ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
SYARIFAH NURUL MAULIDAH
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN FARMASI KLINIS SURABAYA 2015
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya)
SYARIFAH NURUL MAULIDAH 051111209
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA DEPARTEMEN FARMASI KLINIS SURABAYA 2015 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul : STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya) untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet, digital library Perpustakaan
Universitas
Airlangga
atau
media
lain
untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/karya ilmiah ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surabaya, Agustus 2015
Syarifah Nurul Maulidah NIM : 051111209
iii SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Syarifah Nurul Maulidah
NIM
: 051111209
Fakultas
: Farmasi
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil skripsi/tugas akhir yang saya tulis dengan judul : STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya) adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa skripsi ini menggunakan data fiktif atau merupakan hasil dari plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh. Demikian surat penyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaigmana mestinya.
Surabaya, Agustus 2015
Syarifah Nurul Maulidah NIM : 051111209
iv SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
LEMBAR PENGESAHAN STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya) SKRIPSI Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 2015
Oleh : Syarifah Nurul Maulidah 051111209
Skripsi ini telah disetujui oleh : Pembimbing Utama
Dr. Suharjono, M.S., Apt NIP. 195212221982031001
Pembimbing Serta I
Pembimbing Serta II
Aditiawardana, dr., Sp.PD-KGH NIP. 196502021990031001
Aditya Natalia, S.Si., Sp.FRS., Apt
v SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya)” dengan baik sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moral maupun material. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr. Suharjono, M.S., Apt selaku pembimbing utama yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan perhatian kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2.
Aditiawardana, dr., Sp.PD-KGH dan Aditya Natalia, S.Si., Sp.FRS., Apt selaku pembimbing serta yang dengan sabar menyisihkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
Ayah dan Ibu yang terkasih, serta saudara tercinta, terimakasih atas segala doa, semangat, dan dukungan yang selalu diberikan tiada henti untuk keberhasilan penulis.
4.
Dra. Yulistiani M.Si., Apt dan Drs. Sumarno, Sp.FRS., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan penyusunan skripsi ini.
vi SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.
Prof. Dr. Fasich, Apt selaku Rektor Universitas Airlangga, serta Dr. Umi Athijah, Apt., M.S selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
6.
Direktur, kepala, dan karyawan, serta dokter PPDS di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam, Bagian IT, dan Litbang RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas segala waktu, tenaga, dan kesempatan untuk melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
7.
Soegiyartono, Drs., MS., Apt selaku dosen wali yang mendampingi dan memberi nasihat dan ilmu kepada penulis selama penulis menempuh program pendidikan S-1 Pendidikan Apoteker.
8.
Para dosen beserta seluruh staf Departemen Farmasi Klinis Fakultas
Farmasi
Universitas
Airlangga
yang
telah
memberikan banyak bantuan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 9.
Seluruh civitas akademika Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
atas
segala
bantuan
selama
menjalankan
pendidikan S-1 Pendidikan Apoteker. 10. Sahabat-sahabat penulis yaitu Aisyah, Dhea, Dita, dan Diana, terimakasih untuk canda tawa, motivasi, dan cerita hidup yang dibagi bersama selama 4 tahun di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, semoga kebersamaan kita tetap terjaga.
vii SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11. Sahabat seperjuangan skripsi (Riskha, Sakinah, Niky, Alfi, Mirma, Dara, Ajeng, Binda, Primadi, dan Firoh) yang selalu memberi motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini. 12. Sahabat-sahabat kelas B angkatan 2011, terimakasih untuk kenyamanan, canda tawa, dan kebersamaan selama ini. 13. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan
dukungan,
bantuan,
dan
doa
dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya atas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini tak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca maupun penulis, serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surabaya, Agustus 2015
Penulis
viii SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RINGKASAN Studi Penggunaan Albumin pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) (Penelitian di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya) Syarifah Nurul Maulidah Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal yang ditandai dengan penurunan nilai glomerular filtration rate (GFR) <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Prevalensi penderita PGK di Indonesia mencapai angka 0,2% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Beberapa faktor penyebab terjadinya PGK adalah diabetes mellitus (DM), hipertensi, infeksi saluran kemih (ISK), dan batu saluran kemih (BSK). Pada pasien PGK dapat mengalami hipoalbuminemia disebabkan karena proteinuria, uremia, dan penurunan sintesis albumin dalam tubuh. Oleh karena itu, pasien PGK yang mengalami hipoalbuminemia memerlukan terapi albumin. Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi albumin, yaitu jenis, penyesuaian dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang mempengaruhi capaian albumin, serta mengidentifikasi Drug Related Problem (DRP). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penggunaan albumin pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) meliputi jenis, dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang mempengaruhi capaian albumin, serta mengidentifikasi Drug Related Problems (DRPs) terapi albumin. Penelitian dilakukan secara prospektif observasional dan data dianalisis secara deskriptif. Waktu pengambilan sampel dengan metode time limited sampling pada 16 Maret sampai 15 Juli 2015 di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dan telah dinyatakan Laik Etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan RSUD Dr. Soetomo Surabaya berdasarkan nomor 131/Panke.KKE/II/2015 tertanggal 16 Februari 2015. Kriteria inklusi sebagai sampel penelitian adalah Pasien dengan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK) mendapat terapi albumin dengan data laboratorium albumin pre dan albumin post pemberian albumin.
ix SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dari hasil penelitian pada pasien PGK yang menerima terapi albumin diketahui 27,3% pasien laki-laki dan 72,7% pasien perempuan, serta umur dengan pasien terbanyak adalah 55 sampai 74 tahun (63,6%). Etiologi dengan pasien terbanyak adalah hipertensi (90,9%), kemudian diabetes mellitus (63,6%), serta ISK dan BSK dengan jumlah presentase sama yaitu 18,2%. Albumin yang digunakan adalah albumin 20% 100 mL yaitu dengan dosis 20 gram, diberikan secara infusi drip. Durasi pemberian albumin dengan pasien terbanyak adalah 3 jam 30 menit (41,7%). Kenaikan kadar albumin rata-rata adalah 0,31±0,02 g/dL. Dari hasil terapi yang diberikan, dikatakan bahwa 91,7% pasien pemberian dosis albumin telah sesuai dengan dosis albumin yang dibutuhkan, sedangkan 8,3% pasien lainnya dosis pemberian albumin tidak sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Proteinuria, uremia, dan kemampuan tubuh mensintesis asam amino kemungkinan berpengaruh terhadap capaian albumin. Teridentifikasi masalah terkait obat yaitu terdapat indikasi namun tidak diberi terapi sebanyak 16,7%. Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan pemeriksaan albumin pre dan albumin post dengan interval waktu yang sama pada setiap pasien untuk mengetahui pengaruh kenaikan kadar albumin pada masing-masing pasien, termasuk penyesuaian pemberian dosis albumin, durasi pemberian, penyakit penyerta yang dialami, serta pemantauan terhadap obat-obatan yang digunakan oleh pasien. Selain itu dibutuhkan kolaborasi interprofesional yang melibatkan apoteker dalam pemberian konseling, monitoring, evaluasi, dan tidak lanjut terkait penggunaan albumin untuk mendukung tercapainya outcome terapi yang diinginkan.
x SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT Drug Utilization Study of Albumin in Patients with Chronic Kidney Disease (Study at Internal Department Dr. Soetomo Teaching Hospital Surabaya) Syarifah Nurul Maulidah Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is defined as the presence of kidney damage or decreased glomerular filtration rate (GFR) for 3 months or more. CKD is one of the disease that has high prevalence and it tends to lead to further complications. HT with the most common complication (90,9%), followed by diabetes mellitus (63,6%). In the CKD condition will occur disturbances trigger fluid retention. The retention of an impact on the increase in extracellular fluid volume which causes increased blood pressure and edema. This can lead to hypoalbuminemia in patients with CKD. To encourage fluid retention in the circulation may be given intravenous albumin. Objectives: To evaluate albumin therapy received by CKD patients at Internal Department Dr. Soetomo General Hospital Surabaya in order to assess drug utilization by knowing of drug therapy profiles. Subjects and Methods: It was a prospective study conducted from March 16th to July 15th 2015 at Internal Department Dr. Soetomo General Hospital Surabaya. Inclusion criteria is CKD patient who received albumin therapy with albumin pre and albumin post. As for the analysis, the descriptive approach is employed to illustrate the data. Results: In this study, total samples obtained were 11 patients. Type of albumin used is albumin 20% 100 mL. The average increase in the levels of albumin in patients with chronic kidney disease who received albumin fluid is equal to 0,31±0,02 g/dL. In addition, there are also cases where patients requiring albumin treatment were not received albumin therapy and adverse drug reaction. Conclution: The results of the study showed that albumin is one of hipoalbuminemia therapy to patients with chronic kidney disease. Keyword: albumin, chronic kidney disease, drug utilization study.
xi SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .........................................................................ii LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................iii LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................iv LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................v KATA PENGANTAR ......................................................................vi RINGKASAN ...................................................................................ix ABSTRACT ......................................................................................xi DAFTAR ISI ....................................................................................xii DAFTAR TABEL ..........................................................................xvii DAFTAR GAMBAR ....................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................xix DAFTAR SINGKATAN .................................................................xx BAB I PENDAHULUAN ..................................................................1 1.1 Latar Belakang......................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................5 1.3 Tujuan Penelitian..................................................................5 1.3.1
Tujuan Umum........................................................5
1.3.2
Tujuan Khusus.......................................................6
1.4 Manfaat Penelitian................................................................6 1.4.1
Manfaat bagi Institusi.............................................6
1.4.2
Manfaat bagi Ilmu pengetahuan.............................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................7 2.1 Tinjauan Tentang Ginjal .........................................................7 2.1.1 Struktur dan Anatomi Ginjal .......................................7 2.1.2 Fungsi Ginjal ...............................................................8 2.1.2.1 Fungsi Filtrasi dan Reabsorpsi .....................8
xii SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.1.2.2 Fungsi Pengaturan Tekanan Darah ...............9 2.1.2.3 Fungsi dalam Metabolisme Kalsium ..........10 2.1.2.4 Fungsi Ginjal dalam Eritropoiesis ..............10 2.1.3 Sirkulasi Ginjal .........................................................10 2.2 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal .........................................11 2.3 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal kronik (PGK) ..................12 2.3.1 Definisi PGK .............................................................12 2.3.2 Epidemiologi .............................................................13 2.3.3 Etiologi ......................................................................13 2.3.4 Klasifikasi .................................................................14 2.3.5 Patofisiologi ..............................................................15 2.3.5.1 Hipertensi glomerulus dan Hipertensi intraglomerulus ...........................................17 2.3.5.2 Proteinuria ..................................................17 2.3.5.3 Hipertensi ...................................................17 2.3.5.4 Hiperlipidemia ............................................18 2.3.5.5 Penyakit Ginjal Kronik karena Obat-obatan ......................................................................18 2.3.6
Manifestasi Klinis ................................................19 2.3.6.1 Uremia .....................................................19 2.3.6.2 Keseimbangan Natrium-Air ....................19 2.3.6.3 Homeostasis Ca2+ .....................................19 2.3.6.4 Asidosis Metabolik ..................................20 2.3.6.5 Gangguan Metabolisme Energi ...............20
2.3.7 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik .........................21 2.4 Data Laboratorium .............................................................24 2.5 Tinjauan tentang Albumin ....................................................25
xiii SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.5.1 Informasi Umum .......................................................25 2.5.2 Metabolisme Albumin ..............................................27 2.5.3 Peran Albumin di Sirkulasi .......................................28 2.5.4 Fungsi Pemberian Albumin ......................................29 2.5.4.1 Alat Pengikat dan Transport .......................29 2.5.4.2 Memelihara Tekanan Osmotik Koloid Plasma ......................................................................29 2.5.4.3 Penghancur Radikal Bebas .........................30 2.5.4.4 Efek Antikoagulan ......................................30 2.5.5 Fisikokimia ...............................................................30 2.5.6 Farmakokinetika dan Farmakodinamika Albumin ...31 2.5.7 Mikroalbuminuria dan Makroalbuminuria ...............34 2.5.8 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit Ginjal ......................................................................34 2.5.9 Efek Samping dan Kontraindikasi ............................35 2.5.10 Komposisi Larutan Albumin ..................................36 2.5.11 Indikasi Penggunaan Albumin ................................37 2.5.12 Sediaan Albumin yang Beredar di Indonesia ........ 37 2.5.13 Alternatif Pergantian Albumin ................................38 2.6 Tinjauan tentang Drug Related Problem ..............................39 2.6.1 Kesalahan dalam Peresepan ......................................39 2.6.2 Kesalahan dalam Pemberian Obat ............................40 2.6.3 Kesalahan dalam Administrasi .................................40 2.6.4 Kesalahan Medikasi yang dapat Berdampak Fatal ...41 2.7 Tinjauan tentang Studi Penggunaan Obat ............................42 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ..........................................43 3.1 Uraian Kerangka Konseptual ...............................................43
xiv SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3.2 Skema Kerangka Konseptual ...............................................45 BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................46 4.1 Rancangan Penelitian ...........................................................46 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................46 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...........................................46 4.3.1 Populasi Penelitian .......................................................46 4.3.2 Sampel Penelitian ........................................................46 4.3.2.1 Kriteria Inklusi ..............................................47 4.3.2.2 Kriteria Eksklusi ............................................47 4.4 Cara Pengambilan Sampel ....................................................47 4.5 Definisi Operasional dan Istilah dalam Penelitian ...............47 4.6 Cara Pengumpulan Data .......................................................49 4.7 Analisis Data ........................................................................49 4.8 Skema Kerangka Operasional ..............................................51 BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................52 5.1 Data Demografi Pasien..........................................................52 5.2 Etiologi PGK ........................................................................53 5.3 Diagnosis Penyerta ...............................................................54 5.4 Profil Penggunaan Albumin .................................................54 5.4.1 Jenis dan cara pemberian albumin ............................54 5.4.2 Durasi pemberian albumin ........................................54 5.4.3 Kadar albumin pre dan post pemberian albumin ......55 5.4.4 Kesesuaian pemberian dosis terapi albumin .............57 5.4.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria ....59 5.4.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK pada pasien .............................................................60
xv SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.4.7 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK .................................................................................61 5.5 Drug Related Problem (DRP) ..............................................63 BAB VI PEMBAHASAN ................................................................65 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................78 7.1 Kesimpulan ...........................................................................78 7.2 Saran .....................................................................................78 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................80 LAMPIRAN .....................................................................................86
xvi SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL Tabel II.1 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik ......................................14 Tabel II.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik .................................15 Tabel II.3 Data Laboratorium pada Kondisi Normal dan PGK .......24 Tabel II.4 Penyebab Hipoalbumin dan Implikasinya .......................26 Tabel II.5 Ekivalensi Osmotik Plasma .............................................33 Tabel II.6 Klasifikasi Albuminuria ..................................................34 Tabel II.7 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit Ginjal ..........................................................................................34 Tabel II.8 Efek Samping Pemberian Albumin .................................35 Tabel II.9 Komposisi Larutan Albumin ...........................................36 Tabel II.10 Indikasi peggunaan albumin ..........................................37 Tabel II.11 Contoh sediaan albumin di Indonesia ...........................37 Tabel V.1 Data demografi pasien ....................................................53 Tabel V.2 Etiologi PGK ...................................................................53 Tabel V.3 Diagnosis penyerta pasien ...............................................54 Tabel V.4 Kadar Albumin Pre dan Post ..........................................56 Tabel V.5 Perbandingan kesesuain dosis albumin ..........................58 Tabel V.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK .......61 Tabel V.7 Penentuan nilai GFR pada pasien PGK ..........................62 Tabel V.8 Kadar albumin pasien yang tergolong DRP ...................63
xvii SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penampang sistem saluran kemih, meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Shier, 2012) ...................7 Gambar 2.2 Penampang melintang ginjal (a), piramida ginjal (b), nefron (c) (Shier, 2012) .............................................8 Gambar 2.3 Sirkulasi darah di ginjal (Barrett et al., 2012) ..............11 Gambar 2.4 Patofisiologi PEW pada PGK (Wing et al., 2015) ......20 Gambar 2.5 Metabolisme Albumin (Arcas, 2011) ..........................27 Gambar 5.1 Grafik durasi pemberian albumin pada pasien PGK ...55 Gambar 5.2 Grafik pola kenaikan kadar albumin berdasarkan albumin pre dan albumin post ...............................57 Gambar 5.3 Kesesuaian pemberian dosis albumin .........................59 Gambar 5.4 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria ........60 Gambar 5.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK ....63
xviii SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel Induk ...................................................................86 Lampiran 2 Surat Kelaikan Etik .......................................................89 Lampiran 3 Terapi Lain ...................................................................90
xix SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR SINGKATAN ACE
: Angiotensin Converting Enzyme
BB
: Berat Badan
BUN
: Blood Urea Nitrogen
CVP
: Central Venous Pressure
Depkes
: Departemen Kesehatan
DMK
: Dokumen Medik Kesehatan
DRP
: Drug Related Problem
ESO
: Efek Samping Obat
ESRD
: End Stage Renal Disease
KDOQI
: Kidney Disease Outcome Quality Initiative
Kemenkes
: Kementerian Kesehatan
LDL
: Low Density Lipoprotein
GFR
: Glomerular Filtration Rate
LPD
: Lembar Pengumpul Data
NKF
: National Kidney Foundation
PAWP
: Pulmonary Artery Wedge Pressure
PEW
: Protein Energy Wasting
PGA
: Penyakit Ginjal Akut
PGK
: Penyakit Ginjal Kronik
PPARSDS
: Pedoman Penggunaan Albumin Rumah Sakit Dr. Soetomo
RBF
: Renal Blood Flow
RAAS
: Renin Angiotensin Aldosteron System
RISKESDAS
: Riset Kesehatan Dasar
RSUD
: Rumah Sakit Umum Daerah
SCr
: Serum Kreatinin
xx SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TD
: Tekanan Darah
TGF-β
: Transforming Growth Factor Beta
xxi SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air,
elektrolit,
dan
non-elektrolit,
serta
mengekskresikan
kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing. Adanya gangguan fungsi ginjal dalam melakukan fungsi vital ini menyebabkan suatu keadaan gagal ginjal baik secara akut maupun kronik (End Stage Renal Disease, ESRD) (Wilson, 2006). Definisi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dibagi dalam 2 kriteria. PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dengan adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan penurunan GFR selama lebih dari 3 bulan dan dimanifestasikan sebagai salah satu kelainan patologi atau penanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urin, atau kelainan radiologi. Selain itu, PGK juga didefinisikan
sebagai
suatu
keadaan
dengan
nilai
GFR
2
<60ml/min/1,73 m , selama lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (NKF- K/DOQI, 2007). Penurunan fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan nefron yang bersifat progresif dan irreversibel yang berasal dari berbagai penyebab merupakan sindroma klinis PGK (Wilson, 2006). Kelainan struktur fungsi ginjal meliputi albuminuria lebih dari 30
1 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2 mg/hari, hematuria atau adanya red cell cast pada sedimen urin, kelainan elektrolit serta kelainan lain karena gangguan tubular, kelainan
histologi,
atau
ada
riwayat
transplantasi
ginjal.
Abnormalitas dari fungsi ginjal diindikasikan dengan penurunan GFR (Hudson & Wazny, 2014). Di negara-negara maju, penyebab umum dari PGK adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Polycystic kidney disease, obstruksi, dan infeksi juga menjadi penyebab PGK, namun bukan menjadi penyebab yang umum (Perlman et al., 2014). Berdasarkan jumlah prevalensi yang telah didapat, PGK merupakan penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi, diperkirakan mencapai 10% di dunia (Shah, 2006). Di Amerika Serikat, diperkirakan 13% dari total populasi atau lebih dari 25 juta orang mengalami PGK. PGK umumnya dialami individu berusia lebih dari 60 tahun dan yang mengalami diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular lain (Hudson & Wazny, 2014). Di Indonesia, pada tahun 2013 jumlah penderita PGK pada umur ≥ 15 tahun yaitu antara 0,1% hingga 0,5%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah, sedangkan terendah di Provinsi Kalimantan Timur, NTB, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatera Selatan. PGK meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%) (RISKESDAS, 2013). Penurunan kadar albumin dalam darah merupakan suatu komplikasi yang umum terjadi pada pasien PGK. Hal ini dapat
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3 disebabkan oleh kondisi proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino dalam
tubuh.
Asupan
makanan
dan
status
nutrisi
dapat
mempengaruhi kadar albumin serum pada pasien PGK sebab sintesis albumin berhubungan erat dengan asupan asam amino ke liver (National Kidney Foundation, 2005). Ketika laju sintesis menurun karena malnutrisi, terjadi penurunan kadar albumin pada sirkulasi, menyebabkan berpindahnya albumin ekstravaskular ke aliran darah, serta menurunnya laju degradasi albumin. Malnutrisi merupakan kondisi yang umum terjadi pada pasien PGK stadium lanjut (stadium 4 dan 5). Malnutrisi pada pasien-pasien ini disebabkan karena tidak cukupnya intake makanan yang disebabkan karena restriksi protein sebagai langkah intervensi untuk menghambat progresivitas pada pasien PGK. Selain itu, semakin turunnya GFR, fungsi ekskresi ginjal terganggu dan menyebabkan terjadinya uremia sehingga menyebabkan menumpuknya metabolit toksik yang mengganggu kerja liver. Liver tidak mampu mengimbangi hilangnya albumin dan kadar albumin pada sirkulasi menurun, menyebabkan edema seringkali terjadi (Campbell et al, 2014). Pada kondisi PGK, glomerulus menjadi lebih permeabel, peningkatan permeabilitas ini menyebabkan kehilangan protein plasma lewat urin. Protein ini kebanyakan terdiri dari albumin.
Menurunnya
permeabilitas
glomerulus disebabkan karena rusaknya integritas membran dasar glomerulus (glomerular basement membrane), lebih spesifiknya karena kerusakan podosit di membran tersebut. Kondisi ini disebut albuminuria
atau
proteinuria,
juga
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi terjadinya hipoalbuminemia (Ackland, 2013).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4 Pada keadaan dimana kadar albumin dalam plasma menurun, transfusi albumin menjadi salah satu pilihan tatalaksana yang telah dipakai selama lebih dari 60 tahun (Hasan & Indra, 2008; Zhou et al., 2013). Pedoman Penggunaan Albumin edisi II tahun 2003 RSUD Dr. Soetomo merekomendasikan penggunaan albumin sebagai terapi suplemen pada keadaan hipoalbuminemia, dimana kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan produksi maupun peningkatan destruksi atau kehilangan albumin yang membahayakan jiwa penderita akibat terjadinya gangguan keseimbangan cairan atau tekanan onkotik dan rangkaian penyakit atau kelainan yang ditimbulkannya (PPARSDS, 2003). Terapi albumin pada pasien penyakit
ginjal
kronik
diberikan
ketika
pasien
mengalami
hipoalbuminemia dengan kadar albumin <2,5 g/dL (Kepmenkes, 2014). Hal yang perlu dipehatikan pada penggunaan albumin adalah durasi pemberian albumin yang tidak boleh lebih dari 4 jam setelah kemasan dibuka. Oleh karena berkaitan dengan stabilitas sediaan albumin yang harus dipakai sebelum 4 jam karena mudah terkoagulasi oleh panas (PPARSDS, 2003). Albumin disarankan diberikan dengan laju infusi tidak lebih dari 2 mL/menit (100 ml dalam 4 jam) sebab laju yang lebih cepat dapat menyebabkan penuruan tiba-tiba pada tekanan darah utamanya pada pasien geriatri dengan risiko gagal jantung kongestif (Zhoue et al., 2013). Pada pasien gagal hati atau gagal ginjal karena peningkatan beban protein dapat menyebabkan edema paru pada pasien tertentu dengan resiko beban jantung sirkulasi yang berlebihan (gagal jantung kongestif, insufisiensi ginjal, anemia kronik yang sudah stabil). Oleh karena
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5 fungsi albumin sebagai protein transport bagi banyak jenis obat, maka perlu dipertimbangkan adanya efek farmakokinetik dan farmakodinamik dari bahan-bahan yang sangat terikat dengan plasma (McEvoy et al., 2011). Pada saat ini, albumin dalam pengaturan klinis terus menjadi pertimbangan disebabkan karena penggunaannya membutuhkan biaya yang relatif tinggi dan dilakukan pembatasan penggunaan berdasarkan tingkat keparahan serta rendahnya kadar albumin pasien (Boldt, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut, penggunaan albumin harus memperhatikan kondisi pasien dalam kaitannya dengan jenis, dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang mempengaruhi capaian albumin, serta adanya Drug Related Problems (DRPs). Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan kadar albumin sebelum dan sesudah pemberian terapi albumin untuk memantau capaian kadar albumin sehingga diperlukan adanya penelitian tentang studi penggunaan albumin pada pasien PGK sebagai upaya masukan dalam rangka optimalisasi terapi. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pola penggunaan albumin pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Mengkaji pola penggunaan albumin pada pasien Penyakit
Ginjal Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6 1.3.2
Tujuan Khusus 1.
Mengkaji jenis, dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, dan faktor yang mempengaruhi capaian albumin.
2.
Mengidentifikasi Drug Related Problem (DRP) yang berkaitan dengan penggunaan albumin pada pasien PGK.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi
dan masukan kepada praktisi kesehatan dalam menangani masalah terkait penggunaan terapi albumin pada pasien PGK sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
1.4.2
Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan Memberikan gambaran mengenai pola penggunaan dan
masalah yang terkait dari penggunaan albumin pada pasien PGK sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi penelitian lanjutan.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Ginjal 2.1.1 Struktur dan Anatomi Ginjal Ginjal
merupakan
organ
yang
terletak
pada
area
retroperitoneal (Gambar 2.1). Unit anatomik fungsi ginjal adalah nefron. Nefron merupakan struktur kapiler berkelompok dengan fungsi yang sama, terdiri dari glomerulus dan tubulus renalis yang dilingkupi oleh kapsula Bowman. Glomerulus merupakan tempat dimana fungsi filtrasi darah berlangsung, sedangkan tubulus renalis merupakan tempat untuk reabsorpsi air dan garam yang masih diperlukan oleh tubuh. Tiap ginjal mempunyai ± 1 juta nefron (Gambar 2.2) (Shier, 2012).
Gambar 2.1 Penampang sistem saluran kemih, meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Shier, 2012)
7 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
Gambar 2.2 Penampang melintang ginjal (a), piramida ginjal (b), nefron (c) (Shier, 2012) Glomerulus berdiameter kira-kira 200 µm dan terdiri dari arteriol aferen, arteriol eferen, dan sekelompok kapiler yang dibatasi oleh sel endotel dan dilapisi dengan sel epitel yang membentuk lapisan kapsula Bowman dan tubulus renalis. Tubulus renalis terdiri dari tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus distal. Pada daerah tubulus kontortus proksimal, air dan elektrolit di reabsorpsi dalam jumlah ± 80%. Pada daerah ansa Henle terjadi pemekatan urin. Pada daerah tubulus kontortus distal mengatur keseimbangan air dan elektrolit yang diubah berdasarkan kontrol hormonal (Barrett et al., 2012). 2.1.2 Fungsi Ginjal 2.1.2.1 Fungsi Filtrasi dan Reabsorpsi Ginjal merupakan organ yang penting untuk eliminasi produk hasil metabolism yang sudah tidak dibutuhkan tubuh. Produk sisa ini antara lain seperti urea (sisa metabolisme asam amino), kreatinin (dari keratin otot), asam urat (sisa metabolisme asam
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9 nukleat), produk akhir pemecahan hemoglobin (bilirubin) dan berbagai metabolit serta hormone. Ginjal juga mengeliminasi berbagai toksin dan zat eksogen seperti pestisida, obat, dan bahan tambahan makanan (Hall, 2010). Proses filtrasi glomerulus adalah proses penyaringan untuk sebagian besar molekul dengan berat molekul dibawah 70 kDa. Permeabilitas kapiler di glomerulus sekitar 50 kali lebih besar daipada permeabilitas kapiler di otot. Zat dengan muatan netral berdiameter kurang dari 4 nm secara bebas dapat difiltrasi, dan filtrasi zat dengan diameter lebih dari 8 nm mendekati nol. Namun zat yang lebih kecilpun bisa tertahan karena efek muatan atau karena terikat kuat pada protein, sehingga diameter efektifnya lebih besar (Hall, 2010; Barrett et al., 2012). 2.1.2.2 Fungsi Pengaturan Tekanan Darah Ginjal memegang peranan penting dalam regulasi tekanan darah, melalui pengatuan keseimbangan Na+ dan air. Melalui peran makula densa dan juxtaglomerular, penurunan konsentrasi natrium di collecting duct dan penurunan tekanan darah akan merangsang terbentuknya renin. Renin, suatu protease yang dibentuk di sel juxtaglomerular memecah angiotensinogen dalam sirkulasi menjadi angiotensin I yang kemudian dirubah oleh ACE (angiotensinconverting enzyme)
menjadi angiotensin II.
Angiotensin II
merupakan salah satu vasokontriktor kuat, menyebakan konstriksi arteriol dan bekerja pada korteks adrenal meningkatkan produksi aldosterone. Aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air, meningkatkan cairan intravaskular (Barrett et al., 2012). Efek Angiotensin II adalah meningkatkan tekanan darah melalui 2
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10 mekanisme tadi. Sistem pengaturan tekanan darah ini sering disebut RAAS (renin angiotensin aldosterone system). 2.1.2.3 Fungsi dalam Metabolisme Kalsium Ginjal memegang peranan penting dalam keseimbangan Ca2+ dan fosfat. Ginjal merupakan tempat 1a-hidroksilasi atau 24hidroksilasi dari 25-hydroksikol-kalsiferol, metabolit D3 oleh liver. Hasil hidroksilasi adalah kalsitriol (1,25-dihiroksi vitamin D), bentuk aktif dari vitamin D, dimana meningkatkan absorpsi Ca2+ dari saluran cerna. Seain itu, ginjal merupakan site of action dari hormon paratiroid (PTH), dimana menyebabkan retensi Ca2+ dan pengeluaran fosfat ke urin (Barrett et al., 2012). 2.1.2.4 Fungi Ginjal dalam Eritropoiesis Ginjal memiliki peranan utama dalam produksi hormone erythropoietin, yang menstimulasi produksi di sumsum tulang dan pematangan sel darah merah. Sinyal untuk produksi erytropoitin adalah level oksigenasi darah yang mana dimonitor oleh ginjal (Barrett et al., 2012). 2.1.3 Sirkulasi Ginjal Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya merupakan 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan vena renalis, kemudian bercabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis (disebut juga arteri radialis), dan arteri aferen yang menuju ke kapiler glomerulus, dimana sejumlah cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma) difiltrasi untuk membentuk urin. Ujung distal dari setiap glomerular bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11 kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular yangmengelilingi tubulus ginjal (Guyton and Hall, 2006). Arteriol eferen dari setiap glomerulus membentuk kapiler yang mengalirkan darah ke sejumlah nefron, dengan demikian tubulus suatu nefron tidak selalu mendapat darah hanya dari suatu arteriol eferen saja (Gambar 2.3). Jumlah total luas penampang kapiler ginjal manusia yaitu 12 m2. Volume darah dalam kapiler ginjal pada saat tertentu sekitar 30-40 ml (Barrett et al., 2012).
Gambar 2.3 Sirkulasi darah di ginjal (Barrett et al., 2012)
2.2 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal Penyakit ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi telah menurun dan bahkan akan menghilang dalam beberapa tahap. Terdapat dua jenis penyakit ginjal, yaitu Penyakit Ginjal Akut (PGA) dan Penyakit Ginjal Kronik (PGK). PGA merupakan suatu kondisi
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12 darurat dimana terjadi perubahan pada fungsi regulatori dan ekskresi. Kondisi ini akan berkembang dengan cepat dan sering berakibat pada kematian. Namun, banyak pasien yang mampu untuk kembali ke kondisi semula apabila dilakukan pengobatan sejak dini. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) mempunyai karakteristik yang berbeda dengan PGA. Onset PGK umumnya tidak diketahui dengan jelas dan mengakibatkan kerusakan jaringan ginjal secara langsung. Besarnya kemampuan ginjal untuk mereservasi dan lambatnya progresivitas PGK akan mengakibatkan kerusakan yang bersifat irreversibel seiring dengan dirasakannya gejala pada pasien. Dengan adanya azotemia dan ketidakmampuan meregulasi cairan dan elektrolit menyebabkan abnormalitas endokrin yang serius (Greene, 2000). 2.3 Tinjauan tentang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) 2.3.1 Definisi PGK Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) ada 2 kriteria dari PGK : 1.
PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal, dengan adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan LFG, selama tidak kurang dari 3 bulan, dan dimanifestasikan sebagai salah satu kelainan patologi atau pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau urin, atau kelainan radiologi (K/DOQI, 2007).
2.
PGK didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan nilai LFG kurang dari 60 ml/min/1,73 m2, selama tidak kurang dari 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (K/DOQI, 2007).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13 2.3.2 Epidemiologi Di Amerika Serikat, diperkirakan 13% dari total populasi atau lebih dari 25 juta orang mengalami penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis umumnya dialami individu berusia lebih dari 60 tahun dan yang mengalami diabetes, hipertensi serta penyakit kardiovaskular lain (Hudson & Wazny, 2014). Di Indonesia, prevalensi penyakit gagal ginjal kronis pada umur ≥ 15 tahun menurut provinsi ialah antara 0,1% hingga 0,5%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur, NTB, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Riau. Penyakit ginjal kronis meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%), tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi pada masyrakat pedesaan (0,3%),
tidak
bersekolah
(0,4%),
pekerja
wiraswasta,
petani/nelayan/buruh (0,3%) (Riskesdas, 2013). 2.3.3 Etiologi Dari data literatur dapat diketahui bahwa PGK dapat timbul akibat penyakit intrinsik ginjal primer, abnormalitas anatomi atau terjadi obstruksi akibat komplikasi sekunder dari penyakit sistemik lain, dan akibat penanganan PGA yang tidak optimal. Penyebab paling umum timbulnya PGK adalah diabetes mellitus, hipertensi, dan glomerulonefritis (Krauss, 2000). Menurut K/DOQI, faktor resiko dari PGK dibagi menjadi faktor kerentanan, faktor permulaan, dan faktor progresif. Faktor
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14 kerentanan ini misalnya faktor sosiodemografi seperti umur lanjut, pendidikan dan pendapatan rendah, status ras atau etnik, dan sejarah keluarga yang menderita PGK. Faktor permulaan contohnya diabetes mellitus, hipertensi, infeksi saluran urin dan batu saluran kemih. Penyakit inilah yang nantinya akan mangawali terjadinya PGK, dan juga merupakan faktor resiko yang berkontribusi besar terhadap terjadinya PGK. Sedangkan faktor progresif adalah faktor yang dapat memperparah
kerusakan
ginjal,
yang
dihubungkan
dengan
meningkatnya penurunan fungsi ginjal normal. Faktor progresif ini contohnya adalah tekanan darah yang tinggi, perokok, dan proteinuria (K/DOQI, 2007). Tabel II.1 Etiologi Penyakit Ginjal Kronik (Krauss, 2000) Penyakit Kasus (%) Penyakit sistemik 40 Diabetes (tipe I, tipe II, tidak spesifik) 27 Hipertensi (misal : hipertensi primer, renal artery stenosis) 2,4 Vaskulitis/glomerulonefritis sekunder Kerusakan ginjal primer 11 Glomerulonefritis (misal: glomerulonefritis akut, kronik) 3,4 Kelainan bawaan (misal : penyakit ginjal 1,7 polikistik) 0,7 Neoplasma/tumor Induksi obat (misal : penyalahgunaan analgesik, 13,8 obat nefrotoksik) Lain-lain (miscellaneus and uncertain data) 2.3.4
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan kondisi dimana
terjadi kerusakan ginjal dengan nilai LFG <60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥3 bulan. PGK telah diklasifikasikan menjadi 5 stadium
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15 dengan tujuan untuk mengetahui tahap kerusakan yang dialami seperti yang tercantum dalam tabel II.2. Tabel II.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (K/DOQI, 2007) Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1,73 m2) >90 1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat Kerusakan ginjal dengan 60-89 2 penurunan GFR ringan 3 Kerusakan ginjal dengan 30-59 penurunan GFR sedang Kerusakan ginjal dengan 15-29 4 penurunan GFR berat Gagal ginjal <15 atau dialisis 5 2.3.5
Patofisiologi Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada awalnya
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltasi, sklerosis, dan progresivitas
tersebut.
Aktivasi
jangka
panjang
dari
renin-
angiotensin-aldosteron tersebut sebagian diperantarai oleh growth
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16 factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresivitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia. Terdapat variabilitas antar individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial (Hudson & Wazny, 2014). Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), dimana keadaan basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Hingga LFG sebesar 60-89%, pasien belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatnin serum. Ketika LFG sebesar 30-59%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG sebesar 15-29%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, dan muntah. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipovolemia atau hipervolemia serta gangguan keseimbangan elektrolit terutama natrium dan kalium. Pada saat LFG <15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17 dikatakan sampai pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5 (Hudson & Wazny, 2014). 2.3.5.1 Hipertensi glomerulus dan Hipertensi intraglomerular Penurunan jumlah nefron menyebabkan penyakit ginjal, sehingga
dikompensasi
oleh
ginjal
dengan
hipertrofi
dan
meningkatnya LFG. Karena aliran darah ke glomerulus dan tekanan kapiler intraglomerular meningkat, maka terjadi peningkatan perfusi glomerulus
sehingga
terjadi
hiperfiltrasi
dan
hipertensi
intraglomerular. Peningkatan aliran darah dan tekanan dalam glomerulus menyebabkan kerusakan nefron (Krauss, 2000). 2.3.5.2 Proteinuria Pada penyakit ginjal permeabilitas kapiler glomerulus meningkat dan protein dapat ditemukan dalam urin (proteinuria). Proteinuria merupakan indikasi dari hipertensi intraglomerular dan abnormalitas permeabilitas glomerular. Sebagian besar komposisi protein adalah albumin, dan kelainan ini disebut albuminuria. Keadaan ini biasanya dinterpretasikan sebagai pertanda mulai terjadinya nefropati. Jumlah protein dalam urin mungkin bisa sangat banyak, khususnya dalam nefrosis. Hal ini dapat menyebabkan hipoproteinemia yang dapat menurunkan tekanan onkotik yang bisa menyebabkan edema karena akumulasi cairan di jaringan (Barrett et al., 2012). 2.3.5.3 Hipertensi Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, sebaliknya Penyakit Ginjal Kronik dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan pada hipertensi melalui
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18 mekanisme retensi natrium dan air, pengaruh vasopresor dari sistem renin-angiotensin,
dan
melalui
defisiensi
prostaglandin.
Nefrosklerosis (pengerasan ginjal) menunjukkan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi (Wilson, 2006). 2.3.5.4
Hiperlipidemia Data percobaan dan data klinik menunjukkan kemungkinan
hubungan antara abnormalitas lipid dan penyakit ginjal progresif. Perubahan profil lipid disebabkan dari kegagalan metabolisme fraksi lipoprotein atau dari peningkatan lipoprotein. Sel mesangial ginjal mempunyai reseptor LDL yang dapat mengambil serta mengoksidasi LDL. Oksidasi LDL dapat menyebabkan toksin pada sel mesangial, yang dapat menginduksi produksi dan pelepasan sitokin inflamasi, substan vasoaktif, dan faktor kemotaktik makrofag. Makrofag mekudia masuk ke dalam area dan mengoksidasi LDL, serta mengubahnya menjadi foam cell yang meningkatkan pelepasan mediator inflamasi lokal dan melukai glomerulus (Krauss, 2000). 2.3.5.5
Penyakit Ginjal Kronik karena Obat-obatan Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik dari obat-
obatan dan bahan-bahan kimia karena alasan-alasan berikut : (1) ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar; (2) interstisium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah yang relatif hipovaskuler; dan (3) ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus (Wilson, 2006).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19 Beberapa obat yang dapat menginduksi terjadinya PGK antara
lain
aminoglikosida,
asiklovir,
allupurinol,
penisilin,
furosemid, metotreksat, ACEIs, ARBs, NSAID (Nolin et al., 2005). 2.3.6
Manifestasi Klinis
2.3.6.1 Uremia Uremia terjadi karena beberapa faktor yaitu (1) retensi senyawa yang pada keadaan normal dieksresi oleh ginjal, misalnya sisa metabolime protein yang mengandung nitrogen, (2) peningkatan hormone tertentu dan (3) berkurangnya produksi hormon oleh ginjal, misalnya eritopoitin (Perlman et al., 2014). 2.3.6.2 Keseimbangan Natrium – Air Pasien PGK umumnya mengalami kelebihan Na+ dan air, yang disebabkan karena hilangnya rute eksresi garam dan air melalui ginjal. Kondisi kelebihan Na+ dan air sedang, bisa jadi hadir tanpa tanda-tanda kelebihan cairan yang jelas. Namun dengan terus berlangsungnya kelebihan natrium, berkonstribusi pada terjadinya gagal jantung, hipertensi, edema perifer dan peningkatan berat badan. Sementara itu kelebihan air berkonstribusi pada terjadinya hiponatremia (Perlman et al., 2014). 2.3.6.3 Homeostasis Ca2+ Gangguan terhadap keseimbanga fosfat dan Ca2+ pada pasien PGK adalah hasil dari serangkaian mekanisme yang kompleks. Faktor kunci meliputi (1) berkurangnya absorpsi Ca2+ dari saluran cerna, (2) overproduksi PTH, (3) gangguan metabolism vitamin D, (4) retensi fosfor, dan (5) asidosis metabolik kronis (Perlman et al., 2014).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20 2.3.6.4 Asidosis Metabolik Hilangnya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan asam dan memproduksi basa berakibat pada terjadinya asidosis metabolik. Pada kebanyakan kasus, saat LFG dibawah 20 ml/menit, asidosis ringan dapat terjadi sebelum ada keseimbangan baru antara produksi buffer dan konsumsinya (Perlman et al., 2014). 2.3.6.5 Gangguan Metabolisme Energi Protein Energy Wasting (PEW) adalah suatu kadaan metabolik maladaptif yang umum pada pasien gagal ginjal terminal. PEW merupakan kondisi dimana tubuh kehilangan protein dan cadangan energi (Wing et al., 2015). Seiring dengan turunnya LFG prevalensi PEW dan marker inflamasi meningkat (Garg et al., 2001). Kualitas hidup secara signifikan dipegaruhi oleh PEW, dimana hal ini diasosiasikan dengan semakin lemahnya penderita, menurunnya mobilitas dan pengaruh terhadap psikologis (Cohen & Kimmel, 2007).
Gambar 2.4 Patofisiologi PEW pada PGK (Wing et al., 2015)
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21 2.3.7
Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik Kemunduran fungsi ginjal menyebabkan produksi dan
kandungan urin tidak normal. Pada PGK, kemunduran tersebut mengakibatkan terjadinya proteinuria akibat permeabilitas kapiler glomerulus meningkat sehingga protein ditemukan dalam urin. Selain itu, juga terjadi uremia akibat penumpukan metabolisme protein dalam darah karena tidak dapat diekskresi. Kondisi uremia terlihat dari kadar BUN dan serum kreatinin yang tinggi. Gejala uremia yang dapat diamati antara lain mual, muntah, kejang, bahkan koma. Komplikasi penyakit ginjal sangat kompleks mengingat banyaknya fungsi ginjal. Berbagai komplikasi tersebut antara lain: 1. Kelebihan natrium dan air. Hal ini menunjukkan adanya penurunan fungsi ekskresi air dan garam oleh ginjal. Dengan adanya
kelebihan
garam
dalam
tubuh
menyebabkan
terjadinya gagal jantung kongestif, hipertensi, asites, edem perifer, dan kenaikan berat badan. Sedangkan kelebihan air menyebabkan terjadinya hiponatremia (McPhee and Ganong, 2006). 2. Hiperkalemia merupakan masalah yang serius pada PGK, terutama untuk pasien yang mempunyai nilai LFG <5 ml/min. Bila K+ serum mencapai kadar sekitar 7 mEq/L, dapat terjadi disaritmia yang serius dan juga henti jantung (McPhee and Ganong, 2006; Wilson, 2006). 3. Asidosis metabolik. Terjadi karena berkurangnya kemampuan untuk mengekskresikan asam dan membentuk dapar pada
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22 PGK. Pada sebagian besar kasus, bila LFG >20 ml/min maka akan terjadi asidosis sedang (McPhee and Ganong, 2006). 4. Gangguan fosfat, kalsium, dan metabolisme tulang. Faktor utama patogenesis kelainan ini antara lain penurunan absorbsi kalsium pada saluran cerna, produksi yang berlebihan dari hormon paratiroid, gangguan metabolisme vitamin D, dan metabolik
asidosis
berkontribusi
kronis.
dalam
Semua
peningkatan
faktor
tersebut
resorpsi
tulang.
Hiperfosfatemia juga berkontribusi dalam menimbulkan hipokalsemia dan akan menstimulasi peningkatan hormon paratiroid.
Peningkatan
hormon
paratiroid
dapat
menyebabkan deplesi kalsium tulang dan berakibat timbulnya osteomalasia dan osteoporosis (McPhee and Ganong, 2006). 5. Gagal jantung kongestif dan edem paru terjadi karena kelebihan garam dan air dalam tubuh (McPhee and Ganong, 2006). 6. Abnormalitas jumlah sel darah merah, fungsi sel darah putih, dan faktor pembekuan. Normokromik, anemia normositik, dengan gejala lesu, mudah lelah, dan hematokrit berada pada rentang
20-25%.
berkurangnya
Anemia
produksi
pada
PGK
eritropoietin
terjadi ginjal
karena sehingga
menyebabkan menurunnya stimulasi eritropoiesis. Selain itu, juga disebabkan karena adanya peningkatan kehilangan darah pada saluran cerna akibat kelainan trombosit, defisiensi asam folat dan besi, serta kehilangan darah dari proses hemodialisis atau sampel uji laboratorium (McPhee and Ganong, 2006; Wilson, 2006).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23 7. Peptik ulser pada 25% pasien uremia, yang diduga diakibatkan oleh hiperparatiroidisme. Gastroenteritis uremik dan nafas berbau amonia yang terjadi karena degradasi urea menjadi amonia oleh enzim yang ada di saliva (McPhee and Ganong, 2006). 8. Penurunan kadar testosteron, impotensi, oligosperma, dan kelainan hormon lain biasanya ditemukan pada pria yang menderita PGK. Fungsi metabolik lain yang dipengaruhi PGK adalah kegagalan dalam memetabolisme insulin, sehingga membuat kadar insulin serum meningkat (McPhee and Ganong, 2006). 9. Penimbunan pigmen urin terutama urokrom bersama anemia pada insufisiensi ginjal lanjut akan menyebabkan kulit pasien menjadi putih seakan-akan berlilin dan kekuning-kuningan. Kulit menjadi kering dan bersisik, rambut menjadi rapuh dan berubah warna. Kuku menjadi tipis dan rapuh, bergerigi, dan memperlihatkan garis-garis terang dan kemerahan. Penderita uremia sering mengalami pruritus dan ini dianggap sebagai manifestasi peningkatan fungsi kelenjar paratiroid dan pengendapan kalsium dalam kulit. Jika kadar BUN sangat tinggi, maka pada bagian kulit yang banyak berkeringat akan timbul kristal-kristal urea yang halus dan berwarna putih, yang disebut sebagai kristal uremik (Wilson, 2006). 10. Peningkatan kadar asam urat serum pada stadium dini PGK yang menimbulkan gangguan ekskresi ginjal. Biasanya sekitar 75% dari total asam urat diekskresi oleh ginjal. Pada penderita PGK dengan komplikasi hiperurisemia terjadi
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24 peningkatan kadar asam urat serum diatas normal yaitu 4-6 mg/100 ml. Penderita ini tidak jarang pula mengalami serangan gout arthritis akibat endapan garam urat pada sendi dan jaringan lunak (Wilson, 2006). 2.4
Data Laboratorium Uji diagnostik biasanya dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit ginjal dan evaluasi fungsi ginjal. Uji diagnostik ini penting dilakukan karena banyak penyakit ginjal serius yang tidak menimbulkan gejala tetapi hasil akhirnya menunjukkan fungsi ginjal sudah sangat terganggu. Uji konsentrasi kreatinin plasma dan nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan sebagai petunjuk penurunan GFR. Bila GFR turun misal pada keadaan insufisiensi ginjal, maka kadar kreatinin dan BUN plasma meningkat (Wilson, 2006). Untuk mengetahui progresi gagal ginjal dapat dilakukan dengan membandingkan data laboratorium pasien dengan nilai normalnya seperti yang tercsntum pada Tabel II.3. Tabel II.3 Data Laboratorium pada Kondisi Normal dan PGK (Pagana, 2011) Data Indikasi Nilai normal PGK Protein plasma yang Dewasa : 35-55 Albumin banyak beredar di g/L tubuh manusia BUN merupakan Dewasa : 10-20 BUN produk akhir dari mg/dL atau 3,6metabolisme protein, 7,1 mmol/L (unit dibuat oleh hati. SI) Pada orang normal, ureum dikeluarkan melalui urin.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25 Lanjutan Tabel II.3 Data Laboratorium pada Kondisi Normal dan PGK (Pagana, 2011) Data Indikasi Nilai normal PGK Kreatinin digunakan Dewasa Serum untuk diagnosis Wanita : 0,5-1,1 Kreatinin penurunan fungsi mg/dL (SCr) ginjal Pria : 0,6-1,2 mg/dL Muda : 0,5-1,0 mg/dL 2.5 2.5.1
Tinjauan tentang Albumin Informasi Umum Menurut Pedoman Penggunaan Albumin RSUD dr.Soetomo
(PPARSDS) pada tahun 2003, normal human serum albumin adalah larutan steril preparat protein plasma yang mengandung sekurangkurangnya 96% albumin yang diperoleh dari pemisahan plasma darah. Sediaan albumin mengandung protein dan elektrolit terlarut, tapi tidak mengandung faktor pembekuan darah, antibodi golongan darah atau kolinesterase darah (Join Formulary Commitee, 2014). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 159 tahun 2014, albumin termasuk produk darah pengganti plasma dan plasma ekspander dengan sediaan yang tediri dari 5%, 20% dan 25%. Albumin adalah suatu protein dengan berat molekul 65.000 - 69.000 Da yang disintesis di liver, merupakan komponen utama protein plasma yang memiliki kemampuan ikatan reversible dengan obat (Shargel et al., 2005). Pada orang dewasa kadar albumin normal adalah 3,5 g/dL sampai 5,5 g/dL (Pagana & Pagana, 2011). Hipoalbuminemia merupakan kondisi dimana terjadi penurunan serum albumin hingga dibawah 3,5 g/dL, namun signifikansi secara klinis nampak ketika SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26 kadar serum albumin dibawah 2,5 g/dL (Gatta, et al., 2012). Kondisi rendahnya kadar serum albumin merupakan faktor resiko dan dapat digunakan sebagai parameter morbiditas dan mortalitas terlepas dari penyakit yang terlibat (Franch-Arcas, 2001). Selain itu, pasien yang dirawat di rumah sakit dengan kadar albumin rendah, memiliki mortalitas yang lebih tinggi dan waktu inap yang lebih panjang (Herrmann et al., 1992). Tabel II.4 Penyebab Hipoalbuminemia dan Implikasinya (Herrmann et al., 1992) Penyebab Mekanisme dan Implikasi Analbuminemia Tidak ada sintesis Kelaparan Penurunan sintesis albumin, dikaitkan dengan keluaran klinis yang buruk Penyakit hati Sebagian besar disebabkan redistribusi, juga karena peningkatan katabolisme dan penurunan sintesis Penyakit ginjal Kebocoran karena albuminuria dan nefrosis, juga bisa karena dialysis. Pre-eklamsia Karena redistribusi Malignan Penurunan sintesis, peningkata katabolisme dan redistribusi. Aktivitas sitokin juga berpengaruh (umumnya TNF). Dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Luka bakar Katabolisme meningkat, kebocoran besarbesaran pada lokasi luka. Juga karena penurunan sintesis. Trauma Respon stress. Peningkatan katabolisme dan redistribusi. Pembedahan Respon stress. Redistribusi. Sepsis Redistribusi, juga karena peningkatan katabolisme dan penurunan sintesis.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27 2.5.2
Metabolisme Albumin
Gambar 2.5 Metabolisme Albumin (Arcas, 2011) Pada orang dewasa normal, hingga 14 g albumin per hari disintesis di hati dari asam amino yang dikatabolisme oleh protein. Proses sintetis sebesar 5% dari total albumin dalam tubuh (3,5 ± 5 g albumin per kg berat badan). Hampir 60% dari total albumin dalam tubuh didistribusikan ke ruang interstitial, sedangkan 40% berada di vaskular. Perpindahan albumin di dinding kapiler antara kedua kompartemen sebesar kurang lebih 120 g. Pada kondisi steady state, jumlah albumin loss harian dan katabolismnya memiliki jumlah yang sama seperti pada proses sintesis (14 g). Mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia dapat direpresentasikan pada setiap tahap metabolisme albumin, yaitu adanya kemungkinan penurunan pasokan asam amino (misalnya intestinal malabsorption), terganggunya proses sintesis (misalnya liver failure), meningkatnya albumin losses (misalnya sindrom nefrotik), katabolisme jaringan (misalnya sepsis), atau masalah distribusi (misalnya edema). Waktu paruh albumin sekitar 20 hari, terjadi perubahan kadar albumin yang sangat cepat, terutama pada pasien rawat inap yang terjadi karena
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28 perubahan sintesis dan katabolisme. Perpindahan albumin dari vaskular ke interstitial (transcapillary escape rate) menjadi penyebab terjadinya sepuluh kali lipat jumlah albumin yang disintesis (Arcas, 2011). 2.5.3
Peran Albumin di Sirkulasi Albumin memiliki peran penting dalam pemeliharaan
homeostasis terkait distribusinya. Serum albumin adalah regulator utama tekanan osmotik koloid yang merupakan sekitar 80% dari plasma tekanan osmotik koloid normal dan 50% dari kandungan protein. Peran albumin yaitu mencegah perkembangan edema, memberikan keseimbangan antara hidrostatik dan tekanan osmotik koloid. Albumin serum dapat mengikat beberapa zat yang berbeda dan mengangkut beberapa hormon yang berbeda, seperti tiroid dan hormon yang larut dalam lemak. Selain itu, albumin juga mengangkut asam lemak rantai panjang ke hati, bilirubin tak terkonjugasi, logam, dan ion (ion kalsium). Obat yang mengikat serum albumin memiliki peran penting dalam farmakokinetik dan distribusi beberapa obat yang dapat mempengaruhi waktu paruh dan mempengaruhi metabolisme kadar molekul bebas. Albumin juga berfungsi sebagai penyangga plasma, mempertahankan tingkat pH fisiologis, dan mencegah fotodegradasi asam folat. Albumin juga memiliki sifat antioksidan dan terlibat dalam mendeteksi radikal bebas oksigen dalam patogenesis inflamasi penyakit (Gatta et al., 2012). Albumin berfungsi sebagai reservoir signifikan untuk sinyal molekul dan oksida nitrat (NO). Dalam hal ini albumin dapat mewakili sirkulasi reservoir endogen dari NO dan dapat bertindak
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29 sebagai donor NO. Albumin juga memiliki peran pada proses pembekuan darah seperti heparin dan menghambat agregasi platelet. Oleh karena itu, albumin bukan hanya pengatur tekanan onkotik plasma, tetapi dapat mempengaruhi aspek lain berkaitan dengan efek terapi obat dengan aktivitas farmakologi. Mengingat peran penting albumin dalam membawa obat-obatan dan senyawa endogen, keterlibatannya dalam metabolisme beberapa zat endogen, dan adanya sebagai agen detoksifikasi (Gatta et al., 2012). 2.5.4
Fungsi Pemberian Albumin
2.5.4.1 Alat Pengikat dan Transport Salah satu yang membedakan albumin dengan koloid dan kristaloid adalah kemampuan mengikat. Albumin berfungsi penting sebagai pengikat asam, basa dan netral juga berfungsi penting sebagai transport lemak dan zat yang larut dalam lemak. Albumin juga berikatan secara kompetitif dengan berbagai macam obat diantaranya yaitu: digoksin, warfarin, NSAIDs, midazolam, dan lainlain. Karena kebanyakan zat yang berikatan dengan albumin dalam bentuk inaktif maka albumin secara tidak langsung menjadi pengontrol aktivitas biologis zat tersebut, sehingga fluktuatif kadar albumin akan mempengaruhi efek biologis zat tersebut (Soemantri, 2009). 2.5.4.2 Memelihara Tekanan Osmotik Koloid Plasma Albumin bertanggungjawab untuk memelihara 75%-80% tekanan
onkotik
plasma.
Penurunan
albumin
plasma
akan
menurunkan 66% tekanan onkotik koloid. Dalam hal ini gradien tekanan osmotik koloid lebih berperan penting daripada kadar absolutnya
SKRIPSI
dalam
plasma.
Hal
ini
STUDI PENGGUNAAN.....
akan
membedakan
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30 hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma dan hipoalbuminemia akibat defisiensi albumin dalam tubuh (Soemantri, 2009). 2.5.4.3 Penghancur Radikal Bebas Albumin merupakan sumber utama golongan sulfidril yang berfungsi menghancurkan radikal bebas (jenis nitrogen dan oksigen). Pada sepsis, albumin berperan penting sebagai penghancur radikal bebas (Soemantri, 2009). 2.5.4.4 Efek Antikoagulan Mekanisme efek antikoagulan dan anti trombotik dari albumin belum banyak diketahui. Kemungkinan hal ini terjadi karena
ikatannya
dengan
radikal
nitric-oxyde
menyebabkan
memanjangnya anti-agregasi trombosit (Soemantri, 2009). 2.5.5
Fisikokimia Menurut Farmakope Indonesia edisi ke-4 tahun 1995,
larutan albumin adalah larutan protein dalam air yang diperoleh dari plasma, serum atau plasenta normal dan segera dibekukan setelah dikumpulkan. Plasma, serum atau plasenta diperoleh dari donor sehat. Pemisahan albumin dilakukan dengan kondisi terkendali terutama pH, kekuatan ion dan suhu sehingga produk akhir tidak kurang dari 95% protein total adalah albumin. Lautan albumin tersedia sebagai larutan pekat mengandung 15%-25% protein total atau sebagai larutan isotonik mengandung 4,0%-5,0% protein total. Untuk menghindari pengaruh pemanasan dapat ditambah stabilisator yang sesuai seperti natrium kaprilat dengan kadar tertentu, tapi tidak boleh ditambahkan pengawet yang bersifat antimikroba pada setiap tahap pembuatan. Albumin berupa cairan jernih agak kental, tidak
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31 berwarna hingga berwarna kekuningan tergantung kadar protein (Depkes RI, 1995). Pada kondisi tertentu albumin tahan pada temperatur tinggi. Semua sediaan albumin di pasar, melalui proses pasteurisasi dengan pemansan pada suhu 60o C selama 10 jam, dan nampaknya tidak mengalami perubahan yang bermakna selama proses ini (Peters, 1995). Proses pasteurisasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan virus seperti HIV, hepatitis B, hepatitis C dan hepatitis A (Soni, 2009). Albumin disimpan pada suhu 15o-25oC terlindung dari cahaya. Bila disimpan pada suhu 2o – 8o diharapkan memenuhi syarat selama 5 tahun sejak sediaan dipanaskan pada 60o selama 10 jam. Bila disimpan dalam suhu tidak lebih dari 25o diharapkan memenuhi syarat selama 3 tahun (Depkes RI, 1995). 2.5.6
Farmakokinetika dan Farmakodinamika Albumin Albumin merupakan protein plasma yang disintesis
seluruhnya di hati untuk kebutuhan intraseluler maupun untuk distribusi sistemik. Sintesis normal albumin di hati kira-kira 100-200 mg/kg BB/hari. Pada individu yang sehat, regulator albumin sintesis adalah tekana onkotik pada atau dekat dengan lokasi sintesisnya. Peningkatan tekanan onkotik yang diperoleh dengan cara pemberian albumin tidak mengakibatkan terjadinya hiperonkotik karena terjadi peningkatan katabolisme albumin (PPARSDS, 2003). Dalam tubuh albumin terditribusi dalam plasma dan cairan ekstravaskular kulit, otot dan jaringan lain. Konsentrasi albumin tertinggi ada di dalam sel hati, yaitu berkisar antara 200-500 mcg/g jaringan hati. Adanya albumin di dalam plasma (kompartemen intravaskuler) diperoleh langsung dari dinding sel hati ke sinusoid
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32 atau melalui ruang antar sel hati dan dinding sinusoid kemudian ke saluran limfe hati, duktus torasikus dan akhirnya ke dalam kompartemen intravascular. Hanya albumin dalam plasma yang mempertahankan volume plasma dan mencegah edema, sedangkan albumin ekstravaskular tidak. Konsentrasi albumin dalam cairan interstitial sekitar 60% dari konsetrasi albumin dalam plasma. Waktu paruh eliminasi albumin sekitar 17 hingga 18 hari. Waktu paruh distibusinya adalah 15 sampai 16 jam. Tempat utama degradasi albumin belum diketahui. Untuk individu sehat pada umumnya hati tidak mempunyai pengaruh pada pengendalian katabolisme albumin, namun bila ada penyakit organ yang spesifik, hati, ginjal dan usus dapat menjadi tempat yang penting untuk degradasi. Normalnya kadar albumin dijaga relatif konstan pada kadar 3,5% hingga 5,5% b/v atau 4,5 g/dL. Albumin menjaga tekanan osmotik darah dan transport senyawa endogen maupun senyawa eksogen. Albumin membentuk kompleks dengan asam lemak bebas (free fatty acids), bilirubin, berbagai hormon (seperti kortison, aldosteron, dan tiroksin), triptofan dan senyawa-senyawa lain. Kebanyakan obat bersifat asam lemah (anionik) berikatan dengan albumin melalui ikatan elektrostatik dan hidrofobik. Obat-obat bersifat asam lemah seperti salisilat, fenilbutazon
dan
penisilin
terikat
kuat
dengan
albumin.
Bagimanapun, kekuatan ikatan obat dengan albumin berbeda-beda pada tiap-tiap obat (PPARSDS, 2003; Shargel et al., 2005). Pemberian preparat albumin pada keadaan sehat tidak dieksresi oleh ginjal. Penyakit ginjal dapat memperngaruhi degradasi dan sintesis. Pada sindorma nefrotik, albumin plasma dipertahankan
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33 dengan menurunkan degradasi bila kehilangan albumin kurang dari 100 mg/kg BB/hari, tetapi bila kecepatan hilangnya albumin meningkat, sintesis albumin akan meningkat lebih dari 400 mg/kg BB/hari.
Pemberian
infus
tunggal
albumin
menghasilkan
peningkatan volume plasma dan peningkatan aliran plasma, tetapi tidak berefek terhadap kecepatan filtrasi ginjal (PPARSDS, 2003). Tabel II.5Ekivalensi Osmotik Plasma (McEvoy et al., 2011) Albumin Infusi IV Ekivalensi Plasma 100 mL plasma 100 mL larutan 5% (5 g) 400 mL plasma 100 mL larutan 20% (20 g) 100 mL larutan 25% (25 g) 500 mL plasma Albumin sebanyak 25 gram ekivalen osmotik dengan kurang lebih 2 unit (500 mL) plasma beku segar (fresh frozen plasma). Sedangkan 100 mL albumin 25% sama dengan yang dikandung oleh protein plasma dari 500 mL plasma atau 2 unit darah utuh (whole blood) (PPARSDS, 2003). Albumin 5% meningkatkan volume plasma hingga 80% dari volume yang di berikan. Pada sukarelawan sehat, peningkatan volume plasma berkurang perlahanlahan mengikuti fungsi mono eksponensial, waktu paruhnya sekitar 2,5 jam (Hahn, 2011). Infus 10 mL/kg albumin 5 % meningkatkan konsentrasi albumin plasma hingga 10%, yang bertahan selama lebih dari 8 jam. Kembali normalnya tekanan darah disebabkan karena translokasi molekul albumin dari plasma ke ruang interstitial. Terlebih lagi, peningkatan volume plasma menstimulasi efek diuretik. Albumin perlahan-lahan kembali ke plasma melalui pembuluh limfatik (Hahn, 2011).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34 2.5.7
Mikroalbuminuria dan Makroalbuminuria Nefropati diabetik dialami sekitar 20-40% penderita
diabetes. Hal ini didapatkan dari nilai albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam (mikroalbuminuria) yang merupakan tanda dini nefropati diabetik. Pasien yang disertai dengan mikroalbuminuria dapat berubah menjadi makroalbuminuria (>300 mg/24 jam). Pada akhirnya sering berlanjut menjadi penyakit ginjal kronik stadium akhir. Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin >30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan, tanpa penyebab albuminura lainnya (Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2011). Tabel II.6 Klasifikasi Albuminuria (Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2011) Kategori Urin 24 Urin dalam Urin sewaktu jam waktu (µg/mg (mg/24 tertentu kreatinin) jam) (µg/menit) Normal <30 <20 <30 Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299 Makroalbuminuria ≥300 ≥200 ≥300 2.5.8 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit Ginjal Tabel II.7 Penggunaan Albumin Berkaitan dengan Penyakit Ginjal (Hahn, 2011) Kondisi Indikasi Regimentasi Dosis nefrotik Digunakan albumin Sindroma nefrotik Sindroma dengan edema paru 20%. maupun edema perifer 20 mL albumin 20% yang akut dan berat untuk 60 mg (PPARSDS, 2003). furosemid, Sesuai untuk kondisi dicampur.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35 Kondisi
Indikasi akut, dimana resisten terhadap diuretik saja. Dikominasi dengan diuretik (UHC, 2010).
Regimentasi Dosis
saat
Hipotensi saat dialysis setelah pemberian normal salin dan plasma ekspander lain gagal meningkatkan tekanan darah (PPARSDS,2003).
Digunakan albumin 25%. 25g (100ml albumin 25%) diberikan selama 1 jam/hari.
Gagal ginjal dengan asites
Gagal ginjal dengan asites yang dilakukan parasentesis
Digunakan albumin 20% atau 25%. 5-6 gram albumin untuk tiap liter cairan asites (PPARSDS, 2003). 100 mL albumin 20% untuk tiap 2 liter cairan asites (NPPEAG, 2009).
Hipotensi dialysis
2.5.9
Efek Samping dan Kontraindikasi
Tabel II.8 Efek Samping Pemberian Albumin (PPARSDS, 2003; EMEA, 2005; McEvoy et al., 2011) Efek Samping Keterangan Oleh karena albumin mengikat kalsium Depresi miokard serum, sehingga kalsium total meningkat tetapi kalsium serum rendah dan hal ini menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hipotensi Pada pemberian albumin dan plasma protein yang cepat dapat terjadi hipotensi. Hipervolemia Pemberian albumin intravena yang cepat harus dimonitor dari tanda klinis (edema paru, gagal jantung) terutama pada pasien yang volume sirkulasinya normal atau meningkat. SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36 Efek Samping Ginjal
Hipersensitifitas
Efek kehamilan
Keterangan Pemberian albumin pada renjatan hipovolemik menyebabkan retensi Na. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan RBF (renal blood flow) dan perfusi ginjal, sedangkan LFG menurun. Hal ini akan menurunkan filtrasi Na+ dan pelepasan Na+ di nefron distal. Klirens Na+ akan sangat menurun, dengan akibat terjadinya peningkatan Na dan resorpsi air bebas, peningkatan CVP (central venous pressure) dan PAWP (pulmonary artery wedge pressure) serta gangguan oksigenasi, hingga memerlukan tambahan diuretik dan dukungan terhadap miokard. Gejala alergi seperti panas, menggigil, urtikaria, hipotensi, mual, muntah. Insiden rendah, episode 1-2 jam hingga 1-5 hari pasca pemberian albumin. Studi teratogenisitas pada manusia dan hewan belum pernah dilakukan. Albumin hanya diberikan pada wanita hamil bila jelas diperluakan. Menurut FDA, albumin termasuk kategori C. Perlu dipertimbangan bahwa pada keadaan hamil kadar albumin plasma menurun karena hemodilusi.
2.5.10 Komposisi Larutan Albumin Tabel II.9 Komposisi Larutan Albumin (Depkes RI, 1995; Soni, 2009) Albumin 5% Albumin 20% Albumin 25% Albumin 50 g/L 200 g/L (20 g) 250 g/L (25 g) 100 – 200 Tekanan 26-30 mmHg mmHg Onkotik Natrium 130-160 70-160 mmol/L mmol/L Potassium < 2 mmol/L < 10 mmol/L Ukuran Sediaan
SKRIPSI
500 mL
100 mL
STUDI PENGGUNAAN.....
100 mL
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37 2.5.11 Indikasi Peggunaan Albumin Tabel II.10 Indikasi peggunaan albumin (Soni, 2009; Boldt, 2010; McEvoy et al., 2011; JFC, 2014) Jenis Indikasi Umum Indikasi Spesifik Albumin Koloid 5 % Pengganti volume Hipovolemia, Paracentesis intravaskular pada gagal liver. Peritonitis. Perbaikan tekanan onkotik Perbaikan kadar Integritas kapiler. Koagulasi. serum albumin Mencegah ileus. Kehilangan protein (karena enteropati/ nefropati) Asidosis metabolik Sebagai buffer pada neonates. Pengobatan malaria Untuk mengganti cairan falciparum disertai pada anak. asidosis Koloid 20% Pengganti cairan intravascular Redistribusi cairan Dialisis ginjal. Cidera paru akut. Untuk menginisiasi diuresis. 2.5.12 Sediaan Albumin yang Beredar di Indonesia Tabel II.11 Contoh sediaan albumin di Indonesia (ISO, 2014; MIMS, 2014) Nama Dagang Produsen/ Kekuatan Kemasan Ditributor Albapure Dexa 20% 50 mL; 100 mL Medica Albuman Graha Farma 20% 50 mL; 100 mL Albuminar Dexa 25% 50 mL; 100 mL Medica Human Alb. CSL 20% 50 mL; 100 mL Behring Behring Octalbin 20 Kalbe Farma 20% 50 mL; 100 mL Octalbin 25 Kalbe Farma 25% 50 mL; 100 mL Plasbumin 20 Dipa 20% 50 mL; 100 mL
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38 Nama Dagang
Plasbumin 25
Zenalb
Produsen/ Ditributor Pharmalab Intersains Dipa Pharmalab Intersains Ikapharmind o
Kekuatan
Kemasan
25%
50 mL; 100 mL
20%
50 mL; 100 mL
2.5.13 Alternatif Pergantian Albumin Pemberian albumin diperlukan untuk mencegah gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh beberapa kondisi seperti kondisi luka bakar, asites, dan lain lain. Namun pemberian albumin memerlukan biaya yang tinggi, sehingga diperlukan alternatif pengganti albumin. Koloid sintesis merupakan alternatif yang menjanjikan. Pilihan koloid yang dapat diberikan meliputi manitol, poligelline, starch, atau
dextran.
Efektifitas
koloid
sebagai
pengganti
abumin
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berat molekul, masa paruh, jumlah yang diberikan, dan lain lain. Berbagai macam koloid di atas memiliki masa paruh yang jauh lebih pendek dibandingkan albumin, yaitu 21 hari. Masa paruh koloid yang lebih pendek dibandingkan albumin menyebabkan efektifitas dalam mempertahankan tekanan arteri efektif menjadi berkurang, dan memicu aktivasi sistem RAAS (Hiltono, 2010). Penelitian terdahulu yang terkait upaya peningkatan kadar albumin dalam darah yaitu dengan pemberian putih telur. Komposisi zat gizi putih telur per 100 gram berat bahan mengandung 10,8 gram protein dan 95% nya merupakan albumin (DKBM, 1984).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39 2.6 Tinjauan tentang Drug Related Problems Drug Related Problems (DRPs) atau masalah terkait obat adalah segala kejadian yang tidak diinginkan dan dialami pasien, yang terlibat atau dicurigai terlibat dalam suatu terapi dan mengganggu hasil pada pasien baik aktual maupun potensial (Cipolle et al, 2004). DRPs dapat dibagi menjadi toksisitas intrinsik dan ekstrinsik. Toksisitas intrinsik adalah toksisitas yang disebabkan karena interaksi dari karakteristik farmasetika, kimia dan/atau farmakologis obat itu sendiri dengan sistem tubuh manusia. Oleh karena itu, toksisitas intrinsik identik dengan Adverse Drug Reactions (ADR). ADR oleh WHO didefinisikan sebagai tanggapan terhadap obat yang berbahaya dan tidak diinginkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, ataupun untuk modifikasi fungsi fisiologis. Sebelumnya obat yang tidak diketahui interaksinya dan kurang memiliki efek terapi termasuk dalam definisi ini (Bemt and Egberts, 2007). Di bawah ini merupakan klasifikasi DRPs beserta kemungkinan penyebabnya : 2.6.1
Kesalahan dalam Peresepan
1.
Kesalahan dalam Administrasi dan Prosedur
SKRIPSI
1.
General (misalnya kesalahan dalam pembacaan)
2.
Data pasien (misalnya data-data pasien tercampur)
3.
Data ruangan dan data peresepan
4.
Nama obat
5.
Bentuk sediaan dan rute pemberian
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40 2.
Kesalahan Dosis 1.
Besar dosis
2.
Frekuensi
3.
Dosis terlalu tinggi atau rendah
4.
Tidak
ada
maksimum
dosis
pada
resep
yang
dibutuhkan
3.
5.
Lamanya terapi
6.
Cara pemakaian
Kesalahan Terapetik 1.
Indikasi
2.
Kontraindikasi
3.
Monitoring
4.
Interaksi antar obat
5.
Pemberian monoterapi tidak tepat
6.
Pemberian terapi yang salah (misalnya dua obat dalam satu kategori diberikan bersamaan)
2.6.2
2.6.3
Kesalahan dalam Pemberian Obat 1.
Kesalahan dalam pemberian ke pasien dan ruangan
2.
Jenis obat
3.
Bentuk sediaan
4.
Besar dosis
5.
Waktu pemberian obat
Kesalahan dalam Administrasi 1. Kelalaian (obat tidak diberikan) 2. Obat tidak dipesankan 3. Peracikan obat 4. Bentuk sediaan
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41 5. Cara pemberian 6. Teknik administrasi 7. Dosis 8. Waktu pemberian obat 9. Kepatuhan pasien 2.6.4
Kesalahan Medikasi yang dapat Berdampak Fatal 1.
Kesalahan telah terjadi tetapi obat tidak sampai ke pasien
2.
Kesalahan telah terjadi dan obat telah sampai ke pasien,
tetapi
tidak
mengakibatkan
efek
yang
merugikan a. Obat tidak diberikan b. Obat diberikan tetapi tidak membahayakan 3.
Kesalahan
telah
dilakukan
dan
meningkatkan
frekuensi dalam memonitoring pasien, tetapi tidak membahayakan 4.
Kesalahan telah dilakukan dan dapat membahayakan a. Terjadi kerusakan sementara yang memerlukan pengobatan b. Terjadi kerusakan sementara yang meningkatkan lama rawat inap c. Terjadi kerusakan permanen d. Pasien hampir meninggal
5.
Kesalahan yang mengakibatkan pasien meninggal (Bemt and Egberts, 2007).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42 2.7 Tinjauan tentang Studi Penggunaan Obat Studi penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pemasaran, distribusi, peresepan, dan penggunaan obat pada masyarakat dengan penekanan pada keberhasilan medis, konsekuensi sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan. Studi penggunaan obat difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi peresepan, pemberian, administrasi, dan penggunaan pada pengobatan. Namun studi penggunaan obat secara luas bukan hanya mempelajari aspek medis dan nonmedis yang mempengaruhi penggunaan obat, tetapi juga mempelajari semua hal yang berkaitan dengan penggunaan obat (Lee and Bergman, 2000). Studi penggunaan obat bisa berbentuk kualitatif dan kuantitatif. Studi kualitatif akan dapat mengevaluasi ketepatan penggunaan obat dengan cara mencari hubungan antara data peresepan dan alasan pemberian terapi. Sedangkan studi kuantitatif lebih ditekankan pada situasi terkini, perkembangan tren dan penentuan waktu penggunaan obat pada berbagai tingkat sistem kesehatan, baik pada tingkat nasional, regional, lokal, atau institusional. Sehingga, data yang dihasilkan dari studi penggunaan obat dapat digunakan untuk memperkirakan penggunaan obat pada suatu populasi berdasarkan usia, strata sosial, morbiditas, dan karakteristik lain. Dari data tersebut juga dapat diketahui efek samping obat, memonitor penggunaan kategori terapi spesifik dan mengantisipasi masalah yang timbul, atau untuk merencanakan produksi, distribusi, dan merencanakan pemakaian obat (Lee and Bergman, 2000).
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Uraian Kerangka Konseptual Ginjal yang mengalami gangguan fungsional atau disfungsi diakibatkan oleh adanya penurunan nilai GFR (Glomerular Filtration Rate) sehingga dapat menyebabkan timbulnya Penyakit Ginjal Akut (PGA) yang kemudian berlanjut menjadi Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Timbulnya PGK dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino dalam tubuh. Uremia dan penurunan sintesis asam amino dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi. Pemberian terapi albumin dapat dipantau berdasarkan beberapa faktor, yaitu jenis albumin, dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capain albumin, faktor yang mempengaruhi capaian albumin, serta kemungkinan adanya DRPs. Jenis albumin dibedakan menjadi albumin 5%, 20%, dan 25% dengan cara pemberian infusi drip. Durasi pemberian yang disarankan adalah tidak lebih dari 4 jam dengan kecepatan infus 1-2 mL/menit. Sifat fisikokimianya meliputi albumin bersifat amfoter, dapat terkoagulasi oleh panas, berat molekul ±65.000 Da, konsentrasi dalam cairan interstitial ±60%, terjadi melalui proses pasteurisasi dengan pemansan pada suhu 60o C selama 10 jam. Cara penyimpanannya yaitu albumin yang belum dibuka dapat disimpan 3 tahun pada suhu hingga 37°C dan dapat disimpan 5 tahun dalam refrigerator. Bila telah terbuka harus dipakai sebelum 4 jam dan bila tersisa harus dibuang.
43 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44 Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi adanya permasalahan terkait obat (albumin) dan respon yang diberikan antara sebelum dan sebelum pemberian terapi albumin. Permasalahan terkait obat yang perlu diperhatikan yaitu diantaranya, terdapat indikasi namun tidak diberikan
terapi,
kontraindikasi,
efek
samping
obat,
dan
kemungkinan adanya interaksi obat. Faktor-faktor tersebut ditinjau untuk mengkaji respon penggunaan albumin yang disebabkan karena pasien mengalami hipoalbuminemia pada pasien PGK.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45 3.2 Skema Kerangka Konseptual Terapi Albumin
Ginjal Disfungsi
Jenis albumin : 1. Albumin 5% 2. Albumin 20% 3. Albumin 25%
GFR ↓
PGA
Durasi pemberian : < 4 jam, dengan kecepatan infus 1-2 ml/menit
PGK
Proteinuria
Fisikokimia: Bersifat amfoter Terkoagulasi oleh panas BM ±65.000 Da Konsentrasi dalam cairan interstitial ±60% melalui proses pasteurisasi dengan pemanasan pada suhu 60o C selama 10 jam.
Uremia ↓Sintesis asam amino Malnutrisi
Cara penyimpanan: Yang belum dibuka dapat disimpan 3 th dalam suhu hingga 37°C, 5 th dalam refrigerator. Bila telah terbuka harus dipakai sebelum 4 jam, bila tersisa harus dibuang.
Hipoalbuminemia
Respon : Kadar albumin sebelum dan sesudah pemberian terapi
Terdapat indikasi namun tidak diberikan terapi.
SKRIPSI
Cara pemberian: Infusi drip
Drug Related Problems (DRPs)
Kontarindikasi: Riwayat alergi albumin, anemia berat, gagal jantung, volume intravaskuler yang meningkat, sindroma nefrotik kronik.
STUDI PENGGUNAAN.....
ESO: Demam, menggigil, mual dan muntah.
Interaksi obat : Tidak boleh diberikan bersama dengan obat rentang terapi sempit
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
observasional,
pengambilan data secara prospektif, dan dianalisis secara deskriptif. Penelitian observasional yaitu peneliti tidak memberikan suatu perlakuan atau intervensi pada sampel. Data diambil secara prospektif karena pengambilan data bersifat kedepan melalui DMK. Sedangkan data dianalisis secara deskriptif karena penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis mengenai studi penggunaan albumin pada pasien PGK. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada periode 16 Maret sampai 15 Juli 2015. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah seluruh pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis PGK yang mendapat terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada periode 16 Maret sampai 15 Juli 2015 yang memenuhi kriteria inklusi.
46 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47 4.3.2.1 Kriteria Inklusi 1.
Pasien dengan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK).
2.
Pasien mendapat terapi albumin.
3.
Pasien dengan data laboratorium sebelum dan sesudah pemberian terapi albumin.
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi Pasien PGK dengan penyakit penyerta yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia, meliputi luka bakar, sepsis, cedera otak, dan stroke. 4.4 Cara Pengambilan Sampel Cara pengambilan sampel dengan metode time limited sampling, yaitu dengan cara setiap pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian selama periode tertentu dimasukkan sebagai sampel penelitian. 4.5 Definisi Operasional dan Istilah dalam Penelitian 1. Albumin Merupakan obat yang diterima oleh pasien PGK yang mengalami hipoalbuminemia. 2. Jenis Albumin Merupakan jenis pemberian yang digunakan, yaitu terdiri dari 5%, 20%, atau 25% dalam hal ini digunakan 20%. 2. Pasien PGK Merupakan pasien yang didiagnosis PGK oleh dokter dan berdasarkan data rekam medik, menerima terapi albumin, serta menjalani rawat inap.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48 3. Dosis Merupakan takaran albumin yang diterima pasien dalam sekali pemberian, yaitu 20 gram. 4. Frekuensi pemberian Merupakan
jumlah
penggunaan
albumin
yang
diterima pasien pada setiap pemberian, dinyatakan dalam botol perhari. 5. Cara pemberian Merupakan cara pemberian albumin pada pasien PGK, yaitu infusi drip. 6. Durasi pemberian Merupakan durasi yang dibutuhkan pada setiap pemberian sediaan infus albumin yang diterima oleh pasien, dinyatakan dalam jam. 7. Capaian terapi Merupakan hasil pada pasien yang dilihat dari data laboratorium albumin pre dan albumin post pemberian terapi albumin. 8. Data laboratorium Merupakan data hasil pemeriksaan laboratorium pasien yang mengalami PGK dan mendapat terapi albumin, meliputi albumin, serum kreatinin, dan proteinuria. 9. Data klinik Data yang berhubungan dengan kondisi pasien yang memerlukan terapi albumin, meliputi tekanan darah, RR, nadi, edema, suhu, KU, dan GCS.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49 10. Albumin pre Merupakan kadar albumin terakhir yang diperiksa sebelum pemberian albumin 11. Albumin post Merupakan kadar albumin pertama yang diperiksa setelah pemberian albumin. 4.6 Cara Pengumpulan Data Tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Pasien datang ke Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2.
Pasien mendapat terapi pemberian albumin.
3.
Dilakukan pengamatan dan pencatatan kedalam Lembar Pengumpulan Data (LPD). Data yang dicatat meliputi nomor RM, data demografi, data laboratorium, data klinik, dan data terapi obat yang diterima. Data demografi yang diperlukan antara lain initial nama pasien, umur, jenis kelamin, keluhan, diagnosis, tanggal MRS, tanggal KRS, dan riwayat penyakit. Data laboratorium yang diperlukan antara lain albumin, serum kreatinin, dan proteinuria. Data klinik yang diperlukan yaitu tekanan darah, RR, nadi, edema, suhu, KU, dan GCS. Sedangkan data terapi obat yang diterima meliputi jenis obat, dosis, cara pemberian, dan durasi pemberian terapi albumin.
4.7 Analisis Data Data yang telah dikumpulkan di LPD dilakukan analisis deskriptif meliputi :
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50 1. Data disajikan dalam bentuk tabel, presentase, diagram. 2. Identifikasi
jenis,
dosis,
cara
pemberian,
durasi
pemberian, dan capaian terapi. 3. Mengkaji
faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
capaian albumin. 4. Kemungkinan terjadinya DRPs.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51 4.8 Skema Kerangka Operasional Populasi penelitian adalah seluruh pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sampel penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang mendapat terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada periode 16 Maret sampai 15 Juli 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi : 1. Pasien dengan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK). 2. Pasien mendapat terapi albumin. 3. Pasien dengan data laboratorium sebelum dan sesudah pemberian terapi albumin. Kriteria eksklusi: Pasien PGK dengan penyakit penyerta yang dapat menyebabkan hipoalbuminemia, meliputi luka bakar, sepsis, cedera otak, dan stroke. Data pasien: 1. Tanggal 2. Nomor RM 3. Identitas 4. Keluhan dan diagnosis 5. Tanggal MRS dan tanggal KRS 6. Data laboratorium 7. Data klinik
Terapi obat: 1. Jenis 2. Dosis 3. Cara pemberian 4. Durasi pemberian
Rekapitulasi data, analisis data Hasil
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB V HASIL PENELITIAN Studi penggunaan albumin pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya dilakukan pada periode 16 Maret sampai dengan 15 Juli 2015. Penelitian ini bersifat observasional prospektif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jumlah populasi penelitian sebanyak 165 pasien yang didiagnosis PGK. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 11 pasien yang disebut sebagai sampel penelitian. Data yang didapat kemudian dicatat dalam Lembar Pengumpul Data dan kemudian data tersebut direkap ke dalam Tabel Induk (Lampiran 1). Penelitian ini telah dinyatakan Laik Etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan RSUD Dr. Soetomo Surabaya berdasarkan nomor 131/Panke.KKE/II/2015 tertanggal 16 Februari 2015 (Lampiran 2). Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif meliputi data demografi pasien, capaian terapi albumin, dan identifikasi adanya Drug Related Problem (DRP) yang akan diuraikan dalam bab ini. 5.1 Data Demografi Pasien Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pasien PGK yang menerima terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya diperoleh 11 pasien sebagai sampel penelitian. Berikut ini adalah data demografi pasien berdasarkan jenis kelamin, umur, dan berat badan pasien yang ditampilkan pada Tabel V.1.
52 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53 Tabel V.1 Data demografi pasien Demografi Pasien Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur (tahun) 45-54 55-74 Berat badan (kg) <51 51-55 ≥56
Jumlah Pasien
Presentase (%)
3 8
27,3 72,7
4 7
36,4 63,6
1 6 4
9,1 54,5 36,4
Keterangan : - Presentase masing-masing data demografi dihitung dari jumlah sampel yaitu 11. 5.2. Etiologi PGK Penyakit Ginjal kronik (PGK) dapat disebabkan oleh beberapa
hal,
meliputi
glomerulonefritis,
diabetes
mellitus,
hipertensi, penyakit ginjal polikistik, Batu Saluran Kemih (BSK) dan Infeksi Saluran Kemih (ISK) (KDOQI, 2007). Berikut ini adalah etiologi yang dialami pasien PGK yang menerima terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang ditampilkan pada Tabel V.2. Tabel V.2 Etiologi PGK Etiologi PGK DM HT ISK BSK
Jumlah Pasien 7 10 2 2
Presentase (%) 63,6 90,9 18,2 18,2
Keterangan : - Presentase dihitung dari jumlah sampel yaitu 11. - Satu pasien dapat mengalami ≥ 2 etiologi PGK.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54 5.3 Diagnosis Penyerta Pada DMK pasien PGK yang menerima terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, selain didiagnosis PGK pasien juga didiagnosis beberapa penyakit lainnya. Berikut ini diagnosis penyerta masing-masing pasien PGK akan ditampilkan pada Tabel V.3. Tabel V.3 Diagnosis penyerta pasien Diagnosis Penyerta Hipoalbuminemia Asidosis metabolik Edema Gangren pedis Anemia Ulcus pedis Anuria Edema paru Efusi pleura
Jumlah Pasien 11 5 7 1 4 1 2 1 1
Presentase (%) 100,0 45,4 63,6 9,1 36,4 9,1 18,2 9,1 9,1
Keterangan : - Presentase dihitung dari jumlah sampel yaitu 11. - Satu pasien dapat didiagnosis ≥ 2 macam diagnosis penyerta. 5.4 Profil Penggunaan Albumin 5.4.1 Jenis dan cara pemberian albumin Penggunaan albumin pada pasien PGK di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya hanya menggunakan satu jenis albumin yaitu albumin 20% 100 mL pada setiap kali pemberiannya. Sediaan tersebut mengandung albumin sebanyak 20 gram. Albumin diberikan secara infusi drip. 5.4.2 Durasi pemberian albumin Menurut Pedoman Penggunaan Albumin RSUD Dr. Soetomo, pada pasien PGK infus albumin diberikan selama tidak lebih dari 4 jam. Pada penelitian ini ditemukan durasi pemberian
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55 yang tidak sama pada setiap pasien. Berikut adalah grafik durasi pemberian albumin pada pasien PGK yang akan ditampilkan pada Gambar 5.1. 3 jam (2 pasien) 16,7%
4 jam (4 pasien) 33,3%
3 jam 15 menit (1 pasien) 8,3%
3 jam 30 menit (5 pasien) 41,7%
Gambar 5.1 Grafik durasi pemberian albumin pada pasien PGK
5.4.3 Kadar albumin pre dan post pemberian albumin Albumin pre dan post pemberian albumin ditampilkan pada Tabel V.4. Albumin pre adalah kadar albumin terakhir yang diperiksa sebelum pemberian albumin, sedangkan albumin post adalah kadar albumin pertama yang diperiksa setelah pemberian albumin.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56 Tabel V.4 Kadar Albumin Pre dan Post Pasien No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Frekuensi Pemberian (kali) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
11
1 Rerata
Albumin Pre (g/dL)
Albumin Post (g/dL)
1,91 2,10 2,16 2,41 2,36 2,34 2,39 2,41 2,39 2,27 2,41 2,45 N = 12 2,30 ± 0,02
2,26 2,50 2,32 2,90 2,65 2,54 2,86 2,62 2,62 2,41 2,98 2,61 N = 12 2,61 ± 0,02
Kenaikan Kadar Albumin (g/dL) 0,35 0,40 0,16 0,49 0,29 0,20 0,47 0,21 0,23 0,14 0,57 0,16 N = 12 0,31 ± 0,02
Keterangan : - Interval waktu (hari) pemeriksaan data lab albumin pre dan albumin post berbeda-beda tiap pasien. - Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien nomor 10). - Dosis pemberian albumin adalah sama pada setiap pasien yaitu 20 g (20% dalam 100 mL). Berdasarkan data yang telah didapat tersebut, dapat diidentifikasi bahwa seluruh sampel penelitian ini mengalami kenaikan kadar albumin setelah pemberian terapi albumin dengan kenaikan kadar yang berbeda-beda pada setiap pasien. Berikut ini akan ditampilkan pola kenaikan kadar albumin pre dan post pada Gambar 5.2.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kenaikan kadar albumin (g/dL)
57 3 1 2 2.5
3 4 5
2
6 7 1.5
8 Pre
Post
9
Pemberian albumin
Gambar 5.2 Grafik pola kenaikan kadar albumin berdasarkan albumin pre dan albumin post. 5.4.4 Kesesuaian pemberian dosis terapi albumin Kesesuaian
pemberian
dosis
terapi
albumin
dapat
diidentifikasi dari perhitungan kebutuhan dosis albumin secara teoritis antara kadar albumin yang diharapkan dan kadar albumin pre pemberian dengan mengkonversikan data dengan berat barat pasien. Selanjutnya hasil dari perhitungan teoritis tersebut dibandingkan dengan dosis albumin yang diberikan pada pasien. Pada penelitian ini kadar albumin yang diharapkan adalah 2,5 g/dL. Rumus perhitungan kebutuhan albumin sebagai berikut (PPARSDS, 2003). Kebutuhan albumin = (D-A) x BB x 0,8 Keterangan : D = Kadar albumin yang diharapkan (g/dL) (dalam hal ini adalah 2,5 g/dL) A = Kadar albumin aktual/pre (g/dL) BB = Berat badan (kg)
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58 Tabel V.5 Perbandingan kesesuaian dosis albumin Pasien No.
Berat Badan (kg)
Kadar albumin pre (g/dL) 1,91
Dosis kebutuhan albumin (Perhitungan) (g) 22,18
Dosis albumin yang diberikan (g) 20
1
47
2
54
2,10
17,28
20
3
52
2,16
14,14
20
4
55
2,41
3,96
20
5
56
2,36
6,27
20
6
55
2,34
7,04
20
7
57
2,39
5,02
20
8
58
2,41
4,18
20
9
58
2,39
5,10
20
10
55
2,27
10,12
20
2,41
3,96
20
2,45
2,08
20
11
SKRIPSI
52
STUDI PENGGUNAAN.....
Keterangan
Dosis yang diberikan < dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan Dosis yang diberikan > dosis kebutuhan
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59 Keterangan : - Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien nomor 10). - Dosis pemberian albumin adalah sama pada setiap pasien yaitu 20 g (20% dalam 100 mL). Berdasarkan hasil yang telah didapatkan tersebut, peneliti mengelompokkan berdasarkan kesesuaian pemberian dosis albumin yang dibutuhkan pasien. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.3 berikut ini. Tidak sesuai (8,3%)
Sesuai (91,7%)
Gambar 5.3 Kesesuaian pemberian dosis albumin 5.4.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria Berdasarkan data lab proteinuria pasien PGK yang menerima terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, berikut akan ditampilkan pada Gambar 5.4 kenaikan kadar albumin berdasarkan masing-masing data proteinuria pada pasien.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kenaikan kadar albumin (g/dL)
60 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
0,40 (1 pasien)
0,36±0,02 (3 pasien) 0,19±0,02 (5 pasien)
1+
2+
3+ Proteinuria
Gambar 5.4 Kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria Keterangan : - Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien nomor 10). - Interval waktu (hari) pemeriksaan data lab proteinuria berbeda-beda tiap pasien. - Tidak semua pasien proteinurianya diketahui karena data yang tidak lengkap (pasien nomor 4 dan 10). 5.4.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK pada pasien Berdasarkan data pada status pasien PGK yang menerima terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, berikut akan ditampilkan pada Tabel V.6 pengaruh data proteinuria terhadap penyebab terjadinya PGK yang dialami oleh pasien.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61 Tabel V.6 Pengaruh data proteinuria terhadap penyebab PGK pada pasien Penyebab penyakit
Data proteinuria Ada 2+ 3+ 1 1 2 3
1+ HT DM + HT DM+HT+ISK HT+ISK+BSK BSK
1
Total Tidak ada
1 1 1
2 6 1 1 1
Keterangan : - Interval waktu (hari) pemeriksaan data lab proteinuria berbeda-beda tiap pasien. - Tidak semua pasien proteinurianya diketahui karena data yang tidak lengkap (pasien nomor 4 dan 10). 5.4.7 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK Pada penelitian ini dilakukan perekaman data laboratorium pasien yakni serum kreatinin yang menunjukkan tingkat keparahan (stadium) pada pasien PGK dengan mengkonversi menjadi nilai GFR dengan menggunakan data demografi pasien berupa umur dan berat badan. Estimasi GFR bisa menggunakan rumus MDRD (The Modification of Diet in Renal Disease study equation) atau rumus Cockroft-Goult sebagai berikut (K/DOQI, 2007). =
(
)
x 0,85 untuk wanita
Berikut ini akan ditampilkan pada Tabel V.7 data masingmasing pasien beserta hasil perhitungan untuk mengetahui nilai GFR pada pasien PGK.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62 Tabel V.7 Penentuan nilai GFR pada pasien PGK Pasien No.
Umur (tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
55 59 73 56 48 45 56 54 55 36
Berat Badan (kg) 47 54 52 55 56 55 57 58 58 55
11
48
52
SCr (mg/dL) 6,19 7,00 2,60 13,72 6,01 7,49 2,85 15,80 10,80 8,43 7,92 4,95
GFR (ml/menit /1,73 m2) 7,62 7,38 15,82 4,68 10,12 8,24 7,28 4,38 5,39 9,42 10,03 11,42
Kenaikan Kadar Albumin (g/dL) 0,35 0,40 0,16 0,49 0,29 0,20 0,47 0,21 0,23 0,14 0,57 0,16
Berdasarkan hasil perhitungan untuk penentuan nilai GFR tersebut, dapat didentifikasi kenaikan kadar albumin berdasarkan nilai GFR yang dikelompokkan kedalam masing-masing stadium. Stadium 1 dengan GFR ≥90 ml/menit/1,73 m2, stadium 2 dengan GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2, stadium 3 dengan GFR 30-59 ml/menit/1,73 m2, stadium 4 dengan GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2, dan stadium 5 dengan GFR <15 ml/menit/1,73 m2 (K/DOQI, 2007). Hasil tersebut akan ditampilkan pada Gambar 5.5 berikut ini.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kenaikan kadar albumin (g/dL)
63 0,32±0,02 (11 pasien)
0.35 0.3 0.25
0,16 (1 pasien)
0.2 0.15 0.1 0.05 0 Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
Stadium 5
Stadium PGK
Gambar 5.5 Kenaikan kadar albumin berdasarkan kondisi PGK Keterangan : - Terdapat 1 pasien menerima 2 kali terapi albumin (pasien nomor 10). - Tidak terdapat pasien PGK stadium 1, stadium 2, dan stadium 3. 5.5 Drug Related Problem (DRP) Penggunaan albumin pada pasien PGK dapat menimbulkan Drug Related Problem (DRP). Dalam penelitian ini, DRP yang terjadi adalah terdapat indikasi namun tidak ada terapi. Pasien dengan kadar albumin <2,5 g/dL seharusnya mendapatkan terapi albumin untuk mencukupi kebutuhan albuminnya (Kepmenkes, 2014). Pada Tabel V.8 akan ditampilkan kadar albumin post pasien <2,5 g/dL yang seharusnya mendapatkan terapi albumin tetapi pasien tersebut tidak mendapatkan terapi. Tabel V.8 Kadar albumin pasien yang tergolong DRP Pasien No. Albumin Pre (g/dL) Albumin Post (g/dL) 1 1,91 2,26 3 2,16 2,32
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64 Dari Tabel V.8 tersebut, dapat diketahui bahwa pasien setelah mendapatkan terapi albumin pertama kali didapatkan kadar albumin post masih <2,5 g/dL, tetapi pasien tidak mendapatkan terapi albumin kembali untuk mengatasi hipoalbuminemianya. Sehingga seharusnya pasien membutuhkan terapi albumin kembali.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB VI PEMBAHASAN Studi penggunaan albumin pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) ini dilakukan pada pasien yang menjalani rawat inap di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penggunaan albumin pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) meliputi jenis, dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang mempengaruhi capaian albumin, serta mengidentifikasi Drug Related Problem (DRP) terapi albumin. Data yang diperoleh dari penelitian secara prospektif ini menunjukkan bahwa jumlah pasien PGK yang mendapat terapi albumin selama periode 16 Maret sampai 15 Juli 2015 adalah 11 pasien sebagai sampel penelitian. Pada penelitian ini sampel terbatas karena terbatasnya waktu dan tempat penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin terdata sebesar 3 (27,3%) pasien laki-laki dan 8 (72,7%) pasien perempuan (Tabel V.1). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pasien PGK lebih banyak dialami oleh perempuan. Prevalensi secara signifikan penyakit ginjal kronik dialami lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria (Callaghan, 2011; Stack et al 2014). Pengelompokan umur pasien (Tabel V.1) dilakukan berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2014 yang menunjukkan bahwa prevalensi terbesar 7 (63,6%) pasien PGK terjadi pada umur 55 sampai 74 tahun, kemudian diikuti oleh pasien berumur 45 sampai 54 tahun sebanyak 4 (36,4%). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa prevalensi terbesar
65 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66 pasien PGK stage akhir (ESRD) adalah diatas 45 tahun (Yamagata et al, 2007). Hal ini dikaitkan dengan semakin meningkatnya usia, maka terjadi penurunan GFR, selain itu seiring bertambahnya usia juga muncul penyakit penyerta yang memperparah kondisi ginjal (Joy et al, 2008). Hasil penelitian berdasarkan berat badan pasien (Tabel V.1) diketahui pasien dengan berat badan yang bervariasi. Perbedaan berat badan pada pasien disebabkan karena retensi natrium dan air akibat penurunan fungsi ekskresi oleh ginjal (McPhee, 2006). Terdapat beberapa penyakit yang menjadi penyebab terjadinya PGK pada penelitian ini. Dari 11 pasien terdapat 10 (90,9%) pasien mengalami hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan literatur
yang
menyatakan
bahwa
hipertensi
menyebabkan
peningkatan tekanan glomerulus dan hiperfiltrasi, dimana hal ini mengarahkan pada terjadinya sklerosis glomerulus dan penuruan jumlah nefron (Perlman et al., 2014). Pengaruh hipertensi terhadap perkembangan penyakit ginjal kronik ke stadium 5 adalah sebesar 5,6% (Joy et al, 2008). Peningkatan tekanan darah sistemik akan diikuti dengan peningkatan tekanan di glomerular yang akan menyebabkan kerusakan pada ginjal yang diikuti dengan penurunan GFR (Bidani and Griffin, 2004). Pada kondisi PGK akan terjadi gangguan yang memicu terjadinya retensi natrium. Retensi tersebut berdampak
pada
peningkatan
volume
ekstraseluler
yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Tedla et al., 2011). Sedangkan pada urutan kedua penyakit yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik adalah diabetes mellitus yaitu sebanyak 7 (63,6%) pasien. Diabetes
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
melitus dapat
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67 menyebabkan kerusakan ginjal karena adanya pembentukan dari produk akhir proses glikosilasi atau disebut Advanced Glycation End Products (AGE Products) di pembuluh darah. AGE products dapat menyebabkan kerusakan ginjal melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui penebalan membran basal pada ginjal sehingga fungsi filtrasi menjadi berkurang, serta AGE products dapat menyebabkan inaktivasi nitric oxide sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi dan menimbulkan gangguan aliran darah pada ginjal (Mason dan Assimon, 2013; Sulistyoningrum, 2014). Kemudian terdapat beberapa pasien yang mengalami infeksi saluran kemih dan batu saluran kemih masing-masing sebanyak 2 (18,2%) pasien. Batu saluran kencing dapat menyebabkan obstruksi pada saluran kencing. Adanya obstruksi dapat menyebabkan dilatasi pada pelvis ginjal (hydronephrosis)
dan
meningkatkan
tekanan
pada
ginjal.
Peningkatan tekanan pada ginjal akan menyebabkan proses filtrasi terganggu dan menurunkan GFR (Curhan, 2015; Seifter, 2015). Terjadinya infeksi saluran
kemih karena adanya gangguan
keseimbangan antar mikroorganisme penyebab infeksi sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent meningkat sehingga menyebabkan terjadinya sklerosis (Keddis & Rule, 2013). Satu pasien dapat mengalami lebih dari satu penyebab dari penyakit ginjal kronik. Adapun diagnosis yang menyertai pada pasien PGK saat mendapat terapi albumin dicatat pada status pasien setiap hari dan dapat berubah setiap hari. Dari total 11 pasien, seluruh pasien yaitu 11 (100,0%) pasien mengalami hipoalbuminemia, 7 (63,6%) pasien
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68 mengalami edema, 5 (45,4%) pasien mengalami asidosis metabolik, 4 (18,2%) pasien mengalami anemia, 2 (18,2%) pasien mengalami anuria, dan masing-masing 1 (9,1%) pasien mengalami gangren pedis, ulcus pedis, edema paru, dan efusi pleura. Satu pasien dapat mengalami lebih dari satu kondisi. Hipoalbuminemia sebagai diagnosis penyerta pada pasien penyakit ginjal kronik dengan jumlah terbanyak merupakan kondisi dimana terjadinya penurunan serum albumin hingga dibawah 3,5 g/dL, namun signifikansi secara klinis nampak ketika kadar serum albumin dibawah 2,5 g/dL (Gatta et al., 2012). Pada penyakit ginjal kronik permeabilitas kapiler glomerulus meningkat dan protein dapat ditemukan dalam urin (proteinuria). Proteinuria merupakan indikasi dari hipertensi intraglomerular dan abnormalitas permeabilitas glomerular. Sebagian besar komposisi protein adalah albumin, dan kelainan
ini
disebut
albuminuria.
Keadaan
ini
biasanya
dinterpretasikan sebagai pertanda mulai terjadinya nefropati. Jumlah protein dalam urin mungkin bisa sangat banyak, khususnya dalam nefrosis. Hal ini dapat menyebabkan hipoalbuminemia yang dapat menurunkan tekanan onkotik yang bisa berlanjut pada kondisi peningkatan cairan ekstraseluler dan menyebabkan edema karena akumulasi cairan di jaringan (Barrett et al., 2012). Pada asidosis metabolik terjadi pH yang rendah dan tekanan darah berkurang sebagai akibat penurunan resistensi perifer dan gangguan
kontraktilitas
miokard.
Asidosis
metabolik
kronik
menyebabkan hiperkalsiuria dan pembuferan asam oleh tulang sehingga menyebabkan tulang kehilangan kalsium. Diagnosis penyerta lain yang dialami pasien penyakit ginjal kronik adalah
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69 anemia. Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan dapat diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini bisa bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik (Joy et al., 2008). Pedoman Penggunaan Albumin edisi II tahun 2003 RSUD Dr. Soetomo Surabaya merekomendasikan penggunaan albumin sebagai terapi suplemen pada keadaan hipoalbuminemia, dimana kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan produksi maupun peningkatan destruksi atau kehilangan albumin yang membahayakan jiwa penderita akibat terjadinya gangguan keseimbangan cairan atau tekanan onkotik dan rangkaian penyakit atau kelainan yang ditimbulkannya (PPARSDS, 2003). Terapi albumin pada pasien penyakit
ginjal
kronik
diberikan
ketika
pasien
mengalami
hipoalbuminemia dengan kadar albumin <2,5 g/dL (Kepmenkes, 2014). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapat bahwa seluruh pasien yang menerima terapi albumin dalam penelitian ini memiliki kadar albumin pre <2,5 g/dL. Jenis albumin yang ada terdapat 3 macam menurut Kepmenkes RI No 159 tahun 2014, yaitu albumin 5%, 20%, dan albumin 25%. Albumin yang digunakan di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya hanya menggunakan satu jenis albumin yaitu albumin 20% volume 100 mL. Sediaan tersebut mengandung 20 gram albumin. Cara pemberiannya adalah secara infusi drip. Durasi pemberian albumin tidak boleh lebih dari 4 jam setelah kemasan dibuka (PPARSDS, 2003). Hasil penelitian mengatakan bahwa durasi pemberian albumin bervariasi tiap pasien.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70 Penggolongan pasien berdasarkan durasi pemberian albumin dapat dilihat pada Gambar 5.1. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, durasi pemberian albumin dengan pasien terbanyak yaitu 3 jam 30 menit sebanyak 5 (41,7%) pasien. Kemudian diikuti oleh durasi 4 jam, 3 jam , dan 3 jam 15 menit berturut-turut sebanyak 4 (33,3%) pasien, 2 (16,7%) pasien, dan 1 (8,3%). Durasi pemberian ini selanjutnya berkaitan dengan stabilitas sediaan albumin, karena apabila sediaan telah terbuka harus dipakai sebelum 4 jam, karena mudah terkoagulasi oleh panas (PPARSDS, 2003). Albumin disarankan diberikan dengan laju infusi tidak lebih dari 2 mL/menit (100 ml dalam 4 jam) sebab laju yang lebih cepat dapat menyebabkan penuruan tiba-tiba pada tekanan darah utamanya pada pasien geriatri dengan risiko gagal jantung kongestif (Zhoue et al., 2013). Kecepatan drip yang disarankan adalah 20 tetes/menit (PPARSDS, 2003). Dosis pemberian albumin yang diterima pasien di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah
20 gram per botol pada setiap pemberian. Menurut
Keputusan Dirjen Binfar dan Alkes No. HK.02.03/III/1346/2014 mengenai pedoman penerapan formularium nasional, untuk albumin 20% maksimal pemberian 100 mL per hari. Penggunaan albumin dapat diulang setiap 1 sampai 2 hari disetiap pemberian (Lacy, 2008). Pada Tabel V.4 dapat dilihat bahwa diantara 11 pasien yang temasuk sampel penelitian, 10 pasien diantaranya mendapatkan 1 kali pemberian terapi albumin dan 1 pasien lainnya mendapatkan 2 kali terapi albumin pada hari yang berbeda, sehingga pemberian 1 botol albumin 100 mL 20% yang mengandung 20 gram albumin
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
71 secara teoritis sudah mencukupi. Hal ini dikarenakan penggunaan albumin dalam pengaturan klinis terus menjadi pertimbangan disebabkan karena penggunaannya membutuhkan biaya yang relatif tinggi dan dilakukan pembatasan penggunaan berdasarkan tingkat keparahan serta rendahnya kadar albumin pasien (Boldt, 2010). Capaian terapi albumin dapat dilihat dari kenaikan kadar albumin serta kesesuaian pemberian dosis albumin berdasarkan perhitungan. Kenaikan kadar albumin dapat diketahui dari selisih kadar albumin pre dan albumin post pemberian pada hasil laboratorium masing-masing pasien. Kadar albumin pre adalah kadar albumin terakhir yang diperiksa sebelum pemberian albumin, sedangkan kadar albumin post adalah kadar albumin pertama yang diperiksa setelah pemberian albumin. Berdasarkan data yang telah diperoleh bahwa seluruh sampel penelitian setelah mendapatkan terapi albumin mengalami kenaikan kadar albumin dengan kenaikan kadar yang berbeda-beda pada setiap pasien. Hal ini dikarenakan kebutuhan dosis masing-masing pasien berbeda, serta disebabkan karena interval waktu pemeriksaan albumin pre dan albumin post berbeda-beda pada setiap pasien. Kemudian dilakukan perhitungan selisih antara kadar albumin post dan kadar albumin pre sehingga dapat diketahui kenaikan kadar albumin masing-masing pasien setelah menerima terapi albumin. Dari 11 pasien (12 kali pemberian albumin) didapatkan kadar albumin pre rata-rata sebesar 2,30±0,02 g/dL, kadar albumin post rata-rata sebesar 2,61±0,02 g/dL, dan kenaikan kadar albumin rata-rata sebesar 0,31±0,02 g/dL. Kadar albumin pre, albumin post, kenaikan kadar albumin, beserta rata-
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
72 ratanya dapat dilihat pada Tabel V.4. Untuk melihat pola kenaikan kadar albumin pre dan albumin post dapat dilihat pada Gambar 5.2. Kesesuaian
pemberian
dosis
terapi
albumin
dapat
diidentifikasi dari perhitungan kebutuhan dosis albumin secara teoritis antara kadar albumin yang diharapkan dan kadar albumin pre pemberian dengan mengkonversikan data dengan berat barat pasien. Selanjutnya hasil dari perhitungan teoritis tersebut dibandingkan dengan dosis albumin yang diberikan pada pasien. Pada penelitian ini kadar albumin yang diharapkan adalah 2,5 g/dL. Rumus perhitungan
kebutuhan
albumin
dapat
dihitung
berdasarkan
PPARSDS tahun 2003. Perhitungan dosis kebutuhan albumin dikonversikan dengan data berat badan pasien dan kadar albumin pre. Dalam hal ini kadar albumin yang diharapkan adalah 2,5 g/dL karena dikatakan bahwa pasien membutuhkan terapi albumin ketika kadar albuminnya <2,5 g/dL. Hasil perhitungan kebutuhan albumin pasien dapat dilihat pada Tabel V.5 dan Gambar 5.3. Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan jumlah terbanyak yaitu 11 (91,7%) pasien, dosis pemberian albumin telah sesuai dengan dosis albumin yang dibutuhkan. Sedangkan 1 (8,3%) pasien lainnya pemberian dosis albumin tidak sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Terdapat 1 pasien yang menerima 2 kali terapi albumin yaitu pasien nomor 10. Faktor yang mempengaruhi capaian albumin pada pasien PGK diantaranya yaitu proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino dalam tubuh. Dalam hal ini sintesis asam amino dalam tubuh tidak dapat diketahui karena tidak dilakukan pengamatan. Proteinuria yang terdeteksi secara klinis merupakan hal yang abnormal dan biasanya
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
73 merupakan penanda dini penyakit ginjal kronik (Nitsch, 2013). Sindrom nefrotik timbul jika proteinuria yang terjadi cukup berat sehingga menyebabkan hipoalbuminemia dan terjadi retensi air dan natrium yang menyebabkan edema (Boldt, 2010). Oleh karena itu dilakukan penggolongan kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria. Kenaikan kadar albumin dihitung dari selisih kadar albumin post dan kadar albumin pre pasien. Hubungan kenaikan kadar albumin berdasarkan proteinuria pasien dapat dilihat pada Gambar 5.4. Pada Gambar tersebut, dapat dilihat bahwa semakin tinggi proteinuria maka rata-rata kenaikan kadar albumin lebih rendah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan pada ginjal menyebabkan membran glomerular bocor sehingga protein dalam jumlah cukup besar tidak terfiltrasi dan masuk ke dalam urin, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan onkotik yang berlanjut pada kondisi peningkatan cairan ekstraseluler yang berujung edema, sehingga kenaikan kadar albumin menjadi lebih rendah (Monhart, 2013). Proteinuria dikaitkan dengan penyakit penyebab terjadinya PGK mempengaruhi capaian albumin dapat diliat dari data proteinuria (Tabel V.6), diantaranya yaitu penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Pasien DM harus mewaspadai beragam komplikasi kronis yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes salah satunya ialah nefropati diabetik (penyakit ginjal diabetik). Nefropati diabetik ialah gangguan
fungsi ginjal akibat terdapatnya
kebocoran
yang
memungkinkan protein lolos dan bercampur dengan urin. Kondisi ini menyebabkan fungsi penyaringan, pembuangan, dan hormonal ginjal terganggu yang dapat mengakibatkan rangsangan pembuatan sel darah merah di sumsum tulang akan menurun sehingga terjadi
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
74 gejala-gejala anemia. Pada kondisi lanjut, hal ini bisa menyebabkan gagal ginjal terminal. Mekanisme diabetes dalam merusak ginjal diawali dengan tingginya gula darah dalam tubuh sehingga bereaksi dengan protein yang pada akhirnya mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria) (Joy et al., 2008). Pada pasien hipertensi, mikroalbuminuria berhubungan arterosklerosis.
dengan
luasnya
Mikroalbuminuria
penyakit
kardiovaskuler
merupakan
konsekuensi
kerusakan organ ginjal yang terjadi karena hipertensi. Adanya peningkatan ekskresi albuminuria menunjukkan peningkatan jumlah albumin yang melewati transkapiler dan merupakan pertanda kerusakan
mikrovaskuler
sehingga
mengakibatkan
terjadinya
kebocoran albumin (Tedla et al., 2011). Tingkat keparahan (stadium) PGK ditunjukkan berdasarkan nilai GFR pasien. Nilai GFR pasien didapat dari konversi serum kreatinin dengan menggunakan rumus tertentu. Pada penelitian ini digunakan rumus konversi berdasarkan MDRD (The Modification of Diet in Renal Disease study equation) atau rumus Cockroft-Goult, yang dikonversikan dengan data umur, berat badan, dan data serum kreatinin pasien. Adapun klasifikasi stadiumnya adalah pasien stadium 1 dengan GFR ≥90 ml/menit/1,73 m2, stadium 2 dengan GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2, stadium 3 dengan GFR 30-59 ml/menit/1,73 m2, stadium 4 dengan GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2, dan pasien stadium 5 dengan GFR <15 ml/menit/1,73 m2 (K/DOQI, 2007). GFR digunakan sebagai patokan fungsi ginjal karena GFR menunjukkan kemampuan filtrasi ginjal dan menunjukkan kondisi
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
75 yang kontinyu dari fungsi ginjal itu sendiri. Pada Gambar 5.5 terlihat bahwa banyaknya jumlah pasien meningkat seiring dengan tingkat keparahan PGK. Dari data tersebut terlihat bahwa PGK merupakan penyakit yang bersifat progresif dan penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan komplikasi lain seperti hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
lainnya
yang
turut
berkontribusi
dalam
perkembangan penyakit ini (NKF, 2002). Pada Tabel V.7 dapat dilihat kenaikan kadar albumin dan kenaikan nilai GFR dari masingmasing pasien. Seharusnya kenaikan kadar albumin selaras dengan kenaikan nilai GFR karena semakin rendah nilai GFR maka tingkat kebocoran ginjal (proteinuria) semakin besar dan kenaikan albumin semakin kecil (Nitsch, 2013). Namun dalam penelitian ini, terdapat beberapa pasien yang menunjukkan kenaikan albumin yang tinggi tapi memiliki nilai GFR yang rendah, atau sebaliknya. Hal tersebut menandakan bahwa tidak hanya kecukupan albumin saja yang dibutuhkan agar terapi dapat maksimal, melainkan ada faktor-faktor lain yang mendukung supaya target terapi dapat tercapai diantaranya adalah nutrisi yang cukup (Campbell et al, 2014). Semakin turunnya GFR, fungsi ekskresi ginjal terganggu dan menyebabkan terjadinya uremia sehingga menyebabkan menumpuknya metabolit toksik yang mengganggu kerja liver. Liver tidak mampu mengimbangi hilangnya albumin dan kadar albumin pada sirkulasi menurun, menyebabkan edema seringkali terjadi (Campbell et al, 2014). Selain itu, kenaikan kadar albumin juga dipengaruhi oleh kemampuan tubuh untuk mensistesis asam amino. Kemampuan sintesis pada individu normal sekitar 100-200 mg/kg BB/hari (Shargel et al., 2005). Kemampuan sintesis ini dipengaruhi asupan
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
76 protein (asam amino) sebagai bahan baku ke liver (NKF, 2005). Ketika laju sintesis menurun karena malnutrisi, terjadi penurunan kadar albumin pada sirkulasi, menyebabkan berpindahnya albumin ekstravaskular ke aliran darah, serta menurunnya laju degradasi albumin. Malnutrisi pada pasien PGK (terutama stadium 4 dan 5) disebabkan karena tidak cukupnya intake makanan dimana dapat disebabkan karena restriksi protein sebagai langkah intervensi untuk menghambat progresifitas pada pasien PGK (Hudson & Wazny, 2014). Setelah mengamati jenis, dosis, cara pemberian, durasi pemberian, capaian terapi, faktor yang mempengaruhi capaian albumin, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap adanya Drug Related Problem (DRP) pada terapi albumin di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pada penelitian ini terjadi DRP berupa terdapat indikasi namun tidak ada terapi. Pasien PGK dengan kadar albumin <2,5 g/dL seharusnya mendapatkan
terapi
albumin
untuk
mencukupi
kebutuhan
albuminnya (Kepmenkes, 2014). Akan tetapi terdapat beberapa pasien yang telah diberikan albumin didapatkan kadar albumin post masih <2,5 g/dL dan pasien tersebut tidak diberikan terapi albumin kembali untuk mengatasi hipoalbuminemianya. Sehingga seharusnya pasien membutuhkan terapi albumin kembali. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa terdapat beberapa pasien yang tidak sesuai mengenai pemberian dosis albumin sehingga kebutuhan albumin pasien tidak terpenuhi. Selain itu juga pemeriksaan laboratorium sebelum dan sesudah pemberian albumin perlu dilakukan dengan interval waktu yang sama pada
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
77 setiap pasien untuk mengetahui data aktual supaya hasil penelitian lebih representatif. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian yang cukup dalam penggunaan obat, dalam hal ini penggunaan albumin. Dengan demikian diperlukan kolaborasi interprofesional yang melibatkan apoteker untuk mengoptimalkan terapi dan mencegah terjadinya DRP. Agar terapi dapat optimal, diperlukan pula peran dokter dan apoteker untuk memberikan saran kepada pasien terkait terapi nonfarmakologi. Sedangkan untuk mencegah DRP, apoteker perlu melakukan implementasi pharmaceutical care dan melakukan monitoring efek samping obat pada pasien. Serangkaian peran tersebut diharapkan dapat meingkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga pasien mendapatkan outcome terapi yang optimal.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang studi penggunaan albumin pada pasien PGK di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan jumlah sampel 11 pasien, dapat diambil kesimpulan: 1.
Capaian terapi albumin dilihat dari kadar albumin pre, albumin post, dan kenaikan kadar albumin, serta kesesuaian pemberian dosis albumin berdasarkan perhitungan. Seluruh sampel penelitian mengalami kenaikan kadar albumin setelah diberikan terapi dengan kenaikan yang bervariasi tiap pasien. Rata-rata kenaikan kadar albumin sebesar 0,31±0,02 g/dL. Dari perhitungan kebutuhan albumin didapatkan 91,7% pasien telah diberikan dosis yang sesuai dengan dosis albumin yang dibutuhkan, sedangkan 8,3% pasien lainnya diberikan dosis albumin yang tidak sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
2.
Faktor yang mempengaruhi kenaikan kadar albumin yaitu proteinuria, uremia, dan sintesis asam amino dalam tubuh.
3.
Masalah terkait obat yang terjadi yaitu adanya indikasi namun tidak diberikan terapi, sebesar 16,6%.
3.2 Saran 1.
Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebelum dan sesudah pemberian albumin dengan interval waktu yang sama pada setiap pasien untuk mengetahui data aktual supaya hasil penelitian lebih representatif.
78 SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
79 2.
Perlu diperhatikan mengenai penyesuaian pemberian dosis pada pasien supaya efek terapi lebih mudah dicapai.
3.
Perlu kolaborasi interprofesional yang melibatkan apoteker dalam pemberian konseling, monitoring, evaluasi, dan tidak lanjut terkait penggunaan albumin untuk mendukung tercapainya outcome terapi yang diinginkan, termasuk durasi pemberian albumin, penyakit penyerta pasien, dan pemantauan
terhadap
penggunaan
obat-obatan
yang
diberikan pada pasien.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
80 DAFTAR PUSTAKA Ackland,
P.,
2013.
Prevalence,
Detection,
Evaluation
and
Management of Chronic Kidney Disease. In: D. Goldsmith, S. Jayawardene & P. Ackland, eds. ABC of Kidney Disease. West Sussex: John Wiley & Sons, pp. 15-22. Barrett, K. E., Barman, S. M., Scott, B. & Brooks, H. L., 2012. Renal Physiology.
In:
Ganong's
Review
of
Medical
Physiology. New York: McGraw Hill, pp. 674-680. Boldt, J., 2010. Use of Albumin : an Update. British Journal of Anaesthesia. Callaghan, C., Shine, & Lasserson, D.S., 2011. Chronic Kidney Disease: a large scale population-based study of the effects of introducing the CKD for eGFR reporting, p. 4. Campbell, K., Bogard, J., & Millichamp, A., 2014. Nutrition Prescription to Achieve Positive Outcome in Chronic Kidney Disease: A Systemic Review, pp. 417-419. Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Moley, P.C., 2004. Pharmaceutical Care Practice: The Clinicians Guide, New York: McGraw-Hill Companies, Inc. pp.382-384 Cohen, S. D. & Kimmel, P. L., 2007. Nutritional Status, Psychological Issues and Survival in Hemodialysis Patients. Contrib Nephrol, Volume 155, pp. 1-17. Curhan, G.C., 2015. Nephrolithiasis. In: D.L. Longo, D.L. Kasper, J.L. Jameson, A.S. Fauci, S.L. Hauser, and J. Loscalzo (Eds.). Harrison’s Principles of Internal Medicines, Ed. 19th, New York: McGraw-Hill Companies, pp. 1866-1870.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
81 Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta: Departemen Kesehatan. pp. 69-70. Franch-Arcas, G., 2001. The Meaning of Hypoalbuminemia in Clinical Practice. Clinical Nutrition, 20(3), pp. 265-269. Gatta, A., Verardo, A. & Bolognesi, M., 2012. Hypoalbuminemia. Intern Emerg Med, 7(3), pp. 193-199. Greene R.J., Harris N.O., Goodyer L.I., 2000, Pathology and Therapeutic for Pharmacist, A Basic for Clinical Pharmacy
Practice,
2nd
Edition,
London
:
Pharmaceutical Press, p. 150-153, 176-179, 183-184. Guyton, A.C and Hall, J.E., 2006. Glomerular Filtration, Renal Blood Flow, and Their Control. In : Guyton, A.C and Hall, J.E. Textbook of Medical Phyisiology, Ed. 11th, Philadelphia : Elsevier Saunders Inc., p. 307-311. Hahn, G. R., 2011. Coloid Fluids. In: G. R. Hahn, ed. Critical Fluid Therapy in The Perioperative Setting. New York: Cambridge University Press, pp. 11-16. Hall, J. E., 2010. Guyton and Hall: Textbook of Medical Physiology. 12th ed. New York: Saunders, pp. 413-416. Hasan, I. & Indra, T. A., 2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Medicinus, 21(2), p. 3. Herrmann, F. R., Safran, C., Levkoff, S. E. & Minaker, K. L., 1992. Serum Albumin Level on Admission as a Predictor of Death, Length of Stay, and Readmission. Arch Intern Med, 152(1), pp. 125-130. Hudson, J. Q. & Wazny, L. D., 2014. Chronic Kidney Disease. In: J. T. Dipiro, ed. Pharmacotherapy and Patophysiology
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
82 Approach 9th Edition. New York: McGraw Hill, pp. 633-670. Join Formulary Commitee, 2014. British National Formulary. 67 ed. London: Pharmaceutical Press., pp. 859-861. Joy, M.S., 2005. Chronic Kidney Disease: Progression Modifying Therapies. In : DiPiro J.T.,(Eds), Pharmacotheraphy A Pathophysiologic Approach, 6th Edition, New York : The McGraw-Hill Companies, Inc, p. 799-820. Kepmenkes RI, 2014. Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: Kemenkes RI. Kementrian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Intepretasi Data Klinik. Jakarta: Kemenkes, pp. 3-7, 27-43. Kidney Disease Outcome Quality Initiative Guidelines. 2007. Definition and Classification of Stages of Chronic Kidney Disease, Part 4, Guideline 1, New york : National Kidney Foundation Inc., pp. 547-551, 568-569. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 di Indonesia, 2011. Diabetes dengan Nefropati Diabetik, Jakarta. pp. 56-57. Krauss, A.G and Hak, L.J., 2000. Chronic Renal Disease. In : Herfindal,
E.T
and
Gourley,
D.R.
Textbook
of
Therapeutic Drug and Disease Management, Ed. 7th, Vol. 1, Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, p. 449-453, 463-472. Mason, D.L., Assimon, M.M., 2013. Chronic Kidney Disease. In: Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., Williams, B.R.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
83 (Eds.). Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drugs. Ed, 10th, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, pp. 764-780. McEvoy, G. M. et al., 2011. AHFS Drug Information Essentials. Bethesda:
American
Society
of
Health-System
Pharmacists. McPhee, S. J. and Ganong, W. F., 2006. Renal Disease. Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicines, Ed. 5th, New York: McGraw-Hill Companies, pp. 462-481. National Kidney Foundation, 2005. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Cardiovascular Disease in Dialysis Patients. Chronic Kidney Disease, 45(4), pp. S1-S154. Nitsch, D., 2013. Assosiations of estimated glomerular filtration rate and albuminuria with mortality and renal failure, pp. 3-4. Nolin, T.D., Himmelfarb, J., and Matzke, G.R., 2002. Drug Induced Kidney Disease. In : DiPiro, J.T., Wells, B.G., and Posey, L.M. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach, Ed. 6th, New York : Mc Graw Hill Medical Publishing Division, p.910. Pagana, K. D. & Pagana, T. J., 2011. Mosby's Diagnostic and Laboratory Test Reference. 11th ed. St. Louis: Elsevier., pp.352-354. Perlman, R. L., Heung, M. & Ix, J. H., 2014. Renal Disease. Dalam: G.
D.
Hammer
&
S.
J.
McPhee,
penyunt.
Pathophysiology of Disease: An Introduction to
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
84 Clinical Medicine 7th Edition. New York: McGraw-Hill, pp. 455-481. Peters, T., 1995. All About Albumin - Biochemistry, Genetics, and Medical Applications. New York: Academic Press., pp. 12-13. Rennke, H. G. & Denker, B. M., 2014. Renal Pathophysiology: The Essentials. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins., pp. 591-594. Seifter, J.L., 2015. Urinary Tract Obstruction. In: D.L. Longo, D.L. Kasper, J.L. Jameson, A.S. Fauci, S.L. Hauser, and J. Loscalzo (Eds.). Harrison’s Principles of Internal Medicines, Ed. 19th, New York: McGraw-Hill Companies, pp. 1871-1876. Shargel L, Pong SW, Yu ABC, 2005. Applied Biopharmaceutics & Pharmakokinetics, 5th Edition, New York : The McGraw-Hill Companies, Inc, p. 134,673. Soni, N., 2009. Human Albumin Solutions and the Controversy of Crystalloids Versus Coloid. In: M. Contreras, ed. ABC of Tranfusions. West Sussex: Wiley Blackwell, pp. 48-53. Sulistyoningrum, E., 2014. Perubahan Seluler dan Molekuler Pada Nefropati Diabetik. Mandala of Health, Vol. 7 No. 1, hal. 514-520. Wilson, Lorraine M., 2006. Gangguan Sistem Ginjal. In : Hartanto, H., Susi, N., Wulansari, P., dan Mahanani, D.A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 6, Vol. 2, Jakarta : EGC, Hal. 865; 917-918; 951-952; 964-965.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
85 Wing, M. R., Raj, D. S. & Velasquez, M. T., 2015. Protein Energy Metabolism in Chronic Kidney Disease. Dalam: P. L. Kimmel & M. E. Rosenberg, penyunt. Chronic Renal Disease. Amsterdam: Academic Press, pp. 106-125. Yamagata, K., Ishida, K., Sairenchi, T., Takahashi, H., Ohba, S., Shiigai, T., Narita, M., Koyama, A., 2007. Risk Factors for Chronic Kidney Disease in a Community-based Population:
a
10-year
follow-up
study.
Kidney
International, Vol. 71, pp.159-166.
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
89 LAMPIRAN 2 SURAT KELAIKAN ETIK
SKRIPSI
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
90 LAMPIRAN 3 TERAPI LAIN
Pasien PGK pada penelitian ini juga menerima terapi lain selain albumin karena adanya berbagai kondisi yang menyertai. Berikut akan ditampilkan berbagai macam obat berdasarkan indikasi yang juga diterima pasien. Nama obat
Analgesik narkotik: Codein Antibiotik: Ceftriakson Metronidazol Ciprofloxacin Meropenem
Resusitasi: PZ D5 NaCl
SKRIPSI
Antipiretik: Paracetamol Diuretik: Furosemid
Antihiperurisemia: Allopurinol Antidispepsia: Omeprazole Metoclopramide Sucralfat Ranitidin
Nama obat Antikoagulan: Kalnex (asam traneksamat) Vitamin K PRC
Antihipertensi: Amlodipin Metildopa
Suplemen & Terapi Penunjang: Asam folat Kalitake (Ca polystyrene sulfonate) KSR (Potassium chloride) Ca glukonas Kapsul garam Nabic Lain-lain: CaCO3 Nefrisol TKRPRG
STUDI PENGGUNAAN.....
SYARIFAH NURUL M.