medical review
Alopesia Androgenetik Pada Laki-Laki Desak Nyoman Trisepti Utami
Dokter umum di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Wangaya, Denpasar, Bali Email:
[email protected]
ABSTRACT Male androgenetic alopecia, also known as male pattern baldness is the most common cause of hair loss in men. It is characterized by progressive hair loss from the vertex and frontal regions of the scalp. Genetic factors and androgen play a major role in the development of the disease. Hair follicles on the scalp undergo a transformation from long growth (anagen) and short rest (telogen) cycles, to long rest and short growth cycles. This process is coupled with progressive miniaturization of the follicle. Of the many treatments available, only two (minoxidil and finasteride) have been scientifically shown to be useful. These therapy varies in their efficacy. The role of surgical options and camouflage agents is also important. Key word: Alopecia androgenetic, male pattern baldnes, minoksidil, finasterid ABSTRAK
Alopesia androgenetik pada laki-laki, yang dikenal dengan male pattern baldness adalah penyebab tersering kerontokan rambut pada lakilaki, ditandai dengan kerontokan rambut yang progresif pada daerah frontal dan vertex scalp. Alopesia ini berkaitan dengan faktor predisposisi genetik dan adanya jumlah androgen yang cukup pada sirkulasi. Siklus folikel rambut pada scalp mengalami transformasi dari fase pertumbuhan (anagen) yang panjang dan fase istirahat (telogen) yang pendek, menjadi fase istirahat yang panjang dan fase pertumbuhan yang pendek. Proses ini disertai dengan miniaturisasi folikel yang progresif. Dari banyak terapi yang tersedia, hanya dua yang secara ilmiah bermanfaat yaitu minoxidil dan finasteride. Kedua terapi ini memiliki keefektivitasan yang bervariasi. Pilihan pembedahan dan obat kamuflase dan juga memiliki peranan penting. Kata kunci : alopesia androgenetik, male pattern baldness, minoxidil, finasteride
PENDAHULUAN Alopesia androgenetik pada laki-laki, yang dikenal dengan male pattern baldness adalah penyebab tersering kerontokan rambut pada laki-laki.1,2,3 Ini dikhususkan karena progresi dari kerontokan rambut yang terjadi berpola.1 Pola kerontokan berbeda dengan perempuan dan prevalensi pada perempuan lebih rendah. Onset alopesia androgenetik sangat bervariasi, ditentukan oleh adanya peredaran androgen yang cukup dan derajat predisposisi genetik.2 Walaupun ini merupakan fenomena fisiologis, alopesia androgenetik dapat memberikan implikasi sosial yang dalam pada penderita karena perubahan yang signifikan pada penampilan.4
40 MEDICINUS
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
Technology MEDICAL REVIEW
EPIDEMIOLOGI Hampir semua laki-laki Kaukasian mengalami pemunduran garis rambut regio frontotemporal setelah pubertas. Onset umur dari alopesia androgenetik pada laki-laki bervariasi, tetapi terjadi pada rata-rata usia pertengahan 20-an. Prevalensi dan keparahan meningkat seiring usia. Alopesia androgenetik paling banyak mengenai laki-laki kulit putih pada usia pertengahan. Sekitar 30% dari laki-laki berkulit putih terkena pada usia 30 tahun, sekurangnya 50% terkena pada usia 50 tahun, dan 80% terkena pada usia 70 tahun. Insiden dari alopesia androgenetik juga bervariasi sesuai ras: laki-laki berkulit putih lebih cenderung terkena dari pada laki-laki Asia, Indian Amerika, dan keturunan Afrika. Luas kerontokan rambut juga lebih ekstensif pada lakilaki berkulit putih daripada yang lainnya.5,6,9 ETIOLOGI Alopesia memiliki arti kerontokan rambut. Androgenetik menjelaskan dua faktor penyebab dominan, yaitu androgen dan kerentanan genetik.1 Alopesia androgenetik pada laki-laki berkaitan dengan androgen.8-10 Beberapa hal yang menyokong hal tersebut adalah pada laki-laki yang dikastrasi sebelum pubertas tidak pernah
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
muncul kelainan alopesia androgenetik. Kebotakan tidak terjadi pada individu XY yang gagal mengekspresikan gen reseptor androgen.8,9 Walaupun testosteron penting untuk terjadinya alopesia androgenetik, namun diperlukan predisposisi genetik. Penelitian pada manusia dewasa kembar ditemukan prevalensi 80%-90% pada kembar monozigot. Frekuensi lebih tinggi pada laki-laki yang juga menderita alopesia androgenetik. Osborn menyebutkan bahwa alopesia androgenetik diturunkan secara autosomal dominan, sedangkan dari hasil evaluasi terbaru ditemukan bahwa penurunannya secara poligenik.8,9 PATOGENESIS Alopesia androgenetik merupakan hasil dari perubahan dinamika siklus rambut dan miniaturisasi yang bertahap dari folikel rambut.1,4 Siklus rambut terdiri dari 3 fase yaitu fase pertumbuhan anagen, fase involusi katagen dan fase istirahat telogen. Anagen berakhir selama 3-5 tahun, katagen 2 minggu dan telogen 3 bulan. Jadi jumlah rambut anagen berbanding telogen biasanya 12:1. Rambut terlepas (eksogen) terjadi pada fase telogen dan subfase telogen yang mengikuti eksogen disebut fase laten.1
MEDICINUS
41
Technology MEDICAL REVIEW
Pada androgenetik alopesia, durasi fase anagen menurun pada setiap siklus, dimana panjang telogen tetap konstan atau memanjang. Ini menyebabkan penurunan rasio dari fase anagen berbanding telogen. Pemendekan siklus rambut paling depan, menyebabkan rambut yang tumbuh memendek. Pada akhirnya durasi anagen menjadi sangat singkat sehingga pertumbuhan rambut gagal mencapai panjang yang cukup untuk mencapai permukaan kulit, meninggalkan pori-pori folikel yang kosong. Fase laten memanjang, menurunkan jumlah rambut, selanjutnya menyebabkan proses kebotakan.1 Miniaturisasi folikel terjadi secara global, yang mengikuti perubahan siklus rambut, mengenai papila, matrix dan batang rambut. Transisi dari rambut terminal menjadi rambut vellus terjadi sebagai suatu proses dengan tahap yang panjang. Folikel rambut yang lebih kecil menghasilkan rambut yang lebih halus. Kaliber dari batang rambut menurun dari ukuran 0,08 mm menjadi kurang dari 0,06 mm. Ini juga diikuti dengan penurunan produksi pigmen. Papila dermis sebagai pusat kontrol dan pemeliharaan dari pertumbuhan rambut, kemungkinan menjadi target dari perubahan yang dimediasi oleh androgen.1,2 Terdapat dua androgen predominan yang terjadi secara alami yaitu testosteron dan 5α-dihydrotestosteron (DHT). Testosteron dikonversi menjadi DHT oleh enzim 5α-reduktase, yang ada dalam 2 isoenzim: tipe I dan tipe II. Walaupun distribusi isoenzim tersebut bervariasi pada jaringan, keduanya ditemukan pada folikel scalp. Androgen memediasi aktivitasnya dengan berikatan dengan reseptor androgen. Struktur dari reseptor androgen mencakup domain yang berikatan dengan ligand dan domain yang berikatan dengan DNA. Kompleks reseptor-ligand bekerja sebagai faktor transkripsi, meregulasi ekspresi dari gen yang sensitif androgen. Mekanisme pasti bagaimana androgen menyebabkan kebotakan masih belum jelas, tetapi kemungkinan besar androgen meregulasi gen yang mengontrol siklus folikel. Sehingga ekspresi gen tersebut tergantung pada konsentrasi dari androgen dan androgen reseptor pada folikel.2,4
42
MEDICINUS
HISTOPATOLOGI Gambaran paling mencolok yang dapat ditemukan pada potongan vertikal spesimen biopsi daerah scalp adalah berkurangnya rambut anagen terminal yang normal terletak melintasi dermis hingga subkutis. Rambut tersebut digantikan rambut pseudo-vellus dengan sisa traktus angiofibrotik yang disebut follicular streamer atau stellae. Walaupun terdapat penurunan jumlah folikel, namun pada potongan horizontal banyak ditemukan folikel rambut pseudo-vellus di dermis pars papilaris. Hal tersebut menunjukkan folikel mengalami miniaturisasi, bukan dirusak atau dihancurkan. Rambut pseudo-vellus dibedakan dengan true-vellus oleh adanya muskulus erektor pili dan angiofibrotic streamers. Pada sebagian besar kasus tidak terdapat penurunan jumlah folikel dan fibrosis folikular hanya tampak pada 10% kasus. Terdapat sebukan sel radang limfohistiositik perifolikular yang jumlahnya bervariasi dari sedikit hingga sedang di sekitar infundibulum sampai 2/3 atas folikel. Potongan horizontal berguna untuk diagnosis androgenetik alopesia, karena menunjukkan adanya perubahan rasio rambut terminal berbanding rambut vellus dari 6:1 menjadi kurang dari 4:1. Selain itu, rasio rambut anagen berbanding telogen berkurang dari 12:1 menjadi 5:1.8 GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS Terdapat 2 gambaran utama kerontokan rambut pada laki-laki yaitu kemunduran garis rambut frontal dan kebotakan pada area vertex (mahkota). Rambut pada daerah yang mengalami kebotakan secara progresif mengalami pemendekan dan diameternya mengecil hingga menghilang sama sekali, atau menunjukkan kepadatan rambut yang berkurang secara difus. Garis kebotakan akan bertemu dan membentuk batas rambut normal pada bagian tepi dan belakang scalp.5,8-10 Meskipun demikian kebotakan pada laki-laki lebih merupakan suatu proses yang kontinu, dan bukan stadium yang berbeda, sehingga antar individu dapat terlihat pola yang beragam.8
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
Technology MEDICAL REVIEW
Diagnosis alopesia androgenetik pada laki-laki ditegakkan berdasarkan pertimbangan: kerontokan rambut yang berlanjut, riwayat penipisan dan pemunduran garis rambut pada keluarga, dan ditemukan rambut yang pendek dan tipis pada daerah frontal dan vertex. Penggunaan kaca pembesar atau dermoskopi mungkin membantu diagnosis.4 Derajat kebotakan pada laki-laki dapat dibedakan berdasarkan klasifikasi Hamilton-Norwood.2,6,8,9,11 Ini pertama kali dideskripsikan oleh Hamilton pada tahun 1951 dan dimodifikasi oleh Norwood tahun 1975 yang membagi kerontokan androgenetik pada laki-laki menjadi 2 pola umum: tipe regular, dicirikan oleh kerontokan yang mulai pada dua area yang berbeda (pelipis dan mahkota); dan tipe A yang lebih jarang, yang dicirikan dengan kerontokan rambut dari depan ke belakang. 11
Tipe 1: Tidak ada resesi; Tipe 2: Resesi temporal. Resesi ringan sepanjang garis rambut frontal; Tipe 2A: Seluruh garis rambut frontal menyusut; Tipe 3: Resesi garis rambut frontal lebih lanjut. Resesi yang lebih dalam pada sudut garis rambut; Tipe 3A: Garis rambut lebih lanjut menyusut ke belakang; Tipe 3V: Kerontokan rambut terutama pada vertex; Tipe 4: Kerontokan rambut frontal lebih lanjut dan resesi temporal. Perluasan dari vertex. Terdapat rambut yang terlihat memisahkan kepala depan dengan vertex; Tipe 4A: Kerontokan rambut berjalan cepat sampai mid coronal line; Tipe 5: Kebotakan frontal dan area temporal melebar. Rambut yang memisahkan dua area menjadi menyempit dan menipis; Tipe 5A : Kerontokan rambut meluas menuju vertex; Tipe 6: Kebotakan daerah frontal dan vertex menyatu dan ukurannya meluas; Tipe 7: Rambut yang tersisa terdistribusi dalam pola seperti mahkota di atas telinga dan leher . PENANGANAN Tanpa penanganan, androgenetik alopesia merupakan kondisi yang progresif. Jumlah rambut me-
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
MEDICINUS
43
Technology MEDICAL REVIEW
nurun dengan kecepatan hampir 5% per tahun. Pilihan penanganan pada laki-laki penderita alopesia androgenetika, yaitu: terapi obat, terapi pembedahan dan kamuflase.2,7 Saat ini hanya ada dua terapi obat yang disetujui oleh Food and Drug Administration Amerika Serikat, yaitu: minoxidil topikal dan finasteride oral.2,8 Tujuan utama obat ini adalah mencegah progresivitas kerontokan. Untuk menilai efikasi, pemberian harus dilakukan sekurang-kurangnnya 6 bulan dan terapi harus dite-ruskan untuk mempertahankan respon terapi.9 Minoxidil Minoxidil semula adalah terapi antihipertensi tetapi selanjutnya berkembang menjadi terapi topikal untuk kerontokan rambut (tersedia dalam solusio 2% dan 5%). Penggunaan minoxidil berhubungan dengan vasodilatasi, angiogenesis, dan peningkatan proliferasi sel.12 Salah satu teori mengemukakan bahwa minoxidil dimetabolisme menjadi minoxidil sulfat pada folikel rambut, bekerja sebagai agonis kanal potasium sehingga menurunkan konsentrasi Ca2+ bebas pada sitoplasma. Ini mencegah epidermal growth factor menghambat pembentukan rambut. Efek samping mencakup dermatitis kontak dan kerontokan sementara selama 4 bulan pertama pemakaian.2,13 Uji klinis dengan menilai hitung jumlah rambut, berat rambut, dan fotografi, menunjukkan 60% lakilaki mengalami perbaikan pada kebotakan di daerah vertex dengan menggunakan minoxidil 5%. Rerata peningkatan kepadatan rambut berkisar 10%-12%. Respons pengobatan dengan minoxidil 2% lebih rendah.8,9 Finasteride Finasteride merupakan penghambat 5α-reduktase tipe 2. Sediaan oral dengan dosis 1 mg per hari mampu mencegah kebotakan terus berlangsung pada laki-laki. Setelah diterapi selama 2 tahun, dua pertiga pasien mengalami perbaikan. Pada percobaan yang lebih lama yakni 5 tahun menunjukkan tingkat kerontokan rambut yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak diobati. Beberapa keluhan seksual, misalnya impotensi dapat muncul, namun umumnya dapat ditoleransi. Manfaat terapi akan menghilang dalam 12 bulan setelah terapi dihentikan. Belum diketahui secara pasti bagaimana finasteride bekerja pada pasien yang memberi respon baik pada pengobatan. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa finasteride bekerja dengan cara mengaktifkan kembali folikel rambut hipotrofik dengan mempercepat dan memperpanjang fase anagen, namun tidak mengubah rambut vellus menjadi rambut terminal. Meskipun tidak ada data klinis yang mendukung penggunaan kombinasi minoxidil topikal dan finasteride, namun kombinasi tersebut seringkali digunakan dalam praktek klinis.8,9 Pembedahan Variasi tehnik pembedahan sudah berkembang dalam pengobatan alopesia androgenetik pada lakilaki, dimana transplantasi rambut adalah yang paling luas digunakan.7,9 Folikel rambut pada daerah parietal dan oksipital yang relatif resisten terhadap androgen, dapat ditranplantasikan ke daerah yang botak.2,7 Hasil yang bagus bisa didapatkan pada prosedur operasi, tetapi dilaporkan beberapa potensial komplikasi seperti skar, hipoastesi pascaoperasi dan infeksi.7 Kamuflase Cara yang paling sederhana untuk menyamarkan kerontokan rambut adalah dengan menyisir rambut menutupi daerah yang botak. Terapi kamuflase dilakukan dengan cara mewarnai scalp dengan warna yang serupa dengan rambut, sehingga memberikan ilusi rambut menjadi lebih tebal. Pada
44
MEDICINUS
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
Technology MEDICAL REVIEW
akhirnya, kerontokan rambut akan berkembang melewati poin dimana metode ini memberikan kenyamanan penampilan. Kebanyakan laki-laki yang mengalami progresi dengan kamuflase memilih menggunakan wig daripada dilakukan terapi bedah.7,8 KESIMPULAN Alopesia androgenetik adalah kelainan kerontokan rambut yang sering dijumpai pada laki-laki. Etiologi berkaitan dengan androgen dan kerentanan genetik. Kelainan ini merupakan hasil dari perubahan dinamika siklus rambut dan miniaturisasi yang bertahap dari folikel rambut. Gambaran klinis berupa kemunduran garis rambut frontal dan kebotakan pada area vertex. Obat-obatan, pembedahan dan kamuflase dapat menjadi pilihan penanganan. Terapi obat yang disetujui FDA yaitu minoxidil dan finasteride, bertujuan untuk mencegah progresitivitas kerontokan.
daftar pustaka 1.
Sinclair R. Male androgenetic alopecia. JMHG 2004; 1(4):319-327.
2. Elliis J, Sinclair R, Harrap S. Androgenetic Alopecia: pathogenesis and potential for therapy. Expert Rev Mol Med 2002; 4(22):1-11 3. Bienová M, Kuerová R, Fiurásková M, Hajdúch M, Koláŕ Z. Androgenetic alopecia and current methods of treatment. Acta Dermatovenereol APA 2005; 14(1):5-8. 4. Tsuboi R, Itami S, Inui S, Ueki R, Katsuoka K, Kurata S, et al. Guidelines for the management of androgenetik alopesia (2010). Journal of Dermatology 2012; 39:113-120 5. Stough D, Stenn K, Haber R, Parsley W, Vogel J, Whiting D, Washenk K. Psychological effect, pathophysiology, and management of androgenetic alopecia in men. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1316-1322 6. Boldrin K. Androgenetic alopecia: exploring causes, psychological effects, with Western and Chinese medicine approach. [disitasi 12 Januari 2014]. Tersedia di http://kimboldrini.net/wp-content/uploads/2010/12/androgenic-alopecia-research-paper.pdf 7.
Sinclair R. Management of male pattern hair loss. [disitasi 12 Januari 2014]. Tersedia di http://www.pediatricnews.com/fileadmin/qhi_archivve/ArticlePDF/CT/068010035.pdf
8. Legiawati L. Alopesia Androgenetik. MDVI 2013; 40(2): 96-101 9. Paul R, Olsen EA, Messenger AG. Hair growth disorders. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrik’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7 New York: McGraw Hil Companies, 2008. H. 766-9. 10. Kaufman KD. Androgens and alopecia. Mol Cell Endocrinol 2002; 198: 89-95 11. Fiurášková M, Kučerová R, Kolář Z. Pathobiology of androgenetic alopecia. Biomed Papers 2003; 147(1):37–41 12. McElwee KJ, Shapiro J. Promising therapies for treating and/or preventing androgenic alopecia. Skin Therapy Letter 2012; 17(6):1-4 13. Meidan VM, Touitou E. Treatments for androgenetic alopecia and alopecia areata current options and future prospects. Drugs 2001; 61(1):53-69
Vol. 28, No.1, Edition July 2015
MEDICINUS
45