AFoCo Regional Project Component 2
Kajian Alternatif Pola Penghidupan Bagi Masyarakat Lokal Dr. Dodik Ridho Nurrochmat (IPB); Dr. Meti Ekayani (IPB); Nana Haryanti, M.Sc (BPTKP DAS Solo); Rubayi Al Hasan, S.Sos (Balai Penelitian Teknologi HHBK Mataram) ; Eny Widya Astuti, S.TP (IPB); Dyah Puspitaloka, S.E. (IPB)
Bogor, 14 April 2015
Latar Belakang
Masyarakat Pedesaan Rentan Perubahan Iklim
Strategi Adaptasi di Sektor Mata Pencaharian
Tujuan dan Ruang Lingkup
Tujuan
Ruang Lingkup
• Evaluasi pola penghidupan alternatif dengan cara: • Identifikasi jenis-jenis pola penghidupan alternatif dan dampak keberhasilan • Analisis manfaat ekonomi dari masing-masing jenis pola penghidupan dan evaluasi pola penghidupan alternatif yang bermanfaat • Sintesis kebijakan pemungkin (enabling policy)
• Evaluasi kemungkinan dampak perubahan iklim • Rekomendasi alternatif pola penghidupan dan kebijkan pemungkin (enabling policy)
Metodologi
Waktu dan Tempat No
Kegiatan
Nov 1
1
Presentasi
2
Studi Literatur
3
Kunjungan lapangan
4
Pembahasan dan Penyusunan Laporan
2
3
Des 4
1
2
3
Jan 4
1
2 3 4
Pengumpulan data: sekunder (studi literatur) dan primer (kunjungan lapang), dengan mempertimbangkan: (1) Keragaman lokasi (Jawa, luar Jawa), obyek (HP, HK, HL, APL) & sistem pengelolaan hutan (HKm, HTR, Hutan Rakyat, dsb.) (2) Keterbatasan waktu dan dana
Metodologi
Data Sekunder
Kebijakan terkait Pengelolaan Hutan Bersama dan Berbasis Masyarakat No
Judul
Lembaga
Keterngan
1
UU 41/1999 jo. UU 19/2004 tentang Kehutanan
Pemerintah
-
2
UU 6/2014 tentang Desa
Pemerintah
-
3
PP 6/2007 jo. PP 3/2008 tentang Tata Hutan
Pemerintah
-
4
PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
Pemerintah
-
5
Peraturan-Peraturan terkait Hutan Rakyat (HR)
Kemenhut
6
Peraturan-Peraturan terkait Hutan Tanaman Rakyat Kemenhut (HTR) Peraturan-Peraturan terkait Hutan Kemasyarakatan Kemenhut (HKm) Peraturan-Peraturan terkait Hutan Desa (HD) Kemenhut
Terkait lain Terkait lain Terkait lain Terkait lain
7 8
dg sektor dg sektor dg sektor dg sektor
Metodologi
Data Sekunder
Daftar judul artikel jurnal ilmiah yang direview
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Judul Efektivitas kelembagaan lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan pada masyarakat Rumahkay di Seram Bagian Barat, Maluku Analisis perbandingan beberapa skema pinjaman untuk pembangunan hutan tanaman berbasis masyarakat Indonesia Pembangunan kelembagaan pinjaman dana bergulir hutan rakyat Konflik tanpa henti: pemukiman dalam kawasan TN Halimun Salak Kontribusi aktivitas wisata alam di TN Way Kambas terhadap perekonomian setempat Pengaturan hak-hak penguasaan atas hutan penelitian Potensi pengembangan hutan kemasyarakatan di hutan produksi Way Terusan, Lampung Tengah Merealisasikan Pembayaran Jasa Lingkungan: Pembelajaran dari Berbagai daerah Evaluasi kebijakan pelaksanaan sistem agroforestrydi Indonesia Masalah kelembagaan dan arah kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan
Penulis Ohorella et al.
Tahun Publikasi 2011
Nugroho
2011
Nugroho Prabowo et al.
2010 2010
Rakatama
2008
Martin Elvida YS dan Prahasto Nurfatriani
2008 2008
Alviya dan Suryandari Kartodiharjo
2006
2008
2006
Metodologi
Data Sekunder No
Daftar judul laporan yang direview Judul
Penulis
Tahun Publikasi 2012
1
Analisis Perubahan Tutupan Hutan di Kabupaten Rokan Hilir dan Siak Provinsi Riau: Peningkatan Peran Pemerintah, Kebijakan, dan Kelembagaan dalam Pengurangan Emisi dari Degradasi Hutan dan Deforestasi
Wijaya dan Khalil
2
Pedoman untuk Mempelajari Berbagai Dampak Proyek REDD+ bagi Mata Pencarian Deforestation and Forest Degradation in Lombok Island, Indonesia: Causes and Consequences Technical Report: Review Infrastructure Framework and Mechanism Related to SFM as Important Option in Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation Kajian Dampak Sosial: Pengelolaan Hutan di KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Profil Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat di Kawasan Hutan Pembaharuan Tata-Pemerintahan Lingkungan Menciptakan Ruang Kemitraan Negara-Masyarakat Sipil-Swasta Co-Management of Protected Areas: the Case of Community Agreements on Conservation in the Lore Lindu National Park, Central Sulawesi, Indonesia
Jagger et al.
2011
Fakultas Kehutanan IPB Nurrochmat DR
2011
Perhutani KPH Banyuwangi Utara Pusrenhut Dharmawan et al.
2008
Mappatoba dan Birner
2004
Potensi Hutan Rakyat (Tanaman Perkebunan dan Hortikultura) Indonesia 2003 Forests for Poverty Reduction: Opportunities with Clean Development Mechanism, Environmental Services and Biodiversity
Pusrenhut
2003
FAO Regional Office Asia Pacific
2003
3
4 5
6 7 8
9 10
2011
2005 2005
Metodologi Data Sekunder
Daftar judul buku yang direview No
Judul
Penulis
Tahun Publikasi 2014
1
Land Rehabilitation in Extreme Zone: Learning From A/R CDM in East Lombok
Siregar dan Ridwan
2 3
Hutan Tanaman Pangan; Realitas, Konsep dan Pengembangan Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan
Puspitojati et al.
4
Hutan Rakyat: Sumbangsih Masyarakat Pedesaan untuk Hutan Tanaman
Puspitojati et al.
2012
5 6
Managing the Last Frontier of Indonesian Forest in Papua*
Marwa et al. Nurrochmat et al.
2010 2005
7 8 9
Pemasaran Produk-Produk Agroforestry Kehutanan Multipihak: Langkah Menuju Perubahan
Sundawati et al. Yuliani et al. Sardjono
2005 2004 2003
10
Resiliensi Kehutanan
Darusman et al.
2003
Ekonomi Politik Kehutanan: Mengurai Mitos dan Fakta Pengelolaan Hutan
Mosaik Sosiologis Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik dan Kelestarian Sumberdaya
Hakim dan Wibowo
2013 2013
Metodologi
Data Primer Lokasi dan Pelaksanaan Kunjungan Lapang Lokasi
Tanggal Pelaksanaan
Tim Ahli
Kab. Kutai Kartanegara Prov. Kalimantan Timur
12-14 Desember 2014
Ketua Tim: Dr. Dodik Ridho Nurrochmat (IPB) Asisten: Juwaid Purwanto, SP (LSM BIOMA, Kaltim)
Kab. Wonogiri Prov. Jawa Tengah
21-23 Desember 2014
Ketua Tim: Dr. Dodik Ridho Nurrochmat (IPB) Asisten: Dr. Meti Ekayani (IPB) Nana Haryanti, M.Sc (BPTKP DAS Solo) Dyah Puspitaloka, S.E. (IPB)
Kab. Lombok Tengah Prov. Nusa Tenggara Barat
31 Desember 2014 – 4 Januari 2015
Ketua Tim: Dr. Dodik Ridho Nurrochmat (IPB) Asisten: Dr. Meti Ekayani (IPB) Rubayi Al-Hasan, M.Si (BPK Prov. NTB) Eny Widiya Astuti, S.TP (IPB)
Metodologi
Metode Pengumpulan Data Primer
Observasi Lapang
Focus Group Discussion
Key Person Interview
Metodologi
Pendekatan Analisis Pertanyaan Kunci
• Perubahan apa yang terjadi pada pola penghidupan masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta lingkungan mereka? • Apakah aset atau modal masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang paling penting dalam mendukung pola penghidupan dan pengelolaan hutan lestari? • Bagaimana masyarakat di dalam dan sekitar hutan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim? • Kebijakan pemungkin (enabling policy) apa yang diperlukan untuk mendukung keberhasilan program pengelolaan hutan bersama/berbasis masyarakat?
Batasan Kajian
• On-Forest • Pengelolaan Hutan • Off-Forest • Pengolahan • Tata Niaga • Kelembagaan • Mengacu pada: • Analisis berbasis literatur • Analisis berbasis empiris • Rekomendasi & sintesis kebijakan pemungkin (enabling policy)
Hasil dan Pembahasan
Kebijakan Pengembangan Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Hutan Desa (HD) Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
Pengelolaan Hutan Pola Kemitraan Hutan Rakyat (HR)
Hasil dan Pembahasan
[1]
Sumber: Dephut (2007)
Matriks Silang Opsi Strategi Pengelolaan Sumberdaya Alam Berdasarkan Tipologi Sumberdaya Alam, Sosial dan Otoritas[1]
Hasil dan Pembahasan Governance Costs
GC
GC2
GC3
GC1
E2 C2
Perverse Social capital
E Social capital
C3
GC Pure State Management GC3Co-Management GC1’ Co-Management with social capital GC2’’ Co-Management with perverse social capital
E1 C1 C
O
B
A
C
Care intensity
Sumber: Birner & Wittmer(2000); Nurrochmat (2005), dimodifikasi
Pengaruh modal sosial dalam biaya pengelolaan sumberdaya alam
Hasil dan Pembahasan
Modal Sosial Lemah Kuat
Kapasitas Negara Lemah
Kuat
Community Based Management
Collaborative Management
Private
State Management
Sumber: Birner & Witmer (2000a); Nurrochmat (2005a) dimodifikasi
Opsi kelembagaan pengelolaan hutan berdasarkan kapasitas negara dan modal sosial
Kab. Kutai Kartanegara Prov. Kalimantan Timur
Tiga jenis tanaman pokok yang biasa ditanam masyarakat sekitar hutan: Komoditas Karet Unggul – berpotensi menjadi HTR atau Hutan Desa
Potensi • Sudah ada pemasaran ke Kalimantan Selatan – masyarakat sudah terbiasa menanam dengan pola tumpang sari • Bisa disadap di umur 5 tahun
• Volume getah mencapai 2x dari karet alam • Pekerjaan penyadapan karet tidak terlalu berat • Potensi penyadapan: 15 kg/ hari (asumsi pohon 400-500 pohon/ha) • Dapat ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian sampai umur tiga tahun • Dapat ditumpangsarikan dengan tanaman kayu gaharu
Kendala Harga tidak stabil
Komoditas Kelapa Sawit – tanaman pembanding
Potensi • Sudah menguasai teknik • Sudah memberikan hasil secara ekonomi • Dapat ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian sampai dua tahun
Kendala • Harga TBS sawit cenderung menurun • Lokasi pabrik pengolahan jauh, jika TBS terlambat sampai pabrik maka kualitasnya menurun • Pupuk kimia bersubsidi susah didapat • Pupuk organik belum bisa mensubstitusi pupuk kimia, karena jumlahnya tidak memadai.
Komoditas Buah Naga
Potensi • Keuntungan finansial lebih besar daripada sawit
Kendala Harga fluktuatif
• Mudah dibudidayakan di tanah marginal, tumbuh dengan baik di lahan bekas tambang
• Hanya memerlukan sedikit pupuk • Jarang terkena hama/ penyakit • Dapat ditumpangsarikan sepanjang daur dengan berbagai tanaman pertanian. Gaharu
• Tanaman pagar
• Sistem bagi hasil 60% : 40%
Tingkat keberhasilan inokulasi dan pasar belum jelas
Jati
• Lahan yang tersedia cukup luas.
Tidak tumbuh optimal (kemungkinan lahan kurang sesuai).
Lada, cabe, nanas, pisang
• Lahan sesuai, pasar tersedia, harga baik
Tidak tahan naungan
Usulan/Kebutuhan Masyarakat:
Mesin pencacah untuk pupuk organik & papan ternak dalam skala besar. Budidaya tanaman non-konvensional yang tidak memerlukan lahan besar (misalnya: jamur merang) Pabrik pengolahan di dekat lokasi (sawit, karet) Pelatihan pengolahan (misal: pengolahan buah naga) Kegiatan reklamasi tambang hendaknya melibatkan masyarakat lokal Sistem tumpangsari kayu dengan tanaman budidaya sepanjang daur yang memiliki nilai ekonomi tinggi (misal: kopi) Apabila pemerintah ingin memperkenalkan komoditas baru, baiknya disiapkan juga pasarnya (inisiasi kerjasama pemasaran) – jahe, buah naga.
Dokumentasi Kegiatan
Penanaman lahan bekas tambang (KP) di lahan masyarakat dengan buah naga
Kebun jati rakyat tanaman tahun 1999 di Kab. Kutai Kartanegara
Kebun karet rakyat di Kab. Kutai Kartanegara
Potensi buah naga di lahan marginal dan lahan terdegradasi
Kab. Wonogiri Prov. Jawa Tengah
Manfaat dari hutan rakyat Manfaat ekonomi (kayu)
Manfaat lingkungan (nonkayu)
Hasil kayu membantu pemenuhan kebutuhan mendesak
• Lebih penting daripada manfaat kayu
• Kemudahan mendapatkan air • Iklim yang lebih sejuk
Produk utama yang dapat memberikan manfaat ekonomi: Komoditas
Kayu (sertifikasi LEI, penyiapan sertifikasi FSC)
Potensi
Prioritas tanaman kayu: 1) Jati Merupakan tanaman utama 2) Sengon - Menguntungkan lebih cepat panen - Tidak bisa ditanam di seluruh daerah di Wonogiri 3) Mahoni
Kendala
Kesesuaian lahan
Pertimbangan dalam menentukan prioritas: kondisi/ kesesuaian lahan, bukan harga jual Tanaman bawah tegakan (Empon-empon)
Dapat tumbuh terus sepanjang daur
Empon-empon bernilai ekonomi tinggi – masa panen lama.
Tanaman bawah tegakan (Tanaman pertanian: padi, jagung)
Nilai ekonomi tinggi
Hanya pada saat belum tertutup naungan
Kendala dalam mengembangkan hutan rakyat Kendala Modal
Keterangan • Perlu adanya kredit tunda tebang • Kendala kredit tunda tebang: (kelembagaan, avalis)
• Inventarisasi aset pohon sulit dilakukan • Tata waktu singkat dan info yang tidak memadai • Isian form rumit dan kompleks
• Skema pemberian kredit langsung ke petani merupakan skema yang sulit untuk dikontrol (tidak bankable) • Meskipun kredit tunda tebang ada, tebang butuh tetap berjalan
Kendala Pasar
Keterangan • Harga bakul lebih rendah dari harga pasar, namun harga bakul tidak terpaut jauh satu sama lain karena ada asosiasi pedagang
• Rendahnya harga beli karena bakul harus menanggung ongkos tenaga kerja dan transportasi SDM
• Kurangnya SDM generasi muda • Solusi: menciptakan lapangan kerja di desa
Biofisik
Lahan marginal
Teknis
Minim kegiatan pemeliharaan (pemangkasan, penjarangan) – perlu kajian apakah diperlukan kegiatan pemeliharaan intensif.
Dokumentasi Kegiatan
Peserta Diskusi Mengisi Kartu Kendali. Penggunaan Kartu Kendali Merupakan Salah Satu Metode Pengambilan Data dalam Proses Focus Group Discussion.
Tim Ahli/ Fasilitator Menyusun Kartu-kartu Kendali yang Telah Diisi oleh Peserta Diskusi.
Tipe-Tipe Hutan Rakyat di Wonogiri & daerah lain di Pulau Jawa
HR tumbuh pada lahan-lahan milik yang luasannya relatif kecil (<1 ha): pekarangan, tegalan, sawah, kebun HR tipe pekarangan
HR tipe kebun
HR tipe tegalan
HR tipe pematang sawah Sumber: PSP3 IPB (2012)
30
Kab. Lombok Tengah Prov. Nusa Tenggara Barat
Manfaat terpenting dari hutan:
Ekologi
• Sirkulasi air
Ekonomi
•
Meningkatkan tiingkat kesejahteraan/ekonomi masyarakat
•
Meningkatkan tingkat Pendidikan masyarakat (mampu membiayai pendidikan ke jenjang lebih tinggi)
• Mencegah banjir, tanah longsor
• Iklim (temperatur undara terjaga dan tidak panas lagi) • Sumber mata air
•Sumber penghasilan dari hutan: Komoditas
Kayu
Potensi
Kendala
Menerapkan jarak tanam dan • Sistem penjualan: borongan penjarangan (di kebun/Hutan Rakyat) • Sistem penebangan: tebang habis. Dengan umur tebang sengon: 7-10 tahun dan mahoni: 15 tahun • Luas kepemilikan lahan sempit (0,5-1ha)
Komoditas Kopi
Potensi Potensi penanaman kopi arabika (saat ini masyarakat menanam kopi robusta – rasa dianggap lebih enak)
Kendala • Kondisi saat ini: kopi sudah hampir habis, dijual untuk omprongan tembakau
• Hama: monyet • Pengelolaan lahan produksi kopi yang diambil alih oleh Pemda untuk diserahkan hak kelolanya kepada masyarakat tidak dibarengi dengan peraturan yang jelas
Komoditas Aren
Potensi
Kendala
• Penghasilan dari aren • Tidak semua orang bisa cukup besar dibandingkan memanen aren pisang • Adanya mitos dalam • Harga jual gula aren pemanenan aren sangat bagus Rp 45.000/ kg • Penjualan tuak aren lebih menguntungkan • Potensi panen aren: 20-30 dibandingkan dengan L/ pohon, 1 penyadap dengan gula aren dapat memanen 8 pohon/ hari • Pengolahan gula aren: Gula cakep dan semut
Komoditas
Potensi
Kendala
Kakao
Banyak terdapat di HKm dan HR
Banyak hama/ penyakit, sehingga umur 6-7 tahun sudah ditebang
Pisang
Site sesuai, pasar sangat baik (1,6 M/bln)
Tidak tahan naungan
Durian
Dapat menutupi penurunan hasil pisang
Keuntungan rendah karena penjualan dengan sistem borongan dan belum ada pengolahan durian lebih lanjut; terlalu banyak masyarakat yang menanam durian
Nangka
Site sesuai
Hanya untuk konsumsi pribadi
Manggis
Site sesuai, pasar potensial untuk dikembangkan
Belum memperoleh dukungan instansi terkait
Komoditas
Potensi
Kendala
Air terjun di Aik Berik
Wisata alam
Manajemen wisata yang masih perlu ditingkatkan (kebersihan, kenyamanan, dsb.)
Danau di Aik Bual
Wisata alam (pemancingan)
Belum dikembangkan
Segara Anak
Wisata alam (trekking)
Wisata minat khusus
Kendala pengembangan HKm: Distrust terhadap lembaga-lembaga tertentu Kelembagaan pemasaran Infrastruktur fisik (jalan di lokasi HKm) Peningkatan pengawasan keamanan
Dokumentasi Kegiatan
Tim ahli/fasilitator menyusun kartu kendali yang sudah diisi oleh peserta diskusi
Salah satu pintu/jalur trekking ke Danau Segara Anak dan Gunung Rinjani
Kelembagaan masyarakat pengelola ekowisata
Kesimpulan
Alokasi lahan untuk pemanfaatan hutan skala kecil berdasarkan data RKTN sangat kecil, hanya sekitar 4% dari total luas kawasan hutan sehingga pembangunan PHBM, terutama kegiatan pengelolaan hutan BERSAMA masyarakat (CFM) adalah sebuah keharusan melengkapi kegiatan pengelolaan hutan BERBASIS MASYARAKAT (CBFM). Faktor penyebab utama yang mengubah pola penghidupan masyarakat: faktor ekonomi (harga komoditas, akses pasar) terbatasnya luas kepemilikan lahan dan kondisi lahan (migrasi ke sektor non-lahan – menjadi buruh dsb.) fragmentasi lahan hutan (dari perladangan berpindah menjadi menetap) Pengelolaan hutan berbasis/bersama masyarakat Di Jawa: CBFM (hutan rakyat); CFM (PHBM Perhutani) - relatif baik pada kondisi negara kuat dan modal sosial kuat. Di luar Jawa: kondisi lahan hutan yang semakin terfragmentasi –perubahan pola dari perladanngan berpindah menjadi menetap, menanam sesuai dengan kebiasaan, harga komoditas dan akses pasar.
Kesimpulan Lokasi
Faktor Pendorong Keberhasilan
Komoditas
Kabupaten Wonogiri
• Harga kayu tinggi • Kemudahan pemasaran kayu • Kondisi lahan berbatu
Kabupaten Lombok Tengah
tingginya permintaan terhadap beberapa tanaman tumpang Pisang, pohon sari terutama pisang (sebagian besar ditanam di dalam buah-buahan kawasan hutan)
Kabupaten Kutai Kartanegara
•
•
•
masyarakat banyak bereksperimen melakukan tumpang sari berbagai jenis pohon dan tanaman berdasarkan aspek kondisi tempat tumbuh maupun harga komoditas. lahan-lahan terdegradasi berat seperti lahan bekas tambang saat ini telah dapat ditanami oleh masyarakat dengan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi adaptif terhadap kondisi iklim ekstrem, misalnya buah naga. dibangunnya infrastruktur jalan yang baik sehingga mempermudah
Jati (dapat tumbuh di lahan marjinal), sebagian mahoni & sengon
Karet, buah naga, lada, sawit
Kesimpulan
Kombinasi insentif ekonomi dan kondisi lahan juga menjadi faktor penting terjadinya perubahan pola penghidupan masyarakat. Pelibatan atau partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan adalah suatu keharusan, namun “partisipasi” yang kurang tepat bahkan tidak sesuai dapat mengurangi efektivitas capaian program kehutanan dan berpotensi memicu konflik dalam pengelolaan hutan. Ada tiga persoalan umum yang dihadapi oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan untuk memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yaitu: Masalah
Solusi
keterbatasan kapasitas sumberdaya manusia
program-program pelatihan, studi banding, dan pendampingan
keterbatasan akses pasar
Infrastruktur
Ketidaksinkronan kebijakan baik antara pusat dan daerah, maupun kebijakan antar sektor
hanya dapat diatasi jika diketemukan sumber masalah, dapat mengatasi sumber masalah, dan dikeluarkannya kebijakan pemungkin.
Kesimpulan
perangkap arus utama (mainstream) pemikiran rimbawan yang mendikotomikan secara “sangat kaku” jenis-jenis tanaman kehutanan yang “diakui” sebagai tanaman hutan dan bukan tanaman hutan. Keberhasilan pengelolaan hutan berbasis/bersama masyarakat tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan peraturan teknis tetapi juga memerlukan adanya kebijakan pemungkin (enabling policy). Rekonstruksi tenurial dan tata kelola hutan harus dimulai dari meluruskan kekeliruan pola pikir yang rancu antara “kawasan hutan” dengan status hutan (hutan negara, hutan hak, dan hutan adat) dan fungsi hutan (konservasi, lindung, produksi) Konsep penguasaan dan pengurusan hutan termasuk dalam “ruang kuasa” kehutanan, sedangkan pengelolaan dan pemanfaatan hutan termasuk dalam “ruang kelola” kehutanan. Rumitnya tata usaha hasil hutan merupakan disinsentif bagi pengembangan usaha pemanfaatan hutan, termasuk pengelolaan hutan berbasis/bersama masyarakat.
Rekomendasi Kebijakan (1)
Strategi komunikasi dan pelibatan masyarakat lebih diutamakan pendekatan kasus-kasus yang langsung berhubungan dengan keseharian masyarakat
Pemilihan jenis-jenis tanaman dalam program pengelolaan hutan berbasis/bersama masyarakat harus terlebih dahulu melihat kesesuaian sosial-budaya dan nilai ekonominya, baru memilih jenis atau varietas yang paling sesuai secara ekologi dan bukan sebaliknya. Fungsi kawasan hutan harus dipertahankan sehingga perubahan status kawasan tidak harus diikuti dengan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan (perubahan RTRW).
Rekomendasi Kebijakan (2)
Mengintegrasikan pengelolaan hutan berbasis/bersama masyarakat serta Hutan Desa (di areal hutan hak) dalam Rencana Pengelolaan KPH.
Pertimbangkan kemungkinan memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IUPH) secara terpadu dan mengakui produksi HHBK non-konvensional dalam kawasan hutan (kopi, coklat, cengkeh, kelapa, dan hasil hutan bukan kayu lainnya) secara resmi sebagai hasil hutan.
Rekomendasi Kebijakan (3) Hindari pola penanaman pepohonan yang terpisah jauh dengan tanaman pengisinya karena hanya sebagian kecil yang dapat diklaim sebagai “hutan” (Kemen LHK, FAO). Pembangunan infrastruktur untuk mempermudah akses pasar, pengelolaan, dan pengawasan Prioritas CBFM dan CFM pada kawasan hutan yang tdk dibebani hak dan yang tidak aktif dikelola oleh pemegang hak kepada masyarakat
Terima Kasih