketakutan dalam negeri, panen akan berlimpah, dan pemenuhan berkat sebagaimana dijanjikian Allah kepada Abraham (bnd. Kej. 17:7-8). Jadi syalom di sini menunjuk kepada keamanan negeri. Tidak akan ada bahaya dari orang-orang fasik dan binatang buas. 159 Menurut Siahaan, syalom di sini mengandung arti yang sangat dalam, di mana (1) Tuhan Allah 157
Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 46.
158 F. Duane Lindsey, “Leviticus” in The Bible Knowledge Commentary, eds. John F. Walvoord and Roy B. Zuck (New York: SP Publications, 1986), 212. 159 Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Imamat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 353; Keil and Delitzsch menjelaskan bahwa damai sejahtera dalam Imamat 26:6 berkaitan dengan: tidak ada perang, tidak ada bahaya dari binatang buas dan dari bangsa-bangsa lain. Keil and Delitzsch, Commentaries on the Old Testament: Pentateuch, vol. II (Michigan: Eerdmans Publishing Company, 1949), 470; lih. juga Klaus Koch, The Growth of the Biblical Tradition: The Form Critical Method (New York: Abingdom Press, 1969), 120.
43
Misi Syalom
akan melimpahkan berkat-Nya kepada bangsa pilihan-Nya setelah mereka menduduki kembali negeri mereka, (2) Mereka akan diselamatkan Yahweh sendiri dan segala bentuk ancaman perang dan dan ancaman segala binatang buas, dan (3) Kalaupun tanpa Israel hidup diapit bangsa-bangsa yang tidak mengenal Yahweh, namun Yahweh akan “berperang” melawan musuh-musuh bangsa-Nya. 160 Dengan demikian, syalom mempunyai makna baru dalam periode ini, yaitu makna politis. Mauser mengatakan bahwa syalom juga diekspresikan dalam lingkup politik, seperti keamanan negeri (Im. 26:6). Menurutnya, Imamat 26:6 menekankan bahwa Allah akan setia kepada janji-Nya untuk memberi keamanan negeri: memiliki tanah perjanjian Kanaan dalam keadaan damai sejahtera. 161 Kata syalom juga muncul dalam ucapan berkat kepada umat Israel melalui perantaraan imam Harun dan anak-anaknya (Bil. 6:2426). Bilangan 6:24-26 mengatakan, “TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajahNya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera”. Dalam perikop itu, syalom kembali berarti “damai sejahtera.” John Marsh mengatakan: Yahweh's blessing consisted, in the thought of the time, in material things as well as spiritual (see Deut. 28:1-14; etc.), and the thought conveyed here would naturally be that of plentiful crops, fruitful herds, seasonable weather, and military victory. With such things Yahweh will bless his people. That Yahweh should keep them meant that he would keep them from bad 160 161
Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 48. Mauser, The Gospel of Peace: A Scriptural Message for Today’s World, 16.
44
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
harvests, barren herds, inclement weather, and defeat in battle. The divine providence would fully protect them. A shining face was the mark of pleasure, and when it was turned upon another person it betokened favor toward him (Pss. 31:16; 80:3, 7, 19). To lift up the face or countenance is an expression that, used of men, implies that no action has been done that could break the bonds of friendship between one man and another or between man and God (II Sam. 2:22; Job 22:26) . That this is the permanent attitude of God to his people is the ground of the peace he gives them. Peace is the characteristic Jewish blessing, and the word came to be the common form of greeting. It is more than mere absence of discord, expressing rather the positive well-being and security of a man whose mind is stayed on God.162 Pendapat Marsh menunjukkan bahwa damai sejahtera (syalom) mencakup berkat-berkat jasmani dan rohani (Ul. 28:1-4), yang meliputi: hasil panen, hasil ternak, cuaca yang baik dan kemenangan dalam peperangan melawan musuh. Dengan berbagai cara Allah sepenuhnya akan memberkati dan melindungi umat-Nya. Berkat damai sejahtera yang diberikan kepada umat-Nya adalah bukti bahwa ada persekutuan yang permanen antara Allah dengan mereka. Perdamaian ini kemudian menjadi suatu kekhususan dalam berkat di tradisi Yahudi dan umumnya menjadi kata salam (greetings). Jadi, damai sejahtera di sini melebihi ketiadaan perselisihan semata. Damai sejahtera adalah ekspresi kesejahteraan dan keamanan dalam hubungannya dengan Allah. Perikop di atas pertama-tama mau menekankan bahwa subyek syalom (damai sejahtera) adalah Allah sendiri. Selanjutnya syalom dikaitkan dengan berkat Allah kepada umat Israel yang meliputi tiga 162
Marsh, “The Book of Numbers”, 174.
45
Misi Syalom
aspek. Pertama, Allah selalu berkenan memberikan berkat-Nya kepada umat-Nya, asal Dia selalu diminta dan diundang untuk itu. Kedua, wajah Allah yang diarahkan kepada umat-Nya akan menjadi berkat dan damai sejahtera bangsa Israel (bnd. Mzm. 31 : 17). Ketiga, diingatkan agar bangsa Israel tetap mengaku, bahwa Allah adalah sumber segala berkat jasmani dan rohani dari syalom. 163 Syalom juga muncul dalam Ulangan 23:6: “Selama engkau hidup,
janganlah
engkau
mengikhtiarkan
kesejahteraan
dan
kebahagiaan mereka sampai selama-lamanya.” Di sini syalom diterjemahkan
dengan
“kesejahteraan.”
Menurut
I.J.
Cairns,
pemakaian syalom di sini lebih menunjuk kepada arti dasarnya, yaitu “utuh,” lengkap,” bulat,” atau “selesai.” Keadaan sejahtera ialah keadaan yang ditandai oleh keseimbangan, harmoni, dan yang tanpa kekurangan apa-apa.
164
Kesejahteraan yang dimaksud di sini
menunjuk kepada kesejahteraan secara kolektif atau komunitas, seperti sebuah kota. Dalam arti negatif, Ulangan 23:6 menjelaskan agar orang tidak mengumumkan kesejahteraan dan kebahagiaan bangsa Amon atau Moab. 165 Dalam Ulangan 20:10 dan Yosua 9:15, perdamaian (syalom) dipertentangkan dengan perang, dan merupakan jalan terbaik untuk mengakhiri permusuhan. 166 Sebelumnya R. de Vaux sudah mencatat bahwa, “Peace in a political sense is not only the absence of war in a purely negative sense, but it includes the idea of friendly relations 163
Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 48. Cairns juga mencatat bahwa dengan menawarkan perdamaian berarti umat Israel dianjurkan agar menghindari pertumpahan darah, baik darah penduduk asli maupun darah umat Israel sendiri. I.J. Cairns, Tafsiran Alkitab: Ulangan Fasal 12 – 34 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), 165. 165 Leiter, Neglected Voices: Peace in the Old Testament, 26. 166 Healey, “Peace: Old Testament”, 206. 164
46
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
between two peoples (see Judg 4:17). 167 Pendapat Roland de Vaux menunjukkan bahwa syalom bermakna politis dan tidak hanya mencakup keadaan tanpa perang, tetapi juga mencakup hubunganhubungan persahabatan di antara dua bangsa. Cakupan hubungan persahabatan dalam syalom juga ditekankan oleh Marten H. Woudstra. Berdasarkan Yosua 9:15, Marten H. Woudstra mengatakan: This peace, indicating a harmonious relationship between two covenanting parties, accompanies a treaty relationship. The word may also be rendered "friendship" at this point. The other expression used to describe the new relationship between Gibeon and Israel is the familiar karat be rit , which is one of the terms used to describe the making of a covenant or treaty. This expression implies a relationship of subordination, with the prominent party imposing certain conditions on the other party (cf. 1 Sam. 11:1). Such action, however, is not explicit here. The chief concern of the narrative is to make clear that life was guaranteed by one party (Joshua) to the other (Gibeon).168 Penjelasan Woudstra menyatakan bahwa perdamaian di sini, yang menunjukkan hubungan harmonis antara dua pihak yang berjanji, menyatakan hubungan perjanjian. Dalam konteks ini, kata syalom juga dapat diterjemahkan dengan “persahabatan." Pokok utama perikop ini ialah untuk menjelaskan bahwa hidup dijamin oleh satu pihak, yakni Yosua dan pihak yang lain adalah Gibeon. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep dan makna syalom pada periode keluaran adalah sebagai berikut:
167
R. de Vaux, Ancient Israel: Its Life and Institution (New York: McGraw-Hill Book Company, 1965), 254. 168 Marten H. Woudstra, The Book of Joshua (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing House, 1981), 160.
47
Misi Syalom
Pertama, syalom tetap merupakan konsep keagamaan atau sakral dan konsep profan atau sekuler. Khusus konsep sekuler, syalom bukan lagi hanya menyangkut perdamaian dan kesejahteraan yang bersifat
personal,
tetapi
juga
menyangkut
perdamaian
dan
kesejahteraan dalam komunitas yang lebih besar seperti negara. Kedua, sama seperti periode kejadian sampai bapa leluhur, syalom tidak hanya mencakup damai sejahtera secara materi atau jasmani, tetapi juga damai sejahtera secara rohani. Dengan kata lain, syalom pada periode ini mencakup yang profan dan sakral, yang sekuler dan keagamaan. Menurut Claus Westermann, syalom mencakup banyak area kehidupan, yakni menunjuk kepada semua perbedaan-perbedaan dari segi-segi okayness yang merupakan hasil dari kehidupan komunitas yang baik. 169 Ketiga, syalom tidak lagi hanya bersifap personal, melainkan juga mencakup relasi yang lebih luas, yakni komunitas. 170 Ini secara umum lebih menunjuk kepada sebuah kemakmuran sebuah kelompok dari pada personal. 171 Ini berkaitan dengan kesejahteraan sebuah komunitas atau sebuah bangsa dalam menikmati kemakmuran.
Periode Hakim-hakim Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode ini dijelaskan dalam Kitab Hakim-Hakim dan Rut. Dalam Kitab Hakim-Hakim, kata syalom muncul beberapa kali, misalnya dalam Hakim-Hakim 6:23. 169
Westermann, “Peace (Syalom) in the Old Testament,” 23-24. Komunitas adalah sebuah kelompok masyarakat yang tinggal bersama sebagai sebuah unit sosial yang kecil dalam unit sosial yang besar dan mempunyai ketertarikan, kerja yang hampir sama. Michael E. Agnes, Webster’s New World Dictionary, 1994:282. 171 Rad, “Syalom in the Old Testament,” 402. 170
48
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Tuhan berfirman kepada Gideon: “Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati.” Menurut F. Duane Lindsey, ayat ini merupakan jawaban Tuhan terhadap ketakutan Gideon yang luar biasa. Gideon takut bahwa kematian akan segera menimpa dirinya karena telah bertemu muka dengan Allah. 172 Tetapi jawaban Tuhan memberi jaminan kesejahteraan bagi Gideon dengan mengatakan, “Selamatlah engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati.” Herbert Wolf mengatakan: “Gideon was quickly assured that he would live, since the Lord promised him "peace" (GK H8934) and well-being. This peace included not only his personal welfare but also the restoration of Israel's freedom and prosperity. Gratefully, Gideon built an altar to commemorate the Lord's promise”. 173 Menurut Wolf, Gideon cepat diyakinkan bahwa dirinya akan tetap hidup karena Allah menjanjikannya kedamaian dan kesejahteraan. Kedamaian ini tidak hanya mencakup kesejahteraan pribadi Gideon, tetapi juga mencakup pemulihan kebebasan dan kemakmuran Israel. Sebagai ungkapan syukur, Gideon membangun mezbah untuk mengenang janji Allah. Dalam perikop ini, syalom lebih menunjuk kepada kesejahteraan rohani. Kesejahteraan rohani yang mencakup kekuatan dan keamanan seseorang merupakan perhatian Allah. Karena itu, ungkapan "Tenanglah! Jangan takut. Engkau tidak akan mati” merupakan kata-
172 F. Duane Lindsey, “Judges” in The Bible Knowledge Commentary, eds. John F. Walvoord and Roy B. Zuck (New York: SP Publications, 1986), 392; Juga menurut Jacob M. Myers, sesungguhnya, pengalaman Gideon menggambarkan bahwa spirit setiap orang percaya silih berganti di antara dua perbedaan yang sangat besar – tidak layak menghampiri kekudusan Allah, dan jaminan bahwa kesempurnaan jiwa ialah menghampiri hadirat Allah. Jacob M. Myers, “The Book of Judges” in The Interpreter’s Bible, vol. 2, ed. George Arthur Buttrick (New York: Abingdon Press, 1953), 734. 173 Herbert Wolf, “Judges” in Zondervan NIV Bible Commentary, eds. Kenneth L. Barker & John Kohlenberger III (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, n.d.), bahan elektronik Pradis.
49
Misi Syalom
kata perlindungan dan kekuatan yang Allah berikan kepada Gideon yang ketakutan setelah bertemu muka dengan malaikat. Syalom juga bermakna kesejahteraan jasmani. Ini nampak dalam Hakim-Hakim 18:5-6, yang mengatakan: “Kata mereka kepadanya: ‘Tanyakanlah kiranya kepada Allah, supaya kami ketahui apakah perjalanan yang kami tempuh ini akan berhasil’. Kata imam itu kepada mereka: ‘Pergilah dengan selamat! Perjalanan yang kamu tempuh itu dipandang baik oleh TUHAN’”.174
Menurut
Susan
Niditch, perikop ini menjelaskan tentang utusan suku Dan yang meminta petunjuk Tuhan sebelum berperang. Ini merupakan kebiasaan Israel dalam peperangan dan merupakan pokok keyakinan bahwa Allah mengendalikan peperangan manusia (bnd. Hak. 4:5, 8; 6:13). 175 Upaya utusan tersebut berhasil, karena dengan ungkapan “Pergilah dengan selamat! Perjalanan yang kamu tempuh itu dipandang baik oleh TUHAN" menunjukkan bahwa mereka akan menang atas musuh mereka. 176 Henry juga mengatakan: “Go in peace, you shall be safe, and may be easy, for before the Lord is your way,” that is, “he approves it” (as the Lord is said to know the way of the righteous with acceptation), “and therefore he will make it prosperous, his eye will be upon you for good, he will direct your way, and preserve your going out and coming in”. 177 Menurut Henry, jawaban imam Mikha di sini menyatakan bahwa Allah akan membuat 174 Armerding menerjemahkan syalom dalam perikop ini dengan “kesejahteraan, kesuksesan.” Carl Edwin Armerding, “Judges” in New International Bible Commentary, ed. F.F. Bruce (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1979), 335. 175 Susan Niditch, “Judges” in The Oxford Commentary, eds. John Barton and John Muddiman (New York: Oxford University Press, 2001), 188. 176 Wolf, “Judges,” bahan elektronik Pradis. 177 Matthew Henry, Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible, vol. 2 (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, n.d.), 989.
50
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
umat-Nya makmur, mata Tuhan akan senantiasa tertuju kepada umatNya demi kebaikan mereka, Allah akan menuntun perjalanan mereka, dan menjaga keluar masuk mereka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada periode Hakim-hakim syalom tidak hanya mencakup kesejahteraan rohani manusia, seperti kekuatan dan keamanan seseorang, tetapi juga kesejahteraan jasmani, seperti selamat atau terhindar dari ancaman bahaya dan kesejahteraan dalam kesuksesan berusaha.
Periode Raja-raja (Sebelum Pembuangan) Pada periode ini, syalom mengandung arti dan makna yang luas, karena para nabi menubuatkan syalom dalam berbagai bidang kehidupan bangsa Israel. Antara bidang yang satu bidang yang saling berkaitan dan bahkan tidak bisa dipisahkan. Contoh ialah pemilihan dua raja Israel, Saul dan Daud (1 Sam. 10:1; 16:1, 12, 13). Berdasakan 1 Samuel 10:1, C.F. Keil dan F. Delitzsch mengatakan: נחלתו, His (Jehovah's) possession was the nation of Israel, which Jehovah had acquired as the people of His own possession through their deliverance out of Egypt (Deu. 4:20; 9:26, etc.). Anointing with oil as a symbol of endowment with the Spirit of God; as the oil itself, by virtue of the strength which it gives to the vital spirits, was a symbol of the Spirit of God as the principle of divine and spiritual power (see at Lev. 8:12). Hitherto there had been no other anointing among the people of God than that of the priests and sanctuary (Exo. 30:23.; Lev. 8:10.). When Saul, therefore, was consecrated as king by anointing, the monarchy was inaugurated as a divine institution, standing on a par with the priesthood; through which henceforth the Lord would also bestow upon His people the gifts of His Spirit for the building up of His kingdom. As the priests were 51
Misi Syalom
consecrated by anointing to be the media of the ethical blessings of divine grace for Israel, so the king was consecrated by anointing to be the vehicle and medium of all the blessings of grace which the Lord, as the God-king, would confer upon His people through the institution of a civil government. Through this anointing, which was performed by Samuel under the direction of God, the king was set apart from the rest of the nation as “anointed of the Lord” (cf. 1Sa. 12:3, 1Sa. 12:5, etc.), and sanctified as the נגיד, i, i.e., its captain, its leader and commander.178 147F
Pengurapan dengan minyak merupakan simbol anugerah Roh Allah. Bahkan minyak itu sendiri adalah simbol Roh Allah sebagai dasar kuasa ilahi dan kuasa rohani (bnd. Im. 8:12). Di satu sisi, dengan pengurapan Saual sebagai raja berarti zaman kerajaan dianugerahkan sebagai institusi ilahi, di samping imam. Pada sisi lain, melalui pengurapan tersebut berarti Allah pun akan memberikan RohNya kepada umat-Nya bagi pembangunan kerjaan-Nya. Seperti imam diurapi untuk menjadi alat berkat Allah bagi umat Israel, raja pun diurapi untuk menjadi media semua bentuk berkat Allah. 179 Sebagai yang diurapi Allah, raja akan melakukan semua itu melalui lembaga pemerintahan sipil. Jadi pengurapan Saul oleh Samuel menunjukkan bahwa, raja sebagai yang diurapai Tuhan mempunyai peranan yang sangat berbeda dengan umatnya (bnd. 1 Sam. 12:3, 5). Pemilihan Saul menjadi raja atas Israel bukan dengan cara pemungutan suara, melainkan pilihan Allah semata melalui imam Samuel. Ini menunjukkan bahwa dua institusi sosial yang mengatur kehidupan umat Israel, agama dan politik, tidak bisa dipisahkan. 178
C.F. Keil and F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, CD-ROM, e-Sword Bible, versi 7.6.1, 2005. 179 Berkat Allah yang dimaksud di sini ialah syalom sebagaimana janji berkat dalam Bilangan 6:24-26.
52
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Institusi agama (imam dan nabi) dan politik (pemerintahan sipil, hakim, raja) secara mendalam saling berkaitan. Tujuan institusi politik dalam Perjanjian Lama ialah untuk membawa damai dan kemakmuran kepada masyarakat. Jacob Kremer mengatakan: “Following ancient oriental understanding, is the order established by the king in the name of God, which preserves the wellbeing and safety of the people . . . (it) is substantially linked to the just behavior of the kings and the people . . . the king, on behalf of God, can grant peace.
180
Untuk mencapai kedamaian, raja sebagai
pemimpin harus memperhatikan keadilan dan kebenaran. Nabi Yesaya menekankan: Sesungguhnya, seorang raja akan memerintah menurut kebenaran, dan pemimpin-pemimpin akan memimpin menurut keadilan. Di padang gurun selalu akan berlaku keadilan dan di kebun buah-buahan akan tetap ada kebenaran. Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selamalamanya. Bangsaku akan diam di tempat yang damai, di tempat tinggal yang tenteram di tempat peristirahatan yang aman (Yes. 32:1, 16-18). Perikop ini menyatakan bahwa di mana kebenaran dan keadilan dilakukan, maka akibatnya ialah adanya damai sejahtera (syalom). Widyapranawa mengatakan: Syalom itu adalah keadaan yang serasi antara Tuhan, sesama manusia dan alam semesta, bebas dari segala rasa takut, kuatir, kecewa atau rasa permusuhan dan kebencian (lih. 11:1-9; Yeh. 34:25 dst.; Am. 9:13-15). Syalom itu tidak hanya meliputi kehidupan lahiriah dan materi, melainkan juga meliputi 180
Jacob Kremer, “Peace-God’s Gift: Biblical-theological Considerations” in The Meaning of Peace: Biblical Studies, ed. Pery B. Yoder (Louisville, KY: Westminster, 1992), 135.
53
Misi Syalom
kehidupan batin spiritual manusia, sehingga sungguh-sungguh dapat merasakan ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan untuk selama-lamanya. 181 Syalom berhubungan dekat dengan dinamika sosial dan politik bangsa Israel.182 Ini kelihatan sekali dalam Kitab Yesaya yang sangat berkaitan dengan konteks sosial dan politik. 183 Syalom dan keadilan saling berkaitan. Nabi Yesaya melihat keadilan sosial sebagai hal yang sangat diperlukan, baik pada religious syalom dengan Allah maupun political syalom dalam masyarakat. 184 Ketika dalam institusi ini berjalan pada hubungan yang seharusnya, menurut perintah Allah, syalom akan muncul. Institusi agama, imam, nabi, akan nyata dalam harmoni ibadah dan kesadaran sosial dalam masyarakat ketika institusi tersebut berfungsi menurut hukum-hukum Allah. Dalam kenyataannya, Yesaya, Yeremia dan sebagian nabi menyuarakan akan hukum Allah atas ibadah yang tanpa kesadaran sosial. Keprihatinan sosial Yesaya “stretches from orphans and widows to government and international peace, from the poor to bloodshed to pollution” (Yes. 1:11, 15-17, 21-23; 2:3-4; 3:15; 5:7; 24:4-5). 185 Dalam arti yang khusus, nabi Yesaya menghubungkan syalom dengan ~Al)v-' rf; (Sar šālồm = “Raja Damai”) yang akan datang. Nabi Yesaya mengatakan: 181
S.H. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 1 – 39 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006), 241. 182
David S. Hill, Grace Presbyterian Church: Peacemaking for Individuals and Families Within the Local Church, Doctor of Ministry Dissertation (Fuller Theological Seminary, 1989), 44. 183 Paul L. Hammer, The Gift of Syalom: Bible Studies in Human Life and the Church (Philadelphia: United Church Press, 1976), 62. 184 Ibid. 185 Ibid., 65, 66.
54
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini (Yes. 9:5-6). Berdasarkan perikop ini, Edward J. Young menjelaskan jangkauan pemerintahan raja damai sebagai berikut: Restoring peace to the world He reigns in peace. War and oppression were the factors which in the first instance directed the prophet's eyes to the Messiah. How climactic and emphatic, then, is this name! This One is a Prince, and He seeks the greatness of His kingdom and of Himself not in war, as do ordinary rulers, but in peace. He establishes peace; He seeks it and pursues it. In active vigor He is the true David and in love of peace the real Solomon. As under David, so His kingdom will increase, and as under Solomon so will it prosper . . . Inasmuch as the peace to be established is eternal, it is clear that this peace includes more than a temporary cessation of hostilities among nations. The cessation of warfare in itself does not bring about a desired condition of existence. There must also be removed the cause of war, namely, human sin. When this cause of war is removed, then there can be true peace. For human sin to be removed, however, there must be a state of peace between God and man. Not only must man be at peace with God, but what is more important, God must be at peace with man. The enmity which had existed between God and man must be removed. It was human sin which had kept God at enmity with man. When that sin has been removed, then there can be peace, as the Apostle says, "Therefore being justified by faith, we have peace with God through our Lord Jesus Christ" (Rom. 5:1). The Prince of Peace is One who is the very embodiment of peace. He is the Prince who has 55
Misi Syalom
procured that peace. He procured it by removing the handwriting of ordinances that was against us and nailing it to His cross. 186 Penjelasan Young menunjukkan bahwa jangkauan pemerintahan Mesias, Raja Damai, meliputi seluruh dunia. Raja Damai menciptakan kebesaran kerajaan-Nya bukan dengan jalan perang seperti penguasapenguasa lainnya, melainkan dengan jalan damai. Dalam aktivitasnya, Raja Damai adalah Daud yang sebenarnya dan dalam kecintaannya terhadap perdamaian raja damai adalah Salomo yang sesungguhnya. Karena kerajaan dan pemerintahannya adalah perdamaian abadi, maka jelas bahwa perdamaian dalam pemerintahannya melebihi ketiadaan perang di antara bangsa-bangsa yang
sebenarnya
adalah
yang sifatnya sementara. Perang
menghilangkan
dosa
yang
telah
menyebabkan terjadinya permusuhan antara Allah dengan manusia dan manusia dengan sesamanya. Ketika dosa telah dihilangkan, maka akan ada perdamaian sejati. Jadi raja damai adalah perwujudan damai sejahtera itu sendiri. Pemerintahan Raja Damai tersebut tidak terbatas pada umat Israel sendiri, melainkan meliputi bangsa-bangsa lain di dunia. Di dalam Yesaya 2:2-4 diterangkan tentang kemuliaan Sion di tengah bangsa-bangsa, sebagai tempat kediaman Allah yang mengatasi semua bangsa-bangsa, pada akhir zaman. Bangsa-bangsa akan datang ke Sion dan menyembah Tuhan, Allah Yakub, yang akan memberi pengajaran tentang hukum-hukum-Nya untuk kehidupan, terutama di bidang ibadah dan etika. Dunia akan dibarui melalui penurutan dan 186
Edward J. Young, The Book of Isaiah, vol. 1 (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing House, 1970), 339, 340.
56
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
ibadah yang benar kepada Tuhan. Bangsa-bangsa akan merasa kecewa terhadap berhala dan dewa-dewa yang ternyata sia-sia belaka. 187 Selengkapnya Yesaya 2:2-4 mengatakan: Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, kata: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem." Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang. Sama seperti nabi Yesaya, nabi Yeremia pun menghubungkan syalom dengan keselamatan melalui kedatangan raja Mesias dari keturunan Daud. Yeremia menubuatkan bahwa akan datang waktunya di mana Tuhan akan mengadakan perjanjian Baru dengan Israel (Yer. 31). Perjanjian yang baru ini dirasa perlu oleh karena Israel telah memutuskan perjanjian di Sinai. 188 Untuk mengadakan perjanjian yang baru itu diperlukan tindakan khusus dari Allah (Yer. 31 : 33). Dalam hubungan ini, Yeremia menubuatkan kedatangan raja Mesias dari keturunan Daud. Masa depan Bangsa Israel tidak dapat dibayangkan tanpa Mesias dari keturunan Daud. Kerajaan Mesias itu akan ditandai dengan keadilan (jP'_v.mi – mišpāt) dan
187 188
96.
Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya: Pasal 1-39, 16. Bnd. H.W. Wolff, The Old Testament: A Guide to Its Writings (Philadelpia: Fortress Press, 1973),
57
Misi Syalom
kebenaran (hq'êd"C.‘ – sedāqā). Itulah sebabnya Mesias yang akan datang itu disebut “Tuhan keadilan kita” (Yer. 23:6).189 Di samping itu, syalom dalam Kitab Yeremia juga dihubungkan dengan nabi-nabi palsu yang menubuatkan syalom bagi kerajaan Yehuda yang sudah mulai goyang. Salah satu kecaman nabi Yeremia yang terkenal adalah, “Mereka mengobati luka umat-Ku dengan memandangnya ringan, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera” (Yer. 6:14; lih. juga Yer. 8:11). Kritik yang paling pedas terhadap nabi palsu terdapat dalam Yeremia 23. Dalam perikop ini dijelaskan bahwa bukan dalam perkataan saja mereka tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, melainkan kehidupan mereka pun sangat menyolok mata: mereka berzinah, suka berbohong, menjadi sekutu penjahat, bahkan di mata Tuhan mereka sudah menjadi seperti penduduk Sodom dan Gomora (Yer. 23:14). H. Rothlisberger mengemukakan dasar kecaman nabi Yeremia terhadap nabi-nabi palsu sebagai berikut: Mereka menyatakan sesuatu bukan berdasarkan apa yang dinyatakan Tuhan, melainkan berdasarkan suasana umum. Mereka memeriksa lebih dahulu apa yang mau didengar orang, lalu mengeluarkan nubuat yang menyenangkan hati pendengarnya. Oleh sebab itu, mereka digemari orang banyak 189
J.R. Dummelow mengatakan: “The coming king shall be a righteousness ruler, whose reign shall be market by absolute justice; He shall be called Jehovah-Tsidkenu (‘The Lord our righteousness’); and His name shall be sign that God will make His people righteous: cp. 33:16. Cp. Also ‘Immanuel’ (‘God with us’), Isa. 7:14; 8:10”. Bagi Dummelow, raja yang akan datang itu bukan hanya seorang penguasa kebenaran, yang akan memerintah dengan keadilan yang sesungguhnya, tetapi juga nama-Nya akan menjadi tanda bahwa Allah akan membuat umat-Nya menjadi orang-orang benar (bnd. Yer. 33:16). Juga nama-Nya menjadi tanda bahwa Allah beserta kita (Yes. 7:14; 8:10). J.R. Dummelow (ed.), Commentary on the Holy Bible (New York: Macmillan Publishing Company, 1936), 469; Mengenai pentingnya nama raja itu, “Tuhan keadilan kita,” Derek Kidner melihatnya dari dua segi. Pertama, karena artinya hampir sama dengan nama Zedekia (“kebenaran dari Tuhan”), yang menunjukkan kontras terhadap raja yang memerintah pada waktu itu, yang hidupnya sangat bertentangan dengan namanya. Kedua, nama itu sendiri berbicara tentang seseorang yang tidak hanya akan mencerminkan kebenaran Allah, tetapi sekaligus mewujudkan kebenaran itu untuk umat-Nya, sehingga kebenaran itu sungguh menjadi milik mereka. Kidner, Yeremia, 124.
58
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
dan dianggap sangat berguna, sehingga diberi upah dan hormat sesuai dengan pangkatnya. Sebaliknya, jika mereka tidak menerima cukup honorarium, maka mereka meramalkan perang dan siksaan kepada raja dan umat Israel.190 Dapat dimengerti jika nabi-nabi palsu menjadi lawan yang sangat berbahaya bagi nabi-nabi benar yang dipanggil Tuhan, karena mereka tidak hanya menyerang pribadi nabi-nabi benar, tetapi juga seolah-olah menghapus firman Tuhan dan menuduh nabi-nabi benar sebagai pengacau. Nabi-nabi palsu itu sangat berbahaya bagi bangsa Israel. Karena selain tidak memanggil mereka supaya bertobat, mereka malah turut melakukan segala dosa dan dalam pada itu menghiburkan
orang
jahat,
bernubuat
bahwa
Tuhan
akan
mengaruniakan sejahtera dan selamat kepada mereka (Yer. 23:21, 22).191 Nabi Yeremia menuding nabi-nabi palsu yang menubuatkan keselamatan bagi umat Israel, tetapi nyatanya tidak ada damai sejahtera. Ini menunjukkan betapa mahalnya harga yang harus dibayar disebabkan umat Israel berulang-ulang ditipu oleh politik damai yang palsu yang dinubuatkan oleh nabi-nabi palsu tentang keselamatan mereka. Gerhard von Rad mengatakan, “The problem with the false prophets is not that there is no true message of peace but that they construe peace as purely political, ignore the sins of the people, and thus fail to see or proclaim impending judgment”.192 Jadi, yang menjadi masalah dengan nabi-nabi palsu bukan karena tidak ada pesan benar tentang perdamaian melainkan karena mereka 190
H. Rothlisberger, Firman-Ku Seperti Api: Para Nabi Israel (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 82. Ibid., 83. 192 Rad, “Syalom in the Old Testament,” 208. 191
59
Misi Syalom
menyatakan perdamaian secara politis semata, mengabaikan dosadosa
umat
Tuhan,
dan
dengan
demikian
mereka
gagal
memproklamirkan penghakiman yang akan segera terjadi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makna syalom pada periode kerajaan adalah sebagai berikut: Pertama, syalom, yang mencakup segala bidang kehidupan (sosial, ekonomi, politik, agama), mendapat makna baru, yakni keadilan (jP'_v.mi – mišpāt) dan kebenaran (hq'êd"C.‘ – sedāqā). Bahkan syalom tidak bisa dipisahkan dengan keadilan dan kebenaran. Di mana ada keadilan dan kebenaran, maka di situ akan tumbuh syalom (damai sejahtera, ketenangan, ketentraman; bnd. Yes. 32:17). Kedua, syalom selalu dihubungkan dengan Raja Damai, raja adil, raja Mesias yang akan datang dari keturunan Daud. Raja Damai ini akan memberikan kedamaian dan memberi pengharapan masa eskatologis, 193 bukan hanya terhadap bangsa Israel, tetapi juga bangsabangsa lain dan bahkan seluruh ciptaan. Jadi dengan sendirinya bahwa pada hari terakhir itu sudah hadir syalom di dalam diri raja itu. Dialah utusan Tuhan di dunia ini untuk menyampaikan syalom. 194 Dialah yang bertindak atas nama Allah untuk masyarakat dan merupakan pemelihara perdamaian dalam kerajaan Mesias yang akan datang itu.
193
Secara Alkitabiah, istilah “eskatologi” dalam Perjanjian Lama berarti: (1) pengharapan kembalinya zaman firdaus (Yes. 11:6-9); (2) pengharapan perjanjian akan bangsa-bangsa yang berduyun-duyun ke rumah Allah (Yes. 2:2-3); (3) pengharapan akan seorang raja yang membawa damai pada akhir zaman Yes. 9:5-6; Za. 9:9-10). Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 22; Berkhof juga mengatakan bahwa nubuatan Perjanjian Lama hanya membedakan dua zaman, yaitu zaman ini dan zaman atau masa yang akan datang. Karena para nabi memandang kedatangan Mesias dan akhir dunia ini sebagai dua kejadian yang bersamaan, maka hari-hari terakhir adalah hari-hari yang segera mendahului kedatangan Mesias dan akhir dunia ini. Louis Berkhof, Teologi Sistematika, jilid 6, Yudha Thianto (Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1997), 11. 194 Widyapranawa menyatakan bahwa Putra yang akan lahir itu akan menjadi Pelepas dengan sifatsifat Allah dan yang akan mengerjakan keselamatan bagi manusia. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 1-39, 53.
60
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Ketiga, syalom berarti keselamatan, baik secara jasmani maupun secara rohani, secara fisik maupun secara spiritual.
Periode Pembuangan Sesudah kehancuran kerajaan Yehudah di antara tahun 597 SM dan 586 SM yang boleh dikatakan kehancuran total, terjadilah semacam resesi atau keredaan, di mana pengertian dan perjanjian syalom tiba-tiba menjadi unsur yang paling penting dalam pemberitaan para nabi zaman pembuangan. Von Rad mengatakan: The defeats of 597 and 586 B.C. resolve the conflict and open the door to the promise of true peace from God in the larger and fuller sense. Thus Jeremiah proclaims God's plans of welfare in 29:11 and Ezekiel announces God's covenant of peace in 34:25. As may be seen from Is. 48:18 and 54:13, more than political peace is now at issue, for peace is associated with righteousness. The term still embraces welfare and peace, but it has the more comprehensive implication of salvation in its total range and scope. 195 Menurut Von Rad, kekalahan yang dialami bangsa Israel tahun 597 dan 587 SM menyelesaikan konflik dan membuka pintu berlakunya janji perdamaian sejati dari Allah dalam arti lebih luas dan lebih menyeluruh. Demikianlah nabi Yeremia menyatakan rancanganrancangan damai sejahtera Allah dalam Yeremia 29:11 dan nabi Yehezkiel dengan perjanjian damai dari Allah dalam Yehezkiel 34:25. Sebagaimana dalam Yesaya 48:18 dan 54:13, isu perdamaian lebih dari pada perdamaian politis, karena perdamaian dikaitkan dengan kebenaran. 195
Istilah ini masih mencakup
Rad, “Syalom in the Old Testament,” 208.
kesejahteraan dan 61
Misi Syalom
perdamaian, tetapi memiliki implikasi yang lebih komprehensif tentang keselamatan. Sekarang Yeremia menubuatkan syalom kepada orang-orang Israel di pembuangan dengan kalimat yang manis dan menakjubkan bahwa Allah sudah mempunyai rencana syalom (keselamatan) dan bukan sebaliknya lagi. Yeremia 29:11 menyatakan, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikian firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan”. Berdasarkan ayat 11 itu, Adam Clarke menjelaskan beberapa ide perdamaian yang Allah berikan untuk dipahami oleh umat di pembuangan, yaitu: (1) That his love was moved towards them; (2) That he would perform his good word, his promises often repeated, to them; (3) That for the fulfillment of these they must pray, seek, and search; (4) That he would hearken, and they should find him; provided; and (5) They sought him with their whole heart, ver. 10-13. 196 Pendapat Clarke menunjukkan bahwa kasih Allah akan senantiasa tertuju kepada umat Israel, dan bahwa Allah akan menepati janji-Nya kepada mereka. Syaratnya ialah bahwa mereka harus bertobat dengan jalan memohon, mencari dan menemukan Allah dengan sepenuh hati. Di samping Yeremia, dalam nubuat-nubuatnya, nabi Yehezkiel juga menghubungakan syalom (keselamatan) dengan perjanjian Allah. Sebagai contoh adalah Yehezkiel 37:26-28, yang mengatakan: 196
Adam Clarke, Clarke’s Commentary: Isaiah - Malachi, vol. 4 (New York: Abingdon – Cokesbury Press, n.d.), 327.
62
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Aku akan mengadakan perjanjian damai dengan mereka, dan itu akan menjadi perjanjian yang kekal dengan mereka. Aku akan memberkati mereka dan membuat mereka banyak dan memberikan tempat kudus-Ku di tengah-tengah mereka untuk selama-lamanya. Tempat kediaman-Kupun akan ada pada mereka dan Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Maka bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Aku, TUHAN, menguduskan Israel, pada waktu tempat kudusKu berada di tengah-tengah mereka untuk selama-lamanya. Menurut Peter Wongso, bagian ini menjelaskan tentang perjanjian damai yang kekal bagi keturunan Daud berdasarkan janji Allah dengan Daud dalam 2 Samuel 7:12-14. Janji ini tidak menunjuk pada soal lokasi atau tempat tertentu saja, melainkan di tengah-tengah seluruh bangsa, dan orang Israel dikuduskan oleh Allah untuk menjadi saksi bagi Allah di tengah-tengah orang yang bukan Israel.197 Berbeda dengan Peter Wongso, J. Galambus lebih menekankan berkat penyatuan kembali kerajaan Israel dan Yehuda dan pertobatan mereka di hadapan Allah. Selengkapnya Galambush mengatakan: YHWH will not only restore the two kingdoms, but will rule over both. He will appoint David (that is, a descendant of the Davidic house) as 'shepherd', reigning over the reunited kingdom of Israel. The purified people will follow YHWH's laws and inhabit the land (v. 25). YHWH will establish an eternal covenant of peace with the people and will dwell in his sanctuary in their midst (v. 26). The oracle combines images from previous oracles of promise and then extends those promises still further: the appointment of David as 'shepherd' and the promise of the covenant of peace echo YHWH's promise of ch. 34. The cleansing of the people, who will then follow YHWH's laws, recalls 36:25-7 (and cf. 11:19-20) . . . YHWH's restoration, however, is primarily the restoration of his own 197
Peter Wongso, Tafsiran Kitab Yehezkiel (Malang: SAAT, 1998), 75.
63
Misi Syalom
kingdom, not Judah's, and he will reign over his entire land and his entire people. The final sign of YHWH's renewed sovereignty is the re-establishment of his sanctuary, the throneroom from which he will reign over the land. The promise of a new sanctuary looks forward to the vision of chs. 40-8, in which YHWH is at last re-enthroned forever over an obedient Israel. 198 Dari komentar Galambush jelas bahwa Allah tidak hanya akan menyatukan kembali dua kerajaan: Israel dan Yehuda, tetapi juga akan memerintah atas keduanya. Allah akan menunjuk seorang dari keturunan Daud untuk menjadi gembala yang berkuasa umat Israel bersatu. Orang-orang yang telah dikuduskan akan mengikuti hukumhukum Allah (Yeh. 36:25-27; bnd. 11:19-20) dan mendiami tanah pemberian Allah (ay. 25). Kemudian Allah akan mengadakan perjanjian damai yang kekal dengan mereka yang diam di temapt kudus Allah (ay. 26). 199 Jadi pemulihan itu meliputi seluruh wilayah kerajaan Allah, dan bukan hanya bagi Yehuda. Pemulihan itu akan ditandai dengan pendirian tempat kudus Allah, di mana Allah apa akhirnya bertakhta selamanya melalui kesetiaan bangsa Israel. Selain Yeremia dan Yehezkiel, nabi Yesaya pun termasuk golongan nabi yang memberitakan syalom (keselamatan) kepada para buangan di Babel. Menurut Marie-Claire Barth, nabi Yesaya menggunakan syalom pada periode ini dalam tiga arti. Pertama, salam menggambarkan kelepasan dari bahaya (Yes. 41:3) atau penuh sukses (Yes. 45:7). Kedua, salam menggambarkan persatuan sebagai ruangan hidup yang sejahtera, baik antar manusia (bnd. Mzm. 41:10) terlebih 198
J. Galambush, “Ezekiel” in The Oxford Bible Commentary, eds. John Barton and Jon Muddiman (New York: Oxford University Press, 2001), 558. 199 Kata “mereka” di sini termasuk orang-orang yang bukan Israel. Wongso, Tafsiran Kitab Yehezkiel, 75.
64
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
ruangan yang diberikan Tuhan (Yes. 54:10). Ketiga, salam adalah sejalan atau keselamatan yang mencakup perdamaian dengan Allah (Yes. 53:5) dan kehidupan bersama dengan-Nya, baik sekarang ini (Yes. 52:7) maupun kelak, di mana alam pun ikut memuji Allah (Yes. 55:12).200 Salah satu nubuat Yesaya yang terkenal tentang syalom pada periode ini adalah Yesaya 54:10: “Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau.” Dengan nubuat ini berarti zaman baru telah dibuka. Marie-Claire Barth mengatakan: Kutuk, yaitu bahwa TUHAN “telah menarik damai sejahtera pemberian-Ku dari pada bangsa ini, demikianlah firman TUHAN, juga kasih setia dan belas kasihan-Ku” (Yer. 16:5), dibalikkan menjadi berkat yang dinyatakan dalam suatu perjanjian yang berisi damai daripada Allah . . . Perjanjian itu bukan hasil perundingan antara dua pihak, melainkan pernyataan kasih Allah yang memastikan-Nya dengan sumpah. Sebagaimana sejak perjanjian kepada Nuh, walaupun hujan turun, TUHAN menyingkirkan air bah, demikianlah kini, walaupun bukit-bukit bergoyang, cinta kasih Allah, baik khesed, baik rahimim, tidak beranjak dari Israel. Perjanjian damai ini diikrarkan dengan Israel, namun melalui umat ini ia terbuka lebar kepada umat manusia seluruhnya, sebagaimana juga perjanjian dengan Nuh itu menyangkut segala hidup di bumi. 201 Pendapat Claire Barth menunjukkan bahwa sama seperti nabi Yeremia, nabi Yesaya pun menghubungkan syalom (keselamatan) dengan seluruh umat manusia dan bahkan segala yang hidup di bumi. 200 201
Barth, Tafsiran Alkitab: Kitab Nabi Yesaya Fasal 40 – 55, 240. Ibid., 338-339.
65
Misi Syalom
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa syalom pada periode pembuangan mempunyai beberapa makna, yaitu: Pertama,
syalom
bermakna
pertobatan.
Yehezkiel
37
memperlihatkan suatu nubuat yang jelas mengenai pertobatan bangsa Israel, di mana Allah akan mengadakan perjanjian perdamaian. Penglihatan nabi Yehezkiel jelas menunjuk kepada kembalinya bangsa Israel yang dihidupkan dan diperdmaikan dalam suasana syalom. Pada waktu mengadakan perjanjian perdamaian itu bangsa Israel akan menerima bagian dari berkat-berkat perjanjian dengan kembalinya dari pembuangan. Syalom di sini dimengerti sebagai suatu perjanjian perdamaian yang mencakup ketertiban, kebebasan, kesejahteraan, keselamatan dan kehidupan yang kekal. Kedua, syalom tetap bermakna keadilan dan kebenaran sama seperti periode sebelum pembuangan (bnd. Yer. 33:8-14; Yes. 54:1117). Akarnya adalah hidup dalam pertobatan dan dalam hubungan yang dekat dengan Tuhan. Ketiga, meskipun umat Israel mengalami pembinasaan yang sangat hebat, namun di masa depan mereka akan mengalami kemakmuran, sama seperti pada zaman Daud, dan dosa mereka akan diampuni. 202 Nabi Yesaya dan nabi Yeremia memahami keterpurukan umat Israel sebagai suatu teguran dari Allah. Baru setelah umat bertobat akan muncul rancangan Tuhan tentang syalom. Rancangan syalom yang dimaksud di sini adalah keselamatan, yang bukan hanya
202
1985), 81.
Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Yeremia Fasal 25-52 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
66
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
untuk umat Israel, tetapi juga untuk bangsa-bangsa lain (bnd. Yes. 52:10; 43:12; 49:25). 203
Periode Sesudah Pembuangan Tugas pertama yang harus dilakukan oleh umat Israel yang kembali dari pembuangan adalah membangun kembali Bait Allah di Yerusalem. Akan tetapi berdasarkan laporan Hagai dan Ezra, agaknya pembangunan Bait Allah itu tidak lancar disebabkan oleh tiga faktor, yaitu (1) kemerosotan mental bangsa Yehuda yang baru kembali dari pembuangan, 204 (2) timbulnya keragu-raguan di antara orang tua-tua (kepala keluarga) bangsa Yehuda mengenai kemegahan Bait Allah yang kedua itu, 205 dan (3) adanya hambatan dari sukusuku bangsa sekitar Israel, terutama dari orang-orang Samaria.206 Dari keterangan di atas, jelas bahwa keadaan bangsa Yehuda sesudah pembuangan hampir sama dengan keadaan bangsa itu pada periode sebelum pembuangan, yaitu keras kepala dan tegar hati terhadap Allah yang telah membebaskan mereka. Hal ini terbukti dari teguran dan kecaman para nabi sesudah pembuangan, misalnya nabi 203
Barth, Tafsiran Kitab Nabi Yesaya: Pasal 40 - 55, 298. Mereka lupa akan berkat keselamatan yang Allah berikan un tuk mengembalikan mereka ke tanah airnya. Hal ini nyata dari teguran Hagai, yang mengancam sikap bangsa itu, yang cenderung kepada sikap mementingkan diri sendiri dengan mendirikan rumah yang indah-indah dan hidup bermewahmewah, sementara pembangunan Bait Allah diabaikan (Hag. 1:4). Akibat sikap bobrok dan kemerosotan mental itu, maka Tuhan menggagalkan panen mereka, demikian Haggai menafsirkannya. Sebab itu Haggai menghimbau bangsa itu untuk meneruskan pembangunan Bait Allah, dan mendorong semangat Zerubabel dan Yosua Imam Besar untuk memimpin pembangunan Bait Allah tersebut. J. Sidlow Baxter, Menggali isi Alkitab, jilid 2, terj. Sastro Soedirdjo (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 265. 205 Menurut Siahaan, untuk mengatasi keragu-raguan ini, Hagai menegaskan bahwa Bait Allah yang kedua itu lebih mulia dan lebih megah dari Bait Allah yang pertama, yaitu Bait Allah yang didirikan oleh Salomo (Hag. 2:3-4). Siahaan, Konkretisasi Pengharapan akan Mesias sesudah Kejatuhan Yerusalem, 35. 206 A.E. Cundall mengemukakan bahwa selain orang Samaria, juga yang turut mengadakan penghambatan atas pembangunan Bait Allah itu adalah bangsa Amon, Gesyem, Arab dan Ashdod. Mereka menghambat pembangunan tersebut karena tidak diperkenankan turut serta di dalam pembangunan Bait Allah itu (Hag. 2:10-14; bnd. Ezr. 4:1-3). A.E. Cundall, “Nehemia” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini, jilid 1, eds. D. Guthrie, dkk., terj. A. Lumbantobing dkk. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 662. 204
67
Misi Syalom
Yesaya menegur dan mengecam pemimpin dan rakyat Yehuda yang meninggalkan Allah, dan juga kemunafikan dalam menjalankan ibadah dan puasa (Yes. 56:9; 57:13; 65:1-7; 58: 1-12); nabi Haggai menegur sikap orang Yehuda yang mementingkan diri sendiri, yang membangun rumah yang indah-indah dan tidak menghiraukan pembangunan Bait Allah (Hag. I:4);
nabi Zakharia menegur dan
mengecam kefasikan dan kenajisan di tengah-tengah bangsa Yehuda (Za. 5:5-11); dan nabi Maleakhi mendesak supaya kemurnian kultus dipelihara, dan menganjurkan kepada bangsa itu agar norma dan etika kekeluargaan ditingkatkan (Mal. 1:6-14; 2:10-16). 207 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberitaan nabi-nabi sesudah pembuangan ialah di sekitar pertobatan umat Allah. Para nabi menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk memperoleh keselamatan atau syalom itu adalah pertobatan. Artinya, setiap pola hidup bangsa Israel harus sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah, yaitu Hukum Kasih (Ul. 6:5). 208 Dalam
pemberitaannya,
nabi
Yesaya
tidak
hanya
menghubungkan syalom dengan masa depan yang agung, tetapi mempertentangkan orang benar dan orang fasik, di mana orang benar diberkati Allah dengan hidup yang penuh kedamaian (syalom), tetapi orang fasik tidak mengenal jalan damai. Kedua bentuk pemberitaan nabi Yesaya ini jelas dalam Yesaya 57:18-21, yang mengatakan: Aku telah melihat segala jalannya itu, tetapi Aku akan menyembuhkan dan akan menuntun dia dan akan memulihkan dia dengan penghiburan; juga pada bibir orang-orangnya yang 207 208
Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 72. Ibid., 73.
68
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
berkabung Aku akan menciptakan puji-pujian. Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat firman TUHAN Aku akan menyembuhkan dia! Tetapi orangorang fasik adalah seperti laut yang berombak-ombak sebab tidak dapat tetap tenang, dan arusnya menimbulkan sampah dan lumpur. Tiada damai bagi orang-orang fasik itu," firman Allahku. Kata-kata penghiburan di atas disampaikan oleh nabi Yesaya kepada bangsa Israel dalam keadaan sakit di pembuangan Babel. 209 Yesaya menubuatkan bahwa Allah akan menyembuhkan umat-Nya yang sedang sakit di Babel. Penyembuhan itu sekaligus akan membawa suasana baru bagi umat Israel. Young mengatakan: It is of importance to note the absolute newness of what is created, for the word "create" suggests that God's power has been employed to bring about a startlingly new result. This verse is difficult of construction, but it is possible to take the clause beginning with Creating as circumstantial, the main statement then following in I shall heal him. Thus: I shall heal him in that I create the fruit of the lips. If this construction is correct, then the fruit of the lips is the message peace, peace to those that are afar and to those that are near. Not only are the lips human, but they are the lips of God's messengers who have received from Him this divine message. The clause saith the Lord is parenthetical, the actual speech of the Lord including everything in this verse, or else simply introducing the following I shall heal him. Those that are near may be those that belong in the covenant whereas those that are far are the Gentiles.210 Komentar Young menunjukkan bahwa penyembuhan bagi bangsa Israel adalah ciptaan Allah yang membawa suasana baru. Di 209
Menurut Young, bangsa Israel tidak hanya sakit secara jasmani tetapi juga secara rohani di Babel. Karena itu, janji penyembuhan yang akan dilakukan oleh Allah adalah lambang pengampunan dosa dan pemulihan kepada kebaikan Allah. Janji yang lain ialah bahwa Allah akan memelihara umat-Nya dan mengembalikan kebahagiaan mereka yang telah hilang. Edward J. Young, The Book of Isaiah, vol. 3 (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Haouse, 1972), 412. 210 Ibid.
69
Misi Syalom
bibir
orang-orang
yang
berkabung
diciptakan-Nya
pesan
perdamaian, yakni perdamaian kepada semua orang, baik yang dekat maupun yang jauh. Dengan kata lain, bangsa Israel bukan hanya bibir manusia, melainkan mereka adalah bibir utusan-utusan Allah yang telah menerima kembali pesan ilahi. Mereka akan menjadi utusanutusan Allah baik bagi orang Yahudi maupun non Yahudi. 211 Di samping Yesaya, nabi Zakharia juga menghubungkan syalom dengan
pertobatan
yang
sungguh-sungguh.
Zakharia
8:16-19
mengatakan: Inilah hal-hal yang harus kamu lakukan: Berkatalah benar seorang kepada yang lain dan laksanakanlah hukum yang benar, yang mendatangkan damai di pintu-pintu gerbangmu. Janganlah merancang kejahatan dalam hatimu seorang terhadap yang lain dan janganlah mencintai sumpah palsu. Sebab semuanya itu Kubenci, demikianlah firman TUHAN. Datanglah firman TUHAN semesta alam kepadaku, bunyinya: “Beginilah firman TUHAN semesta alam: Waktu puasa dalam bulan yang keempat, dalam bulan yang kelima, dalam bulan yang ketujuh dan dalam bulan yang kesepuluh akan menjadi kegirangan dan sukacita dan menjadi waktu-waktu perayaan yang menggembirakan bagi kaum Yehuda. Maka cintailah kebenaran dan damai!” Berdasarkan ayat 16-19 di atas, komentar Kenneth L. Barker menarik untuk disimak bahwa, Once again God's and Zechariah's interest in spiritual renewal comes to the fore. After the announcement of God's gracious 211 Meskipun bangsa Israel menderita di pembuangan, Allah tidak mau menghancurkan manusia ciptaan-Nya itu. Sebaliknya, Allah menyembuhkan mereka (bnd. Hos. 6:1; Yer. 30:17; 33:6; Mzm. 6:3; 30:3; 41:5; dst.), menuntun (bnd. Kej. 24:48; Kel. 13:21; Mzm. 23 :3 ; 31 :4 ; dst.) dan menyelamatkan/memulihkan mereka dengan penghiburan (40:1; 52:9). Di bibir orang-orang yang berkabung – entah apa alasan kedukaannya itu – diciptakan-Nya buah – yang dapat diartikan sebagai puji-pujian. Kepada orang-orang yang dekat dan jauh, baik di Yerusalem maupun di perantauan diberi damai sejahtera (syalom, kesejahteraan lahir-batin. Seorang pun tidak ketinggalan, karena Tuhan menyembuhkannya. Marie-Claire Barth, Tafsiran Alkitab: Kitab Nabi Yesaya Fasal 56 – 66 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 32.
70
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
action in vv.14-15 comes what he expects from his people in grateful response. Thus their obedience in the moral and ethical sphere has a gracious basis, just as the law itself did. Jerusalem will indeed be "the City of Truth" (v.3) when its inhabitants are truthful and when true judgment is rendered in its courts. "Sound" (syalom; GK H8934) is probably best understood as descriptive of "judgment." The root idea of the word is "wholeness," "completeness," "soundness," though it is used principally of a state of "well-being," "health," "harmony," "peace," "security," and "prosperity." The two positive injunctions are balanced by two negative ones. On the first negative command, see comment at 7:10b. The second prohibition has to do with perjury. "Do not love" perjury is another way of exhorting the people to hate it. God hates perjury and wicked schemes to harm others (cf. Pr 6:16-19). One theological rationale for ethics is awareness that God hates attitudes and actions contrary to his character. We must love what God loves and hate what he hates . . . the Jews are told that there will be a reversal of their mourning and their position in the world. Returning at last to the question about fasting, the Lord announces through his prophetic messenger that there will come a time when it will cease. The people's mourning (expressed in fasting) will be turned into joy, for their low position among the nations will be changed. And they will be a source of blessing to Gentiles, for all the peoples of the earth will join them on pilgrimages to worship the Lord at Jerusalem . . . Verse 19 closes with an exhortation to Zechariah's contemporaries to “love truth and peace.”212 Komentar Barker menjelaskan bahwa perhatian Allah dan nabi Zakharia yang terutama dalam perikop ini adalah pembaruan spiritual umat Israel. Ketaatan mereka di bidang moral dan etis adalah pertobatan dan hal itu sama dengan melakukan hukum Allah. Yerusalem akan memang jadi "Kota Setia” (ay. 3) ketika 212
Kenneth L. Barker, “Zechariah” in Zondervan NIV Bible Commentary, eds. Kenneth L. Barker & John Kohlenberger III (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994), bahan elektronik Pradis.
71
Misi Syalom
penduduknya hidup dalam kebenaran sejati dan ketika penghakiman yang benar dijalankan dalam pengadilan. 213 Kata “kebaikan” (syalom) bisa dipahami sebagai gambaran “penghakiman.” Ide dasar dari kata tersebut
“kemakmuran”. Umat Israel dilarang merancang kejahatan, menindas janda dan anak yatim, orang asing dan orang miskin (Za. 7:10). Juga mereka dilarang mencintai dusta dan rencana-rencana jahat (Ams. 6:16-19). Allah membenci semua tindakan yang bertentangan dengan sifat-Nya. Jadi umat juga harus membenci apa yang Allah benci dan mencitani apa Allah cintai. Ada saatnya di mana perkabungan umat Israel (dinyatakan dalam puasa) akan diubah menajdi sukacita, dan posisi tertekan di antara bangsa-bangsa akan diubah. Mereka akan menjadi sumber berkat bagi bangsa-bangsa lain, karena semua orang di atas muka bumi akan bersatu dalam ziarah menyembah Allah di Yerusalem. Intinya ialah bahwa mencintai kebenaran berarti mencintai perdamaian. Nabi lain yang menubuatkan syalom pada masa sesudah pembuangan
adalah
nabi
Maleakhi.
Nabi
Maleakhi
menghubungkan syalom dengan tanggung jawab para imam. Maleakhi 2:5-7 mengatakan: Perjanjian-Ku dengan dia pada satu pihak ialah kehidupan dan sejahtera dan itu Kuberikan kepadanya pada pihak lain ketakutan dan ia takut kepada-Ku dan gentar terhadap nama-Ku. 213
David J. Ellis juga menyatakan bahwa umat Allah harus menjaga kejujuran antara satu dengan yang lain. Dalam pengadilan, hukum harus dilakukan dengan benar dan adil agar masyarakat hidup dalam hormoni. Kejahatan dan sumpah palsu harus dihilangkan. Semua bentuk ketaatan lahiriah umat Israel harus berdasar pada prinsip-prinsip etika dan spiritual yakni kebenaran dan perdamaian. David J. Ellis, “Zechariah” in New International Bible Commentary, ed. F.F. Bruce (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1979), 977.
72
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang dibuatnya berbalik dari pada kesalahan. Sebab bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan TUHAN semesta alam. Menurut James T.H. Adamson, ayat-ayat ini menjelaskan sifat dari pelayanan imam sejati. Selengkapnya Adamson mengatakan: Ayat-ayat ini memberikan gambaran yang menarik mengenai syarat-syarat, tugas-tugas dan keluhuran seorang imam. Seorang imam sejati ada di tengah-tengah manusia sebagai utusan Allah. Dia bukan hanya ahli dalam tetek-bengek perayaan-perayaan upacara, tapi dia juga adalah seorang guru, mampu mendidik orang-orang dalam pengetahuan akan Allah dan kehendak-Nya. Dia adalah seorang pengabdi dan jujur. Damai sejahtera Allah berdiam dalam hatinya dan dia merupakan seorang yang mempunyai pengaruh moral dalam hidup orang. 214 Bagi Adamson, damai sejahtera yang dimaksudkan di sini adalah kemakmuran pada umumnya. Perjanjian Allah menjanjikan kemakmuran sebagai hasil dari ketakutan sejati umat-Nya. Dalam hal ini, tugas imam sebagai utusan Allah ialah memberikan pengajaran dan pengetahuan tentang Taurat Allah. 215 Siahaan mengatakan bahwa para imam, yang dipilih Allah untuk mengajarkan Taurat itu, bukan hanya mengetahui Taurat (hukum-hukum) secara harfiah saja, tetapi juga mereka harus menghayati dan melakukannya. Hal inilah yang
214 James T.H. Adamson, “Maleakhi” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini, jilid 2, ed. D. Guthrie dkk., terj. Soedarmo dkk. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980), 758; Robert M. Paterson juga menyebut ayat 5-7 sebagai ringkasan keyakinan-keyakinan Maleakhi tentang sifat dan tugas imam yang benar. Para imam Lewi dan keturunannya menghormati dan juga takut akan Allah. Mereka member pengajaran yang benar, dan hidup sesuai dengan kehendak Allah dan dalam persahabatan yang akrab dengan-Nya. Mereka adalah utusan Allah, karena itu kaum awam berhak mendengar kebenaran dan menerima keadilan daripadanya. Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Nabi Maleakhi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 36. 215 Ibid.
73
Misi Syalom
sering dilupakan para imam di Israel. Menurut Maleakhi, penghayatan dan pengamalan hukum-hukum Tuhan inilah yang dimaksudkan pengajaran yang benar, dan hasilnya ialah bahwa banyak orang akan bertobat dan berbalik dari kesalahannya. Melalui pertobatan yang sungguh-sungguh, seseorang berhak memperoleh syalom dari Allah. 216 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna syalom periode sesudah pembuangan adalah sebagai berikut: Pertama, syalom bermakna suasana baik, tenteram, aman, tertib, adil, makmur, selamat, dan bebas. Kedua, syalom adalah pemberian anugerah Allah, artinya bukan merupakan hasil usaha manusia, melainkan Allah sendiri yang menjadi sumber dari pada syalom itu. Syalom, anugerah Allah ini, tidak hanya ditujukan bagi bangsa Israel saja, tetapi juga diberikan kepada bangsabangsa lain. Ketiga, syalom telah ada di zaman ini, tetapi masih akan disempurnakan pada zaman eskatologis yaitu masa kedatangan Mesias. Keempat, syalom diperoleh dengan pertobatan.
Rangkuman Berdasarkan uraian di atas, konsep dan makna syalom dalam sejarah Alkitab Perjanjian Lama dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Syalom mempunyai hubungan langsung dengan segala jenis ruang lingkup kehidupan, baik yang bersifat rohani maupun yang bersifat jasmani, yang profan dan yang sakral. Syalom 216
Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 85.
74
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
selalu dihubungkan dengan konteks sejarah kehidupan bangsa Israel, di mana pengertian dasar dari syalom itu ditentukan oleh situasi dan kondisi nyata dalam sejarah yang dialami langsung bangsa Israel. Sejajar dengan keterangan ini, dapat dilihat bahwa proses perubahan prinsip tentang pengertian dari syalom itu selalu berkaitan dengan situasi dunia, bahkan dihubungkan dengan totalitas kehidupan dan persekutuan manusia, baik terhadap Allah, sesama manusia dan terhadap alam semesta. 2. Pada periode kejadian sampai bapa leluhur, syalom bukan hanya konsep keagamaan yang mencakup hal-hal yang sakral atau bersifat keagamaan, tetapi juga konsep sekuler yang mencakup hal-hal yang profan atau bersifat sekuler. Disebut sakral karena sumber syalom adalah Allah sendiri. Disebut sekuler karena syalom juga mencakup keutuhan hubungan dalam kehidupan sehari-hari, baik hubungan terhadap sesama maupun alam semesta. 217 Kedua konsep ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Mauser berkata bahwa setiap penggunaan syalom dalam pemisahan domain yang profan dan sakral tidak akan dimengerti dan akan dipertanyakan oleh orang-orang Israel pada zaman Perjanjian Lama. 218 Sedangkan makna syalom pada periode ini mencakup kesejahteraan rohani dan jasmani yang Allah berikan kepada manusia. Kesejahteraan rohani mencakup kekuatan dan 217 Menurut J. Veitch, syalom, suatu kata sekuler, pada dasarnya berarti “keadaan baik,” “tidak kurang sesuatu pun,” “sehat walafiat” atau “aman dan sentosa.” Kata ini diucapkan pada waktu bertemu atau berpisah dengan seseorang (Kej. 43:27). Syalom digunakan sebagai kata dalam pembicaraan sehari-hari, dengan pengertian yang sama dengan ungkapan dalam bahasa Inggris “Goodbye.” Menurutnya, ungkapan ini adalah singkatan dari “God-be-with-you” yang berarti bahwa pada mulanya ungkapan sekuler ini adalah suatu ungkapan selamat agamani. Veitch, Tafsiran Alkitab: Tafsiran Nahum, 33. 218 Mauser, The Gospel of Peace: A Scriptural Message for Today’s World, 17.
75
Misi Syalom
keamanan
seseorang
(Kej.
26:26-31;
43:23).
Sedangkan
kesejahteraan jasmani mencakup kesehatan dan kemakmuran (Kej. 28:21; 29:6). Dalam pengertian damai, syalom bermakna alat untuk mencegah perselisihan di antara dua atau lebih kelompok, baik perorangan maupun kolektif (Kej. 26:26-31). Dalam hal ini, damai ada sebagai akibat ikatan perjanjian untuk ditepati bersama dalam menjaga kerukunan berdasarkan aturan-aturan. Makna lain dari syalom pada periode ini adalah keutuhan ciptaan. Seluruh ciptaan adalah karya Allah yang sungguh amat baik dan komplet (Kej. 1:31; 2:2). Seluruh ciptaan diciptakan Allah dalam syalom, yakni dalam keharmonisan dan kedamaian. 3. Pada periode keluaran syalom adalah konsep keagamaan dan konsep sosial. Gillet sudah menyatakan bahwa syalom adalah konsep keagamaan. Ini mencakup yang sakral dari Allah sendiri. 219 Gerhard von Rad juga mengatakan bahwa syalom adalah pemberian Allah dan semua kebaikan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan syalom selalu menunjuk kepada Allah Israel, baik itu dalam doa mereka, atau dalam pengakuan bahwa semua itu merupakan pemberian-Nya. 220 Lebih lanjut von Rad katakan bahwa syalom juga adalah konsep sosial karena syalom secara umum menunjuk kepada sebuah kemakmuran sebuah kelompok dari pada individual (Bil. 6:24-26). Ini berkaitan dengan kesejahteraan sebuah komunitas atau sebuah bangsa dalam menikmati kemakmuran. 221 Jadi makna syalom pada periode ini 219
Gillett, “Syalom Content for a Slogan,” 163. Rad, “Syalom in the Old Testament,” 208. 221 Ibid., 209. 220
76
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
mencakup kesejahteraan rohani dan jasmani. Makna lain ialah ketaatan terhadap perjanjian Allah. Syalom berhubungan erat dengan perjanjian. Keduanya adalah pemberian Allah, dan perjanjian adalah peresmian kehadiran syalom. Syalom tanpa ketaatan terhadap perjanjian Allah adalah sesuatu yang mustahil (Im. 26:3-13).
222
Kunci syalom adalah “Kasihilah TUHAN,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:5). 4. Konsep dan makna syalom periode Hakim-Hakim tetap sama dengan periode-periode sebelumnya. Makna syalom mencakup kesejahteraan rohani manusia, seperti kekuatan dan keamanan seseorang (Hak. 6:23), tetapi juga kesejahteraan jasmani, seperti selamat atau terhindar dari ancaman bahaya dan kesejahteraan dalam kesuksesan berusaha (Hak. 18:5). 5. Pada periode Raja-raja, keutuhan syalom (profan dan sakral) semakin jelas. Dalam syalom, kehidupan keagamaan tidak bisa dipisahkan dengan bidang kehidupan lainnya (sosial, ekonomi dan politik). Di sinilah syalom kembali mendapat makna baru, yakni keadilan (jP'_v.mi – mišpāt) dan kebenaran (hq'êd"C.‘ – sedāqā). Bahkan syalom tidak bisa dipisahkan dengan keadilan dan kebenaran. Di mana ada keadilan dan kebenaran, maka di situ akan tumbuh syalom (damai sejahtera, ketenangan, ketentraman; bnd. Yes. 32:17). Penggunaan syalom kemudian berubah menjadi konsep esktologis 223 yang berhubungan dengan ide pengharapan 222
Mauser, The Gospel of Peace: A Scriptural Message for Today’s World, 18-19. Secara Alkitabiah, istilah “eskatologi” berarti: (1) pengharapan kembalinya zaman firdaus (Yes. 11:6-9); (2) pengharapan perjanjian akan bangsa-bangsa yang berduyun-duyun ke rumah Allah (Yes. 2:2-3); (3) 223
77
Misi Syalom
mesianis tentang keselamatan, baik secara jasmani maupun secara rohani, secara fisik maupun secara spiritual. 224 Mesias, Raja
Damai,
akan
memberikan
kedamaian
dan
memberi
pengharapan masa eskatologis, bukan hanya terhadap bangsa Israel, tetapi juga bangsa-bangsa lain dan bahkan seluruh ciptaan. Dialah utusan Tuhan di dunia ini untuk menyampaikan syalom. Dialah yang bertindak atas nama Allah untuk masyarakat dan merupakan pemelihara perdamaian dalam kerajaan Mesias yang akan datang itu. 225 6. Periode pembuangan dapat dikatakan masa resesi atau keredaan, di mana pengertian dan perjanjian syalom menjadi unsur yang paling penting dalam pemberitaan para nabi periode pembuangan. Para nabi pada umumnya memberitakan pertobatan sebagai makna syalom yang penting pada periode ini. Nabi Yesaya dan nabi Yeremia memahami keterpurukan umat Israel sebagai suatu teguran dari Allah. Baru setelah umat bertobat akan muncul rancangan Tuhan tentang syalom. Rancangan syalom yang dimaksud di sini adalah keselamatan, yang bukan hanya untuk umat Israel, tetapi juga untuk bangsa-bangsa lain (bnd. Yes. 52:10; 43:12; 49:25).
226
Nabi Yehezkiel pun memperlihatkan suatu
nubuat yang jelas mengenai pertobatan bangsa Israel, di mana Allah akan mengadakan perjanjian perdamaian (Yeh. 37). Pada pengharapan akan seorang raja yang membawa damai pada akhir zaman Yes. 9:5-6; Za. 9:9-10). Siahaan, Perdamaian (Syalom) dalam Perjanjian Lama, 22. 224 Veitch, Tafsiran Alkitab: Tafsiran Nahum, 35. 225 Widyapranawa menyatakan bahwa Putra yang akan lahir itu akan menjadi Pelepas dengan sifat-sifat Allah dan yang akan mengerjakan keselamatan bagi manusia. Widyapranawa, Tafsiran Alkitab: Kitab Yesaya Pasal 1-39, 53. 226 Barth, Tafsiran Kitab Nabi Yesaya: Pasal 40 - 55, 298.
78
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
waktu itu bangsa Israel akan menerima bagian dari berkat-berkat perjanjian dengan kembalinya dari pembuangan, yaitu ketertiban, kebebasan, kesejahteraan, keselamatan dan kehidupan yang kekal. Makna lain dari syalom adalah keadilan dan kebenaran (bnd. Yer. 33:8-14; Yes. 54:11-17). Akarnya adalah hidup dalam pertobatan dan dalam hubungan yang dekat dengan Tuhan. 7. Syalom sebagai konsep eskatologis berlanjut sampai periode sesudah pembuangan. Meskipun syalom telah di zaman ini, tetapi masih akan disempurnakan pada masa kedatangan Mesias, Raja Damai. Dalam pemerintahannya, bangsa-bangsa lain pun akan memperoleh syalom (Za. 9:9). Sama seperti periode-periode sebelumnya, makna syalom pada periode ini tidak hanya mencakup suasana baik, tenteram, aman, tertib, adil, makmur, selamat, dan bebas, tetapi juga mencakup pertobatan. Dalam hal ini, imam-imam memegang peranan penting dalam mentobatkan banyak orang, sehingga mereka juga memperoleh syalom dari Allah. 8. Dengan demikian, apa yang dikatakan oleh Andar Ismail dalam bukunya Selamat Sejahtera adalah benar bahwa, Syalom tidak kehilangan artinya yang bersifat bendawi atau duniawi, namun dalam perkembangan waktu ia juga mengandung arti yang rohani dan sorgawi. Semua arti itu dipadatkan dalam satu kata syalom. Syalom mempunyai setumpuk arti. Tumpukan itu begitu tinggi, ibarat setinggi dari bumi sampai langit. Dalam kata syalom, langit dan bumi bertemu. Di sini bumi menggapai langit dan langit menyentuh
79
Misi Syalom
bumi. Dalam kata syalom, dunia dan sorga berjumpa, yang ilahi dan insani berpelukan. 227
227
Ismail, Selamat Sejahtera, 7.
80
SYALOM DALAM PERJANJIAN LAMA
Perhatikan gambar di bawah ini: ~Al+v'. - šālồm (DAMAI SEJAHTERA) MAKNA
KONSEP
PERIODE
Keagamaan dan Sosial
Kejadian sampai Bapa Leluhur
Keagamaan dan Sosial
Keluaran
• Rohani, a.l.: syalom adalah pemberian Allah, ketaatan terhadap perjanjian & kasih. • Jasmani, a.l.: lebih bersifat kesejahteraan dan kemakmuran komunitas, tanpa perang dan stabilitas politik.
Hakim-Hakim
• Rohani, a.l.: kekuatan dan keamanan • Jasmani, a.l.: selamat, bebas dari ancaman, kesuksesan/keberhasilan berusaha, kemenangan dalam perang.
Raja-raja
• Rohani, a.l.: keadilan, kebenaran, pengharapan datangnya Raja Damai. • Jasmani, a.l.: perdamaian, keselamatan bangsa-bangsa lain, kesejahteraan dan kemakmuran komunitas, keamanan negara, tanpa perang dan stabilitas politik.
Pembuangan
• Rohani, a.l.: pertobatan, keadilan, kebenaran, pengharapan datangnya Raja Damai dan kehidupan kekal. • Jasmani, a.l.: perdamaian, keselamatan bangsa-bangsa lain, kesejahteraan dan kemakmuran komunitas, keamanan negara, tanpa perang dan stabilitas politik.
Sesudah Pembuangan j
• Rohani, a.l.: pertobatan, keadilan, kebenaran, ketertiban, kebebasan, suasana baik, aman dan tentram, kesabaran, pengharapan datangnya Raja Damai dan kehidupan kekal. • Jasmani, a.l.: perdamaian, keselamatan bangsa-bangsa lain, kesejahteraan dan kemakmuran komunitas, keamanan negara, tanpa perang dan stabilitas politik.
Keagamaan dan Sosial
Keagamaan, Eskatologis dan Sosial
Keagamaan, Eskatologis dan Sosial
Keagamaan, Eskatologis dan Sosial
• Rohani, a.l.: kekuatan dan kamanan. • Jasmani, a.l.: selamat, sejahtera, sehat, makmur, umur panjang, harmoni. • Keutuhan, a.l.: keharmonisan dan kedamaian.
PENGGENAPAN ZAMAN ESKATOLOGIS
Gambar 1 Konsep dan Makna Syalom Berdasarkan Sejarah Perjanjian Lama 81
Misi Syalom
BAB II
SYALOM MENURUT KITAB YEREMIA:
EKSEGESIS YEREMIA 29:1-23
A. Latar Belakang Teks W.S. LaSor, D.A. Hubbard dan F.W. Bush mengatakan bahwa Yeremia 29:1-32, yang berisi nasihat kepada para buangan di Babel, dikirim ke Babel pada masa pemerintahan Raja Zedekia (597 – 587 SM). 228 Lebih lanjut LaSor, Hubbard dan Bush katakan: Pemerintahan raja Zedekia lebih banyak ditandai dengan kelemahan dari pada kekejaman. Ia dikuasai oleh para penasihat rohani dan politiknya yang tidak mempunyai keahlian maupun kualitas moral. Mereka mendorong Zedekia untuk bersitegang dengan Yeremia, walaupun ia secara umum menghormati nabi Yeremia. 229 A.B. Davidson menggambarkan Zedekia sebagai seorang raja beritikad baik, tetapi lemah dan tidak tegas.
230
Tahun-tahun
pemerintahan Raja Zedekia tidak ditandai oleh kesetiaan yang membudak kepada Babel, seperti yang diharapkan, karena pada tahun 594, para utusan dari Edom, Moab, Amon, Tirus dan Sidon bertemu di Yerusalem untuk membahas prospek pemberontakan melawan Babel (Yer. 27:3). Kesempatan ini tepat bagi Yeremia untuk
228 W.S. LaSor, D.A. Hubbard, dan F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2, terj. Lisda Tirtapraja dan Lily W. Tjiputra (Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. ke-4, 2000), 323; Tahun pemerintahan Raja Zedekia adalah 597 – 587 SM. Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Yeremia Fasal 1 – 24 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 17. 229 Ibid. 230 Dalam C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-nabi Perjanjian Lama, terj. Suhadi Yeremia (Malang: Gandum Mas, 2002), 266.
82
SYALOM MENURUT KITAB YEREMIA: EKSEGESIS YEREMIA 29:1-23
menyampaikan amanat kepada raja-raja penyokong, serta memberi nasihat untuk tunduk kepada Nebukadnezar.231 Selama pemerintahan Zedekia yang kacau, Yeremia mendesak raja muda itu untuk menyerah kepada kekuasaan Babel (Yer. 27-28). Tetapi kata-kata Yeremia tidak diindahkan. Bahkan Yeremia dipenjaran dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur (Yer. 37-39). Nabi-nabi
yang
menganggap
dirinya
nasionalis
juga
menyampaikan firman Tuhan yang hanya mengenakkan umat. Mereka terus-menerus mendorong masyarakat untuk melanjutkan pemberontakan melawan Babel. Tetapi Yeremia menentang mereka (Yer. 27:14-15).
232
Yeremia menyampaikan bagaimana Allah
menghendaki kelangsungan hidup bangsa dan negara itu. Nabi Yeremia juga mengkritik nabi seperti itu, bahkan menyatakan bahwa nabi seperti itu adalah nabi palsu. Kelihatannya mereka menyatakan kehendak Allah, tetapi sebenarnya yang mereka cari adalah keuntungan dan keselamatan diri sendiri. Dalam Yeremia 23, nabi menyatakan kritik yang tajam sekali terhadap kelompok ini, sebab mereka menyatakan firman Tuhan (Yer. 23:26, 30), sedangkan mereka sendiri hidup dalam zinah, ketidakjujuran bahkan menguatkan hati orang-orang yang berbuat jahat (Yer. 23:14). Satu contoh yang menarik dari pertentangan antara Yeremia dengan nabi-nabi nasionalis itu tercatat dalam Yeremia 28. Yeremia mencela nubuat Hananya, seorang nabi nasionalis yang menubuatkan bahwa Babel
231
Ibid.; LaSor dkk. mengatakan bahwa Raja Zedekia, putra Yosia dan paman dari Yoyakim, adalah boneka Nebukadnezar. LaSor, dkk., Pengantar Perjanjian Lama, 322. 232 Wahono, Di sini Kutemukan, 175.
83
Misi Syalom
akan segera hancur. Bagi Yeremia, pengharapan nasionalistis semacam itu adalah omong kosong (Yer. 28:12-17). Kondisi di atas menggambarkan betapa beratnya cobaan yang terus menerus dialami Yeremia sebagai nabi Allah. Nabi Yeremia harus mengatasi cobaan itu dengan sikap tegas, tidak hanya dalam kesadarannya sendiri, tetapi juga dalam konteks masyarakat umum yang disaksikan oleh orang-orang yang justru mendukung lawanlawan nabi Yeremia. 233 Kali ini pertentangan tersebut datang dari Babel. Hans M. Barstad dan Reinhard G. Kratz mengatakan: Chapter 29 can also be seen in this light. This chapter carries on the theme of lying prophecy, though formally the main message of the opening of the chapter is that the exiles should settle for some time in Babylon. Towards the end of the chapter, the theme of the correct vs. lying prophecy takes over completely, and being ‘against’ Babylon is viewed as insurrection against YHWH. 234 Penjelasan Barstad dan Kratz menunjukkan bahwa meskipun pesan utama pasal 29 adalah nasihat bagi para buangan untuk tinggal lama di Babel, namun pasal ini merupakan lanjutan tema nubuat palsu. Pertentangan antara nubuat benar dan nubuat palsu menjadi jelas dalam akhir pasal ini, di mana melawan Babel dipandang sebagai pemberontakan melawan Allah. Di Babel, nabi-nabi palsu seperti Ahab bin Kolaya dan Zedekia bin Maaseya meyakinkan orang-orang buangan bahwa masa pembuangan 233
Douglas Rawlinson Jones, Jeremiah: New Century Bible Commentary (Grand Rapids: Wm.B. Eerdmans Publishing House, 1992), 360. 234 Hans M. Barstad and Reinhard G. Kratz, Prophecy in the Book of Jeremiah (Berlin: Walter de Gruyter GmbH, 2009), 200.
84
SYALOM MENURUT KITAB YEREMIA: EKSEGESIS YEREMIA 29:1-23
akan segera berakhir dan mereka akan segera kembali ke Yerusalem. Di samping itu, kerusuhan yang terjadi di Babel tahun 594 SM, 235 tidak hanya mendorong bangsa-bangsa bawahan Babel, termasuk bangsa Yehuda, untuk merencanakan pemberontakan, tetapi juga memberikan kesempatan kepada nabi-nabi palsu untuk menghasut orang buangan di Babel memberontak. Seperti nabi-nabi palsu di Yehuda, nabi-nabi palsu di Babel pun mendorong orang-orang buangan untuk memberontak dan meramalkan hasil yang baik. Mereka menjanjikan pembebasan yang akan segera terjadi, dan, sesuai dengan ketidakmampuan mereka untuk membedakan kehendak Tuhan yang benar dengan keinginan rakyat yang tidak benar, mereka hidup secara tidak sopan. 236 Akibat dari hasutan mereka untuk memberontak sungguh-sungguhlah sangat hebat. Ungkapan "kepada sisa (dari) tua-tua" dalam ayat 1 mengandung pengertian bahwa beberapa dari tua-tua itu sudah dihukum mati atau dipenjarakan akibat pemberontakan tersebut.237 Sesudah pemberontakan yang dihasut itulah Yeremia menyurati para buangan, dan menekankan bahwa mereka harus mempersiapkan diri untuk tinggal lebih lama lagi di Babel. Mereka harus bertempat tinggal dan hidup di Babel seperti di negeri mereka sendiri. Status mereka pun bukan diperhamba atau diperbudak, melainkan sebagai rakyat jajahan dan bebas untuk dalam melakukan segala kebiasaan umum, misalnya
235
Kerusuhan dimaksud adalah usaha pemberontakan kesatuan militer bangsa Babel melawan Nebukadnezar. William L. Holladay, Jeremiah: A Fresh Reading (New York: The Pilgrim Press, 1990), 107. 236 Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Yeremia Fasal 25 – 52, 44. 237 Ibid.
85
Misi Syalom
dalam hal agama dan perdagangan.238 Jika mereka tidak meninggalkan kota Babel atau menimbulkan kerusuhan, maka tentulah para penguasa Babel akan membiarkan mereka itu hidup sentosa.239 Tentulah nasihat nabi Yeremia tentang mengusahakan damai sejahtera (ay. 7) juga dilatarbelakangi oleh nubuat yang keliru dari nabi-nabi palsu pada umumnya, baik di Yehuda maupun di Babel. Dengan menggunakan nama TUHAN, nabi-nabi palsu menubuatkan kelepasan, damai dan kemakmuran (Yer. 14:11-16; 23:9-40; 28:1-17). Tetapi jawaban Tuhan melalui nabi Yeremia sangat bertolak belakang dengan nubuat para nabi palsu saat itu. Bagi nabi-nabi palsu di Yehuda, Allah berfirman: “Mereka mengobati luka (putri) umat-Ku dengan memandangnya ringin, katanya: Damai sejahtera! Damai sejahtera!, tetapi tidak ada damai sejahtera” (Yer. 6:14; 8:11). Sedangkan bagi nabi-nabi palsu di Babel, Allah berfirman: “Janganlah kamu diperdayakan oleh nabi-nabimu yang ada di tengahtengahmu dan oleh juru-juru tenungmu, dan janganlah kamu dengarkan mimpi-mimpi yang mereka mimpikan! Sebab dengan palsu mereka bernubuat kepadamu demi nama-Ku. Aku tidak mengutus mereka, demikianlah firman TUHAN” (Yer. 29:8-9). Kalau di Babel nabi-nabi palsu menjanjikan kebebasan akan segera terjadi dan orang-orang buangan akan segera kembali ke Yerusalem, maka nasihat nabi Yeremia justru sebaliknya. Sesuai janji dan rancangan Allah masa pembuangan tidak akan segera berakhir 238
Di kemudian hari, banyak di antara para buangan menjadi kaya dan memperoleh kedudukan tinggi di istana, seperti Daniel, Mordekhai dan Nehemia. Burroughs, 65; Hinson juga mengatakan bahwa orang-orang Yehuda diperbolehkan untuk meneruskan kebiasaan hidup masyarakatnya dan membangun rumah-rumah untuk ditempati. Mereka ikut dalam kehidupan perniagaan, dan banyak di antara mereka yang berhasil dan makmur. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, 194. 239 Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Yeremia Fasal 25 – 52, 44.
86
SYALOM MENURUT KITAB YEREMIA: EKSEGESIS YEREMIA 29:1-23
sampai masa tujuh puluh tahun (ay. 10). Selama waktu itu, umat Israel diharapkan untuk menikmati tanah Babel seolah-olah umat Israel bukan orang-orang buangan, melainkan sebagai penduduk asli di Babel dan seperti tinggal di negeri sendiri.240