”VISUALISASI BINATANG MITOLOGI HINDU DI BALI DALAM SENI PATUNG” Yadunandana NIM : 200704006 Program Studi/Jurusan : SRM/Patung
Abstrak Makhluk mitologi merupakan makhluk yang keberadaanya dituturkan dalam kisah-kisah mitologi, legenda maupun fabel. Makhluk tersebut juga terkait dengan folklor suatu suku. Makhluk mitologis pada umumnya bersifat fantastis, baik bentuk maupun kemampuannya. Karena kisahnya merupakan mitos, maka keberadaannya dipercayai oleh masyarakat penganut mitologi bersangkutan. Maka dari itu, orang yang tidak menganutnya dapat menyamakan makhluk mitologis sebagai makhluk imajiner (makhluk khayalan). Kepercayaan umat Hindu di Bali pada umumnya tidak bisa lepas dari upacara-upacara yang memakai binatang sebagai sarananya. Binatang-binatang yang dipakai sebagai sarana selalu berdasarkan mitos atau sumber yang berasal dari ajaran agama Hindu. Dalam hal ini mitos bersumber pada cerita rakyat yang diceritakan dari mulut ke mulut dan ada mitos yang bersumber pada sastra tertentu. Kemudian diyakini secara berkelanjutan dan melegenda dalam masyarakat Bali. Dalam masyarakat Bali mitos dianggap sebagai sebuah keyakinan yang masih sah-sah saja. Lebih-lebih bila sudah dikaitkan dengan berbagai aktivitas keagamaan yang bersifat sakral. Dalam hal ini mitos menjadi sebuah keyakinan dan keputusan tertentu masyarakat penganutnya di Bali. Di dalam memvisualisasikan keindahan binatang mitologi kedalam wujud karya tiga dimensional, pencipta menyederhanakan bentuk objek yang mengarah kepada keindahan modern. Dalam hal ini, pencipta memainkan garis untuk menciptakan komposisi ruang dan bidang dengan menambahkan permainan tekstur pada area tertentu. Sehingga nantinya tercipta bentuk figur baru tanpa terlepas dari kesan binatang mitologi yang ingin diwujudkan kedalam bentuk karya patung figuratif. Dari hasil penciptaan ini menghasilkan delapan buah karya patung dengan judul Ibu Semesta, Lembu sebagai Bapak, Anjing Bangbungkem, Anjing Melolong di Malam Hari, Kasmaran, Guak, Bebek Putih Jambul dan Celepuk.
Kata kunci : Makhluk mitologi, binatang mitologi, tiga dimensional, figuratif.
1
Abstract Mythological creatur whose existence is being spoken in the mythological stories, legends and fables. The creatur is also related to a tribal folklore. Mythological creatures in general is fantastic, the shape and ability. Because the story is a myth, then it’s existence is believed by the community of mythological. Therefore, people who do not adopt them together as an imaginary being mythological creatures (imaginary creature). Beliefs of Hinduisme in Bali in general can’not be separated from the ceremonies using the animal as the facilities. The animals which are used as a means of always based on myth or the source of the theaching of the Hindu religion. In this myth originalies from the folk tales told by word of mouth and there are myth sourced on specific literature. Then continued and this believed to know in the community. In the myth community is considered to be a belief that still normal more so when it is associated with the sacred religious activity. In this myth into a certain beliefs and decisions society believers in Bali. In visualizing the beauty in the beast into mythology extant work of three dimensional, creator simplifies the form objects that led to the modern beauty. In this case, the creators of the play line to create the composition of spaces and areas by adding texture in certain areas. So that later created a new figure without from regardless of the impression of the beast to be realized to mythology in the form of figurative sculpture works. This resulted in the creation of eight by the statue with the title Ibu Semesta, Lembu sebagai Bapak, Anjing Bangbungkem, Anjing Melolong di Malam Hari, Kasmaran, Guak, Bebek Putih Jambul and Celepuk.
Keyword: Mythology creature, mythological beasts, three dimensional, figurative.
2
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Makhluk mitologi merupakan makhluk yang keberadaanya dituturkan dalam kisah-kisah mitologi, legenda maupun fabel. Makhluk tersebut juga terkait dengan folklor suatu suku. Makhluk mitologis pada umumnya bersifat fantastis, baik bentuk maupun kemampuannya. Karena kisahnya merupakan mitos, maka keberadaannya dipercayai oleh masyarakat penganut mitologi bersangkutan. Maka dari itu, orang yang tidak menganutnya dapat menyamakan makhluk mitologis sebagai makhluk imajiner (makhluk khayalan). Pada masa kini, makhluk fantastis yang dilaporkan sebagai penampakan dan rumor dikategorikan sebagai kriptid ("makhluk yang bersembunyi"). Menurut sejarahnya, mitos mengikuti dan berkaitan erat dengan ritual. Mitos adalah bagian ritual yang diucapkan. Dalam suatu masyarakat, ritual dilakukan oleh pemuka-pemuka agama/adat untuk menghindarkan bahaya atau mendatangkan keselamatan. Ritual adalah “acara” yang selalu dan setiap kali diperlukan, misalnya berkaitan dengan panen, kesuburan, inisiasi anak muda ke dalam kebudayaan masyarakat dan upacara kematian. Tetapi dalam pengertian yang lebih luas, berarti cerita-cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup.(Wellek dan Warren, 1993 : 244). Kepercayaan umat Hindu di Bali pada umumnya tidak bisa lepas dari upacara-upacara yang memakai binatang sebagai sarananya. Binatang-binatang yang dipakai sebagai sarana selalu berdasarkan mitos atau sumber yang berasal dari ajaran agama Hindu. Di dalam teologi Hindu, menurut I Made Titib dalam bukunya Teologi dan simbol-simbol dalam Agama Hindu (2001), binatangbinatang tertentu dianggap suci (binatang mitos). Binatang suci memang sudah dapat dijumpai ketika masa prasejarah.
Selanjutnya, dikatakan bahwa di
dalam kitab suci Veda (Weda) dijumpai informasi tentang binatang seperti
3
garuda, angsa, naga dan lain sebagainya. Binatang-binatang tersebut berfungsi sebagai wahana para dewata (vahana devata). Di punggung binatang-binatang itu para dewa dan dewi duduk mengendarainya, seperti Visnu, manifestasi Tuhan sebagai pemelihara alam semesta, digambarkan mengendarai seekor burung Garuda, Brahma di atas Angsa, Devi (Durga) di atas seekor Singa, dan lain sebagainya. Penggunaan binatang sebagai wahana dewata tidak semata-mata merupakan mitos, tetapi mengandung makna simbolis tertentu dalam bingkai konseptual dan identifikasi, seperti burung garuda dengan energi matahari, lembu jantan dengan dharma, angsa dengan Gunasattwam, dan lain sebagainya. Saat ini mitos setelah memasuki perkembangan zaman rasional kini mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Karena masyarakat modern lebih mementingkan peranan pikiran nyata dengan salah satu cirinya adalah efisiensi. Berdasarkan uraian tersebut diatas, pencipta tertarik memvisualisasikan mitologi binatang sebagai sumber inspirasi untuk dijadikan karya tiga dimensi dengan judul binatang mitologi. Di dalam memvisualisasikan keindahan binatang mitologi kedalam wujud karya tiga dimensi, pencipta tidak menampilkan bentuk secara detail objek yang pencipta amati. Pencipta menyederhanakan bentuk objek yang mengarah kepada karya figuratif. 1.2 Rumusan Masalah Di dalam memvisualisasikan binatang mitologi sebagai sumber imajinasi dalam seni patung terdapat permasalahan yang berkaitan dengan proses kreatif yaitu: 1. Bagaimana memvisualisasikan bentuk binatang mitologi dalam seni patung figuratif ? 2. Bahan dan teknik apa yang digunakan dalam proses penciptaan? 1.3 Batasan Masalah
4
Mengingat begitu banyaknya jenis mitologi yang ada dalam mitologi Hindu maka pencipta batasi permasalahan hanya pada mitologi berwujud binatang yang sering dipublikasikan di berbagai media seperti lembu, anjing, ayam, bebek, burung hantu (celepuk) dan gagak (guak) yang divisualisasikan melalui unsur-unsur seni rupa. 1.4 Tujuan Penciptaan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam proses berkarya diantaranya : a. Untuk memvisualisasikan binatang mitologi menjadi karya seni patung. b. Mentranspormasikan estetika tradisi binatang mitologi menjadi estetika modern dalam sebuah karya seni patung. 1.5 Manfaat Adapun manfaat yang ingin dicapai diantaranya: a. Bagi pencipta sendiri dapat menumbuhkan kreativitas berkarya dan mengembangkan wawasan sumber ide yang baru dalam seni patung. b. Bagi lembaga ISI Denpasar dapat menambah keanekaragaman dalam pengungkapan ide, daya cipta dan kreasi. c. Bagi masyarakat khususnya pencipta seni akan menjadikan bahan apresiasi, bagi masyarakat pada umumnya.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tertulis -
Dalam buku Pelestarian Lingkungan Menurut Agama Hindu (Dalam Teks dan Konteks) tentang mitologi (Yudabakti, 2010) menyebutkan bahwa mitos setelah memasuki perkembangan zaman rasional, kini mulai ditinggalkan
oleh
masyarakat,
karena
masyarakat
modern
lebih
mementingkan peranan pikiran nyata dengan salah satu cirinya adalah efisiensi/kemudahan tanpa ada biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan dengan percuma. Disamping itu mitos bukan lagi dianggap sebagai keyakinan satu-satunya yang dapat melindungi dari marabahaya. Apalagi setelah berkembangnya ilmu pengetahuan yang begitu pesat, maka semua kejadian/bencana alam yang dimitoskan mulai diselidiki atau dipelajari secara seksama. Dengan demikian keyakinan mereka semakin hari semakin menyurut karena telah dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. -
Menurut Alfan Arrasuli (2001), Imajinasi adalah sebuah kerja akal dalam mengembangkan suatu pemikiran yang lebih luas dari apa yang pernah dilihat, dengar dan rasakan. Dengan imajinasi, manusia mengembangkan sesuatu dari kesederhanaan menjadi lebih bernilai dalam pikiran. Ia dapat mengembangkan sesuatu dari Ciptaan Tuhan dalam pikrannya. Dengan tujuan untuk mengembangkan suatu hal bernilai dalam bentuk benda, atau sekedar
pikiran
yang
(id.m.wikipediaorg/wiki/Imajinasi).
terlintas Dengan
dalam berkreativitas
benak. imajinasi,
pencipta dapat menciptakan kreasi-kreasi baru pada saat membuat sebuah karya patung. -
Dalam buku Diksi Rupa (Susanto, 2002 : 84) menyebutkan patung adalah perwujudan dari endapan-endapan segenap perasaan yang dialami oleh seorang seniman patung kedalam wujud karya tiga dimensi dengan menggunakan teknik dan media tertentu, sehingga keindahannya dapat dilihat dari berbagai arah. Patung merupakan karya tiga dimensi yang bentuknya dibuat dengan metode subtraktif (mengurangi bahan seperti memotong, menatah dan lain-lain) atau aditif (membuat modeling terlebih 6
dahulu, seperti mengecor dan mencetak). Melalui penjelasan ini, pencipta dapat menambah wawasan tentang seni patung serta metode-metode yang terdapat di dalamnya untuk menunjang dalam proses berkarya. -
Dalam buku Estetika (Djelantik 1999), menjelaskan tentang struktur seni rupa seperti wujud mengacu pada kenyataan yang nampak secara kongkrit (berarti dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak nampak secara kongkrit, yang abstrak, yang hanya bisa dibayangkan. Visualisasi karya dalam hal ini berwujud figuratif atau penyederhanaan bentuk dari binatang mitologi itu sendiri.
-
Untuk mempermudah pengertian tentang bentuk akan diuraikan beberapa contoh bentuk-bentuk yang terdapat pada seni rupa. Bentuk paling sederhana adalah titik. Titik tersendiri tidak mempunyai ukuran atau dimensi. Kumpulan dari beberapa titik yang ditempatkan di area tertentu akan mempunyai arti. Kalau titik-titik berkumpul dekat sekali dalam suatu lintasan titik itu akan berbentuk garis. Garis diteruskan melalui belokan dan kembali ke titik semula bisa membentuk bidang. Kumpulan bidang bisa membentuk ruang. Titik, garis, bidang dan ruang merupakan bentukbentuk yang mendasar bagi seni rupa. Dari sketsa diwujudkan ke bentuk tiga dimensi dengan struktur seni rupa yaitu garis, bidang dan ruang. Setelah struktur tersusun, terwujudlah sebuah bentuk karya tiga dimensional dalam pengantar karya ini dengan wujud figuratif.
-
Garis sebagai bentuk mengandung arti lebih daripada titik karena dengan bentuknya sendiri garis menimbulkan kesan tertentu pada pengamat. Dalam perwujudan karya ini, garis yang tegas dan kencang memberikan kesan keras, sedangkan garis membelok atau melengkung memberi kesan luwes dan lemah lembut.bidang mempunyai dua ukuran yaitu panjang dan lebar.
-
Bidang tidak selalu mendatar atau tampak, bisa juga melengkung atau juga tidak merata dan bergelombang. Dalam perwujudan karya ini, lebih banyak bidang diwujudkan dengan bentuk cekung dan cembung.
7
-
Ruang adalah kumpulan beberapa bidang akan membentuk ruang. Ruang mempunyai tiga dimensi: panjang, lebar dan tinggi. Dalam seni patung ruang memiliki peranan yang utama dan terwujud nyata. Dalam perwujudan karya ini, ruang diwujudkan dengan penggabungan dari bidang yang cekung dan cembung yang memiliki permukaan kasar, halus serta tekstur semu.
-
Dalam buku Seni Rupa Modern (Dharsono. 2004) menyebutkan bahwa warna sebagai salah satu elemen atau medium seni rupa, merupakan unsur penyusun yang sangat penting, baik di bidang seni murni maupun seni terapan. Bahkan lebih jauh dari pada itu warna sangat berperan dalam segala aspek kehidupan manusia. Demikian eratnya hubungan warna dengan kehidupan manusia, maka warna mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu: warna sebagai warna, warna sebagai representasi alam dan warna sebagai tanda/lambang/simbol. Dalam hal ini pencipta menggunakan warna sebagai tanda/lambang/simbol dalam proses akhir pada beberapa karya patung. Kehadiran warna disini untuk memberikan tanda tertentu yang sudah merupakan satu kebiasaan atau pola umum, misal tanda merah, hijau dan kuning lampu jalan. Demikian juga merupakan lambang tertentu yang dipakai di dalam karya seni yang menggunakan pola tertentu seperti pada: logo, badge, batik, wayang dan pada busana tradisi misalnya warna merah dapat berarti penggambaran rasa marah, gairah cinta yang membara, bahaya, berani dan lain-lain.
2.1 Tinjauan Tidak Tertulis Dalam penciptaan karya Tugas Akhir ini pencipta juga memanfaatkan beberapa referensi dari berbagai sumber yang berupa gambar dan patung diantaranya:
8
Gambar: Lembu Nandi dan Nandini. Foto : Yadunandana (2013). Sumber : Mitos-masyarakat:Makhluk Mitos Menurut Kepercayaan Hindu-Budha.
-
Dari gambar diatas pencipta mendapatkan tentang bentuk lembu jantan yang disebut Nandi dan lembu betina yang disebut Nandini, serta apa saja yang menjadi penghias pada tubuhnya yang dimiliki oleh binatang suci. Hal ini bertujuan untuk menunjang proses penciptaan pada karya yang berwujud lembu.
Gambar: Anjing Bangbungkem dan Serigala yang melolong. Foto : Yadunandana (2013).
9
-
Dari gambar diatas pencipta medapatkan tentang bentuk dan gerakan anjing bangbungkem yang akan dijadikan sebagai sarana caru serta gerakan serigala yang sedang melolong sebagai penunjang dari proses penciptaan karya yang berwujud anjing.
Gambar : Ayam kawin. Foto : Yadunandana (2013).
-
Dari gambar diatas pencipta medapatkan tentang bentuk dan gerakan ayam yang sedang kawin sebagai penunjang dari proses penciptaan karya patung.
Gambar: Guak/Gagak. Foto : Yadunandana (2013).
10
-
Dari gambar diatas pencipta medapatkan tentang bentuk dan gerakan gagak/guak sebagai penunjang dari proses penciptaan karya patung.
Gambar: Bebek. Foto : Yadunandana (2013).
-
Dari gambar diatas pencipta medapatkan tentang bentuk dan gerakan bebek sebagai penunjang dari proses penciptaan karya patung.
Gambar: Celepuk/Burung Hantu. Foto : Yadunandana (2013). sumber : www.google.com/image?q=burung+hantu.
11
-
Dari gambar diatas pencipta medapatkan tentang bagaimana bentuk dan gerakan dari celepuk/burung hantu sebagai penunjang dari proses penciptaan karya.
12
3. PROSES PENCIPTAAN 3.1 Ide Penciptaan Di dalam memvisualisasikan keindahan binatang mitologi kedalam wujud karya tiga dimensi, pencipta tidak menampilkan bentuk secara detail objek yang pencipta amati. Pencipta menyederhanakan bentuk objek yang mengarah kepada karya figuratif. Figuratif adalah penyederhanaan terhadap bentuk/sosok. Penyederhanaan yang dilakukan pencipta merupakan bentuk pencarian jati diri didalam berkarya seni patung. Sehingga hal ini dapat memunculkan figur/karakter baru yang lain dari sebelumnya. Penyederhanaan dibuat agar bentuk-bentuk yang masih riil atau nyata dapat dilihat dengan wujud yang baru. Pencipta mencoba menuangkan segala yang ada dalam diri ke dalam bentuk karya, entah itu didapatkan dari menonton acara-acara yang bertemakan binatang, melihat langsung serta mencarinya di internet. Bentuk-bentuk yang diwujudkan dalam karya ini sudah berubah dari yang aslinya karena pencipta ingin menampilkan karakter binatang mitologi kedalam bentuk karya patung ini sehingga menjadi menarik. Dalam hal ini, pencipta memainkan garis untuk menciptakan komposisi ruang dan bidang dengan menambahkan permainan tekstur pada area tertentu. Sehingga nantinya tercipta bentuk figur baru tanpa terlepas dari kesan binatang mitologi yang ingin diwujudkan kedalam bentuk karya patung figuratif. 1.5
Metode Penciptaan
1.5.1 Eksplorasi Pada tahap eksplorasi (penjelajahan) dalam penciptaan ini adalah merupakan suatu proses penjelajahan ide dari pengalaman yang pernah pencipta alami maupun dari pengamatan terhadap kenyataan lingkungan dimana pencipta berada. Eksplorasi termasuk berpikir, berimajinasi merasakan dan merespon bentuk makhluk mitologi berwujud binatang yang pencipta jadikan objek atau sumber penciptaan patung.
13
Dalam hal ini pencipta melihat dan mengamati binatang-binatang yang diistilahkan sebagai binatang mitologi maupun melalui foto serta visualisasi patungnya.
Di
samping
melakukan
pengamatan,
pencipta
juga
mendokumentasikan gambar-gambar maupun literatur di internet yang bisa dijadikan perbandingan dan sumber ispirasi dalam pembuatan karya patung. Semua data yang sudah terkumpul kemudian pencipta melakukan perenungan untuk mendapatkan beberapa bayangan atau reka-reka ide yang nantinya akan diwujudkan menjadi karya seni patung. 3.2.2 Improvisasi Improvisasi adalah pengembangan dari eksplorasi yang mengembangkan data yang sudah terkumpul sehingga menjadi ide yang akan diwujudkan ke bentuk tiga dimensional dengan eksperimen. Eksperimen merupakan percobaan yang bersistem dan berencana. Percobaan yang dimaksud sebagai proses penyeleksian ide yang dilakukan melalui tahapan eksplorasi. Dalam proses ini sangat diperlukan eksperimen-eksperimen baik yang menyangkut bahan, teknik dan finishing. Pada tahap ini adalah kelanjutan dari tahap eksplorasi dimana setelah melakukan pengamatan pada objek, terlebih dahulu diawali dengan pembuatan sket
dua
dimensional.
Pembuatan
sket
ini
adalah
bertujuan
untuk
memvisualisasikan bayangan-bayangan atau reka-reka ide yang didapat pada eksplorasi. Dengan garis inilah ide-ide tersebut terus diolah sampai mendekati bentuk yang sesuai, tentunya dengan tidak mengabaikan komposisi dan kesatuan bentuk. Sket-sket ini nantinya banyak memberikan alternatif bentuk yang bisa dipilih untuk diwujudkan menjadi karya patung. Setelah melakukan percobaan-percobaan dengan sket dua dimensional, pencipta lanjutkan dengan membuat maket atau miniatur. Maket ini pencipta buat dengan bahan lunak / plastisin, disamping karena harganya relatif murah juga mudah untuk dibentuk. Dengan
dibuatnya
maket
ini
tentunya
akan
memudahkan dalam pembentukan pada karya patung.
14
3.2 Perwujudan Karya Pada umumnya proses perwujudan karya patung melalui beberapa tahapan, pertama pembuatan sket dua dimensi karya yang akan diwujudkan, kemudian dipindahkan ke dalam bentuk miniatur (maket). Selanjutnya dimulai dengan pembuatan bentuk global sesuai dengan maket yang telah dibuat sebagai panduan dalam pentransferan ke media yang dipakai atau di gunakan seperti media beton bertulang, kertas, batu dan fiberglass. Sesudah pembentukan global dilanjutkan dengan pembentukan global detail, dan seterusnya proses penghalusan hingga mencapai bentuk detail sesuai dengan maket. Tahapan terakhir adalah finishing untuk memaksimalkan hasil karya yang telah di buat. Pada proses perwujudan pencipta melakukan beberapa tahapan baik yang menggunakan bahan beton bertulang, kertas, batu maupun fiberglass. 3.4.1 Proses membuat patung menggunakan bahan beton bertulang pada karya sapi sebagai ibu semesta dan sapi sebagai bapak, sebagai berikut: Tahap pembentukan kerangka, tahap ini adalah proses membuat rangka dengan besi menjadi kerangka patung dengan memperhitungkan kontruksi dan ketebalan luluh pada saat pembentukan patung. Tahap pengecoran, adalah tahap pengisian luluh pasir campur semen pada bagian dalam kerangka maupun penempelan pada bagian luar kerangka, tahapan ini berfungsi sebagai konstruksi. Tahap pengglobalan adalah proses pembentukan menggunakan adonan luluh pasir campur semen. Proses penghalusan, tahap penghalusan pencipta lakukan dengan adonan luluh pasir campur semen dan mill campur semen, sampai terwujud bentuk sesuai keinginan. Tahap penyelesaian akhir, tahap ini merupakan rangkaian akhir dalam proses pembuatan karya patung dengan menghaluskan memakai amplas, cat dan clearglossy.
15
3.4.2 Proses membuat patung dengan bahan kertas daur ulang pada karya anjing caru bangbungkem sebagai berikut: Tahap pembentukan kerangka, tahap ini adalah proses membuat rangka dengan besi menjadi kerangka patung dengan memperhitungkan kontruksi dan ketebalan luluh pada saat pembentukan patung. Tahap pengecoran, adalah tahap pengisian luluh pasir campur semen pada bagian dalam kerangka maupun penempelan pada bagian luar kerangka, tahapan ini berfungsi sebagai konstruksi. Tahap penempelan kertas daur ulang dengan dicampur bahan lem kayu sebagai perekat untuk mencari detail. Tahap penghalusan dengan menggunakan lem kayu cair yang dioleskan pada kertas setengah kering, kemudian ditekan-tekankan dengan menggunakan sendok plastik. Tahap penyelesaian akhir dengan cat pelapis anti air dan clearglossy. 3.4.3 Proses membuat patung menggunakan bahan fiberglass pada karya kasmaran, guak dan bebek putih jambul sebagai berikut: Tahap pembentukan pencipta awali dengan membuat bentuk yang akan diwujudkan dengan bahan styrofoam, selanjutnya dilapisi dengan kertas Tahap berikutnya adalah pelapisan adonan fiberglass secara merata dan bertahap. Tahap penghalusan pencipta lakukan dengan menggunakan amplas maupun dengan bantuan mesin gerinda. Tahap akhir dilapisi dengan bahan pengkilap lantai. 3.4.5 Proses membuat patung dengan bahan batu pada karya celepuk sebagai berikut: Tahap pembentukan global, merupakan proses mengurangi bahan sedikit demi sedikit dengan menggunakan mesin gerinda untuk membuat bentuk global detail.
16
Tahap pencarian bentuk atau detail, setelah pembentukan global dilanjutkan dengan tahap pembentukan yang lebih detail mengikuti bentuk maket dengan menggunakan pahat dan mesin gerinda. Tahap penghalusan dan penyelesaian akhir, tahap penghalusan pencipta lakukan menggunakan amplas dengan bantuan mesin gerinda hingga mencapai
tingkat
kehalusan
yang
diinginkan.
Kemudian
tahap
akhir/finishing menggunakan semir lantai, warna bahan terlihat lebih jelas dan mengkilap. 3.5 Teknik Pengerjaan Secara umum dalam penciptaan karya seni patung terdapat tiga teknik yang bisa diterapkan diantaranya: a. Teknik mengurangi media, teknik mengurangi media dapat diterapkan dalam proses pembuatan patung berbahan batu, dan kayu dengan menggunakan alat manual maupun mesin. b. Teknik menambah media, teknik menambah media dapat diterapkan dalam proses pembuatan patung berbahan lunak seperti tanah liat, plastisin dan lain-lain. Media ini ditambahkan/disusun hingga mencapai bentuk-bentuk yang diinginkan dengan menggunakan alat butsir. c. Teknik kombinasi menambah dan mengurangi, pada umumnya teknik ini diterapkan pada media beton bertulang, yang dimaksud media ini adalah campuran antara pasir, semen, mil, dan besi sebagai kerangkanya. Alat yang digunakan adalah cetok, palet, pahat, fleser dan tang.
17
4. VISUALISASI KARYA Karya I
Judul
: Ibu Semesta
Ukuran
: 70 x 50 x 130 cm
Bahan
: Beton bertulang
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana
Aspek Ideoplastis Terinspirasi dari lembu dalam mitos Hindu yang digunakan sebagai simbol alam semesta atau simbol bumi. Dalam Bhasa Bharata dan Aryanaka Parwa dijelaskan bahwa Lembu Nandini adalah ibu pertama dari semua ternak yang memberikan susu kepada para dewa, resi dan makhluk hidup lainnya. Ibu adalah beliau yang memelihara, yang mengasuh, yang memberikan makan dan membesarkan anak-anaknya. (Darmayasa, 2009).
18
Berawal dari ide inilah pencipta mengabadikannya menjadi sebuah karya patung.
Aspek Fisikoplastis Karya ini diwujudkan dengan figur lembu atau sapi yang berdiri dengan dua kaki dan ada lubang pada bagian badan. Lubang ini sebagai lambang dari alat kelamin wanita yang dibuat dengan bentuk huruf V. V dapat diartikan sebagai kepanjangan dari vagina. Vagina adalah jalan lahir bagi setiap makhluk hidup. Pada bagian atas hutuf V dibuat seperti bentuk hati, yang dapat diartikan siapa saja pasti jatuh hati pada lubang tersebut. Dengan mengkombinasikan bidang yang cembung dan cekung hingga terwujud ruang dengan permukaan yang halus dan beberapa tekstur pada lubang dan tanduk. Bagian tanduk di warna emas untuk mencerminkan keagungannya sebagai binatang mitologi. Tubuh warna putih susu untuk menyimbolkan susu, karena lembu ini merupakan ibu alam semesta yang memberikan kehidupan anak-anaknya. Manfaat penciptaan karya ini bagi pencipta adalah memenuhi hasrat untuk melahirkan karya yang unik, kreatif dan imajinatif yang mencerminkan kearifan lokal masyarakat Bali.
19
Karya II
Judul
: Lembu sebagai Bapak
Ukuran
: 70 x 50 x 160 cm
Bahan
: Beton bertulang
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana
Aspek Ideoplastis Terinspirasi dari Lembu jantan yang memiliki tubuh besar dan kekar, dada yang bidang, wajah beringas serta tanduk besar dan tajam. Maka dari ide ini, pencipta wujudkan menjadi sebuah karya seni patung.
20
Aspek Fisikoplastis Karya ini menggunakan bahan beton bertulang dan diwujudkan berdiri dengan satu kaki, muka menoleh kebelakang. Komposisikanruang dan bidang cembung dan cekung, diberi tekstur kasar di warna hitam dan dilapisi tanah merah, kemudian diamplas untuk memunculkan karakter batu alam antik. Wajah diberi guratan-guratan serta lubang hidung yang besar seperti sedang mendengus, yang mencitrakan kekuatan lembu tersebut. Bagian tanduk di warna emas untuk menunjukkan keagungannya sebagai binatang mitologi.
Karya III
Judul
: Anjing Bangbungkem
Ukuran
: 70 x 50 x 110 cm
Bahan
: Beton bertulang dan kertas daur ulang
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana
21
Aspek Ideoplastis Anjing Bangbungkem yang dijadikan sarana dalam upacara caru Panca Sanak dan Rsi Gana, bertujuan untuk menyembuhkan alam dari gangguan dari Bhutakala. Anjing Bangbungkem adalah anjing jantan muda (konyong), bulunya berwarna merah (bang) mulus tanpa warna lain, dan moncongnya (mulutnya) berwarna hitam (bungkem). Kedua warna ini melambangkan dua kekuatan yang berbeda.
Aspek Fisikoplastis Karya yang berjudul Anjing Bangbungkem ini divisualisasikan dengan bentuk badan bulat dengan lubang didalamnya, kepala tertunduk untuk memberi kesan damai. Bentuk kelupasan kulit anjing dibuat menggelembung, sehingga muncul kesan seperti ruang goa, dengan garis melengkung lembut untuk memunculkan kesan tenang dan damai. Finishing menggunakan warna merah sebagai simbol kekuatan serta keberanian untuk menuju tingkatan ysng lebih baik. Warna merah melambangkan kesan energi, kekuatan, hasrat, keberanian, pencapaian tujuan, darah, resiko, perjuangan, perhatian. Warna hitam pada moncongnya seperti yang ada pada binatang aslinya. Hitam juga merupakan simbol kematian, kejahatan/ malapetaka, dan kegaiban.
22
Karya IV
Judul
: Anjing Melolong di Malam Hari
Ukuran
: 45 x 35 x 80 cm
Bahan
: Kayu Suar
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana
Aspek Ideoplastis Terinspirasi dari anjing yang biasanya melolong di setiap perempatan dan pertigaan jalan pada malam hari. Lolongan anjing di malam hari menurut kepercayaan masyarakat Bali adalah pertanda bahwa ada makhluk gaib (setan, iblis, leak atau jin) yang sedang melintas di jalan. Hal ini sebagai peringatan kepada kita agar selalu waspada.
23
Aspek Fisikoplastis Karya ini diwujudkan dengan figur anjing yang tubuhnya melengkung dan kepala mendongak keatas, mulut terbuka serta ekor keatas yang menandakan kegalakkannya. Dada besar dengan lubang ditengah sebagai tempat keluarnya suara tambahan agar lolongannya menjadi lebih keras. Pada lubang dibuat tekstur sebagai tanda kerasnya suara yang dihasilkan dari lubang tersebut. Pada bagian bawah dibuat permainan antara bidang cembung dan cekung sebagai hasil dari penyederhanaan bentuk kaki. Finishing dengan menggunakan semir coklat agar serat kayu masih terlihat.
Karya V
Judul
: Kasmaran
Ukuran
: 60 x 30 x 70 cm
Bahan
: Fiberglass
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana
24
Aspek Ideoplastis Menceritakan tentang sepasang ayam yang sedang kasmaran dan kawin (mesaki) yang menurut mitos jika hal tersebut dilakukan diatas balai-balai, terlebih-lebih di bubungan rumah, dipercaya sebagai pertanda akan ada anggota keluarga yang sakit. Dari ide inilah muncul keingginan untuk mewujudkannya menjadi sebuah karya patung figuratif.
Aspek Fisikoplastis Karya yang berjudul Kasmaran ini menampilkan figur sepasang ayam yang sedang kawin, yang disederhanakan dengan membuat bentuk ayam jantan yang menindih tubuh ayam betina. Dengan mengkombinasikan bidang yang cembung dan cekung,
garis tegas dan tekstur pada permukaan yang
menyimbolkan kekuatan dari ayam jantan untuk bisa mendapatkan dan berhubungan dengan sang betina. Finishing dengan menggunakan pigmen merah sebagai simbol cinta, energi, kuasa, kekuatan, dan panasnya hubungan tersebut saat berlangsung.
25
Karya VI
Judul
: Guak
Ukuran
: 40 x 40 x 60 cm
Bahan
: Fiberglass
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana
Aspek Ideoplastis Terinspirasi dari burung Guak (gagak) dipercaya sebagai binatang pembawa sial. Jika suara gagak terdengar di sekitar rumah, maka pertanda buruk akan menimpa salah satu keluarga tersebut. Pada malam hari, suara gagak dipercaya sebagai penjelmaan dari seseorang yang sedang mempraktekkan ilmu hitam. Berangkat dari mitos inilah pencipta mencoba mewujudkannya menjadi sebuah karya patung figuratif.
26
Aspek Fisikoplastis Karya ini menampilkan figur guak (gagak) yang sedang berdiri dengan dua kepala yang saling berhadapan seperti sedang berkomunikasi, yang diatas menunduk dan dibawah menghadap keatas. Seolah memberi pesan tentang kesialan yang akan menimpa salah satu orang dalam keluarga tersebut. Kepala yang menunduk juga sebagai lambang kesedihan, karena burung ini dianggap sebagai pembawa pesan kematian. Permainan ruang dengan mengkomposisikan bidang yang cembung dan cekung, tekstur dan garis yang tegas dan dinamis. Menggunakan bahan fiberglass diberi pigmen hitam. Hitam sebagai simbol kematian, kejahatan/ malapetaka, dan kegaiban.
Karya VII
Judul
: Bebek Putih Jambul
Ukuran
: 60 x 30 x 40 cm
Bahan
: Fiberglass
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana 27
Aspek Ideoplastis Terinspirasi dari mitos bebek (itik) yang diyakini sebagai simbol Viveka Jnana. Viveka Jnana adalah kemampuan untuk membedakan baik dan buruk, antara patut dan tidak. Terlebih yang warna bulunya putih. Warna putih dari bebek melambangkan kesucian, sedangkan jambul sebagai lambang kemampuan menguasai ilmu pengetahuan. Berawal dari inilah, maka timbul keinginan untuk menjadikannya sebuah karya patung figuratif.
Aspek Fisikoplastis Karya ini diwujudkan dengan figur bebek yang berdiri dengan dada membusung dan jambul pada kepala. Serta permainan ruang dengan bidang yang cekung dan cembung. Menggunakan warna putih dengan pigmen dan serbuk marmer dengan permukaan halus. Warna putih melambangkan kedamaian, spiritualitas, kesucian dan kebersihan.
Karya VIII
28
Judul
: Celepuk
Ukuran
: 20 x 20 x 40 cm
Bahan
: Batu Vulkanik
Tahun
: 2013
Foto
: Yadunandana
Aspek Ideoplastis Terinspirasi dari Celepuk atau burung hantu yang apabila bersuara pada malam hari menurut mitos bahwa di sekitarnya ada orang yang sedang ngidam atau hamil muda. Umumnya orang-orang akan saling duga, siapa gerangan yang ngidam atau hamil. Dari mitos inilah pencipta berkeinginan untuk menjadikannya sebuah karya patung. Aspek Fisikoplastis Karya ini disajikan berdiri dengan mata yang besar sebagai ciri khas dari celepuk. Perut dibuat besar seperti sedang hamil sesuai dengan mitosnya. Perut dan punggung sebagian diberi tekstur untuk menampilkan permainan bidang agar tidak monoton. Finishing dengan menggunakan mowilek bening agar bahan batu terlihat lebih mengkilap.
29
5. PENUTUP a. Simpulan 1. Binatang mitologi dalam agama Hindu sangat menarik untuk dijadikan sumber ide penciptaan karya seni patung. 2. Mitologi binatang dalam agama Hindu setelah diwujudkan dalam bentuk tiga dimensi melalui kreativitas imajinasi menghasilkan bentuk-bentuk binatang mitologi (patung figuratif) yang menampilkan keindahankeindahan tersendiri. 3. Patung-patung figuratif yang pencipta tampilkan adalah merupakan upaya pelestarian nilai-nilai budaya, khususnya budaya Hindu. b. Saran 1. Bagi masyarakat penikmat seni khususnya generasi muda hendaknya lebih kreatif lagi dalam menggali sebuah inspirasi dari kearifan lokal masyarakat Bali, yang akan diwujudkan menjadi sebuah karya seni patung. 2. Bagi lembaga, khususnya minat patung hendaknya mengembangkan secara akademis tentang berbagai bahan, alat dan teknik dalam pembuatan sebuah karya seni patung serta menerapkannya pada sistem perkuliahan sehingga nantinya menghasilkan mahasiswa yang handal secara teoritis maupun praktek.
30
DAFTAR PUSTAKA
Alfan Arrasuli (2001). (id.m.wikipediaorg/wiki/Imajinasi). Alit Udayana, I Dewa Gede. (2008), Tumpek Kandang, Pustaka Bali Post, Denpasar. Darmayasa, Made. (2009), Keagungan Sapi Menurut Weda, Manikgeni, Denpasar. Djelantik, A.A.M. (1999), Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, Bandung. Ebdi Sanyoto, Sadjiman. (2009), NIRMANA Dasar-dasar Seni dan Desain, Jelasutra, Yogyakarta dan Bandung. Sambudi. (2004), Membuat Aneka Prodak Kerajinan Dari Fiberglass, Absolut, Yogyakarta. Singgin Wikarman, I Nyoman. (2006), CARU Palemahan dan Sasih, Paramita, Surabaya. Sony Kartika, Dharsono. (2004), Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains, Bandung. Susanto, Mikke. (2002), DIKSI RUPA, Kumpulan Istilah Seni Rupa, Kanisius, Yogyakarta. Sutha S, I Wayan & Udiana N.P, Tjok. (2010), Buku Ajar Seni Patung I. DasarDasar Memahami dan Berkarya Seni Patung, FSRD ISI Denpasar. Watra, I Wayan. (2010), Pelestarian Lingkungan Menurut Agama Hindu (Dalam Teks dan Konteks), Paramita, Surabaya. Yudabakti, I Made. (2010), Mitologi : Bulan Kepangan Gerhana Bulan, Paramita, Surabaya.
31