HIV/AIDS SEBAGAI ISU HUMAN SECURITY1 Oedojo Soedirham Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya e-mail:
[email protected] ABSTRACT HIV/AIDS epidemic today is not only a health issue but also in many aspects of human life. Its spread and impact that felt by all levels of community cause the importance of consequences for human security. The broad scale of the epidemic leads the United Nations Security Council to do historical effort by adopting 1308 resolution that not only stated health issue in the first time, but also specifically linked the spread of HIV/AIDS to nurture peace and global security. In the first part of the paper, it discusses about what is human security because the concept is a basic of the paper. Further, it discusses how HIV/AIDS can be considered as human security. At the end, it concluded with the recommendation especially for policy makers and practical workers. Key words: HIV/AIDS, health, human security
ABSTRAK Epidemi HIV/AIDS saat ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Penyebaran dan dampak HIV/AIDS dirasakan oleh semua lapisan masyarakat menyebabkan pentingnya konsekuensi bagi keamanan manusia. Skala luas epidemi membuat Dewan Keamanan PBB melakukan usaha sejarah dengan mengadopsi resolusi 1308 yang tidak hanya masalah kesehatan lain dalam waktu yang pertama, tetapi juga secara khusus terkait penyebaran HIV/AIDS untuk memelihara perdamaian dan keamanan global. Pada bagian pertama dari artikel ini, membahas tentang maksud dari human security karena konsepnya mendasar dalam artikel ini. Selanjutnya, membahas bagaimana HIV/AIDS dapat dianggap sebagai keamanan manusia. Pada akhirnya, disimpulkan dengan rekomendasi terutama bagi para pembuat kebijakan dan pekerja praktis. Kata kunci: HIV/AIDS, kesehatan, keamanan manusia
PENDAHULUAN Epidemic HIV/AIDS saat ini tidak hanya merupakan isu di bidang kesehatan saja. Penyebaran dan dampaknya yang dirasakan oleh setiap tingkatan masyarakat menyebabkan pentingnya masalah sebagai konsekuensi bagi human security. Luasya skala epidemi menyebabkan Dewan Keamanan PBB (The United Nations Security Council) untuk melakukan usaha yang bersejarah dengan mengadopsi resolusi 1308 yang tidak hanya menyatakan isu kesehatan untuk pertamakalinya, namun juga secara spesifik mengkaitkan penyebaran HIV/AIDS dengan pemeliharaan kedamaian dan keamanan global. 1
Di Indonesia sendiri, masalah HIV/AIDS ternyata semakin hari semakin menunjukkan ancaman yang serius bagi segala sektor kehidupan. Angka-angka bertambahnya kasus penyakit dan munculnya penyakit di daerah yang tadinya tidak ada kasus merupakan bukti nyata. Jika pada awalnya masalah ini dipandang hanya di dalam koridor kesehatan (baca: kedokteran) saja namun ternyata pandangan ini justru tidak dapat menghasilkan penanggulangan secara optimal. HUMAN SECURITY Apakah Human Security itu? Berbagai macam definisi tentang human security mulai dari organisasi tingkat dunia seperti PBB, UNDP, dari pemerintah seperti
Dipresentasikan pada Pertemuan Nasional HIV/AIDS ke 3, tanggal 5 – 7 Februari 2007, Shangri-La Hotel, Surabaya
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 25-35
Canada dan Jepang, sampai ke academic papers yang tentu saja tidak mengherankan mengingat pula bahwa hal ini merupakan konsep yang relatif baru. Dari berbagai definisi tersebut mungkin ada beberapa yang dapat dipakai sebagai standar untuk menentukan langkah lebih lanjut. Definisi menurut PBB (United Nations) adalah bahwa: “Human security in its broadest sense, embraces far more than the absence of violent conflict. It encompasses human rights, good governance, access to education and health care and ensuring that each individual has opportunities and choices to fulfill his or her potential. Every step in this direction is also a step towards reducing poverty, achieving economic growth and preventing conflict. Freedom from want, freedom from fear, and the freedom of future generation to inherit a healthy natural environment – these are the interrelated building blocks of human – and therefore national – security.” (Annan, 2000). Sementara itu Sadako Ogata sebagai mantan pejabat di UNHCR (United Nations High Commissioner on Refugees) mengatakan bahwa ada beberapa elemen kunci yang menyusun human security. Elemen pertama adalah kenungkinan bagi semua warga negara untuk hidup damai dan aman di dalam wilayah mereka sendiri. Hal ini menyatakan secara tak langsung kapasitas negara dan warganya dalam upaya mencegah dan menyelesaikan konflik melalui jalan damai dan sarana yang tanpa kekerasan dan, sesudah konflik selesai, kemampuan untuk secara efektif melakukan usaha-usaha rekonsiliasi. Elemen kedua adalah bahwa orang seharusnya menikmati semua hak dan kewajibannya tanpa diskriminasi. Hak-hak tersebut meliputi hak azasi manusia, politik, sosial, ekonomi, dan budaya – yang menjadi milik negara secara tak langsung.
Elemen ketiga adalah inklusi sosial – atau mempunyai akses yang sama terhadap pembuatan proses kebijakan politik, sosial, dan ekonomi, dan juga mendapatkan keuntungan yang sama dari aspek-aspek tersebut. Elemen keempat adalah penegakan hukum dan independensi system peradilan. Masing-masing individu di masyarakat seharusnya mempunyai hak-hak dan kewajiban yang sama dan menjadi subyek pada aturan-aturan yang sama (Ogata, 1998). Selanjutnya dikatakan oleh Ogata bahwa: “Threats to human security are varied – political and military, but also social, economic and environmental. A wide array of factors contribute to making people feel insecure, from the laying of landmines and proliferation of small arms, to transactional threats such as drugs trafficking, to the spread of HIV. …” (Ogata, 1999). Definisi dari United Nations Development Programme (UNDP) mempunyai esensi yang sama di mana: “Human security can be said to have two main aspects. It means, first, safety from such chronic threats as hunger, disease and repression. And second, it means protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life – whether in homes, in jobs or in communities. Such threats can exist at all levels of national income and development. The list of threats of human security is long, but most can be considered under several main categories: economic security, food security, health security, environmental security, personal security, community security, and political security” (UNDP, 1994). Konsep human security sekarang sudah dipakai secara luas untuk menjelaskan ancaman yang saling berkaitan yang rumit yang dihubungkan dengan perang saudara, genosida, dan displacement of populations. Perbedaan antara human security dan national security adalah penting. Sementara
Oedojo S., HIV/AIDS sebagai Isu Human Security.
27 national security berfokus pada pertahanan negara dari serangan eksternal, human security adalah tentang perlindungan individu dan masyarakat dari setiap bentuk pelanggaran politik. Human security dan national security sebaiknya – dan seringkali - saling memperkuat. Tetapi negara aman belum tentu rakyatnya aman pula. Melindungi warganya dari serangan asing merupakan kondisi yang diperlukan bagi keamanan individu, tetapi belum cukup. Memang, selama 100 tahun jauh lebih banyak orang yang terbunuh oleh pemerintah mereka sendiri ketimbang oleh tentara asing. Semua pendukung human security setuju bahwa tujuan utama adalah untuk melindungi individu. Tetapi konsensus dirinci atas dari ancaman apa yang seharusnya individu dilindungi. Para pendukung konsep yang „sempit‟ dari human security, yang menyokong the Human Security Report, berfokus pada ancaman kekerasan terhadap individu, sementara mengakui bahwa ancamanancaman tersebut dengan kuatnya dihubungkan dengan kemiskinan, kurangnya kapasitas negara dan berbagai macam ketimpangan sosioekonomi dan politik. Para pendukung konsep yang „luas‟ dari human security disebutkan dalam UN Development Programme‟s 1994, Human Development Report, dan the Commission on Human Security’s 2003Rreport, Human Security Now, mengusulkan bahwa agenda ancaman seharusnya diperluas dengan meliputi kelaparan, penyakit dan bencana alam karena hal tersebut membunuh jauh lebih banyak orang dibanding kombinasi perang, genosida dan terorisme. Meskipun masih merupakan hal yang diperdebatkan dalam masyarakat riset, kedua pendekatan terhadap human security adalah saling mengisi ketimbang saling berlawanan (The Human Security Report, 2005)
Menurut Wikipedia konsep ini tumbuh dari pendekatan multidisiplin sesudah Perang Dingin (Cold War) melibatkan sejumlah lapangan penelitian, meliputi studi pembangunan, hubungan internasional, studi stratejik, dan hak-hak manusia. Sementara para tradisionalis berfokus pada pertahanan suatu negara bangsa, individu adalah unit analisis dalam studi human security. Hal tersebut sekarang seringkali diajarkan di universitasuniversitas sebagai bagian dari hubungan internasional, globalisasi, atau studi hak-hak manusia. The United Nations Development Programme’s 1994 Human Development Report dianggap sebagai sebuah tonggak bersejarah publikasi di bidang human security. Laporan tersebut mengatakan bahwa human security rests on two pillars, freedom from want and freedom from fear, while threats to human security are divided into seven categories: economic, food, health, environmental, personal, community, and political security. Menggunakan definisi human security oleh the UNDP's 1994 Human Development Report, jangkauan keamanan global (global security) seharusnya diperluas dengan mencakup threats in seven areas: a. Economic security – Keamanan ekonomi memerlukan sebuah jaminan pendapatan dasar bagi individu – biasanya dari kerja yang produktif dan menguntungkan atau, sebagai usaha terakhir, dari jaring pengaman yang dibiayai oleh publik. Dalam hal ini, hanya sekitar seperempat penduduk dunia saat ini yang secra ekonomi aman. Sementara masalah keamanan ekonomi mungkin lebih serius di negara berkembang, perhatian juga timbul di negara maju seperti
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 25-35
Amerika Serikat. Di dua dasa warsa terakhir, jumlah pekerjaan di negara industri hanya meningkat setengah dari pertumbuhan GDP dan gagal untuk mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja. Di Amerika Serikat maupun negara-negara Eropa, hampir 15% dari penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Di negara berkembang, misalnya untuk remaja di Afrika di tahun 1980, angka pengangguran di atas 20%. Masalah pengangguran merupakan faktor penting yang mendasari ketegangan politis dan pelanggaran etnik. b. Food security – Keamanan pangan memerlukan bahwa semua orang setiap waktu mempunyai akses baik secara fisik maupun ekonomis untuk pangan pokok. Menurut PBB, ketersediaan pangan secara keseluruhan bukanlah masalah, melainkan seringkali distribusi makanan yang jelek dan kurangnya daya beli. Di masa lalu, masalah keamanan pangan telah dihadapi baik pada tingakt nasional maupun global. Akan tetapi, dampaknya terbatas. Menurut PBB, kuncinya adalah menyelesaikan masalah berkaitan dengan akses terhadap aset, kerja dan pendapatan yang terjamin (berhubungan dengan keamanan ekonomi). c. Health security – Keamanan kesehatan bertujuan untuk menjamin perlindungan minimal dari penyakit dan gaya hidup yang tidak sehat. Di negara berkembang, penyebab utama kematian adalah penyakitpenyakit infeksi dan parasit, yang membunuh 17 juta orang setiap tahunnya. Kebanyaka
kematian tersebut berhubungan dengan nutrisi yang buruk dan lingkungan yang tidak aman, khususnya air yang terpolusi. Di negara industri, pembunuh utama adalah penyakit peredaran darah, menyebabkan 5.5 juta kematian setiap tahun. Menurut PBB, baik negara berkembang maupun industri, ancaman terhadap keamanan kesehatan biasanya lebih besar pada si miskin di pedesaan dan khususnya anak-anak. Situasi bagi perempuan khususnya sulit. Satu dari bahaya yang paling serius mereka hadapi adalah melahirkan anak, lebih dari tiga juta perempuan meninggal karena berkaitan dengan kelahiran anak. d. Environmental security -Keamanan lingkungan bertujuan untuk melindungi manusia dari kerusakan alam jangka pendek maupun panjang, ancaman karena perbuatan manusia pada alam, dan keburukan lingkunagn alamiah. Di negara berkembang, satu dari ancaman lingkungan yang terbesar adalah terhadap air. Kelangkaan air semakin menjadi satu faktor dalam perselisihan etnik dan ketegangan politik. Pencemaran air juga menyebabkan kurangnya sanitasi yang aman di negara berkembang. Di negara industri, satu dari ancaman terbesar adalah pencemaran udara. Bahan pengotor (pollutants) berasal dari kendaraan, pabrik, dan pembangkit tenaga listrik adalah berbahaya bagi kesehatan. Misalnya di Los Angeles, 3.400 ton bahan pengotor dihasilkan setiap tahun. Pemanasan global (global warming) disebabkan oleh emisi rumah kaca
Oedojo S., HIV/AIDS sebagai Isu Human Security.
29 (greenhouse) adalah isu keamanan lingkungan yang lain. e. Personal security – Keamanan personal bertujuan melindungi orang dari kekejaman fisik, apakah dari negara atau negaranegara luar, dari individuindividu yang kejam dan aktoraktor sub-state, dari siksaan rumah-tangga, dan dari orangorang yang buas (predatory adult). Bagi banyak orang, sumber terbesar dari kecemasan adalah kejahatan, khususnya kekejaman kejahatan. Kecelakaan industri dan lalu lintas juga merupakan risiko besar. Di negara-negara industri, kecelakaan lalu-lintas merupakan penyebab kematian utama untuk kelompok usia 1530. Kekejaman (violence) di tempat kerja juga meningkat. Pada tahun 1992, lebih dari dua juta pekerja Amerika Serikat secara fisik diserang di tempat kerja mereka. Anak-anak juga merupakan korban kejahatan. Hampir 7.000 anak-anak Amerika Serikat meninggal karena luka tembak pada tahun 1992. f. Community security -Keamanan masyarakat bertujuan untuk melindungi orang dari hilangnya hubungan tradisi dan nilai dan dari kejahatan sektarian dan etnik. Masyarakat tradisional, khususnya kelompok etnik, termasuk yang paling banyak saling menyerang. Kirakira setengah dari negara-negara di dunia ini mempunyai pengalaman beberapa perselisihan antar etnik. PBB mendeklarasikan tahun 1993 sebagai the Year of Indigenous People untuk menyoroti kerentanan yang berkelanjutan dari 300 juta orang asli
(aboriginal people) di 70 negara seiring dengan meluasnya kejahatan yang mereka hadapi. g. Political security – Keamanan politik berkaitan dengan apakah orang hidup di masyarakat yang menghormati hak asasi mereka. Menurut survei oleh Amnesti Internasional, tekanan politik (poltical repression) penyiksaan yang sistematis, ill treatment atau orang hilang (disappearance) masih terjadi di 110 negara. Pelanggaran hak asasi sering terjadi selama terjadi pergolakan politik. Bersama dengan penekanan terhadap individu dan kelompok, pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap ide dan informasi. Dalam dunia yang ideal, tujuh kategori ancaman dari UNDP akan menerima perhatian dan sumber daya global. Sekarang usaha untuk mengoperasionalisasikan agenda hak asasi manusia telah menyebabkan munculnya dua mazhab utama pada bagaimana menerapkan konsep Human Security sebaik-baiknya -- "Freedom from Fear" and "Freedom from Want." Sementara kedua mazhab freedom from fear dan freedom from want setuju bahwa individual seharusnya menjadi tujuan utama dari keamanan, perbedaan muncul mengenai jangkauan yang tepat dari perlindungan (misalnya atas ancaman apa yang seharusnya seseorang perlu dilindungi) dan atas mekanisme yang tepat untuk merespon ancaman tersebut.: 1. Freedom from Fear – mazhab ini mencari pembatasan praktek Human Security untuk melindungi individu dari konflik kekerasan. Pendekatan ini menyarankan bahwa membatasi fokus terhadap kekerasan adalah pendekatan yang realistik dan
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 25-35
mudah dikelola bagi Human Security. Pendekatan ini juga disebut pendekatan "Humanitarian" atau "Safety of Peoples". Bantuan kegawatdaruratan, pencegahan konflik dan resolusi, peacebuilding adalah perhatian utama dari pendekatan ini. Canada, misalnya, adalah pemain yang penting dalam usaha melarang ranjau darat dan telah memasukkan agenda "Freedom from Fear" sebagai komponen utama dalam kebijakan luar negeri mereka. 2. Freedom from Want – menurut UNDP 1994, mazhab "Freedom from Want" berfokus pada ide dasar bahwa kekerasan, kemiskinan, ketimpangan, penyakit, dan degradasi lingkungan adalah konsep yang tidak dapat dipisahkan dalam menyatakan akar human insecurity. Berbeda dari "Freedom from Fear", mazhab ini mengembangkan fokusnya diluar kekerasan dengan menekankan pada tujuan pembangunan (development) dan keamanan. Jepang, misalnya, telah mengadopsi perpektif "Freedom from Want" yang lebih luas dalam kebijakan luar negeri mereka dan pada tahun 1999 diadakan dana perwalian (trust fund) PBB untuk promosi Human Security. Praktek Human Security Sementara debat tentang kelayakan penerapan agenda human security berasal dari ambiguitas konsep itu sendiri, pertanyaan lebih lanjut dan lebih dalam tentang pendekatan ini berkisar tentang bagaimana konsep ini telah di dan dapat dioperasionalkan. Pertanyaan mendasar bagi yang mengkritik dan mendukung adalah
dapatkah adaptasi pendekatan "human security" lebih baik melengkapi kemanusiaan untuk secara efektif berjuang dengan ancaman global yang dihadapi bersama. Lebih lanjut, seberapa mudah atau layak dikerjakan upaya-upaya tersebut? Alokasi sumber daya yang tersedia itu sendiri dapat menghalangi berbicara semua ancaman terhadap human security seperti yang diuraikan dalam Human Development Report dan Millenium Development Goals (Sachs, 2005). Aplikasi human security dapat diwujudkan dalam berbagai isu misalnya intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention), pengawasan persenjataan (arms control), terorisme (terrorism), penyakit khususnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi Human Security telah lama mengusulkan bahwa “jangkauan” keamanan global (global security) seharusnya diperluas dengan mencakup ancaman dari penyakit infeksi. Tujuan utama human security adalah perlindungan individu, dan penyakit infeksi (seperti HIV/AIDS, SARS, dan H5N1) adalah di antara ancaman yang paling serius yang sedang dihadapi individu di seluruh dunia. Karena sifat lintas nasional penyakit infeksi, pendekatan yang sepihak, kebijakan terhadap ancaman akan membuktikan tidak efektif pada jangka waktu yang lama. Oleh karenanya, dengan mengadopsi model Human Security yang berfokus pada individu dengan penekanan pada pencegahan, pemberdayaan perorangan, dan strategi pengobatan yang diberikan oleh sejumlah pelaku global mungkin merupakan pendekatan awal untuk berurusan dengan meningkatnya keragaman penyakit menular. Human security mendukung perluasan tanggung jawab untuk menjamin health security. Hal tersebut
Oedojo S., HIV/AIDS sebagai Isu Human Security.
31 bergeser dari tingkat nasional ke individu, masyarakat dan organisasi sipil, dan ke atas pada lembaga dan jejaring internasional. Jadi, memodernkan undang-undang dan peraturan kesehatan internasional, memupuk kemitraan antara sektor publik dan swasta dan juga meningkatkan komunikasi dan kerjasama diantara negara menjadi lebih penting. Misalnya HIV/AIDS di subSahara Afrika, pendidikan penduduk yang relatif rendah dan penetrasi pengetahuan tentang HIV/AIDS yang tidak cukup menyebabkan penduduk tidak menyadari dampak serius penyakit ini. Teknologi yangrendah, pengelolaan sumber daya yang tidak efektif dam implementasi kebijakan yang berkaitan oleh pemimpin selanjutnya menghalangi kontrol penyebarannya. Para pendukung Human Security menyarankan bahwa dengan memfokuskan pada beban kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat lokal dan individu respon kebijakan kita akan dapat mengungkap akar masalah. Perbandingan antara Pendekatan Tradisional dan Human Security Pendekatan keamanan tradisional (Traditional security) terutama menggunakan berbagai kebijakan kesehatan, yang mencakup manajemen rumah sakit, perundangan dalam peraturan dan penyediaan berbagai obat, mekanisme berkaitan dengan penyebaran pandemi (misalnya karantina), mengadakan berbagai kebijakan vaksinasi, pendidikan dan propaganda dll. Hal-hal tersebut utamanya berfokus pada penyediaan pelayanan medis. Meskipun kebutuhan manusia pada aspek kesehatan dinyatakan, tujuan akhir adalah meyakinkan bahwa negara tidak menderita kejadian luar biasa penyakit, yang akan mempengaruhi stabilitas dan kemakmuran ekonomi.
Disamping, pendekatan keamanan tradisional dalam aspek kesehatan terutama melibatkan implementasi kebijakan pemerintah dan pemberi layanana kesehatan yang berkaitan. Masyarakat umum hanyalah penerima, dan mereka jarang terlibat dalam reakisasi kebijakan-kebijakan tersebut. Bahkan, hal tersebut lebih kepada national-based dan jarang terlibat dalam kerjasama dengan tempat lain. Hanya baru-baru ini saja terdapat banyak usaha untuk memulai komunikasi untuk melaporkan kasus selama ada wabah penyakit. Sebagai tambahan, pendekatan keamanan tradisional lebih pada rasional untuk mempertahankan status kekuasaan negara, hal ini kadangkadang lebih banyak ketimbang keselamatan individual dan perhatian terhadap kesehatan. Terlepas dari kehati-hatian karena bahaya militer, suatu negara dapat juga menekankan perlindungan reputasi dan juga menjamin pembangunan ekonomi negara. Cina misalnya, pencegahan intervensi internasional peristiwa dalam negeri dan mengamankan turisme dan ekonomi mungkin menjadi alasan bungkamnya Cina dalam epidemi SARS pada tahun 2003. lambatnya penyingkapan data SARS akhirnya menyebabkan kejadian luar biasa penyakit ini di tempat lain. Bahkan dalam kasus H5N1, Cina telah dicurigai menyembunyikan kasus flu burung di beberapa propinsi selama berbulanbulan di tahun 2005. Proyek Sonagachi Di Calcutta, India, Proyek Sonagachi, disebut oleh UNAIDS sebagai model "best-practice" yang diterapkan untuk perempuan dan lakilaki dalam prostitusi, telah mencapai lebih dari 30.000 orang bekerja dalam sektor seks komersial dengan risiko HIV/AIDS, terutama melalui pelayanan
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 25-35
jemput bola berdasarkan kelompok sebaya. Proyek ini menunjukkan kekuatan kolektif dari organisasi yang berbeda dan pemerintah. Dimulai oleh the All India Institute of Hygiene and Public Health (AIIH&PH) pada tahun 1992 sebagai the STD/HIV Intervention Programme (SHIP), dalam konsultasi dengan the National AIDS Control Organization (NACO) of India, Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga Bengal Barat, dan WHO. Donor berikutnya adalah NORAD, DfID, dan HORIZONS/USAID. Juga termasuk dua organisasi non-pemerintah sebagai mitra, the Health and Eco-Defence Society dan the Human Development and Research Institute. Sejalan dengan prinsip-prinsip human security, pendekatan proyek ini berdasar pada kebutuhan individu, yang kemudian dilayani secara spesifik. Para peer-educator Proyek Sonagachi membantu menghentikan penyebaran HIV/AIDS di antara perempuan dan laki-laki dalam prostitusi melalui strategi yang dimaksudkan untuk emndapatkan kepercayaan dari mereka, mengurangi isolasi sosial mereka, meningkatkan partisipasi sosial mereka, dan menghadapi stigma dan diskriminasi. HIV/AIDS dan HUMAN SECURITY Dengan cara bagaimana HIV/AIDS merupakan isu dari human security? Ada dua dimensi pokok untuk HIV/AIDS dan human security. Yang pertama adalah ancaman terhadap pembangunan sosio-ekonomi dan yang lain adalah ancaman terhadap kehidupan manusia. Terdapat buktibukti yang luas yang mengatakan bahwa HIV/AIDS telah membuat tidak stabil semua tingkatan dan sektor masyarakat – berkisar dari rumah tangga ke pekerjaan, ke system kesehatan, ke pertanian, pertambangan,
transportasi, dsb. Pada tingkat ekonomi makro efek sangat penting, dengan konsekuensi berat yang dirasakan pada ekonomi tingkat nasional dan dengan kesejahteraan umum penduduk, termasuk efek balik pada umur harapan hidup dan angka melek huruf. Suatu bangsa dapat mengalami penurunan 1% dari GDP setiap tahunnya jika 20% dari populasi dewasa terinfeksi HIV. Dalam wilayah tertentu, HIV/AIDS membunuh orang secara massif. Dengan 35% dari populasi dewasa terinfeksi di Botswana dan 25% di Swaziland dan Zimbabwe, tidaklah mengherankan bahwa beberapa pemimpin dunia menyatakan bahwa epidemi HIV sebagai bencana nasional sekaligus ancaman terhadap keamanan global. Di Indonesia sendiri kasus HIV/AIDS semakin hari dilaporkan semakin bertambah kasusnya. Dari Ponorogo diberitakan bahwa di antara 33 orang yang diduga terinfeksi HIV/AIDS, sebanyak 12 orang positif sebagai pengidap AIDS dan mereka dari kalangan usia muda. Dua hal yang menjadi penyebab terinfeksi virus tersebut yakni pergaulan bebas dan penggunaan jarum suntik narkoba (Kompas, 2007a). Sementara itu oleh KPA Kabupaten Malang dilaporkan bahwa jumlah pengidap HIV/AIDS selama tiga tahun terakhir meningkat tajam. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2006 meningkat 200 persen, dari 27 orang menjadi 97 orang. Dari Kabupaten Malang dilaporkan bahwa saat ini terdapat 119 orang pengidap HIV/AIDS, 51 orang di antaranya dari Gondanglegi. Tingginya jumlah pengidap HIV/AIDS di Gondanglegi disebabkan adanya stereotype dalam perilaku pengidap dan masyarakat yang sama-sama tidak mendukung. Pemberian stigma, pengingkaran, dan ketidaktahuan dalam diri masyarakat serta pemerintah masih kuat. “HIV/AIDS tidak diakui secara jujur sebagai kenyataan sosial. Karena itu,
Oedojo S., HIV/AIDS sebagai Isu Human Security.
33 upaya sadar untuk menanggulangi tidak diterima terbuka. Setiap kali diketahui angkanya tinggi, orang terkaget-kaget,” tutur Adi Purwanto, Sekretaris KPA Kabupaten Malang (Kompas, 2007b; Kompas 2007c). Juga pernah dilaporkan oleh salah satu TV Swasta bahwa di Papua, daerah yang termasuk angka kejadiannya tinggi, sebagian besar kantong darah yang siap ditransfusikan ternyata tercemar dengan HIV. Dengan demikian pasien yang seharusnya perlu mendapatkan tambahan darah, misalnya karena terserang Demam Berdarah Dengue (DBD), terpaksa melakukan pilihan yang sangat sulit yang sama-sama membahayakan kesehatan dirinya yang pada akhirnya juga membahayakan hidupnya (human survival). Sementara itu kondisi untuk Kota Surabaya pun serupa. Pengidap HIV/AIDS naik tajam. Jumlah pengidap HIV pada tahun 2006 bertambah sebanyak 733 orang dan AIDS berjumlah 164 orang, sedangkan tahun 2005 jumlah pengidap HIV bertambah sebanyak 175 orang dan AIDS 146 orang. Sementara pada tahun 2004 jumlah pengidap HIV ada 217 orang dan AIDS sebanyak 104 orang. Terus bertambahnya jumlah pengidap HIV/AIDS karena pencegahan penyebaran penyakit belum dilakukan secara komprehensif. Penanganan penyakit ini masih ditangani dinas kesehatan, sedangkan dinas-dinas lainnya belum terlibat secara maksimal (Kompas, 2007d) Dari semua fakta yang ada jika dicermati maka keamanan perempuan (the security of women) khususnya ada pada resiko. Apakah hal tersebut economic security, food security, health security, personal atau political security, perempuan dan gadis remaja dipengaruhi dalam cara yang sangat spesifik berkaitan dengan perbedaanperbedaan fisik, emosi, dan material mereka dan dengan ketimpangan sosial,
ekonomi, dan politik antara laki-laki dan perempuan. Virus HIV mempengaruhi jaring-jaring di mana masyarakat tertentu saling terjalin dengan cara merusak keluarga dan memberikan kombinasi dampak yaitu stigma dan beban ekonomi. Situasi yang sulit ini merupakan hal yang umum dalam situasi yang damai namun sangat memburuk selama waktu-waktu konflik. Epidemic HIV mempunyai kapasitas yang besar untuk memperbesar semua masalah sosial dari lingkungan di mana hal itu terjadi. Efek perusak AIDS pada struktur sosial yang protektif adalah yang paling jelas dalam hubungan antara AIDS dan kemiskinan juga AIDS dengan konflik. Hubungan ini dijelaskan sebagai „negative synergy.‟ AIDS menyebabkan kemiskinan di mana hal itu belum ada sebelumnya tetapi ketika AIDS menyerang mereka yang sudah miskin maka dampaknya lebih hebat lagi – AIDS memperdalam dan memperpanjang kemiskinan. Pengurangan kemiskinan oleh karenanya sebagai bagian dari pengurangan kerentanan terhadap HIV dan pengurangan dampak AIDS. Di region lain misalnya, HIV/AIDS juga merupakan penyebab kematian utama di Sub-Sahara Africa – sebuah wilayah yang menderita baik dari kemiskinan dan ketidakstabilan. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi dunia yang hidup dengan HIV ada di wilayah ini. Virus ini membunuh lebih banyak anak muda dan wanita ketimbang perang dan konflik yang menghancurkan wilayah ini. Kebanyakan mereka yang terinfeksi adalah wanita (55%). Setengah dari infeksi HIV terjadi pada orang dibawah umur 25 tahun. Selain wanita dan remaja ada kelompok lain yang mempunyai risiko tinggi. Tentara dikatakan mempunyai sampai 5 kali
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 25-35
lebih tinggi angka infeksi disbanding masyarakat luas. Selama konflik, angka tersebut jauh lebih tinggi lagi. Interaksi antara ketiga kelompok tersebut perlu ditekankan. Yang pertama, tentara direkrut dari remaja ketika mereka aktif secara seksual. Kedua, karena kerentanan sosial dan ekonomi mereka, gadis remaja adalah yang lebih terpapar terhadap pemaksaan seksual, khususnya dalam situasi konflik. Di beberapa negara, satu di antara empat yang berusia antara 15 dan 19 hidup dengan HIV, dibandingkan dengan 1 dari 25 anak laki-laki pada kelompok umur yang sama. Pemahaman korelasi antara tentara, remaja dan wanita adalah penting dalam berurusan dengan pandemi ini dengan cara yang komprehensif dan realistik. REKOMENDASI 1. Pemberdayaan Perempuan Di banyak negara yang paling terkena HIV/AIDS adalah perempuan yang merupakan mayoritas yang terinfeksi. Hanya adIn satu cara untuk mengobati situasi ini. Apakah dalam lingkup pembangunan atau lingkup kemanusiaan, pentingnya pemberdayaan perempuan dan anakanak perempuan pada setiap tingkatan perlu ditekankan. Jika upaya nyata dibuat dalam arah ini, hal ini akan mengurangi kerentanan dan paparan terhadap HIV/AIDS. Misalnya dengan (1) penyediaan akses yang sama terhadap properti, pendidikan, pekerjaan, kesempatan ekonomi dan (2) dengan perlindungan hak-hak reproduktif dan seksual perempuan. 2. Penguatan Komitmen Internasional Resolusi 1308 Dewan Keamanan PBB telah membuka jalan untuk pengujian HIV/AIDS sebagai isu keamanan, terutama dalam operasi penjagaan perdamaian. Perempuan perlu diintegrasikan dalam upaya-upaya ini. Dewan Keamanan PBB juga telah
mengadopsi resolusi 1044 pada dampak konflik bersenjata pada perempuan yang dapat dikutip di sini: "requests the Secretary-General to provide to Member States training, guidelines and materials on the protection, rights and the particular needs of women, as well as the importance of involving women in all peacekeeping and peacebuilding measures, invites Member States to incorporate these elements as well as HIV/AIDS awareness training into their national training programmes for military and civilian police personnel in preparation for deployment, and further requests the Secretary-General to ensure that civilian personnel of peacekeeping operations receive similar training." 3. Terapi Komplementer Terapi komplementer (Kompas, 2007e) bagi pengidap HIV dianjurkan untuk membantu pengobatan modern yang menggunakan obat antiretroviral atau ARV. Terapi komplementer tidak untuk membunuh virus HIV, melainkan untuk meningkatkan daya tahan hidup mereka yang mengidap HIV sehingga tetap sehat dan produktif terutama sebelum berada pada fase AIDS. Terapi komplementer diberikan dengan cara, antara lain, akupresure, olah napas, meditasi, dan mengatur pola makan dengan mengkonsumsi makanan sehat. Olah napas ini sangat penting bagi mereka dengan HIV/AIDS karena terkait dengan CD4. CD4 adalah salah satu bagian dari antibodi yang mempunyai fungsi ganda, yakni memberi “komando” kepada organorgan tubuh untuk melawan virus yang masuk sekaligus sebagai jalur “tempur.” CD4 ini akan meningkat kalau kita melakukan latihan meditasi atau olah napas. DAFTAR PUSTAKA Annan, Kofi. 2000. Secretary-General Salutes International Workshop on Human
Oedojo S., HIV/AIDS sebagai Isu Human Security.
35 Security in Mongolia. Two-Day Session in Ulaanbataar. May 8-10. Harahap, Syaiful W. 2000. Pers Meliput AIDS. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kompas. 2007a 12 Orang Positif AIDS di Ponorogo. Rabu 24 Januari 2007, halaman K 2007b Gondanglegi Pegang Rekor HIV/AIDS. Jumat, 26 Januari 2007; halaman I 2007c HIV/AIDS karena Jarum Suntik. Senin 29 Januari 2007; halaman I. 2007d Pengidap HIV/AIDS Naik Tajam. Rabu 31 Januari 2007; halaman A 2007e Terapi Komplementer bagi Pengidap HIV. Kamis, 25 Januari 2007, halaman 13.
Ogata, Sadako 1998 Inclusion or Exclusion: Social Development Challenges For Asia and Europe. The Asian Development Seminar, 27 April. 1999 Human Security: a Refugee Perspective. At the Ministerial Meeting on Human Security Issues of the Lysoen Process” Group of Governments, Bergen, Norway, 19 May. Sachs, J.2005. The end of poverty, How we can make it happen in our lifetime. Penguin USA. United Nations Development Programme (UNDP). 1994. Human Development Report 1994. Pp. 23-25. New York: Oxford University Press.