BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan
penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363 orang, yang terdiri atas 119.507.580 orang lakilaki dan 118.048.783 orang perempuan (Badan Pusat Statistik, 2010). Bila dilihat dari sex ratio laki-laki berjumlah 0.5 dan perempuan 0.49, hal ini menunjukkan bahwa jumlah perempuan setengah dari jumlah keseluruhan penduduk yang ada di Indonesia, sehingga mereka berpotensi yang besar untuk bekerja di ranah publik. Terbukanya peluang usaha bagi kaum perempuan tentu akan memberikan perubahan bagi kehidupan kaum perempuan. Partisipasi perempuan dalam bidang pariwisata sangat diminati karena dipandang dapat meningkatkan perekonomian keluarganya. Walaupun pariwisata memberikan pendapatan ekonomi, fakta menunjukkan bahwa partisipasi perempuan sering lebih kecil dibandingkan lakilaki. Berdasarkan publikasi data BPS Provinsi Bali tahun 2013 menunjukkan bahwa, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk laki-laki lebih tinggi yakni 83,88% dibandingkan dengan perempuan dengan persentase 66,85% baik pada bidang pariwisata ataupun bidang kerja lainnya. Bali sebagai destinasi populer di Indonesia juga memiliki jumlah penduduk perempuan setengah dari total jumlah keseluruhan penduduknya. Dari hasil sensus penduduk Provinsi Bali tahun 2010 1
didapat 1.929.409 orang
2
perempuan dan 1.961.348 orang laki-laki. Bila dilihat dari sex ratio (jumlah penduduk laki-laki dibagi jumlah penduduk perempuan dikalikan seratus) didapat perbandingan 101, hal ini menunjukkan bahwa setiap 100 jumlah pendudukan perempuan ditemukan 101 jumlah penduduk laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di Bali memiliki peluang yang sama besarnya dengan kaum laki-laki untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di ranah publik. Bali sebagai daerah agraris sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, namun seiring dengan perkembangan pariwisata penduduknya mulai bekerja di sektor pariwisata, sejalan dengan pernyataan Picard, Bali menjadi daerah tujuan wisata bagi wisatawan nusantara dan mancanegara jauh sebelum diresmikannya bandara Ngurah Rai pada Agustus 1969. Setelah diresmikan menjadi bandar udara internasional terjadi peningkatkan jumlah kunjungan yang drastis pada tahun 1968 dan 1973 (Picard, 2006). Sejak awal berkembangnya, pariwisata di Bali telah dicanangkan sebagai pariwisata budaya yang dijiwai oleh agama Hindu (Ardika, 2003). Kebudayaan masyarakat Bali menjadi daya tarik wisata bagi wisatawan.
Terkait dengan
pariwisata budaya, kepariwisataan budaya Bali adalah kepariwisataan yang berlandaskan kepada kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana sebagai potensi utama dengan menggunakan kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya, sehingga terwujud hubungan timbal-balik yang dinamis antara kepariwisataan dan kebudayaan yang membuat keduanya berkembang secara sinergis, harmonis dan berkelanjutan untuk dapat memberikan
kesejahteraan
kepada
masyarakat,
kelestarian
budaya
dan
3
lingkungan. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 pada pasal 4 dikatakan “Pembangunan Kepariwisataan Budaya Bali diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat, serta memperkokoh jati diri masyarakat Bali, meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali secara merata dan berkelanjutan, melestarikan lingkungan alam Bali sebagai basis penyangga kehidupan masyarakat dan kebudayaan Bali secara berkelanjutan”. Salah satu kawasan daya tarik wisata di Bali yang terkenal akan pengembangan pariwisata budaya adalah Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot. Tanah Lot berganti nama dari Objek Wisata menjadi Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus bertepatan dengan disahkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Tanah Lot merupakan salah satu kawasan wisata populer di Bali. Pelaksanaan budaya Hindu di Tanah Lot tetap berjalan seiring dengan perkembangan pariwisata yang semakin maju di daerah ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Kusuma (2012) yang menyatakan bahwa Tanah Lot dikategorikan sebagai salah satu kawasan daya tarik wisata khusus karena Tanah Lot merupakan suatu kawasan yang dijadikan sebagai penyangga pelestarian budaya dan lingkungan hidup di Bali yang harus tetap dilestarikan sehingga pemanfaatan ruang, fasilitas akomodasi, dan fasilitas kepariwisataanya sangat dibatasi. Perkembangan pariwisata di Tanah Lot semakin meningkat tiap tahunnya, hal ini bisa dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan yang mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 jumlah wisatawan domestik yang berkunjung
4
sebanyak 1.349.563 orang dan mancanegara sebanyak 793.330. Selama empat tahun ke depan yaitu pada tahun 2014 jumlah wisatawan yang berkunjung mengalami peningkatan dengan jumlah kunjungan domestik sebanyak 1.776.071 orang dan mancanegara sebanyak 1.349.134 orang. Data ini menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Tanah Lot secara keseluruan pada tahun 2010 berjumlah 2.149.893 orang dan tahun 2014 berjumlah 3.125.205 orang. Jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara ke Tanah Lot mengalami peningkatan tiap tahunnya. Peningkatan ini dikarenakan Tanah Lot sudah semakin dikenal oleh wisatawan mancanegara ataupun domestik. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan penyediaan fasilitas pariwisata yang memadai guna memenuhi kebutuhan wisatawan yang nantinya akan dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat lokal. Kondisi ini tentunya akan membuka peluang usaha bagi masyarakat lokal yang ingin mendapatkan keuntungan dari kegiatan pariwisata di daerahnya. Menurut Pitana (dalam Karmini, 2011) pariwisata sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan pembangunan daerah Bali. Untuk menunjang kehidupan masyarakat terutama dalam keluarga, kaum perempuan Bali sangat berminat bekerja meraih rezeki dalam industri pariwisata. Daya tarik wisata Tanah Lot memberikan peluang usaha bagi masyarakat lokal khususnya kaum perempuan di bidang industri pariwisata. Bila dilihat dari total jumlah penduduk yang terdapat di Kecamatan Kediri sebanyak 84.680 orang, jumlah penduduk perempuan berjumlah 42.050 orang. Bila dilihat dari sex ratio didapat perbandingan 201 yang artinya setiap 100 orang jumlah penduduk
5
perempuan didapat 201 orang jumlah penduduk laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah perempuan setengah dari total jumlah penduduk keseluruhan di Kecamatan Kediri. Kaum perempuan di Kecamatan Kediri memiliki peluang yang besar untuk bekerja di sektor publik dengan mengambil kesempatan usaha yang disediakan di daya Tarik wisata Tanah Lot yang letaknya dekat dengan lokasi rumah. Kesempatan usaha yang diciptakan dari perkembangan pariwisata di Tanah Lot dikategorikan dalam dua sektor yaitu sektor formal dan informal. Untuk sektor informal sangatlah mudah dimasuki oleh masyarakat menengah ke bawah. Sektor formal mulai dimasuki oleh masyarakat yang memiliki pendidikan formal yang tinggi, sehingga perempuan lebih mudah terjun pada sektor informal dari pada sektor formal. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003, pekerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja sektor informal dengan menerima upah dan atau imbalan. Menurut Bambang dan Muklis (2006) adapun yang menjadi alasan perempuan bekerja pada sektor informal yaitu tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Usaha sektor informal yang sering dibuka oleh kaum perempuan yaitu usaha dagang. Usaha sektor informal di Tanah Lot digolongkan menjadi dua jenis yaitu pedagang tetap dan pedagang tidak tetap. Pedagang tetap merupakan pedagang yang berjualan dengan di tempat yang tetap berupa toko, sedangkan pedagang tidak tetap yaitu pedagang yang berjualan di tempat yang tidak menetap atau bangunan yang tidak permanen. Data manajemen operasional Tanah Lot, menunjukan bahwa jumlah pedagang tetap yang terdapat di Tanah Lot yaitu
6
sebanyak 218 unit usaha penjualan cenderamata dan warung makanan minuman, dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 482 orang. Dilihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap, setiap toko cenderamata di Tanah Lot memiliki 1- 2 orang pegawai. Pedagang tidak tetap berjumlah 214 unit, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 214 orang. Jumlah pedagang tetap lebih banyak dibandingkan pedagang tidak tetap dikarenakan usaha yang di pedagang tetap dimiliki mempekerjakan karyawan baik perempuan ataupun laki-laki, setiap tokok biasanya memiliki pegawai dua orang. Pedagang tidak tetap merupakan usaha yang dibuka oleh kaum perempuan dan mereka berjulan langsung sendiri. Adapun usaha-usaha tidak tetap di Tanah Lot yaitu penjualan postcard, penjualan jepit rambut, penjualan jajan tradisional klepon, kios tato, penjual jagung, dan foto polaroid. Keberadaan usaha-usaha pariwisata di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot dapat membantu perekonomian masyarakat setempat sebagai tempat mencari nafkah, mampu mempererat hubungan antara masyarakat, maupun masyarakat dengan wisatawan, dan dapat membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah pengangguran dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat khususnya kaum perempuan dalam industri pariwisata. Seperti yang terkandung dalam Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali pada Pasal 2 dinyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan berdasarkan pada azas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan,
kelestarian,
partisipatif,
berkelanjutan,
adil
dan
merata,
demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu
7
dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana”. Dukungan program pariwisata selalu terkait usaha-usaha industri kepariwisataan, seperti kerajinan, cenderamata, jasa boga, jasa perjalanan wisata, jasa perhotelan, dan jasa restoran. Kondisi ini membawa konsekuensi terbukanya peluang usaha bagi perempuan, baik yang sudah berumah tangga maupun yang belum. Peluang usaha yang disediakan mendorong kaum perempuan untuk bekerja pada sektor publik. Pada era sekarang ini perempuan bukan hanya tinggal di rumah dan hanya diperbolehkan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan rumah saja. Perempuan telah diberikan kebebasan yang sama sebagaimana dengan laki-laki untuk membuka usaha di kawasan Tanah Lot. Namun di sisi lain, kaum perempuan harus melaksanakan tanggungjawabnya sebagai seorang ibu dan istri. Kesempatan yang dimiliki perempuan tersebut menuntutnya untuk berperan ganda dalam hidupnya. Hal ini membuktikan bahwa bukan tidak mungkin bagi perempuan untuk membuka usaha dan mengambil keuntungan ekonomi dari kegiatan pariwisata di Tanah Lot. Meskipun banyak kendala yang nantinya akan dijumpai dalam peran gandanya tersebut. Secara tidak langsung perempuan harus menyadari bahwa dirinya memiliki kesempatan yang sama dengan pria, yang mungkin kesempatan tersebut dianggap terlalu sulit bagi perempuan. Di sisi lain, perempuan yang berpartisipasi dalam membuka usaha pariwisata di Tanah Lot harus tetap mempertimbangkan keputusannya untuk memilih peran ganda secara baik dan matang. Perempuan harus memperhatikan beban-beban, hambatan, serta tanggungjawab yang harus ditanggung jika memilih peran ganda tersebut. Namun, segala hambatan tersebut bukan menjadi alasan
8
bagi perempuan untuk tidak berkarir atau bekerja pada sektor publik. Perempuan dengan kesadarannya harus tetap menjunjung tinggi emansipasinya melalui berbagai cara, antara lain melalui perannya dalam sektor publik. Partisipasi perempuan dalam usaha pariwisata dapat mengurangi ketimpangan gender dalam pembangunan nasional. UNWTO (2011) menguraikan beberapa fakta terkait partisipasi kaum perempuan dalam pariwisata, salah satunya menyebutkan bahwa kaum perempuan telah memenuhi sebagian besar proporsi tenaga kerja pariwisata formal dan perempuan terwakili dalam pekerjaan administrasi tetapi kurang terwakili pada tingkat operasional. Namun hal di atas sangatlah kontradiktif dengan yang terjadi di Tanah Lot. Manajemen pengelola Tanah Lot atau tenaga kerja pariwisata formal berjumlah 186 orang yang terdiri dari 150 orang tenaga kerja laki-laki dan 36 orang tenaga kerja perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa kaum perempuan memiliki peluang yang kecil untuk bekerja pada sektor pariwisata formal. Namun pada sektor informal, perempuan memiliki peluang yang besar untuk membuka usaha pariwisata. Semakin banyak melibatkan perempuan dalam usaha pariwisata maka sangatlah penting dilakukan penelitian terkait partisipasi perempuan dalam usaha sektor informal di Tanah Lot. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
9
1.
Apakah yang memotivasi perempuan untuk membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot?
2.
Apakah faktor penghambat dan pendukung perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot?
3.
Bagaimana pemberdayaan perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot?
1.3
Tujuan penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut. 1.3.1
Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis partisipasi perempuan dalam usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot
1.3.2
Tujuan Khusus Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. a.
Untuk menganalisis motivasi perempuan membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot.
b.
Untuk menganalisis faktor penghambat dan pendukung perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot.
c.
Untuk menganalisis pemberdayaan perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot.
10
1.4
Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis maupun teoritis sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoritis 1.
Penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi dan wawasan keilmuan yang komprehensif dengan pendekatan multidisiplin
sesuai
dengan
eksistensi
kajian
pariwisata,
memperoleh pengetahuan baru seperti motivasi perempuan untuk membuka usaha di sektor informal selain lima kebutuhan yang disebutkan dalam teori Maslow didapat bahwa perempuan membuka usaha untuk menambah pengalaman bekerja. dan faktor penghambat serta pendukung perempuan dalam membuka usaha sektor informal. 2.
Penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai inspirasi untuk penelitian-penelitian lanjutan dan menambah refrensi para ilmuwan yang tertarik mengkaji tentang partisipasi perempuan dalam usaha sektor informal di Tanah Lot, sehingga dapat memberikan model partisipasi
dan
pemberdayaan
perempuan
yang
baik
dan
berkelanjutan bagi perempuan di kawasan Tanah Lot. 1.4.2
Manfaat Praktis Penelitian
ini
secara
umum
diharapkan
bermanfaat
bagi
pemerintah, komponen pariwisata, dan masyarakat. Bagi pemerintah, dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengambilan kebijakan dalam
11
melibatkan perempuan dalam usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot. Bagi komponen pariwisata, dapat digunakan sebagai acuan dalam membuka usaha pariwisata atau melibatkan kaum perempuan dalam usaha sektor informal yang berada di kawasan Tanah Lot. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan gambaran akan partisipasi perempuan dalam usaha sektor informal di kawasan Tanah Lot. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak penyusun dan pelaksana kebijakan yang terkait dalam pengelolaan daya tarik wisata Tanah Lot khususnya yaitu Dinas Pariwisata
dan
Kebudayaan
Kabupaten,
Dinas
Sosial
dan
Ketenagakerjaan, Desa Pakraman Beraban, dan manajemen pengelola Tanah Lot.