17
PENGUKURAN KINERJA UNIT PENGADAAN BARANG DAN JASA SUATU INSTANSI PEMERINTAH MENGGUNAKAN “PROCUREMENT MATURITY MODEL; STUDI KASUS PADA PEMERINTAH KOTA EPOK oleh Hayati Fatimah dan Ali Masjono Jurusan akuntansi Politeknik Negeri Jakarta Kampus Baru UI Depok 16425
[email protected]
ABSTRAK Pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa sewajarnya mengacu kepada best practice. Best practice tersebut telah dirangkum dalam sutu program yang disebut Procurement Maturity Model (PMM). Dalam penelitian ini LPSE kota Depok yang mewakili pemkot Depok, dilihat apakah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa selama ini sudah mampu mencapai predikat best in class atau world class. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa LPSE kota depok sudah melampau predikat optimizing, belum mencapai predikat best in class. LPSE sudah melaksanakan 2 dari delapan entitas best practice yaitu entitas Value dan entitas Policy. Masih ada 6 entitas lain yang belum mencapai best practice. Ada beberapa gap yang perlu dihilangkah agar bisa mencapai predikat best in class atau world class. Sebanyak 18% gap pada posisi minimal artinya hanya beberapa item lagi bisa mencapai best practice, sebanyak 21% pada posisi significant gap, artinya banyak best practice yang belum dilaksanakan, sedangkan subtansial gap hanya 5%, artinya sedikit pelaksanaan pengadaan barang dan jasa hanya 5% yang belum melaksanakan best practice. Secara umum predikat LPSE dapat dikatakan mencapai best inclass dengan hanya memperbaiki beberapa item, misalnya otomatisasi dalam berapa hal (lhat lampiran 1). Kata kunci: Procurement, best in class, LPSE, Kota Depok
ABSTRACT Implementation of procurement process usually refer to best practices which have been applied by to many organization worldwidely. Best practices have been combine in one aplication called Procurement Maturity Model (PMM). Using PMM this research analize wheather LPSE, Government of Kota Depok has done best practices in procurement process. This reseach show that only 2 or 8 entities of best practice have been done by the LPSE or only 56% of best pracitices have been implemented by the goverment of Kota Depok. There are GAPs that need to be released in order to achieve best in class or world class predicate. According to this reseacrh, LPSE kota Depok has achieved beyond the optimizing predicate, nearly achieve the best in class predicate. Key word: Procurement, best in class, LPSE, Kota Depok
PENDAHULUAN Pengadaan barang dan jasa dalam suatu organisasi adalah aktivitas pendukung yang penting diantara fungsi-fungsi bisnis, dimana aktivitas ini berpotensi untuk mencapai tingkat competitive advatage. Ada hubungan positip antara kematangan organisasi pengadaan dengan kinerja (Plomp, M. G.A., Ronald, R,2009). Kinerja yang dicapai akan dapat meningkatkan competitive advantage suatu organisasi.
Proses pengadaan barang dan jasa bukanlah suatu aktivitas yang sederhana. Berbagai pihak terlibat didalamnya, ada piha luar sebagai penyedia barang dan jasa dan pihak dalam, dalam hal ini pemerintah, dimana didalamnya terdapat berbagai kelompok orang yang diberi hak untuk mengatur semua proses penyediaan barang dan jasa. Untuk menjamin terlaksananya pengadaan barang dan jasa ini maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang dikenal dengan Perpres no 54 tahun 2010 yang
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013:1-6
18 merupakan perubahan dari Kepres No 8 ahun 2003. Dalam melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa, entitas yang terlibat (berinteraksi) antara lain pelanggan, Organization, Kebijakan, proses, Staff, alat dan Vendor. Ketujuh entitas ini saling berinteraksi untuk menghasilkan suatu proses yang transparan, sesuai aturan dan dapat memuaskan semua pihak. Untuk melihat sejauh mana sistem pengadaan barang dan jasa suatu lembaga pemerintahan dapat mencapai tingkat kinerja yang baik, akan digunakan konsep Procurement Maturity Model (PMM).PMM adalah suatu model untuk mengukur kinerja suatu unit atau departemen (organisasi) yang menjalankan proses pengadaan barang dan jasa. Untuk mengukur kinerja tersebut akan dibandingkan antara Current Practice dan Best Practiceproses pengadaan barang dan jasa di pemerintah kota Depok. Best practice merupakan kumpulan best practice terhadap berbagai layanan pengadaan dari berbagai Negara, maka salah satu hasil dari penelitian ini akan melihat apakah current practice di Pemkot Depok sudah dapat meraih salah satu dari predikat Inhibiting, Performing, Enabling, Optimizing, Best Inclass atau World Class.
PERUMUSAN MASALAH Praktek yang sehat suatu layanan biasanya dijadikan acuan bagi layanan sejenis ditempat lain atau dalam istilah lain dikenal dengan benchmarking. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah proses pengadaan barang dan jasa di Pemkot Depok telah mencapai tingkat kematangan yang baik sesuai dengan indikator PMM. Proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa melibatkan beberapa entitas antara lain pelanggan, Organization, Kebijakan, proses, Staff, alat dan Vendor. Interkasi ketujuh entitas ini akan menghasilkan suatu kinerja tertentu, dimana kinerja ini menjadi ukuran untuk menentukan tingkat keberhasilan suatu unit pelaksana pengadaan barang dan jasa Pemkot Depok. Untuk melihat sejauh mana sistem pengadaan barang dan jasa suatu pemkot Depok apakah dapat mencapai tingkat kinerja yang baik, akan digunakan konsep Procurement Maturity Model (PMM). TINJAUAN PUSTAKA
Maturity model merupakaninstrument populer yang digunakan antara lain untuk menilai tingkat kematangan entitas yang mendukung suatu organisasi dan mengambil tindakan agar entitas tersebut dapat mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi.(M, Kohlegger. R, Maier. S, Thalman, 2009,5161).Maturity model banyak digunakan oleh berbagai organisasi untuk meningkatkan kinerja interkasi berbagai entitas yang ada didalam suatu organisasi dengan membandingkan current proctice dengan best practice. Maturity model sukses digunakan didunia pendidikan untuk meningkatkan proses, produk dan delivery, sebagai contoh adalah semakin banyaknya program studi mendesain online course sebagai alat untuk proses, menciptakan produk dan mendelivery produk tersebut. Perencanaan dan assestment terhadap kinerja yang diukur berbasis kepada best practice. (Neuhauser. C. 2004). Suatu model (Walker, H. Brammer, 2012) memperlihat bahwa sistem e-procurement dan komunikasi yang intensip dengan suplier sangat mendukung keberlanjutan eprocurement dan dapat membantu aspek lain misalnya buruh, keselamatan dan keamanan kerja .Procurement Maturity Model (PMM) (Guth, S.R, 2010) dikembangkan untuk membantu para profesional dalam bidang pengadaan guna mengimplementasikan best practice dalam bidang pengadaan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja organisasinya. Dengan PMM para profesional memilih berbagai current practice dan membandingkannya dengan best practice, dimana best practice tersebut telah dikumpulkan dari berbagai best practices yang pernah ada. Untuk memudahkan implementasi, PMM diimplementasikan dengan menggunakan program spreadheet. PMM memanfaatkan berbagai entitas, baik internal maupun ekternal yang terlibat dalam proses pengadaan, entitas ini akan mempengaruhi kinerja organisasi secara langsung. Misalnya Pelanggan, Kebijakan, Staf, Proses, Vendor, Alat, dan organisasi. Masing masing entitas memiliki best practice, masing masing best practice ini telah dikumpulkan dalam satu bentuk spreadsheet. Organisasi yang menggunakan PMM menentukan sendiri current pratice yang dimiliki berdasarkan pengalaman selama ini, perbandingan antara current practice dan best practice ditentukan
Murtiningsih dan Amirudin , Relevansi Bahan Pustaka Dengan Kebutuhan….
19 dengan melihat GAP, dari GAP inilah didapat point yang akan menentukan tingkatan apakah organisasi ada pada substatial gap, significant gap, minimal gap atau Best practice achieved. GAP analysis digunakan pada PMM untuk menentukan level kematangan organisasi pengadaan yang ditandai dengan apakah Pemkot Depok ada pada predikatInhibiting, Performing, Enabling, Optimizing, Best Inclass and World Class. Inhibiting; predikat dimana unit atau lembaga yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa masih dalam tahap awal dan masih mengalami pertumbuhan serta masih harus banyak belajar mengenai customer, organization, Policy, Process, Staff, tools dan value Performing; predikat dimana unit yang menlaksanakan pengadaan barang dan jasa sudah dalam pertumbuhan Enabling; predikat dimana unit yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa sudah melibatkan entitas customer, organization, Policy, Process, Staff, tools dan value sudah secara penuhm namun masih belum sempurna atau masih banyak best practice yang belum dilaksanakan. Optimizing; predikat dimana unit yang melaksanakan pengadaan barang dan jasa sudah mencapai beberapa best practice, namun belum semuanya dapat terlaksanan Wordclass; predikat dimana unit pengadaan barang dan jasa sudah melaksanakan best practice secara menyeluruh.
ini;Inhibiting, Performing, Enabling, Optimizing, Best Inclass atau World Class.(versi PMM). METODE PENELITIAN Untuk menjawab tujuan penelitian, digunakan metode berikut ini; Dengan berbekal instrumen, tim akan melakukan survei ke LPSE yang mewakili pemkot. Instrument survei akan dikembangkan berdasarkan konsep PMM, dimana inti dari instrumen ini adalah menanyakan current practice yang telah diterapkan di masing masing unit pelaksana pengadaan barang dan jasa.Tabulasi dari hasil survei, akan digunakan program spreadsheet, dimana di program spreadsheet tersebut telah tersedia beberapa best practice, dengan memanipulasi hasil survei ke dalam tabulasi data, maka dapat ditentukan tingkatan kinerja untuk masing masing current practice. PMM memiliki standar best practice yang memiliki score 0 s.d 3. Dalam instrumen masing masing best practice akan ditentukan scorenya oleh responde. Hasil tabulasi dari jawaban responden ini akan dapat ditentukan predikat untuk masing masing reponden. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan berikut ini berdasarkan tabel pada lampiran 1 yang merupakan hasil pengolahan data. Pengukuran kinerja Unit Pengadaan barang dan jasa Pemkot Depok yang dilaksanakan pada penelitian ini membagi kedalam 5 area pengukuran yaitu customer, Organization, Policy, Process, Staff, tools
TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Mengetahui apakah LPSE kota Depok dapat mencapai prosisi salah satu predikat dibawah , value dan vendor. Pembahasan akan menitik beratkan kepada area pengukuran terebut.
Customer Tabel 1: Customer Measurement Area
Element pengukuran Engagement
Best Practices Best Practtice Achieved
Procument Instruction
Best Practtice Achieved
Relationship Management
Significant gap
Penjelasan Keterlibatan customer/pemilik proyek dalam proses sangat baik dan mendukung proses lelang Instruksi lelang dan dokumen dokumen lelang tersedia secar elektronik Pemkot Depok, dalamhal ini LPSE dalam masih belum mencapai best practice. Karena pemahaman staff LPSE terhadap pentingnya relasi dengan
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013:1-6
20 Element pengukuran
Best Practices
Satisfaction
Significant gap
Status Reporting
Best Practtice Achieved
Sumber:Data Primer Tiga dari elemen pengukuran LPSE telah mencapai tingkat dimana best practice telah dilaksanakan dengan baik dan 2 element masih ada gap yang perlu diantisipasi. Pemkot
Penjelasan customet belum baik Masih belum melaksanakan survei terhadap kepuasan pelanggan Laporan secara reguler disampaikan kepada customer secara elektronik yang menyediakan Depok masih harus meningkatkan customer relationship management dan customer satifaction karena kedua hal ini masih belum memenuhi kriteria best practice
Organization Tabel 2: Oganizatioon Measurement Area
Element pengukuran
Best Practices Best Practice Achieved
Business Plan
Best Practice Achieved
Executip Report
Best Practice Achieved
Mission Statement
Minimal Gap
Strategi Plan
Best Practice Achieved
Structure
Significat Gap
Vision Statement
Minimal Gap
Best Practice
Sumber:Data Primer Kinerja dari struktur organisasi sudah baik, 4 dari tujuh kriteria sudah mencapai best
Penjelasan LPSE telah melaksanakan dengan sangat baik usaha pendokumentasian dan progress pencapaian tujuan Telah melaksanakan dengan sangat baik perencanaan bisnis dengan keterlibatan staff yang baik serta menyertakan Visi dan misi untuk setiap perencanaan Perenencaan bisnis didukung oleh eksekutip didukung oleh bukti bukti berupa adanya anggaran yang jelas Misi Pemkot dan LPSE selalu dijadikan acuan dalam pereencanaan namun misi tersebut tidak mudah terlihat Perencanaan pengadaan terdokumnetasi dengan sangat baik disetujui oleh eksekutip dan staff sangat familiar dengan perencanaan tersebut 90% Pengandaan tersentralisasi di LPSE dan 10 lagi di masing masing unit dengan batas 200 juta kebawah dilaksanakan oleh unit Visi terdokumentasi dengan baik namun tidak mudah didapatkan untuk dijadikan reference
practice. Tiga lainnya masih ada gap antar kenyataan dengan best practice. Minimal gap terjadi pada pernyataan Misi dan Visi. Ada
Murtiningsih dan Amirudin , Relevansi Bahan Pustaka Dengan Kebutuhan….
21 tersedia Visi dan Misi namun penggunaannya dalam organisasi masih sangat minim, dalam arti visi dan misi sangat minimal dijadikan acuan dalam pengelolaan organisasi. Hal ini masih dalam katagori wajar karena visi dan
misi biasnya tertuang dalam dokumen perencanaan dan tidak tampak statemen visi dan misi pada ruangan atau tempat kerja.
Process
Tabel 3: Process Measurement Area
Element pengukuran Audit
Competitive plan
Best Practices Best Practice Achieved
Bidding Best practice achieved
Cost Reduction plan
Significant gap
Forecast
Significant gap
Negotiating planning
Significant gap
Purchase generation Spend profile
Best Practice Achieved
order Significant gap
Sumber:Data Primer Untuk organisasi pelaksanaan pengadaan barang, masih ada beberapa praktek yang belum memenuhi kriteria best practice, misalnya Puchase Order masih manual, tidak ada proses negosiasi, khusus hal in sesuai dengan peraturan tidak ada negosiasi dalam penetapan pemenang, pemenang ditentukan .
Penjelasan Audit dilaksanakan secara rutin baik oleh internal maupun oleh ekternal Pengadaan umumnya sudah direncanakan dengan baik, namun dan dilaksanakan sesuai dengan kebiasaan, keterlibatan customer dalam pembuatan dokumen lelang rutin dilakukan Cost reduction tidak terjadi, yang ada adalah penetapan harga oleh LPSE lalu vendor bisa berebut menurunkan harga dengan menawar lebih rendah dari harga yang ditetapkan Prediksi akan pengadaan kedepan ada namun tidak lengkap Tidak ada proses negosiasi dalam arti harga telah ditetapakan dan silahkan vendor menawar dibawah harga tersebut. Purchases order dilaksanakan secara manual Semua profile penggunaan dana dididokumnetasikan dan hanya disediakan kuntuk kalangan terbatas oleh penawar terkecil atau termurah. Untuk forecast masih ada gap dengan best practaice, namun hal ini sudah terjadi di Pemkot Depok yaitu ada perkiraan pengadaan kedepan. Cost reduction plan tidak terjadi karena penetapan harga ditentukan berdasarkan pagu harga, penawar diharapkan menawar dibawah pagu
Staff Tabel 4: Staff Measurement Area
Element pengukuran Certification
Best Practices Minimal Gap
Penjelasan Belum semua Staff yang bersertifikat, hanya staff tertentu yang memiliki sertifikat dan persyaratan memilik sertifikat tidak untuk semua staff.
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013:1-6
22 Element pengukuran Commodity training
Best Practices Best Pracatice Achieved
Customer engagement
Significant gap
Employee engagement
Significant gap
General training
Best Practice Achieved
Job qualfication
Significant gap
Performance management Performance Objective
Best Practice Achieved
Procurement training
Best practice achieved
Training Plan
Best Practice achieved
Best practice achieved
Sumber:Data Primer Belum semua staff bersertifikasi hanya staf tertentu yang milikinya. Hal ini disebabkan tidak semua panitian lelang diwajibkan bersertifikat, hanya lvel tertentu dari .
Penjelasan Staff mendapatkan pelatihan mengenai komodity yang akan dibeli sehingga memahami komodity tersebut Tingkat keterikatan dengan customer sebatas pada pengadaan barang dan jasa Survei terhadap vendor secara informal Staff mengikuti training secara reguler, sangat tergantung dari tawaran training resmi dari pihak yang berwenang menyelenggarakan training Kualifikasi pekerjaan belum didokumentasikan dengan baik Kinerja manajemen selalu di nilai secara formal Staff merencanaan kinerja secara terdokumentasi dengan baik Staff mendapatkan training berdasarkan tawaran dari lembaga resmi Ada perencanaan pelatihan staff untuk mendapatkan sertifikat kepanitiaan yang disyaratkan memiliki sertifikat. Customer engagement belum terlaksana dengan baik. Empat kriteria masih belum memenuhi kriteria besta practice
Tools Tabel 5: Tools Measurement Area
Element pengukuran Contract approval workflow automation Contract labour sourcing system Contract Management system Contract template eRFx
Best Practices Minimal Gap Minimal Gap
Penjelasan Contract approval belum menggunakan sistem otomatis Tidak ada sistem otomatis
Substatial gap
Tidak ada sistem otomatis
Best practice Minimal gap
Tersedia templet Belum ada sistem otomatis atau online untuk permintaan proposal, bidding Ada web site ekternal Tidak web site internal, menjadi satu dengan ekternal Procurement-card belum digunakan Belum ada procure to e process Tidak ada sistem otomatis untuk
External Website Internal Website
Best practice Minimal gap
P-Card
Minimal gap
Procure to e-process Requisitiion/purchases
Minimal gap Significat gap
Murtiningsih dan Amirudin , Relevansi Bahan Pustaka Dengan Kebutuhan….
23 order system Reverse auctions RFx template Third party research
Minimal Gap Best practice Minimal gap
Vendor Profile Best practice system/vendor portal Vendor Relation Minimal Gap Management
Purchases order Tidak ada reveser auction Tersedia template Staff mengadakan riset terhadap pihak ketiga pada level tertentu Vendor profile didapat dari portal Tidak ada sistem otomatis
Sumber:Data Primer Tool yang digunakan dapa proses pengadaan sudah sangat layak dan baik, namun dalam pelaksanaannya masih ada yang belum mencapai kriteria best practice. Best practice yang disyaratkan adalah penggunaan sistem otomatis yang belum sepenuhnya dapat dilaksanakan.
Value Tabel 7: Value Measurement Area
Element pengukuran Contract dispute Contract risk level
Best Practice Best practice Best practice
Contral template ratio
Best pratice
Contract Turn around Best practice time Cost avoidance/cost Best practice saving
RFx turn around time
Best practice
Penjelasan Kurang dari 1% kontrak gagal Resiko kontrak dijelaskan dengan baik pada kontrak 80% contract dibuat menggunakan template 80% kontrak dilaksanakan dalam waktu 30 hari Harga ditetapkan dan vendor menawar harga, tawaran yang paling rendah menjadi pemenang 80% kontrak dinegosiasi dan dilaksanakan dalam waktu 60 hari
Sumber:Data Primer Untuk kriteria value pemkot Depok sudah memenuhi kriteria best practice.
Vendor Tabel 7: Vendor Measurement Area
Element pengukuran Approved Vendor List
Best Practices Substantial gap
Measurement Matric
Subtantial gap
Vendor Catagorization
Significant gap
Vendor Qualification
Significant gap
Vendoor Rationalization
Best practice
Vendor Recognition
Best practice
Penjelasan Vendor list di maintain, belum diklarifikasi dengan baik Tidak menggunakan matrik dalam menilai vendor Pengkatagorian vendor tidak menggunakan format terstruktur Ada proses formal, diproses dan diikuti Ada proses format dan diproses dan diikuti sesuai dengan level minimum yang telah ditentukan Vendor diseleksi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
Sumber:Data Primer
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013:1-6
24 Masih ada gap dalam hal vendor catagorization dan vendor qualification. Hal ini memberi indikasi bahwa panitian lelang .
atau LPSE pemkot Depok masih terbatas melakukan katagorisasi dan pengkualifikasian vendor
Pembahasan Tabel 8 rekapitulasi kinerja
Kriteria Kinerja Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
Best practice diartikan sebagai kebiasaan baik yang banyak dilakukan oleh berbagai unit atau lembaga yang menjalankan proses procuremen. Selengkapknya mengenai best practice yang digunakan pada penelitan ini dapat diihat pada lampiran I. Berdasarkan tabel 8 tampak bahwa kinerja LPSE pemkot Depok sudah meraih 56% dari kriteria best practice, artinya bahwa masih ada best practice yang belum mencapai kriteria best practice Untuk skala nasional situasi ini sudah mencerminkan situasi bahwa Pemkot kota Depok sudah masuk dalam katagori baik karena 37 dari 60 best practice tersebut sudah dilaksanakan, bahwa ada dua area pengukuran dimana 100 persen elemen pengurkuran telah mencapai best practice. Area yang telah mencapai 100 % tersebut adalah value dan policy. Value mencapai 100 best practice mengindikasikan bahwa 1% dari kontrak yang .
Jumlah 37 12 14 3 66
Persentase 56% 18% 21% 5%
gagal selama satu priode, resiko terhadap kegagalan konrak secara jelas dituangkan dalam kontrak, 80% kontrak menggunakan template yang disiapkan, lebih dari 80 kontrak diselesaikan sesuai jadwal, dengan batas waktu 60 hari atai 30 hari. Sedangkan untuk policy mencapai 100% best practice mengidikasikan bahwa setiap pengadaan diotorisasi dengan baik baik dari segi keuangan maupun dari segi kebijakan, selalu mengacu kepada perencanaan, tingkat penggunaan dana mencapi 95% dari total dana pengadaan yang tersedia. Masih ada beberapa gap yang perlu diperhatikan agar kinerja bisa lebih baik, gap tersebut ada yang secara substansi perlu mendapat perhatian untuk melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa dengan memperhatikan best pratice. Tabel berikut akan memberikan gambaran mengenai gap terhadapbest practicetersebut
Tabel 9: pencapaian kriteria kinerja menurut area pengukuran
Measureme nt Area Custome r
Organizatio n
Jum lah
Persentas e
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
3 0 2 0 5
60% 0% 40% 0%
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
4 2 1 0
57% 29% 14% 0%
Criteria Kinerja
Murtiningsih dan Amirudin , Relevansi Bahan Pustaka Dengan Kebutuhan….
25 Measureme nt Area
Criteria Kinerja
Policy
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
Process
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
Staff
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
tools
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
Value
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
vendor
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
Total
Best Practice Minimal Gap Significant Gap Substantial Gap
Jum lah 7 8 0 0 0 8 2 0 5 0 7 6 1 3 0 10 4 9 1 1 15 6 0 0 0 6 4 0 2 2 8 37 12 14 3 66
Persentas e 100% 0% 0% 0% 29% 0% 71% 0% 60% 10% 30% 0% 27% 60% 7% 7% 100% 0% 0% 0% 50% 0% 25% 25% 56% 18% 21% 5%
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013:1-6
26
Sumber: Data primer Dari tabel diatas secara grafik tampak dapat digambarkan sebagai berikut Grafik 1 Perbandingan kinerja LPSE Kota Depok dengan Best Practice
Predikat Posisi LPSE tampak pada grafik tersebut dibagian kanan, kolom subject procurement department. Score untuk LPSE adalah 2,13 berapa diatara Optimizing dan Best in class. Perhatikan grafik 2 dibawah. Hal ini diperkuat dari hasil hitung yang menunjukan bahwa secara total LPSE Kota Depok baru mencapai 56 persen dari 100 persen elemen Best practices. Data ini menunjukan bahwa LPSE kota depok masih dalam pertumbuhan untuk mencapai best in class. Pemkot Depok dalam hal ini LPSE sudah mencapai 2 kriteria best practice hingga mencapai 100% atau dengan kata lain pada proses pengadaan sudah memperhatikan 2.
kebijakan (policy) yang ada, atau semua pengadaan barang dan jasa sudah sesuai dengan kebijakan. Value merupakan best practice yang mencapai 100 persen. Indikasi ini menjelaskan bahwa dalam proses pengadaan barang dan jasa LPSE atau pemkot Depok bisa melaksanakan perencanaan yang dibuat hingga mencapai 95% dan telah melaksanakan best practice. LPSE masih harus menyesuaikan beberapa proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk melaksanakan best practice. LPSE telah melaksanakan 2 dari 8 enitas best practice. Lihat grafik
Grafik 2 Posisi LPSE Kota Depok
Murtiningsih dan Amirudin , Relevansi Bahan Pustaka Dengan Kebutuhan….
27
Pemkot Depok belum mencapai predikat best in class, masih dalam tahap proses pencapaian predikat tersebut. Dari gambar diatas terlihat bahwa posisi nya berada diantara optimizing dan best in class. Dari hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa LPSE kota depok pernah mendapatkan perhargaan tentang pengadaan barang dan jasa dari adalah wajar karena posisi LPSE kota Depok sedang menuju best in class. KESIMPULAN DAN SARAN LPSE kota Depok sudah meraih 56% dari 100 % best practice, artinya masih ada beberapa praktek pengadaan barang dan jasa yang belum sesuai dengan best practice. Posisi LPSE kota Depok masih menuju Best in class, masih ada beberapa praktek yang belum sesuai dengan kriteria best practice Penghargaan yang didapat kota depok terkait pengadaan adalah wajar karena LPSE kota Depok sedang menuju kriteria best in class dan saat ini predikat yang telah dilampaui oleh LPSE adalah Optimzing. Artinya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sudah melaksanakan best practice, namun ada beberapa item yang perlu ditingkatkan Disarankan untuk dapat mengotomatisasi beberapa proses (best practices) yang saat ini belum dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Neuhauser. C( 2004),” A MATURITY MODEL: DOES IT PROVIDE A PATH
FOR ONLINE COURSE DESIGN” The Journal of Interactive Online Learning (2004). Volume: 3, Issue: 1, Pages: 1-17The Journal of Interactive Online Learning (2004). Available from www.ncolr.org.ezproxy.waikato.ac.nz Plomp, Marijn G.A. Ronald, R(2009),”Procurement Maturity, Alignment and Performance: a Dutch Hospital Case Comparison”Utrecht University, Department of Information and Computing Sciences, TheNetherlands 22nd Bled eConference eEnablement: Facilitating an Open, Effective and Representative eSociety, June 14 - 17, 2009; Bled, Slovenia. M, Kohlegger. R, Maier. S, Thalman. (2009).”Understanding Maturity Models Results of a Structured Content Analysis”.Proceedings of IKNOW ’09 and ISEMANTICS ’09, (2009). Issue: September, Publisher: Journal of Universal Computer Science, TU Graz, Pages: 51-61. Available from Michael Kohlegger's profile on Mendeley. Walker, H. Brammer, (2012). “The relationship between sustainable procurement and e-procurement in the public sector”. International Journal of Production Economics (2012). Volume: Article in, Issue: August, Publisher: Elsevier, Pages: 1-13. Available from International Journal of Production Economics.
Epigram, Vol. 10 No. 1 April 2013:1-6
28
Murtiningsih dan Amirudin , Relevansi Bahan Pustaka Dengan Kebutuhan….