ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERANAN PABRIK PEMBAKARAN KAPUR RONGGOLAWE TUBAN TERHADAP INDUSTRIALISASI DI JAWA TIMUR TAHUN 1925 - 1972
Oleh: Wariadi 121211431006 DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini Kepada: Allah SWT..Ibuku ..Ayahku..Kakakku ..Adikku..Teman Dekatku
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA vi
Serta Semua Orang-Orang Yang Aku Sayangi DanMenyayangiku..
HALAMAN MOTO
Engkau adalah kata yang hendak diucapkan Pensil, yang meski telah kuruncingkan ternyata tak segera berani kupilih aksara pertama -Chandra Malik-
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang ditimpakan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skirpsi. Tanpa Ridho-Nya penulis tidak akan bisa menyelesaikan skirpsi yang penulis beri judul “PERANAN PABRIK PEMBAKARAN KAPUR RONGGOLAWE TUBAN TERHADAP INDUSTRIALISASI DI JAWA TIMUR TAHUN 1925 - 1972”. Pada kesempatan ini pula dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, yang turut serta membantu penulis dalam proses penyelesaian karya ini, karena tanpa bantuan semua pihak yang bersangkutan, penulis akan sangat kesulitan dalam menyusun skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum selaku dosen pembimbing penulis selama proses penulisan karya ini banyak memberikan masukan dan diskusi yang membangun sehingga karya sederhana ini dapat terselesaikan. 2. Dosen-dosen penguji, yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji skripsi ini. Terima kasih banyak atas kritik dan sarannya. 3. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Departemen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Gayung Kasuma S.S., M.Hum, Drs. Muryadi, M.IP, Edy Budi Santoso S.S., M.A., Pradipto Nirwandhono S.S., M.Hum., Ikhsan Rosyid S.S., M.A., Arya Wadha Wirayudha S. Hum., M.A., Shinta Devi Ika Shanti Rahayu S.S., M.A., Eni Sugiarti S.S., M.Hum., serta kepada Dosen Ilmu Sejarah yang sedang menempuh program Doktor, diantaranya Drs. Sukaryanto M. Si., Samidi Baskoro. S.S., M.A., Sarkawi B Husein S.S.,
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA viii
M.Hum., La Ode Rabbani S.S., M.Hum., Johny Alfian Khusairi S.S, M.A., Moordiati S.S. M.Hum. Penulis ucapkan banyak terimkasih atas ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis. Bu Asti Alfiani S.Sos yang sudah memberikan bantuan selama pencarian buku di ruang baca jurusan 4. Ayah dan Ibuku, Bapak Kujinal dan Bunda Wariyati tercinta yang telah menyemangati dalam proses menempuh jenjang pendidikan hingga lulus sarjana ini. Kepada adikku M. Arifin terima kasih telah memberikan semangat. Tak lupa keluarga besar di Tuban Serta pakdhe dan budhe yang telah merawatku selama di Tuban. Pacar dan juga Sahabatku Anik Wulansari, Riyanto, Saeri, Arif, Arya, Huda, Dll. 5. Teman-teman Kos yang selalu memberikan canda tawa dan menggangu dengan acara PES, Cak Irul, Cak Insan, Cak Hapip Cuit, Rixvan, Agung, Putra, Khafid, Udin, Huda, Syahrul, Tian, Izzi, Abdillah, Manda(Combet), Ulum. 6. Teman-teman angkatan yang sering mengajak diskusi dan sharing, Ni’mah, Mahmudah, Umam, Imam, Faizin, Panji, Aris, Deus, Maman, Rixvan, Oliv, Yasmin, Sharfina, Dll. 7. Teman-teman HMI Komisariat Ilmu Budaya, utamaya M. Faizin yang selalu memberikan semangat sebagai kawan seperjuangan Skripsi, Rixvan Afghani, Ali Kabkar, Mas Mahmud, Mas Aan, Mas Dedik, Umam, Maman, Imel, Shabrina, Mbak Nasa, Evi, Devi, dll. 8. Teman-teman sejarah angkatan Tua, Mas Edi, Mas Ridho, Mas Sahlin, Yuka, Satria,. Serta teman-teman angkatan 2011-2013, Mas Anang Kurnianto, Mbak Ofy Euy, Mas Wahyu, Mas Baihaqi, Mas Deni, Putra, Mbak Nia, Mbak Bilqis, Mbak Bernadine, Mbak Maya, Mbak Rossa, Mbak Azizah, Mbak Ikvina, Mas Ipur, Mas Ramadhani, Mas Khairil, Mas Kresna, Evi, Panji, Aim, Yunida, Yuli,fahri, Ana Amalia, Yasida, Aris, Sunardi, Imam. 9. Keluarga besar Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberikan pengalaman tidak terlupakan dalam memahami secuil kehidupan.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ix
10. Pihak Perpustakaan Arsip Tuban, Perpustakaan Arsip Tuban Jatim, BAPPEDA Tuban, BAPPEDA Jatim, Perpustakaan Medayu Agung, ANRI. Terima kasih atas pelayanannya dan keramahannya selama penulis mengumpulkan sumber sebagai bahan skripsi ini.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xi
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan membahas tentang peranan pabrik pembakaran kapur di Tuban terhadap Industrialisasi di Jawa Timur, serta menganalisis proses produksi dan pemasaran dalam beberapa periode yakni pemerintah Kolonial, pendudukan Jepang, dan setelah Indonesia merdeka. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode sejarah yang meliputi empat tahap, yaitu tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Data-data yang digunakan terdiri dari berbagai arsip pemerintah dari Badan Arsip Jawa Timur dan Badan Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Tuban. Undang-undang Agraria Tahun 1870 telah menjadikan Hindia Belanda sebagai pusat perdagangan penting bagi komoditas Impor. Salah satunya adalah komoditas gula sebagai komoditas utama barang ekspor Hindia Belanda. Seiring dengan semakin besarnya kebutuhan produksi gula masa Kolonial, maka diperlukan pabrik penyokong seperti pabrik pembakaran kapur. Pabrik pembakaran memproduksi kapur sebagai bahan kapur yang penting untuk penjernih air perasan tebu. Pabrik kapur Tuban awal kemunculanya menjadi penyokong beberapa Industri gula Jawa Timur. Awalnya pabrik pembakaran kapur Tuban bernama Kalkbranderij Lighvoet yang berproduksi sejak tahun 1925. Hal tersebut berlanjut sampai masa setelah kemerdekaan Sejak berperan sebagai penyokong Industri gula pabrik pembakaran memiliki artian penting dalam menjaga komoditas produksi gula. Dengan semakin meningkatnya produksi kapur untuk bahan penjernih gula berakibat pada peningkatan jumlah pekerja pada pabrik pembakaran kapur. Pengaruhnya berdampak pada pola perekonomian penduduk yang bergeser dari pertanian ke Industri. Meskipun mengalami beberapa pergantian masa dan sempat vakum pada masa pendudukan Jepang, tetapi pabrik kapur Tuban masih mempertahankan eksistensinya. Kata Kunci: Tuban, Pabrik, Kapur, Produksi.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DEPAN...................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .......................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
iv
HALAMAN MOTTO ...............................................................................
v
KATA PENGANTAR ...............................................................................
vi
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................
xi
ABSTRAK .................................................................................................
xii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xvi
DAFTAR ISTILAH .................................................................................. xviii DAFTAR SINGKATAN ...........................................................................
xix
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7 C. Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 8 E. Batasan dan Ruang Lingkup .................................................................. 9 F. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 12 G. Kerangka Konseptual ............................................................................. 14 H. Metode dan Sumber Penelitian .............................................................. 18 I. Sistematika .............................................................................................. 21
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xiii
BAB II : TUBAN PADA MASA KOLONIAL A. Geografis Tuban .................................................................................... 25 B. Geologis Tuban ...................................................................................... 26 C. Pemerintah Tuban Masa Kolonial.......................................................... 29 D. Penduduk Tuban Masa Kolonial............................................................ 31
BAB III : PABRIK KAPUR “RONGGOLAWE” MASA KOLONIAL SAMPAI PENDUDUKAN JEPANG A. Pendirian Pabrik Kapur .......................................................................... 37 B. Produksi Kapur ...................................................................................... 40 C. Tenaga Kerja .......................................................................................... 42 D. Perkembangan Kalkbranderij Lighvoet ................................................. 44 E. Kalkbranderij Lighvoet Masa Pendudukan Jepang................................ 58
BAB IV : PABRIK KAPUR “RONGGOLAWE” SETELAH KEMERDEKAAN A. Pembukaan Kembali Pabrik Kapur........................................................ 62 B. Struktur Organisasi ............................................................................... 67 C. Kepegawaian Pabrik Kapur “Ronggolawe” ........................................... 71 B. Perkembangan Pabrik Kapur “Ronggolawe” ......................................... 74
BAB V : Kesimpulan .......................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85 LAMPIRAN ........................................................................................................ 91
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Jumlah Penduduk Tuban Tahun 1930 .....................................
Tabel 2
Data Hasil Produksi Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban Tahun 1961-1972 ....................................................................
Tabel 3
77
Data Hasil Penjualan Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban Tahun 1961-1972 ..........................................................
SKRIPSI
32
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
80
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Asisten Residen D.Burger bersama Bupati Tuban Ario Koesoemodikdo Tahun 1910 ...................................................
30
Gambar 2 Ilustrasi Oven Pembakaran Pabrik Kapur ................................
44
Gambar 3 Iklan pada Koran De Locomotif
sebagai Promosi Hasil
Pabrik Kapur Tuban ................................................................
48
Gambar 4 Iklan Agen Penjualan Pabrik Kapur Tuban dalam Surat Kabar Soerabaiasch Handelsblad ............................................
50
Gambar 5 Pembangunan Jembatan Lama Babat sebagai Jaringan Kereta Api Kolonial tahun 1918 ..........................................................
51
Gambar 6 Jembatan Bancar sebagai jalur distribusi Kalkbranderij Lighvoet 1936 ...........................................................................
54
Gambar 7 Peta Jalur Transportasi Kereta Api Pemerintah Belanda .........
55
Gambar 8 Kunjungan Gubernur Samadikun peresmian pembukaan Kalkbrandery Lighvoet tahun 1955 ..........................................
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
63
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xvi
DAFTAR ISTILAH
SKRIPSI
Afdeeling
: Kota Kecamatan
Agrarische Wet
: Undang-Undang Agraria
Chumin
: Sebutan Tuban bagi orang Cina
Conditional Convergence
: Konvergensi Bersyarat
De groote Postweg
: Jalan Raya Pos, Jalan Anyer-Panarukan
Domein
: Tanah Milik Negara
Duban
: Sebutan Tuban bagi orang Cina
Frame
: Pandangan
Gemeente
: Pemerintah kota
Goedkeuring
: Pengakuan tertulis secara resmi
Hinterland
: Kawasan Pedalaman
Infrant
: Mutu
Jubung
: Alat Pembakaran Kapur/ Oven
Kalkbranderij Lighvoet
: Pabrik Pembakaran kapur Tuban
Karbonatasi
: Penjernihan perasan tebu dengan kapur dan
Kumial
: Sistem Pajak Petani Pendudukan Jepang
Library approach
: Metode penelitian Kepustakaan
Malaise
: Krisis Ekonomi
N.V Borsumij
: Perusahaan Dagang Besar Milik Belanda
Picols
: Pikul
Residentie
: Residen
Solo River
: Bengawan Solo
CO2
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xvii
SKRIPSI
Straat
: Jalan
Strategic Industries
: Strategi Industri
World Conservation Strategy
: Strategi Pencagaran Dunia
Suiker Wet
: Undang-Undang Gula
Sulfitasi
: Penjernihan air perasan tebu dengan kapur
Tawoen
: Formasi Batuan Rembang
Thor
: Batu Gamping
Werkvoorschot
: Persekot Kerja
Zeitgeist
: Jiwa Zaman
thor dan gas sulfit
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA xviii
DAFTAR SINGKATAN
SKRIPSI
NSB
: Negara Sedang Berkembang
CO2
: Karbondioksida
N.V
: Nederlalands Volks
DPR
: Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
SK
: Surat Keputusan
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
PDB
: Produk Domestik Bruto
REPELITA
: Rencana Pembangunan Lima tahun
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia banyak mengalami pasang surut. Fakta dalam Sejarahnya perekonomian memburuk ketika awal pendudukan Hindia Belanda. G.R.van Soest mengatakan bahwa pada pendudukan Kolonial di Jawa merubah kehidupan rakyat dalam keadaan kesusahan dan kesengsaraan.1 Namun memasuki abad ke-19 dan awal abad-20 terjadi perkembangan yang luar biasa bagi sejarah perekonomian di Indonesia.2 Hal ini ditunjukan dengan berdirinya banyak industri di beberapa daerah. Sehingga menjadi penentu awal pembaruan Ekonomi dalam negeri dari keterpurukan periode sebelumnya Dalam kajian sejarah ekonomi terdapat beberapa objek kajian. Salah satunya adalah industri di Indonesia awal abad ke-20 menjadi objek kajian dari sejarah perekonomian tersebut. Kemunculan sampai perkembangan sebuah industri dapat dikaji sebagai objek yang mengalami dinamika dalam sejarah. Tidak bisa dipungkiri industri muncul sebagai salah satu sektor yang memiliki peran penting. Bahkan pada masa kolonial industri merupakan pemegang kendali bagi
1
R.E. Elson, “Kemiskinan dan Kemakmuran Kaum Petani Pada Masa Sistem Tanam Paksa”, dalam Anne Both et al., (eds.), Sejarah Ekonomi Indonesia, ( Jakarta: LP3ES, 1988), hlm. 30. 2
Nasution, Ekonomi Surabaya Pada Masa Kolonial 1830- 1930, (Surabaya: Penerbit Intelektual, 2006), hlm. 1.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2
perekonomian Hindia Belanda.3 Selanjutnya menjadikan sektor ini lebih diutamakan dalam kapasitasnya sebagai penyokong ekonomi agraria. Keberadaan sebuah industri tidak dapat dipisahkan dari ketersedian sumber daya alam dari daerah sekitarnya. Hasil pertanian maupun hasil pertambangan merupakam bagian dalam industri di Jawa Timur awal abad 20. Ketersediaaan bahan mentah diproses menjadi barang yang mempunyai nilai lebih. Selain itu juga diproses menjadi bahan setengah jadi maupun siap dipasarkan oleh para pelaku penggerak ekonomi Kolonial. Selanjutnya akan didistribusikan ke daerah lokal ataupun Ekspor ke luar Hindia-Belanda. Sebagai contoh adalah keberadaan perusahaan Taylor & Lawson di Jakarta pada tahun 1857 yang bergerak pada bidang kontruksi baja, pabrik teh dan gula menjadi tanda perkembangan industri zaman itu.4 Munculnya pabrik-pabrik lokal sepenuhnya mengikuti alur perkembangan masa yang telah ditetapkan pemerintah pada masa tersebut. Maksud serta tujuan pemerintah Hindia-Belanda adalah sebagai mesin pembuat keuntungan. Dengan memasok bahan dasar dari daerah setempat sehingga ekonomi Kolonial berjalan. Meskipun selanjutnya bahan olahan bergantung pada kemampuan alam yang terbatas. Kemampuan yang terbatas pada alam menjadi salah satu daya dukung lingkungan dalam penentuan massa produksi dari sebuah pabrik.5
3
Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari, Industri Mesin di Surabaya sejak abad XIX sampai awal abad XX, (Skripsi:Sarjana Fakultas Sastra Universitas Airlangga, Surabaya, 2006), hlm. 2. 4
Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan sampai Banting Stir,(Jakarta: Deperindag, 1996), hlm. 10. 5
SKRIPSI
M. Sayuti, Analisis Kelayakan Pabrik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), hlm. 104.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 3
Memasuki pertengahan abad ke-19 sampai awal abad 20 merupakan masa pertumbuhan Industri dan pabrik di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan didirikannya pabrik-pabrik oleh Kolonial yang diiringi para investor asing.6 Salah satunya wilayah di Jawa timur seakan menjadi lahan subur dari adanya peningkatan jumlah Industri tersebut. Keadaan tersebut memaksa lahan-lahan pertanian beralih fungsi sebagai lahan penyedia bahan pabrik. Olahan bahan mentah tersebut nantinya dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan kolonial meskipun tenaga kerja yang digunakan adalah penduduk bumiputra. Sumber daya alam yang dijadikan primadona bahan olahan industri mentah utamanya ialah gula dari sektor pertanian, minyak, logam serta bahan bangunan termasuk kapur.7 Tahun 1870 merupakan tonggak sejarah bagi perkembangan industri di Indonesia. Tahun tersebut secara resmi pemerintah Kolonial Hindia-Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria.8 Periode tersebut kebijakan yang dikeluarkan bertujuan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada modal asing untuk berusaha dalam segala bidang. Keluarnya undang-undang tersebut menandai era Liberal di Hindia-Belanda yang membuat Jawa terbuka bagi perusahaan swasta untuk melakukan proses eksploitasi. Sekaligus secara resmi mengakhiri praktik tanam paksa yang diberlakukan sejak tahun 1830 pada masa Gubernur Jenderal Van Den Bosch.
6
H.W.Dick, “Industri Abad ke-19 Sebuah Kesempatan yang Hilang”, dalam J.Thomas Lindblad dkk (editor), Sejarah Ekonomi Modern Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2000), hlm. 176.
SKRIPSI
7
Ibid., hlm. 177.
8
Bisuk Siahaan, Op.cit., hlm. 10.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 4
Beberapa negara yang terlibat pada penanaman modal dan barang impor adalah Jepang, Singapura, Inggris, Jerman dan Amerika Serikat. Pembuatan kebijakan tahun 1870 berhasil menarik modal swasta asing ke Hindia-Belanda secara cepat. Upaya ini terlihat dari peningkatan impor barang mesin yang signifikan sejak awal dibukanya kebijakan liberal tersebut. Awal tahun 1874 sampai 1919 impor mesin dan peralatan industri oleh pemerintah Kolonial maupun Swasta menunjukan peningkatan setiap periode.9 Pada tahun 1915, Gubernur Jenderal Idenburg membentuk suatu komite yang bertujuan untuk pengembangan Industri-industri di Hindia Belanda.10 Fungsinya adalah memeriksa kemungkinan substitusi impor yang berkaitan langsung
dengan
perkembangan
industrialisasi
Hindia-Belanda.
Dengan
berdirinya berbagai industri menumbuhkan potensi pasar Domestik yang lebih maju. Dari berbagai pabrik yang telah didirikan memiliki artian penting bagi permintaan lokal maupun dari luar daerah termasuk Eropa. Selanjutnya dari perkembangan pasar ini juga memiliki andil penting bagi kas pemerintah Kolonial masa itu. Salah satu pabrik yang tidak kalah penting dengan pabrik gula pada awal tahun 1900-an adalah pabrik pengolahan kapur. Hal tersebut didasarkan pada permintaan dalam jumlah besar dari hasil olahan dari kapur. Seperti contoh proyek besar Amerika Serikat tahun 1866, yaitu penghancuran batuan kapur menjadi kecil mencapai 811.000.000 ton. Proyek ini dilakukan untuk 9
Ibid., hlm.23-24.
10
J.Thomas Linblad, Sejarah Ekonomi Modern Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1998), hlm. 239.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 5
pembangunan jalan makadam sepanjang 2 mil dari New Haven sampai Westville.11 Proyek pembuatan jalan tersebut juga diaplikasikan untuk membangun jalan-jalan kota Kolonial di Jawa Timur awal abad ke-20. Selain itu proses pembuatan gula juga memerlukan hasil olahan kapur. Proses dalam pembuatan gula tersebut adalah Sulfitasi dan Karbonatasi yang terdapat pada banyak pabrik gula di Jawa Timur. Sebagai pabrik dengan peran penting inilah banyak berdiri pabrik berbasis pengolah batuan kapur. Pemerintah
Kolonial mensiasati perkembangan industri ini dengan
membagi pabrik yang berpusat di desa dan di kota.12 Untuk pabrik yang berpusat di desa basisnya lebih mengarah pada sumber alam dari perkebunan, pertanian serta pertambangan. Sedangkan pabrik kota letaknya tersembunyi karena spesialisasi yang lebih tinggi. Untuk pabrik kota lebih mengarah pada proses pembuatan barang setengah jadi menjadi barang yang siap untuk dipasarkan. Pada tahun 1900-an pabrik yang ada desa diprioritaskan untuk mengolah jenis dua komoditi.13 Komoditi yang pertama adalah komoditi pertanian seperti gula, kopi, tembakau, karet, kopra dan lain sebagainya. Kemudian komoditi yang kedua ialah komoditi ekstraktif seperti minyak, batubara, kayu dan Kapur. Keberadaan pabrik gula di beberapa daerah Jawa Timur diiringi dengan munculnya pabrik pembakaran kapur sebagai penyokong. Hubungan erat antara
11
hlm.118. 12
Brian J.Skinner, Sumber Daya Bumi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), H.W.Dick, op.cit., hlm. 188
13
Ibid., hlm. 190.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6
Industri gula dan pabrik kapur menjadi sangat penting karena gula merupakan primadona yang diutamakan masa industrialisasi di Jawa Timur. Sehingga pabrikpabrik penyokong seperti pabrik mesin dan pembakaran kapur berkembang secara beriringan. Pengaruh penting ditunjukan pabrik pembakaran batu kapur di wilayah Tuban terhadap adanya proses Industrialisasi Jawa Timur tahun 1900an. Utamanya pabrik-pabrik gula yang memerlukan kapur dalam jumlah besar. Adanya pabrik pembakaran memainkan peran sebagai penyokong proses produksi dari pabrik Gula tersebut. Selanjutnya proses pembakaran batu kapur dapat mengubah bagian penting dari sejarah ekonomi masa Kolonial. Kemudian menyelaraskan pola ekonomi Hindia-Belanda dari sektor pertanian ke sektor industri. Dengan latar belakang inilah terdapat investor menanamkan sahamnya dibalik pendirian pabrik-pabrik pembakaran kapur. termasuk di Tuban yaitu pabrik pembakaran kapur “Ronggolawe” atau dalam sejarah awalnya bernama Kalkbranderij Lighvoet. Pamanfaatan kapur Tuban telah menjadi ketertarikan tersendiri bagi pemilik modal menanamkan investasinya dalam mengelola kapur. Hubungan yang baik dengan pabrik gula tentunya perolehan laba yang besar dapat diraih dalam investasi yang telah ditanamkan. Pabrik kapur “Ronggolawe” menjadi salah satu ikon yang menarik di wilayah Tuban sebagai pemeran permainan Investor asing pada zaman Kolonial. Lahan modal yang telah disediakan pemerintah Kolonial berhasil dijadikan panggung sejarah industri.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 7
Pabrik kapur “Ronggolawe” adalah pabrik menjadi bagian penting dalam proses Industrialisasi di Jawa Timur. Dalam hubunganya dengan pabrik gula yang tengah berkembang tentunya dapat menjadi sebuah sejarah ekonomi yang menarik. Fakta tertulis erat kaitanya dengan pergantian masa yang membuat pasang-surut sebuah pabrik. Berdasarkan permasalahan sejarah ekonomi pada suatu pabrik menjadi bahasan sejarah lokal Tuban. Dengan konsep dasar inilah penulis menyusun dan menganalisis peranan
pabrik pembakaran kapur
“Ronggolawe” Tuban terhadap Industrialisasi Jawa Timur dari tahun 1925 sampai 1972.
B. Rumusan Masalah Uraian diatas menjelaskan masalah yang melatarbelakangi kemunculan pabrik pembakaran kapur “Ronggolawe” Tumbuhnya pabrik pengolah kapur menjadi salah satu potensi alam Tuban dan kemudian dijadikan komoditas yang diperdagangkan dalam sejarah ekonomi abad 20. Hasil dari lahirnya pabrik kapur secara jelas mempengaruhi dinamika industrialisasi wilayah Jawa Timur masa itu. Sehingga melangkah menuju sektor yang sangat penting bagi perkembangan pabrik-pabrik yang lain, terutama pabrik gula. Selanjutnya kemunculan pabrik kapur “Ronggolawe” tersebut membentuk hal baru sebagai keberlanjutan studi ekonomi industri. Pabrik kapur “Ronggolawe” membentuk skema sejarah ekonomi pada masa awal pendiriannya hingga masa Orde Baru. Peranan penting tersebut tidak dapat dikesampingkan sebagai sebuah penelitian yang berdasarkan
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 8
sumber yang ada. Upaya ini memungkinkan ada jiwa zaman (Zeitgeist) yang mengimbangi kemunculannya. Dengan demikian dari beberapa bahasan diperoleh rumusan masalah meneganai: Bagaimana peranan Pabrik Pembakaran kapur “Ronggolawe” Tuban terhadap Industrialisasi Jawa Timur dari tahun 1925 sampai 1972?
C. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini mengungkapkan tentang bagaimana dinamika pabrik kapur “Ronggolawe” pada tahun 1925 sampai 1972 sebagai roda ekonomi Jawa Timur. Utamanya pada masa awal pendirian pabrik kapur sampai menjelang statusnya yang lepas dari pemerintah Kabupaten Tuban. Setelah sebelumnya masuk dalam anggaran pemerintah daerah sendiri. Proses awal pendirian sebagai wujud investasi asing dalam penanaman modal di Hindia-Belanda. Sebagai kapasitas sebuah pabrik pembakaran kapur akan sempit jika hanya dilihat dari proses produksi dan distribusi. Jelas akan lebih luas dan menarik ketika dibenturkan dengan sejarah perekonomian lama Jawa Timur. Searah dengan proses Industrialisasi, maka pabrik kapur Ronggolawe masuk ke dalam proses tersebut. Tujuan penelitian ini adalah: Menjelaskan bagaimana perkembangan pabrik pembakaran kapur “Ronggolawe” Tuban dari awal pendirian hingga menjadi pabrik yang terlepas dari campur tangan Pemerintah. Dalam penelitian ini penulis ingin mengungkapkan kondisi Pabrik Pembakaran Kapur “Ronggolawe” Tuban pada tiga jaman yaitu pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, pada
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 9
masa pendudukan Jepang, serta masa pasca kemerdekaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pabrik pembakaran kapur “Ronggolawe” dalam Industrialisasi di Jawa Timur. Utamanya terhadap beberapa pabrik gula Jawa Timur yang berkembang pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda hingga masa pasca kemerdekaan yang terjadi pada tahun 1925 hingga tahun 1972. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi pembaca untuk mengetahui bagaimana peranan Pabrik kapur “Ronggolawe” Tuban pada tahun 1925 hingga tahun 1972 serta dampaknya bagi kehidupan masyarakat khususnya masyarakat sekitar yang hadir sebagai pekerja. Dalam penulisan ini penulis berharap bias memberikan kontribusi dalam bentuk tulisan guna mengetahui kemajuan pabrik gula di Jawa Timur, sehingga bisa dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan pabrik kapur Indonesia di masa yang akan datang.
D. Batasan dan Ruang Lingkup Mengenai pembatasan dan ruang lingkup dari penelitian ini adalah pembahasan mengenai pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1925 sampai 1972. Namun penting bagi sejarawan dalam pembabakan waktu dan batasan agar topik yang
bersangkutan
tidak
melebar
kemana-mana.
Realitas
sejarah
itu
sesungguhnya terus berhenti tanpa henti, pembabakan waktu hanya konsep yang dibuat para Sejarawan14. Pengambilan ruang lingkup Tuban sebagai geografis unit kajian bukan tanpa alasan. Pengangkatan sejarah lokal menjadi alasan pokok penulis pada penelitian 14
Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah, ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008 ), hlm. 19-20.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 10
ini. Sebenarnya pengambilan Tematik ini karena adanya kedekatan emosional dari penulis. Penambahan wawasan terhadap kekayaan sejarah lokal Tuban belum banyak dikaji. Memori tentang Tuban menyisakan pada sejarah kejayaan masa silam, utamanya pelabuhan Tuban sebagai pelabuhan penting abad ke-15.15 Dalam sejarah perdagangan di wilayah pesisir Tuban mempunyai peran penting. Sri Sujatmi Satari dalam evaluasi penelitian yang berjudul “Kehidupan Ekonomi di Jawa Timur dalam Abad XIII-XV” mengungkapkan jika Tuban sempat berkedudukan sebagai Pelabuhan Internasional.16 Inilah yang mengapa perlu adanya penambahan wawasan tambahan tentang sejarah lokal Tuban yang baru. Sumbangan berupa penambahan informasi penelitian yang dapat digali untuk memberikan warna tersendiri. Tuban sebenarnya mempunyai sejarah ekonomi lokal yang menarik. Hanya saja belum banyak sejarawan tertarik untuk menulis sejarah tersebut secara utuh. Penulis menginginkan Tuban bukan hanya hadir sebagai Sejarah Kota Pelabuhan yang jaya pada masa lalu. Tetapi setidaknya telah berperan dalam proses Industrialisasi yang ada di Jawa Timur. Meskipun dari sejarah lokal memiliki artian besar bagi Kabupaten Tuban. Sesuai dengan tema Pabrik Kapur “Ronggolawe” di Tuban merupakan pabrik yang lahir pada periode Kolonialisasi. Pembahasan tema inilah yang menjadi salah satu proses Industrialisasi modern yang ada di Tuban.
15
Irawan Djoko Nugroho ,Majapahit Peradaban Maritim Ketika Nusantara Menjadi Pengendali Pelabuhan Dunia, (Jakarta: Yayasan Suluh Nuswantara, 2011), hlm. 152 16
Sri Sujatmi Satari, “Kehidupan Ekonomi di Jawa Timur dalam Abad XIII-XV” dalam Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi II, (Cisarua: 1984), hlm. 16.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 11
Potensi Tuban sebagai kawasan pegunungan kapur utara telah menjadikan Landmark penghasil kapur dalam jumlah besar. Sejak pendudukan HindiaBelanda telah dilakukan penelitian yang berujung pada rencana eksplorasi batu kapur. Dengan modus mencari laba yang sebesar-besarnya Pemerintah Kolonial memberi izin secara tertulis melalui Undang-undang Agraria tahun 1870. Selanjutnya para Investor diberikan kebebasan dalam memilih potensi kekayaan daerah untuk diproses dengan teknologi mutakhir. Untuk pabrik kapur “Ronggolawe” sengaja dibangun dalam semangat zaman Industrialisasi tahun 1900an. Batasan waktu atau temporal dalam penulisan ini adalah tahun 1925 sampai tahun 1972. Pendirian pabrik pembakaran kapur telah terjadi pada masa Kolonialisasi tahun 1925. Tahun 1925 merupakan sejarah awal didirikanya pabrik kapur ini sebagai pengikut alur roda Industrialisasi Jawa Timur. Setelah menjamurnya pendirian pabrik gula dalam jumlah besar, sebagai penyokong pabrik tersebut maka dibangun pabrik pembakaran kapur sebagai penyedia bahan proses pembuatan gula. Tujuan pendirian bangsawan Jerman dalam mendirikan pabrik kapur tersebut berdasarkan pada potensi kapur Tuban. Setelah adanya penelitian oleh ahli para Geolog barulah ada Investor mau untuk mendirikan pabrik pembakaran kapur tersebut. Setelah proses penelitian tentang batuan tahun 1918 barulah tahun 1925 didirikan pabrik pembakaran kapur di Tuban. Dengan nama awal adalah Kalkbranderij Lighvoet.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 12
Kemudian untuk batasan akhir temporal penulis memilih tahun 1970an. Dasar ilmiah pemilihan tahun ini adalah lepasnya pabrik kapur “Ronggolawe” dari pangkuan Pemerintah Kabupaten Tuban. Ini artinya setelah ssebelumya segala aktifitas, produksi dan distribusi diurus Pemerintah, maka pada tahun 1972 pabrik kapur berdiri sendiri tanpa campurtangan dari Pemerintah. Pemerintah sebelumnya mengatur bagaimana pabrik ini berproses. Mulai dari proses produksi, distribusi hingga penggajian honor pekerja pabrik. Namun setelah tahun 1972 pabrik menjadi sebuah pabrik yang mandiri dengan Direksi yang baru.
E. Tinjauan Pustaka Topik dari penulisan ini adalah tentang pabrik kapur “Ronggolawe” Tuban periode tahun 1925 sampai 1972. Secara khusus Pustaka yang merujuk pada pembahasan pabrik di Tuban tidak banyak dijumpai. Tetapi dari sini penulis akan menguraikan informasi dari sumber yang telah diperoleh. Perspektif yang diambil dari sumber informasi yang masih bersinggungan dengan Topik Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban mulai tahun 1925 sampai 1972. Penulis berusaha memilih alur sebagai sebuah perspektif baru agar menjadi sebuah bagian dari penulisan sejarah ekonomi. Segala macam acuan dan sumber yang didapatkan sekiranya dapat dipertanggungjawabkan dan menunjang argumen dari penulis. Sumber Buku, sebagai tinjauan secara umum dari penulisan ini. Buku tentang industri kelas kecil hingga menengah dapat menjadi acuan. Pengumpulan
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 13
sumber ini menggunakan Metode penelitian Kepustakaan (library approach).17 Buku Tuban Hari ini dan Hari Esok18 terbitan pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban telah banyak menguraikan tentang sejarah Tuban. Mulai dari segi pemerintahan dan ekonomi Tuban periode tahun 1900-an sampai tahun 1980. Didalamnya juga telah banyak menyinggung tentang pabrik kapur “Ronggolawe” sebagai salah satu perusahaan milik daerah Kabupaten Tuban. Skripsi hasil penelitian yang ditulis oleh Meliana Setyaningsih tentang Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban tahun 1955-198919 menjadi acuan dasar penulisan ini. Lebih khusus tulisan Meliana Setyaningsih membahas tentang proses produksi-distribusi pabrik kapur “Ronggolawe” dan berujung konflik dengan masyarakat akibat dampak-dampak yang ditimbulkan. Penulis sendiri mempunyai perspektif lain dalam penulisan pabrik kapur “Ronggolawe” yaitu dilihat dari kacamata sejarah ekonomi Kolonial. Selanjutnya berakhir pada pembahasan kontribusi pabrik kapur “Ronggolawe” terhadap pembangunan daerah Tuban setelah periode Kemerdekaan. Demikian akan banyak membantu penulis dalam upaya menyusun kembali sejarah perkembangan pabrik kapur “Ronggolawe” dengan bahasan temporal tersebut. Selain itu data yang telah tertulis memudahkan penulis dalam memaparkan peran pabrik kapur “Ronggolawe” terhadap proses Industrialisasi di
17
William Frederick dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi, ( Jakarta : LP3ES 1991 ), hlm. 14. 18
1980).
Anonim, Tuban Hari ini dan Hari Esok, (Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban,
Meliana Setyaningsih, Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban Tahun 1955-1989, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2015). 19
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 14
Jawa Timur mulai tahun 1925. Kemudian dibatas akhir sampai 1972 yang ditengarai dengan lepasnya pabrik kapur “Ronggolawe” dari campurtangan pemerintah Kabupaten Tuban.
F. Kerangka Konseptual Pengkajian penelitian Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban akan dihadapkan pada pertambangan kapur sebagai bahan baku utama. Kapur dalam istilah batuan disebut Dolomit dan baru ditemukan pada tahun 1882.20 Jenis batuan ini pertama kali ditemukan di daerah Tyeolean Alpina. Secara kimia dikenal sebagai Thor atau CaCO3. Kapur digunakan pabrik gula di Hindia Belanda sejak tahun 1876 sebagai bahan penjernih gula. Endapan kapur yang terbentuk akan menyerap bahan bukan gula lainnya sehingga lebih efisien dalam prosesnya. Pengertian Pabrik secara umum adalah tempat di mana faktor-faktor produksi seperti manusia, mesin, alat, material, energi, uang (modal), informasi dan sumber daya alam dikelola bersama-sama dalam suatu sistem produksi guna menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif, efisien dan aman. Istilah Pabrik diartikan sama dengan Industri. Meskipun Industri sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas. Pabrik lebih kepada hanya member nilai tambah pada pada suatu barang.
20
Jordan Phosphate Mine Company, Peta Potensi Sumber Daya Geologi seluruh Kabupaten di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm 28-29.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 15
Industrialisasi pada masyarakat berarti adanya pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisonal ke cara modern.21 Definisi Industri berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah perusahaan yang membuat atau menghasilkan barang-barang. Sementara Industri berat adalah Industri yang seluruhnya menggunakan tenaga mesin yang berukuran besar.22 Sementara menurut
Poerwadarminta
pengertian
Industri
adalah
perusahaan
untuk
menghasilkan barang-barang, dan Industri berat adalah perusahaan pabrik-pabrik besi dan baja.23 Pabrik erat kaitanya dengan tujuan Pembangunan Ekonomi. Berbagai Industri muncul untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan, baik negara sedang berkembang (NSB) awal tahap mengalami fenomena Conditional Convergence, yaitu bahwa negara yang memulai tingkat pembangunan ekonomi rendah akan mengalami pertumbuhan tinggi karena proses Industrialisasi yang terjadi melalui akumulasi modal dan penyerapan teknologi luar akan berjalan pesat.24 Dari sejarah tampak bahwa Industrialisasi merupakan interaksi perdagangan yang akhirnya mendorong perubahan struktur ekonomi dari suatu masa. Menarik jika ditarik kesimpulan bahwa proses industrialisasi sangat dipengaruhi oleh 21
A. Dharmawan, Aspek-aspek dalam Sosiologi Industri, (Bandung: Binacipta, 1986),
hlm.18. 22
Peter Salim dkk, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer edisi I (Jakarta: Modern English Press, 1991). 23
WJS Poerwadarminta, Kamus Bahasa Umum Indoesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1970)
24
Mari Pangestu dkk (penyunting), Transformasi Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, (Jakarta: CSIS, 1996)., hlm 1.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 16
kebijaksanaan dan strategi pemerintah yang digunakan.25 Kutipan tersebut memberikan Frame kepada penulis bahwa penelitian ini mengungkapkan peranan pabrik kapur “Ronggolawe” dalam proses Industrialisasi di Jawa Timur. Kemudian awal perjalanan pabrik ini ketika timbul gejolak ekonomi hingga mampu bertahan dan berkembang sampai Orde Baru. Pada tahun 1960-an dan 1970-an peran pemerintah penting dalam strategi pembangunan.26 Pemerintah melakukan intervensi langsung, baik perusahaan negara yang melakukan kegiatan produksi atau dengan memberikan Subsidi atau fasilitas khusus untuk mengembangkan Infrant dan Strategic Industries. Strategi ini digunakan pemerintah sebagaimana untuk pertumbuhan Industri yang optimal. Keberlangsungan suatu Industri bertujuan untuk kemakmuran yang bertujuan untuk kemakmuran masyarakat. Menurut Sachs dan Warner (1987) menunjang kesimpulan mengenai peran kebijaksanaan ekonomi dalam pembangunan (secara tidak langsung Industrialisasi). Berkaitan dengan pertumbuhan sektor industri tidak terlepas dari kekayaan alam lingkungan hidup. Kekayaan alam dipergunakan dalam upaya mencapai kemakmuran warga negara. Pemerintah mengeluarkan dasar hukum untuk membatasi penggunaan kekayaan alam yang tidak rasional. Dalam UndangUndang Dasar 1945, pasal 33, ayat 3 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
25
Ibid., hlm 3.
26
Ibid., hlm 4.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 17
untuk kemakmuran rakyat. World Conservation Strategy atau Strategi pencagaran dunia mempunyai tujuan memelihara sistem pendukung kehidupan.27 Terutama sumber daya alam penyangga kehidupan manusia. Peran pabrik ditengah masyarakat menjadi sesuatu yang penting. Dalam suatu daerah dapat diperoleh suatu kemajuan ekonomi dengan berdirinya suatu pabrik. Namun disatu sisi kemajuan ekonomi tidak terlepas bagaimana perjalanan suatu pabrik beroperasi. Dinamika ini yang menjadikan Frame bagaimana penulis menjadikan bahasan pabrik sebagai objek dalam suatu sejarah ekonomi. Peranan terhadap sejarah ekonomi dahulu akan menjadi bahasan menarik. Secara konseptual proses pembangunan ekonomi sangat berpengaruh pada sejarah ekonomi suatu daerah. Proses pabrik kapur “Ronggolawe” yang berada di Tuban semula telah menapaki teknologi lebih maju. Hal tersebut tidak terlepas dari peralatan dan mesin didatangkan dari Jerman. Proses sejarah ekonomi tataran industri Jawa Timur mulai tahun 1925 membentuk satu kausalitas antara satu pabrik dengan pabrik lainnya. Hal ini berlanjut pada peran pabrik yang berperan penting bagi Pemerintah dan penduduk. Dengan adanya pola demikian maka sistem ekonomi penduduk dari munculnya sektor pabrik menjadi suatu kemajuan tersendiri. Hingga akhirnya berwujud sebuah mentalitas yang mengalir dengan peralihan sektor pertanian ke pabrik. Selain itu pabrik kapur “Ronggolawe” memiliki artian
27
Otto Soemarwoto, Djambatan,1994). hlm 67.
SKRIPSI
Ekologi
Lingkungan
Hidup
dan Pembangunan,
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
(Bandung:
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 18
sebagai penunjang ekonomi masa Kolonial hingga pemerintah setelah Kemerdekaan.
G. Metode dan Sumber Penelitian Topik dalam penulisan ini banyak bersinggungan dengan ilmu-ilmu lain. Seperti ilmu sosial, ilmu politik dan ilmu hukum yang akhirnya menjadi ilmu bantu bagi penulis. Penggunaan ilmu bantu juga berguna untuk mendekati objek studi ini. Objek ini tentunya lebih akurat dalam pendeskripsian dengan bantuan ilmu-ilmu yang lain. Penggambaran objek kajian secara lengkap membantu kita sendiri dalam pemahamanya. Tentunya penggambaran yang lengkap bergantung pada eksplanasi secara detail mengenai penulisan ini. Sesuai dengan penelitian sejarah lainnya, penulisan penelitian ini menggunakan metode sejarah. Aminuddin Kasdi berpendapat bahwa metode merupakan seperangkat prosedur tata cara, alat atau piranti yang digunakan oleh sejarawan dalam tugas meneliti dan menyusun sejarah.28 Ada beberapa macam penggunaan perangkat metode, yang setiap ilmuwan sejarah terkadang berbeda dalam penggunaannya. Namun secara umum metode sejarah memiliki empat tahap yang meliputi : Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi. Heuristik merupakan tahapan berupa pencarian sumber bagi suatu penulisan penelitian. Karena penelitian ini berkenaan langsung dengan sejarah pabrik maka pencarian sumber yang tersedia dari data pabrik yang pernah beroperasi. Khususnya periode tahun 1925 sampai tahun 1972 di Tuban. Data pabrik kapur 28
hlm. 11.
SKRIPSI
Aminuddin Kasdi, Memahami Sejarah, ( Surabaya : UNESA University Press, 2001 ),
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 19
“Ronggolawe” ini telah diperoleh dari Badan Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Tuban. Data arsip sezaman mulai tahun 1925 sampai 1972 telah mewakili dari informasi yang akan ditulis pada tahun tersebut. Selain itu penulis juga menambahkan beberapa koran-koran Belanda terbitan tahun Kolonial sebagai penunjang argumen. Sumber Lisan, didapatkan penulis dari wawancara penulis dengan mantan pekerja Pabrik Kapur tahun 1972 yaitu Mbah Kalimin. Isi wawancara tersebut memuat keterangan mengenai masa-masa emas yang dialami oleh Pabrik Kapur “Ronggolawe”. Wawancara selanjutnya adalah dengan Bapak Sugeng sebagi saksi mata proses relokasi pabrik kapur “Ronggolawe” ke luar daerah Tuban. Pemindahan lokasi ini tidak terlepas dari keadaan yang tidak mendukung pabrik kapur “Ronggolawe” sebagai struktur ketatakotaan Tuban. Untuk sumber Arsip penulis telah mendapatkan dari Badan Kearsipan Kabupaten Tuban. Arsip ini merupakan catatan yang telah ditulis oleh mantan pimpinan pabrik kapur Tuban yaitu Achmad Manan. Uraian didalamya telah memuat sedikitnya awal perkembangan pabrik kapur “Ronggolawe” periode kolonial Hindia Belanda. Ini memunculkan perspektif spekulasi terbukanya ruang bagi modal asing masuk. Pabrik kapur dibuat oleh pengusaha Jerman dan beroperasi hingga 1940. Selanjutnya dalam Arsip telah telah memuat hasil produksi serta distribusi pabrik kapur “Ronggolawe” secara lengkap mulai tahun 1955 sampai 1972. Tahapan Kritik-Analisis sebagai analisa terhadap sumber yang telah terkumpul. Data tentang pabrik kapur “Ronggolawe” yang telah terkumpul akan diidentifikasi kembali. Tahapan ini mengkaji ulang kelayakan sumber-sumber
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 20
yang telah didapatkan penulis untuk digunakan. Selanjutnya berlanjut pada kerelevanan sumber sendiri. Dari sumber yang telah diperoleh apakah isinya telah memuat dari temporal yang ditetapkan penulis. Hal tersebut penting sebagai rujukan penulis dalam berargumen dalam penulisannya. Tahap interpretasi merupakan tahap bagi penulis dalam menggunakan logika perumusan penulisan penelitian. Rumusan dari penulisan penelitian pabrik kapur “Ronggolawe” akan dijabarkan dari beberapa sumber yang telah didapatkan penulis. Sesuai tulisan penulis sendiri nantinya logika serta ketepatan penulis dalam menunjukan fakta masa lalu sangat diperlukan. Tafsiran yang telah tersirat dalam sumber nanti akan dituangkan dalam perspektif penulisan baru. Penulisan Sejarah atau Historiografi merupakan tahap akhir dari penelitian pabrik kapur “Ronggolawe” Pada tahapan ini penulis akan menyajikan secara lengkap bahasan penelitian yang telah dipilih. Tentunya akan didapatkan suatu fakta baru yang berhasil didongkrak dari penelitian ini. Setelah penulis mendapatkan topik kajian sejarah ekonomi Industri maka secara tidak langsung akan terbentuk suatu kerangka dan konsep dari penulisan ini. Adanya proses yang dinamakan produksi, distribusi dan konsumsi akan membentuk suatu yang dinamakan ekonomi. Dalam bahasan Industri atau Pabrik tentunya dikenalkan apa yang disebut ekonomi mikro. Ancangan teoretis terhadap ekonomi mikro (Theoretical Approach to Microeconomics) merupakan arus faktor produksi dari sektor rumah tangga ke sektor perusahaan. 29
29
SKRIPSI
Richard. A Bilas, Teori Ekonomi Mikro, (Jakarta: Erlangga, 1982), hlm.2.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 21
Setelah ditelaah lebih mendalam kerangka dalam penulisan ini memuat proses ekonomi mikro yang berlanjut pada pembangunan. Dengan adanya konsep demikian maka penulis akan memunculkan suatu fakta yang tidak jauh berbeda dari apa yang telah dirumuskan. Selanjutnya penelitian ini tidak jauh dari rancangan awal yang bersifat deskriptif-analitis. Dari apa yang telah diperoleh nanti akan dijabarkan kembali mengenai data-data yang terkumpul. Tidak hanya sebatas hanya dideskripsikan saja tapi melainkan akan analogikan secara kritis sehingga memperoleh tulisan yang akurat. Proses deskripsi akan membicarakan mengenai kondisi serta perubahan yang terjadi pada pabrik kapur “Ronggolawe” sendiri. Selanjutnya akan dianalisis dari sumber dan data yang telah berhasil didapatkan penulis.
H. Sistematika Penulisan Penelitian ini meneliti tentang perkembangan pabrik kapur di Tuban tahun 1925 sampai 1972. Untuk ide-ide dalam penelitian akan masuk pada tiap-tiap bab. Selanjutnya dari masing-masing bab akan dipecah dan difokuskan dalam sub-bab. Sistematika dari penulisan penelitian yaitu menjadikan kedalam beberapa bagian. Bab I Berisi pendahuluan tentang pabrik kapur “Ronggolawe” di Tuban sebagai berikut: Latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, batasan dan ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode dan sumber penelitian serta sistematika penulisan.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 22
Bab II berisi gambaran umum tentang Kondisi Tuban masa Kolonial. Mulai dari kacamata geologis, pemerintahan hingga penduduk sebagai aspek pendukung dalam pendirian pabrik kapur. Bab III berisi pembahasan mengenai pabrik kapur Tuban masa Kolonial hingga menjelang pemerintahan Jepang. Lebih spesifik akan membahas proses pendirian pabrik kapur, produksi hingga pemasaran kapur dari tahun 1925 sampai tahun 1940an. Bab IV membahas kontribusi pabrik kapur “Ronggolawe” Tuban sejak 1955 terhadap pembangunan daerah Kabupaten Tuban. Pembahasan ini akan diperiodisasikan sesuai dengan batasan tahun 1955 sampai 1972. Selanjutnya peranan pabrik kapur “Ronggolawe” erat terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian secara kompleks pembahasan mengenai kontribusi menuju kearah pembangunan ekonomi. Bab V berisi penutup dan simpulan dari hasil pembahasan penulisan. Dalam bab ini berisi arah pokok pikiran penulisan mapun hasil simpulan dari pembahasan penulisan. Simpulan dalam bab ini merupakan pembacaan dan analisis dari pembahasan terhadap data yang ada sekaligus sebagai penutup penulisan.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TUBAN PADA MASA KOLONIAL
Tuban lahir dengan sejarah panjang dari masa ke masa sebagai kota pesisir. Awal abad 13 Tuban disebut sebagai salah satu kota pelabuhan utama di pantai Utara Jawa yang kaya. Orang Cina menyebut Tuban dengan nama Duban atau nama lainnya adalah Chumin. Tentara Tar-tar yang datang pada tahun 1292 mendarat pertama kali di pantai Tuban dengan maksud menyerang Jawa bagian Timur. Dari sana pulalah sisa-sisa tentaranya kemudian meninggalkan Pulau Jawa untuk kembali ke negaranya.1 Keramaian kota Tuban mulai terkikis sejak abad ke 15 dan 16. Hal ini disebabkan setelah abad ke 16 pantai Tuban mengalami pendangkalan oleh endapan lumpur.2 Hasilnya keadaan ini memaksa kapal-kapal dagang yang berukuran sedang hingga besar harus berhenti untuk parkir jauh dari garis pantai. Selanjutnya mengangkut barang dagangan mereka yang cukup jauh menuju tempat pelelangan dipusat kota Tuban. Keadaan tersebut berlanjut sampai akhirnya kota Tuban ditinggalkan oleh para saudagar dengan mencari pelabuhan pengganti untuk berdagang. Dalam perjalanan selanjutnya sudah tidak menjadi kota pelabuhan yang penting lagi. Selama pemerintahan Hindia Belanda, Tuban tidak dipandang sebagai kota pelabuhan stategis. Sejatinya mundurnya peran pelabuhan Tuban akibat dari 1
H. J. De Graaf dan G. Th. Pigeuad, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, (Jakarta: PT Grafiti Pers, 1998), hlm. 164. 2
SKRIPSI
Ibid., hlm. 163
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 24
kondisi masa lampau.3 Semakin dangkalnya pelabuhan mengakibatkan kota Tuban hampir tidak berperan sama sekali sebagai pelabuhan penting dimasa kolonial. Tuban hanya berperan sebagai kota pelabuhan rakyat yang kecil saja. Pada awal abad ke 20, pemerintah menentukan penataan kota-kota pelabuhan di Jawa.4 Dalam rancangannya akan dipilih pelabuhan mana yang akan direncanakan sebagai
pelabuhan
utama,
mana
yang akan
berperan
sebagai
tempat
mengumpulkan bahan produksi atau sebagai pelabuhan penunjang saja. Sehingga baik secara produktifitas maupun administratif kota Tuban mengalami stagnasi selama penjajahan Hindia Belanda. Tuban mengikuti alur penataan yang dilakukan pemerintah terhadap posisi kota pesisir. Pola berdagang dengan pelabuhan sebagai pusatnya telah digeser menuju ekonomi “jalan darat”.5 Alun-alun kota Tuban merupakan pusat perdagangan baru buatan Kolonial menggantikan posisi pelabuhan lama. Pada masa pemerintahan Kolonial kedudukan kota Tuban tidak lebih sebagai kota Kecamatan belaka.6 Tuban merupakan wilayah yang dianggap kurang beruntung masa itu. Meskipun menjelang tahun 1920 kota Tuban dilewati sebagai jalan
3
Samuel Hartono dkk, “Alun-Alun dan Revitalisasi Identitas Kota Tuban” dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, (Surabaya: Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra, 2005), hlm. 134. 4
Handinoto, “Alun-Alun Sebagai Identitas Kota Jawa Dulu Dan Sekarang” dalam Jurnal Dimensi Vol.18 edisi September, (1992), hlm. 20. 5
Istilah Pemusatan ekonomi “jalan darat” dimaksudkan pergeseran yang dialami kota pesisir utara Jawa yang jauh sebelum masa Kolonial lebih memilih menggunakan pelabuhan sebagai pusat peradagangan. Namun ketika Hindia Belanda masuk ke Nusantara banyak pusat perdagangan baru dibuat untuk menggantikan peran dari pelabuhan. Lihat Samuel Hartono dkk, Op.cit., hlm. 135 6 Samuel Hartono dkk, Ibid., hlm 135.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 25
kereta api dengan sebuah stasiun.7 Tetapi alat transportasi tersebut tidak banyak menolong terhadap perkembangan ekonomi kota Tuban.
A. Geografis Tuban Secara geografis pada masa Kolonial Kabupaten Tuban termasuk daerah pantai yang berada di sebelah barat laut Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan 30’ –
–
18’ Lintang Selatan.8 Luas
wilayah daratan adalah 1.839,94 km2 dengan panjang pantai 65 km yang membentang dari arah timur daerah Palang sampai arah barat Bancar.9 Tuban terletak strategis sebagai kota Bandar di pesisir pantai utara Jawa. Letaknya berada di ujung paling barat Jawa Timur yang berbatasan dengan Rembang, Jawa Tengah. Peran kawasan pelabuhan membuat para pedagang Cina menyebut bandar Tuban sebagai “Permata Bumi Selatan”10. Kota pelabuhan Tuban banyak didatangi oleh saudagar asing pada abad ke 13 sebagai kawasan dagang mengalami perubahan selama pendudukan Hindia Belanda.
7
Bataviaasch Nieuwsblad, (Donderdag, 19 Juni 1919).
8
Lihat Taryati, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh, Kembang dan Pudarnya Pelabuhan Tuban” dalam Jurnal Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya Kota dan Pengembangan Wilayah, (Vol. 5 No. 10 Edisi Desember 2010), hlm. 871. 9
Anonim, Profil Kesenian Kabupaten Tuban, (Dinas Perekonomian dan Pariwisata Kabupaten Tuban, 2002), hlm. 8. 10
Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal Abad 16, (Jakarta: Hasta Mitra, 1995), hlm. 33.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 26
Berdasarkan karakteristik fisik, wilayah Tuban memiliki luas 183.994.562 Hektar dengan sebagian besar masuk dalam kategori pola lahan kering.11 Lahan kering pada umumnya relatif kurang subur sebagai lahan pertanian penduduk. Dalam sistem pertanahan tanah yang demikian termasuk ke dalam lahan pertanian tadah hujan.12 Lahan kering yang kurang subur disebabkan kadar air yang kurang dan relatif dangkal. Penduduk Tuban hanya memanfaatkan lahan datar saja sedangkan tanah kering dibiarkan dan banyak ditumbuhi oleh hutan jati. Tercatat tahun 1920 kawasan hutan jati di Tuban seluas adalah 48.600 Hektar. Untuk memanfaatkan pertanian lahan kering berupa tegal penduduk harus mengurangi jumlah vegetasi hutan jati menjadi lahan tadah hujan. Tanah yang kering secara umum tidak menghasilkan tanaman pertanian yang optimal.
B. Geologi Tuban Potensi batuan kapur di Jawa Timur tersebar hampir diseluruh wilayah. Beberapa kandungan mineral dapat di eksploitasi untuk dimanfaatkan menjadi sebuah komoditas perdagangan. Terbentang dari daerah Madura hingga kawasan Rembang. Tahun 1900 perkiraan cadangan deposit kapur terbesar terdapat di Jawa Timur yaitu di daerah Tuban, Lamongan, Gresik, dan Madura sekitar 313 ribu ton.13
11
Meliana Setyaningsih, Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban Tahun 1955-1989, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2015), hlm. 15-16. 12
Mul Mulyani Sutedjo dan A.G Kartasapoetra, Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm.130. 13
Jordan Phosphate Mine Company, Peta Potensi Sumber Daya Geologi seluruh Kabupaten di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm 28-29.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 27
Identitas Tuban sebagai wilayah pegunungan kapur utara Jawa Timur telah melekat sejak masa pemerintahan Kolonial. Bahkan para petinggi Kolonial Belanda menyebut Tuban sebagai “Raja Kapur” Jawa Timur.14 Perbukitan diselatan pesisir Tuban menjadi lahan potensial sebagai penyedia kapur dalam jumlah besar. Olahan kapur direncanakan menjadi komoditas bagus untuk mencukupi kebutuhan ekonomi massal. Secara geologi, Tuban sebanding dengan pulau Madura yang mempunyai kadar serupa sebagai wilayah kapur di Jawa Timur.15 Tetapi pihak pengelola Kolonial memilih Tuban sebagai kawasan pemanfaatan kapur. Hal tersebut cukup beralasan kawasan Tuban memiliki aset jalan lebih baik menuju kawasan perdagangan Surabaya. Sebagai perencanaan pemanfaatan sumber daya berbasis kapur, Tahun 1918 Klein mendapatkan tugas dalam penelitian geologi perkapuran. Ahli Geolog asal Inggris tersebut melakukan Penelitian di Rembang dan sekitarnya, termasuk Tuban.16 Dari hasil penelitian tersebut ditemukan sebuah rangkaian batuan kapur yang dikenal dengan sebutan formasi Tawoen. Wilayah yang masuk pada formasi tersebut meliputi daerah Rembang terbentang sampai Tuban dengan luas sebesar 1973 hektar. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui singkapan batuan yang terkandung di kawasan Rembang dan Tuban. Penelitian tersebut akhirnya 14
hlm.383.
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie IV, (Leiden: Martinus Nijhoff, 1923),
15
Ibid., hlm 396.
16
Agus Hermansyah, Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Formasi Tawun Anggota Ngrayong Daerah Jojogan dan Sekitarnya Kabupaten Tuban Jawa Timur, (Yogyakarta: Fakultas Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional Veteran, 1989), hlm.40.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 28
dilanjutkan oleh Geolog asal Belanda bernama Reinout Willem van Bemmelan. Menurut hasil pengamatan singkapan batuan yang dilakukan van Bemmelan, Tuban termasuk kedalam Fisiografi Cekungan Rembang.17 Hasilnya Tuban termasuk ke
dalam wilayah pembentukan batuan kapur (thor). Dari hasil
penelitian tersebut turut serta menambah referensi bagi para investor asing yang ingin mendirikan pabrik yang berbahan dasar dari kapur. Sorotan lain terkait kandungan kapur Tuban juga terlihat daeri perencaan pendirian Semen Gresik. Sejalur seperti penelitian yang dilakukan oleh van Bemmelan mengenai konsep Cekungan Rembang. Bermula dari perbukitan Gresik dan berakhir disekitar kawasan Rembang. Cadangan bahan kapur jumlah besar terdapat pada perbukitan Kendeng dan sekitarnya. Pentingnya kapur masa Kolonial mendorong sikap pemerintah Hindia Belanda untuk memanfaatkan potensi tersebut. Hal tersebut menyebabkan adanya perencanaan terhadap pendirian sebuah industri pengolah kapur di Tuban.18 C. Pemerintah Tuban Masa Kolonial Awal abad ke 20 wilayah Tuban merupakan satu kesatuan dengan Keresidenan Rembang19 bersama Bojonegoro dan Blora. Tuban dikenal sebagai 17
Istilah, Stratigrafi regional Cekungan Rembang ini mulai dari yang tertua sampai yang termuda. Hal ini tidak terlepas dari peta geologi daerah Tuban dan sekitarnya dapat diperkirakan bahwa daerah Cekungan Rembang. Cekungan ini telah terjadi proses perlipatan yang menyebabkan terbentuknya struktur antiklin. Perlipatan dicekungan ini mempunyai arah umum Timur – Barat. Sebagai akibat dari proses perlipatan tersebut terbentuklah struktur kekar dan struktur sesar. Lihat Jordan Phosphate Mine Company, Op.cit., hlm 44.
hlm.383.
SKRIPSI
18
De Drije Pers, (Donderdag, 7 September 1950).
19
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie IV, (Leiden: Martinus Nijhoff, 1923),
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 29
Afdeeling dari Residentie Rembang. Dengan adanya sistem pemerintahan demikian Asisten Residen D. Burger yang bertugas di Rembang mengingingkan adanya kerjasama dengan Raden Adipati Aro Koesoemodigdo sebagai Bupati ke 35 pada tahun 1910.20 Kerjasama inilah yang menjadi tanda awal pembongkaran kekayaan Tuban yang tertutup tanah dan rerumputan. Tujuan pihak Kolonial adalah kerjasama yang akan menguntungkan sebagai penggiat industri. Hal tersebut berlanjut pada tindakan Bupati Arya yang menerima secara baik kerjasama Asisten Residen tersebut sebagai upaya pemajuan Tuban dalam aspek ekonomi dan politik.21 Bentuk kerjasama juga dilakukan oleh Pringgodigdo Koesoemodiningrat sebagai Bupati pengganti pada tahun 1919 dengan memberi kewenangan penuh terhadap keinginan pihak Kolonial.22 Termasuk pemanfaatan segala sumber daya dengan penataan konsep sebagai penghasil komoditas. Selain itu Bupati Pringgodigdo memerintahkan agar setiap lahan penduduk yang diinginkan pemerintah untuk diganti dengan harga sesuai. Selanjutnya pembagian hasil juga dimaksudkan sebagai upahnya sebagai penguasa daerah.
20
Anonim, Tuban Hari ini dan Hari Esok, (Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, 1980), hlm.16-17.
SKRIPSI
21
Staat der Nederlandsche Oostindische in De Jaren 1911
22
Het Nieuws van Den Dag, ( Vrijdag, 14 Mei 1920).
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 30
Gambar 2.1 Asisten Residen D. Burger dengan Bupati Toeban , Raden Ario adipati Koesoemodikdo pada konferensi departemen 1910
Sumber: www.kiltv.nl, diakses pada tanggal 27 April 2016 pukul 22.45 Sejatinya pemerintah Kolonial bekerjasama dengan pejabat daerah hanyalah sebagai usaha memperoleh persetujuan eksploitasi alam. Kekayaan alam yang didapat akan ditawarkan kepada para Investor barat. Sudah banyak sumber daya alam di bumi Hindia Belanda yang menarik bagi kapitalis eropa. 23 Sehingga secara tidak langsung pemanfaatan sumber alam menghasilkan pundi-pundi keuntungan pihak Kolonial. Pemerintah Kolonial tidak segan untuk menyediakan kontrak jangka panjang kepada para pengusaha yang mau menanamkan
23
Marwati dan Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia jilid V (edisi pemutakhiran), (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 10.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 31
modalnya. Hal ini tidak terlepas dari nilai ekspor swasta meningkat sepuluh kali lipat dari pada ekspor pemerintah Kolonial sejak awal tahun 1900an.24 Sejak tahun 1926 secara resmi pemerintah Hindia Belanda membagi menjadi Jawa dan Madura menjadi 3 Propinsi, 16 Kotapraja dan 75 Kabupaten.25 Kota Tuban sendiri masuk ke dalam 75 Kota Kabupaten baru buatan Pemerintah. Untuk memusatkan pola perekonomian Tuban kawasan pusat kota bergeser mendekati garis pantai dan jalan raya pos setelah sebelumnya berada di Prunggahan Kulon, Semanding.26 Sebagai kawasan penunjang kontrol pemerintah Belanda beberapa fasilitas pendukung diantaranya: Kantor Asisten Residen yang berada di selatan alun-alun, perumahan pejabat kolonial, kantor pos dan lainya. Pembangunan sarana tersebut sebagai bentuk pengawasan Asisten Residen kolonial dalam upaya pembangunan sektor ekonomi dan politik kota Tuban.
D. Penduduk Tuban Masa Kolonial Tuban digolongkan sebagai Kabupaten yang makmur pada awal tahun 1900. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya kemajuan ekonomi oleh aktifitas penduduk secara homogen. Kemajuan tersebut membuat tingkat populasi di Tuban meningkat. Dari data tercatat komposisi penduduk awal tahun 1925 Tuban memiliki 426.975 penduduk, yaitu 138 orang Eropa, 421.770 Pribumi, 3.599 24
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hlm. 190 25
Samuel Hartono et.al, Op.cit., hlm. 135- 136.
26
Alun-alun Tuban lama awalnya berada di selatan pusat Kota Tuban sekarang. Berjarak sekitar 5 kilometer dan digeser oleh pihak Kolonial sebagai pusat perdagangan baru. Lihat R.Soeparmo, Op.cit., hlm. 76.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 32
Tionghoa dan 468 Arab dan warga asing lainnya.27 Dari catatan kependudukan tersebut sebagian besar bertempat tinggal disekitar pesisir kota. Untuk sebagian lain tersebar mengikuti pola pemukiman yang potensial di tepi sungai Solo (Solo River).28 Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Tuban tahun 1930 Penduduk Jumlah Etnis Eropa 138 Orang Pribumi 511. 404 Orang Etnis Tionghoa 6.333 Orang Timur Asing 564 Orang Total 518.421 Sumber: Dalam Memori Residen Bojonegoro C.E Croes, 7 Mei 1930, Memori Serah Terima Jabatan 1921-1930 Jawa Timur dan Tanah Kerajaan, (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, Seri penerbitan Sumber-sumber Sejarah No.10, 1978).
Pada tahun 1930 penduduk Tuban mengalami peningkatan. Sebagian besar peningkatan jumlah penduduk pribumi sekitar 20%. Kemudian peningkatan warga Tionghoa yang menghuni daerah pusat perdagangan Tuban. Di Tuban terdapat usaha perdagangan oleh Cina dalam perdagangan tembakau, mebel, dan hasil bumi 29 Keberadaan orang-orang Tionghoa tahun 1930 sedikit mempengaruhi pekerjaan penduduk. Banyak diantara para penduduk pribumi Tuban merupakan
27
Goosen, A.J., “Administrative Division and Redivision of Java and Madura” dalam Indonesia Circle 36, (1985), hlm. 53. 28
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie I, (Leiden: Martinus Nijhoff, 1923),
29
Edi Sedyawati, Tuban: Kota Pelabuhan di Jalan Sutra, (Jakarta: Depdikbud, 1997),
hlm.212. hlm. 22.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 33
buruh dari Industri rumah tangga warga Tionghoa. Pedagang besar Tionghoa merupakan penghubung antara Kompeni dengan penduduk pribumi Jawa dalam distribusi perdagangan.30 Sebagian besar dari penduduk Tuban saling melakukan kegiatan ekonomi dengan para pedagang Cina dengan menjual hasil bumi. Kemudian dari para pedagang Cina akan diperdagangkan di kawasan lain. Pekerjaan masyarakat Tionghoa di Tuban sudah dikenal sebagai pedagang hasil bumi dan pertanian maupun pedagang
barang-barang negerinya sehingga
penduduk sering menyebut sebagai pedagang perantara.31 Mata pencahariaan penduduk Tuban sejak tahun 1920-an bervariasi. Banyak diantara para penduduk memanfaatkan kekayaan wilayah pedalaman (hinterland). Tahun 1925 sebagian dari penduduk Tuban mencari rezeki dari bekerja sebagai buruh penebang kayu jati untuk pengusaha swasta Kolonial dengan upah yang bervariasi. Kayu jati tersebut biasanya dijual di pasaran sebagai bahan pembuat kapal dan perahu. Laporan kontrak penebangan menyebutkan bahwa seorang penebang diberi upah f 3 per meter kubik.32 Terdapat juga yang membayar buruh secara harian yang biasanya setiap penebang diberi upah 2 sen per hari.33 Upah tersebut sangat tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan para buruh. 30
Retno Winarni dan Sartono Kartodirjo, Aktivitas Ekonomi Perdagangan Orang-orang Cina di Pantai Utara Jawa Timur Pada Abad XVII, dalam Jurnal Sosiohumanika, 12 Sepetember 1999 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 31
J.S Furnivall, Hindia-Belanda Studi Tentang Ekonomi Majemuk, (Jakarta: Freedom Institute, 2009), hlm. 48-49. 32
Lihat Faisal Rahman Adcha, Kontrak Penebangan Hutan Jati di Tuban 1865 -1942, Jurnal Volume 1 No 2, (Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2013), hlm. 33. 33
Warto, Desa Hutan dalam Perubahan: Eksploitasi Kolonial terhadap Sumberdaya lokal di Karesidenan Rembang 1965-1940, (Yogyakarta: Ombak. 2009), hlm. 208.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 34
Untuk mengangkut biasanya merakit kayu dalam sebuah gerobak untuk ditarik dengan kerbau atau sapi. Sebagai buah penebangan kayu jati, pengusaha swasta yang ada di Tuban juga menyediakan pekerjaan sebagai pembuatan kapal dan perahu. Upah yang diterima sebagai pekerja pembuat kapal sama dengan upah yang diterima penebang kayu yaitu 2 sen per hari.34 Secara kesejahteraan angka 2 sen tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk yang memerlukan 10 sen. Padahal penduduk sendiri hanya menghidupi keluarga dengan makan jagung dan garam pada masa periode ini35 Selain sebagai buruh penduduk Tuban tahun 1930an merupakan petani gambir. Gambir yang dihasilkan penduduk untuk melayani permintaan pemerintah Kolonial Belanda sebagai bahan ekspor. Biasanya perhari penduduk mampu menghasilkan gambir sekitar 41 picols.36 Upah yang diterima sebagai petani gampir juga tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan. Relatif hanya sebagai penghidupan harian penduduk pedalaman. Penduduk Tuban sebagian besar juga bermata pencahariaan sebagai nelayan. Pada tahun 1920an nelayan di kebanyakan pantai utara Jawa mengalami kemakmuran dari hasil laut yang melimpah dan menguntungkan.37 Hasil laut tercatat tahun 1915 sebanyak 40,9 ton, tahun 1921 sebanyak 46,2 ton, tahun 1925 34
Ibid., hlm. 136-137.
35
Faisal Rahman Adcha, Loc.cit.,.
36
Nederlandsch-Indisch Handelsblad, (Zaturdag, 15 Oktober 1931).
37
Masyhuri, Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 1996), hlm. 121.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 35
sebanyak 48 ton.38 Gambaran untuk sektor laut yang menjanjikan sehingga untuk kisaran hasil laut untuk setiap tahunnya mengalami peningkatan. Sebelum pada akhirnya mengalami penurunan secara drastis menjelang krisis ekonomi tahun 1930.39
38
Koloniaal Tijdschrift, 1928, hlm. 22.
39
Impor ikan tahun 1926 sebanyak 51.567.916 Kg dengan harga f 13.186.085. Tahun 1930 sebanyak 45.914.255 dengan harga f 12.093.927 dan setelah itu terus mengalami penurunan terutama dalam nilai impor. Tahun 1935 impor sebanyak 44.338.204 Kg dengan harga f 7.178.333. Nilai harga yang telah turun dibanding nilai angka impor tahun 1926. Koloniaal Tijdschrift, 1937, hlm. 76.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
BAB III PABRIK KAPUR RONGGOLAWE MASA KOLONIAL SAMPAI PENDUDUKAN JEPANG
Periode tahun 1870 merupakan tonggak sejarah ekonomi agraria Hindia Belanda. Pada tahun ini dikeluarkan Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang menyatakan berakhirnya sistem Tanam Paksa untuk komoditas gula.1 Selanjutnya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet), yang memuat sewa tanah jangka panjang bagi perusahaan swasta Eropa dalam mengeksploitasi tanah pribumi. Diberlakukannya dua undang-undang ini, merupakan titik balik dalam kebijakan Kolonial yang bertujuan menyediakan lahan bagi investasi asing ke Hindia Belanda.2 Hal ini diikuti dengan semakin gencarnya peralatan modern yang masuk pada awal abad XX. Undang-undang Agraria seakan membuka jalan ekonomi baru bagi Hindia Belanda. Utamanya adalah pulau Jawa yang menjadi tujuan utama bagi perusahaan swasta, dengan jaminan kebebasan dan keamanan bagi para investor. Tanah-tanah bumiputra menjadi sasaran animo para pengusaha Eropa yang tertarik mengembangkan modalnya di Hindia Belanda. Bagi tanah-tanah
1
229.
J. Thomas Linblad, Sejarah Ekonomi Modern Indonesia, (Jakarta: LP3S, 1998), hlm.
2
Peter Boomgaard, Anak Jajahan Belanda: Sejarah Sosial dan Ekonomi Jawa 17951880, (Jakarta: KITLV, 2004), hlm 64-65.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
penduduk yang yang tidak mempunyai dokumen kepemilikan tanah, maka tanah tersebut diklaim sebagai milik negara (Domein).3 Terjadinya Liberalisasi ekonomi tahun 1870 oleh pihak Hindia Belanda mendapat respon positif dari para pengusaha Eropa. Terlebih komoditas gula banyak menjadi incaran para kapitalis swasta yang masuk.4 Sebagai primadona barang impor, pabrik-pabrik gula terlepas dari peran beberapa pabrik dalam berproduksi. Salah satu pabrik penyokong produksi gula adalah pabrik kapur. Pabrik pembakaran kapur sendiri pabrik pengolahan komoditas ekstaktif yang digunakan sebagai penyokong dalam pengolahan tebu menjadi gula.5
A. Sejarah Pendirian Pabrik Kapur Tuban Pabrik pembakaran kapur Tuban tersebut didirikan oleh pengusaha Jerman pada tahun 1925.6 Tujuan awal pendirian pabrik kapur ini adalah penyediaan bahan kapur pada pabrik gula. Selain itu sebagai penyedia bahan bangunan seperti lantai ubin dan beton.7 Munculnya pabrik ini selanjutnya tanda simbiosis antara pabrik-pabrik gula dengan pabrik kapur.
3 4
Staatsblad van Nederlandsch-Indie tahun 1870, no. 118, ayat 1 Peter Boomgaard, Op.cit., hlm. 52.
5
H.W.Dick, “Industri Abad ke-19 Sebuah Kesempatan yang Hilang”, dalam J.Thomas Lindblad dkk (editor), Sejarah Ekonomi Modern Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2000), hlm. 177. Dalam “Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban”, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973 selaku Kepala Perusahaan Umum Daerah Kabupaten Tuban Tahun 1967, hlm.1. 6
7
SKRIPSI
Soerabaiasch-Handelsblad, (Donderdag, 1 October 1936).
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
Awalnya pabrik ini bernama Kalkbranderij Lighvoet Toeban oleh pemiliknya yang berasal dari Jerman yaitu C. Van Wijngaarden.8 Pengusaha jerman inilah yang pertama memilih lahan pabrik yang terletak di Gedongombo, Semanding dengan luas areanya 16.030 m2.9 Area yang dipergunakan untuk mendirikan pabrik kapur merupakan pembukaan hutan Semanding dengan vegetasi hutan jati. Dengan lahan yang luas inilah banyak menampung buruh dari penduduk Tuban dalam jumlah besar. Untuk mendapatkan lahan pemilik pabrik menyewa lahan nilai kontrak awal sebesar f 1.200.600 dan dengan jangka waktu 10 tahun.10 Kontrak perjanjian pengeksploitasian kapur akan bertambah jika sewaktu-waktu terjadi penambahan luas area produksi. Peletakan pendirian pabrik kapur terbantu oleh jalan jalur pos Daendels yang dibangun pada tahun 1808.11 Letak pabrik pabrik dengan Jalan raya pos tidak terlampau jauh masa ini. De groote Postweg menjadi faktor penting arus mobilisasi pendistribusian hasil pabrik. Jalur besar tersebut menjadi urat nadi dalam membuka jaringan kepada para konsumen kapur masa Kolonial.
8
Soerabaiasch-Handelsblad, (Woensdag, 23 Januari 1925).
9
Meliana Setyaningsih, Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban Tahun 1955-1989, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2015), hlm. 23-24. 10
Warto, Desa Hutan dalam Perubahan: Eksploitasi Kolonial terhadap Sumberdaya lokal di Karesidenan Rembang 1965-1940, (Yogyakarta: Ombak. 2009), hlm. 130. 11
Pembangunan jalan Raya Pos, dimulai ketika Deandels sedang menaiki kereta Kuda dari Buitenzorg (Bogor) menuju Semarang dan terus menuju Jawa Timur. Sebenarnya jalan-jalan yang menghubungan dari ujung pulau barat Jawa hingga Jawa Timur sudah ada sebelum dibangun jalan Deandels, namun kondisinya masih belum baik dan Lebar. Sidik Pramono, (Ed), Ekspedisi Anjer- Panaroekan (Jakarta: Kompas, 2008), hlm. 5 dalam Skripsi Edi Susilo, Transformasi Dokar Surabaya Tahun 1900-1945, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, 2014), hlm. 22.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
Pabrik pembakaran kapur muncul sebagai pabrik penyokong Industri gula. Hal ini disebabkan karena kapur merupakan elemen penting dalam proses pembuatan gula. Untuk mengolah tebu menjadi gula, perlu dilakukan penjernihan dengan tujuan memisahkan kotoran dalam air perasan tebu (nira) tanpa merusak gula. Diantara cara penjernihan nira tebu menjadi gula adalah Sulfitasi.12 Cara selanjutnya adalah Karbonatasi, bahan penjernih yang digunakan berupa kapur dan gas CO2.13 Secara garis besar ketiga cara tersebut memerlukan kapur dalam jumlah yang besar. Pembuatan gula dengan teknik penjernihan menggunakan kapur telah banyak digunakan di eropa. Sejak tahun 1876 telah diterapkan di Hindia Belanda pada pabrik gula. Dengan menggunakan kapur dianggap efektif dalam penjernihan nira tebu untuk dijadikan gula. Selain persediaan alam yang melimpah di Hindia Belanda, harga yang ditawarkan para pengusaha kapur relatif murah. 12
Bahan penjernih yang digunakan berupa kapur tohor dan gas sulfit, yang diperoleh dari hasil pembakaran belerang (SO2). Pemurnian dengan cara ini dianjurkan untuk pertama kali pada awal industri gula beet di Eropa, sekitar tahun 1860an. Di Hindia Belanda, mulai digunakan cara ini secara lebih luas oleh pabrik gula sejak tahun 1865. Pemberian gas sulfit ditujukan untuk menetralkan kelebihan kapur yang berlebih selama proses penjernihan. Endapan Ca-sulfit yang terbentuk, turut mengefisienkan pembersihan kotoran, dan menghasilkan gula No. 25 atau SHS ( Superieur Hoofd Suiker). Terdapat Beberapa Macam Gula Dilihat Dari Mutunya Yang Dihasilkan Pabrik Gula, Dan Ditandai Dari Mulai No.1 Yang Berwarna Kelam Sampai Dengan No.25 Yang Berwarna Putih. Gula Kristal No.25 Dinamakan Shs( Superieur Hoofd Suiker), Dan Dijadikan Sebagai Gula Standard Oleh Toat Soemohandojo dalam bukunya “Pengantar Injiniring Pabrik Gula” Dalam Skripsi Nugroho Bayu Wijanarko, Industri Pabrik Gula Pajarakan Di Probolinggo Dari Swastanisasi Hingga Nasionalisasi 1885-1960,( Surabaya: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2013), Hlm 67. 13
Diperoleh dari pembakaran batu kapur, dan sudah mulai digunakan pabrik gula di Hindia Belanda sejak tahun 1876. Dibandingkan dua cara sebelumnya, batu kapur yang digunakan dalam proses ini lebih banyak, dan kelebihan tersebut dinetralkan dengan asam karbonat hasil reaksi gas CO2 dan air. Endapan CaCO3 yang terbentuk, akan menyerap bahan bukan gula lainnya sehingga lebih efisien, dan menurut pengalaman akan menghasilkan jumlah gula lebih banyak daripada dua cara sebelumnya, dan menghasilkan gula SHS 1 (Superieur Hoofd Suiker). Terdapat Beberapa Macam Gula Dilihat Dari Mutunya Yang Dihasilkan Pabrik Gula, Dan Ditandai Dari Mulai No.1 Yang Berwarna Kelam Sampai Dengan No.25 Yang Berwarna Putih. Gula Kristal No.25 Dinamakan Shs( Superieur Hoofd Suiker), Dan Dijadikan Sebagai Gula Standard. Ibid.,.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
B. Produksi Kapur Dalam prosesnya Kalkbranderij Lighvoet membakar batu kapur menjadi gamping.14 Untuk menghasilkan gamping atau kapur halus, batu dimasukkan dalam oven dan dibakar dengan kayu jati atau kayu purug.15 Waktu pembakaran kapur hingga terbentuk menjadi gamping membutuhkan waktu kurang lebih dua hari tiga malam. Proses pembakaran menggunakan mesin oven dari Jerman Celcius.16 Dengan waktu yang relatif lama tersebut
dengan suhu
telah diperoleh hasil produksi berupa gamping. Produksi batu kapur selanjutnya dibuat kapur jenis A dan Kapur B dengan proses yang berbeda. Kapur jenis A merupakan batu gamping yang dihaluskan dengan mesin sehingga menghasilkan tepung kapur. Untuk kapur jenis B merupakan kapur dari hasil ayakan tangan gamping.17 Kapur tersebut utamanya digunakan dalam proses pembuatan gula. Selain itu juga digunakan sebagai plester maupun kulit luar tembok. Untuk pembuatan Kapur B ini digunakan untuk keperluan pondasi bangunan. Pembuatan gamping (kapur thor) membutuhkan bahan baku yaitu bongkahan batu kapur dan kayu jati sebagai pembakarnya. Bahan pengolah
14
Istilah Gamping ialah, batu kapur yang sudah dibakar
15
Lihat Faisal Rahman Adcha, Kontrak Penebangan Hutan Jati di Tuban 1865 -1942, Jurnal Volume 1 No 2, (Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2013), hlm. 34. 16
Provinciale Overijselsche en Zwolsche Courant, (Vridag, 25 September 1925).
17
Dalam “Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban”, Op.cit, hlm.2.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
gamping diperoleh dari para pengepul yang mayoritas adalah petani desa.18 Kebanyakan para petani menjual kayu ke Kalkbranderij Lighvoet dengan alasan pabrik menampung kayu dalam jumlah besar. Hal tersebut terjadi karena produksi hutan di Tuban begitu besar. Untuk bongkahan batu kapur didatangkan langsung dari areal tambang yang kemudian diangkut dengan truk menuju tempat produksi. Dalam sehari proses pembakaran 1 m3 bongkahan batu menjadi gamping dibutuhkan rata-rata 0,56 meter kayu jati dan 1,24 meter kayu purug. Mesin oven untuk setiap 1 m3 batu rata-rata menghasilkan gamping sebanyak 43,8 Kg.19 Dalam keadaan normal, produksi tiap hari membutuhkan batu 20 m3 yang berarti menghasilkan kurang lebih 876 Kg gamping.20 Proses produksi gamping yang cukup besar berdasarkan permintaan dari pabrik-pabrik gula. Untuk memproduksi satu ton kapur biasanya dibutuhkan sebanyak 800 kg gamping. Kalkbranderij Lighvoet memiliki beberapa alat yang digunakan untuk membantu proses produksi. Alat yang utama yang digunakan adalah mesin giling kapur yang digerakkan dengan listrik. Mesin giling yang digunakan pabrik kapur tersebut merupakan mesin produksi Jerman. Mesin produksi Jerman awal tahun 1920an merupakan mesin yang menapaki teknologi mutakhir era tersebut.21 Proses penggilingan menggunakan mesin dinggap lebih efektif dibandingkan secara manual dengan tenaga hewan. Selain mesin giling, Kalkbranderij Lighvoet
18
Warto, Desa Hutan dalam Perubahan: Eksploitasi Kolonial terhadap Sumberdaya lokal di Karesidenan Rembang 1965-1940, (Yogyakarta: Ombak. 2009), hlm. 130.
SKRIPSI
19
Het Niuews van den Dag, (Maandag, 12 October 1925).
20
Meliana Setyaningsih, Op.cit., hlm. 29
21
Preangerbode Cultuur-en Handelsblad, (Zondag, 4 September 1921).
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
juga menggunakan oven-oven besar yang menjulang tinggi sebanyak tiga buah. Oven tersebut diperlukan untuk membakar batu menjadi gamping. Dalam melakukan kegiatan produksi, oven-oven ini digunakan secara bergantian. C. Tenaga Kerja Tambang Kapur Pada awal pendirian Kalkbranderij Lighvoet sepenuhnya dikelola Investor Jerman. Awal produksi pabrik kapur tahun 1925 buruh diambil dari kaum bumiptra yang mayoritas saat itu adalah penduduk kawasan pedalaman (hinterland).22 Tidak ada pekerjaan yang menjanjikan sebagai mata pencaharian penduduk yang stabil. Banyak diantara mereka awalnya merupakan tukang penebang kayu, tukang pembuat kapal, dan petani gambir dengan bayaran sekitar f 0,30.23 Keberadaan Kalkbranderij Lighvoet menumbuhkan sektor mata pencaharian baru bagi penduduk Tuban. Selain pekerja ratusan yang berada pada pabrik, terdapat pula pekerjaan yang timbul karena berdirinya pabrik kapur. Dari penduduk pedalaman yang semula menggarap lahan tandus, banyak yang memilih untuk menjadi penebang kayu (Blandong) untuk dijual ke Kalkbranderij Lighvoet.24 Hutan Tuban banyak menghasilkan kayu bakar untuk dimanfaatkan penduduk. Biasanya penduduk pedalaman memikul kayu berpuluh-puluh kilo demi uang perolehan menjual kayu dari Kalkbranderij Lighvoet. 22
Warto, Potret Hindia Belanda Dalam Ingatan Residen Rembang 1905-1936, (Surakarta: UNS Press, 2011), hlm. 5 23
C. van Vollenhoven, Boekhandel En Drukkerij Voorheen: Het Adatrecht Van Nederlandsch-Indië,(Leiden: E.J Brill, 1931), hlm. 34. 24
Warto, Blandong: Kerja Wajib Eksploitasi Hutan di Karesidenan Rembang Abad Ke19, (Surakarta:Pustaka Cakra, 2001), hlm. 2
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
Selain itu banyak penduduk yang bekerja berada dilokasi tambang kapur. Para pekerja tambang menggunakan alat seadanya untuk menghasilkan bongkahan kapur sesuai dengan kriteria pabrik.25 Bongkahan batu akan diangkut ke pabrik menggunakan truk pabrik melewati jalan tanah pedalaman. Meskipun pendapatan tidak terlalu besar namun Kalkbranderij Lighvoet secara stabil menjadi ladang pangan bagi penduduk Tuban. Pekerja dalam Kalkbranderij Lighvoet awal produksi merupakan penduduk pribumi Tuban. Pengambilan tenaga kerja penduduk pedalaman atas kebijakan RAA Pringgodigdo Koesoemodiningrat sebagai bupati Tuban yang memerintah tahun 1919- 1927.26 Pekerja-pekerja pabrik kapur tahun 1925 sebagian besar memperkerjakan para petani dan nelayan. Namun banyak diantara mereka merupakan pekerja industri rumahan. Penduduk Tuban pada masa tersebut mempunyai pekerjaan yang heterogen dengan bekerja sebagai pandai besi, tukang kayu, pembuat kapal dan perajin anyaman bambu.27 Pekerja keseluruhan pabrik kapur Tuban yang dibutuhkan dalam proses produksi adalah sekitar 1253 orang.28 Masing-masing bekerja memecah bongkahan batu menjadi bahan siap bakar. Kemudian terdapat pekerja dengan mengendalikan mesin giling kapur A.
25
Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, Tuban Hari ini dan Hari Esok, (Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, 1980), hlm.52 26
Ibid., hlm.16-17.
27
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie III, (Leiden: Martinus Nijhoff, 1926),
28
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie V, (Leiden: Martinus Nijhoff, 1927),
hlm.39. hlm.458.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
Terdapat pula tukang air mengisi bak air sdan sisanya yang lainya memproses pengambilan bahan baku dan pengayakan kapur.
Gambar 3.1 Oven pembakaran pada pabrik kapur
Sumber: Ilustrasi gambar pembakaran kapur. Buka Anonim, Tuban Hari ini dan Hari Esok, (Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, 1980), hlm.71
D. Perkembangan Kalkbranderij Lighvoet Berdirinya pabrik kapur Kalkbranderij Lighvoet tidak terlepas dari keluarnya kebijakan Undang-undang Agraria tahun 1870.29 Secara tidak langsung kebijakan tersebut banyak mengundang simpati Investor Asing untuk menanam modalnya di Hindia-Belanda. Wujud masuknya Investasi asing adalah meningkatnya pasar modal dan pengiriman mesin pada Industri pertanian dan komoditi ekstaktif. Hubungan simbiosis antara Kalkbranderij Lighvoet dan pabrik-pabrik gula merupakan satuan komponen dalam proses industrialisasi di Jawa Timur. Dapat 29
Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan sampai Banting Stir (Jakarta: Deperindag, 1996), hlm. 10.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
dinyatakan berdirinya pabrik kapur mengiringi proses produksi dari pabrik-pabrik gula. Sementara itu pabrik kapur Tuban memiliki andil besar yang aktif menyuplai kapur di beberapa pabrik gula di beberapa daerah. Diantaranya beberapa pabrik gula yang berada di Probolinggo seperti pabrik gula Kedawoeng, Wonolangan, Gending dan Padjarakan30. Tidak kurang dari 150 ton gamping pertahun Kalkbrandery Lighvoet melayani pemesanan masing-masing pabrik Gula. Dengan besarnya permintaan kapur oleh beberapa pabrik gula terdapat penambahan jumlah produksi untuk setiap tahunnya. Selanjutnya diiringi dengan penambahan jumlah pekerja kasar pada pabrik kapur Tuban.31 Menjelang tahun 1930 Kalkbranderij Lighvoet mengalami gejolak dalam produksinya. Depresi tahun 1930-an memukul perekonomian Hindia-Belanda menjadi parah.32 Hal tersebut disebabkan harga komoditas barang-barang ekspor di pasaran internasional anjlok. Industri gula di Jawa Timur sebagai pemasok utama barang ekspor mengalami keruntuhan. Hal tersebut juga berimbas pada pabrik-pabrik penyokong pabrik gula seperti Kalkbranderij Lighvoet. Gejolak ekonomi yang cenderung tidak stabil membuat para Investor melakukan banting stir. Selama hampir 4 tahun perekonomian negeri tidak bisa benar-benar pulih dari
30
Dalam “Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban”, Op.cit.,3. 31
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie V, Op.cit., hlm.458.
32
R.E. Elson, “Kemiskinan dan Kemakmuran Kaum Petani Pada Masa Sistem Tanam Paksa”, dalam Anne Both et al., (eds.), Sejarah Ekonomi Indonesia, ( Jakarta: LP3ES, 1988), hlm. 18.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
krisis. Di beberapa produk, seperti gula dan karet, produksi telah ditingkatkan untuk mengimbangi harga yang lebih rendah.33 Selama depresi ekonomi masih belum stabil dari tahun 1930 banyak pekerja Kalkbranderij Lighvoet mengalami pemogokan kerja. Pemogokan dilakukan akibat minimnya pendapatan yang diperoleh saat Malaise mulai mewabah sampai daerah. Tercatat ratusan pekerja dalam pabrik meninggalkan Kalkbranderij Lighvoet untuk kembali menggarap ladang mereka dan membuka industri rumahan.34 Selain itu banyak para pekerja yang kembali menjadi nelayan dan tinggal membuat kapal untuk para pekerja yang bertempat tinggal di wilayah pantai pesisir. Krisis ekonomi tahun 1930 memberikan dampak terburuk dalam sejarah ekonomi sebelum kemerdekaan. Sebelum pabrik-pabrik gula Jawa Timur berproduksi kembali maka terhenti juga proses pembakaran kapur pada Kalkbranderij Lighvoet.35 Sebelum ekonomi merangkak naik ancangan beberapa pabrik memproduksi komoditi untuk dijual di pasaran Domestik. Upaya ini dikarenakan bahwa kondisi perekonomian internasional yang cenderung belum menuju stabil.
33
Dian Pebrianto, Pabrik Gula Tjoekir di Jombang Tahun 1884-1960, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, 2015), hlm. 51. 34
Suwardjan dan Siti Alfiah, Pemerintah Akhir Majapahit di Tuban sampai Jatuhnya Kadipaten Tuban, (1987), hlm.45. 35
SKRIPSI
Soerabaiacsch Handelsblad, (Maandag, 28 Apri 1930).
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
Sementara menghadapi krisis ekonomi yang tidak menentu Kalkbranderij Lighvoet hanya memproduksi kapur jenis B. Kapur jenis B mempunyai tekstur yang keras dan kasar sebagai bahan pondasi. Produksi kapur B dikirim sebagai bahan pengurugan jalan-jalan di Surabaya.36 Permintaan kapur sebagai bahan pembuatan ruas jalanan kota Surabaya hanya berkisar 10 ton perhari. Namun itupun tidak setiap hari Kalkbranderij Lighvoet dalam melayani permintaan dari Gemeente Surabaya. Pengiriman kapur tersebut dilakukan karena kondisi dari tanah di Surabaya cukup labil dan lembek untuk dipergunakan sebagai jalan raya37. Dengan pertimbangan tersebut Gemeente Surabaya membangun jalan raya dengan teknologi khusus seperti di Amerika serikat dengan menggunakan urugan kapur.38 Setelah mengalami keterpurukan masa krisis ekonomi Kalkbranderij Lighvoet mulai berbenah pada akhir tahun 1932.39 Permintaan dari pabrik-pabrik gula menandai era baru dalam memproduksi kapur. Pabrik yang baru berdiri 7 tahun berdiri kembali beroperasi sebagai “pelayan” primadona ekspor Jawa Timur. Setelah kembali berproduksi banyak penduduk berangsur kembali pada pabrik. Namun produksi yang dilakukan tidak sebanding dengan masa sebelum terjadi krisis ekonomi. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan ketika 36
Dalam “Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban”, Op.cit., hlm. 4. 37
hlm. 174.
Purnawan Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012),
38
Brian J.Skinner, Sumber Daya Bumi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), hlm.118. 39
hlm.46.
SKRIPSI
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie VI, (Leiden: Martinus Nijhoff, 1932),
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
sewaktu-waktu ekonomi mengalami penurunan drastis. Ditengah belum stabilnya perekonomian, Kalkbranderij Lighvoet membatasi pemasokan bahan baku dari para pengepul. Bahkan pekerja pabrik sebagian dapat memperoleh profesinya dulu. Terlebih pabrik memberlakukan buruh tetap sebagai pekerja musiman dengan upah lebih rendah. Sebagai persiapan era baru pemilik Kalkbranderij Lighvoet menggencarkan promosi melalui koran-koran terbitan Belanda. Promosi yang dilakukan sebagai upaya pemasaran produk pada masa awal produksi setelah krisis ekonomi. Iklan yang beredar dalam media massa itu menjelaskan awal produksi Kalkbrandery Lighvoet di Tuban. Gambar 3.2 Iklan yang terpasang di koran Belanda sebagai bentuk promosi hasil pabrik kapur Tuban
Sumber: De Locomotif, (Donderdag, 19 October1934).
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
Dalam koran De Locomotif masa Kolonial berusaha memperluas jaringan pengiriman hasil produksi kapur. Dari awal pendirianya, Kalkbranderij Lighvoet hanya terfokus melayani pabrik-pabrik gula di Jawa Timur. Ketika harga gula pada pasaran internasional mengalami penurunan maka permintaan terhadap kapur anjlok. Kerugian pada pabrik berujung pada menurunnya produksi dan pengurangan jumlah pekerja.40 Mensiasati keadaan ekonomi Hindia-Belanda yang tidak menentu, pemilik Kalkbranderij Lighvoet telah menciptakan strategi baru. Diantaranya adalah penambahan variasi produksi dari pabrik kapur. Sebelumnya pabrik hanya memproduksi dan memasarkan tepung kapur dan kapur kasar. Langkah selanjutnya ialah dengan memproduksi kapur bentuk baru, diantaranya: Marmer kapur, kapur untuk bangunan, batu tulis kapur dan kapur untuk bahan baku cat.41 Strategi tersebut yang dipasarkan lewat koran Belanda cukup ampuh sebagai cara baru menstabilkan jumlah permintaan produksi kapur. Untuk konsentrasi pemasaran tidak terfokus tidak hanya di wilayah Jawa Timur saja. Bahkan tahun 1934 Kalkbranderij Lighvoet telah melakukan pemasaran produk sampai wilayah Semarang.42 Pembangunan beberapa agen penyedia produk kapur di Semarang dilakukan agar para konsumen lebih mudah mendapatkan kapur. Sebagian besar setelah terjadi kebijakan penambahan jenis
SKRIPSI
40
J.Paulus, Encyclopedie van Nederlandsch Indie VI, Ibid., hlm. 48
41
De Locomotif, (Donderdag, 19 October1934).
42
Ibid.,.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
produksi, permintaan produk meningkat dari konsumen rumah tangga. Bahkan Kalkbranderij Lighvoet hampir terfokus memproduksi kapur untuk bangunan sebelum akhirnya permintaan dari pabrik gula merangkak stabil. Penyediaan agen hasil kapur oleh Kalkbranderij Lighvoet juga dilakukan di Surabaya. adalah pembangunan Jalan raya dan bangunan perumahan penduduk eropa. Keadaan tersebut dimanfaatkan secara benar oleh pemilik pabrik. Gambar 3.3 Salah satu iklan agen penyedia hasil kapur dalam Koran Soerabaiasch Handelsblad
Sumber: Soerabaiasch Handelsblad, (Zaterdag, 16 Februari 1935).
Dalam melakukan proses distribusi hasil pabrik, Kalkbrandery Lighvoet membangunan dua jalur ekonomi kolonial, yaitu: Jalan Raya Pos pantura dan jalur Kereta Api yang melewati Tuban. Awal tahun 1925 menggunakan jalur Jalan
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
Raya Pos untuk mengirim barang permintaan produk ke Surabaya dan Probolinggo. Disamping itu juga dibantu dengan jalur kereta api di wilayah Tuban yang dibangun tahun 1918.43 Gambar 3.4 Pembangunan Jembatan Lama Babat sebagai Jaringan Kereta Api Kolonial tahun 1918
Sumber: Anonim, Tuban Hari ini dan Hari Esok, (Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, 1980), hlm.46.
Jalan Raya Pos dibangun salah satunya bertujuan untuk memperlancar kegiatan eksploitasi yang dilakukan Hindia Belanda.44 Jalur utara Pulau Jawa
43
1919).
“De plannen van den Resident van Rembang”, De Sumatra Post, (Zaterdag, 13 Mei
44
Tujuan utama jalan untuk kegiatan ekploitasi nampak pada pasal pembukaan, dalam surat keputusan tanggal 5 mei 1808 yang menyatakan bahwa alasan pembanguan Jalan Raya Pos. Karena jalan sebelumnya tidak kondusif bagi kelancaraan pengangkutan tanaman kopi dan tanaman lain, dan juga untuk menghadapi ancaman musuh sehingga bila mendapat serangan musuh: pasukan-tentara akan dapat diangkut ke daerah-daerah pedalaman Pulau Jawa. Dalam Sidik Pramono, (Ed), Ekspedisi Anjer- Panaroekan (Jakarta: Kompas, 2008), hlm. 5.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
dipilih sebagai jalur Jalan Raya Pos, karena sepanjang Pulau Jawa dari Banten hingga Banyuwangi. Panjang jalan ini meliputi keseluruhan panjang Pulau Jawa bagian utara yang banyak terdapat pelabuhan-pelabuhan. Peran Jalan Raya Pos sebelum dan sesudah abad ke-19 menempati posisi penting untuk mengangkut hasil dari daerah hinterland ke wilayah pesisir, termasuk Tuban.45 Andil besar pembangunan Jalan Raya Pos ini ikut mengangkat potensi alam sebagian besar wilayah yang dilaluinya. Dari Sejarah perkembangan kota di Hindia Belanda secara umum, kota-kota sepanjang pantai utara banyak melakukan manuver dengan pembukaan jalur ekonomi buatan kolonial. Bahkan kota yang berada di wilayah pesisir yang dekat dengan garis pantai menempati pos perdagangan penting bagi kawasan pedalaman yang segaris dengan kota tersebut. Jalur lebar pantura ini adalah satu-satunya jalan yang dilewati truk-truk pengangkut olahan kapur. Tujuan utamanya mengarah pada pabrik-pabrik gula di Probolinggo. Truk beroperasi melewati Paciran, Sedayu, Surabaya, Pasuruan hingga menuju Probolinggo. Terhitung jarak antara Tuban dengan Probolinggo 80 mil atau 150 kilometer.46 Pengiriman hasil hasil kapur melewati De Groote Weg dianggap sebagai jalan yang paling efektif dan relatif lebih singkat. Jika pengiriman melalui jalur laut akan memakan waktu dua hari dua malam untuk sampai ke Probolinggo dengan menggunakan perahu Kano. Sedangkan dengan melewati Jalan Raya Pos, truk biasanya mengantarkan produk kapur dan sore dapat kembali ke Tuban.
SKRIPSI
45
Ibid., hlm. 16.
46
“Een nijver volkje”, Soerabaiasch Handelsbald, (Woensdag, 21 Februari 1934).
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53
Kalkbranderij Lighvoet mempunyai peranan besar terhadap kemajuan ekonomi Tuban. Bahkan pada tahun 1930an Tuban telah mengikuti jejak-jejak kota pesisir lainya seperti Semarang, Juwana dan Lasem dalam perburuan menjadi kawasan pesisir paling maju.47 Garis ekonomi Semarang- Surabaya secara tidak langsung membawa dampak positif sebagai sarana penunjang. Pemasaran yang dilakukan pabrik kapur telah banyak berkontribusi dalam perjalanan pabrik-pabrik gula Jawa Timur. Keberadaan Jalan Raya Pos yang memposisikan Tuban menjadi kawasan penghasil komoditas kapur pada masa Kolonial.48 Pemikiran cerdas bangsa barat tersebut semakin memperbesar kans Tuban sebagai kawasan industri. Bahkan demi meningkatkan mobilisasi pemasaran ke Jawa Tengah, pemerintah colonial melakukan perbaikan infrastruktur jalan sebagai pendukung Kalkbranderij Lighvoet. Perbaikan jembatan Bancar pada tahun 1935 merupakan bentuk dukungan pemerintah dalam menstabilkan ekonomi dalam negeri.49 Perbaikan jembatan menandai bahwa pabrik kapur telah mampu mencapai ekspektasi dari pemerintah Hindia Belanda. Sejatinya Jembatan Bancar ini dipergunakan pabrik untuk memasarkan hasil kapur ke Jawa Tengah.
47
Goosen, A.J., “Administrative Division and Redivision of Java and Madura” dalam Indonesia Circle 36, (1985), hlm. 23.
SKRIPSI
48
Soerabaiasch-Handelsblad, (Donderdag, 1 October 1936).
49
Anonim, Op.cit., hlm.17.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
Gambar 2.5 Jembatan Bancar sebagai jalur distribusi Kalkbranderij Lighvoet 1936
Sumber: Soerabaiasch Handelsblad, (30 Januari 1936).
Selain Jalan Raya Pos, Kalkbranderij Lighvoet juga menggunakan jalur Kereta Api sebagai penunjang pemasaran produk. Tumbuhnya jalur kereta api yang melintas Tuban oleh pemerintah Belanda sebagai jaringan transportasi ekonomi dari Surabaya ke Semarang dan sebaliknya.50 Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi pabrik kapur karena jaringan tersebut menghubungkan ke beberapa wilayah kota besar. Utamanya adalah wilayah yang terdapat banyak pabrik gula. Salah satunya adalah jaringan menuju kota Surabaya. Banyaknya produksi gula di Karesidenan Surabaya tentunya membutuhkan hasil kapur untuk melancarkan kegiatan pabrik. Guna mendukung kelancaran industri pabrik, Pemerintah Kolonial Belanda menyiapkan sarana transportasi canggih berupa jaringan rel
50
SKRIPSI
“Herstelde treinverbinding”, De Locomotif, (Maandag, 21 februari 1949).
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
kereta api.51 Hal ini untuk memudahkan pengiriman hasil kapur di jalur perdagangan sehingga menambah dana pemasukan kolonial akibat aktifitas pabrik di negeri jajahan. Gambar 3.5 Peta Jalur Transportasi Kereta Api Pemerintah Belanda
Sumber: lampiran Krokodillenstad-Hein Buitenweg, (Kota Buaya-Lambang Surabaya, 1920) dalam Dian Pebrianto, Pabrik Gula Tjoekir di Jombang Tahun 1884-1960, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, 2015), hlm. 40.
Di tahun 1935 Kalkbranderij Lighvoet berhasil membuka cabang baru berupa industri tembikar putih.52 Tempat pembuatan tembikar putih berada di 51
SKRIPSI
De Indische Courant, (Donderdag, 18 Juli 1929).
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
Ngandang, Rembang. Ini merupakan pelebaran usaha yang dilakukan oleh pengusaha Jerman. Perjalanan Kalkbranderij Lighvoet ditangan Investor Jerman berakhir pada tahun 1940.53 Pihak Pemerintah yang berkuasa di nusantara mengambil alih aset pemilikan asing akibat krisis yang melanda negeri Belanda. Pada tahun ini negeri Belanda diduduki oleh Nazi yang berbuntut pada terhentinya semua barang impor.54 Pasukan Jerman menguasai Eropa bersama Italia berhasil menduduki separuh Eropa, termasuk Belanda. Atas penaklukan yang dilakukan Jerman, pemerintah Belanda berusaha mengamankan negeri jajahan. Sebagai negeri jajahan, nusantara mendapatkan penjagaan ketat jika sewaktu-waktu mendapat serangan. Sebagai alur lurus dari kewaspadaan Belanda tersebut banyak perusahaan asing dalam Negeri direbut secara paksa. Kalkbranderij Lighvoet yang dikelola pengusaha Jerman diambilalih oleh pemerintah. N.V Borsumij mengambilalih Kalkbranderij Lighvoet Sebagai bentuk kelanjutan pengelolaan pada pabrik.55 Sebagai badan dagang besar milik sebenarnya N.V Borsumij adalah perusahaan dagang besar berada di kota-kota besar, salah satunya termasuk Surabaya. Namun seiring adanya pengamanan aset, 52
“Opbouw van een Nieuwe Industrie: Indië's Eerste Wit-Aardewerkfahriek, Het Nieuws van Den Dag, (Dinsdag, 9 Juli 1935). 53
Dalam “Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban”, Op.cit., hlm. 4. 54
Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan sampai Banting Stir,(Jakarta: Deperindag, 1996), hlm. 465. 55
Dalam “Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban”, Op.cit., hlm. 1.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
maka pengelolaan badan dagang tersebut secara fleksibel menempati wilayah yang ditentukan pemerintah Belanda. N.V Borsumij menempati wilayah Surabaya sebagai pabrik pengelolaan besi dan baja. Kalkbranderij Lighvoet dibawah N.V Borsumij hanya terfokus pada pengolahan marmer kapur untuk dipasarkan di Surabaya dan sekitarnya. Sedangkan pengolahan kapur untuk pabrik gula hanya diproduksi dalam jumlah kecil. Kalkbranderij Lighvoet berakhir produksi pada tahun 194256. Setelah Belanda menyerahkan Nusantara ke tangan Jepang berakibat pada menurunnya produktifitas dari beberapa pabrik dan perusahaan di Hindia Belanda. Kalkbranderij Lighvoet sebagai penghasil kapur ditahun tersebut mengalami masa penurunan angka dalam pengelolaanya. Dibawah N.V Borsumij sebenarnya telah terjadi penurunan tatanan kelola secara menyeluruh. Sampai akhirnya Jepang menginjakan tanah dalam negeri menjadi titik balik menghilangnya Kalkbranderij Lighvoet sebagai salah satu pemeran panggung Industrialisasi Jawa Timur. Dengan lepasnya pabrik kapur Tuban dari N.V Borsumij menandai akhir dari Kalkbranderij Lighvoet menjelang Perang Dunia II.57
56
Sumber: Anonim, Tuban Hari ini dan Hari Esok, (Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, 1980), hlm.69. 57
Dalam “Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban”, Op.cit., hlm. 1
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58
E. Kalkbranderij Lighvoet Masa Pendudukan Jepang Jepang menjadi penguasa baru di Indonesia setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada 1942.58 Dengan pemindahan pemerintahan kemudian berlanjut pada pengusiran terhadap militer Belanda di Indonesia beserta badan dagang yang sebelumnya masih aktif. Kalkbrandery Lighvoet sebelumnya merupakan pabrik milik N.V Borsumij mengalami kevakuman antara tahun 1942 sampai tahun 1955. Disebabkan karena ditinggalkan investor asing akibat pergeseran kekuasaan tersebut. Dengan demikian segala bentuk peninggalan pemerintah Belanda di Indonesia berada ditangan Jepang.59 Jepang menduduki Indonesia sebagai kekuasaanya selama 3,5 tahun. Sedangkan tujuan utama Jepang menduduki Indonesia hanya sebatas memperkuat angkatan militernya menghadapi Perang Dunia II.60 Akibatnya pabrik-pabrik Kolonial peninggalan Belanda banyak yang dialih fungsikan. Beberapa diantara pabrik digunakan sebagai pabrik senjata dan sebagian yang lain dikosongkan. Kalkbrandery Lighvoet dan pabrik-pabrik lain telah dikosongkan dan dibakar gudangnya oleh Belanda yang mengundurkan diri ke Australia setelah tentara Jepang pada tanggal 27 Februari 1942 mendarat di pelabuhan Tuban.61 Tujuanya adalah agar pabrik kapur tidak dapat dimanfaatkan oleh Jepang, sehingga timbullah politik bui hangus. 58
Dalam Skripsi Nugroho Bayu Wijanarko, Op.cit.,hlm. 47.
59
Ibid., hlm. 47.
60
Bisuk Siahaan, Op.cit., hlm. 109.
61
Santi Puspitaviani, Aktivitas Ekonomi Etnis Tionghoa di Tuban Tahun 1945-1959, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, 2014), hlm. 47.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59
Pergantian pemerintahan Hindia Belanda ke pendudukan Jepang seakan mematikan ekonomi Tuban. Keadaan ini membuat Kalkbranderij Lighvoet hilang fungsi sebagai tempat mata pencaharian masyarakat Tuban waktu itu. Banyak penduduk dialihkan
untuk menggarap sektor pertanian sesuai kepentingan
Jepang. Bahkan dari kalangan petani diwajibkan membayar pajak hasil pertanian yang melewati batas kemampuan, yang pada waktu itu disebut “Kumial”.62 Pembangunan ekonomi relatif melamban akibat revolusi pemegang kekuasaan daerah. Situasi dan kondisi ekonomi Tuban pasca tahun 1948 mengalami masa yang memprihatinkan.63 Bahkan menjelang tahun 1950-an perekonomian
memburuk
dibandingkan
dengan
periode
Kolonialisasi.
Penyebabnya adalah pemegang otoritas kurang sigap dalam mengambil tindakan terkait kekacauan sosial dan ekonomi kota Tuban. Masa pemerintahan Tuban setelah kemerdekaan sebagian besar pusat ekonomi Tuban difokuskan pada pembenahan sektor pertanian. Hal tersebut berimbas pada kemunduran sektor industri perubahan. Sementara Pabrik Kalkbranderij Lighvoet Tuban sendiri sudah tidak diperhitungkan sebagai penopang ekonomi penduduk. Sebagai kepala daerah, kepala daerah dianggap tidak mampu memberdayakan sektor industri sebagai sektor andalan daerah.64
62
Ibid., hlm. 47.
63
Koleksi ANRI, Kementerian penerangan, No. 409 tanggal 10 Februari 1948, Laporan mengenai situasi Politik dan Ekonomi di Tuban tahun 1948, hlm. 2 64
SKRIPSI
Ibid., hlm. 46.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
Sektor industri dan pertokoan di wilayah Tuban menjelang tahun 1950 telah banyak dikuasai oleh pedagang Cina.65 Secara kebetulan keadaan Tuban yang kurang memperhatikan sektor perdagangan berangsur dimanfaatkan orang Tionghoa. Secara cepat perdagangan yang dilakukan warga Pecinan begitu ramai menyeruak memenuhi ruang dekat dengan alun-alun. Bahkan, perdagangan emas yang dilakukan oleh pedagang Cina menjadi sektor terbaru menggantikan produksi pabrik kapur yang pernah terjadi di Tuban.66 Hingga banyak dari penduduk pribumi menjadi pembantu orang-orang Cina dalam mengembangkan usahanya. Akibat tidak berproduksinya Kalkbranderij Lighvoet adalah peralihan mata pencaharian pekerja pabrik ke sektor yang lebih menjanjikan. Umumnya mereka kembali dengan bekerja sebagai petani, nelayan, mendirikan industri rumahan dan pembantu pada toko-toko Tionghoa.67 Tidak disebutkan secara pasti jumlah pekerja yang meninggalkan Kalkbranderij Lighvoet untuk bekerja pada sektor lain. Pekerja Kalkbranderij Lighvoet merupakan kalangan pekerja kasar pada pabrik tersebut yang berjumlah ratusan. Kebanyakan dari mereka kembali ke desa untuk bercocok tanam dan sebagian menjadi nelayan bagi mereka yang rumahnya
65
Letak permukiman Tionghoa ada di daerah Pecinan sangat strategis dengan perdagangan Tuban. Letaknya tidak jauh dari alun-alun Tuban dan dekat dengan kelenteng Tjoe Ling Kiong di Jl. Panglima Sudirman, Tuban. Dalam buku Denys Lombard, Nusa Jawa Jilid II, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996) dalam Samuel Hartono et.al, “Alun-Alun dan Revitalisasi Identitas Kota Tuban” dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, (Surabaya: Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra, 2005), hlm. 138. 66
Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa,( Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1999), hlm.113. 67
Yahya Muhaimin, Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980, (Jakarta: Grafiti, 1984), hlm. 22.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61
berdekatan dengan laut Tuban. Sedangkan bagi mereka yang tidak ingin kembali ke daerah asal berusaha bekerja di industri perkotaan sekitar alun-alun.68
68
SKRIPSI
Santi Puspitaviani, Op.cit., hlm. 80-81.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 62
BAB IV KONDISI PABRIK KAPUR RONGGOLAWE SETELAH KEMERDEKAAN
Perubahan fungsi wilayah Tuban dari masa ke masa memberikan gambaran transformasi wilayah akibat tangan para penguasa. Penempatan posisi wilayah akan menjadi bagian penting dalam revolusi ekonomi sebuah daerah. Abad ke 17 situs peradaban pesisir utara Jawa dihancurkan oleh Kerajaan Mataram beserta dengan struktur kota.1 Berbagai peristiwa telah mengantarkan Tuban mencicipi masa keemasan dan juga kemunduran. Pelabuhan Tuban sebagai sisa-sisa kejayaan masa lalu seolah tergantikan oleh bangunan baru buatan Belanda2. Citra sebagai kota pelabuhan tergeser dengan peralihan jalan darat oleh Deandels. Hingga berlanjut pada pemerintahan Jepang yang memandang Tuban sebagai lahan tentara militer demi Perang Dunia II.
A. Kalkbranderij Lighvoet Setelah Kemerdekaan Kalkbranderij Lighvoet kembali beroperasi pada tahun 1955. Hal tersebut berawal setelah secara resmi pabrik kapur tersebut berubah status menjadi milik
1
“Sejarah kerajaan-kerajaan daerah-daerah Pantai Utara Jawa Timur pada Abad ke 16: Tuban” dalam H. J. De Graaf dan G. Th. Pigeuad, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, (Jakarta: PT Grafiti Pers, 1998), hlm. 297. 2
M. Gardjito Dkk, Pesona Tuban: Nikmatnya Irama Masakan, (Tuban: Kantor Pariwisata Seni dan Budaya, 2004), hlm.97.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 63
Pemerintah Kabupaten Tuban pada tahun 1955.3 Dengan uang sebesar Rp.200.000 dan Subsidi dengan nominal Rp.150.000 Pabrik kapur berhasil dibeli dari pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur. Setelah kurun waktu sebelumnya Pabrik tersebut ditinggalkan oleh N.V Borsumij dan disia-siakan pada masa penjajahan Jepang.4 Gambar 4.1 Kunjungan Gubernur Samadikun peresmian pembukaan Kalkbrandery Lighvoet tahun 1955
Sumber: Koleksi foto Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tuban
3
Dalam Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973 selaku Kepala Perusahaan Umum Daerah Kabupaten Tuban Tahun 1967 sampai 1972, hlm.1. 4
Santi Puspitaviani, Aktivitas Ekonomi Etnis Tionghoa di Tuban Tahun 1945-1959, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, 2014), hlm. 47.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 64
Pada pertengahan tahun 1957 sampai 1958 banyak terjadi Gelombang Nasionalisasi pabrik-pabrik Belanda dibeberapa wilayah Indonesia. Hal tersebut meliputi industri maupun pabrik yang berada pada masing-masing daerah di Indonesia. Secara lingkup nasional ini merupakan buntut dari aksi pembebasan Irian Barat tanggal 5 Desember 1957.5 Pada tanggal 18 November 1957 diadakan rapat di Jakarta. Selanjutnya hasil berupa seruan bagi warga Belanda di Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak dibutuhkan tenaganya agar segera meninggalkan Indonesia.6 Sehingga banyak dari penduduk daerah berani mengambil alih pabrik-pabrik Belanda pada daerah mereka seperti contoh pabrik kapur di Tuban. Setelah melalui berbagai pengembalian perekonomian kolonial ke nasional, sebagai pemicu besar-besaran nasionalisasi pada pertengahan tahun 1957. Nasionalisasi seperti serbuan sebuah perang dalam memperebutkan kekuasan dalam beberapa aset peninggalan masa kolonial. Secara fisik tidak ada tindakan perebutan Kalkbranderij Lighvoet, namun ada beberapa
perubahan
akibat pengaruh dari peristiwa tersebut. Salah satu hasil nasionalisasi aset adalah dengan mengubah dan mencoret nama pabrik Belanda dengan nama Perusahaan baru menggunakan bahasa Indonesia.7 Hasilnya dengan persetujuan Pemerintah
5
Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan Hingga Banting Stir (Jakarta: Deperindag, 1996). hlm. 320. 6
Bondan Kanumuyoso, Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia, (Jakarta, Sinar Harapan, 2001), hlm. 37. 7
Yeni Ekowati, Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Surabaya Tahun 1950-1965, (Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas Airlangga, Surabaya, 2006), hlm.27.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 65
Kabupaten Tuban nama Kalkbranderij Lighvoet diubah menjadi perusahaan daerah bernama “Ronggolawe”.8 Keberlanjutan proses dari pabrik kapur “Ronggolawe” memasuki era baru setelah adanya semangat dalam transformasi industri. Transformasi dalam pembenahan kebijakan pemerintah untuk memajukan strata pendapatan daerah. Modal yang dipergunakan untuk memulai produksi pabrik kapur “Ronggolawe” adalah sebesar Rp. 5.774.962,49.9 Menyandang status perusahaan milik daerah maka tujuan utama adalah melayani penduduk secara massal.10 Banyaknya jumlah permintaan yang besar atas hasil kapur maka kapasitas dari pabrik kapur Ronggolawe ditambah. Hasilnya penarikan jumlah pekerja dalam pabrik semakin besar. Pola hidup penduduk Jawa seakan sedikit bergeser setelah periode kemerdekaan. Kebutuhan penduduk setelah kemerdekaan menginginkan pola hunian semi-permanen. Pola hunian semi-permanen sebagai bangunan dengan dinding kuat menggunakan bahan gamping. Secara umum setelah kemerdekaan, pembangunan rumah adalah dengan menggunakan gamping. Tentunya sudah secara umum digunakan sebagai perekat tembok pada kontruksi bangunan sebelum berdirinya pabrik kapur. Bahkan sesudah berdirinya pabrik semen sekalipun masyarakat belum sepenuhnya mau menggunakan Semen. 8
Wawancara dengan Mbah Kalimin pada tanggal 28 November 2014. Mbah Kalimin merupakan pekerja pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1970an. 9
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972 pasal 6, hlm. 173.
10
SKRIPSI
Ibid., pasal 3, hlm. 173.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 66
Total secara permintaan pabrik kapur Ronggolawe setelah berproduksi tahun 1955 melayani dua permintaan. Permintaan pertama sama dengan masa kolonial dimana melayani permintaan dari pabrik-pabrik gula Jawa Timur. Selanjutnya melayani permintaan kebutuhan rumah tangga untuk pembangunan rumah. Namun diantara dua permintaan tersebut jumlah terbesar adalah kebutuhan pabrik-pabrik tebu terhadap kapur untuk proses pembuatan gula.11 Pada kurun waktu tahun 1950-1960-an, sektor ekonomi modern tumbuh bersama-sama sektor tradisional sebagai awal pembangunan ekonomi nasional.12 Kedua sektor tersebut mempunyai artian penting bagi setiap masing-masing daerah. Sektor ekonomi tradisional dan modern berada ditangan orang Indonesia asli sebagai penunjang kemajuan daerah.13 Antara pabrik lama dengan pabrik yang tengah tumbuh saling bekerjasama dalam pembangunan nasional. Adanya kesinambungan ini akan turut pemerataan ekonomi. Pabrik kapur “Ronggolawe” sendiri bekerjasama dengan pabrik besar lainya seperti pabrik Soda Waru dan pabrik Petrokimia Gresik.14
11
Dalam Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973, Op.cit., hlm.2-3. 12
J. Lindbald Thomas, Fondasi Historis Ekonomi Indonesia, (Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM Pustaka Belajar: Yogyakarta, 1998), hlm. 18. 13
Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa,( Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1999), hlm.133. 14
Dalam Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973, Op.cit., hlm. 3.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 67
B. Struktur Organisasi Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban. Pemerintah Daerah Tuban resmi memiliki pabrik kapur “Ronggolawe” pada tahun 1955. Langkah pertama untuk memulai produksi adalah dengan pembentukan struktur pengurus utama pengelola pabrik kapur. Periode pertama dipimpin oleh R. Soemargono yang statusnya merupakan Kepala Perusahaan Umum Daerah Kabupaten Tuban. Pemilihan pimpinan perusahaan tersebut berkaitan dengan status pabrik kapur “Ronggolawe” sebagai perusahaan umum Daerah Kabupaten Tuban.15 Dengan demikian pegawai dan buruh yang bekerja pada pabrik digaji langsung oleh Pemerintah daerah Tuban. Struktur organisasi yang terdapat pada Pabrik Kapur Ronggolawe dikontrol Perusahaan Umum Daerah Kabupaten Tuban.16 Organisasi tersebut tidak terbatas sebagai formalitas bagi struktur jabatan suatu pabrik. Tetapi juga sebagai organisasi yang menyangkut kewajiban dan hak masing-masing pihak yang terlibat. Suatu organisasi dapat menimbulkan kepuasan golongan dan mendorong kerjasama pihak yang tergabung dalam organisasi tersebut. Dalam suatu organisasi telah ditentukan batas-batas tugas masing-masing individu sehingga tidak ada kesalahpahaman mengenai tugas, hak dan kewajiban masing-masing individu.17 Organisasi juga dapat dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Apabila dikaitkan dengan perusahaan, maka organisasi membuat 15
Dalam Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973, Op.cit., hlm. 2. 16
172.
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972, Op.cit., pasal 1 ayat 1, hlm.
17
Harsono, Manajemen Pabrik, (Malang: Brawijaya University Press & Danar Wijaya Press, 1988), hlm. 12.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 68
perusahaan akan lebih hidup karena adanya proses-proses manajemen didalamnya.18 Pabrik kapur “Ronggolawe” Tuban dipimpin oleh suatu Direksi yang terdiri dari satu orang direktur, pembantu direktur dan anggota direksi.19 Direktur mengemban tugas sebagai penanggungjawab segala urusan pabrik kepada Kepala Daerah. Sedangkan Pembantu direktur bertugas mengontrol kepegawaian pabrik kapur untuk dipertanggungjawabkan kepada direktur. Selain itu terdapat anggota direksi yang keanggotaanya ditentukan oleh Pemerintah daerah Tuban. Anggota direksi diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah setelah melewati persetujuan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tuban.20 Melalui peraturan rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tuban jabatan anggota direksi paling lama adalah empat tahun.21 Masa jabatan dapat diperpanjang apabila masih memenuhi syarat-syarat menjadi anggota direksi kembali. Banyak terdapat aturan yang harus dipenuhi selama menjabat sebagai anggota direksi. Antara lain berupa aturan anggota direksi tidak diperbolehkan memiliki hubungan keluarga. Kebijakan tersebut melalui rapat anggota DPR sebagai wujud pemerataan kesejahteraan masyarakat pada sektor pabrik kapur. Baik secara keturunan garis lurus maupun garis ke samping termasuk menantu dan ipar, kecuali jika untuk kepentingan perusahaan atas izin dari Kepala Daerah.
18
M. Sayuti, Analisis Kelayakan Pabrik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hlm. 74.
19
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972, Op.cit., pasal 7 ayat 1, hlm.
20
Ibid., pasal 7 ayat 2. Hlm. 174
174.
21
Ibid., pasal 7 ayat 4, hlm. 174.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 69
Selain itu, anggota direksi tidak boleh merangkap jabatan lain tanpa seizin Kepala Daerah. 22 Untuk jalannya perusahaan, selain penetapan anggota direksi juga dilakukan penyusunan tugas dan kewajiban. Hal ini bertujuan demi kelancaran secara bersama dan menghindari administrasi yang simpang siur. Perencanaan dilakukan perusahaan karena tidak dapat beroperasi secara maksimal tanpa adanya rencana yang terorganisir. Tugas yang telah dibuat secara tertulis untuk memperjelas tanggungjawab masing-masing anggota perusahaan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban tanggal 11 Agustus 1972 Nomor 3/DPRD/1972 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban dan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tuban tanggal 28 Juni 1983 SK. 821.29/77/423.18/1983 tentang Penunjukkan Pimpinan Perusahaan Daerah Pabrik Kapur “Ronggolawe” Kabupaten Dati II Tuban, maka dibentuklah susunan tata kerja, struktur organisasi, tata tertib dan tugas-tugas anggota Perusahaan Daerah Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban23. Semua aset pabrik kapur “Ronggolawe” merupakan milik pemerintah Kabupaten Tuban. Demikian dalam kepengurusan perusahaan diberlakukan seperti Dinas lain. Yaitu masih masuk dalam aturan dan lindungan Kabupaten Tuban.24 Meskipun dalam pengelolaannya pihak Pabrik sendiri yang menentukan 22
Ibid., pasal 8 ayat 1, hlm. 174.
23
Surat Keputusan Kepala Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban Nomor 25/423.5/Kep/I/1985 tentang Susunan Tata Kerja dan Tata Tertib Pelaksanaan Tugas Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban. 24
Meliana Setyaningsih, Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban Tahun 1955-1989, (Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, 2015), hlm. 38.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 70
arah kendali. Sebagai bentuk perputaran modal pemerintah Kabupaten memberikan kewenangan tersendiri agar tidak memberatkan sisi keungan perusahaan. Perusahaan mempunyai hak untuk membeli bahan-bahan produksi dari hasil penjualan terlebih dahulu. Selanjutnya perhitungan akan dilakukan bersama di akhir setiap bulannya. R. Soemargono memimpin pabrik kapur hanya berlangsung selama satu tahun. Selanjutnya R. Soemargono kemudian digantikan oleh S. Sjamsoelhadi yang menjabat antara tahun 1956 sampai 1965.25 Tahun 1965, pimpinan pabrik kapur diganti oleh Djakfarmaksoem karena S. Sjamsoelhadi yang telah pensiun. Masa kepemimpinan Djakfarmaksoem tidak berlangsung lama yaitu tahun 19651967.
Era jabatan Djakfarmaksoem Pabrik kapur “Ronggolawe” diurus dan
diselenggarakan seperti halnya dinas dalam pemerintah daerah.26 Tongkat jabatan baru pabrik kapur “Ronggolawe” akhirnya dipegang oleh M. Achmad Manan pada tahun 1967. Pada masa ini disebut-sebut sebagai era keemasan baru bagi pabrik setelah produksi tahun 1955. Bahkan penduduk menyebut tidak ada pegawai yang bisa dikatakan makmur kecuali para pekerja di pabrik kapur “Ronggolawe”.27 Secara pendapatan keuangan pada pabrik lebih dari cukup untuk menghidupi para pengurus serta pekerja-pekerja di dalamnya.
25
Dalam Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973, Op.cit., hlm. 1. 26
Meliana Setyaningsih, Op.cit., hlm. 30.
27
Wawancara dengan Mbah Kalimin pada tanggal 28 November 2014. Mbah Kalimin merupakan pekerja pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1970an.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 71
C. Kepegawaian Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban Status pekerja dalam pabrik kapur “Ronggolawe” merupakan pegawai pemerintah daerah Tuban. Meskipun secara fisik mereka bekerja dalam pabrik namun gaji atau upah akan ditangani oleh Pemerintah daerah. Hal tersebut tidak terlepas dari status pabrik kapur “Ronggolawe” sebagai perusahaan milik daerah.28 Dari awal peresmian pembukaan kembali tahun 1955, pabrik mengemban
tugas
dalam
upaya
kesejahteraan
ekonomi
daerah.
Tidak
mengherankan jika hampir seluruh pekerja didalamnya adalah penduduk Kabupaten Tuban sendiri. Terlebih dalam anggota Direksi tidak diperbolehkan dijabat oleh sesama anggota yang masih keluarga. Pegawai ini sendiri dapat digolongkan menjadi dua bagian pekerja. Pekerja pertama merupakan pegawai bentukan dari pemerintah daerah sendiri. Secara umum cenderung bekerja pada sistem administrasi pabrik. Jumlah dari Pegawai ini terbatas dan tidak lebih dari 22 orang.29 Kemudian yang kedua adalah pegawai Borongan atau Musiman. Pegawai Borongan ini diangkat oleh Direksi pabrik kapur sendiri. Lebih spesifik Pegawai Borongan ini merupakan Buruh kasar Pabrik. Biasanya mereka bekerja pada gudang dan permesinan dengan sistem borongan untuk setiap perhitungan gaji. Jumlahnya memang tidak dibatasi namun menyesuaikan dengan pekerja kebutuhan Pabrik. Terkadang jika memungkinkan pekerja kasar bisa berjumlah ratusan untuk bagian produksi kapur. Perbedaan antara kedua Pegawai adalah didasarkan atas latar belakang pendidikan. Sehingga 28
Meliana Setyaningsih, Op.cit., hlm. 27.
29
Wawancara dengan Bapak Kadiro pada tanggal 3 Desember 2014. Beliau selaku Kepala Divisi Tata Niaga pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1967.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 72
Pegawai yang tidak mengenyam pendidikan akan ditempatkan pada Buruh kasar Pabrik. Sebagai tumpuan ekonomi awal tahun 1955 Pabrik Kapur “Ronggolawe” menjadi aset penting daerah Tuban. Perusahaan tersebut digadang akan mampu menstabilkan pola perekonomian Tuban yang sempat memburuk pada tahun 1950.30 Tujuan awal yang diambil sepenuhnya untuk mensejahterakan masyarakat Tuban sendiri. Penduduk Tuban sebagian besar memang bekerja sebagai petani dan nelayan. Sebagai upaya pengalihan sektor pertanian ke industri, pabrik kapur “Ronggolawe” menjadi yang terdepan dalam mewujudkan hal tersebut. Meskipun secara garis besar penduduk hanya bekerja sebagai administrai dan buruh kasar, tentunya diharapkan taraf ekonomi dan kesejahteraan penduduk meningkat. “Perusahaan ini didirikan dengan maksud disamping dapat melajani kebutuhan-kebutuhan dalam bidang pembangunan Daerah dan membuka lapangan kerdja bagi masyarakat Daerah, jang lebih utama ialah dapat memasukan keuangan kepada Pemerintah Daerah sebanjak-banjaknja sebagai bagian dari hasil labanja. Oleh karena itu selain harus dapat mendjaga ketentraman dan kegembiraan kerdja dari karjawannja, Perusahaan harus berpedoman kepada dasar-dasar komersiil jang sehat”.31
Secara garis besar tujuan yang diutamakan dengan perkembangan pabrik kapur “Ronggolawe” adalah Pembangunan daerah. Pembangunan daerah tersebut didapatkan dari laba yang didapatkan ketika pabrik melakukan produksi. Namun aspek yang tidak dikesampingkan adalah kesejahteraan masyarakat. Dengan
30
Koleksi ANRI, Kementerian penerangan, No. 409 tanggal 10 Februari 1948, Laporan mengenai situasi Politik dan Ekonomi di Tuban tahun 1948, hlm. 2. 31
Dalam Penjelasan Umum Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, No.3/ DPRD/1972, pasal 5 ayat 3, hlm.173.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 73
terbukanya lapangan kerja dari pabrik kapur “Ronggolawe” maka dapat menjamin mata pencaharian masyarakat daerah Tuban. Dengan demikian jaminan hidup dari pekerja sangat diutamakan demi kesinambungan pembangunan ekonomi daerah.32 Penduduk Tuban umumnya mendapatkan jaminan untuk bekerja pada perusahaan. Pabrik membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk menampung banyak pekerja. Hal tersebut seolah menjadi roda penggerak masyarakat untuk ikut andil mendapatkan kesejahteraan mereka sendiri. Searah dengan apa yang didapatkan masyarakat, maka pemerintah daearh akan mendapatkan pemasukan yang maksimal dari pabrik kapur “Ronggolawe” “Dalam Perusahaan Daerah tidak ada pengertian “BURUH” dan “MADJIKAN”. Semuanja adalah pegawai/pekerdja atau karjawan Perusahaan. Agar dalam mengatur kedudukan hukum, gadji, pensiun dan sokongan serta penghasilan terhadap mereka berlaku ketentuan-ketentuan jang seragam, diperlukan suatu peraturan pokok kepegawaian Perusahaan Daerah jang ditetapkan dengan Peraturan Daerah jang berlaku setelah mendapat pengesahan dari Instansi atasan”.33
Pemerintah daerah Kabupaten Tuban telah membuat kebijakan dalam pabrik kapur “Ronggolawe” sebagai usaha menstabilkan Perusahaan. Keputusan serta kebijakan bukanlah ditangan pimpinan perusahaan, melainkan pada Pemerintah Daerah melalui rapat dengan anggota DPR Kabupaten Tuban. Aturan yang berlaku pada waktu tersebut diterapkan sebagai wujud tanggung jawab bersama dalam kemajuan perusahaan. Dengan adanya kesetaraan antara masing-masing pekerja mensinergiskan proses dan tujuan pabrik kapur “Ronggolawe” sendiri. 32
Dalam Penjelasan Umum Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, No.3/ DPRD/1972, Ibid., pasal 5 ayat 1, hlm.173. 33
SKRIPSI
Ibid., Pasal 16, hlm.181.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 74
Dengan dihapuskannya istilah “buruh” dalam pabrik ini berarti Pemerintah Daerah berusaha untuk mengkondisikan pabrik sebagai perusahaan yang “merakyat”.34 Pada tahun 1965 sampai 1967 Pabrik Kapur diurus dan diselenggarakan seperti dinas-dinas dalam Pemerintah Daerah. Dalam usaha penyelenggaraan perusahaan Pabrik Kapur masuk dalam perhitungan APBD Kabupaten Tuban dengan menerima Werkvoorschot.35 Kemudian tahun 1967 sampai 1 April 1972 penyelenggaraanya masih sama dengan periode sebelumnya. Hanya saja untuk kelancaran jalannya Pabrik Kapur diberi izin membelanjakan terlebih dahulu uang hasil penjualan dan pengeluaran tersebut. Nantinya akan diganti oleh Pemerintah Daerah dengan perhitungan setoran pada Kas Daerah. Selain itu juga setiap bulannya Pabrik menerima tunjangan sebagai penambah perputaran modal. Namun semenjak tanggal 1 April 1972 Pabrik Kapur dirubah statusnya menjadi perusahaan daerah yang berdiri sendiri. Dengan demikian Pabrik tidak lagi masuk kedalam APBD.36
34
Dalam Penjelasan Umum Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, No.3/ DPRD/1972, Op.cit., pasal 16, hlm.181. 35
Werkvoorschot adalah persekot kerja. Berdasarkan Staatblad Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Tahun 1936, No.432. 36
Berdasarkan Surat Perintah Bupati Kepala Daerah Kabupaten Tuban, Tanggal 20 Mei 1972 No.22/Um/172 dan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, No.4/63.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 75
D. Perkembangan Pabrik Kapur “Ronggolawe” Tuban Pabrik kapur “Ronggolawe” merupakan badan usaha bentukan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan perekonomian daerah. Tujuan utamanya adalah menambah penghasilan daerah dari keuntungan produksi pabrik. Perusahaan daerah dilaksanakan dan didasarkan atas azas-azas ekonomi perusahaan yang sehat.37 Disisi lain perusahaan daerah harus melakukan kegiatannya untuk hasil yang nyata sebagai pemuas kebutuhan. Kebutuhan yang meningkat untuk setiap periode menjadikan pabrik kapur “Ronggolawe” sebagai sektor yang menjanjikan sebagai pembangkit ekonomi daerah. Sejak tahun 1955 proses produksi Pabrik Kapur “Ronggolawe” masih menggunakan Mesin Giling dari Jerman.38 Mesin tersebut merupakan peralatan produksi peninggalan pada masa Kolonial. Aset seluruhnya dibeli oleh pemerintah daerah Tuban dengan subsidi Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dengan menggunakan Mesin sedikit lebih
maju pada masa tersebut, Maka tidak
mengherankan jika dalam memproduksi menghasilkan kapur dalam jumlah besar. Selama menjadi milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tuban pada tahun 1955, pabrik kapur “Ronggolawe” telah mampu membeli sebuah truk. Truk dengan merk “Dodge” S.145 berfungsi membantu mendistribusikan kapur ke pabrik-pabrik gula dan permintaan rumahan.39 Selain itu pabrik juga membeli sebuah truk dump merk “Austin”. Truk tersebut berfungsi untuk mengangkut 37
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. 38
Dalam Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973, Op.cit., hlm. 2. 39
SKRIPSI
Meliana Setyaningsih, Op.cit., hlm. 41-42
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 76
bahan-bahan produksi dari lokasi penambangan ke lokasi produksi gamping dan kapur. Hasil pengangkutan truk tersebut kemudian ditampung pada tiga buah garasi yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan bahan-bahan produksi. Secara garis besar pabrik kapur “Ronggolawe” memproduksi batuan kapur berupa serbuk kapur dan kapur kasar.40 Hasil tersebut diproduksi dari kegiatan penambangan batuan kapur oleh masyarakat. Selanjutnya proses dilanjutkan dengan proses pembakaran, penggilingan mesin dan juga ayakan tangan. Proses penggilingan mesin dilakukan untuk bongkahan batu yang besar menjadi sedang. Selanjutnya bongkahan akan dibakar dengan cerobong yang disebut Jubung.41 Seringkali Jubung ini dikatakan sebagai Oven. Untuk tahap sampai menjadi tepung biasanya digunakan dengan tenaga manual. Artinya dilakukan dengan ayakan tangan. Untuk peningkatan produksi biasanya perusahaan akan merekrut pekerja-pekerja musiman. Kebutuhan produksi kapur cukup bervariasi sejak pabrik didirikan. Hal tersebut seolah menjadi pendobrak peningkatan kebutuhan kapur untuk diproduksi. Salah satunya pengaruh pabrik-pabrik gula dalam proses mengolah tebu yang memerlukan kapur. Kapur dalam jumlah besar dalam pabrik-pabrik gula digunakan sebagai bahan Sulfitasi dan Karbonatasi.42 Selain itu hal yang mempengaruhi pabrik kapur “Ronggolawe” berproduksi dalam jumlah besar 40
Dalam Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973, Op.cit., hlm. 2-3. 41
Wawancara dengan Mbah Kalimin pada tanggal 28 November 2014. Mbah Kalimin merupakan pekerja pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1970an. 42
Dalam Skripsi Nugroho Bayu Wijanarko, Industri Pabrik Gula Pajarakan Di Probolinggo Dari Swastanisasi Hingga Nasionalisasi 1885-1960,( Surabaya: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, 2013), Hlm 67.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 77
adalah kebutuhan sebagai bahan pokok bangunan. Fungsi kapur sebelum berdirinya industri semen modern menjadi begitu sangat penting. Terlebih untuk wilayah Jawa Timur sendiri baru berdiri Semen Gresik pada tahun 1957. 43 Dalam konsep penyedia bahan bangunan pendirian bangunan kapur sama seperti halnya pabrik semen. Untuk produksi berupa serbuk kapur digunakan untuk plesteran dan juga kulit luar tembok. Selanjutnya untuk Koral digunakan pada pondasi bangunan. Tabel 4.1 Data Produksi Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban (dalam Kg) Tahun Gamping Kapur Jenis A Kapur Jenis B 1961 1.149.000 936.000 1962 753.480 1.002.000 1963 132.050 574.725 1964 553.200 523.000 84.000 1965 200.050 148.250 8.350 1966 147.300 111.500 16.000 1967 445.300 160.500 20.000 1968 638.005 552.500 158.500 1969 1.576.600 929.000 88.000 1970 1.707.250 1.967.000 152.000 1971 2.578.150 2.345.500 581.000 1972 1.940.000 2.093.500 337.850 Sumber: Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973 selaku Kepala Perusahaan Umum Daerah Kabupaten Tuban Tahun 1967, hlm.2.
Data diatas memuat hasil produksi Pabrik Kapur “Ronggolawe” mulai tahun 1961. Pencatatan hasil produksi ini tidak terlepas dari adanya kebijakan dari Biro Pusat Statistik (BPS). Sejak tahun 1961 hasil produksi serta distribusi dikalkulasi
43
Ketut I Arsa, Op.cit., hlm 25.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 78
dan dimasukkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB).44 Dengan adanya kebijakan demikian maka dapat diketahui bagaimana kemajuan dari perusahaan tersebut. Perkembangan sektor dapat diukur berdasarkan besar besar sumbangan terhadap pembentukan produk Domestik Bruto skala Nasional. Selain itu ditahun yang sama Biro Pusat Statistik secara langsung membagi perusahaan industri. Pembagian tersebut berdasarkan skala yang telah ditentukan dari jumlah pekerja didalamnya. Data publikasi ini sekaligus sebagai catatan pertama pendapatan Nasional Indonesia dalam sektor Industri. Dengan perhitungan jumlah pekerja tanpa mesin yang berkisar antara 10-99 maka Pabrik Kapur “Ronggolawe” masuk dalam kategori industri sedang. Sejak pencatatan tahun 1961 Pabrik Kapur “Ronggolawe” memproduksi tiga hasil mekanisasi. Barang hasil mekanisasi tersebut berupa Gamping, serbuk kapur (kapur A) dan bahan pondasi (kapur B). Timbulnya variasi hasil produksi Pabrik Kapur “Ronggolawe” ini tergantung dari permintaan konsumen. Fungsinya sangat penting bagi kontruksi bangunan sebelum banyak berdirinya pabrik semen modern.45 Besar kecilnya produksi gamping dari Pabrik Kapur “Ronggolawe” setiap tahunnya selalu berubah. Perubahan secara relatif ini sesuai dengan pemasaran dan permintaan dari pelanggan. Namun sejak peninjauan tahun 1967 terjadi peningkatan produksi. Ini tidak terlepas dari penerapan pembangunan lima tahun
44
Bisuk Siahaan, Op.cit.,hlm. 453
45
Wawancara dengan Mbah Kalimin pada tanggal 28 November 2014. Mbah Kalimin merupakan pekerja pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1970an.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 79
yang pertama (Pelita I).46 Kebijakan yang diberlakukan semasa Pelita I dapat meningkatkan produksi pabrik kapur “Ronggolawe” yang signifikan. Demikian selanjutnya berlanjut pada kebijakan Pelita II. Dalam proses kebijaksanaan yang cukup
matang
ditetapkan
pembangunan
untuk
melaksanakan
Rencana
Pembangunan Nasional Lima Tahun (REPELITA).47 Dua tahap pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan yakni Pelita I dan Pelita II mendapatkan hasil gemilang dan menjadi pendorong pelaksanaan pembangunan daerah. Dan berlanjut pada pada pelaksanaan Pelita III. Sementara distribusi hasil pembakaran kapur disalurkan dibeberapa wilayah Kota. Selain melayani di wilayah lokal salah satu tujuan distribusi adalah di Kota Surabaya.48 Permintaan para konsumen di Surabaya sangat besar. Memang jumlah pelanggan pabrik kapur “Ronggolawe” terbesar berada di Surabaya. Rata-rata permintaan kapur disurabaya pada tiap bulannya mencapai 250 ton. Selain itu permintaan juga datang dari luar Jawa. Banyak hasil pabrik kapur “Ronggolawe” Tuban yang didistribusikan ke Bali, Sulawesi dan Kalimantan.49
46
Taufik Abdullah, Krisis Masa Kini dan Orde Baru, (Jakarta : Pustaka, 2003), hlm. 15.
47
Anonim, Tuban Hari ini dan Hari Esok, (Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban, 1980), hlm.2 48
Wawancara dengan Bapak Kadiro pada tanggal 3 Desember 2014. Beliau selaku Kepala Divisi Tata Niaga pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1967. 49
SKRIPSI
Meliana Setyaningsih, Op.cit., hlm. 45.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 80
Tabel 4.2 Data-data Penjualan Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban Tahun Gamping Kapur A Kapur B 1961 144.540 910.700 1962 112.275 970.500 1963 78.165 713.775 1964 71.225 584.900 1965 54.865 169.075 7.150 1966 39.180 113.475 15.825 1967 47.970 146.400 15.575 1968 108.175 540.100 153.775 1969 210.010 945.950 90.115 1970 334.426 1.942.300 142.850 1971 320.370 2.262.200 564.600 1972 342.375 2.183.925 359.385 Sumber: Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973 selaku Kepala Perusahaan Umum Daerah Kabupaten Tuban Tahun 1967, hlm.3.
Dari data tersebut dapat dilihat peningkatan laba dari tahun 1967 sampai tahun 1969. Peningkatan laba ini karena jumlah pemesanan gamping dan kapur yang meningkat dari pabrik gula di daerah Probolinggo.50 Tahun 1970, laba pabrik kapur mengalami penurunan karena jumlah permintaan gamping dan kapur yang semula mayoritas berasal dari pabrik-pabrik gula mulai berkurang. Kemudian pada tahun 1971 laba pabrik kapur meningkat drastis. Pada tahun tersebut merupakan tahun pelaksanaan pembangunan daerah secara besar-besaran dalam bidang infrastruktur sebagai akibat adanya Rencana Pembangunan Lima Tahun.51 Hal tersebut berdampak positif sehingga permintaan yang semakin meningkat membuat laba pabrik kapur semakin meningkat secara signifikan.
SKRIPSI
50
Meliana Setyaningsih, Ibid., hlm. 47.
51
Taufik Abdullah, Op.cit., hlm. 16.
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 81
Tahun 1972/1973 laba kembali menurun sebagai akibat dari pergantian status pabrik kapur menjadi perusahaan daerah yang memiliki kewajiban untuk memberi pemasukan pada keuangan daerah.52 Untuk permintaan dalam lingkup industri, pabrik kapur “Ronggolawe” setiap tahunnya melayani kebutuhan-kebutuhan pabrik gula. Tercatat beberapa pabrik gula yang menjadi langganan pabrik kapur “Ronggolawe” adalah pabrik gula Kedawoeng, Wonolangan, Gending dan Pandjarakan yang berada di Probolinggo.53 Untuk setiap masing-masing pabrik gula membutuhkan 250 ton gamping pertahun. Selanjutnya permintaan juga datang dari pabrik Soda waru. Selain itu juga pabrik kapur “Ronggolawe” melayani permintaan Pabrik Petrokimia Gresik. Kapur dalam Pabrik Petrokimia berfungsi sebagai bahan campuran air kotor menjadi air minum. Dengan meningkatnya tingkat produksi dan kualitas gamping, maka pabrik kapur “Ronggolawe” mendapat pengakuan dari satuan Perusahaan Gula Negara berupa (Goedkeuring)54. Pengakuan resmi
ini didapatkan pada
tanggal 14 April 1971 dengan No.CC-INSIP/&1.001. Goedkeuring ini dapat menambah kepercayaan masyarakat terhadap kualitas produk yang dihasilkan pabrik kapur sehingga keuntungan yang diperoleh pabrik kapur semakin meningkat. 52
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972, Op.cit., pasal 13, hlm 175.
53
Meliana Setyaningsih, Op.cit., hlm. 47.
54
Goedkeuring adalah pengakuan tertulis secara resmi. Kualitas barang yang dihasilkan oleh Pabrik Kapur telah diakui oleh para konsumen pabrik gula. Pengakuan kualitas ini ditandai dengan penghargaan yang diterima oleh Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban berupa Goedkeuring dari BP-3 Gula Negara Perusahaan . Goedkeuring ini menambah kepercayaan masyarakat terhadap kualitas produk yang dihasilkan pabrik kapur sehingga keuntungan yang diperoleh pabrik kapur semakin meningkat
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB V KESIMPULAN
Pabrik Kapur “Ronggolawe” merupakan pabrik warisan Hindia Belanda. Pabrik pembakaran kapur ini telah mengalami beberapa pergantian masa. Mulai berdiri tahun 1925 masa Kolonial Hindia-Belanda, Masa Pendudukan Jepang hingga akhirnya jatuh ke tangan Pemerintah Kabupaten Tuban pada tahun 1955. Berdirinya pabrik kapur ini tidak terlepas dari keluarnya kebijakan Undangundang Agraria tahun 1870. Terjadinya Liberalisasi ekonomi pada tahun 1870 oleh pihak Hindia Belanda mendapat respon positif dari para pengusaha Eropa. Terlebih komoditas gula banyak menjadi incaran para kapitalis swasta yang masuk. Sebagai primadona barang impor, pabrik-pabrik gula terlepas dari peran beberapa pabrik dalam berproduksi. Salah satu pabrik penyokong produksi gula adalah pabrik kapur. Pabrik pembakaran kapur sendiri pabrik pengolahan komoditas ekstaktif yang digunakan sebagai penyokong dalam pengolahan tebu menjadi gula. pembakaran batu kapur, dan sudah mulai digunakan pabrik gula di Hindia Belanda sejak tahun 1876. Hal tersebut diikuti dengan pemanfaatan batuan kapur di Hindia-Belanda masa Kolonialisasi.
Pabrik pembakaran kapur Tuban didirikan oleh pengusaha Jerman pada tahun 1925. Tujuan awal pendirian pabrik kapur adalah penyediaan bahan kapur pada pabrik gula. Selain itu juga sebagai penyedia bahan bangunan seperti lantai ubin dan beton. Munculnya pabrik kapur selanjutnya tanda simbiosis antara pabrik-pabrik gula dengan pabrik kapur. Pabrik kapur hadir sebagai model
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
83
transformasi penjamuran Industrialisasi masa Hindia Belanda. Hal tersebut belangsung hingga beberapa masa pemerintahan dengan perubahan yang tidak terlalu stagnan. Hal tersebut terjadi berdasarkan maju mundurnya beberapa pabrik gula yang menggantungkan bahan pada pabrik kapur Tuban. Pada masa pendudukan Jepang, pabrik kapur “Ronggolawe” mengalami kevakuman produksi. Setelah tentara Jepang pada tanggal 27 Februari 1942 mendarat di pelabuhan Tuban Kalkbrandery Lighvoet dan pabrik-pabrik lain telah dikosongkan dan dibakar gudangnya oleh Belanda yang mengundurkan diri ke Australia. Tujuanya adalah agar pabrik kapur tidak dapat dimanfaatkan oleh Jepang. Kalkbranderij Lighvoet kembali beroperasi pada tahun 1955. Tujuan utama dibukanya Pabrik kapur “Ronggolawe” ini sebagai upaya pembangunan daerah Tuban. Tentunya dengan menampung para pekerja dari Tuban sendiri akan memperbaiki taraf ekonomi penduduk Tuban. Untuk keuntungannya akan dikalkulasi dan dimasukan ke dalam kas Pemerintah Kabupaten sendiri. Pabrik kapur “Ronggolawe” awal tahun 1955 memiliki peranan setiap tahunnya melayani kebutuhan-kebutuhan Pabrik Gula . Tercatat beberapa Pabrik Gula yang menjadi langganan Pabrik Kapur Ronggolawe adalah Pabrik Gula Kedawoeng, Wonolangan, Gending dan Pandjarakan yang berada di Probolinggo. Untuk setiap masing-masing Industri membutuhkan 250 ton gamping. Selanjutnya permintaan juga datang dari pabrik Soda waru. Selain itu juga Pabrik kapur Ronggolawe melayani permintaan Pabrik Petrokimia Gresik. Dalam Pabrik Petrokimia fungsinya berupa bahan campuran air kotor menjadi air minum. Dengan meningkatnya tingkat produksi dan kualitas gamping, maka pabrik kapur
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
84
“Ronggolawe” mendapat pengakuan dari satuan Perusahaan Gula Negara berupa (Goedkeuring). Pengakuan resmi
ini didapatkan pada tanggal 14 April 1971
dengan No.CC-INSIP/&1.001. Secara keseluruhan secara proses produksi dan distribusi tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pabrik kapur Tuban hanya mengikuti alur kebijakan pemerintahan selama beberapa masa sebagai sebuah pabrik kecil. Tetapi peran yang dimainkan dalam sebuah roda Industrialisasi telah merubah sosio masyarakat disekitarnya. Hal tersebut berlanjut pada pemenuhan kebutuhan massa yang menjadikan pabrik ini punya peran besar dalam sejarah studi pabrik-pabrik masa Kolonial hingga masa setelah kemerdekaan.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
85
DAFTAR PUSTAKA ARSIP ANRI, Kantor Kementerian Penerangan No. 409. Mengenai situasi dan kondisi ekonomi dalam Sejarah Ekonomi. Memori Residen Bojonegoro C.E Croes. 7 Mei 1930. Memori Serah Terima Jabatan 1921-1930 Jawa Timur dan Tanah Kerajaan. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia. Seri penerbitan Sumber-sumber Sejarah No.10, 1978. Penjelasan Singkat Tentang Perusahaan Daerah Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban, ditulis oleh M. Achmad Manan pada tanggal 22 Mei 1973 selaku Kepala Perusahaan Umum Daerah Kabupaten Tuban Tahun 1967 sampai 1972. Penjelasan Umum Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, No.3/ DPRD/1972. Surat Perintah Bupati Kepala Daerah Kabupaten Tuban, Tanggal 20 Mei 1972 No.22/Um/172 dan Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, No.4/63. JURNAL Agus Hermansyah. 1989. Geologi dan Studi Lingkungan Pengendapan Formasi Tawun Anggota Ngrayong Daerah Jojogan dan Sekitarnya Kabupaten Tuban Jawa Timur. Yogyakarta: Fakultas Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Faisal Rahman Adcha. 2013. Kontrak Penebangan Hutan Jati di Tuban 1865 1942. Jurnal Volume 1 No 2.Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Handinoto. 1992. “Alun-Alun Sebagai Identitas Kota Jawa Dulu Dan Sekarang” dalam Jurnal Dimensi. Surabaya: Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra. Vol.18 edisi September. Retno Winarni dan Sartono Kartodirjo. 1999. Aktivitas Ekonomi Perdagangan Orang-orang Cina di Pantai Utara Jawa Timur Pada Abad XVII. dalam Jurnal Sosiohumanika. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 12 Sepetember.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
86
Samuel Hartono dkk. 2005. “Alun-Alun dan Revitalisasi Identitas Kota Tuban” dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. Surabaya: Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra. Taryati. 2010. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh, Kembang dan Pudarnya Pelabuhan Tuban” dalam Jurnal Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya Kota dan Pengembangan Wilayah. Vol. 5 No. 10 Edisi Desember. SKRIPSI Dian Pebrianto. 2015. Pabrik Gula Tjoekir di Jombang Tahun 1884-1960. “Skripsi” Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya. Edi Susilo. 2014. Transformasi Dokar Surabaya Tahun 1900-1945. “Skripsi” Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya. Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari. 2006. Industri Mesin di Surabaya sejak abad XIX sampai awal abad XX. “Skripsi” Sarjana Fakultas Sastra Universitas Airlangga, Surabaya. Meliana Setyaningsih. 2015. Pabrik Kapur Ronggolawe Tuban Tahun 1955-1989. „Skripsi” Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Nugroho Bayu Wijanarko. 2013. Industri Pabrik Gula Pajarakan Di Probolinggo Dari Swastanisasi Hingga Nasionalisasi 1885-1960. Surabaya: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Santi Puspitaviani. 2014. Aktivitas Ekonomi Etnis Tionghoa di Tuban Tahun 1945-1959. “Skripsi” Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya. Yeni Ekowati. 2006. Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Surabaya Tahun 1950-1965, “Skripsi” Sarjana Fakultas Sastra Universitas Airlangga, Surabaya.
SURAT KABAR DAN MAJALAH Bataviaasch Nieuwsblad. 19 Juni 1919. De Sumatra Post. 13 Mei 1919. De Indische Courant. 18 Juli 1929.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
87
De Locomotif. 19 October1934, Maandag, 21 februari 1949. De Drije Pers. 7 September 1950. Het Nieuws van Den Dag. 9 Juli 1935, 14 Mei 1920, 12 October 1925. Koloniaal Tijdschrift, 1928, 1937. Nederlandsch-Indisch Handelsblad,. 15 Oktober 1931. Preangerbode Cultuur-en Handelsblad. 4 September 1921. Provinciale Overijselsche en Zwolsche Courant. 25 September 1925. Soerabaiacsch Handelsblad. 28 Apri 1930, 21 Februari 1934, 1 October 1936, 23 Januari 1925. Staat der Nederlandsche Oostindische in De Jaren 1911. Staatsblad van Nederlandsch-Indie tahun 1870. No. 118. ayat 1 SUMBER BUKU A.J, Goosen. 1985. “Administrative Division and Redivision of Java and Madura” dalam Indonesia Circle 36. Abdullah, 2003. Taufik, Krisis Masa Kini dan Orde Baru. Jakarta : Pustaka. Anonim, 1994. Fuller’s Instruction Hand Book For PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Pabrik Tuban, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Anonim, 2002. Profil Kesenian Kabupaten Tuban. Dinas Perekonomian dan Pariwisata Kabupaten Tuban. Anonim. 1980. Tuban Hari ini dan Hari Esok. Tuban: Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban. Arsa, Ketut I. 1995. Diktat Teknologi Semen, PT. Semen Gresik ( Persero ) Tbk. Pabrik Tuban. Basundoro, Purnawan. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Penerbit Ombak,. Bilas, Richard. A. 1982. Teori Ekonomi Mikro, Jakarta: Erlangga. Boeke, J.H. dan D.H.Burger. 1973. Ekonomi Dualistis: Dialog antara Boeke dan Buerger, Jakarta: Bhratara.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
88
Boomgaard, Peter. 2004. Anak Jajahan Belanda: Sejarah Sosial dan Ekonomi Jawa 1795-1880. Jakarta: KITLV. Company, Jordan Phosphate Mine. 2007. Peta Potensi Sumber Daya Geologi seluruh Kabupaten di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Cruetzberg, P. 1979. Changing Ekonomy in Indonesia; V. National Income, Den Haag. Dharmawan, A. 1986. Aspek-aspek dalam Sosiologi Industri, Bandung: Binacipta. Dick, H.W. 2000. “Industri Abad ke-19 Sebuah Kesempatan yang Hilang”, dalam J.Thomas Lindblad dkk (editor), Sejarah Ekonomi Modern Indonesia, Jakarta: LP3ES. Elson, R.E. 1988. “Kemiskinan dan Kemakmuran Kaum Petani Pada Masa Sistem Tanam Paksa”, dalam Anne Both et al., (eds.), Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES. Frederick, William dan Soeri Soeroto. 1991. Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi, Jakarta : LP3ES. Furnivall, J.S. 2009. Hindia-Belanda Studi Tentang Ekonomi Majemuk. Jakarta: Freedom Institute. Gardjito, M Dkk. 2004. Pesona Tuban: Nikmatnya Irama Masakan. Tuban: Kantor Pariwisata Seni dan Budaya. Graaf, H. J. De dan G. Th. Pigeuad. 1998. Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.Jakarta: PT Grafiti Pers. Harsono. 1988. Manajemen Pabrik. Malang: Brawijaya University Press & Danar Wijaya Press. Kanumuyoso, Bondan. 2001. Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Jakarta, Sinar Harapan. Kasdi, Aminuddin. 2001. Memahami Sejarah, Surabaya : UNESA University Press. Kuntowijoyo, 2008. Penjelasan Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana. Lindblad, J. Thomas. 1998. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia. Jakarta: LP3S.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
89
Lindbald, J. Thomas. 1998. Fondasi Historis Ekonomi Indonesia. Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM Pustaka Belajar: Yogyakarta. Lombard, Denys. 1996. Nusa Jawa Jilid II. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Marwati, dan Nugroho. 2008. Sejarah Nasional Indonesia jilid V (edisi pemutakhiran). Jakarta: Balai Pustaka. Masyhuri. 1996. Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Muhaimin,Yahya. 1984. Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980. Jakarta: Grafiti. Nasution, 2006. Ekonomi Surabaya Pada Masa Kolonial 1830- 1930, Surabaya: Penerbit Intelektual. Pangestu, Mari dkk (penyunting). 1996. Transformasi Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Jakarta: CSIS. Paulus, J. 1923. Encyclopedie van Nederlandsch Indie I. Leiden: Martinus Nijhoff. Paulus, J. 1926. Encyclopedie van Nederlandsch Indie III. Leiden: Martinus Nijhoff. Paulus, J. 1923. Encyclopedie van Nederlandsch Indie IV. Leiden: Martinus Nijhoff. Paulus, J. 1927. Encyclopedie van Nederlandsch Indie V, Leiden: Martinus Nijhoff. Paulus, J. 1932. Encyclopedie van Nederlandsch Indie VI. Leiden: Martinus Nijhoff. Pramono, Sidik (Ed). 2008. Ekspedisi Anjer- Panaroekan. Jakarta: Kompas. Ricklefs, M. C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Salim, Peter dkk. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer edisi I ,Jakarta: Modern English Press. Satari, Sri Sujatmi. 1984. “Kehidupan Ekonomi di Jawa Timur dalam Abad XIIIXV” dalam Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi II, Cisarua.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
90
Sayuti, M. 2008. Analisis Kelayakan Pabrik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sedyawati, Edi. 1997. Tuban: Kota Pelabuhan di Jalan Sutra. Jakarta: Depdikbud. Siahaan, Bisuk. 1996. Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan sampai Banting Stir,Jakarta: Deperindag. Skinner, Brian J. 1984. Sumber Daya Bumi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soeparmo, R. 1983. Catatan Sejarah 700 Tahun Tuban. Tuban:Percetakan Sruni. Suryadinata, Leo. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembanguan Bangsa, Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Sutedjo, Mul Mulyani dan A.G Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian.Jakarta: PT Rineka Cipta. Suwardjan, dan Siti Alfiah. 1987. Pemerintah Akhir Majapahit di Tuban sampai Jatuhnya Kadipaten Tuban. Toer, Pramoedya Ananta. 1995. Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal Abad 16. Jakarta: Hasta Mitra. Vollenhoven, C. van. 1931. Boekhandel En Drukkerij Voorheen: Het Adatrecht Van Nederlandsch-Indië. Leiden: E.J Brill. Warto. 2001. Blandong: Kerja Wajib Eksploitasi Hutan di Karesidenan Rembang Abad Ke-19. Surakarta:Pustaka Cakra. Warto. 2009. Desa Hutan dalam Perubahan: Eksploitasi Kolonial terhadap Sumberdaya lokal di Karesidenan Rembang 1965-1940. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Warto. 2011. Potret Hindia Belanda Dalam Ingatan Residen Rembang 19051936. Surakarta: UNS Press. SUMBER WAWANCARA Wawancara dengan Mbah Kalimin pada tanggal 28 November 2014. Mbah Kalimin merupakan pekerja pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1970an. Wawancara dengan Bapak Kadiro pada tanggal 3 Desember 2014. Beliau selaku Kepala Divisi Tata Niaga pabrik kapur “Ronggolawe” tahun 1967.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
91
Lampiran 1 Peta pegunungan Tuban masa Kolonial
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
92
Lampiran 2
Data hasil Produksi pabrik kapur Ronggolawe 1961-1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
93
Lampiran 3
Data hasil pemasaran pabrik kapur Ronggolawe 1961-1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
94
Lampiran 4
Arsip catatan Achmad Manan tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
95
Lampiran 5 De Indische Courant. 18 Juli 1929.
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
96
Lampiran 6
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
97
Lampiran 7
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
98
Lampiran 8
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
99
Lampiran 9
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
100
Lampiran 10
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
101
Lampiran 11
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
102
Lampiran 12
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
103
Lampiran 13
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
104
Lampiran 14
Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 3 tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
105
Lampiran 15
Arsip catatan Achmad Manan tahun 1972
SKRIPSI
PERANAN PABRIK PEMBAKARAN ...
WARIADI