ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
KAPABILITAS ICT JEPANG: PENGARUHNYA TERHADAP DOMINASI BUDAYA POPULER JEPANG DI INDONESIA
SKRIPSI
DISUSUN OLEH: WIKE DITA HERLINDA NIM: 070517629
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA SEMESTER GENAP 2008-2009
1 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
KAPABILITAS ICT JEPANG: PENGARUHNYA TERHADAP DOMINASI BUDAYA POPULER JEPANG DI INDONESIA
SKRIPSI
DISUSUN OLEH: WIKE DITA HERLINDA NIM: 070517629
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA SEMESTER GENAP 2008-2009
2 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
KAPABILITAS ICT JEPANG: PENGARUHNYA TERHADAP DOMINASI BUDAYA POPULER JEPANG DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi S-1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga
DISUSUN OLEH: WIKE DITA HERLINDA NIM: 070517629 PEMBIMBING: Drs. Ajar Triharso, MS.
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
SEMESTER GENAP 2008/2009
3 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIATISME
Bagian atau keseluruhan dari isi Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain, serta tidak pernah dipublikasikan/ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan dengan format kutipan dalam isi Skripsi.
Surabaya, 14 Juni 2009
WIKE DITA HERLINDA NIM: 070517629
4 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi berjudul
KAPABILITAS ICT JEPANG: PENGARUHNYA TERHADAP DOMINASI BUDAYA POPULER JEPANG DI INDONESIA
telah disetujui untuk diujikan di hadapan Komisi Penguji
Surabaya, 15 Juni 2009 Dosen Pembimbing
Drs. Ajar Triharso, MS. (NIP 131 289 504)
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Dra. BLS Wahyu Wardani, MA, Ph.D (NIP: 131 801 409 ) 5 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Komisi Penguji pada hari Senin, 6 Juli 2009, pukul 11.00- 13.00 WIB di Ruang Cakra, Gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya
Komisi Penguji
Ketua,
Drs. Djoko Sulistyo, MS (NIP 131 453 807)
Anggota,
Anggota,
Joko Susanto, M.Sc. (NIP 132 276 195)
Mochammad Yunus, S.IP. (NIK 132 308 498)
6 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PERSEMBAHAN
7 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Kata Pengantar “Yang memungkinkan penguasa yang bijak serta jenderal yang baik untuk menyerang dan menguasai, dan mencapai semua hal diluar kemampuan orang biasa adalah ‘Mengetahui Lebih Banyak’” Sun Tzu, “The Art of War”
Suatu ketika di ruang Cakra (pusat studi Hubungan Internasional Universitas Airlangga), beberapa mahasiswi tampak sedang asyik membicarakan mengenai kegemaran mereka terhadap serial drama asal Jepang. Dengan sangat antusias mereka memuja-muja cerita serta karakter yang ada didalam drama Jepang itu. Dilain kesempatan, penulis memperhatikan bawasannya di Kota Surabaya mulai menjamur gerai-gerai yang menjual berbagai pernak-pernik kartun asal Jepang. Entah bagaimana dan sejak kapan segala hal yang ‘berbaubau’ Jepang menjadi sangat digemari oleh pemuda-pemuda Indonesia. Entah bagaimana pula, banyak pemuda Indonesia yang sepertinya begitu “fasih” akan segala hal yang berhubungan dengan kebudayaan Jepang. Dilain kesempatan, penulis yang memiliki beberapa teman asal Jepang, mencoba untuk mengorek seberapa “fasih” pengetahuan mereka tentang Indonesia. Penulis merasa bawasannya tidak adil jika pemuda Indonesia tahu banyak tentang Jepang, sementara pemuda Jepang tidak tahu apa-apa tentang Indonesia. Ternyata, apa yang dikhawatirkan memang benar adanya. Ditanya tentang letak Indonesia saja mereka bingung. Paling-paling mereka hanya mengenal ‘Jakarta’ dan ‘Bali’ (pada awalnyapun banyak yang tidak tahu bahwa Bali merupakan provinsi di Indonesia). Ketika penulis menyarankan kepada mereka agar mencari tahu tentang Indonesia dan setelah itu melaporkannya kembali pada penulis, hasil yang penulis dapatkan begitu mencengangkan. Orangorang Jepang itu begitu takjub saat mengetahui bahwa di Indonesia terdapat sekolah dimana Presiden AS, Barrack Obama dulu pernah bersekolah. Mereka juga takjub melihat bahwa ternyata masyarakat Indonesia sudah banyak yang mahir berbahasa Inggris sementara di negara mereka belum sebanyak itu. Merekapun heran melihat bahwa ternyata di Indonesia terdapat begitu banyak
8 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
komponen kultural, dan di Indonesia terdapat begitu banyak kota besar yang sudah modern. Ini benar-benar ironis! Selama ini, Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia selalu dipandang tidak lebih baik daripada SDM Jepang. Padahal sebenarnya, bahkan orang-orang Jepang sendiri mengakui bahwa bangsa Indonesia itu ternyata pintar. Demikian pula bahwa negara Indonesia itu ternyata tidak seburuk yang diperkirakan. Lantas mengapa perbedaan cara pandang tersebut dapat terjadi? Setelah berpikir keras selama beberapa tahun, dan mengikuti berbagai perkuliahan di Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga; penulis menemukan sebuah kunci yang mungkin bisa menjawab pertanyaan itu. Rupanya terdapat sebuah ketidakadilan yang (menurut penulis) kejam. Setelah sebelumnya melakukan riset kecil, penulis menemukan bahwa ternyata aliran informasi tentang Jepang yang masuk ke Indonesia sangat banyak dan berbanding sangat terbalik dengan aliran informasi tentang Indonesia yang masuk ke Jepang. Ada apa sebenarnya ini? Mengapa aliran informasi seolah bisa dimanipulasi, sehingga suatu negara dapat menerjunkan informasi yang begitu masif sementara negara lain hanya bisa menjadi resipien? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkecamuk, hingga akhirnya penulis menemukan bahwa semua permasalahan ini berawal dari “Kapabilitas ICT” (Teknologi Komunikasi dan Informasi) suatu negara. ICT adalah elemen kunci yang membawa arus informasi lintas batas itu. Terlebih diera informasi, ICT pula yang memudahkan suatu pihak untuk mengakses informasi. Praktis, jika kapabilitas ICT yang dimiliki suatu negara adalah kecil, maka akses terhadap informasipun sedikit. Itulah salah satu hal yang menjelaskan hubungan komunikasi asimetris Indonesia-Jepang (menurut perspektif penulis), sehingga budaya populer Jepang begitu dikenal di Indonesia, sedangkan budaya Indoensia kurang dikenal di Jepang. Dengan adanya Penulisan Skripsi ini, penulis memiliki media yang tepat untuk menumpahkan semua pemikiran yang menjadi konsentrasi penulis dewasa ini. Melalui skripsi ini pula, penulis menjadikannya sebagai proyek ultimate dignify (dimata penulis) untuk mengkaji persoalan tentang hubungan asimetris Indonesia-Jepang tersebut. Penulis percaya bahwa studi Hubungan Internasional
9 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
bukan hanya mencakup persoalan high-politic, tetapi merupakan studi yang aplikatif dengan ranah yang variatif. Oleh karena itu, penulis ingin menyelesaikan sebuah penelitian yang dapat dipahami dan diaplikasikan oleh berbagai pihak. Dengan semangat untuk tidak ingin terjajah imperialisme budaya populer bangsa asing, penulis mencoba menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya agar dapat berguna bagi perspektif pembaca. Sudah saatnya kita belajar tentang sesuatu yang lebih baik. Itulah mengapa penulis mencantumkan petikan kalimat Sun Tzu diawal Kata Pengantar ini. Untuk dapat mengalahkan musuh, senjata terampuh untuk membunuhnya adalah senjata musuh itu sendiri. Oleh karena itu, tidak hanya kelemahan, tetapi pengetahuan yang lebih baik tentang kekuatan lawan akan menjadikan kita selangkah lebih maju untuk dapat menjadi lebih baik dari lawan. Skripsi ini adalah satu langkah untuk menyingkap rahasia kekuatan Jepang yang dengan sukses mengakarkan budaya populer negara tersebut dalam kehidupan generasi muda di Indonesia. Bersamaan dengan kata pengantar ini, penulis hendak pula menyampaikan rasa terima kasih kepada mereka yang telah menjadi inspirasi utama bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini; 1) Trinitas Suci yang penulis imani melebihi apapun didunia ini. 2) INDONESIA yang tidak tergantikan. 3) Keluarga inti; Papa Tonni dan Mama Yuli yang telah (dengan susah payah) membiayai kuliah penulis sampai akhir. 4) Dosen Wali sekaligus Dosen Pembimbing penulis; Pak Ajar Triharso yang telah selama (kurang lebih) empat tahun ini membantu penulis, khususnya selama proses pengerjaan skripsi ini. Demikian pula segenap dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Airlangga yang sangat penulis hormati. Teristimewa untuk mbak Citra yang telah membantu penulis meski sedang mengenyam kuliah di Adelaide. 5) Rekan-rekan di Departemen Hubungan Internasional (HI) Universitas
Airlangga, khususnya angkatan 2005. Teristimewa untuk Arief Budi Pranowo. Juga sahabat-sahabat penulis di HI; Agnes Rosari Dewi, Lovia Kurniawan, Widy Dinarti, Mahesa Dewangga, Wayan Pradnya ‘Pram’,
10 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Bayu Widyafrasta, Kornel Wicaksono, Fauz Al-Farih yang selama ini telah mewarnai hari-hari penulis di kampus sehingga penulis selalu bersemangat dan tahu apa itu sense of belonging (since I was an apathist). Serta untuk Edy yang sudah meluangkan sebagian waktunya untuk berdiskusi dengan penulis. 6) Keluarga Samaners 2005; Anet, Irmashanti, Audy, Ulfa, Dita, Winda,
Puspita, dan yang lainnya. Terima kasih atas pengalamannya, meski kita sudah tidak bisa menari bersama lagi, tetapi jangan lupakan gerakangerakan Saman-nya ya! (Mengingat pengorbanan latihan Saman di belakang Perpustakaan Kampus B yang sangat membuat prihatin). 7) Risna W. Rizal (Staf JETRO Jakarta Center) yang telah sangat membantu
penulis dengan sumbangan data penting (yang sulit ditemukan) disaat-saat terakhir menjelang deadline. Juga staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Osaka yang telah repot-repot memberi sumbangan pengetahuan bagi penulis. Tidak lupa, rekan-rekan di Bagian Kerjasama Pemerintah Kota Surabaya, khususnya; Paman Sony, Pak Ifron, Mas Fanany, Mbak Erzar, Mas Dony, dan Mbak Ning; “Hari-hari terakhir menjelang deadline; maaf kalau sering tidak masuk magang. Terima kasih telah dibolehkan untuk menggunakan banyak fasilitas internet di kantor dan diberi pengalaman bertemu dengan banyak orang asing. Sangat menyenangkan!”. Terakhir; Yochanan Schmuel Deckelbaum yang selalu menjadi teman berbagi saat jenuh dengan skripsi. 8)
Yang TERUTAMA; Zest D’ Herlindh; “You’re the master of your life! You drive your own wheel no matter what! The conqueror of your pain! The selfish being that has won against crisis times! I love you more than I know how, Zest! Because of you, I’ve learned how to love my self” Demikianlah pengantar dari penulis sebelum membaca isi dari skripsi
yang tidak sempurna ini. Semoga apa yang penulis sampaikan didalam skripsi ini dapat menjadi manfaat bagi setiap pihak yang membacanya. Surabaya, 12 Juni 2009 [0.7.0.5.1.7.6.2.9]
11 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Daftar Isi HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...…i HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIATISME…...iii HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………..iv HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...v HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………...vi KATA PENGANTAR………………………………………………………….vii DAFTAR ISI……………………………………………………………………..xi DAFTAR BAGAN……………………………………………………………xiii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………xiv DAFTAR TABEL……………………………………………………………...xv ABSTRAK……..……………………………………….………………………xvi BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah………………………………………..…………….I-1 I.2 Rumusan Masalah……………………………………………………I-7 I.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………….I-7 I.4 Kerangka Pemikiran………………………………………………….I-8 1.4.1 Kebijakan ICT Jepang (Domestik dan Luar Negeri)………I-8 I.4.1.1 Kapitalisasi dalam Joho Shakai; Kebijakan ICT Domestik Jepang……………….………………….I-8 1.4.1.2 Kebijakan ICT Jepang terhadap Indonesia Melalui Perspektif Post-Developmentalism………..I-9 I.4.2 Transnasionalisme Jepang Melalui Perspektif Liberalisme Sosiologis………………………………………………...I-11 I.5 Hipotesis…………………………………………………………….I-13 I.6 Metodologi Penelitian………………………………………………I-14 I.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional……………………..I-14 I.6.1.1 Kebijakan terhadap Industri ICT dan Era InFormasi…………………………………………I-14 I.6.1.2 Imperialisme Budaya dan Japanization (atau Nipponisation)………………………………….I-15 I.6.2 Tipe Penelitian……………………………………………I-16 I.6.3 Teknik Analisis dan Metode Pengumpulan Data…………I-17 I.6.3.1 Teknik Analisis Kualitatif………………………I-17 I.6.3.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder…………..I-17 I.6.4 Jangkauan Penelitian……………………………………...I-17 I.6.5 Sistematika Penulisan……………………………………..I-18 BAB II. Kebijakan Domestik Pemerintah Jepang untuk Kemajuan Industri ICT II.1 Kapabilitas Industri ICT Jepang……………………………………II-2
12 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
II.1.1 Kredibilitas Industri ICT Jepang…………………………II-2 II.1.1.1 Undang-Undang dan RegulasiUtilisasi ICT di Jepang…………………………………..II-6 II.2 Kapitalisasi Joho Shakai ; Kebijakan Industri ICT Jepang……….II-10 II.2.1 Seishin no Sangyoka dan Kemajuan Industri ICT Jepang…………………………………………………...II-12 II.3 Kilas Balik; Mind Power sebagai Pilihan Jepang…………………II-18 BAB III. Imperialisme Budaya Populer Jepang Melalui Kapabilitas ICT III.1Kepentingan Nasional Jepang: Imperialisme Budaya Populer……III-2 III.1.1 Budaya Populer Jepang; ‘Dari Menyadur ke Mengekspor’……………………………………………….III-2 III.1.1.1 Pengglobalan Budaya Populer sebagai Bentuk Baru Diplomasi Demokratis Jepang………..III-8 III.2 Kapabilitas ICT dan Pembentukan Budaya Transnasional Jepang…………………………………………...III-10 III.2.1 Kapitalisasi ICT dan Transnasionalisasi Budaya Populer Jepang………………………………………..III-12 III.2.1.1Negara Berkembang; Pasar Baru Industri ICT Jepang……………………………………….III-12 III.2.1.2 Budaya Populer Jepang sebagai Komoditas...III-17 III.2.1.3Manipulasi Aliran Informasi Budaya Populer Jepang Keluar Negeri………………………..III-19 BAB IV. Kebijakan ICT Jepang dan Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia IV.1 Perdagangan dan Kerjasama ICT Jepang-Indonesia……………..IV-2 IV.2 Spillover Modernisasi Industri ICT Jepang di Indonesia………...IV-5 IV.2.1 Pembangunan Kapabilitas ICT Indonesia yang Mengacu Pada Kiat Sukses Jepang……………………IV-5 IV.2.1.1 Pasar ICT Indonesia dan Kepentingan Jepang……………………………………...IV-8 IV.2.1.2 Ketergantungan Indonesia Pada Bantuan ICT Jepang………………………..IV-10 IV.3 Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia……….IV-13 IV.3.1 ICT sebagai Media Penetrasi Budaya Populer Jepang Di Indonesia…………………………………………..IV-14 IV.3.2 Bentuk-Bentuk Dominasi Budaya Populer Jepang di Indomesia……………………………….…IV-17 BAB V. KESIMPULAN………………………………………………………V-1 DAFTAR REFERENSI…………………………………………………..…DR-1 SUMBER TAMBAHAN DATA…………………………………………….DR-8
13 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Daftar Bagan Bagan II.1 Peningkatan Pengguna Komputer dan LAN di Jepang…………...II-11 Bagan II.2 Daur Kebijakan Kapitalisasi Joho Shakai di Jepang……………...II-16 Bagan II.3 Pendapatan / Investasi Negara Jepang dari Sektor ICT…………..II-17 Bagan II.4 Perbandingan Skala Pasar Industri Negara Jepang dari Sektor ICT dan Sektor Lain………………………………………II-17 Bagan IV.1 Kapabilitas ICT Jepang: Pengaruhnya terhadap Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia………IV-20
14 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Daftar Gambar Gambar II.1 Peta Area Konsentrasi Vendor ICT di Jepang…………………II-5 Gambar II.2 Sentra Industri ICT di Jepang……………………………………II-6 Gambar III.1 Contoh Budaya Joumon Jepang………………………………..III-3 Gambar III.2 Contoh Budaya Populer Jepang………………………………..III-4
15 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Daftar Tabel Tabel II.1 Sentra Industri ICT di Jepang……………………………………….II-4 Tabel II.2 Perkembangan Strategi Kebijakan ICT Jepang……………………..II-8 Tabel II.3 Indeks Daya Kompetitif Industri ICT Internasional Tahun 2007………………………………………………………….II-9 Tabel II.4 Profil ICT Jepang………………………………………………….II-11 Tabel II.5 Metafora Masyarakat Jepang……………………………………...II-13 Tabel II.6 Peringkat Ekonomi Jepang………………………………………...II-20 Tabel III.1 Tawaran Kerjasama ICT oleh Jepang Terhadap ASEAN……….III-15 Tabel IV.1 Perdagangan ICT Jepang untuk Indonesia (1996-2006)………….IV-4 Tabel IV.2 Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia…………………IV-18
16 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRAK Pada tahun 1997, seorang ilmuwan komunikasi; Hamid Mowlana menerbitkan sebuah tulisan tentang aliran informasi internasional. Didalam tulisan tersebut dijelaskan mengenai bagaimana suatu negara dapat melakukan manipulasi aliran informasi diera informasi ini. Berawal dari asumsi bahwa diera informasi, setiap negara membutuhkan kapabilitas Information and Communication Technology (ICT) sebagai penunjang power negara; skripsi ini disusun. Aliran informasi lintas batas negara yang tidak dapat dibendung lagi diera informasi, menjadikan setiap negara mulai mempertimbangkan kepemilikan kapabilitas ICT. Dengan kapabilitas ICT yang madani, sebuah negara dapat dengan lebih mudah melakukan pengaturan dan manipulasi aliran informasi yang beredar (keluar-masuk) dinegaranya maupun dinegara lain. Dalam skripsi ini, penulis mengambil studi kasus hubungan asimetris Jepang-Indonesia yang berakar dari masalah kesenjangan kapabilitas ICT kedua negara. Jepang; dengan kapabilitas ICT yang madani memiliki peluang untuk mengakses informasi lebih baik daripada Indonesia. Jepang menyadari bahwa industri ICT merupakan sektor kunci yang dapat mendorong perekonomian negara tersebut diera informasi ini. Melalui berbagai kebijakan, Jepang memperkuat industri ICT negara tersebut. Setelah industri ICT Jepang mengalami kemajuan pesat, Jepang melanjutkan pembentukan berbagai kebijakan luar negeri untuk melebarkan sayap pasar industri ICT negara tersebut kenegara-negara lain; khususnya jajaran negara berkembang di Asia. Diantara negara-negara tujuan investasi Jepang tersebut, salah satunya adalah Indonesia. Berbagai kebijakan kerjasama, bantuan, maupun perdagangan disektor ICT dibentuk oleh Jepang terhadap Indonesia. Dilain pihak, Jepang sendiri merupakan negara yang memiliki kepentingan nasional untuk dapat mengkomunikasikan budaya populernya keseluruh penjuru dunia sehingga menjadi produk ‘Budaya Transnasional’. Di Indonesia, dominasi budaya populer Jepang bahkan telah mengalahkan dominasi budaya populer Amerika Serikat sejak tahun 2005. Kondisi dominasi budaya populer Jepang di Indonesia tersebut, salah satunya disebabkan karena arus bantuan, kerjasama, dan perdagangan ICT Jepang terhadap Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kausalitas antara kebijakan pemerintah Jepang terhadap industri ICT dan dominasi budaya populer Jepang di Indonesia. Untuk mengasah penelitian ini, penulis menggunakan perspektif postdevelopmentalism guna menjawab rumusan masalah teraju. Pemikiran postdevelopmentalism tentang spillover modernisasi industri negara maju kenegara berkembang akan digunakan untuk menganalisis pola kebijakan ICT Jepang terhadap Indonesia yang berbanding lurus dengan transnasionalisasi budaya populer Jepang di Indonesia. Kata Kunci: ICT, kebijakan, kapabilitas negara, modernisasi industri, budaya populer Jepang, manipulasi aliran informasi, dan transnasionalisasi.
17 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I
PENDAHULUAN
18 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Bab I
PENDAHULUAN “Science without technology has no fruit, technology without science has no root” M.T. Zen (1982), “Sains, Teknologi, dan Hari Depan Manusia”1
1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa dampak multi-dimensi bagi kehidupan segenap umat manusia di berbagai belahan dunia. Globalisasi sendiri seringkali merujuk pada kondisi meningkatnya ketergantungan dan keterkaitan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias (Croucher, 2004:10). Era globalisasi ditandai oleh berbagai macam hal, salah satunya adalah pergeseran makna ruang dan waktu yang tercermin dari semakin pesatnya perkembangan barang-barang teknologi komunikasi informasi (Information Communication Technology / ICT), seperti; telepon genggam, televisi satelit, dan yang paling signifikan; internet (Osterhammel dan Petersson, 2005:7). Kemajuan ICT sangat mengindikasikan komunikasi global yang terjadi demikian cepatnya dan menjadi sebuah gaya hidup serta kebutuhan masyarakat modern. Fenomena kebangkitan ICT menciptakan era baru yang disebut “Era Informasi” (Lallana dan Uy, 2003). Sehubungan dengan datangnya era informasi, sangat penting bagi pemerintah negara-negara di dunia untuk mulai fokus dalam melakukan 1
Kutipan pernyataan M.T. Zen diambil penulis dari tesis milik Sri Murni Soenarno (Pascasarjana IPB, prodi Pengelolaan SDA dan Lingkungan); “Pemberdayaan Wanita Nelayan Melalui Pendidikan”.
19 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
penguasaan kapabilitas disektor industri ICT. Alasannya adalah karena di era informasi seperti sekarang, siapa saja dapat mengakses informasi secara cepat, masif, dan intensif dari belahan dunia manapun. Dalam waktu singkat, jutaan volume informasi telah berpindah baik secara domestik maupun internasional. Keragaman informasi ini dapat menjadi peluang sekaligus hambatan bagi kepentingan nasional suatu negara (Mowlana,1997). Menurut John T. Rourke (1997), kapabilitas ICT merupakan salah satu elemen kunci dari power (kekuatan) suatu negara. Dengan kekuatan ICT yang baik, suatu negara dapat meningkatkan daya interaksi antar masyarakatnya, dan juga meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri, finansial, dan militer. Sedangkan dalam konteks berhubungan internasional, dengan penguasaan dibidang ICT, maka jalan suatu negara untuk menyebarkan power (kekuatan) dan influence (pengaruh) ke negara lain menjadi semakin mudah (Rourke,1997: 282284). Salah satunya dalam bentuk ekspansi budaya melalui manipulasi aliran informasi internasional. Permasalahan
yang
muncul
setelahnya
adalah;
terjadi
disparitas
kepemilikan kapabilitas di sektor ICT antara satu negara dengan negara lain, atau antara kelompok negara maju dengan negara berkembang dan tertinggal. Bagi negara-negara dengan tingkat kapabilitas ICT yang tinggi, maka mereka akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat memanipulasi aliran informasi internasional. Hal tersebut berarti bahwa kelompok negara maju memiliki akses informasi dan kesempatan yang lebih besar untuk menyebarkan power dan influence-nya ke negara lain, termasuk melakukan ekspansi budaya. Adanya
20 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
disparitas dalam aliran informasi internasional pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya sebuah hubungan yang asimetris antara negara-negara dengan kapabilitas ICT kuat dan yang lebih lemah (Mowalana, 1997). Dalam skripsi ini, penulis bermaksud untuk menganalisis pola hubungan antara Jepang sebagai negara dengan kapabilitas ICT yang lebih kuat dan Indonesia sebagai negara dengan kapabilitas serupa yang lebih lemah dalam hal dominasi budaya populer. Fokus penelitian ini adalah relasi antara kebijakan ICT pemerintah Jepang dan pengaruhnya terhadap dominasi budaya populer Jepang di Indonesia. Pemerintah Jepang memang fokus terhadap perkembangan industri ICT negara tersebut. Salah satu tujuannya tidak lain adalah agar industri ICT Jepang memiliki daya saing yang tinggi dalam persaingan global (Aneka Jepang, 2009). Dalam situs resmi Japan External Trade Organization (JETRO), terdapat pernyataan mengenai kebijakan pemerintah untuk menyokong industri ICT Jepang yang dibuktikan dari banyaknya cluster atau sentra industri dan institut penelitian ICT di Jepang yang berkembang berkat insentif yang diberikan oleh pemerintah Jepang untuk terus memacu daya saing industri ICT negara tersebut (JETRO.go.jp, 2007). “Japan has numerous IT clusters, areas where IT companies have concentrated. These clusters have been developing organically, rather than under government direction. To encourage further growth, the national and local governments are providing incentives to these IT clusters, creating attractive business environments for potential investors from abroad” JETRO, “Investing in Japan – Attractive Sectors: ICT”
Campur tangan pemerintah Jepang terhadap perkembangan industri ICT negara tersebut rupanya berbanding lurus dengan peningkatan perilaku ekspansi
21 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
budaya populer Jepang keluar negeri. Bahkan pemerintah Jepang telah menetapkan bahwa transfer informasi budaya populer Jepang keluar negeri merupakan sebuah kepentingan nasional. Jepang ingin menjadikan budaya populernya sebagai komoditas “Budaya Transnasional” yang dapat diterima di negara-negara lain. Hal tersebut tercermin dari pernyataan resmi sebagaimana tercantum dalam situs resmi televisi internet pemerintah Jepang;
“nettv.gov-
online.go.jp” yang menampilkan video tentang “Transnasionalisasi Budaya sebagai Tujuan Nasional”; “This short video traces the Japanese Pop Culture, such as Manga and Video Games. Hopes are high that this new cultural industry will spread far and wide, and it is being viewed as an important tool in Japan's international communications and relations” Japanese Government Internet TV, “Communicating Japan’s Pop Culture to the World”
Saat ini produk budaya populer Jepang seperti anime, manga, gaya berbusana dan tata rambut (Harajuku dan cosplay2), bahasa, hingga kuliner secara masif dipromosikan oleh Jepang ke luar negeri, baik secara formal maupun nonformal (Kelly, 1998:76). Agen-agen diplomasi budaya Jepang seperti The Japan Foundation, Nipponia, JNTO, dan sebagainya, menyebar sangat luas ke berbagai penjuru Asia, termasuk Indonesia. Menurut Koichi Iwabuchi (2002), perilaku ekspansi budaya populer Jepang khususnya ke seluruh penjuru Asia disebabkan karena Jepang merasa jati dirinya lebih superior dibanding bangsa Asia lain karena kemajuan teknologi dan kapasitas produksinya.
2
Cosplay merupakan gaya berbusana yang menyerupai tokoh-tokoh dalam komik atau kartun Jepang (Khoiri dan Suwarna, 2008).
22 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Di Indonesia, saat ini budaya populer Jepang mendominasi gaya hidup generasi muda. Namun sebaliknya, budaya populer Indonesia kurang bisa menembus pasar Jepang (Mulyadi, 2008). Padahal budaya populer merupakan produk soft power Jepang untuk menyebarkan pengaruh ke negara lain; termasuk Indonesia. Dari segi Hubungan Internasional, kondisi tersebut mencerminkan betapa posisi tawar Jepang lebih kuat dibanding Indonesia, dan betapa asimetrisnya pola hubungan bilateral antara kedua negara (Venus,2007). Hal yang menarik untuk dicermati disini adalah bahwa dominasi budaya populer Jepang yang sejak tahun 2005 berhasil menggeser dominasi budaya Amerika Serikat di Indonesia (Khoiri dan Suwarna, 2008) tersebut, diiringi dengan peningkatan perdagangan dan kerjasama dibidang ICT antara Jepang dan Indonesia. Salah satunya, pada 10 Januari 2007, Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia; Sofyan Djalil dan Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang; Yoshihide Suga, menyepakati kerjasama Indonesia-Jepang di bidang ICT di kantor Menkominfo. Kedua belah pihak sepakat akan mengembangkan egovernment, pengelolaan bencana alam, perluasan industri media, serta penghapusan kesenjangan digital. Hal itu termasuk peningkatan langkah-langkah dalam program Asia Broadband. Beberapa fokus yang disebutkan termasuk kerjasama dalam bentuk pelatihan bagi para petugas dan pengiriman tenaga ahli di bidang e-government, e-business, dan e-learning. Selain itu juga ada pelatihan mengenai ICT dan produksi konten. Kedua pihak juga sepakat melakukan berbagai seminar, forum, maupun konferensi yang bersifat internasional. Hal tersebut terutama dilakukan dalam bidang legal ICT, Next Generatin Network
23 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
(NGN), penyebaran broadband, teknologi mobile, hingga penyiaran (Hidayat, 2007). Dari keterangan pada paragraf sebelumnya, sangat besar kemungkinan terjadi manipulasi aliran informasi mengenai budaya populer Jepang yang menjadi kepentingan yang terselip diantara kesepakatan kerjasama dan perdagangan ICT oleh Jepang terhadap Indonesia. Salah satu contoh adalah kebijakan perdagangan perangkat lunak penyiaran Jepang ke negara-negara berkembang seperti Indonesia yang mengakibatkan menjamurnya tayangan asal Jepang di negara-negara Asia. Jepang menginginkan agar produk ICT dibidang perangkat lunak penyiarannya dapat mendominasi dan mengekspansi pasar asing (soumu.go.jp,2007). “It is expected that the sale and global expansion of Japanese broadcast software which has been rolled out mainly by commercial broadcasters will progress greatly […] As for broadcast contents, both NHK and commercial broadcasters have been aggressively promoting overseas expansion” SOUMU (2001), “1st Round Table Conference on ICT International Competitiveness Summary of Minutes”
Melalui kerjasama atau pembelian perangkat lunak penyiaran Jepang, pihak televisi siar Jepang akan meminta agar negara yang resipien menayangkan program televisi Jepang selama lebih dari satu tahun dengan tanpa dipungut biaya (soumu.go.jp, 2007). Itulah sebabnya negara seperti Indonesia berminat untuk mengadopsi program televisi populer asal Jepang seperti anime dan drama. Pihak Jepang mengambil keuntungan dari pembayaran negara pembeli atas hak lisensi siar diluar negeri dari program televisi yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun Jepang dapat mentransfer minimal 500 hingga 1000 program televisi keluar negeri seperti Indonesia melalui penjualan perangkat lunak penyiaran, maka program
24 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
televisi Jepang akan mengalami
booming (ledakan)
diberbagai negara
(soumu.go.jp, 2007). Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa semakin besar kapabilitas ICT suatu negara di era informasi ini, maka negara yang bersangkutan akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menyebarkan pengaruhnya ke negara lain, salah satunya melalui ekspansi budaya populer. Terlebih Jepang adalah negara yang berambisi untuk menyebarkan budaya populernya sebagai produk budaya transnasional ke luar batas negaranya (Iwabuchi, 2002).
I.2 Rumusan Masalah Bagaimana kebijakan ICT pemerintah Jepang dapat menyebabkan dominasi budaya populer Jepang di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan pengaruh antara kebijakan pemerintah Jepang terhadap industri ICT dan dominasi budaya populer Jepang di Indonesia.
25 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
1.4. Kerangka Pemikiran 1.4.1 Kebijakan ICT Jepang (Domestik dan Luar Negeri) 1.4.1.1 Kapitalisasi dalam Joho Shakai; Kebijakan ICT Domestik Jepang Jepang memiliki sebuah teori yang berkembang di negara tersebut yang dapat menjelaskan mengenai perilaku kebijakan pemerintah Jepang dalam memajukan industri ICT negara tersebut. Teori tersebut bernama “Seishin no Sangyoka” (Industrialisasi Pikiran Manusia) oleh Umesao Tadao (1963). Pada awalnya, Tadao menjelaskan metafora kehidupan masyarakat Jepang mulai dari tahap peradaban pertanian (endodermis), peradaban berbasis industri manufaktur (mesodermis), hingga kini mencapai peradaban berbasis industri-informasi (ektodermis) (Pekari,
2005:61). Pemikiran mengenai Industrialisasi Pikiran Manusia ini mendorong lahirnya masyarakat Jepang modern yang berbasis pada industri ICT (masyarakat informasi) karena tingkat kebutuhan masyarakat Jepang yang begitu tinggi akan informasi (Dale, 1996). Teknologi yang digunakan dalam masyarakat informasi di Jepang (joho shakai atau johoka shakai) harus dikaji dalam konteks sosialnya, sebagai sebuah
produk dari corporate capitalism. ICT dipilih dan dipakai oleh Jepang untuk mencapai kepentingan nasionalnya yang didominasi oleh korporasi besar yang mencari keuntungan dan didukung oleh lingkungan politik yang pro-bisnis dan campur tangan pemerintah. Teori Umesao Tadao tersebut menjelaskan mengenai kebijakan domestik pemerintah Jepang untuk kemajuan industri ICT-nya yang sangat penting bagi Jepang untuk dapat menunjang tercapainya kepentingan nasional. Berdasarkan seishin no
26 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
sangyoka; penulis akan menggunakannya untuk menganalisis bentuk kebijakan domestik pemerintah Jepang dalam mengkapitalisasi masyarakatnya sendiri guna memotivasi inovasi serta produktivitas industri dan vendor-vendor ICT yang ada di Jepang. Dengan industri ICT yang kuat, Jepang dapat menjadikannya sebagai instrumen penyebaran budaya populer ke Indonesia.
1.4.1.2 Kebijakan ICT Jepang terhadap Indonesia Melalui Perspektif
Post-Developmentalism Penulis akan memulai kerangka pemikiran ini dengan sedikit pembahasan mengenai “modernisme”. Modernisme pada dasarnya merupakan keadaan yang menjelaskan seperangkat tendensi budaya dan sebuah pergerakan kultural yang berawal dari masyarakat Barat pada akhir abad- XIX hingga awal abad-XX. Pemikiran modernisme menganggap bahwa segala hal tradisional dalam seni, literatur, arsitektur, agama dan keyakinan, organisasi sosial dan aspek hidup lainnya sudah tidak sesuai lagi untuk diterapkan dalam kondisi perekonomian, perpolitikan, dan sosial baru masyarakat industri (Lewis, 2000: 38-39). Menurut Marshall Berman (1988:16), ‘Modernisme’ adalah tren kemajuan pikiran sosial, yang
memacu
manusia
untuk
‘menciptakan’,
‘mengembangkan’,
dan
‘membentuk’ lingkungan mereka, melalui eksperimen, pengetahuan ilmiah, dan teknologi. Dalam kerangka berpikir Hubungan Internasional, perspektif modernisme berada dalam kerangka pemikiran Liberalisme. Modernisasi yang sukses diusung oleh Barat menjadikan mereka sebagai jajaran negara industri yang maju. Kemajuan industri Barat tersebut hanya mampu ditiru oleh segelintir bangsa ‘non27 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Barat’, seperi Jepang. Jepang bahkan sukses dengan modernisasi khas mereka melalui pengembangan konsep Japanization dan Toyotism, yaitu pengaruh teknik manajemen Jepang dinegara lain (Kaplinsky,1994). Produk dari ‘Modernisme’ adalah ‘Pembangunan’. Negara maju yang telah mapan melakukan transfer industri mereka ke negara berkembang sebagai spill over (peluberan) dari modernisasi yang telah mereka capai melalui berbagai kebijakan luar negeri dan investasi. Dari kerangka “Liberalisme Interdependensi”, spillover terjadi karena meningkatnya kerjasama disuatu wilayah akan mengakibatkan peningkatan kerjasama di wilayah lain (Jackson dan Sorensen, 2005: 149). Namun, dari kacamata post-developmentalism (teori kritik), pembangunan ala modernisasi tidak ubahnya dengan penjajahan jenis baru oleh negara industri maju terhadap negara-negara berkembang. Sebagaimana pernyataan Rajni Kothari (1988:143); “Where colonialism left off, development took over” (dalam Pieterse, 2000:178). Menurut Escobar (1992), pembangunan dalam kerangka modernisme di negara berkembang seringkali mengacu pada model pembangunan ala negara industrial yang melahirkan sebuah imperialisme budaya, homogenisasi budaya, penyeragaman budaya, konsumerisme, dan ketergantungan di negara-negara dunia ketiga (dalam Pieterse, 2000:178). Konsep ‘Pembangunan’ ala ‘Modernisme’ : dari kacamata postdevelopmentalism akan digunakan oleh penulis untuk mengasah penelitian mengenai bagaimana pemerintah Jepang membuat kebijakan kerjasama industri ICT di Indonesia sebagai instrumen transnasionalisasi budaya populernya dengan
28 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
cara melakukan transfer spillover modernisasi industri ICT-nya ke Indonesia. Sehingga nantinya terbentuk sebuah imperium budaya populer Jepang di Indonesia karena negara kita ini terjebak pada suatu tatanan pembangunan modern yang bernama ‘Japanization’ (atau jika boleh diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia; ‘Jepangisasi’).
1.4.2
Transnasionalisme
Jepang
Melalui
Perpektif
Liberalisme
Sosiologis Pada dasarnya, kaum liberal sosiologis berpendapat bahwa kajian Hubungan Internasional bukan hanya tentang hubungan antar negara, tetapi juga tentang hubungan transnasional, yaitu hubungan antara masyarakat, kelompokkelompok, dan organisasi-organisasi yang berasal dari negara yang berbeda (Jackson dan Sorensen, 2005:144). Dalam Hubungan Internasional, hubungan transnasional menjadi sebuah interaksi yang semakin penting seiring dengan kemajuan
era
globalisasi.
James
Rosenau
(1980:1)
mendefinisikan
‘Transnasionalisme’ dalam perspektif liberal sosiologis sebagai proses dimana hubungan internasional yang dilaksanakan oleh pemerintah telah disertai oleh hubungan individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat-masyarakat swasta
yang
berlangsungnya
dapat
memiliki
berbagai
konsekuensi-konsekuensi
peristiwa.
Rosenau
penting
memfokuskan
bagi
hubungan
transnasional pada tingkat makro dari populasi manusia sebagai tambahan pada mereka yang berjalan pada level mikro oleh idividu-individu.
29 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Sedangkan menurut John T. Rourke (1997:166), ‘Transnasionalisme’ mencakup derajat loyalitas, aktivitas, dan fenomena lain yang menghubungkan manusia
lintas
transnasionalisme
bangsa
dan
adalah
lintas
‘Budaya
batas
negara.
Transnasional’.
Salah Budaya
satu
bentuk
transnasional
merupakan sebuah budaya global yang dapat diterima oleh masyarakat dunia pada umumnya. Budaya transnasional berkembang seiring dengan pembangunan yang terjadi diberbagai belahan dunia. Budaya transnasional terbentuk akibat pergerakan barang, ide, serta manusia lintas batas negara (Rourke: 1997:189-191). Dalam penelitian ini, penulis merujuk budaya populer Jepang sebagai budaya yang ingin dijadikan Jepang sebagai produk budaya transnasional yang berkembang dan diterima secara global. Untuk mencapai tujuannya tersebut, Jepang secara masif mengkomunikasikan budaya populernya ke berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang Asia termasuk Indonesia. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Koichi Iwabuchi (2002) dalam bukunya; “Recentering Globalization: Popular Culture and Japanese Transnasionalism”. Nantinya, transnasionalisasi budaya populer Jepang dikenal dengan istilah “Japanization” atau “Nipponisation”.
1.5. Hipotesis Kebijakan ICT pemerintah Jepang dapat mempengaruhi dominasi budaya populer Jepang di Indonesia karena pemerintah Jepang memang merancang sebuah mekanisme kebijakan untuk menjadikan industri ICT sebagai instrumen
30 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
penyebaran dominasi budaya populernya ke negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Penjelasan lebih jauh lagi, mekanisme kebijakan itu dilalui dalam tahaptahap, yaitu; pertama, mekanisme kebijakan domestik. Mekanisme kebijakan domestik ini meliputi kebijakan infrastruktur untuk terlebih dahulu menguatkan sektor industri ICT sebagai pilar perekonomian utama Jepang melalui Seishin no Sangyoka. Kedua, mendefinisikan “transnasionalisasi budaya populer” sebagai sebuah kepentingan nasional dan “industri ICT” sebagai instrumen untuk mencapainya. Ketiga, mekanisme kebijakan luar negeri (terhadap Indonesia). Setelah industri ICT maju, arah kebijakan pemerintah Jepang terhadap industri ICT-nya adalah melakukan transfer spillover modernisasi industri ICT Jepang ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal tersebut dilakukan melalui kerjasama atau perdagangan ICT, dengan asumsi bahwa di era informasi semua negara membutuhkan ICT. Sehingga dengan menguasai pasar ICT Indonesia, Jepang akan memiliki ruang gerak yang besar untuk memanipulasi aliran informasi budaya populernya ke Indonesia melalui ICT dan agen-agen diplomasi budayanya. Sebagai hasilnya, Indonesia akan terus tergantung dengan industri ICT Jepang yang berbanding lurus dengan semakin masifnya imperialisme budaya populer Jepang di Indonesia (Japanization).
31 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Definisi Konseptual dan Operasional 1.6.1.1 Kebijakan Terhadap Industri ICT dan Era Informasi ICT merupakan hasil rekayasa manusia terhadap penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga transfer informasi tersebut akan lebih cepat, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya (Harianto, 2008). Pengertian lain menurut data dari situs “Cordis.Europa” (nd)
tentang
“Information and Communication Technologies” definisi “Teknologi Komunikasi Informasi” / ICT adalah segala hal yang mencakup bidang teknologi untuk komunikasi dan manipulasi informasi. Teknologi Komunikasi Informasi (ICT) biasanya disingkat dengan “Teknologi Informasi” (IT). Sedangkan menurut “Japan External Trade Organization” (JETRO), ‘Kebijakan Terhadap Industri ICT oleh Pemerintah Jepang’ adalah dukungan pemerintah untuk menstimulasi pertumbuhan industri ICT Jepang, melalui berbagai landasan hukum yang dapat memberi dampak maksimum terhadap pertumbuhan industri ICT Jepang. “To stimulate growth in Japan’s ICT industry, […] The government is also seeking to accelerate introduction of various laws that would give maximum support to growth in the ICT industry, in line with the “Basic Law on the Formation of an Advanced Information and Telecommunications Network Society,” enacted in November 2000”. JETRO (2007), “Attractive Sector, ICT; ‘Policy Initiatives’”
Menurut Emmanuel C. Lallana dan Margareth N. Uy (2003), ”Era Informasi” merujuk pada kondisi era kontemporer; yaitu era dimana perekonomian global tidak lagi hanya fokus pada produksi barang barang riil
32 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
(sebagaimana era industrialis), tetapi juga pada manipulasi informasi (penguasaan kapital dibidang informasi). Konsep
kebijakan
terhadap
industri
ICT
dalam
penelitian
ini
dioperasionalisasikan untuk merujuk pada kebijakan Jepang dalam menggunakan industri ICT sebagai media manipulasi aliran informasi budaya populernya kenegara lain melalui kerjasama dan perdagangan ICT. Sedangkan era informasi dalam penelitian ini merujuk pada era kontemporer dimana penggunaan ICT menjadi sebuah keniscayaan bagi umat manusia untuk dapat mengakses informasi lintas batas secara masif dan cepat.
1.6.1.2 Imperialisme Budaya dan Japanization (atau Nipponisation) Menurut John Tomlinson (1991), imperialisme budaya adalah tindakan mempromosikan, memisahkan, membedakan, atau mempenetrasikan suatu budaya atau bahasa dari bangsa satu ke bangsa yang lainnya. Biasanya kasus tentang imperialisme budaya dilakukan oleh negara dengan kekuatan ekonomi dan/atau militer yang lebih kuat ke negara dengan kekuatan serupa yang lebih lemah. Imperialisme budaya dapat dilakukan secara aktif melalui kebijakan formal, maupun melalui cara-cara umum. Imperialisme budaya dapat merujuk pada paksaan akulturasi dari populerisasi subyek terhadap individu dengan budaya lain di negara lain sehingga budaya tersebut dapat diterima sebagai bagian dari budaya mereka. Konsep imperialisme budaya dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan kepentingan nasional Jepang dalam penyebaran budaya populernya
33 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
di Indonesia yang berpangkal dari kapabilitas ICT Jepang yang madani, sehingga memudahkan untuk memperkuat dominasi budayanya di negara dengan kapabilitas serupa yang lebih rendah seperti Indonesia. Sebagaimana disebutkan pada paragraf sebelumnya, bahwa imperialisme budaya dilakukan oleh negara dengan kekuatan ekonomi atau militer yang lebih kuat ke negara dengan kekuatan serupa yang lebih lemah. Pengertian “Japanization” menurut The Freed Dictionary (nd) adalah; “To make or become Japanese in form, idiom, style, or character”. Definisi konsep “Japanization” dalam penelitian ini digunakan oleh penulis untuk merujuk pada proses transnasionalisasi budaya Jepang. Lebih jauh lagi; kondisi dimana budaya Jepang mendominasi, mengasimilasi, atau mempengaruhi kebudayaan lain. Disebut juga dengan Nipponisation. Japanization sendiri seringkali identik dengan Toyotism yang merujuk pada pengaruh pola manajemen khas industri Jepang yang diterapkan oleh negara lain. Konsep ini juga akan digunakan penulis untuk merujuk pada transfer industri ICT Jepang ke Indonesia melalui modernisasi industri ala Jepang.
1.6.2. Tipe Penelitian Penelitian dalam karya ilmiah ini bertipe deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesis-
34 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
hipotesis, tergantung dengan sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Silalahi, 2006:26).
1.6.3. Teknik Analisis dan Metode Pengumpulan Data 1.6.3.1 Teknik Analisis Kualitatif Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang berupa informasi atau uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang telah ada dan sebaliknya (Subagyo, 1997: 106). 1.6.3.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumbersumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Bryman, 2004:33). Sumber data sekunder meliputi komentar, interpretasi, atau pembahasan mengenai materi original (second hand informations) (Silalahi, 2006:266).
1.6.4 Jangkauan Penelitian Untuk memberi batasan pada penelitian ini agar tidak melebar sehingga menyebabkan esensi dari penelitian tidak tepat sasaran, maka penulis membuat beberapa jangkauan penelitian.
35 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Pertama, fokus jangkauan ranah hubungan bilateral antara JepangIndonesia dalam penelitian ini adalah pada hubungan kerjasama ICT dan penyebaran informasi budaya populer (tidak mencakup hubungan atau kerjasama bilateral dalam sektor lain). Kedua, fokus jangkauan waktu kebijakan pemerintah Jepang terhadap industri ICT (baik yang berorientasi kedalam maupun keluar) adalah sejak dekade 1970’an hingga tahun 2008. Mulai dekade 1970’an, karena dekade tersebut adalah tonggak kebangkitan industri ICT Jepang (Jepang Dewasa Ini, 1989:67). Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa penulis akan mengambil data dari periode lain diluar jangkauan penelitian sebagai bukti tambahan untuk memperkuat argumen atau analisis. Ketiga, fokus jangkauan waktu ekspansi budaya populer Jepang ke Indonesia adalah sejak tahun 2005 hingga 2008. Mulai tahun 2005, karena pada tahun itulah dominasi budaya populer Jepang di Indonesia mengalami masa keemasan dan berhasil menggeser dominasi budaya populer AS di Indonesia (Khoiri, 2008).
1.6.5 Sistematika Penulisan Berikut adalah sistematika penulisan dalam karya ilmiah ini; Bab I. Pendahuluan Bab II. Kebijakan Domestik Pemerintah Jepang untuk Kemajuan Industri ICT
36 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan, yang merupakan penelitian terhadap berbagai kebijakan domestik untuk industri ICT di Jepang dan kapabilitas industri ICT Jepang. Bab III. Imperialisme Budaya Populer Jepang Melalui Kapabilitas ICT Penjelasan mengenai kepentingan nasional Jepang untuk menyebarkan budaya populernya keluar negeri dan untuk mencapainya Jepang menggunakan kapabilitas industri ICT sebagai instrumennya. Bab IV. Kebijakan ICT Jepang dan Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia Analisis kebijakan kerjasama dan perdagangan ICT Jepang-Indonesia, serta mengapa hal tersebut dapat mempengaruhi transnasionalisasi budaya populer Jepang di Indonesia. Bab V. Kesimpulan Kesimpulan penulis atas penelitian yang telah dilakukan.
37 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB II
Kebijakan Domestik Pemerintah Jepang untuk Kemajuan Industri ICT
38 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Bab II
Kebijakan Domestik Pemerintah Jepang untuk Kemajuan Industri ICT "They (Japan’s industries) often had a strong nationalistic enthusiasm as well as scientific curiosity, and pursued technological catch-up with fervor [...] A new technology can be fully assimilated only when sufficient capabilities have been developed. Japan was fortunate because when it started the development effort, it already had certain technological capabilities, partly as legacy of indigenous technology and partly as a product of education." Akira Goto dan Hiroyuki Odagiri (1996), “Technology and Industrial Development in Japan: Building Capabilities by Learning, Innovation, and Public Policy”3
B
AB INI fokus pada pembahasan mengenai kebijakan domestik pemerintah Jepang untuk kemajuan sektor industri ICT sebagai landasan sebelum
negara tersebut melakukan kebijakan yang berorientasi keluar. Sejarah sains dan teknologi modern di Jepang dimulai pada akhir abad kesembilanbelas, ketika Jepang yang baru mulai dibuka secara efektif mempelajari pengetahuan yang ditawarkan oleh Eropa. Jepang pada waktu itu miskin sumber bahan, dan satu-satunya jalan bagi Jepang untuk dapat maju dibidang sosial dan ekonomi adalah melalui kemajuan teknologi yang dicapai oleh rakyatnya; sumber daya satu-satunya (Jepang Dewasa Ini, 1989). Ketergantungan hakiki Jepang dari kemajuan teknologi saat ini tidak berbeda dari seabad yang lalu. Hal yang berubah adalah tempat Jepang dalam masyarakat internasional, dimana sekarang Jepang berkedudukan diantara negaranegara industri yang besar di dunia. Melihat kedudukannya, Jepang harus 3
Akira Goto dan Hiroyuki Odagiri adalah profesor di Research Center for Advanced Science and Technology; The University of Tokyo.
39 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
menggalakkan riset yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang global ruang lingkupnya dan untuk mencapai kepentingan nasionalnya (Jepang Dewasa Ini, 1989:67). Jepang telah mengambil serangkaian prakarsa untuk meningkatkan teknologinya dalam menghadapi persaingan global yang kian ketat. Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memusatkan perhatian terhadap empat bidang prioritas, yaitu; Nanoteknologi, Bioteknologi, Teknologi Informasi, dan Teknologi Lingkungan (Aneka Jepang, 2009). Diantara keempat bidang tersebut, “Teknologi Informasi” adalah bidang yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Penulis memulai pembahasan dengan alur mundur, dimulai dari pencapaian Jepang saat ini dibidang industri ICT hingga bagaimana mereka mencapainya dimasa lalu.
II.1 Kapabilitas Industri ICT Jepang II.1.1 Kredibilitas Industri ICT Jepang Saat ini Jepang memiliki lebih dari 700.000 peneliti ICT dan menghabiskan anggaran negara sebesar USD 130 milyar per tahun untuk penelitian dan pengembangan ICT (McDonald, 2004). Pencapaian tersebut telah melewati tahap perkembangan yang sangat signifikan sejak dekade 1950’an. Pada tahun fiskal 1955 (April 1955-Maret 1956), jumlah pengeluaran Jepang untuk penelitian dan pengembangan ICT adalah 40 miliar yen, atau 0,84% dari produk nasional bruto. Presentase tersebut masih lebih kecil dari Republik Federasi Jerman, Perancis, Uni Soviet, Inggris, dan Amerika Serikat, dan jumlah yang
40 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
dikeluarkan hanya mencakup 1% dari jumlah total kelima negara tersebut ditambah Jepang. Namun, pada tahun fiskal 1985, pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan ICT di Jepang mencapai 8,1 triliun yen atau 3,2% dari GNP; jumlah tersebut merupakan 16% dari jumlah total keenam negara tersebut, dan pencapaian Jepang hanya sanggup dikalahkan oleh Amerika Serikat (Jepang Dewasa Ini,1989:68). Hal tersebut merupakan salah satu bukti kredibilitas industri ICT Jepang diskala internasional. Industri ICT Jepang telah melebarkan fokusnya dibidang manufaktur dengan meningkatkan persiapan dan manajemen pelayanan untuk kategori audio, video, cetak, dan digital. Hal tersebut dilakukan sebagai antisipasi untuk menciptakan kesempatan yang lebih besar bagi pasar ICT Jepang. Disamping itu, Jepang memiliki begitu banyak cluster atau sentra industri disektor ICT, dimana banyak perusahaan ICT terlokasi secara terpusat. Negara yang memiliki cluster atau sentra industri ICT biasanya merupakan negara yang sudah memiliki latar belakang industri ICT yang maju (JETRO.go.jp, 2007). Agar sentra industri ICT ini terus maju dimasa yang akan datang, pemerintah nasional maupun lokal di Jepang menyediakan berbagai insentif bagi setiap cluster yang ada. Tujuan kebijakan insentif tersebut adalah untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih atraktif untuk menarik investor asing. “Japan has numerous IT clusters, areas where IT companies have concentrated. These clusters have been developing organically, rather than under government direction. To encourage further growth, the national and local governments are providing incentives to these IT clusters, creating attractive business environments for potential investors from abroad” JETRO, “Attractive Sector – ICT, Incentives for Growth”
41 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Sebagai tambahan, saat ini pasar ICT yang paling laris di Jepang berada dibidang layanan telepon genggam, IC Card/RFID, komunikasi visual, pemasaran online, industri permainan, dan sektor publik (JETRO.go.jp, 2007). Tabel II.1 Sentra Industri ICT di Jepang
Sumber : www.kri-p.or.jp dan www.yrp.co.jp
42 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar II.1 Peta Area Konsentrasi Vendor ICT di Jepang
Sumber: www.JETRO.go.jp
43 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar II.2 Sentra Industri ICT di Jepang
Keterangan (ki-ka) : 1.Kansai Science City, 2.Yokosuka Research Park, 3.Kitakyushu Research Park, 4.Softpia Japan, dan 5.Kanagwa Science Park. Sumber: 1.www.kankeiren.or.jp, 2.www.yrp-bdi.co.jp, 3.www.kk-j.org, 4.www.pref.gifu.lg.jp, dan 5.www.ksp.or.jp.
II.1.1.1 Undang-Undang dan Regulasi Utilisasi ICT di Jepang Selain kebijakan insentif dan pembentukan cluster industri ICT, pemerintah Jepang juga telah membuat berbagai regulasi untuk memajukan industri ICT-nya. Misalnya saja, pemerintah negara tersebut membentuk sebuah inisiatif yang disebut dengan “U-Japan” dan “Frequency Open”, yang dilakukan dengan digitalisasi siaran televisi dan sosialisasi NGN (Next-Generation Network) (mait.com, 2008). Pada November 2000, pemerintah Jepang membuat sebuah pedoman yang bernama “Landasan Hukum terhadap Formasi Masyarakat Jaringan Telekomunikasi dan Informasi Madani”. Berdasarkan pedoman tersebut, pemerintah Jepang membentuk berbagai kebijakan yang berhubungan dengan utilisasi ICT dinegara tersebut. Berikut adalah kebijakan-kebijakan ICT Jepang 44 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
yang didapat berdasarkan data dari pedoman investasi di Jepang oleh JETRO (2007); Pertama, “Undang-Undang untuk Memfokuskan Penggunaan ICT dalam Prosedur Administrasi Pemerintah” (efektif per Februari 2003). Undang-undang tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengumpulan aplikasi dan formulir lainnya untuk otoritas negara maupun regional secara online (per internet) dengan target –paling tidak- mencapai 50% di tahun 2010. Sehingga hal tersebut dapat menciptakan kesempatan bagi bisnis ICT dalam ranah “pemerintah-rakyat” dan “pemerintah-area bisnis”. Kedua, “Undang-Undang Proteksi Data Personal” (efektif per April 2005). Undang-undang ini membutuhkan bantuan pelaku bisnis pengolahan data pribadi untuk memastikan tingkat akurasi data dan memproteksinya dari penghilangan, kerusakan, maupun pengurangan. Undang-undang ini juga membutuhkan monitorisasi manajemen pengamanan bagi data pribadi oleh pegawai dan kontraktor. Undang-undang ini mematik lapangan baru, khususnya bagi perusahaan software dan system integrator yang memiliki spesialisasi dibidang proteksi data personal. Ketiga, “Regulasi Sistem Pelaporan Kontrol Internal” (dijadwalkan untuk dilakukan secara paksa per April 2008). “Undang-Undang Valuta dan Instrumen Finansial” yang diterapkan di Jepang sejak Juni 2006 mempengaruhi pembentukan regulasi ini. Regulasi ini juga disebut sebagai “J-SOX”. Regulasi ini bertujuan untuk membangun kontrol internal guna memastikan prosedur akunting internal berjalan dengan baik. Penggunaan ICT harus dijadikan standar dalam
45 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
kontrol internal sebagai elemen fundamental untuk mencapai tujuan dari regulasi ini. Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut, para pelaku industri ICT dari Jepang semakin memperkuat ekspansi mereka dibidang yang bersangkutan agar pasar mereka di Jepang tidak direbut oleh vendor ICT dari Amerika Serikat dan Eropa yang telah terlebih dahulu madani dalam sektor yang sama. Hal tersebut secara tidak langsung meningkatkan persaingan sehat dalam dunia industri ICT Jepang yang menyebabkan kemajuan yang cukup signifikan bagi vendor ICT asal Jepang. Berikut ini adalah pemetaan
strategi pemerintah
Jepang dalam
pengembangan ICT dinegara tersebut beserta tujuannya, yang didapat dari data milik JETRO (2007): Tabel II.2 Perkembangan Strategi Kebijakan ICT Jepang
Sumber: www.JETRO.go,jp
46 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Campur tangan pemerintah Jepang dalam industri ICT membawa Jepang pada jajaran negara dengan kapabilitas yang besar di bidang ICT, yang tidak kalah dengan negara-negara maju lain yang sudah terlebih dahulu memiliki industri ICT yang madani. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data bahwa Jepang berada pada peringkat sepuluh besar dunia dalam indeks daya kompetitif ICT internasional yang dinilai berdasarkan indikator; lingkungan bisnis, infrastruktur ICT, kapital manusia, lingkungan hukum, lingkungan R&D (penelitian dan pengembangan), dan penggunaan ICT untuk pembangunan industri (JETRO, 2007) . Tabel II.3 Indeks Daya Kompetitif Industri ICT Internasional Tahun 2007
Sumber: www.JETRO.go.jp
Tidak dipungkiri lagi, Jepang merupakan negara asal Asia yang memiliki peradaban ICT yang paling maju, dan bahkan mampu bersaing dengan negaranegara Barat yang telah terlebih dahulu memiliki kapabilitas ICT yang madani. 47 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Prestasi Jepang tersebut sudah terlihat sejak era pasca Perang Dunia II, dimana Jepang mulai mengembangkan ilmu teknologi yang mereka impor dari negaranegara maju. Setelah itu, mereka melakukan ekspansi ekspor industri manufakturnya keluar negeri yang menjadikan gap ekonomi antara Jepang dan negara-negara Barat semakin mengecil (Okita, 1983 :143).
II.2 Kapitalisasi Joho Shakai ; Kebijakan Industri ICT Jepang Sub-bab sebelumnya merupakan penjelasan argumen yang menunjukkan kebijakan pemerintah Jepang yang menunjang kapabilitas industri ICT Jepang, khususnya
diskala
internasional.
Bagaimanapun,
sebuah
negara
dengan
kapabilitas ICT yang begitu maju tidak akan ada artinya jika tidak didukung oleh sebuah struktur masyarakat yang sadar teknologi dan menjadikannya sebagai sebuah kebutuhan atau bahkan prioritas hidup. Dibawah ini adalah tabel mengenai “Profil ICT dalam Masyarakat Jepang” yang didapat berdasarkan data dari United Nations Development Programme (UNDP): Asia Pacific Development Information Programme tahun 2005, dan data mengenai tingkat penggunaan komputer dan LAN di Jepang (1995-2000) yang didapat berdasarkan data dari Kementrian Ekonomi dan Industri Perdagangan Jepang (METI) tahun 2001:
48 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Tabel II.4 Profil ICT Jepang
Sumber: www.apdip.net/projects/dig-rev/info/jp/
Bagan II.1 Peningkatan Pengguna Komputer dan LAN di Jepang (1995-2000)
Sumber: www.METI.go.jp (2001)
49 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Data mengenai profil ICT dan tingkat penggunaan komputer dan LAN dalam masyarakat Jepang diatas sengaja penulis paparkan untuk menunjang penelitian mengenai kebijakan ICT pemerintah Jepang dalam sistem joho shakai yang akan penulis bahas pada sub-bab berikutnya.
II.2.1 Seishin no Sangyoka dan Kemajuan Industri ICT Jepang Sebagaimana data tentang profil ICT dalam masyarakat Jepang yang telah dipaparkan sebelumnya, tampak bahwa ICT telah menjadi bagian yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat Jepang. Bahkan, Jepang adalah salah satu negara didunia yang sukses mengembangkan sistem “masyarakat informasi”. Adanya sebuah sistem masyarakat yang berbasis ICT, nantinya akan melahirkan kebijakan-kebijakan pemerintah Jepang yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan industri ICT dinegara tersebut sebagai pilar ekonomi utama. Pemikiran mengenai masyarakat informasi selama ini lebih banyak datang dari pemikir-pemikir Amerika Serikat. Misalnya saja Daniel Bell, Edwin Parker, Marc Porat, Peter Drucker, John Naisbitt, dan yang paling terkenal; Fritz Machlup (1962)4. Sedangkan pada tahun yang hampir bersamaan dengan kemunculan ide Machlup, di Jepang sebenarnya ada seorang ilmuwan yang mengembangkan dan memprediksikan sebuah pola masyarakat baru yang akan berkembang di negara tersebut suatu saat nanti. Ilmuwan tersebut adalah Umesao Tadao (1963) yang terkenal dengan tesisnya tentang “Industrialisasi Pikiran Manusia” (Seishin no Sangyoka) (Laxman Pendit, 2006). Umesao Tadao dalam makalahnya yang 4
Machlup adalah seorang ekonom Amerika-Australia yang terkenal dengan bukunya; “The Production and Distribution of Knowledge in the United States” (1962) yang nantinya mempopulerkan ide mengenai ‘masyarakat informasi’.
50 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
berjudul “Industri Informasi” (Joho Sangyo Ron) pada tahun 1963 menjelaskan bagaimana masyarakat Jepang telah mengalami metafora kehidupan dari masyarakat yang berbasis pada peradaban pertanian menuju ke masyarakat yang berbasis pada peradaban industri informasi (Dale, 1996). Tabel II.5 Metafora Masyarakat Jepang
Sumber: Peter Dale (1996)
Pemikiran Tadao mengenai metafora masyarakat Jepang ini dengan cepat berkembang di negara tersebut dan dianggap sebagai haluan akan lahirnya sebuah “masyarakat Jepang modern”. Pada tahun 1968, ide Tadao tersebut kemudian dioperasionalisasikan oleh Lembaga Riset Telekomunikasi dan Ekonomi Jepang, dan di tahun 1970 dilanjutkan oleh Sanuki. Dari penelitian oleh kedua lembaga tersebut, ternyata didapatkan hasil bahwa tingkat kebutuhan informasi masyarakat Jepang telah melewati ambang rasio Engel5. Hasil tersebut semakin memperkuat alasan mengapa masyarakat Jepang harus segera dibentuk menjadi sebuah sistem masyarakat informasi (Laxman Pendit, 2006). Sejak saat itu, pembentukan 5
Rasio Engel / koefisien engel yaitu persentase penghasilan yang dipakai untuk belanja kebutuhan primer pangan terhadap total pengeluaran bulanan. Dalam konteks penelitian ini, berarti rasio untuk menunjukkan proporsi konsumsi makanan dalam anggaran rumah tangga, yang kemudian diadaptasi untuk proporsi konsumsi pengetahuan (KBS World, 20 November 2007).
51 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
masyarakat berbasis industri ICT menjadi sebuah national goal yang didukung penuh oleh negara. Berikut adalah pernyataan resmi pemerintah Jepang melalui the Japan Computer Usage Development Institute (JACUDI) tahun 1971 mengenai kebijakan pembentukan masyarakat informasi Jepang sebagai tujuan negara (dalam Pekari, 2005:61): “…in the advanced countries, de-industrialization is now under way, and the world is generally and steadily shifting from industrialized society to the Information Society. Therefore, this committee proposes the establishment of a new national target; ‘Realization of the Informational Society..” JACUDI (1971), “The Plan for an Informational Society: National Goal Towards the Year 2000”
Dalam bahasa Jepang, masyarakat informasi disebut “joho shakai”6 (Information Society) atau “johoka shakai” (Informationized Society). Pengertian Joho Shakai menurut Kenichi Kohyama 7; “Joho Shakai is a society transformed by the information revolution and characterized by the central role of information processing” (dalam Pekari, 2005: 61). Upaya untuk mewujudkan masyarakat Jepang menjadi joho shakai, lebih banyak dipengaruhi oleh usaha-usaha yang dilakukan kalangan teknokrat Jepang. Terdapat lima dokumen resmi dan setengah resmi dari pemerintah Jepang yang menunjukkan bagaimana Jepang merancang joho shakai sebagai basis kemajuan ICT negaranya. Tiga diantara dokumen tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berkaitan dengan Badan Perencanaan Ekonomi Jepang, sementara dua lainnya oleh Lembaga Struktur Industri (National Institute of Advanced Industrial Science 6
Penulis lebih senang menggunakan terminologi “joho shakai” daripada “masyarakat informasi” ataupun “informational society” dalam penelitian ini, karena joho shakai adalah ide tentang masyarakat berbasis ICT yang datangnya murni dari pengembangan pemikiran khas bangsa Jepang yang berbeda dengan sistem masyarakat informasi dinegara lain. Ex: AS. 7 Kohyama melanjutkan ide Tadao tentang Seishin no Sangyoka, namun pemikiran Kohyama banyak dipengaruhi oleh konsep masyarakat informasi ala AS.
52 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
and Technology / AIST), yaitu sebuah think-tank (agensi) yang bernaung dibawah Kementrian Perdagangan Internasional dan Industri (Ministry of International Trade and Industry/ MITI)8. “The goal of work in the area of information technology is to realize a secure information-oriented society at a high level, in which anyone can freely create, distribute, and share necessary information and knowledge with no restrictions on time and place by using a high-performance IT environment” AIST, “Technical Development for a Ubiquitus-Pervasive Network Society”
Tadao memprediksikan melalui tesis Seishin no Sangyoka-nya, bahwa suatu saat sistem joho shakai di Jepang akan terpengaruh oleh ide-ide kapitalisasi untuk mencapai keuntungan tertentu dari sebuah peradaban yang dibangun dengan basis ICT tersebut. Seorang teknokrat Jepang; Yujiro Hayashi (1969) dalam bukunya yang berjudul “Informationized Society” (Johoka Shakai) membedakan teknologi dalam joho shakai secara fungsional dan informasional. Ia menjelaskan bagaimana produksi barang dan jasa teknologi di Jepang akan selalu dipengaruhi oleh kebutuhan informasi masyarakatnya, sehingga hal tersebut akan terus mendorong inovasi, desain, serta pemasaran industri ICT Jepang (dalam Pekari, 2005:61). Ide-ide kapitalisasi dalam joho shakai tersebut didasarkan pada tiga pemikiran, yaitu; pertama, informatisasi sama dengan komputerisasi, sehingga joho shakai membutuhkan industri berbasis ICT. Kedua, joho shakai adalah masyarakat modern yang mengejar kebutuhan psikologis mereka, sehingga proporsi belanja untuk material atau ongkos kerja harus berkurang demi meningkatkan “biaya informasi”. Ketiga, selain komputerisasi, informatisasi juga
8
Sekarang MITI berubah menjadi METI (Ministry of Economic Trade and Industry).
53 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
menimbulkan diversifikasi tuntutan dan perluasan pilihan konsumen, serta melahirkan industri ICT (Laxman Pendit, 2006). Dengan kata lain, pikiran-pikiran ideal dari Umesao Tadao dan pengikutnya telah diubah sedemikan rupa menjadi sebuah kepentingan bernilai eknomis. Hal tersebut diataslah yeng menjustifikasi peran negara Jepang dalam memotori terwujudnya sebuah sistem joho shakai yang semakin melecut kemajuan industri ICT Jepang. Bagan II.2* Daur Kebijakan Kapitalisasi Joho Shakai di Jepang
*Dari berbagai sumber, diolah sebagai bagan oleh penulis
54 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Dibawah ini adalah grafik perbandingan pendapatan negara Jepang yang menunjukkan bahwa investasi dibidang ICT membawa prospek ekonomi yang lebih besar bagi Jepang. Grafik diambil dari dua sumber yang berbeda berdasar data menurut dua situs resmi pemerintah Jepang; “METI” dan “JETRO”. Peningkatan pendapatan tersebut tidak akan terjadi jika tidak ada kebijakan kapitalisasi dalam joho shakai di Jepang untuk melecut pertumbuhan industri ICT. Bagan II.3 Pendapatan/Investasi Negara Jepang dari Sektor ICT (dalam persen)
Sumber: www.METI.go.jp (2001)
Bagan II.4 Perbandingan Skala Pasar Industri Negara Jepang dari Sektor ICT dan Sektor Lain
Sumber: www.JETRO.go.jp (2007)
55 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
II.3 Kilas Balik: Mind Power sebagai Pilihan Jepang Pada sub-bab sebelumnya telah dijelaskan bagaimana kapitalisasi dalam joho shakai yang mendasari kemajuan industri ICT di Jepang dirancang sedemikian rupa oleh negara sehingga sektor ICT dapat menjadi pilar ekonomi utama bagi Jepang. Hal tersebut menunjukkan bawasannya Jepang melakukan kapitalisasi dari sektor ICT untuk mencapai keuntungan dan kepentingan nasional tertentu. Sebenarnya, Jepang bukanlah satu-satunya negara di dunia yang menjadikan informatisasi (manipulasi informasi) sebagai jalan masuk yang lapang kepada tercapainya kepentingan nasional negara. Sebab, negara-negara Barat pun telah terlebih dahulu menjadikan ICT sebagai komoditas dan instrumen manipulasi informasi yang luar biasa menguntungkan (Laxman Pendit, 2006). Perbedaannya, Jepang memilih mengembangkan ICT dalam keadaan kalah perang pada era Perang Dunia II. Jepang adalah negara fasis yang kalah pada waktu itu, dimana dari ketiga pilar power menurut kaum neo-liberalis, Jepang hanya memungkinkan untuk mengembangkan pilar “mind”. Pasca Perang Dunia II, perekonomian Jepang hancur lebur. Pabrik-pabrik di pusat industri hanya sedikit yang masih berfungsi. Pada saat itu, rakyat Jepang mengalami musibah kelaparan yang begitu hebat, sedangkan roda perekonomian negara berhenti di tempat (Watt, 2006). Sektor industri hancur, sektor militer dijatuhi sanksi internasional9, sedangkan mereka tidak punya sumber daya alam untuk dijual (Educationworld.net,2006). Namun para pemimpin Jepang menolak 9
Pada 3 Mei 1946, militer Jepang dijatuhi sanksi internasional oleh International Military Tribunal for the Far East. Pada waktu itu petinggi militer Jepang dijatuhi hukuman sebagai penjahat perang. Kondisi ekonomi Jepang juga jatuh seiring dengan dilancarkannya embargo minyak oleh Amerika Serikat terhadap Jepang (Worth, Jr., 1995).
56 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
untuk menyerah. Mereka berupaya untuk menghasilkan uang dari sisa sumber daya yang masih ada di Jepang. Mereka masih punya otak, dan semangat untuk belajar. Bangsa
Jepang
memiliki
pedoman
filosofis
untuk
fokus
pada
pengembangan diri secara berkelanjutan yang dikenal dengan istilah ‘Kaizen’ (Imai, 1986). Kaizen dilakukan dengan cara meningkatkan standar aktivitas dan proses untuk menghilangkan waktu yang terbuang. Kaizen pertama kali diimplementasikan secara konkret dalam dunia bisnis Jepang pada era pemulihan ekonomi Jepang pasca Perang Dunia II, termasuk oleh perusahaan Toyota yang melahirkan ‘Toyotism’ (Colenso, 2000). Pada waktu itu, bangsa Jepang memulai kembali proses pembelajaran besar-besaran. Ribuan orang, pelajar, serta ilmuwan Jepang berbondong-bondong ke Eropa dan Amerika Serikat untuk merebut ilmu apapun yang bisa mereka dapatkan. Tidak hanya itu, ribuan ahli dan ilmuwan dari negara maju didatangkan ke Jepang (Laksono, 2008). Semua upaya pembelajaran yang dilakukan oleh Jepang membuahkan hasil. Mereka berhasil mengembangkan sistem Total Quality Management10, yang di Amerika Serikat saja tidak berhasil dikembangkan karena dianggap terlalu rumit. Mereka juga berhasil mengembangkan Teknologi Transistor oleh Bell Labs11, yang nantinya dipopulerkan oleh perusahaan Sony milik Akio Morita dan 10
Total Quality Management (TQM) adalah seperangkat layanan manajemen untuk organisasi, yang digunakan untuk memastikan konsistensi manajemen; apakah sesuai atau tidak dengan kebutuhan kostumer. TQM menempatkan fokus yang sangat besar pada proses pengukuran dan kontrol sebagai pengembangan berkelanjutan (Free Management Library, www.managementhelp.org) 11 Pada akhir dekade 1940’an hingga sepanjang dekade 1950’an, Bell Telephone Laboratories membuat program inovatif yang dijuluki “fundamental development” dalam hal teknologi semikonduktor untuk mempromosikan perkembangan yang begitu masif dalam bidang transistor dan perangkat keras lainnya (Computer History Museum, www.computerhistory.org).
57 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Masaru Ibuka. Demikian halnya dengan teknologi mesin robot. Sejak Jepang bergabung dengan PBB pada 1956, negara tersebut terus mengalami kemajuan ekonomi yang pesat dari sektor ICT. Jepang bahkan menjadi raksasa ekonomi terbesar nomor 2 di dunia setelah Amerika Serikat dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 10% selama empat dekade12 (BBC News, 2006). Tabel II.7 Peringkat Ekonomi Jepang
Keterangan: GDP (nominal) dalam milyar. Sumber: untuk GDP (nominal) adalah data tahun 2005 dari www.imf.org, sedangkan untuk GDP (PPP) adalah data tahun 2005 dari www.nationmaster.com
Jepang memilih bangkit dengan cepat melalui industri elektronik dan komputer –sebuah pilihan yang menjadikan Jepang seperti keadaannya kini, yaitu kerajaan barang-barang elektronik dan komputer (Laxman Pendit, 2006). Industri ICT dipilih dan dipakai Jepang untuk kepentingan sistem ekonomi yang didominasi oleh organisasi dan korporasi besar yang mencari keuntungan dan didukung oleh lingkungan politik yang pro-bisnis. Hasil dari semua kebijakan kapitalisasi dalam joho shakai tersebut adalah sebuah pencapaian yang menjelma
12
Sebelum akhirnya pertumubuhan ekonomi tersebut sempat macet pada pertengahan dekade 1990’an, dikarenakan Jepang mengalami resesi besar-besaran (BBC News, 2006).
58 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
dalam data-data yang terdapat pada bab ini. Sebuah data yang menunjukkan sinergi antara kebijakan industri ICT, sistem masyarakat yang berbasis teknologi, dan kemajuan ekonomi diskala domestik maupun internasional.
59 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB III
Imperialisme Budaya Populer Jepang Melalui Kapabilitas ICT
60 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Bab III
Imperialisme Budaya Populer Jepang Melalui Kapabilitas ICT “I believe most of you know the manga InuYasha. But you might not know that there is a Polish version of InuYasha. Now I have to admit that I myself did not know this until the other day, when the Polish Foreign Minister presented me with a copy. It's a powerful example of just how far Japanese manga have come to be known around the world. I think we can safely say that any kind of cultural diplomacy that fails to take advantage of pop culture is not really worthy of being called ‘cultural diplomacy’” Taro Aso (2006), “A New Look at Cultural Diplomacy: A Call to Japan’s Cultural Practitioners”13
T
ERDAPAT dua variabel utama didalam penelitian ini, yaitu; ‘kapabilitas ICT’ dan ‘dominasi budaya populer Jepang di Indonesia’. Penelitian yang
dilakukan dalam bab ini adalah untuk mencari hubungan pengaruh antara dua elemen pokok tersebut. Penulis menempatkan ‘dominasi budaya populer’ sebagai sebuah kepentingan/tujuan nasional Jepang, dan ‘kapabilitas ICT’ sebagai instrumen yang mempengaruhi proses pencapaian kepentingan tersebut. Oleh karena itu, penelitian pada bab ini dimulai dari pembahasan mengenai “dominasi budaya populer Jepang” sebagai sebuah kepentingan atau tujuan nasional Jepang sebelum nantinya Jepang membuat kebijakan luar negeri terhadap industri ICTnya sebagai instrumen untuk mencapai kepentingan nasionalnya.
III.1 Kepentingan Nasional Jepang: Imperialisme Budaya Populer 13
Pidato oleh Taro Aso pada tahun 2006 di Digital Hollywood University, ketika Aso masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Jepang (MOFA, 2006).
61 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Pada ‘Bab Pendahuluan’ telah disinggung bahwa Jepang memiliki tujuan negara untuk mengkomunikasikan budaya populernya ke seluruh penjuru dunia agar budaya populer tersebut dapat diterima sebagai sebuah produk “Budaya Transnasional”. Untuk meneliti mengenai kepentingan Jepang melakukan dominasi budayanya keluar negeri, berarti kita harus mengenal seperti apa budaya Jepang itu sendiri. Oleh karena itu, sub-bab ini dimulai dari perkenalan terhadap budaya Jepang yang nantinya diekspor besar-besaran ke luar negeri termasuk Indonesia.
III.1.1 Budaya Populer Jepang: ‘Dari Menyadur ke Mengekspor’ Dalam masyarakat Jepang, ada sebuah pedoman kuno yang berasal dari nilai filsafat upacara minum teh (chanoyu), yaitu; ‘Ichigo Ichie’. Ichigo Ichie sendiri mengandung nilai agar kita harus menyerap setiap pengalaman bersama orang lain, karena hal tersebut mungkin tidak akan terjadi lagi (Nipponia, 2006:5). “….hospitality is based on the old saying from the tea ceremony, ichigo ichie: treasure every encounter with another person, because it may never happen again…” Torikai Shin-ichi, “The Spirit of Japanese Hospitality”14
Pepatah kuno Jepang tersebut rupanya menjadi falsafah bagi bangsa Jepang untuk menggali dan menyerap informasi budaya bangsa lain untuk dikembangkan dinegaranya, tanpa harus menghilangkan budaya asli Jepang sendiri. Oleh karena itu, kebudayaan Jepang mengalami perkembangan yang luar biasa selama bertahun-tahun belakangan. Sebelumnya, penulis perlu membedakan kebudayaan Jepang menjadi dua, yaitu; 14
Petikan kalimat disadur dari Nipponia edisi 39 ( 2006:5).
62 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
a) Budaya Asli Joumon Budaya asli Joumon merupakan kebudayaan asli tradisional Jepang yang sudah ada sejak masa 14.000-400 SM (Junko, 2004), seperti kerajinan (ikebana, origami, ukiyo-e, boneka, dan gerabah), seni panggung (bunraku, tari-tarian, kabuki, noh, rakugo), tradisi (permainan tradisional, chanoyu, budou, arsitektur, tata taman, dan pedang), dan kuliner (The Concise Columbia Encyclopedia, 1983). Gambar III.1 Contoh Budaya Joumon Jepang
Ket: 1. Kabuki, 2. Bunraku, 3. Ukiyo-e, 4. Miyako Odori, 5. Ikebana,dan 6. Chanoyu Sumber: 1. bulldog2.redlands.edu, 2. www.kankeiren.or.jp, 3. www.wicce.com, 4. photos.igougo.com, 5. www.pinfrog.com, 6. www.decofinder.com
b) Budaya Populer (J-Pop) Budaya Populer merupakan kebudayaan kontemporer Jepang yang diadaptasi dari luar Jepang, seperti Amerika Utara, Eropa, dan Asia. Contoh budaya J-Pop adalah literatur (manga), musik (japanese pop atau
63 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
rock), penampilan (harajuku, cosplay), serial (anime, dorama), industri permainan dan sebagainya (The Observer, 2007). Gambar III.2 Contoh Budaya Populer Jepang
Ket.: 1. Manga, 2. Gaya Harajuku (1), 3. Cosplay (1), 4. Anime, 5. Cosplay (2), dan 6. Gaya Harajuku (2) Sumber: 1. www.urbis.co.uk, 2. www.tokyomade.com, 3. www.yeinjee.com, 4. princessofnightmare.file.wordpress.com, 5. fc04.deviantart.com, dan 6. www.photopassjapan.com
Budaya Jepang sangat bersifat eclectic15. Jepang melakukan penyerapan budaya asing untuk dipadukan dengan budaya asli mereka, sehingga mereka menciptakan sebuah produk budaya kontemporer baru yang siap untuk dipasarkan bahkan diluar Jepang. Misalnya saja, kombinasi antara budaya asli Jepang cetak kayu tebal (ukiyo-e) dengan kesenian Barat menciptakan sebuah produk budaya populer yang bernama manga. Manga adalah komik tipikal Jepang yang kini sangat populer diluar Jepang (NMP International, 2007). Dari manga, lahir lagi 15
Eclectic :adj. (of persons, methods, etc) borrowing freely from various sources. (Hornby, Gatenby, dan Wakefield, 1973; The Advanced Learner’s Dictionary of Current English 2nd Edition).
64 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
sebuah budaya populer baru yang lebih menyesuaikan dengan peradaban televisi, yaitu anime16. Rupanya, produk manga dan anime yang begitu laris di pasar masih bisa dikembangkan lagi dengan menggunakan teknologi permainan video pada dekade 1980’an, yang menjadikan Jepang sebagai raksasa permainan video dengan berbagai genre terbesar didunia (Herman, Horwitz, Kent, dan Miller, 2007). Sebenarnya, adaptasi budaya asing yang dilkukan oleh bangsa Jepang sudah terjadi sejak abad ke-IX dan X. Musik tradisional Jepang seperti koto dan shamisen merupakan adaptasi dari alat musik negara-negara tetangga Jepang di Asia Timur. Demikian pula dengan seni pertunjukan tradisional Jepang, seperti Noh yang diperkenalkan pada abad-XIV (JNTO, 2001:31-32). Pada abad-XIX, musik-musik Barat mulai diperkenalkan di Jepang dan kini telah menjdi bagian integral dari budaya Jepang. Pasca Perang Dunia II, budaya Jepang sangat dipengaruhi oleh musik modern Amerika dan Eropa yang kini berevolusi menjadi musik modern khas Jepang yang dikenal dengan istilah J-Pop (The Observer, 2007). Budaya asing yang diadaptasi oleh Jepang telah mengendap sebagai budaya populer pada masyarakat Jepang kontemporer. Budaya populer tersebut seakan menjadi identitas budaya baru bagi bangsa Jepang masa kini. Sebagai contoh, budaya karaoke di Jepang. Karaoke adalah aktivitas budaya yang paling sering dilakukan oleh masyarakat Jepang. Padahal karaoke masuk ke negara tersebut baru pada era pasca Perang Dunia II. Pada November 1993, Cultural Affairs Agency di Jepang mengadakan survey yang memaparkan hasil bahwa pada 16
Anime adalah pengembangan manga versi film televisi.
65 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
tahun itu lebih banyak masyarakat Jepang yang menghabiskan waktu untuk bernyanyi di karaoke daripada berpartisipasi dalam kegiatan budaya tradisional, seperti ikebana (seni merangkai bunga) atau chanoyu (upacara minum teh) (Bill, 1998:76). Ketika tingkat kemakmuran ekonomi Jepang telah mencapai tahapan maju, negara tersebut berkeinginan untuk menjadi negara terdepan didunia melalui daya tarik budaya populer yang dijual melalui jaringan televisi dan konglomerasi media yang ada di Jepang (Birkbeck, 2008). Sebagaimana menurut John Tomlinson (1991), bahwa imperialisme budaya cenderung dilakukan oleh negara dengan tingkat kemakmuran ekonomi yang sudah mapan dengan sasaran negara berkembang, demikian halnya Jepang yang memiliki kepentingan untuk menjadikan budaya populer negara tersebut sebagai komoditas yang disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Koichi Iwabuchi (2002), menggambarkan budaya populer Jepang dengan terminologi “Mukokuseki” (dalam bahasa Inggris berarti “stateless” atau “culturally odourless”). Mukokuseki merupakan denotasi dari karakteristik budaya Jepang diluar negeri yang diibaratkan seperti “aroma”. Maksudnya, bahwa Jepang menghindari pelabelan “yang berbau Jepang” dalam komoditas yang mereka ekspor keluar negeri, tetapi pada saat yang bersamaan komoditas tersebut dikenali sebagai hasil karya bangsa Jepang (TV Tropes.org, 2009). Misalnya; Jepang ingin memperkenalkan ‘walkman SONY’ sebagai ‘tape perekam praktis dan mudah dibawa’ daripada sebuah pelabelan ‘produk miniaturisasi tape perekam konvensional ala Jepang’. Contoh lain adalah; para pembuat komik (mangaka)
66 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Jepang seringkali membuat pakem pada setiap karakternya dengan karakteristik “hiperbolis”; mata besar, tubuh menjulang, dan rambut berwarna-warni yang sama sekali tidak mencerminkan karakteristik penduduk asli Jepang. Tetapi justru penghindaran labelisasi tersebut membuat manga asal Jepang memiliki ciri khasnya sendiri yang dengan mudah dikenal sebagai “produk Jepang” (Moeran, 2004). Tujuan dari mukokuseki adalah agar produk Jepang dapat dengan lebih mudah diterima di negara lain. Strategi tersebut berbeda dengan cara Barat yang cenderung memberi pelabelan “yang berbau Kebaratan” pada komoditas yang mereka ekspor keluar negeri. Masifnya ekspor budaya populer Jepang ke berbagai penjuru dunia akhirakhir ini tidak lepas dari pengaruh internal dari negara Jepang sendiri. Jepang memiliki sebuah sikap “narsisme budaya” terhadap kebudayaan asli maupun kebudayaan populer mereka. Jepang bahkan merasa bahwa dirinya memiliki kebudayaan yang lebih superior dibanding bangsa Asia lain karena kemajuan teknologi dan kapasitas produksinya (Iwabuchi, 2002). Sikap “narsisme budaya” tersebut mendorong Jepang untuk melakukan ekspansi budaya ke negara lain. Meskipun demikian, Iwabuchi mengakui bahwa konten dalam kebudayaan populer Jepang sudah tidak terikat dengan kebudayaan asli Jepang dan justru proses transculturation (perpindahan budaya) Jepang lebih cenderung terpengaruh hegemoni kebudayaan populer Amerika Serikat; “Even American culture is conceived as ‘ours’ in many places”.
67 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
III.1.1.1 Pengglobalan Budaya Populer sebagai Bentuk Baru Diplomasi Demokratis Jepang Seiring dengan semakin meningkatnya penggemar produk budaya populer Jepang yang diekspor keluar negara tersebut, pembentukan citra produk budaya Jepang menjadi J-pop, J-anime, atau J-fashion juga semakin menguat. Para produsen dan kreator komoditas budaya populer Jepang semakin menguatkan identitas “ke-Jepang-an” (Japaneseness) kedalam produksi yang berhubungan dengan penggunaan budaya populer sebagai kendaraan untuk berdiplomasi (Aso, 2006). Saat ini, elemen budaya memang dapat digunakan sebagai salah satu instrumen dalam melakukan diplomasi. Sebagaimana menurut G.R. Berridge (2005), bahwa diplomasi kebudayaan merupakan bagian dari diplomasi. Diplomasi kebudayaan merujuk pada cara baru dalam melakukan diplomasi dengan melibatkan aktor non-pemerintah atau non-profesional dalam proses penyusunan diplomasi. Dalam kerangka globalisasi, kebudayaan memainkan peranan penting bagi pendefinisian “identitas” dan bagi hubungan antar manusia. Ketika diplomasi klasik gagal, pengetahuan yang lebih baik akan sangat membantu menjembatani gap (jurang pemisah) diantara budaya yang berbedabeda. Inilah yang menjadi penjelasan mengapa Jepang begitu masif melakukan ekspansi budayanya keluar negeri. Jepang melalui Kementrian Luar Negeri / MOFA (2006) pernah menyatakan bahwa negara tersebut bertujuan untuk menggunakan budaya populer sebagai instrumen guna berdiplomasi diera informasi seperti sekarang. Hal
68 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
tersebut sebagaimana pernah dinyatakan oleh Taro Aso, mantan Menteri Luar Negeri Jepang yang kemudian menjabat sebagai Perdana Menteri sejak 24 Spetember 2008, dalam pidatonya di Digital Hollywood University pada tahun 2006 yang lalu; “We are very fortunate that in addition to the items of Noh drama and Bunraku, tea ceremony and flower arranging, Japan also boasts many newer forms of culture that have a high degree of appeal. This would be pop culture, including anime, music, and fashion among others, and the Ministry of Foreign Affairs is really going all out to `market' this, so to speak. [. . . ] Expanding across the globe the number of people who have a friendly feeling toward Japanese through increases in person-to-person interactions is what we might call the ultimate goal of cultural diplomacy" Taro Aso (2006), “A New Look at Cultural Diplomacy: A Call to Japan's Cultural Practitioners”
Melalui budaya populer, Jepang ingin membentuk sebuah pola diplomasi yang tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga hubungan transnasional yang menyangkut hubungan antar masyarakat, kelompok, dan organisasi yang berada diluar Jepang. Sebagaimana kerangka pemikiran kaum liberal sosiologis yang menitikberatkan pada pentingnya hubungan transnasional dalam mencapai kepentingan nasional dan melakukan kerjasama internasional (Jackson dan Sorensen, 2005:144). Untuk alasan itulah Jepang menggunakan strategi transnasionalisasi budaya untuk mencapai kejayaan, yaitu dengan melakukan ekspansi budaya populernya sebagai kendaraan untuk berdiplomasi dengan negara lain. Berikut adalah petikan lain pidato Taro Aso tahun 2006 selaku Menteri Luar Negeri Jepang mengenai keinginan Jepang untuk menggunakan jalan diplomasi
budaya
yang
melibatkan
hubungan
transnasional
untuk
mempromosikan komoditas budaya populer Jepang (MOFA, 2006);
69 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
“I would like you to rid yourselves of any stereotypes that diplomacy means diplomats sitting around having dry, rarefied discussions with each other and classified, hush-hush negotiations. […] What we have now is an era in which diplomacy at the national level is affected dramatically by the climate of opinion arising from the average person. And that is exactly why we want pop culture, which is so effective in penetrating throughout the general public, to be our ally in diplomacy” Taro Aso (2006), “A New Look at Cultural Diplomacy: A Call to Japan's Cultural Practitioners”
III.2 Kapabilitas ICT dan Pembentukan Budaya Transnasional Jepang Kebangkitan industri ICT Jepang telah mempercepat negara tersebut untuk secara langsung bersentuhan dengan era informasi. Dengan modal kapabilitas ICT yang madani, Jepang telah terlebih dahulu merasakan proses interaksi yang lebih masif lintas batas negara. Industri ICT telah memberikan jalan bagi integrasi dunia yang mengaburkan makna ruang dan waktu. ICT berperan penting dalam proses aliran informasi dan kinerja pasar dengan biaya rendah dan waktu yang sangat cepat. Hal tersebut berarti semakin besar kapabilitas negara dibidang ICT, maka kesempatan untuk menguasai pasar dan arus informasi juga semakin lebar. Melalui kapabilitas ICT, negara seperti Jepang dapat melakukan koordinasi terhadap aktivitas dan manajemen dengan lebih baik. Melalui ICT pula, pembentukan jaringan dengan berbagai korporasi transnasional menjadi semakin mudah (CODESRIA.org, 2002). Secara tidak langsung, kebangkitan ICT dalam era informasi dapat memberi pengaruh terhadap pembentukan imperialisme budaya oleh suatu negara terhadap negara lain. Imperialisme tersebut dapat terbentuk melalui arus perdagangan maupun kerjasama internasional. Imperialisme budaya tersebut 70 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
membawa suatu fenomena yang disebut dengan ‘budaya global’ (Yin, nd 17). Selama ini terminologi “Budaya Global” seringkali distereotipekan sebagai “Budaya Populer Amerika” yang menjadi komoditas soft power Amerika Serikat untuk disebarkan kepenjuru dunia dengan manipulasi aliran informasi yang terbawa melalui dominasi media maupun perdagangan internasional (Rourke, 1997: 191). Dalam hal ini Jepang juga memiliki tujuan yang serupa dengan Amerika Serikat, yaitu untuk menjadikan budaya populernya sebagai sebuah produk ‘budaya transnasional’. Salah satu langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkannya adalah dengan memulai sebuah revolusi industri ICT (Yin, nd). Langkah awal Jepang untuk mewujudkan dominasi budaya populernya keluar negeri adalah dengan memajukan sektor industri ICT-nya. Dengan kemajuan industri ICT, maka hasilnya negara tersebut akan mengalami kemajuan dan perkembangan ekonomi, politik, budaya, dan masyarakat yang pesat (Yin, nd). Pada bab II telah dijelaskan bagaimana Jepang melalui strategi dan kebijakan pemerintahnya dapat memacu kemajuan industri ICT negara tersebut. Dalam bab tersebut juga telah dijelaskan bagaimana pemerintah Jepang -didukung oleh teknokrat dan korporasi-korporasi besar yang bergerak dibidang teknologimemberikan dorongan terhadap masyarakatnya untuk terus meningkatkan kebutuhan akan informasi. Dengan tingkat kebutuhan informasi yang tinggi dalam masyarakat Jepang, pemerintah dapat melakukan kapitalisasi untuk mencapai keuntungan tertentu dalam memajukan industri ICT. Kapitalisasi dilakukan
17 Yin, Wah Chu (nd) adalah salah satu dosen departemen sosiologi di Hong Kong University yang pernah memuat presentasi mengenai “Global Culture: Hegemony or Pluraity?”. Kalimat dalam paragraf tersebut berdasarkan parafrase dari presentasi beliau yang didapat dari situs “webjapan.org”. (*tidak ada keterangan waktu atas sumber yang bersangkutan)
71 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
dengan menggaet masyarakat agar meningkatkan pengeluaran untuk informasi dibanding untuk konsumsi rumah tangga yang akan membawa hasil berbanding lurus dengan kemajuan industri ICT negara Jepang (Laxman Pendit, 2006). Kapitalisasi semacam itulah yang coba ditularkan Jepang kepada negara lain, utamanya negara-negara berkembang. Pada dasarnya kapitalisme bertujuan untuk mencari keuntungan. Setelah –secara domestik- industri ICT Jepang mencapai kemajuan, negara tersebut ingin melakukan kapitalisasi ICT hingga keluar batas negaranya sebagai kendaraan untuk menyebarkan budaya populernya keluar negeri. Ciri-ciri dari adanya kapitalisasi tersebut antara lain; pertama, Jepang berkeinginan untuk mencari ‘pasar baru’ diluar batas negaranya untuk ditaklukkan. Kedua, Jepang mentransformasi produk budaya populernya menjadi sebuah komoditas (produk yang ingin diperjual-belikan). Ketiga, korporasi dominan dari Jepang mendominasi media dinegara berkembang untuk melakukan manipulasi aliran informasi (Yin, nd). Pada sub-bab selanjutnya dijelaskan mengenai penjabaran dari ketiga ciri-ciri kapitalisasi yang dilakukan oleh Jepang tersebut.
III.2.1 Kapitalisasi ICT dan Transnasionalisasi Budaya Populer Jepang III.2.1.1 Negara Berkembang; Pasar Baru Industri ICT Jepang Pada 23 April 2001, pihak pemerintah Jepang dengan kalangan akademis, teknokrat, dan perwakilan korporasi ICT Jepang mengadakan konferensi mengenai daya kompetitif internasional industri ICT Jepang. Dalam konferensi tersebut, dibahas bahwa Jepang harus bersikap agresif dalam hal kapasitas
72 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
produksi dan kekuatan pemasaran industri ICT-nya terutama diera persaingan dalam pasar bebas. Jepang harus mulai mendekati karakteristik pasar baru yang berbeda dengan pasar kelas atas seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Meskipun sedikit merubah strategi untuk mencari keuntungan di pasar kelas atas, namun membuka pasar baru seperti di negara berkembang (khususnya Asia) akan membawa peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Apakah Jepang bisa melakukannya atau tidak, semua itu akan mempengaruhi bukan hanya sektor industri ICT saja, tetapi juga keseluruhan sektor perekonomian Jepang diabad keXXI (soumu.go.jp, 2001). Tujuan Jepang untuk memperluas pasar ICT ke negara-negara berkembang juga didukung oleh adanya peraturan dalam sistem internasional yang kondusif. PBB melalui resolusi The Economic and Social Council (ECOSOC) tahun 2001/24; “The need to harmonize and improve United Nations informatics systems for optimal utilization and accessibility by all States”, mengharuskan setiap negara anggotanya memiliki dan menggunakan kapabilitas ICT yang baik di era informasi. Oleh karena itu negara-negara industri maju seperti Jepang harus turut serta membantu mengembangkan dan memaksimalisasi penggunaan ICT di negara berkembang di era informasi ini (un.org/ECOSOC, 2001). Pasal 2 resolusi ECOSOC 2001/24; “Requests the President of the Economic and Social Council to convene the Ad Hoc Open-ended Working Group on Informatics for one more year to enable it to carry out, from within existing resources, its work of facilitating the successful implementation of the initiatives being taken by the SecretaryGeneral with regard to the use of information technology and of continuing the implementation of measures required to achieve its objectives”. ECOSOC, “Resolution 2001/24 Chapter 2”
73 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Mandat untuk mengoptimalisasi bantuan ICT di negara berkembang ditegaskan pada pasal 2 (f) dari resolusi tersebut; “To make arrangements, as appropriate, to provide permanent missions of developing countries with hardware platforms to utilize Internet technology” ECOSOC, “Resolution 2001/24 Chapter 2(f)”
Dengan adanya peraturan internasional melalui ECOSOC, bahwa negara maju harus turut serta memaksimalisasi penggunaan ICT di negara berkembang, Jepang menggunakannya sebagai peluang besar untuk melebarkan bisnis dan pasar industri ICT negara tersebut ke negara-negara berkembang, utamanya di Asia. Untuk melebarkan pangsa pasar di negara-negara berkembang tersebut dapat dilakukan dengan cara kerjasama maupun perdagangan dalam bidang ICT. Contoh nyatanya adalah kesepakatan “ASEAN-Japan ICT Work Plan 2007-2009 Stocktaking”
(soumu.go.jp,
2008).
Dalam
kesepakatan
tersebut,
Jepang
menawarkan berbagai proposal kerjasama ICT dengan negara-negara ASEAN yang dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:
74 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Tabel III.1 Tawaran Kerjasama ICT oleh Jepang Terhadap ASEAN
75 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Sumber: www.soumu.go.jp
Untuk dapat mewujudkan pembukaan pasar baru industri ICT Jepang di negara-negara berkembang, selain dukungan pemerintah, dibutuhkan kesadaran dari setiap vendor ICT Jepang akan pentingnya lokasi produksi diluar negeri yang bertujuan untuk meningkatkan ekspansi internasional dan daya kompetitif . Selain itu, dibutuhkan usaha untuk menyadarkan masyarakat negara berkembang akan pentingnya utilisasi ICT diera informasi dengan menjadikan Jepang sebagai panutan karena negara tersebut merasa sebagai negara dengan tingkat peradaban ICT yang paling maju (soumu.go.jp, 2001). Lebih lanjut, Jepang mengharapkan peran aktif masyarakatnya untuk bergerak secara agresif dalam rangka ekspansi internasional produk ICT Jepang.
76 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Jepang menginginkan agar produk ICT-nya nantinya tidak hanya digunakan untuk tujuan komunikasi di berbagai belahan dunia saja, tetapi juga melibatkan penggunaan industri rumah tangga atau infrastruktur dan dapat memberi dampak dalam berbagai aspek seperti gaya hidup dan budaya, praktek bisnis, dan norma sosial (soumu.go.jp, 2001). Berdasarkan tujuan tersebut, Jepang berniat menggunakan
industri ICT sebagai media perantara untuk
melakukan
transnasionalisasi budaya populer Jepang. “… we expect that the people concerned can work together to aggressively deal with international expansion and that our ICT technology will be used only as the means for communication just in every area of the world but also will evolve for living industry or infrastructure and contribute in various aspects including high-order layers, such as life style, business practices or social norms” SOUMU (2001) “1st Round Table Conference on ICT International Competitiveness Summary of Minutes”
III.2.1.2 Budaya Populer Jepang sebagai Komoditas Pada bab pendahuluan sempat disinggung pernyataan oleh Koichi Iwabuchi (2002) bahwa perilaku ekspansi budaya populer Jepang keluar negeri, khususnya negara Asia lainnya disebabkan karena Jepang merasa identitasnya lebih superior dibanding bangsa Asia lain akibat kemajuan teknologi dan kapasitas produksinya. Pernyataan tersebut tidaklah berlebihan karena Jepang sendiri mengklasifikasikan ‘identitas dirinya’ bukan sebagai bangsa Asia. “Taking into consideration that we modern citizens of Asia today live in a time of shared feelings and common concerns, Asia Center has organized this comic exhibition as a canal of communication among our Asian youth for better comprehending and appreciating the circumstances of each other’s societies and daily living” Japan Foundation (2000), “Asia in Comic Exhibition ‘Where are we going?’”18 18
Petikan pengantar dalam katalog The Japan Foundation Centre Asia tersebut diunduh dari tesis milik Hilaria Gössmann (2001) yang berjudul “Introduction to the Panel ‘Image of Asia in Japanese Mass Media, Popular Culture, and Literature’”, University of Trier, Jerman.
77 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Jika ditelaah, kalimat pengantar oleh “Japan Foundation Asia Centre” (2000:5) dalam sebuah katalog pameran manga dari berbagai negara Asia di Tokyo tersebut mengandung makna bahwa media Jepang menggunakan kata “Asia” untuk merujuk pada seluruh negara Asia kecuali Jepang. Disini ‘Jepang’ mengidentifikasikan diri sebagai bagian modern dari Asia (dalam Gössmann, 2001: 4). Pada dekade 1990’an, hubungan antara Jepang dengan negara Asia lain menjadi topik diskusi penting di Jepang. Pertanyaan utamanya adalah; ‘Apakah Jepang adalah negara Barat atau Asia? (Blechinger dan Legewie, 1998:5). Jepang rupanya tidak terlalu menganggap penting ‘identitas Asia’-nya. Negara tersebut justru melihat bahwa bangsanya dapat berkomunikasi dengan bangsa Asia lain melalui manga. Sejak awal dekade 1970’an, populeritas manga telah meluas ke berbagai negara Asia diluar Jepang. Saat ini, terjemahan resmi dari manga yang didistribusikan kepenjuru Asia dibawah kendali lisensi dari penerbit Jepang secara langsung. Manga dan anime merupakan basis dari booming budaya populer Jepang di Asia saat ini. Jepang telah menjadikan produk budaya populer negara tersebut sebagai sebuah komoditas yang diperdagangkan untuk tujuan ekonomi maupun diplomatis. Kemajuan industri ICT dan ekonomi Jepang dibanding negara Asia lain sangat membantu negara tersebut dalam memasarkan produk budaya populernya untuk bisa diterima dinegara lain. Bahkan, Jepang telah memperluas pasar manga dan anime ke Amerika Serikat, Eropa, dan negaranegara tetangga di Asia Timur yang dulu melarang masuknya produk Jepang.
78 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Selain itu, jenis lain komoditas budaya populer Jepang yang memiliki banyak penggemar di Asia adalah drama televisi Jepang (J-dorama) (Gössmann, 2001: 4). Di Jepang sendiri, fenomena booming komoditas budaya populer Jepang dinegara Asia lain menjadi topik yang diperbincangkan secara meluas. Jepang merasa bahwa negara tersebut telah memimpin satu langkah karena komoditas budaya populernya dicintai bangsa-bangsa lain. Pada awal 2000’an, sebagian besar surat kabar dan majalah di Jepang memaparkan berbagai berita utama, seperti; “Asia Loves Japan” atau “The Youth (di negara Asia lain) is Longing for Japanese Popular Culture” (Iwabuchi, 2001:1).
III.2.1.3 Manipulasi Aliran Informasi Budaya Populer Jepang ke Luar Negeri Manipulasi aliran informasi hanya bisa dilakukan dengan kapabilitas ICT yang madani. Sebagaimana menurut pengertiannya dalam definisi konseptual yang diangkat penulis di bab pendahuluan; “Information Communication Technologi (ICT)” merupakan hasil rekayasa manusia terhadap penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga transfer informasi tersebut akan lebih cepat, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya (Harianto, 2008). ICT juga merupakan segala hal yang mencakup bidang teknologi untuk komunikasi dan manipulasi informasi (cordis.europa, nd). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ICT dapat menunjang proses manipulasi aliran informasi. Semakin besar informasi dari Jepang yang ditransfer kenegara-negara lain, maka semakin besar pula pengetahuan negara-negara tersebut tentang
79 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Jepang. Dengan kapabilitas ICT pula, Jepang dapat melakukan filtrasi terhadap informasi dari luar yang masuk ke Jepang. Untuk itu, Jepang terus membangun infrastruktur informasinya dalam hal konten penyiaran yang bertujuan agar terjadi kerjasama yang baik antara pemerintah dengan swasta (soumu.go.jp, 2007). Pada bab pendahuluan telah dipaparkan bagaimana kebijakan pemerintah Jepang disektor penjualan perangkat lunak penyiaran keluar negeri mengakibatkan menjamurnya tayangan Jepang diberbagai negara berkembang, khususnya Asia. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bagaimana Jepang melakukan kapitalisasi produk ICT-nya sebagai cara untuk melakukan manipulasi aliran informasi tentang budaya populernya keluar negeri.
80 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV
Kebijakan ICT Jepang dan Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia
81 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Bab IV
Kebijakan ICT Jepang dan Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia “When all you have is the hammer, the whole world looks like a nail” Kaplan (1951)19 “Japan's 'return to Asia' from the 1990s, when it began reasserting its Asian identity, contains echoes of World War II colonialism since Japanese tend to regard themselves as 'above' other Asian countries because of their superior technology and production capacity” Koichi Iwabuchi (2002), “Recentering Globalization: Popular Culture and Japanese Transnationalism”
S
EBELUMNYA telah dibahas bahwa kapabilitas ICT dapat dijadikan kendaraan bagi Jepang yang berniat untuk menjadikan budaya populernya sebagai sebuah produk “budaya transnasional”. Tujuan
tersebut dimulai dengan membuka pasar baru bagi komoditas ICT Jepang dinegara-negara berkembang seperti negara-negara ASEAN. Salah satu pangsa pasar bagi penyebaran komoditas budaya populer dan produk ICT Jepang adalah Indonesia. Di Indonesia sejak tahun 2005, dominasi budaya populer Jepang mencapai titik yang signifikan, dan hal tersebut kemungkinan besar berhubungan dengan kebijakan luar negeri Jepang untuk mengadakan kerjasama dan perdagangan ICT dengan Indonesia. Bab ini merupakan analisis mengenai mengapa kebijakan pemerintah Jepang dibidang ICT melalui perdagangan maupun kerjasama dengan Indonesia, dapat berpengaruh terhadap dominasi budaya populer Jepang di Indonesia. 19
Petikan kalimat Kaplan disadur dari artikel Knut G. Nustad (2001), “Development: The Devil We Know?”
82 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
IV.1 Perdagangan dan Kerjasama ICT Jepang-Indonesia Pada bab III; sub-bab III.2.1.1, telah dijelaskan bahwa Jepang berniat untuk melebarkan sayap pasar industri ICT-nya ke negara-negara berkembang khususnya di Asia; misalnya ASEAN. Indonesia selaku salah satu negara anggota ASEAN-pun menjadi salah satu sasaran pasar industri ICT Jepang. Pelebaran pasar industri ICT oleh Jepang di Indonesia, tidak hanya dilakukan melalui perdagangan produk-produk perangkat keras atau perangkat lunak ICT saja, tetapi juga melalui bantuan-bantuan dan kerjasama dibidang aplikasi ICT di Indonesia. Tercatat beberapa kali Indonesia mengadakan kerjasama dibidang ICT dengan Jepang sejak tahun 2003. Pertama, pada 2 September 2003, Indonesia dan Jepang sepakat meningkatkan kerjasama di bidang pengembangan ICT, termasuk di antaranya pengiriman ahli dibidang ICT baik ke Jepang maupun ke Indonesia. Kesepakatan itu dicapai melalui pembicaraan antara Menneg Informasi dan Komunkasi; Syamsul Muarif dengan Menteri Dalam Negeri Manajemen Publik, Pos dan Telekomunikasi Jepang; Tamayama Taronasuk di Jakarta. Kerjasama itu juga meliputi pengembangan aplikasi informasi dan teknologi dimasyarakat, serta pengembangan ICT untuk mendorong budaya masyarakat. Melalui kerjasama tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk saling mengirimkan ahli ICT untuk bertukar ilmu. Ahli Indonesia akan mempelajari pengembangan ICT di Jepang, baik dalam forum seminar dan diskusi. Sedangkan ahli ICT Jepang membagi pengalamannya kepada Indoensia dalam mengembangkan ICT. Melalui kerjasama itu pula, diharapkan Indonesia dapat mempelajari pengembangan ICT untuk
83 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, di samping mempelajari agar ICT lebih cepat membudaya di masyarakat (LIPI-BKPI, 2005). Kedua, pada 10 Januari 2007, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Indonesia; Sofyan Djalil dan Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang; Yoshihide Suga, menyepakati kerjasama Indonesia-Jepang di bidang ICT di kantor Menkominfo. Kedua belah pihak sepakat akan mengembangkan e-government, pengelolaan bencana alam, perluasan industri media, serta penghapusan kesenjangan digital. Hal itu termasuk peningkatan langkah-langkah dalam program “Asia Broadband”. Beberapa fokus yang disebutkan termasuk kerjasama dalam bentuk pelatihan bagi para petugas dan pengiriman tenaga ahli di bidang e-government, e-business, dan e-learning. Selain itu juga ada pelatihan mengenai ICT dan produksi konten. Kedua pihak juga sepakat melakukan berbagai seminar, forum, maupun konferensi yang bersifat internasional. Hal tersebut terutama dilakukan dalam bidang legal ICT, Next Generatin Network (NGN), penyebaran broadband, teknologi seluler, hingga penyiaran (Hidayat, 2007). Ketiga, pada 11 Januari 2007, Pemerintah Indonesia dan Jepang menandatangani pernyataan bersama tentang pemanfaatan ICT untuk UKM. Pemerintah juga bekerjasama mengembangkan peringatan dini bencana dengan teknologi seluler. Penandatanganan pernyataan bersama berlangsung di Kantor Presiden, Jakarta. Penandatanganan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang Yoshihide Suga dan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A. Djalil, dan disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
84 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Pernyataan bersama yang ditandatangani kali ini merupakan tindak lanjut hasil pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Jepang Sinjo Abe, di Tokyo, Jepang, pada November 2006 (Hertanto, 2008). Selain melalui bantuan dan kerjasama, penetrasi industri ICT Jepang ke Indonesia juga dilakukan melalui jalur perdagangan. Berbagai merk dagang dari vendor ICT asal Jepang diperdagangkan di Indonesia dan meraih pangsa pasar yang cukup signifikan. Berikut ini adalah data perdagangan (ekspor dan impor) produk ICT Jepang ke Indonesia tahun 1996-2006, yang didapat berdasarkan data pemberian dari “JETRO Jakarta Center” yang disadur dari data milik Kementrian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang (www.johotsusintokei.soumu.go.jp); Tabel IV.1 Perdagangan ICT Jepang untuk Indonesia (1996-2006) Perdagangan ICT Jepang secara umum:
Sumber: JETRO Jakarta Center Ket: Satuan per 100 juta yen
Perdagangan ICT Jepang dengan Indonesia:
Sumber: JETRO Jakarta Center Ket: Satuan per 100 juta yen
Untuk ekspor produk ICT mencakup perangkat komputer (termasuk perlengkapan lain yang berhubungan dengan komputer), peralatan proyeksi visual, peralatan proyeksi suara, komponen peralatan proyeksi visual dan suara,
85 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
serta peralatan komunikasi. Sedangkan untuk impor produk ICT antara lain; perangkat komputer (termasuk perlengkapan lain yang berhubungan dengan komputer), peralatan proyeksi visual (termasuk perlengkapannya), peralatan komunikasi,
peralatan
elektronik
semikonduktor,
peralatan
pengukuran
elektronik, peralatan sains dan optik, dan media perekaman (JETRO Jakarta Center, 2009).
IV.2 Spillover Modernisasi Industri ICT Jepang di Indonesia Sub-bab ini adalah pembahasan mengenai bagaimana Jepang menularkan modernisasi industri ICT yang telah negara tersebut capai terhadap Indonesia melalui kerjasama dan perdagangan ICT Jepang-Indonesia, beserta kepentingan yang ingin negara tersebut capai.
IV.2.1 Pembangunan Kapabilitas ICT Indonesia yang Mengacu Pada Kiat Sukses Jepang Penulis akan memulai pembahasan dalam sub-bab ini dengan titik awal sebuah konsep yang disebut; ‘Modernisasi’. Modernisasi berawal dari pemikiran bahwa ‘untuk menjadi maju, maka kita harus meninggalkan tradisionalisme dan beralih pada industrialisme’ (Lewis, 2000). ‘Modernisme’ adalah tren kemajuan pikiran sosial, yang memacu manusia untuk ‘menciptakan’, ‘mengembangkan’, dan ‘membentuk’ lingkungan mereka, melalui eksperimen, pengetahuan ilmiah, dan teknologi (Berman, 1988). Hampir seluruh negara-negara industri yang kini menjadi negara maju mengawali proses kebangkitan industri mereka dengan
86 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
melakukan ‘modernisasi’. Jepang adalah salah satu diantaranya. Pada Bab II, penulis telah menjelaskan dan memaparkan data-data mengenai bagaimana Jepang mendorong kemajuan negaranya melalui modernisasi pola pikir masyarakatnya yang dapat mendorong revolusi industri ICT di negara tersebut. Sebagai negara yang telah sukses mencapai tahap “modern” dalam industri ICT-nya, tahapan selanjutnya adalah bagaimana mencari pasar untuk produk ICT yang negara tersebut hasilkan. Jika pasar domestik telah dikuasai, maka pasar asing menjadi target selanjutnya (soumu.go.jp, 2001). Mencari pasar asing dapat dilakukan melalui perdagangan dan kerjasama internasional. Sebagaimana contohnya pada sub-bab IV.1, dimana Jepang mencari pasar ICT di Indonesia melalui berbagai perdagangan dan kerjasama aplikasi ICT. Penulis mengasumsikan perilaku perluasan pasar industri ICT Jepang ke Indonesia melalui kerjasama, perdagangan, maupun bantuan internasional sebagai suatu tindakan ‘pembangunan’. Berdasarkan Escobar (1992), ‘Pembangunan’ adalah mekanisme produksi dan manajemen Dunia Ketiga yang mengacu pada model (“kiat sukses”) negara-negara industrial (dalam Pieterse, 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan adalah produk dari modernisasi. Menurut Rajni Kothari (1988), gelombang ‘pembangunan’ ini mulai marak pasca Perang Dunia II, atau pasca berakhirnya era kolonialisme (dalam Pieterse, 2000). Salah satu ciri dari pembangunan diera modern adalah penempatan kemajuan teknologi didalam perkembangan manusia (Visvanathan, 1988). Berdasarkan landasan pemikiran tersebut, kita dapat menelaah poin-poin kerjasama ICT antara Jepang-Indonesia yang menitikberatkan pada bagaimana
87 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Jepang berjanji untuk membantu Indonesia dalam membudayakan aplikasi dan utilisasi ICT pada masyarakat dan pemerintah Indonesia. Perlu diingat, bahwa Jepang dimasa lalu melakukan hal yang serupa terhadap masyarakatnya sendiri. Negara tersebut berupaya mendorong masyarakatnya untuk mengaplikasikan ICT secara berkesinambungan didalam kehidupan sehari-hari (lihat Bab II tentang pembentukan joho shakai; sub-bab II.2.1). Berdasarkan pengalaman tersebut, Jepang mencoba untuk menularkan kiat sukses modernisasi ICT dalam joho shakai di Jepang kepada Indonesia. Hal tersebut tentu saja dengan diiringi tujuan untuk menguasai pasar ICT di Indonesia. Tetapi sebenarnya, bukan hanya Jepang saja yang mencari keuntungan dari berbagai perjanjian dan kerjasama ICT dengan Indonesia. Sebaliknya, Indonesiapun membutuhkan bantuan Jepang selaku negara maju untuk dapat mengembangkan aplikasi ICT di Indonesia. Fenomena tersebut dapat ditelaah dari kacamata Liberalisme Interdependensi. Seorang fungsionalis, David Mitrany (1966) berpendapat bahwa interdependensi yang lebih besar dalam bentuk hubungan transnasional antar negara dapat mewujudkan perdamaian. Mitrany percaya bahwa kerjasama seharusnya diatur oleh para ahli bidang teknik, bukan oleh politisi. Para ahli ini akan memberikan solusi pada masalah umum dalam berbagai bidang fungsional; transportasi, komunikasi, keuangan, dan lain-lain. Kerjasama teknologi dan ekonomi akan terus meningkat ketika para partisipan mendapatkan keuntungan timbal balik yang dapat diperoleh dari kerjasama tersebut (dalam Jackson dan Sorensen, 2005: 149).
88 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Lantas muncul permasalahan mengenai siapakah yang lebih diuntungkan dari adanya interdependensi dibidang ICT antara Indonesia dan Jepang? Untuk menjawabnya, penulis memulai dari penjelasan mengenai pasar ICT Indonesia dan kepentingan Jepang hingga bagaimana Indonesia mengalami ketergantungan terhadap industri ICT Jepang.
IV.2.1.1 Pasar ICT Indonesia dan Kepentingan Jepang Diera informasi ini, akses terhadap aliran informasi lintas batas menjadi begitu mudah. Tetapi permasalahannya tidak setiap negara memiliki akses yang memadai terhadap informasi tersebut. Salah satu penyebabnya adalah kapabilitas ICT yang rendah. Dengan asumsi bahwa setiap negara membutuhkan aplikasi ICT diera informasi, negara-negara berkapabilitas ICT rendah menjadi pangsa pasar yang cukup menjanjikan bagi negara-negara industri yang memiliki kapabilitas ICT yang memadai (soumu.go.jp, 2001). Kesempatan semakin terbuka lebar ketika PBB melalui ECOSOC ikut menetapkan persyaratan agar negara-negara maju harus turut serta membantu optimalisasi penggunaan ICT di negara-negara berkembang (un.org/ECOSOC, 2001) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki prospek pasar kelas menengah kebawah dibidang ICT yang cukup menjanjikan bagi negara-negara maju (lihat bab III tentang pelebaran pasar industri ICT Jepang di negara berkembang; sub-bab III.2.1.1). Sebagai negara berkembang yang masih membutuhkan banyak sokongan pihak luar untuk mengembangkan kapabilitas ICT dalam masyarakat dan pemerintahan, Indonesia menjadi lahan
89 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
peluang bisnis ICT bagi negara maju seperti Jepang. Ditambah lagi, konsumsi produk ICT dalam masyarakat Indonesia juga mengalami peningkatan sejak tahun 2000 (US Commercial Service, 2007). Pada tahun 2007, total penjualan perangkat komputer personal di Indonesia diperkirakan mencapai 2 juta unit atau sekitar 1,4 milyar USD dalam nilai. Pencapaian tersebut mengalami peningkatan 20% dari tahun 2006. Permintaan terhadap perangkat komputer personal di Indonesia mengalami peningkatan rata-rata 20 hingga 30 persen per tahunnya sejak tahun 2000. Penjualan notebook turut mengalami peningkatan yang luar biasa dalam masyarakat Indonesia. Peningkatan juga terjadi pada penggunaan internet yang berbanding lurus pada meningkatnya daya tarik dalam bidang komersial elektrik. Daya beli masyarakat Indonesia terhadap ICT sebagian besar masih pada komoditas kelas menengah kebawah. Namun antusiasme tersebut dapat terus memacu permintaan pasar terhadap produk ICT (US Commercial Service, 2007). Adanya fakta mengenai peningkatan permintaan masyarakat Indonesia terhadap produk ICT membuat negara-negara maju seperti Jepang mulai melihat peluang investasi industri ICT di Indonesia. Dari sektor komputer dan perlengkapannya saja misalnya, banyak negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat yang ingin melakukan investasi dibidang layanan penyedia, layanan penyetoran, mesin cetak, dan perangkat lunak aplikasi bisnis (US Commercial Service, 2007). Dengan menilik kembali kebijakan domestik Jepang tentang seishin no sangyoka, dapat dijelaskan mengenai apa yang menjadi kepentingan Jepang
90 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
sehingga negara tersebut berkenan menanam investasi industri ICT-nya di Indonesia. Jepang yang membidik sektor industri ICT sebagai basis kemajuan ekonomi negaranya (JETRO, 2007), mengendapkan kiat sukses kemajuan industri ICT negara tersebut ke Indonesia. Caranya adalah dengan mengajak serta Indonesia untuk melakukan revolusi dan pembudayaan ICT dalam masyarakatnya (melalui bantuan ICT) sebagaimana pernah diterapkan oleh Jepang dalam modernisasi industri ICT-nya pasca Perang Dunia II. Hal tersebut tercermin dalam program bantuan Jepang dibidang ICT untuk Indonesia, seperti; saling tukar tenaga ahli ICT Jepang-Indonesia, diskusi dan seminar untuk membudayakan aplikasi ICT dalam pemerintah dan masyarakat Indonesia disegala sektor, bantuan pengembangan ICT untuk pembangunan ekonomi berkesinambungan, aplikasi ICT untuk UKM, dan sebagainya. Hasilnya, jika kebutuhan masyarakat Indonesia akan ICT semakin tinggi, maka permintaan dan konsumsi terhadap komoditas ICT di Indonesia juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan permintaan dan konsumsi tersebut dapat dimanfaatkan oleh Jepang untuk melakukan penetrasi industri ICT negara tersebut guna merebut pasar ICT Indonesia. Tindakan Jepang dapat memacu ketergantungan Indonesia terhadap bantuan maupun komoditas ICT Jepang. Sub-bab berikutnya adalah penjelasan mengenai ketergantungan tersebut.
IV.2.1.2 Ketergantungan Indonesia pada Bantuan ICT Jepang Jika
terminologi
‘pembangunan’
menurut
perspektif
post-
developmentalism merupakan mekanisme produksi dan manajemen Dunia Ketiga
91 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
yang mengacu pada model (“kiat sukses”) negara-negara industrial (Escobar, 1992 dalam Pieterse, 2000), maka melalui perspektif tersebut dapat dianalisis mengenai proyek ‘pembangunan’ kapabilitas ICT Indonesia oleh Jepang. Penetrasi industri ICT Jepang di Indonesia yang merupakan akibat dari luberan (spillover) modernisasi industri ICT Jepang diiringi dengan janji bahwa Jepang akan berperan aktif dalam membangun kemandirian aplikasi ICT di Indonesia. Menurut kaum post-developmentalis, ‘pembangunan’ adalah bentuk manajemen janji negara-negara industri untuk memajukan negara berkembang. Tetapi bagaimana jika janji tersebut tidak dapat terpenuhi? (dalam Pieterse, 2000:176). Seringkali ‘pembangunan ala modernisme’ mengakibatkan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara industri. Ketergantungan ini akan semakin meruncingkan kesenjangan bahkan diskala global. Hal yang terjadi antara Jepang dan Indonesia dalam ‘pembangunan’ kapabilitas ICT bisa jadi merupakan contoh konkret dari ketergantungan hakiki Indonesia terhadap komoditas dan bantuan ICT Jepang. Pada tahun 2001, pemerintah Indonesia membuat sebuah kebijakan untuk pembangunan dan implementasi ICT guna memenuhi standar PBB (melalui ECOSOC) agar setiap negara anggota PBB memiliki kapabilitas dibidang ICT. Kebijakan tersebut tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2001, mengenai “Rencana Lima Tahun untuk Pembangunan dan Implementasi Teknologi Komunikasi Informasi di Indonesia”. Dalam kebijakan tersebut terdapat berbagai poin tindakan yang harus dilakukan Indonesia guna mewujudkan pembangunan dan implementasi ICT di Indonesia. Untuk mencapai
92 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
tujuan tersebut, pemerintah Indonesia menerima bantuan donor dari berbagai pihak, antara lain; Bank Dunia, Amerika Serikat, Jepang, Australia, Bank Pembangunan ASEAN, Swiss, dan CIDA. Jepang merupakan salah satu negara pendonor yang paling banyak memberikan bantuan bagi ICT Indonesia selain Amerika Serikat, Bank Dunia, dan Australia. Bantuan Jepang terhadap program Pembangunan dan Implementasi Teknologi Komunikasi Informasi di Indonesia mencakup; mengajukan rekomendasi untuk membangun kebijakan ICT di Indonesia, melakukan dialog dengan pemerintah Indonesia agar Jepang dijadikan donor tetap yang mensponsori konferensi video dengan TKTI, melanjutkan poin kesepakatan dalam pertemuan G-8 di Okinawa (2008) mengenai peran Jepang dalam pembangunan infrastruktur ICT di Indonesia, meningkatkan pendidikan dan lingkungan ‘penelitian dan pembangunan’ (R&D) ICT di Indonesia dengan menggunakan layanan jasa dari pihak Jepang, bantuan untuk peralatan penyiaran di Indonesia (untuk TVRI), pembentukan e-government dan pinjaman ODA Jepang untuk Indonesia, serta membantu promosi industri ICT di Indonesia (arc.ITB.ac.id, 2002) . Dari setiap bantuan yang ditawarkan oleh Jepang untuk pembangunan kapabilitas ICT Indonesia, dapat dipahami bahwa Jepang menguasai begitu banyak bidang dalam proyek ‘Rencana Lima Tahun Pembangunan dan Implementasi ICT di Indonesia’. Dalam setiap programnya, Jepang memberikan ketentuan untuk menggunakan komoditas jasa, layanan, serta produk ICT dari Jepang. Hal tersebut tentu akan semakin mempermudah proses penetrasi pasar komoditas ICT Jepang ke Indonesia. Sebagaimana menurut J.C. Scott (1998),
93 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
bahwa ‘pembangunan’ menyebabkan negara industrial mengintervensi negara berkembang melalui model-model sistematik tentang sektor apa yang ingin dikuasai. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan model donor untuk mencapai pembangunan (dalam Nustad, 2001: 482). Dengan demikian negara yang dibantu akan mengalami ketergantungan terhadap bantuan negara maju, dan dengan persyaratan tertentu, negara maju dapat mengambil keuntungan ekonomis dari adanya ketergantungan tersebut. Berikutnya, dengan adanya kondisi ketergantungan ICT Indonesia terhadap Jepang, maka jalan bagi Jepang untuk menyelipkan kepentingan dominasi budaya populer negara tersebut ke Indonesia dapat menjadi semakin mudah. Terlebih melalui ICT, proses manipulasi aliran informasi akan dapat lebih intensif dilakuan. Sub-bab berikutnya adalah penjelasan mengenai dominasi budaya populer Jepang di Indonesia melalui kapabilitas ICT Jepang.
IV.3 Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia Pemikiran post-developmentalism tentang dampak negatif ‘pembangunan’ oleh negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang rupanya juga mencakup permasalahan sosiologis. Kaum post-developmentalis percaya bahwa adanya gelombang pembangunan ala modernisme akan semakin memperkuat hegemoni kebudayaan negara ‘pembangun’ terhadap negara yang ‘dibangun’. Homogenisasi dan transnasionalisasi budaya juga akan terbawa seiring berjalannya proses ‘pembangunan’ tersebut (Nustad, 2001: 480). Dengan terjadinya
‘pembangunan’,
negara
‘pembangun’
seperti
Jepang
akan
94 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
menempatkan dirinya sebagai panutan untuk ditiru oleh negara yang ‘dibangun’ seperti Indonesia. Atau dengan bahasa lain menurut W. Sachs (1995), Jepang memposisikan diri sebagai ‘beacon on the hill’ (menara pelita diatas bukit) (dalam Nustad, 2001). Hal tersebut terutama disebabkan karena adanya ketergantungan Indonesia terhadap ICT Jepang. Kondisi demikian dapat dimanfaatkan oleh Jepang untuk menyisipkan kepentingan nasionalnya disela-sela kebijakan kerjasama maupun perdagangan ICT dengan Indonesia. Kepentingan yang dimaksud adalah imperialisme budaya populer Jepang keluar negeri. Dengan menguasai pasar ICT Indonesia, Jepang memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat memanipulasi aliran informasi mengenai budaya populer Jepang ke Indonesia. Meskipun Jepang sendiri tidak pernah mengakui bahwa negara tersebut memiliki tujuan untuk memenetrasikan budaya global sebagaimana yang dilakukan Amerika Serikat dengan McDonalds, Coca Cola, dan Hollywood (Khoiri dan Suwarna, 2008). Untuk memberikan penjelasan yang lebih detail, pada sub-bab berikutnya penulis menganalisis mengenai bagaimana kebijakan ICT dapat digunakan sebagai media penetrasi budaya populer Jepang di Indonesia.
IV.3.1 ICT sebagai Media Penetrasi Budaya Populer Jepang di Indonesia Diera informasi ini, penyebaran informasi tentang kebudayaan suatu bangsa dapat berlangsung secara intensif seiring dengan berkembangnya ICT. Melalui ICT, jalinan antar bangsa melalui kontak fisik semakin tergantikan oleh
95 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
media teknologi. Perubahan tersebut menjadi ciri mendasar dari era informasi yang menjadikan komunikasi lintas batas semakin mudah dilakukan. Hal tersebut berbanding lurus dengan semakin pesatnya globalisasi kebudayaan. Sayangnya, tingkat aksesibilitas terhadap ICT antara satu negara dengan yang lainnya berbeda-beda. Bangsa atau negara yang memiliki kapabilitas ICT yang baik, maka daya akses terhadap aliran informasi internasional juga semakin tinggi (Mowlana, 1997). Dengan daya akses yang besar terhadap informasi, negara dengan kapabilitas ICT yang madani memiliki peluang yang lebih besar untuk dapat mengkomunikasikan apa yang menjadi kepentingannya diranah internasional. Jepang; selaku negara dengan kapabilitas ICT yang madani, merupakan salah satu contoh nyata negara yang memanfaatkan manipulasi aliran informasi internasional untuk mengkomunikasikan kepentingan imperialisme budaya populernya keluar negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari cara Jepang mempromosikan komoditas budaya populer di situs-situs resmi Kementrian Luar Negeri Jepang, seperti; penayangan promosi anime Jepang dalam situs Japanese Government Internet TV (nettv.gov-online.go.jp), penggunaan karakter anime Doraemon sebagai duta budaya Jepang (virtualreview.org, 2008), penggunaan karakter anime Detektif Conan sebagai duta promosi KTT G-8 di Jepang pada tahun 2008 (animenewsnetwork.com, 2008), penggunaan karakter anime Hello Kitty sebagai duta pariwisata Jepang (USA Today.com, 2008) dan sebagainya. Tujuan akhir dari kepentingan imperialisme budaya suatu negara adalah agar budaya negara yang bersangkutan dapat dikenal dan diterima oleh mayoritas
96 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
masyarakat disetiap negara didunia ini (Rourke, 1997). Tetapi permasalahannya; bagaimana cara mengkomunikasikan budaya yang ingin disebarkan kepada negara-negara dengan kapabilitas ICT yang rendah, sementara daya akses mereka terhadap informasi masih terbatas? Melakukan ‘pembangunan’ kapabilitas ICT adalah salah satu jawabannya (Mengenai hal tersebut, telah dijelaskan pada subbab sebelumnya). Dengan menempatkan diri sebagai panutan, Jepang membawa negara seperti Indonesia kedalam lingkaran ketergantungan khususnya dalam bidang kapabilitas ICT. Jika komoditas ICT dan bantuan ICT Jepang (baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik) berhasil menguasai pasar Indonesia, maka negara tersebut akan semakin memiliki jalan masuk bagi penetrasi budaya populernya ke Indonesia. Contoh dari pengaruh kebijakan ICT Jepang di Indonesia terhadap transnasionalisasi budaya populer Jepang adalah; salah satu program bantuan Jepang dalam kerangka “Rencana Lima Tahun Pembangunan dan Implementasi ICT di Indonesia” adalah memberikan bantuan peralatan penyiaran pada Indonesia melalui TVRI (arc.ITB.ac.id, 2002). Sebagai salah satu bentuk kompensasi yang harus dilakukan oleh TVRI adalah menayangkan serial televisi asal Jepang melalui kerjasama dengan ‘The Japan Foundation Jakarta Center’. Contoh lainnya adalah kebijakan penjualan perangkat lunak penyiaran terhadap Indonesia yang menyebabkan menjamurnya tayangan anime dan dorama Jepang di Indonesia sebagaimana dipaparkan pada bab Pendahuluan.
97 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Untuk lebih memperdalam analisis tentang sub-bab ini, diperlukan adanya contoh konkret mengenai dominasi budaya populer Jepang di Indonesia.
IV.3.2 Bentuk-Bentuk Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia Sebelumnya, dominasi budaya populer Barat begitu mengakar di Indonesia. Tetapi semenjak tahun 2005, dominasi budaya populer Barat tersebut tergantikan oleh budaya populer asal Jepang (Khoiri dan Suwarna, 2008). Bagaimana budaya populer Jepang dapat dengan signifikan mendominasi di Indonesia? Menurut Asisten Peneliti Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia; Putri Andam Dewi, hal tersebut salah satunya dikarenakan komoditas budaya populer Jepang mudah didapatkan di Indonesia. Tema dari komoditas tersebut beragam, dan dapat menjangkau hampir semua kalangan. Misalnya saja; manga dan anime. Banyak tema dalam manga dan anime yang dianggap merefleksikan kehidupan sehari-hari masyarakat kota besar, sehingga pembaca merasa begitu akrab dan seolah menjadi bagian dari cerita tersebut. Cara penyajian komoditas budaya populer Jepang cenderung sederhana dan mudah dicerna, ditambah dengan visualisasi yang memikat dan khas (dalam Khoiri dan Suwarna, 2008). Asisten Khusus “The Japan Foundation” ; Kumagai Hiroaki, menjelaskan bahwa pemerintah Jepang memang turut mendorong penyebaran budaya populer keberbagai penjuru dunia. Sejak dekade 1990’an, pemerintah Jepang kerap menghelat program bantuan bagi seniman muda Jepang, penerjemah, hingga menggelar pameran budaya populer (dalam Khoiri dan Suwarna, 2008). Dengan terbukanya pemerintah Indonesia terhadap masuknya budaya populer Jepang
98 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
secara legal ke Indonesia sebagai kompensasi atas bantuan ICT Jepang, maka dominasi budaya populer Jepang di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Berikut adalah tabel mengenai gambaran dominasi budaya populer Jepang di Indonesia yang didapat berdasarkan data dari www.kompas.com, “Doraemon di Sekitar Kita” (27 Juli 2008); Tabel IV.2 Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia
Sumber : www.kompas.com, “Doraemon di Sekitar Kita” (27 Juli 2008)
99 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Demikianlah problema yang dihadapi oleh Indonesia selaku negara berkembang. Disatu pihak Indonesia dituntut untuk dapat menyetarakan diri dengan sistem internasional yang mengharuskan kapabilitas ICT dimiliki oleh setiap negara. Tetapi disisi lain, hal tersebut akan membawa negara Indonesia pada ketergantungan bantuan asing karena ketidakmandirian kapabilitas ICT dan kurangnya kapitalisasi dibidang teknologi. Padahal kondisi tersebut akan memudahkan negara atau bangsa lain melakukan manipulasi aliran informasi mengenai budaya asing terhadap Indonesia. Jika demikian, Indonesia akan lebih banyak menjadi negara resipien informasi, dan informasi mengenai Indonesia semakit sedikit yang ditransfer keluar.
100 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Bagan IV.1 Kapabilitas ICT Jepang: Pengaruhnya terhadap Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia
*Bagan dibuat berdasarkan analisis yang dilakukan penulis
101 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB V
KESIMPULAN
102 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Bab V
KESIMPULAN
Jepang telah menetapkan sebuah tujuan negara untuk mempromosikan budaya populer negara tersebut keluar negeri, sebagai bentuk baru diplomasi demokratis Jepang. Tujuan negara tersebut, menurut penulis, merupakan faktor pendorong dominan yang menjelaskan masifnya gelombang imperialisme budaya populer Jepang diberbagai belahan dunia dewasa ini. Berbagai cara dilakukan pemerintah Jepang untuk mengkomunikasikan kebudayaan populer Jepang melalui agen-agen diplomasi budaya Jepang yang tersebar diberbagai negara. Salah satu cara yang ditempuh oleh Jepang adalah dengan memanfaatkan kapabilitas ICT yang negara tersebut miliki sebagai instrumen untuk melakukan dominasi budaya populer Jepang keluar negeri. Sebagaimana dijelaskan dalam analisis, kapabilitas ICT suatu negara dapat memudahkan negara yang bersangkutan untuk melakukan manipulasi aliran informasi yang keluar maupun yang masuk kedalam negaranya. Dengan kapabilitas ICT yang baik, maka suatu negara dapat dengan lebih leluasa memiliki akses untuk mentransfer informasi budayanya kenegara lain agar lebih dikenal. Dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis menjelaskan bawasannya Jepang membentuk sebuah mekanisme kebijakan untuk memperlancar kinerja industri ICT yang digunakan sebagai media penetrasi budaya populer lintas batas. Mekanisme kebijakan tersebut dibagi menjadi tiga tahap, yaitu; pertama, kebijakan domestik untuk
103 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
terlebih dahulu memperkuat sektor industri ICT, kedua, memetakan imperialisme budaya sebagai sebuah kepentingan nasional dan kapabilitas ICT sebagai instrumen untuk mencapainya, dan ketiga, kebijakan luar negeri untuk menawarkan kerjasama, perdagangan, dan bantuan ICT kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang ditunggangi kepentingan dominasi budaya populer Jepang kenegara resipien. Sebagai langkah awal, Jepang mengembangkan industri ICT guna tonggak perekonomian utama negara tersebut. Kemajuan industri ICT Jepang membawa negara tersebut pada keinginan untuk mencari pasar kelas menengah baru dinegara-negara berkembang (khususnya Asia). Diantara jajaran negara berkembang tersebut, Indonesia adalah salah satu target Jepang. Dengan asumsi bahwa diera informasi ini setiap negara membutuhkan kapabilitas ICT, Jepang membentuk berbagai kebijakan kerjasama dan bantuan aplikasi ICT untuk Indonesia yang kapabilitas ICT-nya rendah. Kebijakan-kebijakan Jepang tersebut membawa dampak pada semakin ketergantungannya pasar Indonesia terhadap komoditas ICT asal Jepang. Kondisi tersebut tercipta karena Jepang melakukan spillover modernisasi industri ICT yang telah negara tersebut capai untuk dijadikan panutan bagi Indonesia. Seluruh rangkaian kebijakan Jepang tersebut berbanding lurus dengan semakin masifnya arus informasi mengenai kebudayaan populer Jepang yang masuk ke Indonesia. Jepang menentukan beberapa persyaratan pada Indonesia sebagai kompensasi atas bantuan ICT yang diberikan oleh Jepang. Misalnya, Indonesia harus menyiarkan program-program televisi asal Jepang melalui
104 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
kerjasama dengan The Japan Foundation, kemudian Jepang juga diperbolehkan untuk membuka berbagai kursus bahasa dan kebudayaan Jepang dikota-kota besar di Indonesia, lalu Jepang juga memberikan bonus serial televisi asal Jepang dengan harga terjangkau pada setiap pembelian perangkat lunak penyiaran dari vendor ICT asal Jepang. Seluruh tindakan tersebut membuat kebudayaan populer Jepang semakin dikenal dan mudah diakses di Indonesia. Penggemar budaya populer (yang telah dijadikan komoditas oleh pemerintah) Jepangpun semakin meluas diberbagai kalangan di Indonesia. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima karena sesuai dengan hasil penelitian. Kebijakan pemerintah Jepang terhadap industri ICT dapat mempengaruhi dominasi budaya populer Jepang di Indonesia melalui adanya mekanisme kebijakan untuk menjadikan sektor ICT sebagai media penetrasi budaya populer Jepang di Indonesia. Dalam penelitian, penulis juga mendapatkan informasi dan kesimpulan lain, bawasannya kapabilitas suatu negara juga memberi pengaruh yang besar terhadap sukses atau tidaknya kebijakan yang diambil oleh pemerintahnya. Sebagai contoh; kebijakan Jepang untuk melakukan bantuan aplikasi ICT pada Indonesia. Tanpa adanya kapabilitas ICT yang baik bagi Jepang, maka kebijakan tersebut tidak akan sukses dan berjalan dengan lancar. Kapabilitas negara Jepang sangat mendorong tercapainya setiap kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh negara tersebut. Kapabilitas ICT pula yang membawa pengaruh terhadap gelombang dominasi budaya populer Jepang di Indonesia.
105 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Sebagai opini lanjutan penulis, selama Jepang tidak mendapatkan pesaing baru dalam pasar Indonesia, maka selama itu pula proses dominasi budaya populer Jepang di Indonesia akan berlangsung secara masif. Ketika pasar ICT Indonesia sudah tidak lagi didominasi lagi oleh Jepang, maka dengan sendirinya dominasi budaya populer Jepang akan mulai memudar dan tergantikan oleh dominasi budaya yang lainnya (bisa asing, bisa pula domestik). Dimasa yang lalu, hal tersebut sudah pernah terjadi. Budaya populer Amerika Serikat pernah mengalami titik kejayaan dimana mereka mendominasi Indonesia sebagai kelanjutan dari penguasaan pasar Amerika Serikat di Indonesia. Tetapi, memasuki dekade 2000’an, dimana Amerika Serikat mendapat pesaing-pesaing baru dalam pasar ICT Indonesia, dominasi budaya populer Amerika Serikat tersebut mulai memudar dan tergantikan oleh dominasi budaya populer Jepang. Perlu diingat, bahwa pasar ICT yang dimaksud oleh penulis bukan hanya mencakup “jual-beli perangkat keras dan perangkat lunak komoditas ICT” saja; tetapi juga pasar investasi dan bantuan asing dalam hal utilisasi dan aplikasi ICT di Indonesia. Sebagai wacana untuk penelitian lebih lanjut, penulis menyarankan peneliti
mendatang
untuk
menganalisis
mengenai
upaya-upaya
negara
berkembang seperti Indonesia dalam melakukan resistensi dari imperialisme budaya bangsa asing yang terbawa melalui proses ‘pembangunan’. Dari segi teoritis, penulis menyarankan agar dimasa mendatang, ide-ide kaum postdevelopmentalist yang digunakan penulis dalam penelitian ini dapat dikaji secara lebih mendalam untuk mencari solusi bagi negara seperti Indonesia yang menjadi sasaran ‘pembangunan’ negara-negara industrial.
106 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Daftar Referensi Artikel : Birkbeck, September 2008. Consideration About the Nature of Japanese Cultural Exports, University of London. Laksono, Eko, 2008. Economic Superpowers: Bagaimana Jepang Mengalahkan Amerika, Intelegensia Strategis Jepang. Lallana, Emmanuel C., and Margaret N. Uy, 2003. The Information Age. UNDPAPDIP. Laxman Pendit, Putu, 2006. Jepang, Masyarakat Informasi, dan Kapitalisme. Osterhammel, Jurgen dan Niels P.Petersson, 2005. Globalization: a short history.
Buku : Baumeister, R. F., & Leary, M. R., 1995. The need to belong: Desire for interpersonal attachments as a fundamental human motivation, Psychological Bulletin 117. Berman, Marshall, 1988. All That Is Solid Melts Into Air: The Experience of Modernity. Second ed. London: Penguin. Berridge, GR, 2005. Diplomacy: Theory & Practice, 3rd edition, Palgrave, Basingstoke. Bill, Kelly, 1998. The Worlds of Japanese Popular Culture: Gender, Shifting Boundaries and Global Culture. “Japan’s Empty Orchestras: Echoes of Japanese Culture in the Performance of Karaoke”. Cambridge University Press. Cambridge. Blechinger, Verena and Jochen Legewie, 1998, ‘Japans neue Rolle in Asien’ (Japan’s New Role in Asia), in Japanstudien. Jahrbuch des Deutschen Instituts für Japanstudien der Phillipp Franz von Siebold Stiftung (Japanese Studies. Annual Journal of the German Institute for Japanese Studies); 10, München, Iudicium. Bryman, Alan, 2004. Social Research Methods. Oxford University Press. New York. Colenso, Michael, 2000. Kaizen Strategies for Improving Team Performance, Ed., Europe Japan Centre, Pearson Education Limited, London. Creswell, John, 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. Sage Publication. Oslo. Croucher, Sheila L., 2004. Globalization and Belonging: The Politics of Identity a Changing World, Rowman & Littlefield. Dale, Peter 1996. Ideology and Athmosphere in the Informational Society. Theory, Culture, and Society Vol 13 (3). SAGE. London, Thousand Oaks, dan New Delhi. Gibney, Frank, 1982. Miracle by Design: the Real Reasons behind Japan’s Economic Success. Times Books. New York.
107 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Goto, Akira dan Hiroyuki Odagiri, 1996. Technology and Industrial Development in Japan: Building Capabilities by Learning, Innovation, and Public Policy, Oxford University Press. Hornby, A.S., E.V Gatenby, H. Wakefield, 1973. The Advanced Learner’s Dictionary of Current English: Second Edition, Oxford University Press, Oxford. Imai, Masaaki, 1986. Kaizen: The Key to Japan's Competitive Success. New York, NY, USA: Random House. Iwabuchi Kôichi, 2001, Toransunashonaru Japan. Ajia o tsunagu popyura bunka (Transnational Japan. Popular Culture Uniting Asia), Tôkyô: Iwanami. ,2002. Recentering Globalization: Popular Culture and Japanese Transnationalism. Durham and London: Duke University Press. Jackson, Robert dan Sorensen, Georg, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional, diterjemahkan oleh Dadan Suryadipura, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Jemadu, Aleksius, 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktek. Graha Ilmu. Yogyakarta. Junko, Habu, 2004. Ancient Jomon of Japan, Cambridge University Press. Kaplinsky, R, 1994. Easternisation: The Spread of Japanese Management Techniques to Developing Countries, Frank Cass, London. Kelly, Bill, 1998. "Japan's Empty Orchestras: Echoes of Japanese culture in the performance of karaoke", The Worlds of Japanese Populerular Culture: Gender, Shifting Boundaries and Global Cultures, Cambridge University Press. Kothari, Rajni, 1988. Rethinking Development: In Search of Humane Alternatives, Ajanta, Delhi. Lewis, Pericles, 2000. Modernism, Nationalism, and the Novel, Cambridge University Press. Mitrany, David, 1966. A Working Peace System, dengan pengantar Hans J. Morgenthau, Quadrangle, Chicago. Mowlana, Hamid, 1997. Global Communication and World Infromation: New Frontiers in International Realtions, SAGE Publications. Okita, Saburo, 1983. The Developing Economies and Japan: Lessons in Growth, University of Tokyo Press, Japan. Parsons, Talcott & Shils, Edward, 1990. "Values and social systems" ed. Alexander, Jeffrey & Seidman, Steven Culture and Society, Contemporary Debates Cambridge Univ Press, New York Rosenau, James N., 1969. International Politics and Foreign Policy: A Reader on Research and Theory, The Free Press, New York. , 1980. The Study of Global Interdependence: Essays on the Transnationalisation of World Affairs. New York: Nichols. Rourke, John T., 1997. International Politics on the World Stage 6th edition, Dushkin/McGraw Hill, USA. Scott, J. C., 1998. Seeing Like a State: How Certain Schemes to Improve the Human Condition have Failed, Yale University Press, New Haven, CT.
108 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Silalahi, Ulber, 2006. Metode Penelitian Sosial, Unpar Press, Bandung. Stern, Paul C., 1979. Evaluating Social Science Research, Oxford University Press, New York. Subagyo, P. Joko, 1997. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta. The Concise Columbia Encyclopedia, 1983. Japanese Culture, 1983 edition. Columbia University Press. Tomlinson, John, 1991. Cultural Imperialism: A Critical Introduction, The Johns Hopkins University Press, Baltimore. Visvanathan,S, 1998. Science, Hegemony and Violence, Oxford University Press, New Delhi. Watt, Lori, 2006. When Empire Comes Home: Repatriation and Reintegration in Postwar Japan, Harvard University Press. Wolfers, Arnold, 1951. World Politics IV, Yale University Press. Worth Jr., Roland H.,1995. No Choice But War: the United StatesEmbargo Against Japan and the Eruption of War in Pacific. McFarland. Zen, M.T. (Ed), 1982. Sains, Teknologi, dan Hari Depan Manusia. Yayasan OboR Indonesia – PT. Gramedia, Jakarta.
Koran atau Majalah : McDonald, Joe, 2006. China to spend $136 billion on R&D, BusinessWeek 4 Desember 2006.
Seminar : Departemen Luar Negeri Indonesia, 2008. Seminar “50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang” di Hyatt Regency pada tanggal 15 Oktober 2008. Putri Dewi M.Si, Andham, 2007. Dalam seminar oleh The Japan Foundation: “Ceramah Umum dan Seminar Studi Jepang” di Hotel Le Meridien pada tanggal 3 November 2007. Venus M.Si, Antar, 2007. dalam seminar oleh The Japan Foundation: “Ceramah Umum dan Seminar Studi Jepang” di Hotel Le Meridien pada tanggal 3 November 2007.
Situs Internet Berupa Artikel, Jurnal Online, Maupun Situs Pemerintah : AIST (Advanced Industrial Science and Technology), Technical Development for a Ubiquitus-Pervasive Network Society, http://www.aist.go.jp/aist_e/aist_laboratories/2informaton/index.html, diakses per tanggal 17 April 2009. Aneka Jepang. Nanoteknologi, Bioteknologi, Teknologi Informasi, dan Teknologi Lingkungan: Teknologi Masa Depan di Jepang, www.id.emb-japan.go.jp, diakses per tanggal 11 Maret 2009. Anime News Network, 2008. Japan Hires Detective Conanto Introduce World Summit, http://www.animenewsnetwork.com/news/2008-04-08/japan-
109 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
hires-detective-conan-to-introduce-world-summit, diakses per tanggal 10 Juni 2009. Aso, Taro, 2006. A new look at cultural diplomacy: a call to Japan's cultural practitioners. Pidato pada Digital Hollywood University. http://www.mofa.go.jp/ announce/fm/aso/speech0604-2.html. Australian Government: Department of Broadband, Communication, and Digital Economy, 2003, ICT and Productivity – International Comparisons, http://www.dbcde.gov.au/communications_and_technology/publications_a nd_reports/2003/03/ovum_report/compare01, diakses per tanggal 3 April 2009. BBC News Online, 2006. Japan Scraps Zero Interest Rates. http://news.bbc.co.uk/1/hi/business/5178822.stm, diakses per tanggal 13 Maret 2009. CODESRIA, 2002. Gglobalization, ICTS and The New Imperialism: Perspectives on Africa in The Global Electronics Village (GEV, http://www.codesria.org/Archives/ga10/papers_ga10_12/ICT_Yau.htm, diakses per tanggal 14 Mei 2009. Cordis, 2008. Information and Comunication Technologies, http://cordis.europa.eu/fp7/ict/ , yang diakses per tanggal 27 Oktober 2008 pukul 13:30. Computer History Museum, 1952 – Bell Labs Licenses Transistor Technology, http://www.computerhistory.org/semiconductor/timeline/1952-transistortechnology-education-and-licensing-begins.html, diakses per tanggal 25 Maret 2009. ECOSOC, 2001. ECOSOC Resolution 2001/24: The need to harmonize and improve United Nations informatics systems for optimal utilization and accessibility by all States, http://www.un.org/ecosoc/docs/2001/Resolution%202001-24.pdf, diakses per tanggal 12 April 2009. Educationworld.net, 2006. Japanese Instrument of Surrender. http://library.educationworld.net/txt15/surrend1.html, diakses per tanggal 13 Maret 2009. EncartaDictionary,“Expansion”,http://encarta.msn.com/dictionary/expansion.html , diakses per tanggal 29 Oktober 2008. ,“Asymmetric”, http://encarta.msn.com/dictionary/asymmetric.html, diakses per tanggal 29 Oktober 2008. Encyclopedia.com, “Japanization”, http://www.encyclopedia.com/doc/1O88Japanization.html, diakses per tanggal 30 Maret 2009. Free Management Library, Total Quality Management (TQM), http://managementhelp.org/quality/tqm/tqm.htm, diakses per tanggal 25 Maret 2009. Harianto, Eddy, 2008. Teknologi Informasi. www.balinter.net, 19 Februari 2009, diakses per tanggal 13 Januari 2009. Herman, Leonard, Jer Horwitz, Steve Kent, dan Skyler Miller, 2007. The History of Video Games.
110 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Gamespot.http://uk.gamespot.com/gamespot/features/video/hov/index.htm l, diakses per tanggal 14 Maret 2009. Hertanto, Luhur, 2008. RI-Jepang Kerjasama Pemanfaatan ICT untuk UKM, http://www.detikinet.com/read/2007/01/11/115658/729184/399/ri-jepangkerjasama-pemanfaatan-ict-untuk-ukm, diakses per tanggal 25 Mei 2009. Hidayat, Wicaksono, 2008. RI-Jepang Eratkan Kerjasama TI, http://www.detikinet.com/read/2007/01/10/151213/728820/399/ri-jepangeratkan-kerjasama-ti, diakses per tanggal 25 Mei 2009. ITB, 2002. Donor Matrix; Five Years Action Plan for The Development and Implementation of Information Communication Technologies (ICT) in Indonesia, yb1zdx.arc.itb.ac.id/data/OWP/library-ref-ind/ref-ind-1/.../ICTIndonesia/ICT%20National%20Plans/ICT%20Donor%20Matrix.doc, diakses per tanggal 10 Juni 2009. Japanese Government Internet TV, 2008. Communicating Japan’s Pop Culture to the World, http://nettv.gov-online.go.jp/eng/prg/prg1571.html, diakses per tanggal 30 Maret 2009. JETRO (Japan External Trade Organization), 2007. Investing in Japan Attractive Sectors: ICT. http://www.jetro.go.jp/en/invest/attract/ict/ict_e.pdf, diakses per tanggal 13 Maret 2009. KBS World, 20 November 2007. Koefisien Engel. http://rki.kbs.co.kr/indonesian/news/news_zoom_detail.htm?No=3497 , diakses per tanggal 24 Maret 2009. Khoiri, Ilham dan Budi Suwarna, 27 Juli 2008. “Doraemon di Sekitar Kita”, http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/27/01331131/doraemon.di.seki tar.kita, diakses per tanggal 8 Juni 2009. Kompas Cyber Media, 3 September 2003. RI-Jepang Tingkatkan Kerjasama Bidang Teknologi Informasi, http://www2.kompas.com/utama/news/0309/03/030737.htm, diakses per tanggal 11 Maret 2009. LIPI-BKPI, 2005. RI-Jepang Tingkatkan Tingkatkan Kerjasama Bidang Teknologi Informasi, http://www.bkpi.lipi.go.id/bkpi/kerjasama/bkpi_news.php? bagian=KERJA&id=50&PHPSESSID=b2ef4867738af722ce55846d4f889 2c0, diakses per tanggal 25 Mei 2009. MAIT, 2008. Japan’s ICT Sector – an Update. www.mait.com, diakses per tanggal 14 Mei 2009. METI, 2001, Information Policy; Survey on ICT Workplaces 2001, http://www.meti.go.jp/english/information/data/csurveyICTe.html, diakses per tanggal 25 Maret 2009. Moeran, B., 2004. Soft Sell, Hard Cash: Marketing J-Cult in Asia. Working Paper no. 76, http://ir.lib.cbs.dk/download/ISBN/x656444648.pdf MOFA (Ministry of Foreign Affairs of Japan), 2006. A New Look at Cultural Diplomacy: A Call to Japan's Cultural Practitioners, Pidato oleh Menlu Taro Aso di Digital Hollywood University,
111 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
http://www.mofa.go.jp/announce/fm/aso/speech0604-2.html, diakses per tanggal 11 Mei 2009. Mulyadi, R. Muhammad, 2008. Mengekspor Musik Indonesia, http://www.unpad.ac.id, diakses per tanggal 13 Januari 2009. NMP International, 2007. A History of Manga. www.dnp.co.jp/museum/nmp/nmp_i/articles/manga/manga1.html, diakses per tanggal 14 Maret 2009. Nustad, Knut G., 2001. Development: The Devil We Know?, Third World Quarterly Vol.22 No.4, http://www.jstor.org/stable/3993352, diakses per tanggal 15 April 2008. Pieterse, Jan Nederveen, 2000. After Post-Development, Third World Quarterly Vol. 21 No. 2, http://www.jstor.org/stable/3993415, diakses per tanggal 15 April 2008. Soumu.go.jp, 2001. 1st Round Table Conference on ICT International Competitiveness Summary of Minutes, http://www.soumu.go.jp/main_sosiki/joho_tsusin/eng/pdf/070423_1.pdf, diakses per tanggal 22 Mei 2009. , 2008. ASEAN-Japan ICT Work Plan for 2007-2009 Stocktaking, http://www.soumu.go.jp/main_sosiki/joho_tsusin/eng/presentation/pdf/080 306_1.pdf, diakses per tanggal 25 Mei 2009. The Freed Dictionary, “Japanization”, http://www.thefreedictionary.com/Japanization, diakses per tanggal 30 Maret 2009. The Observer, 2007. J-Pop History. http://observer.guardian.co.uk/omm/story/, diakses per tanggal 14 Maret 2009. TV Tropes.org, 2009. Mukokuseki, http://tvtropes.org/pmwiki/pmwiki.php/Main/Mukokuseki, diakses per tanggal 5 Mei 2009. UNDP-Regional Centre Bangkok, 2009. ICT Profile – Japan. www.apdip.net/projects/dig-rev/info/jp/, diakses per tanggal 13 Maret 2009. USA Today, 2008. Hello Kitty is Named Japanese Tourism Ambassador, http://www.usatoday.com/news/topstories/2008-05-19999723604_x.htm, diakses per tanggal 10 Juni 2009. US Commercial Service, 2007. Indonesia: Computers and Peripherals, http://www.buyusa.gov/indonesia/en/computerperipherals.ppt, diakses per tanggal 10 Juni 2009. , 2007. Indonesia: Telecommunication Market, http://www.buyusa.gov/indonesia/en/telecommunications.ppt, diakses per tanggal 27 Mei 2009. Virtualreview.org, 2008. Doraemon Becomes Japan’s Anime Ambassador, http://virtualreview.org/japan/zoom/520772/doraemon-becomes-japansanime-ambassador, diakses per tanggal 10 Juni 2009. Yin, Wah Chu, (nd). Global Culture: Hegemony or Plurarity?, webjapan.org/factsheet/pdf/22PopularCulture.pdf, diakses per tanggal 13 Mei 2009.
112 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Terbitan Resmi Pemerintah : Japan Foundation Asia Center, 2001. Asia in Comic Exhibition ‘Where are we going,’ The Japan Foundation Asia Center, Tôkyô. Jepang Dewasa Ini, 1989. The International Society for Educational Information, Inc, Tokyo, Japan. JNTO, 2001. Your Guide to Japan. Japan National Tourist Organization. Tokyo dan Kyoto, Jepang. Nipponia, 2006. Welcome to the Land of Hospitality. Heibonsha, Tokyo.
Tesis : Pekari, Catrin, 2005. The Information Society and Its Policy Agenda: Towards a Human Rights Based Approach. http://www.sqdi.org/volumes/pdf/18.1__pekari.pdf , diakses per tanggal 13 Maret 2009. Soenarno, Sri Murni, Pemberdayaan Wanita Nelayan Melalui Pendidikan. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Pasca Sarjana IPB. Gössmann, Hilaria, 2001. Introduction to the Panel “Images of Asia in Japanese Mass Media, Popular Culture and Literature”, University of Trier, Jerman, http://www.japanesestudies.org.uk/ICAS2/Goessmann.pdf, diakses per tanggal 22 Mei 2009.
113 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Sumber Tambahan Data Sumber Bagan : Bagan II.1 dan Bagan II.3: METI, 2001, Information Policy; Survey on ICT Workplaces 2001, http://www.meti.go.jp/english/information/data/csurveyICTe.html, diakses per tanggal 25 Maret 2009. Bagan II.4: JETRO, 2007. Attractive Sector-ICT, http://www.jetro.go.jp/en/invest/attract/ict/ict_e.pdf, diakses per tanggal 14 Mei 2009. Bagan IV.1: US Commercial Service, 2007. Indonesia: Telecommunication Market, http://www.buyusa.gov/indonesia/en/telecommunications.ppt, diakses per tanggal 27 Mei 2009.
Sumber Gambar : Gambar II.1: Peta Area Konsentrasi Vendor ICT di Jepang, http://www.jetro.go.jp/en/invest/attract/ict/ict_e.pdf, diakses per tanggal 14 Mei 2009. Gambar II.2: Kanagawa Science Park, http://www.ksp.or.jp/english/images/about_img07.jpg, diakses per tanggal 23 Maret 2009. Kansai Science City, http://www.kankeiren.or.jp/English/image/kitaumeda2005.jpg, diakses per tanggal 23 Maret 2009. Kitakyushu Research Park, http://www.kk-j.org/images/ksrp.jpg, diakses per tanggal 23 Maret 2009. Softpia Japan, http://www.pref.gifu.lg.jp/pref/s11342/guide/photo/softopia/photo_s.jpg, diakses per tanggal 23 Maret 2009. Yokosuka Research Park, http://www.yrp-bdi.co.jp/english/images/yrp_ph02.jpg, diakses per tanggal 23 Maret 2009. Gambar III.1: Bunraku, http://www.kankeiren.or.jp/English/image/bunraku2.jpg, diakses per tanggal 31 Maret 2009. Chanoyu, http://www.decofinder.com/decofinder/_daz/_TABLE_VAISSELLE/the_j apon_chez_files/Chanoyu.jpg Ikebana, http://www.pinfrog.com/Japanese%20Ikebana%20Scene.jpg, diakses per tanggal 31 Maret 2009. Kabuki, http://bulldog2.redlands.edu/Dept/AsianStudiesDept/asian_theater/kabuki. jpg, diakses per tanggal 31 Maret 2009.
114 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Miyako Odori, http://photos.igougo.com/images/p280187-Miyako_Odori.jpg, diakses per tanggal 31 Maret 2009. Ukiyo-e, http://www.wicce.com/ukiyoe.jpg, diakses per tanggal 31 Maret 2009. Gambar III.2: Anime, http://princessofnightmare.files.wordpress.com/2008/11/anime1.jpg Cosplay (1), http://yeinjee.com/asianpop/wp-content/uploads/2007/08/cosplay01.jpg Cosplay (2), http://fc04.deviantart.com/fs11/f/2007/119/f/e/Cosplay___Vampire_Knigh t_by_jinnjinx.jpg Harajuku (1), http://www.tokyomade.com/blog/harajuku-japanese2.jpg Harajuku (2), http://www.photopassjapan.com/images/img%201947%20tokyo %20harajuku%20eki%20mae%20jingu%20bashi%20-%20harajuku %20station%20jingu%20bridge%20cosplayers.jpg Manga, http://www.urbis.org.uk/pictures/manga!-urbis-13-march---27-sept.-image designed-by-tado.-logo-by-john-walsh-(snug-media).jpg
Sumber Tabel : Tabel II.1: Kansai Research Institute, www.kri-p.or.jp, yang diakses per tanggal 27 Oktober pukul 13:57. Yokosuka Research Park, www.yrp.co.jp, yang diakses per tanggal 27 Oktober 2008 pukul 13:57. Tabel II.2: JETRO, 2007. Attractive Sector-ICT, http://www.jetro.go.jp/en/invest/attract/ict/ict_e.pdf, diakses per tanggal 14 Mei 2009. Tabel II.3: Australian Government: Department of Broadband, Communication, and Digital Economy, 2003, ICT and Productivity – International Comparisons, http://www.dbcde.gov.au/communications_and_technology/publications_a nd_reports/2003/03/ovum_report/compare01, diakses per tanggal 3 April 2009. Tabel II.4: UNDP-Regional Centre Bangkok, 2009. ICT Profile – Japan. www.apdip.net/projects/dig-rev/info/jp/, diakses per tanggal 13 Maret 2009. Tabel II.5: Dale, Peter 1996. Ideology and Athmosphere in the Informational Society. Theory, Culture, and Society Vol 13 (3). SAGE. London, Thousand Oaks, dan New Delhi. Tabel II.6:
115 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
IMF, 2006. World Economic Outlook Database; Country Comparisons. www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2006/02/data/weorpt.aspx?, diakses per tanggal 14 Maret 2009. Nation Master, 2007. Nation Master; Economy Statistic. www.nationmaster.com/graph/eco_gdp_ppp-economy-gdp-ppp, diakses per tanggal 14 Maret 2009. Tabel III.1: Soumu.go.jp, 2008. ASEAN-Japan ICT Work Plan for 2007-2009 Stocktaking, http://www.soumu.go.jp/main_sosiki/joho_tsusin/eng/presentation/pdf/080 306_1.pdf, diakses per tanggal 25 Mei 2009. Tabel IV.1: JETRO Jakarta Center, 2009. Bantuan data yang disadur dari situs resmi Kementrian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, www.johotsusintokei.soumu.go.jp/field/data/gt040515.xls serta www.johotsusintokei.soumu.go.jp/field/data/gt040516.xls. Tabel IV.2: Khoiri, Ilham dan Budi Suwarna, 27 Juli 2008. “Doraemon di Sekitar Kita”, http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/27/01331131/doraemon.di.seki tar.kita, diakses per tanggal 8 Juni 2009.
116 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
MEREKA PEMUDA INDONESIA, BUKAN PEMUDA JEPANG
Dominasi Budaya Populer Jepang di Indonesia
Sumber: http://www.exocfrenzy.co.cc/
117 Skripsi
KAPABILITAS ICT JEPANG ...
WIKE DITA HERLINDA