1201: Kamsul Abraha dkk.
MT-18
RANCANG BANGUN SISTEM DETEKSI BIOMOLEKUL SECARA CEPAT DAN SENSITIF BERBASIS SURFACE PLASMON RESONANCE (SPR) SENSOR DENGAN BAHAN AKTIF NANOPARTICLES MAGNETIK Kamsul Abraha1 , Edi Suharyadi1 , M. Adhib Ulil Absor1 , dan Budi S. Setiadi2 1 2
Jurusan Fisika, Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara Yogyakarta Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara Yogyakarta
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Telah dilakukan kegiatan rancang bangun sistem deteksi biomolekul secara cepat dan sensitif berbasis surface plasmon resonance (SPR) biosensor dengan bahan aktif nanopartikel magnetik. Sensor dapat memberikan data kuantitatif dan kualitatif dari biomolekul. Nanoparticles magnetik berbasis oksida besi telah difabrikasi dengan metode sintesis. Nanopartikel tersebut berperan untuk mengikat biomolekul sehingga biomolekul tersebut dapat dideteksi. Telah didapatkan nanopartikel magnetik dengan beberapa variasi morfologi, struktur kristal, dan ukuran partikelnya. Pengamatan untuk nanopartikel Fe3 O4 dilakukan dua kali yaitu pengamatan pada titik pertama atau disebut spot 1 dan pada titik kedua atau spot 2. Pengamatan terhadap sistem lapisan prisma/Ag dalam konfigurasi Kretschmann memperoleh sudut SPR perak sebesar 43,50◦ ±0,05◦ dengan nilai reflektansi sebesar 0,04. Sementara untuk sampel nanopartikel Fe3 O4 sudut SPR bergeser pada 47,50◦ ±0,05◦ dengan nilai reflektansi 0,13. Hal ini menunjukkan bahwa setelah ditambah dengan lapisan nanopartikel Fe3 O4 terjadi absorpsi yang semakin besar. Rancang bangun dengan melakukan optimasi dan otomatisasi pada beberapa bagian pada sistem SPR sensor telah berhasil dilaksanakan. Ujicoba sistem spektroskopi SPR biosensor telah berhasil dilakukan pada sampel biomolekul berupa PEG-4000 (Polyethylene Glycol), Enzim Alpha-Amylase, Protein Streptavidin, Gelatin Sapi (Bovine) dan Gelatin Babi (Porcine), serta DNA Melon Basket GAMA. Kata Kunci: SPR, biosensor, nanopartikel magnetik, otomatisasi
I.
PENDAHULUAN
Komersialisasi rekayasa genetika organisme atau genetically modified organisms (GMO) telah berkembang pesat dengan berkembangnya jumlah sifat tanaman transgenik dan jumlah yang ditanam hingga diproyeksikan berlipat ganda pada tahun 2015 (James, 2009). Meluasnya penggunaan GMO untuk produksi pangan telah menimbulkan kekhawatiran terkait dengan keamanan pangan, dampak lingkungan, dan berbagai isu etnis lainnya (seperti kehalalan misalnya). Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati dan konsumen produk pangan yang cukup besar, melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, telah mencanangkan program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) yang salah satunya bermuara pada ketahanan pangan. Pada program ini topik riset yang ada diarahkan untuk pengembangan teknologi dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat yang cukup, bergizi, aman, sesuai selera dan keyakinannya melalui peningkatan produktivitas, kualitas dan efisiensi produksi pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan serta pengo-
lahan hasil dan penganekaragaman pangan. Di sisi lain, implikasi penerapan kawasan perdagangan bebas seperti ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) bagi Indonesia salah satunya adalah semakin mudah masuknya produk-produk asing termasuk produk pangan dalam memenuhi konsumsi Indonesia. Seiring dengan perkembangan komersialisasi GMO pada produk pangan, pemerintah Indonesia harus peka dan concern untuk memperhatikan regulasi pelabelan transgenik dan traceability GMO guna melindungi hak-hak konsumen dan produsen. Identifikasi keanekaragaman hayati dan produk pangan sampai level molekular menjadi kebutuhan yang sangat vital. Surface plasmon resonance (SPR) biosensor adalah sensor optik yang memanfaatkan gelombang surface plasmon polariton (SPP) untuk mendeteksi interaksiinteraksi biomolekul dan permukaan sensor. SPP itu sendiri merupakan gelombang elektromagnetik evanescent yang dibangkitkan oleh adanya kopling antara medan elektromagnetik (dari laser) dengan elektronelektron disekitar permukaan logam.[1–3] Perilaku SPP itu sendiri ditentukan oleh fungsi dielektrik logam
Prosiding InSINas 2012
1201: Kamsul Abraha dkk. yang biasanya dikaitkan dengan konduktivitas optik serta konstanta dielektrik medium yang mengelilinginya. Berdasarkan pengamatan spektrum reflektansi gelombang elektromagnetik pada peristiwa SPR,[4, 5] maka pada sudut datang tertentu akan terjadi atenuasi yang luar biasa dari gelombang yang terpantul yang berpotensi menyumbang tingkat sensitivitas sebagai sensor. Penentuan sudut SPR ini bergantung pada indek bias/refractive index dari medium dielektrik yang dipakai sebagai medium/sampel sensor.[6] Artinya, teknik SPR ini adalah teknik deteksi yang sangat cepat, non-destructive, dan sangat sensitif sehingga penggunaannya sebagai sensor sangatlah berpotensial terutama untuk mempelajari interaksi biomolekuler, diantaranya untuk menentukan konsentrasi biomolekul,[7, 8] ketebalan, dan data ikatan kinetik untuk analyte biologi tertentu seperti antigen/antibody, ligand/receptor, reaksi protein, dan hibridisasi DNA.[9] Tujuan penelitian ini adalah melakukan desain dan rancang bangun sistem deteksi berbasis spektroskopi SPR biosensor dengan bahan aktif nanopartikel magnetik. Sistem ini sederhana dan otomatis (komputerisasi) sehingga akan dapat digunakan dan siap pakai untuk berbagai macam bahan material biomolekuler secara lebih umum tanpa harus merujuk pada jenis material/bahan tertentu. Selanjutnya ujicoba spektroskopi SPR akan dilakukan pada beberapa sampel meliputi DNA dari varian baru melon Gama Melon Basket (GMB), PEG-4000, DNA, protein, enzim, dan gelatin.
II. A.
METODOLOGI
Persiapan Bahan Nanopartikel Magnetik dengan Sintesis Proses pembuatan partikel magnetik oksida besi dalam bentuk ferrofluid dilakukan dengan menggunakan metode sintesis sebagai berikut ini: 2,03 g FeSO4 .7H2 O; 4,88 g FeCl3 .6H2 O; dan 0.89 mL HCl 37% dilarutkan dalam 20 mL aquadest pada suhu 70 ◦ C. Selanjutnya larutan NH4 OH 28% sampai dengan 30% sebanyak 8,3 mL dilarutkan dalam 155 mL aquadest. Larutan NH4 OH ini diaduk dalam gelas beaker berukuran 250 mL dengan menggunakan pengaduk magnetic stirrer. Kemudian ditambahkan dengan cepat larutan feri klorida/fero klorida/HCl ke dalam larutan amonia sambil terus diaduk sehingga membentuk endapan oksida besi. Hasil reaksi yang dihasilkan kemudian dicuci berulang-ulang dengan aquades sampai bersih dari pengotornya kemudian disaring. Cara pencucian adalah dengan menempatkan hasil reaksi pada gelas ukuran besar kemudian diberi aquades sebanyak yang bisa ditampung gelas itu. Magnet permanen ditempatkan dibawah gelas dengan tujuan bisa menarik Fe3 O4 supaya mengendap lebih cepat dibandingkan Fe2 O3 . Bila
MT-19 sudah terjadi endapan didasar gelas, air di dalam gelas dibuang dengan penuangan yang hati-hati agar endapan kental yang berwarna hitam (Fe3 O4 ) tidak ikut terbuang. Selanjutnya Fe3 O4 nanoparticles dimodifikasi dengan mencampurkan phospholipids dan biotinylated poly (ethylene glycol) (biotinPEG) di dalam larutan CH4 Cl3 . Kemudian bahan hasil ini dikeringkan sekitar 2 jam. B.
Desain dan Otomatisasi Sistem ComputerizedSPR Biosensor Perancangan sistem berbasis komputerisasi yang dibangun terbagi dalam 3 bagian, yaitu bagian pendeteksi putaran prisma, detektor laser dan display LCD serta komputerisasi/software interface. Bagianbagian tersebut dikendalikan oleh sebuah unit kontrol berbasis ATmega 32. Bagian detektor laser dirancang untuk melakukan pembacaan nilai tegangan yang dibangkingkat oleh berkas laser He-Ne. Jumlah detektor yang digunakan 2 buah yaitu, detektor 1 yang diletakkan sebelum laser mengenai prisma dan detektor 2 yang diletakkan setelah laser mengenai prisma. Detektor yang digunakan adalah laser power meter OPM 572 dan rangkaian pembagi tegangan. Bagian penampil/display menggunakan sebuah LCD 16 x 2 dan software interface menggunakan Visual Basic.Net sehingga dimungkinkan untuk melakukan pengolahan data melalui PC/Laptop. Diagram blok set-up eksperimen SPR secara keseluruhan ditunjukkan oleh G AM BAR 1 . Pengembangan yang dilakukan adalah sistem komputerisasi pada set-up SPR. Perangkat keras yang dibangun adalah unit kontrol, konverter RS 232, detektor laser power meter OPM 572, display LCD serta mekanik penggerak. Sedangkan perangkat lunak yang dirancang pada sistem ini adalah pemrograman mikrokontroler sebagai unit kontrol serta software interface penampil data dari sensor dan sudut melalui komputer menggunakan program Visual Basic.net. Mikrokontroler mendapatkan 3 buah input berupa 2 detektor laser power meter OPM 572 dan 1 tombol push button. Dua detektor laser power meter OPM 572 berfungsi untuk menerima pancaran laser sebelum maupun setelah terkena sampel, sedangkan tombol push button merupakan pemberi sinyal penambah data sudut ketika prisma sudah diputar secara komputerisasi. C.
Software interface Sofware Interface dibuat menggunakan Visual Studio.Net yang merupakan suatu lingkungan terintegrasi (Environment) untuk membangun dan melakukan uji coba (testing and debugging) berbagai macam aplikasi. Pada dasarnya Visual Studio.Net didesain untuk menampung berbagai macam bahasa pemrograman dan terlingkup dalam Visual Studio.Net. Bahasa pe-
Prosiding InSINas 2012
1201: Kamsul Abraha dkk.
MT-20 TEM.
G AMBAR 1: Set-up eksperimen SPR secara keseluruhan
mrograman yang dipakai dalam penyusunan Software Interface ini adalah Visual Basic.Net. Bahasa pemrograman ini menyediakan beberapa tools untuk otomatisasi proses pengembangan, yaitu visual tool yang digunakan untuk melakukan beberapa operasi pemrograman dan desain umum, dan juga fasilitas-fasilitas lain yang dapat menunjang dalam pemrograman. Tampilan Software Interface ditunjukkan oleh G AMBAR 2. Pengujian ini belum memberikan hasil yang maksimal dan masih dalam proses untuk tampilan Software Interface.
G AMBAR 3: Foto pengamatan TEM sampel Fe3 O4 pada suhu 30 ◦ C
G AMBAR 4: Grafik Distribusi ukuran SPIONs magnetit pada suhu 30 ◦ C
G AMBAR 2: Tampilan software interface
III. A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fabrikasi dan Karakterisasi Nanopartikel Magnetit (Fe3 O4 ) Pada penelitian tahap pertama ini, telah dilakukan sintesis nanopartikel Fe3 O4 dengan variasi suhu sintesis 30 ◦ C, 60 ◦ C, dan 90 ◦ C dengan menggunakan variabel tetapnya adalah waktu pengadukan selama 90 menit, konsentrasi NH4 OH sebesar 10%, dan kecepatan pengadukan 450 rpm. Ukuran dan morfologi dari SPIONs magnetit (Fe3 O4 ) dianalisis dengan menggunakan
G AMBAR 3 menunjukkan hasil TEM untuk sampel magnetit (Fe3 O4 ) pada saat suhu 30 ◦ C berbentuk bulat. Hasil dari difraksi TEM diperoleh pola berbentuk cincin terputus-putus yang menunjukkan kristalinitasnya tinggi. Cincin-cincin dari yang terdalam hingga terluar menunjukkan puncak difraksi dengan indeks miller sebagai berikut: (220), (311), (400), (511), dan (440). Indeks-indeks ini juga muncul pada hasil XRD. G AMBAR 4 menunjukkan distribusi rata-rata dari magnetit pada suhu 30 ◦ C adalah sebesar 13 nm.
B.
Uji Coba Pengukuran Fenomena SPR pada Beberapa Biomolekul B-1. Enzim Alpha-Amylase G AMBAR 5 adalah hasil pengamatan kurva SPR pada sistem lapisan prisma/Ag/campuran antara nanopartikel magnetik Fe3 O4 , PEG 4000, dan α-amilase. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ketika terdapat lapisan nanopartikel magnetik Fe3 O4 yang dicampur dengan
Prosiding InSINas 2012
1201: Kamsul Abraha dkk.
MT-21 SPR yang dihasilkan berbeda ketika pengamatan pada sistem prisma dan lapisan perak seperti yang diperlihatkan pada G AMBAR 6. Hal ini disebabkan oleh adanya campuran protein yang berupa streptavidin dengan nanopartikel magnetik Fe3 O4 sehingga menyebabkan perubahan indeks bias lokal. Sudut SPR sangat sensitif terhadap perubahan indeks bias lokal pada bidang batas logam dielektrik yang berupa protein streptavidin tersebut. Perubahan indeks bias inilah yang menyebabkan pergeseran sudut SPR. Pergeseran sudut SPR (∆θSPR ) dimanfaatkan untuk mendeteksi sampel berupa biomolekul.
G AMBAR 5: Kurva SPR pada sistem prisma/Ag/Fe3 O4 +PEG 4000+α-Amilase
biomolekul α-amilase maka akan terjadi pergeseran sudut SPR. Sistem lapisan prisma/Ag memiliki sudut SPR sebesar 43,20◦ ±0,05◦ dengan nilai reflektansi sebesar 0,401 dan besar konstanta gelombang sebesar 1,029×107 m−1 . Sistem lapisan prisma/Ag/ campuran nanopartikel magnetik Fe3 O4 dan PEG 4000 memiliki sudut SPR sebesar 43,40◦ ±0,05◦ dengan nilai reflektansi sebesar 0,364 dan konstanta gelombang sebesar 1,033×107 m−1 . Setelah campuran direaksikan dengan enzim α-amilase, sudut SPR bergeser sejauh 0,90 menjadi 44,30◦ ±0,05◦ dan reflektansi sebesar 0,423. Konstanta gelombang untuk sistem lapisan SPR menjadi menjadi 1,050×107 m−1 . Pergeseran konstanta gelombang surface plasmon disebabkan oleh perubahan tetapan dielektrik pada campuran biomolekul. Perubahan konstanta gelombang menyebabkan pergeseran sudut SPR. Semakin besar konstanta gelombang, semakin besar sudut SPR yang dihasilkan. Hasil pengamatan tersebut dapat menjadi suatu acuan bahwa fenomena SPR dengan modifikasi permukaan sensing menggunakan lapisan tambahan nanopartikel magnetik Fe3 O4 yang dicampur dengan PEG 4000 dapat dijadikan alat untuk mendeteksi keberadaan biomolekul dengan melihat kurva SPR yang dihasilkan. B-2. Protein Streptavidin Selanjutnya, streptavidin yang telah dicampur dengan nanopartikel magnetik Fe3 O4 dideposisi pada sistem prisma dan perak. Deposisi dilakukan dengan cara meneteskan streptavidin sedikit mungkin di atas lapisan perak. Harus berhati-hati dalam mendeposisikan streptavidin pada lapisan tipis perak karena streptavidin tidak boleh terkontaminasi dengan bahan lain yang dapat merusak kemurnian streptavidin. Pengamatan SPR pada sistem prisma, perak, serta campuran nanopartikel magnetik dan streptavidin dilakukan sebanyak dua kali. Pengamatan pertama didapatkan sudut SPR sebesar 46,60 dan reflektansi sebesar 0,35. Sedang pengamatan kedua didapatkan sudut SPR sebesar 46,60 dengan reflektansi sebesar 0,22. Sudut
G AMBAR 6: Kurva SPR pada sistem prisma-perak dan sistem prisma-perak-nanopartikel magnetik Fe3 O4 -streptavidin
B-3.
Gelatin Sapi (Bovine) dan Gelatin Babi (Porcine)
Gelatin sapi dengan konsentrasi 0,6% dideposisi ke permukaan sistem P1/Ag1, sedangkan gelatin babi dengan konsentrasi yang sama dideposisi pada permukaan sistem P2/Ag2. Konsentrasi 0,6% ini dipilih karena mulai pada konsentrasi ini gelatin tidak kembali berbentuk gel pada suhu kamar sehingga dapat dideposisi ke permukaan sistem prisma/Ag dengan metode spray. Konsentrasi yang dimaksud disini adalah konsentrasi perbandingan massa, antara massa gelatin dan akuabides. Pengamatan terhadap fenomena SPR sistem P1/Ag1/gelatin sapi dan sistem P2/Ag2/gelatin babi menghasilkan kurva ATR seperti pada G AM BAR 7 . Seperti yang terlihat, sistem prisma/Ag mengalami pergeseran sudut SPR (θSPR ) setelah gelatin dideposisikan pada permukaannya. Untuk sistem P1/Ag1/gelatin sapi, θSPR terjadi pada sudut 45,10◦ ±0,05◦ (θS ). Sudut θS ini mengalami pergeseran terhadap θAg1 sejauh 1,50◦ (∆θS ). Untuk Prosiding InSINas 2012
MT-22 sistem P2/Ag2/gelatin babi, θSPR terjadi pada sudut 44,60◦ ±0,05◦ (θB). Sudut θB ini mengalami pergeseran terhadap θAg2 sejauh 1◦ (∆θB). Pengamatan terhadap indeks bias kedua jenis gelatin menunjukkan bahwa indeks bias gelatin sapi (nS ) lebih besar dari indeks bias gelatin babi (nB ), dengan nilai nS sebesar 1,3357 dan nB sebesar 1,3351. Terlihat bahwa besarnya indeks bias gelatin sebanding dengan besarnya ∆θSPR .
1201: Kamsul Abraha dkk. mukaan sistem P2/Ag3 dengan permukaan bergelatin menempel pada lapisan tipis prisma. Metode ini dipilih agar sistem prisma/Ag yang digunakan sama, sehingga mengurangi ketidakpastian pengukuran. Dengan metode ini, setelah mengambil data ATR dengan SPR untuk satu konsentrasi, cover glass dapat dilepas dan diganti dengan cover glass dengan gelatin yang berbeda (konsentrasi dan jenisnya).
C.
Pengaruh Perubahan Konsentrasi terhadap Perubahan Indeks Bias dan Sudut SPR Gelatin Konsentrasi gelatin sapi dan babi yang diukur nilai indeks biasnya adalah dalam interval 1-5%; 0,8% dan 0,6%. Hasil pengukuran indek bias dengan refractometer dapat dilihat pada G AMBAR 8. Dari hasil pengukuran indeks bias ini, dapat dilihat bahwa hubungan antara konsentrasi dan indeks bias gelatin tidak linear. Semakin besar konsentrasi gelatin, semakin besar pula nilai indeks biasnya. Namun pada konsentrasi gelatin sapi 0,8% dan 1% tidak terjadi perubahan indeks bias. Pada G AMBAR 8 juga dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pada rentang konsentrasi 0,8-5%, nS cenderung lebih kecil daripada nB kecuali pada konsentrasi 0,6% dan 2%. Dalam hal ini, fenomena dimana nS lebih besar daripada nB pada konsentrasi 0,6% ini konsisten dengan yang didapat pada pengukuran indeks bias gelatin pertama kali untuk identifikasi perbedaan kedua jenis gelatin tersebut, walaupun didapat nilai indeks bias yang berbeda. Perbedaan nilai indeks bias ini bisa jadi disebabkan oleh pegadukan yang kurang merata sehingga tingkat kelarutannya juga berbeda.
G AMBAR 9: Kurva ATR sistem P2/Ag3/gelatin sapi dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5%
G AMBAR 8: Grafik konsentrasi vs indeks bias gelatin
Pada pengamatan fenomena SPR untuk beberapa variasi konsentrasi digunakan tiga sampel gelatin dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5%. Berbeda pada pengamatan fenomena SPR gelatin sebelumnya pada konsentrasi 6% (dimana gelatin langsung dideposisikan pada permukaan sistem prisma/Ag), gelatin dengan tiga variasi konsentrasi ini dideposisikan ke permukaan cover glass. Kemudian cover glass ini ditempelkan ke per-
Kurva ATR gelatin sapi pada sistem P2/Ag3/gelatin sapi/cover glass untuk konsentrasi 1%, 3% dan 5% dapat dilihat pada G AMBAR 9. θS untuk masing-masing konsentrasi secara berurutan yaitu: 42,30◦ , 42,50◦ dan 42,70◦ , dengan ketidakpastian ±0,05◦ . Kurva ATR gelatin babi pada sistem P2/Ag3/gelatin babi/cover glass untuk konsentrasi 1%, 3% dan 5% dapat dilihat pada G AMBAR 9. θB untuk masing-masing konsentrasi secara berurutan yaitu: 42,40◦ , 42,60◦ dan 42,80◦ , dengan ketidakpastian ±0,05◦ . Dari data yang diperoleh ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi gelatin semakin besar θSPR yang diperoleh. Jika ditinjau dari perubahan indeks bias akibat dari perubahan konsentrasi gelatin, semakin besarnya θSPR juga dipengaruhi oleh besarnya indeks bias. Ini ditandai dengan letak θSPR yang semakin bergeser ke kanan pada kurva ATR. Prosiding InSINas 2012
1201: Kamsul Abraha dkk.
MT-23
G AMBAR 7: Kurva ATR sistem prisma/Ag dan prisma/Ag/gelatin: (a) kurva ATR P1/Ag1 dan P1/Ag1/gelatin sapi, (b) kurva ATR P2/Ag2 dan P2/Ag2/gelatin babi
C-1.
DNA Melon Basket GAMA
Pengamatan yang terakhir yaitu pada sistem prisma/Ag yang dideposisi kembali dengan nanopartikel magnetik+DNA, seperti pada G AMBAR 10, fungsi nanopartikel magnetik tersebut untuk memisahkan campuran komposit material sehingga dapat mengikat DNA serta menambah sensitifitas SPR, serta PEG berfungsi untuk mencegah oksidasi pada nanopartikel magnetik agar ukuran partikel tidak berubah menjadi ukuran menjadi molekul. Pada sistem yang kedua
ini diperoleh sudut kritis sebesar (41,4±0,1) derajat dan sudut SPR sebesar (43,0±0,1) derajat dan nilai reflektansinya 0,29. Dari pengamatan sudut SPR yang diperoleh menunjukkan adanya perseseran sudut SPR yaitu menuju sudut datang yang lebih besar, hal ini disebabkan oleh adanya penambahan material komposit nanopartikel magnetik+PEG+DNA setelah lapisan tipis perak, sehingga sudut SPR ini sangat dipengaruhi oleh perubahan indeks bias material di bawah lapisan perak tersebut. Selain itu kurva SPR juga bertambah tajam dengan adanya penambahan nanopartikel magnetik yaitu ditandai dengan menurunya nilai reflektansi dibandingkan dengan sistem prisma/Ag ketika terjadi sudut SPR pada sistem yang kedua, hal ini menunjukkan sensitifitas kurva SPR bertambah dengan keberadaan nanopartikel magnetik di bawah lapisan tipis perak. Dengan demikian dapat disimpulkan adanya perseseran sudut SPR tersebut menunjukkan bahwa sistem SPR ini bisa digunakan untuk mengetahui keberadaan biomolekul yang dalam hal ini adalah DNA.
IV.
G AMBAR 10: Kurva reflektansi pada prisma yang telah dilapisi perak (Ag) tipis ditambah nanopartikel magnetik (Fe3 O4 ) dan DNA
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini telah berhasil difabrikasi magnetik nanoparticles berbasis oksida besi sebagai bahan aktif pada surface plasmon resonance (SPR) sensor dengan metode kimia. Dalam rangka mendapatkan nanopartikel magnetik dengan ukuran sekecil mungkin (di bawah 20 nm), selama proses sintesis sedang berlangsung telah dilakukan beberapa variasi parameter proses sintesis (seperti suhu, konsen-
Prosiding InSINas 2012
MT-24 trasi, dan lama pengadukan). Proses sintesis partikel Fe3 O4 dengan beberapa variasi suhu sintesis menghasilkan partikel dengan partikel Fe3 O4 dengan ukuran skala nanometer. Hasil analisis Trasmition Electron Microscopy (TEM) menunjukkan bahwa distribusi ukuran butir nanopartikel Fe3 O4 rata-rata 11-15 nm. Selanjutnya, proses fungsionalisasi pada magnetik nanopartikel dilakukan dengan menggunakan PEG4000. Untuk mengetahui proses capturing nanopartikel magnetik terhadap biomolekul, nanopartikel yang telah difungsionalisasi direaksikan dengan α-amilase. Interaksi antara nanopartikel Fe3 O4 dengan PEG 4000 berupa pelapisan permukaan nanopartikel magnetik Fe3 O4 oleh polimer PEG 4000. Interaksi antara PEG 4000 dengan α-amilase dalam pengamatan FT-IR tidak menghasilkan dip baru karena kesamaan ikatan pada PEG dan pada α-amilase. Pengamatan kurva SPR pada sistem prisma, perak, serta campuran nanopartikel magnetik telah berhasil dilakukan untuk mengetahui respon SPR biosensor terhadap biomolekul seperti PEG-4000, enzim alpha amylase, protein streptavidin, gelatin babi dan gelatin sapi, serta DNA melon basket GAMA (khusus DNA baru mendapatkan data awal dan perlu untuk dilanjutkan). Sudut SPR sangat sensitif terhadap perubahan indeks bias lokal pada bidang batas logam dielektrik yang berupa protein streptavidin tersebut. Pada tahap berikutnya, adalah melanjutkan otomatisasi dan komputerisasi pada beberapa bagian pada sistem SPR sensor telah sampai pada tahap akhir (90%).
1201: Kamsul Abraha dkk. Min., Lee, In Su., 2011, Surface plasmon resonance biosensing based on target-responsive mobility switch of magnetic nanoparticles under magnetic fields, Journal Mater. Chem., 21, 5156. [8] Choi, Kibong., Youn, Heeju., Kim, Kwangioong, Choi, Jungdo, 1998, Sensitivity Enhancement of Surface Plasmon Resonance Biosensor with Colloidal Gold, Jurnal Biotechnol. Bioprocess Eng, 3, 19-23. [9] Choi S.H., Kim Y.L., dan Byun K.M, 2011, Graphene-on-silver subtrates for sensitive surface plasmon resonance imaging biosensors, Optic Express 19 (2), 458
DAFTAR PUSTAKA [1] Cottam M.G. dan Tilley D.R., 1989, Introduction to surface and superlattice excitations, Cambridge University Press, Cambridge, UK [2] Dumelow T., Camley R.E., Abraha K., dan D.R. Tilley, 1998, Nonreciprocal phase behavior in reflection of electromagnetic waves from magnetic materials, Phys. Rev. B 58, 897 908 [3] Dressel, M. dan Grner, G., 2002, Electrodynamics of solids: optical properties of electrons in matter, Cambridge University Press, Cambridge, UK [4] Jensen M.R.F, Parker T.J., Abraha, K. dan Tilley D. R., 1995, Experimental observation of surface magnetic polaritons in FeF2 by attenuated-totalreflection (ATR), Phys. Rev. Lett. 75, 3756-3759 [5] Jensen M. R. F, Feiven S. A., Parker T.J., dan Camley R. E., 1997, Experimental determination of magnetic polariton dispersion curves in FeF2 , Phys. Rev. B 55, 2745-2748 [6] Kim, B. G., Cho, S. M., Kim, T. Y. dan Jang, H. M., 2001, Giant dielectric permittivity observed in Pbbased perovskite ferroelecrics, Phys. Rev. Lett. 86, 3404 3406. [7] Lee, Kyung Sig., Lee, Mongryong., Byun, Kyung Prosiding InSINas 2012