DISTRIBUSI KONSENTRASI 137Cs DALAM TANAH PERMUKAAN CALON TAPAK PLTN DI DAERAH LEMAHABANG
Agus Gindo S., Erwansyah Lubis, Sudiyati, Budi Hari. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif
ABSTRAK
DISTRIBUSI KONSENTRASI 137Cs PADA TANAH PERMUKAAN CALON TAPAK PLTN DI DAERAH LEMAHABANG. Telah diteliti distribusi konsentrasi 137Cs pada tanah permukaan di daerah calon tapak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Lemahabang. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada arah timur, barat dan selatan pada radius 1 km dan pada jarak 2 km sebelah Selatan dari calon tapak. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan base-line data. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi rata-rata 137 Cs di daerah calon tapak berturut-turut adalah 0.69 ± 0.04 Bq/kg, 0.68 ± 0.03 Bq/kg, 0.68 ± 0.05 Bq/kg dan 0.67 ± 0.05 Bq/kg pada arah timur, barat dan selatan. Konsentrasi 137Cs yang diperoleh dari daerah Lemahabang ternyata jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan konsentrasi radionuklida yang sama yang diperoleh dari daerah Antartika dan Jepang. Hal ini memberikan informasi bahwa 137Cs di daerah calon tapak PLTN Lemahabang umumnya berasal dari jatuhan (fall out).
ABSTRACT
THE DISTRIBUTION OF 137Cs CONCENTRATION IN SURFACE SOIL AT NUCLEAR POWER PLANT (NPP) CANDIDATE SITE AT LEMAHABANG. The distribution of 137Cs in surface soil at Lemahabang site was carried out. The soil samples was taken at the radius of 1 km from NPP candidate site, in the east, west and south direction. The samples also was taken at the distance of 2 km in the south direction. The objective of the investigation is to obtain base-line data of 137Cs in surface soil. The results indicate that the 137Cs concentrations in Lemahabang site are 0.69 ± 0.04 Bq/kg, 0.68 ± 0.03 Bq/kg, 0.68 ± 0.05 Bq/kg and 0.67 ± 0.05 Bq/kg on east, west and south directions respectively. The 137Cs concentrations in Lemahabang are far below the concentration of the same radionuclide that found from in Antartica and Japan area. These results indicate that the 137Cs in Lemahabang site mostly comes from fall-out.
PENDAHULUAN Cesium (Cs) adalah logam dengan titik didih 28,5 oC dengan nomor atom 55 dan massanya 132,9, terdapat 35 isotop mulai dari 114Cs hingga
148
Cs. Sebagian besar
isotop Cs adalah isotop buatan yang dihasilkan melalui reaksi inti dan dari percobaan peledakan bom nuklir. Dalam terminologi radiation biology,
137
Cs merupakan isotop
yang signifikan dihasilkan pada percobaan peledakan bom nuklir dan mempunyai waktu-paruh 30,2 tahun, sehingga dapat tinggal di lingkungan dalam waktu relatif lama [1]. Percobaan peledakan bom nuklir di atmosfer telah dimulai semenjak tahun 1945 hingga 1980, periode ini merupakan pembuangan zat radioaktif buatan manusia ke lingkungan yang terbesar. Percobaan peledakan bom nuklir ini semenjak tahun delapan puluhan telah dilarang, selanjutnya percobaan banyak dilakukan di bawah
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
permukaan tanah ataupun di bawah permukaan laut seperti yang terjadi di lautan Pasifik. Percobaan tunggal dengan kekuatan 1 megaton akan memberikan hasil fisi 131I sebanyak 4200 PBq, 137Cs sebanyak 5,9 PBq dan 90Sr sebanyak 3,9 PBq dan berbagai jenis radionuklida lainnya. Seluruh percobaan peledakan bom nuklir di atmosfer yang pernah terjadi mencapai total daya 155 megaton [2]. Berdasarkan laporan United Nations Scientific Committee on the Efects of Atomic Radiation (UNSCEAR), radionuklida yang dihasilkan dari peledakan bom nuklir di atmosfer dan terdistribusi secara global adalah
137
Cs,
90
Sr dan
131
I masing-masing
sebanyak 910 PBq, 600 PBq dan 650000 PBq. Radionuklida ini menyebar secara global hingga stratosfir, keberadaannya di stratosfir dapat mencapai 1-5 tahun dipengaruhi oleh garis lintang dan ketinggian peledakan. Pada gilirannya radionuklida ini akan terdeposisi dipermukaan bumi, dikenal sebagai jatuhan debu radioaktif (fall-out) [3]. Deposisi radionuklida yang ditimbulkan dari percobaan bom nuklir di atmosfer berpotensi meningkatkan residu radioaktif ataupun peningkatan paparan radiasi latar di lingkungan secara global. Peningkatan residu radioaktif di alam selain berasal dari fallout juga dapat berasal dari operasi dan kecelakaan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), olah-ulang bahan bakar nuklir dan pemanfaatan radioisotop di berbagai
bidang
kehidupan.
Lepasan
efluen
radioaktif
ke
lingkungan
dari
pengoperasian reaktor dan instalasi daur ulang bahan bakar nuklir dan pengelolaan limbah radioaktif secara rutin bila dibandingkan terhadap percobaan bom nuklir atau pelepasan dari kecelakaan nuklir relatif kecil, karena jumlah radionuklida yang diperkenankan terlepas ke lingkungan dibatasi secara ketat dan dipantau secara kontinyu. Namun karena pelepasan yang terjadi berlangsung selama umur instalasi yang dapat mencapai 30-40 tahun, pelepasan ini dapat menjadi signifikan. Kegiatan ini mempunyai potensi meningkatkan residu radionuklida secara lokal di sekitar instalasi nuklir [5]. Daerah
Lemahabang
di
Semenanjung
Muria
merupakan
calon
lokasi
pembangunan dan pengoperasian PLTN pertama di Indonesia. Data dan informasi mengenai residu radionuklida buatan
yang terdapat dalam berbagai komponen
ekosistem Lemahabang secara lokal mutlak diperlukan untuk penyusunan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Andal), dan pengumpulan base-line data untuk melihat adanya kecenderungan atau perubahan yang terjadi bila PLTN kelak telah beroperasi. Dalam makalah ini disampaikan hasil penelitian distribusi konsentrasi
137
Cs yang
terdeposisi dalam tanah permukaan daerah calon lokasi PLTN di Lemahabang.
329
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
METODE Peralatan dan bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan seperti ; cangkul, sekop, gunting rumput, pisau, ember, kantong plastik, meteran, stiker label dan Geo Position Satellite (GPS). Peralatan persiapan contoh seperti; baki plastik, oven, ayakan ukuran 25 mesh, timbangan, beker marinelli 1 liter. Sedangkan peralatan cacah seperti : spektrometer gama yang dilengkapi dengan detektor Germanium kemurnian tinggi (HpGe) dan perangkat lunak Gamma Track untuk analisis jenis dan konsentrasi radionuklida. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pencacahan adalah Nitrogen cair dan sumber standar berupa matriks tanah yang mengandung 235U, 137Cs, 60Co untuk kalibrasi energi dan efisiensi. TATA KERJA Lokasi Lokasi pengambilan contoh dipilih pada daerah yang terbuka dan datar, serta hanya ditanami oleh tanaman rumput-rumputan tidak terdapat pohon-pohon besar. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada radius 1 km dari calon tapak PLTN, masing-masing satu lokasi pada arah Timur, Barat dan Selatan, serta 1 lokasi pada arah Selatan yang jaraknya 2 km dari calon tapak. Koordinat Lintang Selatan (LS) dan Bujur Timur (BT) lokasi pengambilan contoh ditentukan dengan menggunakan alat GPS, Pada Gambar 1 menunjukkan lokasi pengambilan contoh, masing-masing pada posisi LS. 06o 26' 02,9'', BT. 110o 47' 43,3'' ; LS. 06o 26' 10,8'', BT. 118o 47' 37,5'' ; LS 06o 26' 12,7'' , BT 110o 47' 24,6'' dan LS 06o 26' 28,8'' , BT 110o 47' 44,3''.
Gambar 1. Lokasi pengambilan contoh tanah di daerah Lemahabang
330
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
Pengambilan Contoh Tanah Permukaan Pengambilan contoh tanah permukaan dilakukan pada luasan 50 x 50 Cm hingga kedalaman 25 Cm, untuk tiap kedalaman 5 Cm tanah diambil dengan menggunakan sendok plastik secara hati-hati dan selanjutnya dimasukkan kedalam ember plastik volume 20 liter. Contoh tanah yang diperoleh dibersihkan dari akar-akar rumput, batu dan kerikil. Persiapan dan pencacahan contoh Contoh tanah untuk tiap kedalaman diambil sebanyak 5 kg dan dikeringkan di udara terbuka selama 2-3 hari dalam baki plastik. Contoh tanah selanjutnya dihaluskan dengan grinder (mortar guard) dan disaring dengan menggunakan saringan ukuran 25 mesh. Sebanyak 1 kg tanah yang telah disaring ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110
o
C hingga berat yang diperoleh tetap. Contoh tanah kering ini
dimasukan kedalam beker marineli volume 1 liter, ditimbang dan selanjutnya dicacah dengan alat cacah spektrometer gama selama 24 jam [4]. Analisis 137Cs Spektrum gama hasil pencacahan yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Gamma-Track untuk mendapatkan jenis maupun konsentrasi 137Cs yang terdapat dalam contoh tanah [4]. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengukuran dengan GPS, lokasi 1 – 3 berada dalam radius 1 km dan lokasi-4 berada pada jarak 2 km dari calon tapak PLTN. Daerah di luar radius 2 km merupakan daerah sawah dan perkebunan penduduk sehingga tidak dilakukan pengambilan contoh tanah. Lokasi pengambilan contoh tanah merupakan daerah ladang, karena daerah yang tidak dijamah (undisturb soil) sulit di peroleh di daerah Lemahabang. Distribusi konsentrasi daerah Lemahabang
137
Cs sebagai fungsi kedalaman pada tanah permukaan
ditunjukkan pada Gambar 2 dan Tabel 1. Konsentrasi
137
Cs di
tanah permukaan bergantung pada sifat adsorpsi dan pergerakan aliran air dalam tanah. Pergerakan air di dalam tanah ditentukan oleh intensitas curah hujan, ditribusi ukuran butiran dan porositas tanah. Sifat absorpsi ditentukan oleh perbandingan dan komposisi mineral tanah liat yang terkandung, senyawa organik, kapasitas pertukaran ion dan keasaman (pH) tanah. Parameter-parameter ini beragam antara satu tempat dengan tempat lainnya. Distribusi vertikal
137
Cs di dalam undisturb soil adalah rendah
kecuali pada tanah berpasir dan tanah laterite tropis. Rendahnya penetrasi/ distribusi
331
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
vertikal
137
Cs dalam tanah disebabkan oleh crystal lattices dari mineral tanah liat. Hal
ini yang menyebabkan rendahnya pelindian
137
Cs masuk kedalam lapisan tanah lebih
dalam, sehingga hanya terdapat dalam tanah permukaan dan akan diambil terbatas oleh akar tanaman [5,7,8]. Pada gambar 2 terlihat bahwa konsentrasi
137
Cs di 4 lokasi sampling sebagai
fungsi kedalaman menunjukan adanya penurunan konsentrasi terhadap kedalaman, walaupun tidak menunjukan penurunan yang mencolok. Hal ini terjadi dikarenakan tanah permukaan di calon tapak PLTN telah dimanfaatkan/ mengalami pengolahan (disturb soil) dalam kegiatan pertanian, sehingga mempunyai
kondisi fisika dan
kimiawi yang relatif homogen hingga kedalaman 25 Cm.
Konsentrasi (Bq/kg)
2.0
1.0
0.0 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
Kedalaman (Cm)
Gambar 2a. Distribusi konsentrasi137Cs dilokasi-1
Konsentrasi (Bq/kg)
2.0
1.0
0.0 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
Kedalaman (Cm)
Gambar 2 b.Distribusi konsentrasi 137Cs di lokasi-2
332
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
Konsentrasi (Bq/kg)
2.0
1.0
0.0 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
Kedalaman (Cm)
Gambar 2c. Distribusi konsentrasi 137Cs di lokasi-3
Konsentrasi (Bq/kg)
2.0
1.0
0.0 0-5
5-10
10-15
15-20
20-25
Kedalaman (Cm)
Gambar 2d. Distribusi konsentrasi 137Cs di lokasi-4 Tabel 1. daerah
Konsentrasi 137Cs Bq/kg (berat kering) pada tanah permukaan Lemahabang, lokasi 1-4. Lokasi
Kedalaman, Cm 0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 Rentang Rerata Deviasi standar
1
2
3
4
0,74 0,72 0,70 0,65 0,62 0,62-0,74 0,69 0.04
0,73 0,71 0,69 0,65 0,64 0,64-0,73 0,68 0,03
0,75 0,72 0,70 0,62 0,62 0,62-0,75 0,68 0,05
0,74 0,70 0,69 0,62 0,60 0,60-0,74 0,67 0,05
Jenis tanah permukaan di daerah Lemahabang pada kedalaman 0-2 meter umumnya adalah tanah Tuff yang berwarna kemerahan dan bercampur dengan butiran
333
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
pasir halus, mempunai koefisien permeabilitas K = 1,0 x 10-4 m/detik dan keasaman pada pH. 5,5 – pH. 6,6 [6]. Terlihat bahwa lapisan tanah ini selain tercampur dengan butiran pasir halus juga mempunyai koefisien permeabilitas yang moderat dan keasaman yang relatif netral, sehingga jenis tanah ini tidak mudah jenuh oleh air. Bila terjadi deposisi basah (wet deposition), air yang mengandung berbagai senyawa/ mineral akan mudah bermigrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam, oleh karena itu konsentrasi 137Cs sebagai fungsi kedalaman relatif tidak jauh berbeda. Umumnya
137
Cs akan terserap sangat kuat pada mineral-mineral lilit dan mika.
Faktor lain yang menyebabkan lemahnya ikatan antara
137
Cs dengan partikel tanah
karena adanya partikel organik. Partikel organik ini umumnya berada pada lapisan 137
Cs tidak terkonsentrasi pada
permukaan tanah. Pada Gambar 2 terlihat bahwa
lapisan 0 – 5 Cm atau 5 – 10 Cm saja. Hal in memberikan informasi bahwa jenis tanah di daerah calon tapak miskin dengan mineral-mineral lilit, sehingga
137
Cs akan terlindi
kelapisan tanah yang lebih dalam dengan adanya air hujan. Konsentrasi 137Cs di lokasi 1 s/d lokasi 4 berturut-turut adalah 0,69 ± 0,04 Bq/kg; 0,68 ± 0,03 Bq/kg, 0,68 ± 0,05 Bq/kg dan 0,67 ± 0,05 Bq/kg. Tingkat konsentrasi antara lokasi 1 s/d lokasi 4
tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf
kepercayaan 90 %. Besaran konsentrasi
137
Cs yang relatif sama di sekitar calon tapak
PLTN, hal ini akan memudahkan dalam perencanaan pemantauan lingkungan bila PLTN beroperasi. Perbandingan konsentrasi
137
Cs di calon tapak PLTN daerah Lemahabang
dengan daerah Antartika dan Jepang sebagai negara industri nuklir, ditampilkan pada Gambar 3.
16.55
Konsentrasi (Bq/kg)
20
15
10
5
0.68
1.40
0
Calon PLTN
Antartika
Jepang
Lokasi
Gambar 3. Konsentrasi 137Cs di daerah Lemahabang, Antartika dan Jepang
334
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
Daerah Antartika merupakan daerah yang tidak terdapat adanya kegiatan nuklir, sehingga 137Cs yang terdapat di tanah permukaan daerah ini dapat diasumsikan hanya berasal dari fall-out saja. Konsentrasi
137
Cs di daerah Antartika adalah sebesar 1.40 ±
0.40 Bq/kg. Jepang merupakan negara industri nuklir dimana listrik dihasilkan dari PLTN mencapai 34,3 % [9] selain itu Jepang merupakan satu-satunya negara di dunia sebagai korban bom atom. Berdasarkan hasil penelitian tahun 1985, konsentrasi
137
di tanah permukaan di Jepang mencapai 16.55 ± 0.37 Bq/kg [4,6]. Konsentrasi
137
Cs Cs
yang terdapat di daerah Lemahabang bila dibandingkan dengan daerah Antartika dan di Jepang menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95 % dimana konsentrasi
137
Cs pada tanah permukaan di daerah Lemahabang jauh lebih rendah
dibanding daerah Antartika, hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi
137
Cs di calon
tapak PLTN hanya berasal dari fall-out bukan berasal dari kegiatan lainnya.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa, 1.
Distribusi vertikal
137
Cs dalam tanah permukaan di daerah calon tapak PLTN
hingga kedalaman 25 Cm dari permukaan tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini terjadi selain karena jenis tanah permukaan di sekitar calon tapak merupakan tanah pertanian (disturbing soil). Pengolahan tanah pada kegiatan pertanian telah menyebabkan kondisi tanah hingga kedalaman 25 Cm mempunyai komposisi fisika dan kimiawi yang relatif homogen. 2.
Konsentrasi rata-rata 0.68 ± 0.04 Bq/kg.
137
Cs di calon lokasi PLTN di daerah Lemahabang adalah
Bila dibandingkan dengan konsentrasi radionuklida yang
sama yang terdapat di daerah Antartika (1.40 ± 0.40 Bq/kg dan dengan di negara Jepang (16.55 ± 0.37) Bq/kg, menunjukkan konsentrasi
137
Cs di calon tapak
PLTN hanya berasal dari fall-out bukan berasal dari kegiatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA 1.
ULI FIELITZ., Investigations on The Behavior of 137 Cs in Wild Boar and Other Bioproducts of Forests., Final Report Summary of the research project StSch 4324., 2005.
2.
BENNET B. G., “Exposure from worldwide release of radionuclides”., Proceedings of a Symosium on Environmental Impact of Radioactive Release, IAEA,Vienna, 1995.
3.
UNSCEAR, Ionizing Radiation : Sources and Biological Effects, New Tork,1982.
4.
BATAN, Prosedur Analisis Contoh Radioaktivitas Lingkungan, Jakarta, 1998.
335
Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2005
5.
HASHIMOTO, T., MORIMOTO, T., IKEUCHI, Y., YOSHIMIZU, K., TORII, T. and KOMURA, K. “Survey of Artificial Radionuclides in the Antartic”, Proc. NIPR Symposium on Antartic Geosciences, No. 2, Tokyo, 1988.
6.
NEWJEC INC., Topical report on Geological and Geophysical Studies of the Semenanjung Lemahabang, Jakarta, 1996.
7.
NIRS-R., “Radioactivity Survey Data in Japan”. No. 106, ISSN 0441-2516, Japan, 1996.
8.
WALLING D. E., “Use of 137Cs and other fallout radionuclides in soil erosion investigations”, : Progress, Problems and Properties, IAEA–TECDOC–1028, Vienna, July 1998.
9.
IAEA Bulletin., Quarterly journal of the IAEA., Nuclear share of electicity generation, vol.44, Vienna, 2002.
336