ABSTRAK KARAKTERISTIK PATUNG SINGA DAERAH BALI UTARA I.P. Wilasa1, I.W. Sudiarta2, I.N. Rediasa3 Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
[email protected].
[email protected]
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mendeskripsikan pemanfaatan patung singa sebagai elemen estetis pada berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat Bali Utara baik yang berada di wilayah sakral maupun wilayah profane, (2)Untuk mendeskripsikan ciri-ciri/ karakteristik visual Patung Singa yang ada di daerah Bali Utara, meliputi bentuk badan, kepala, sayap, ornamen pendukung dan ekspresi serta gesturnya. (3)Untuk mendeskripsikan nilai estetis yang terkandung dalam Patung Singa gaya Bali Utara melalui tinjauan cermat terhadap aspek-aspek secara spesifik maupun kesan keseluruhannya. Subjek penelitian ini adalah karakteristik patung singa daerah Bali Utara dengan Narasumber yaitu I Made Wartama dan I Nyoman Suma Argawa. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu metode observasi dan metode wawancara serta instrument penelitian yaitu menggunakan alat berupa kamera slr dan tape recorder. Data analisi yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitian yang di dapat yaitu Patung Singa di Bali Utara berfungsi di tengah masyarakat pada berbagai aspek kehidupan. Secara impresif atau amatan permukaan bisa dikatakan bahwa fungsi patung singa di Bali Utara tidaklah jauh berbeda dengan fungsi patung singa di daerah Bali Selatan. Berdasarkan amatan melalui survey di wilayah yang luas di daerah Bali Utara teridentifikasi bahwa fungsi patung singa meliputi 3 hal yaitu; fungsi sosial, fungsi religius dan fungsi artistik.Karakteristik patung singa daerah Bali Utara terletak pada bagian wajah, rambut, hidung, moncong, ekspresi gerak, ukiran atau pepatran, dan telinga. Selain karkteristik tersebut patung singa Bali Utara dapat dikenali dari pola mulut yang merujuk pada moncong anjing dan kelelawar. Nilai estetis berikutnya adalah wataknya yang asimetri atau lebih tepatnya ketidakpatuhan terhadap prinsip simetris secara total sebagaimana yang biasa terlihat pada karya-karya seni rupa tradisional di daerah Bali Selatan. Simetris mengisyaratkan bahwa belahan kiri dan kanan dari setiap objek seni yang dibuat harus sama. Kata kunci : Patung Singa Bali Utara, Karakteristik visual, Estetis
Abstract
This study aims to (1) To describe the use of lion statue as an aesthetic element in various aspects of socio-cultural life of the people of North Bali both in the area of sacred and profane areas, (2) To describe the characteristics / visual characteristics of the lion statue in the area of North Bali, including body shape, head, wings, supporting ornaments and expression and gesture, (3) To describe the aesthetic value contained in the Balinese-style Balinese Statue through a careful review of the specific aspects as well as the overall impression.The subject of this research is characteristic of lion statue of North Bali area with informant that is I Made Wartama and I Nyoman Suma Argawa. The method used to collect data is the method of observation and interview method and research instrument that is using the tool in the form of slr camera and tape recorder. Data analysis used is descriptive qualitative. The results of the research that can be the Statue of Lions in North Bali function in the middle of society on various aspects of life. Impressively or observable surface can be said that the function of lion statue in North Bali is not much different from the function of lion statue in the area of South Bali. Based on observations through surveys in large areas in the area of North Bali identified that the function of the lion statue includes 3 things namely; Social function, religious function and artistic function. Characteristic of North Bali lion statue lies in facial, hair, nose, muzzle, expression of motion, carving or pepatran, and ear. In addition to these characteristics, Balinese lion statues can be identified from the pattern of the mouth that refers to the muzzle of a dog and a bat. The next aesthetic value is its asymmetric character or rather the total disobedience to the principle of symmetry as commonly seen in traditional art works in the area of South Bali. Symmetry implies that the left and right hemispheres of each created art object must be the same. . Keywords: Balinese Lions Statue North, Visual Characteristics, Aesthetics
PENDAHULUAN Patung Sebagai salah satu pusat perkembangan seni di nusantara, pulau Bali dikenal memiliki kekayaan dan keanekaragaman seni budaya tradisi. Hasil karya seni budaya tradisi yang ada di Pulau Bali memiliki beragam bentuk seperti halnya kita temui seni lukis, kriya, patung dan seni lainya. Keberadaan seni patung di Bali telah dikenal sejak jaman prasejarah. Ini di tandai dengan adanyan penemuan
berupa patung sederhana di beberapa wilayah. Situs –situs purbakala peninggalan berbagai peralihan dinasti yang pernah menguasai pulau Bali juga menegaskan keberadaan seni patung di Bali sudah memiliki perjalanan sejarah panjang. Sejarah panjang perkembangan seni patung di Bali tidak terpisahkan dari keberadaan dan perkembangan seni patung di Indonesia terutama pada masa-masa kejayaan dinasti-dinasti raja yang pernah menguasai bumi Nusantara di masa lampau. Bukti arkeologis yang dikumpulkan oleh
para arkeolog juga menunjukkan bahwa keberadaan seni patung bahkan sudah ada sejak masa pra sejarah. Di banyak wilayah di Indonesia ditemukan patung-patung sederhana yang sering disebut sebagai patung primitif dimana tujuan pembuatannya di masa lalu selalu terkait dengan aktifitas masyarakat pendukungnya dalam hubungan dengan kegiatan yang bernilai ritual magis kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang. Pada masa setelah masuknya kebudayaan dan agamaagama bersar dari luar , fungsi seni patung masih merupakan kontinuitas dari fungsi sebelumnya yang cenderung bernilai magis dan spiritual kepercayaan akan keberadaan DewaDewa yang menjaga keselamatan dan kedamaian kehidupan masyarakat termasuk yang memberikan anugerah kesejahteraan. Patung yang bernilai sakral tersebut kemudian dikenal dengan sebutan arca. . Arca adalah patung yang dibuat dengan tujuan utama sebagai media keagamaan, yaitu sarana dalam memuja Tuhan. Seni patung atau arca pada masa pengaruh kebudayaan Hindu mencerminkan perwujudan DewaDewa Hindu, baik Budhisme maupun Ciwaisme yang bersumber dari kesustraan Jawa Kuno yaitu Ramayana dan Mahabhrata. Pengaruh ini telah memperkaya seni patung di Bali. Namun pengaruh seni arca Hindu ini tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari seni patung Bali. Akibat dari pengaruh kebudayaan Hindu, munculah arca-arca perwujudan sebagai pemujaan manifestasi para Dewa dan juga penghormatan kepada para leluhur yang telah disucikan (Dermawan, 1989:219). Di Bali pada umumnya kecenderungan eksistensi seni patung tradisional tidak berbeda dengan
kecenderungan yang ada di daerah lain. Patung/ arca banyak dijumpai di tempat-tempat suci baik sebagai pratima (sesuatu bentuk perwujudan seringkali dalam bentuk patung, tetapi bisa juga bentuk yang lain yang bernilai istimewa di dalam perjalanan kehidupan sosial dan religius suatu kelompok masyarakat), atau patung sebagai hiasan untuk keindahan dan kewibawaan bangunan arsitektur tempat suci (pura/ pelinggih) atau hiasan sebagai bangun citra wibawa puri sebagai tempat tinggal raja atau orang penting bersama keluarganya di masa lalu bahkan sampai pada masa sekarang ini. Di antara sekian banyak bentuk patung tradisional yang dikenal di dalam masyarakat dan kebudayaan Bali terdapat patung berbentuk singa yang bisa dijumpai di hampir setiap bangunan bangunan atau kawasan suci, dan pada masa sekarang bahkan mudah dijumpai di wilayah – wilayah sekuler semata mata sebagai hiasan atau penanda. Patung di Bali yang terkait dengan keagamaan sangat beragam jenis atau bentuk sesuai dengan tujuannya, salah satunya adalah patung dewa. Patung dewa di Bali diperuntukkan sebagai media menghubungkan diri dengan Tuhan (Soedarso, 1992:4). Patung-patung tersebut dibuat dalam berbagai manifestasinya, seperti patung Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Siwa, dan tema-tema mitologis dengan wujud pahlawan-pahlawan (wiracarita), serta figur-figur legendaris lainnya yang bernuansa klasik atau tradisional. Salah satu daerah di pulau Bali yang memiliki ciri khas tersendiri dalam berkesenian adalah daerah Bali Utara atau kabupaten Buleleng dengan pusat pemerintahannya berada di kota Singaraja . Kabupaten Buleleng
merupakan salah satu daerah tujuan pariwisata yang ada di Bali. Luasnya adalah 27,98 km² dan penduduknya berjumlah kurang lebih 80.500 jiwa. Kepadatan penduduknya adalah 2877 jiwa/km². Letaknya berada pada 08° 03’40” - 08° 23’00” LS 114° dan 25’ 55. Kabupaten Buleleng berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara dengan panjang garis pantai mencapai 114 km membentang mulai dari wilayah kecamatan Tejakula sebagai wilayah paling timur sampai ke kecamatan Grokgak sebagai daerah paling barat yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten Jembrana. Kabupaten Karangasem di sebelah timur, dan Kabupaten Bangli, Tabanan serta Badung di sebelah selatan. Sebagai daerah yang menyimpan catatan sejarah panjang sebagai kota pelabuhan tempat bersandarnya armada asing dari masa perdagangan kuno, Buleleng kemudian juga dikenal sebagai masyarakat terbuka dan dinamis di dalam perkembangan kebudayaan. Dinamika masyarakat pesisir yang akrab dengan berbagai fase akulturasi pada akhirnya juga memberi warna terhadap corak kebudayaan khususnya kesenian yang berkembang di Bali Utara. Berbagai hasil karya seni baik seni rupa, seni tabuh dan seni tari dilahirkan oleh seniman Bali Utara yang kemudian menyebar luas ke daerah Bali lainnya. Berbagai kalangan pengamat dan pecinta seni budaya menyatakan bahwasanya karakteristik kesenian sebagai bentuk ekspresi masyarakat Bali Utara di dalam berkebudayaan memiliki keunikan-keunikannya tersendiri yang sedang berusaha diidentifikasikan secara lebih cermat dalam rangka menegaskannya sebagai kebanggaan lokal yang layak dipertahankan sebagai ciri khas yang akan
membedakannya dengan kesenian sejenis yang ada di daerah lain di pulau Bali. Diantara berbagai bentuk kesenian khususnya karya kesenirupaan yang ada di Bali Utara, salah satunya yang cukup menarik untuk diidentifikasi adalah Singa. Patung Singa selain memang menjadi ikon kabupaten Buleleng yang beribukotakan Singaraja, juga ada sejak masa lalu di tengah masyarakat baik sebagai hiasan di bangunanbangunan suci umat Hindu dan keberadaannya untuk fungsi yang lebih bersifat profan. Berdasarkan amatan peneliti secara impresif jika dibandingkan dengan wujud patung singa yang peneliti sering jumpai di daerah lain di Bali membuat peneliti berfikir untuk sepakat dengan para penaamat bahwa patung singa yang dibuat oleh para pematung Bali Utara memang memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang khas yang membedakannya dengan patung singa di daerah lain. Hal itulah yang kemudian membuat peneliti merasa tertarik untuk mengidentifikasi secara lebih cermat aspek-aspek khas yang menjadi ciri pembeda tersebut dan melakukan penelitian terhadapnya. Berangkat dari latar belakang di atas, maka penelitian tentang Karakteristik Patung Singa di Daerah Bali Utara menjadi menarik untuk digali dan dikaji lebih jauh dalam penelitian ini. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yang ada di Buleleng, yaitu meliputi daerah Kubutambahan, Pura beji sangsit, Srilaba Artshop Yeh taluh, dan adapula di daerah lain yang mengoleksi patung singa khas Buleleng seperti artshop Mulakari
Ubud, dan gedung Musium Bali..
Buleleng
di
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuanpenemuan yang tidak dapat di capai dengan menggunakan prosedur statistic atau dengan cara kuantifikasi. (Djuandi & Fauzan Almansyur,2012) Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angkaangka. Semua data yang terkumpul berkemungkinan menjadi kunci apa yang sudah di teliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Karakteristik Patung Singa daerah Bali Utara. Dalam penelitian ini data yang nantinya diolah dan dipaparkan sesuai dengan keadaan di lapangan, tidak dibuat-buat dan bersifat naturalis. Istrumen penelitian adalah alat yang difungsikan pada waktu proses pengumpulan data. Hubungan ini dengan berbagai jenis data yang di perlukan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan. Sehubungan dengan hal tersebut, Maka dalam penelitian ini juga digunakan beberapa instrumen seperti : kamera Hp, Cek lis, Tape Recorder. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan empat teknik yaitu, Teknik observasi, Teknik Wawancara, Teknik Dokumentasi, Teknik Kepustakaan Setelah Data terkumpul melalui teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan kepustakaan kemudian penenulis mengolah data dengan cara analisis domain dan analisis taksonomi. Analisis domain adalah Pengolahan data ini untuk memperoleh gambaran dan pengertian sifat umum dan relatif
menyeluruh tentang apa saja yang tercakup di suatu fokus atau pokok permasalahan yang diteliti (Sanafiah Faisal, 1990 : 91). Analisis taksonomik yaitu terfokus pada domain-domain tertentu , kemudian memilih domain menjadi sub-sub domain serta bagianbagian yang lebih khusus dan terperinci yang umumnya merupakan rumpun yang memiliki kesamaan (Bungin, 2005 : 90). Data-data sudah tersusun dan telah dianalisis dengan teknik analisis domain, maka domain yang muncul memiliki dua sifat yaitu domain superior dan domain imperior. Domain superior adalah domain yang sangat penting yang hampir mendominasi deskripsi penelitian sedangkan imperior adalah sebaliknya. Dalam hal ini peneliti telah memfokuskan domain yang lebih berperan dalam menjelaskan penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang di uraikan. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
Istilah patung Singa di dalam penyebutan terhadap satu bentuk sosok binatang yang diwujudkan sedemikian rupa pada banyak patung tradisional Bali tidak dapat dilacak asal usulnya dengan pasti. Perwujudan singa dengan gubahan yang stilatif dimana wajah,kepala, rambut, kaki , badan dan ekor divisualkan secara persepsional yang bahkan tampak sangat jauh dari bentuk realistik binatang Singa si Raja Hutan. Terlebih lagi dengan selalu ditambahkan bentuk sayap pada kedua pundak membuat sosok singa pada patung singa tradisional Bali semakin jauh dari pengetahuan tentang bentuk sosok binatang singa sesungguhnya. Patung singa di seluruh daerah di Bali biasa dijumpai sebagai bagian yang
menyatu dengan bangun arsitektur tradisional Bali, mulai dari penempatannya sebagai patung hiasan di depan gerbang, sebagai hiasan pada ceruk badan candi, sebagai sendi atau tatakan adegan / tiang kayu penyangga bangunan yang umumnya dibuat dengan bahan batu padas yang banyak tersedia di tebing sungai. Patung singa yang dibuat dengan memanfaatkan kayu biasanya digunakan sebagai hiasan bangunan bagian atas seperti sendi/ tatakan tugeh (tiang kecil sebagai penyangga atap bangunan tradisional Bali yang posisinya ada di atas, atau posisi lain seperti di atas pintu rumah dan lainlain. Secara umum dan sepintas bentuk patung singa yang dimaksud pada uraian di atas bisa diperiksa pada gambar berikut ini; Patung daerah Bali Selatan seperti gambar dibawah ini
Patung daerah Bali Utara sepert gambar dibawah ini
Berdasarkan 2 contoh di atas bisa dilihat dan dibandingkan dimana secara impresif keduanya menunjukkan perbedaan cukup mencolok yang dapat dirasakan dan diinterpretasikan. Hal-hal atau aspekaspek visual yang menyebabkan tangkapan rasa yang berbeda antara melihat patung singa gaya Bali Selatan dan rasa pada saat melihat patung singa gaya Bali Utara inilah yang selanjutnya akan penulis telisik bagian per bagian untuk selanjutnya bisa dideskripsikan. Karakter bentuk dan motif hias singa merupakan hasil ekspresi seniman, memiliki ciri khas dan sifat dasar yang mewakili ke pribadian daerah Buleleng. Segala unsur pendukung keindahan diapresiasi dan di tentukan bersama-sama. Patung singa daerah Bali Utara memiliki ciri khas yang menarik dijadikan sebagai bahan penelitian, khususnya dilihat dari sisi visualnya. Nampaknya masyarakat Bali utara memiliki kreatifitas tersendiri dalam mengolah visual “mahluk
mitologis” ini, karena dengan tanpa referensi yang jelas, masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa mahluk ini hidup, dan memiliki peran bagi sepirit kehidupan masyarakat. Made Wartama, seorang praktisi patung singa menyampaikan pendapatnya tentang karakter patung singa daerah Bali Utara yang terletak pada bagian wajah, rambut, hidung, moncong, ekspresi gerak, ukiran atau pepatran dan telinga. Menurut pandangan Suma Argawa, tokoh seniman Buleleng yang juga menyampaikan bahwa karakter patung singa Bali Utara terinspirasi dari pola-pola anjing dan kelelawar yang di ambil disini terutama pada moncong. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan bahwa Patung Singa di Bali Utara berfungsi di tengah masyarakat pada berbagai aspek kehidupan. Secara impresif atau amatan permukaan bisa dikatakan bahwa fungsi patung singa di Bali Utara tidaklah jauh berbeda dengan fungsi patung singa di daerah Bali Selatan. Berdasarkan amatan melalui survey di wilayah yang luas di daerah Bali Utara teridentifikasi bahwa fungsi patung singa meliputi 3 hal yaitu; fungsi sosial, fungsi religius dan fungsi artistik.Karakteristik patung singa daerah Bali Utara terletak pada bagian wajah, rambut, hidung, moncong, ekspresi gerak, ukiran atau pepatran, dan telinga. Selain karkteristik tersebut patung singa Bali Utara dapat dikenali dari pola mulut yang merujuk pada moncong anjing dan kelelawar. Nilai estetis berikutnya adalah wataknya yang asimetri atau lebih tepatnya ketidakpatuhan terhadap
prinsip simetris secara total sebagaimana yang biasa terlihat pada karya-karya seni rupa tradisional di daerah Bali Selatan. Simetris mengisyaratkan bahwa belahan kiri dan kanan dari setiap objek seni yang dibuat harus sama. Saran Melalui penelitian ini penulis turut mengajukan beberapa saran baik kepada mahasiswa dan masyarakat umum sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya. 1. Kepada Peneliti selanjutnya yang akan mengangkat tentang karakteristik patung singa daerah bali utara, diharapkan untuk menambah informasi dan kepustakaan terkait dengan teori, agar penelitian yang dihasilkan juga menyentuh persoalan pendidikan dan perkembangan pariwisata di Bali 2. Dalam menumbuh kembangkan karakteristik patung singa daerah bali utara disarankan agar pemerintah lebih memperhatikan terkait dengan memberikan pembinaan kepada para pematung dalam bidang keunikan agar karakteristik pada patung singa di Bali utara tidak tergeser oleh kemajuan teknologi dan media infornmasi. 3. Kepada masyarakat diharapkan untuk lebih menghargai karya seni yang benar-benar dibuat berdasarkan keterampilan dan ketekunan untuk menghasilkan karya berkualitas, klasik dan tahan lama daripada karya seni yang dibuat secara masal dan instan yang lebih mementingkan nilai jual yang murah dan cepat tanpa memikirkan kualitas. Daftar pustaka
Arikunto Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian ( Suatu Pendekatan Praktik ). Jakarta : Rineka Cipta. Djelantik, A.A.M. 2001. Estetika Sebuah Pengantar, Edisi Kedua, Bandung: MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia). Moleong. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: CV. Remaja Rosdakarya Pramana, Putu Gede Ary. 2015. Hiasan Candi Kurung Pura Beji Desa Sangsit. Universitas Pendidikan Ganesha Putra,I Made Santika. 2016. Seni patung batu andesit Karya i wayan kamar di desa kuwum, kecamatan marga, kabupaten tabanan Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Sony Kartika, Dharsono. 2004. Seni Rupa Modern, Cetakan Pertama, Bandung: Rekayasa Sains. SP, Soedarso dkk. 1992. Seni Patung Indonesia. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta. Suandi, I Nengah. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi Dan Tugas Akhir Program Sarjana dan Diploma 3 Universitas Pendidikan Ganesha. 2014. Singaraja: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Pendidikan Ganesha. Sudiarka. I Nyoman. 2015. Proses Kreatif Pematung Jero Mangku Jinggo. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha. Sumarjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbt ITB.
Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa. Kumpulan Istilah Seni Rupa, Edisi Pertama, Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI). --------. 2003.Membongkar Seni Rupa.Yogyakarta: Buku Baik, Jendela. --------. 2011. Diksi Rupa. Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa, Edisi Kedua, Yogyakarta: DictiArt Lab & Jagad Art Space. Tim Penyusun. 1999. Pameran Singa Dalam Wujud Budaya Material. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Museum Negeri - Bali. Widia, Wayan dkk. 1990. Tinjauan Patung Sederhana Bali. Bali: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Proyek Pembinaan Permuseuman Bali. Glebet, 1981. Arsitektur Tradisioanal Daerah Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Internet http Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas ragam hias. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014.html.