KENDALA DAN STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH PULAU BARRANG LOMPO CONSTRAINTS AND STRATEGIES OF SOLID WASTE MANAGEMENT IN BARRANG LOMPO ISLAND
1
Marissa Oktaviana, 2Jamaluddin Jompa, 3Amiruddin
1
Program Studi Pengelolaan Lingkungan Hidup, Universitas Hasanuddin 2 Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin 3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : Marissa Oktaviana Perumahan Dosen UNHAS Blok AB/1B Tamalanrea Makassar – Sulawesi Selatan HP: 081543332227 Email :
[email protected]
ABSTRAK
Sampah bukan hanya merupakan masalah daratan tetapi juga pada pulau-pulau kecil terjadi pembuangan dan penerimaan sampah secara langsung sepanjang tahun akibat arus maupun gelombang dan diperparah dengan kondisi pulau yang luas lahannya tidak memungkinkan untuk pembangunan TPA sehingga penduduk pulau kecil menjadikan laut sebagai tempat sampah mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi sampah daratan dan perairan pulau kecil padat penduduk serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah sehingga dapat dirumuskan strategi pengelolaan sampah yang tepat di Pulau Barrang Lompo. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Data yang dikumpulkan adalah data komposisi sampah rumah tangga dan sampah lautan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penimbangan di lapangan, kuisioner, dan wawancara. Data dianalisis dengan program Excell, SPSS Versi 20 dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampah rumah tangga dominan berjenis organik sedangkan sampah lautan dominan berjenis plastik. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Pulau Barrang Lompo adalah perilaku penduduk, kurangnya kepedulian pemerintah, tidak ada pendampingan pada kegiatan pengelolaan yang telah dilaksanakan, belum ada peraturan pengelolaan sampah yang mengatur tentang pemilahan, larangan, dan sanksi, sampah kiriman, sampah lautan yang dominan bukan termasuk plastik untuk ditabung di bank sampah, jumlah penduduk semakin meningkat, serta tingkat pendidikan penduduk yang umumnya masih rendah. Berdasarkan komposisi penduduk dan kendala yang ada, strategi yang tepat untuk mengelola sampah di pulau ini adalah penanganan secara preventif, daur ulang plastik, penggunaan incinerator mini plus converter listrik, pengembangan jaringan bank sampah dengan komunitas bank sampah Makassar, subsidi biaya angkut sampah menggunakan kapal oleh pemerintah, pendampingan dalam kegiatan bank sampah dan pengomposan, pengawasan sampah lautan yang sampai di pantai dan yang akan mengendap di perairan, keikutsertaan program sampah ditukar beras, penyusunan dan penegakan peraturan pengelolaan sampah berupa Perda atau peraturan pulau serta pengomposan skala RW. Kata kunci: pulau kecil, sampah lautan, sampah pulau, bank sampah
ABSTRACT Solid waste is not just a matter of land but also on small islands and acceptance solid waste disposal occurs directly during the year due to currents and waves and exacerbated by conditions of their area of the island that does not allow for the construction of the landfill so that the inhabitants of small islands made the sea as their trash. This research aimed to determine the composition of the land and marine debris in the small densely populated island and the constraints encountered in managing the wastes so that the appropriate strategies for managing the wastes in the island could be formulated. The research used the qualitative and quantitative method, and the samples were chosen using the field consideration. The techniques of questionnaire and interviews were used to collect data which were then analyzed using the Excel SPSS version 20 and SWOT. The field results indicated that the household wastes were dominantly organic wastes were, while the ocean wastes were dominantly plastic trash. The constraints encountered in management of the wastes in Barrang Lompo island were the behavior of the residents, the lack of the government concerns, the absence of the guidance when the waste management was carried out, the absence of the waste management regulations about waste segregation, the absence of prohibitions and sanctions, the in-coming wastes, the dominant non plastic ocean wastes which could be saved in the waste bank, the increasing number of inhabitants, and the low level of education of the population. Finally, the appropriate strategies for managing the wastes in this island which were based on the waste composition and the current constraints were the preventive management, the recycling of plastic wastes, the provision of the assistance during the waste banking and composition activities, the use of the mini incinerator plus the electric converter, the development of the waste banking network with Makassar waste banking community, the transport cost subsidy using the government ships, the control on the ocean wastes when reaching the coast lines and settled in the water, and the participation of the waste-tradedwith-rice-program, the preparation and the enforcement of the waste management regulation in the form of the Local Government Regulation (PERDA) or the Island Regulation, and the RW-scale composting activities.
Keywords:,small island, marine debris, marine litter, solid waste bank
PENDAHULUAN Sampah merupakan salah satu sektor penyumbang gas rumah kaca karena menghasilkan gas metana. Selama ini, sampah yang berada di daratan adalah masalah yang tidak pernah dapat terselesaikan. Sampah ini akan mengalir melalui sungai atau saluran air lainnya karena terbawa air hujan atau angin ke laut dan pergerakan arus membawanya hingga ke pantai, kolom air, dasar perairan atau tetap mengapung dan selanjutnya disebut sampah lautan. Pertumbuhan industri, dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak sampah yang merugikan kesehatan manusia dan lingkungan, terutama di daerah perkotaan. Hal ini merupakan masalah utama bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terutama di negara-negara berkembang (United Nations Environment Programme, 2013). Selama ini, sampah merupakan masalah daratan yang terus meningkat karena pertumbuhan penduduk dan menjadi perhatian utama pihak terkait. Pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah biasanya berada di kota dan memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Hal ini tidak berlaku di pulau kecil karena keterbatasan sarana dan prasarana. serta kurangnya pengawasan dan pengendalian oleh pihak terkait. Padahal untuk pulau kecil, permasalahan yang ada lebih kompleks. Pada pulau-pulau kecil terjadi pembuangan sampah dan penerimaan sampah secara langsung sepanjang tahun. Sampah yang diterima merupakan sampah yang terbawa oleh arus maupun gelombang setiap hari. Hal ini menyebabkan adanya sampah di daerah pantai di seluruh pantai yang ada di dunia yang akan mempengaruhi ekosistem perairan. Kondisi pulau yang luas lahannya tidak memungkinkan untuk pembangunan TPA membuat penduduk pulau kecil menjadikan laut sebagai tempat sampah mereka. Hasil penelitian sampah lautan di perairan Selat Bali pada musim barat menggunakan pendekatan Model Trajektori Partikel yang dilakukan oleh Yosafat (2012) menyimpulkan bahwa sampah lautan yang sampai ke Pantai Kuta berasal dari sungai-sungai/aliran-aliran air di Pulau bali sendiri, terutama dari daerah Tabanan dan Badung. Akumulasi sampah di Samudera Pasifik merupakan bukti laut sebagai tempat sampah terbesar di dunia yang berlokasi di bagian utara Samudera pasifik, North Pacific Gyre, ditemukan pertama kali oleh seorang pelaut, Kapten Charles Moore Tahun 1997(Kristanti, 2010).
Pulau Barrang Lompo adalah salah satu pulau kecil di Kecamatan Ujung Tanah, Kotamadya Makassar, dengan luas 0,49 km2 dan ketinggian <500 meter dari permukaan laut. Pulau ini berjarak 13 km dari Kota Makassar. Jumlah penduduk Pulau Barrang Lompo adalah 4.561 jiwa dan 1.103 KK serta kepadatan penduduk 9.308 jiwa/ km2. Laju pertambahan penduduk Pulau Barrang Lompo termasuk tinggi, memerlukan pengelolaan dan memiliki peluang perendaman pada tahun 2100. Prioritas pengembangan infrastruktur persampahan dan MCK di Pulau Barrang Lompo adalah prioritas kedua setelah pengembangan infrastruktur air bersih (Burhanuddin dkk., 2012). Kurangnya fasilitas persampahan di Pulau Barrang Lompo membuat kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar dipengaruhi oleh sarana pembuangan sampah. Kejadian kecacingan pada rumah di Pulau Barrang Lompo tanpa sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki sarana pembuangan sampah sementara yang memenuhi syarat (Nur dkk., 2013). Pulau Barrang Lompo tidak memiliki TPA sehingga penduduknya membuang sampah di laut atau dibakar. Tempat sampah masing-masing rumah tangga terbuat dari jerigen bekas yang diberi tali sehingga pada saat akan membuang sampah ke arah laut tali tersebut ditarik sampai ke pinggir pantai dan sampah lalu dibuang di laut. Selain jerigen, ada pula drum bekas dari logam atau plastik yang diberi pegangan. Jika drum terbuat dari logam, penduduk akan membakar sampah mereka di dalamnya sedangkan jika terbuat dari plastik akan dibawa ke penggir pantai. Tetapi bagi penduduk yang rumahnya agak jauh dari pantai dan lebih dekat ke lahan kosong, akan membuang sampah mereka ke lahan kosong atau juga langsung membakarnya di lokasi tersebut. Penduduk tidak menimbun sampah mereka karena tanah yang dapat dijadikan tempat menimbun tidak ada yang terdekat dari rumah. Pulau Barrang Lompo memerlukan suatu penanganan yang optimal karena merupakan salah satu pulau tujuan para wisatawan termasuk di dalamnya sebagai pusat penelitian yang berkaitan dengan pesisir dan laut. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Pengelolaan sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos dapat mengurangi volume sampah yang diangkut ke TPA, tetapi dalam hal ini pulau tidak memiliki TPA, sehingga perlu strategi pengelolaan sampah yang tepat bagi pulau kecil yang berkelanjutan dan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat khususnya yang tinggal di pulau tersebut dan dapat dijadikan contoh bagi pulaupulau kecil lain yang memiliki masalah yang serupa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi sampah daratan dan perairan pulau kecil padat penduduk serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah sehingga dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk mengelola sampah di pulau tersebut.
METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif menggunakan metode gabungan yakni kuantitatif dan kualitatif agar dapat diketahui jumlah dan komposisi timbulan sampah serta dinamika realitas sosial yang ada sehingga kendala dan strategi pengelolaan dapat dirumuskan. Populasi dan sampel Sampel adalah sampah dan penduduk. Populasi pertama, sampah, yakni seluruh sampah yang dihasilkan Rumah tangga Pulau Barrang Lompo serta yang berada di perairan sekitar Pulau Barrang Lompo. Sampel sampah yang dihasilkan penduduk sebanyak 12 KK. Sampah lautan terdiri dari sampah di pantai di ambil pada pantai bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat pulau, Sampah
di dasar perairan diambil pada perairan dangkal di bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat pulau terutama daerah ekosistem lamun dan terumbu karang dan sampah apung diambil dengan menggunakan sero di atas kapal bergerak di bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat pulau. Populasi kedua adalah penduduk di Pulau Barrang Lompo dengan sampel kepala rumah tangga yang mewakili penduduk serta pengunjung. Pengumpulan data Sampah penduduk diambil selama tujuh hari 12 KK. Sampah yang dihasilkan ditimbang kemudian dilakukan pemilahan untuk mengetahui komposisi sampah. Komposisi sampah dilautan menggunakan pedoman OSPAR (Chesire et al., 2009). sampah pantai diambil dengan membentangkan transek garis 100 m sejajar garis pantai. Sampah yang berada di sebelah kiri kanan transek garis mulai dari batas air pasang dan batas pantai. Sampah kemudian dicatat jenis dan dihitung berat berdasarkan jenis yang sama. Semua sampah berukuran >2,5 cm, yang berada pada area sampling, dikumpulkan dalam kantong. Sampah pantai yang ditemukan di pantai diambil sebanyak tiga kantong plastik sampah dan dilakukan pengulangan tiga kali. Sampah di dasar perairan diambil dengan membentangkan transek garis sepanjang 100 m pada dasar perairan sejajar pantai. Pada permukaan diberi tanda untuk menentukan awal dan akhir transek serta mencatat titik koordinatnya. Dua penyelam berenang bersisian dan mencatat sampel yang berada dua meter di sisi kanan dan kiri transek garis. Sampah dicatat dan dihitung berdasarkan jenisnya. Sampah kecil
dikumpulkan dan dicatat komposisi serta beratnya. Penentuan lokasi sampel berdasarkan keberadaan ekosistem lamun dan terumbu karang. Sampah pantai yang ditemukan di dasar perairan diambil sebanyak tiga kantong plastik sampah dan dilakukan pengulangan tiga kali. Pengambilan sampel sampah apung di perairan menggunakan sero saat air pasang dengan jarak 500 m dari pantai di bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Pengambilan sampel dilakukan dari titik terluar hingga mendekati pantai. Sampel sampah yang ditemukan dicatat dan dihitung. Pengambilan sampel dilakukan pengulangan selama tiga hari dengan interval waktu tiga hari. Sampah pantai yang ditemukan mengapung di perairan diambil sebanyak tiga kantong plastik sampah dan dilakukan pengulangan tiga kali. Kecepatan dan arah arus dihitung pada saat pengambilan sampel sampah apung menggunakan layang arus dan kompas. Survey kegiatan masyarakat dalam mengelola sampah meliputi pengangkutan sampah, kegiatan 3R, metode pembuangan sampah, dan dampak potensial sampah terhadap lingkungan diamati dan dipantau. Wawancara dilakukan terhadap kelembagaan pemerintah, tokoh masyarakat, dan penduduk yang tinggal dan menetap dan dapat mewakili pulau, pengurus dan nasabah Bank Sampah Samaturu, pemilik kapal, guru, dan siswa sekolah. Total kuesioner 110 buah dengan jumlah pertanyaan 50 terkait komposisi sampah yang dihasilkan, kendala dan pengelolaan sampah. Pertanyaan yang dipersiapkan berdasarkan skala Likert untuk mengetahui kekuatan persepsi masyarakat pada setiap topik. Analisis data Penentuan sampel timbulan sampah yang representatif berdasarkan persamaan berikut (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012): S = Cd √ Ps Efektivitas pengelolaan (bank sampah) yang ada saat ini dihitung menggunakan Overall Equipement Effectiveness (Kristina, 2014): OEE = Availabillity x Performance X Quality Proyeksi penduduk dihitung menggunakan metode geometrik: Pn = Po (1+r) n Untuk menentukan strategi yang tepat dianalisis menggunakan SWOT.
HASIL Sampah penduduk Timbulan sampah dari 12 KK selama seminggu diperoleh 262,1 kg maka rata-rata sampah yang dihasilkan setiap KK selama pengambilan data adalah 3,12 kg/KK/hari. Jika
diasumsikan jumlah anggota setiap rumah tangga di Pulau Barrang Lompo sebanyak enam orang maka jumlah sampah yang dihasilkan setiap penduduk adalah 0,52 kg/orang/hari. Nilai ini lebih tinggi dari standar SNI S04-1993-03 yang menyatakan bahwa sampah yang dihasilkan oleh setiap orang pada rumah permanen adalah 0,35 – 0,4 kg/orang/hari. Dengan jumlah penduduk 4.561 jiwa, diperoleh jumlah timbulan total untuk Pulau Barrang Lompo 2.371,72 kg/hari. Sampah yang dihasilkan rumah tangga yang disampling terbagi dua jenis yakni sampah organik dan anorganik. Dari hasil penimbangan di lapangan sebanyak 56,19% sampah yang dihasilkan rumah tangga merupakan sampah organik (Gambar 1a). Sampah organik ini terdiri dari sisa makanan, daun kering, dan pembungkus makanan berupa daun pisang. Sedangkan sampah anorganik diperoleh data sebanyak 43,81% yang berupa plastik kemasan makanan ringan, gelas plastik, kertas, karton, popok, ranting kayu, rak telur, kain, kaleng susu dan cat kapal, sandal karet, serta kaca. Sampah lautan Jumlah dan berat sampah lautan yang ditemukan pada empat lokasi sampling yakni pantai, ekosistem padang lamun, ekosistem terumbu karang, dan di permukaan air (apung) berbeda pada setiap lokasi. Sampah lautan paling banyak pantai dan di permukaan air. Sedangkan di dasar perairan pada ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang hanya sedikit. Sampah plastik yang berupa pembungkus dan kantung adalah jenis sampah lautan yang dominan dari seluruh sampah yang disampling pada pantai, dasar perairan, dan permukaan perairan Pulau Barrang Lompo (Gambar 1b). Organik adalah jenis sampah lautan terbanyak kedua yang disusul oleh gabus dan puntung rokok. Pengelolaan sampah saat ini Penduduk Pulau Barrang Lompo umumnya membuang sampah dengan dua cara yakni dibakar atau dibuang ke laut. Hasil penyebaran kuisioner diketahui sebanyak 35% penduduk membakar sampahnya, 35% penduduk membuang sampahnya ke laut, 25% membawanya ke lahan kosong yang berada di tengah pulau serta 5% penduduk menimbun sampahnya. Penduduk yang menimbun sampah pada halaman di pinggir pantai dan telah ditanggul sehingga sampah menjadi timbunan untuk fondasi. Program pengelolaan sampah yang pernah ada hingga saat ini di Pulau Barrang Lompo ada dua yakni pengomposan dan bank sampah. Pengomposan sudah tidak dilakukan lagi karena kompos yang dihasillkan tidak sesuai dengan yang diharapkan akibat kesalahan prosedur. Hasil perhitungan efektivitas Bank Sampah Samaturu diperoleh OEE=12,5%. Jika
dibandingkan dengan nilai pada Base Line Efektivitas Bank Sampah, OEE <40%, meiliki indikator warna merah, sistem bank sampah dianggap memiliki skor yang sangat rendah, dan sulit ditingkatkan, diperlukan penelitian yang mendalam. Indikator warna merah, berdasarkan Skala Adaptabilitas Bank Sampah menunjukkan bank sampah dianggap tidak mampu beradaptasi. Indikator warna merah bank sampah di Pulau Barrang Lompo menunjukkan perilaku warga sangat tidak mendukung (diam dan tidak peduli), penduduk tidak termotivasi, pemerintah daerah dan lembaga masyarakat tidak peduli (tidak ada rencana kegiatan), sedangkan dari sisi pengurus dan pengepul bank sampah tidak menunjukkan arti. Kendala dan strategi pengelolaan sampah Hasil proyeksi penduduk Pulau Barrang Lompo hingga tahun 2038 adalah 7.340 jiwa. (Tabel 1). Tingkat pendidikan penduduk masih rendah dimana responden yang kepala rumah tangga memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD 17,5%, tamat SD 55%, tamat SLTP 5%, tamat SLTA 15% dan S1/S2/S3 sebanyak 7,5%. Kendala pengelolaan sampah menurut responden adalah sikap dan perilaku masyarakat (40%, kurang kepedulian pemerintah (22,2%), tidak ada TPA (6,7%), sampah kiriman (2,2%) dan sarana dan prasarana pengelolaan sampah belum memadai (28,9%). Pengelolaan sampah yang sesuai untuk Pulau Barrang Lompo menurut penduduk dan pengunjung adalah bank sampah 10%), kapal angkut sampah (35,6%), TPA (13,3%), incinerator (18,9%) dan daur ulang (22,2). Analisis SWOT Faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal berupa peluang dan ancaman pengelolaan sampah di Pulau Barrang Lompo dianalisis menggunakan SWOT dengan strategi yang dapat dilihat pada Tabel 2.
PEMBAHASAN Dalam penelitian ini terlihat bahwa komposisi sampah rumah tangga yang dominan adalah organik sedangkan sampah lautan yang dominan di pantai dan di perairan Pulau Barrang Lompo adalah plastik. Sampah rumah tangga paling banyak adalah organik karena 56% rata-rata sampah rumah tangga di Indonesia adalah sisa makanan. Hal ini sesuai dengan pernyatan Agamuthu dan Nagendran (2010) bahwa komposisi sampah yang dihasilkan penduduk pulau paling banyak adalah sampah organik berupa sisa makanan. Hasil sampling pada pantai, dasar perairan (padang lamun dan terumbu karang) serta sampah apung menunjukkan bahwa plastik adalah jenis sampah dominan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scientific and Technical Advisory Panel (2011) bahwa plastik adalah jenis sampah lautan yang sebagian besar ditemukan di seluruh dunia karena adanya daya
apung dan daya tahan. Hasil sampling di lapangan juga menunjukkan bahwa jumlah sampah lautan paling banyak dan paling berat yang berada di pantai dibandingkan jika berada di ekosistem padang lamun dan terumbu karang. Tetapi bila sampah tersebut mengapung di perairan jumlahnya banyak dikarenakan berat sampah di permukaan air (apung) lebih ringan akibat terbawa arus dibandingkan di ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang yang sampahnya tenggelam dan berada pada substrat. Sampah plastik yang berada di dasar perairan berat dan tenggelam karena pada saat terbawa arus, pasir masuk dan mengisi ruang kosong di dalamnya. Komposisi sampah di Pulau Barrang Lompo dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga, tingkat pendapatan, pekerjaan, konsumsi produk dan sampah kiriman. Hasil pengamatan, wawancara dan penyebaran kuisioner menunjukkan bahwa penduduk Pulau Barrang Lompo umumnya membuang sampah dengan dua cara yakni dibakar atau dibuang ke laut dengan alasan tidak tahu harus membuang sampah ke mana, merupakan kebiasaan, ada lahan kosong, tidak ada tempat sampah dan petugas kebersihan, tidak ada TPA, tetangga juga membuang sampah ke laut, tidak ada yang melarang, sampah hanya sedikit, dan sampah nanti akan terbawa air laut sehingga pantai tetap bersih. Hal ini membuat kendala pengelo laan sampah semakin kompleks diantaranya adalah perilaku penduduk yang membuang sampah di laut serta dengan cara membakar disebabkan karena tidak adanya sarana dan prasarana kebersihan berupa TPA, petugas kebersihan, serta larangan membuang sampah di laut, kurangnya kepedulian pemerintah dalam menjaga keberlanjutan program pengelolaan yang telah ada, tidak ada pendampingan pada kegiatan pengelolaan yang telah dilaksanakan, belum ada peraturan pengelolaan sampah yang mengatur tentang pemilahan, larangan, dan sanksi, sampah lautan yang datang dan sampai di pulau (kiriman) akibat terbawa arus, jumlahnya akan terus bertambah serta terakumulasi dengan sampah yang dibuang penduduk, sampah lautan yang dominan adalah jenis sampah plastik yang bukan termasuk plastik untuk ditabung di bank sampah, sampah rumah tangga dominan organik sisa makanan, jumlah penduduk yang akan terus meningkat serta tingkat pendidikan penduduk yang umumnya hanya tamat SD. Hal ini sesuai dengan isu dan tantangan pengelolaan sampah di pulau menurut Agamuthu dan Nagendaran (2010) yakni kurangnya lokasi pembuangan sampah, biaya transportasi kapal sampah yang tinggi, tingkat pendidikan dan kesadaran publik yang rendah terhadap masalah sampah, pemilahan sampah di sumber rendah, rendahnya kegiatan 3R, tidak ada strategi pengelolaan alternatif, cara buang sampah yang keliru berupa pembakaran, penimbunan pada lahan terbuka, dan pembuangan ke laut.
Berdasarkan hasil analisis SWOT, strategi yang tepat untuk pengelolaan sampah Pulau Barrang Lompo adalah penanganan sampah secara preventif dengan penguatan perilaku bersih sebagai kebutuhan, pemilahan sampah dari sumber dan himbauan yang gencar dari tokoh masyarakat serta perangkat kelurahan agar pulau bersih, daur ulang plastik, penggunaan incinerator mini plus converter listrik, pengembangan jaringan bank sampah dengan komunitas bank sampah Makassar, subsidi biaya angkut sampah menggunakan kapal oleh pemerintah, pendampingan dalam kegiatan bank sampah dan pengomposan, pengawasan sampah lautan yang sampai di pantai dan yang akan mengendap di perairan, keikutsertaan program sampah ditukar beras, penyusunan dan penegakan peraturan pengelolaan sampah pulau berupa PERDA atau Peraturan Pulau yang meliputi pemilahan dari sumber, larangan, serta sanksi, serta pengomposan skala RW. Sepuluh strategi ini hal ini perlu dilakukan sekaligus untuk memperoleh hasil yang optimal.
KESIMPULAN DAN SARAN Sampah penduduk penduduk dominan adalah organik sedangkan sampah lautan yang dominan adalah plastik. Kendala utama pengelolaan sampah di Pulau Barrang Lompo adalah perilaku penduduk yang membuang sampah ke laut. Strategi yang tepat untuk mengelola sampah di pulau ini berdasarkan komposisi sampah dan kendala yang ada adalah pencegahan secara preventif, daur ulang, dan pengomposan. Disarankan kepada pemerintah agar pengelolaan sampah hendaknya juga memasukkan pulau-pulau kecil padat penduduk serta menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan yang tepat sedangkan untuk penelitian selanjutnya melakukan pengambilan sampel sampah lautan selama satu tahun untuk mengetahui jenis sampah lautan pada musim barat dan musim timur serta pengambilan sampel pada kolom air untuk mengetahui perbandingan mikroplastik dan plankton pada perairan pulau kecil yang padat dan tidak padat penduduk.
DAFTAR PUSTAKA Agamuthu, P. dan Nagendran, P. (2010). Waste Management Challenges in Sustainable Development of Islands. Prosiding ISWA World Congres 2010. Executive Summary, Hamburg, Jerman. Diunduh 17 April 2013. Available from: http://www.researchgate.net/...Waste_Management_Challenges_in_Sustainable_Deve lopment_of_Islands/.../5046352e1d187a3844.pdf Burhanuddin, F. Selintung, M. dan Wikantari, R. (2012). Prioritas Pengembangan Infrastruktur Berkelanjutan di Pulau Barrang Lompo dengan Menggunakan Metode Analisis AHP (Analytic Hierarchy Process). J. J. Sains dan Teknologi, Juni 2012.Vol.I.No1:70-80, Diunduh 4 Maret 2014. Available from: (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ijms/article/view/1620,
Cheshire, A.C. et al. (2009). UNEP/IOC Guidelines on Survey and Monitoring of Marine Litter. UNEP Regional Seas Reports and Studies, No. 186; IOC Technical Series No. 83, Nairobi, Kenya/Paris Cedex, France. Diunduh 13 Maret 2014. Available from: http://www.unep.org/regionalseas/marinelitter/publications/docs/Marine_Litter_Surve y_and_Monitoring_Guidelines.pdf Kementerian Pekerjaan Umum. (2012). Materi Bidang Sampah I. Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP, Direktorat Jenderal Cipta karya, Jakarta Kristanti, E. Y. (2010). Pulau Sampah Rakasa Siap Jadi saingan Hawaii. Diakses 10 maret 2014. Available from: http://dunia.news.viva.co.id/news/read/161675-pulau-sampahraksasa-siap-jadi-saingan-hawaii Kristina, H. J. (2014). Model Konseptual untuk Mengukur Adaptabilitas Bank Sampah di Indonesia. Jurnal TI Undip, Vol.IX, No.1, Januari 2014, Diunduh 5 Pebruari 2014. Available from: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/6027/5163 Nur, M. I., La Ane, R., dan Selomo M. (2013). Faktor Risiko Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian, Kecacingan pada Murid Sekolah Dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Tahun 2013, Jurnal Pascasarjana Unhas. Diunduh 28 Januari 2014. Available from: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6049/jurnal.pdf?sequence=1 Scientific and Technical Advisory Panel (STAP). (2011). Marine Debris as a Global Environmental Problem: Introducing a solutions based framework focused on plastic. A STAP Information Document. Global Environmental Facility, Washington, DC, Diunduh 14 Maret 2014. Available from: http://www.thegef.org/gef/sites/thegef.org/files/publication/STAP%20MarineDebris% 20-%20website.pdf United Nations Environment Programme. (2013). UNEP Year Book. Emerging Issues in Our Global Environment. Diunduh 3 Desember 2013. Available from: http://www.unep.org/pdf/uyb_2013.pdf Yosafat, F. C. (2012). Pergerakan Sampah Lautan dengan Pendekatan Model Trajektori Partikel di Perairan Selat Bali. Tesis. ITB, Bandung, Diakses 12 Maret 2014. Available from: http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbppgdl-faricaedgi-22580&q=sampah%20partikel
(a)
(b)
Gambar 1. Komposisi sampah rumah tangga (a) dan sampah lautan (b) di Pulau Barrang Lompo Tabel 1. Hasil proyeksi penduduk Pulau Barrang Lompo tahun 2014 – 2038 No.
Tahun
Jumlah Penduduk (jiwa)
Timbulan sampah (kg/hari)
1
2014
4.649
2.417,29
2
2015
4.738
2.463,74
3
2016
4.829
2.511,07
4
2017
4.922
2.559,32
5
2018
5.016
2.608,50
6
2019
5.113
2.658,62
7
2020
5.211
2.709,70
8
2021
5.311
2.761,76
9
2022
5.413
2.814,83
10
2023
5.517
2.868,91
11
2024
5.623
2.924,04
12
2025
5.731
2.980,22
13
2026
5.841
3.037,48
14
2027
5.954
3.095,84
15
2028
6.068
3.155,33
16
2029
6.185
3.215,95
17
2030
6.303
3.277,74
18
2031
6.424
3.340,72
19
2032
6.548
3.404,91
20
2033
6.674
3.470,33
21
2034
6.802
3.537,01
22
2035
6.933
3.604,97
23
2036
7.066
3.674,24
24
2037
7.202
3.744,83
25
2038
7.340
3.816,79
Tabel 2. Matriks SWOT
IFAS
STRENGHTS (S) S.1. Sampah rumah tangga dominan organik S.2. Sampah lautan dominan plastik kemasan S.3. Tersedianya alat pencacah plastik S.4. Tersedia dermaga
EFAS
OPPORTUNITIES (O) O 1. Pengembangan waste to energy O 2. Daur ulang sampah plastik O 3. Pembangunan TPA Sanitary Landfill O 4. Pengadaan Kapal Angkut Sampah O 5. Pengembangan kembali Bank Sampah O 6. Pengomposan skala besar O 7. Program Sampah Ditukar Beras
STRATEGI (S-O) SO 1. Pengomposan skala RW (S1, O7) SO 2. Daur ulang plastik (S2, S3, O3)
THREATS (T) STRATEGI (S-T) T 1. Sampah kiriman ST 1. Pengawasan yang datang sampah lautan terbawa arus yang sampai T 2. Jaringan pasar yang di pantai dan hanya dikuasai yang akan orang tertentu mengendap di T 3. Permainan Harga perairan (S2, pada tingkat T1) pembeli ST 2. Subsidi biaya T 4. Biaya investasi dan angkut operasional di pulau sampah T 5. SDM untuk menggunakan pengelola sampah kapal oleh pemerintah (S4, T2, T3, T4)
WEAKNESS (W) W 1. Lahan kosong bukan merupakan lahan milik negara dan lokasinya berdampingan dengan jalan umum W 2. Kebiasaan masyarakat membuangan sampah di laut W 3. Tidak ada sanksi/denda jika penduduk bagi penduduk yang membuang sampah ke laut W 4. Jumlah penduduk meningkat setiap tahun W 5. Masyarakat setuju mengelola sampah jika ada uang W 6. Bank sampah tidak dapat beradaptasi W 7. Pengomposan pernah gagal dilakukan karena kompos berulat W 8. Listrik hanya ada pada malam hari W 9. Tingkat pendidikan rendah STRATEGI (W-O) WO 1. Penggunaan incinerator mini plus converter listrik (W1, W2, W4, W8, O1) WO 2. Pendampingan dalam kegiatan bank sampah dan pengomposan (W6, W7, W9, O5, O6) WO 3. Pengembangan jaringan bank sampah dengan komunitas bank sampah makassar (W6, O2, O5) WO 4. Keikutsertaan program sampah ditukar beras (W5, O7) WO 5. Penyusunan dan penegakan peraturan pengelolaan sampah pulau berupa PERDA atau Peraturan Pulau yang meliputi pemilahan dari sumber, larangan, serta sanksi (W2, W3, O2, O6) WO 6. Penanganan sampah secara preventif dengan penguatan perilaku bersih sebagai kebutuhan, pemilahan sampah dari sumber dan himbauan yang gencar dari tokoh masyarakat serta perangkat kelurahan agar pulau bersih (W9, O1, O2, O5, O6, O7) WT 1.
WT 2. WT 3.
STRATEGI (W-T) Pemberdayaan dan peningkatan SDM penduduk pulau yang tidak memiliki mata pencaharian tetap untuk mengelola sampah pulau (W4, W5, W9, T5) Penarikan iuran sampah yang jumlahnya tidak memberatkan penduduk pulau (W3, W5, T5) Pengembangan jaringan pasar dengan bantuan pemerintah daerah dan lembaga masyarakat (W6, W9, T2, T3, T5)