ALOPESIA AREATA
dr. Imam Budi Putra, SpKK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
ALOPESIA AREATA Pendahuluan Rambut adalah struktur solid yang terdiri atas sel yang mengalami keratinisasi padat. Berasal dari folikel epidermal yang berbentuk seperti kantong yang tumbuh ke dalam dermis. 1,2,3 Alopesia salah satu penyakit kulit yang masih merupakan masalah didalam menentukan penyebab maupun cara mengobatinya. Alopesia dapat memberikan dampak negatif terhadap penderita , baik secara fisik, psikologik maupun kosmetik. 1,4 Menurut mekanisme terjadinya, Alopesia dapat terjadi dengan atau tanpa disertai pembentukan jaringan parut (sikatrikal dan non sikatrikal). Kelompok alopesia non sikatrikal antara lain meliputi alopesia androgenik, alopesia areata, alopesia yang berhubungan dengan proses sistemik, serta alopesia traumatik.1 Diantara alopesia-alopesia tersebut, alopesia areata merupakan jenis yang sering dijumpai.1,4 Alopesia areata pertama kali diketahui sebagai penyakit kulit diterangkan dalam Papyrus Ebers 1500 – 2500 SM. Sedangkan terminologi alopesia areata pertama kali digunakan oleh Sauvages 1760 didalam Nosologica Medica yang dipublikasikan di Lyons pada tahun 1760.5 Teori-teori tentang terjadinya alopesia areata antara lain berupa teori genetik, sitokin, alergi (stigmata atopi), gangguan neurofisiologik dan emosional, gangguan organ ektodermal, kelainan endokrin, faktor infeksi, faktor neurologi, faktor hormonal / kehamilan dan beberapa teori lain. Pada 30 tahun terakhir, para peneliti banyak mengemukakan teori autoimun, baik berupa gangguan pada sistem imunitas humoral maupun sistem imunitas selular sebagai penyebab alopesia areata.1,4,6-9 Pengobatan terhadap alopesia areata banyak macamnya, baik pengobatan topikal, intralesi, sistemik dan foto kemoterapi ataupun kombinasinya. Setiap peneliti berusaha memberikan pengobatan sesuai
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
dengan teori - teori etiologi yang dianutnya. Peneliti yang menganut teori imunologis memberikan obat yang berfungsi untuk memperbaiki status imunologis penderita, agar tercapai perbaikan klinis. Kortikosteroid paling sering digunakan baik topikal, intralesi atau sistemik. Begitu juga dengan imunomodulator (isoprenosin, siklosporin). Beberapa obat topikal seperti minoxidil solution, anthralin c ream, ultra viotet light therapy dapat digunakan. Pengobatan
dengan
imunoterapi
topikal
(bahan
sensitiser)
seperti
diphenilcyclopropen (DCPC), squaric acid dibutyl ester (SADBE) dan dinitrochlorobenze (DNCB). Golongan siklosporin, dapsone, tacrolimus, intederon dan golongan vitamin dan mineral, serta alternatif threrapy, cryosurgery, dermatography (alopesia areata of the eyebrows) akhir-akhir ini banyak diteili.1,4,6-21 Saat ini belum ada pengobatan yang dapat langsung menyembuhkan. Efikasi
pengobatan
bersifat
individual,
sulit
untuk
memperkirakan
pertumbuhan rambut terjadi secara spontan. Dari semua terapi yang ada, terapi Alopesia areata belum memuaskan.4 Defenisi Alopesia areata adalah peradangan yang kronis, berulang dari rambut terminal, yang ditandai oleh timbulnya satu atau lebih bercak kerontokan rambut pada scalp dan atau kulit yang berambut terminal lainnya. Lesi pada umumnya berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas, permukaan licin tanpa adanya tanda-tanda atropi, skuamasi maupun sikatriks.1-4 lnsidens Prevalensi pada masyarakat umum di Amerika Serikat 0,1 – 0,2 %. Pada beberapa laporan perbandingan insidens alopesia areata sama banyak antara pria dan wanita.6,9 Di Unit Penyakit Kulit dan Ketamin RSCM Jakarta, dalam pengamatan selama 3 tahun (1983 – 1985) penderita rata-rata sebanyak 20 orang pertahun dengan perbandingan pria dan wanita 6 : 4. Umur termuda yang pernah dicatat adalah 6 tahun, dan yang tertua
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
59 tahun.22) Resiko untuk terkena alopesia areata selama masa hidup adalah 1,7 %.6,9
Etiopatogenesis Alopsia areata telah dikenal sejak 20 abad yang lalu, namun sampai saat ini penyebabnya yang pasti belum diketahui meskipun ada dugaan merupakan respon auto imun.1,4,6-9,14,17 Berbagai faktor atau keadaan patologik yang dianggap berasosiasi dengan penyakit ini adalah : a. Genetik Alopesiaa reata dapat diturunkan secara dominan autosomal dengan penetrasi yang variabel. Frekuensi alopesia areata yang diturunkan secara genetik adalah 10 – 50 %. Insidens tinggi pada alopesia areata dengan onset dini 37 % pada umur 30 tahun dan 7,1 % pada onset lebih dari 30 tahun. Dilaporkan terjadi pada kembar identik sebesar lebih dari 55 %. Beberapa gen terangkai erat misalnya sistem genetik HLA (Human Leucocyte Antigen) yang berlokasi di lengan pendek kromosom-6 membentuk MHC (Major Histocompatibility Complex). Tiap gen pada sistem genetik HLA memiliki banyak varian (alel) yang berbeda satu dengan yang lain. Kompleks HLA pada penderita alopesia areata diteliti karena
banyaknya
hubungan
penyakit-penyakit
autoimun
dengan
peningkatan frekwensi antigen HLA. Pernah diteliti hubungan alopesia areata kelas I (HLA-A, -B, -C0) dan HLA kelas ll (HLA-DR, -DQ, -DP). Penelitian terbaru, ada hubungan alopesia areata dengan beberapa antigen kelas I (HLA-A9, -B7, -B8, -B13, -B27) tapi belum dipastikan. Beberapa tahun ini banyak terbukti hubungan alopesia areata dengan HLA kelas ll (HLA-DR4, -DR5 subtipe DR4 dan DR11, -DQ3 subtipe DQ7 dan DQ8) alopesia areata HLA-DRS berhubungan dengan bentuk alopesia areata onset dini dan alopesia areata dengan hilangnya rambut yang luas. Pada alopesia areata terjadi peningkatan alel HLA-
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
DQB1*0301 (DQ7), HLA-DQB*03 (DQ3 dan HLA-DRB1*110 4 (DR11). HLA-DBR1*03 (DQ3) tampaknya merupakan marker HLA untuk semua bentuk alopesia areata. Alel HLA-DRB1*0401 (DR4) dan HLA-DRB1*0301 (DQ7) adalah marker untuk alopesia areata totalis/universalis yang lebih berat. Pada Sindroma Down insiden alopesia areata sebanyak 60 dibandingkan dengan 1 pada populasi normal. Diduga ada keterlibatan gen pada kromosom 21 yang menentukan kerentanan terhadap alopesia areata.1,4,6,8,9,13,14 b. Stigmata atopi (faktor alergi) Beberapa penelitian adanya hubungan antara alopesia areata dengan atopi, terutama alopesia areata berat. Frekuensi penderita alopesia areata yang mempunyai stigmata atopis ebesar 10 – 52 %. Kelainan yang sering dijumpai atopik.
berupa
asma
bronkhial,
rhinitis
dan
atau
dermatitis
6,8,9,13,14
c. Gangguan neurofisiologik dan emosional. Pada alopesia areata telah dibuktikan dapat terjadi vasokonstriksi yang disebabkan oleh gangguan saraf autonom, atau setelah tindakan ortodontik. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa stres mungkin merupakan faktor presipikasi pada beberapa kasus pada alopesia areata. Pernah dilaporkan sebelum onset alopesia areata terjadi psikotrauma, stres karena suatu peristiwa 6 bulan sebelum rambut gugur, prevalensi yang tinggi terjadinya kelainan psikiatrif,a ktor psikologis, faktor situasi dalam rumah tangga. Sebaliknya ada laporan bahwa stres tidak memegang peranan penting dalam patogenesis alopesia areata.1,8,9,14 d. Gangguan organ ektodermal Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia areata, demikian pula timbulnya katarak tipe subkapsular posterior. 8,9,12
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
e. Kelainan endokrin Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungsi kelenjar dan diabetes melitus banyak dihubungan dengan alopesia areata. Tiroid, kelenjar yang paling sering dijumpai kelainannya pada penderita alopesia areata, memberikan gambaran penyakit goiter. Gangguan endokrin lainnya dapat berupa vitiligo dan kelainan gonad.8,9,13,14 f. Faktor infeksi Adanya laporan mengenai kemungkinan adanya infeksi Cytomegato virus (CMV) pada alopesia areata. Infeksi HIV juga berpotensi sebagai faktor pencetus terjadinya alopesia areata. Tapi ada penyelidikan lain yang menyebutkan tidak ada hubungan bukti keterlibatan virus / bakteri belum dapat disimpulkan.1,6,8,9,13,14 g. Faktor nuerologi Perubahan lokal pada sistem saraf perifer pada level papila dermis mungkin memegang peranan pada evolusi alopesia areata karena sistem saraf perifer dapat menyalurkan neuropeptida yang memodulasi proses inflamasi dan proliferasi. Teori ini didukung oleh Hlordinsk dkk : ada penurunan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) dan Substansi P (SP) pada pasien alopesia areata. Neuro CGRP bekerja sebagai antiinflamasi poten. Neuropeptida SP mampu menginduksi pertumbuhan rambut pada tikus. Pemberian Capsaicin (yang dapat menyebabkan inflamasi neurogenik dan pelepasan SP) pada seluruh kulit kepala pada 2 pasien alopesia areata dapat meningkatkan adanya SP pada saraf perifolikular pasien alopesia areata dan menginduksi pertumbuhan rambut velus.6,8,9,14 h. Faktor hormonal / kehamilan Ketidakseimbangan hormonal pada kehamilan kadang-kadang dapat mencetuskan terjadi alopesia areata (Sabaroud 1896, Sabaroud 1913). Banyak dilaporkan kasus alopesia areata terjadi selama masa kehamilan. Alopesia areata pada keadaan ini pada umumnya besifat sementara.
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
Masa pubertas dan menopause juga berpotensi untuk kembalinya alopesia areata.6,14 i. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang berpotensi untuk terjadinya alopesia areata adalah acrylamide (Roselino, 1996), formaldehyde dan beberapa pestisida.14 j.
Perubahan musim Tercatat beberapa orang dijumpai alopesia areata selama terjadi perubahan musim yaitu selama musim winter dan bersifat sementara dan akan tumbuh kembali dalam musim summer.14
k. Trauma fisik.14 l.
Local skin injury.14
m. Kelainan Imunologis (Lihat berbagai aspek imunologis)
Mekanisme Terjadinya Alopesia Areata Kelainan yang terjadi pada alopesia areata dimulai oleh adanya rangsangan yang menyebabkan folikel rambut setempat memasuki fase telogen lebih awal sehingga terjadi pemendekan siklus rambut. Proses ini meluas, sedangkan sebagian rambut menetap di dalam fase telogen. Rambut yang melanjutkan siklus akan membentuk rambut anagen baru yang lebih pendek, lebih kurus, terletak lebih superfisial pada middermis dan berkembang hanya sampai fase anagen lV. Selanjutnya sisa folikel anagen yang hipoplastik ini akan membentuk jaringan sarung akar dalam, dan mempunyai struktur keratin seperti rambut yang rudimenter. Beberapa ciri khas alopesia areata dapat dijumpai, misalnya berupa batang rambut tidak berpigmen dengan diameter bervariasi, dan kadang-kadang tumbuh lebih menonjol ke atas (rambut-rambut pendek yang bagian proksimalnya lebih tipis dibanding bagian distal sehingga mudah dicabut), disebut exclamationmark hairs atau exclamation point hal ini merupakan tanda patognomonis
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
pada alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut kurus, pendek dan berpigmen yang disebut black dots.1,4,23 Lesi yang telah lama tidak mengakibatkan pengurangan jumlah folikel. Folikel anagen terdapat di semua tempat walaupun terjadi perubahan rasio anagen : telogen. Folikel anagen akan mengecil dengan sarung akar yang meruncing tetapi tetap terjadi diferensiasi korteks, walaupun tanpa tanda keratinisasi. Rambut yang tumbuh lagi pada lesi biasanya didahului oleh rambut velus yang kurang berpigmen.1,4,23
Gambaran Klinis Lesi alopesia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh bercak kebotakan yang bulat atau lonjong, berbatas tegas. Permukaan lesi tampak halus, licin, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Pada tepi lesi kadang- kadang tampak exclamation-mark hairs yang mudah dicabut. Pada awalnya gambaran klinis alopesia areata berupa bercak atipikal, kemudian menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang terbentuk karena rontoknya rambut, kulit kepala tampak berwarna merah muda mengkilat, licin dan halus, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Kadang-kadang dapat disertai dengan eritem ringan dan edema. Bila lesi telah mengenai seluruh atau hampir seluruh scalp disebut alopesia totatis. Apabila alopesia totalis ditambah pula dengan alopesia dibagian badan lain yang dalam keadaan normal berambut erminal disebut alopesia universalis. Gambaran klinis spesifik lainnya adalah bentuk ophiasis yang biasanya terjadi pada anak, berupa kerontokan rambut pada daerah occipital yang dapat meluas ke anterior dan bilateral 1 – 2 inci di atas telinga, dan prognosisnya buruk. Gejala subjektif biasanya pasien mengeluh gatal, nyeri, rasa terbakar atau parastesi seiring timbulnya lesi.1,4,6-9,13,14,17 Ikeda (1965), setelah meneliti 1989 kasus, mengemukakan klasifikasi alopesia areata sebagai berikut :
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Tipe umum, meliput 83 % kasus diantara umur 20 – 40 tahun, dengan gambaran lesi berupa bercak bercak bulat selama masa perjalanan penyakit. Penderita tidak mempunyai riwayat stigmata atopi ataupun penyakit endokrin autonomik, lama sakit biasanya kurang dari 3 tahun. 2. Tipe atopik, meliputi 10 % kasus, yang umumnya mempunyai stigmata atopi, atau penyakitnya telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tipe ini dapat menetap atau mengalami rekurensi pada musim-musim tertentu (perubahan musim). 3. Tipe kombinasi, meliput 5 % kasus, pada umur > 40 tahun dengan gambaran lesi-lesi bulat, atau retikular. Penyakit endokrin autonomik yang terdapat pada penderita antara lain berupa diabetes melitus dan kelainan tiroid. 4. Tipe prehipertensif, meliputi 4 % kasus, dengan riwayat hipertensi pada penderita maupun keluarganya. Bentuk lesi biasanya retikular.1 Klasifikasi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan patogenesis dan meramalkan prognosis penyakit.1 Pada beberapa penderita terjadi perubahan pigmentasi pada rambut di daerah yang akan berkembang menjadi lesi, atau terjadi pertumbuhan rambut baru pada lesi atau pada rambut terminal di sekitar lesi. Hal ini disebabkan oleh kerusakan keratinosit pada korteks yang menimbulkan perubahan pada rambut fase anagen lll/IV dengan akibat kerusakan mekanisme pigmentasi pada bulbus rambut.1,4
Berbagai Aspek lmunologis Alopesia A reata Ada laporan hubungan alopesia areata dengan kelainan autoimun yang klasik terutama pada penyakit tiroid dan vitiligo. Penyakit tiroid pada alopesia areata 8–11,8%. Pada populasi normal, hanya 2% ada peningkatan prevalensi antitiroid dan antibodi mikrosomal tiroid pada pasien alopesia areata. Penderita alopesia areata memiliki insidens vitiligo 4 kali lebih besar. Ada peningkatan antibodi sel parietal gastrik, antibodi antinuklear dan
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
antibodi anti otot polos pada serum penderita alopesia areata. Ada hubungan alopesia areata dengan Anemia pernisiosa, Diabetes mellitus, Lupus ertitematosus, Myastenia gravis, Reumatoid artritis, Rheumatik polimialgia, Kolitisu lseratif, Liken planus, Sindroma endokrinopati Candida.1,4,6,8,9,13,14,17 1. Aspek imunitas humoral Penelitian terdahulu, gagal menunjukkan adanya antibodi khusus terhadap sel epidermal atau folikel rambut pada pasien alopesia areata. Penelitian tranfer pasif serum penderita alopesia areata tikus gagal menginhibisi pertumbuhan rambut graft. Tobin dkk melaporkan bisa mendeteksi antibodi terhadap folikel rambut berpigmen melalui cara Western blot pada serum seluruh penderita alopesia areata (100 %) dibanding hanya 44 % pada kontrol. Juga terdapat level autoantibodi yang tinggi terhadap struktur folikel rambut anagen penderita alopesia areata. Respon antibodi terhadap folikel rambut pada alopesia areata terlihat heterogen karena pasien yang berbeda akan membentuk pola pengembangan antibodi yang berbeda pula. Struktur target yang paling sering adalah; lapisan luar akar rambut, matriks, lapisan dalam akar rambut dan batang rambut.8,14 Pada alopesia areata, dengan perkecualian terdapatnya autoantibodi organ spesifik di dalam sirkulasi, tampaknya kelainan pada respons imunitas humoral tidak terlalu menonjol. Nilai imunoglobulin (Ig) pada umumnya normal walaupun ada yang menjumpai sedikit di bawah normal. Tetapi Safai dkk (1979) melaporkan peningkatan kadar IgM disertai penurunan jumlah nilai komplemen hemolitit total. Peneliti lainnya menjumpai nilai komponenkomponen komplemen (C3 dan C4) dalam batas-batas normal. Pemeriksaan imunofluoreseni langsung pada lesi-lesi scalp yang dilakukan oleh Bystryn dkk (1979) menunjukkan endapan C3 dan kadang kadang lgG dan lgM sepanjang zona membran basalis folikel rambut pada 92 % kasus alopesia areata, dibandingkan hanya 21 % pada kasus male pattern alopecia. Pada 66,6 % kasus, endapan - endapan lgM dan C3 dijumpai pada ruang
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
interselular sarung akar luar. Peneliti lain menjumpai endapan – endapan IgC, IgM dan C3 baik di zona membran basalis maupun di ruang interselular sarung akar dalam. Data-data di atas menunjang peranan faktor imun di dalam patogenesis alopesia areata. Tetapi beberapa peneliti tidak berhasil menjumpai endapan-endapan komplemen maupun imunoglobulin.24 Autoantibodi terhadap organ spesifik di dalam sirkulasi, dijumpai meningkat fekuensinya pada 5 – 25 % penderita alopesia areata. Antibodiantibodi tersebut adalah terhadap tiroid, sel parietal gaster dan otot polos serta antinuklear.1 Tetapi beberapa penulis tidak dapat membuktikan hubungan antara alopesia areata dengan autoantibodi organ spesifik. Freidmen (1981) mengemukan tentang pentingnya umur, jenis kelamin dan beratnya penyakit di dalam mengevaluasi frekuensi autoantibodi. Prevalensi antibodi antitiroid di jumpai lebih tinggi pada wanita muda, dan wanita dengan antitiroid. Antibodi terhadap sel parietal gaster meningkat bermakna hanya pada pria.1 2. Aspek imunilas selular (Cell Mediated Irnunity) Beberapa penelitian masih memberikan hasil yang di perdebatkan. Pada alopesia areata jumlah T limfositnya berkurang atau normal, menurut Friedman : jumlah sel T berkurang pada alopesia areata (dimana penurunnya berhubungan dengan keparahan penyakit), terjadi kegagalan fungsi sel T helper dan perubahan jumlah sel T supresor. Sedikit peningkatan sel T helper (CD4) dan penurunan jumlah sel supresor (CD8) menyebabkan peningkatan rasio sel helper / sel supresor berhubungan dengan jumlah rambut yang gugur.(1) Terapi yang berhasil dengan bahan-bahan imunomodulator seperti siklosporin oral dan steroid sistemik juga mendukung patogenesis imunmediated pada alopesia areata. Gilhar dkk ; alopesia areata dapat diinduksi pada kulit kepala manusia yang ditransplantasi dari tikus yang menderita imunodefisiensi kombinasi yang berat melalui transfer autologus T limfosit terjadi gugurnya rambut, infiltrasi sel T perifolikuler serta ekspresi HLA-DR dan ICAM-1 (lnter Cellular Adhesion Molecule-1) pada epitelium folikular. Sel
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
T yang tidak pernah dikultur dengan homogen folikular, tidak akan pernah menginduksi alopesia areata. Induksi alopesia areata terjadi setelah diinjeksi dengan sel CD8+ yang dikultur dengan homogen folikular, bukan oleh sel CD4+. Bukti yang mendukung hipotesis bahwa alopesia areata merupakan penyakit autoimun organ spesifik adalah bahwa alopesia areata ; memiliki kerentanan herediter, meningkatkan antibodi organ spesifik, meningkatkan antibodi terhadap folikel rambut berpigmen, tingginya level autoantibodi terhadap struktur multipel folikel rambut anagen pada pasien alopesia areata, peningkatan rasio T helper / sel supresor, induksi alopesia areata melalui transfer T Iimfosit terkultur dengan homogenitas folikuler.1,4,6-9,13,14 Folikel rambut memiliki sistem imun yang berbeda dengan kulit sekitarnya yaitu sistem imunnya terdiri dari T limfosit intrafolikular dan sel Langerhans dilapisan luar akar bagian distal ; dan sel mast perifolikuler dan makrofag. Juga khas adanya ekspresi MHC folikuler kelas Ia / Ib dan ICAM-1. Folikel rambut manusia bahkan bisa jadi reservoir sel Langerhans. Epitel folikel rambut anagen proksimal memiliki kemampuan imun karena lapisan dalam akar rambut dan matriks rambu tidak mengekspresikan molekul MHC kelas l yaitu imun ini bisa hilang pada penderita alopesi areata. Teori Paus ; ada keterlibatan regulasi antigen MHC yang meningkat dan atau yang menurun dari imunosupresan yang diproduksi secara lokal (hormon melanosit stimulating, adenocorticotropin dan transforming growth factor) akan menyebabkan sistem imun dapat mengenali antigen di folikel rambut yang menyebabkan terjadinya onset alopesia areata.1,8 Pengukuran sub populasi limfosit di dalam sirkulasi dilakukan melalui 2 tehnik yang berbeda. Dengan menghitung proporsi sel T yang mempunyai reseptor Fc untuk lgG (sel Tg) dan untuk lgM (sel Tm), Gu dkk (1981) melaporkan peningkatan prosentase sel T suppressor (sel Tg) pada penderita alopesia areata. Sebaliknya, peneliti lain menjumpai penurunan sel Tg itu. Hasil – hasil yang berheda ini tergantung kepada perbedaan aktivitas
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
penyakit, sebab terbukti bahwa penuruan fungsi sel T suppressor hanya terjadi pada penderota yang secara klinis penyakitnya masih aktif.1,4,8 Dengan mempergunakan tekhnik antibodi monoklonal, aktivitas T suppressor pada alopesis areata dapat dijumpai meningkat, menurun, atau mormal.
Untuk
mempergunakan
memperbandingkan antibodi
monoklonal
penelitian-penelitian dengan
yang
dengan
mempergunakan
perhitungan reseptor Fc ternyata sulit, karena terdapat disosiasi antara subset-subset sel T yang dijelaskan oleh kedua metode di atas. Usaha untuk membuktikan adanya respons limfosit terhadap antigen yang berkaitan dengan rambut juga belum berhasil.1,8 Bukti lain yang menunjang peranan sistem imunitas selular terhadap patogenesis alopesia areata, yaitu penemuan histopatologik berupa infiltrat limfositik (sel T) di sekeliling folikel rambut penderita.9,14,25
Gambaran Histopatologis Gambaran spesifik pada alopesia areata berupa miniaturisasi struktur rambut, baik pada fase awal rambut anagen maupun pada rambut telogen yang distrofik. Struktur fase awal rambut anagen biasanya dominan pada lesi baru, sedangkan struktur rambut telogen yang distrofik di jumpai pada stadium lanjut. Struktur fase awal rambut anagen tampak mengecil, bulbusnya terletak hanya sekitar 2 mm di bawah permukaan kulit. Proses keratinisasi rambut tersebut di dalam folikel berlangsung tidak sempurna. Sarung akar dalam rambut biasanya tetap ada. Struktur rambut telogen distrofik tidak mengandung batang rambut atau hanya berupa rambut distrofik yang kecil. Folikel rambut akan berpindah ke dermis bagian atas. Kelenjar sebasea dapat tetap normal atau mengalami atrofi. Terjadi infiltrasi limfosit pada dermis di sekeliling struktu rambut miniatur. Pada kasus kronik jumlah infiltrat peradangan berkurang, dapat terjadi invasi sel radang ke matriks bulbus dan sarung akar luar fase awal rambut anagen. Infiltrat peradangan tampak tersusun longgar menyerupai gambaran sarang lebah.9,14,25,26
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
Diagnosis Diagnosis Alopesia areata berdasarkan gambaran insfeksi klinis atas pola mosaik alopesia atau alopesia yang secara klinis berkembang progresisf. Didukung adanya trikodistrofi, efluvium anagen, atau telogen yang luas, dan perubahan pada gambaran histopatologi. Pada stadium akut ditemukan distrofi rambut anagen yang disertai rambut tanda seru (exclamation mark hair) pada bagian proksimal, sedangkan pada stadium kronik akan didapatkan peningkatan jumlah rambut telogen. Perubahan lain meliputi berkurangnya diameter serabut rambut, miniaturisasi, pigmentasi yang tidak teratur. Tes menarik rambut pada bagian tepi lesi yang positif menunjukkan keaktifan penyaki.1,8 Biopsi pada tempat yang terserang menunjukkan peradangan limfostik peribulbar pada sekitar folikel anagen atau katagen disertai meningkatnya eosinofil atau sel mast.9,25,26 Diagnosis Banding Gambaran klinis alopesia areata yang berbentuk khas, bulat berbatas tegas,
biasanya
tidak
memberikan
kesulitan
untuk
menegakkan
diagnosisnya. Secara mikroskopi, hal tersebut diperkuat oleh adanya rambut distrofik dan exclamation-mark hairs. Pada keadaan tertentu gambaran seperti alopesia areata dapat dijumpai pada lupus eritematosus diskoid, dermatofitosis, trikotilomania atau sifilis stadium ll, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Masa awitan alopesia areata yang cepat dan difus sulit dibedakan secara klinis dari alopesia pasca febris dan gangguan siklus rambut lainnya, kecuali bila dijumpai rambut distrofik. Sikatriks pada lesi alopesia areata yang kronik dapat pula terjadi oleh karena berbagai manipulasi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan biopsi kulit.1,7,9,13 Pengobatan Perjalanan penyakit alopesia areata dan rekurensi tidak dapat diramalkan yang mengalamri emisis pontan sebelumnya, sehingga evaluasi
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
pengobatan menjadi sulit. Pada umumnya sulit untuk mengobati alopesia areata yang berat, sehingga masih tetap dicari jenis dan sistem pengobatan baru yang diharaapk an memberi hasil yang lebih baik. Jenis - Jenis Terapi Topikal Formula Helsinki Merupakan penemuan Dr. Screck Purola dkk, yang kemudian dibuat formulasi berupa pengobatan topikal yang terdiri dari sampo, kondisioner, dan tablet vitamin dikenal dengan nama formula Helsinki. Kondisionet terdiri atas air yang telah dimurnikan ; “polysorbate 60”, biotin, niasin, metilparaben, dan pewangi natural. Sampo terdiri atas bahan-bahan yang telah disebutkan tadi ditambah dengan wheat germ oil, vitamin, protein, dan bahan pembersih lainnya. Menurut Dr. Schreck Purola cara kerja formula Helsinki bagi kerontokan rambut terdapat pada bahan polysorbate yang dapat menghapus kolestero berlebihan dari membran sel di kepala dan membantu pembelahan sehingga memberi kemungkinan rambut tumbuh kembali. Namun data-data dari penelitian mengenai formula ini tidak lengkap.20 “Pilo Genic's Biotin Products” Berupa krim yang menurut Dr. Settel berisi bahan yang unik (secret ingredient) yang dapat membuat krim berpenetrasi kedalam sel – sel dari folikel rambut secara langsung sehingga dapat mengurangi kerontokan. Anita Young, presiden dari “Pilo-Genic Research Associafes lnc” , menyatakan bahwa produk- produk ini diformulasi untuk mengontrol kerontokan rambut yang berlebihan dan merangsang rambut yang tumbuh yang folikelnya mengalami miniaturisasi ke mbali. Data-data penelitian berkaitan dengan ini masih d ipertanyakan.20 Larutan berisi progesteron Menurut Dr. Orentreich progesteron dalam bentuk larutan dengan kadar 2 – 4 %. Pada pria hanya 1 cc 2 x sehari pada daerah kebotakan,
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
untuk menghindari efek feminisasi. Bagi wanita diberi dosis yang lebih kecil (< 2 %) untuk mencegah gangguan menstruasi. Pemakaian progesteron bagi kerontokan rambut selain secara topikal dapat juga dilakukan dengan suntikan ke dalam kulit kepala. Terdapat kemungkinan progesteron bersaing dengan 5-alfareduktase, yang dapat menurunkan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan mengubah keseimbangan hormonal dalam folikel, sehingga mengakibatkan berkurangnya rambut yang rontok.20 Kortikosteroid topikaI Merupakan imunosupresor yang nonspesifik yaitu kortikosteroid kelas ll (Clobatasol propionate) dalam bentuk larutan dengan cara pemakaian: 2 x 1 ml/hari dioles pada seluruh kepala. Lama pengobatan ± 3 – 4
bulan. Terapi dikurangi secara bertahap bila alopesia membaik. Pada
Triple therapy digunakan kortikosteroid potensi tinggi dalam bentuk krim, yang dipakai 30 menit sesudah pengolesan dengan larutan minoxidil, disertai dengan penyuntikan kortikosteroid 1 x sebulan. Bila tidak ada perbaikan maka dapat dialihkan pada Shorf contact anthralin therapy. Dalam suatu penelitian digunakan flucinolone acetonide cream 0,2 % dua kali sehari, 61 % menunjukkan hasil adanya respon. Pada penelitian selanjutnya dengan menggunakan topikal desoximetasone (Topicort) cream dua kali sehari selama 12 minggu, secara statistik pertumbuhan rambut tidak bermakna dibandingkan dengan placebo. Pada penggunaan topikal korticosteroid potensi tinggi selama 3 bulan berlurut-turut memberikan hasil yang lebih baik. Topikal betametasone dipropionactere cream 0,05 % dua kali sehari dapat digunakan.7,9,10 Oleh
karena
alopesia
areata,
salah
satu
diantara
penyebab
kerontokan rambut dianggap diperantarai oleh reaksi imun, maka secara khusus kita dapat memakai steroid secara topikal maupun intralesi. Kortikosteroiid ini dapat juga dikombinasi dengan antralin atau minoxidil. Kontra indikasi adalah hipersensitivitas bahan tersebut, infeksi kulit oleh virus
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
atau jamur. Efek samping dari obat ini adalah untuk terapi jangka panjang akan menekan fungsi adrenal, folikulitis, telangiektasi dan atropi lokal, pruritus, kulit kering dan rasa terbakar. Tidak pernah dilaporkan efek sistemik.7,9,10,20 Terapi topikal dengan bahan- bahan iritan Antralin Pada dasarnya suatu “irritant treatment” bagi alopesia areata bekerja dengan ; memutuskan pertumbuhan sel yang normal dan diferensiasi sel-sel didalam kulit yang mengakibatkan kerusakan fisis dan akan merangsang sistem imun untuk bereaksi dan membatasan kerusakan kulit. Suatu kontak dermatitis induser adalah bahan kimia yang mana sistem imun alergik terhadapnya. Tidak punya kerja langsung pada sel – sel kulit. Dipercaya bahwa iritan dan kontak dermatitis induser y ang bekerja sebagai suatu kompetisi antigenik (persaingan / konkurensi). Antralin merangsang pertumbuhan rambut kembali oleh sifat-sifat iritannya.
Kemungkinan
bahrwa
mediator-mediator
yang
berlainan
memegang peranan yang dominan pada dermatitis yang dicetuskan oleh antralin.7,7,9,10,13 Sitokin yang terlibat pada perbaian dari pertumbuhan rambut adalah lL–1b yang menunjukkan duksi yang luar biasa sesudah pengobatan antralin dan Tumor Necrosis Factor lnterferon α, akan menurun sesudah pengobatan dengan antralin.6,7,9,10,13 Antralin merupakan bahan topikal yang paling banyak dipakai di antara bahah-bahan iritan lainnya untuk pengobatan alopesia areata. Dengan short contact anthralin therapy digunakan krim antralin 1-3 %, dioleskan pada daerah kebotakan hanya untuk beberapa jam sampai terjadi iritasi kulit kemudian dicuci dengan air dan sabun, pemakaian ini dilakukan selama 6 bulan. Dikombinasikan dengan pengolesan larutan minoxidil 5 % 2 x sehari. Efektivitas minoxidil bisa dipercepat dengan antralin.9,10,20
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
Antralin secara topikal dapat merangsang pertumbuhan kembali rambut oleh sifat – sifat iritannya. Terdapat kemungkinan bahwa berbagai mediator yang berlainan dapat memegang peranan dominan pada dermatitis yang dicetuskan oleh folikuler langsung oleh ada bukti mengenai efek stimulasi menyebabkan suatu dermatitis iritatif yang ringan mengubah fungsi imun kulit setempat yang terlibat. Terapi kombinasi dengan antralin 0.5 % dan minoxidil 5 % memberi respons kosmetik sebesar 11 % dalam waktu 6 bulan. Respons ini dipertahankan setelah terapi diteruskan selama 84 minggu. Pertumbuhan kembali rambut terjadi pada minggu ke-12. Hasil yang diperoleh dengan terapi kombinasi lebih baik daripada pemakaian obat secara tunggal. Jadi terapi kombinasi dengan memakai obat-obat dengan mekanisme kerja yang berlainan dapat menghasilkan suatu efek sinergistik dan dengan demikian menghasilkan efektivitas kosmetik yang lebih tinggi.6,7,9,10,13,14,19 Obat topikal yang bekerja langsung pada folikel rambut. Minoxidil (2,4-diamino – 6 piperidinopyrimidine-3-oxide) Mekanisme kerja minoxidil untuk merangsang pertumbuhan rambut tidak diketahui, meskipun bukti-bukti yang muncul menunjukkan adanya kemungkinan efek folikuler yang langsung (mitogenic effect) dan periferal vasolidator yang poten. Minoxidil mempunyai efek mitosis secara langsung pada sel epidermis dan memperpanjang kemampuan hidup keratinosid. Juga diduga bahwa mekanisme kerja dihubungkan dengan hambatan masuknya kalsium ke dalam sel. Masuknya kalsium dalam sel secara normal dapat meningkatkan faktor pertumbuhan epidermis (EGFs), yang menghambat pertumbuhan rambut. Alergi terhadap minoxidil dapat dipastikan dengan melakukan uji tempel dengan larutan minoxidil komersil dan propilen glikol yang diencerkan. Apabila hasil kedua uji tempel adalah positif (+), maka propilen glikol merupakan penyebab utama dermatitis kontak alergika (DKA) ini. Dengan demikian dapat dipakai campuran larutan minoxidil yang bebas propilen glikol, dengan efektivitas sebaik larutan terdahulu. Minoxidil 5 %
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
harus dioleskan 2 x sehari untuk jangka waktu 2-3 bulan sebelum terjadi peningkatan jumlah rambut. Apabila obat dihentikan maka rambut kembali hilang dalam waktu 6 bulan. Pertumbuhan rambut dapat dilihat paling cepat 2 bulan sampai 1 tahun sesudah terapi dengan 5 % minoxidil. Pemberian topikal tidak efektif pada alopesia totalis tau alopesia universalis. Kombinasi minoxidil 5 % dengan antralin dioleskan dua kali sehari dapat mempercepat efektifitasnya. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kombinasi minoxidil dengan asam retinoat topikal dapat meningkatkan absorpsi minoxidil perkutan sehingga jumlah minoxidil yang mencapai folikel juga meningkat, dapat meningkatkan diferensiasi folikel dan pembentukan dermal vessel, meningkatkan
kecepatan
pertumbuhan
rambut,
memperpanjang
fase
anagen, merubah rambut velus menjadi rambut terminal, dengan cara bekerja secara sinergis dengan minoxidil. Iritasi pada pemakaian tretinoin secara topikal merupakan efek samping yang dapat dikontrol pada banyak subyek dan suatu true contact alergy terhadap tertinoin topikal jarang terjadi. Kebanyakan pasien tidak menganggap iritasi sebagai suatu masalah. Kombinasi minoxidil 5 %, asam azelaik dan betametason (Xandrox) dikenal dengan formulasi Dr. Lee. Pasien-pasien yang memakai Xandrox dianjurkan diperiksa secara periodik bagi kemungkinan adanya HPA (Hipotalamus Pituitary Adrenal axis) axis suppression dengan urinary free cortisol test dan ACTH StimuIarion test .1 ,4 ,6 ,8 -10 ,13 ,14 ,19 ,20,23,27 Pemakaian bahan sensitisers topikal Adanya mekanisme auto-imun tidak perlu berarti adanya suatu penyakit autoimun. Disekitar lesi dari folikel rambut pada alopesia areata adalah CD4+ dan CDs+ limfosit. Sel-sel ini kemungkinan kandidat alternatif untuk menjadi pencetus dari alopesia areata. Apabila penyakit auto-imun terjadi pada organ Iain, jaringan sepenuhnya rusak. Tetapi hal ini tidak terjadi pada alopesia areata. Secara klinis efek-efek dari iritan hampir sama dengan
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
“contact sensitizing chemical” dengan induksi dari suatu inflamatory dermatitis yang merupakan gejala kunci.11 lmuno terapi topikal berkaitan dengan induksi dan maintenance dari dermatitis kontak alergi pada daerah kebotakan untuk merangsang pertumbuhan rambut – rambut setempat
berperan
besar.
embali. Perubahan dalam respon imun
Alergi
kontak
sensitisasi
akan
merubah
perbandingan peribulbar T4 : T8 dari 4 : 1 menjadi 1 : 1 (kompetisi antigenik yang
menghambat
reaksi
auto
imun).6
Pada
awalnya
dipakai
dinitroklorobenzen (DNCB), terapi kemudian dihentikan setelah diketahui bahwa bahan ini bersifat mutagenik dalam test Ames. Squaric acid dibutyl esfer (SADBE) yang negatif pada test Ames (non mutagenic tetapi larutannya tidak stabil). Sensitiser yang kini paling banyak dipakai adalah diphencyprone (DCPC) yang non-mutagenik, tetapi sensitif terhadap degradasi sinar ultra ungu.
Sensitiser
topikal
ini
dipakai
pada
terapi
atopesia
areata.
Diphencyprone dioleskan1 x seminggu selama 20 – 24 minggu. Apabila tidak ada respons hingga 24 minggu maka imunoterapi topikal ini dihentikan. Aplikasi berulang - ulang bahan sensitisers secara topikal dapat mencetuskan pertumbuhan kembali rambut di kepala pada 50 % - 90 % pasien yang diterapi. Sensitisasi kontak alergik dapat menyebabkan persaingan antigenik yang menghambat berbagai reaksi auto-imun. Terapi dengan allergic contactants memerlukan waktu yang lama (berbulan – bulan) menyebabkan efek samping seperti pruritis, adenopati, eritema multiforme, vitiligo, dan kemungkinan terjadinya reaksi autosensitisasi yang dapat membahayakan pasien.1,4,6,8,9,10,11,13,14-16,19,20,23,27 Kontra indikasi pada yang hipersensitivitas, anafilaksis, ibu hamil dan menyusui.
Sedangkan
efek
samping
dapat
limfadenopati
servikal,
perubahan-perubahan pigmentasi, erupsi mirip eritema multiforme dan urtikaria.1,4,6,9-11,13-16,19,20,23
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
Lmunosupresor / imunomodulator yang spesfik Siklosporin Topikal dapat bermanfaat pada beberapa pasien dengan alopesia areata akan tetapi daya induksi dari suatu kelainan limfoproliferatif dan kanker kulit membatasi cara pemakaian ini. Pada suatu penelitian digunakan siklosporin 5 % dan 10 % solution 2 kali seharis elama 4 – 12 bulan tidak menunjukkan pertumbuhan (24 pasien) sedangkan 3 pasien menunjukkan pertumbuhan rambut velus dengan larutan 10 %. 10 Siklosporin menghambat aktivasi sel T penolong (T4 limfosit) yang dapat patogenik pada alopesia areata. Suatu percobaan dengan siklosporin 6 mg/kg/hari peroral selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan rambut kembali pada 50 % pasien, namun kerontokan rambut terjadi lagi setelah obat dihentikan. Tidak terdapat respons yang menguntungkan dengan pemakaian siklosporin topikal.6,9,10,20 Kontra
indikasi
hipersensitivitas,
hipertensi,
karsinoma.
Jangan
diberikan bersama PUVA atau UVB pada psoriasis karena akan dapat rneningkatkan karsinoma. Rifampicin, fenobarbital, isoniasid, karbamasepin, fenitoin
dapat
menurunkan
konsentrasi
siklosporin.
Azithromycin,
itraconazole, ketoconazole, fluconazole, erithromycin, acyclovir, amphotericin B dan grape fruit juice dapat meningkatkan toksisitas siklosporin.6,9,10,13,20,23
Foto – kemo – terapi Inflammatory cells didalam kulit mudah rusak oleh sinar UV. Psoralen membantu memperbaiki efektivitas dari sinar UV dalam menghancurkan sel – sel peradangan kulit. Dengan psoralen misalnya metoksalen, trioksalen dan sinar ultra ungu-A (PUVA), menyebabkan rambut tumbuh kembali. Diberi 3 hari dalam seminggu dengan dosis 0,6 – 0,8 ml/kg p.o, 1 – 2 jam sebelum dipapar dengan UVA. Dapat diberi secara topikal. Namun cara ini dapat meningkatkan risiko terjadinya photodamaged dan kanker kulit, sehingga pemakaiannya dibatasi.1,4,6,7,9,10,13,14,19,23,27
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
Photochemotherapy
(PUVA)
dalam
jangka
waktu
lama
dapat
mencetuskan pertumbuhan rambut kepala dan tubuh pada 70 % pasien yang diterapi. Pertumbuhan kembali nampaknya berkaitan dengan jumlah energi yang dihasilkan. Respons awal dilihat setelah pemakaian 85 – 120 J/m2/hari.20 Khusus bagi pasien pasien dengan alopesia areata, University of British Columbia Hair Research and Treatment Centre, 1998, membuat protokol pengobatan pada orang dewasa, sebagai berikut : -
Kerontokan rambut < 50 % a. Tanpa terapi b. Penyuntikan triamisinolon asetonid intralesi c. Larutan minoxidil 5 % d. Kombinasi larutan minoxidil 5 % dengan kortikosteroid topikal potensi tinggi. e. Kombinasi larutan minoxidin 5 % dan antralin. f. lmunoterapsie cara topikal apabila berbagai cara tersebut di atas tidak menolong.
-
Kerontokan rambut 50 % a. Lmunoterapi secara topikal dengan diphencyprone (DPCP) b. Larutan minoxidil 5 % dan kortikosteroid topikal potensi tinggi. c. Larutan minoxidil 5 % dan antralin. d. PUVA. e. Kortikosteroid sistemik.20
Pengobatan alternatif ¾ Aloe vera Punya daya menyejukkan dan anti peradangan ¾ Daun seledri (apium graviolen-L) ¾ Kelapa hijau (cocos nucifera-L) ¾ Poison Ivy Suatu potent contact sensitizing chemical.
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
¾ Melatonin Suatu neuro-hormon yang bersifat imunosupresif. ¾ Sinar ,atahari Menurunkan sel – sel imun didalam kulit ¾ Heat treatment ¾ Asprin poultice ¾ Mustard seed (capsicum poutice) ¾ Dimethyl sulfoxide (DMSO) ¾ Evening primrose oil (EPO), omega 6 essential fatty acid (EFA) ¾ Flax seed oil, lin seed oil, fish oil (omega 3 fatty acid) 6,14,20 ¾ Aroma therapy 6 Massase dengan minyak esensial setiap hari untuk waktu 7 bulan.
Pengobatan experimental -
Tacrolimus (FK – 506) Suatu imunosupressive agen untuk menstimullasi pertumbuhan
rambut pada CD1.6,9,10,20,27 Jenis – Jenis Terapi Sistemik Penggunaan obat sistemik untuk mengobati kerontokan rambut biasanya digunakan untuk alopesia areata adalah : Golongan imunomodulator ; kortikoteroid, isoprinosin dan siklosporin Kortikosteroid Penggunaan sterois sistemik pada pengobatan alopesia areata masih kontroversial. Angka pertumbuhamn rambut besarnta bervariasi (27 – 89%) dan hal ini sulit untuk dibandingkan karena dosis pemberian yang digunakan dalam beberapa penelitian berbeda. Tidak ada kesepatan resmi berkaitan dengan pemakaian dosis steroid sistemik. Kortikosteroid yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis dan lama pemberian selang sehari dengan dosis 80 – 120 mg/hari
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
selama antara 8 – 42 bulan atau dosis denyut 300 mg yang diberikan sebanyak 4 kali dengan interval 4 minggu. Kekambuhan dapat terjadi dan waktunya bervariasi antara 6 - 15 bulan sesudah prednison dihentikan. Triamsinolon asetat 40 - 80 mg/hari IM, 1 - 6 kali/minggu selama 4,5 18 bulan dilaporkan memberikan hasil baik pada 11 pasien, relaps terjadi 4 9 minggu setelah penghentin obat. Friedli, dkk melaporkan pemakaian metil prednisolon yang diberikan s cara intravena dalam dosis denyut 250 mg/hari, selama 3 hari pada bulan ke 1,3,6 dan ke 12. Kekambuhan terjadi pada sebagian pasien, waktunya antara 3 -12 bulan seteIah obat dihentikan .1,4,6,710,13,14,19,21,23,27
lsoprinosin lsoprinosin berfungsi meningkatkan jumlah dan fungsi limfosit T, serta meningkatkan fungsi fagositosis, juga menurunkan kadar autoantibody yang sering didapatkan pada alopesia areata, alopesia totalis atau alopesia universalis, yaitu nuclear antibody, smooth muscle antibody, striated muscle antibody, serta epidermal dan atau gastric parietal cell antibody. Dosis yang digunakan adalah 50 mg/kgBB/hari, dengan dosis maksimal antara 3 - 5 g sehari. Lama pemberian bervariasi, berkisar antara 20 minggu sampai 6 bulan. Dosis yang diberikan biasanya tidak menetap, tetapi diturunkan setelah minggu ke 3 sampai minggu ke - 8. Tidak semua pasien memberi respon memuaskan dan pada alopesia totalis dan universalis kekambuhan terjadi antara 2 minggu sampai 5 bulan setelah obat dihentikan, sementara pada alopesia areata lebih dari 1 tahun. Sabardi, dkk melaporkan kasus alopesia areata pada anak yang diobati isoprinosin dengan dosis masingmasing 2 x 400 mg/hari dan 4 x 250 mg/hari. Dosis diturunkan setelah 2 bulan menjadi 2 kali / minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping penggunaan isoprinosin yang paling sering adalah peningkatan ringan asam
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
urat serum, nausea, dan skin rash. Sedangkan kontra indikasinya adalah penderita gout, urolitiasis, dan disfungi ginjal. 10,21
Siklosporin Siklosporin memiliki efek menghambat infiltrasi imunitas ke dalam dan sekitar folikel rambut, menghambat ekspresi
HLA DR di epitel folikel,
ekspresi ICAM-1, sel T CD4, CD8, dan sel Langerhans di folikel rambut, serta menurunkan rasio CD4/CD8. Gupta,dkk (melaporkan pemberian siklosporin dengan dosis 6 mg/kg/hari selama12 minggu. Pertumbuhan rambut mulai terjadi antara minggu ke 2 - 4, sedangkan kesembuhan didapatkan tiga bulan setelah obat dihentikan. Penulis lain melaporkan pemberian siklosporin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dan prednison 5 mg/hari. Dosis siklosporin diturunkan 1mg/gBB/hari setelah 10 minggu dan setelah itu 0,5 mg/kgBB/hari tiap 6 minggu. Total lama pemberian siklosporin 24 minggu dan prednison dihentikan 1 bulan sesudah siklosporin dihentikan. Efek samping sillosporin adalah sakit kepala, fatigue, diare, hiperplasia ginggiva, flushing dan myalgia serta peningkatan ureum dan kreatinin serum.6,7,9,10,21
Golongan fototerapi PUVA dan Psoralen Foto
terapi
untuk
alopesia
areata,
totalis,
dan
universalis
dengan
menggunakan psoralen + UVA (PUVA). PUVA dapat mempengaruhi populasi limfosit di kulit dan dalam sirkulasi. Pada alopesia areata diduga menyebabkan perubahan respon imun melalui mekanisme yang kompleks yang menyebabkan bulbus rambut terbebas dari serangan reaksi imun. Secara umum, PUVA mempunyai peran sebagai imunosupresif pada kulit. PUVA dapat menunkan jumlah sel - T, kebanyakan seI CD3+, CD4+ dan CD8+. Juga menurunkan jumlah reseptor interleukin (IL-2). Walaupun tidak menurunkan
jumlah
sel
Langerhans,
PUVA
menurunkan
ekspresi
pembentukan imumnojistokemia, jadi dapat menurunkan presentasi antigen. Claudy,dkk melaporkan pemberian metoksalen dengan dosis 10 mg untuk
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
yang berat badannya ≤ 25 kg sampai 60 mg untuk yang berat badannya > 90 kg, diberikan 2 jam sebelum radiasi PUVA ke seluruh badan. Frekuensi radiasi 3 x/minggu dengan energi 8- 8,5 J/cm2 setiap beberapa kali penyinaran5.
Dosis radiasi ditingkatkan 1 J/cm2 setiap beberapa kali
penyinaran dan rerata radiasi keseluruhan adalah 505 J/cm2. Kekambuhan terjadi antara 8 bulan sampai 2 tahun setelah penghentian terjadi. Para peneliti lain menggunakan dosis metosalen yang bervariasi, misalnya 10 mg/hari untuk yang berberat badan < 30 kg sampai 60 mg/haru intuk yang berat badannya > 90 kg atau 0,6m g/kgBB, semua diberikan 2 jam sebelum radiasi. Dosis awal radiasi 1 J/cm2 dan ditingkatkan sampai dengan 9 J/cm2.1,6,7,9,10,21
Golongan vitamin dan mineral Vitamin terutama digunakan pada keadaan defisiensi vitamin yang bersangkutan. Kerontokan r mbut dan alopesia dapat merupakan salah satu gejala defisiensi beberapa jenis vitamin, misalnya B-12, biotin, dan vitamin D. untuk keadaan tersebut suplemen vitamin yang bersangkutan dapat menghilangkan semua gejala defisiensi, termasuk gejala kerontokan rambut dan alopesia. Vitamin B12 diberikan dengan dosis1 mg/minggu lM pada bulan pertama, yang dilanjutkan dengan 1 mg/bulan, perbaikan terjadi setelah1 tahun. Sedangkan biotin diberikan dengan dosis 150 mg/hari yang memberikan perbaikan setelah 1 minggu, dan vitamin D dengan dosis 00 – 400 lU/hari. Vitamin B6 yang diberikan secara lM setiap hari selama 20-30 hari memberikan perbaikan pada wanita dengan alopesia difusa atau efluvium telogen, dosis pemberian tersebut dapat diulangi dengan interval 6 bulan. Pemberian vitamin E dosis tinggi pada pasien keganasan yang mendapat sitostatik doksorubsin ternyata tidak dapat mencegah terjadinya kerontokan rambut pada pasien- asien tersebut.2l
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
Beberapa analisa dilaporkan konsentrasi Zinc pada serum darah pasien alopesia areata menurun. Zinc sulfat dapat digunakan pada beberapa pengobatan alopesia areata.7,14
lnterferon Interferon 2 (1,5 million lU) 3 kali seminggu selama 3 minggu.9,10
Dapsone Dosis 50 mg 2 kali sehari digunakan selama 6 bulan.7,9
Jenis - Jenis Terapi Lain Cryothterapy Bekerja menstimulasi pertumbuhan r mbut pada alopesia areata. Pada satu penelitian pada anak dan dewasa terjadi pertumbuhan rambut kembali pada lebih dari 60 % dari area alopesia areata pada 70 dari 72 pasien yang diteliti. 13
Dermatography Pada 1986 oleh Van Der Vender telah dimulai penelitian dengan “Japanese tattoing Technique”
untuk aplikasinya. Metode ini terus berkembang dan
sejak 1990 disebut dermatography.5
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA 1. Dawber RPR, Berker, D,Wojnarowska. F, Disorders of Hair, In Champion RH et al eds. Rook, Wilkinsons, Ebling Textbook of Dermatology : in form volumes 6th ed oxford, Black Well Science Ltd,1998, 2869- 931. 2. Sawaya ME, Biochemistry and Control of Hair Growth, ln Arndt KA et al eds, Cutaneus Medicine and Surgery an Integrated Program in Dermatology ; in two volumes, Philadelphia ; WB Saunders Company, 1996, 1245 - 67. 3. Skin and Hair Biology ; www.keratin.com 4. Olgen A.E. Hair Disorders. in. Fitzpatrick TB, et al eds. Dermatology in General Medicine 5th ed. New York : MC Graw – Hill lnc,' l999 : 729 – 46 5. Velden EM et als : Dermatography as new treatment for alopecia areata of the eyebrows. In International Journal of Dermatology, vol 37, Blacwell Science Ltd, 1998 ; 617 – 21 6. 0. Anrdt l(A, Bowers KE;Alopecia areata, in Manual of Derrnatologic 'flrerapeutics witlrE ssentialosf Diagnosis6,t he d. PliilacJelphLiaip, pincott William&s Wilt
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
27 11 Tang L, et als ; Restoratioonf hairg rowthw itht opicald iphencyprottine mousea nd reatm odelso f alopeciaa reatai,n JournaAl mericanA cademy of Dermatologvyo, l4 9,N o.6 . 2003,1 013- L lr I0[.lF, l gl f,lgI A glinira$rt uo1q f chirdhoAordo pecAiare atian StngItnPp undtDsii elrrilm rnru1tnl3N l 4uo? u 0y?0 f-?li 0l 0 i 13.P apaclopouluAsJ , SchwartzR A, JannigerC K ; Alopeciaa reata : ernergingco nceptsI,n Actad errnatovenerologicAal,p irraP, annonicae,t Adriaticavo l.9 , No.3 , 2000. 14.A lopeciaa reata; www.K eratin.conr 15.S chuttelaaMr L et als ; DPCPi s a beneficatlh erapeutiacg enti n children with severea lopeciaa reatat otalisa nd alopeciaa reatal ocalis,I n British JournaDl errnatolog1y9 96O ct; 135( 4): 581- 5. 16.G ordon PM et als. Alopeciaa realtaw ere sensitizeda nd treatedw itlr topicadl iphencypronIen, B ritishJ ournaDl ermatolog1y.9 96M ay;13a (5) : 8 6 9- 7 1 . 17 .t vlaibachl- -llE, lsnerP . ; Alopeciaa reata,l n CosrneceuticaDlsr ugsV S CosmeticsN, ewY ork- Basel,M arceDl ekkerI,n c2 000; 66 - Bg. 18.P rice VH ; Treatrnenot f [-{airL oss, In The New EnglandJ ournalo f Medicin1e9 99S eptv, ol.3 41,N o.1 3; 964- 73. 19.S chroecleTrL , LevyM L ; Treatrnenotf hairl ossc Jisorderins clrilclre:n I n Derrnatologic 'f herapyv, ol 2, Munksgaarc'11,g gf , 84 - gZ. 20.D iana Nst ; PenatalaksanaaKne rontokanR an"rbuSt ecara Topikal, WasitaatmadjSa M dkk. eds, dalam KumpulanM akalatrl lmiahD alarrr SimposiumK esehatand an l(eindahanR arnbutP, enerbiKt elornpoSk tudi Derrnatologl(io smetikIn donesiaJ,a kar la,2 002,2 9 - 38. 21. Handayani|. ; Pengobatanl( erontokanR arnbutS ecaraS istenrikd,a larrr
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008
WasitaatnradjSaM dkk, eds, dalam KumlrulanM akalafrl lmiah Dalarn SimposiumK esehatand an l(eindahanR ambut,P enerbiKt elonrpoSk tucli DermatologKio snretiIkn donesiaJ,a l<arta2,0 02,3 9 - 50. 2?-.DatCa atatanM edikR S.D r.C iptoM angunkusurnJoa karta1, 983- 1985 I 28 23. Odorns RD, James WD, Gerber TG ; Andrew'sD iseaseso f SkinC linical Derntatologgyth e d,W B SauncJeCrso mpanyP, hiladelphi2a0, 00,: g43- 6 24 Nakajima S, Oryn F : lmunohystologyo f alopecia areata using immunofluorescenctee chnique. Dalam Kunrpulan Makalah llmiah SirnposiurMn asalahK erontokanR arnbutc JanP enanggulangannyear,1 . wasitaatmadjsaM dkk,J akartas,i emo ffset,1 gB7. 74 - s. 25.M urplryG. F, Dermatophatoloogfy F lair,I n Derrnatophatoloag yP ractical Guidet o CornmorDt isorcJerPsh, iadelphiWa,B . SaundersC ompany1, g95 ;380-7 26.L ever WF, Schaumberg Lever G ; l-'listc-rpatholo9gf yt he skin Philadelphi;a J B. l-ippirrcoctot mJrany1,g B3. 202- 3. zz ProstY. D,B odmerC ;AlopeciaA reata; in HarperJ , OranyeA , proseN , ecls. l-extbooko f PediatricD ermatolclgyin, two volurne Oxforcl.B lackwell ScierrcLet d,2 000.1 B2T- 32.
Imam Budi Putra : Alopesia Areata, 2008 USU e-Repository © 2008