H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh: H.A. Yunus1
ABSTRAK Filsafat Pendidikan adalah upaya filsuf dalam mengkaji kritis, meluas, mendalam, dan bebas untuk mendapatkan sesuatu yang jelas berupa ilmu.adapun dalam perspektif Islam dapat disimpulkan bahwa Islam memandang Filsafat Pendidikan sebagai hal yang boleh atau syah-syah saja bahkan dianjurkan. Dalam kaitan penggunaan akal, telinga, mata, dan hati untuk membaca, menggali, dan mengkaji dengan kritis, meluas, mendalam, sistematis terhadap apa yang ada di alam semesta dengan akhirnya tetap memperhatikan Al-Qur`an. Filusuf muslim merupakan para-pendahulu yang meletakan filsafat pendidika
Islam. Mereka memandang filsafat sebagai
suatu kewajiban yang harus dilakukan. Filsafat membenarkan dan menjelaskan prinsip atau keyakinan yang logis. Dengan demikian, Filsafat Pendidikan memerlukan argumen-argumen rasional untuk mendukung pengetahuan itu.
Kata kunci: pedidikan, ilmu dan filsafat
1
Penulis adalah Profesor sekalugus Guru besar di Fakultas Agama Islam Universitas Majalengka
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
1
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
I. PENDAHULUAN Al-Qur`an menyuruh manusia mengkaji dan meneliti alam semesta ini sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, agar manusia menjadi manusia yang berilmu atau dalam arti mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah dan rahasiarahasia yang terkandung didalamnya demi kepentingan manusia sendiri sebab tanpa meneliti dan mengkaji alam semesta, manusia tidak akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya . Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur`an dianataranya adalah QS Al-`Alaq yang pertama kali diturunkan Allah kepada Nabi Saw., yaitu tentang membaca, karena membaca merupakan salah satu cara dalam mengkaji dan menelaah alam semesta ini. Manusia harus meyakini bahwa kebutuhan didunia ini akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu dan apalagi ditambah dengan semakin pesatnya perkembang biak manusia sehingga manusia dituntut untuk mengatasi berbagai persoalan atau problema yang disebabkan oleh perkembangan tersebut. Untuk mengkaji alam ini, Islam dapat melakukan melalui jalan Filsafat Pendidikan agar melahirkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia sebagaimana yang telah dicontohkan oleh filsuf Islam pada abadabad Ke-2 H. Seperti, Al-Kindi, Ar-Razi, Al-Farabi, Ikhwal As-Shafa`, Ibnu Miskawaih, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dll. Namun, istilah Filsafat Pendidikan di abad ke-1 H belum dikenal dalam Islam. Filsafat Pendidikan dikenal oleh Islam sejak terjadinya perkembangan-perkembangan Islam ke berbagai wilayah, seperti wilayah Persia dan Romawi. Kedua wilayah tersebut sebelum datang Islam sudah kental dengan Filsafat Pendidikan kemudian setelah Islam masuk ke wilayah tersebut, Islam menerima Filsafat Pendidikan ini walaupun menimbulkan pro dan kontra tentunya dengan berbagai alasan dilihat
dari
perspektif
agama
Islam
Dalam tulisan ini akan dibahas lebih detail mengenai Filsafat Pendidikan
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
2
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
dalam perspektif Islam agar kita semakin faham dan kita dapat mengetahui pandangan-pandangannya.
II. LITERATUR a. Pengertian Ilmu Menurut Qurai Shihab, kata ilmu terdapat 854 kali disebutkan dalam Al-Qur`an. Adapun ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan. Atau dapat dikatakan juga bahwa istilah ilmu berasal dari bahasa arab, yaitu kata kerja (fi`il) `Alima yang berarti mengetahui. Kata ilmu merupakan kata benda abstrak (masdar) dan kalau dilanjutkan lagi menjadi `Alim, yaitu orang yang mengetahui (subjek). Sedangkan yang menjadi objek ilmu disebut maklum atau yang diketahui. Dari rangkaian tersebut dapat kita katakan bahwa ilmu adaalah istilah umum untuk menyebut segala pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan (The Liang Gie: 2000). Jadi, dalam arti ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (sience in general) dan ilmu merupakan pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Adapun dari segi makna pengertian ilmu sekurang-kurangnya mencakup tiga hal, yaitu pengetahuan, aktifitas, dan metode. Tiga komponen tersebut dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut ini: 1. Menurut Ziauddin Sardar berpendapat bahwa ilmu / sains adalah cara mempelajari alam secara objektif dan sistematik serta ilmu merupakan suatu aktifitas manusia (Ziauddin Sardar: 2000). 2. Menurut Biezanz dan Mavis Biesanz (dua sarjana sosial), mereka mendefinisikan ilmu sebagai suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan atau sebagai kumpulan teratur pada pengetahuan (The Liang Gie: 2000).
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
3
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu mempunyai pengertian sebagai pengetahuan, aktifitas, dan metode. Jadi, kesimpulan penulis bahwa ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dari hasil aktifitas manusia dengan metode-metode tertentu dalam mendapatkanya dan ia juga merupakan hasil dari aktifitas manusia yang lebih mengutamakan kualitas objektif daripada kualitas subjektif yang berhubungan dengan keinginan individu manusia sehingga dengan ilmu, manusia tidak akan mementingkan dirinya sendiri dan akan mampu mendeskripsikan apa adanya. Pengertian tersebut dapat dikatakan oleh penulis betapa luasnya pengertian ilmu baik dari ranah ontologik, epistimologik, dan maupun aksiologiknya.
b. Pengertian Filsafat Dalam lisan Al-`Arab, kata Falsafah berakar dari kata Falsafa, yang memiliki arti Al-Hikmah. Kata falsafah dipinjam dari kata Yunani yang sangat terkenal, yaitu Philosophia, yang berarti kecintaan kepada kebenaran (wisdom). Para pengamat mengungkapkan, bahwa Filsafat Pendidikan terbentuk dari kata philos dan shopia. Philos berarti cinta, dan shopia artinya kebenaran. Jadi secara terminologi Filsafat Pendidikan berarti cinta kebenaran atau dapat dikatakan juga bahwa Filsafat Pendidikan adalah usahausaha mencari kebenaran yang sebenar-benarnya (Phylosophia: yunani). Namun, tidak semua usaha mencari kebenaran dapat disebut berfilsafat, karena usaha mencari kebenaran (filsafat) harus dilakukan melalui akal budi secara mendalam, sistematis, radikal, dan universal untuk mencari kebenaran yang hakiki mengenai segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Berfikir mendalam berarti menalar sesuatu permasalahan tidak pada sekedar tataran yang tampak pada permukaannya, tetapi menyelami baik yang tampak maupun yang tak tampak sehingga diketahui seluk beluk atau
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
4
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
akar-akar permasalahanya. Berfikir sistematis berarti menggunakan tahapantahapan serta urutan-urutan berfikir yang logis berdasarkan kaidahkaidahnya. Berfikir radikal beraarti berfikir kritis dan mengakar sehingga diketahui akar-akar permasalahan dalam sebuah masalah yang dikaji. Berfikir universal berarti memikirkan sesuatu secara menyeluruh dan objektif tanpa terikat pada dan oleh unsur-unsur subjektif. Dan adapun objek yang dibahas oleh Filsafat Pendidikan meliputi apa yang dapat dipikirkan dan yang mungkin dipikirkan oleh akal budi manusia, yang dapat dilihat oleh mata manusia atau yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia, dan yang materi ataupun yang immateri. Dalam tradisi filsafat, agar sampai pada suatu makna yang esensi terhadapa sesuatu seseorang harus melakukan penjelajahan secara radikal, logis, dan serius. Itulah sebabnya, Aristoteles memberikan komentar: “Apabila khendak menjadi seorang filsuf, anda harus berfilsafat, dan apabila tida mau menjadi seorang filsuf, anda harus juga berfilsafat. (Murtadha Munthahari: 1986) itu memberikan gambaran kepada kita semua bahwa dalam keadaan bagaimanapun kita harus menjadi filsuf. Dari uraian diatas kita sudah dapat memahami pengertian Filsafat Pendidikan menurut bahasa dan terminologi, kemudian berikut ini penulis perlu untuk menyajikan pendapat-pendapat para ahli mengenai pengertian filsafat, bagaimana pengertian Filsafat Pendidikan menurut para ahli? Berikut akan dipaparkan sebagai gambaran awal menuju pemahaman mengenai “Filsafat Pendidikan Perspektif Islam”: 1. Menurut Plato (427-347 SM), Filsafat Pendidikan tidak lain adalah suatu ilmu yang membicarakan hakikat sesuatu. Kemudian Aristoteles yang merupakan murid Plato mengatakan bahwa Filsafat Pendidikan adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika,
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
5
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
metafisika, dan pengetahuan praktis. Pengertian yang sampai kepada Aristoteles ini menunjukkan adanya perkembangan pengertian yang tidak hanya sekedar mencari hakikat kebenaran sesuatu, melaikan mencari kebenaran mencakup seluruh ilmu pengetahuan. 2. Al-Farabi mengatakan bahwa Filsafat Pendidikan ialah ilmu yang bertugas untuk mengetahui semua yang ada karena ia ada (al-ilmu bi almaujudat bima hiya maujudah), Imanuel Kant (1724-1831), salah seorang filsuf abad modern berpendapat bahwa, Filsafat Pendidikan adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan. 3. Bertran Arthur William Russel (1872-1831), adalah salah seorang filsuf inggris. Ia berpendapat bahwa Filsafat Pendidikan adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak dengan secara dangkal atau dogmatik sebagaimana kita lakukan dalam hidup sehari-hari atau dalam ilmu pengetahuan melainkan secara kritis. 4. Abdul Hakim dan Ahmad Saebani berpendapat secara filosofis, kesukaran memberikan definisi Filsafat Pendidikan dikarenakan oleh hal-hal sebagai berikut: 1) Setiap orang berhak memberikan definisi Filsafat Pendidikan sesuai dengan pengetahuan sebatas yang diketahuinya. Oleh karena itu, perbedaan dalam memberikan definisi merupakan hal yang wajar; 2) Setiap filsuf memiliki pengalaman sendiri-sendiri dengan kehidupan yang dihadapinya, dan definisi dapat diangkat dari berbagai situasi dan kondisi yang beragam sepanjang berkaitan dengan realitas kehidupan empirik para filsuf;
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
6
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
3) Filsafat Pendidikan sering dimaknakan secara luas untuk semua ruang lingkup
pengetahuan
yang
ujung-ujungnya
berrakhir
dengan
anggapan bahwa Filsafat Pendidikan merupakan induk pengetahuan.
C. Pengertian Filsafat Pendidikan Filsafat Pendidikan merupakan gabungan dua kata, yakni Filsafat Pendidikan dan ilmu. Sebagaimana yang sudah diuraikan oleh penulis tentang pengertian dua kata tersebut (Filsafat Pendidikan dan Ilmu). Dalam memberikan pengertian tentang Filsafat Pendidikan dan ilmu dijadikan satu istilah yang melahirkan satu pengertian, sangatlah sulit. Namun, dapat dikatakan bahwa keduanya memiliki keterkaitan erat antara satu sama lain. Kalau ilmu dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang jelas dan bermakna luas, dan Filsafat Pendidikan dapat dikatakan sebagai jalan untuk menggali hingga akar-akarnya, maka Filsafat Pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya filsuf dalam mengkaji kritis, meluas, mendalam, dan bebas untuk mendapatkan sesuatu yang jelas berupa ilmu. Dan ketika menjadi jelas maka dapat dikatakan sebagai Ilmu Filsafat.
III. PEMBAHASAN 1. Perspektif Islam terhadap Filsafat Pendidikan Berbicara mengenai Perspektif Islam terhadap sesuatu termasuk Perspektif terhadap Filsafat Pendidikan , maka tolok ukurnya adalah AlQur`an, Assunah, dan pendapat para tokoh filosuf muslim (filosuf muslim klasik dan modern). Pertama penulis akan coba meletakkan dalil dari AlQur`an dan Al-hadis. Kedua penulis akan mengutarakan pendapat para filusuf muslim. Dan ketiga penulis akan menganalisis sebagai upaya penyimpulan terhadap Filsafat Pendidikan perspektif Islam:
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
7
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
1) Dalil Al-Qur`an dan Hadis Nabi Saw. a. Mengenai belajar Allah Swt telah menyuruh manusia untuk membaca, membaca dalam banyak segi dilihat dari berbagai perspektif kehidupan, berkaitan dengan ini Allah Swt. Menurunkan wahyu yang pertama kali kepada Nabinya adalah Q.S. Al-Alaq: 1-5. b. Allah berfirman juga yang artinya: “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang didalam dada.” Dalam ayat ini penulis dapat katakan bahwa ada tiga hal yang ada dalam diri manusia sebagai agen filsafat, yaitu hati/mata hati, telinga, dan mata. Ketiga agen tersebut merupakan penggerak dalam berfilsafat. c. Allah berfirman :”sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” Salah satu tanda orang yang waras adalah orang yang dapat mengunakan akalnya untuk memahami adanya langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam sebagai tanda kekuasaan Allah. Dalam ayat ini Allah menyebutkan Akal, karena dengan akal kita dapat menalar sesuatu sebagaimana akal juga menjadi prasarat dalam filsafat. d. Allah juga berfirman: “dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur`an itu?” dalam ayat ini Allah menyebut kitab Al-Qur`an, dan kitab Al-Qur`an ini merupakan titik akhir dalam filsafat.
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
8
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
e. Hadis Nabi Saw, yang maksudnya, menyuruh kita untuk memikirkan tentang semua ciptaan Allah dan melarang manusia untuk memikirkan dzatnya. f. Masih banyak lagi ayat-ayat al-qur`an yang lain yang berhungan deangan Filsafat Pendidikan ini akan tetapi karena keterbatasan penulis makanya hanya beberapa poin diatas yang dapat di uraikan dalam tulisan ini. Tetapi beberapa poin diatas sudah dapat dijadikan kesimpulan terhadap Perspektif Islam terhadap Filsafat Pendidikan .
2. Perspektif Para filsuf Muslim 1) AL KINDI a. Perspektif Filsafat Pendidikan Al Kindi Al Kindi mencoba mempertemukan antara agama ( Islam ) dengan pengetahuan ( fisafat ), sehingga tidak bertentangan antara satu dengan yang lain. Al Kindi menolak Perspektif ulama tang menyatakan ,” kemahiran pengetahuan adaalah kufur ”. Corak pemikiran Al Kindi adalah rasionalis. Ia berusaha menyelami kegiatan akal untuk memperoleh kebenaran. Al Kindi menyatakan bahwa antara jiwa dan raga, satu dengan yang lain berbeda tapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Bimbingan itu dibutuhkan manusia
agar
manuisia
itu
lebih
serasi
dan
seimbang.
Ketidakseimbangan akan terjadi apabila salah satu dari unsur ini berkuasa. Umpamanya, jika rasa yang berkuasa, manusia akaan dikuasai oleh
hawa
nafsunya.
Untuk
mencapai
keseimbangan,
manusia
memerlukan tuntunan. Yang menuntun adaalh iman dan wahyu. Walaupun Al Kindi penganut rasionalitas dalam arti umum, tetapi dia tidak mendewakan akal.
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
9
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
b. Epistimologi Al Kindi Perspektif Al Kindi terhadap Epistemologi nampaknya dapat dilihat dari pandangannya melalui filsafat. Filsafat Pendidikan dirumuskan Al Kindi sebagai berikut, ”Filsafat Pendidikan adalah ilmu tentang hakekat ( kebenaran ) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu KeTuhanan, Ilmu Keesaan ( wahdaniyah ), ilmu keutamaan ( fadilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan”. Thonmas Michael menyimpulkan isi filasafat Al Kindi yaitu :
Ilmu pengetahuan realiitas yang meliputi : teologi (al-rububiyah), ontologi, dan akhlak serta ilmu-ilmu yang berguna lainnya;
Wahyu nabawi dan kebenaran filosofis selalu sesuai
Pencarian ilmu telah diperintahkan oleh Allah swt.
Argumen –argumen yang dibawa oleh Al Qur’an lebih menyakinkan daripada argumen filasafat. Kedua pengetahuan ini antara satu dengan yang lain tidak bertentangan, hanya dasar dan argumentasinya yang berbeda. Pengetahuan filasfat adalah pengetahuan yang berdasarkan akal, sedangkan pengetahuan Al Qur’an adalah pengetahuan yang berasal dari wahyu.
2) AL FARABI a. Filsafat Pendidikan Farabi Filsafat Pendidikan bagi Al Farabi adalah ” ilmu yang menyelidiki hakekat sebenarnya dari segala yang ada ini”. Dari rumusan diatas, dapat kita simpulkan, bahwa menurut Al Farabi fisafat itu adalah ilmu yang tujuannya mencari hakekat kebenaran segala sesuatu yang ada. Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
10
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Dengan kata lain, filasafat mempunyai obyek penyelidikan segala yang ada ( obyek material ) dengan tujuan untuk mencari hakekat obyek material tersebut (obyek formal). b. Epistimologi Al Farabi Berbicara mengenai Epistimologi Al Farabi, nampaknya banyak berkaitan dengan logika. Al Farabi memberi tujuh klasifikasi pengetahuan yaitu sebagai berikut; logika, percakapan, fisika, metafisika, politik, dan fiqih. Dari klasifikasi diatas, kelihatannya bagi Al Farabi logika paling erat hubungannya dengan metafisika. Logika bukan satu-satunya jalan memperoleh pengetahuan, tetapi lebih bersifat alat dan bukan pula jalan untuk mencapai kebenaran. Menurut Al Farabi ,” logika adalah ilmu tentang peraturan (pedoman) yang dapat menegakkan pikiran dan menunjukkan kepada kebenaran dalam lapangan yang tidak bisa dijamin kebenarannya. Menurut Al Farabi bahwa tujuan Filsafat Pendidikan itu memikirkan kebenaran. Dan oleh karena kebenaran itu hanyalah satu, satu macam dan serupa hakekatnya, mak semua filasafat itu pada prinsipnya tidak ada perbedaan. c. Pembagian Akal Menurut Al Farabi akal itu berjumlah sepuluh. Dasar penetapan itu adalah mengingat jumlah planet yang berjumlah sembilan. Tiap akal membutuhkan satu planet, kecuali akal yang pertama yang tidak membutuhkan planet
3) IBNU SINA a. Filasafat Ibnu Sina
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
11
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Pemikiran Filsafat Pendidikan Ibnu Sina bersifat rasional. Ibnu Sina dalam berFilsafat Pendidikan berusaha mensintesakan antara ajaran filasafat Aristoteles dengan Neo Platonisme. Bagi Ibnu Sina, Filsafat Pendidikan tidak lain adalah pengetahuan mengenai segala sesuatu ( benda ) sejauh mana kebenaran obyek itu dapat dijangkau oleh akal manusia. Ibnu Sina melihat akal dari dua arah, pertama dari segi teoritisnya dan yang kedua dari segi praktisnya. Yang teoritis, terbagi atas ilmu-ilmu fisika, matematika, dan metaphisika, sedangkan
yang praktis
disebutkannya dengan politik dan etika. b. Epistimologi Ibnu Sina Analisa Jalan Tengah : Yang paling erat hubungannya dengan epistimologi dalam Filsafat Pendidikan Ibnu Sina adalah masalah logika. Bagaimana kedudukan logika dalam filasat, telah lama menjadi persengketaan antara para filsuf, seolah-olah tidak ada penyelesainnya. Melihat keadan ini Ibnu Sina mencoba mencari penyelesaiyannya dengan memakai istilah analisa jalan tegah. Hasil analisa jalan tengah ini adalah ” barang siapa yang memandang Filsafat Pendidikan sebagai pelajaran teori dari sudut pandang secara keseluruhannya, akan menganggap, bahwa logika itu menjadi bagian Filsafat Pendidikan dan menjadi alat bagiannya.” Metoda Dalam berfilsafat Ibnu Sina menggunakan beberapa metoda yakni menggunakan metoda deduksi maupun metoda induksi. Mengenai metoda induksi, ia mempergunakan tanda yaitu sebab adanya dan tanda akibatnya. Disamping metoda induksi, ia mempergunakan pula metoda
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
12
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
meditasi yaitu metoda yang menyelidiki keadaan yang didalamnya diperoleh hakekat.
4) AL RAZI Nama lengkapnya adalah Muhammad Bakar bin Zakaria Al Razi. Al Razi memiliki cara berpikir dan berpendapat yang berbeda dengan filsuf-filsuf Islam lainnya. Perbedaaan yang paling ekstrim adalah tidak mengakui adanya wahyu. Karena itu ia digolongkan kedalam kelompok orang-orang atheis.Ajaran Filsafat Pendidikan Al Razi yang terkenal adalah ajaran Lima yang Kekal, masing masing yaitu :
Materi, merupakan apa yang ditangkap dengan panca indera tentang benda itu
Ruang, karena materi mengambil tempatnya
Waktu, karena materi berubah-ubah keadaannya
Diantara benda-benda ada yang hidup, karena itu perlu ada roh
Semua ini perlu Pencipta Yang Maha Bijaksan Lagi Maha Tahu, karena masih mengakui adanya Yang Maha Bijaksana maka Al Razi tidak dapat dikatakan sebagai atheis tetapi seorang monotheis yang percaya adanyan Tuhan. Corak pemikiran Al Razi adalah rasionalis eklektis. Rasioanalis artinya ia selalu mencari kebenaran dengan pangkal tolak kekuatan akal, dan eklektis asrtinya selektif. Mengikuti corak berpikir demikia inin, jelsaslah bahwa Al Razi secara implisit mengakui keterbatasan akal. Akal hanya dijadikan pangkal tolak untuk mengetahui segala sesuatu, termasuk untuk mengetahu adanya Tuhan.
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
13
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
5) IBNU BAJJAH a. Epistemologi Ibnu Bajjah 1. Perbedaan Manusia dengan Hewan Menurut Ibnu Bajjah, perbedaan yang mendasar antara manusia dengan hewan terletak pada akal yang dimiliki manusia. Dengan sifat akali ini manusia dapat menjadiakn dirinya sebagai mahluk yang melebihi hewan, sebab dari akal manusia dapat memperoleh pengetahuan. 2. Kebenaran Menurut Ibnu Bajjah, untuk memperoleh kebenaran, manusia harus melalui kebenaran itu sendiri. untuk sampai ketingkat itu, alatnya adalah filasafat murni. Dengan filasafat murni manusia dapat membersihkan hatinya dari pengaruh-pengaruh luar. Hal ini dapat dilakukannya dengan mengasingkan diri. b. Metoda Pemikiran Ibnu Bajjah merupakan perpaduan antara perasaan dengan akal. Dalam masalah pengetahuan fakta, dia mempergunakan metoda rasional
empiris,
tetapi
mengenai
kebenaran
Tuhan
dia
mempergunakan filsafat. Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh manusia apabila manusia itu menyendiri. Metoda ini disebut dengan metoda kesendirian.
6) AL GHAZALI a. Epistimologi Al Ghazali 1. Klasifikasi Pencari Kebenaran Dalam usaha manusia untuk mencapai kebenaran, menurut Al Ghazali terdapat empat kelompok manusia pencari kebenaran;
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
14
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
masing-masing kelompok memilki ciri khas sendiri-sendiri. keempat kelompok itu adalah : Kelompok Muttakalimun ( ahli teologi) yaitu yang mengaku bahwa dirinya sebagai eksponen intelektual Kelompok bathiniyah yang terdiri dari para pengajar yang mempunyai wewenang (ta’lim) menyatakan bahwa hanya merekalah yang yang mendapat kebenaran yang datang dari seorang guru yang memilki pribadi yang sempurna dan tersembunyi. Kelompok filsuf (ahli pikir) yang menyatakan diri sebagai kelompok logikus. Kelompok sufi, yang menyatakan bahwa hanya mereka yang dapat mencapai tingkat kebenaran dengan Allah melalui penglihatan serta pengertian secara bathiniyah. 2. Masalah Metoda Metoda-metoda yang digunakan oleh kelompok-kelompok diatas adalah sebagai berikut : Kelompok mutakallimun mempergunakan metoda debat untuk memperoleh pengetahuan Kelompok bathiniyah mempergunkan metoda yang disebut ta’lum yaitu metoda yang berpangkal tolak bahwa suatu kebenaran dapat diterima bila berasal dari seseorang yang dapat dipercaya yang disebut guru. Kelompok logikus, semata-mata mendasarkan kebenaran itu pada penalaran akal. Suatu masalah dianggap benar apabila logis diterima oleh akal.
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
15
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Kelompok sufi atau mistikus, dan metoda yang dipergunakan adalah kontemplasi (perenungan). 3. Akal dan wahyu Menurut Al Ghazali kecerdasan akal adalah merupakan satu tingkatan dari perkembangan manusia dimana ia diperlengkapi dengan mata untuk dapat melihat berbagai macam bentuk sesuatu yang dapat ma’kul (difahamkan), yang berada disamping akal pengetahuan. Menurut Al Ghazali pengetahuan yang diperoleh di dalam kebangkitan disebut ilham. Tetapi ilham bukan merupakan wahyu atau kenabian. Dari sini nampak jelas bahwa Al Ghazali membedakan antara wahyu dan ilham, disamping mengklasifikasi ilmu kedalam jenis pengetahuan laduny : Ilmu Laduny adalah ilmu yang menjadi terbuka dalam rahasia hati tanpa sebab datang dari luar. Selain pengetahuan di dapat dengan wahyu dan ilham, pengetahuan juga bissa diperoleh dengan cara antara lain : Mukasyafah yaitu pengetahuan ini berdasarkan keyakinan Muamalah yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat kata-kata atau berhubungan dengan kata-kata Fungsi pengetahuan menurut Al Ghazali : Mencapai kemajauan untuk mendapatkan pemenuhan diri Merupakan suatau cara yang proggresif untuk mengetahui Allah swt.
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
16
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
7) IBNU THUFAIL Nama yang sebenarnya adalah Abu bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail. Ajaran pokok Ibnu Thufail, empat diantaranya antara lain sebagai berikut : yang pertama urutan-urutan tangga ma’rifah ( pengetahuan ) yang ditempuh oleh akal; yang kedua akal manusia kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidakmmapuan dalam mengemukakan dalildalil pikiran, yaitu ketika hendak menggambarkan keazalain mutlak, ketidak akhiran jaman, qadim, dll.; yang ketiga manusia dengan akalnya sanggup mengetahui dasar-dasar keutamaan dan dasr-dasar akhlak yang bersifat amali dan kemasyarakatan.; dan yang keempat apa yang diperintahkan syari’at Islam dan apa yang diketahui oleh akal yang sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan, dan keindahan dapat bertemu kedua-duanya dalam satu titik tanpa diperlisihkan lagi. Dalam Filsafat Pendidikan Ibnu Thufail menggunakan beberapa metoda yaitu pada tahap pertama menggunkan metoda empiris dalam cara berpikirnya, tahap kedua dia menggunakan metoda rasional
8) IBNU AL ARABI Corak berpikir Ibnu Al Arabi sofistik, tetapi menafsirkan pengetahuan berdasar dengan interprestasinya sendiri. menurut Ibnu Al Arabi mistik itu diperoleh lewat pengalamn (rasa) dan pengetahuan aqli itu diperoleh lewat akal. Perpaduan pengetahuan itu merupakan bentuk pengetahuan yang paling tinggi nilainya. Kebenaran itu sendiri menurut Ibnu Al Arabi sebagai ma’rifah dan tujuan mistiknya tidak lain adalah menuju kepada keesaan Tuhan. Karena itu kebenaran pengetahuan mistik disebut ma’rifah. Metoda yang digunakan oleh Ibnu Al Arabi adalah inspirasi atau contemplation ). Inspirasi yang dimaksud adalah ilham yang datang dari
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
17
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Tuhan; dimana manusia dapat memperoleh gambaran yang terkandung dalam ilham tersebut. Pengetahuan ini (ilham) diperoleh manusia tidak harus dipelajari terlebih dahulu, namun kebenarannya tidak diragukan lagi.
9) IBNU KHALDUN a. Perspektif Ibnu Khaldun mengenai pengetahuan Ibnu Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi dua macam yaitu : 1. Ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faedah yang sebenarnya, dari ilmu itu sendiri, seperti ilmu –ilmu agama, ilmu alam, dan sebagian dai Filsafat Pendidikan yang berhubungan dengan Ketuhanan 2. Ilmu
yang
merupakan
alat
yang
mempergunakan
untuk
mempelajari ilmu pengetahuan jenis pertama itu, seperrti ilmu tata bahasa Arab, ilmu hitung, dan ilmu-ilmu lain untuk mempelajari agama, dan logika untuk mempelajari filsafat.. Menurut Ibnu Khaldun, pengertian adalah suatu gambaran yang berbentuk ingatan. Dari pengertian diperoleh penyimpulan, pada gilirannya penyimpulan memperoleh pengetahuan mengenai esensi.
10) IBNU RUSHD a. Hubungan Antara Agama dengan Filsafat Ibnu Rushd membantah anggapan yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat. Mereka yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan Filsafat Pendidikan adalah bagi mereka yang tidak memilki metoda untuk mempertemukan keduanya. Untuk mempertemukan keduanya dibutuhkan alat; alat itu adalah pikiran.. b. Metoda Ibnu Rushd
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
18
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Seperti diketahui, terdapat dua methoda umum, pertama adalah metoda
deduksi
dan
metoda
induksi.
Namun
Ibnu
Rushd
mempergunKn metoda khusus yang disebut metoda demonstrant, metoda inayah (perhatian) dan metoda ikhtira (penciptaan). Metoda pertama digunakan dalam memecahkan masalah-masalah filsafat, sedangkan metoda yang kedua dan ketiga digunakan khusus dalam pembahasan ilmu kalam.
3. Peran Filsafat Pendidikan Islam dalam Dunia Modern a. Menjawab Tantangan Kontemporer Pada saat ini, dalam Perspektif Mulyadhi Kartanegara, umat Islam telah dilanda berbagai persoalah ilmiah filosofis, yang datang dari Perspektif ilmiah-filosofis Barat yang bersifat sekuler. Berbagai teori ilmiah, dari berbagai bidang, fisika, biologi, psikologi, dan sosiologi, telah, atas nama metode ilmiah, menyerang fondasi-fondasi kepercayaan agama. Tuhan tidak dipandang perlu lagi dibawa-bawa dalam penjelasan ilmiah. Misalnya bagi Laplace (w. 1827), kehadiran Tuhan dalam Perspektif ilmiah hanyalah menempati posisi hipotesa. Dan ia mengatakan, sekarang saintis tidak memerlukan lagi hipotetsa tersebut, karena alam telah bisa dijelaskan secara ilmiah tanpa harus merujuk kepada Tuhan. Baginya, bukan Tuhan yang telah bertanggung jawab atas keteraturan alam, tetapi adalah hukukm alam itu sendiri. Jadi Tuhan telah diberhentikan sebagai pemelihara dan pengatur alam. Demikian juga dalam bidang biologi, Tuhan tidak lagi dipandang sebagai pencipta hewan-hewan, karena menurut Darwin (w. 1881), munculnya spesies-spesies hewan adalah karena mekanisme alam sendiri, yang ia sebut sebagai seleksi alamiah (natural selection).
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
19
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Menurutnya, hewan-hewan harus bertransmutasi sendiri agar ia dapat tetap survive, dan tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Ia pernah berkata, “kerang harus menciptakan engselnya sendiri, kalau ia mau survive, dan tidak karena campur tangan sebuah agen yang cerdas di luar dirinya. Oleh karena itu dalam Perspektif Darwin, Tuhan telah berhenti menjadi pencipta hewan. Dalam bidang psikologi, Freud (w. 1941) telah memandang Tuhan sebagai ilusi (bayangan). Baginya bukan Tuhan yang menciptakan manusia, tetapi manusialah yang menciptakan Tuhan. Tuhan, sebagai konsep, muncul dalam pikiran manusia ketika ia tidak sanggup lagi menghadapi tantangan eksternalnya, serti bencana alam dll., maupun tantangan internalnya, ketergantungan psikologis pada figur yang lebih dominan. Sedangkan Emil Durkheim, menyatakan bahwa apa yang kita sebut Tuhan, ternyata adalah Masyarakat itu sendiri yang telah dipersonifikasikan dari nilai-nilai sosial yang ada. Dengan demikian jelaslah bahwa, dalam Perspektif sains modern Tuhan tidak memiliki tempat yang spesial, bahkan lama kelamaan dihapus dari wacana ilmiah. Tantangan yang lain juga terjadi di bidang lain seperti bidang spiritual, ekonomi, teknologi dll. Tentu saja tantangan seperti ini tidak boleh kita biarkan tanpa kritik, atau respons kritis dan kreatif yang dapat dengan baik menjawab tantangan-tantangan tersebut secara rasional dan elegan, dan tidak semata-mata bersifat dogmatis dan otoriter. Dan di sinilah beliau melihat bahwa Filsafat Pendidikan Islam bisa berperan sangat aktif dan signifikan.
b. Filsafat Pendidikan sebagai Pendukung Agama Berbeda dengan yang dikonsepsikan al-Ghazali, di mana Filsafat Pendidikan dipandang sebagai lawan bagi agama, beliau (Mulyadhi
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
20
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
Kartanegara) melihat Filsafat Pendidikan bisa kita jadikan sebagai mitra atau pendukung bagi agama. Dalam keadaan di mana agama mendapat serangan yang gencar dari sains dan Filsafat Pendidikan modern, Filsafat Pendidikan Islam bisa bertindak sebagai pembela atau tameng bagi agama, dengan cara menjawab serangan sains dan Filsafat Pendidikan modern terhadap agama secara filosofis dan rasional. Karena menurut hemat saya tantangan ilmiahfilosofis harus dijawab juga secara ilmiah-filosofis dan bukan semata-mata secara dogmatis. Dengan keyakinan bahwa Islam adalah agama yang menempatkan akal pada posisi yang terhormat, saya yakin bahwa Islam, pada dasarnya bisa dijelaskan secara rasional dan logis. Selama ini Filsafat Pendidikan dicurigai sebagai disiplin ilmu yang dapat mengancam agama. Ya, memang betul. Apalagi Filsafat Pendidikan yang selama ini kita pelajari bukanlah Filsafat Pendidikan Islam, melainkan Filsafat Pendidikan Barat yang telah lama tercerabut dari akar-akar metafisiknya. Tetapi kalau kita betul-betul mempelajari Filsafat Pendidikan Islam dan mengarahkannya secara benar, maka Filsafat Pendidikan Islam juga adalah sangat potensial untuk menjadi mitra Filsafat Pendidikan atau bahwan pendukung agama. Di sini Filsafat Pendidikan bisa bertindak sebagai benteng yang melindungi agama dari berbagai ancaman dan serangan ilmiahfilosofis seperti yang saya deskrisikan di atas. Serangan terhadap eksistensi Tuhan, misalnya dapat dijawab dengan berbagai argumen adanya Tuhan yang telah banyak dikemukakan oleh para filosof Muslim, dari al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dll., seperti yang telah saya jelaskan antara lain dalam buku saya Menembus Batas Waktu. Serangan terhadap wahyu bisa dijawab oleh berbagai teori pewahyuan yang telah dikemukakan oleh banyak pemikir Muslim dari al-Ghazali, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Taymiyyah, Ibn Rusyd, Mulla Shadra dll.
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
21
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
IV. PENUTUP Filsafat Pendidikan adalah upaya filsuf dalam mengkaji kritis, meluas, mendalam, dan bebas untuk mendapatkan sesuatu yang jelas berupa ilmu. adapun dalam perspektif Islam dapat disimpulkan bahwa Islam memandang Filsafat Pendidikan sebagai hal yang boleh atau syah-syah saja bahkan dianjurkan. Dalam kaitan penggunaan akal, telinga, mata, dan hati untuk membaca, menggali, dan mengkaji dengan kritis, meluas, mendalam, sistematis terhadap apa yang ada di alam semesta dengan akhirnya tetap memperhatikan Al-Qur`an. Sebagaimana juga yang telah dilakukan oleh ketiga filusuf muslim diatas yang merupakan pendahulu-pendahulu fulusuf Islam sekarang ini dan seterusnya. Mereka memandang filsa fat sebagai suatu kewajiban yang dilakukan oleh ummat, karena dengan Filsafat Pendidikan berharap akan lahir ilmu-ilmu atau karya-karya baru untuk kepentingan umat manusia. Mereka memandang Filsafat Pendidikan sebagai sesuatu yang pokok, karena berkaitan dengan penggunaan akal. Dapat dikatakan juga bahwa dengan filsafat, kita berupaya memproduksi argumen-argumen logis untuk membenarkan dan menjelaskan prinsip atau keyakinan yang kita pegangi. Dengan demikian, Filsafat Pendidikan tidak sekedar pendapat atau omong kosong tak berarti. Orang yang meyakini doktrin agama tertentu, memerlukan argumen-argumen rasional untuk mendukung keyakinannya itu. Sebagai seorang manusia yang memiliki potensi pikir, tidak mungkin membiarkan begitu saja apa yang melekat dalam keyakinannya tanpa memikirkannya. Proses memikirkan inilah sesungguhnya kerja filsafat.
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
22
H.A.Yunus : Filsafat Pendidikan.........
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta : 1996 Al-Qur`an Terjemahan Departemen Agama RI Atang Abdul Hakim. Beni Ahmad Saebani, Filsafat Pendidikan Umum : Dari Metologi Sampai Teofilosofi, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 2008). Baharuddin, Umiarso, Sri Minarti, Dikotomi Pendidikan Islam: Historisitas dan Implikasi Pada Masyarakat Islam, (Jakarta, PT. Remaja Rosdakarya, 2011). http://balaghyelrasyid.blogspot.com/2013/02/normal-0-false-false-false-in-xnone-x.html http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/06/makalah-filsafat-Islam.html Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Pendidikan Islam: Telaah Sejarah dan Pemikirannya, (Jakarta, Kalam Mulia, 2012). Moh. Nurhakim, Metodologi Studi Islam, (Malang, Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 2006). Mulyadhi Kartanegara, Masa Depan Filsafat Pendidikan Islam “antara cita dan fakta”..Sebuah Paper Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta, Kalam Mulia, 2011). Sudarsono, Ilmu Filsafat Pendidikan – Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta : 2001 Supriyadi, Dedi, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam: Konsep, Filsuf, dan Ajaranya, (Bandung, Pustaka Setia, 2009
Al-Akhbar : Vol.8 No.3 Desember 2014
23