BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi (definisi dari George R. Terry), yang dikenal dengan planning, organizing, actuating dan controlling (POAC). Beberapa literatur lain menambahkan pentingnya penganggaran dalam suatu manajemen.5 Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan.3
2.1 Perencanaan/planning Perencanaan adalah salah satu fungsi manajemen obat yang penting untuk keberhasilan pelayanan. Tujuan perencanaan untuk mendapatkan pemilihan jenis dan jumlah obat yang mendekati kebutuhan. Perencanaan persediaan obat merupakan
Universitas Sumatera Utara
proses kegiatan dalam pemilihan jenis dan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran. Pemilihan obat dilaksanakan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. Untuk mendapatkan pemilihan obat yang baik sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu jenis obat dipilih seminimal mungkin berdasarkan drug of choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi, mutu terjamin, berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang spesifik tentang efek terapi yang lebih baik, menghindari penggunaan obat kombinasi kecuali mempunyai efek yang lebih dibandingkan obat tunggal, praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan, praktis dalam penggunaan dan penyerahan, menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita. 10,11 Untuk menentukan jumlah obat harus sesuai formularium rumah sakit, standard terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, serta rencana pengembangan.6,7,8 Diperlukan data dan informasi yang lengkap, akurat dan dapat dipercaya. Agar dapat memperolehnya sebaiknya didukung oleh sistem informasi manajemen rumah sakit karena masalah kekosongan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis. Melalui koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tersedia pada saat dibutuhkan.9,10 Ada 3 metode pendekatan yang dapat dilakukan:7,10,12 1. Metode Konsumsi
Universitas Sumatera Utara
Metode konsumsi adalah dihitung berdasarkan data kebutuhan tahun lalu, jumlah obat yang masih tersedia pada akhir tahun dan kecenderungan-kecenderungan yang akan terjadi dimasa akan datang. Sehingga dibutuhkanlah pengumpulan data, kemudian dilakukan analisis data yang hasilnya dapat digunakan sebagai panduan perencanaan kebutuhan obat-obatan tahun berikutnya lalu dilakukan perhitungan perkiraan kebutuhan obat-obatan berdasarkan rumus, dapatlah di ketahui prakiraan kebutuhan obat.9,10,13 2. Metode Epidemiologi Metode epidemiologi adalah melihat jumlah kunjungan kasus per kasus berdasarkan frekuensi penyakit. Perhitungan jumlah obat berdasarkan analisis jumlah kunjungan kasus masing-masing penyakit tahun sebelumnya untuk menjadi prakiraan tahun berikutnya dengan menggunakan rumus.9,10,13 3. Metode Kombinasi Metode kombinasi adalah merupakan kombinasi dari metode konsumsi dengan metode epidemiologi. Metode ini biasanya digunakan disetiap rumah sakit oleh karena kedua metode ini mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing dan adanya kemungkinan-kemungkinan yang diduga akan terjadi di masa akan datang.9,10
2.2 Pengorganisasian/organizing Organisasi yang dimaksud dalam manajemen obat adalah Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) yang anggotanya adalah dokter yang menjadi perwakilan masingmasing staf medik dan apoteker serta asisten apoteker yang mewakili staf farmasi.
Universitas Sumatera Utara
Organisasi ini dapat terdiri atas enam sampai lima belas orang dan semua anggota itu memiliki hak suara yang sama. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya dua bulan sekali dan untuk rumah sakit besar diadakan sebulan sekali. Susunan kepanitiaan PFT dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat.6,7 Susunan kepanitiaan umumnya terdiri atas tiga dokter dan satu apoteker. Ketua panitia dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan atau ahli farmakologi klinik jika ada dan sekretarisnya yaitu apoteker yang ditunjuk.7 Beberapa fungsi dalam ruang lingkup PFT adalah berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi dan penasehat bagi staf medik maupun pimpinan rumah sakit. Fungsi tersebut adalah yang berkaitan dengan cara pemberian dan penggunaan obat serta menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang aman dan bermanfaat, memantau dan mengevaluasi reaksi obat yang merugikan lalu membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulang kembali. PFT bersama IFRS merencanakan dan menetapkan suatu sistem distribusi obat dan prosedur pengendalian yang efektif. Membantu IFRS dalam mengembangkan pengkajian kebijakan, ketetapan dan peraturan berkaitan dengan penggunaan obat dalam rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan lokal dan nasional serta menetapkan formularium rumah sakit.6,7
2.3 Pelaksanaan/actuating Pelaksanaan pada manajemen obat adalah merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah ditetapkan/disetujui sebelumnya melalui pengadaan pemilihan pemasok.12 IFRS bertugas
menetapkan pemasok melalui
Universitas Sumatera Utara
kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut adalah telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan dengan perkataan lain telah terdaftar, telah diakreditasi dan mempunyai reputasi yang baik.6
2.4 Pengawasan/controling Pengawasan pada manajemen obat adalah suatu kegiatan untuk memastikan tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat.11 Pegawasan persediaan obat dilakukan untuk mengetahui kecocokan antara kartu stok obat dengan fisik obat, yaitu jumlah setiap jenis obat. Untuk melakukan pengawasan persediaan diperlukan pengamatan terhadap stok kerja, stok pengaman, waktu tunggu dan sisa stok, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan, perlu diperhitungkan keadaan stok yang seharusnya ada pada waktu kedatangan obat.11 Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap bulan, triwulan, semester atau setahun sekali. Semakin sering pemeriksaan dilakukan, semakin kecil kemungkinan terjadi perbedaan antara fisik obat dan kartu stok.11 Pengawasan juga dilakukan dalam penggunaan obat yang meliputi presentase penggunaan antibiotik, penggunaan injeksi, rerata jumlah resep, penggunaan obat generik dan presentase kesesuaian dengan pedoman.11
2.5 Penganggaran/budgeting Penganggaran pada manajemen obat merupakan perencanaan alokasi dana yang telah disepakati oleh para pelaksana yang ikut berperan serta dalam penyusunan anggaran. Anggaran menjadi dasar bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan. Menurut
Universitas Sumatera Utara
S. Harahap dalam bukunya berjudul Peranggaran Perencanaan Lengkap untuk Membantu Manajemen ditinjau dari siapa yang membuatnya maka penyusunan anggaran dapat dilakukan dengan cara otoriter dan demokrasi.14 Metode otoriter adalah dimana anggaran ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit (top down) dan anggaran inilah yang harus dilaksanakan IFRS tanpa keterlibatan apoteker dalam penyusunannya. Metode demokrasi adalah anggaran disusun oleh apoteker (botton up) dan kemudian diusulkan kepada pimpinan rumah sakit. Biasanya metode ini digunakan jika apoteker sudah memiliki kemampuan dalam menyusun anggaran dan tidak dikhawatirkan akan menimbulkan proses yang lama dan berlarut.14 Selain kedua metode di atas ada metode yang disesuaikan dengan keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa kepala IFRS harus terlibat dalam penentuan anggaran alokasi dana, yang disebut metode kombinasi. Pimpinan rumah sakit memberi pengarahan kepada apoteker dan IFRS selanjutnya menjabarkan dan melaksanakannya.7, 14
2.6 Input manajemen obat Input dalam manajemen obat adalah suatu landasan perangkat manajemen obat yaitu visi, misi, struktur organisasi IFRS, ketenagaan IFRS, prosedur operasional baku IFRS dan fasilitas.
2.6.1 Visi dan misi Visi adalah suatu impian yang dikehendaki menjadi kenyataan pada suatu waktu tertentu. Visi rumah sakit adalah dasar bagi semua aspek dari rencana strategis
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit.
6
Misi adalah penjabaran bagaimana cara untuk mencapai visi.
Penjabaran misi pada IFRS harus secara jelas menunjukkan lingkup dan arah kegiatan IFRS serta sejauh mungkin harus menyediakan suatu model untuk pembuatan keputusan disemua tingkat dalam IFRS.6
2.6.2 Struktur organisasi dan ketenagaan IFRS Sesuai dengan keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa organisasi IFRS dipimpin oleh seorang apoteker dan harus memiliki suatu struktur organisasi yang jelas dan dibuat dalam suatu bagan yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang serta tanggung jawab.6,7,15 Secara umum struktur organisasi IFRS terdiri atas pimpinan, administrasi, penelitian, pelayanan penderita rawat inap, penderita rawat jalan, informasi obat, pengadaan perbekalan obat dan bagian perbekalan.7,16
2.6.3 Prosedur Operasional Baku (POB) Prosedur Operasional Baku (POB) adalah prosedur yang terdokumentasi yang digunakan IFRS sebagai standar pelayanan. Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya. POB harus selalu mutakhir mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit.6,7 POB biasanya mencakup maksud dari suatu kegiatan, lingkup suatu kegiatan, tanggung jawab yang harus dilakukan dan oleh siapa, prosedur yang harus dilakukan, bahan, alat, dokumen apa yang harus digunakan dan dokumentasi.6
2.6.4 Fasilitas
Universitas Sumatera Utara
Fasilitas
adalah
sarana
dan
prasarana
penunjang
bagi
kelancaran
terlaksananya kegiatan farmasi rumah sakit. Sesuai keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, fasilitas yang harus tersedia di IFRS adalah ruang pendistribusian, ruang peracikan, ruangan yang cukup untuk kegiatan farmasi dan sistem pembuangan limbah yang baik, terutama penyimpanan obat baik yang bersifat adiktif maupun yang bersifat khusus lainnya. 7,16
2.7 Mekanisme pengelolaan obat Mekanisme pengelolaan obat terdiri atas penyimpanan, pendistribusian, pengemasan dan evaluasi
2.7.1 Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya terjaga.10,11 Persyaratan gudang penyimpanan obat adalah sebagai berikut, ruangan cukup luas minimal 3x4 m, ruangan kering (tidak lembab), ada ventilasi, cahaya yang cukup, lantai dibuat dari tegel/semen dialasi dengan papan (palet), dinding dibuat licin, sudut lantai dan dinding tidak tajam, dikhususkan untuk penyimpanan obat, pintu memiliki kunci ganda, tersedia lemari/laci khusus untuk obat narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci dan ada pengukur suhu ruangan. Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor kelembaban, sinar matahari, temperatur, kerusakan fisik, kontaminasi bakteri dan pengotoran. 10,11
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan penyimpanan obat dilakukan dengan penyusunan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya, juga dibedakan menurut suhu, kestabilan, tahan/tidaknya terhadap cahaya, mudah tidaknya meledak/terbakar serta berdasarkan volume.7,10,15 Penyusunan dilakukan juga dengan sistem First In First Out (FIFO), artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian dan First Expired First Out (FEFO), artinya obat yang lebih awal kadaluarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluarsa kemudian.10,11
2.7.2 Pendistribusian Pendistribusian adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi dirumah sakit untuk pelayanan individu baik rawat jalan maupu rawat inap yaitu:7 1. Pasien rawat inap Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan/atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.3,7 2. Pasien rawat jalan Merupakan kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan/atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek Rumah Sakit.3,7 3. Pendistribusian obat di luar jam kerja
Universitas Sumatera Utara
Merupakan kegiatan pendistribusian obat-obatan untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan obat-obat emergensi.3,7
2.7.3 Pengemasan Pengemasan obat adalah suatu metode yang memberikan kenyamanan, identifikasi, penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi. Perlindungan sediaan obat harus dilakukan terhadap bahaya lingkungan seperti kelembaban, kontaminasi narkoba, oksigen, cahaya matahari dan juga terhadap bahaya fisik seperti penyimpanan dan pengangkutan.6 Beberapa persyaratan wadah obat sebagai berikut harus bersih, kering, prosedur pembersihan tidak terkontaminasi, tutupnya tidak reaktif, adiktif atau absorptif dan memberikan perlindungan terhadap faktor eksternal sehingga isi tidak akan kehilangan potensi dan sterilitas tetap dipertahankan. Hal ini dapat menyajikan informasi tentang sediaan obat dan memberikan kemudahan dalam penggunaan serta dapat merintangi sediaan obat dari jangkauan anak.6
2.7.4 Evaluasi Menurut keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa manajemen obat rumah sakit harus dievaluasi secara periodik agar tujuan dapat tercapai yaitu tersedianya obat pada saat dibutuhkan. Evaluasi dalam manajemen obat digunakan untuk melihat gambaran keefisienan suatu sistem manajemen dengan memanfaatkan indikator-indikator yang
Universitas Sumatera Utara
khas untuk sistem tersebut sehingga dapat dilihat apakah tiap tahap manajemen obat berlangsung dengan selaras, serasi dan seimbang atau tidak. 3,7
2.8 Output manajemen obat Aspek manajemen obat adalah mengoptimalkan perencanaan, pengorganisasi -an, pengadaan, pengawasan dan penganggaran. Siklus ini harus dijaga agar semua tahap di dalamnya sama kuat dan segala kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang untuk menjamin obat tersedia setiap saat dibutuhkan.1,3,7 Tanda-tanda ketidaktepatan manajemen obat dapat dilihat dari hasil output antara lain:9 a. Kekurangan obat-obat yang sering dipakai b. Kelebihan obat-obat tertentu. c. Bentuk dan dosis yang tersedia tidak disukai dokter atau pasien. d. Ada kecenderungan menggunakan obat-obatan yang lebih mahal dari pada obat-obatan yang lebih murah padahal efektifitasnya adalah sama. e. Penyesuaian yang tidak rasional terhadap kendala anggaran. f. Preskripsi yang tidak rasional dan tidak efektif.
Universitas Sumatera Utara