BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alopesia androgenetik merupakan alopesia yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan efek dari androgen perifer, dimana faktor tersebut akan mengakibatkan perubahan secara bertahap dari rambut terminal menjadi rambut velus. Alopesia ini ditandai dengan alopesia nonsikatrik yang progresif karena miniaturisasi folikel rambut dengan pola distribusi yang khas (Santiago dkk., 2012). Kelainan ini merupakan tipe alopesia yang paling sering pada laki-laki (Otberg dan Saphiro, 2012). Prevalensi alopesia androgenetik lebih rendah pada orang Asia dibandingkan dengan orang kulit putih (Yang dkk., 2013). Angka prevalensi tertinggi didapatkan pada ras Kaukasian, dimana kurang lebih 30% laki-laki pada umur 30 tahun dan 80% pada umur 70 tahun memiliki kelainan tersebut (Olsen dkk., 2005). Suatu penelitian tentang prevalensi alopesia androgenetik di Cina menunjukkan 36,2% kasus alopesia androgenetik terjadi pada laki-laki dengan umur 60-69 tahun dan 41,4% terdapat pada umur 70 tahun atau lebih (Wang dkk., 2010). Alopesia androgenetik dengan berbagai derajat juga ditemukan pada 50% populasi laki-laki dengan umur sekitar 50 tahun (Gonzáles dkk., 2009) Hormon androgen memiliki peran yang penting dalam patogenesis alopesia androgenetik (Yang dkk., 2013). Alopesia androgenetik bisa disebabkan oleh aktivasi yang berlebihan dari hormon androgen pada orang yang memiliki 1
2
predisposisi faktor genetik, dimana aktivasi tersebut akan mengakibatkan miniaturisasi dari folikel rambut pada papila dermis. Peningkatan produksi dihidrotesteteron (DHT) sebagai salah satu metabolit dari hormon androgen kemungkinan dapat menghambat mitosis sel pada papila dermis dan ikut serta dalam proses apaptosis sel (Nabaie dkk., 2009). Selain hormon androgen, terdapat faktor-faktor lain yang ikut terlibat dalam terjadinya alopesia androgenetik. Hal ini telihat dari pengamatan pola alopesia androgenetik yang berbeda dan kurang responnya terapi antiandrogen pada beberapa pasien (Yang dkk., 2013). Merokok, penggunaan alkohol merupakan beberapa faktor yang dapat berkaitan dengan alopesia androgenetik (Gonzáles dkk., 2009; Yeo dkk., 2013). Beberapa penelitian menunjukkan alopesia androgenetik berhubungan dengan penyakit-penyakit tertentu seperti resistensi insulin, profil lipid yang abnormal, serta kegemukan, namun mekanismenya belum jelas (Santiago dkk., 2010; Bakry dkk., 2014). Alopesia yang terjadi lebih cepat pada daerah vertex berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan resistensi insulin terutama pada laki-laki usia muda yang disertai hipertensi, obesitas, dan dislipidemia (Santiago dkk., 2010; Otberg dan Saphiro 2012). Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana tingkat insulin yang normal atau meningkat menghasilkan respon biologis yang lemah. Pada umumnya hal ini mengacu pada gangguan sensitivitas insulin dalam mengatur metabolisme glukosa. Pada resistensi insulin dapat terjadi hiperinsulinemia
3
kompensata yaitu peningkatan sekresi insulin oleh sel β pankreas untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal (Wilcox, 2005). Resistensi insulin dapat memiliki peran tambahan dalam patogenesis dari miniaturisasi folikel rambut yang berat (Nabaie dkk., 2009). Substansi vasoaktif pada pasien dengan resistensi insulin dapat mengakibatkan disfungsi endotel, vasokonstriksi perifolikuler, serta proliferasi sel otot polos pada dinding pembuluh darah. Kondisi-kondisi tersebut akan menyebabkan insufisiensi mikrovaskuler, hipoksia lokal pada jaringan, dan miniaturisasi folikel rambut yang berlangsung secara progresif. Hiperinsulinemia juga memiliki peran dalam produksi androgen lokal, baik dari kolesterol maupun dari perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Dihidrotestosteron akan menghambat aktivitas adenil siklase sehingga akan memperpendek siklus anagen yang kemudian dapat mengakibatkan miniaturisasi folikel rambut pada alopesia androgenetik (Bakry dkk., 2014). Pernyataan-pernyataan tersebut di atas mendukung kemungkinan bahwa alopesia androgenetik yang berkembang lebih awal dapat sebagai marker klinis dari resistensi insulin (Nabaie dkk., 2009; Santiago dkk., 2011). Bakry dkk, merekomendasikan untuk menilai sindrom metabolik dan resistensi insulin pada laki-laki muda dengan alopesia androgenetik derajat 3 atau lebih (Bakry dkk., 2014). Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti tentang hubungan alopesia androgenetik dengan sindrom metabolik dan resistensi insulin, namun hasilnya masih tidak konsisten (Bakry dkk., 2014). Penelitian oeh Hirrso dkk di Finlandia
4
didapatkan prevalensi yang lebih tinggi dari diabetes melitus (DM) dan penyakit lain yang berkaitan dengan resistensi insulin pada laki-laki dengan alopesia (Hirsso dkk., 2006). Resistensi insulin merupakan faktor risiko utama dalam berkembangnya DM tipe 2, hipertensi, dislipidemia, dan penyakit vaskular aterosklerotik. Pengenalan resistensi insulin sedini mungkin sangat penting untuk pencegahan perkembangan penyakit ke tahap lebih lanjut (Gutch dkk., 2015). Homeostasis model assesssment of insulin resistance (HOMA-IR) merupakan metode yang sederhana dan bermanfaat untuk menilai sensitivitas insulin dan telah terbukti menjadi alat klinis dan epidemiologi yang kuat untuk penilaian resistensi insulin (Gutch dkk., 2015; Okita dkk., 2013). Homeostasis model assessment of insulin resistance yang dikembangkan oleh Matthews dkk, telah banyak digunakan dalam penelitian untuk memperkirakan resistensi insulin. Nilai HOMA-IR= (insulin puasa plasma x glukosa puasa)/22,5 (Qu dkk., 2011). Angka HOMA-IR yang lebih besar dari 2.5 dianggap sebagai indikator resistensi insulin pada orang dewasa (Singh dkk., 2013). B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara resistensi insulin yang diketahui dari nilai HOMAIR dengan alopesia androgenetik pada pria di RSUD DR. Moewardi Surakarta?
5
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara resistensi insulin yang diketahui dari nilai HOMA-IR dengan alopesia androgenetik pada pria di RSUD DR. Moewardi Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi peneliti dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang hubungan resistensi insulin dengan alopesia androgenetik pada pria.
2.
Bagi institusi dapat digunakan sebagai masukan data dan informasi mengenai hubungan resistensi insulin dengan alopesia androgenetik dan memberi peluang penelitian selanjutnya terkait dengan hubungan tersebut.
3.
Bagi subyek penelitian dapat memberikan informasi dan rekomendasi yang berhubungan dengan resistensi insulin dan alopesia androgenetik. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran melalui http://search.ebscohost.com/ dengan kata
kunci androgenetic alopecia dan insulin resistance didapatkan 5 artikel. Hasil penelusuran
melalui
http://www.sciencedirect.com/
dengan
kata
kunci
androgenetic alopecia dan insulin resistance didapatkan 1 artikel. Hasil penelusuran melalui androgenetic
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ dengan kata kunci
alopecia
dan
insulin
resistance
didapatkan
10
artikel.
Sepengetahuan penulis sampai sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara resistensi insulin dengan alopesia androgenetik pada Pria di Surakarta.
6
Tabel 1. Penelitian megenai hubungan antara resistensi insulin dengan alopesia androgenetik Peneliti, Tahun Mantilainen dkk, 2000. The lancet. 356: 1165-6
Nabaie dkk, 2008. Clin J Dermatol. 34: 694-7
Judul Penelitian Early androgenetic alopecia as a marker of insulin resistance.
Subyek Penelitian n: 125 pasien dengan alopesia androgenetik, n: 104 sebagai kontrol.
Intervensi
Dilakukan evaluasi indeks massa tubuh, konsumsi obat anti hipertensi dan anti hiperlipidemia, serta diukur konsentrasi insulin. Androgen: 97 pasien Dilakukan nic alopesia pengukualopecia androgeran kadar and netik insulin, insulin dengan rata- glukosa resistance: rata umur puasa, are they dan standar kolesterol really deviasi: total, related? 37,9±8,5 trigliserid, tahun. dan highn: 87 pasien density kelompok liproprotein kontrol . dengan ratarata umur dan standar deviasi: 39,9±7,7 tahun.
Hasil Penelitian Alopesia androgenetik dapat sebagai marker klinis dari resistensi insulin.
Perbedaan Tempat penelitian. Parameter untuk resistensi insulin tidak menggunakan HOMAIR.
Tidak didapatkan hubungan antara resistensi insulin dengan alopesia androgenetik.
Tempat penelitian. Penilaian resistensi insulin dengan cara mengevaluasi ada tidaknya DM tipe 2, gangguan kadar glukosa puasa, intoleransi glukosa, dan kadar lipid yang abnormal.
7
Tabel 1: Lanjutan Peneliti, Judul Tahun Penelitian Gonzales Androgedkk, 2009. netic J Clin alopecia Endocriand insulin nol. resistance 71: 494-9 in young man.
Acibucu dkk, 2010. Singapore Med J. 12: 931-6
The Association of insulin resistance and metabolic syndrome in early androgenetic alopecia.
Subyek Penelitian n: 80 orang laki-laki umur 18-35 dengan alopesia androgenetik dan n: 80 orang dengan umur yang sesuai sebagai kontrol
n: 80 pasien dengan alopesia androgenetik, n: 48 orang sebagai kontrol
Intervensi resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA-IR. Dilakukan evaluasi glukosa darah, insulin serum, HOMA-IR, profil lipid, kadar androgen, dan juga kriteria sindrom metabolik dilakukan penilaian sindrom metabolik dan resistensi insulin dengan HOMA-IR
Hasil Penelitian HOMA-IR lebih tinggi pada pasien dengan alopesia androgenetik dibanding dengan kontrol.
Perbe-daan
prevalensi sindrom metabolik dan resistensi insulin lebih tinggi pada pasien alopesia androgenetik yang berkembang lebih awal.
Tempat penelitian. Jumlah sampel kasus dan kontrol pada penelitian ini tidak sama. Resistensi insulin dinyatakan dengan HOMA-IR >2.7.
Tempat penelitian. Parameter yang diteliti pada penelitian ini selain HOMA-IR juga mengevalusi profil lipid dan kadar testosteron.
8
Tabel 1 (lanjutan) Peneliti, Judul Tahun Penelitian Bakry Androgedkk, 2014 netic Indian J alopecia, Dermatol metabolic online. syndrome 5: 276-81 and insulin resistance: is there any association? A casecontrol study.
Subyek Penelitian n: 100 laki-laki dengan alopesia androgenetik, dengan umur 25-60 tahun. n: 100 lakilaki sebagai kontrol dengan umur 25-59 tahun.
Intervensi Hasil Penelitian dilakukan terdapat pengukur- hubungan an lingkar yang lengan, signifikan tekanan antara darah, alopesia trigleserid, androgeHDL-C, netik gula darah dengan puasa, sindrom serta metabolik, penghitu- dan ngan resistensi HOMAinsulin. IR.
Perbe-daan Tempat penelitian. Resistensi insulin dinyatakan dengan HOMA-IR >2.7