4. PERKEMBANGAN GAMET SPONS Aaptos aaptos SCHMIDT YANG DITRANSPLANTASI DI PULAU BARRANG LOMPO 4.1. Pendahuluan
Proses-proses seksual pada spons memperlihatkan ragam yang sangat besar. Kebanyakan spons adalah hermaprodit, tetapi menghasilkan telor dan spenn. pad. waktu yang berlainan. Hennaprodit sequensi.1 seperti ini dapat berbentuk
protogyny .tau protamhy, dan perubahan jeuis kelamin dapat teIjadi bany. sekali ketika, atau suatu individu dapat berubah berulang kali antaIa janlan dan betina.
Pada beberapa individu-individu spesies jenis kelaminnya bersifat tetap jantan atau betina Pada spesies yang lain. beberapa individu-individu mungkin untuk sehunanya gonokhorik, sebahkuya individu-individu lainnya pada populasi yang
sarna adaIah hennaprodit (Brusca dan Brusca, 1990). Aaptos aaplos (AA) adalah salah satu spons yang bemilai ekonomis karena
mengandung senyawa yang memiliki aktivitas sitotoksik antitumor dan antimikroba (Nakamura
el
al., 1982, 1987 dalam Higa, 1991; Muniarsih dan
Rachmaniar, 2001; JaspatS, 2001; Herlt el aI., 2(02), namun infunnasi reproduksi seksualnya masih relatif sedikit yang terungkap. Infunnasi reproduksi seksual spons ini banya diuugkapkan oleh Sara pada tahun 1961 di ltalia (1992), yang mendapatkan bahwa
seksualitas spons ini
adalah gnnokborik dan cara
reproduksinya adalah ovipar. lnfonnasi reproduksi seksual lain diungkapkan juga oleh Ayling di Selandia Barn (1980), yang mend.patkan bahwa periode reproduksi
spons ini adalah pendek dan menghasilkan sperma dan oosit secara bersamaan. Seperti pada karang dan bewan avertebrata latit latimya, spons jeuis ini dan spons secara keseluruhan juga tidak memiliki
em
seksual sekunder yang dapat
digunakan untuk menentukan seksuahtasnya. Oleh karena itu, satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mengarnatinya adalah melalui pengamalan histologik dengan menggunakan mikroskop cabaya dan terutama mikroskop elektron
(Scanning
Electron
Microscope/SEM
dan
Transmission
Electron
MicroscopeffEM). Seksualitas pada spons dapat dikelompokkan alas duo, yaitu: (I) . bermaprodit, yaitu jeuis spons yang mengbasilkan baik garnet janlan atau betina
sehuna hidupnya, tetapi menghasilkan
lelur dan spenna dalam waktu yang
berbeda; (2) gonokhorik, yaitu jeuis spons yang memproduksi banya garnet jantan
72
atau betina saja selama hidupoya. (Reseck, 1988;· Kozloff, 1990; Ruppert dan Barnes, 1991; Amir dan Budiyanto, 1996), tetapi pada umumnya seksualitas spoos
ada1ah bermaprodit, dan menghasilkan sperma dan oosit pada waktu yang berbeda (Kozzlof, 1992; Ruppert dan Bames,I99I; Brusca dan Brusca, 1990). Semua aspek-aspek yang mengatur reproduksi pada spons kurnng banyak diketabui (Bergquist, 1978). Subu diasumsikan sebagai faktor liogkungan utama
yang mengatur reproduksi spons pada daerah beriklim empat, di mana perubahan musiman besar terjadi (FeU, 1983). Peningkatan subu mnumnya merupakan faktor
lingkungan utama yang mengatur awal aktivitas reproduksi pada spons di daerah yang perubaban musinmya besar (Sara, 1992; Fromont, 1994). Di British Hnuduras
gametogenesis umumnya terjadi antara Maret dan April, di Bahama antara April dan Juni, dan Di Cedar Keys (Florida) antara Juni dan Juli. Puncak reproduksi di tiga lokasi tersebut berbubungan dengan subu air pada 29"e. Di British Houduras dan Babama beberapa spesimen ditemukan reproduktif sepanjang tahun, di Cedar
Keys reproduksi terhenti pada musim dingin dengan subn yang tunm secara drastis, reproduksi banya terjadi antara April dan Oktober. Hubungan antara kisaran subu
dan reproduksi ditemukan pada Haliclona loosanoffi di lokasi yang berbeda di Pantai Amerika Utara. Reproduksi teJjadi pada kisaran suhu antara 20·C dan 27'C, sedangktm yang dirangsaug oleb penurunan subu jumlabnya torbatas, seperti spons
jenis Halisarca dujardini, Desmacidon fructicosum, Tethya crypta, dan Ap/ysina gigantea (Fromont,l999). Beberapa penelitian juga memperlihatkan bahwa gametogenesis tidak berhubuugan samasekali dengan subu (Simpson, 1984).
Faktor lain yang mungkin penting adalah cahaya, khususnya fotoperiode dan ketersediaau makanan (Sara, 1992).
Di daerah tropik, walaupun studi reproduksi spons masih re)atif sedikit, tetapi beberapa penelitian sudab dapat mernberikan gambaran, seperti yang dilakukan oleb Han dan Loya (1988) yang menemukan bahwa kelihatannya gametogenesis berhubuugan juga deugan peningkatan subu perairan pada spons Niphates sp, tetapi dijelaskan bahwa aktifitas reproduksi di atas musim kemarau
dapat juga berbubungan pada musim tidak kelihatannya alga beutik. Hoppe dan Reichert (1987) menjelaskan juga bahwa pengeluaran gamet spons jeuis
Neofibularia nolilangere pada daetab tropik berbubungan era! dengan fase bulan.
73
4.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap perl<embangan gamet
spons AA, mengetahui berapa lama siklus reproduksinya dapat pulih setelah dilakukan transpiantasi, kemudian memprediksi kapan spons ini akan memijah 4.3. Bahan dan Metod. 4.3.1. Waktu dan Tempal Penelitian Penelitian ini berlangsung selama kurang lebib 7 bulan mulai dan Jmti 2003 sampai Januari 2004. Pengambilan sampel spons dilakukan di hagian tenggara Pulau Barrang Lompo (PBL) Kepulauan Spennonde. Sulawesi Selatan (Gambar 4.1). Sarnpel spons diarnbil dan spons Aaplos aaplOS (AA) yang ditransplantasi dan dari a1am.
Pengarnatan perl<embangan gamet dilalrnkan di Labotatorimn
Ekotoksikologi dan Fisiologi Biota
Lau~
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Dmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Ma"kassar. 4.3.2. Bahan dan AlaI
Bahan yang digliDakan pada penelitian ini antara lain ada1ah: sampel spons
jenis AA larutan formadehyde 37 - 40 0/0., glacial acetic acid. Alkohol 70 % - 100 0/., calcium chloride dihydmle, xylol. parafin. hematoxylin dan eosin, sedangkan
a1at yang digunalom antara lain adalah: botol sampel, histoembedder, mikrotom dan pisaunya, gelas obyek dan diagelas, lis.sue cassette, mikroskop cahaya,
fotomikroskop, negatif film, kertas label, dan box geIas objek
4.3.3. Metode Penelitian Untuk mengetahui perkernbangan gamet spons AA baik yang di transplantasi maupun yang di
~
dilakukan dengan jalan mengambil masing-
masing tiga sampel dari spons yang ditransplantasi dan bulan Qomariah (bulan barn, bulan
seperempa~
dan alam pada setiap fase
bulan pumarna, dan bulan
tigaperempat) selama empat siklus bulan. Pengambilan sampel sponsAA dati spons yang ditransplantasi dan dan a1am dilakukan secara be"""""", tujub hari setelah
spons ditranspiantasi. SeteJah diambil, spesimen dimasukkan ke daJam tissue cassette kernudian rubuat preparat histologiknya menurut metode Fromont (1999).
Prosedur metode torsebut yaitu spesimen dimasukkan ke dalam larutan fiksatif FAACC (untuk 100 mI
~
10 m1larutanformaldehyde 37 - 40 %: 5 mI glacial
acetic acid: 1.3 gram calcium chloride dihydrate: 8S mJ destilate water) selama:::;;
74
48 jam, dan kemudian dipindahkan ke alkohol 70 % uDtuk sementara waktu
sebelwn dilakukan pembuatan preparat histologik.
1 ~APE.ELmAN
[
\ ~
I
of-
,-
ISWANALI L11199045
I .• J
-+1. .-
§.r _ ....... -......,_ ~~
I
Ie<
','-> ~J i
T
. 'I t-.
I
I:
I.......-
II
-
+
~ - -..- -
..
I
1,-
Gambar 4. L Loicasi pengambilan sampel sponsM di PBL, Kepulauan Spennonde, Sulawesi Selatan (Iswan Ali, 2003; tidak dipublikasi)
Pembuatan preparal histologik selanjutnya mengikuti prosedur standar menurut Gunarso (1989) dan Kiernan (1990).Pembuatan preparal hislologik tersebut dilakukan dengao metode parafio deogan tahapao-tahapan sebagai betikut (1) Pencucian (Washing) menghrunakan cairan fisiologis (0.01 M Phosphate Buffered Saline); (4) Dehidrnsi (dehydratIOn) meogguoakan aIkohol hertingkal (50
% - 70 % - 80 % - 90 %, 95 % - 100 %); (5) Penjemihan (Clearing) menggunakan
xylol; (6) Infiltrasi (injiltraJiQn) menggunakan parafin caiT pada inkubator bersuhu 65"C; (7) Penanamao (embedding) menggunakao parafin cair; (8) Penyayat..
(section)
meoggl1oaicao mikrotom (10
~);
(9) Afiksing ('!fixing) ; (10)
Deparafinasi (deparajjination) menggunakan xylol; (11) Pewamaan (staining) menggunalcan pewamaan Ilernatoxylin-Eosiin (HE).
Setelah proses tersebut di atas, seJanjutnya dilakukan pengamatan histo!ogik terhadap kehadiran dan peckembangan garnet (jantan dan betina),
75
kemudian
setelah itu dilakukan mikrofotografi menggunakan mikroskop yang
dilengakapi kamera dengan pembesaran 20x, 40x atau l00x dan menggunakan negatiffilm ASA 200.
4.3.4. Analisis Data Tingkat
perkembangan
garnet
didasadum
pada
keberadaan
dan
perkembangan garnet (oosit dan spermatosit [kantong spenna]) pada sampel histologik pada setiap fuse bulan tahnn Qamariab, yaitu pada fuse bulan mati, bulan seperempat, bulan pwnama, dan bulan tigaperempat. Perkembangan garnet spons M baik yang ditransplantasi maupun yang di
alarn, diana1isis
secaI1l
deskriptif dengan cam mengantah karakter jaringan garnet
secam histologik pada preparat dan garnbar basil fotomikrografi, sedangkan untok melihat perbedaan diameter dan densitas oosit (teIur) dan spermatosit (kantong sperma) pada setiap fuse bulan dalam setiap sildus bulan digunakan Uji Kruskal
Wallis. Proses perhitungan dilakukan dengan bantuan software SPSS release /0.0.5.
76
4.4. Basil dan Pembahasan 4.4.1. SeksuaJitas, Cara dan Pol. Reproduksi Spons tidak memilikl ciri-ciri seksual sekunder yang dapat digunakan untuk
membedakan seksualitasnya. Penentuan seksua1itasnya hanya dapat dilakukan melalui pengamatan secara histologis. Berdasarkan studi histologis pada peneiitian ini. seksualitas spons AA yaog bidup di perairan PBL adaIab bertipe gonokhorik.
karena di dalam satu sampel histologi tidak pemah ditemukan seeara bersama-sama garnet jaotan dao garnet betina Menurut Reseck (1988). Kozloff (1990). Ruppert dao Bames (1991). Amir dao Budiyanto (1996). tipe gonokhntik yaitu jeDis spons
yang memproduksi banya garnet jantan atau betina saja selama hidupnya Seksuahtas bertipe gonokhorik pada spons AA yaog bidup di PBL juga ditemukan oleb Sara (1992) di perairan lta1ia dao Ayling (1980) di Lautan Pasifik, Selaodia Barn. Kepastian seksualitas bertipe gonokhorik untuk jenis ini juga dipertegas dengan pengamatan secara laogsung di alarn pada saat bebetapa spons
ini mengeluaIkan gametnya secara bersama-sama pada tanggal 23 JUDi 2003 jam 16.30 WIT. Gamet yaog dikeluarkan secara tiba-tiba menyerupai asap rokok atau
awan susu, yang keluar secara terus menerus selama
sekitar 5 menit. Tipe
seksuahtas gonokhorik yaog didapatkan pada spuns jenis AA di PBL adaIab tipe
seksualitas yang tunum didapatkan pada spans Ordo Hadromerida, seperti yang didapatkan juga pada jenis Tethya crypta, Tethya auralUm, Tetkyo citrina (Tetbydae);
Chondrosia
renifonnis,
Chondril/a
nucu/a
(Chondrosiidae);
Polymaslia hirsuta (polymastiidae) (Sara. 1992).
Pada saat gametnya dikeluarkan secara bersama-sama, spons AA banya mengeluaIkan garnet jaotan (spenna) saja. sedaogkao garnet belina (telur) belum dikeluarkao. Pada tanggal 24 - 25 Juni 2003 mulai jam 16.00 kembali dilakukan
pengamatan untuk melihat pengeluaran garnet (telur) spons betins, tetapi sampai menjelang malam spons ini tidak: mengeluarkan garnetnya (telumya). Fenomena ini menunjukkan bahwa fertilisasi spons jenis ini teIjadi secara internal, dan spons ini diduga mengeluarkan telur (ovipar) yaog sudab terbuahi (zigot) ke kolom air
melalui oskulumnya. Setelab spenna dikeluarkan
melalui oskulum (saluran pengeluaran).
sperma kemudian mengaIir dan masuk. ke dalam ostia (saluran pemasukan). Setelah sperma sarnpai pada ruaog bertlageUa. spenna ditelan oleb choanocytes yaog
membawa sperma ke telur. Sel choanocytes tersebut kemudian hilang flagellanya
setelah membawa spennanya sampai ke telm. Fertilasi selanjutnya teIjadi secara in
77
situ (Ruppert dan Bames, 1991). Padajenis spons yang ovipar, telUf yang telah
dibuahi dikeluarkan dari tubuh spons kemudian menetas, sedangkan pada jenis spons yang vivipar, larva spons dikeluarkan dan tubuh spons dan berenang dengan buIu getamya selam selang waktu tertentu sampai mendapat tempat menempei yang sesuai (Bergquist, 1978). Di antara spons Demospongiae ada beberapa jenis yang melepaskan telurnya yang sudab dibuahi, yang berkembang di dalam air laut (Ruppert dan Bames, 1991). Secara skematik, proses fertilisasi dan perkembangan larva dan postlarva spons AA dapat di lihat pada Gambar 4.2.
4.4.2. PerkembaDgaa Gamet Jantan Pada spons Demospongiae perkernbangan sel-sel sperma meliputi (l) differensiasi sel-sel batang, spermatogonia; (2) pernbentokan kantong sperma
(spermatic 9'sl); dan perkernbangan sperma malang. Spons dewasa tidak
mempunyai organ yang dapat diidentifikasi
secara struktur sebagai organ
reproduksi, dan perkernbangan gamet-garnet janlan adalab differensiasi cadangan
sel-sel spans dewasa ke dalam bentuk spermatogonia, yang kemudian membenruk kantong sperma (spermatic 9'sl). Selama masa reproduktif, kelompok-kelompok sel-sel spermatogonia terbenlok di dalam mesohyl.
Spennat:ogonia pada spons
lDDWDDya
berasaI dati sel-sel choanocyles atau
archaeocytes. Spermatogonia berk.embang secara langsung dari
choanocyles
secara in situ, tidak mengalami mitosis tetapi diproses secara langsung untuk
membentuk sperma. Perubahan
choanocytes ke spennatogonia menyebabkan
hilangnya collar, menekan sitoplasma dan phagosomes di bagian dasar sel, dan sel bermigrasi ke hanen yang berada di dalarn chamber (Sara. 1992), kemudian spermatogonia tersebut mengalami pembelahan meiosis. Kelompok spermatogonia tersebut selanjutnya dikeWingi oleh sebuah dinding seUuler membentuk sebuah kantong spenna (Rnppert dan Barnes, 1991) yang berasal dati sel-sel mesohyl Sara (1992). Menurut Harrison dan De Vos (1991) dan Harris (1988) spermatogenesis
pada spons terjadi di dalam kantong sperma (spermatic 9'sle).
Spermatosit pada spons lDllumnya mengalami differensiasi di dalam kantong sperma Differensiasi spermatosit pada spons terbagi alaS tiga bentuk, yaitu: (I) semua sel-sel pada semua kantong spenna (spermatic 9'SI) mungkin berkernbang secara bersama-sama; (2) sel berdiferensiasi di dalam sebuab kantong sperma berkernbang secara bersama-sama, tetapi tahap perkernbangan bervariasi pada kantong spenna yang berbeda; dan (3) perkernbangan sel di dalam beberapa
1R
kantong spenna berbeda tahap perkembangannya (Sara,1961 da/am Harrison dan
DeYos,I99I).
c
LARVA SEBELUII MENETAP
LARVA DAN .-osTLARVA SETELAH IlENETAP
r-------------,I~ ,---S-~-I-~-t-~-·am--·fo-~-~-·~-s-i,--' telur yang sud~ dJbuahi (zigot) keluar melalui oskul~ menjam larva dim postiarva di dalam perairan
Sperma kernudian masuk ke choanocyte chmnber melalui ostia spons belina
8
Gambar 4.2. Proses pengeluaran spenna, fertilisasi, dan pembenrukan larva pada SponsAA (Gambar A & C oleh Brusca dim Brusca, 1990; Gambar B oleh Ruppert dim Barnes, 1991)
79
Berdasarkan pengamatan histologi, bentuk diferensiasi spennatosit pada spons AA adaIah spennatosit berkembangan di dalam beberap. kantong spenn.
berbeda tahap perkembangannya. Bentuk diferensiasi spennatosit didalam kantong spenna seperti ini didapatkanjuga oleh Sara (1961) do/am Harrison dan De Vos
(1991) pada spons AA di perairan ltalia. Bentuk differensiasi spermatosit di dalam kantong spenna pada spens AA yang didapatkan pada penelitian ini berbada
dengan spons yang masih satu ordo dengannya, yaitu Suberilas massa, yang bentuk differensiasi sperm.tositnya di dalam satu kantong spenna berbeda tahap perkembangannya (Diaz dan Coones, 1980 dolam Harrison dan De Vos,I99I). Kantong sperm. spons AA yang selnya (sel sperma) sudah tahap matang wmnnnya berbentuk lonjong (Gambar 4.5). Bentnk kantong spenna spens AA ini
relatif sarna dengan bentnk kantong spenna spens jenis Suberitas massa (Diaz dan Coones, 1980 do/am Harrison dan De Vos,l991 ), Myca/e sp
(Fromon~
1999),
Ircinia slrohilina (Hoppe, 1988), tetapi berbeda dengan spons jenis Xestospongia testudinaria (Fromant, 1988),Xestospong;a exigua (Fromont dan Bergquist, 1994),
Niphates .indo (Fromont, 1994), Petrosia sp (Asa et a/., 2000) yaog bentnk kantong spemnwya tidak beraturnn.
Secara histologis, pada tahap spennatosit I, spermatosit di dalam kantong sperma belwn terlihat dengan jelas, jaringan ikat terlih.t terlihat lebib dominan, wama kantong spenna dan spennatositnya merah moda kepulih-putihan, dan
ukuran kantong sperm. masib rel.tifkecil (dari alarn diameteroya berkisar 24 - 41 J1III dan dan transplantasi diametemya berkisar 10 - 41 J1III) (Gambar 4.3).
Pada
tahap spennatosit II, spennatosit di da1am kantong spenna sudah
agak kelihatan hatas- batasnya, warns kantong spenna dan spermatositnya temp wama merah mudah yaog .gak tua keputib-putihao, ukuran kantong spenn. lebib besar daripada di spermatosit II (dan alarn diarneternya berldsar 42 - 54 J1III dan dan transplantasi diarneleroya berkisar 42 - 59 J1III) (Gambar 4.4).
Pada tahap spennatosit III, spennatosit di dalam kantong spenna jelas kelihstan batas-batasnya, dibeberapa tempat inti spermatosit kelihatan berwarna bim kehitam-hitaman, ukuran kantong sperm. lehib besar danpad. di spennatosit II (dari alarn diameternya berkisar 55 - 66 J1III dan dan transplantasi diarneteroy.
berldsar 60 -75 J1III) (Gambar 4.5).
80
Pada tahap spennatid, spennatosit sudab berubah menjadi spermatid. Bila
dilakukan pembesaran gambar beberapa kali (zoom) nampa!< dengan jelas spermatid sudah memiliki kepaJa dan ekor. ukuran sitoplasma spennatid semakin
kecil, pada saat ini spermatid sudah bampir membenruk sperms. Ukuran kantong sperma pada tahap ini lebm besar daripada di spenllatosit III dan hampir mencapai maksimum (dan 818m diametemya berkisar 67 - 90
~
dan dan transplantasi
diametemya ber1
Gambar 4.3. Spennatosit tahap I di dalarn kantong spenna spolisAA. KS = kantoog sperma; S = spikula (Hematoxylin - Eosin: 232.83 kali; skala 50 J1llI ~ 1.164 em)
Gambar 4.4. Spennatosit tabap U di dalWll kantong spenna sponsAA. KS = kantong sperma S = spil1lla, MSH= mesohyl (Hematoxylin - Eosin; 232.83 kali; skala 50 IJI11 ~ 1.164 em)
- - - - -- - - -- - -- - - - - -
-
-
81
Gambar 4.5. Spennarosit tahap ill di dalam kantong spenna spons AA KS
=
kantong sperma. S ~ spikula. MSH~ mesohyl, SF - sel-sel follicular (Hematoxylin-Eosin; I 16.42 kali; skala untuk 50 JJD1 adalsh 0.582 em)
Gambar 4 .6 . Spennatosit tahap IV di dalam kantong sperma sponsAA. KS kantong spenna, MSH~ mesohyl, SPT ~ spennatosit (Hemaroxylin-Eosin;116.42 kali ; skala untuk 50 JJD1 adalsh 0.582 em)
4.4.3. Perkembaogan Gamet Betin.
Seperti pada spans jantan, oogonia pada spons betina juga berasaJ dan
choanocytes atau archaeocytes (Hanis, 1988; Ruppert dan Barnes, 1991; Harrison dan De Vas, 1992). Oosit wnumnya mengakwnuJasi cadangan nutnsinya melalui peneianan sel-sel perawat (nurse cells) yang berada didekatnya dan biasanya terdapat di daJam Barnes, 1991).
5uatu
keloIDJX)k scl-sel yang mengelilinginya (Ruppert dan
82
Sel-sel khusus yang bertindak sebagai sel-sel perawat (nurse cells) pada spons
sangat
bervariasi,
seperti:
archaecyte,
sel-sel
spherulous,
sel-sel
microgranu/ar, sel-sel hijau, sel-sel eosinophilic, sel-sel seperti oocytes,follicular ephilhelium, dan chonocyte. Selain dari sel-sel perawat (nurse cells), mekanisme
lain yang dipakai oteh sebagian spons untuk mendapatkan nutrisi oositnya adalah melalui diabsorbsi oleh pinasitosis, fagositosis oleh pseudopodia yang bersentuhan dengan bennacam-macam tipe sel, tetapi pada wnurnnya diabsorbsi secara
pinasitosis (Harrison dan De Vos, 1992). Secara histologis, pada tahap oosit I, oosit ukurannya masih sangat kecil,
inti sel belum nampak jeias, begitu pula anak inti. Ulrurnn oosit sampel dari alarn pada tahap ini adalah berkisar 20 - 45 IUD, sedangkan yang dari transplantasi berkisar \3 - 45 IUD- pada tahap ini oosit mooyebar dalam kelompok-kelompok kecil pada lapisan mesobyl (Gambar 4.7). Pada pengamatan melalui Scanning
Electron Microscope (SEM) yang dilakukan oleh Harrison dan De Vos (1992)
terltadap spons jenis Ephydatia fiuviatilis, pOOa tahap ini, oosit sebenarnya sudah mempunyai sebuah nukleus ditengahnya yang dikelilingi oteh sitopiasma yang pennukaannya luas. Disekeliling sitoplasma, S«iumlah gelembung dan butiranbutirnn kecil dapat terlihat. Pada tahap oosit II, oosit semakin besar dan ukurannya lebib besar daripada oosit I. Ulrurnn oosit sampel dari alarn pada tahap ini adalah berkisar 48 - 66 IUD, sedangkan yang dari transplantasi berkisar 48 - 66 IUD (Gambar 4.8). Pada tahap
ini inti sudah agak kelihatan, butiran-butiran lemak pada sitolasma sudah mulai kelihatan. Menurut Fromont (1988) pada jenis Xestospongia lestudinaria, pada
tahap awal oosit bemkuran kecil dengan inti yang kelibatan dan berukunm 7 IUD diametemya. Oosit berisi butiran-butiran kuning telur dekat pinggiran bagian luamya. Pinggiran bagian luar oosit tidak selalu dibatasi oleh sebuah lapisan epitel, dan beberapa pertukaran selluler kelihatan teIjadi antara oosit doogan jaringan indukuya
Sel-sel kecil yang diamati dengan teliti berhubungan dengan
perkembangan oosit tetapi tidak dapat dijadikan ciri-ciri secara morfologi yang teIjadi pada sci-sci spons dewasa secara keseluruhan. Pada tahap oosit Ill, onsit sudah semakin besar dan ukunumya lebib besar
daripada onsit II. Ulrurnn oosit sampel dari aIam pada tahap ini adalah berkisar 67 - 83 IUD, sedangkan yang dari transplantasi berkisar 66 - 83 IUD (Gambar 4.9).
Pada tahap ini butirnn-butirnn lemak sudah semakin memadat. Menumt Hoppe
83
( 1988) pada tahap ini. untukjenis ircmia slrob,Jina oositnya dikelilingi oleb sel-sel
folLikel, dan intinya sudab bergeser dari ,engab ke arah pinggir. Pada tahap oosi, IV (matang), oosil sudab semakin besar dan mencapai ukuran maksimwn. Pada tahap ini oosit sudah berubah menjadi ootid atall telur
yang siap dipijahkan. Ukurannya pada tahap ini lebih besar daripada oosit lU. Ukuran ootid a
ke)ompok dalam sebuab untaian yang dilek.atkan 8ntara sam oosit dengan oosit lainnya oleb semacam lendif.
Gambar 4.7. Oosil pada tahap I sponsM . OT ~ DOsil; S - spiknJa, MS ~ mikro simbion (Hematoxylin - Eosin; 232.83 kali; skala 50 IJID- = 1.164 em)
Gambar 4.8. Oositpada tahap 11 spons AA . OT = oosit; S = spikula, IT = inti, MSH ~ mesohyl (Hematoxylin-Eosin; 232.83 kali; skala SO IIlIt ~ 1.164 em)
84
Garnbar 4.9. Oosit pada tahap 111 spans AA. STP = sitoplasma. IT = inti. MSH ~mesohyl (Hematoxylin - Eosin; 232.83 kali; skala 50 ~m ~ 1.164 em)
Garnbar4.10. Dosi! pada tabap IV (marang) spoasAA. OT ~oosir. BL= buriran lemak (Hematoxylin-Eosin; 116.42 kali; skala 50 ~ ~ 0.582 em)
Pads tahap matang, ootid tumbuh secara terus menerus dan menjadi sebuah sel yang sangat besar. Pertwnbuhan In.i diikuti oleh suatu akumulasi sejumlah bew cadangan kuning telur yang disediakan secara parsiai oleh selMsel perawat (nun;e
cells) (Harrison dan De vos> 199J), Pads jenis XeslOspongia testudinaria, inti
telUT
sudah berada eli bagian pinggir (Frolllont,1988). Setaroa peJDatangan oosit, 'rophocy/es dan sel-sel follikel membenruk suaru pembungkus follilrular.
Keteba1an dan banyaknya pelapisan dimulai pada pembungkus foJlikular, lapisan
85
ini tumbuh Iebih tebal secara progresif, mengelilingi oosit. Sitoplasma oosit secara bertahap dipenuhi dengan partikel-partikel kuning lelur. Pada akhir pembentukan
oosit, sitoplasma menyempumakan pengambil cadangan kuning telurnya (Harrison dan De Vos,I992).
4.4.4. Penyebaran Diameter Kantong Sperma pada Setiap Fase Bulan
Penyebaran diameter kantong sperma spons AA yang ditransplantasi dan dari alam dalam setiap fase bulan pada setiap sildus bulan memperlihatkan ukuran diameler yang relatif beragam. Pada sildus bulan I (periode Juni - Juli 2003) sampling dari spons yang 55 dan 65
~m
ditransplantas~
diameternya 20.00 - 95.00 IlJll [Modus
(12.3 %)] dan sampling dari alam, diameteruya 28.00 - 75.00 IlJll
[Modus 52 dan 64 IlJll (12.5 %)]. Sildus bulan kedua (periode Job - Agoslus 2003) sampling dari spons yang ditransplantasi diameteruya 20.00 - 90.00 65
~m
~m
(14.5 %)] dan samplingdari aIam diameternya 25.00 -78.00
~m
~m
[Modus
[Modus 52
(16.7 %)]. Sildus bulan ketiga (periode Aguslus - September 2003) sampling
dari spons yang ditransplantasi diametemya 26.00 - 90.00 (I I.2 %)] dan sampling dari aIam diameternya 26.00 - 90.00
~m ~m
[Modus 78
~m
[Modus 65 IlJll
(9.9 %)]. Sildus bulan keernpal (periode September - Oktober 2003) sampling dari spons yang ditransplantasi diameternya 10.00 - 106.00 IlJll [Modus 78
%)] dan sampling dari aIam diamelemya 24.00 - 88.00
~m
~m
(17.5
[Modus 56 dan 78 IlJll
(12.5 %)] (Lampiran 5). Kisaran diameter kantong sperma spons jenis AA yang didapatkan pada
penelitian ini, baik yang ditransplantasi maupun dari alam relatif berbeda dengan kantong spenna beberapa jenis spons. Xestospongia bergquislia yang sudah matang spennanya, kantong spemnmya berukuran rata-rata 57
~m
(0
~
5);
Xestospongia testudinaria yang sudah matang spermanya, kantong spennanya
berukuran rata-rata 33 IlID (n
=
spennanya, kantong spermanya
5); Xestospongia exigua yang sudah matang
berukuran 56
~m
(n
=
10) (Fromont dan
Bergquist, 1994X lrcinia strobilino kantong spermanya berukuran maksimwn 50 ~m;
Neojibularia nolitangere kantong spennanya berukuran maksimum 20 pm
(Hoppe. 1988); Xestospongia tesluLiinaria kantong spermanya berukuran rata-rata 60
~m
(Fromont, 1988); Niphates sp kanlong spermanya bemkuran 25 - 40
~m
(llan dan Loy., 1988); Haliclona amboinensis kantong spemtanya berukuran ratarata 26 IlJll (n ~ 10); Niphates nilida kantong spernnmya berukuran rata-rata 19 IlJll
86
(n = 10); dan Haliclana cymiformis kantong spennanya berukuran rata-rata 15
~m
(n = 10) (Fromon~ 1994). Diameter kantong sperma spons M yang ditransplantasi antllr liise bulan pada sildus bulan I dan sildus bulan III tidak berbeda oyata (P>O.05) (Lampiran 6a
& 60), sedangkan pada sildus bulan II dan sildus bulan IV berbeda oyata (PO.05) (Lampiran 7a, 7b, & 7c), kecuali pada sildus bubm IV berbeda oyata (p
rank) diam_ kantong sperma tertinggi pada sildus bulan IV didapatkan pada f3se bulan seperempat (Lampiran 7d).
Hasil analisis statistik tersebut eli atas mcmmjukkan bahwa diameter kantong sperma tertinggi spons M yang ditranspbmtasi didapatkan pada
liise
bulan pumama pada sildus bulan I (periode Juni - Juli 2003) dan pada f3se bulan
seperernpat pada sildus bulan IV (periode September - Oktober 2003). sedangkan untuk spons M
yang diambil dari alarn, diameter kantong sperma tertinggi
didapatkan pada f3se bulan seperempat j.ada sildus bulan IV (periode SeptemberOktober 2003). Hasil tersebut di atas menunjultkan babwa pengeluaran sperma spons M baik yang ditranspbmtasi maupun yang diambil dari alam pada saat penelilian dipeddrakan teljadi pada semna f3se bulan, tetapi sering teljadi pada
f3se bulan pumama dan seperempat Pengeluaran sperma spoos M dipeddrakan berbmgsung
di PBL selama penelitian (4 bulan)
beberapa kaIi, disebabkan karena mekonisme yang
mengontrol aktifitas reproduksi, seperti subu air, [otoperiode caltaya matabari, nutri... dan curalt hujan nilainya relatif tidak berbeda seIama penelitian (Lampiran 4). Fenomena seperti ini umunmya tetjadi di daerah tropis yang perubaban musimnya keci!, dan berbeda dengan dengan daerah subtropis, yang secara umum spermatogenesisnya membutultkan wakto yang lebih lama. Sildus spermatogenesis di PBL ini mernperlibatkan snatu sildus yang tumpang tiodih antlIra satu sildus spermatogenesis dengan sildus spermatogenesis lairmya. Waktu yang cbbutultkan spons M daIam satu sildus spermatogenesis
reIatif lebih peodek, yaitu sekitllr 2 kaIi selama 4 bulan. masa spermatogenesis pada
87
spons lebih cepat dan lebih pendek daripada masa oogenesis (Fromont, 1988);
Fromont dan Bergquist, 1994). Fenomena ini berbeda dengan spermatogenesis di
daerah subtropis yang wnumnya hanya memiliki satu siklus spennatogenesis dalam setahtm, seperti yang ditemukan pada spons subtropik jenis Xeslospongia bergquistia, X testudinaria, dan X exigua (Fromont dan Bergquist, 1994).
4.45. Pcnyebaran Diameter Oosit pada Setiap Fase Bulan
Penyebaran diameter oosit spons AA yang ditransplantasi dan dari alarn palla setiap
rase bulan daIam setiap siklns bulan memperlihatkan ukuran diameter
rata-rata yang relatif beragam. Kisaran diameter oosit pada siklus bulan pertam8 (periude Juni - Juli 2003) sampling dari spous yang ditransplantasi diarnetemya 13.00 - 108.00 JlIll [Mudns 104 JlIll (25 %)] dan sampling dari alarn diarneteruya 26.00 - 90.00 JlIll [Mudns 72 dan 90 JlIll (10.3 %)]. Siklns bulan kedua (periude Juli - Agustus 2003) sampling dari spous yang ditransplantasi diarnetemya 20.00 - 90.00
~m
[Mudns 78
~m
(15.9 %)] dan sampling dari aIam diametemya 36.00 -
95.00 JlIll [Mudns 95 JlIll (18.8 %»). Siklus bulan ketiga (periude Agustus September 2003) sampling dari spons yang ditransplantasi diarnetemya 26.00113.00 JlIll [Mudns 52 dan 104 JlIll (11.1 %)] dan sampling dari aIam diarnetemya 26.00 - 134.00 JlIll [Mudus 104
~m
(17.9 %»). Siklns bulan keempat (periude
September - Oktober 2003) sampling dari spons yang ditransplantasi diarnetemya 25.00 - 108.00 JlIll [Mudus 78 JlIll (11.1 %)] dan sampling dari aIam diametemya 26.00 -105.00
~m
[Mudus 52 JlIll (18.2)] (Lampiran 8).
Kisaran diameter oosit spons jenis AA yang didapatkan pada penelitian ini, baik yang ditransplantasi maupun dari a1arn relatif berbeda dengan oosit spons jenis-jenis yang lain. Haliclona cymiform;s, Haliclona amboinensis.
Niphates
nitida untuk yang tidak matang diameter oosit berukuran 10 - 30 p.m, sedangkan
yang matang nknrannya dapa! mencapai 240 - 340 JlIll Genis brouding) (Fromon~ 1994); Nipha/es sp oositnya berokuran 480 JlIll (Ilan dan Loya, 1988); Xeslospongia lestudinaria oositnya yang tidak matang berukuran rata-rata 15 p.m,
sedaogkan yang matang berukuran rata-rata 61 JlIll strobilina yang tidak matang oositnya berukuran 45
(Fromon~
JUIl,
1988); Ircinia
yang matang berukuran
60 - 90 JlIll; Neojibu/aria noli/anger< oositnya berukuran 45 JlIll (Hoppe, 1988); Xeslospongia exigua yang oositnya belum matang berukuran rata-rata 24 IJlIl (n
20), sedangkan yang matang berukuran rata-rata 58 JlIll (n
~
=
20) (Fromont dan
Bergquist, 1994); Echinodictum clalhrioities oositnya berulruran 45 1JlIl;
88
Chondrilla australiensis oositnya beruIruran 30 - 40 J1tIl; dan Tethyd sp oositnya
berukuran SO - 70 JIDl (Fromonl, 1999). Diameter oosil spons AA yang ditnmsplantasi antar fiIse bulan pada sildus
bulan I dan siklus bulan 1lI tidak berbeda oyota (P>O.05) (LampiIan 9. & 9c), sedangkan pada siklus bulan II dan siklus bulan IV berbeda nyata (LampiIan 9b & 9d~
Diameter oosit tertinggi pada siklus bulan II didnpatkan padn bulan pomama,
sedangkan pada siklus bulan IV didnpatkan padn bulan seperempat (LampiIan 9b & 911). Diameter oosil spous AA dnri alam antar fiIse bulan pada semua sik1ns bulan
tidak berbeda nyata (P>O.05) (Lampinm lOa, lOb & IOc),kecuali pada sildus bulan IV berbeda nyata (P
Padn sik1ns bulan I dan UI penge1uaran tclor terjadi pada semua fiIse bulan, sedangkan pada siklus bulan II dan IV penge1uaran lelor spous AA di PBL, baik yang ditnmsplantasi manpoo yang diambil dnri alam leljadi beberape hari setelah bulan purnama pada periode Juli - Agnstus 2003 dan bulan seperempat pad. periode September - Oktober 2003. Waktu pengeluaran lelor yang did.patkan pada spons AA betina di PBL sam. dengan waktu pengeluaran spermo spons AA janlan. Sebagai perbandingan, bnsiI pene1itian Rani (2004) mengenai reproduksi seksual karang Acropora nobilis dan Pocillopom venucosa di PBL menunjukkan bahwa
karang Acropora nobiJi. melakukan pemijaban pada bulan purnama dan bulan gelaplmati, sedangkan Pocil/opora verrucosa melakukan pemijaban bony. pad. bulan gelapImati. Berdasarkan penyebaran diameter oosil padn setiap fiIse bulan dalam setiap siklus bulan menoojnkkan bnbwa spons AA baik yang ditnmsplantasi maup1D1 yang dnri alam mengelwukan telurnya beberapa kuli dalam setabun, dan diduga
mengelwukan telurnyn pada semua filsebulan, letapi sering teJjadi fiIse bulan purnama don bulan seperempat Pengeluaran telor sepanjang tabun pada spons AA di PBL di.sebabkan katena faktor ekstemal yang mengontrol oogenesis, yaitu subu perainm. futoperiode cahaya matabari, notrien. don curah hujan selama penetitian
89
fluktuasinya relatifkecil (Lampiran 4). Fenomena seperti ini umumnya ditemukan pada spons atan hewan laut lainnya yang bidup di daerah tropis.
Berbeda dengan daerah tropis, daerah subtropis yang bermusim empat dan memiliki
perubahan
musim
yang
besar,
faktor
ekstemal
penting yang
mempengaruhi gametogenesis umumnya subu perairan (Sara, 1992, Fromont,
1994). Faktor lain yang mungkin penting adalah cahaya matahari, khususnya fo!operiode, dan ketern:diaan makanan (Sara, 1992). Pemilihan waktu reproduksi pada beberapa jenis spons di daerab subtropis sanga! dipengarubi oleh subu perairan. Haliclona amboinensis, Haliclona cymiformis, dan Niphates nUida waktu
reproduksinya bertepatan dengan meningkatnya suhu perairan. Spons-spons ini secara reprodnktif aktif sepanjang bubm-bulan pada musirn panas, dan menghentikan aktifitas reprodnksi pada saa! subu perairan menurun. Aktifitas reproduksi juga bertepatan dengan peningkatan total cahaya matahari dan cnrab
hujan. Haliclona amboinensis misalnya, periode utarna aktifitas reproduksinya !etjadi antara September dan Maret ketika subu perairan antara 23
~
29°C
(Fromont,I994) Meskipun siklus gametogenesis di daerah tropis berlangSlDlg singkat dan periode reprodnksi yang melebar selama beberapa bulan, narnun pertombuban tetap bedangsung. Fenomena ini diduga karena pencahayaan matahari yang berlangsung sepanjang tahun dengan subu yang relatif linggi dan konstan sehingga dopat mendukung fotosintesa dan mikrosirnbion alga yang hidup dalarn jaringan.
Berbeda halnya dengan di daerah sub tropis, meskipun siklus gametogenesisnya hanya berlangsung tahunan, narnun praktis pertombuban dan perkembangan garnet hanya berlangsung intensif saat adanya pencahayaan matahari dan adanya peningkatan subu perairan, yairu antara musim semi dan musim panas (Rani, 2004). 4.4.6. Dcnsitas Kantong Sperma dan Oosit pada Setiap Sildus Bulan
Densitas kantong sperma spons AA yang ditransplantasi dan dari alam pada setiap siklus bulan memperlihatkan densitas rata-rata yang relatif beragam.
Densitas rata-rata kantong sperma pada sildus bulan pertama (periode JUDi - Juli 2003) sampling dan spons yangditransplantasi 27.53±22.79/cm' dan sampling dan alarn 25.55±23.23/cm'. Siklus bulan kedua (periode Juli ~ Agustus 2003) sampling dari spons yang ditransplantasi 45.14±37.3I1cm'
dan sampling dari alarn
44.53±27.97/cm'. SikIus bulan ketiga (periode Agustos - September 2003)
90
sampling dari spons yang ditransplantasi 40.46±31.29/cm2 dan sampling
dan alarn
42.38±32.28/cm'. Siklus bulan keempat (periode September - Oktober 2(03)
sampling dari spons yang ditranspiantasi 54.31±51.38/cm2 dan sampling dari alarn 68.10±53.79/cm' (Gambar 4.11 & Lampiran II). 140 120
N
E 100 0
~
"
80
~c
80
~ 0
"
40
0
20 0 Siklus Siklu$ II 111 Transplantasi
Alam
Gambar 4.11. Densitas ktmtong sperma spons AA pada setiap sildus bulan Di PBL Densitas kantong spenna spons AA. baik sampling dari spons yang
ditransplantasi maupun sampling dari alarn relatif berbeda dengan spons jenis Xestospongia bergquistia yang densitasnya 297±142/05
col.
Xestospongia
testudinaria densitasnya 485 ± 329/0.5 cm2 , Xestospongia exigua densitasnya 362 ±
218/0.5 cm2 (Fromont dan Bergquist, 1994), Halic;lona amboinensis densitas
rata-ratanya pada Desember 1986 adalab 34.1 ± 31.4/0.5 em', Maret 1987 densitas rata-ratanya 57.6 ± 31.1/0.5 em', Desember 1987 densitas rata-ratanya 74.2 ± 54.0/0.5 cm1, Niphates nitida densitas rata-ratanya pada Desember 1986 adalah
118.7 ± 127.5/0.5 em', September 1987 densitas rata-ratanya 93.4 ± 31.3/0.5 em', Desember 1987 densitas rata-ratanya 31.6
±
8.8/0.5 cm 2, Haliclona cymiformis
densitas rata-ratanya pada Desember 1986 adalab 79.3 ± 85.110.5 em', Desember 1987 densitas rata-ratanya 41.8 ± 39.0/0.5 em', Januari 1988 densitas rata-ratanya 52.9 ± 34.1/0.5 em' (Fromont, 1994). Penyebaran densitas cosit spons AA sampling dari transplantasi dan dari
alarn setiap siklus bulan memperlihatkan densitas rata-rata yang relatif beragam. Densitas cosit pada siklus bulan pertama (periode Juni - Juli 2(03) sampling dari
91
2
transplantasi 28.59±23.91/cm dan sampling dari alam 29.33±13.911cm2 . Siklus bulan kedua (periode Juli -
Agustus 2(03) sampling dan trnnsplantasi
50.24±47.68/cm' dan sampling dari alam 21.57±16.17/cm'. Sildus bulan ketiga (periode Agustus - September 2(03) sampling dari trnnsplantasi 37.00±37.59/em' dan sampling dari alam 41.83±37.08/cm'. Sildus bulan keempat (periode September - Oktober 2(03) sampling dan trnnsplantasi 56.07±44.05/em' dan sampling dari alam 56.50±43.87/cm' (Gambar 4.12 & Lampiran 12).
Densitas oosit spons AA, baik sampling dari tmnsplantasi maupun sampling dari alarn relatif berbeda dengan spons jenis Xestospongia bergquistia yang densitas rata-ratanya pada November 1988 adalab 119 ± 14010.5 em', Oktober
1989 densitas rata-ratanya 156 ± 31/0.5 cm2 , November 1989 densitas rata-ratanya
91 ± 66/0.5 cml , Xestospongia testudinoria densitas rata-ratanya pada OktobeI" 1987 adalab 93 ± 2810.5 em', Oktober 1989 densitas rata-ratanya 74 ± 36/0.5 em', Xeslospongia exigua densitas rata-ratanya pada Februari 1990 adalah 510 ±
405/0.5
cm2
(Fromont dan
Bergquist,
1994), Xestospongia hergquistia,
Xestospongia lestudinaria, Xestospongia exigua densitasnya
74 - 510/cm2 ,
Halichondria sp densitasnya 17 - 201/cm1 (Fromont, 1994). ~---------------~'1
120 100
-5
N
~
"
S 0
.!!l 'iIl
.,co
0
80 60 40
20 0 -20
Siklus Siklus Siklus 5ikIus Siklus Siklus II III I II I IV Transplantasi
Siklus IV
I
Alam
Gmmbar 4.12. Densitas oosit spans M pada setiap sildus bulan di Pulau Barrang Lompo Perbedaan densitas kantong sperma dan oosit antara spans M dengan spans jenis lain atau antara spans jenis yang satu deogan
spoIlS
yang jenis lainnya
92
disebabkan karena perbedaan geografis dan perbedaan cara (mode) reproduksi. Spons yang hidup di daernh sub tropis lebib tinggi densitasnya daripada yang hidup di daerah tropis. Begitu pula SPODS yang cara (mode) reproduksinya memijab (broadcast spawning) lebib tinggi densitasnya daripada yang cara (mode)
reproduksinya mengerami (brooding). Tingginya densitas oosit di daerah sub tropis daripada di daerah tropis disebabkan karena sumberdaya yang dipakai untuk
perkembangan oosit ill daerah subnopi.s jauh lebih besar daripada di daerah tropis. 4.4.7. Densitas Kantong Sperma dan Oosit Spons yang Ditransplantasi dan Spoos dari AJam
Densitas rata-rata kantong sperma spons AA yang ditranplantasi 41.88/cm2 dan yang dari alam 42.86/cm2 , tetapi uji statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (P>O.05) (Gambar 4.12 & Larnpiran 13). Densitas rata-rata oosit spons AA yang ditranplantasi 44.l8/em2 dan yang dari alarn 39.10/cm2, tetapi uji statistik menunjukkan tidak berbeda Dyata (P>O.05) (Gambar4.13 & Larnpiran 14).
90 BO
~: ~50
~40
:!30
~
20 10 0t--~-'-'--,--~"""'-----,-""
K Sperma I
Oosit
Transplantasi
Oosit A1am
Gambar 4.13. Densitas kantong spenna dan oosit spons AA yang ditransplantasi dan yang dan alarn di PBL Densitas gamet yang tidak berbeda antara spons AA yang ditransplantasi
dengan
'pon' AA dari alarn disebabkan beberapa faktor.
Faktor pertama. masa
regenerasi dan rek:onstirusi spons AA yang ditransplantasi berjalan sangat cepat, dan hanya membutubkan waktu sekitar dua minggu. Sel yang berperan dalarn
proses regenerasi dan rekonstitusi pada spons berbeda dengan sel yang berperan
sebagai asaI spennagonia dan oogonia. Sel yang berperan daIarn proses regenerasi dan rekonstitnsi pada ,pons adaIab archaeocyte, sedangkan sel yang berperan
sebagai asal spermatogonia dan oogooia adalah choanocytes (Kozloff. 1990;
Ruppert dan Barnes, 1991; Brusca dan Brusca, 1990). Selain itu, untuk mendapatkan
energinya,
setiap
sel
pada
spons
dapat
mernpagositosis,
mempinasitosis dan mencema sendiri makanannya. Oleh karena itu, walaupun tenlapat bagian yang terluka pada spons, bagian yang lainnya tidak terpengarnb
karena sel-sel pada spons bersifat totipotency, yaitu dapat menjalankan fungsinya secara sendiri-sendiri. Menurut Brusca dan Brusca (1990) walauplDl tidak memiliki
organ dan sistem organ, spons mempercayakan semata-mata pencemaan intrasellulemya, dan menangkap makanarmya secara pagositosis dan pinasitosis. Fenomena tersebut di atas berbeda dengan yang didapatkan pada karang batu. Karang batu yang diftagmentasi dapat berkurang fekuuditasnya daripada yang tidak difiagmentasi. Menurut Zakai el.a/. (2000) pengunmgan uknnm koloni karang
(fiagmentasi) terbukti merngikan sistem reproduksi karang dan
mengurangi total produksi garnet. Koloni tanpa fragmentasi terlihat melepaskan 10.000-38.000 planulae perbulan, sedangkan koloni yang terfi"agmentasi sebagian melepaskan 1-10.000 planulaelbulan, babkan beberapa koloni yang terfragmentasi tidak mengbasilkan larva, begitupula basil penelitian Litman (2000) yang meneliti hubungan fiagmentasi dengan reproduksi seksnal karang Acropora paimala dibeberapa ternpat di Biseayne National Park di Norther Florida Reef Tract. Hasil
penelitiannnya menunjukkan bahwa S(:bagian karang Acropora po/mota yang terfragmentasi atau koloninya rusak tidak ditemukan adanya garnet. 4.5. Simpulan I. Tahap perkembangan garnet jantan spons AA terbagi atas ernpat tabap, yaitu: tabap spermatosit I, 11, III, dan IV
(spermatid)~
dan tabap perkernbangan
garnet betinanyajuga terbagi atas empat tahap, yaitu: tahap oosit I, II, III, dan IV. Karakter perkembangan garnet antara tabap satu dengan tabap lainnya
berbeda dan mempunyai ciri-ciri tersendiri. 2. Waktu pemulihan siklus reproduksi spons AA setelah ditransplantasi untuk spons jantan tidak membutuhkan waktu,
sedangkan
spons
betina
membutuhkan waktu selama satu fase bulan (7 - 8 ban). 3. Spons AA jantan dan berina yang bidup di PBL, baik yang ditransplantasi
rnaupun yang dari alarn. mengeluarkan spenna dan telurnya sepanjang tahun dan tidak berdasarkan pada fase bulan.
4. Densitas kantong spenna dan oosit spons AA yang ditransplantasi tidak berbeda nyata dengan densitas kantong sperma dan oosit spons AA dari alam.