Bab I
Salman
Tanpa terasa, kurang lebih selama satu tahun waktu merangkak dengan pelan namun pasti mengantarkan aku menjadi seorang guru di SMK Maju Sekali, sebuah sekolah yang akan mencatat ratusan sejarah bagi perjalanan panjang hidupku. Siang itu, saat aku duduk termenung di atas kursi kayu jati di dalam kelas terdengar suara bertalu-talu, menggedor-gedor gendang telinga. Suara gemuruh itu berulang-ulang bertabrakan dengan derit besi-besi yang diseret. Sesekali terdengar beberapa suara laki-laki yang berbicara, berteriak, dan tertawa dengan lepas. Himpunan suara menyebalkan itu berasal dari tempat parkir siswa yang sedang direnovasi keberadaannya. Suara-suara manusia itu timbul dari para tukang bangunan yang sedang melakukan perbaikan tempat parkir siswa yang sedang diperlebar. Selama ini Dunia Salman
2 tempat parkir itu tidak mampu menampung seluruh kendaraan siswa berupa sepeda pancal manual dan sepeda motor. Tempat parkir itu terlalu sempit dan sesak untuk menampung kendaraan-kendaraan itu. Selama ini banyak kendaraan yang diparkir berceceran di halaman sekolah karena overload hingga akhirnya menerbitkan pemandangan yang tidak sedap, seperti pasar loak. Selain diperlebar, atap tempat parkir juga lebih ditinggikan. Di sebelah selatan atas diberi ventilasi besar dari jaring-jaring besi yang dilas. Saat suara gemuruh semakin meraksasa, aku mendongakkan kepalaku lewat sebuah jendela kayu di sebelah selatan. Tampak para pekerja bangunan yang sedang tertawa membahana dengan suara lantang seolah berlomba dengan suara deritan besi dan dentuman palu yang bertalu-talu. Mereka tidak risih dan merasa sungkan secuil pun dengan menciptakan suara keras menggelegar padahal di sebelah utara ruang parkir merupakan deretan ruang kelas tempat pembelajaran siswa. Yang lebih parah, orang-orang itu bersuara dan bercanda di kala pelajaran sedang berlangsung di ruang-ruang kelas. Entahlah, siapa yang harus disalahkan atas semua peristiwa ini, Pak Argoma selaku Kepala Sekolah atau Pak Hampa, si guru Matematika selaku Waka (Wakil Kepala Sekolah) bagian sarana prasarana atau para tukang bangunan yang aneh itu. Yang lebih aneh, mengapa Pak Hampa mengadakan proyek di kala jam sekolah aktif pembelajaran berlangsung. Seharusnya ia mengerti jika Mochamad Nur Arifin
3 pada waktu pembelajaran aktif dengan kegiatan renovasi itu sangat jelas mengganggu kegiatan proses belajar mengajar. Ternyata memang benar, jika sesuatu pekerjaan dipegang oleh orang yang bukan ahlinya bukanlah hasil yang baik yang akan dicapai, tetapi justru kerusakan dan kacau balau yang muncul. Contohnya seperti sekarang ini. Dengan dipilihnya Pak Hampa selaku Waka sarana prasarana sedangkan ia sendiri sebenarnya kurang cakap maka hasilnya juga kurang tidak karu-karuan. Aku mengedarkan pandanganku di sekitar tempat parkir yang direnovasi. Beberapa pekerja sedang bersantai dengan duduk-duduk di lantai dan sebagian duduk di jok sepeda motor milik para siswa. Aku menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Jam menunjukkan pukul 11.30. Sebenarnya menurut jam kerja umum, jam setengah dua belas adalah jam kerja aktif. Tetapi tampaknya para pekerja itu sudah menikmati istirahatnya dan bersantai-santai. Beberapa dari mereka menikmati rokok dengan angkuhnya tanpa peduli asap beracun itu mulai menerobos masuk ke dalam kelas melalui jendela kelas dan menerbitkan polusi udara yang memuakkan. Beberapa siswi keluar dari kelas dan menuntun sepeda motor di tempat parkir yang direnovasi itu dan melewati para pekerja yang duduk-duduk dengan sengaja menghalangi jalan para siswi yang akan lewat. Mata para pekerja itu melotot seolah tak mau berkedip menatap beberapa siswi yang berjalan agak sempoyongan karena Dunia Salman
4 menuntun badan sepeda motor yang berat sedangkan langkah mereka sengaja dihalang-halangi oleh para lakilaki aneh itu. “Wah, ini bodinya panjang, nih,” ucap seorang pekerja bangunan sambil matanya melotot ke arah siswi itu seolah bola matanya mau keluar dari pelupuknya. Beberapa pekerja yang lain tertawa terbahak-bahak sambil mata jalangnya mengikuti langkah kaki para siswi. Aku tetap menatap nanar menyaksikan apa yang sedang terjadi di tempat parkir yang agak gelap itu. Saat para pekerja itu tertawa membahana, maka beberapa di antaranya melihat aku yang menyembulkan sebagian kepalaku di atas bingkai jendela kayu. Tawa yang liar membahana mulai mereda volumenya kala salah seorang dari mereka berbisik-bisik pelan seolah memberi kode kepada temannya bahwa ada seorang guru yang sedang memerhatikan tingkah laku aneh mereka. Ketika suara tawa merendah maka aku segera kembali ke tempat dudukku sambil mengawasi para siswa yang sedang mengerjakan soal-soal latihan di buku latihan kerja siswa. “Saat kalian pulang dan mengambil sepeda motor apakah kalian sering diganggu dan digoda oleh para pekerja bangunan di tempat parkir itu, anak-anak?” tanyaku kepada para siswi yang sedang asyik mengerjakan soal. “Ya, Pak,” ucap beberapa siswi. “Bahkan orang-orang itu sering berkata jorok kepada kami, Pak,” ucap Eti, seorang siswi. Mochamad Nur Arifin
5 “Selama ini apakah mereka pernah berbuat kurang ajar kepada kalian?” “Tidak, Pak. Mereka hanya berkata sesuatu yang tidak sopan,” jawab Eti lagi. “Jika sampai mereka berbuat yang tidak sopan, tolong segera lapor ke saya, anak-anak.” “Ya, Pak,” jawab para siswi serempak. Sebenarnya sungguh tidak tepat jika melaksanakan renovasi fasilitas sekolah pada saat pelajaran sekolah aktif. Akibatnya seperti ini. Kegiatan renovasi dan suara gemuruh para pekerja bangunan terasa sangat mengganggu kegiatan belajar yang sedang berlangsung di dalam kelas. Belum lagi dengan kelakuan para pekerja bangunan yang kurang ajar dan over acting karena melihat para pelajar yang hampir seratus persen adalah perempuan. Beberapa waktu lalu, ketika pihak sekolah sedang mengadakan proyek pemasangan keramik pada dinding bangunan kelas banyak terjadi hal-hal yang sangat menjengkelkan. Beberapa pekerja bangunan sedang bekerja sambil mulut mereka mengulum rokok yang mengeluarkan asap yang menyesakkan dada. Tanpa merasa sungkan sama sekali berada di lokasi pendidikan, mereka menikmati setiap kebulan rokok mereka dengan puasnya. Mungkin saja awalnya mereka sungkan untuk merokok di sekolah ini tetapi karena melihat banyaknya para guru di sekolah ini yang sedang merokok di mana-mana terutama para guru yang tergabung dalam Dunia Salman
6 komunitas perokok di sekolahku yang bernama anggota kongres itu, maka mereka semakin terinspirasi dan keranjingan untuk merokok dengan bergaya. Apalagi dengan ditunjuknya Pak Hampa, si guru Matematika sebagai Waka sarana prasarana yang merupakan salah satu anggota kongres yang sangat aktif merokok itu tampaknya membuat para pekerja itu semakin keranjingan saja dengan rokoknya. Benar-benar menyebalkan. Tidak hanya itu saja. Bahkan beberapa waktu yang lalu salah seorang pekerja bangunan sedang bekerja sambil menyetel radio lewat HP-nya. Ia menikmati lagulagu yang mengalun dari radio itu sambil menggoyanggoyangkan badannya dengan mulutnya tetap menikmati rokok yang menancap di bibirnya. Tanpa merasa malu dan risih sedikit pun, pekerja itu melakukan perbuatan itu di depan halaman kelas. *** Setelah mengisi presensi kehadiran di ruang TU, kulihat Pak Argoma, sang Kepala Sekolah sedang duduk di sebuah kursi kayu ruang tengah. Tangannya sedang mencorat-coret sesuatu di atas sebuah kertas putih di atas meja besar di depannya. Sesekali ia membetulkan posisi kacamatanya yang melorot saat ia menundukkan kepalanya. “Assalamualaikum,” ucapku agak mengagetkannya. “Waalaikum salam.”
Mochamad Nur Arifin
7 “Tampaknya sedang sibuk, Pak?” “Ini lha, Pak. Saya sedang mendesain untuk membuat ruang terima tamu dengan mengubah ruang guru. Ini sedang saya ukur.” “Baguslah, Pak. Sekolah kita kan selama ini belum memiliki ruang tamu. Oh ya, Pak. Saya usul sekaligus tentang keadaan laboratorium bahasa kita, Pak.” “Ada apa dengan laboratorium bahasa, Pak?” “Selama ini laboratorium bahasa kita belum memilki fasilitas yang memadai seperti komputer dan LCD sehingga jika kami ingin mengajar menggunakan pembelajaran yang menggunakan ICT belum bisa maksimal, Pak.” “Wah, kalau yang untuk fasilitas itu kami belum bisa memenuhinya, Pak. Masalahnya terbentur dengan dana yang sekolah miliki. Dana kita sangat kecil, Pak. Selain itu, saat ini saya masih meneruskan programprogram yang telah ditetapkan oleh almarhumah Bu Watik, Kepala Sekolah yang lama.” Aku sekadar menyampaikan keadaan yang ada di ruang laboratorium bahasa. Sungguh aneh di zaman yang serba canggih dan modern ini jika sekolah belum memiliki fasilitas yang bernama komputer apalagi untuk mendukung kelengkapan fasilitas ruang laboratorium bahasa. Selama ini ruang lab bahasa hanya memiliki sebuah TV tua, amplifier, head set, dan sebuah VCD
Dunia Salman
8 player dan tape recorder yang telah usang. Bahkan remote VCD player-nya juga sudah sirna entah ke mana. Mungkin Pak Argoma benar. Ia hanya meneruskan program-program yang telah dicanangkan oleh almarhumah Bu Watik. Apalagi jika ternyata alasannya adalah salah satunya karena faktor dana yang minim. Tetapi menurutku sekolah ini sangat aneh. Jika untuk suatu urusan kemajuan fasilitas yang berupa tehknologi maka pihak sekolah tidak terlalu merisaukannya. Terbukti, selain tak adanya komputer apalagi LCD di ruang laboratorium sekolah juga tidak memiliki fasilitas yang lengkap seperti internet. Jaringan internet hanya ada di ruang TU dan di ruang komputer. Sedangkan di ruang komputer sendiri yang terhubung dengan internet hanya empat komputer dengan kemampuan speed yang sangat lambat. Jika guru komputer yang bernama Pak Normali mengajar materi yang berkaitan dengan internet maka empat komputer itu harus dibuat rebutan oleh kurang lebih siswa sebanyak 36 siswa. Sungguh memprihatinkan. Ternyata bukan hanya aku saja yang menyampaikan terbatasnya fasilitas ke Kepala Sekolah. Beberapa waktu yang lalu Pak Normali juga menyampaikan kurang lengkapnya fasilitas di ruang komputer seperti printer. Pihak sekolah hanya memberikan janji dan janji saja. Jika alasan mereka karena dana sekolah yang minim maka sebenarnya para guru seperti aku dan Pak Normali sama sekali tidak mengerti tentang kebenarannya, toh Mochamad Nur Arifin
9 selama ini mereka para guru juga tidak pernah diajak rapat mengenai keuangan atau minimal pemberitahuan tentang keadaan keuangan sekolah. Tidak ada yang mengerti entah benar atau salah tentang keadaan sekolah yang sedang krisis uang. Tetapi jika alasan itu benar, anehnya mengapa setiap kali ada acara-acara yang tidak begitu penting maka pihak sekolah dengan mudahnya mengeluarkan banyak uang untuk kebutuhan konsumsi guru seperti acara rapat, lomba-lomba, atau dalam kegiatan pesta-pesta. Tetapi walaupun demikian, dengan Kepala Sekolah yang baru ini ada harapan yang lebih baik daripada sebelumya saat dipegang oleh almarhumah Bu Watik. Terbukti, Pak Argoma memiliki ide-ide yang kreatif walaupun belum semuanya dapat teraplikasi. *** Kira-kira tiga bulan kemudian, terjadi sedikit perubahan di sekolah ini. Ruang guru dan ruang TU yang biasanya bercampur aduk dalam satu ruangan maka oleh Pak Argoma dipisahkan keberadaannya. Ruang guru dipindahkan di ruang sebelah barat sedangkan ruang TU berada di sebelah timur di samping ruang Kepala Sekolah. Tampak lebih teratur. Selain itu, di sebelah selatan TU, sudah bertengger sebuah ruang tamu yang baru. Ruang ini dipergunakan untuk para tamu terutama yang ada hubungan dengan kegiatan sekolah, kepala sekolah, atau para TU. Ruang tamu ini kelihatan lumayan cantik. Dunia Salman
10 Dengan lebar sekitar empat meter kali lima meter cukup luas untuk menerima tamu terutama rombongan tamu yang biasanya dari dinas pendidikan, pemerintah kota, atau dari para sales yang mau mempromosikan barangbarang dagangannya. Di sebelah timur ruang tamu berdiri tegar sebuah buffet kayu jati yang warna peliturnya sudah memudar yang di atasnya berjejer piala-piala kejuaraan yang pernah diraih oleh para siswa selama masa Kepala Sekolah yang terdahulu hingga paling sekarang. Beberapa piala tampak memudar warnanya dari kuning keemasan menjadi kuning kehitam-hitaman termakan usia. Kotorankotoran berupa debu, kerak dan rumah laba-laba yang masih lama dan baru menempel di sekitarnya. Dengan desain itu, Pak Argoma ingin memberikan penampilan yang terbaik walaupun dengan piala-piala usang itu. Belum ada piala kejuaraan yang diraih oleh guru sekolah ataupun oleh kepala sekolah ini hingga sekarang. Di sebelah selatan tembok, tertempel foto-foto kepala sekolah ukuran 10R yang pernah menjabat dan bersemayam di SMK Maju Sekali. Entahlah, apakah sudah merupakan sebuah keharusan, keterpaksaan, atau sekadar meneruskan tradisi kuno budaya leluhur maka pihak sekolah memasang wajah-wajah kepala sekolah yang pertama hingga yang terbaru. Kira-kira ada sekitar sembilan foto yang ditempel di tembok berjejer dari sebelah kiri merupakan Kepala Sekolah yang pertama hingga di sebelah kanan merupakan Kepala Sekolah Mochamad Nur Arifin