ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI MAKNA SIMBOLIK MAKAM BUNG KARNO. DI BLITAR, an. Oleh : Aji Kusuma Atmaja ( )

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SKRIPSI MAKNA SIMBOLIK MAKAM BUNG KARNO DI BLITAR, 1970-1990an

Oleh : Aji Kusuma Atmaja (120914067)

Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya 2013

i Skripsi

MAKNA SIMBOLIK MAKAM BUNG KARNO DI BLITAR, 1970-1990an

Aji Kusuma Atmaja


Makna Simbolik Makam Bung Karno di Blitar, 1970-1990an

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Oleh : Aji Kusuma Atmaja (120914067)

Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya 2013

ii Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


iv Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


v Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Motto

Hidup adalah Sebuah Pilihan, Pilihanmu Menentukan Langkah Hidupmu

vi Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Persembahan

Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk ke Dua Orang Tuaku, Kakak dan Adikku, Serta Seluruh Keluarga Besarku.

vii Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................i Halaman Pernyataan..................................................................................iii Lembar Persetujuan Dosen Pembimbing..................................................iv Halaman Lembar Penguji.........................................................................v Halaman Motto.........................................................................................vi Halaman Persembahan.............................................................................vii Daftar Isi.................................................................................................viii Kata Pengantar..........................................................................................x Daftar Singkatan…………………………………………………………...xiv Daftar Istilah............................................................................................xv ABSTRAK.............................................................................................xvii BAB I: PENDAHULUAN.........................................................................1 A.

Latar Belakang Permasalahan................................................1

B.

Rumusan Masalah..................................................................6

C.

Tujuan Penulisan....................................................................6

D.

Manfaat Penulisan…………………………………………….7

E.

Ruang Lingkup Penulisan......................................................8

F.

Tinjauan Pustaka....................................................................9

G.

Kerangka Konseptual dan Landasan Teori….......................12

H.

Metode Penelitian dan Penulisan……………………............15

I.

Sistematika Penulisan...........................................................19

viii Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


BAB II: BUNG KARNO BAPAK PROKLAMATOR DAN PRESIDEN RI…………………………………………………………...............20 A.

Bung Karno Masa Muda…………………………………......22

B.

Bung Karno dan Kemerdekaan Indonesia………….............30

C.

Bung Karno dan Negara Baru………………………….........33

BAB III: REZIM BARU DAN MAKAM BUNG KARNO…....................37 A.

Bung Karno Wafat……………………………………….......37

B.

Pemakaman Bung Karno……………………………….........42

C.

Pemugaran Makam Bung Karno………………………….....46

D.

Peresmian Makam Bung Karno……………………………..63

BAB IV: BUNG KARNO DAN RAKYAT INDONESIA…….…………69 A. Rakyat Memaknai Makam Bung Karno………………….…..69 B. Ziarah Makam Bung Karno…………………………………..74 C. Bulan Bung Karno…………………………………………....81 BAB V: KESIMPULAN………………………………………………….88 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................93 LAMPIRAN……………………………………………………………..

ix Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


KATA PENGANTAR

Puji Tuhan, Karya tulis ini dapat terwujud semata-mata karena limpahan rahmat dan kasih sayang Tuhan kepada setiap hamba-Nya. Penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang dimiliki tidak akan mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Makna Simbolik Makam Bung Karno di Blitar 1970-1990an” tanpa keikutsertaan pihak-pihak tertentu, yang telah memberikan bantuan dan pertolongan dengan caranya masing-masing. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan penelitian ini. Oleh karenanya, sujud syukur penulis hanya untuk Tuhan YME, pemilik segala kebaikan, anugerah semangat, kesabaran, inspirasi dan pandangan atau pemahaman baru tentang penelitian yang penulis kaji. Bpk. Purnawan Basundoro, selaku dosen pembimbing, yang senantiasa membimbing

dan

memberikan

masukan-masukan

kepada

penulis

dalam

menyelesaikan skripsi. Bu. Shinta Rahayu, Bu. Eni Sugiarti, Bu. Moerdiati, Bpk. Muryadi, Bpk. Sukaryanto, Bpk. Johny, Bpk. Samidi, Bpk. Edi Budi, Bpk. Sarkawi B. Husein, Bpk. La Ode, Bpk. Gayung, Bpk. Ikhsan Rosyid, Bpk. Arya Selaku Dosen Departemen Ilmu Sejarah yang memberikan arahan dan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan Ilmu Sejarah dan Mbak Asti selaku staff Departemen Ilmu Sejarah dan seluruh Dosen beserta staff yang ada di FIB, UNAIR yang telah membukakan cakrawala berfikir dan memberikan begitu banyak pengetahuan kepada penulis.

x Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Kedua orang tuaku, Arif Purnomo dan Sumarti yang telah memberikan nilai kebaikan dalam menjalani hidup ini, dan membiayai serta senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian, serta doanya dalam meraih cita-cita mulia yang diimpikan oleh penulis. Kakakku, Arif Santoso, Intan Sari, Alm. Tanaka Atmaja, Eni, Bambang yang telah membimbing serta arahan ketika melanjutkan pendidikan tinggi dan Adikku, Kumala Dewi, Meliana serta keponakan Sachi, Vena yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. Demikian juga dengan adek Orin. Keluarga besar di Blitar, terimakasih atas segala doa, perhatian, semangat serta dukungannya. Kak Wibi, Kak Agung terima kasih atas bimbingan rohaninya dan arahannya kepada penulis dalam menjalani pendidikan di Kampus. Serta Yayasan Compassion Indonesia dibawah naungan Yayasan Compassion Internasional yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis. Kak Sianne, Kak Becca, Kak Ericko, Kak Fera, Kak Intan, Kak Emil, serta staff lain yang telah memberi arahan dan masukan dalam hari-hari penulis tentang sebuah arti kepemimpinan selama menempuh pendidikan serta selalu memberikan semangat kepada penulis. LDP Surabaya, Saudara dan Sahabat Yani Mei Indah Sari, Puput Ertiandani, Yorgy, Stephanie Olivia T. terimakasih atas kebersamaan dan waktu untuk bersama dan berbagi asa di Kota Pahlawan meskipun dari berbagai kota yang berbeda untuk memaknai pemimpin berhati hamba. Kawan Desy Natalia dari Pulau Dewata dan Semua teman-teman di LDP Indonesia, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas segala dukungannya selama ini.

xi Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Sahabatku, Fanny Malang, Melisa Universitas Trunojoyo, Prima, Indra, terima kasih atas persahabatan yang indah serta masukannya dalam menemani harihari penulis tentang memaknai sebuah konsistensi akan pilihan dan Adikku Nikmatin Sejarah 2012 untuk canda dan diskusi ringan tentang keilmuan sejarah sehingga penulis dapat kembali belajar. Perpus Medayu Agung, Pak Hwie dan Staffnya terima atas ilmu dan buku bacaan. YPPA Lahai Roi, UKMKKr, SKKP FIB, LPM SITUS, PKMB dan PPA GBI Anugerah Blitar, atas kesempatan berorganisasi dan berkarya. FAM UNAIR, HMI Komisariat FIB, terima kasih atas bantuan dan diskusinya. Teman-teman Ilmu Sejarah UNAIR 2009, Iva Nur Afyanti, Yeni Susanti, Santi Puspitaviani, Melathi Ayu Wardhani, Siti Fitriana, Kurnianingsih, Dewi Yali Ulwiyah, Sekarsih Revashanti, Ainur Rohmah, Adhisty Dwi Ratnasari, Nailin Naziyah, Belinda Eka Wulandari, Mira Nur Aini, Nandhia Deisyana, Arfita Meifiana, Rita Ayu Mulyana, Lauhil Fatihah, Achmad Aben Achdan, Achmad Bahaqi, Aditya Fandi, Amrizal Ananda Pahlevi, Arif Angga Pramana, Arif Chusnuddin, Anwar Syarif, Aris Eko Prasetyo, Dizky Dzulkarnaen, Dimas Rhyhardika, Dwi Prameswara, Eko Febrianto, Hilmy, Ferry B Prasetya, M. Noval Ardiansyah, Mahmud, Putra Prima Taqwa, Rajendra Rizza Dewantara, Sahlin Ahmad, Satria Dwi Pamungkas, Subandi Rianto, Yoeka Firike, terimakasih atas kebersamaannya selama ini. Kakak angkatan di Ilmu Sejarah UNAIR, Bang Catur Wibowo terima kasih atas ilmu dan arahan tentang sejarah dan politik. Mas Ryan, Mas Nilzam, Mas Rony, Mas Fikry Ambon,terima kasih atas arahan bagi penulis tentang pentingnya membaca

xii Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


dan dapat membagi waktu antara kuliah dan organisasi untuk menyelesaikan study. Mas Belly, Mas Dito, Mbak Onieth, Mas Andrik, Mas Gusseno, Mas Abdurrahman. Adek angkatan Ilmu Sejarah 2010, 2011, 2012. Sari Rahmawati, Gracelia Kriswara tentang sharing keilmuan dalam kehidupan rohani menjadi hal yang membuat penulis dapat berbagi keilmuan. Hana, Fanty, Fitri Amalia, Nanik, BillQis, Maya, Dyne, Rohma, Nia, atas candanya. Wildan Erhu Nugraha, Dani Samuel, Andik, Moch Risalah Qattda, Nisa, Dzani, Duta, terimakasih atas segala dukungannya. Teman-teman lintas jurusan, Titin Kusumarini, Yudha Yuswara, Hendra, Mas Rico, Mas Yogy, Mas Khemot, Elo, Benny, Ketut, Kuncoro, Fahreza, Al Jabar, Nelson, terima kasih atas obrolannya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kesalahan. Karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dimasa mendatang dan penyusun berharap semoga penulisan seminar ini banyak manfaatnya bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

Blitar,

2 Desember 2013

Penulis

xiii Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


DAFTAR SINGKATAN

1. ASC 2. BPUPKI 3. DPRG 4. EIS 5. Gestapu 6. Gestok 7. HBS 8. MPRS 9. Manipol 10. Masyumi 11. NU 12. Partindo 13. Persis 14. PID 15. PNI 16. PPKI 17. Putera 18. RSPAD 19. USDEK

: Algemene Studie Club : Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia : Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong : Eerste Inlandse School : Gerakan September Tiga Puluh : Gerakan Satu Oktober : Hoogere Burger School : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara : Manifesto Politik : Majelis Syuro Muslimin Indonesia : Nahdatul Ulama : Partai Indonesia : Persyarikatan Islam : Politieke Inlichtingen Dienst : Partai Nasional Indonesia : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia : Pusat Tenaga Rakyat : Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia.

xiv Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


DAFTAR ISTILAH

1. Chauvisme

: Paham yang menganggap bahwa negaranya lebih unggul dari bangsa lain

2. Elitisme

: Sifat menganggap lebih tinggi dari yang lain

3. Embrio

:Asal Mula

4. Hegemoni

: Pengaruh dalam suatu hal ataupun sistem

5. Ideologi Politik

: Pola Pikir dalam Politik

6. Imperialisme

: Sistem politik yang digunakan untuk menguasai demi keuntungan

7. Individualisme

: Pola Pikir tentang Diri Sendiri

8. Indonesia uber Alles

: Indonesia yang besar diantara yang lain.

9. Jong Java

: Organisasi pemuda Jawa pada masa pergerakan kebangsaan Indonesia

10. Jawa Hookokai

: Organisasi Perhimpunan Rakyat Jawa yang didirikan Jepang

11. Kolonialisme

: Penguasaan akan suatu daerah ataupun Wilayah

12. Marhaen

: Kaum ataupun masyarakat bawah Indonesia secara keseluruhan menurut Bung Karno

13. Muhammadiyah

: Organisasi Islam di Indonesia

14. Nasionalisme Sekuler

: Semangat kebangsaan dalam arti luas

15. National Indische Partij

: Partai politik masa pergerakan kebangsaan Indonesia

16. Nationale Staat

: Satu Negara, Satu Bangsa

17. Philosofische Grondslag

: Filosofi Dasar Negara

xv Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


18. Reformasi

: Masa berakhirnya pemerintahan presiden Soeharto

19. Revolusioner

: Semangat perubahan

20. Revolusi

: Perubahan akan suatu Kondisi atau Peristiwa

21. Rezim Orde Baru

: Masa pemerintahan presiden Soeharto

22. Rezim Orde Lama

: Masa pemerintahan presiden Sukarno

23. Sentimen Primordial

: Cara pandang yang didasarkan kedaerahan

24. Tirakatan

: Keinginan akan suatu hal dengan melakukan tindakan tertentu

xvi Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


ABSTRAK Makam Bung Karno merupakan makam proklamator dan presiden pertama republik Indonesia. Makam Bung Karno terletak di Blitar Jawa Timur, makam Bung Karno menjadi simbol dari kebesaran Bung Karno yang telah menyatukan pulau – pulau dari Sabang sampai Merauke menjadi satu kesatuan negara yang bernama Indonesia melalui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam pembangunannya, makam Bung Karno memiliki makna sebagai simbol dalam memaknai perjuangan seorang pahlawan yang telah berjuang dengan semangat kebangsaan dalam menentang segala bentuk kolonialisme dan imperialisme dari bangsa penjajah. Hal ini menjadikan makam Bung Karno memiliki pengaruh dan ikatan yang sangat kuat bagi rakyat Indonesia dikarenakan pemikiran dan cita-cita Bung Karno tentang Indonesia. Pemaknaan rakyat Indonesia dari satu periode ke periode berikutnya, merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Perubahan yang terjadi disesuaikan dengan perkembangan zaman dan masa pemerintahan yang berubah di Indonesia. Pemakaman Bung Karno di Blitar memiliki beberapa pemaknaan sebagai upaya dari penguasa Orde Baru untuk menjauhkan Bung Karno dari pusat pemerintahan dikarenakan dalam wasiat yang ditulis Bung Karno ketika masih hidup dan pemaknaan lain mendekatkan Bung Karno dengan Ibundanya yang dimakamkan di Blitar. Dalam perkembangan selanjutnya, makam Bung Karno menjadi simbol baru bagi Blitar, Pengagum Bung Karno datang ke Blitar untuk berziarah dan bertukar pikiran tentang pemikiran Bung Karno yang menjadikan Blitar sebagai Kota Bung Karno. Sebuah pemakaman yang awalnya merupakan bentuk penghilangan pengaruh Bung Karno, kini berubah menjadi sebuah tempat untuk memaknai gagasan Bung Karno bagi Indonesia, Pancasila sebagai Pemikiran Bung Karno menjadi dasar bagi perbedaan dari suku, agama, daerah asal di Indonesia. Begitupula dengan kelahiran dan kematian pada bulan Juni yang selalu diperingati sebagai bulan Bung Karno. Kata Kunci: Bung Karno, Makam, Blitar.

xvii Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Ratusan ribu Rakjat berdiri disepandjang djalan memberi penghormatan terakhir kepada Pahlawan Proklamasi Ir. Dr. Hadji Soekarno dengan rasa sedih1 Setiap negara di dunia pasti memiliki seorang tokoh yang dikagumi dan memiliki nilai lebih dimata rakyatnya dari pada tokoh lain. Nilai lebih inilah yang akan selalu diingat oleh rakyat dan diceritakan kepada generasi selanjutnya. Meskipun tokoh tersebut telah tiada, tokoh-tokoh besar inilah yang akan selalu dikenang oleh masyarakatnya. Pemikiran dan tindakan yang dilakukannya bagi sebuah negara yang sangat berdampak bagi rakyat. Hal itu juga berlaku bagi masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan. Bung Karno adalah salah satu tokoh perjuangan dalam memperoleh kemerdekaan Indonesia yang memiliki nilai lebih di mata rakyat Indonesia dan sangat berkesan bagi masyarakat Indonesia. Pemikiran dan tindakan Bung Karno yang menentang segala bentuk imperalisme di dunia menjadikannya seorang manusia yang disegani oleh bangsabangsa di dunia. Kehidupan dan Pergerakan Bung Karno yang selalu diikuti dan 1

“Djenazah Bekas Pres. Soekarno dikebumikan”, Berita Yudha , 23 Juni 1970.

1 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


diamati oleh Belanda dikarenakan tindakannya menjadikan dia menjadi seorang yang dicari oleh pihak Belanda dikarenakan membahayakan kepentingan Belanda di Indonesia. Kehidupan di penjara menjadi suatu hal yang biasa bagi seorang Bung Karno. Bung Karno yang merupakan Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 21 Juni 1970. Dengan upacara kenegaraan jenazahnya dimakamkan di Blitar dan pengibaran bendera setengah tiang di seluruh Indonesia atas intruksi pemerintah selama 7 hari mulai tanggal 21 Juni 1970 menjadi suatu gambaran tentang kecintaan dan duka yang mendalam Bangsa Indonesia. 2 Kepergian Bung Karno mewariskan goresan sejarah yang mewarnai perjuangan bangsa Indonesia dikarenakan perjuangan yang dilakukan bagi bangsa Indonesia tanpa mementingkan keinginan pribadi dan menolak segala bentuk pemberian daripada Belanda yang digunakan untuk meredam keinginan dan citacitanya untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Jasa-jasa perjuangannya telah mampu membawa bangsanya dari alam penjajahan ke alam kemerdekaan dan menyatukan bangsa Indonesia untuk saling bahu-membahu memperjuangkan haknya sebagai manusia merdeka. Keputusannya untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah mengangkat martabat bangsa Indonesia menjadi sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.3

2

Ibid

3

Ibid

2 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Makam Bung Karno yang terletak di Blitar menjadi suatu hal yang sangat menarik dikarenakan tidak sesuai dengan permintaan Bung karno ketika masih hidup. Hal itu tertulis dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams, “Telah kuperingatkan kepada kawan-kawan, supaya jangan menguburkanku seperti Gandhi. Teman akrabku, Pandit Jawa-harlal Nehru, membikin kuburan Gandhi dengan segala macam hiasan. Ini terlalu mewah. Kalau aku, kubikin buat Gandhi suatu tempat istrahat dengan pohon-pohon, dengan burungburung dan sebuah taman. Kembali kepada kesederhanaan, kembali kepada alam dan nilai-nilai dasar daripada manusia. Memang dia seorang pemimpin dunia dan harus diberi kehormatan yang cocok dengan kedudukannya, akan tetapi bosan dugaanku bahwa dia sendiri tidak menghendaki yang demikian. Aku tahu, aku tidak mau begitu. Aku sangat mengingini untuk bernaung dibawah pohon yang rindang, dikelilingi oleh alam sekitar yang indah, disamping itu sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan yang bagus. Aku ingin dimakamkan di antara bukit yang berombak-ombak dan dalam ketenangan. Hanya dalam keindahan dari tanah-airku yang tercinta dan dalam kesederhanaan darimana aku berasal. Dan aku ingin rumahku yang terakhir ini terletak di sekitar kota Bandung di tengah daerah priangan yang sejuk nyaman, berlembah dan bergunung serta subur, dimana aku pertamakali bertemu dengan Petani Marhaen”. 4 Harapan Bung Karno itu ternyata tidak seluruhnya terpenuhi. Dia tidak dimakamkan di daerah priangan Jawa Barat, tapi di Blitar, di Jawa Timur. Bung Karno dan Blitar merupakan dua entitas yang bertalian erat. Blitar merupakan tempat tinggal Ibunda Bung Karno dan tempat Bung Karno menjalani masa kecilnya dan tempat berkunjung ketika menjalani masa liburan semasa menjalani pendidikan di HBS Surabaya. Blitar merupakan suatu daerah yang kecil namun memiliki nilai historis yang kuat dikarenakan daerah ini merupakan tempat pemberontakan PETA yang dipimpin Soeprijadi terhadap pemerintah Jepang yang memicu perlawanan daerah-daerah lain.

4

Cindy Adams, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, (Jakarta: Ketut Masagung CorporationPT. Tema Baru, 2000), hlm. 471.

3 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Makam Bung Karno terletak di desa Bendogerit, Kecamatan Kota Blitar, Jawa Timur. Tanah Makam awalnya seluas kurang lebih 2970 m2, yang diperluas menjadi 4852 m2, Makam tersebut semula milik Yayasan Mardi Waluyo yang kemudian diserahkan kepada negara untuk dijadikan Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo.5 Makam Bung Karno tidak berada dibawah keteduhan sebuah pohon besar yang rindang, juga tidak ada sebatang pohon kamboja mengayominya. Namun makam ibundanya Idayu Nyoman Rai yang terletak di samping Sang Proklamator menjadi pengganti dari keberadaan pohon besar yang diinginkan Bung Karno ketika masih hidup sebagai peneduh. Hal ini didasarkan kepada kedekatan Bung Karno dengan Ibundanya yang merupakan seorang keturunan dari Bangsawan Bali yang meninggalkan Pulau Bali dikarenakan pernikahannya dengan Ayah Bung Karno, Raden Sukemi Sosrodiharjo. Makam Bung Karno dan Ibundanya ini juga tidak terlalu jauh dari rumah masa kecil Bung Karno ketika menghabiskan masa sekolah dan masa remajanya di Blitar yang dikenal dengan nama Istana Gebang ataupun Dhalem Gebang yang menjadi saksi dari kehidupan masa kecil Bung Karno inilah yang menambah kedekatan Bung Karno dengan Blitar meskipun pemakamannya di Blitar tidak sesuai dengan keinginan ketika masih hidup, letaknya di Karang Mulyo, desa Bendogerit.

6

Pemakaman Bung Karno yang jauh dari pusat pemerintahan menimbulkan suatu 5

Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm.11. 6

hlm. 55.

S.Saiful Rahim, Bung Karno Masa Muda, (Jakarta: Pustaka Yayasan “Antar Kota”, 1978),

4 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


pertanyaan tentang ketakutan Presiden Soeharto terhadap gelombang pendukung dan pecinta Soekarno yang begitu banyak. Namun hal itu disanggah oleh presiden Soeharto yang menyatakan bahwa pemakaman Bung Karno didasarkan pada pertimbangan dengan para pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh bangsa. Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan anggota kabinet, pimpinan MPRS, pimpinan DPRS dan partai-partai politik.7 Letak Makam Bung Karno yang jauh dari pusat pemerintahan Indonesia menjadikan banyak tokoh-tokoh dunia yang mengenal Bung Karno dengan baik tidak hadir dalam pemakamannya di Blitar dikarenakan sulitnya akses transportasi pada waktu itu. Namun sulitnya akses transportasi ini tidak menyurutkan pengagum dan pecinta Soekarno di seluruh Indonesia untuk hadir dan berkunjung ke Makam Bung Karno di Blitar. Makam Bung Karno yang memiliki daya tarik inilah yang menjadikan peziarah untuk datang ke Blitar hal terlihat pada waktu kematian Bung Karno sampai dengan pemakamannya. Kematian Bung Karno menjadi sesuatu yang membekas di hati rakyat Indonesia, sebagaimana dapat dibaca pada laporan Wartawan El Bahar tentang “Tjerita dari Blitar” yang menguraikan kematiannya setelah pemakaman di Blitar. Dapat dipastikan bahwa setiap orang jang berdjiarah kemakam Bung Karno jang sampai hari hari ke-empat puluh itu sadja telah mentjapai djumlah lebih dari empat djuta orang itu, tidak hanja terpaku pada gundukan bunga setinggi satu meter jang menutup makam Bung Karno dan Ibunda sajda, tetapi djuga terdjilat pula oleh pemikiran2 terhadap adjaran Bung Karno,

7

“Dan Ia Pun Kita Bicarakan Lagi”, Tempo, 3 Juni 1978.

5 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


tjita2 Bung Karno dan harapan2 Bung Karno jang antara lain termasuk harapannja tentang makam untuk Bung Karno sendiri.8 Para peziarah pun tidak cuma terdiri dari orang Blitar atau sekitarnya. Banyak pula yang datang dari jauh. Bahkan ada yang datang dari Inggris, Jepang, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan lain-lain.9 Hal inilah yang menyebabkan Blitar dikunjungi karena keberadaan Makam Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Atas dasar latar belakang permasalahan di atas memberikan suatu gambaran tentang Makam Bung Karno memiliki daya tarik bagi orang-orang di luar Blitar untuk berkunjung ke Blitar yang mempengaruhi Blitar dan masyarakatnya. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, dapat ditarik pokok permasalahan yang akan penulis gunakan untuk mengkaji pembahasan ini supaya lebih fokus dan memperoleh informasi yang lebih detail serta mendalam, maka pokok bahasan dalam penulisan skripsi ini maka penulis merumuskan sebagai berikut: Apa Makna Simbolik Makam Bung Karno di Blitar bagi Masyarakat Indonesia dan bagi Penguasa Republik Indonesia ? C. Tujuan penulisan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna simbolik dari pembangunan makam Bung Karno di Blitar oleh Penguasa, dikarenakan Bung Karno merupakan seorang Proklamator sehingga memiliki pengaruh yang lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga untuk mengetahui tentang 8 9

“Tjerita dari Blitar ”, El Bahar, 4 Agustus 1970. S.Saiful Rahim, op.cit, hlm. 55.

6 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


pemaknaan

rakyat

Indonesia

terhadap

makam

Bung

Karno

dikarenakan

pembangunan makam Bung Karno pada tahun 1979, syarat akan kepentingan politik. Disisi lain memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang Makam Bung Karno yang merupakan makam seorang tokoh besar Indonesia dikarenakan pemikiran dan perjuangan terhadap kemerdekaan Indonesia. D. Manfaat Penulisan Menambah wawasan bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Indonesia agar lebih memiliki kesadaran akan pentingnya nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam pemakaman dan pembangunan sebuah makam seorang tokoh besar yang memiliki pengaruh di bidang politik, sosial dan ekonomi sehingga masyarakat Indonesia bisa memaknai dan menghargai seorang yang telah berjuang untuk kepentingan bangsa Indonesia. Agar masyarakat Indonesia bisa lebih kritis dalam memahami arti sebuah pemakaman dan pembangunan makam yang dapat dikatakan sebagai monumen yang penuh dengan kepentingan politik dan hegemoni khususnya pada masa pemerintahan Orde Baru. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan referensi bagi

penulisan

selanjutnya.

Sehubungan

dengan

hal

tersebut

penulisan

menitikberatkan pada permasalahan pemakaman dan pembangunan makam Bung Karno sebagai simbol penguasa bagi masyarakat Indonesia. Bung Karno merupakan tokoh bangsa yang memberikan sumbangsih bagi bangsa Indonesia dan membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa barat menjadi nilai tersendiri sehingga selalu dikenang rakyatnya meskipun telah tiada.

7 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


E. Ruang Lingkup Penulisan Seperti penelitian-penelitian sejarah sebelumnya, pada penelitian ini penulis juga memberi batasan temporal dan spasial supaya penelitian lebih terfokus dan tepat sasaran. Konsep temporal merupakan suatu langkah awal seorang peneliti untuk melakukan penelitian sejarah yang kemudian membaginya kedalam periode ke periode tertentu.

Oleh karenanya, penentuan periodesasi yang merupakan hasil

pemikiran peneliti tidak dapat diputuskan secara tiba-tiba. Namun sebenarnya periodesasi merupakan hasil komparatif dengan cara melihat ciri khas antara satu periode dengan periode lainnya. Setelah itu baru peneliti menandai tentang peristiwa yang terjadi dalam periode tersebut.10 Agar dalam penulisan dan penelitian ini tidak terlalu meluas dan tetap terfokus pada permasalahan yang akan diangkat maka penulis membatasi diri pada dua lingkupnya; Ruang Lingkup Temporal pada penelitian ini adalah tahun 1970 sampai tahun 1990an, tepatnya pada saat Pemakaman Soekarno di Blitar pada tanggal 21 Juni 1970. Kajian ini dibatasi pada tahun 1990an, dalam hal untuk melihat tentang pemaknaan makam Bung Karno bagi penguasa dan rakyat Indonesia, terlebih setelah lengsernya pemerintahan Soeharto yang merupakan penguasa militer dan presiden yang membangun dan meresmikan makam Bung Karno yang dianggap memiliki 10

Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), hlm.19.

8 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


kepentingan politik dalam keputusannya memakamkan Bung Karno di Blitar. Ruang lingkup Spasial dari penelitian ini adalah Blitar, yaitu daerah yang menjadi tempat Pemakaman Proklamator Bung Karno dan menjadi simbol bagi keberadaan jenasah seorang proklamator bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan. Pembatasan ini diharapkan dapat memfokuskan dalam penulisan tentang Makam Soekarno yang memiliki pengaruh bagi kehidupan Rakyat Indonesia. F. Tinjauan Pustaka Penulisan mengenai kondisi sosial masyarakat memang sudah banyak ditulis oleh peneliti-peneliti sebelumnya, baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Tulisan-tulisan dari peneliti tersebut kebanyakan membahas perubahan masyarakat yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi dan sistem pemerintahan sehingga sangat sedikit yang menulis tentang perkembangan sebuah daerah yang dipengaruhi oleh adanya Makam yang menjadi suatu daya tarik bagi perkembangan daerah ataupun wilayah tersebut sehingga sedikit rujukan yang dapat digunakan penulis dalam penulisannya dan penulis lebih banyak menggunakan sumber lain berupa arsip dan surat kabar. Berdasarkan pengetahuan penulis, kajian mengenai perkembangan sosial masyarakat merupakan hal yang menarik karena masyarakat akan selalu berkembang menuju sebuah kemajuan. Dalam hal ini penulis menggunakan beberapa buku yang berkaitan dengan isi penelitian tersebut, walaupun belum menemukan buku yang secara spesifik berkaitan dengan penelitian tersebut, namun setidaknya bisa menemukan buku yang terkait dengan penelitian tersebut.

9 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Panitia pemugaran makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno yang menerbitkan buku Makam Bung Karno11 memberikan uraian tentang pembangunan makam Bung Karno pada tahun 1978 dan bentuk bangunan yang ada di dalam komplek makam. Pembangunan ini selesai tahun 1979 yang diresmikan oleh Presiden Soeharto menjadi suatu bentuk kepedulian penguasa terhadap pahlawan yang telah berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun di dalam buku ini tidak menjelaskan tentang dampak Makam Bung Karno terhadap masyarakat dikarenakan lebih memfokuskan diri pada penjelasan Arsitektur makam Bung Karno. S. Saiful Rahim dalam Bukunya Bung Karno Masa Muda12 memberikan uraian tentang Bung Karno dan Makam Bung Karno yang dipaparkan oleh Kakak Kandung Bung Karno, Ibu Wardoyo tentang Bung Karno menjadi simbol dikarenakan dengan adanya Makam Bung Karno, masyarakat dari luar Blitar berkunjung ke Blitar untuk berziarah ke Makam Sang Proklamator RI. Peziarah tidak hanya berasal dari dalam negeri namun berasal juga dari luar negeri yang membuat orang-orang dari berbagai daerah tertarik untuk berkunjung ke Blitar. Dalam hal ini penulisan ini memiliki perbedaan dari yang penulis lakukan dikarenakan penulis buku ini lebih memfokuskan kehidupan Bung Karno masa kecil dan remaja di Blitar yang disampaikan oleh Kakak Bung Karno.

11

Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, op.cit.

12

Rahim, op.cit.

10 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Peter Kasenda dalam Bukunya Hari-Hari Terakhir Sukarno13 memberikan uraian dan penjelasan tentang kondisi akhir pemerintahan Sukarno yang dianggap gagal mempertahankan kekuasaan dikarenakan peristiswa Gestapu/Gestok 1965 sehingga mandat sebagai presiden dicabut dan diganti oleh Soeharto, dalam hal ini Soeharto dengan kekuatan TNI AD berusaha menghilangkan pengaruh Soekarno dengan mengganti kabinet dan mengasingkan Soekarno ke Bogor sehingga Bung Karno memiliki keterbatasan untuk berkomunisasi dengan orang-orang disekitarnya. Dalam buku ini membahas masa akhir hidup Bung Karno yang sangat menyedihkan hingga harus dimakamkan di Blitar yang tidak sesuai dengan wasiat Bung Karno semasa masih hidup. Namun dalam buku ini belum membahas secara detail Pemakaman dan Pembangunan Makam Bung Karno di Blitar. Lilie Suratminto dalam bukunya Makna Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia14 memberikan suatu pemahaman bagi penulis bahwa makam merupakan suatu hal yang bukan hanya dihargai oleh penduduk pribumi namun pemerintah kolonial Belanda sangat menghargai keberadaan makam dan membangun makam yang berbeda antara satu orang dengan yang lainnya sesuai dengan jabatan dan pengaruh orang tersebut semasa hidupnya. Batu Nisan menjadi suatu yang menjadi salah satu bentuk kemegahan makam seseorang. Hal ini memberikan pemahaman tentang makam yang memiliki makna yang penting dalam suatu pemerintahan.

13

Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2012)

14

Lilie Suratminto, Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia, Cetakan Ke 2, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008)

11 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Andri Puji Setiyono dalam skripsinya yang berjudul Gerakan PKI Tahun 1963-1968 Sebuah Kajian Sosial-Ekonomi Di Blitar Selatan15 ini menjelaskan tentang kondisi masyarakat Blitar yang menjadikan daerah ini sebagai basis dari Gerakan PKI. Skripsi ini juga akan di gunakan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian. Kondisi Masyarakat dan Wilayah Blitar menjadi hal yang dikaji. Namun, diantara keduanya mempunyai perbedaan yaitu pada kondisi dan fokus pembahasan yang didasarkan pada massa Gerakan PKI dan pembahasan Blitar sebagai daerah de Soekarnosasi yang didasarkan Sesudah Gerakan PKI tepatnya setelah Kematian Bung Karno. G. Kerangka Konseptual dan Landasan Teori Penulisan dengan judul Makna Simbolik Makam Bung Karno di Blitar 19701990an merupakan kajian sejarah politik. Hal ini dikarenakan kajian yang dibahas mencakup beberapa konsep politik, seperti dominasi politik, hegemoni politik, simbolisasi Penguasa masa Orde Baru yang salah satunya diwujudkan dengan membangun makam Bung Karno sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa seorang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia. Tradisi untuk membuat makam, tugu yang merupakan monumen pengingat sebagai pemujaan dan penghormatan untuk nenek moyang sejak jaman dahulu telah ada sebelum manusia mengenal tulisan, jaman tersebut sering disebut masa

15

Andri Puji setiyono, Gerakan PKI Tahun 1963-1968 Sebuah Kajian Sosial-Ekonomi Di Blitar Selatan, (Surabaya: Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga, 2006)

12 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


prasejarah. Tradisi pendirian bangunan makam, tugu atau monumen terdapat pada zaman megalitikum. Pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu berdasarkan pada kepercayaan akan adanya pengaruh yang kuat dari orang-orang yang telah mati terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa dari seorang kerabat yang telah mati diabadikan dengan mendirikan sebuah bangunan yang terbuat dari batu besar, sedangkan untuk upacara pemujaan terhadap nenek moyang dilakukan dengan monumen yang terbuat dari batu kecil maupun dari batu besar.16Pada masa modern pemaknaan monumen semakin bergeser, monumen dibangun sebagai alat hegemoni oleh golongan tertentu atau pemerintahan yang berkuasa pada saat itu. Monumen adalah salah suatu bentuk usaha manusia untuk membuktikan adanya suatu peristiwa sejarah yang pernah terjadi dimasa lampau. Menurut tujuannya, monumen dibuat untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan serta mengingatkan generasi muda agar selalu mengenang suatu peritiwa bersejarah. Menurut jenisnya monumen dibagi menjadi dua yaitu munumen mati seperti seperti bangunan makam, tugu, prasasti, candi yang tidak dipakai untuk ibadah, patungpatung pahlawan dan sebagainya sedangkan monumen hidup, yaitu monumen yang

16

Marwati Djoened Poesponegoro. Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Vol. I, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hlm. 205-208.

13 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


sengaja dibuat untuk peringatan tetenger serta memperingati suatu peristiwa atau peninggalan yang masih difungsikan oleh masyarakat untuk aktifitas tertentu.17 Menurut kamus besar bahasa Indonesia monumen adalah segala sesuatu yang sengaja dibuat untuk memperingati dan mengenang orang yang ternama atau memperingati suatu peristiwa penting sedangkan tugu adalah sebuah tiang besar yang tinggi dibuat dari batu bata dan sebagainya.18 Pada masa Orde Baru monumen dijadikan sebagai alat hegemoni oleh penguasa yang memiliki kedekatan dengan militer. Penguasa berusaha menanamkan pemikiran-pemikiran kepada masyarakat terutama generasi muda agar mereka mewarisi nilai-nilai perjuangan1945 melalui Militer. Tujuannya adalah agar militer seolah-olah seperti pahlawan yang berperan penting atas kemerdekaan Indonesia, padahal kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui dua jalur yaitu jalur diplomasi dan peperangan yang dilakukan untuk menegaskan batas-batas wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).19 Dalam kenyataannya di masa Orde Baru, militer tidak saja menjadi sangat dominan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, artinya militer hanya menjadi alat penguasa untuk mengejar kepentingan politik.20 tidak dipungkiri

17

http://adabydarban.blogspot.com/2009/09/belajar-dari-monumen-menelusuri-jejak.htmlAhmad Adaby Darban, Belajar Dari Monumen Menelusuri Jejak Sejarah, Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013, pukul 12. 06 WIB. 18

Dani K., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Putra Harsa, 1996), hlm. 350- 418.

19

Katharine E. McGregor, Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer, (Yogyakarta: Syarikat, 2008), hlm. 16. 20

Tim Penyusun Buku Hubungan Sipil Militer Lembaga Ketahanan Nasional Departemen Pertahanan Keamanan RI, Hubungan Sipil-Militer, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999), hlm. 16.

14 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


bahwa pendirian monumen perjuangan di Indonesia tidak lepas dari pengaruh dan hegemoni militer pada masa Orde Baru. Hegemoni militer oleh penguasa tersebut berpengaruh pada setiap daerah yang ada di Indonesia, pendirian monumenmonumen perjuangan militer hampir dapat ditemui disetiap daerah atau kabupaten. Karena tidak dipungkiri pada masa revolusi kemerdekaan, militer berperan penting dalam mengatur pertempuran melawan Belanda lewat strateginya yang dinamakan perang gerilya. Sehingga dimasa rezim Orde Baru orang-orang yang berlatar belakang militer yang gugur pada masa revolusi kemerdekaan banyak yang diangkat menjadi pahlawan-pahlawan lokal disetiap daerah yang ada di Indonesia.21Hal tersebut jelas-jelas menguntungkan rezim Orde Baru yang didukung militer dibelakangnya, karena Orde Baru berusaha meananamkan nilai kemiliteran dan nilainilai ‟45 yang bertujuan agar masyarakat Indonesia memandang bahwa militer adalah salah satu pihak yang berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia. H. Metode Penelitian dan Penulisan Penulisan ini menggunakan sumber-sumber dari arsip, dokumen, buku dan sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai penulisan sejarah sehingga upaya-upaya dalam merekontruksi masa lampau dari obyek yang diteliti ditempuh melalui metode penulisan sejarah yang biasanya digunakan dalam penelitian sejarah. Pada tahap awal pengkajian, peneliti perlu menetapkan bagaimana mendekati suatu objek studi, dengan menentukan pendekatan yang akan diterapkan. Maka

21

Abdoel Fattah, Demeliterisasi Tentara, (Yogyakarta: LKIS, 2005), hlm. 64.

15 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


penulis menggunakan ilmu sosial sebagai ilmu bantu. Pengaruh ilmu sosial dapat kita golongkan ke dalam

empat macam yaitu konsep, teori, permasalahan,

pendekatan.22Penelitian sejarah terdiri dari lima tahap, yaitu: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik intern dan kritik ekstern), interpretasi (sintesis dan analisis) dan penulisan sejarah. Berdasarkan keterangan diatas langkah-langkah yang ditempuh penulis yaitu sebagai berikut: Topik atau judul yang dipilih adalah Makna Simbolik Makam Bung Karno di Blitar pada tahun 1970-1990an Pada tahap pengumpulan data, sumber-sumber yang berkaitan dengan pokok pembahasan

dikumpulkan,

Sumber-sumber

tertulis

primer

didapatkan

dari

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia Jakarta, Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur berupa buku, Perpustakaan Medayu Agung Surabaya beberapa buku, artikel, koran yang mendukung penulisan ini, Perpustakaan Makam Bung Karno Blitar. Sedangkan untuk sumber sekunder yang menjadi bahan penulisan ini diperoleh dari Perpustakaan Universitas Airlangga Surabaya, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya, Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Perpustakaan dan Kearsipan Blitar dan juga buku di ruang baca Departemen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga Surabaya dan beberapa koleksi pribadi. Dari berbagai macam buku yang didapat diharapkan dapat membantu dan memberikan referensi dalam penelitian pembangunan Makam Bung Karno di Blitar.

22

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang, 1996), hlm.112.

16 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Sebagai sumber pendukung, penulisan sejarah ini juga menggunakan sumbersumber bantuan dari internet dan beberapa orang yang memiliki kompetensi dan keterkaitan dengan tema yang dibahas. Tahap verifikasi atau kritik sejarah merupakan tahap untuk menentukan keabsahan dan keotentikan sumber. Dibedakan atas dua cara, yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern merupakan kritik atas isi dokumen atau sumber tersebut yang dilakukan untuk membuktikan kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber. Hal ini juga bisa dilakukan dengan cara membandingkan dengan bahan atau sumber lain, juga bisa dilakukan dengan melihat isi dari sumber tersebut. Kritik ekstern merupakan kritik dari sumber fisik tersebut, bisa berupa bentuk tulisan yang dipakai ataupun bentuk bahasa yang digunakan, apakah dapat dipercaya atau tidak. Dalam melakukan verifikasi, peneliti mengelompokkan sumber-sumber yang telah ditemukan. Sumber-sumber tersebut dipilih, diperiksa dan diuji untuk menentukan kelayakan relevansi dengan pokok pembahasan. Pengujian dilakukan dengan pemilihan tahun dan isi yang sesuai dengan penulisan, hal ini bertujuan agar tulisan ini tidak menyimpang dari tema sekaligus untuk memenuhi syarat kritik ekstern. Interpretasi atau bisa disebut penafsiran dilakukan guna memperoleh kerangka yang luas untuk memahami kondisi politik dan sosial masyarakat Indonesia khususnya Blitar pada tahun 1970-1990an, yang membuat penulis harus memahami konflik politik, sosial, ekonomi yang tengah berlangsung pada rakyat Indonesia pada era itu. Kebijakan ini berpengaruh terhadap kehidupan rakyat sehingga perlu diadakan pembahasan yang mendalam. Hal ini dilakukan untuk menyingkap kondisi

17 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Rakyat Indonesia, Pada tahun 1970-1990an setelah adanya Makam Bung Karno di Blitar dikarenakan Bung Karno yang merupakan seorang Proklamator dan tokoh bangsa yang memiliki ikatan emosional dengan rakyat pada waktu itu. Untuk melakukan pembahasan penulis menggunakan beberapa disiplin ilmu bantu antara lain politik, sosiologi dan antropologi. Pendekatan secara sosio-politik guna mengungkap pertentangan yang tengah terjadi dan kebijakan-kebijakan yang diambil. Sementara pendekatan sosiologi dan antropologi guna mempelajari kondisi masyarakat bangsa Indonesia sebagai obyek dari konflik yang telah terjadi pasca kemerdekaan Indonesia. Dengan pemahaman penelitian yang luas melalui ilmu-ilmu bantu tersebut penulis mempunyai tujuan untuk memperoleh data yang bisa di gunakan untuk mengungkap kejadian maupun peristiwa yang terjadi pada masa itu yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Tahap Historiografi merupakan bagian akhir dari penelitian yang telah dilakukan penulis. Penulisan ini berusaha meletakkan fakta sebagai dasar argumentasi dan analisa terhadap fakta. Tulisan ini berusaha mengkomunikasikan hubungan antar fakta yang terdapat dalam teks.23

23

239.

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm.

18 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


I. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dibuat sedemikian rupa guna untuk memberikan gambaran yang jelas terhadap pembahasan ini. Penulisan ini terdiri 5 bab dan masingmasing dibagi menjadi beberapa Sub-bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas beberapa Sub-bab yaitu: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, ruang lingkup penulisan, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab II menjelaskan tentang Bung Karno, Bapak Proklamator dan Presiden RI Bab III memberikan penjelasan tentang Rezim Baru dan Makam Bung Karno Bab IV menjelaskan tentang Makam Bung Karno dan Rakyat Indonesia. Bab V Berisi kesimpulan-kesimpulan dari uraian dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya.

19 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


BAB II BUNG KARNO BAPAK PROKLAMATOR DAN PRESIDEN RI

A. Bung Karno Masa Muda Sukarno merupakan tokoh yang sangat berperan penting bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam perannya sebagai pejuang kemerdekaan Bung Karno tidak pernah menyerah dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada jaman penjajahan Belanda, Sukarno sudah berulang kali ditangkap dan diasingkan oleh pihak Belanda tetapi itu tidak menghilangkan semangatnya yang membara untuk memperjuangkan kemerdekaan. Kemudian pada masa penjajahan Jepang, Sukarno baru kembali bebas. Sukarno adalah seorang revolusioner ataupun setiap orang yang ingin merubah masyarakatnya, Sukarno pun memandang pada model ataupun kondisi Indonesia. Dengan sendirinya bagi Sukarno model itu adalah revolusi yang belum terjadi.24 Sosok Sukarno terkenal dengan kemampuannya dalam berpidato yang dapat menggerakkan hati rakyat Indonesia. Rakyat memiliki semangat yang lebih dengan pidato Sukarno. Materi pidato dan kemampuan berorasi Sukarno sesuai dengan keinginan rakyat sehingga rakyat suka untuk mendengarkan pidato Sukarno. Sukarno juga tidak segan dalam menggunakan kata-kata kasar yang spontan. Gaya bicaranya 24

hlm. 5.

Onghokham, “Revolusi Indonesia: Mitos dan Realitas”, Prisma. No. 8, Tahun XIV, 1985.

20 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


yang khas itu juga diikuti dengan kata-kata yang sangat bernilai dan bermakna, Soekarno mempunyai pemikiran yang anti elitisme, anti imperialisme dan anti kolonialisme. Dalam

usaha

untuk

mencapai

Indonesia

merdeka,

Sukarno

selalu

mengingatkan kepada para pemimpin organisasi pergerakan, hendaknya bangsa Indonesia sudah bersatu lebih dulu dalam suatu organisasi rakyat umum yang tidak dapat dipatahkan, sebelum peperangan Lautan Teduh pecah. Menurut Sukarno, peperangan itu ialah perjuangan untuk merebut dan menguasai Indonesia. Jika bangsa Indonesia tidak mempunyai persatuan maka bangsa Indonesia hanya akan menjadi bola permainan negeri-negeri yang berperang saja dikarenakan negara baru selalu rentan terhadap rasa tidak suka yang serius yang bersumber dari sentimen primordial. Masalah primordialisme adalah masalah utama republik ini.25 Sukarno lahir dengan nama Kusno Sosrodihardjo Ayahnya bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru dan Ibunya berasal dari Bali, Bung Karno memulai hidup ini sebagai anak yang sakit-sakitan. Oleh karena itu, Sang Bapak berpikir bahwa nama Kusno tidak cocok dan harus diberi nama lain supaya tidak sakit sakitan lagi. Sang Bapak berkata kepadanya, “Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabarata”. Sambil memegang bahu Kusno dengan kuat sang Bapak memandang jauh kedalam mata putranya itu. ”Aku selalu berdo‟a”, Sang Bapak menyatakan ”agar engkau pun menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyat. Semoga engkau menjadi 25

Onghokham, “Sejarah, Sukarno, dan Revolusi”, Tempo, 30 Juni 1978.

21 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Karna yang kedua”. Nama Karna dan Karno sama saja. Dalam bahasa Jawa huruf ”A” menjadi ”O”. Awalan ”Su” pada kebanyakan nama berarti baik, paling baik. Jadi Sukarno berarti pahlawan yang paling baik.26 Oleh karena itulah, menurut Sukarno, nama Sukarno menjadi namanya yang sebenarnya dan satu-satunya. “Waktu di sekolah tanda tanganku dieja Soekarno– mengikuti cara Belanda”. Setelah Indonesia merdeka Sukarno memerintahkan semua ”OE” ditulis kembali menjadi ”U”. Nama Soekarno sekarang ditulis menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah bagi seseorang untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun, maka dalam hal tanda tangan, Sukarno masih menulis S-OE. Soekarno akrab dipanggil Bung Karno untuk mendekat diri dengan Rakyatnya. Ia bersekolah pertama kali di Tulungagung kemudian pindah ke Mojokerto mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School (EIS), sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada ketika berusia 10 tahun, pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).27 Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan

26

Cindy Adams, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, (Jakarta: Ketut Masagung Corporation-PT. Tema Baru, 2000), hlm. 31-32. 27

Ibid, hlm. 32.

22 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto, yang kelak menjadi mertua, guru sekaligus sahabat seperjuangannya. Saat belajar di HBS, Soekarno membentuk jiwa nasionalismenya. Di Surabaya, Bung Karno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto. Di rumah Tjokroaminoto itulah Soekarno muda mulai berkenalan dengan dunia pergerakan dan rekan-rekan, seperjuangan yang kemudian menjadi bermusuhan dengannya ketika Negara Indonesia telah berdiri, seperti Kartosoewiryo dan Musso. Juga berkenalan dengan Agus Salim, Alimin, Darsono, dan Sneevliet. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa). Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Khususnya Douwes Dekker. Di situ orientasi ideologi politik Soekarno mulai terbentuk. Pada masa itu, kaum pergerakan mulai berkembang di Bandung yang menjadikan kota itu sebagai pusat alam pemikiran nasionalis sekuler.28 Soekarno menyerap gagasan nasionalisme sekuler, yang menolak dasar Islam dan realisme-sosial komunis sekaligus, serta memimpikan sebuah negara merdeka tempat manusia dengan ras dan aliran berbeda terikat kesetiaan pada suatu tanah air. Yang tidak kalah penting adalah pertemuan Soekarno dengan Kang Marhaen, seorang petani di selatan Bandung. Pada suatu ketika, Soekarno yang pada masa itu berusia Peter Kasenda, Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010), hlm. 18. 28

23 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


20 tahun sedang bersepeda ke bagian selatan Kota Bandung, suatu daerah pertanian yang padat penduduk dan setiap petani memiliki tanah kurang dari satu hektar .29 Marhaen itulah yang kemudian dijadikan oleh Soekarno sebagai representasi dari kaum lemah, sengsara dan tertindas akibat kekejaman kolonialisme dan imperialisme di Indonesia yang melahirkan ajaran Marhaenisme.30 Ketika kuliah di THS Bung Karno aktif di kegiatan-kegiatan politik yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia dan Bung Karno berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926, akibat dari kegiatannya itu sejak muda Bung Karno telah akrab dengan penjara, tentu penangkapan-penangkapan itu atas perintah pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club yang merupakan kelompok diskusi kebangsaan di Bandung yang menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia. Pandangan Soekarno muda ini sangat menonjol, citacitanya yang besar untuk Indonesia Merdeka adalah Obor yang menyala-nyala dalam sanubarinya dalam memaknai nasionalisme. Bahkan Bung Karno sendiri pernah manyatakan bahwa nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi “perkakasnya Tuhan”, dan membuat kita menjadi “hidup di dalam Pandangan Bung Karno tentang Pancasila dan Pendidikan roh”. Nasionalis sejati adalah nasionalis yang nasionalismenya itu bukan semata-mata tiruan dari

29

Ibid, hlm. 49.

30

http://webbuy.pbworks.com/f/Soekarno-Marhaen-Dan-PNI.pdf - Peter Kasenda, “Soekarno, Marhaen dan PNI” , Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013, pukul 16.35 WIB

24 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


nasionalisme barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan.31 Setelah lulus pada 1926 dari bangku kuliah Ir. Soekarno mendirikan PNI bersama teman-temanya pada 4 Juli 1927, slogan PNI hanya satu, yaitu Indonesia Merdeka. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam persidangan di pengadilan besar Bandung ketika Soekarno diberi kesempatan untuk mengadakan pembelaan, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan, lewat penampilan yang lebih banyak ditujukan kepada reporter-reporter surat kabar yang hadir daripada kepada pengadilan itu sendiri, ia melancarkan kritik penuh gaya terhadap masyarakat Indonesia kaum nasionalis dalam pleidoi yang berjudul “Indonesia Menggugat ”, yang dianggap sebagai dokumen yang amat bersejarah itu. Sebab susunan pergaulan hidup Indonesia sekarang adalah pergaulan mereka Kromo, pergaulan hidup Marhaen, pergaulan hidup yang sebagian besar sekali adalah terdiri dari kaum tani kecil, kaum buruh kecil, kaum pedagang kecil, kaum pelayar kecil, pendek kata: ….kaum kromo dan kaum marhaen yang apa-apanya semua kecil!”32

Soekarno menyebut-nyebut golongan terbesar dalam masyarakat Indonesia. “Indonesia Menggugat”, merupakan pledoi yang dibacakan oleh Bung Karno pada persidangan di Landraad, Bandung pada tahun 1930. Bung Karno, bersama tiga rekannya: Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata yang tergabung dalam 31 32

Sukarno,Dibawah Bendera Revolusi, Jilid Pertama,(Jakarta: Panitya,1964), hlm. 5. http://webbuy.pbworks.com/f/Soekarno-Marhaen-Dan-PNI.pdf - Peter Kasenda, op.cit.

25 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Partai Nasional Indonesia (PNI) dituduh hendak menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda. Dari balik jeruji penjara Bung Karno menyusun dan menulis sendiri pledoinya tersebut. Isinya mengupas keadaan politik internasional dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah. Pidato pembelaan ini kemudian menjelma menjadi suatu dokumen politik menentang kolonialisme dan imperialisme. Selain dokumen politik tentunya dokumen tersebut merupakan sumber kajian hukum yang tidak kalah pentingnya. Sebagai sebuah pledoi, “Indonesia Menggugat”, berisi pandangan Bung Karno terhadap hukum kolonial pada masa itu. Gambar 1: Bung Karno Ketika Berpidato

Sumber : http:// biografi-presidensoekarno.html Dalam “Indonesia Menggugat”, Soekarno secara tajam membedakan konsep Marhaen itu dengan konsep Proletar, maka menurut pandangan Soekarno struktur masyarakat Indonesia belum industrialis seperti di negera Barat. Perbedaannya adalah massa Marhaen bukan terdiri dari satu golongan saja, tetapi dari berbagai ragam golongan kecil seperti, petani kecil, pengusaha kecil, buruh kecil, nelayan kecil dan

26 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


sebagainya yang semuanya kecil, sama-sama menanggung beban akibat kekejaman imperialisme dan kapitalisme. Semua rakyat kecil itu dinamainya kaum Marhaen.

33

Persidangan tersebut tidak saja menggemparkan kaum pergerakan Indonesia, tetapi juga sampai ke negeri Belanda. Setelah persidangan Soekarno ditahan dan dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931. Kaum oposisi di Belanda mengangkat persoalan peradilan Soekarno sebagai kritik atas kegagalan pemerintah Belanda dalam mengendalikan negara koloninya. 34 Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai

Indonesia

(Partindo) dan sekaligus memimpinnya yang merupakan pecahan dari PNI. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu bersama Istrinya Inggit. Pada tahun pertama,di Bengkulu Bung Karno lebih banyak disibukkan oleh kegiatan yang bersifat sosial

kemasyarakatan. Bung Karno memerlukan sebuah proses

sosialisasi dengan lingkungan barunya untuk memahami kultur masyarakat Bengkulu. Dalam waktu yang relatif singkat Bung Karno mampu menjalin komunikasi

interaksi sosial dengan beberapa tokoh masyarakat kota Bengkulu,

terutama dari kalangan terpelajar, guru, pegawai, pengusaha, termasuk juga tokohtokoh penting Muhammadiyah maupun Taman Siswa. Di mata para tokoh pergerakan Bengkulu, nama Bung Karno sebagai tokoh pejuang pergerakan nasional, memang sudah tidak asing lagi, karena mereka sudah 33

Soekarno, Indonesia Menggugat Pembelaan Bung Karno di muka Hakim Kolonial, (Jakarta: SK Seno, 1956), hlm. 29. 34

Ibid

27 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


sering mendengar, dan membaca tulisan-tulisan Bung Karno lewat media. Bahkan kemudian, pada suatu hari, Bung Karno dikunjungi oleh Hassan Din, Ketua Muhammadiyah setempat untuk menjadi guru sekolah Muhammadiyah.35 Kunjungan Hassan Din bersama istri dan anaknya Fatima (Fatmawati), serta adik Hassan Din ke rumah Bung Karno dikisahkan oleh Fatmawati dalam buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno.36 Sejak bergabung dengan para tokoh perkumpulan seperti Muhammadiyah dan Taman Siswa setempat, Bung Karno semakin banyak memiliki pergaulan

dan

sering terjun ke lapangan keliling kota Bengkulu. Bung Karno semakin aktif dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Dalam waktu yang relatif singkat, pengaruh Bung Karno di Bengkulu semakin besar, meski aktivitas Bung Karno Karno sepak terjang gerak-gerik Bung Karno terus menerus diawasi oleh pemerintah Belanda melalui Politieke Inlichtingen Dienst (PID)37. Di Bengkulu, Bung Karno juga mempunyai banyak kawan dari kalangan orang Tionghoa, termasuk orang-orang Tionghoa yang bergerak dalam usaha perdagangan. Beberapa orang Tionghoa yang sering bergaul dan menjadi sahabat Bung Karno antara lain: Oey Tjeng Hien alias H.A. Abdoel Karim, Lie Tjoen Liem, Liem Bwe Seng, serta Tjan pemilik percetakan. Rupanya Oey Tjeng Hien adalah

35

Cindy Adams (2000), op. cit. hlm. 188.

36

Fatmawati, Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno, (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm. 32. 37

Politieke Inlichtingen Dienst (PID), merupakan Polisi Intelejen Belanda yang bertugas untuk memata-matai kaum pergerakan Indonesia pada masa Kolonial Belanda.

28 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


kawan lamanya Bung Karno ketika sama-sama dengan duduk dalam Persyarikatan Islam (Persis) di Bandung. Hien yang semula membuka usahanya di daerah Bintuhan (Bengkulu Selatan), lalu ditarik oleh Bung Karno untuk pindah ke kota Bengkulu. Hien akhirnya menuruti Bung Karno dan kemudian membuka usaha meubelnya di Suka Merindu bersama dengan Bung Karno sebagai arsiteknya. Di tempat itulah terpampang tulisan : Peroesahaan Meubel Soeka Merindoe dibawah pimpinan Ir. Soekarno.38 Bung Karno juga tertarik pada dunia Seni yang berkembang di Bengkulu. Gambar 2: Bung Karno dan Inggit di tengah para pemain sandiwaranya Monte Carlo di Bengkulu

Sumber: Makalah Agus Setiyanto : Panggung Sandiwara Bung Karno Semasa Pengasingan di Bengkulu Sehingga selama di Bengkulu, Bung Karno yang

memiliki ketertarikan

dengan seni pertunjukan merasa perlu mendekati para anak muda yang tergabung dalam kelompok musik orkestra Monte Carlo yang akhirnya menjadikan Bung Karno 38

Lambert Giebels, Soekarno Biografi 1901-1950, (Jakarta: Gramedia Widasarana Indonesia, 2001), hlm. 219.

29 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


sebagai pemimpinnya. Bung Karno ingin memberikan pelajaran dan gemblengan serta semangat kepada para pemuda untuk menumbuhkan serta membangkitkan kecintaannya kepada tanah air, semangat patriotik, sebagaimana semangat dan kobaran jiwa nasionalisme Bung Karno yang tak pernah padam.39

B. Bung Karno dan Kemerdekaan Indonesia Pemerintah Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasiorganisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hookokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. 40 Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Bung Karno juga aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan 39

Makalah Agus Setiyanto, Panggung Sandiwara Bung Karno Semasa Pengasingan di Bengkulu, (Jakarta: Kongres Sejarah VIII, 2006), hlm. 12. 40

http://soekarno.net-biografi-Ir-Soekarno.pdf-html, Diakses 25 Oktober 2013 pkl.16.27.WIB

30 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Indonesia melalui BPUPKI dan PPKI, diantaranya adalah merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan, merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia. Dalam Pidato Bung Karno mengupas kelima mutiara berharga:

Kebangsaan,

Internasionalisme

atau

Perikemanusiaan,

Demokrasi,

Keadilan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang kemudian dikenal dengan Pancasila.41 Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno adalah satu-satunya tokoh yang menyampaikan pidato sesuai yang diminta oleh ketua sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai tentang dasarnya Indonesia Merdeka, ”Philosofische grondslag” 42daripada Indonesia Merdeka. Bung Karno menjelaskan bahwa hari depan bangsa harus berdasar pada Kebangsaan, karena ”orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya”.43 Bung Karno menegaskan bahwa, ”jangan mengira, bahwa tiap-tiap negara-merdeka adalah satu nationale staat!”44. Kita hanya duakali mengalami nationale staat, yaitu di Zaman Sriwijaya dan di jaman Majapahit. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang pertama: Kebangsaan Indonesia.45 41

hlm. 46-47.

Sukarno, Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006),

42

Philosofische grondslag itulah pundamen, filosofi, pikiran yang- sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat-yang-sedalam- dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. 43

Cindy Adams (2000), log. cit. hlm. 240.

44

Negara Kesatuan yang terdiri dari berbagai Wilayah dan menjadi Visi bagi Bung Karmo untu Kemerdekaan Indonesia. 45

Sukarno, Dibawah Bendera Revolusi, Jilid Pertama, ( Jakarta: Panitya,1964), hlm. 22-23.

31 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatra, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar atau ”nationale staat”. 46

Memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya. Bahayanya ialah mungkin orang

meruncingkan nasionalisme menjadi chauvisme, sehingga berfaham ”Indonesia uber Alles”.47 Inilah bahayanya kata Soekarno. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsabangsa. Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu, mempunya bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa”. 48 Pada bulan Agustus 1945, Bung Karno diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri. Setelah pertemuan itu para pemuda mendengar tentang kekalahan Jepang dan Soekarno dan Mohammad Hatta diculik oleh para pemuda untuk ke Rengasdengklok, Peristiwa tersebut terkenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan. 46

Negara Kesatuan yang terdiri dari berbagai Wilayah dan menjadi Visi bagi Bung Karno untuk Kemerdekaan Indonesia. 47

Sebuah Bahasa ataupun Keinginan yang berarti Indonesia Menguasai Dunia sebagai Efek dari Perang Dunia ke 2 ketika Jerman bercita-cita menguasai Dunia. 48

Ibid, hlm. 23-24.

32 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba Indonesia untuk melucuti tentara Jepang. Hal itu yang membuat Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri untuk Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

C. Bung Karno dan Negara Baru Setelah pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, melantik Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bersama Bung Hatta disampingnya, Bung Karno menghadapi masa-masa awal kemerdekaan yang sulit. Namun keduanya sukses menangkis tantangan serius dari dalam negeri yang mengalami keresahan, bahkan pemberontakan, di berbagai daerah. Hal itu juga ditambah dari luar berupa agresi ataupun ketatnya diplomasi Belanda. Keduanya memang bisa berbuat banyak jika bekerja sama. Bung Hatta memerlukan kehangatan dan kemampuan Soekarno untuk berkomunikasi dengan massa orang Jawa. Bung Karno mengambil keuntungan dari disiplin, integritas, dan keterampilan Hatta di bidang ekonomi. Soekarno dan Hatta tidak sekedar simbolisasi hubungan politis, tetapi juga hubungan kultural yang secara kasar masing-masing mewakili Jawa dan luar Jawa, sinkretisme Jawa dan Islam puritan, dan mistisisme

33 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


dan merkantilisme. Unsur-unsur kebudayaan dalam konteks politik mencakup nilainilai,

keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap emosional

mengenai

cara-cara

menjalankan pemerintahan. Oleh karenanya, kebudayaan dalam konteks politik boleh dianggap sebagai ekspresi untuk menunjukkan lingkungan emosi dan pendirian sebagai tempat sistem politik itu berjalan. Tindakan politik ditentukan oleh berbagai macam faktor seperti tradisi, ingatan sejarah, motif, norma, emosi, dan simbol.49 Demokrasi rakyat dilaksanakan tahun 1955 lewat pemilihan umum dengan jumlah 28 partai meningkat dari 19 partai pada pemilu sebelumnya menjadi pemilihan umum yang demokratis. Di antara empat partai terbesar adalah PNI, Masyumi, NU, dan PKI.50 Dari hasil pemilu ini, maka terbentuklah konstituante yang mulai bersidang tanggal 10 Nopember 1956. Pada persidangan-persidangan selanjutnya, ternyata tidak dapat dicapai kata sepakat untuk menetapkan UUD Negara. Tahun 1959 menandai awal kejatuhan Sukarno – tahun yang secara ironis disebutnya sebagai “Tahun Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Sukarno menyatakan kembali ke Konstitusi tahun 1945. Kemudian tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato dia depan sidang Konstituante dan atas nama pemerintah menganjurkan agar supaya dalam rangka pelaksanaan Demokrasi Terpimpin, konstituante menetapkan saja UUD 1945, menjadi UUD RI yang tetap, akan tetapi usulan pemerintah tersebut ternyata ditolak.51 49

hlm. 4-5. 50

Dennis Kavanagh, Pergeseran-pergeseran Politik dalam Masyarakat, (Bandung, 1983), Moh. Hatta, Demokrasi Kita, ( Jakarta: Pustaka Antara, 1966), hlm. 35.

51

Sartono Kartodirdjo, et. all, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975), hlm. 102.

34 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959, akhirnya mendorong Bung Karno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah timbul: “Keadaan ketatanegaraan yang membahayakan”. Itulah sebabnya demi keselamatan nusa dan bangsa, maka pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 jam 17.00 diumumkan Dekrit Presiden mengenai Pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin secara tegas mempunyai dua unsur, yaitu: unsur „demokrasi‟, dan unsur „terpimpin‟.52 Kedua unsur ini tidak boleh dipisahkan, karena keduanya merupakan unsur yang bergandengan mutlak satu sama lain. “Demokrasi” saja bisa menyeleweng ke liberalisme, dan “Terpimpin” saja bisa menyeleweng ke diktator fasis.53 Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin secara formal berlaku setelah diumumkan Dekrit tanggal 5 Juli 1959. Meskipun Dekrit ini merupakan suatu tindakan darurat, namun kekuatan hukumnya juga bersumber pada dukungan seluruh rakyat Indonesia, terbukti dari persetujuan DPR hasil pemilu 1955 yang secara aklamasi diputuskan pada tanggal 22 Juli 1959. Beberapa tindakan politis yang diputuskan pemerintah, semakin menjadikan Soekarno ini menjadi pemimpin Besar. Setelah dekritnya diumumkan, maka Bung Karno menjadi pusat kekuasaan. Untuk mengubah parlemen, dalam bulan Januari 1960, Bung Karno mengeluarkan Dekrit Presiden No. 7/1959 mengenai “Persyaratan dan penyederhanaan Partai52

Soekarno, 17 Agustus 1961, “Resopin” (Revolusi Sosialisme Indonesia-Pimpinan Nasional), dalam Amanat Tahunan Presiden. 53

Ibid

35 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


partai” yang menetapkan bahwa semua partai-partai harus secara formal menerima baik UUD 1945, Pancasila, dan Manipol / USDEK, harus mempunyai anggota sekurang-kurangnya 150.000 orang di 65 distrik dan tak boleh menerima bantuan luar negeri. Oleh karena itu, secara resmi pula Indonesia menggunakan sistem Demokrasi terpimpin yang di dalamnya juga termasuk pelaksanaan dari sistem Ekonomi Terpimpin itu sendiri. Maka tidak heran bila pada awal Demokrasi Terpimpin ini ternyata mendapat tantangan dari beberapa politisi senior seperti Hatta dan Natsir, yang mengecam Soekarno, karena dengan tindakan Soekarno ini, menjadikan sendi demokrasi yaitu kebebasan partai menjadi hilang.54 Bung Karno, dalam kaitannya dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya, mengatakan, bahwa gotong royong merupakan landasan dasar kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem yang tegas dan jelas untuk merealisasikan kepribadian itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang memberikan suatu pimpinan dan manajemen ke arah tujuan yang satu, yaitu masyarakat yang berkeadilan sosial. Oleh karena itulah, Bung Karno berusaha mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan yang berpecah belah itu ke dalam suatu kesatuan bangsa melalui konsep Demokrasi Terpimpinnya. Bung Karno mengatakan, bahwa liberalisme dan individualisme gaya Barat harus dibuang, karena merupakan sumber dari segala malapetaka yang telah menimpa dalam dasawarsa yang lalu. 55 54

Moh. Hatta, Menuju Negara Hukum, ( Jakarta: Idayu, 1975), hlm. 15. Lihat juga: Deliar Noer, Demokrasi dan Proses Politik,( Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 82. Masa Demokrasi Terpimpin ini sering digambarkan sebagai masa yang “demokrasinya telah hilang” 55

Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi Fungsi ABRI, (Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 257. Tentang malapetaka dalam dasawarsa yang telah lalu itu dikatakan oleh Bung Karno, bahwa Indonesia telah terjebak dengan Demokrasi Liberal gaya Barat .

36 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


BAB III REZIM BARU DAN MAKAM BUNG KARNO

A. Bung Karno Wafat Peristiwa politik, Gestapu/Gestok tahun 1965 melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawaban Presiden. Pidato pertanggung jawaban Sukarno pada 10 Januari 1967, Nawaksara, ditolak MPRS dan DPRGR menyimpulkan ada petunjuk Bung Karno terlibat dalam peristiwa Gestapu/Gestok 1965. Soekarno terjebak situasi dan kondisi pada saat itu yang dilakukannya sendiri seperti menjadi presiden seumur hidup, membubarkan konstituante, mengangkat para wakil perdana menteri dan para menteri, menikah berkali-kali, memenjarakan para pengkritiknya sehingga beliau kurang waspada dengan keadaan sekitarnya. Menurut Onghokham, kekuasaan Bung Karno sudah hilang. Bung Karno pada waktu itu sudah cukup sadar bahwa dia kehilangan kekuasaan dari panggung politik Indonesia.56 Tanggal 22 Pebruari 1967, Bung Karno diberhentikan dari jabatan presiden oleh MPRS dan digantikan oleh Jenderal Soeharto sebagai presiden yang baru. Bung Karno terjerat oleh Tap MPRS No. 33/MPR/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden. Ketetapan itu menuding Presiden Soekarno mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan Gestapu/Gestok 1965 dan melindungi tokoh-tokoh Gestapu/Gestok 1965. Ketetapan itu menjadi sikap MPRS pamungkas untuk

56

Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2012), hlm. 243.

37 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


menjatuhkan Soekarno dari kekuasaan dengan dugaan pengkhianatan. Dampak Tap MPRS No.33/MPR/1967 sangat memukul Bung Karno.57 Ketetapan yang ditandatangani oleh Ketua MPRS A.H. Nasution ini mendudukkan Sukarno sebagai pesakitan politik sejak 22 Februari 1967. Soekarno dilarang melakukan kegiatan politik dan harus menjadi tahanan rumah. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. 58 Selama menjalani hukuman politik, kesehatan Bung Karno terus memburuk. Bung Karno yang dianggap terlibat peristiwa Gestapu/Gestok 1965 mengalami pengasingan di Bogor. Selama menjalani hukuman politik, kesehatan Bung Karno terus memburuk sehingga keadaannya makin menurun yang menyebabkan Bung Karno mengalami sakit-sakitan. Pada Mei 1968, Bung Karno diizinkan sebentar untuk meninggalkan kediamannya di Bogor guna menghadiri pernikahan putrinya, Megawati, di Jakarta. Pada awal 1968 atas seizin Presiden Soeharto, Bung Karno dipindah dari pavilion Istana Bogor ke rumahnya di Batulis, dekat Bogor, atas pertimbangan kondisi kesehatannya. Selanjutnya pada awal 1969, Bung Karno dipindahkan ke Jakarta, ke Wisma Yaso di jalan Gatot Subroto. 59 Pada 15 Juni 1970, Sukarno dibawa ke rumah sakit Gatot Subroto dan meninggal disana pada 21 Juni pukul 7 pagi, hampir seminggu sesudah dirawat. 60Pada Hari Minggu 21 Juni 1970

57

“Kontroversi Soekarno”, Detik, 20 Agustus 2012

58

Ibid

59

Ibid

60

Peter Kasenda, op.cit, hlm. 243.

38 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Sukarno meninggal dunia di RSPAD

Gatot Subroto Jakarta, Setelah menjalani

perawatan yang cukup Intensif sejak tanggal 16 Juni 1970.61

Gambar 1: Bung Karno Terbaring Sakit di Wisma Yaso

Sumber: Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno,(Jakarta: Komunitas Bambu, 2012), hlm. 212. Kematian Sukarno menjadi berita yang menggemparkan dunia. Selama menjadi presiden, sosoknya menjadi perhatian dunia. Tidak heran, begitu berita kematiannya tersiar, 78 negara anggota PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa) secara serentak mengirimkan ucapan-ucapan belasungkawa kepada perwakilan tetap RI di markas besar PBB, New York. Saat bersamaan U Thant juga mengirimkan sepucuk surat pribadi kepada wakil tetap Indonesia di PBB, Roeslan Abdulgani, bertulis ucapan duka, Sukarno akan diingat sebagai Proklamator Kemerdekaan Republik

61

3239.

Hasan Shadily (Red), Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1983), hlm.

39 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Indonesia. Ucapan semula juga dikirim oleh Ketua Dewan Keamanan PBB, Mayor Jenderal Padma Khatrri dan bekas Ketua Majelis Umum PP, Puswak. Berita dukacita juga datang dari Presiden Pakistan, Jenderal Agha Muhammad Yahya Khan, kepada Presiden Soeharto.

62

Dalam berita itu, Khan menuliskan, saya

sangat bersedih hati mendengar wafatnya Sokarno. Sebagian peranan yang telah dimainkannya, baik dalam tingkat nasional maupun internasional, rakyat Pakistan tidak akan melupakan sumbangan Soekarno terhadap pengertian dan persahabatan yang telah ada antara dua negara kita. Semoga Allah menerimanya dalam keadaan damai.Amin. Rakyat Pakistan melalui Paduka Yang Mulia menyampaikan, belangsungkawa sedalam-dalamnya terhadap pemerintah dan rakyat Indonesia dan juga kepada anggota-anggota keluarga yang mendapatkan musibah. Presiden Boumedienne, Aljazair, dalam berita kawat mengatakan, Dengan sedih yang sedalam-dalamnya kami mendengar wafatnya Dr. Haji Achmad Sukarno, yang berarti hilangnya tokoh yang penting yang telah menandai sejarah negaranya melalui perjuangan bagi rakyat Indonesia serta bagi keadilan dan kebebasan dunia. Dalam suasana duka atas nama saya pribadi, sudi kiranya Paduka Yang Mulia menerima rasa duka cita kami yang sedalam-dalamnya dan menyampaikan kepada keluarga yang ditinggalkan almarhum, rasa simpati dan belasungkawa kami yang sedalam-dalamnya. 63

62

“Djenazah Bekas Pres. Soekarno dikebumikan”, Berita Yudha , 23 Juni 1970

63

Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2012), hlm. 244.

40 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Sementara itu pemimpin-pemimpin Malaysia, yang sebelumnya pernah berseteru dengan Sukarno, juga mengucapkan rasa duka yang dalam. Wakil Perdana Menteri, Tun Abdul Razak, yang sedang berada di tempat peristrahatan, Frasers Hill, menyampaikan rasa duka melalui Kantor Berita Reuter. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tun Dr. Ismail juga menyampaikan ucapan, kami semua menyesali wafatnya seorang pemimpin besar, apa pun kesalahannya. Dihari yang sama, Indira Gandhi, Perdana Menteri India, juga mengirim berita duka berisi ucapan, perjuangannya melawan kolonialisme dan imperialisme dan untuk kemerdekaan adalah bagian dari sejarah. Sedangkan Ferdinand Marcos, Presiden Filipina dalam pernyataan resmi mengatakan, Ir Sukarno adalah seorang pemimpin yang akan diperingati sebagai seseorang yang telah mendirikan Republik Indonesia. Bung Karno telah mempersatukan Indonesia di dalam masanya yang sulit. Suatu peristiwa di waktu terakhir tidak mengurangi peranannya itu. Kami berdukacita karena wafatnya seorang pemimpin besar Asia. Tak lupa, Presiden Bundesrat (Majelis Perwakilan Negara-Negara Bagian Jerman) di Bonn, atas nama RFD mengirim berita kawat kepada Presiden Soeharto. Adapun Presiden Vietnam Utara, Ton Duc Tang, dalam kawat belangsukawanya, mengucapkan, Saya sangat terkejut dan berduka cita mendengar wafatnya Bung Karno. Rakyat Vietnam sangat menyayangi Bung Karno, seorang Pemimpin Besar yang sejak semula menyokong perjuangan rakyat.64

64

Ibid, hlm. 243.

41 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Gambar 2 : Presiden Soeharto dan Bu Tien didepan Peti Mati Bung Karno di Wisma Yaso

Sumber: Majalah Tempo, No. 4 Th. VIII, 3 Juni 1978 Bung Karno disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Meskipun sebenarnya beliau ingin dimakamkan di Batutulis, Bogor tetapi tidak diijinkan oleh pemerintah Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Pemakaman di Blitar, pembuatan cungkup, dan bangunan di atas makam Bung Karno semuanya murni inisiatif Presiden Soeharto yang didasarkan pertimbangan politik.65

B. Pemakaman Bung Karno Kematian Bung Karno menjelaskan sikap yang hati-hati dalam diri Presiden Suharto terhadap mantan Presiden Bung Karno. Ia menyelenggarakan pemakaman

65

“Banyak Keinginan Bung Karno Tidak Dipenuhi”, Tempo, 7 November , 1979.

42 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


kenegaraan bagi Bung Karno, namun menolak untuk meluluskan permintaan mantan presiden itu, serta pihak keluarganya, agar membiarkannya dimakamkan di bawah pohon yang rimbun, dikelilingi oleh pemandangan indah, di tepi sungai dengan udara segar. Dalam otobiografinya yang ditulis oleh Cindy Adams, Bung Karno ingin dimakamkan di Jawa Barat, sekitar daerah Priangan, tempat pertama kali ia bertemu dengan petani Marhaen. Kemudian ketika Bung Karno meninggal keluarga sepakat untuk mengakomodasi wasiat Bung Karno, yaitu menentukan tempat pemakamannya dihalaman rumah miliknya yang teduh di bawah pepohonan nan besar – Hing Puri Bimasakti Batutulis, Bogor.66 Daerah yang diinginkan Bung Karno itu terletak dekat Ibu Kota, dan dimasa mendatang mungkin akan sangat mudah mengundang pengunjung yang bersimpati, bahkan mungkin berkembang menjadi monumen perlawanan terhadap Orde baru. Oleh karena itu, Suharto tidak menghiraukan permohonan dari Kerabat Bung Karno dan memerintahkan agar jasad mantan presiden itu dikuburkan saja di kota kecil di Jawa Timur, Blitar, dekat dengan makam ibunya. Puluhan ribu orang Jakarta mengucapkan selamat berpisah kepada Bung Karno ketika jenazah diangkut dari Wisma Yaso ke lapangan udara militer Halim Perdanakusuma.

66

Arifin Suryo Nugroho, Fatmawati: The First Lady, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 217.

43 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Gambar 3: Jenazah Bung Karno Diberangkatkan dari Wisma Yaso, Jakarta.

Sumber : Peter Kasenda, Hari-Hari Terakhir Sukarno,(Jakarta: Komunitas Bambu, 2012), hlm. 248. Bung Karno masih mengalami perjalanan kemenangan terakhirnya melalui Jawa Timur, walau secara anumerta. Berjuta-juta orang berdiri di pinggir jalan sepanjang kira-kira 40 kilometer yang ditempuh arak-arakan duka dari Malang menuju Blitar. Tidak ada celah yang tidak dimanfaatkan, sampai-sampai pepohonan peneduh di kiri-kanan jalan antara Malang-Blitar dipenuhi manusia tua-muda. Tepi jalan praktis tidak kelihatan, tertutup lautan manusia yang menyemut. Lalu lintas arah Malang-Blitar secara darurat berubah menjadi satu arah. 67 Kendaraan dari Blitar kearah Malang macet total. Orang-orang yang sempat menunggu di lapangan terbang Juanda kecewa karena menyangka Hercules mendarat 67

“Djenazah Bekas Pres. Soekarno dikebumikan”, Berita Yudha, 23 Juni 1970.

44 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


disana. Kekecewaan juga menyebar ke Gunung Kidul. Masyarakat setempat menyangka jenazah dibawa dengan mobil dari Jakarta dan iringan kendaraan Jenazah diharapkan melintasi Yogyakarta. Dua hari berturut-turut cinta rakyat terhadap idolanya yang mengendap dalam hati sejak Sukarno dilengserkan tersalurkan tanpa hambatan. 68 Masyarakat yang berdiri di sepanjang jalan meneteskan air mata yang merupakan ungkapan kesedihan atas meninggalnya Bung Karno. Mereka seolahoalah tidak rela melihat tahun-tahun terakhir Sukarno yang dijalani dalam penderitaan dan amat jauh dari kepantasan. Begitu ada kepastian Sukarno dimakamkan di Blitar serentak kota Blitar penuh orang-orang dari luar kota sejak Minggu siang. Di Blitar sendiri, berita wafatnya Sukarno diterima dengan rasa dan dukacita yang tak tergambarkan. Mereka ke Blitar ada yang berjejalan di bak truk, naik kendaraan roda dua, roda empat, malahan ada yang berjalan kaki. Mereka berasal dari segenap pelosok. 69 Tampak pula pecinta Sukarno dari luar jawa. Mereka naik pesawat hingga Surabaya, lalu melanjutkan perjalanan dengan kendaraan apa saja yang bisa membawanya ke Blitar. Perjalanan jenasah Bung Karno di Blitar yang menempuh waktu yang begitu panjang tidak menyurutkan masyarakat untuk tetap menantikan kedatangnya di tempat peristrahan terakhirnya. Setibanya di Blitar Jenazah Bung karno dimakamkan dengan Upacara Kenegaraan yang begitu hikmat. Bangsa

68

“Tjerita dari Blitar ”, El Bahar , 4 Agustus 1970.

69

Ibid

45 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya. Bung Karno adalah pemimpin yang besar.70 Pemakaman Bung Karno pada tahun 1970, ketika Pemerintah memutuskan memakamkan Presiden Pertama RI Ir. Soekarno di Kota Blitar dengan alasan Ir. Soekarno dekat dengan Ibundanya merupakan bentuk penghilangan pengaruh Bung Karno yang memiliki pengikut dan pengagum pada masa rezim Orde Baru namun memiliki ketakutan terhadap upaya pembersihan yang dilakukan oleh Presiden Soeharto, dilain pihak sebagai upaya pemerintahan Soeharto untuk membangun citra positif yang ditujukan kepada dunia international.71 Hal ini didasarkan pada pengaruh dan kebijakan Soekarno yang sangat besar terhadap kemerdekaan bangsa-bangsa lain, Pemakaman Bung Karno diperkuat dengan Keputusan Presiden RI Nomor : 44 Tahun 1970 yang menetapkan tempat makam Jenazah Almarhum Dr. Ir. Soekarno di Blitar.72 Menurut Antonio Gramsci upaya memperebutkan penerimaan publik dilakukan melalui kekuatan atau kecerdasan simbolik, yang merupakan kemampuan dalam menggunakan kekuatan bahasa, tanda dan simbol. Sehingga kekuatan tersebut mampu menarik perhatian, simpati dan apresiasi publik.73 Artinya kemampuan simbolik sangat diperlukan oleh rezim Orde Baru dalam rangka menghadapi “perang 70

“Menilai Bung Karno, Setelah Blitar”, Tempo, 30 Juni 1979.

71

Katharine E. McGregor, Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer, (Yogyakarta: Syarikat, 2008), hlm. 11. 72

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 44 Tahun 1970

73

Arief Adityawan S, Propaganda Pemimpin Politik Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2008), hlm. 23.

46 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


simbol” dari berbagai pihak yang ingin menentangnya, pemerintah Orde Baru berusaha memakamkan Soekarno dengan baik namun disisi langit memperkuat pengaruh militer dengan membuat simbol-simbol baru yang salah satunya diwujudkan dengan membangunan monumen militer untuk melawan simbol yang sudah diciptakan pada masa Orde Lama seperti monumen-monumen yang dibangun pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Symbol-simbol yang dibangun menimbulkan suatu hubungan kepentingan antara penguasa kepada rakyat yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik. C. Pemugaran Makam Bung Karno Suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa pahlawannya. Kalimat itu merupakan kata-kata yang diucapkan oleh Ir. Soekarno semasa hidupnya, untuk selalu mengingat jasa pahlawan yang mengorbankan nyawanya untuk bangsa Indonesia. Berbicara dan berkata-kata tentang Pahlawan maka sosok Bung Karno dapat dikatakan sebagai Pahlawan dan Proklamator Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Kematiannya menjadi suatu hal yang teramat mengharukan bagi perjalanan bangsa ini setelah memperoleh kemerdekaan sehingga penghormatan dan pemakaman yang layak menjadi hal penting bagi Bung Karno. Delapan tahun setelah presiden pertama itu wafat makamnya kembali diusik pemerintah.

74

74


47 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Dalam hal ini pemerintah pusat memandang bahwa Bung Karno merupakan seorang yang patut digunakan sebagai bentuk penguatan akan nilai-nilai pancasila dikarenakan pemikirannya tentang konsep Pancasila sebagai cerminan bahwa pemerintah sangat peduli terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dikarenakan dengan ini maka masyarakat yang dianggap kiri dan kritis dapat tunduk dan patut terhadap pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pemerintah berencana memugar Makam Bung Karno namun bukan dilakukan untuk merusak makam melainkan membangun makam. Rencana pemugaran ini dilakukan tanpa pertimbangan yang disampaikan kepada keluarga Sukarno. Pemerintah tak mempertimbangkan persetujuan dari pihak keluarga. 75 Gambar 4: Kondisi Makam Bung Karno Sebelum Dipugar.

Sumber : Penjebar Semangat, Juni 1978, hlm. 5. Pemugaran pun segera dilakukan pada awal 1978. Biaya pemugaran saat itu mencapai 540 Juta rupiah dari anggaran Presiden yang dikelola oleh Sekretariat 75

Ibid

48 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Negara, nilai yang sangat besar pada masa itu.

76

Konsep desain makamnya

memadukan antara arsitektur Hindu Majapahit, Islam, dan Kejawen. Ada pohon nagasari yang sangat langka dan purba yang ditanam di makam Bung Karno. Pohon nagasari adalah pohon yang ditanam di makam-makam raja zaman dahulu. Seluruh kompleks makam merupakan paduan dari seni bangunan bermotif Jawa, Bali dan Islam.

77

Sementara dari pihak keluarga, khususnya Fatmawati dan anak-anaknya,

menolak rencana rencana pemerintah itu karena tidak sesuai dengan keinginan Sukarno semasa masih hidup.78 Keberatan dari pihak keluarga tak dapat mempengaruhi rencana pemerintah untuk tetap memugar makam Bung Karno. Rencananya, pemugaran ini akan dimulai 21 Juni 1978 tepat pada wafat Bung Karno. Pangdam VIII Brawijaya, Gubernur Jawa Timur dan Bupati Blitar telah ditunjuk sebagai pelaksana pemugaran makam Bung Karno. PT Gurnama sebagai perencana kompleks makam dan pembangunannya oleh PT Bangun Cipta Sarana. 79Hanya akan ada 3 kompleks pemakaman di Makam Bung Karno. Pemugaran Makam Bung Karno juga memberikan pengaruh pada makam ayahandanya R. Soekemi yang dipindahkan dari Pemakaman Karet Jakarta untuk ditempatkan di Blitar dikarenakan menyatukan dengan Istrinya Ida Ayu dan Putranya Bung Karno yang menjadi satu komplek Makam Bung Karno.80

76

“Disini Proklamator Dimakamkan”, Tempo, 30 Juni 1979.

77

Ibid

78

Arifin Suryo Nugroho, Fatmawati Sukarno The First Lady, (Yogyakarta: Ombak, 2010),

hlm. 217. 79

“Blitar Jadi Kota Bung Karno”, Simponi, 1 Juli 1970

49 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Gambar 5: Peletakan Batu Pertama Pembangunan Makam Bung Karno

Sumber : Penjebar Semangat, Juni 1978, hlm. 5. Makam ini Renovasi dan diresmikan pada masa rezim Orde Baru pada tanggal 21 Juni 1979, Pemerintahan Orde Baru dikenal sebagai rezim yang otoriter karena pengendaliannya yang ketat terhadap segala hal yang bernuansa Bung Karno dikarenakan dianggap terlibat dengan peristiwa Gestapu/Gestok 1965 sehingga membatasi media dan cenderung menggunakan militer untuk menangani apa yang disebut “ancaman terhadap keamanan nasional” atau perlawanan terhadap rezim yang baru berkuasa dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Makam Bung Karno ini terletak di desa Bendogerit, kecamatan Kota Blitar, Jawa Timur. Tanah Makam 80


50 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


seluas kurang lebih 2970

, semula milik Yayasan Mardi Waluyo yang kemudian di

serahkan kepada Negara untuk dijadikan Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo. 81 Gambar 6: Denah Jalan ke Makam Bung Karno Blitar 1978

Sumber: Penjebar Semangat, Juni, 1978, hlm. 5. Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo ini terletak di Pusat Kota Blitar, dan disebelah Selatan dari Candi Penataran. Berikut ini adalah Gambaran tentang Makam Bung Karno yang terdiri dari tiga Bangunan pokok : I.

Bangunan Utama

Memasuki makam ini mulai dari sebuah gapura yang menghadap ke selatan. Mengamati seluruh kompleks makam dari pintu gapura kearah makam akan tampak tiga tingkatan lantai, ialah: tingkat lantai pertama, merupakan pelataran

81

Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 11.

51 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


atau plaza, tingkat lantai kedua adalah teras yang mengelilingi cungkup, dan tingkat lantai yang ketiga adalah lantai Cungkup itu sendiri. Tiga tingkatan ini melambangkan tiga tingkatan dari kehidupan manusia, yang bermula dari alam purwo ialah sewaktu manusia masih dalam kandungan, kemudian memasuki alam madyo tatkala manusia lahir dan mengalami hidup di dunia, dan berakhir dengan alam wasono sewaktu manusia sudah meninggalkam dunia yang fana ini. Selama dalam kandungan, orang tua sudah berdoa agar kelak lahir anak yang baik. Selama hidupnya, manusia berusaha agar berbuat kebaikan di dunia, dengan harapan agar memperoleh kebahagian dalam hidup di alam yang nanti. Di atas lantai ketiga berdiri bangunan utama yang disebut ; Cungkup Makam Bung Karno. Cungkup makam diberi nama Astono Mulyo berasal dari bahasa Jawa yang artinya bangunan untuk tempat istrahat orang yang telah tiada. 82

Gambar 7: Cungkup Makam Bung Karno dilihat dari Depan

82

“Makam Bung Karno dan Makna Bangunannya”, Simponi, 4 Juli 1982.

52 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Sumber : Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 14. Cungkup Makam Bung Karno berbentuk bangunan Joglo, yakni bentuk seni bangunan Jawa yang sudah terkenal sejak dahulu. Joglo juga berarti agung. Karena itulah maka ruang dibawah atap joglo disebut Pendopo (bangsal) Agung, yang biasa dipakai sebagai tempat untuk musyawarah, untuk upacara perkawinan, untuk menerima tamu terhormat dan sebagainya. Dengan demikian Pendopo Agung bersifat resmi. Atap Cungkup dibuat dari tembaga berbentuk sirip ikan bersusun tiga meruncing ke atas menuju puncak titik mustoko (kepala). Tiga susunan atap ini melambangkan kepercayaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, ialah kepercayaan bahwa manusia ini tidak lain adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dan karena itu sejak semula haruslah:

53 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


1. Selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan manusia di dunia, lengkap dengan alam semesta. Karenanya manusia harus selalu sadar bahwa lingkup kehidupannya ada di bawah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. 2. Selalu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa; percaya bahwa Tuhan adalah pusat atau sumber dari segala-segalanya. 3. Selalu patuh melaksanakan segala suruhan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.83 Sejak dalam kandunga alam purwo manusia telah dibekali dengan ketiga hal tadi, sehingga selama hidup di dunia (alam madyo) manusia wajib melaksanakannya sebaik-baiknya, agar di alam baka (alam wasono) nanti dapat menikmati kebahagiaan. Cungkup makam didukung oleh empat soko guru yang membentuk bujur sangkar berukuran 11 x 11 m. Gambar 8: Soko Guru

Sumber: Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 18. 83

Ibid

54 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Dipilih angka 11 karena angka itu memiliki arti tertentu berdasarkan kebiasaan nenek moyang kita dahulu yang sangat praktis dan sederhana. Jika nenek moyang kita di Jawa dahulu menghitung sesuatu yang banyak jumlahnya, maka setiap kali mencapai 10 buah, disisihkan 1 buah, yang disebut dalam bahasa Jawa peling, yang artinya: yang disisihkan itu mempunyai fungsi untuk eling (mengingatingat) berapa jumlah hitungan yang telah dilakukan itu. Dengan demikian perlambang yang terkandung pada angka 11 adalah sebagai ajakan untuk selalu ingat: ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa, ingat akan fungsi dan tujuan hidup kita di dunia ini, yang tidak lain adalah untuk mengejar kebahagiaan lahir dan batin, kebahagian di dunia dan di alam nanti. 84 Dengan lambang-lambang yang demikian diharapkan agar para peziarah disampaikan menyampaikan hormatnya yang setinggi-tingginya serta mendoakan arwah almarhum agar diberi tempat yang baik disisi Tuhan Yang Maha Esa, juga agar yang bersangkutan selalu mawas diri dan ingat kepada-Nya.. Astono berasal dari bahasa Jawa yang berarti tempat yang terhormat bagi peristiraharatan orang yang sudah wafat. Dan perkataan Mulyo diambilkan dari nama asal tempat makam ini, ialah tanah pemakaman umum Karang Mulyo dan sekaligus sebagai rasa terima kasih kepada Yayasan Mardi Mulyo yang telah menyumbangkan tanah itu kepada Negara. Kompleks makam Bung Karno yang disebut Astono terletak di desa Bendogerit.85

84

19.

Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I.,Bung Karno, (1979), op cit, hlm.

85

“Disini Proklamator Dimakamkan”, Tempo, 30 Juni 1979.

55 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Di halaman sebelah utara Cungkup ditanam pohon beringin putih yang rindang untuk mengabadikan keinginan almarhum Aku ingin beristrahat dibawah pohon yang rindang. Almarhum juga berkata Aku ingin beristrahat di antara bukit yang berombak-ombak dan dalam ketenangan. Maka, untuk memenuhi keinginan inilah Makam Bung Karno tidak dikijing seperti kebiasaannya, melainkan dibuat hampir rata dan diatasnya diletakkan sebuah batu pualam hitam bertuliskan: Di sini dimakamkan Bung Karno Proklamator Kemerdekaan Dan Presiden Pertama Republik Indonesia Lahir : 6 Juni 1901 Wafat : 21 Juni 1970.86 Gambar 9: Batu Pualam Hitam Nisan Makam Bung Karno

Sumber : Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 14.

86

“Gandrunge Bung Karno”, Penjebar Semangat, 21 Juni 1980, hlm. 9.

56 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


II.

Bangunan Pendukung

Bangunan

pendukung

dimaksudkan

untuk

mendukung

keagungan

dan

kewibawaan makam, yang terdiri dari: 1. Gapura Agung Diantara bangunan pelengkap dan bangunan pendukung terdapat sebuah gapura besar dan megah menghadap ke selatan, dibuat mirip Gapura Waringin Lawang di Mojokerto yang diperkirakan peninggalan Maha Patih Gajah Mada yang dikagumi oleh Bung Karno. Gambar 10: Gapura Agung Makam Bung Karno

Sumber : Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 22. Ukuran Gapura Adalah lebar 7 m, panjang 9 m dan tinggi 11 m. Pondasinya digali sedalam 8 m agar mampu memikul bangunan yang besar ini. Badan Gapura dibuat dari beton bertulang, berlapis batu pualam berasal dari daerah Panggul, Trenggalek, Jawa Timur. Bagian-bagian tertentu diukir, dan di tengah-tengah Gapura terpasang dua daun pintu dari perunggu cor berukir, lebar 2,5 m dan tinggi 5 m.

57 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


2. Masjid Masjid ini disediakan bagi para peziarah, disamping juga terbuka bagi peziarah, disamping juga terbuka bagi para Jemaah disekitar Makam Bung Karno. Luas Bangunan 9.00 x 9.00 m dan ruang Mihrab 2.00 x 2.00 m. dinding terawang ruang Mihrab terbuat dari tembaga berwarna coklat tua.

Gambar 11: Masjid Makam Bung Karno

Sumber : Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 14. Masjid dilengkapi dengan tempat wudhu untuk pria dan wanita seluas 6,5 x 5,5 m. Walaupun bangunan masjid ini tidak besar, namun arsiteknya cukup indah dan serasi. Bahan-bahan bangunan diambil dari produksi dalam negeri seperti: genteng buatan Cirebon berlapis mengkilat (glazuur) buatan Tangerang, bahan-bahan kayu jati kelas I dari Bojonegoro, hiasan puncak masjid dari bahan perunggu cor berukir buatan Yogja, lantai dan dinding dari batu pualam Besole, Tulung Agung, Jawa

58 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Timur. Untuk menghormati Ayahanda Bung Karno masjid ini dinamakan Masjid R. Soekeni Sosrodiharjo. Hal ini dikarenakan pemahaman Raden Soekeni yang sangat baik dalam Islam dan keaktifannya. 3. Bangsal Berhadapan lurus dengan masjid dibangun sebuah bangsal tunggu (paseban), yang dilengkapi dengan sebuah ruang saji (pantry). Gambar 12: Bangsal Makam Bung Karno

Sumber : Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 22. Di bangsal tunggu ini disediakan fasilitas untuk para peziarah agar sebelum berziarah ke Makam Bung Karno mereka membersihkan diri, jasmani dan rohani. Di tempat ini para peziarah diharapkan menunggu giliran untuk secara bergantian berziarah supaya teratur dan tertib.Seperti halnya masjid, bangunan bangsal ini tidak begitu luas, yaitu 15.00 m x 6.00 m. Karena itu di bangsal ini tidak dipasang kursi. Para peziarah diharapkan duduk bersila, dengan demikian tempat akan terasa luas.

59 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Diantara bangsal tunggu dan masjid terdapat plaza berlantai batu andesit Muntilan, Jawa Tengah, seluas ± 625

. Plaza ini dihiasi 2 buah pohon beringin lambang

keagungan peristrahatan terakhir Bung Kano, dan disana terpancang tegak sebuah tiang bendera tempat berkibarnya Sang Merah Putih. Untuk Menghormati Ibunda tercinta yang melahirkan pejuang besar bangsa Indonesia, bangsal ini dinamakan Bangsal Ida Aju Njoman Rai. III.

Bangunan Pelengkap

Bangunan Pelengkap dimaksudkan untuk melengkapi fasilitas-fasilitas bagi petugas Makam Bung Karno dalam menjalankan tugas sehari-hari. Bangunan ini terdiri dari : 1. Rumah Pengurus Makam Rumah ini dihuni oleh petugas pengurus makam.Tempat untuk pendaftaran para peziarah ke makam Bung karno satu atap dengan tempat tinggal pengurus makam. Setiap peziarah wajib mematuhi segala tata tertib yang berlaku. Luas Bangunan 17, 75 x 8.00 m. Gambar 13: Rumah Pengurus Makam Bung Karno


60 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


2. Tempat Peristrahatan Umum Di tempat ini disediakan fasilitas umum yang dapat digunakan oleh pengunjung makam Bung Karno ketika duduk dan melepas lelah. Gambar 14: Tempat Peristrahatan Umum Pengunjung

Sumber : Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 27. 3. Di halaman yang luasnya 844

tersedia tempat parkir yang diperindah

dengan tanaman pohon peneduh. Gambar 15: Halaman Area Parkir Makam Bung Karno


61 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Luasnya area tempat parkir memberikan kenyamanan bagi pengunjung Makam Bung Karno yang berasal dari daerah lain dikarenakan letak Blitar jauh. 4. Pertamanan Gambar 16: Taman Makam Bung Karno

Sumber : Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, Makam Bung Karno, (Jakarta: Panitia Pemugaranan Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979), hlm. 27. Pertamanan yang membentang di bagian utara makam diatur sedemikian rupa sehingga merupakan perpaduan yang serasi; terdiri dari susunan batu-batu alam dan tanaman hias serta pohon peneduh di sekeliling pagar untuk menambah kesejukan dan keasrian kompleks Makam Bung Karno. Keselarasan bangunan-bangunan dalam kompleks makam yang dipadu dengan keindahan pertamanan diharapkan akan menjadi pemandangan yang dapat memberikan inspirasi para peziarah.

87

Kemegahan

makam Bung Karno menjadi suatu nilai lebih dikarenakan perjuangan dan pengorbanannya untuk bangsa Indonesia yang menjadi alasan bagi pemerintah Orde

87

. 26.

Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, (1979), op.cit, hlm

62 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Baru untuk membuat suatu hal yang dapat untuk mencitrakan diri bagi masyarakat Indonesia. Jika dianalisis secara keseluruhan bahwa periode pemerintahan Orde Baru merupakan masa awal keterlibatan langsung militer dalam kehidupan sosial politik di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri pada masa ini banyak dibangun monumenmonumen atau bangunan-bangunan yang menunjukkan kebaikan dan tindakan yang membuat Orde Baru dikenang oleh masyarakat. Artinya pembangunan pengingat ataupun makam yang megah adalah salah suatu bentuk usaha manusia

untuk

membuktikan adanya suatu peristiwa bersejarah yang pernah terjadi pada masa lampau. Tujuan dibangunnya makam untuk para pahlawan bangsa adalah untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan dan mengingatkan generasi muda agar mereka selalu mengenang suatu peritiwa bersejarah yang terjadi Indonesia. Hal ini juga digunakan ketika Orde Baru memaknai sebuah pembangunan monumen hanya sebagai alat hegemoni kepada masyarakat untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapainya. Terlepas dari kepentingan penguasa dan segala kesalahan yang telah dilakukan dalam perjalanan Bangsa Indonesia Sosok Soekarno merupakan sosok pejuang yang telah mempersatukan bangsa Indonesia, pemupuk patriotisme dan nasionalisme serta sebagai inspirator bangsa, Bung Karno telah menjadi sebuah sejarah bagi bangsa Indonesia yang patut dikenal dan dikenang namanya. Penting bagi generasi muda dan dewasa untuk mengenal dengan baik sejarah perjuangan Soekarno. Sejarah perjuangan Soekarno adalah suatu hal yang patut dibanggakan dan dihormati, serta dapat menjadi sebuah inspirasi bagi rakyat Indonesia.

63 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Seperti Pembangunan Makam juga memiliki tujuan untuk masyarakat Indonesia seperti yang dikatakan oleh Presiden Soeharto. Pembangunan Makam Bung Karno ini juga merupakan bagian dan pembangunan bangsa kita. Jelasnya : bagian dari pembangunan Jiwa dan Watak bangsa kita, bukan saja untuk menghormati jasa-jasa dan pengabdian pendahulu-pendahulu kita serta pendiripendiri Republik ini, tetapi juga untuk terus-menerus membangkitkan kesadaran sejarah, kesadaran cita-cita kita yang besar.88 D. Peresmian Makam Bung Karno Setelah dilakukan pemugaran, makam akhirnya diresmikan oleh Presiden Soeharto pada hari kamis 21 Juni 1979. Pada puncak peresmian, setelah berjongkok untuk berdoa, presiden bangkit untuk menabur bunga. Ibu Negara, Tien Soeharto sempat bersujud beberapa detik. Presiden Soeharto kemudian membubuhkan tanda tangannya di Tugu Peresmian. Presiden Soeharto mengatakan dalam pidato sambutan atas peresmian Makam Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Presiden Republik Indonesia

yang pertama,

yang telah selesai dipugar.

Ditempat

Peristrahatannya yang terakhir ini berbaring seorang putera Indonesia yang besar. Ia seorang besar karena Bung Karno lah bersama-sama Bung Hatta yang telah mengambil keputusan bersejarah, mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pembangunan Makam Bung karno ini juga merupakan bagian dan pembangunan bangsa kita. Jelasnya: bagian dari pembangunan jiwa dan watak bangsa 88

“Bung Karno, Seorang Putra Indonesia Yang Besar”, Simponi 8Juli 1979

64 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


kita, bukan saja untuk menghormati jasa-jasa dan pengabdian pendahulu-pendahulu kita serta pendiri-pendiri Republik ini, tetapi juga untuk terus menerus membangkitkan kesadaran sejarah, kesadaran perjuangan dan kesadaran cita-cita kita yang besar.89 Gambar 17: Peresmian Makam Bung Karno di Blitar oleh Presiden Soeharto

Sumber : Majalah Tempo, 30 Juni 1979

Peresmian makam Bung Karno yang dilakukan oleh Presiden Soeharto di Blitar pada hari kamis 21 Juni 1979, sejalan dengan sistem kepercayaan dan tradisi yang berkembang dan berlaku pada masyarakat Indonesia sejak lama. Tradisi untuk membuat monumen atau tugu sebagai pemujaan dan penghormatan untuk nenek moyang sejak jaman dahulu telah ada sebelum manusia mengenal tulisan, jaman

89

Ibid

65 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


tersebut sering disebut masa prasejarah. Tradisi pendirian bangunan tugu atau monumen sebagai pengingat akan kebesaran seseorang terdapat pada zaman megalitikum. Pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu berdasarkan pada kepercayaan akan adanya pengaruh yang kuat dari orang-orang yang telah mati terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Makam dikunjungi untuk memohon do‟a restu (pangestu) kepada nenek moyang, terutama bila seseorang menghadapi tugas berat, akan bepergian jauh atau bila ada keinginan yang sangat besar untuk memperoleh sesuatu hal.90 Jasa dari seorang kerabat yang telah mati diabadikan dengan mendirikan sebuah bangunan yang terbuat dari batu besar, sedangkan untuk upacara pemujaan terhadap nenek moyang dilakukan dengan monumen yang terbuat dari batu kecil maupun dari batu besar.91 Pada masa modern pemaknaan monumen semakin bergeser, monumen dibangun sebagai alat hegemoni oleh golongan tertentu atau pemerintahan yang berkuasa pada saat itu. Hal ini juga berlaku dengan makam yang merupakan tempat untuk membaringkan ataupun peristrahatan terakhir bagi seseorang yang memiliki pengaruh dalam kehidupannya. Hal ini berlangsung secara turun-menurun yang menjadi suatu tradisi yang berkembang di dalam masyarakat untuk menghargai orang yang telah meninggal. Makam Bung Karno dengan kemegahannya dapat dikatakan sebagai Monumen yang 90

Koentjaraningrat ,Kebudayaan Jawa,( Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm.364.

91

Marwati Djoened Poesponegoro. Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Vol. I; Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hlm. 205-208.

66 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


dibuat oleh pemerintahan Orde lama, dalam hal ini sebagai pengingat yang menggambarkan kebesaran Pemerintahan Presiden Soeharto dan menjadi salah satu alat untuk memperkuat kepemimpinannya di Indonesia setelah kematian Bung Karno serta disisi lain sebagai penghormatan terhadap seorang Bung Karno sebagai Proklamator Bangsa. Monumen adalah bangunan atau tempat yang mempunyai nilai sejarah yang penting dan karena itu harus dipelihara dan dilindungi oleh Negara. 92 Kematian Bung Karno menjadi salah satu peristiwa besar dikarenakan kematian tokoh besar yang sangat disegani oleh dunia Internasional dan perjuangan yang menjadikan Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan diakui oleh bangsabangsa lain. Menurut tujuannya, monumen dibuat untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan serta mengingatkan generasi muda agar selalu mengenang suatu peritiwa bersejarah. Menurut jenisnya monumen dibagi menjadi dua yaitu monumen mati seperti seperti bangunan tugu, prasasti, candi yang tidak dipakai untuk ibadah, patung-patung pahlawan dan sebagainya sedangkan monumen hidup, yaitu monumen yang sengaja dibuat untuk peringatan tetenger serta memperingati suatu peristiwa atau peninggalan yang masih difungsikan oleh masyarakat untuk aktifitas tertentu. Mereka dapat menafsirkan keadaan dengan perilaku dengan mempergunakan lambang-lambang tersebut. 93 Makam yang dibangun bagi Bung Karno menggambarkan suatu kebesaran yang dilakukan sewaktu masih hidup dengan mencurahkan pemikirannya bagi bangsa 92

Sarkawi B.Husein, Negara Di Tengah Kota: Politik Representasi dan Simbolisme Perkotaan (Surabaya 1930-1960), (Jakarta: LIPI Press, 2010), hlm. 37. 93

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), hlm. 8.

67 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


ini ketika berkali-kali harus diasingkan dan dipenjara oleh pihak kolonial Belanda untuk membuatnya berhenti dalam melakukan perjuangan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang merdeka. Makam Bung Karno difungsikan sebagai sarana dalam pembelajaran dan menanamkan semangat nasionalisme terhadap perjuangan para pahlawan yang telah meninggal. Hal ini selaras dengan cita-cita pemerintahan Soeharto yang menjunjung semangat kepahlawanan dengan pendirian berbagai monumen para pejuang kemerdekaan di berbagai tempat untuk menguatkan semangat cinta tanah air dan nilai pancasila yang digunakan sebagai alat propaganda Orde Baru dalam menjalankan roda pemerintahan. Bung Karno membuktikan bahwa Indonesia yang terdiri tersebar di pulaupulau yang dibatasi oleh perairan dapat bersatu dengan semangat perjuangannya Hal ini yang menjadikan Bung Karno sebagai simbol pemersatu bangsa. Indonesia yang tertidur dan dijajah oleh bangsa asing dapat bangkit dan menjadi suatu bangsa yang Merdeka dan diakui oleh negara-negara di dunia. Hal itu selaras dengan kata-kata Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraan dalam rangka peremian makam Bung Karno di Blitar. Pemugaran Makam Bung Karno dalam bentuknya yang mengesankan ini, dapat juga kita jadikan sebagai sarana pembinaan watak kepribadian rakyat yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam rangka itu maka bentuk atau wujud makam ini sengaja dirancang sedemikian rupa yang memuat lambang-lambang yang mempunyai arti atau nilai yang dalam bagi kehidupan manusia yang berKetuhanan Yang Maha Esa. Maksudnya adalah agar setiap pengunjung atau peziarah

68 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


di makam ini –demikian juga kita semua- disamping berkesempatan untuk menyampaikan hormat serta mendoakan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita masingmasing juga selalu ingat, selalu menyadari bahwa pada saatnya jika Tuhan Yang Maha Esa menghendaki-Nya pasti akan meninggalkan dunia yang fana ini, dan karenanya selama kita masih hidup agar selalu mawas diri dan berbuat amal kebajikan kepada negara dan bangsa, dan kepada sesamanya, agar kita dapat memperoleh kebahagiaan lahir dan batin di dunia maupun di alam nanti. Dalam hubungan itu, maka pemugaran makam Bung Karno ini jelas tidak dapat kita lepaskan dari usaha kita untuk melaksanakan sebaik-baiknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), EKA PRASETIA PANCAKARSA.94

94

“Bung Karno, Seorang Putra Indonesia Yang Besar”, Simponi, 8 Juli 1979.

69 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Bab IV MAKAM BUNG KARNO DAN RAKYAT INDONESIA A. Rakyat Memaknai Makam Bung Karno Makam Bung Karno bagi rakyat Indonesia tidaklah sekedar bangunan fisik, akan tetapi merupakan tempat berbaring seorang tokoh besar yang perjuangannya telah membawa bangsa Indonesia untuk Merdeka dari penjajahan, Makam Bung Karno yang

dibangun di Blitar terletak di Bendogerit, tempat yang digunakan

sebagai Makam Bung Karno. Presiden Soeharto mengatakan dalam pidato sambutan atas peresmian pembangunan Makam Bung Karno. Bangsa Indonesia sungguh berkewajiban untuk memberi penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bung Karno sebagai Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Sebagai tanda penghormatan yang setinggi-tingginya itu dan sebagai tanda terima kasih yang sedalam-dalamnya, maka atas nama pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia saya telah mengambil prakarsa untuk memugar Makam Bung Karno, yang saat ini telah selesai dan akan segera saya resmikan.95

Makam menurut Ensklopedia Indonesia yang berasal dari bahasa Arab, Makama. Makama sendiri berarti tempat perhentian, pertemuan. Makam dapat didefinisikan sebagai liang yang digali ditanah atau gua untuk menguburkan mayat atau jenazah, juga bagian liang yang terlihat dari luar dan berupa bangunan khusus. Makam merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi setiap manusia yang hidup di bumi ini,

95

“Bung Karno, Seorang Putra Indonesia Yang Besar”, Simponi, 8 Juli 1979.

70 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


di makam itulah tubuh manusia disemayamkan dan dikuburkan. Hal ini sehubungan dengan anggapan bahwa makam adalah tempat tinggal (sementara) dari jiwa.96 Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kental dengan kepercayaan terhadap leluhurnya yang mendasarkan hidupnya kepada adat-istiadat yang telah diwariskan oleh leluhurnya sejak berabad-abad lamanya. Dalam sistem kebudayaan agami Jawi atau setaraf dengan sistem budaya yang dianut orang Jawa, dimana suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia dan agama Islam menjadi agama mayoritas yang dianut terdapat berbagai keyakinan konsep, pandangan dan nilai seperti keyakinan adanya Allah, yakin akan adanya nabi-nabi Islam, yakin adanya tokoh-tokoh Islam yang keramat, yakin akan adanya dewa-dewa tertentu yang menguasai bagian-bagian dari alam semesta, memiliki konsep-konsep tertentu tentang hidup dan kehidupan setelah mati, yakin akan adanya makhluk-makhluk halus penjelmaan nenek moyang yang sudah meninggal, yakin akan adanya roh-roh penjaga, yakin akan adanya kekuatan-kekuatan gaib alam semesta ini. 97 Kepercayaan akan adanya kekuatan roh yang mendiami suatu makam termasuk dalam kepercayaan animisme yaitu suatu bentuk religi masyarakat yang berdasarkan pada anggapan bahwa di sekeliling tempat tinggal manusia didiami berbagai roh. Makam dikunjungi untuk memohon do‟a restu (pangestu) kepada nenek moyang, terutama bila seseorang menghadapi tugas berat, akan bepergian jauh atau bila ada 96

Hasan Shadily (Red), Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1983), hlm. 2095. Dikutip oleh Imam Zuhdi Huda, Makam Di Surabaya Masa Kolonial, (Surabaya: Skripsi Sarjana Sejarah Fakultas Sastra, Universitas Airlangga, 2005), hlm. 7. 97

hlm.247.

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1976),

71 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


keinginan yang sangat besar untuk memperoleh sesuatu hal.98 Dengan kata lain berkunjung ke makam sama halnya dengan tirakatan, yaitu sama-sama untuk mencapai sesuatu yang diinginkan (agar keinginannya dapat terkabul). Manusia mengalami ketidakmampuan atau terbatasnya kekuatan manusia tak berdaya sama sekali untuk merebut kebahagiaan. Oleh sebab itu manusia menempuh jalan atau usaha non religius seperti halnya dengan datang ke makam. Ini berarti bahwa manusia tidak hanya menggunakan kekuatannya sendiri tapi dengan bantuan “tenaga lain” yang tidak bisa dilihat oleh pancaindera namun bisa dirasakan bantuannya. Inilah yang disebut agama dalam arti luas.99 Clifford Geertz, memberikan pandangan berbeda tentang kematian. Ia mengkategorikan makna kematian menjadi tiga. Pertama, versi Islam mengenai konsep balas jasa abadi, termasuk hukum dan pahala di akhirat berdasarkan dosa dan amal di dunia. Kedua, konsep sempurna yang memberikan indikasi bahwa kepribadian individu menghilang sesudah ia meninggal dan tak ada lagi yang tinggal kecuali debu. Ketiga, pandangan tentang reinkarnasi, yaitu bahwa ketika seorang individu meninggal, segera sesudah itu jiwanya masuk ke dalam suatu embrio dalam rangka kelahiran kembali. Oleh karena itu makam sangat berarti bagi seseorang yang telah meninggal.100

98

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 364.

99

Hendropuspito O.C, Sosiologi Sistematik, (Jakarta: PT Kanisius, 1989), hlm. 32-33.

100

Iwan Awaluddin Yusuf, Media, Kematian, dan Identitas Budaya Minoritas „Representasi Etnik Tionghoa dalam Iklan Dukacita‟, (Yogyakarta: UII Press,2005), hlm. 60.

72 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Kematian Bung Karno memiliki pengaruh yang begitu besar dalam kehidupan bangsa dan bernegara Indonesia, terlihat ketika peresmian makam Bung karno puluhan ribu manusia dari luar Blitar bergadang menanti pagi saat peresmian yang mendebarkan. Orang-orang hilir mudik bagai tak pernah lelah; yang berkemah bergerombol menghampar tikar terus berkisah mengenai berbagai hal, tentunya tentang kegagahan Bung Karno serta kepahlawanannya dan kebijaksanaan presiden Soeharto memugar makam Bung Karno sebagai Bapak Bangsa.101 Gambar 1 : Rakyat Ketika Peresmian Makam Bung Karno

Sumber : Majalah Tempo, 30 Juni 1979 Makam Bung Karno menjadi menarik bukan hanya karena kemegahan bangunan yang megah namun juga kepercayaan yang berkembang setelah kematian Bung Karno. Pernah ada peristiwa menghebohkan yang meramaikan makam Bung “Sinar Bercahaya Di Langit Blitar”, Simponi, 15 Juli 1979.

101

73 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Karno, yakni soal foto makam Bung Karno yang menampakkan “kepala singa”. Peristiwa ini terjadi hari Rabu, 25 September 1996, saat Keluarga Besar Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Penerus Pelopor Kemerdekaan Bangsa Indonesia nyekar ke makam tersebut. Mereka mengambil foto makam Bung Karno. Setelah foto itu dicetak terjadi heboh karena terlihat gambar kepala singa di batu nisan Bung Karno yang terbuat dari marmer itu. Hal ini tentu saja menggemparkan warga sekitar dan mengundang berbagai penafsiran. Ada yang mengatakan “Bung Karno marah” karena saat itu tak lama setelah terjadinya Peristiwa 27 Juli: penyerbuan berdarah yang didukung pemerintah Soeharto terhadap markas Dewan Pimpinan Pusat PDI yang dikuasal kubu Megawati Soekarnoputri di Jalan Diponegoro, Jakarta. Ada juga yang beranggapan, potret kepala singa itu hanyalah efek fotografi karena pantulan cahaya lampu kilat dari bidang mengkilap yang bisa memunculkan gambar apa saja.102 Suatu lambang merupakan tanda, benda atau gerakan yang secara sosial dianggap mempunyai arti-arti tertentu. Menurut kepercayaan orang Jawa, orang yang sudah meninggal dianggap sebagai roh pelindung, yang dapat memberikan pertolongan dalam setiap kehidupan dan untuk mengabulkan apa saja yang menjadi keinginan mereka. Sehingga banyak masyarakat Jawa yang masih melakukan tradisi ziarah, apa lagi mereka percaya kalau berziarah ke makam orang yang dianggap keramat (orang yang dihormati dalam suatu daerah) harapan dan keinginan mereka dapat terkabul. Kendatipun demikian, mereka tetap menganggap diri mereka orang Islam. Bagi banyak orang Jawa, pengakuan kepercayaan yang dilakukan dalam 102

“Kepala Singa di Makam Bung Karno”, Majalah D&R, 26 Agustus 1998, hlm.22.

74 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


waktu-waktu tertentu itu adalah merupakan satu-satunya tanda luar yang menunjukkan bahwa mereka itu beragama Islam, sedangkan kebanyakan dari upacara peribadatan mereka dan kepercayaan magis mereka adalah bersifat Hindhu-Budha Jawa asli. 103Kehebohan tentang penampakan kepala singa itu sendiri menunjukkan betapa berartinya keberadaan makam Bung Karno bagi masyarakat di Blitar, Bung Karno pada akhirnya memang terlalu besar untuk bisa dikecilkan. B. Ziarah Makam Bung Karno Pada awalnya kematian Bung Karno dianggap dapat menjadi pemicu terhadap kesadaran akan perlawanan dari pengaruh para pengagum Bung Karno yang berkonsolidasi dikarenakan kematiannya setelah menjalani pengasingan dari penguasa tanpa akses tehadap dunia luar dan kondisi penyakit Bung Karno yang tidak mendapat perawatan yang memadai dari para dokter yang merawatnya menjadi suatu perdebatan di kalangan rakyat Indonesia. Hal itu yang membuat ziarah ke makam Bung Karno menjadi suatu hal yang sangat menarik dalam kehidupan berbangsa. Orang berziarah ke makam Bung Karno biasanya untuk menaburkan bunga, Bunga yang biasa digunakan untuk menabur dipusara Makam Bung Karno adalah kembang telon atau bunga tabur bahkan ada juga yang menyebutnya kembang setaman yaitu biasanya terdiri dari tiga macam bunga seperti bunga mawar, bunga melati dan bungan kantil namun kadang-kadang dipakai bunga kenanga sebagai 103

Hildred Geertz, Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia,(Jakarta:Yayasan Ilmu-ilmu Sosial & FIS-UI), hlm.9.

75 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


pelengkapnya, meskipun bunga-bunga tersebut yang dipakai sebagai alat yang permanen dalam berziarah namun tidak ada aturan yang pasti tentang jenis-jenis bunga tertentu yang harus digunakan. Dari ketiga bunga tersebut yaitu bunga mawar, melati dan bunga kantil mempunyai arti dan lambang sendiri-sendiri. Bunga mawar mengandung maksud bahwa yang telah meninggal namanya akan tetap harum (ngambar arum), bunga melati merupakan simbol kesucian, yaitu supaya yang meninggal dosa-dosanya diampuni sampai bersih dan suci sedangkan bunga kantil yaitu ”tansah kumantil marang kang gawe urip” yang artinya agar orang yang telah meninggal bisa dekat dengan Tuhannya dapat dikatakan peziarah mendoakan arwahnya agar mendapat tempat yang baik disisi Tuhan.104 Aktivitas tradisi ziarah itu sendiri adalah kegiatan mengirim kembang ke makam, mendoakan kepada Tuhan, menjadi tradisi religi mapan yang tidak pernah tergoyahkan oleh berbagai faham baru yang berbeda sama sekali.105Ziarah di Makam Bung Karno menjadi suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat Indonesia setelah kematian Bung Karno. Tradisi ziarah adalah salah satu dari banyak tradisi yang berkembang di Jawa. Tradisi menurut Koentjaraningrat disebut juga dengan adat istiadat. Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama dan diwariskan kepada generasi penerusnya, dan di dalam suatu masyarakat kebiasaan tersebut akan menjadi adat tata kelakuan. Adat tata kelakuan “Macam-Macam Ulah Para Peziarah”, Simponi, 8 Juli 1979.

104 105

Susanto Astrid S, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. (Bandung: Bina Cipta. 1983), hlm. 9-10.

76 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam berziarah ke makam, peziarah makam Bung Karno melakukan religi yang telah menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti duduk bersimpuh dan bersujud di pusara makam.106 Menurut Koentjaraningrat tindakan religi adalah suatu emosi keagamaan yang merupakan suatu getaran jiwa yang mampu menggerakkan jiwa manusia. Oleh karena getaran jiwa yang disebut emosi keagamaan tadi juga dapat dirasakan seseorang individu dalam keadaan sendiri, maka suatu aktivitas religius dapat dilakukan seorang diri dalam keadaan dan suasana sunyi. Dalam hal ini ziarah menjadi suatu pandangan hidup bagi manusia untuk mengenang manusia lainnya yang menjadi suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dengan perkataan lain dunia kebudayaan adalah dunia penuh simbol. Manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis. Ungkapan-ungkapan yang simbolis ini merupakan ciri khas manusia.107Pandangan hidup yang selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah mistis dan magis dengan menghormati nenek moyang leluhur serta kekuatan yang tidak tampak oleh panca indera manusia.

“Macam-Macam Ulah Para Peziarah”, Simponi, 8 Juli 1979.

106 107

Budiono Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta : PT. Hanindita, 1991), hlm. 10.

77 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Gambar 2: Ibu Negara, Ibu Tien Soeharto Berziarah di Makam Bung Karno (Sungkem di Pusara BK )

Sumber : Majalah Simponi, Minggu II – 8 Juli 1979 Tradisi ziarah yang dilakukan di Makam Bung Karno merupakan perilaku yang bersifat agama tradisional, yakni bahwa segala makhluk sosial pasti melakukan tingkah laku sehingga terjadi kehidupan bersama, sebagai kunci untuk memahami kehidupan sosial manusia. Adanya suatu tradisi berupa situs yang bersifat religius berkembang di masyarakat karena terdapat kepercayaan yang kuat dalam masyarakat. Dalam arti budaya, kepercayaan itu berfungsi sebagai seperangkat sistem nilai dan gagasan yang merupakan perwujudan hasil upaya manusia dalam menanggapi tantangan lingkungan serta sejarahnya secara aktif, oleh sebab itu manusia berusaha mengembangkan nilai-nilai tersebut melalui proses tertentu baik itu akultural maupun sosialisasi untuk mendapatkan cara yang paling efektif dalam mengatasi hidupnya.

78 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Aktivitas tradisi ziarah dapat dilihat dalam perspektif sosiologi yang menekankan pada aspek kelakuan yaitu sebagai suatu adat atau kebiasaan yang dilakukan secara tetap menurut waktu dan keperluan tertentu, secara sosiologi, tingkah laku diartikan sebagai reaksi yang dapat diamati secara umum atas objek sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut. Tingkah laku merupakan pengungkapan kepribadian yang dimanifestasikan ke dalam tindakan individu yang dapat diamati atau diobservasi secara objektif. Suatu cara bertindak menjadi suatu pola bertindak yang tetap melalui proses pengulangan yang dilakukan oleh banyak orang yang relatif lama, sehingga membentuk kebiasaan. Kebiasaan seseorang dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang tertentu, sehingga tingkah laku atau tindakan masyarakat masing-masing diatur dan itu semuanya membuahkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat biasa dikenal dengan nama adat istiadat.108Adat istiadat adalah suatu tata kelakuan yang kekal dan kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat serta memiliki kekuatan yang mengikat. Tradisi dapat dibagi dalam 4 tindakan : 1. Tingkat nilai budaya, berupa ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat dan biasanya berakar pada emosi dari alam jiwa manusia. Misal: gotong-royong atau sifat kerja sama berdasarkan solidaritas yang besar.

108

Soekanto Soerdjono, Memperkenalkan Sosiologi, ( Jakarta: Rajawali, 1990), hlm. 196.

79 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


2. Sistem norma yang berupa nilai-nilai budaya yang sudah terkait dengan peranan masing-masing anggota masyarakat dalam lingkungannya. 3. Sistem hukum yang berlaku, misal: hukum adat perkawinan dan hukum adat kekayaan. 4. Aturan-aturan khusus yang mengatur kegiatan-kegiatan yang terbatas ruang lingkupnya dalam masyarakat dan bersifat konkrit, misal aturan sopan-santun. 109 Tradisi sebagai salah satu bentuk kebudayaan yang masih lestari dan mempunyai pendukung yang kuat dan merupakan salah satu peninggalan budaya yang bias memberi corak khas kepada budaya bangsa. Kebudayaan bangsa adalah kebudayaan yang timbul dari buah budi rakyat Indonesia seluruhnya dan di dalamnya termasuk kebudayaan lama dan asli. Tradisi dan tindakan orang Jawa selalu berpegangan pada 2 hal yaitu: pertama kepada falsafah hidupnya yang religius dan mistis, sedangkan yang kedua pada etika hidup yang menjunjung tinggi moral dan derajat hidup. Oleh karena itu, orang Jawa memakai simbol-simbol kesatuan, kekuatan dan keluhuran seperti: 1. Yang berhubungan dengan roh leluhur, sesaji, menyediakan bunga dan air putih, membakar kemenyan, ziarah kubur dan selamatan. 2. Yang berhubungan dengan kekuatan nenepi (diam di tempat sepi), memakai keris, tombak dan jimat. 3. Yang berhubungan dengan keluhuran laku utomo (tindakan utama dan terpuji) dalam sila, asta brata, dan panca kreti. 110

109

Heru Satoto Budiono, Simbolisme dan Budaya, (Jakarta: PT. Hanindita,1984), hlm. 93.

80 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Terlepas dari semua itu, bagi orang yang masih hidup makam itu sesungguhnya merupakan suatu tanda untuk memperingati seorang yang telah meninggalkan dunia, disamping itu bahwa akhirnya semua manusia itu akan mengalami “Nasib” yang sama yakni Mati. Dengan demikian maka makam merupakan suatu sarana pengendalian sosial bagi manusia di dalam masyarakat, sehingga perbuatan mereka tidak semaunya dalam bahasa Jawa disebut Adigang, Adigung, dan Adiguna. Adat Istiadat dan tata kelakuan manusia yang masih hidup mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya yang telah meninggal. Adat istiadat adalah suatu tata kelakuan yang kekal dan kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat serta memiliki kekuatan yang mengikat.111 Demikianlah mereka selalu ingat bahwa bagaimanapun kayanya seseorang pada akhirnya ia akan bersatu dengan tanah dan tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Kenyataan-kenyataan tentang membanjirnya massa rakyat yang berkunjung ke makam Bung Karno, kenyataan bergeloranya semangat untuk memasuki gerbang makam, dan kenyataan sejumput kembang dari makam sebagai kenang-kenangan itu bukan saja membuktikan bahwa kecintaan rakyat kepada Bung Karno tidak pernah luntur selama ini tetapi juga membuktikan bahwa sampai saat ini sebenarnya Bung

110

Ibid, hlm. 79-80.

111

Soekanto Soerdjono, (1982), op cit, hlm. 236.

81 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Karno tetap memimpin bangsa Indonesia. Meskipun jasadnya telah menjadi tanah, namun semangatnya tetap menjiwai dan memimpin rakyat Indonesia.112 Gambar 3 : Peziarah di Makam Bung Karno

Sumber : Majalah Simponi, Minggu Ke III - 15 Juli 1979

C. Bulan Bung Karno Sukarno tipikal pemimpin yang kharismatik yang dicintai dan disayangi oleh para pengikutnya. Di banyak rumah, foto-fotonya, Sukarno tidak pernah berhenti menjadi ikon revolusi nasional Indonesia yang paling menonjol seperti Che Guevara bagi Kuba.113Foto Bung Karno kendati dalam kertas yang sudah menguning di balik kaca pigura yang buram, tidak pernah diturunkan dari dinding meski pemerintah berganti. “Macam-Macam Ulah Para Peziarah”, Simponi, 8 Juli 1979

112

113

Setia Budhi Wilardjo,Sukarno: Suatu Tinjauan Perspektif Sejarah dan Organisasi,(Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah, 2012), hlm. 1.

Perilaku

82 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Sejumlah anak muda memakai kaos-kaos bergambar Bung Karno, sedang yang lain mengenakan Peci yang bergambar Bung Karno.114 “Siapa Bilang Saya Orang Blitar, Saya Ini Orang Prambanan, Siapa Bilang Rakyat Indonesia Lapar, Rakyat Indonesia Cukup Makan”. “Siapa Bilang Saya Dari Blitar, Saya Ini Orang Bagelan, Siapa Bilang Rakyat Indonesia Lapar, Rakyat Indonesia Kini Memiliki Padi Marhaen” 115 Pantun yang pernah diucapkan Bung Karno tersebut menunjukan bahwa antara dirinya dengan rakyat Indonesia memiliki kedekatan yang erat. Bagi rakyat Indonesia khususnya Blitar, Makam Bung Karno merupakan lambang perjuangan seorang

tokoh

besar

bangsa

Indonesia

dalam

melawan

penjajahan

dan

memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Sehingga menghargai dan merawat Makam Sang Proklamator merupakan suatu tindakan yang dilakukan dalam mengenang semangat perjuangannya untuk meneruskan semangat perjuangan melalui pemikirannya yang tercurah bagi bangsa Indonesia. Suatu hal yang menarik, kedatangan para pecinta Bung Karno dari segala penjuru Indonesia ke Blitar untuk berziarah ini ternyata sekaligus juga merupakan kesempatan bagi orang-orang tertentu untuk mengadakan reuni. Banyak diantara peziarah yang dalam kesempatan itu bertemu dengan rekan-rekan organisasinya dari “Blitar Jadi Kota Bung Karno”, Simponi, 1 Juli 1979.

114

115

Lihat dalam Suhario Padmodiwiryo, Herman Widodo, Memoar Hario Kecik: autobiografi seorang mahasiswa prajurit, Volume 2, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), hlm. 19. Pantun ini merupakan rangkaian pidato Bung Karno dalam kegiatan pembinaan pemuda Marhaen tahun 1950. Uraian Bung Karno ini merupakan penggalan desk buku Blitar Tempo Doeloe; Titik Awal dan Akhir Bung Karno. Diambil dari Hery Setiabudi Dkk, Ensiklopedia Orang Indonesia, Wong Blitar, (Jakarta: Pusat Studi Bung Karno, 2012), hlm. 602.

83 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


daerah lain, suasananya seperti kalau ada reuni dan Blitar pun seolah-olah berubah menjadi Kota Bung Karno. Di mana-mana tampak orang hilir mudik dengan atribut Bung Karno.116 Selain itu, setiap bulan Juni di Blitar diadakan Bulan Bung Karno dimana diadakan berbagai kegiatan untuk mengenang Bung Karno seperti Peringatan hari Pancasila yang disebut Grebeg Pancasila. Grebeg Pancasila yakni sebuah kegiatan ritual budaya untuk memperingati lahirnya Pancasila, Grebeg Pancasila didahului acara kirab obor, upacara bendera menggunakan atribut tradisi Jawa hingga kenduri Pancasila. Grebeg Pancasila adalah suatu upacara hari lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni yang didesain sebagai peristiwa budaya. Pancasila menjadi falsafah bangsa lahir pada momentum 1 Juni 1945 dalam Pidato Soekarno. Upacara ini berbeda dengan upacara lainnya. Ritus upacara ini berisi 3 (tiga) mata acara pokok yaitu: 1. Upacara Budaya 2. Kirap Gunungan Limo 3. Kenduri Upacara ini selalu diadakan sekali dalam setahun di Blitar. Hal ini ditujukan untuk mengenang pidato Bung Karno tentang Pancasila yang menjadi landasan Negara Indonesia. Upacara ini juga diikuti oleh rakyat Indonesia khususnya Blitar dan sering dihadiri oleh pejabat-pejabat Indonesia. Selama acara, kirab gunungan lima tumpeng yang menarik perhatian selama Grebeg Pancasila. Diberi nama “Blitar Jadi Kota Bung Karno”, Simponi, 1 Juli 1979.

116

84 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


gunungan karena ukurannya tak wajar, yakni masing-masing setinggi tiga meter. Kelima tumpeng itu melambang kelima sila yang ada di Pancasila. Lima tumpeng itu artinya kelima sila yang ada di Pancasila agar pelajar dan masyarakat umum kian paham dengan arti yang terkandung dalam Pancasila itu. 117 Gambar 4: Grebeg Pancasila

Sumber : http://www.eastjava.com/tourism/blitar/ina/grebeg-pancasila.html Kirab keliling kota itu juga diiringi berbagai musik dan kesenian tradisional seperti jaranan sehingga suasana kian hidup. Tiga tempat yang menjadi rute ritual Grebeg Pancasila, yakni Istana Gebang (rumah eks keluarga Bung Karno yang kini dikelola pemerintah), alun-alun kota dan berakhir dengan makam Bung Karno di kawasan Bendogerit, Blitar. Acara berakhir di komplek Makam Bung Karno. 117

Peringatan Hari Pancasila dan Ritual Tumpengan Menjadi Suatu Hal yang Bermakna Bagi Rakyat dalam mengingat Pemikiran Bung Karno tentang Semangat Kebangsaan, Pancasila menjadi Falsafah Hidup Rakyat Indonesia. http://www.eastjava.com/tourism/blitar/ina/grebeg-pancasila.html Diakses pada tanggal 26 Oktober 2013 pukul 16.22 WIB.

85 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Selanjutnya, kelima tumpeng raksasa jadi santapan warga. Akhir prosesi dari Grebeg Pancasila ini disebut dengan Kenduri Pancasila. Dipuncak Kenduri akan diakhiri dengan acara Ngalap Berkah atau membagi-bagikan gunungan kepada masyarakat. Malam Renungan untuk mengenang perjuangan Bung Karno dan Haul Bung Karno yang menjadi puncak acara untuk mendoakan arwah Bung Karno sebagai pemimpin besar bangsa Indonesia. Peringatan Haul Bung Karno menjadi momen berkumpulnya tokoh nasionalis dan agamis pada masa Orde Baru pada momen peringatan meninggalnya Bung Karno seperti Ketua Umum DPP PDI Soerjadi, Ketua Umum PBNU Gus Dur dalam memaknai pemikiran Bung Karno.118 Bung Karno merupakan tokoh yang sangat berperan penting bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam perannya sebagai pejuang kemerdekaan Bung Karno tidak pernah menyerah dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bung Karno sudah berulang kali ditangkap dan diasingkan oleh pihak Belanda tetapi itu tidak menghilangkan semangatnya yang membara untuk memperjuangkan kemerdekaan. Dengan latar belakang sebagai bangsa yang mengalami penderitaan sebagai bangsa yang dijajah, kemudian timbul kesadaran bersama untuk saling bersatu. Bagi Sukarno tentara, buruh, petani, tukang adalah rakyat, yang punya kepentingan satu. Mereka akan bersatu asal saja mereka memiliki kesadaran politik.119 Sosok Bung Karno merupakan sosok pejuang yang telah mempersatukan bangsa Indonesia, pemupuk patriotisme dan nasionalisme serta sebagai inspirator bangsa, “Haul Bung Karno: Kritik Tahunan Dari Blitar”, Tempo, 27 Juni 1992.

118

119

Ongkoham, “Sejarah, Sukarno, Revolusi”, Tempo, 3 Juni 1978.

86 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Bung Karno telah menjadi sebuah sejarah bagi bangsa Indonesia yang patut dikenal dan dikenang namanya. Kegiatan tahunan yang menjadikan Blitar sangat menjunjung nilai-nilai nasionalisme untuk memupuk jiwa kebangsaan dan bernegara. Hal ini dilakukan untuk mengingat Bung Karno dalam perjuangan dalam Kemerdekaan Indonesia dan pemikiran Bung Karno yang mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia. Hingga saat ini makam Bung Karno menjadi salah satu ikon ziarah kebangsaan dan menjadi salah satu tempat bersejarah kebanggaan warga Blitar selain Candi Penataran, Monumen Trisula, Monumen PETA dan Istana Gebang, selain wisata alam lain yang tersebar di Blitar Raya. Makam Bung Karno menjadi simbol perjuangan Proklamator Kemerdekaan Indonesia, walaupun dalam pembangunan makam Bung Karno tersebut terdapat unsur kepentingan politik Orde Baru. Artinya kemampuan simbolik sangat diperlukan oleh rezim Orde Baru dalam rangka menghadapi “perang simbol” dari berbagai pihak yang ingin menentangnya, pemerintah Orde Baru berusaha membuat simbol-simbol baru yang salah satunya diwujudkan dengan membangunan monumen yang memiliki nilai persatuan berideologikan pancasila untuk melawan simbol yang sudah diciptakan pada masa Orde Lama seperti monumen-monumen yang dibangun pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Sebab itu sebagai presiden, Bung Karno memang pernah jatuh, tetapi sebagai pemimpin rakyat, sebagai Bapak Rakyat Indonesia, Bung Karno tidak pernah jatuh.120

120

“Baca Doapun Susah”, Simponi, 8 Juli 1979.

87 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Kegiatan kebangsaan dalam memaknai Pemikiran Bung Karno menjadi suatu landasan bernegara ketika krisis perekonomian di Indonesia terjadi pada tahun 1990an dan munculnya Megawati Soekarno Putri dalam kancah perpolitikan nasional yang membuat simpati terhadapnya dari pengagum Bung Karno begitu besar dan melahirkan istilah Pro Mega, menjadi suatu wadah dalam perpolitikan nasional untuk mendukung Megawati sebagai penerus Bung Karno dikarenakan hegemoni kekuasaan Orde Baru, Haul Bung Karno menjadi tempat bagi pendukung Megawati untuk menggalang dukungan. dan menjadi semangat tentang nilai-nilai Bung Karno tentang Kebangsaan ketika Reformasi 1998. Pada tahun 1998 berakhirlah masa kekuasaan Orde Baru, hal ini disebabkan karena Orde Baru bersikap otoriter dengan dukungan militer yang menyebabkan timbulnya tindakan represif dan opresif kepada masyarakat, yang mengakibatkan rakyat tertekan. Hal ini menyebabkan segala yang dicapai Orde Baru bersifat semu, baik dibidang sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Kemudian secara perlahan muncul kritik dan penentangan terhadap pemerintah dan sistem yang dijalankan oleh Orde Baru sehingga rezim tersebut tidak lagi didukung oleh rakyat, rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto kehilangan legitimasinya dan pada akhirnya tumbang.121

121

Abdoel Fattah, Demeliterisasi Tentara, (Yogyakarta: LKIS, 2005), hlm. 194.

88 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


BAB V KESIMPULAN

Makam adalah sebuah bangunan yang dibuat untuk mengingat seorang yang pernah hidup, sebuah bangunan yang mempunyai nilai sebagai pengingat bahwa orang tersebut pernah ada di dunia dan memiliki pengaruh yang sangat penting bagi keluarga ataupun masyarakat. Suatu hal yang menjadi pengantar untuk mengingat tentang seseorang semasa hidup serta menjadi sarana untuk menegakkan tatanan sosial, dalam hal ini pemikiran orang yang meninggal yang digunakan sebagai penggugah kepatuhan-kepatuhan sosial, karena makam memiliki muatan emosional yang kuat dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi hal yang sangat menguntungkan bagi penguasa dalam menjalankan suatu pemerintahan. Pembangunan sebuah makam juga dapat diartikan merupakan usaha yang bertujuan untuk membangkitkan ingatan atau sebuah kenangan pada seorang manusia yang pernah hadir dan memiliki kesan ataupun dampak bagi masyarakat. Tokoh ataupun Pemimpin Massa akan selalu memiliki pengaruh meskipun telah meninggal, sehingga dapat dikatakan bahwa kharisma seseorang tidak akan luntur meskipun telah tiada, pemikirannya akan tetap hidup dan menjadi pengingat. Namun, adakalanya pembangunan sebuah makam seorang tokoh bangsa sering digunakan penguasa untuk melegitimasi kekuasaannya, karena makam merupakan tempat berbaring dan peristrahatan terakhir bagi seorang tokoh yang besar dikarenakan pemikiran dan perjuangannya.

89 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Sehingga makam juga dapat digunakan sebagai tempat untuk mengenang pemikiran sang tokoh, kenangan inilah yang dapat melahirkan suatu semangat bagi suatu generasi masyarakat selanjutnya. Bung Karno adalah, Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno dilahirkan di Surabaya, Jiwa Nasionalisme, didapat ketika menempuh pendidikan di HBS Surabaya dibawah bimbingan HOS Cokroaminoto yang merupakan seorang tokoh pergerakan Indonesia dan pemimpin Serikat Islam. Setelah menyelesaikan pendidikannya di HBS, Bung Karno melanjutkan pendidikan di THS Bandung, setelah menyelesaikan pendidikan di THS dan mendapat gelar //Ir//, Bung Karno mulai aktif pada pergerakan kebangsaan dengan tokoh pergerakan Indonesia lainnya. Hingga pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia yang menjadikan Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Karena Peristiwa Politik, Gestapu/Gestok 1965 Bung Karno mengalami pengasingan hingga meninggal pada tanggal 21 Juni 1970. Ketika pemerintahan Presiden Soekarno yang disebut Orde Lama berakhir dan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto berkuasa di Indonesia kehidupan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan mulai berubah. Hal tersebut terlihat jelas adanya hegemoni penguasa akan militer di setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Sepanjang era Orde Baru sejarah digunakan untuk membela peranan penguasa yang bercorak militer di ranah sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan dengan alasan untuk memajukan nasionalisme keselarasan bangsa Indonesia.

90 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Penguasa Orde Baru berusaha menghegomoni masyarakat Indonesia melalui berbagai macam cara. Pembangunan monumen-monumen bercorak militer yang melambangkan semangat cinta tanah air pada masa pemerintahan Orde Baru tidak lepas dari hegemoni simbolik yang diciptakan Orde Baru. Hal tersebut dilakukan untuk membangun persepsi, kesadaran dan penerimaan publik, dalam hal ini masyarakat Indonesia pada umumnya, pada akhirnya militer berusaha mendapatkan pengakuan dari masyarakat

terhadap peranannya selama periode

revolusi

kemerdekaan. Selain itu pembangunan monumen-monumen yang bersifat simbolik pada masa Orde Baru bertujuan untuk menandingi monumen-monumen yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno yang cenderung bercorak nasional. Makam Bung Karno menjadi simbol baru bagi rakyat Indonesia dikarenakan pengaruh dan pemikirannya yang mendunia. Peresmian bangunan

makam Bung

Karno dilakukan Pada tanggal 21 Juni 1979, tujuan pembangunan makam Bung Karno di Blitar yaitu untuk mengenang dan menghargai Proklamator yang disisi lain upaya menyingkirkan kenangan Bung Karno dan pendukung yang memiliki pengaruh politik dari Pusat Pemerintahan Indonesia. Sehingga dibalik pembangunan monumen tersebut terdapat unsur kepentingan Orde Baru dalam rangka menanamkan pengaruh rezim Militer Orde Baru yang mengatasnamakan semangat pancasila berusaha menanamkan keyakinan kepada masyarakat Indonesia serta disisi lain menempatkan Blitar sebagai daerah yang dipilih untuk memakamkan Bung Karno.

91 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Pembangunan Makam Bung Karno dilakukan oleh Penguasa tanpa persetujuan pihak keluarga dan menjadi suatu kebijakan yang harus ditaati. Selain itu pembangunan makam Bung Karno merupakan salah satu upaya Orde Baru untuk membuat suatu pencitraan positif dimata masyarakat yang disisi lain sebagai upaya penghilangan akan pengaruh Soekarno dari panggung politik nasional, khususnya peranan Bung Karno pada masa pemerintahannya dan kedekatannya dengan para tokoh dunia tentang paham politiknya. Artinya terdapat unsur kepentingan politik didalam sebuah pembangunan makam Bung Karno, dapat dikatakan demikan karena pembangunan sebuah makam seorang tokoh besar tidak lepas dari kepentingan penguasa yang berkuasa.

92 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


DAFTAR PUSTAKA

Adams, Cindy, 2000. Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat. Jakarta: Ketut Masagung Corporation-PT Tema Baru.

Astrid, Susanto S, 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Bina Cipta.

Awaluddin Yusuf, Iwan, 2005. Media, Kematian, dan Identitas Budaya Minoritas „Representasi Etnik Tionghoa dalam Iklan Dukacita‟. Yogyakarta: UII Press. Dani K., 1996. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Putra Harsa. Djoened Marwati Poesponegoro. Nugroho Notosusanto, 1992. Sejarah Nasional Indonesia, (Vol. I), Jakarta: Balai Pustaka.

Dr. Abdoel Fattah, 2005. Demeliterisasi Tentara. Yogyakarta: LKIS.

Elson, R.E, 2005. Suharto Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Pustaka Minda Utama.

Fatmawati. 1985. Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno. Jakarta: Sinar Harapan.

Giebels, Lambert, 2001. Soekarno Biografi 1901-1950. Jakarta: Gramedia Widasarana Indonesia.

Geertz, Hildred, Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. Jakarta:Yayasan Ilmuilmu Sosial & FIS-UI.

93 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Herusatoto, Budiono, 1991. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT. Hanindita.

Husein, B. Sarkawi, 2010. Negara di Tengah Kota: Politik Representasi dan Simbolisme Perkotaan (Surabaya, 1930-1960). Jakarta: LIPI Press.

Kasenda, Peter, 2012. Hari-Hari Terakhir Soekarno. Jakarta: Komunitas Bambu. Kasenda, Peter, 2010. Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933. Jakarta : Komunitas Bambu. Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Kuntowijoyo, 2003. Metodologi Sejarah Edisi Kedua .Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kuntowijoyo, 2007. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation).Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kuntowijoyo, 1999. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogya: Bentang.

McGregor, Katharine E. 2008. Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer. Yogyakarta: Syarikat.

Nugroho, Arifin Suryo. 2010. Fatmawati The First Lady. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

O.C. Hendropuspito , 1989. Sosiologi Sistematik. Jakarta: PT Kanisius.

94 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Panitia Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan R.I., Bung Karno, 1979. Makam Bung Karno. Jakarta: Panitia Pemugaran Makam Kemerdekaan R.I., Bung Karno.

Puji, Andri. Setiyono. 2006. Gerakan PKI Tahun 1963-1968 Sebuah Kajian SosialEkonomi Di Blitar Selatan. Surabaya: Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga.

Rahim, Saiful S, 1978. Bung Karno Masa Muda. Jakarta: Pustaka Yayasan Antar Kota.

Setiabudi, Hery Dkk, 2012. Ensiklopedia Orang Indonesia, Wong Blitar. Jakarta: Pusat Studi Bung Karno. Soekarno, 1956. Indonesia Menggugat Pembelaan Bung Karno di muka Hakim Kolonial. Jakarta : SK Seno. Sukarno, 1964. Dibawah Bendera Revolusi, Jilid Pertama. Jakarta: Panitya.

Suratminto Lilie, 2008. Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia,Cetakan Ke 2. Jakarta,Wedatama Widya Sastra. Sundhaussen, Ulf, 1986. Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: LP3ES. Soelaiman, M. Munandar,1998. Dinamika Masyarakat Transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soerdjono, Soekanto, 1990. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: Rajawali.

95 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Wilardjo, Setia Budhi, 2012. Sukarno: Suatu Tinjauan Perspektif Sejarah dan Perilaku Organisasi. Semarang: Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Zuhdi Imam Huda, 2005. Makam Di Surabaya Masa Kolonial. Surabaya: Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga. Sumber Arsip Arsip Keputusan Presiden RI Nomor : 44 tentang Pemakaman Bung Karno, pada tahun 1970.

Laporan, Wartawan El Bahar “Tjerita dari Blitar”, 4 Agustus 1970. Soekarno, 17 Agustus 1961, “Resopin” (Revolusi Sosialisme Indonesia-Pimpinan Nasional), dalam Amanat Tahunan Presiden.

Sumber Koran/Majalah/Artikel Detik (2012) Kontroversi Soekarno. Detik, 20-26 Agustus 2012.

Sinar Harapan (1980) Kebersihan Makam Bung Karno Terpelihara. Sinar Harapan, 20 Mei 1980.

Simponi (1979) Makam Bung Karno Siap Diresmikan. Simponi, 24 Juni 1979.

Simponi (1979) Blitar Jadi Kota Bung Karno. Simponi, 1 Juli 1979.

Simponi (1979) Laporan Dari Blitar: Baca Doapun Susah. Simponi, 8 Juli 1979. Simponi (1979) Makam Bung Karno Masih Rame Dikunjungi Peziarah. Simponi, 22 Juli 1979.

96 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


Simponi (1979) Sinar Bercahaya Di Langit Blitar. Simponi, 15 Juli 1979.

Simponi (1982) Makam Bung Karno dan Makna Bangunannya. 4 Juli 1982.

Tempo (1978) Dan Ia Pun Kita Bicarakan Lagi. Tempo, 3 Juni 1978.

Tempo (1979) Menilai Bung Karno Setelah Di Blitar. Tempo, 30 Juni 1979.

Tempo (1992) Kritik Tahunan dari Blitar. Tempo, 27 Juni 1992.

Internet http://biografi-presidensoekarno.html. Diakses pada tanggal 24 November 2013 pukul 15.05 WIB.

http://soekarno.net-biografi-Ir-Soekarno.pdf-html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013 pukul.16.27.WIB

http://www.eastjava.com/tourism/blitar/ina/grebeg-pancasila.html. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2013 pukul 16.22 WIB.

http://adabydarban.blogspot.com/2009/09/belajar-dari-monumen-menelusurijejak.html-. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013, pukul 12. 06 WIB.

http://webbuy.pbworks.com/f/Soekarno-Marhaen-Dan-PNI.pdf-. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2013, pukul 16.35 WIB

97 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


2 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


3 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


4 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


5 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


6 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


7 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


8 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


9 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


10 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


11 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja


12 Skripsi


Aji Kusuma Atmaja

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SKRIPSI MAKNA SIMBOLIK MAKAM BUNG KARNO. DI BLITAR, an. Oleh : Aji Kusuma Atmaja ( )

Recommend Documents