1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma metabolik merupakan sindrom yang terdiri atas faktor-faktor yang saling berhubungan dalam meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler, yaitu diabetes melitus (DM) atau peningkatan glukosa darah puasa, obesitas sentral, dislipidemia, dan hipertensi (Alberti et al., 2006; Kassi et al., 2011). Prevalensi sindroma metabolik terus meningkat. Prevalensi ini bervariasi tergantung kelompok ras/ etnis dan lingkungan (Alexander, 2003 dan Carlson, 2004). Di Amerika Serikat sindroma metabolik terdapat pada 25% orang dewasa usia > 20 tahun dan sampai 45% pada populasi > 50 tahun (Wang, 2012). Saat ini diperkirakan 20-25% populasi dewasa di dunia menderita sindroma metabolik dan kelompok ini berisiko untuk mengalami serangan jantung 3 kali lipat dibandingkan kelompok populasi tanpa sindroma metabolik (Alberti et al., 2006; Nestel et al., 2007; Grundy, 2008). Faktor resiko penting terjadinya sindroma metabolik adalah peningkatan berat badan dan indeks massa tubuh (IMT), sedangkan aktivitas fisik menghambat risiko sindroma metabolik (Carnethon et al., 2004). Modifikasi gaya hidup melalui penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik merupakan terapi klinis lini pertama pada sindroma metabolik. Terapi farmakologis diperlukan untuk mencapai sasaran terapi yang direkomendasikan pada guideline terkini (Grundy, 2004).
2
Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) adalah penimbunan lemak di hati yang tidak disebabkan oleh alkohol. Spektrum penyakit ini bervariasi mulai dari steatosis hati sederhana sampai nonalcoholic steatohepatitis (NASH), yang agresif karena dapat berkembang menjadi sirosis hepatis (Dabhi et al, 2008; Vanni et al, 2010). NAFLD dianggap merupakan manifestasi hepatal dari sindroma metabolik dengan resistensi insulin sebagai kunci patogenesisnya (Vanni et al., 2010). Resistensi insulin pada sindroma metabolik yang ditandai akumulasi lemak di hati yang berasal dari pelepasan asam lemak bebas akibat lipolisis jaringan lemak menyebabkan terjadinya NAFLD melalui perangsangan TNF-α dan hormon adipokine lain seperti leptin, resistin, adiponektin, dan melalui siklus Randle terjadi metabolisme glukosa dalam proses yang disebut glukoneogenesis di hati (Suyono, 2007). Asam lemak bebas plasma yang berasal dari lipolisis jaringan adiposa viseral merupakan sumber utama akumulasi trigliserida dalam hati (Vanni et al., 2010). Gangguan proses oksidasi dan sekresi timbunan asam lemak di hati yang berlebihan dapat menyebabkan steatosis hati. Deposisi lemak yang berlebihan merangsang peroksidasi lemak yang menghasilkan 4-hidroksinoneal dan malondialdehide (Umar & Rinella, 2008). Obesitas sentral, diabetes, deposisi besi, fibrosis berat dan usia secara bermakna meningkatkan risiko perburukan NASH diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan berlanjutnya epidemi obesitas dan diabetes. Prevalensi NAFLD pada populasi umum berkisar antara 10% sampai 39%, 50% pada pasien
3
DM, dan 57% sampai 74% pada pasien obesitas. Prevalensinya pada obesitas dewasa berkisar antara 22,5% sampai 52,8% (Machado & Pinto, 2005). Resistensi insulin merupakan kejadian reprodusibel sebagai faktor predisposisi NAFLD ditemukan pada lebih dari 90% kasus disertai manifestasi lain dari sindroma metabolik. Hubungan yang kuat antara resistensi insulin, peningkatan kadar asam lemak bebas plasma dan terjadinya NAFLD menyebabkan pemakaian obat-obatan yang meningkatkan sensitivitas insulin diduga akan mempengaruhi kadar asam lemak bebas dan berguna untuk pencegahan dan perbaikan NAFLD (Rector et al., 2008). Sampai saat ini belum ada terapi standar untuk NAFLD hal ini karena masih sedikitnya penelitian acak dan uji klinik pada manusia. Strategi terapi NAFLD saat ini difokuskan pada bagaimana mengurangi stress oksidatif dan jaringan lemak, memperbaiki resistensi insulin dan optimalisasi profil lipid. Salah satu terapi memperbaiki resistensi insulin adalah dengan metformin dan tiazolidinedione ( Quercioli et al., 2009 ). Metformin merupakan obat anti diabetes yang telah digunakan secara luas pada 50 tahun terakhir. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin, serta mengurangi kadar asam lemak bebas plasma dengan cara mengurangi efflux asam lemak bebas dari sel lemak (Rodriquez et al., 2004; Kirpichnikov, et al., 2002; Collier et al., 2006; Gonzalez-Barroso et al., 2012). Penelitian yang menguji efek metformin terhadap kadar asam lemak bebas plasma penderita DM memberikan hasil yang bervariasi. Metformin menurunkan keluaran glukosa hepatik dan mengaktifkan adenosin 5-monophosphate activated protein kinase (AMPK), yang
4
menghambat produksi glukosa, kolesterol dan trigliserida serta menstimulasi oksidasi asam lemak (Nakajima, 2012). Pemberian metformin pada penderita obese dengan NAFLD menunjukkan hasil perbaikan yang bermakna terhadap derajat steatosis dan parameter klinik lain seperti resistensi insulin, berat badan, dan kandungan lemak visceral (Tock, et al., 2010). Hipertensi merupakan komponen yang sering menyertai sindroma metabolik dan berpengaruh untuk terjadinya aterosklerosis.
Beberapa obat
golongan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin II receptor blockers (ARB) mempunyai efek menguntungkan terhadap kondisi resistensi insulin. Valsartan merupakan antihipertensi golongan ARB yang mempunyai peran memperbaiki fungsi sel–β dan sensitivitas insulin pada pasien dengan gangguan metabolisme glukosa ( Van der Zijl et al., 2011). Valsartan menurunkan stress oksidatif dan meningkatkan aktivitas paraoxonase (PON) yang ditemukan rendah pada pada binatang percobaan dengan Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) (Hussein et al., 2012). Valsartan mencegah progresifitas fibrosis hati pada DM tipe 2 pada binatang percobaan. Hal ini terkait dengan penurunan mediator-mediator inflamasi di hati (Qiang et al., 2012). Valsartan diharapkan memberikan kontribusi pada tatalakasana pasien dengan NAFLD. Pengaruh penggunaan metformin dan valsartan terhadap kadar asam lemak bebas plasma pada pasien sindroma metabolik dengan NAFLD belum pernah dilakukan.
5
B. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat pengaruh pemberian metformin dan valsartan terhadap kadar asam lemak bebas pasien sindroma metabolik dengan NAFLD?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian metformin dan valsartan terhadap kadar asam lemak bebas pasien sindroma metabolik dengan NAFLD.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pasien, peneliti maupun institusi, berupa: 1. Manfaat bagi pasien, dapat sebagai dasar pengelolaan sindroma metabolik dan NAFLD yang lebih baik. 2. Manfaat bagi peneliti, dapat mengetahui pengaruh pemberian metformin dan valsartan terhadap kadar asam lemak bebas pasien sindroma metabolik dengan NAFLD. 3. Manfaat bagi institusi, dapat menjadi sumber data dan bukti klinis mengenai pengaruh pemberian metformin dan valsartan terhadap kadar asam lemak bebas pasien sindroma metabolik dengan NAFLD. Penelitian ini dapat dijadikan acuan penyusunan prosedur tetap penanganan pasien sindroma metabolik dengan NAFLD.
6
4. Manfaat bagi ilmu pengetahuan, dapat menambah bukti klinis baru mengetahui pengaruh pemberian metformin dan valsartan terhadap kadar asam lemak bebas pasien sindroma metabolik dengan NAFLD.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur yang dilakukan oleh penulis, belum ada penelitian mengenai pengaruh pemberian metformin dan valsartan terhadap kadar asam lemak bebas pasien sindroma metabolik dengan NAFLD yang dilaksanakan di Indonesia. Daftar penelitian yang digunakan penulis sebagai acuan dalam penelitian ini dicantumkan dalam tabel 1. Tabel 1. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang terapi metformin dan valsartan pada NAFLD Peneliti/Metode
Judul
Manaf et al. (2008) Effect of metformin Uji klinis eksperimental, therapy on plasma Subyek: 156 penderita adiponectin obesitas dengan prediabetes in obesity with prediabetes patients Marchesini et al. (2001) Metformin in nonOpen label, single arm alcoholic Subyek: 20 penderita non- steatohepatitis alkoholic steatohepatitis Garinis et al.(2010) Metformin versus Open label, randomized dietary treatment in Subyek: 50 penderita non- non-alcoholic alkoholic steatohepatitis steatohepatitis
Hasil Kenaikan kadar adiponektin setelah terapi metformin 2x500 mg selama 12 minggu
Penurunan transaminase dan perbaikan resistensi insulin setelah terapi metformin 2 g/hari selama 4 bulan Perbaikan gambaran USG dan kenaikan kadar adiponektin setelah terapi metformin 1g/hari+ diet selama 6 bulan dibanding diet. Haukeland et al.(2009) Metformin in patients Perbaikan resistensi insulin, A randomized controlled with non-alcoholic penurunan kadar trial fatty liver disease transaminase setelah terapi Subyek: 48 penderita non metformin 6 bulan dibanding alcoholic fatty liver disease plasebo.
7
Valsartan Improves βCell Function and Insulin Sensitivity in Subjects With Impaired Glucose Metabolism
Perbaikan fungsi sel-β dan sensitivitas insulin setelah terapi valsartan selama 26 minggu dengan dosis 1x320 mg/hari.
Valsartan increases circulating Multicenter, open label Adiponektin Levels Subyek : 91 pasien dengan Without Changing DM dan hipertensi HOMA-IR inpatients with Type 2 DM and Hypertension Nagel et al.(2006) The effect of RCT, double blind, cross telmisartan on glucose over study and lipid metabolism Subyek : 20 subyek dengan in non diabetic, insulin resistensi insulin –resistant subjects
Peningkatan kadar adiponektin setelah terapi valsartan 1x80 mg selama 4 minggu dilanjutkan 1x160 mg selama 8 minggu.
Rodriquez et al. (2004) RCT, double blind Subyek : 21 subyek obese dengan resistensi insulin
Effect of metformin vs. placebo treatment on serum fatty acids in non-diabetic obese insulin resistant individuals
Pemberian metformin selama 20 minggu tidak memberikan perbedaan bermakna pada kadar asam lemak bebas.
Ichikawa (2007) RCT, open label Subyek : 53 pasien hipertensi dengan sindroma metabolic di Jepang
Comparative Effects of Telmisartan and Valsartan on Insulin Resistance in Hypertensive Patients with Metabolic Syndrome
Telmisartan 20 mg/hari meningkatkan sensitivitas insulin pada pasien hipertensi dengan sindrom metabolic dibandingkan dengan valsartan 40 mg/hari.
Van Der Zijl et al. (2011) A Randomized Controlled Trial Subyek : 40 pasien dengan gangguan metabolisme glukosa Lee et al. (2010)
Perbaikan sensitivitas insulin pada pemberian telmisartan 40 mg/hari selama 12 minggu. Kadar asam lemak bebas tidak berubah.