BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Keluarga 1.1.
Definisi Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2007). Menurut WHO (1969), keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (Setiadi, 2006). Menurut Setiawati (2001), keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat terbentuk sebagai akibat adanya perkawinan berdasarkan agama dan hukum yang sah. Menurut BKKBN (1999), keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (Sudiharto, 2007). 1.2.
Struktur Keluarga Menurut Setiadi (2006), struktur kelurga terdiri dari bermacam-macam,
antara lain: 1. Patrineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
9 Universitas Sumatera Utara
10 2. Matrineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. 3. Matrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri. 4. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami. 5. Keluarga kawin, adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri. 1.3.
Fungsi Keluarga dalam Pendidikan Anak Ruang lingkup tanggung jawab pendidikan dalam lingkungan keluarga
ditentukan atas fungsi-fungsi. Menurut Nur’aeni (2010) ada 8 fungsi keluarga dalam tanggung jawab pendidikan, yaitu : 1. Fungsi Edukasi Fungsi edukasi terkait dengan pendidikan anak secara khusus dan pembinaan anggota keluarga pada umumnya.
Ki
Hajar Dewantara
menyebutkan bahwa “keluarga adalah pusat pendidikan yang utama dan pertama bagi anak”. Fungsi pendidikan amat fundamental untuk menanamkan nilai-nilai dan sistem perilaku manusia dalam keluarga. 2. Fungsi Sosialisasi Fungsi sosialisasi bertujuan untuk mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat. Anak adalah pribadi yang memiliki sifat kemanusiaan sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Menarik untuk memaknai
Universitas Sumatera Utara
11 pendapat Karl Mannheim yang dikutip oleh MI Soelaeman (1994), bahwa “anak tidak didik dalam ruang dan keadaan yang abstrak, melainkan selalu di dalam dan diarahkan kepada kehidupan masyarakat tertentu.”. Dengan demikian anak memiliki prinsip sosialitas, disamping prinsip individualitas. Prinsip sosialitas, mengharuskan anak dibawa dan diarahkan untuk mengenali nilai-nilai sosial lingkungannya oleh orang tuanya. 3. Fungsi Proteksi Tujuan dari fungsi proteksi yaitu untuk melindungi anak bukan saja secara fisik, melainkan pula secara psikis. Secara fisik fungsi perlindungan ditujukan untuk menjaga pertumbuhan biologisnya sehingga dapat menjalankan tugas secara proporsional. Disamping itu fungsi proteksi psikis dan spiritual yaitu dengan mengendalikan anak dari pergaulan negatif dan sikap lingkungan yang cenderung menekan perkembangan psikologinya. 4. Fungsi Afeksi Fungsi ini terkait dengan emosional anak. Anak akan merasa nyaman apabila mampu melakukan komunikasi dengan keluarganya dengan totalitas seluruh kepribadiannya. Kasih sayang yang dicurahkan kepada anak akan memberi kekuatan, dukungan atas kehiduapn emosionalnya yang berpengaruh pada kualitas hidupnya di masa depan. 5. Fungsi Religius Yang dimaksud adalah fungsi keluarga untuk mengarahkan anak ke arah pemerolehan keyakinan keberagamaannya yang benar. Keluarga menjadi
Universitas Sumatera Utara
12 kendali utama yang dapat menunjukkan arah menjadi Islam yang kaffah atau sekuler. 6. Fungsi Ekonomis Fungsi ini berkaitan dengan pemenuhan selayaknya kebutuhan yang bersifat materi. Secara normatif anak harus dipersiapkan agar kelak memikul tanggung jawab ekonomi keluarga, membangun kepribadian yang mandiri bukan menjadi objek pemaksaan orang tua. 7. Fungsi Rekreasi Memberikan wahana dan situasi yang memungkinkan terjadinya kehangatan, keakraban, kebersamaan dan kebahagiaan bersama seluruh anggota keluarga. 8. Fungsi Biologis Faktor biologis adalah faktor alamiyah manusia. Faktor ini meliputi perlindungan
kesehatan,
termasuk
juga
memperhatikan
pertumbuhan
biologisnya serta perlindungan terhadap hubungan seksualnya. 1.4.
Pendidikan yang Baik untuk Anak dalam Keluarga Beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua agar anak mendapatkan
pendidikan yang baik (Antono, 2007) adalah: 1. Dukungan dari orang tua Orang tua memberikan perhatian kepada anak-anaknya dan menanamkan kepada anak-anaknya akan nilai dan tujuan pendidikan. Orang tua juga berupaya mengetahui perkembangan anak mereka di sekolah dengan cara berkunjung ke sekolah untuk melihat situasi dan lingkungan pendidikan di
Universitas Sumatera Utara
13 sekolah dan menaruh minat terhadap aktivitas sekolah yang akan secara langsung mempengaruhi pendidikan anak. 2. Ibu bekerja sama dengan guru Biasanya apabila timbul masalah-masalah gawat contohnya tidak masuk sekolah tanpa izin dari orang tua dan guru, tidak mengerjakan PR dari sekolah, prestasi yang buruk serta selalu menyontek ketika ujian, barulah beberapa orang tua menghubungi guru anak-anak mereka. Sebaiknya, orang tua perlu mengenal guru di sekolah dan menjalin hubungan yang baik dengan mereka. Ibu harus selalu berkomunikasi dengan guru untuk perkembangan anaknya di sekolah. Guru juga perlu diberitahu bahwa seorang ibu harus memandang penting pendidikan anaknya di sekolah sebagai bagian kehidupannya. Ini akan membuat guru lebih memperhatikannya dan ibu harus menghadiri pertemuan orang tua murid dan guru yang diselenggarakan oleh sekolah. Pada pertemuan ini, para ibu memiliki kesempatan untuk mengetahui prestasi akademis anaknya serta perkembangan anaknya di sekolah. Jika seorang guru mengatakan hal yang buruk mengenai anaknya, ibu harus mendengarkan guru dengan penuh respek, dan selidiki apa yang ia katakan. Para ibu juga dapat menanyai guru-guru di sekolah mengenai prestasi, sikap, dan kehadiran anak di sekolah. Jika seorang anak sering bermuka dua, maka penjelasan dari guru bisa jadi mengungkap hal-hal yang disembunyikan seorang anak saat bersikap manis di rumah.
Universitas Sumatera Utara
14 3. Ibu menyediakan waktu untuk anak Ibu selalu menyediakan waktu yang cukup banyak bagi anak- anaknya. Jika anak pulang sekolah, umumnya mereka cukup stress dengan beban pekerjaan rumah, ulangan, maupun problem lainnya. Sungguh ideal jika orang tua misalnya seorang ibu berada di rumah pada saat anak-anak di rumah. Seorang anak
akan senang
bercerita ketika pulang
sekolah seraya
mengeluarkan semua keluhan dan bebannya kepada orang tua. Bisa jadi mereka mulai menceritakan teman-temannya yang nakal yang mulai menawari rokok dan narkoba. Dari kondisi tersebut para ibu bisa segera tanggap dengan hal tersebut jika seorang ibu menyediakan waktu bagi anak-anaknya. 4. Ibu mengawasi kegiatan belajar di rumah Ibu mengawasi kegiatan belajar di rumah misalnya seorang ibu menunjukkan bahwa ibu berminat pada pendidikan anak-anaknya, memastikan anak-anaknya sudah mengerjakan pekerjaan rumahnya, mewajibkan diri untuk mempelajari sesuatu bersama anak-anaknya, membaca bersama-sama mereka, ibu tidak melupakan jadwal waktu setiap hari untuk memeriksa pekerjaan rumah anak-anaknya dan mengendalikan waktu menonton TV, internet dan bermain game dari anak-anaknya. 5. Ibu mengajarkan tanggung jawab pada anak Sekolah umumnya akan memberi banyak tugas untuk dipersiapkan anak di rumah dan di sekolah. Apakah mereka mengerjakan tugas-tugas itu dengan benar dan baik ? seorang anak dapat bertanggung jawab mengerjakan tugastugasnya mereka di sekolah jika seorang ibu telah mengajarkan anak-anaknya
Universitas Sumatera Utara
15 untuk mengerjakan tanggung jawab di rumah. Ibu mulai mencoba memberikan anak-anaknya pekerjaan rumah tangga secara rutin setiap hari seperti membersihkan tempat tidur sendiri dengan jadwal yang spesifik dan melatih anak di rumah seperti itu akan membutuhkan banyak upaya di pihak orang tua karena perlu adanya pengawasan, tetapi hal itu akan mengajarkan anak akan adanya rasa tanggung jawab yang mereka butuhkan agar berhasil di sekolah dan di kemudian hari dalam kehidupan. 6. Ibu menerapkan disiplin pada anak Ibu menerapkan disiplin terhadap anak-anaknya dengan tegas namun dengan penuh kasih sayang. Jika para ibu selalu menuruti keinginan anak, maka mereka akan menjadi anak yang manja dan tidak bertanggung jawab. Problem lain bisa muncul jika ibu terlalu memanjakan anak-anaknya seperti seks remaja, narkoba, prestasi yang buruk, dan masalah lainnya. 7. Ibu menjaga kesehatan anak Para ibu menjaga kesehatan anak-anaknya agar prestasi belajarnya tidak terganggu dengan membuat jadwal tidur yang cukup,seorang anak akan terhindar dari rasa kelelahan karena anak-anak yang kelelahan tidak dapat belajar dengan baik. Lalu ibu menghindarkan anak dari makanan seperti junk food, karena selain menyebabkan problem obesitas, juga mendatangkan pengaruh yang buruk terhadap kesanggupannya untuk berkonsentrasi.
Universitas Sumatera Utara
16 8. Ibu menjadi teman yang terbaik untuk anak Ibu menjadi teman terbaik bagi anak misalnya ibu meluangkan waktu untuk berbagi berbagai hal dengan anak-anaknya. Seorang anak membutuhkan semua teman yang matang yang bisa ia dapatkan. Sebagai orang tua, para ibu dapat menghindari banyak problem dan kekhawatiran atas pendidikan anakanaknya dengan mengingat bahwa kerja sama yang sukses dibangun di atas komunikasi yang baik. Kerja sama yang baik dengan para pendidik di sekolah juga dapat membantu melindungi anak dari segala hal-hal yang buruk. Pendidikan keluarga yang baik adalah pendidikan kepada anak yang diselenggarakan dengan landasan potensi (bakat dan minat) dan keterbatasan anak sesuai kaidah psikologi anak/psikologi perkembangan serta kebutuhan anak atas perhatian dan kasih sayang. Menurut Setiawati (2001), untuk mendapatkan pendidikan seperti itu, diperlukan beberapa prasyarat antara lain adanya: 1. Kerukunan/kedamaian dalam keluarga. 2. Kecukupan kebutuhan hidup (kebutuhan dasar). 4. Pemahaman istri/ibu terhadap kaidah-kaidah ilmu mendidik anak. 5. Kepedulian seorang ibu untuk membekali anak dengan sikap, moral, nilainilai dan prilaku yang baik. 2.
Peran Orang Tua Peran adalah sesuatu yang menunjukkan kepada beberapa set prilaku yang
kurang lebih bersifat homogen, yang didefenisikan dan diharapkan secara
Universitas Sumatera Utara
17 normatif dari seorang yang memegang suatu posisi dalam situasi sosial tertentu (Friedman, 1998). Peran orang tua sebagai pendidik bagi anak-anaknya adalah suatu keharusan dan mesti dilakukan orang tua kepada anak-anaknya, sebab menurut Drost (1999) anak-anak sangat membutuhkan beberapa hal berikut ini: 1. Mencintai dan Dicintai Mencintai dan dicintai adalah kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Itu berarti secara konkrit orang tua harus terbuka kepada anaknya agar dapat mengenalinya. 2. Perlindungan hingga merasa aman dan kerasan Percaya mempercayai adalah syarat mutlak menciptakan suasana aman, yaitu suasana keterbukaan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk ikut berbagi kebahagiaan, keberhasilan, juga kegagalan dan keprihatinan dari keluarga. 3. Bimbingan Bimbingan berarti orang tua harus menerima kemampuan anak apa adanya. Supaya kemampuan anak berkembang, orang tua harus menciptakan ruang lingkup yang menggairahkan dan merangsang. Kemudian yang perlu dihindari adalah segala hal yang menekan. 4. Diakui Artinya orang tua harus menghargai pribadi anak. Meskipun anak masih tergantung pada orang tua, ia harus diperlakukan sebagai pribadi yang dihargai hak-haknya.
Universitas Sumatera Utara
18 5. Disiplin Anak adalah manusia yang didewasakan. Sesuai dengan umumnya sedikit demi sedikit ia harus diajarkan dan dibiasakan hidup sebagai makhluk sosial. Ia harus bergaul dengan orang lain/sesamanya. Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Sebagaian besar interaksi orang tua dan anak memiliki implikasi masa depan karena keluarga adalah tempat masing-masing kita belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Para ibu dan ayah ataupun orang lain dalam keluarga berinteraksi dengan berbagai macam cara. Hingga derajat tertentu sifat dari interaksi tergantung pada kerakteristik kepribadian dari orang-orang yang berinteraksi. Semua interaksi dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya memiliki efek terhadap apa yang anak pelajari terhadap hubungannya dengan orang lain. Contohnya, ketika orang tua bermain dengan anaknya, mereka memberikan informasi mengenai bagaiman orang-orang berinteraksi satu sama lain pada situasi sosial, mengikuti suatu prosedur tertentu dan terlibat dalam perilaku
Universitas Sumatera Utara
19 kerja sama yang semuanya relevan terhadap kemampuan anaknya untuk menghadapi orang dewasa lain dan teman sebayanya. Hubungan yang menyenangkan dan memuaskan di dalam keluarga diasosiasikan dengan kemampuan untuk mengalami empati, rasa percaya diri, dan kepercayaan interpersonal. Umumnya peran orang tua dan komunikasi yang dilakukan terhadap anaknya tidak hanya menyalurkan perilaku anak tetapi juga sikapnya. Peran juga dapat mempengaruhi nilai-nilai yang dipegang orang tua dan mempengaruhi arah dari pembentukan dan perilaku anak. 2.1.
Peran Ibu Peran ibu yang diterapkan oleh ibu yang bekerja di luar rumah bisa
berbeda dengan peran ibu yang diterapkan oleh ibu yang hanya bekerja di dalam rumah atau sebagai ibu rumah tangga yang dengan waktu penuh dapat mendidik anaknya. Menurut Gunarsa (2000) masing-masing pribadi dapat mengetahui perannya di dalam keluarga anatara lain peran ibu keluarga, yaitu: 1. Memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikis, artinya kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral untuk melaksanakan kehidupan. Ibu memenuhi kebutuhan sosial, psikis yang bila tidak terpenuhi akan mengakibatkan suasana keluarga menjadi tidak optimal. 2. Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar dan konsisten, artinya ibu mempertahankan hubungan-hubungan dalam keluarga. 3. Ibu sebagai pendidik yang mampu mengatur dan mengendalikan anak, artinya ibu berperan dalam mendidik dan mengembangkan kepribadian anak.
Universitas Sumatera Utara
20 4. Ibu sebagai contoh dan teladan, artinya dalam mengembangkan kepribadian anak dan membentuk sikap-sikap anak seorang ibu perlu memberikan contoh dan teladan yang dapat diterima, karena anak belajar melalui peniruan terhadap orang lain. 5. Ibu memberi rangsangan dan pelajaran, artinya seorang ibu memberi rangsangan sosial bagi perkembangan anak. Dalam mengembangkan prilaku positif atau bahkan potensi anak, orang tua menjadi katalisator utamanya. Menurut Nuryanti (2008) ada beberapa peran orang tua dalam mengembangkan prilaku positif anak, yaitu: 1. Menciptakan atmosfir yang penuh penghargaan, waktu yang cukup untuk bermain dan kesempatan untuk mandiri. 2. Mengembangkan pola komunikasi yang positif. 3. Menyediakan aturan yang konsisten dan batas-batas yang jelas dari setiap aturan. 4. Menyediakan aktivitas yang mendukung penguasaan anak akan keterampilanketerampilan yang harus dikuasainya dan membuat anak mengembangkan perasaan “mampu”. 5. Menyediakan kesempatan untuk merangsang dan belajar dengan anggota keluarga yang lain. 6. Menekankan pentingnya belajar. Kehidupan pada masa anak dengan berbagai pengaruhnya adalah masa kehidupan yang sangat penting khususnya berkaitan dengan diterimanya stimulasi dan perlakuan dari lingkungan hidupnya. Kehidupan pada masa anak ini harus
Universitas Sumatera Utara
21 dianggap sebagai periode sensitive di mana kualitas perangsangan harus diatur sebaik-baiknya, tentunya orang tuanya yang paling bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian anak menjadi dewasa dan matang sehingga dapat terintegrasi dengan baik. 2.2.
Tugas Ibu dalam Mendididik Anak Menurut Al-qarashi (2003), adapun tugas-tugas para ibu mendidik anak-
anaknya, yaitu : 1.
Para ibu harus membiasakan perbuatan-perbuatan terpuji pada anak,
2.
Para ibu harus memperingatkan anak-anak mereka akan segala kejahatan dan kebiasaan buruk, perilaku yang tidak sesuai dengan kebiasaan sosial dan agama,
3.
Para ibu harus memiliki kesucian dan moralitas sebagai jalan pendidikan untuk putra-putri mereka,
4.
Para ibu jangan berlebihan dalam memanjakan anak,
5.
Para ibu harus menanamkan pada anak rasa hormat pada ayah mereka,
6.
Para ibu jangan pernah menentang suami, sebab akan menciptakan aspek kebencian dengan kedengkian satu sama lain,
7.
Para ibu harus memberi tahukan pada kepala keluarga setiap penyelewengan tingkah laku anak-anak mereka,
8.
Para ibu harus melindungi anak dari hal-hal buruk menggoda serta dorongan-dorongan perilaku anti sosial,
Universitas Sumatera Utara
22 9.
Para ibu harus menghilangkan segala ajaran atau metode yang dapat mencederai kesucian serta kemurnian atau meruntuhkan moral dan etika seperti buku-buku porno dan novel,
10.
Para ibu harus memelihara kesucian dan perilaku terpuji. Ibu-ibu yang sering berada di luar rumah yang hanya menyisakan sedikit
waktu untuk suami serta anak-anak telah menghilangkan kebahagian anak, menghalangi anak dari merasakan nikmatnya kasih sayang ibu, sebab mereka menjalankan berbagai pekerjaan di luar serta meninggalkan anak disebagian besar waktunya. 2.3.
Peran Ibu Bekerja dalam Pendidikan Anak di Rumah Menurut Mastauli (2007), Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan suatu
kegiatan di luar rumah dengan tujuan untuk mencari nafkah dalam keluarga. Dalam konteks inilah muncul peran ganda seorang ibu dimana selain ibu sebagai istri bagi suami, ibu bagi anak-anaknya, sebagai ibu rumah tangga tapi beliau juga harus membantu mencari nafkah untuk keluarga (Mastauli, 2007). Beberapa alasan yang mendukung motif ibu bekerja menurut Gunarsa (2000) adalah: 1. Karena keharusan ekonomi, untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Hal ini terjadi karena ekonomi keluarga yang menuntut ibu untuk bekerja. Misalnya saja bila kehidupan ekonomi keluarganya kurang, penghasilan suami kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari keluarga sehingga ibu harus bekerja,
Universitas Sumatera Utara
23 2. Karena ingin mempunyai atau membina pekerjaan. Hal ini terjadi sebagai wujud aktualisasi diri ibu, misalnya bila ibu seorang sarjana akan lebih memilih bekerja untuk membina pekerjaan, 3. Proses untuk mengembangkan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang lain dan menambah pengalaman hidup dalam lingkunagn pekerjaan, 4. Karena kesadaran bahwa pembangunan memerlukan tenaga kerja baik tenaga kerja pria maupun wanita. Hal ini terjadi karena ibu mempunyai kesadaran nasional yang tinggi bahwa negaranya memerlukan tenaga kerja demi melancarkan pembangunan, 5. Pihak orang tua dari ibu yang menginginkan ibu untuk bekerja, 6. Karena ingin memiliki kebebasan finansial, dengan alasan tidak harus bergantung sepenuhnya pada suami untuk memenuhi kebutuhan sendiri, misalnya membantu keluarga tanpa harus meminta dari suami, 7. Bekerja merupakan suatu bentuk penghargaan bagi ibu, 8. Bekerja dapat menambah wawasan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pola asuh anak-anak. Alasan-alasan tersebut di ataslah yang menjadi dasar terjadinya pergeseran nilai peran seorang ibu. Ibu harus menjalankan peran ganda dalam menjalani perannya sebagai sosok seorang ibu. Terdapat pengaruh positif maupun negatif terhadap kondisi keadaan keluarga terutama anak akibat dari perubahan peran ibu dalam keluarga yang menjadi pencari nafkah seperti peran seorang ayah. Ibu yang terlalu sibuk bekerja, akibatnya perhatian terhadap anak jadi terabaikan. Sebagian dari orang tua (ibu) beranggapan dengan memberikan
Universitas Sumatera Utara
24 sejumlah uang dan fasilitas/mainan sudah merasa cukup memberikan perhatian kepada anak. Padahal yang dibutuhkan anak adalah sentuhan kasih sayang dan perhatian dalam bentuk komunikasi langsung yang intensif. Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak dan remaja bermasalah (terlibat perkelahian/tawuran, pergaulan bebas, perkosaan, narkoba, miras, dll.) pada umumnya adalah anakanak yang tidak dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak menerapkan pola pembinaan yang kondusif, sehingga anak/remaja butuh bimbingan yang menuntun perilaku mereka dan dapat membedakan mana yang boleh dan yang tidak boleh, mana yang baik dan yang buruk serta anak membutuhkan pendidikan/pengajaran tentang hak dan kewajibannya agar mereka tidak melakukan kasus-kasus kenakalan (Setiawati, 2001). Ketika gejala negatif seorang anak semakin meningkat sungguh sangat mencemaskan, karena hampir tidak ada upaya signifikan untuk mengatasinya. Seharusnya masalah seorang anak itu menjadi perhatian kita bersama, pemerintah dan semua komponen masyarakat, khususnya para ibu rumah tangga. Perlu ada upaya penyadaran guna merevitalisasi peran ibu dalam pendidikan, bimbingan dan pengasuhan keluarga (anak), karena ibulah yang memiliki kelembutan dan paling banyak berhubungan dengan anak (Setiawati, 2001). 2.4.
Peran Ibu tidak bekerja dalam Pendidikan Anak di Rumah Ibu yang tidak bekerja memiliki tanggung jawab untuk mengatur rumah
tangga. Dalam konteks inilah peran seorang ibu berlaku, yaitu istri bagi suami, ibu bagi anak-anaknya dan sebagai ibu rumah tangga (Setiawati, 2001).
Universitas Sumatera Utara
25 Ibu yang tidak bekerja dapat lebih memahami bagaimana sifat dari anakanaknya. Karena sebagian besar waktu yang dimiliki ibu yang tidak bekerja dihabiskan di rumah sehingga bisa memantau kondisi perkembangan anak. Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan ibu di rumah meliputi membersihkan, memasak, merawat anak, berbelanja, mencuci pakaian, dan mendisiplinkan. Dan kebanyakan ibu yang tidak bekerja seringkali harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah sekaligus (Santrock, 2007). Namun, karena diikat dengan kasih sayang dan melekat dalam hubungan keluarga pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh ibu memiliki arti yang kompleks dan juga berlawanan (Santrock, 2007). Banyak perempuan merasa pekerjaan rumah tangga itu tidak cerdas namun penting. Mereka biasanya senang memenuhi kebutuhan orang-orang yang mereka kasihi dan mempertahankan kehidupan keluarga, sekalipun mereka merasa aktivitas tersebut menyenangkan dan memuaskan. Pekerjaan keluarga bersifat positif dan negatif bagi perempuan. Mereka tidak diawasi dan jarang dikritik, mereka merencanakan dan mengontrol pekerjaan mereka sendiri, dan mereka hanya perlu memenuhi standart mereka sendiri. Namun, pekerjaan rumah tangga perempuan sering kali menyebalkan, melelahkan, kasar, berulang-ulang, mengisolasi, tidak terselesaikan, tidak bisa dihindari, dan sering kali tidak dihargai (Santrock, 2007). Namun, semua perempuan secara kodrati harus menerima peran yang harus dijalankan dalam hidup, yaitu sebagai istri sekaligus ibu dari anak-anaknya dan menjalankankan perannya sebagai ibu dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab penuh untuk mengatur rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
26 Ibu yang tidak bekerja kemungkinan memiliki pengaruh yang positif pada anak karena ibu memiliki banyak waktu yang bisa dimanfaatkan secara kreatif dan berkualitas bersama dengan anaknya. Pendidikan agama, budi pekerti, tatakrama, dan baca-tulis-hitung yang diberikan secara dini di rumah serta teladan dari kedua orangtuanya akan membentuk kepribadian dasar dan kepercayaan diri anak yang akan mewarnai perjalanan hidup selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian ternyata sebagian besar orang terkenal dan berhasil dalam kariernya adalah mereka yang di masa kecil banyak mendapatkan curahan perhatian dan kasih sayang dari keluarga, khususnya dari ibunya. Dengan kedekatannya seorang ibu dan anak, ibu akan tahu persis potensi dan kelemahan anak sehingga seorang ibu akan dapat mengarahkan pendidikan anak selanjutnya ke jurusan yang tepat dan atau pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan minat anak serta seorang anak/remaja yang sejak kecil dari ibu yang tidak bekerja mendapatkan pendidikan moral, agama, budi pekerti dan pengetahuan umum yang seimbang serta keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya, cenderung menjadi seorang yang berkepribadian baik, bermanfaat bagi sesama (Setiawati, 2001). 3.
Peran ibu dalam Keluarga Mandailing Berdasarkan hasil wawancara saya pada tanggal 3 September 2010 yang
dilakukan pada seorang perempuan (Bujing) suku Mandailing yang merupakan salah seorang yang bertempat tinggal di Kelurahan Bonan Dolok Kecamatan Padang Sidempuan Utara, terdapat penjelasan mengenai peran ibu dalam keluarga Mandailing bahwasannya pada budaya Mandailing, istri lebih besar peranannya pada urusan internal keluarga, yaitu: sebagai ibu rumah tangga, merawat anak dan
Universitas Sumatera Utara
27 suami, menyiapkan kebutuhan sehari-hari dan menjaga kebersihan rumah dan mengelola keuangan keluarga. Dalam budaya Mandailing, keluarga kaya sering diidentikkan dengan kemampuan ibu dalam mengelola keuangan keluarganya. Perempuan Mandailing yang tinggal di pedesaan, selain sebagai ibu rumah tangga, juga menjadi tulang punggung keluarga dalam menafkahi kebutuhan keluarga. Mereka selain dituntut bergelut dengan lingkungan pertanian, perempuan harus mengurus suami dan anak-anaknya. Peran orang tua terutama peran ibu dalam budaya Mandailing dalam merawat dan mendidik anak-anaknya adalah hal yang sangat penting dan pendidikan bagi mereka hal yang utama. Ini terlihat pada budaya Mandailing ada suatu bait yang sajaknya yaitu yang berjudul Ajar ni Amangna di Anakna na Kehe tu Sikola yang sajak ini menggambarkan harapan dari orang tua kepada anaknya agar benar-benar menuntut ilmu dan dia rela berkorban dengan bersakit-sakit asal anaknya mau menuntut ilmu dengan harapan jika ia telah tua anaknyalah yang mengambil alih tanggung jawabnya (Pandapotan, 2005). Menurut Pandapotan (2005), adapun sifat-sifat orang Mandailing adalah: 1. Suka merantau Sifat perantau orang mandaling telah menyebabkan mereka tersebar di seluruh Indonesia dengan berbagai profesi, bahkan sampai ke luar negeri seperti Malaysia, Saudi Arabia, Eropa dan lain-lain. Daerah perantauan orang mandailing yang pertama secara lokal adalah Sumatera Barat, Tanah Deli, Langkat dan Malaysia. Bahkan pada tahun 1800 seorang warga Mandailing telah pergi menuntut ilmu ke negeri Belanda, bernama Sati Nasution gelar
Universitas Sumatera Utara
28 Willem Iskander. Dalam bukunya Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk. Willem Iskander menulis falsafah dan ajaran-ajaran agar orang Mandailing berkemauan keras menuntut ilmu. 2. Religius Pada upacara-upacara adat, kata-kata pujian pada Tuhan, tidak pernah dilupakan, agama dapat mempengaruhi jalannya upacara ini dapat dilihat pada kata-kata yang sering diucapkan: Hita sorahkan ma tu Tuhanta Na Gumorga Langit, Na Tumompa Tano dan sebagainya. Yang artinya semua pekerjaan diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam bahasa Al Qur’an dikenal kalimat “Allazi fatarossamawati wal ardo” yang berarti : ia menciptakan langit dan bumi (tumompa tano). Ini merupakan salah satu pertanda karakter religius dan spiritualnya orang Mandailing. Dalam bait terakhir sajak Willem Iskander di atas dapat kita baca kata-kata sebagai berikut: O, na lobi denggan roha, Na umbege na hupardokon on; Mangido au di hita, Hita patorang ni danak on Sajak ini adalah merupakan doa dan penyerahan diri kepada Tuhan Ynang Maha Kuasa agar anaknya diterangi sanubarinya dalam menuntut ilmu. 3. Kritis Sifat kritis yang ditandai dengan sebutan Tapis di Mandailing yang artinya semua tingkah laku, kata-kata orang disimak dan disaring sehingga timbul sifat hati-hati untuk berbuat dan bertindak.
Universitas Sumatera Utara
29 4. Berani menegakkan kebenaran Sifat berani menegakkan kebenaran yang ditandai dengan falsafah orang Mandailing yang mengatakan: Laklak nipajar-pijor Singgalak marpora-pora Muda jong-jong di na tigor Batu mamak di indiro Muda jongjong di na tigor, berarti “jika tegak dan berdiri atau bertindak di koridor yang tepat dan benar”, maka batu mamak di andora, berarti “ia akan tangguh dan solid sebagaimana solidnya batu cadas”. 5. Mempunyai rasa malu yang besar (parsulaha) Mempunyai rasa malu yang besar (parsulaha). Sifat parsulaha ini ada baiknya dan ada pula keburukannya. Sifat parsulaha ini ada hubungannya dengan sifat hati-hati dan cermat untuk berbuat dan bertindak, karena disangsikan bahwa dengan tindakannya dapat mengganggu orang lain, atau tidak berkenaan di hati orang lain. Namun dari segi negatifnya dapat mengakibatkan hambatan bagi orang Mandailing untuk cepat maju. 6. Mudah menyusaikan diri Sesuai dengan perkembangan dan keadaan zaman yang menuntut penyusaian diri dengan situasi dan kondisi, sifat-sifat orang Mandailing dapat menyusaikan diri walaupun sifat dasarnya tetap tidak mudah terpengaruh.
Universitas Sumatera Utara