ABSTRACT
MUJIZAT KAWAROE, Artificial Fragmentation and Sexual Reproduction of Aaptos aaptos Sponge in Multiplication Exertion of Colony Stock at Natural Habitat. Under direction of DEDI SOEDHARMA, RIDWAN AFFANDI, and ADI WINARTO. In the present research, Aaptos aaptos sponge fragments were cultured in each periode at two sites of Pari Island, Seribu Islands, and pond at Ancol, DKI Jakarta. The parameters were measured i.e survival rate, specific growth rate, and evaluation to oocyte development by gamete maturity phase. A total of 336 sponge fragments cut and placed to vertical and horizontal (method) at frame in each location. The treatment was include wound at the body of sponge. Survival rate were high at pond compared to natural habitat. Southern part of Pari Island is apropriate place for fragmentation of Aaptos aaptos (Aa) sponge. Sponges fragments have an ability to regenerate their body and in 1 week they could attach the substrate so that after 1 month their body completely perfect same with their broodstock before fragmented. Sponges fragmented at vertical method have high survival rate compared to horizontal but their specific growth rate at horizontal better than vertical method. Specific growth rate differed significanctly per location and method but non significant per number of wound. Moon phase influence spawning frequency of Aa and spawning happen from new moon until full moon. External factor which is trigerring spawning are temperature, tide amplitude, and moon light. From in situ spawning research, Aa sponge is ovipar and fertilization is inside. Their released zygot (fertilized eggs) and soon after released zygot and embrio replicates their cell. Evaluation to oocyte development showed that gamete developed perfectly from phase I-IV for fragment at natural habitat but fragment at pond only produced gamete at phase I. Oocyte density at natural habitat lower than pond. The high survival, high specific growth rate and oocyte completely developed at phase I-IV suggest that this Aaptos aaptos sponge is a promising candidate for further mariculture development at natural habitat and pond. Key words: Aaptos aaptos, fragment, mariculture, Pari Island, sponge
iii
RINGKASAN MUJIZAT KAWAROE. Fragmentasi Buatan dan Reproduksi Seksual Spons Aaptos aaptos Dalam Upaya Perbanyakan Stok koloni Di Alam. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA, RIDWAN AFFANDI, dan ADI WINARTO Spons laut menghasilkan banyak bahan-bahan bioaktif dengan komposisi farmasi yang sangat menjanjikan. Spons laut yang digunakan pada penelitian ini adalah Aaptos aaptos (Aa), yang telah diketahui memiliki kandungan senyawa alkaloid dan aptamin dengan aktivitas penghambatan terhadap a-adrenoreceptor (Munro et al., 1999). Selain itu, senyawa alkaloid lain yang didapatkan dari spons Aa memiliki aktivitas sebagai antikanker, anti- HIV dan anti-mikroba (Nakamura et al., 1987). Pemanfaatan spons umumnya diambil secara langsung dari alam dan hanya sebagian kecil yang diperoleh dari hasil budidaya. Cara seperti ini jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan akan mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kepunahan. Oleh karena itu spons Aaptos aaptos (Aa) merupakan salah satu jenis spons yang perlu dipertimbangkan dalam upaya pengembangan budidaya melalui fragmentasi. Budidaya laut (mariculture) merupakan metode yang menjanjikan untuk memproduksi biomasa spons diantara metode yang sudah pernah diujicobakan oleh beberapa peneliti. Metode yang paling banyak digunakan untuk membudidayakan spons adalah metode gantung. Metode gantung ini sudah diujicobakan pada spons mandi (bath sponge) sejak lama yang dilakukan oleh Schmidt dan Buccich di laut Mediterania, dan selanjutnya oleh Moore di Florida (Duckworth dan Battershill, 2003a). Metode gantung dilakukan dengan cara mengikat fragmen spons pada tali. Kestabilan posisi spons dibantu oleh keberadaan sistem pelampung. Selama ini fragmentasi spons yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya tidak mempertimbangkan mengenai luka yang terjadi akibat dari fragmentasi tersebut. Kondisi luka pada spons baik luas maupun jumlah merupakan faktor penting yang ikut menentukan kelangsungan hidup dan selanjutnya pertumbuhan spons. Kemampuan beberapa organisme termasuk spons untuk hidup dan tumbuh kembali setelah perlukaan sangat tergantung dari ukuran dan jumlah luka (Chadwick and Loya, 1990 ; Duckworth et al., 2003), luka yang besar dan banyak seringkali menyebabkan fatal bagi spons. Jaringan yang melakukan regenerasi untuk tumbuh membutuhkan energi yang besar di luar energi yang diperlukan untuk melakukan pertumbuhan dan reproduksi yang selanjutnya menurunkan kesegaran spons. Luka yang besar dapat menyebabkan rusaknya sistem saluran spons, menurunkan efisiensi penyerapan nutrien, dan dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies spons. Sebagai pengembangan metode budidaya spons, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai sintasan (tingkat kelangsungan hidup), laju pertumbuhan spesifik dan perkembangan gamet spons yang difragmentasikan dengan menggunakan metode rak horisontal dan vertikal, spons dengan beberapa jumlah luka (1-4 luka) pada tubuhnya, serta menguji ukuran fragmen 1 cm sebagai ukuran terkecil pada penelitian ini. Pengukuran terhadap kondisi lingkungan di lokasi fragmentasi juga dilakukan untuk mengetahui parameter yang sangat
iv
berperan untuk mendukung fragmentasi spons Aa. Beberapa parameter yang mendukung pertumbuhan spons hasil fragmentasi tersebut adalah suhu air, kecepatan arus, TSS (Total Suspended Solid), salinitas, pH, TOM (Total Organic Matter), silikat, ammonia, fosfat, nitrat, COD (Chemical Oxygen Demand), DO (Disolve Oxygen). Seksualitas pada spons Aaptos aaptos masih menjadi perdebatan dan memerlukan penelitian yang mendalam karena seksualitas ini dapat berbeda tergantung lokasi tempat tumbuhnya. Tipe dan cara reproduksi spons Aa pertama kali diungkapkan oleh Sara (1961) dalam Sara (1992) dalam bentuk tabulasi untuk membuat klasifikasi tipe dan cara reproduksi beberapa jenis spons dan sumber data berasal dari beberapa peneliti. Sumber data untuk spons Aa berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Sara (1961). Haris (2004) juga telah menentukan tipe dan cara reproduksi spons Aa di perairan Pulau Barrang Lompo, Sulsel, Indonesia. Kedua penentuan tersebut terbatas pada analisis histologis jaringan spons dan sudah didasarkan pada pengamatan pengeluaran atau pelepasan hasil pemijahan spons Aa secara langsung di alam (in situ). Penelitian terhadap hasil pemijahan juga belum dilakukan termasuk perkembangan hasil pemijahan apakah telur, zygot, atau embrio. Hasil analisis histologis pada penelitian sebelumnya hanya memastikan bahwa gamet yang ada di jaringan mesohyl spons Aa adalah telur atau sperma berdasarkan perkembangan gamet sebelum pemijahan terjadi. Sehingga belum diketahui apakah spons Aa melakukan fertilisasi secara internal atau eksternal walaupun cara reproduksinya adalah ovipar. Penelitian tentang pemijahan spons Aa secara langsung di alam dan pengaruh parameter lingkungan pada saat proses tersebut berlangsung masih belum pernah dilakukan sehingga belum diketahui faktor lingkungan/faktor eksternal yang menjadi pemicu terjadinya pemijahan tersebut. Proses pemijahan yang sudah sering diamati adalah yang dilakukan oleh karang (Reiswig, 1973 dalam Sidri et al., 2005). Sangat penting untuk melakukan penelitian tentang seksualitas spons Aa secara in situ dan faktor eksternal yang menjadi pemicu terjadinya spawning. Hasil yang diperoleh dari peneitian ini merupakan pendukung untuk melakukan penelitian metode fragmentasi buatan terhadap spons Aa dalam upaya perbanyakan stok di alam sehingga ketersediaannya untuk pemanfaatan selanjutnya dapat terjamin. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji upaya perbanyakan stok koloni spons Aaptos aaptos di alam melalui pendekatan fragmentasi buatan dan reproduksi seksual sehingga dapat dihasilkan SOP (Standar Operasi Prosedur) untuk melakukan fragmentasi terhadap spons Aa. Penelitian dilakukan di Gugusan Pulau Pari, stasiun penelitian berada di Barat (ST1) pada koordinat 05052’05.5’’ LS, 106035’71.2” BT dan Selatan (ST2) pada koordinat 05052’22,4” LS dan 106036’76,1” BT. Penentuan stasiun didasarkan pada perairan yang tertutup dan perairan yang terbuka. Penelitian untuk melihat dan mengamati waktu pemijahan spons Aa secara in situ di lapangan dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2006 -11 Juli 2006 dan dilanjutkan dengan pengamatan hasil pemijahan di laboratorium Biologi Laut dengan menggunakan mikroskop pada tanggal 15 Juli 2006 sampai 31 Juli 2006. Penelitian fragmentasi metode rak dan perlakuan luka dilakukan dari bulan Mei 2006 sampai bulan April 2007 dan penelitian fragmentasi untuk membandingkan di alam dan kolam dilakukan pada bulan Juni 2007 sampai Februari 2008.
v
Penelitian untuk mengetahui struktur morfologis spons Aa di alam dan tingkat kematangan dan ukuran oosit spons Aaptos aaptos secara histologis dilakukan pada tanggal 6 Maret 2007 sampai 7 Juni 2007, sedangkan untuk membandingkan yang di kolam dengan di alam dilakukan pada bulan Januari sampai April 2008. Pengawetan, pembuatan preparat histologis dan pengamatan sampel Aaptos aaptos di lakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Pari merupakan habitat yang sesuai untuk melakukan kegiatan fragmentasi buatan spons Aaptos aaptos karena kondisi kualitas air sangat mendukung untuk hidup dan tumbuhnya spons. Spons dapat meregenerasi jaringan tubuhnya, hal ini terlihat dari spons dapat melakukan penempelan pada tali setelah fragmen berumur 1 minggu dan spons dapat pulih kembali seperti induknya setelah berumur 4 minggu. Stasiun terbuka di selatan Pulau Pari merupakan habitat yang ideal bagi spons Aa yang difragmentasikan dibandingkan dengan stasiun tertutup di barat Pulau Pari, karena sintasan dan laju pertumbuhan spesifik spons lebih tinggi. Metode fragmentasi horisontal dapat menjamin kehidupan dan pertumbuhan spons Aa lebih baik dibandingkan dengan metoda vertikal. Fragmen spons yang dipotong sampai 4 luka pada tubuhnya tidak mempengaruhi sintasan dan laju pertumbuhan spesifik spons Aa. Sangat menguntungkan untuk dapat memanfaatkan fragmen hasil potongan sampai dengan 4 jumlah luka yang ada pada tubuhnya. Kondisi ini sangat berbeda dengan yang ditemukan oleh Duckworth et al. (2003) terhadap spons Latrunculia wellingtonensis di New Zealand, yaitu spons dengan luka kecil atau sedikit lebih mampu tumbuh dibandingkan dengan luka besar. Ukuran yang ideal untuk melakukan fragmentasi terhadap spons Aa adalah 1 cm atau lebih karena pada ukuran 1 cm terlalu kecil untuk dilewati oleh tali polyethilen sehingga tubuh spons sangat rentan mengalami kerusakan. Fragmentasi buatan terhadap ukuran 1 cm dapat dilakukan jika menggunakan kantong berlubang yang mesh size-nya lebih kecil dari 1 cm sehingga tubuh spons tidak luka oleh tali yang melewatinya. Hasil penelitian pemijahan spons Aa secara in situ menunjukkan bahwa fase bulan mempengaruhi pemijahan spons Aaptos aaptos di P.Pari dan pemijahan tersebut terjadi pada fase bulan mati/baru, seperempat dan purnama dengan frekuensi pemijahan tertinggi terjadi pada pada fase bulan purnama, dan pada bulan tigaperempat tidak terjadi pemijahan. Pemijahan spons Aaptos aaptos di P.Pari tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal yaitu suhu air, pasang surut air laut, dan cahaya bulan. Suhu air merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemijahan spons. Pemijahan tersebut terjadi pada saat menjelang dan setelah matahari terbenam pada sore hari yaitu dengan mengeluarkan zygot yang telah dibuahi secara internal dan beberapa saat setelah pengambilan sample terlihat embrio mengalami pembelahan. Seksualitas spons Aaptos aaptos di perairan pulau Pari, kepulauan Seribu mempunyai tipe gonokhorik dan cara reproduksinya adalah ovipar. Oosit yang telah matang berada dalam kantong yang merupakan kantong pembesaran gamet sedangkan oosit yang belum matang menyebar pada lapisan mesohyl. Oosit memperlihatkan perkembangan yang berbeda pada setiap fase bulan. Permulaan oogenesis terjadi pada fase bulan baru yaitu ditemukan oosit I dan II dan pada fase bulan purnama ditemukan oosit tahap III dan IV yang siap untuk dipijahkan.
vi
Spons Aaptos aaptos yang difragmentasi mulai bereproduksi secara seksual kembali setelah mencapai ukuran vertikal rata-rata 11,70 cm dan ukuran horisontal rata-rata 11,83 cm Spons yang tidak difragmentasi dan yang difragmentasi di alam ukuran rata-rata oosit berkembang dan memiliki tahap perkembangan lengkap dari tahap I sampai tahap IV, sedangkan oosit spons Aaptos aaptos yang difragmentasi di kolam percobaan tidak mengalami perkembangan selama penelitian, semua spons masih berada pada tahap oosit I. Kondisi ini diduga disebabkan kurangnya asupan pakan yang mendukung kehidupan dan pertumbuhan spons sehingga untuk pemeliharaan spons setelah mencapai umur 6 bulan, fragmen spons Aa segera dikembalikan lagi ke habitat asal di alam untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangannya. Proses fragmentasi terhadap spons Aa baik di alam maupun di kolam dapat dilakukan pada saat fase bulan tigaperempat (¾) yaitu saat tidak dihasilkannya telur atau oosit spons sehingga pelaksanaan fragmentasi buatan tidak mengganggu kelangsungan hidup spons melalui reproduksi seksualnya. Fase bulan mati merupakan awal perkembangan oosit spons kemudian dilanjutkan perkembangannya pada fase bulan seperempat (¼) dan akhirnya dikeluarkan pada fase bulan purnama setelah mengalami fertilisasi secara internal oleh spermatozoa. Tidak ditemukannya sperma pada tiga tahap penelitian yang telah dilakukan baik melalui pengamatan spawning in situ maupun melalui analisis histologis. Hasil penelitian menunjukkan indikasi bahwa spons Aaptos aaptos memiliki kecenderungan lebih banyak melakukan reproduksi secara aseksual melalui fragmentasi dibandingkan dengan seksual.
vii