LAPORAN KULIAH LAPANGAN BIOLOGI LAUT PENGAMATAN BIOTA LAUT DI PULAU BARRANG LOMPO
NUR SAKINAH H411 12 293 KELOMPOK 1 (SATU) B ADRIANI MUTMAINNAH S.si
LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
1
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Biologi Laut. Adapun judul dari praktikum ini adalah ”PENGAMATAN BIOTA LAUT DI PULAU BARRANG LOMPO”. Penulis menyadari penyusunan laporan ini jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat kekurangan. Karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Dan tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Makassar, 13 November 2014
NUR SAKINAH
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................................1 Kata Pengantar.........................................................................................................3 Daftar isi...................................................................................................................4 BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7 BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN.............................................................20 BAB IV HASIL KEGIATAN...............................................................................23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................33 Daftar Pustaka........................................................................................................36 Lampiran................................................................................................................38
4
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Secara geografi Indonesia merupakan suatu Negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya alam laut yang berpotensi untuk dimanfaatkan secara lestari. Sumber daya alam laut tersebut antara lain terdiri atas berbagai jenis ikan, moluska,dan krustase. Masyarakat pesisir sejak lama telah memanfaatkan sumber daya alam laut tersebut sebagai sumber makanan, mineral, obat-obatan, dan energi (Begen, 2002) Lautan di dunia merupakan kesatuan ekosistem dimana serangkaian komunitas dapat mempengaruhi faktor-faktor fisik dan kimia air laut di sekelilingnya. Ekosistem yang besar ini dapat dibagi menjadi daerah-daerah kecil dimana parameter fisika dan kimia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap populasi dari daerah tersebut (Nybakken, 1998). Biota Laut menghuni hampir semua bagian laut, mulai dari pantai permukaan laut sampai dasar laut yang terjeluk sekalipun. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia, tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan biota laut yang makin hari makin meningkat dibarengi oleh kemajuan pengetahuan tentang kehidupan biota laut yang tertampung dalam ilmu pengetahuan alam laut yang dinamakan biologi laut (marine biology) (Dawes, 2000). Biologi laut yakni ilmu pengetahuan tentang kehidupan biota laut, berkembang begitu cepat untuk mengungkap rahasia kehidupan berbagai jenis biota laut yang jumlah jenisnya luar biasa besarnya dan keanekaragaman jenisnya luar biasa tingginya. Tingginya keanekaragaman jenis biota di laut barangkali hanya dapat ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropik di darat. Tidak kurang dari 833 jenis tumbuh-tumbuhan dilaut (alga, lamun dan mangrove), 910 jenis karang (Coelenterata), 850 jenis spon (Porifera), 2500 jenis kerang dan keong (Mollusca), 1502 jenis udang dan kepiting (Crustacea), 745
5
hewan berkulit duri (Echinodermata), 2000 jenis ikan ( Pisces), 148 jenis burung laut (Aves), dan 30 jenis hewan menyusui (Mammalia), diketahui hidup di laut. Di samping itu tercatat juga tujuh jenis penyu dan tiga jenis buaya (Reptilia). (Romimohtarto dan Juwana, 2005). Ekosistem di dasar laut tropis penyusun utamanya adalah biota laut penghasil kapur seperti kerang batu (Coral), Alga berkapur, Moluska, Sponge, Crustacea dan Polyhchaeta yang berasosiasi dengan biota-biota lain didalamnya seperti jenis ikan karang, Alga,Echinodermata dan Plankton. Oleh karena itu, untuk mengenal dan mengetahui kehidupan dari biota laut tersebut, maka dilakukanlah praktikum lapangan ini. I.2 Tujuan Percobaan Tujuan dari kuliah lapangan ini yaitu: 1. Untuk mengamati biota laut di habitat aslinya khususnya yang ada di Pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan? 2. Untuk mengetahui bentuk adaptasi secara umum dari lamun, alga, sponge, karang, cumi-cumi-sotong, bintang laut, dan bulu babi? I.3 Waktu dan Tempat Kuliah lapangan Biologi Laut ini dilakukan pada hari Sabtu-Senin. Tanggal 11 -13 Oktober 2014. Pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan di Pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan.
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA II.1 Deskripsi Pulau Barrang Lompo Secara administratif, pulau Barrang Lompo termasuk wilayah kecamatan Ujung Tanah, dan berada di zona II Kepulauan Spermonde yang berjarak 12, 77 km dari kota Makassar. Pulau berbentuk bulat dengan luas 19, 23 ha. Jumlah penduduk mencapai 3, 563 jiwa dari 800 KK yang terkonsentrasi pada sisi Timur, Selatan, dan Barat pulau. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan, dan pedagang. Bentuk topografi terumbu berupa reef flat dengan kedalaman terumbu antara 1 sampai 17 meter. Selain itu di Pulau Barrang Lompo terdapat Marine Station sebagai tempat penunjang kuliah lapangan oleh karena itu kuliah lapangan Biologi Laut dilaksanakan di Pulau ini (Basohamdani, 2013).
Sumber : http://google.maps/barrang-lompo/sulawesi.jpeg Konsentrasi pemukiman penduduk berada pada sisi Timur, Selatan dan Barat. Untuk kondisi sosial masyarakat, dimana rumah-rumah para penduduk juga cukup menggambarkan kondisi daerah pesisir laut, dimana hampir setiap rumah yang didapatkan memiliki bangunan rumah yang bertingkat dan didominasi oleh bahan batu dan kayu. Bahan bangunan rumah yang berupa batu juga ada yang merupakan batuan karang yang berasal dari laut. Semua lahan daerah pulau Barrang Lompo, selain menjadi pemukiman bagi masyarakat setempat juga 7
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penduduk desa, misalnya di beberapa tempat tinggal penduduk (Basohamdani, 2013). Sebagai wilayah pesisir laut, kondisi ekonomi masyarakat di sana relatif sejahtera. Kondisi yang pada umumnya didasarkan kepada mata pencaharian pokok tiap penduduk pulau ini mengakibatkan dinamika tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan di laut, utamanya mereka yang tinggal di dekat pesisir laut, dimana kondisi masyarakat cukup menggambarkan kehidupan pesisir laut yang sebenarnya. Di sana hampir semua kegiatan masyarakat setempat diselingi oleh kegiatan yang berkenaan dengan laut. Untuk aksesbilitas di pulau ini, khususnya alat transportasi darat masih cukup sederhana, dimana yang menjadi angkutan umum yakni angkutan yang berupa delman yang telah menggunakan tenaga mesin motor untuk menjalankannya dan kondisi jalanan pun yang belum beraspal dan dibuat dari paving blok, karena memang tidak ditemukannya angkutan umum yang berupa mobil. Namun untuk akses dari pulau Barrang Lompo menuju ke kota Makassar, fasilitas umum yang ada sudah terbilang maju. Meskipun hanya dapat dilalui dengan menggunakan alat transportasi laut yang dimana tersedia transportasi reguler dengan kapal motor (Basohamdani, 2013). Untuk kondisi budaya masyarakat, untuk masyarakat yang berada di area pinggiran laut pada umumnya sama dengan kondisi masyarakat yang berada di area yang lebih jauh dari laut, dimana mereka sama-sama menggunakan bahasa daerah setempat sebagai bahasa pengantar harian mereka.Selain itu sebagian besar masyarakat di Pulau Barrang Lompo ini masih melakukan berbagai aktivitas ataupun acara yang menjadi bagian dari adat leluhur mereka (Bengen, 2002). Ditinjau dari daratan menuju ke arah laut lepas, tipologi umum dari perairan laut tropis diawali oleh hutan mangrove yang kemudian diikuti oleh hamparan padang lamun, dan bentang terumbu karang. Masing-masing ekosistem laut tropis tersebut memiliki beragam fungsi dan peran yang saling terkait satu sama lain (Bengen, 2002).
II.2 Pembagian Zona Biota Laut
8
Kita dapat membagi kawasan pantai berpasir sebagai kawasan pasang surut karena sangat dipengaruhi oleh pola naik dan surutnya air laut kedalam tiga zona yang merupakan pemilahan dari pola pergerakan pasang surut dan hempasan riak gelombang yang dinamis tersebut. Zona pertama merupakan daerah diatas pasang tertinggi dari garis laut yang hanya mendapatkan siraman air laut dari hempasan riak gelombang dan ombak yang menerpa daerah tersebut (supratidal), Zona kedua merupakan batas antara surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan laut (intertidal) dan zona ketiga adalah batas bawah dari surut terendah garis permukaan laut (subtidal) (Anonim, 2013). Zona intertidal sesekali terendam oleh air saat pasang dan sesekali terjemur oleh teriknya matahari saat surut. Pada kawasan supratidal dan intertidal, banyak di dominasi oleh hewan-hewan yang bergerak cepat untuk mencari makan seperti beberapa jenis kepitingyang mengubur diri kedalam pasir seperti beberapa jenis kerang-kerangan (bivalvia) dan cacing pantai (Annelida). Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membanamkan diri pada pasir (infauna) lebih banyak di jumpai di bandingkan dengan daerah subtidal yang di dominasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna). Pantai berpasir didominasi oleh 3 kelas invertebrata ialah cacing policaeta, moluska bivalvia, dan Crustacea (Anonim, 2013). Karateristik Pantai Berpasir ialah kebanyakan terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa-sisa pelapukan batu di gunung, dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel-partikel yang halus dan ringan, total bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya (Seazee, 2011) Fungsi dari zona berpasir ialah sebagai tempat beberapa biota meletakkan telurnya dan tidak dapat menahan air dengan baik karena sedimennya yang kasar akibatnya lapisan permukannya menjadi kering sampai sedalam beberapa cm di bagian atas pantai yang terbuka terhadap matahari pada saat pasang surut. (Anonim, 2013). II.3 Biota Laut
9
Biota laut terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok hewan dan tumbuhan. 1. Kelompok
hewan
meliputi
ikan,
moluska,
krustasea,
koral,
echinodermata,dan sponge. 2. kelompok tumbuhan antara lain alga (rumput laut), lamun(seagrass) dan bakau (mangrove). Biota laut secara umum terbagi menjadi tiga berdasarkan cara atau sifat hidupnya meliputi (Romimohtarto dan juwana, 1999): 1. Planktonik, yaitu biota yang melayang-layang, mengapung dan bergerak mengikutiarus. Jenis ini umumnya ditemukan di kolom permukaan air. Terbagi menjadi 2 yaitu Fitoplankton (plankton tumbuhan) seperti alga biru dan doniflegellata, dan Zooplankton (plankton hewan) misalnya lucifer, udang rebon, ostracoda dancladocera. 2. Nektonik, yaitu biota yang berenang-renang umumnya dapat melawan arus (terdiridari hewan saja). Contohnya adalah ikan, ubur-ubur, cumi-cumi dan lain-lain. 3. Bentik, yaitu biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan maupunhewan. Terbagi menjadi 3 macam yaitu 1) menempel (sponge, teritip, tiram danlainnya); 2) merayap (kepiting, udang karang dan lain-lain) dan 3) meliang (cacing,karang dan lain-lain). II.3.1 Lamun Ekosistem padang lamun dikenal dengan ekosistem yang memiliki produktivitas yang tinggi. Laju produksi ekosistem padang lamun diartikan sebagai pertambahan biomassa lamun selang waktu tertentu dengan laju produksi (produktivitas) yang sering dinyatakan dengan satuan berat kering per m 2 perhari (gbk/m2/hari). Bila dikonversi ke produksi karbon maka produksi biomassa lamun berkisar antara 500-1000 gC/m2/tahun
bahkan dapat lebih dua kali lipat
(Azkab, 2000). Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal. Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah berdaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Azkab, 2000). 10
Pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zatzat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun (Abdillah, 2013). Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi (Abdillah, 2013). Peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut (Azkab, 1998): 1. Sebagai produsen primer Lamun
mempunyai
tingkat
produktivitas
primer
tertinggi
bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang. 2. Sebagai habitat biota Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes). 3. Sebagai penangkap sedimen Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat
11
menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi. 4. Sebagai pendaur zat hara Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae dan epifit. II.3.2 Algae Alga atau ganggang merupakan tumbuhan Thallus (Thallophyta) karena belum mempunyai akar, batang dan daun secara jelas.Alga memiliki klorofil, sehingga dapat berfotosintesis dan bersifat ototrof. Tumbuhan ini dapat ditemukan di perairan dan tempat-tempat lembab, bahkan ada yang bersimbiosis dengan tumbuhan lain. Tubuhnya ada yang barsel satu, membentuk koloni, dan barsel banyak dengan kandungan pigmen (zat warna) dan zat cadangan makanan yang berbeda (Atmadja, 1996) Menurut atmaja & sulistijo (1988), makroalga dapat diklasifikasikan menjadi tiga divisi berdasarkan kandungan pigmen fotosintetik dan pigmen asesoris, yaitu: cholorophyta, phaeophyta, dan rhodophyta. 1. Chloropyta (ganggang hijau) Mempunyai pigmen klorofil a, klorofil b, karoten dan xantofil. Ganggang ini juga dapat melakukan fotosintesis. 90% hidup di air tawar dan 10% hidup di laut. Yang hidup di air umumnya sebagai plankton atau bentos, juga menempel pada batu dan tanah. Ganggang hijau merupakan kelompok ganggang yang paling banyak jumlahnya diantara gangganga lain. Klasifikasi kelas chlorophyceae terdiri dari enam ordo yaitu : Chlorococcales (protococcales), Ulotrichales, Cladophorales, Chaetophorales, Oedoganiales, dan Siphonales. Perkembangbiakan pada Chlorophyta terdiri atas perkembangbiakan secara vegetative, seksual, dan aseksual (Sulfian, 2013). 2. Phaeophyta (ganggang coklat/ perang) Phaeophyceae atau Ganggang coklat adalah salah satu kelas dari dari ganggang berdasarkan zat warna atau pigmentasinya. Pigmen yang lebih dominan adalah pigmen xantofil yang menyebabkan ganggang berwarna coklat. Pigmen lain yang terdapat dalam Phaeophyceae adalah klorofil A dan C serta karoten.
12
Sebagian besar Phaeophyceae terdapat dilaut, hanya ada tiga jenis saja yang hidup di air tawar dan jenis-jenis ini merupakan jenis yang langka. Phaeophyceae banyak terdapat didaerah yang beriklim dingin. Alga ini banyak mendominasi bagian lateral daerah artik dan antartik. Walaupun demikian, ada jenis-jenis lainnya yang hidup didaerah tropic dan subtropik. Sebagian besar dari phaeophyceae hidup melekat pada subtract karang dan lainnya. Beberapa diantaranya hidup sebagai epifit. 3. Rhodophyta (ganggang merah) Umumnya hidup di laut dan beberapa jenis di air tawar, mengandung pigmen kklorofi a, klorofil d, karoten, fikoeritrin, fikosianin.Tubuh bersel banyak menyerupai benang atau lembaran.Reproduksi vegetatif dengan spora. Contoh : Batrachospermum, Gelidium, Eucheuma, Gracililaria, Chondrus, Porphyra, Polysiphonia, Nemalion, dll. Proses kehidupan makroalga sangat bergantung kepada faktor-faktor ekologi meliputi substrat dasar, gerakan air, suhu, salinitas, pasang surut, cahaya, pH, nutrien (nitrogen dan fosfat) dan organisme lain. Substrat dasar merupakan tempat menempel makroalga untuk proses pertumbuhan dan perkembangan makroalga. Setiap jenis makroalga memiliki karakteristik habitat atau tempat menempel yang berbeda-beda. Makroalga pada daerah litoral dan sublitoral biasanya hidup menempel pada substrat yang keras seperti karang mati dan ada juga yang hidup menempel pada substrat berpasir (Tjitrosoepomo, 2009). Peran
makroalga
dalam
ekologi
perairan
sebagai
produsen
primer.Produsen primer adalah organisme yang dapat menghasilkan suatu makanan yang berada pada tingkatan tropic terendah. Fungsi utama makroalga adalah sebagai sumber makanan yang kaya akan protein bagi organisme laut itu sendiri ataupun manusia karena makroalga merupakan satu-satunya tumbuhan dengan struktur asam amino lengkap (Raharjanto, 2012). II.3.3 Sponge Porifera merupakan hewan yang berpori dan sering juga disebut hewan berongga karena seluruh tubuhnya dipenuhi oleh lubang-lubang kecil yang disebut pori. Hewan ini sederhana karna selama hidupnya menetap pada karang
13
atau permukaan benda keras lainnya di dasar laut. Phylum porifera yaitu spons hidup di air dan sebagian besar hidup di air laut yang hangat dan dekat dengan pantai yang dangkal walaupun ada pula yang hidup pada kedalaman 8500 meter bahkan lebih. Spons sering ditemukan hidup melekat pada substrat yang keras dan hidupnya berkoloni yang statif atau tidak bergerak . Spons belum memiliki alat-alat eskresi khusus dan sisa metabolismenya dikeluarkan melalui proses difusi yaitu dari sel tubuh ke epidermis kemudian lingkungan hidup yang berair (Kimball, 2000). Porifera merupakan hewan yang berpori dan sering juga disebut hewan berongga karena seluruhn tubuhnya dipenuhi oleh lubang-lubang kecil yang disebut pori. Spons terdiri dari dua lapisan sel dengan selapis bahan seperti jeli (mesogle) yang terdapat di antara kedua lapisan tersebut. Sel-sel dari lapisan dalam mempunyai flagel yang menyebabkan adanya arus air, sel-sel ini memakan partikel-partikel makanan yang telah disaring.
Bentuk tubuh spons yang
didukung oleh rangka yang terdiri dari spikula yang dibentuk oleh sel-sel yang tersebar didalam mesoglea, spikula cukup keras yang tersusun dari sel ikat atau zat kapur (Kimball, 2000). Reproduksi porifera berlangsung secara aseksual dengan membentuk kuncup,yaitu pertama arkeosit mengumpulkan nutrien dengan memfagosit sel lain untuk dikumpulkan dalam rongga tubuh. Sel tersebut kemudian mengelilingi serat kumpulan cluster dan kapsul yang mengelilinginya. Pada kondisi yang tepat sel meninggalkan gemmulae dan keluar melalui lubang membentuk spons baru. seksual dengan pertemuan ovum dan sperma. Perkembangan secara generatif berlangsung dengan terjadinya peleburan sel kelamin jantan dan betina yang menghasilkan zigot berkembang menjadi larva yand kemudian menghasilkan spons dewasa yang berkelamin satu atau hermaprodit (Kimball, 2000) Sistem saluran air Sistem sirkulasi air merupakan ciri khas dari porifera yang terdiri atas bagian berupa ostia, saluran masuk, apopyle, ruangan koanosit, prosopyle, saluran keluar dan osculum. Air masuk dimulai dari suatu saluran yang disebut sebagai ostia dan selanjutnya air bergerak menuju ke ruangan koanosit dan kemudian menuju ke saluran keluar yang bermuara pada oskulum. Aliran air dalam sistem ini disebabkan oleh gerakan dari flagel sel koanosit (Amel, 2012).
14
Berdasarkan tipe saluran air pada sponges, maka ada 4 tipe saluran yakni (Amel, 2012): 1. askon (asconoid) – rongga internalnya memiliki pola saluran yang jelas; 2. sikon (syconoid) – ruangan koanosit memanjang melalui seluruh bagian tubuh spons dari korteks hingga atrium; 3. sylleibid – ruangan koanosit memanjang dan tersusun secara radial di sekitar rongga atrium yang mengalami invaginasi; 4. leukon (leuconoid) – koanosit disusun secara menyebar di dalam ruangan koanosit pada bagian mesofil. Berdasarkan bahan penyusun rangkanya, porifera diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu Hexactinellida atau Hyalospongiae, Demospongiae, dan Calcarea (Calcisspongiae). 1. Hexactinellida Hexactinelida merupakan porifera yang tersebar luas pada semua lautan. Habitat utama dari porifera ini adalah pada lautan dalam. Ciri yang membedakan kelas ini dari kelas lain adalah kerangkanya yang disusun oleh spikula silikat. Kerangka spons pada kelas hexactinelida tidak memiliki jaringan spongin. Sel epithelium dermal dan koanosit terbatas pada bentuk-bentuk
ruang yang
tersembunyi. 2. Demospongia Porifera yang termasuk dalam kelas Demospongia memiliki kerangka berupa empat spikula silica atau dari serabut spongin atau keduanya. Beberapa bentuk primitive tidak memiliki rangka. Tipe saluran air yang ada pada spons ini berupa Leuconoid. Porifera yang masuk dalam kelompok Demospongia memiliki penyebaran yang paling luas dari daerah tidal hingga kedalaman abvasal. Beberapa bentuk memiliki habitat di air tawar. 3. Kelas Calcarea Calcarea merupakan spons yang hidup di laut. Spons ini memiki kerangka spikula dari zat kapur yang tidak terdeferensiasi menjadi megaskleres dan mikroskleres. Bentuk spons ini bervariasi dari bentuk yang menyerupai vas dengan simetri radial hingga bentuk bentuk koloni yang membentuk bangunan
15
serupa anyaman dari pembuluh-pembuluh yang kecil hingga lembaran dan bahkan ada yang mencapai bentuk raksasa. Peran Porifera Bagi Kehidupan yaitu Sebagai makanan hewan laut lainnya, sebagai sarana kamuflase bagi beberapa hewan laut, sebagai hiasan akuarium, sebagai alat penggosok untuk mandi dan mencuci, porifera yang dijadikan obat kontrasepsi (KB), dan sebagai campuran bahan industri (kosmetik) (Amel, 2012). II.3.4 Karang Anthozoa adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Cnidaria. Anthozoa berasal dari bahasa Yunani, anthos berarti bunga, dan zoon berarti hewan. Anthozoa berarti hewan yang bentuknya seperti bunga atau hewan bunga, yang meliputi anemon laut serta hewan-hewan karang. Anthozoa hidup sebagai polip (Sugiarti, 2004). Karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi (Tonimpa, 2013). Tubuh Anthozoa berbentuk silinder pendek. Pada salah satu ujungnya terdapat mulut berupa celah yang dikelilingi oleh tentakel yang mengandung nematosista. Ujung yang lain berupa lempeng untuk melekatkan diri pada suatu dasar. Di bawah mulut terdapat kerongkongan yang disebut stomodeum. Sepanjang stomodeum, pada satu sisi atau pada kedua sisi terdapat saluran sempit yang bersilia dan disebut sifonoglifa yang merupakan alat pernapasan yang paling sederhana. Di bawah stomodeum terdapat rongga gastrovaskuler yang terbagi menjadi ruang-ruang kecil oleh sekat-sekat yang berasal dari dinding kerongkongan. Pada sekat ini terdapat nematosista yang mengeluarkan racun untuk melumpuhkan mangsanya. Makanannya berupa udang-udangan kecil dan invertebrata lain (Sugiarti, 2004). Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, 16
sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal (Tonimpa, 2013). II.3.4 Cumi-cumi dan Sotong Sotong atau "ikan" nus adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Hewan ini dapat ditemukan di hampir semua perairan yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Sotong juga merupakan makanan sejenis seafood. Sotong sering kali disalahtafsirkan sebagai cumi-cumi. Keduanya berbeda karena sotong bertubuh pipih, sementara cumi-cumi lebih berbentuk silinder. Selain itu, cangkang dalam sotong tersusun dari kapur yang keras, sedangkan pada cumi-cumi lunak (Khalik, 2014). Sotong memiliki cirri umum antara lain (Khalik, 2014): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tubuh panjang dan meruncing. Memiliki 8 lengan dan 2 tentakel Memiliki sirip dari bagian leher hingga ujung ekornya. Bergerak dengan cara berenang Makan dengan cara mencabik dan menelan potongan daging mangsanya Bisa mengubah warna dan tekstur kulitnya Memiliki cangkang dalam bentuk pipih seperti perisai Dalam tangga klasifikasi ilmiah, termasuk ke dalam ordo Dekapoda Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska
yang hidup di laut.Nama itu Cephalopoda dalam bahasa Yunani berarti "kaki kepala", hal ini karena kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala. Seperti semua cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan. Cumi-cumi adalah salah satu
hewan
dalam
golongan
invertebrata
(tidak
bertulang
belakang
Salah satu jenis cumi-cumi laut dalam, Heteroteuthis, adalah yang memiliki kemampuan memancarkan cahaya Organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak 17
pada ujung suatu juluran panjang yang menonjol di depan. Hal ini dikarenakan peristiwa yang terjadi pada cumi-cumi jenis ini Heteroteuthis menyemprotkan sejumlah besar cairan bercahaya apabila dirinya merasa terganggu, proses ini sama seperti pada halnya cumi-cumi biasa yang menyemprotkan tinta (Khalik, 2014). Cumi-cumi memiliki cirri umum antara lain (Khalik, 2014): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tubuh panjang dan meruncing Memiliki 8 lengan dan 2 tentakel Memiliki sepasang sirip di bagian dekat ujung ekornya Bergerak dengan cara berenang Makan dengan cara mencabik dan menelan potongan daging mangsanya Hanya bias bengubah warna kulitnya Memiliki cangkang dengan bentuk tangkai Dalam tangga klasifikasi ilmiah, termasuk ke dalam ordo Dekapoda
II.3.5 Bintang Laut Asteroidea dikenal sebagai bintang laut karena memiliki bentuk tubuh seperti bintang pentamer dengan lima buah lengan. Ada pula yang memiliki lengan berjumlah kelipatan lima. Pada umumnya, tubuh Asteroidea berdiameter 10 – 20 cm. Asteroidea terkecil berdiameter 1 cm, sedangkan yang terbesar berdiameter 100 cm. Pada permukaan tubuh Asteroidea terdapat duri-duri, papula, insang kulit (dermal branchia), dan pediselaria. Epidermis memiliki sel kelenjar lendir yang menghasilkan lendir untuk melindungi tubuh (Sridianti, 2013). Bintang laut memiliki daya regenerasi yang tinggi dan dapat melakukan pemotongan bagian lengannya bila mengalami gangguan. Bintang laut dapat dengan segera melakukan regenerasi setelah kehilangan bagian lengannya, asalkan masih memiliki 1/5 bagian pisin pusat atau masih memiliki madreporit. Bintang laut bereproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual yaitu dengan pembelahan fisi yang diawali dengan penyekatan tubuh pada bagian pisin pusat, kemudian tiap bagian tubuh memisah dan beregenerasi menjadi individu yang lengkap. Reproduksi secara seksual terjadi melalui pembuahan sel telur oleh sperma yang terjadi secara eksternal (di air), dan menghasilkan blastula berbentuk simetri bilateral yang dapat berenang bebas. Blastula berkembang menjadi gastrula, dan gastrula berkembang menjadi larva bipinaria. Larva turun ke substrat dan mengalami metamorfosis menjadi bentuk
18
simetri radial hingga dewasa. Bintang laut dapat mencapai usia sekitar 10 tahun (Sridianti, 2013). II.3.6 Bulu Babi Echinoidea dikenal dengan sebutan bulu babi atau dolar pasir. Echinoidea memiliki bentuk tubuh bulat seperti bola atau pipih bundar seperti uang logam. Echinoidea tidak memiliki lengan namun mempunyai duri-duri yang dapat digerakkan. Echinoidea bergerak dengan kaki tabung dan duri-duri. Pada Echinoidea, osikula (pelat kapur) di bawah epidermis menyatu sehingga membentuk tempurung yang keras. Pada umumnya, Echinoidea memiliki dua macam duri, yaitu duri panjang dan duri pendek. Ada kalanya duri panjang memiliki ujung runcing, di dalamnya berlubang, dan rapuh. Pada spesies tertentu, duri mengandung racun untuk pertahanan diri, misalnya pada Asthenosoma. Di antara duri-duri terdapat pediselaria dengan tiga gigi (Sridianti, 2013). Sistem pencernaan Echinoidea lengkap, meliputi mulut, esofagus, lambung, usus yang panjang dan melingkar, rektum, dan anus. Mulut memiliki gigi yang tajam dan kuat. Anus, lubang genital, dan madreporit terletak di bagian aboral. Echinoidea memakan ganggang, hewan-hewan kecil, bangkai, dan sisasisa baban organik (Sridianti, 2013). Echinoidea bereproduksi secara generatif dan bersifat diesis atau alat kelamin gonokoris. Pembuahan sel telur oleh sperma terjadi secara eksternal dan menghasilkan larva ekinopluteus yang berbentuk simetri bilateral. Larva kemudian turun ke substrat dan bermetamorfosis menjadi anak Echinoidea yang berbentuk simetri bilateral. Ada pula Echinoidea yang mengerami telurnya. Umur bulu babi dapat mencapai 30 tahun (Sridianti, 2013).
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN Kegiatan kuliah lapangan pada mata kuliah Biologi Laut ini dilaksanakan mulai dari hari Sabtu-senin, tanggal 11-13 Oktober 2014 bertempat di Pulau Barrang Lompo, Kec. Ujung Tanah, Makassar, Sulawesi Selatan. Kegiatan ini 19
diawali dengan berkumpulnya di gedung Science Building Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Unhas pada pukul 05.30 hingga 07.00 WITA. Kemudian dilakukan perjalanan ke dermaga Kayu Bangkoa, Kota yang menempuh waktu 40 menit. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan menuju tempat utama kuliah lapangan Biologi Laut yaitu Pulau Barrang Lompo yang masih merupakan bagian dari Kepulauan Spermonde dengan menggunakan alat transportasi air yang menghabiskan waktu tempuh selama 1 jam. Aktifitas dilanjutkan dengan absensi peserta di pelataran Asrama Mahasiswa Universitas Hasanuddin beriringan dengan pembagian ruang tidur tiap peserta kuliah lapangan. Pukul 09.00-10.00 WITA aktifitas dilanjutkan dengan istirahat, kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah pengamatan lamun pada pukul 10.00-13.00, yaitu semua peserta kuliah lapang beserta asisten turun ke dalam perairan laut untuk mengamati jenis-jenis lamun baik yang ada pada zona pasir, zona lamun hingga zona karang. Semua jenis alga yang ditemukan diambil untuk diamati morfologi dan adaptasinya masing-masing. Setelah pengamatan, dilanjutkan dengan waktu istirahat, shalat dan makan pada pukul 13.00-14.00. Praktikum pengamatan lamun dilakukan diluar ruangan, sampel yang ada kemudian diamati, digambar, dan diskripsikan jenis per jenis untuk mengetahui adaptasi tumbuhan ini yang hidup pada wilayah dengan salinitas tinggi, kegiatan ini dimulai pukul 13.00-16.00 yang diakhiri dengan respon. Pukul 17.00-20.00 wita, praktikan diberi waktu untuk beristirahat, makan shalat dan untuk mempersiapkan kembali praktikum lanjutan pada pukul 20.00 wita untuk mengamati sampel makroalgae yang telah diambil. Makroalga yang diperoleh ada 14 sampel yang mewakili dari 3 kelas makroalgae, maka kegiatan dilanjutkan dengan pengamatan laboratorium sampel secara outdoor dan dilakukan pergiliran sampel setiap kelompok berbeda. Sampel yang ada kemudian diamati, digambar, dan diskripsikan jenis per jenis untuk mengetahui adaptasi tumbuhan ini yang hidup pada wilayah dengan salinitas tinggi. Selanjutnya diadakan respon pada pukul 23.00 wita. Hari kedua, diawali dengan sarapan hingga pukul 08.00 WITA selanjunya para praktikan dan
asisten menuju laut untuk melakukan pengamatan pada
20
terumbu karang dan spons dimulai pada pukul 08.00-11.00 wita. Di laut, hanya dilakukan pengamatan morfologi pada karang dan spons, tidak dilakukan pengambilan sampel karena proses pertumbuhan karang membutuhkan waktu yang sangat lama, hanya bintang laut dan bulu babi/ landak laut yang dapat diambil sebagai sampel dan melakukan pengamatan dilaboratorium. Kemudian untuk beristirahat, shalat dan makan dilaksanakan hingga pukul 14.00 WITA. Pukul 14.00-16.00 dilakukan kembali pengamatan bintang laut dan bulu babi sebanyak 11 sampel di laboratorium secara outdoor. pada pukul 16.00 – 18.00 kegiatan dilanjutkan dengan kunjungan peserta ke lokasi Hart creek, yang merupakan tempat pemijahan benih berbagai biota laut yang ada pada pulau barrang lompo khususnya tentang budidaya kima baik yang memproduksi mutiara maupun tidak. di sana juga terdapat kultur mikroalga yang berperan sebagai xoozanthella pada kimanya, juga dilakukan pengenalan alat-alat canggih pada lokasi oleh staff asisten dan juga dosen pembimbing hingga pukul 17.30. Pada pukul 18.00, seluruh peserta kuliah lapang kembali ke penginapan untuk beristirahat, shalat dan makan hingga pukul 20.00 wita. Selanjutnya dilakukan kembali praktikum tentang cumi-cumi dan sotong, di sini dilakukan pengamatan antar kelompok dan mendapat penjelasan kembali oleh asisten masing-masing dan kembali menggambar serta mendeskripsikan tentang cumicumi. Praktikum dilakukan hingga pukul 21.00 WITA, bagi para praktikan lakilaki mendapat tugas untuk mengambil sampel air laut pada malam hari untuk mendapatkan jenis plankton yang akan diamati di laboratorium di kampus. Sampel yang diambil ada dua jenis yaitu pada pagi hari dan malam hari. hal ini dilakukan karena memiliki tujuan tertentu pada saat pengamatan berlanjut. Kegiatan selanjutnya seluruh praktikan masing-masing mempersiapkan diri untuk keberangkatan pulang pada pukul 06.00. Pada pagi harinya, seluruh praktikan mempersiapkan kembali seluruh alat untuk dibawa kembali pulang dan seluruhnya berjalan menuju dermaga dan siap untuk kembali ke Makassar untuk aktifitas kuliahnya msing-masing. Kegiatan selesai.
21
BAB IV HASIL KEGIATAN Pada kegiatan ini didapatkan beberapa hasil pengamatan dari masingmasing biota laut yaitu: IV.1 Lamun Pada Lamun ditemukan 6 species diantaranya: 22
IV.1.1 Lamun Tropika Enhalus aeroides Lamun tropika Enhalus acoroides merupakan anggota dari familia hydrocaritaceae karena memiliki fibre bristle yaitu suatu struktur bulu tambahan yang membantu untuk mengurangi daya turbulensi dalam air. Memiliki akar menjalar (Rhizome) sebagai ciri khasnya. Akar Lamun tropika Enhalus acoroides ini cenderung kuat dan besar sehingga tidak mudah tercabut saat terhempas gelombang. Semua bagian tubuh tumbuhan tertutupi oleh lignin yang memiliki fungsi untuk menyalurkan air, udara, dan unsur hara esensial. Ciri khas lainnya yaitu ujung daun berwarna coklat dan daun berbangun pita. Habitat Lamun tropika Enhalus acoroides ini yaitu pada substrat berlumpur. Manfaat ekologisnya sebagai penahan sedimen dan peredam air laut. IV.1.2 Lamun Serabut Holodule uninervis Lamun Serabut Holodule uninervis merupakan Lamun Halodule uninervis merupakan anggota dari famili potamogetonaceae yang memiliki prophylum (sisa daun) dan juga daun yang tebal. Ujung daun halus dan bertoreh serta memiliki pelepah daun yang berfungsi melindungi daun muda. memiliki akar menjalar (Rhizoma). Tiap percabangan, terdapat 2-4 helaian daun. Memiliki rimpang dengan ruas yang banyak. Akar menjalar yang berfungsi memperluas area pertumbuhan. Habitat yaitu pada substrat berlumpur. Manfaat ekologisnya sebagai penahan sedimen dan peredam air laut. Adaptasi fisiologi berupa kutikula yang digunakan dalam berfotosintesisi karena tidak memiliki stomata. IV. 1.3 Lamun Berujung Bulat Cymodocea rotundata Lamun Berujung Bulat Cymodocea rotundata termasuk dalam family potamotogenaceae, memiliki akar serabut, batang yang menjalar (Rhizoma), habitat berada di daerah yang berpasir. Ujung daunnya membulat dan memiliki pelepah daun. Manfaat ekologisnya yaitu mampu menahan pasir sehingga berpengaruh terhadap sidimentasi dipantai, sebagai peredam air dan juga sebagai habitat biota laut lainnya. Adaptasi fisiologi berupa kutikula yang digunakan dalam berfotosintesisi karena tidak memiliki stomata. IV.1.4 Lamun Jarum Suntik Syringodium isoetifolium Lamun Jarum Suntik Syringodium isoetifolium termasuk dalam family potamogetonaceae. Memiliki daun yang sama besar dari ujung sampai pangkal
23
daun, ujung daunnya meruncing yang menjadi ciri khasnya sehingga dikatakan lamun jarum suntik, memiliki batang yang menjalar (Rhizoma), dan memiliki akar serabut. Habitatnya berada pada daerah yang berpasir. Reproduksi dengan bantuan air (Hidrogami). Manfaat ekologisnya yaitu sebagai penahan sedimen dan peredam air laut. Bentuk adaptasi morfologinya berupa kutikula yang digunakan dalam berfotosintesisi karena tidak memiliki stomata. IV.1.5 Lamun Sendok Halophila ovalis Lamun Sendok Halophila ovalis merupakan family dari Hydrocaritaceae, memiliki ciri-ciri bentuk daun yang membulat seperti sendok yang menjadi ciri khas dari lamun ini, memiliki berkas berwarna merah pada pangkal daunnya, memiliki akar serabut, dan batang yang menjalar. Habitatnya berada pada daerah yang berpasir. Manfaat ekologisnya dapat dijadikan bahan makanan bagi biota yang hidup didaerah lamun dan juga sebagai pendaur zat hara dan oleh elementelement langkah dilingkungan laut. IV.1.6 Lamun dugong Thallassia hemprinchii Lamun
dugong
Thallassia
hemprinchii
merupakan
family
dari
hydrocaritaceae. Ciri khasnya memiliki bintik hitam pada daunnya, ujung daunnya
membulat,
sisa
pelepah
daunnya
akan
tetap
tinggal
pada
pertumbuhannya dan memiliki batang yang menjalar. Habitatnya berada pada daerah yang berpasir. Manfaat ekologisnya yaitu sebagai penahan sedimen dan peredam air laut dan juga sebagai tempat hidup biota laut lainnya. IV.2 Makroalgae Pada percobaan makroalgae didapatkan 14 jenis species yang berada di pulau Barrang lompo yaitu: IV.2.1 Caulerpa serulata Caulerpa serulata merupkan makroalgae yang termasuk dalam kelas chlorophyceae karena memiliki pigmen warna hijau yaitu klorofil. Ciri khasnya pada ujung filoidnya (daun semu) terdapat warna kuning, tipe daun bergerigi, memiliki akar semu yang membuatnya melekat pada substrat, mengandung senyawa bioaktif, thallusnya panjang, memipih dengan pinggiran yang bergerigi, memiliki akar semu yang membantunya melekat pada substrat. Habitatnya berada 24
pada daerah terumbu karang dengan substrat berpasir. Adaptasi morfologinya memiliki daun pipih bergerigi yang dapat membantu memecahkan air sehingga turbiditas dan tekanan air oleh arus tidak menyebabkan filoidnya menjadi robek. Manfaatnya sebagai makanan oleh masyarakat maupun biota laut lainnya. IV.2.2 Halimeda macroloba Halimeda macroloba merupakan makroalgae yang termasuk dalam kelas chlorophyceae yaitu alga hijau karena mengandung pigmen klorofil. Thallusnya berbentuk seperti rumpun, memiliki bentuk blade yang bercabang dan berbentuk kipas yang sedikit membulat pada ujungnya. Disebut macroloba karena memiliki lobus pada daun semu (filoidnya) yang berukuran besar, struktur thallusnya lebih keras dari yang lain dan selalu bercabang 2.termasuk halimeda yang banyak mengandung kalsium karbonat Caco3. Habitatnya biasanya melekat pada substrat terumbu karang. Memiliki holdfast (akar pelekat) yang digunakan untuk melekat pada substrat. IV.2.3 Halimeda opuntia Halimeda opuntia merupakan makroalgae yang termasuk dalam kelas chlorophyceae yaitu alga hijau karena mengandung
pigmen klorofil. Ukuran
filoidnya lebih kecil dan tidak beraturan seperti pada Halimeda macroloba. Filoidnya kaku dan keras karna mampu mendeposit zat kapur. Memiliki holdfastnya yang bertipe cakram untuk membantunya melekat pada substrat. Habitatnya banyak ditemukan pada zona karang. Bentuk adaptasinya berupa filoid yang berstruktur keras agar tidak mudah terbawa oleh arus. IV.2.4 Klorodesmis fastigiata Klorodesmis fastigiata merupakan makroalgae yang termasuk dalam kelas chlorophyceae yaitu alga hijau karena mengandung khasnya
pigmen klorofil.
Ciri
jika diperhatikan nampak seperti lumut, selain daunnya halus dan
berwarna hijau tua, memiliki holdfash berbentuk cakram dan membantunya melekat pada substrak. Habitatnya berda pada zona karang. Adaptasinya memiliki filoid yang meruncing dan tidak bercabang yang membantunya untuk tidak mudah robek akibat tekanan air yang tinggi serta memiliki holdfash yang membantunya melekat pada substrak. IV.2.5 Ceratodyction spongiosum
25
Ceratodyction spongiosum merupakan makroalgae yang termasuk dalam kelas chlorophyceae yaitu alga hijau karena mengandung
pigmen klorofil.
Merupakan tumbuhan peralihan dari spons ke algae karena pada permukaan thallusnya berpori menyerupai spons, tekstur thallusnya keras dan bergerigi. Mampu mendepositkan zat kapur. Habitatya berada pada daerah berpasir. Bentuk adaptasi morfologinya adalah mengembangkan tubuhnya seperti sponge sehingga biota-biota laut tidak dapat memakannya. IV.2.6 Boergessenia forbessi Boergessenia forbessi merupakan makroalgae yang termasuk dalam kelas chlorophyceae yaitu alga hijau karena mengandung pigmen klorofil. Morfologi tubuhnya lunak dan berair, transparan seperti gelendong lonjong berwarna hijau, pada ujungnya berwarna hijau gelap. Pada umumnya hidup dizona pasang surut. Bentuk adaptasi morfologi memiliki thallus yang berbentuk seperti gelembung untuk
mengecohkan
mata
para
pemangsanya.
Memiliki
holdfast
yang
membantunya melekat pada substrat. Manfaatnya sebagai produen didalam air yang menghasilkan O2 dari proses fotosintesis. IV.2.7 Sargassum cristaefolium Sargassum cristaefolium termasuk kelas phaeophyceae ganggang yang berwarna pirang. Di dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan santofil, terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan ikut menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Habitat hidup dalam air laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup dalam air tawar. Di laut dan di samudera di daerah iklim sedang dan dingin, talusnya dapat mencapai ukuran yang amat besar dan sangat berbeda – beda bentuknya. Gangggang ini termasuk bentos, melekat pada batu – batu, sering berperan sebagai epifit pada talus ganggang lain, bahkan ada yang hidup sebagai endofit. Ciri khas yaitu memiliki bludder (gelembung udara). Berkembangbiak dengan reseptakel, dimana terdapat menseptakel didalamnya sebagai alat perkembangbiakkan. Bentuk adaptasinya memiliki bludder yang membantunya mengapung dipermukaan laut. IV.2.8 Turbinaria decurrens Turbinaria decurrens
termasuk kelas phaeophyceae ganggang yang
berwarna pirang. Di dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan
26
santofil, terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan ikut menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang.
Bentuk thallusnya berbentuk turbin
dengan ujung berbentuk segitiga. Pinggiran filoitnya berduri, memilki bludder. Mempunyai reseptakel sebagai alat reproduksinya. Bentuk adaptasi morfologi memiliki thallus berbentuk turbin yang keras agar tidak mudah terbawa arus. IV.2.9 Turbinaria ornata Turbinaria ornata termasuk kelas phaeophyceae ganggang yang berwarna pirang. Di dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan santofil, terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan ikut menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Ciri khasnya yaitu filoitnya berbentuk corong, tepinya bergerigi, memiliki gelembung udara (bludder). Habitatnya di zona karang. Memiliki holdfas berbentuk cakram untuk membantunya melekat pada substrak. Memiliki reseptakel sebagai alat reproduksi. Adaptasinya memiliki bludder atau gelembung udara yang membantunya mengapung di permukaan air. IV.2.10 Turbinaria triquerta Turbinaria triquerta termasuk kelas phaeophyceae ganggang yang berwarna pirang. Di dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan santofil, terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan ikut menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Memiliki thallus yang menyerupai turbin, ujung filoidnya beebentuk segi tiga dan tepinya bergerigi. Memiliki bludder, memiliki organ reproduksi berupa reseptakel yang terletak di bagian bawah filoidnya. Habitatnya melekat pada karang. Adaptasinya memiliki bludder atau gelembung udara yang membantunya mengapung di permukaan air. IV.2.11 Padina australis Padina australis termasuk kelas phaeophyceae ganggang yang berwarna pirang. Di dalam kromatoforanya terkandung klorofil –a, karotin, dan santofil, terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan ikut menyebabkan ganggang itu kelihatan berwarna pirang. Habitat hidup dalam air laut, hanya beberapa jenis saja yang hidup dalam air tawar. Di laut dan di samudera di daerah iklim sedang dan dingin, talusnya dapat mencapai ukuran yang amat besar dan sangat berbeda – beda bentuknya. Gangggang ini termasuk bentos, melekat pada batu – batu, sering berperan sebagai epifit pada talus ganggang lain, bahkan ada
27
yang hidup sebagai endofit. Ciri khas yaitu memiliki thallus yang berbentuk seperti lembaran-lembaran tipis dengan banyak garis konsentris pada thallusnya. Memiliki cakram pelekat holdfast untuk melekat pada substrat. Habitat khusus pada zona pasir dan zona lamun. IV.2.12 Actinotrichia fragilis Actinotrichia fragilis termasuk kelas rhodophyceae yang mengandung klorofil-a dan karatenoid, tetapi warna tersebut tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi yaitu fikoeritrin. Sedangkan pada jenis tertentu terdapat fikosianin. Ciri khasnya yaitu thallus bercabang-cabang dengan jumlah 2 cabang pada ujungnya. Thallus seperti benang-benang kaku. Memiliki cakram pelekat holdfast untuk melekat di substrat karang. Habitat pada daerah yang kurang terkena cahaya matahari. IV.2.13 Lawrencia optusa Lawrencia optusa termasuk kelas rhodophyceae yang mengandung klorofil-a dan karatenoid, tetapi warna tersebut tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi yaitu fikoeritrin. Sedangkan pada jenis tertentu terdapat fikosianin. Ciri khasnya yaitu thallus bercabang-cabang dengan jumlah 3 cabang pada ujungnya. Memiliki akar semu (rhizoid) untuk melekatkan diri pada substrat karang yang keras. IV.2.14 Halymenia durvillaei Halymenia durvelaei termasuk kelas rhodophyceae mengandung klorofil-a dan karatenoid, tetapi warna tersebut tertutup oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi yaitu fikoeritrin. Sedangkan pada jenis tertentu terdapat fikosianin. Ciri khasnya yaitu percabangan thallus berbentuk seperti otot lurik. Memiliki cakram pelekat holdfast untuk melekat di substrat karang. Habitat pada daerah yang kurang terkena cahaya matahari. IV.3 Sponge IV.3.1 Haliclona sp. Haliclona sp. adalah sponge yang termasuk dalam kelas Demospongie karena memiliki rangka luar dari serabut-serabut spongin. Memiliki tipe saluran air yang kompleks (leuconoid) dimana air masuk di ostium lalu disaring melalui porosit yang bersilia lalu air masuk melalui koanosit dan keluar ke spongocoel 28
dan bermuara di oskulum. Bentuk tubuh sangat variabel, dan tubuhnya kadang tidak teratur dan mengeras. Habitatnya pada kedalam daerah interalitoral. Reproduksi umumnya hermafrodit. Reproduksi secara aseksual biasanya dengan fragmentasi. Manfaatnya sebagai dsar pembuatan bahan-bahan industri dam sebagai alat penggosok. IV.3.2 Xestospongia testudinaria Xestospongia testudinaria adalah sponge yang termasuk dalam kelas Demospongie karena memiliki rangka luar dari serabut-serabut spongin. Memiliki tipe saluran air yang kompleks (leuconoid) dimana air masuk di ostium lalu disaring melalui porosit yang bersilia lalu air masuk melalui koanosit dan keluar ke spongocoel dan bermuara di oskulum. Rangka tunggal (monoxon) yang
luar tersusun atas spikula
membentuk kulit yang mengeras. Memiliki bentuk
seperti vas bunga, memiliki warna yang mencolok sebagai bentuk kamuflase, didalamnya terdapat sel penyengat yang beracun. Memiliki daya regenerasi yang tinggi. Habitat diperairan laut dalam. Adaptasinya yaitu memiliki kemampuan mengakumulasi bahan metabolisme sekunder yang membuat hewan ini cenderung dihindari oleh pemangsanya IV.3. 3 Calyspongia aerizusa Calyspongia aerizusa Xestospongia testudinaria adalah sponge yang termasuk dalam kelas Demospongie karena memiliki rangka luar dari serabutserabut spongin. Memiliki tipe saluran air yang kompleks (leuconoid) dimana air masuk di ostium lalu disaring melalui porosit yang bersilia lalu air masuk melalui koanosit dan keluar ke spongocoel dan bermuara di oskulum. Spikula berbentuk monoxon atau tetraxon. Bentuk tubuh seperti jambang bunga (simetris radial). Hidup sesil (selalu melekat pada substrat). Habitatnya tersebar hampir semua zona, manfaatnya mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang merupakan hasil simbiosis dari bakteri yang digunakan sebagai bahan baku obat. Adaptasinya yaitu memiliki pori sehingga tidak terbawa arus. IV.4 Karang IV.4.1 Acropora carnivormis Acropora carnivormis merupakan karang acropora karena mempunyai bagian axial koraliit dan radial koralit. Bentuk pertumbuhannya tergolong bentuk 29
bercabang (branching), bentuk pertumbuhan koloninya yaitu ceroid. Termasuk organisme multiseluler dan hidup sesil (menetap). Polip bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthella sehingga memberi warna pada karang dan mendeposit zat kapur. Memiliki daya regenerasi yang tinggi. Adaptasinya yaitu mampu mendeposit zat kapur yang berfungsi untuk melindungi polip dan predator. Manfaatnya sebagai bioindikator pencemaran. IV.4.2 Fungia sp. Fungia sp. merupakan karang nonacropora karena hanya memiliki radial koralit. Ciri khasnya yaitu memiliki bentuk seperti jamur dengan sekat-sekat (septum) dengan ruang antar sekat (intersepta) diantaranya. Terdapat columella pada tengah tubuh yang berfungsi sebagai mulut sekaligus anusnya. Tersusun atas spikula yang banyak mengandung zat kapur. Reproduksi dilakkukan secara seksual dengan fertilisasi eksternal.
Habitat dilaut yang jernih. Manfaatnya
sebagai tempat simbiosis dengan zooxanthella dan rumah bagi biota laut lainnya. Adaptasinya yaitu memiliki lendir yang cenderung dihindari pemangsanya. IV.4.3 Acropora sp. Acropora sp. merupakan karang acropora karena mempunyai bagian axial koraliit dan radial koralit. Koloni berbentuk cabang (branching) karena bentuknya berupa cabang-cabang yang berukuran sedang. Memiliki ciri yaitu korali kecil, tidak memiliki columella, septar sederhana dan tidak memiliki struktur tertentu dan koralit dibentuk secra ekstratentakuler. Pada eksodermis tentakel terdapat sel penyengat (knidoblas) yang dilengkapi alat penyengat (nematokist) beserta racun didalamnya. Banyak mengandung zat kapur Habitatnya
sehingga teksturnya keras.
dizona karang rendah. Adaptasinya memiliki lendir sehingga
cenderung dihindari oleh pemangsa. IV.4.4 Stylafata subseriata Stylafata subseriata merupakan karang
acropora karena mempunyai
bagian axial koraliit dan radial koralit. Koloninya berbentung cabang (branching) karena bentuknya berupa cabang-cabang. Memiliki coralit yang kecil tanpa columella, septa sederhana dan tidak mempunyai struktur tertentu dan koralit dibentuk secara
ekstratentakuler. Polip bersimbiosis mutualisme dengan
zooxanthella. Memiliki daya regenerasi yang tinggi. Berfungsi sebagai tempat
30
hidup biota laut lainnya. Adaptasi memiliki kemampuan untuk mengakumulasi bahan metabolisme sekunder yang membuat hewan ini cenderung dihindari oleh pemangsanya. IV.4.5 Pseudosiderastrae tayami Pseudosiderastrae tayami merupakan karang nonacropora karena hanya memiliki radial koralit. Koloni berbentuk padat (massive). Memiliki koralit dengan ukuran kecil dan septa yang teratur rapi sehingga memiliki bentuk yang seragam. Memiliki koralit yang berbentuk seperti bunga pada skeletonnya. Memiliki warna tidak terlalu mencolok pada waktu masih hiidup. Adaptasi memiliki kemampuan untuk mengakumulasi bahan metabolisme sekunder yang membuat hewan ini cenderung dihindari oleh pemangsanya. IV.4.5 Pachyseris rugosa Pachyseris rugosa merupakan karang nonacropora karena hanya memiliki radial koralit. Koloninya berbentuk lembaran (foliose). Ciri khasnya yaitu memiliki struktur yang keras dan banyak mangandung kalsium. Memiliki lamella yang bergerigi sehingga keras ketika disentuh. Berwarna merah kecoklatan ketika masih hidup.
Bersimbiosis dengan dengan hewan dari dinoflagellata yaitu
zooxanthellayang memberi warna pada koloni. Habitatnya pada daerah karang rendah hingga tengah laut. Manfaatnya sebagai tempat hidup biota laut lainnya dan sebagai peredam air laut. Adaptasinya memiliki lendir yang berfungsi agar biota laut lainnya tidak memakannya.
IV.5 Cumi-cumi dan Sotong Untuk pengamatan cumi-cumi dan sotong, tidak dilakukan pengambilan sampel karena sampel berupa Cumi-cumi Loligo sp. telah tersedia dilapangan, sedangkan Sotong Sephia sp. tidak ditemukan pada kegiatan kuliah lapangan. Pada sampel Cumi-cumi Loligo sp. dilakukan pengamatan morfologi, adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku. Cumi-cumi adalah salah satu hewan dalam golongan invertebrata (tidak bertulang belakang. Apabila dirinya merasa terganggu, cumi-cumi bisa menyemprotkan tinta melalui siphonnya. Cumi-cumi memiliki tubuh panjang dan meruncing. Memiliki 8 lengan dan 2 tentakel.
31
Memiliki sepasang sirip di bagian dekat ujung ekornya. Bergerak dengan cara berenang. Makan dengan cara mencabik dan menelan potongan daging mangsanya. Memiliki cangkang dengan bentuk tangkai yang terdiri dari zat kitin serta memiliki mantel luar dengan banyak kromatofora. Habitat pada laut zona infralitorral. IV.6. Bintang Laut Hasil pengamatan yang didapatkan pada bintang laut yaitu memiliki madreporit sebagai tempat masuknya air, reproduksi dengan cara fragmentasi yaitu jika salah satu lengannya putus, maka akan berubah menjadi individu baru dan pada tubuh aslinya akan tumbuh kembali lengan yang baru. Alat geraknya berupa kaki tabung, memiliki bintik mata pada setiap ujung lengannya yang disebut stigma. Memiliki lengan amburakral sebagai saluran air. Bentuk adaptasinya mampu berkamuflase untuk menghindari pemangsanya. Pada pengamatan bintang laut, ditemukan beberapa spesies pada habitat aslinya yaitu Protereaster nodusus, bintang laut duri Protoreaster spinosus, bintang laut biru Linckia laevigata, bintang laut bantal Culcita sp., bintang laut pasir archaster typicus, bintang laut pemakan karang Acanthaster planchii, bintang ular Ophiotrix fragili. IV.7. Bulu Babi Hasil yang didapatkan dari kegiatan yang telah dilakukan adalah bentuk adaptasi secara umum yaitu memiliki duri pada sekitaran tubuhnya yang berfungsi sebagai alat gerak dan untuk melekatkan diri ke individu yang lain. Memiliki lentera aristoteles yang berfungsi sebagai penggiling makanan ketika makanan telah masuk di mulut. Durinya terbuat dari kandungan CaCo 3 yang tidak keras. Hidupnya berkoloni untuk memudahkan pada saat kawin dan mengurangi pergerakan akibat arus. Pada salah satu jenis yaitu Mesphilia globulus yaitu menyelubungi diri sendiri dengan lamun sabagai cara pertahanan dirinya untuk menghindari arus yang kuat, durinya seperti sikat. Pada pengamatan landak laut, ditemukan beberapa spesies pada habitat aslinya yaitu bulu babi Diadema sitosum, Echinortix calamaris, Mesphilia globulus dan Echinometra matei.
32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari hasil praktiikum lapangan di
Pulau Barrang
Lompo yaitu: 1. Biota laut yang diamati pada habitat aslinya khususnya yang ada di Pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan sangat banyak dan beragam. Pada pengamatan lamun, spesies yang ditemukan yaitu Thalassia hemprichii,
33
Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, dan Holudule uninervis. Pada pengamatan makroalgae, spesies yang ditemukan yaitu Halymenia durvelaei, Sargassum araestalium, Actinotrichia fragilis, Turbinaria ornata dan T. decurens, Caulerpa serrulata, Halymeda
sp.,
Chlorodesmis
fastigata,
Ceratodyction
spongiosum,
Boergessenia forbessi, Lawrencia optusa dan Padina australis. Pada pengamatan Karang, spesies yang ditemukan yaitu Fungia sp., Madrachis sp., Platygyra lamellina, Goniophora sp., Acropora sp., Acropora carvicornis, Seriatophora callendrum, Harpolita limax, Pseudosiderastrae tayami, dan Stylophora subseriata. Pada pengamatan sponge, spesies yang ditemukan yaitu Haliclona sp., Xetospongia testudinaria, dan Callyspongia aerizusa. Pada pengamatan cumi-cumi dan sotong, spesies yang diamati hanya cumi-cumi Loligo sp. Pada pengamatan Echinodermata (bintang laut dan landak laut), spesies yang ditemukan yaitu Protereaster nodusus, bintang laut duri Protoreaster spinosus, bintang laut biru Linckia laevigata, bintang laut bantal Culcita sp., bintang laut pasir archaster typicus, bintang laut pemakan karang Acanthaster planchii, bintang ular Ophiotrix fragilis, bulu babi Diadema sitosum, Echinortix calamaris, Mesphilia globulus dan Echinometra matei. 2. Bentuk adapatasi secara umum pada lamun berupa kutikula yang digunakan dalam berfotosintesisi karena tidak memiliki stomata. Adaptasi pada algae contohnya pada Sargassum memiliki bludder atau gelembung udara yang membantunya mengapung di permukaan air. Adaptasi pada sponge yaitu memiliki kemampuan mengakumulasi bahan metabolisme sekunder yang membuat hewan ini cenderung dihindari oleh pemangsanya. Adaptasi pada karang
yaitu mampu mendeposit zat
kapur yang
berfungsi untuk
melindungi polip dan predator. Adaptasi pada cumi-cumi yaitu pada tubuhnya terdapat shipon yang dapat mengeluarkan zat tinta untuk menyerang mangsanya. Adaptasi pada bintang laut yaitu mampu berkamuflase untuk mengelabui mangsanya. Adapatasi pada Bulu Babi yaitu pada tubuhnya terdapat duri sebagai bentuk pertahanan dirinya dari predator. V.2 Saran
34
Kegiatan kuliah lapangan dan observasi yang dilakukan sudah terlaksana dengan baik. Sebaiknya waktupraktikum dilakukan jangan sampai larut malam karena pasti semua praktikan sudah tidak fokus lagi baik dalam menerima materi maupun pada saat pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA Abdillah, 2013. Lamun. http://itk.fpik.ipb.ac.id/SIELT/lamun. diakses pada hari kamis 13 November 2014, pukul 20.00 WITA. Amel, 2012. Apa itu Spons?. http://www.generasibiologi.com/2012/09/apa-ituspons.html. Diakses pada hari kamis 13 November 2014, pukul 20.00 WITA. Anonim, 2013. Zona intertidal. http://wikipedia.co.id/wiki/zona-intertidal.html. Diakses pada hari kamis 13 November 2014, pukul 20.00 WITA.
35
Atmadja, W.S., 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Azkab, M.H., 2000. Epifit Pada Lamun. Oseana. Volume XXV. Nomor 2, 2000 : 1-11. Balitbang Biologi Laut. Pustlibang Biologi Laut-LIPI. Jakarta. Basohamida, 2013. Pulau Barrang Lompo. http://www.basohamdani.com/ 2013/09/pulau-barrang-lompo.html. Diakses pada tanggal 14 November 2014, pukul 19.00 WITA. Bengen,D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Dawes, C. J., 2000. Marine Botany A Wiley Interscience. Publication John Wiley & Sons. New York Khalik, 2014. cumi-cumi dan sotong. http://www.kaskus.co.id/perbedaan-sotongdan-cumi-cumi. Diakses pada tanggal 13 November 2014, pukul 18.00 WITA. Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta Raharjanto, 2012. Makroalga. https://agengsimuk.wordpress.com. Diakses pada hari kamis 13 November 2014, pukul 20.00 WITA. Romimohtarto, K., Dan J. sri., 2005. Biologi laut ilmu pengetahuan tentang biota laut. Djambatan. Jakarta. Seazee, 2011. Pantai berpasir. http://zee-marine.blogspot.com/2011/06/pantaiberpasir.html. Diakses pada tanggal 14 November 2014, pukul 21.00 WITA. Sridianti, 2013. Klasifikasi Echinodermata. http://www.sridianti.com/klasifikasiechinodermata.html. Diakses pada tanggal 14 November 2014, pukul 18.00 WITA. Sugiarti, S., 2004. Invertebrata Air. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Bogor. Sulfian, Hendraja, 2013. Chlorophyta. http://hendrajasulfian.wordpress.com. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2014, pukul 04.01 WITA. Tonimpa, 2013. Makalah Terumbu Karang. http://tonimpa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2014, pukul 04.23 WITA.
36
LAMPIRAN 1 FOTO KEGIATAN
37
LAMPIRAN 2 FOTO JENIS SAMPEL A. LAMUN
38
Thalassia hemprichii
Enhalus acoroides
Halophila ovalis
Syringodium isoetifolium
39
B. MAKROALGAE C.
Halymenia durvelaei
Sargassum araestalium
Actinotrichia fragilis
Turbinaria decurens
Caulerpa serrulata
Halymeda sp.
40
Chlorodesmis fastigata
Ceratodyction spongiosum
Boergessenia forbessi
Lawrencia optusa
Padina australis
Cumi-cumi Loligo sp.
41
D. Sponge
Haliclona sp.
Xetospongia testudinaria
Callyspongia aerizusa E. Karang
Fungia sp.
Madrachis sp.
42
Platygyra lamellina
Acropora sp.
Acropora carvicornis,
Pseudosiderastrae tayami
Stylophora subseriata
43
F. Echinodermata
Protereaster nodusus
Protoreaster spinosus
Linckia laevigata,
Echinometra matei
Culcita sp.
Archaster typicus,
44
Acanthaster planchii
Diadema sitosum
Ophiotrix fragilis
Echinortix calamaris
45
Mesphilia globulus