ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung)
AUGUST THRYANDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul : ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (STUDI KASUS PADA ANGGOTA KELOMPOK AGROINDUSTRI KERIPIK PISANG DI KOTA BANDAR LAMPUNG) merupakan hasil karya saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam teks dan dalam daftar pustaka di bagian akhir ini.
Bogor,
Desember 2012
August Thryanda P054100035
ABSTRACT
AUGUST THRYANDA. Development Strategy Partnership and Community Development PT. Perkebunan NusantaraVII : A Case Study In a member of the group Banana chips agroindustry in Bandar Lampung.Under the leader of NURHENI SRI PALUPI as the head of the leader and ANGGRAINI SUKMAWATI as the members. The partnership program is a program to enhance the ability of small businesses to be resilient and independent through the use of funds from the profits of BUMN. The partnership program is able to empower communities and regions, based on their potential and their role and community participation. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII is one of State Owned Company (BUMN). One of their programs is to find the micro and small entrepreneurs to improving their creativity. The one of their Enterprises is chips, which took place near the office PTPN VII, in along the way Zainal Abidin PagarAlam in Tanjung Karang Village Bandar Lampung city. The research purpose to: (1) Identify activities empowerment group members agroindustry chips in PKBL by PTPN VII in the Segala Mider village Tanjung Karang Barat of Bandar Lampung city, 2) formulate alternative strategies for developing partnerships by PTPN VII tosupporttheir partners business. The research was conducted in Segala Mider village of Tanjung Karang Barat of Bandar Lampung city. The research location was chosen purposive with the consideration that in 2007 this villages was center of chips Industry in Bandar Lampung. The respondents were all members of the agroindustry partners PTPN VII, which amounts to 12 people. The analysis method by using a matrix IFE, EFE, IE, SWOT and QSPM. The conclusions of this research are: 1) the empowerment of members of the chips agroindustry activities in Segala Mider Village of Tanjung Karang Barat Bandar Lampung city in PKBL include (a) Following small business management training and (b) Get funding partnership program who needed, 2) Three strategies alternative for developing PKBL PTPN VII, are: a) Increasing the capacity of the fund to take advantage of low carrying capacity of the government or BUMN, b) Improving the skill and knowing of technology to improve the image of the product, and c) Make use of the product as a food typical of the region with a variety of flavors to be able to compete with other similar products. Key words : Development of Strategies, Partnership Program, Banana Chips
RINGKASAN AUGUST THRYANDA. Strategi Pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VII : (Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung). Dibimbing oleh NURHENI SRI PALUPI sebagai Ketua dan ANGGRAINI SUKMAWATI sebagai Anggota. Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program kemitraan mampu memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensi serta peran dan partisipasi masyarakat. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII (Persero) adalah salah satu BUMN yang mempunyai salah satu program untuk meningkatkan kreatifitas para pengusaha mikro dan kecil. Salah satu diantaranya adalah usaha keripik yang bertempat di dekat kantor PTPN VII di sepanjang jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Kelurahan Segala Mider, Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kota Bandar Lampung. Program Kemitraan yang dilakukan PTPN VII merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk dapat mengembangkan UKM di Propinsi Lampung. Tujuan dari adanya PKBL PTPN VII yaitu meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Aktifitas pemberdayaan yang dilakukan PKBL tidak sebatas pada bantuan pemberian pinjaman modal saja, tetapi juga peningkatan sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik untuk Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII, (2) Merumuskan alternatif strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam mendukung keberhasilan usaha mitra binaannya. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2007 Kelurahan Segala Mider dijadikan Sentra Industri Keripik di Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan survei sedangkan metodenya deskriptif ekploratif yang merupakan penelitian non hipotesis. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok agroindustri mitra binaan PTPN VII yang berjumlah 12 orang responden dengan skala usaha industri rumah tangga. Metode analisis strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dengan menggunakan matrik IFE, EFE, IE, SWOT dan QSPM. Implikasi manajerial yang harus dilakukan oleh PTPN VII yaitu (1) PTPN VII harus mempromosikan produk binaannya tersebut kepada para tamu PTPN VII yang berkunjung ke Propinsi Lampung, karena para tamu akan mengingat merk atau produk yang disajikan oleh PTPN VII dan dapat membawa oleh-oleh khas lampung dari hasil produksi mitra binaannya sendiri, (2) PTPN VII harus lebih cermat mengawasi dan mendampingi para anggota kelompok agroindustri dalam mengembangkan usaha keripik dan mencatat sejauh mana perkembangan usaha anggota sejak adanya PKBL PTPN VII, (3) PTPN VII harus membantu anggota kelompok untuk mencari dan memanfaatkan bantuan dana maupun peralatan yang dapat meningkatkan produktivitas usaha keripik.
Implikasi manajerial yang harus dilakukan oleh anggota kelompok agroindustri PKBL PTPN VII adalah 1) Pada aspek keuangan, anggota kelompok harus lebih aktif mencari dan memanfaatkan sumber-sumber pendanaan yang berbunga rendah, 2) Pada aspek produksi, anggota kelompok perlu meningkatkan skill dan penguasaan teknologi terkait peningkatan mutu dan citra produk dengan cara mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang diadakan oleh berbagai instansi-instansi setempat dan mengaplikasikan teori tersebut pada usaha keripiknya, dan 3) Pada aspek pemasaran, anggota kelompok perlu meningkatkan promosi produk kepada konsumen dengan mengikuti berbagai pameran-pameran, penggunaan kemasan berlabel, dan memberikan variasi rasa baru untuk meningkatkan minat para konsumen untuk membeli produknya. Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) PTPN VII mencakup aktivitas yang terkait dengan core business maupun yang sama sekali tidak terkait, sedangkan sumber dana diambilkan dari sebagian laba perusahaan, yang tren lima tahun terakhir jumlahnya terus meningkat. Adapun pelaksanaannya melalui program PTPN 7 merupakan suatu wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi sosial masyarakat, melalui suatu kegiatan pemberdayaan yang mendorong partisipasi masyarakat untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga mampu meningkatkan kemandirian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dalam PKBL meliputi (a) Mengikuti kegiatan pelatihan teknis yaitu pelatihan manajemen usaha kecil dan (b) Mendapatkan dana program kemitraan bagi yang membutuhkan; (2) Tiga alternatif strategi pengembangan PKBL PTPN VII yaitu : (a) Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN, (b) Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk, dan (c) Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Saran yang dapat diberikan yaitu (1) Anggota kelompok perlu meningkatkan promosi produk kepada konsumen dengan mengikuti berbagai pameranpameran, penggunaan kemasan berlabel, dan memberikan variasi rasa baru untuk meningkatkan minat para konsumen untuk membeli produknya, (2) PTPN VII harus mempromosikan produk binaannya tersebut kepada para tamu PTPN VII yang berkunjung ke Propinsi Lampung pada khususnya dan masyarakat Lampung pada umunya, karena mereka akan mengingat merk atau produk yang disajikan oleh PTPN VII dan dapat membawa oleh-oleh khas lampung dari hasil produksi mitra binaannya sendiri, (3) PTPN VII harus lebih cermat mengawasi dan mendampingi para anggota kelompok agroindustri dalam mengembangkan usaha keripik dan mencatat sejauh mana perkembangan usaha keripik anggota sejak adanya PKBL PTPN VII, dan (4) PTPN VII harus membantu anggota kelompok untuk mencari dan memanfaatkan bantuan dana maupun peralatan yang dapat meningkatkan produktivitas usaha keripik.
Kata kunci : Strategi Pengembangan, Program Kemitraan, Keripik Pisang
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan pustaka suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung)
AUGUST THRYANDA
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Tugas Akhir : Alternatif Strategi Pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VII (Studi Kasus Pada Anggota Kelompok Agroindustri Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung) Nama Mahasiswa
: August Thryanda
Nomor Pokok.
: P054100035
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, M.S. Ketua
Dr.Ir. Anggraini Sukmawati, M.M. Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah,
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, M.S, Dipl.Ing, DEA
Tanggal Ujian : 23 November 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. H. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan berkah dan karunia-Nya pada kita. Salawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul Alternatif Strategi Pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VII (Studi Kasus Pada Kelompok Agroindusti Keripik Pisang di Kota Bandar Lampung). Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing. 2. Dr.Ir. Anggraini Sukmawati, M.M. selaku Anggota Komisi Pembimbing 3. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku Penguji Luar Komisi sekaligus Ketua Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah 4. Para pengajar dan staf sekretariat Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, spesial untuk Mas Alan yang sering direpotkan oleh penulis selama menyelesaikan studi. 5. Drs. Ahmad Riadi selaku Kepala Urusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada Bagian PKBL dan Umum PT. Perkebunan Nusantara VII (dan Pengusaha Keripik Pisang pada sentra Agroindustri Keripik di Kota Bandar Lampung atas segala informasi yang telah diberikan. 6. Serly Silviyanti Soepratikno, istriku yang tetap setia memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. 7. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa dan dukungan pada penulis.
8. Teman-teman MPI Angkatan 14 : Marlinda Apriyani, Pindo Witoko, Jaja Subagia Dinata, Intan Zania, Wine Widiana, Berliyanto Budi Cahyo, Santoso, Andi Iskandar, Sugeng Riyanto, Pristiyanto, Suryadi dan Robert E. Kusnadi. 9. Seluruh sahabat yang telah membantu, memberikan support selama penulis menyelesaikan studi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga tugas akhir ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri kecil menengah pada umumnya dan usaha keripik pisang pada khususnya. Saran dan kritik atas Tugas Akhir ini sangat diharapkan, agar menjadi lebih sempurna serta memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor,
Desember 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP August Thryanda. Dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 5 Agustus 1981 sebagai anak bungsu dari Bapak Mgs. M. Damsjik Udjang dan (Alm) Ibu Sri Rahayu. Menempuh pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas di Bandar Lampung. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 1999. Selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penulis sempat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, baik intra maupun ekstra kampus diantaranya Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian, Badan Pelaksana Pusat Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (BPP ISMPI), Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bandar Lampung. Pada bulan September 2010 penulis diterima di Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis berprofesi sebagai seorang wirausahawan dan mendirikan usaha yang tergabung dalam kelompok usaha Global Cipta Cemerlang yang berkedudukan di Lampung. Saat ini penulis juga tercatat sebagai Bendahara Umum DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung sejak tahun 2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR GAMBAR ............................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xiii xv xvi
I.
PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1 Latar Belakang........................................................................ 1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 1.4 Kegunaan Penelitian ..............................................................
1 1 6 8 8
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1 Profil Usaha Kecil Menengah dan Strategi Pengembangan ... 2.2. Konsep Pemberdayaan ........................................................... 2.3 Gambaran Umum Komoditas Pisang ................................. 2.4 Analisis Strategi ..................................................................... 2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu .................…………...... ........
9 9 14 20 23 25
III. METODE PENELITIAN ........................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 3.2 Bahan dan Alat ...................................................................... 3.3 Kerangka Konseptual dan Operasional .................................. 3.4 Perancangan Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data .... 3.5 Analisis Data .......................................................................... 3.5.1 Matriks IFE dan EFE ................................................... 3.5.2 Teknik Pembobotan ............................................. ....... 3.5.3 Matriks Internal External ........................................... 3.5.4 Matriks SWOT ...................…….................................. 3.5.5 Matriks Perencanaan Strategi Quantitatif . ...................
27 27 27 27 29 32 32 33 35 35 37
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................ 4.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah ............................. 4.1.2 Keadaan Penduduk ................................................... ... 4.1.3 Keadaan Sarana dan Prasarana ..................................... 4.1.4 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN VII . 4.1.5 Kegiatan di Sentra Agroindustri Keripik ...................... 4.2 Karakteristik Responden ..................................... ................... 4.2.1 Umur ............................................................................. 4.2.2 Jumlah Anggota Keluarga Responden .......................... 4.2.3 Tingkat Pendidikan Formal Responden ........................ 4.2.4 Lamanya Berusaha Keripik ..........................................
39 39 39 39 42 43 45 47 47 47 48 48
xi
4.3 Aktivitas Pemberdayaan Anggota Kelompok Agroindustri keripik dalam PKBL .............................................................. 4.3.1 Aktivitas Pemberdayaan ................................................ 4.4.2 Hasil Pemberdayaan ..................................................... 4.4 Rencana Strategis Pengembangan ......................................... 4.4.1 Analisis SWOT ............................................................. 4.4.2 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif ................... 4.5 Implikasi Manajerial .............................................................
49 53 54 61 61 73 77
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 5.1 Kesimpulan ..................................... ....................................... 5.2 Saran ......................................................................................
81 81 81
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. .........
83
LAMPIRAN ..........................................................................................
87
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Jumlah UMKM Provinsi Lampung tahun 2010 .................................
2
2 Jumlah industri beberapa komoditas unggulan perdagangan di Kota Bandar Lampung . ................................................................
4
3 Distribusi penyaluran dana pada setiap sektor, Tahun 2011 ..............
6
4. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) digolongkan berdasarkan jumlah aset dan Omset ..................................................
10
5 Model Matriks IFE ............................................................................
33
6 Model Matriks EFE ..........................................................................
33
7 Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal perusahaan .........
34
8 Matriks Internal Eksternal .................................................................
35
9 Matriks SWOT .................................................................................
36
10 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider menurut umur tahun 2010 ..........................................................................................
39
11 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2010 ......................................................................
40
12 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan mata pencaharian tahun 2010 .....................................................................
41
13 Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan penggolongan agama tahun 2010 ......................................................
42
14 Sarana dan prasarana di Kelurahan Segala Mider tahun 2010 ...........
43
15 Harga setiap jenis keripik di Sentra Agroindustri Keripik ................
46
16 Sebaran responden berdasarkan umur ...............................................
47
17 Sebaran jumlah responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ...
47
18 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal ..............
48
xiii
19 Sebaran responden berdasarkan lamanya berusaha keripik ..............
49
20 Aktivitas yang dilakukan oleh PTPN VII dan anggota kelompok agroindustri keripik ...........................................................................
49
21 Besar dana pinjaman PKBL PTPN VII (Dalam ribu rupiah) ............
51
22 Kehadiran anggota kelompok dalam berbagai kegiatan pelatihanpelatihan teknis dan pertemuan kelompok ........................................
54
23 Volume produksi/bulan dari masing-masing anggota kelompok ......
55
24 Omset penjualan anggota kelompok/bulan (Dalam ribu rupiah) ......
56
25 Pendapatan anggota kelompok per bulan (Dalam ribu rupiah) .........
57
26 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL PTPN VII ....................................
63
27 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ...............................................
67
28 Pembobotan untuk diagram faktor internal dan eksternal ................
69
29 Analisis SWOT anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ...........................................................................................
71
30 Strategi Prioritas (SWOT) Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII ...................................................................
73
31 Total alterrnatif skor pada 10 strategi ...............................................
74
32 Tiga Strategi Utama menurut QSPM ................................................
75
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kerangka analisis kebijakan pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN VII ...............................................
30
2. Diagram alir produksi keripik di Sentra Agroindustri Keripik .......
60
3. Diagram Matriks I-E kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ........................................................................................
69
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Identitas responden anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII (dalam ribu rupiah) .............................................
87 60
2. Sumber permodalan usaha dan bantuan pinjaman dari PKBL PTPN VII (dalam ribu rupiah) ........................................................
88 60
3. Rata-rata jumlah produk yang dihasilkan dalam 1 bulan ................
60 89
4. Rata-rata penggunaan bahan baku usaha keripik dalam 1 bulan ....
60 90
5. Biaya operasional usaha agroindustri keripik per bulan (dalam ribu rupiah) ......................................................................................
91 60
6. Pendapatan anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII per bulan ...................................................................................
92 60
7. Penilaian bobot faktor strategi internal ...........................................
60 93
8. Penilaian bobot faktor strategi eksternal .........................................
60 94
9. Penilaian bobot strategi internal anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII .................................................................
95 60
10. Penilaian bobot strategi eksternal anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII .................................................................
95 60
11. Matriks evaluasi faktor internal (IFE) .............................................
60 96
12. Matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) .........................................
60 96
13. Strategi prioritas berdasarkan visi, misi dan tujuan anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ...........................
97 60
14. Strategi prioritas anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ........................................................................................
98 60
15. Matriks QSP ....................................................................................
60 99
xvi
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha kecil dan menengah (UKM) yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi UKM dalam Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41,1 persen dan skala usaha menengah sebesar 15,6 persen. Atas dasar harga konstan tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UKM (dengan migas) pada tahun 2003 tercatat sebesar 4,57 persen (angka sementara) atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional (dengan migas) yang tercatat sebesar 4,10 persen (angka sementara). Perkembangan UKM seperti itu sangat kritikal dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tantangan UKM untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKM harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi sosial kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Pada 17 Juni 2003, dikeluarkan Peraturan Menteri No. Kep/236/MBU/2003 dan Surat Menteri BUMN No.SE-433/MBU/2003 tentang Program Kemitraan untuk pemberdayaan khususnya UMKM. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKM dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjaminnya kelangsungan hidup dan perkembangan UKM sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan.
2
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memiliki tujuan yang sangat berpihak kepada UMKM, diantaranya : (1) Peningkatan jumlah dan peran koperasi dan UMKM dalam perekonomian Nasional; (2) Peningkatan pemberdayaan koperasi dan UMKM; (3) Peningkatan daya saing produk koperasi dan UKM melalui peningkatan kemampuan koperasi dan UKM
dalam
mengembangkan produk-produk kreatif, inovatif, berkualitas dan berdaya saing; (4) Peningkatan pemasaran produk koperasi dan UKM melalui peningkatan kelembagaan dan jaringan pemasaran serta pangsa pasar produk koperasi dan UKM; (5) Meningkatkan akses pembiayaan dan penjaminan koperasi dan UMKM melalui
penyediaan skema dan memperluas akses pembiayaan yang sesuai
dengan kebutuhan koperasi dan UMKM; (6) Pengembangan wirausaha koperasi dan UMKM baru; (7) Perbaikan iklim usaha yang lebih berpihak kepada koperasi dan UMKM. Lampung merupakan salah satu daerah pemberi kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan dan pemberdayaan UKM nasional. Perkembangan jumlah usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Lampung dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah UMKM Provinsi Lampung Tahun 2010 No. Bidang Jumlah Unit 1. Pertambangan dan Penggalian 2.908 2. Industri Pengolahan 66.850 3. Listrik, gas, dan air bersih 281 4. Konstruksi 6.680 5. Pertanian 1.064.687 6. Perdagangan, hotel, dan restoran 278.559 7. Keuangan, persewaan/jasa perusahaan 1.829 8. Jasa-jasa 52.024 Total unit 1.473.818 Sumber : Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, 2011 Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Lampung mencatat jumlah unit usaha yang tergolong UMKM di daerah ini per 31 Desember 2010 mencapai 1,473 juta unit. Dinas Koperasi dan UMKM mencatat dari 1,473 juta unit UMKM di Lampung terbagi menjadi delapan bidang, yakni pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi; pertanian; perdagangan, hotel, dan restoran; keuangan, persewaan/jasa perusahaan; dan jasa-
3
jasa. UMKM dengan jumlah terbanyak bergerak di bidang pertanian, yakni 1.064.687 unit, diikuti dengan bidang perdagangan, hotel dan restoran, sebanyak 278.559 unit lalu diikuti oleh industri pengolahan sebanyak 66.850 unit. Bidang pertanian memberi kontribusi terbesar dalam pengembangan UMKM di Lampung. Hal ini disebabkan karena Provinsi Lampung didukung oleh kondisi geografis yang merupakan daerah pertanian. Produk pertanian unggulan Provinsi Lampung adalah pisang. Buah ini banyak didatangkan dari Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, Lampung Barat, Lampung Utara, dan Lampung Tengah dan Lampung Timur. Produksi pisang Lampung pada tahun 2003, mencapai 319.081 ton, angka ini terus meningkat dibandingkan dengan produksi pisang pada tahuntahun sebelumnya, dimana pada tahun 2002 sebesar 184.554. Ekspor pisang segar dari Provinsi Lampung pada caturwulan pertama tahun 2001 sekitar 316 ton dengan nilai 58.976 dollar Amerika, atau 0,02 persen dari total ekspor provinsi sebesar 245,6 juta dollar Amerika. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan ekspor di caturwulan yang sama tahun sebelumnya, yang nilainya mencapai 103.215 dollar Amerika. Ekspor pisang Indonesia selama ini ditujukan ke negara-negara dikawasan Asia terutama Cina (Dinas Perkebunan Lampung). Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bidang pertanian akan lebih berkembang pesat jika dipadukan dengan industri pengolahan makanan. Terutama untuk Kota Bandar
Lampung,
pengembangan
dan
pemberdayaan
UMKM
dapat
dikonsentrasikan kepada industri pengolahan makanan yang berasal dari produk pertanian seperti pisang. Jumlah industri beberapa komoditas unggulan perdagangan yang ada di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa keripik pisang menduduki peringkat kedua setelah komoditas kopi. Banyaknya jumlah industri keripik pisang dikarenakan di Provinsi Lampung tersedia bahan baku yang cukup besar. Industri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat adalah pusat perdagangan keripik di Kota Bandar Lampung.
4
Tabel 2. Jumlah industri beberapa komoditas unggulan perdagangan di Kota Bandar Lampung No. Komoditas Unggulan Industri (Unit) 1. Keripik Pisang 38 2. Kopi 49 3. Sulaman dan Bordir 15 4. Kain Tapis 18 5. Kerang 21 6. Melinjo 37 Sumber : Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, 2011
Sebagai kota yang mengandalkan sektor industri, ada beberapa kawasan yang awalnya tumbuh dengan sendirinya sebagai kawasan industri di Kota Bandar Lampung selain Kawasan Industri Lampung (KaIL) sebagai kawasan industri yang ditetapkan oleh pemerintah, diantaranya yakni : kawasan industri di Jalan Soekarno-Hatta, by pass, Jalan Yos Sudarso, Panjang, Srengsem, dan sepanjang jalur lintas Sumatera. Dalam pengembangan sektor industri seringkali dijumpai beberapa kendala yaitu tidak tersedianya modal yang cukup serta rendahnya potensi sumberdaya manusia yang dimiliki. Menanggapi hal itu, kebijakan program kemitraan merupakan salah satu strategi pembangunan pemerintah yang berpihak kepada pengusaha kecil dan menengah. Program ini merupakan upaya pemberdayaan petani dan pengurangan kesenjangan ekonomi antara perusahaan besar agroindustri dan petani kecil. Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Program kemitraan diharapkan mampu menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), agar menjadi tangguh dan mandiri. Program kemitraan mampu memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensinya serta peran dan partisipasi masyarakat. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII (Persero) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan yang ada di wilayah Sumatera bagian selatan yang berkantor di wilayah Bandar Lampung. PTPN VII tidak hanya fokus bergerak di bidang perkebunan. Salah satu program
5
mereka adalah menyaring para pengusaha mikro dan kecil dalam membantu meningkatkan kreatifitas. Usaha keripik salah satunya, yang bertempat di dekat kantor PTPN VII di sepanjang jalan Zainal Abidin Pagar Alam Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung. Lokasi usaha PTPN VII yang berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat, menyebabkan keberadaannya sangat diperlukan sebagai agent of development dalam rangka memberikan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga diharapkan mampu membangun suasana kerja dan hubungan masyarakat yang semakin kondusif. Untuk merealisasikan hal tersebut, dilakukan berbagai upaya dalam
rangka
mendorong kegiatan
pertumbuhan
ekonomi
daerah
dan
menciptakan lapangan kerja serta kesempatan berusaha, terutama bagi usaha kecil/menengah di sekitar unit usaha. Salah satu upaya tersebut adalah Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), yang bergerak di sektor industri, perdagangan umum, perkebunan rakyat, perikanan dan lain-lain. Pembinaan terhadap pengusaha kecil/ekonomi lemah diberikan dalam bentuk bantuan modal kerja, pelatihan dan keterampilan, manajemen usaha serta dalam bentuk kepedulian lingkungan melalui program bina lingkungan yaitu berupa bantuan fisik untuk korban bencana alam, pendidikan dan latihan kepada masyarakat sekitar, sarana dan prasarana umum dan lain-lain. Dampak dilakukannya hal ini adalah keberadaan PTPN VII benar-benar dirasakan oleh masyarakat sekitar. Keberhasilan ini tentunya akan mampu membantu pemerintah dalam upaya menuju pemberdayaan ekonomi kerakyatan, dengan tujuan untuk mendorong kegiatan dan pertumbuhan perekonomian serta terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha dengan mengembangkan potensi usaha kecil dan koperasi, agar menjadi tangguh dan mandiri. Distribusi penyaluran dana PTPN VII pada tiap sektor untuk tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan distribusi penyaluran dana PTPN VII pada berbagai sektor, salah satunya dananya dikucurkan pada PKBL PTPN VII yang terletak di sentra industri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung. Bantuan dana tersebut tersebut diambil dari bagian sektor industri, karena sebagian besar anggotanya adalah pemilik usaha industri
6
keripik skala rumah tangga yaitu keripik pisang. Keripik pisang saat ini telah menjadi icon oleh-oleh asal Lampung. Keripik pisang merupakan komoditas unggulan industri kedua setelah kopi. Tabel 3. Distribusi penyaluran dana pada setiap sektor, Tahun 2011 Sektor Sektor Industri Sektor Perdagangan Sektor Pertanian Sektor Perkebunan Sektor Perikanan Sektor Peternakan Sektor Jasa Sektor lainnya Jumlah
Jumlah Dana Rp. 713.000.000,Rp. 1.920.750.000,Rp. 9.101.000.000,Rp. 412.500.000,Rp. 66.500.000,Rp. 283.000.000,Rp. 394.000.000,Rp. 300.000.000,Rp.13.190.750.000,-
Jumlah Mitra Binaan 70 273 1.552 19 25 25 43 2 2009
Sumber : PTPN VII, 2011.
1.2
Perumusan Masalah Jumlah usaha kecil dan menengah di Lampung semakin meningkat
jumlahnya. Sebagian besar UKM selalu menghadapi kendala klasik yaitu keterbatasan modal, pemasaran, sumber daya manusia, dan ketersedian bahan baku. Empat aspek itu menjadi faktor penghambat laju perkembangan industri kecil di Lampung. Banyak UKM masih mencari pasar bagi produknya. Banyak pula UKM yang tidak mampu memenuhi permintaan karena terbatasnya permodalan dan ketersedian bahan baku. Sehingga, ketika permintaan meningkat, UKM banyak yang kelimpungan sendiri. Ditambah lagi dengan minimnya sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki. Berbagai upaya dan kebijakan untuk membangun sektor ini telah banyak dilakukan, tapi sampai sekarang belum ditemukan formula yang dianggap paling tepat untuk bisa keluar dari kendala tersebut. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan
7
perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya. Program Kemitraan yang dilakukan PTPN VII di sentra industri keripik Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung
merupakan
salah
satu
usaha
yang
dilakukan
untuk
dapat
mengembangkan UKM di Propinsi Lampung. Tujuan dari adanya PKBL PTPN VII yaitu meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Aktifitas pemberdayaan yang dilakukan PKBL tidak sebatas pada bantuan pemberian pinjaman modal saja, tetapi juga peningkatan sumber daya manusia. Permasalahan mengenai kondisi masyarakat sekitar baik dari sisi sosial dan ekonomi juga harus menjadi pertimbangan PKBL. Faktor-faktor yang menjadi penyebab masyarakat pelaku industri di Kelurahan Segala Mider perlu diberdayakan juga harus dikaji secara lebih mendalam agar program yang digulirkan oleh PTPN VII menjadi tidak salah sasaran. Agar tujuan dari PKBL menjadi tepat sasaran juga diperlukan sebuah pengkajian yang mendalam mengenai bagaimana strategi pengembangan yang dilakukan baik dari program maupun pendekatan-pendekatan lain. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung ?
2.
Bagaimana alternatif strategi pengembangan kemitraan (IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM) yang dilakukan oleh PTPN VII dalam mendukung kegiatan usaha mitra binaannya ?
8
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1.
Mengidentifikasi aktivitas program pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung.
2.
Merumuskan alternatif strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam mendukung keberhasilan usaha mitra binaannya.
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai : 1.
Bahan masukan bagi PTPN VII dalam membuat atau memperbaharui kebijakan mengenai kegiatan PKBL yang dilakukan di Sentra Industri Keripik Segala Mider.
2.
Bahan informasi dan perbandingan bagi penelitian sejenis ditempat dan waktu yang berbeda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Profil Usaha Kecil Menengah dan Strategi Pengembangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah : a. Usaha Mikro Kriteria kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil Kriteria Usaha Kecil Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah Kriteria Usaha Menengah Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) menurut UU ini digolongkan berdasarkan jumlah aset dan Omset yang dimiliki oleh sebuah usaha yang dapat dilihat pada Tabel 4.
10
Tabel 4. Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) digolongkan berdasarkan jumlah aset dan Omset No 1 2 3
Kriteria
Usaha
Asset Usaha Mikro Maks. 50 Juta Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta Usaha Menengah > 500 Juta – 10 Miliar Selain
berdasar
Undang-undang
Omzet Maks. 300 Juta > 300 Juta – 2,5 Miliar > 2,5 Miliar – 50 Miliar
tersebut,
dari
sudut
pandang
perkembangannya Usaha Kecil dan Menengah dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria Usaha Kecil dan Menengah yaitu: a.
Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
b.
Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
c.
Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
d.
Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB). Besarnya potensi perkembangan usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM)
di Lampung menarik minat berbagai lembaga permodalan untuk berekspansi ke sini. Keterbatasan wawasan serta kurang motivasi untuk membesarkan usahanya masih menjadi kendala yang klise bagi UMK kita. Dengan segala potensi alam yang dimiliki oleh Lampung harusnya UMK di daerah ini punya motivasi besar untuk terus melakukan inovasi dan selalu konsisten dalam meningkatkan kualitas produk yang mereka hasilkan agar dapat berkembang lebih maju. Menurut Hafsah (2004), Pada umumnya permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Lampung, antara lain meliputi :
11
a. Kurangnya Permodalan. Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratifdan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas. Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi
perkembangan teknologi baru untuk
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya. c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar. Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik. d. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif. Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar. e. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha. Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.
12
f. Implikasi Otonomi Daerah. Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut. g. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek. Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek. h. Terbatasnya Akses Pasar. Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. Menurut Hafsah (2004), Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut : a. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif. Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya
iklim
yang
kondusif
antara
lain
dengan
mengusahakan
ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya. b. Bantuan Permodalan. Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yangada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank c. Perlindungan Usaha. Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan
13
perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution). d. Pengembangan Kemitraan. Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untukmemperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. e. Pelatihan. Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. f. Membentuk Lembaga Khusus. Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM. g. Memantapkan Asosiasi.Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. h. Mengembangkan Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha
besar diperlukan media khusus dalam
upaya
mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya. i. Mengembangkan Kerjasama yang Setara. Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
14
2.2
Konsep Pemberdayaan Menurut Hasyim (2005), kemitraan berasal dari kata mitra (diangkat dari
bahasa jawa, ”mitro”) yang berarti kawan kerja atau pasangan kerja. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, pola-pola kemitraan terdiri dari : 1.
Pola kemitraan inti plasma, yaitu pola kemitraan yang perusahaan mitranya bertindak sebagai perusahaan inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberi pelayanan, bimbingan kepada petani/kelompok tani dan kelompok mitra berlaku sebagai plasma.
2.
Pola kemitraan subkontrak, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.
3.
Pola kemitraan keagenan, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan kemitraan.
4.
Pola kemitraan dagang umum, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra atau dengan kata lain perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra.
5.
Pola kemitraan KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis),yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.
6.
Pola kemitraan waralaba, yaitu pola kemitraan yang kelompok mitranya diberi hak lisensi merek dagang dan saluran pemasaran disertai bantuan manajemen.
7.
Pola kemitraan bentuk-bentuk lain, yaitu pola kemitraan yang pada saat ini sudah berkembang, tetapi belum dibakukan atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang. Menurut Hidayat dan Darwin (2001), faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemberdayaan adalah variabel-variabel yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan kegiatan pemberdayaan. Dalam konteks pemberdayaan
15
rakyat diperlukan variabel pokok yang menjadi fokus utama dalam program pemberdayaan yaitu ekonomi dan sosial. Variabel ekonomi meliputi : Sumber Daya Manusia (SDM), modal dan teknologi. Variabel sosial meliputi : keterampilan dan minat. 1.
Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia adalah usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses produksi yaitu SDM yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Sumberdaya manusia seringkali disebutkan sebagai kekayaan yang paling berharga dari suatu organisasi dan segala keberhasilan atau kegagalan banyak dipengaruhi oleh kualitas dari sumber ini.
2.
Modal Modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersamasama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Modal berhubungan erat dengan uang, modal adalah uang yang tidak dibelanjakan, jadi disimpan untuk kemudian diinvestasikan.
3.
Teknologi Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak terlepas daripada kemajuan teknologi. Teknologi yang senantiasa berubah itu adalah syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanianpun terhenti.
4.
Keterampilan Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan (Departemen Pendidikan Nasional, 2005).
Keterampilan
dalam
pemberdayaan
ekonomi
rakyat
adalah
kemampuan dalam mengelola usaha yang dikembangkan. Rendahnya keterampilan dalam kelompok sasaran dapat dikembangkan melalui intervensi bantuan modal, pelatihan dan pengadaan teknologi sesuai dengan kebutuhan. 5.
Minat Minat adalah keinginan atau dorongan atas jenis usaha yang akan dikembangkan. Minat merupakan suatu variabel sosial yang sangat penting
16
untuk diketahui, karena meskipun suatu unit usaha memiliki skor variabel ekonomi yang sangat baik, namun bila tidak diminati maka hal ini mengindikasikan bahwa unit usaha tersebut kurang atau bahkan tidak prospek untuk dikembangkan. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) memiliki visi untuk menjadi bagian yang mampu menciptakan dan mendukung keberlanjutan perusahaan melalui harmonisasi kepentingan perusahaan, hubungan sosial kemasyarakatan dan lingkungan (PTPN 2009). Misi dari PKBL adalah untuk : 1.
Menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat, khususnya UMKM, agar menjadi tangguh dan mandiri.
2.
Memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensi, peran dan partisipasi masyarakat.
3.
Membantu masyarakat mendapatkan fasilitas sosial dan umum yang layak dan sehat sesuai dengan kebutuhannya (felt needs).
4.
Mempertahankan dan mengembangkan fungsi dan kualitas lingkungan.
5.
Membentuk perilaku wirausaha dan masyarakat yang etis dan professional.
Tujuan PKBL adalah : 1.
Terciptanya pertumbuhan ekonomi rakyat dengan memperluas kesempatan berusaha di UMKM.
2.
Terbentuknya masyarakat yang mandiri berdasarkan potensi sumberdaya manusia dan alam yang dimiliki.
3.
Terpenuhinya fasilitas sosial dan umum yang layak, sehat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4.
Terjaganya kelestarian alam dan lingkungan.
5.
Terwujudnya masyarakat dan mitra binaan yang memiliki perilaku etis dan professional. Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha
kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (PTPN 2009). Usaha kecil yang dapat diikut sertakan dalam program kemitraan memiliki beberapa syarat, yaitu :
17
1.
Milik Warga Negara Indonesia (WNI).
2.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.
3.
Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
4.
Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun.
5.
Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan. Setelah memenuhi semua persyaratan di atas, mitra binaan memiliki
kewajiban yang harus dijalankan yaitu melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh BUMN pembina, menyelenggarakan pencatatan/pembukuan dengan tertib membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati serta menyampaikan laporan perkembangan usaha setiap triwulan kepada BUMN pembina. Selain mitra binaan, BUMN pembina kemitraan juga memiliki kewajiban, yaitu : 1.
Membentuk unit program kemitraan dan program bina lingkungan.
2.
Menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan program kemitraan dan program bina lingkungan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi (SKD).
3.
Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) program kemitraan dan program bina lingkungan.
4.
Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon mitra binaan secara langsung.
5.
Menyiapkan dan menyalurkan dana program kemitraan kepada mitra binaan dan dana program bina lingkungan kepada masyarakat.
6.
Melakukan pemantuan dan pembinaan terhadap mitra binaan.
7.
Mengadministrasikan kegiatan pembinaan.
8.
Melakukan pembukuan atas program kemitraan dan program bina lingkungan.
9.
Menyampaikan laporan pelaksanaan program kemitraan dan program bina lingkungan yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada menteri.
18
10. Menyampaikan laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada koordinator BUMN pembina di wilayah masing-masing. Sumber dana atau pembiayaan program kemitraan didapatkan dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2%, hasil jasa administrasi pinjaman, bunga deposito dan jasa giro dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasional. Peruntukan dana program kemitraan dibedakan menjadi dua yaitu pinjaman dan hibah. Pinjaman dilakukan untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan. Hibah digunakan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan hal -hal lain yang mengangkat peningkatan produktivitas mitra binaan serta untuk pengkajian atau penelitian (maksimal 20% dari penyaluran dana kemitraan). Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan (Suharto
2009).
Pemberdayaan sebagai suatu proses adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan sebagai tujuan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud adalah masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan adalah proses menjadikan masyarakat menjadi mandiri, bukan tergantung kepada orang lain dan membantu masyarakat menjadi pemain utama (subjek) bukan sebagai pembantu atau penonton (Irwan 2007). Pemberdayaan bukan hanya meliputi individu dan kelompok masyarakat lapisan bawah, pinggiran dan pedesaan sebagai kelompok sasaran, tetapi seluruh sumberdaya manusia yang berperan dalam kelompok masyarakat. Istilah pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka (Adi 2002).
19
Menurut
Kartasasmita
(1996)
yang
diacu
oleh
Hafsah
(2008)
mengemukakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi yaitu : 1.
Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena bila hal tersebut terjadi maka akan terjadi kepunahan, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga akan membuat masyarakat semakin berdaya.
2.
Memberdayakan
juga
mengandung
arti
melindungi
dalam
proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, disebabkan karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. 3.
Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan, serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Kelompok adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup
bersama dan mengadakan hubungan antara sesama mereka (Soekanto, 1990). Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga kesadaran untuk saling menolong. Menurut Mulyana (2005) dalam Effendy (2006) kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Salah satu ciri terpenting dari kelompok menurut Mardikanto (1991), adalah suatu kesatuan sosial yang memiliki kepentingan bersama dan tujuan bersama. Tujuan ini dicapai melalui pola interaksi yang mantab dan masing-masing (individu yang menjadi anggotanya) memiliki perannya sendiri-sendiri. Kelompok dapat diartikan sebagai himpunan yang terdiri dari dua atau lebih individu (manusia) yang memiliki ciri-ciri : 1.
Memiliki ikatan yang nyata
2.
Memiliki interaksi dan interrelasi sesama anggotanya
20
3.
Memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas
4.
Memiliki kaidah-kaidah atau norma tertentu yang disepakati bersama
5.
Memiliki keinginan dan tujuan bersama Menurut Rakhmat (2000), kelompok mempunyai tujuan dan melibatkan
interaksi di antara anggota-anggotanya. Dengan kata lain, kelompok memiliki dua tanda psikologis. Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompok (sense of belonging) yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil yang lain. Menurut Notohadiprawiro (2006), agroindustri adalah industri yang bahan bakunya berasal dari hasil pertanian. Istilah agroindustri merujuk pada suatu jenis industri yang bersifat pertanian. Agroindustri merupakan industri besar karena : 1.
Menggunakan sumberdaya yang sangat beraneka.
2.
Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.
Melibatkan sejumlah tenaga kerja dengan berbagai keterampilan.
4.
Memerlukan kemahiran mengelola secara terpadu (integrative), menyeluruh (comprehensive) dan lentur (flexible).
5.
Melibatkan beraneka kegiatan jasa, meliputi komunikasi, transportasi, informasi, pendidikan, penelitian dan tataniaga.
6.
Melibatkan uang dalam jumlah besar. Industri merupakan komponen dari agribisnis. Pengertian agroindustri
sebagai komponen dari sistem agribisnis merupakan industri yang mengolah bahan baku dari hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi. Agroindustri mempunyai peranan yang sangat penting karena pada umumnya mampu menghasilkan nilai tambah dari produk segar hasil pertanian.
2.3
Gambaran Umum Komoditas Pisang Tanaman pisang adalah tanaman buah herba yang berasal dari kawasan
Asia Tenggara yang kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan
21
buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium. Pisang mempunyai manfaat dalam penyembuhan anemia, menurunkan tekanan darah, tenaga untuk berpikir, kaya serat untuk membantu diet, kulit pisang dapat digunakan sebagai cream anti nyamuk, membantu sistem syaraf, dapat membantu perokok untuk menghilangkan pengaruh nikotin, stres, mencegah stroke, mengontrol temperatur badan terutama bagi ibu hamil, menetralkan keasaman lambung, dan sebagainya.Tanaman pisang secara genetis dapat menghasilkan vaksin yang murah dan sebagai alternatif untuk pertahanan anak dari serangan penyakit. Pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan Indonesia. Walaupun bukan tergolong kedalam buah ekslusif (hanya dapat tumbuh di lokasi tertentu,
dibudidayakan
secara
modern,
harga
jual
yang
tinggi
dan
diperdagangkan oleh lembaga pemasaran tertentu), pisang memiliki potensi pasar yang luas dan diminati oleh hampir semua lapisan dan golongan masyarakat. Pisang di Indonesia mempunyai ragam varietas atau kultivar yang cukup banyak seperti pisang ambon, barangan, raja bulu, raja sere, badak, kapok kuning, nangka, tanduk, agung, mas dan lain-lain. Tanaman pisang pada umumnya dikembangkan secara vegetatif berupa anakan atau belahan bonggol dan bibit hasil kultur jaringan. Berdasarkan fungsinya, pisang dikelompokan dalam empat golongan yaitu: Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. banana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas, pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typic atau disebut juga M. paradisiaca normalis misalnya pisang nangka, tanduk dan kapok, pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya misalnya pisang
22
batu dan klutuk dan yang terakhir pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca). Sedangkan berdasarkan cara konsumsi pisang dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang dikonsumsi dalam bentuk segar setelah matang, seperti pisang ambon, susu dan raja. Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar atau dikolak, dibuat sale dan gaplek. Pisang dapat diolah menjadi tepung, keripik pisang dan puree seperti pisang tanduk, siam, kapas, kepok, nangka dan uli. Ekspor pisang dalam bentuk olahan yang sudah diperdagangkan di luar negeri adalah keripik pisang (Utami, 2009). Keripik pisang adalah produk makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Tujuan pengolahan pisang menjadi keripik pisang adalah untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan/memperpanjang kemanfaatan buah pisang. Syarat mutu keripik pisang dapat mengacu SNI 01-4315-1996. Propinsi Lampung mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan agroindustri, terutama untuk agroindustri dengan orientasi pasar antar daerah maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan pertanian yang cukup luas untuk kebutuhan bahan baku agroindustri, sehingga memungkinkan pengembangan agroindustri dengan skala usaha yang optimal. Salah satu Usaha kecil sektor agroindustri yang memiliki prospek sangat potensial untuk dikembangkan di Propinsi Lampung adalah usaha pembuatan keripik pisang. Di salah satu sudut kota bandar Lampung terdapat satu kawasan industri keripik pisang, dimana terdapat lebih dari 50 merek dagang yang terdaftar di kawasan tersebut. Kawasan tersebut terletak di jalan Zainal Abidin Pagar Alam, Kelurahan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung. Pada awalnya kawasan tersebut bukanlah sebagai sentra keripik pisang lampung seperti saat ini, namun setelah mendapatkan berbagai dukungan dari berbagai pihak dan juga pemerintah daerah maka terciptalah kawasan pusat oleh oleh keripik pisang tersebut (Adianto, 2010).
23
2.4
Analisis Strategi Strategi menurut Chandler yang dirujuk Rangkuti (2006) menyebutkan bahwa
strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber dana yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun. Menurut Rangkuti (2006) konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut : 1. Distinctive Competence; yaitu tindakan yang dilakukan untuk perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Dua faktor yang biasa diidentifikasi adalah keahlian tenaga kerja dan kemampuan sumber dayanya. 2. Competitive Advantage; yaitu kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Biasanya yang dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan perhatian lebih pada 3 (tiga) faktor yaitu; cost leadership, diferensial dan fokus. Selanjutnya, Rangkuti (2006) mengelompokkan strategi menjadi tiga tipe yaitu; 1. Strategi Manajemen yaitu strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro misalnya, strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi akusisi, strategi pengembangan pasar, strategi mengenai keuangan dan sebagainya. 2. Strategi Investasi, strategi ini merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi. Misalnya apakah perusahaan ingin melakukan strategi pertumbuhan yang agresif atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi divestasi dan sebagainya.
3. Strategi Bisnis yaitu biasa disebut juga dengan strategi bisnis secara fungsional karena strategi berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen, misalnya strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi, strategi organisasi dan strategi-strategi yang berhubungan dengan keuangan.
Menurut David (2006), analisis SWOT merupakan instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan
24
cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan halhal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. Tujuan dari Analisa SWOT adalah untuk memberikan gambaran hasil analisis keunggulan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan secara menyeluruh yang digunakan sebagai dasar atau landasan penyusunan objektif dan strategi perusahaan dalam corporate planning. Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor eksternal (luar) yaitu Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats. Metode ini paling sering digunakan dalam metode evaluasi bisnis untuk mencari strategi yang akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu : 1.
Strengths (Kekuatan) Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
2.
Weakness (Kelemahan) Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
3.
Opportunities (Peluang) Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri, misalnya : kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.
4.
Threats (Ancaman) Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
25
Menurut David (2006), Di luar strategi-strategi pemeringkatan untuk mendapatkan daftar prioritas, hanya ada satu teknik analitis dalam literatur yang dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari berbagai tindakan alternatif. Teknik tersebut adalah Matriks Perencanaan Strategis Quantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM), yang secara objektif menunjukkan strategi mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal ayang diidentifikasikan sebelumnya. Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang dibangun berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Daya tarik relatif dari setiap strategi di dalam serangkaian alternatif dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari setiap faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Beberapa strategi alternatif dapat dimasukkan dalam QSPM, dan berapapun strategi dapat dimasukkan dalam setiap rangkaian tersebut, tetapi hanya strategi-strategi di dalam rangkaian tertentu yang dievaluasi relatif satu terhadap yang lain.
2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu Indariawati et al (2011) hasil penelitian adalah strategi pengembangan usaha yang paling tepat untuk dimplementasikan adalah memperluas jangkauan distribusi dan pemasaran. Strategi tersebut dapat dicapai dengan cara penetrasi pasar, pengembangan produk yang sudah ada dan perluasan pasar, dengan tetap mengandalkan kekuatan dan peluang yang ada, serta mengatasi semua kelemahan dan mengantisipasi adanya ancaman yan berasal dari lingkungan perusahaan. Identifikasi dan evaluasi faktor lingkungan internal meliputi mutu poduk, diversifikasi produk, pengalaman berusaha, kapasitas produksi cukup besar dan loyalitas karyawan; disamping kurangnya promosi, pencatatan keuangan masih sederhana, tenaga pemasaran belum optimal, penetapan harga jual dan keterbatasan modal. Identifikasi dan evaluasi faktor lingkungan eksternal meliputi SDA, sosial budaya dan lingkungan, kemudahan proses produksi, kekuatan tawar menawar dari konsumen dan pemasok, keberadaan perusahaan sejenis,
26
perusahaan pendatang baru, keberadaan produk sejenis, kebijakan pemerintah serta kondisi ekonomi dan politik. Anggun Farantika Eritmetik (2010) didapatkan kesimpulan bahwa: (1) Aktivitas Program Kemitraan dan Bina Lingkungan(PKBL) oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dilakukan dengan memberikan pelatihan manajemen usaha kecil dan pemberian dana pinjaman program kemitraan, (2) Semakin tepat pemberian dana pinjaman program kemitraan maka proses dan tujuan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII akan semakin tercapai, (3) Semakin tinggi minat anggota KUB Telo Rezeki dalam mengembangkan usaha keripik maka proses dan tujuan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII akan semakin tercapai, (4) Proses pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII mampu meningkatkan keterampilan anggota KUB Telo Rezeki Mitra PTPN VII dan (5) Proses pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII mampu meningkatkan modal yang dimiliki anggota KUB Telo Rezeki Mitra PTPN VII.
Nurmianto (2004) menerangkan bahwa untuk penilaian kinerja dari suatu model atau pola kemitraan terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan yaitu efektivitas, profesionalitas, pola pembinaan, pola pengawasan, modal yang disalurkan, potensi pengembangan, dan prosedur birokarsi yang ada. Bobot terbesar dari kriteria adalah pada kriteria efektivitas sebesar 0.354, kemudian secara berurutan adalah profesionalitas sebesar 0.24, prosedur birokrasi sebesar 0.159, pola pembinaan sebesar 0.104, pola pengawasan sebesar 0.068, potensi pengembangan sebesar 0.045, dan modal yang disalurkan sebesar 0.031. Model usulan adalah model kemitraan yang memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM dengan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri. Pola Kemitraan yang sedang berjalan saat ini sebaiknya dirubah dengan model usulan guna mendukung kemajuan bersama (win-win solution).
III. METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung
Karang Barat Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2007 Kelurahan Segala Mider dijadikan Sentra Industri Keripik di Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-November 2012. 3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuisioner
ini diberikan kepada responden penelitian. Kuisioner ini berisi pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan penelitian. Setiap responden harus mengisi 1 buah kuisioner. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan memanfaatkan komputerisasi. 3.3
Kerangka Konseptual dan Operasional Kebijakan program kemitraan merupakan salah satu strategi pembangunan
pemerintah yang berpihak kepada pengusaha kecil dan menengah. Program ini merupakan upaya pemberdayaan petani dan pengurangan kesenjangan ekonomi antara perusahaan besar agroindustri dan petani kecil. Pemberdayaan adalah pendekatan agar masyarakat memegang kekuasaan dan kontrol terhadap program atau kelembagaan berikut mengambil keputusan dan kegiatan administrasi. Partisipasi
diraih
melalui
hati
nurani,
demokratisasi,
solidaritas
dan
kepemimpinan. Partisipasi untuk pemberdayaan biasanya bercirikan terjadinya proses mandiri dalam perubahan tatanan kehidupan sosial dan politik. Menurut (BBKP, 2001), pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk makin mandiri dalam mengembangkan kehidupan
mereka.
Proses
pemberdayaan
merupakan
upaya
membantu
masyarakat untuk mengembangkan kemampuan sendiri sehingga mampu mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri.
28
Pemberdayaan dilakukan melalui fasilitas dan penciptaan iklim kondusif yang memungkinkan masyarakat berkembang, memperkuat potensi dan daya yang
dimiliki
masyarakat,
serta
memberikan
perlindungan
seperlunya.
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Upaya dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan tersebut. Merujuk pada teori Hidayat dan Darwin (2001), Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan terdiri dari variabel ekonomi dan sosial namun pada penelitian ini, peneliti hanya ingin melihat beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan terhadap PKBL. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan
yang akan diteliti adalah: (1) modal merupakan dana
stimulan/pinjaman PKBL yang diberikan kepada anggota yang dimaksudkan untuk kegiatan ekonomi produktif dan (2) minat adalah keinginan atas jenis usaha yang akan dikembangkan, semakin tinggi minat yang dimiliki oleh anggota kelompok agroindustri diduga akan mempermudah terlaksananya kegiatan pemberdayaan melalui PKBL. Pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dalam PKBL memiliki indikator-indikator yaitu: 1) indikator proses yaitu terlaksananya kegiatan pelatihan teknis yaitu terlaksananya pelatihan manajemen usaha kecil dan tersalurkannya dana program kemitraan, (2) indikator tujuan yaitu kinerja anggota kelompok dan keterampilan anggota kelompok dalam teknis produksi dan pemasaran hasil . Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba BUMN.
Program
kemitraan
diharapkan
mampu
menumbuhkan
dan
mengembangkan perekonomian masyarakat, khususnya UMKM, agar menjadi tangguh dan mandiri. Penelitian ini selanjutnya akan melihat keterampilan dan modal anggota kelompok agroindustri keripik di Kelurahan Segala Mider
29
Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dalam teknis produksi dan pemasaran hasil sebelum dan sesudah adanya PKBL. Strategi pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam kaitannya pengembangan sektor usaha mikro, kecil dan menengah di Bandar Lampung diintegrasikan dengan menggunakan matrik IFE, EFE, IE, SWOT dan QSPM. Dalam mewujudkan hal tersebut dilakukan identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan khususnya agroindustri keripik pisang di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung yang terdiri dari proses bisnis, jaringan dan komponen agroindustri terkait. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dihasilkan suatu jawaban terhadap beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan, yaitu strategi apakah yang dapat diterapkan dalam melakukan pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan oleh PTPN VII terhadap agroindustri keripik pisang di Bandar Lampung. Setelah tujuan dispesifikasikan, dikembangkan berbagai alternatif tindakan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Melalui evaluasi alternatif yang tersedia, kemudian ditetapkan dan direkomendasikan tindakan kebijakan yang dinilai paling tepat. Kerangka analisis kebijakan pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN VII selengkapnya diilustrasikan pada Gambar 1.
3.4
Perancangan Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data Penelitian
diawali
dengan
perumusan
permasalahan
mengenai
perkembangan dan pemberdayaan UMKM baik secara nasional sampai ke tingkat provinsi khususnya Lampung. Masalah yang telah dirumuskan, diformulasikan dengan mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan pemberdayaan UMKM melalui Program Kemitraan khususnya oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung. Setelah melakukan perumusan permasalahan dan formulasi masalah, langkah penelitian selanjutnya adalah perumusan tujuan yang mencakup identifikasi aktivitas program pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN
30
VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung, identifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung, serta menyusun strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam menyusun rumusan strategi pengembangan kegiatan usaha mitra binaannya. Tujuan PKBL PTPN VII
Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan eksternal
Matriks IFE
Matriks EFE
Identifikasi faktor
Matrik IE
Formulasi Alternatif Strategi
Matrik SWOT
Penentuan Prioritas Strategi
Matrik QSPM
Rekomendasi Strategi Gambar 1. Kerangka analisis kebijakan pengembangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN VII Penelitian ini dibagi menjadi tiga sub kajian utama, yaitu : 1) Mempelajari untuk
mengetahui
aktivitas
program
pemberdayaan
anggota
kelompok
agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dengan cara melakukan survey langsung ke lokasi penelitian, membaca literatur tentang aktivitas program
31
pemberdayaan tersebut, melakukan prasurvei dengan wawancara terhadap pihak atau instansi terkait yaitu Kepala Urusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah bagian PKBL dan Umum PTPN VII (Bapak Ahmad Riadi) dan Sucipto Adi (Ketua Kelompok Usaha Bersama Telo Rezeki), 2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dengan cara melakukan wawancara langsung menggunakan kuisioner terhadap peserta PKBL di lokasi penelitian, 3) Menyusun strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam menyusun rumusan strategi pengembangan kegiatan usaha mitra binaannya dengan menggunakan matrik IFE, EFE, IE, SWOT dan QSPM. Jenis penelitian ini adalah dengan survey sedangkan metodenya deskriptif ekploratif yang merupakan penelitian non hipotesis, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui aspek-aspek yang mencangkup dalam lingkungan penelitian untuk menggambarkan secara tepat kondisi empiris pada waktu sekarang. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung. Karena jumlah populasi peserta PKBL di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung hanya 12 anggota, maka responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok agroindustri mitra binaan PTPN VII. Pengambilan data yang digunakan adalah pengamatan langsung dan menggunakan metode sensus dengan menggunakan kuesioner sebagai pengumpul data. Pengamatan langsung dengan cara mempelajari berbagai dokumen, proses produksi, penjualan dan pemasaran. Data yang digunakan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literatur, buku-buku, laporan, studi kepustakaan dan instansi yang berkaitan dengan penelitian ini.
32
3.5
Analisis Data
3.5.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks IFE dan EFE digunakan untuk menganalisis faktor lingkungan, baik internal maupun eksternal perusahaan. Matriks IFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal, mengklasifikasikannya menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan, sedangkan matriks EFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal, diklasifikasikan atas peluang dan ancaman bagi perusahaan. Tahapan dalam pembuatan matriks IFE dan EFE (David, 2006) sebagai berikut : 1.
Menentukan dalam kolom 1 faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan.
2.
Memberikan bobot untuk masing-masing faktor dalam kolom 2, dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan semua faktor harus sama dengan 1,0.
3.
Kepala Urusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Bagian PKBL dan Umum PTPN VII dan Ketua KUB memberikan peringkat 1 - 4 untuk masing-masing faktor kunci dalam kolom 3, tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespon faktor tersebut, dengan memberi skala mulai dari 4 (sangat baik) hingga 1 (di bawah rataan).
4.
Pemberian nilai rating oleh Kepala Urusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah bagian PKBL dan Umum PTPN VII dan Ketua KUB dilakukan dengan memberikan skor 1 sampai dengan 4. Untuk faktor kekuatan dan peluang bersifat positif (kekuatan/peluang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika kekuatan/peluang kecil diberi rating 1). Pemberian nilai rating kelemahan dan ancaman adalah negatif (jika kelemahan/ ancaman sangat besar, ratingnya adalah 1, sebaliknya jika nilai kelemahan/ancaman di bawah rataan/kecil nilainya adalah 4.
5.
Peneliti mengalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang.
6.
Peneliti menjumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing peubah untuk menentukan total dari nilai tertimbang bagi perusahaan.
33
Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan nilai rataan 2,5. Nilai di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Total nilai 4,0 menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0 berarti perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Tabel 5. Model Matriks IFE Faktor Internal
Bobot (a)
Peringkat (b)
Nilai tertimbang (axb)
A. Kekuatan / Peluang 1. .............. 2. .............. n. .............. Jumlah Dalam matriks EFE, total keseluruhan nilai yang dibobot tertinggi adalah 4,0 yang mengindikasikan bahwa perusahaan mampu merespon peluang yang ada dan menghindari ancaman di pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE, dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan menggunakan matriks IE dan SWOT. Tabel 6. Model Matriks EFE Faktor Eksternal
Bobot (a)
Peringkat (b)
Nilai tertimbang (axb)
A. Kelemahan / Ancaman 1. .............. 2. .............. n. .............. Jumlah 3.5.2 Teknik Pembobotan Teknik yang digunakan untuk menentukan penilaian terhadap bobot dari faktor internal dan eksternal digunakan teknik Paired Comparison (Kinnear and
34
Taylor, 1991). Teknik ini membandingkan secara berpasangan setiap peubah pada baris (horizontal) dengan peubah pada kolom (vertikal). Perbandingan berpasangan merupakan kuantifikasi hal-hal yang bersifat kualitatif, sehingga tidak semata-mata dengan pemberian bobot terhadap semua parameter secara simultan, tetapi dengan persepsi pembandingan atau perbandingan yang diskalakan secara berpasangan. Penentuan bobot setiap peubah yang dibandingkan menggunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan menunjukkan : 1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. Adapun bentuk dari penilaian bobot dengan metode Paired Comparison dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal perusahaan Faktor Strategik Internal/Eksternal A B ........ Total
A
B
......
Total
Bobot
Selanjutnya, bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai rataan dari setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah dengan menggunakan rumus : αᵢ = xᵢ n Σ Xi i=1
dimana :
αᵢ xᵢ i n
= = = =
Bobot peubah ke – i Nilai peubah ke-1 1,2,3,.....,n Jumlah peubah
35
3.5.3 Matriks Internal External (IE) Matriks IE digunakan untuk melakukan pemetaan terhadap skor total matriks IFE dan EFE yang dihasilkan dari audit eksternal dan internal perusahaan. Matriks IE terdiri atas dua dimensi, yaitu total skor dari matriks IFE dan total skor dari matriks EFE. Total skor matriks IFE dipetakan pada sumbu X dengan skor 1,0 – 1,99 yang menyatakan posisi internal adalah lemah, skor 2,0 – 2,99 posisinya rataan, serta skor 3,0 – 4,0 adalah posisi kuat. Total skor dari matriks EFE pada sumbu Y dengan skor 1,0 – 1,99 adalah posisi rendah, skor 2,0 – 2,99 adalah posisi rataan dan skor 3,0 – 4,0 adalah posisi tinggi. Matriks ini bermanfaat untuk menentukan posisi perusahaan, yang terdiri atas sembilan sel, namun secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu (1) strategi tumbuh dan kembangkan (grow and build) yang meliputi sel I, II atau IV dan strategi yang cocok untuk diterapkan, antara lain strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi ke belakang, ke depan dan horizontal); (2) jaga dan pertahankan, meliputi sel II, V atau VII, dapat dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk; (3) tuai atau divestasi, meliputi sel VI, VIII dan IX. Matriks IE dapat dilihat pada Tabel 8 (David, 2006). Tabel 8. Matriks Internal Eksternal Internal Eksternal Tinggi 3.0 Menengah 2.0 Rendah 1.0
Kuat 4.0 I
Rataan 3.0 II
Lemah 2.0 III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3.5.4 Matriks SWOT Data yang telah diperoleh, baik primer maupun sekunder diolah secara deskriptif dalam bentuk tabel, diagram dan kajian startegi dengan analisa Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT). Analisis SWOT merupakan suatu alat untuk mengevaluasi sebuah perusahaan dengan alat analisis
36
yang sederhana dan cukup baik, efektif dan efisien dalam memisahakan masalahmasalah utama yang dihadapi perusahaan melalui analisis internal dan eksternal. Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan 4 sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi W-T dan strategi S-T seperti yang dimuat pada Tabel 9. Tabel 9. Matriks SWOT STRENGTH – S Faktor-faktor Kekuatan
WEAKNESS - W Faktor-faktor Kelemahan
OPPORTUNITIES – O Faktor-faktor Peluang
STRATEGI S-O Gunakan Kekuatan untuk memanfaatkan Peluang
STRATEGI W-O Atasi Kelemahan dengan memanfaatkan Peluang
THREATS – T Faktor-faktor Ancaman
STRATEGI S-T Gunakan Kekuatan untuk menghindari Ancaman
STRATEGI W-T Memini,alkan Kelamahan dan menghindari Ancaman
Internal Eksternal
Terdapat 8 tahapan dalam membentuk matrik SWOT, yaitu : 1.
Menentukan faktor-faktor peluang eksternal
2.
Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal
3.
Menentukan faktor-faktor kekuatan internal
4.
Menentukan faktor-faktor kelemahan internal
5.
Menyesuaikan
kekuatan
internal
dengan
peluang
eksternal
untuk
peluang
eksternal
untuk
ancaman
eksternal
untuk
mendapatkan strategi S-O 6.
Menyesuaikan
kelemahan
internal
dengan
mendapatkan strategi W-O 7.
Menyesuaikan
kekuatan
internal
dengan
mendapatkan strategi S-T 8.
Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W-T
37
Langkah-langkah dalam analisis data yang dilakukan adalah : 1.
Mengidentifikasi secara deskriptif data dan informasi yang disajikan berdasarkan kuisioner atau hasil wawancara.
2.
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kemitraan dan bina lingkungan yang dilakukan oleh PTPN VII.
3.
Mengevaluasi manfaat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan terhadap perkuatan permodalan, peningkatan SDM di bidang manajemen usaha, serta mendukung perluasan kerja untuk pemberdayaan Usaha Mikro.
4.
Menyusun strategi pengembangan kemitraan dan bina lingkungan yang dilakukan oleh PTPN VII.
3.5.5
Matriks Perencanaan Strategi Quantitatif (QSPM) Di luar strategi-strategi pemeringkatan untuk mendapatkan daftar prioritas,
hanya ada satu teknik analitis dalam literatur yang dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari berbagai tindakan alternatif. Teknik tersebut adalah Matriks Perencanaan Strategis Quantitatif (Quantitative Strategic Planning MatrixQSPM), yang secara objektif menunjukkan strategi mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi berbagai strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal ayang diidentifikasikan sebelumnya. Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang dibangun berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Daya tarik relatif dari setiap strategi di dalam serangkaian alternatif dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari setiap faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Beberapa strategi alternatif dapat dimasukkan dalam QSPM, dan berapapun strategi dapat dimasukkan dalam setiap rangkaian tersebut, tetapi hanya strategi-strategi di dalam rangkaian tertentu yang dievaluasi relatif satu terhadap yang lain (David, 2006). Perencanaan Strategis Kuantitatif Matriks atau QSPM menyediakan suatu metode analisis untuk membandingkan tindakan alternatif yang layak. QSPM merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi alternatif yang diprioritaskan. Dalam mengadakan perencanaan stretgi dalam suatu organisasi,
38
QSPM sangat diperlukan dalam metode pengambilan keputusan setelah tahap input dan tahap analisis dilakukan. Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan intuisi yang baik dalam melakukan penilaian. Dalam QSPM, terdapat beberapa komponen yang harus ada, yaitu : 1) Alternatif Strategi, 2) Faktor Kunci, 3) Nilai Daya Tarik, 4) Total Nilai Daya Tarik, 5) Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik. Setelah tahapan-tahapan dalam matriks sebelumnya dibuat dan dianalisa, maka tahap selanjutnya disusunlah daftar prioritas yang akan diimplementasikan. Langkah-langkah dalam menyusun QSPM adalah : 1. Membuat daftar faktor eksternal (kesempatan atau ancaman) dan faktor internal (kekuatan atau kelemahan) di sebelah kiri dari kolom matrik QSPM oleh responden. Faktor eksternal (kesempatan atau ancaman) dan faktor internal (kekuatan atau kelemahan) berasal dari kuisioner yang telah diisi oleh Kepala Urusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah bagian PKBL dan Umum PTPN VII. 2. Memberi bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal oleh Kepala Urusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah bagian PKBL dan Umum PTPN VII dan Ketua KUB. 3. Menganalisis
matrik
yang
sesuai
dari
langkah
kedua
dengan
mengidentifikasikan strategi alternatif yang harus diimplementasikan. 4. Memberi skor alternatif (SA) dengan rentang skor : 0 = tidak memiliki dampak terhadap strategi alternatif, 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tarik rendah, 3 = daya tarik sedang, 4 = daya tarik tinggi. 5. Mengalikan bobot dengan SA pada masing-masing faktor eksternal / internal pada setiap strategi. 6. Menjumlahkan seluruh skor SA.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1
Letak Geografis dan Luas Wilayah Kelurahan Segala Mider merupakan salah satu wilayah di Kecamatan
Tanjung Karang Barat yang terletak di bagian barat Kota Bandar Lampung, dengan luas wilayah kurang lebih 275 Ha dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 14.788jiwa. Cikal bakal terbentuknya Kelurahan Segala Mider dirintis pada eratahun 1910-an, oleh beberapa warga pendatang yang berasal dari daerah Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah. Secara administratif letak Kelurahan Segala Mider
yakni di sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Gunung
Terang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Susunan Baru, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Langkapura, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gedung Air dan Sukamenanti.
4.1.2
Keadaan Penduduk 1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur Penduduk Kelurahan Segala Mider berjumlah 14.788 jiwa yang terdiri dari
7.476 jiwa laki-laki (50,55%) dan 7.312 jiwa perempuan (49,45%). Jumlah penduduk berdasarkan golongan umur secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider menurut umur tahun 2010 No
Umur Jumlah (Tahun) (Jiwa) 1 0–4 1.085 2 5–6 1.111 3 7 – 13 2.019 4 14 – 16 1.752 5 17 – 24 3.399 6 25 – 54 4.022 7 >- 55 1.400 Total 14.788 Sumber : Profil Kelurahan Segala Mider, 2011.
Persentase (%) 7,34 7,51 13,65 11,85 23 27,2 9,5 100,00
40
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar umur penduduk di Kelurahan Segala Mider berada pada umur 25 - 54 tahun yaitu sebanyak 27,2%. Menurut Sihotang (2007), usia produktif untuk tenaga kerja berkisar antara 15 - 64 tahun. Hal ini berarti sebagian besar penduduk berusia produktif. Pada usia produktif, manusia
mampu
menjalankan
usaha
secara
optimal
sehingga
mampu
menghasilkan produk yang sesuai dengan potensi sumber daya yang dikelola khususnya bidang pertanian.
2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Segala Mider jika ditinjau dari pendidikan formal memiliki pendidikan yang beragam yaitu sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat akhir dan perguruan tinggi. Secara rinci, jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2010 Tingkat Pendidikan
Jumlah (Jiwa) Belum sekolah 1.633 TK 887 Sekolah Dasar/Sederajat 3.916 SMP/Sederajat 3.615 SMA/Sederajat 3.074 Sarjana Muda (D1-D3) 837 Sarjana (S1-S3) 826 Jumlah 14.788 Sumber : Profil Kelurahan Segala Mider, 2011
Persentase (%) 11,04 5,99 26,48 24,45 20,78 5,66 5,59 100,00
Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Segala Mider adalah beragam. Sebagian besar penduduk di Kelurahan Segala Mider berpendidikan sekolah dasar sebanyak 3.916 (26,48%). Penduduk yang berpendidikan SLTP/Sederajat berada di peringkat kedua yaitu 3.615 jiwa atau sebanyak 24,45%.
41
3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Kelurahan Segala Mider terdiri dari berbagai macam kegiatan pekerjaan, namun dengan demikian yang paling dominan penduduk Kelurahan Segala Mider bermatapencaharian sebagai buruh/swasta. Secara rinci jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan mata pencaharian tahun 2010 Jenis Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa) Buruh/swasta 2.137 Pegawai negeri 1.065 Pedagang 911 Pertukangan 216 TNI/Polri 136 Petani 246 Pensiunan 358 Lain-Lain 313 Belum/tidak bekerja 9.406 Jumlah 14.788 Sumber : Profil Kelurahan Segala Mider, 2011
Persentase (%) 14,45 7,20 6,16 1,46 0,92 1,66 2,42 2,12 63,61 100,00
Tabel 12 menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Segala Mider memiliki mata pencaharian di berbagai bidang pekerjaan. Sebagian besar (63,61%) penduduk belum/tidak bekerja sedangkan 14,45% penduduk bekerja sebagai buruh/swasta, sedangkan penduduk lainnya bekerja sebagai pegawai negeri, pedagang, pertukangan dan TNI/Polri. Dengan adanya PKBL PTPN VII diharapkan dapat memberikan kontribusi pekerjaan bagi penduduk daerah sekitar yang tidak atau belum memiliki pekerjaan.
4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Penggolongan Agama Berdasarkan penggolongan agama, penduduk Kelurahan Segala Mider mayoritas beragama Islam. Secara rinci jumlah penduduk berdasarkan penggolongan agama dapat dilihat pada Tabel 13.
42
Tabel 13. Jumlah penduduk Kelurahan Segala Mider berdasarkan penggolongan agama tahun 2010 Agama
Jumlah (Jiwa) Islam 14.383 Kristen Protestan 301 Kristen Katolik 62 Budha 29 Hindu 13 Jumlah 14.788 Sumber : Profil Kelurahan Segala Mider, 2011
Persentase (%) 97,3 2 0,4 0,2 0,01 100,00
Tabel 13 menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Segala Mider mayoritas memeluk agama Islam yaitu sebesar 14.383 jiwa dengan persentase sebesar 97,3%, memeluk agama Kristen Protestan sebesar 301 jiwa dengan persentase sebesar 2%, memeluk agama Kristen Katolik sebesar 62 jiwa dengan persentase sebesar 0,4%, 29 jiwa penduduk memeluk agama Budha dengan persentase 0,2%, dan 13 jiwa penduduk dengan persentase 0,01%, memeluk agama Hindu.
4.1.3
Keadaan Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan pendukung kegiatan sosial, ekonomi, dan
keagamaan yang berlangsung setiap harinya. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai suatu tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan hal utama untuk terselenggaranya suatu proses (Darsini, 2009). Secara rinci sarana dan prasarana di Kelurahan Segala Mider dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukkan keadaan sarana dan prasarana di Kelurahan Segala Mider sudah cukup baik terlihat dari tersedianya beberapa jenis sarana/prasarana penunjang kegiatan masyarakat. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik mampu meningkatkan usaha dan kegiatan yang dilakukan masyarakat. Sarana dan prasarana ibadah sangat penting keberadaannya dalam suatu wilayah. Kelurahan Segala Mider yang penduduknya mayoritas beragama islam memiliki sarana peribadatan berupa Masjid sebanyak 13 unit dan Surau sebanyak 12 unit.
43
Tabel 14. Sarana dan prasarana di Kelurahan Segala Mider tahun 2010 No. 1.
Sarana/Prasarana Peribadatan
Jenis
Masjid Langgar/Mushola 2. Pendidikan Taman Kanak-kanak Sekolah SD/MI Sekolah SMP Sekolah SMA TPA Lembaga Keagamaan Perpustakaan 3. Kesehatan Puskesmas Pembantu Posyandu 4. Olahraga Lapangan Sepak Bola Lapangan Bulu Tangkis Lapangan Volly Ball Kolam Renang 5. Ekonomi Industri Makanan Industri Kerajinan Warung Makan Kios Kelontongan Bengkel Toko/Swalayan Sumber : Profil Kelurahan Segala Mider, 2011
Jumlah (Unit) 13 12 3 4 3 2 12 1 3 1 2 2 1 2 1 4 1 5 25 5 10
Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan memegang peranan yang penting dalam peningkatan pengetahuan suatu masyarakat. Selain ketersediaan sarana pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan seperti puskesmas sangatlah penting keberadaannya. Hal ini karena kesehatan merupakan modal utama seseorang untuk beraktivitas. Adanya sarana dan prasarana kesehatan dapat memudahkan warga untuk memeriksakan kesehatan anggota keluarga setiap waktu. Untuk menunjang kesehatan warga tersedia satu unit Puskesmas pembantu dan dua unit Posyandu.
4.1.4 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PTPN VII Kantor Direksi PT.Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang bertempat dijalan Teuku Umar No. 300 Telp.(0721) 702233 Bandar Lampung. Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak hanya bertujuan mencari keuntungan. Tetapi juga memiliki kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan
44
masyarakat sekitar dan pembangunan ekonomi daerah. Tanggung jawab sosial tersebut terwujud melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang konsisten telah dijalankan. Semua upaya ini selain untuk menaikkan nilai ekonomis perusahaan juga sebagai bukti pengabdian dan kepedulian. PKBL dilaksanakan dengan maksud dan tujuan pendirian BUMN yang tidak hanya mengejar keuntungan melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Ini merupakan program pembinaan usaha kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program ini maksimal sebesar dua persen dari laba bersih perusahaan. Ini wajib dilaksanakan seluruh BUMN termasuk PTPN VII. Program Kemitraan adalah program BUMN dalam rangka membangun mitra binaan. Program ini bisa dinikmati bagi yang belum punya usaha maupun yang berkeinginan mengembangkan usaha. Program ini berbentuk pinjaman modal dengan besaran maksimal 50 juta rupiah dengan bunga maksimal 6 persen. Pinjaman ini bisa diberikan maksimal tiga kali per mitra binaan. Selain memberikan pinjaman modal, PTPN VII juga mengadakan pembinaan bagi mitra tersebut baik dalam bentuk pelatihan, pemasaran maupun studi. Syarat untuk menjadi mitra binaan PKBL PTPN VII cukup dengan mengajukan proposal permohonan yang mencantumkan modal yang dibutuhkan, tenaga kerja dan surat keterangan, minimal dari RT. Selanjutnya PTPN VII akan memproses proposal yang masuk dengan mengevaluasi, meninjau, membuat laporan, dan mengajukan kepada Direksi. Jika disetujui, akan diadakan perjanjian dengan mitra binaan dan merealisasikan pinjaman tersebut dalam bentuk transfer ke rekening. Kira-kira membutuhkan waktu satu bulan. Proses ini berdasarkan SOP dari Permen BUMN No. 5 tahun 2007. Sementara itu, untuk kegiatan Bina Lingkungan (BL) disalurkan dalam bentuk hibah dan tidak perlu dikembalikan. Proses maupun prosedurnya sama dengan kegiatan PK, namun waktunya terbilang lebih cepat, lebih satu minggu. Kegiatan BL ini meliputi bantuan di bidang kesehatan, prasarana, rumah ibadah, bencana alam, pendidikan hingga pelestarian alam. Penyaluran dilakukan harus
45
tepat guna, diawali dengan survei melihat kebutuhan masyarakat dan ketepatan program. Dan perlu dilakukan pemetaaan kondisi masyarakat seperti daerah konflik, penyangga, pengembangan masyarakat dan jenis dana yang tepat disalurkan. Juga dilakukan kerjasama dengan pihak eksternal dalam rangka kajian dan pengawalan (perguruan tinggi/LSM).
4.1.5
Kegiatan di Sentra Agrondustri Keripik Sentra industri keripik yang cukup terkenal berada di Jalan Pagar Alam
atau biasa juga disebut kawasan Gang PU Kedaton. Pengusaha keripik di kawasan ini sebagian menjadi mitra binaan PTPN VII, dan sebagian yang lain merupakan usaha mandiri. Kehadiran sentra industri keripik pisang di kawasan tersebut tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah Kota Bandar Lampung. Salah satu tujuan pengembangan sentra industri ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah buah pisang yang dikenal memiliki sifat cepat rusak. Oleh karena itu, mengolah pisang menjadi keripik menjadi pilihan agar buah ini lebih bermanfaat dan tahan lama. Pasokan bahan utama untuk pembuatan keripik pisang di kawasan ini umumnya berasal dari berbagai wilayah di Lampung, terutama dari Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur. Jenis pisang yang biasa dibuat keripik pisang di antaranya pisang ambon, pisang raja, dan pisang kepok. Di antara jenisjenis pisang tersebut, pisang kepoklah yang paling bagus dibuat keripik karena rasanya lebih tawar sehingga jika dicampur dengan bumbu-bumbu maka rasa pisangnya tidak begitu terasa. Selain itu, pisang yang dipilih harus yang masih mentah atau pisang matang dengan tesktur yang masih keras sehingga muda diiris. Pelanggan keripik ini tidak hanya penduduk lokal tetapi juga dari luar Kota Bandar Lampung. Tak jarang pula para pengusaha mendapat permintaan dari Pulau Jawa maupun Kalimantan. Usaha keripik yang dikelola masyarakat di Sentra Agroindustri Keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung merupakan jenis usaha mikro. Menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) usaha mikro adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah
46
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki penjualan tahunan paling banyak 1 milyar rupiah. Sentra Agroindustri Keripik ini memiliki satu buah Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang bernama Telo Rezeki yang diketuai oleh Bapak Sucipto Adi, salah seorang pengusaha keripik yang telah 14 tahun mengusahakan keripik. Jenis keripik yang diproduksi di sentra agroindustri keripik ini berasal dari singkong, pisang, sukun, mantang, dan nangka. Keripik yang telah digoreng selanjutnya diolah dengan beberapa variasi rasa. Pembuatan keripik masih menggunakan cara yang tradisional. Proses pemotongan bahan baku masih mengunakan pasahan dan penggorengan menggunakan wajan besar sebagai alat penggorengan. Harga setiap jenis keripik bervariatif tergantung pada besarnya biaya produksi. Harga setiap jenis keripik dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Harga setiap jenis keripik di Sentra Agroindustri Keripik No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Keripik Keripik pisang rasa-rasa Keripik pisang asin Keripik singkong rasa Keripik singkong asin Keripik mantang Keripik sukun Keripik nangka
Harga/Kg (Rp) 40.000 20.000 30.000 14.000 30.000 30.000 125.000
Saat proses produksi keripik pisang seringkali dihasilkan keripik pisang yang tidak utuh atau pecah-pecah. Produk ini selanjutnya tetap dijual tetapi dengan harga yang berbeda yaitu dengan harga Rp. 30.000/kg. Selain dijual dengan cara diecer, responden pun menjual produknya ke pedagang-pedagang eceran. Harga untuk pedagang berbeda untuk keripik singkong rasa Rp. 25.000/kg dan keripik singkong asin Rp. 10.000/kg.
47
4.2
Karakteristik Responden
4.2.1
Umur Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur responden berkisar antara
32 – 63 tahun, dengan rata-rata umur responden adalah 42 tahun. Pada penelitian ini, umur diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu muda, setengah baya, dan tua. Sebaran responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran responden berdasarkan umur Interval Umur (Tahun) 30 - 41 42 - 53 54 – 65
Klasifikasi Muda Setengah Baya Tua Jumlah
Persentase (%) 66,66 25 8,33 100,00
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden berada dalam klasifikasi muda. Rata-rata umur responden 40,92 tahun termasuk dalam klasifikasi muda. Menurut Mantra (2004), kelompok umur 15 – 16 tahun sudah termasuk kedalam usia kerja. Semakin maju perekonomian di suatu daerah atau negara batas umur yang ditentukan untuk usia kerja minimum semakin tinggi. 4.2.2
Jumlah anggota keluarga responden Jumlah anggota keluarga responden merupakan banyaknya jumlah anggota
keluarga yang kehidupannya masih ditanggung oleh responden. Secara rinci jumlah anggota responden dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran jumlah responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Interval jumlah anggota keluarga (Jiwa) 2–4 5–7 8 – 10 Jumlah
Klasifikasi Rendah Sedang Tinggi
Persentase (%) 83,33 16,66 0 100,00
Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga responden adalah 4 jiwa dan termasuk dalam klasifikasi rendah. Mayoritas
48
responden memiliki jumlah anggota keluarga 2-4 jiwa dan termasuk dalam klasifikasi rendah.
4.2.3
Tingkat Pendidikan Formal Responden Tingkat pendidikan formal responden adalah jumlah tahun sukses anggota
kelompok agroindustri keripik dalam menempuh jenjang pendidikan formal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 12 responden memiliki tingkat pendidikan formal lulusan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan formal Interval tingkat pendidikan formal (tahun) 6,00 - 8,00 8,01- 10,01 10,02 – 12,00 Jumlah
Klasifikasi
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Rendah Sedang Tinggi
2 2 8 12
16,66 16,66 66,66 100,00
Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak yaitu pada lulusan SMA yaitu sebesar 66,66%. Tingkat pendidikan responden terendah adalah 6 tahun yang berarti responden tersebut hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan formal tertinggi responden adalah 12 tahun (SMA). Rata-rata tingkat pendidikan responden termasuk ke dalam klasifikasi tinggi yaitu 10,5 tahun. Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah mempelajari dan memahami tujuan dan manfaat adanya PKBL, sehingga peranan responden dalam mengembangkan usaha keripik akan semakin baik.
4.2.4
Lamanya Berusaha Keripik Lamanya anggota kelompok agroindustri keripik dalam berusaha keripik
diklasifikasikan menjadi lama, sedang dan baru berdasarkan data lapangan. Secara rinci sebaran responden berdasarkan lamanya berusaha keripik dapat dilihat pada Tabel 19.
49
Tabel 19. Sebaran responden berdasarkan lamanya berusaha keripik Interval lamanya berusaha keripik (tahun) 2,00-6,00 6,01-10,01 10,02-14,00 Jumlah
Klasifikasi Baru Sedang Lama
Persentase (%) 33,33 33,33 33,33 100,00
Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata responden berdasarkan lamanya berusaha keripik termasuk dalam klasifikasi sedang yaitu 9,17 tahun. Responden yang baru berusaha keripik akan lebih inovatif dalam menjalankan usahanya dibandingkan dengan responden yang telah lama menjalankan usaha keripik.
4.3
Aktivitas Pemberdayaan Anggota Kelompok Agroindustri keripik dalam PKBL Aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik di sentra
agroindustri keripik dilakukan oleh PTPN VII melalui PKBL dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Aktivitas yang dilakukan oleh PTPN VII dan anggota kelompok agroindustri keripik No Pelaku 1 PTPN VII
2
Anggota kelompok
Aktivitas Pembinaan terhadap pengusaha mikro dalam bentuk : a. Pemberian pinjaman modal b. Pelatihan manajemen usaha : manajemen pembukuan, keuangan, produksi, pengemasan, pemasaran, dll c. Studi banding ke luar kota d. Bantuan sarana prasarana e. Pemasaran produk seperti bazar, pameran, dll a. Mengikuti pelatihan-pelatihan teknis yang diadakan oleh PTPN VII dan menerapkan pada usahanya masing-masing. b. Mendapatkan dana pinjaman modal c. Mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Ketua kelompok atau PTPN VII. d. Meningkatnya keterampilan anggota dalam teknis produksi dan pemasaran
50
Pelatihan teknis yang telah diberikan oleh PTPN VII kepada anggota kelompok agroindustri keripik di sentra agroindustri keripik yaitu pelatihan pengembangan industri kecil pengolahan pangan (pemberian modal kerja dan peralatan pengolahan pangan), pelatihan manajemen produksi dan pemasaran, pendidikan/pelatihan pengemasan sampai dengan proses sertifikasi produk, dan pelatihan manajemen pembukuan keuangan. Studi banding yang diberikan oleh PTPN VII kepada anggota kelompok agroindustri keripik di sentra agroindustri keripik adalah ke Yogyakarta. Dengan adanya studi banding dapat membuka wawasan yang lebih luas bagi anggota, membuka pola pikir yang tadinya belum terpikirkan untuk mengembangkan usaha dibidang lain dengan adanya studi banding seperti ini anggota dapat termotivasi, dan menggali kiat-kiat keberhasilan para pengusaha yang dikunjungi. Yogyakarta dipilih sebagai tempat studi banding karena kota ini merupakan tempat tujuan wisata yang banyak sekali para pengusaha kerajinan dan kuliner (makanan). Anggota kelompok banyak mendapatkan hal baik mengenai strategi pemasaran, inovasi, dan usaha mereka untuk maju dan menghadapi para pesaing, sehingga ilmu yang diperoleh dapat diterapkan guna mengembangkan usaha dan lebih maju lagi. Program kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba BUMN. Pembinaan terhadap pengusaha kecil/ekonomi lemah diberikan dalam bentuk bantuan modal kerja dan pelatihan manajemen usaha serta dalam bentuk kepedulian lingkungan melalui program bina lingkungan yaitu berupa bantuan fisik untuk korban bencana alam, pendidikan dan latihan kepada masyarakat sekitar, sarana dan prasarana umum dan lain-lain. Sumber dana atau pembiayaan program kemitraan didapatkan dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2%, hasil jasa administrasi pinjaman, bunga deposito dan jasa giro dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasional. Peruntukan dana program kemitraan dibedakan menjadi dua yaitu pinjaman dan hibah. Besarnya pinjaman PKBL yang diberikan kepada mitra binaan PTPN VII bervariasi dan dapat dilihat pada Tabel 21.
51
Tabel 21. Besar dana pinjaman PKBL PTPN VII (Dalam ribu rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Responden Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
Tahun dapat bantuan dan Jumlah Bantuan (Dalam ribu rupiah) 2007 2009 2010 2012 3.000 0 0 20.000 3.000 0 0 0 3.000 0 0 0 0 0 0 10.000 0 0 10.000 20.000 3.000 0 0 0 3.000 0 0 0 9.000 0 0 0 3.000 15.000 0 0 3.000 0 0 0 0 10.000 0 0 3.000 0 0 10.000 33.000 25.000 10.000 60.000 2.750 2.083,33 2.000 5.000
Pada tahun 2007, ada 9 orang anggota yang mendapatkan bantuan PKBL PTPN VII. Tahun 2009, hanya ada 2 anggota yang mendapatkan bantuan, namun salah satunya telah mendapatkan bantuan pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena ada permintaan bantuan dari anggota tersebut, namun sebelum mendapatkan bantuan, harus dilakukan pengamatan langsung oleh PTPN VII terkait dengan kelayakan usahanya. Jika usahanya dikatakan layak, maka anggota tersebut dapat memperoleh bantuan kembali meskipun dana pinjaman sebelumnya belum dilunasi. Kelancaran pembayaran juga dapat menentukan diperolehnya bantuan PKBL. Jika anggota dapat melunasi bantuan PKBL, maka anggota tersebut dapat memperoleh bantuan PKBL kembali dalam jumlah yang lebih besar seperti pada tahun 2012. Bantuan PKBL PTPN VII adalah berupa dana pinjaman yang dilakukan untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan. Hibah digunakan untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi dan hal -hal lain yang mengangkat peningkatan produktivitas mitra binaan. Saat mengajukan pinjaman dana, responden diwajibkan untuk membuat proposal yang di dalamnya berisi beberapa persyaratan yaitu :
52
1.
Nama dan alamat unit usaha
2.
Nama dan alamat pemilik atau pegurus unit usaha
3.
Bukti identitas diri pemilik atau pengurus
4.
Bidang Usaha
5.
Izin usaha atau surat keterangan usaha dari pihak yang berwenang (jikaada)
6.
Perkembangan kinerja usaha (arus kas, perhitungan pendapatan atau beban dan neraca atau data yang menunjukkan keadaan keuangan serta hasil usaha)
7.
Rencana usaha dan kebutuhan dana. Setelah calon mitra binaan atau anggota kelompok agroindustri keripik
membuat proposal, PTPN VII akan melakukan evaluasi dan survei terhadap calon tersebut. Apabila proposal diterima dan disetujui maka dibuatlah surat perjanjian, surat kontrak dan surat panggilan ke mitra binaan selanjutnya adalah penyaluran dana kepada mitra binaan. Peruntukan dana program kemitraan lainnya adalah hibah yang dilakukan dengan cara pemberian pelatihan. Pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan manajemen usaha kecil. Pelatihan yang dilakukan ditujukan agar para mitra binaan mampu memanajemen usaha yang dikembangkan. Pelatihan manajemen usaha kecil dilakukan setiap tahun (akhir tahun). Peserta pelatihan adalah mitramitra binaan PTPN VII di Provinsi Lampung. Materi pelatihan manajemen usaha kecil meliputi pelatihan mengenai cara-cara pembukuan, manajemen produksi, pengemasan, analisis usaha, pemasaran, dan lain-lain. Pemateri merupakan orangorang yang ahli dalam materi-materi yang disampaikan. Pemateri berasal dari PTPN VII, Dinas Koperindag dan Universitas Lampung. Pemberdayaan adalah proses menjadikan masyarakat menjadi mandiri, bukan tergantung kepada orang lain dan membantu masyarakat menjadi pemain utama (subjek) bukan sebagai pembantu atau penonton. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Proses pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dalam PKBL meliputi (1) terlaksananya kegiatan pelatihan teknis
yaitu
terlaksananya
pelatihan
manajemen
usaha
kecil
dan
(2)
tersalurkannya dana program kemitraan. Tujuan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat
53
Kota Bandar Lampung dalam PKBL meliputi (1) meningkatnya kinerja anggota kelompok dan (2) meningkatnya keterampilan anggota kelompok. Kinerja kelompok dilihat dari beberapa indikator yaitu pemahaman anggota tentang kelompok, kehadiran anggota dalam setiap pertemuan yang diadakan oleh kelompok, kerjasama antar anggota, produksi keripik, omset penjualan dan pendapatan anggota sedangkan keterampilan anggota kelompok dilihat dari teknis produksi dan pemasaran hasil. Hasil penelitian terhadap pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL dapat diuraikan sebagai berikut:
4.3.1 Aktivitas Pemberdayaan a.
Terlaksananya Kegiatan Pelatihan Teknis Terlaksananya kegiatan pelatihan teknis yaitu terlaksananya pelatihan
manajemen usaha kecil. Pelatihan yang dilakukan ditujukan agar para mitra binaan yaitu anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL PTPN VII mampu memanajemen usaha yang dikembangkannya. Sebagian besar responden telah mengikuti pelatihan manajemen usaha kecil bagi anggota kelompok pada setiap tahunnya. Waktu pelaksanaan biasanya diadakan pada akhir tahun. Pelatihan manajemen usaha kecil telah dilaksanakan sebanyak 5 kali dan diikuti oleh para anggota kelompok mitra binaan PTPN VII. Materi pada pelatihan manajemen usaha kecil meliputi pelatihan mengenai cara-cara pembukuan, manajemen keuangan, manajemen produksi, pengemasan, analisis usaha, pemasaran, dan lain-lain. b.
Penyaluran Dana Program Kemitraan Pemberian
dana
program
kemitraan
bertujuan
untuk
menciptakan
pertumbuhan ekonomi rakyat dengan memperluas kesempatan berusaha di UMKM. Sebagian besar dana program kemitraan telah disalurkan kepada responden dan jumlah dana yang diterima responden sesuai dengan yang diusulkan. Dana kemitraan diperuntukkan untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan. Tersalurkannya dana program kemitraan dapat mempermudah anggota KUB Telo Rezeki mitra PTPN dalam mengembangkan usahanya.
54
4.3.2 a.
Hasil Pemberdayaan
Kinerja anggota kelompok Kinerja anggota kelompok dilihat dari kehadiran, kerjasama, produksi, omset
penjualan, pendapatan dan pengetahuan dalam kelompok. Kehadiran anggota kelompok dalam berbagai kegiatan pelatihan-pelatihan teknis dan pertemuan kelompok dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Kehadiran anggota kelompok dalam berbagai kegiatan pelatihan teknis dan pertemuan kelompok No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Responden Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
Pelatihan teknis (kali) 5 4 4 2 3 4 2 4 5 4 5 5 47 3,92
Pertemuan kelompok (kali) 6 4 5 4 5 4 3 5 4 2 5 6 53 4,42
Pelatihan teknis yang telah dilakukan oleh PTPN VII mulai dari adanya bantuan dana pinjaman PKBL tahun 2007-2012 sebanyak 5 kali dan pertemuan kelompok yang telah diadakan oleh KUB Telo Rezeki selama kurun waktu tahun 2007-2012 sudaha sebanyak 6 kali pertemuan. Sementara sebagian besar anggota masih banyak yang belum mengikuti kedua kegiatan itu secara rutin. Tidak semua responden melakukan kerjasama dengan anggota lain. Kerjasama yang dilakukan oleh responden berupa penentuan harga jual apabila terjadi kenaikan bahan baku, pencarian bahan baku secara bersama agar mendapatkan harga yang murah dan penjualan hasil produksi. Produksi keripik di setiap responden bervariasi tergantung dari bersarnya permintaan pasar. Secara
55
rinci sebaran responden berdasarkan jumlah produksi keripik per bulan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Volume produksi keripik per bulan dari masing-masing anggota kelompok Volume (Kg) Nama No
Responden
Keripik pisang Anek Gurih Rasa
Keripik Singkong Aneka Gurih Rasa
Keripik Sukun
Keripik Mantang
Keripik Nangka
Keripik Talas
1
Sucipto Adi
233
600
350
150
100
200
233
0
2
Gunawan
600
900
700
300
0
0
0
0
3
Wagiman
500
750
1.000
350
0
100
0
100
4
Een Sarwani
250
550
700
500
35
50
0
0
5
Mardiyah
300
700
600
200
0
0
0
0
6
Suheri
100
240
350
150
35
40
0
50
7
Firmansyah
200
400
650
150
0
0
0
0
8
Hariyanto
100
300
1.000
333
0
0
0
0
9
Suwarno
300
900
600
200
0
200
0
0
10
Suhartono
250
750
500
200
0
200
0
70
11
Ratnawati
67
200
400
200
0
200
0
0
12
Heriyanto
50
150
300
100
0
0
0
0
2.950
6.440
7.150
2.833
170
990
233
220
245,83
536,67
595,83
236,08
14,17
82,50
19,42
18,33
Jumlah Rata-rata
Tabel 23 menunjukkan bahwa jumlah produksi yang dihasilkan oleh tiap responden berbeda-beda. Hasil penelitian di lapang menunjukkan bahwa produksi keripik telah memenuhi target responden. Jumlah produksi erat kaitannya dengan besarnya permintaan pasar. Keripik yang diproduksi oleh responden bervariasi yaitu keripik pisang, singkong, sukun, mantang, nangka, dan talas. Namun pada kios-kios responden, mereka tidak hanya menjual produk-produk tersebut melainkan ada produk-produk lain yang dititipkan oleh produsen-produsennya dari beberapa daerah yaitu seperti kelanting, kemplang, peyek, dodol, kopi bubuk, keripik tempe, dan lain-lain. Indikator lain dalam menilai kinerja kelompok adalah besarnya omset penjualan. Secara rinci sebaran responden berdasarkan omset penjualan keripik per bulan dapat dilihat pada Tabel 24.
56
Tabel 24. Omset penjualan anggota kelompok per bulan (dalam ribu rupiah) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Responden Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
Omzet Penjualan 72.900 46.500 70.550 54.500 51.000 28.150 37.000 62.655 67.000 56.560 31.000 21.500 599.315 49.942,92
Tabel 24 menunjukkan besarnya omset penjualan yang bervariasi pada setiap responden
penelitian.
Peningkatan
produksi
keripik
di
tiap
responden
menyebabkan peningkatan omset penjualan. Omset penjualan adalah jumlah penjualan keripik dalam kurun waktu tertentu (Per Bulan), yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh. Omset penjualan keripik dipengaruhi oleh produksi dan harga keripik. Harga setiap keripik bervariasi tergantung pada besarnya biaya produksi. Pendapatan anggota yang dilihat adalah pendapatan dalam usaha keripiknya. Pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dan biaya. Biaya yang dihitung meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak dan sedikit (Soekartawi, 2002). Biaya tetap dalam usaha keripik ini meliputi sewa bangunan, pembelian etalase, pembelian peralatan produksi (alatalat penggorengan, ember, kompor dan lain-lain), timbangan, sealer dan tupperware/ember wadah keripik. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya variabel meliputi pembelian bahan baku keripik (pisang, singkong, sukun, nangka, mantang dan talas), minyak goreng, minyak tanah, penyedap, aneka rasa, tenaga kerja, kemasan dan lain-lain.
57
Pendapatan responden bervariasi tergantung pada besarnya omset penjualan dan biaya operasional produksi yang dikeluarkan. Pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dan biaya. Secara rinci sebaran responden berdasarkan pendapatan keripik per bulan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Pendapatan anggota kelompok per bulan (dalam ribu rupiah)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Responden Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
Omzet Penjualan (a) 72.900 46.500 70.550 54.500 51.000 28.150 37.000 62.655 67.000 56.560 31.000 21.500 599.315 49.942,92
Dalam ribu rupiah Biaya Operasional (b) 52.564 42.000 49.750 48.090 38.400 21.700 29.580 25.064,80 40.720 43.550 24.490 19.430 435.338,80 36.278,23
Pendapatan (a-b) 20.336 4.500 20.800 6.410 12.600 6.450 7.420 37.590,2 26.280 13.010 6.510 2.070 163.976,20 13.664,68
b. Keterampilan anggota kelompok dalam teknis produksi dan pemasaran hasil Keterampilan adalah kemampuan teknis anggota kelompok agroindustri keripik dalam mengelola usaha yang dikembangkan. Keterampilan meliputi keterampilan dalam teknis produksi dan keterampilan dalam pemasaran hasil. Seluruh responden yaitu 12 orang (100%) memiliki keterampilan yang tinggi dalam teknis produksi dan dalam pemasaran hasil. Pemilihan bahan baku dilakukan dengan memperhatikan varietas, umur dan penampilan fisik (sehat) bahan baku. Bahan baku yang sudah terpilih selanjutnya akan dikupas, dicuci dan diiris sesuai keinginan. Proses pengupasan kulit dilakukan secara manual dengan bantuan pisau. Pada proses ini, sebaiknya pekerja menggunakan sarung tangan agar tidak terkena getah
58
(pisang) namun di lapangan responden tidak menggunakannya dikarenakan menurut mereka penggunaan sarung tangan tidak praktis. Setelah bahan baku dikupas, tahap selanjutnya adalah pencucian. Proses pencucian bertujuan untuk membuang kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daging pisang. Proses selanjutnya adalah perendaman. Khusus untuk keripik pisang dalam jumlah besar, proses perendaman dilakukan dengan tujuan menghindari timbulnya warna kecoklatan pada permukaan pisang dan pada irisan pisang. Timbulnya warna kecoklatan disebabkan oleh adanya getah pada pisang. Pengirisan bahan baku dilakukan secara manual menggunakan alat pengiris (pasahan) dengan tebal 1 - 1,5 mm. Setelah bahan baku siap proses selanjutnya adalah penggorengan. Pada saat penggorengan responden menggunakan wajan atau penggorengan yang selalu sesuai dengan jumlah bahan baku yang akan digoreng agar tidak menyebabkan hancurnya irisan pisang. Penggorengan 1 kg bahan baku memerlukan1-2 liter minyak. Minyak tersebut baiknya digunakan untuk 1-2 kali penggorengan. Penggunaan minyak goreng berulang kali pada suhu tinggi akan mengakibatkan hidrolis lemak menjadi asam lemak bebas yang mudah teroksidasi, sehingga minyak menjadi tengik dan membentuk asam lemak trans yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan metabolisme kolesterol yang berujung pada penyakit tekanan darah tinggi dan jantung serta akan membentuk akrolein yaitu suatu senyawa yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan dan menimbulkan batuk. Selain itu, konsumen juga beresiko terkena penyumbatan pembuluh darah dan jantung koroner. Minyak ini juga bersifat karsinogen sehingga bisa menyebabkan kanker. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa responden yang menggunakan minyak lebih dari 2 kali penggorengan yaitu sampai 4 kali penggorengan. Pada saat penelitian ditemukan satu kasus yaitu bahwa ada salah satu responden yang mencampurkan minyaknya dengan jelantah. Kurang lebih minyak bagus sebanyak 5-6 liter dicampur dengan ± 0,5 liter minyak jelantah. Hal ini dilakukannya untuk mengurangi jumlah jelantah yang dibuang. Pada responden lain minyak jelantah digunakan untuk minyak sayur namun ada
59
beberapa responden yang menjual minyak jelantah dengan harga Rp.4.000/liter – Rp.7.000 /liter. Setelah proses penggorengan, dilakukan proses penirisan. Penirisan bertujuan untuk meniriskan minyak sehingga keripik menjadi kering. Setelah keripik selesai ditiris, selanjutnya diberikan bahan tambahan. Bahan tambahan berguna untuk memberikan rasa pada keripik sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya jual lebih. Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan aneka keripik yaitu garam halus, gula pasir, gula merah, cabai bubuk dan aneka flavour atau seasoning. Aneka flavour atau seasoning berfungsi untuk memberikan rasa khas pada keripik seperti keju, jagung bakar, susu, coklat, mocca, melon, barbeque dan lain-lain. Keterampilan dalam pemasaran hasil dimulai dari proses pengemasan hingga produk dipasarkan ke konsumen. Sebelum mengemas keripik, dilakukan proses penyortiran. Penyortiran bertujuan untuk menentukan kualitas keripik yang utuh dan yang pecah. Keripik yang tidak utuh atau pecah dijual dengan harga yang berbeda. Keripik pecah biasanya dibeli oleh pedagang untuk diecerkan di sekolahsekolah. Proses penyortiran bertujuan pula untuk menyeragamkan ukuran dan bentuk keripik pisang dalam satu kemasan. Setelah keripik disortir selanjutnya adalah proses pengemasan. Pengemasan yang tepat akan membantu melindungi produk dari kerusakan. Keripik adalah produk yang rawan terhadap udara luar. Kerenyahan keripik akan cepat berkurang apabila produk dibiarkan di ruang terbuka. Kemasan terdiri dari dua jenis yaitu kemasan inti dan tambahan. Kemasan inti adalah kemasan plastik sedangkan kemasan tambahan adalah seperti sangkek dan kotak. Agar produk yang dijual mempunyai nilai jual yang tinggi maka kemasan perlu diberi label. Pemberian label untuk menginformasikan produk seperti nama, komposisi dan tanggal kadaluarsa. Proses terakhir adalah pemasaran. Pemasaran merupakan faktor yang menjadi ujung tombak dalam kegiatan suatu agroindustri secara keseluruhan. Keseluruhan responden di sentra agroindustri keripik melakukan pemasaran keripik secara langsung dan tidak langsung. Sistem pemasaran langsung berarti bahwa produsen memasarkan produk langsung ke konsumen tanpa perantara. Cara ini dilakukan dengan membuka toko atau kios. Pemasaran tidak langsung adalah produsen
60
memasarkan ke pedagang pengecer untuk dijual kembali ke konsumen. Adapun diagram alir pembuatan keripik di Sentra Agroindustri Keripik dapat dilihat pada Gambar 2. Pemilihan Bahan baku
Pengupasan kulit bahan baku
Pencucian
Perendaman bahan baku
Pengirisan bahan baku
Proses penggorengan
Proses penirisan bertujuan untuk meniriskan minyak sehingga keripik menjadi kering.
Pemberian bahan tambahan yaitu garam halus, gula pasir, gula merah, cabai bubuk dan aneka flavour (rasa) seasoning Penyortiran keripik, lalu dikemas dan diberi pelabelan
Pemasaran keripik
Gambar 2. Diagram alir produksi keripik di Sentra Agroindustri Keripik
61
4.4
Rencana Strategis Pengembangan
4.4.1 Analisis SWOT 1.
Evaluasi Faktor Internal (IFE) Hasil dari identifikasi lingkungan internal anggota kelompok agroindustri
keripik dalam PKBL PTPN VII diperoleh 8 faktor untuk kekuatan dan kelemahan, yaitu 4 faktor untuk kekuatan dan 4 faktor untuk kelemahan. a.
Faktor Kekuatan
1) Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit Pelaksanaan usaha yang tidak rumit dan mudah menjadi daya tarik masyarakat dalam menjalankan usaha keripik ini. Hal ini terlihat dari begitu banyaknya unit-unit usaha baru yang bermunculan di sekitar wilayah sentra agroindustri keripik. Apalagi sentra ini didukung oleh PTPN VII melalui adanya kucuran dana bantuan dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan kewirausahaan sehingga membuat minat masyarakat atau anggota kelompok agroindustri keripik menjadi tinggi untuk menjalankan usaha tersebut. 2) Harga produk yang terjangkau Salah satu minat masyarakat untuk mengkonsumsi/membeli keripik adalah harganya yang masih terjangkau, sehingga menjadikan keripik sebagai salah satu alternatif konsumsi masyarakat. Hal ini terjadi karena masih mudah dan banyaknya bahan baku yang tersedia untuk memproduksi keripik. Selain itu, didorong pula dengan masih murahnya harga bahan baku tersebut, sehingga membuat harga produk keripik cukup terjangkau. 3) Produk sebagai makanan khas daerah Keripik merupakan salah satu komoditi makanan yang menjadi ciri khas makanan buah tangan provinsi Lampung. Produk utamanya adalah keripik pisang dengan berbagai jenis rasa yang daya beli masyarakat terhadap keripik semakin tinggi dikarenakan makin banyaknya variasi pilihan rasa itu. Hal ini tentu membuat minat para anggota agroindustri keripik untuk menjalankan usaha ini akan semakin tinggi.
62
4) Lokasi merupakan sentra usaha keripik Letak lokasi agroindustri keripik PKBL PTPN VII berada di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung. Wilayah ini dekat dengan Kantor Direksi PTPN VII dan letak wilayah ini cukup strategis dan didukung dengan simbol pemasaran yang sangat mencolok yaitu dengan adanya Gapura selamat datang, sehingga menjadikan letak usaha agroindustri keripik PKBL PTPN VII menjadi tersentral dan mudah dikunjungi.
b. Faktor Kelemahan 1) Manajemen yang masih tradisional Tingkat manajemen dalam pelaksanaan usaha sangat berpengaruh terhadap baik atau tidaknya suatu organisasi tersebut, semakin lengkapnya manajemen yang didapat dan dikuasai oleh suatu organisasi maka akan semakin maju tingkat usaha tersebut. Namun, dalam pelaksanaan yang ada pada anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII ini, tingkat manajemennya tergolong masih rendah, sehingga pelaksanaan usahanya masih tersendatsendat. 2) Biaya tenaga kerja yang tinggi Kelompok agroindustri keripik masuk dalam golongan industri rumah tangga. Dimana anggota kelompok ini hanya memperkerjakan beberapa karyawan dari luar rumah tangga. Hal ini dikarenakan oleh makin tingginya biaya tenaga kerja di sekitar sentra agroindustri keripik. Biaya tenaga kerja per tiap kegiatannya berbeda-beda disesuaikan dengan tingkat keterampilannya. Hal ini yang menjadikan pemilik usaha harus mempertimbangkan banyaknya karyawan atau buruh dengan jumlah produksi beserta keuntungannya. 3) Daya dukung dana rendah Modal usaha yang dimiliki anggota kelompok agroindustri keripik sangat terbatas, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan untuk berproduksi tinggi. Hal ini menyebabkan dibutuhkan kucuran bantuan dana dari pemerintah ataupun PTPN VII sebagai mitra binaan agar anggota kelompok dapat mengembangkan usahanya tersebut.
63
4) Skill dan penguasaan teknologi rendah Kemampuan para anggota kelompok untuk melaksanakan manajemen seperti pencatatan laporan keuangan dan laporan neraca masih sangat rendah, bahkan mereka belum cukup mengerti dan memahami manfaat dari adanya pembukuan. Sehingga data-data keuangan yang dimiliki tiap anggota masih belum tercatat dengan rapi dan teratur.
c.
Matriks IFE Matriks IFE diperoleh dari hasil penilaian bobot (Lampiran 11) dan skor
alternatif faktor internal anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL PTPN VII. Matriks IFE anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL PTPN VII dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Matriks Evaluasi Faktor Internal anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL PTPN VII Faktor-faktor Internal Kekuatan : 1 Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 2 Harga produk terjangkau 3 Produk sebagai makanan khas daerah 4 Lokasi merupakan sentra usaha keripik
Bobot
Skor Alternatif
Nilai yang dibobot
0,162
4
0,648
0,143
3
0,429
0,171
4
0,684
0,157
3
0,471
Jumlah Kelemahan : 1 Manajemen yang masih tradisional 2 Biaya tenaga kerja yang tinggi 3 Daya dukung dana rendah 4 Skill dan penguasaan tekhnologi rendah
2,232
0,075
1
0,075
0,060
2
0,120
0,063
1
0,063
0,070
2
0,140
Jumlah Total nilai IFE
1,000
0,398 2,630
64
Pada Tabel 26 terlihat bahwa faktor internal untuk kekuatan yang paling penting terdapat pada kekuatan 3 yaitu produk sebagai makanan khas daerah yang diberi bobot 0,171 dinilai oleh PTPN VII dan Ketua KUB dengan nilai skor alternatif 4 yang artinya PTPN VII dan Ketua KUB menilai bahwa faktor tersebut merupakan kekuatan utama. Faktor kekuatan yang tidak penting terdapat pada kekuatan 2 yaitu harga produk terjangkau, yang diberi bobot 0,143 dengan nilai skor alternatif 3 yang artinya PTPN VII dan Ketua KUB menilai bahwa faktor tersebut kurang penting. Nilai yang dibobot paling tinggi untuk kekuatan terletak pada produk sebagai makanan khas daerah, faktor tersebut dianggap paling penting oleh PTPN VII dan Ketua KUB terlihat dari nilai yang dibobot paling tinggi sebesar 0,684. Faktor internal untuk kelemahan yang paling penting terdapat pada kelemahan 1 yaitu manajemen yang masih tradisional, yang diberi bobot 0,075 dinilai oleh PTPN VII dan Ketua KUB dengan nilai skor alternatif 1 yang artinya PTPN VII dan Ketua KUB menilai bahwa faktor tersebut merupakan kelemahan kecil. Faktor kelemahan yang tidak penting terdapat pada kelemahan 2 yaitu biaya tenaga kerja yang tinggi, yang diberi bobot 0,060 dengan nilai skor alternatif 2 yang artinya PTPN VII dan Ketua KUB menilai bahwa faktor kelemahan tersebut merupakan kelemahan utama. Nilai yang dibobot paling tinggi untuk kelemahan terletak pada skill dan penguasaan teknologi yang rendah, faktor tersebut dianggap paling penting oleh PTPN VII dan Ketua KUB, terlihat dari nilai yang dibobot paling tinggi sebesar 0,140. Jumlah nilai yang dibobot untuk kekuatan anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII berjumlah 2,232 dan jumlah nilai yang dibobot untuk kelemahan anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII berjumlah 0,398. Dari matriks IFE anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII diketahui total nilai IFE sebesar 2,630 yang menunjukkan bahwa kondisi internal anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII berada di atas rata-rata.
2.
Evaluasi Faktor Eksternal Faktor-faktor dari luar anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN
VII dapat mempengaruhi besar kecilnya peranan PTPN VII ini dalam mendukung
65
usaha mitra binaannya. Faktor eksternal dibedakan menjadi dua, yaitu faktor peluang dan ancaman. Faktor peluang yaitu peluang-peluang anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII untuk dapat meningkatkan perannya, sedangkan faktor ancaman yaitu bahaya yang dapat dihadapi oleh anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII, sehingga dapat mempengaruhi bahkan menurunkan peranannya terhadap pembangunan sektor usaha. a.
Faktor Peluang
1) Citra produk baik Anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dalam menjalankan usahanya tentu memiliki nilai lebih dikarenakan telah adanya citra produk keripik sebagai ciri khas oleh–oleh makanan khas Provinsi Lampung. Peluang dalam menjalankan usaha ini memiliki nilai dan manfaat yang menguntungkan bagi anggota kelompok agroindustri keripik dikarenakan produk telah dikenal terlebih dahulu oleh masyarakat umum. 2) Hubungan baik dengan pemasok bahan baku Anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII dalam pelaksanaan usahanya tentu harus menjalin hubungan baik dengan tiap penyedia bahan
baku, sehingga kebutuhan akan bahan baku dapat terus
tersedia dan pelaksanaan produksi usaha tidak terganggu. 3) Peluang pasar yang besar sebagai sentra agroindustri keripik Sentra agroindustri keripik PKBL PTPN VII yang terlokalisasi tentu menjadi nilai lebih yang mendorong peluang pasar sehingga semakin terbuka dan diminati oleh masyarakat, serta dapat mendorong minat para anggota anggota kelompok agroindustri keripik untuk menjalankan usaha akan semakin tinggi. 4) Daya dukung pemerintah atau BUMN Keterlibatan pemerintah ataupun BUMN tentu sangat penting dalam mendorong keberlangsungan usaha agroindustri keripik,
sehingga minat
anggota kelompok untuk menjalankan usaha akan semakin termotivasi.
66
Kucuran pinjaman dana atau pun pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh PTPN VII telah mampu menggerakkan sentra agroindustri keripik di Kota Bandar Lampung untuk terus berkembang.
b. Faktor Ancaman 1) Kompetitor produk sejenis Anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung tentu memiliki kompetitor produk sejenis di luar dari pusat sentra agroindustri tersebut, bahkan lebih dahulu menjalankan usaha agroindustri keripik, seperti pusat oleh-oleh yang ada di daerah Teluk Betung ataupun pusat oleh–oleh di Stasiun Kota Bandar Lampung. Hal tersebut tentu menjadi suatu ancaman yang harus diperhatikan agar pusat sentra anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII tetap menjadi pusat sentra agroindustri keripik unggulan di Kota Bandar Lampung. 2) Ketersediaan bahan baku Bahan baku agroindustri keripik di sentra agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII sebenarnya tidak terlalu mengancam untuk stock persedian bahan baku, namun pernyataan tersebut hanya berlaku untuk bahan baku singkong, untuk bahan baku pisang yang terkadang masih menjadi masalah untuk ketersediaannya. Stock bahan baku untuk pisang sulit didapat dikarenakan sudah mulai berkurangnya petani yang membudidayakan pisang disebabkan alih lahan oleh petani. 3) Kebijakan pemerintah Peraturan dan instruksi yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun PTPN VII di masa yang akan datang akan memberikan tekanan kepada anggota kelompok agroindsutri keripik PKBL PTPN VII bila mulai maju, seperti pungutan pajak. Hal tersebut tentunya akan memberikan beban dan rasa berat para anggota kelompok agroindustri keripik dalam menjalankan usaha, apalagi terkadang usaha belum memberikan hasil yang menguntungkan kepada anggota.
67
c.
Matriks EFE Matriks EFE diperoleh dari hasil penilaian bobot dan skor alternatif faktor
eksternal anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII. Matriks EFE anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII dilihat pada Tabel 27. Pada Tabel 27 terlihat bahwa faktor eksternal untuk peluang yang paling penting terdapat pada peluang 2 yaitu hubungan baik dengan pemasok bahan baku yang diberi bobot 0,173 dinilai oleh PTPN VII Divisi Bina Lingkungan dan Ketua KUB dengan nilai skor alternatif 4. Faktor peluang yang tidak penting terdapat pada peluang 4 yaitu daya dukung pemerintah atau BUMN, yang diberi bobot 0,192 dengan nilai skor alternatif 3. Nilai yang dibobot paling tinggi untuk peluang terletak pada hubungan baik dengan pemasok bahan baku, faktor tersebut sangat direspon oleh anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII terlihat dari nilai yang dibobot paling tinggi sebesar 0,692.
Tabel 27. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII Faktor-faktor Eksternal
Bobot
Skor Alternatif
Nilai yang dibobot
0,131
3
0,393
2 Hubungan baik dengan pemasok bahan baku 3 Peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik
0,173
4
0,692
0,155
3
0,465
4 Daya dukung pemerintah atau BUMN
0,129
3
0,387
Peluang 1 Citra produk baik
Jumlah Ancaman 1 Kompetitor produk sejenis 2 Ketersediaan bahan baku 3 Kebijakan pemerintah
1,937
0,132
1
0,132
0,192
1
0,192
0,089
2
0,178
Jumlah Total nilai EFE
0,502 1,000
2,439
68
Faktor eksternal untuk ancaman yang paling penting terdapat pada ancaman 2 yaitu ketersediaan bahan baku, yang diberi bobot 0,192 dinilai oleh PTPN VII dan Ketua KUB dengan nilai skor alternatif 1 . Faktor ancaman yang tidak penting terdapat pada ancaman 3 yaitu kebijakan pemerintah, yang diberi bobot 0,089 dengan nilai skor alternatif 2. Nilai yang dibobot paling tinggi untuk ancaman terletak pada ketersediaan bahan baku, faktor tersebut dianggap paling penting oleh PTPN VII dan Ketua KUB, terlihat dari nilai yang dibobot paling tinggi sebesar 0,192. Jumlah nilai yang dibobot untuk peluang anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII berjumlah 1,937 dan jumlah nilai yang dibobot untuk ancaman anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII berjumlah 0,502. Dari matriks EFE anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII diketahui total nilai EFE sebesar 2,439 yang menunjukkan bahwa kondisi anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII merespon fakor eksternal berada di atas rata-rata.
3.
Matriks I-E Setelah menganalisis dengan menggunakan matriks IFE dan matriks EFE,
maka proses selanjutnya dilakukan analisis tahap pencocokan. Pada tahap pencocokan dilakukan dengan menggunakan analaisis matriks IE dan matriks SWOT. Strategi yang dihasilkan pada matriks IE berhubungan dengan strategi yang dihasilkan pada matriks SWOT, sebab pada matriks IE akan diketahui posisi kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII pada saat ini dan menghasilkan strategi umum yang dapat direkomendasikan. Strategi umum tersebut diperjelas secara rinci melelui analisis matriks SWOT. Berdasarkan nilai skor faktor-faktor internal dan eksternal kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII, maka dapat dibuat diagram Matriks I-E. Matriks tersebut dibuat dengan menjumlahkan total skor faktor internal dan eksternal kemudian dihitung selisihnya yaitu total skor faktor kekuatan internal dikurangi kelemahan dan total skor faktor eksternal peluang dikurangi ancaman. Pembobotan untuk diagram Matriks I-E anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII dapat dilihat pada Tabel 28.
69
Tabel 28. Pembobotan untuk diagram faktor internal dan eksternal Uraian Bobot x Rating Selisih
Faktor Internal Kekuatan Kelemahan 2,232 0,398 1,834
Faktor Eksternal Peluang Ancaman 1,937 0,502 1,435
Setelah diperoleh angka dari selisih faktor internal dan faktor eksternal, maka dapat dibuat diagram Matriks I-E seperti ditunjukkan pada Gambar 3. O (+)
III. Stability
I. Growth 1,435
W (-)
S (+) 1,834
IV. Survival
II. Diversifikasi
T (-) Gambar 3. Diagram Matriks I-E kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII Berdasarkan diagram Matriks I-E, kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII terletak pada kuadran 1 yang berarti kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII berada dalam kondisi pertumbuhan (Growth). Kuadran I merupakan situasi yang sangat menguntungkan dimana kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII berada dalam kondisi pertumbuhan, baik dalam SDA, SDM, partisipasi anggota kelompok atau kombinasi dari semuanya. Agroindustri keripik PKBL PTPN VII ini memiliki peluang dan kekuatan sehingga anggota kelompok dapat memanfaatkan kondisi yang ada untuk perkembangan usahanya. Dengan demikian, strategi yang dapat diterapkan dalam kondisi ini adalah memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada untuk perkembangan agroindustri keripik kedepannya.
70
4.
Matriks SWOT Analisis matriks SWOT anggota kelompok agroindustri keripik PKBL
PTPN VII didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimumkan kekuatan dan peluang dan meminimumkan kelemahan dan ancaman. Strategi utama yang dapat disarankan terdapat 4 macam, yaitu strategi SO, ST, WO, WT. Analisis ini menggunakan data yang telah diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Analisis SWOT pada anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII dapat dilihat pada Tabel 29. Matriks SWOT ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh
Anggota Kelompok Agroindustri
Keripik PKBL PTPN VII yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkan 4 alternatif strategi, yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi W-T dan strategi S-T. Kemudian strategi tersebut diberikan nilai pembobotan berdasarkan visi misi dan tujuan diadakannya PKBL PTPN VII. Dari 16 alternatif strategi, didapatkan 10 peringkat dari strategi yang ada. Strategi prioritas didapatkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya (Lampiran 13 dan 14). Selain itu juga, ditinjau mengenai visi misi dan tujuan Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII. PTPN VII tidak hanya bertujuan untuk mencari keuntungan. Tetapi juga memiliki kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar dan pembangunan ekonomi daerah. Tanggung jawab sosial tersebut terwujud melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Semua upaya ini selain untuk menaikkan nilai ekonomis perusahaan juga sebagai bukti pengabdian dan kepedulian. Selain itu, turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Ini merupakan program pembinaan usaha kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh PTPN VII melalui pemanfaatan dana dari bagian laba PTPN VII.
71
Tabel 29. Analisis SWOT anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII
SWOT
Peluang (Opportunities) 1 Citra produk baik
Kekuatan (Strength) 1 Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 2 Harga produk terjangkau 3 Produk sebagai makanan khas daerah 4 Lokasi merupakan sentra usaha keripik Strategi (SO)
Kelemahan (Weakness) 1 Manajemen masih tradisional
1
2
Hubungan baik dengan pemasok bahan baku
2
3
Peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik
3
4
Daya dukung pemerintah atau BUMN
4
Ancaman (Threath) 1
Kompetitor produk sejenis
1
2
Ketersediaan bahan baku
2
3
Kebijakan pemerintah
3
4
2 3
Biaya tenaga kerja tinggi Daya dukung dana rendah
4
Skill dan penguasaan teknologi rendah Strategi (WO)
Memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang tidak terlalu mahal. (K1, P2) Memanfaatkan harga produk yang terjangkau untuk menciptakan citra produk yang baik di mata konsumen. (K3, P1) Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah untuk mendapatkan peluang pasar yang besar. (K4, P3) Memanfaatkan lokasi sentra usaha keripik untuk mendapatkan daya dukung pemerintah atau BUMN. (K5, P4) Strategi (ST)
1
Memanfaatkan peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik untuk merubah manajemen yang baru. (L1, P3) Meminimumkan penggunaan tenaga kerja dengan mengatur jumlah pasokan bahan baku. (L2, P2) Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. (L3, P4) Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk. (L4, P1) Strategi (WT)
Memanfaatkan perencanaan strategis untuk mengatasi ketersediaan jumlah bahan baku. (K1, A2) Memanfaatkan harga produk yang terjangkau, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (K3, A1) Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (K4, A1) Memanfaatkan lokasi sebagai sentra usaha keripik, untuk mengatasi lemahnya kebijakan pemerintah. (K5, A3)
1
2
3
4
2
3
4
Merubah manajemen yang masih tradisional, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (L1, A1) Memanfaatkan biaya tenaga kerja yang tinggi, agar sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait kebijakan UMR. (L2, A3) Meningkatkan daya dukung dana yang rendah, agar mampu mengatasi ketersediaan jumlah bahan baku. (L3, A2) Meningkatkan skill dan penguasaan tekhnologi yang rendah, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (L4, A1)
Eritmetik (2010), aktivitas PKBL oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dilakukan dengan memberikan pelatihan manajemen usaha kecil dan pemberian dana pinjaman program kemitraan yang bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan
72
ekonomi rakyat dengan memperluas kesempatan berusaha di UMKM. Semakin tepat pemberian dana pinjaman program kemitraan maka proses dan tujuan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII akan semakin tercapai. Semakin tinggi minat anggota KUB Telo Rezeki dalam mengembangkan usaha keripik maka proses dan tujuan pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII akan semakin tercapai. Proses pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII mampu meningkatkan keterampilan anggota KUB Telo Rezeki Mitra PTPN VII. Proses pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dalam PKBL oleh PTPN VII mampu meningkatkan modal yang dimiliki anggota KUB Telo Rezeki Mitra PTPN VII. Dari 16 strategi yang diperoleh dari analisa SWOT, maka dilakukan pembobotan pada 16 strategi tersebut berdasarkan visi misi dan tujuan PKBL PTPN VII. Pembobotan strategi anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII dapat dilihat pada Lampiran 13. Strategi prioritas Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII adalah strategi yang masuk ke dalam peringkat sepuluh besar yang pembobotannya berdasarkan visi misi dan tujuan PKBL PTPN VII. Strategi ini relevan dan dapat mendukung keberlangsungan usaha anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII
kedepannya
karena sesuai dengan visi misi dan tujuan diadakannya PKBL. Strategi prioritas anggota kelompok agroindustri keripik PKBL PTPN VII pada Tabel 30. Dari sepuluh strategi yang dihasilkan oleh Analisis SWOT, maka ke sepuluh strategi tersebut dijadikan bahan utama dalam penyusunan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Ke sepuluh strategi yang dihasilkan tersebut diberikan nilai alternatif skor mulai dari 0-4 sesuai dengan masingmasing faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
73
Tabel 30. Strategi Prioritas (SWOT) Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII Ranking
Strategi
1
Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk. Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. Meningkatkan skill dan penguasaan tekhnologi yang rendah, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah untuk mendapatkan peluang pasar yang besar. Memanfaatkan lokasi sentra usaha keripik untuk mendapatkan daya dukung pemerintah atau BUMN. Memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang tidak terlalu mahal. Memanfaatkan harga produk yang terjangkau untuk menciptakan citra produk yang baik di mata konsumen. Memanfaatkan harga produk yang terjangkau, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Merubah manajemen yang masih tradisional, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4.4.2
Visi Misi Tujuan Skor 4
3
7
4
3
7
3
3
6
4
2
6
2
3
5
2
3
5
3
2
5
3
2
5
3
2
5
2
2
4
Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM) adalah alat untuk
menyusun strategi dan mengevaluasi berbagai strategi alternatif berdasarkan faktor– faktor keberhasilan eksternal dan internal yang diidentifikasi oleh SWOT. Dari sepuluh strategi yang dihasilkan oleh analisis SWOT, dilakukan pemberian skor alternatif yang disesuaikan dengan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan
74
ancaman yang ada. Skor alternatif tersebut dikalikan dengan bobot yang ada, sehingga dapat dihasilkan total skor alternatif. Total alterrnatif skor pada 10 strategi SWOT dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Total alterrnatif skor pada 10 strategi Ranking
Strategi
1
Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk. Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. Meningkatkan skill dan penguasaan tekhnologi yang rendah, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah untuk mendapatkan peluang pasar yang besar. Memanfaatkan lokasi sentra usaha keripik untuk mendapatkan daya dukung pemerintah atau BUMN. Memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang tidak terlalu mahal. Memanfaatkan harga produk yang terjangkau untuk menciptakan citra produk yang baik di mata konsumen. Memanfaatkan harga produk yang terjangkau, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Merubah manajemen yang masih tradisional, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis.
2
3
4
5
6
7
8
9 10
Total Alternatif Skor 4,536 4,398
3,873
3,637
3,605
3,538
3,537
3,484 3,258 3,159
Dari 10 strategi SWOT tersebut, dipilih 3 total skor alternatif terbesar. Total skor alternatif terbesar akan menjadi rekomendasi strategi utama dalam penelitian ini. Hasil dari perhitungan ini telah didapatkan tiga strategi utama yang dipertimbangkan menurut hasil analisis QSPM. Tiga strategi prioritas utama menurut QSPM dapat dilihat pada Tabel 32.
75
Tabel 32. Tiga Strategi Utama menurut QSPM Ranking 1
Total Alternatif Skor Meningkatkan daya dukung dana yang rendah 4,536 dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. Strategi
2
Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk.
4,398
3
Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis.
3,873
Tabel 32 mengindikasikan bahwa anggota kelompok agroindustri PKBL PTPN VII perlu meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah keseluruhan daya tarik total sebesar 4,536 (Lampiran 17). Prioritas kedua adalah meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk dengan nilai daya tarik total sebesar 4,398 (Lampiran 17) lalu memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis dengan total nilai sebesar 3,873 (Lampiran 17). Strategi pertama yang direkomendasikan terkait dengan aspek keuangan yaitu dengan meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. Daya dukung dana yang rendah merupakan salah satu hambatan usaha yang dimiliki anggota kelompok agroindustri keripik, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan sumber bahan baku, sehingga jumlah produksi pun terbatas. Untuk dapat meningkatkan daya dukung dana yang rendah artinya kelompok ini perlu lebih aktif mencari atau memanfaatkan sumber-sumber pendanaan dengan bunga yang rendah untuk dapat meningkatkan modal usaha guna mengembangkan usahanya. Dukungan dana dari pemerintah atau BUMN sangat dibutuhkan pula untuk meningkatkan citra produk. Strategi kedua yang direkomendasikan terkait dengan aspek produksi yaitu dengan meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk melalui peningkatan mutu produk dan promosi. Karena daya dukung dana
76
yang rendah anggota kelompok tidak dapat berbuat banyak untuk meningkatkan skill dan keterampilan dalam berusaha. Untuk dapat meningkatkan skill dan penguasaan teknologi, maka PTPN VII harus membantu anggota kelompok dengan memberikan pelatihan-pelatihan manajemen dan kewirausahaan kepada Mitra Binaan untuk meningkatkan citra produk keripik. Karena sejauh ini, anggota kelompok masih menggunakan varian rasa berkualitas rendah pada produknya, sehingga rasa produk akan terasa pahit diujung lidah. PTPN VII juga harus membantu para anggota kelompok untuk mengikuti gelar karya PKBL BUMN pada acara-acara seperti Pameran Pasar Murah, Pameran Gebyar PKBL BUMN, Pameran Expo Nusantara, Pameran Gelar Dagang dan Bisnis Expo sebagai ajang mempromosikan
usaha mitra binaan anggota kelompok
agroindustri keripik. Bila
anggota
kelompok
agroindustri
PKBL
PTPN
VII
dapat
memanfaatkan citra produk yang baik, maka kesejahteraan anggota akan tercapai karena akan banyak pembeli yang datang untuk berkunjung dan membeli produk keripiknya. Sehingga perputaran persediaan barang akan membaik dan akan terus terjaga kualitasnya. Salah satu cara anggota kelompok untuk dapat meningkatkan citra poduknya yaitu dengan memanfaatkan skill dan penguasaan teknologi yang diberikan oleh PTPN VII terkait dengan meningkatkan mutu dan kualitas produk terhadap rasa dan varian rasa keripik, pengemasan produk berlabel dan pemberian tanggal kadaluarsa agar konsumen yakin terhadap produk yang dijual. Strategi ketiga yang direkomendasikan terkait dengan aspek pemasaran produk yaitu dengan memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Keripik pisang merupakan salah satu makanan khas daerah Lampung, sehingga produk tersebut banyak dicari dan diminati oleh pengunjung baik dalam maupun luar daerah. Dengan memanfaatkan keripik pisang sebagai makanan khas daerah, maka anggota kelompok agroindustri seharusnya dapat memanfaatkan peluang yang ada untuk menjadikan daerahnya sebagai sentra industri keripik yang terkenal di Kota Bandar Lampung. Karena kini, keripik pisang memiliki banyak variasi rasa baru. Para kompetitor produk sejenis berlomba-lomba untuk dapat meningkatkan mutu dan citra produk, untuk menarik minat konsumen.
77
Dari ketiga strategi yag dihasilkan oleh Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif, pengaruh dari umur, tingkat pendidikan, dan lamanya usaha anggota sangat menentukan keberhasilan PKBL PTPN VII. Semakin tinggi umur anggota, maka
semakin
enggan
anggota
dalam
menerapkan
strategi
yang
direkomendasikan, karena biasanya mereka masih memakai kebiasaan lama yang diperoleh dari orang tuanya. Namun, anggota yang memiliki umur lebih muda, mereka mau menerapkan ilmu dan strategi yang didapat untuk mengembangkan usahanya, karena anggota muda mau belajar dan menerapkan teknologi terbaru yang diberikan oleh PTPN VII. Tingkat pendidikan anggotapun menentukan keberhasilan PKBL PTPN VII. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin giat dan mau menerapkan strategi yang didapat, begitupun sebaliknya. Selain itu, lamanya berusaha keripik juga akan menentukan keberhasilan PKBL PTPN VII, karena semakin lama anggota berusaha keripik, akan semakin paham dan mengerti tentang seluk beluk usahanya.
4.5
Implikasi Manajerial Implikasi manajerial yang harus dilakukan oleh PTPN VII adalah sebagai
berikut: 1.
PTPN VII harus mempromosikan produk binaannya tersebut kepada para tamu PTPN VII yang berkunjung ke Propinsi Lampung, karena para tamu akan mengingat merk atau produk yang disajikan oleh PTPN VII dan dapat membawa oleh-oleh khas lampung dari hasil produksi mitra binaannya sendiri.
2.
PTPN VII harus lebih cermat mengawasi dan mendampingi para anggota kelompok agroindustri dalam mengembangkan usaha keripik dan mencatat sejauh mana perkembangan usaha anggota sejak adanya PKBL PTPN VII.
3.
PTPN VII harus membantu anggota kelompok untuk mencari dan memanfaatkan bantuan dana maupun peralatan yang dapat meningkatkan produktivitas usaha keripik. Implikasi manajerial yang harus dilakukan oleh anggota kelompok
agroindustri PKBL PTPN VII adalah sebagai berikut :
78
1.
Pada aspek keuangan, anggota kelompok harus lebih aktif
mencari dan
memanfaatkan sumber-sumber pendanaan yang berbunga rendah. 2.
Pada aspek produksi, anggota kelompok perlu meningkatkan skill dan penguasaan teknologi terkait peningkatan mutu dan citra produk dengan cara mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang diadakan oleh berbagai instansi-instansi setempat dan mengaplikasikan teori tersebut pada usaha keripiknya.
3.
Pada aspek pemasaran, anggota kelompok
perlu meningkatkan promosi
produk kepada konsumen dengan mengikuti berbagai pameran-pameran, penggunaan kemasan berlabel, dan memberikan variasi rasa baru untuk meningkatkan minat para konsumen untuk membeli produknya. Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) PTPN VII mencakup aktivitas yang terkait dengan core business maupun yang sama sekali tidak terkait, sedangkan sumber dana diambilkan dari sebagian laba perusahaan, yang tren lima tahun terakhir jumlahnya terus meningkat. Adapun pelaksanaannya melalui program PTPN 7 merupakan suatu wujud kepedulian perusahaan terhadap kondisi sosial masyarakat, melalui suatu kegiatan pemberdayaan
yang
mendorong
partisipasi
masyarakat
untuk
mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga mampu meningkatkan kemandirian. Dana Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil menunjukkan peningkatan seiring meningkatnya laba Perusahaan ditambah pengembalian pinjaman dari Mitra Binaan dan jasa administrasi pinjaman. Pada tahun 2010, jumlah dana disalurkan melalui Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil sebesar
9
milyar rupiah dengan total akumulasi dana sampai dengan 2010
sebesar 44,81 milyar rupiah. Penyaluran Program Kemitraan dengan Usaha Kecil masih difokuskan pada usaha kecil/mikro yang benar-benar memerlukan pembinaan dalam bentuk modal maupun bimbingan manajerial. Selain hal tersebut diprioritas pula kepada Usaha Kecil dalam bentuk cluster, antara lain pertanian, keripik, usaha mikro di pasar tradisional. Pada tahun 2010, Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil telah menyalurkan pinjaman sebesar 10,659 milyar rupiah, masing-masing sebesar
79
8,580 milyar rupiah untuk 750 unit usaha kecil menengah dan pinjaman sebesar 425,5 juta rupiah untuk 210 unit Mikro serta hibah sebesar 1,654 milyar rupiah. Dana tersebut didistribusikan ke sektor-sektor industri, jasa, perdagangan, peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan dan jasa lainnya. Disamping bantuan dalam bentuk pinjaman lunak, Mitra Binaan juga menerima pembinaan melalui program-program pelatihan, pemagangan/pendampingan, study banding dan promosi atau pameran. Strategi yang dilakukan oleh PTPN VII terkait dengan PKBL, sejalan dengan hasil penelitian ini. Hanya saja perlu fokus utama dan pendampingan lebih akurat untuk dapat mendidik dan melatih para anggota kelompok agar dapat turut serta aktif mengembangkan usahanya. Selain itu, PTPN VII harus gencar dalam membantu mempromosikan produk mitra binaannya kepada seluruh kalangan masyarakat. Karena seperti yang kita ketahui, para anggota tidak berfikir untuk menyisihkan sedikit keuntungannya untuk biaya promosi karena keterbatasan dana yang ada.
82
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Aktivitas pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik di
Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung dalam PKBL meliputi (1) Mengikuti kegiatan pelatihan teknis yaitu pelatihan manajemen usaha kecil dan (2) Mendapatkan dana program kemitraan bagi yang membutuhkan. Dari adanya pemberdayaan anggota kelompok agroindustri keripik dapat meningkatkan kinerja anggota kelompok, dan meningkatkan keterampilan anggota kelompok. Kinerja dari aktivitas kelompok dapat dilihat dari pemahaman anggota tentang kelompok, kehadiran anggota dalam setiap pertemuan yang diadakan oleh kelompok, kerjasama antar anggota, produksi keripik, omset penjualan dan pendapatan anggota sedangkan keterampilan anggota kelompok dilihat dari teknis produksi dan pemasaran hasil. Strategi pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PTPN VII untuk mendukung keberhasilan usaha mitra binaannya melalui analisis matriks IFE dan EFE, yang hasilnya digabungkan ke dalam matriks I-E. Masing-masing faktor internal dan eksternal dari IFE dan EFE disilangkan pada analisis SWOT sehingga didapatkan 10 strategi baru. Melalui analisis QSPM, 10 strategi yang dihasilkan oleh SWOT dikerucutkan menjadi 3 strategi. Tiga strategi utama tersebut yaitu : (a) Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN; (b) Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk; dan (c) Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. 5.2
Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu : 1.
Anggota kelompok perlu meningkatkan promosi produk kepada konsumen dengan mengikuti berbagai pameran-pameran, penggunaan kemasan berlabel,
82
dan memberikan variasi rasa baru untuk meningkatkan minat para konsumen untuk membeli produknya. 2.
PTPN VII harus mempromosikan produk binaannya tersebut kepada para tamu PTPN VII yang berkunjung ke Propinsi Lampung pada khususnya dan masyarakat Lampung pada umunya, karena mereka akan mengingat merk atau produk yang disajikan oleh PTPN VII dan dapat membawa oleh-oleh khas lampung dari hasil produksi mitra binaannya sendiri.
3.
PTPN VII harus lebih cermat mengawasi dan mendampingi para anggota kelompok agroindustri dalam mengembangkan usaha keripik dan mencatat sejauh mana perkembangan usaha keripik anggota sejak adanya PKBL PTPN VII.
4.
PTPN VII harus membantu anggota kelompok untuk mencari dan memanfaatkan bantuan dana maupun peralatan yang dapat meningkatkan produktivitas usaha keripik.
85
DAFTAR PUSTAKA
Adelita, M. Hubeis, D. Kadarisman. 2010. Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Pembudidayaan Tanaman Hias di Kompleks Perumahan Bekasi (Kasus Usaha Tanaman Hias Adenium pada Lahan Terbatas). Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 5(1): 22-31. Adi
dan Isbandi. 2002. Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Adianto D. 2010. Agroindustri Keripik Pisang Lampung. http://didims. blogspot.com/2010/12/agroindustri-kripik-pisang-lampung. html. (22 November 2012) Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pengantar Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. BBKP.
2001. Pemberdayaan Masyarakat Petani Dalam Ketahanan Pangan. Jakarta : Departemen Pertanian.
Memantapkan
David F R. 2006. Manajemen Strategi (Terjemahan). Jakarta : PT. Prenhallindo. DKPP. 2009. Laporan Tahunan. Bandar Lampung. Effendy OU. 2006. Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ermayani D, A.V.S. Hubeis, M. Sarma. 2010. Analisis Pengembangan Kluster Bisnis Sepatu (Studi Kasus Industri Sepatu di Kecamatan Ciomas. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 5 (1): 53-64. Eritmetik A F. 2010. Pemberdayaan Anggota Kelompok Agroindustri Keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) oleh PTPN VII di Kelurahan Segala Mider Kecamatan Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung (Skripsi). Lampung : Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Hafsah M J. 2008. Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Bandung : Iris Press. Hafsah M J. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Infokop Nomor 25 Tahun XX Hasyim H. 2005. Pengembangan Kemitraan Agribisnis. Bandar Lampung : Universitas Lampung.
84
Hidayat S dan Darwin S. 2001. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Jakarta : Pustaka Quantum. Indariawati P, S. Raharja, S.T. Soekarto. 2011. Kajian Strategi Pengembangan Usaha Industri Keripik Singkong Perusahaan PT. Inti Sari Rasa di Bekasi. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 6 (2): 99-104. Irwan E. 2007. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Melalui Program Pemberdayaan. Bandar Lampung : Universitas Lampung. Juhana A, Hubeis M, Pandjaitan N H. 2011. Prospek Ekonomi dan Strategi Pengembangan Kapas Rami sebagai Bahan Baku Alternatif Industri Tekstil Skala Usaha Kecil (Kasus Koppontren Darussalam, Garut – Jawa Barat). Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 6 (2) : 111-116. Kartasasmita G. 1996. Pemberdayaan Masyarakat : Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Bandung : Institut Teknologi Bandung (ITB). Kementerian Koperasi dan Usaha Mikto Kecil Menengah. Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2005 – 2009 (1 Agustus 2011). Kinnear T C and Taylor J R. 1991. Marketing Research an Applied Approach. Fourth Edition. New York : Mc Graw Hill. Lusianah, M. Syamsun, N.S. Palupi. 2010. Strategi dan Prospek Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 5 (1) : 65-79. Mardikanto T. 1991. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Mulyana D. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nazaruddin R, Suryahadi, Sarma M. 2011. Analisis Strategi Pemasaran Peternakan Ayam CV Intan Jaya Abadi Sukabumi. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 6 (2) : 125-132. Notohadiprawiro T. 2006. Menjalankan Suatu Pertanian Sebagai Suatu Industri (2 Desember 2009).
85
Nurmianto E. 2004. Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode Ahp Dan Swot (Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun). Jurnal Teknik Industri 6 (1) : 47-60. PTPN. 2009. Petunjuk Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Bandar Lampung. Rakhmat J. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta : Gramedia. Saaty T L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Jakarta : PT. Pustaka Bina Pressindo. Soeharto E. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama. Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali. Sukaca B, M. Syamsun, I. Sailah. 2010. Kajian Prospek Usaha Tanaman Hias Akuarium pada Kelompok Usaha Bunga Air “Aqua Platindo” di Ciawi Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 5 (1) : 22-31. Tsalistia A, Syarief R, Suryahadi. 2010. Kajian Program Misykat (Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat) sebagai Alternatif Pilihan Program Pemberdayaan Usaha Mikro (Studi Kasus pada Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid Bogor. Jurnal Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah 5 (1) : 12-21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008. Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Utami Y. 2009. Analisis Cabang Usahatani dan Tataniaga Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca.sp) : Kasus Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Skripsi). Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
86
LAMPIRAN
Lampiran 1. Identitas Responden Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII (Dalam ribu rupiah) No.
Nama Jenis Umur Responden Kelamin (Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
L L L L P L L L L L P L
45 38 63 34 42 37 32 36 52 37 35 40 491 40.92
Pendidikan Terakhir SMP SMA SD SMEA SMP SMA SMA SMA SD SMA SMA SMA
Tanggungan Keluarga (Orang) 3 2 6 3 3 4 4 4 6 4 4 4 47 3.92
Jabatan
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Mulai Usaha (Tahun) 1996 2003 1999 2007 2007 1999 2003 2003 2005 2007 2009 1996
Modal Awal (Rp) 300 2,500 950 13,000 15,000 1,000 3,000 5,000 3,000 7,000 15,000 350 66,100 5,508.33
Nilai Aset (Rp) 65,000 20,000 20,000 20,000 25,000 16,000 10,000 45,000 50,000 23,000 45,000 25,000 364,000 30,333.33
Omzet Jumlah karyawan Penjualan Tetap Tidak Tetap (Rp/Bln) (Org) (Org) 72,900 5 0 46,500 3 2 70,550 3 4 54,500 6 0 51,000 2 5 28,150 4 0 37,000 4 0 62,655 2 2 67,000 4 0 56,560 8 0 31,000 5 0 21,500 4 0 599,315 50 13 49,942.92 4.17 1.08
Lampiran 2. Sumber permodalan usaha dan bantuan pinjaman dari PKBL PTPN VII (Dalam ribu rupiah) No.
Nama Responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
Mulai Usaha (Th) 1996 2003 1999 2007 2007 1999 2003 2003 2005 2007 2009 1996
Modal yang Diperlukan (Rp) 25,000 20,000 20,000 13,000 15,000 5,000 20,000 20,000 15,000 20,000 15,000 20,000 208,000 17,333
Sumber
Bantuan PKBL
Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Sendiri, Pinjaman Pinjaman Sendiri, Pinjaman
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Tahun dapat bantuan dan Jumlah Bantuan 2007 2009 2010 2012 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 3,000 0 0 20,000 3,000 0 0 0 3,000 0 0 0 0 0 0 10,000 0 0 10,000 20,000 3,000 0 0 0 3,000 0 0 0 9,000 0 0 0 3,000 15,000 0 0 3,000 0 0 0 0 10,000 0 0 3,000 0 0 10,000 33,000 25,000 10,000 60,000 2,750 2,083 833 5,000
Lampiran 3. Rata-rata jumlah produk yang dihasilkan dalam 1 bulan Keripik pisang Keripik Singkong Keripik Sukun Keripik Mantang Keripik Nangka Keripik Talas Gurih Rasa Gurih Rasa No Nama Responden Volume HPP Volume HPP Volume HPP Volume HPP Volume HPP Volume HPP Volume HPP Volume HPP (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) 1 Sucipto Adi 233 30,000 600 40,000 350 18,000 150 30,000 100 45,000 200 30,000 233 85,000 0 0 2 Gunawan 600 29,000 900 39,000 700 15,000 300 30,000 0 0 0 0 0 0 0 0 3 Wagiman 500 30,000 750 40,000 1,000 18,000 350 30,000 0 0 100 30,000 0 0 100 30,000 4 Een Sarwani 250 30,000 550 40,000 700 15,000 500 30,000 35 30,000 50 30,000 0 0 0 0 5 Mardiyah 300 29,000 700 39,000 600 15,000 200 30,000 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Suheri 100 30,000 240 39,000 350 18,000 150 29,000 35 45,000 40 30,000 0 0 50 30,000 7 Firmansyah 200 30,000 400 40,000 650 18,000 150 30,000 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Hariyanto 100 40,000 300 48,000 1,000 20,000 333 35,000 0 0 0 0 0 0 0 0 9 Suwarno 300 30,000 900 40,000 600 18,000 200 30,000 0 0 200 30,000 0 0 0 0 10 Suhartono 250 30,000 750 40,000 500 16,000 200 28,000 0 0 200 28,000 0 0 70 28,000 11 Ratnawati 67 30,000 200 40,000 400 18,000 200 28,000 0 0 200 30,000 0 0 0 0 12 Heriyanto 50 30,000 150 40,000 300 18,000 100 30,000 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 2,950 368,000 6,440 485,000 7,150 207,000 2,833 360,000 170 120,000 990 208,000 233 85,000 220 88,000 Rata-rata 245.83 30,666.67 536.67 40,416.67 595.83 17,250.00 236.08 30,000.00 14.17 10,000 82.50 17,333.33 19.42 7,083.33 18.33 7,333.33
Lampiran 4. Rata-rata penggunaan bahan baku usaha keripik dalam 1 bulan Bahan Baku Pisang Singkong Sukun Mantang Nangka Talas No Nama Responden Volume Frekuensi Pemesanan Volume Frekuensi Pemesanan Volume Frekuensi Pemesanan Volume Frekuensi Pemesanan Volume Frekuensi Pemesanan Volume Frekuensi Pemesanan (Sisir) (Kali) (Kg) (Kali) (Buah) (Kali) (Kg) (Kali) (Kg) (Kali) (Kg) (Kali) 1 Sucipto Adi 200 20 250 8 100 2 200 2 700 1 0 0 2 Gunawan 200 15 350 10 0 0 0 0 0 0 0 0 3 Wagiman 250 12 450 12 0 0 150 2 0 0 100 2 4 Een Sarwani 300 16 400 12 70 1 150 4 0 0 0 0 5 Mardiyah 200 12 300 8 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Suheri 170 12 250 8 100 1 60 2 0 0 50 2 7 Firmansyah 300 8 300 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Hariyanto 300 4 500 8 0 0 0 0 0 0 9 Suwarno 250 12 400 8 0 0 100 4 0 0 0 0 10 Suhartono 250 10 250 8 0 0 300 2 0 0 200 1 11 Ratnawati 200 8 300 8 0 0 100 4 0 0 0 0 12 Heriyanto 200 6 300 6 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 2820 135 4050 104 270 4 1060 20 700 1 350 5 Rata-rata 235 11.25 337.50 8.67 22.50 0.33 88.33 1.67 58.33 0.08 29.17 0.42
Lampiran 5. Biaya operasional usaha agroindustri keripik per bulan (dalam ribu rupiah) No Nama Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
Biaya operasional (Rp) Jumlah Bahan Baku Tenaga Kerja Pemasaran Lain-lain (a) (b) (c) (d) (a+b+c+d) 36,064 6,000 5,000 5,500 52,564 20,000 10,000 10,000 2,000 42,000 35,250 6,000 4,000 4,500 49,750 40,090 6,000 1,000 1,000 48,090 24,200 7,200 2,000 5,000 38,400 16,700 3,000 1,000 1,000 21,700 21,380 4,200 1,000 3,000 29,580 12,765 3,800 6,000 2,500 25,065 30,220 3,000 5,000 2,500 40,720 29,150 8,400 2,000 4,000 43,550 16,240 3,700 2,500 2,000 24,440 13,880 3,000 1,800 750 19,430 295,939 64,300 41,300 33,750 435,289 24,661.57 5,358.33 3,441.67 2,812.50 36,274.07
Lampiran 6. Pendapatan Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII per bulan
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Responden
Sucipto Adi Gunawan Wagiman Een Sarwani Mardiyah Suheri Firmansyah Hariyanto Suwarno Suhartono Ratnawati Heriyanto Jumlah Rata-rata
Omzet Penjualan (Rp/Bln) (a) 72,900,000 46,500,000 70,550,000 54,500,000 51,000,000 28,150,000 37,000,000 62,655,000 67,000,000 56,560,000 31,000,000 21,500,000 599,315,000 49,942,917
Biaya Operasional (Rp/Bln) (b) 52,564,000 42,000,000 49,750,000 48,090,000 38,400,000 21,700,000 29,580,000 25,064,800 40,720,000 43,550,000 24,490,000 19,430,000 435,338,800 36,278,233
Pendapatan (Rp/Bln) (a-b) 20,336,000 4,500,000 20,800,000 6,410,000 12,600,000 6,450,000 7,420,000 37,590,200 26,280,000 13,010,000 6,510,000 2,070,000 163,976,200 13,664,683
Lampiran 7a. Penilaian bobot faktor strategi internal I (PTPN VII) No Faktor Strategi Internal 1 Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 2 Harga produk terjangkau 3 Produk sebagai makanan khas daerah 4 Lokasi merupakan sentra usaha keripik 5 Manajemen yang masih tradisional 6 Biaya tenaga kerja yang tinggi 7 Daya dukung dana rendah 8 Skill dan penguasaan tekhnologi rendah Total
A 0
B 3
C 2
D 2
E 3
F 2
G 2
H 3
Total 17
Bobot 0.152
1 2
0 2
2 0
2 2
3 3
3 3
3 3
3 3
17 18
0.152 0.161
2
2
2
0
3
3
3
3
18
0.161
1
1
1
1
0
3
1
1
9
0.080
2
1
1
1
1
0
3
1
10
0.089
2 1
1 1
1 1
1 1
3 3
1 3
0 3
1 0
10 13
0.089 0.116
11 11 10 10 19 18 18 15
112
1.000
Lampiran 7b. Penilaian bobot faktor strategi internal II (Ketua KUB) No Faktor Strategi Internal 1 Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 2 Harga produk terjangkau 3 Produk sebagai makanan khas daerah 4 Lokasi merupakan sentra usaha keripik 5 Manajemen yang masih tradisional 6 Biaya tenaga kerja yang tinggi 7 Daya dukung dana rendah 8 Skill dan penguasaan tekhnologi rendah Total
A 0
B 3
C 1
D 2
E 3
F 3
G 3
H 3
Total 18
Bobot 0.173
1 2
0 3
1 0
1 2
2 3
3 3
3 3
3 3
14 19
0.135 0.183
1
1
2
0
3
3
3
3
16
0.154
1
3
1
1
0
3
1
3
13
0.125
1
1
1
1
1
0
1
1
7
0.067
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 2
0 2
2 0
8 9
0.077 0.087
8
13
8
9
14 18 16 18
104
1.000
Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
Lampiran 8a. Penilaian bobot faktor strategi eksternal I (PTPN VII) No Faktor strategi eksternal A B C D E F G Total 1 Citra produk baik 0 3 1 1 2 2 3 12 Hubungan baik dengan 2 0 2 3 3 2 3 15 2 pemasok bahan baku Peluang pasar yang besar 2 2 0 3 3 1 3 14 sebagai sentra industri 3 keripik Daya dukung pemerintah 3 3 2 0 3 2 2 15 4 atau BUMN 5 Kompetitor produk sejenis 1 2 1 1 0 2 3 10 6 Ketersediaan bahan baku 2 2 2 3 3 0 3 15 7 Kebijakan pemerintah 1 1 2 2 1 1 0 8 Total 11 13 10 13 15 10 17 89
Bobot 0.135 0.169 0.157
0.169 0.112 0.169 0.090 1
Lampiran 8b. Penilaian bobot faktor strategi eksternal II (Ketua KUB) No Faktor strategi eksternal A 1 Citra produk baik 0 Hubungan baik dengan 3 2 pemasok bahan baku Peluang pasar yang besar 3 sebagai sentra industri 3 keripik Daya dukung pemerintah 1 4 atau BUMN 5 Kompetitor produk sejenis 2 6 Ketersediaan bahan baku 3 7 Kebijakan pemerintah 1 Total 13
B 1 0
C 1 3
D 3 1
E 1 3
F 1 3
G 3 1
Total 10 14
Bobot 0.127 0.177
1
0
3
1
1
3
12
0.152
1
1
0
1
1
2
7
0.089
1 2 1 7
2 3 0 3 3 3 1 2 1 11 15 10
1 0 1 8
3 3 0 15
12 17 7 79
0.152 0.215 0.089 1
Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
Lampiran 9. Penilaian bobot strategi internal Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII Faktor-faktor Internal Kekuatan : 1 Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 2 Harga produk terjangkau 3 Produk sebagai makanan khas daerah 4 Lokasi merupakan sentra usaha keripik Kelemahan : 1 Manajemen yang masih tradisional 2 Biaya tenaga kerja yang tinggi 3 Daya dukung dana rendah 4 Skill dan penguasaan teknologi rendah Jumlah
Bobot
Rata-rata
1
2
0.152
0.173
0.162
0.152 0.161
0.135 0.183
0.143 0.172
0.161
0.154
0.157
0.080
0.125
0.103
0.089
0.067
0.078
0.089 0.116
0.077 0.087
0.083 0.101
1.000
1.000
1.000
Lampiran 10. Penilaian bobot strategi eksternal Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII Faktor-faktor Eksternal Peluang 1 Citra produk baik 2 Hubungan baik dengan pemasok bahan baku 3 Peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik 4 Daya dukung pemerintah atau BUMN Ancaman 1 Kompetitor produk sejenis 2 Ketersediaan bahan baku 3 Kebijakan pemerintah Jumlah
Bobot
Rata-rata
1
2
0.127 0.177
0.135 0.169
0.131 0.173
0.152
0.157
0.155
0.089
0.169
0.129
0.152 0.215 0.089 1.000
0.112 0.169 0.090 1.000
0.132 0.192 0.089 1.000
Lampiran 11. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) Faktor-faktor Internal Kekuatan : 1 Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 2 Harga produk terjangkau 3 Produk sebagai makanan khas daerah 4 Lokasi merupakan sentra usaha keripik Kelemahan : 1 Manajemen yang masih tradisional 2 Biaya tenaga kerja yang tinggi 3 Daya dukung dana rendah 4 Skill dan penguasaan tekhnologi rendah Jumlah
Bobot
Skor Alternatif Nilai yang dibobot
0.162
4
0.648
0.143 0.171
3 4
0.429 0.684
0.157
3
0.471
0.075
1
0.075
0.060
2
0.120
0.063 0.070
1 2
0.063 0.140
1.000
2.630
Lampiran 12. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) Faktor-faktor Eksternal Peluang 1 Citra produk baik 2 Hubungan baik dengan pemasok bahan baku 3 Peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik 4 Daya dukung pemerintah atau BUMN Ancaman 1 Kompetitor produk sejenis 2 Ketersediaan bahan baku 3 Kebijakan pemerintah Jumlah
Bobot
Skor Alternatif Nilai yang dibobot
0.131 0.173
3 4
0.393 0.692
0.155
3
0.465
0.129
3
0.387
0.132 0.192 0.089 1.000
1 1 2
0.132 0.192 0.178 2.439
Lampiran 13. Strategi prioritas berdasarkan Visi Misi dan tujuan Anggota Kelompok Agroindustri PKBL PTPN 7 No Strategi 1 Memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang tidak terlalu mahal. (K1, P2)
Visi Misi Tujuan
Skor
Rangking
3
2
5
7
Memanfaatkan harga produk yang terjangkau untuk menciptakan citra produk yang baik di mata konsumen. (K3, P1)
3
2
5
8
3
Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah untuk mendapatkan peluang pasar yang besar. (K4, P3)
2
3
5
5
4
Memanfaatkan lokasi sentra usaha keripik untuk mendapatkan daya dukung pemerintah atau BUMN. (K5, P4)
2
3
5
6
Memanfaatkan peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik untuk merubah manajemen yang baru. (L1, P3)
2
1
3
12
6
Meminimumkan penggunaan tenaga kerja dengan mengatur jumlah pasokan bahan baku. (L2, P2)
1
1
2
16
7
Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. (L3, P4)
3
3
6
3
8
Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk. (L4, P1)
4
3
7
1
9
Memanfaatkan perencanaan strategis untuk mengatasi ketersediaan jumlah bahan baku. (K1, A2)
2
2
4
11
10 Memanfaatkan harga produk yang terjangkau, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (K3, A1)
3
2
5
9
11 Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (K4, A1)
4
3
7
2
12 Memanfaatkan lokasi sebagai sentra usaha keripik, untuk mengatasi lemahnya kebijakan pemerintah. (K5, A3)
1
2
3
15
13 Merubah manajemen yang masih tradisional, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (L1, A1)
2
2
4
10
14 Memanfaatkan biaya tenaga kerja yang tinggi, agar sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait kebijakan UMR. (L2, A3)
2
1
3
13
15 Meningkatkan daya dukung dana yang rendah, agar mampu mengatasi ketersediaan jumlah bahan baku. (L3, A2)
1
2
3
14
16 Meningkatkan skill dan penguasaan tekhnologi yang rendah, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. (L4, A1)
4
2
6
4
2
5
Lampiran 14. Strategi Prioritas Anggota Kelompok Agroindustri Keripik PKBL PTPN VII Rangking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Strategi Meningkatkan skill dan penguasaan teknologi untuk meningkatkan citra produk. Memanfaatkan produk makanan khas daerah dengan berbagai variasi rasa, untuk dapat bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Meningkatkan daya dukung dana yang rendah dengan memanfaatkan daya dukung dari pemerintah atau BUMN. Meningkatkan skill dan penguasaan tekhnologi yang rendah, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Memanfaatkan produk sebagai makanan khas daerah untuk mendapatkan peluang pasar yang besar. Memanfaatkan lokasi sentra usaha keripik untuk mendapatkan daya dukung pemerintah atau BUMN. Memanfaatkan hubungan yang baik dengan pemasok bahan baku untuk mendapatkan harga yang tidak terlalu mahal. Memanfaatkan harga produk yang terjangkau untuk menciptakan citra produk yang baik di mata konsumen. Memanfaatkan harga produk yang terjangkau, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis. Merubah manajemen yang masih tradisional, untuk bersaing dengan kompetitor produk sejenis.
Lampiran 15. Matriks QSPM
Faktor Penentu
Bobot AS
Kekuatan 1. Perencanaan strategis yang tidak terlalu mahal dan rumit 2. Harga produk terjangkau 3. Produk sebagai makanan khas daerah 4. Lokasi merupakan sentra usaha keripik Kelemahan 1. Manajemen yang masih tradisional 2. Biaya tenaga kerja yang tinggi 3. Daya dukung dana rendah 4. Skill dan penguasaan tekhnologi rendah Peluang 1. Citra produk baik 2. Hubungan baik dengan pemasok bahan baku 3. Peluang pasar yang besar sebagai sentra industri keripik 4. Daya dukung pemerintah atau BUMN Ancaman 1. Kompetitor produk sejenis 2. Ketersediaan bahan baku 3. Kebijakan pemerintah Total
1 TAS
2 AS TAS
3 AS TAS
4 AS TAS
Alternatif strategi 5 6 AS TAS AS TAS
AS
7 TAS
AS
8 TAS
9 AS
TAS
AS
10 TAS
0.162 0.143 0.172 0.157
2 4 4 0
0.324 0.572 0.688 0
2 3 4 0
0.324 0.429 0.688 0
3 2 3 3
0.486 0.286 0.516 0.471
2 2 2 0
0.324 0.286 0.344 0
0 2 4 4
0 0.286 0.688 0.628
0 3 3 4
0 0.429 0.516 0.628
3 3 2 0
0.486 0.429 0.344 0
0 4 3 2
0 0.572 0.516 0.314
2 4 2 2
0.324 0.572 0.344 0.314
3 1 2 2
0.486 0.143 0.344 0.314
0.076 0.061 0.063 0.070
0 3 1 4
0 0.183 0.063 0.280
0 0 1 3
0 0 0.063 0.210
2 0 4 2
0.152 0 0.252 0.140
1 3 2 4
0.076 0.183 0.126 0.280
2 0 0 2
0.152 0 0 0.140
0 0 4 2
0 0 0.252 0.140
0 1 3 0
0 0.061 0.189 0
0 2 0 0
0 0.122 0 0
0 2 0 0
0 0.122 0 0
4 0 0 2
0.304 0 0 0.140
0.131 0.173 0.155 0.129
4 0 3 3
0.524 0 0.465 0.387
4 0 3 2
0.524 0 0.465 0.258
3 1 4 4
0.393 0.173 0.620 0.516
2 0 3 0
0.262 0 0.465 0
2 0 4 3
0.262 0 0.620 0.387
0 1 4 4
0 0.173 0.620 0.516
0 4 2 0
0 0.692 0.310 0
4 2 2 0
0.524 0.346 0.310 0
3 2 2 0
0.393 0.346 0.310 0
3 2 1 0
0.393 0.346 0.155 0
0.132 0.192 0.089
4 2 0
0.528 0.384 0 4.398
4 2 0
0.528 0.384 0 3.873
2 0 3
0.264 0 0.267 4.536
4 2 0
0.528 0.384 0 3.258
2 0 2
0.264 0 0.178 3.605
2 0 0
0.264 0 0 3.538
2 2 0
0.264 0.384 0 3.159
3 2 0
0.396 0.384 0 3.484
4 2 0
0.528 0.384 0 3.637
4 2 0
0.528 0.384 0 3.537