Yun Pratiwi adalah penemu dan pemilik dari Central Borneo Guide di Palangka Raya Indonesia. Beliau adalah pramuwisata sejak tahun 2015 di Kalimantan Tengah. Ibunya beras al dari Dayak Ngaju dan Ayahnya berasal dari Trenggalek, Jawa Timur. Beliau mencintai hal-hal yang berhubungan dengan budaya Dayak, kehidupan liar, kehidupan yang berada di sungai, dan apapun yang berkaitan dengan kebudayaan Dayak di Kalimantan Tengah. Beliau memiliki banyak program untuk mendukung warga asli Palangka Raya seperti Sanggar Tari, kapakapal kecil/ kelotok, Batik, dll. Lalu, E-Magazine ini juga adalah salah satu program beliau untuk mempromosikan tanah kelahirannya yaitu Kalimantan Tengah ke tingkat Nasional maupun Internasional. E-Magazine ini bisa membsantu untuk mendapatkan berbagai informasi about Kalimantan Tengah. Dan juga E-Magazine ini bisa dibaca oleh siapa saja meliputi anak-anak, anak muda, dan dewasa. beliau berharap semoga E-Magazine ini bermanfaat bagi semua.
Yun Pratiwi is founder and owner of Central Borneo Guide in Palangka Raya, Indonesia. She is a guide since 2015 in Central Kalimantan. Her mother is from Dayak Ngaju and her father is Javanese, East-Java. She loves about Dayak Culture, wildlife, riverlife, and anything about Dayak Cultural in Central Kalimantan. Her dream is to be a guide when she was senior high school. Then, it makes it happen to her. She has a lot of programs to support Native people business in Palangka Raya such as support dance Academy, Small b oats, batik, etc. Then, this E-Magazine also one of to promote Dayak land to National and International, This E-Magazine can help people to get more information about Central Kalimantan. Also this E-Magazine is can be read by kids, young, and adult. She hopes this E-Magazine will get benefit for everyone.
About Central Borneo Guide
4
Dayak Village and Local Bridge
6
Riverlife
8
Send A Love to Orangutan without-
12
Touching Them Beautiful Woman with Her Clothes-
15
Design Yulia Batik Woman
18
Palangka Raya River Cruise
21
Isen Mulang Festival
23
Try to Eat Local Snack Kalakai Chips 28
Central Borneo Guide (CBG) is a tourism guide service that was set up by Yun Pratiwi, a local Dayaknese Woman from Central Borneo. The main idea of their service is to help local and international tourists to visit and to explore the Indonesian Borneo. They specialize on culture, nature and on the local Dayak ethnic people. Tourists can get full advantage of Central Borneo Guide experience and knowledge of local culture, which provides them a memorable experience not easy to match. Central Borneo Guide was started in order to provide work opportunity for the local communities and to support Siti and her Spirit of the Hornbill Dance Academy, a project aimed at preserving the Dayak culture and traditions, as well as encouraging guests who come to watch their performances to take part in dance classes. Central Borneo Guide make a visit to Central Kalimantan a stress-free experience. They provide well-organized packages in the area of biodiversity, natural scenery, local people and culture, on education and on river life of Borneo Island. They work together with hotels, car rentals, restaurants, and some local tourism organizations to ensure visitors get the most memorable experience during their trip. Central Borneo Guide policy hire speedboats and cars for their tours directly from the local community so they are gaining direct benefits from visitors. Packages, duration and itinerary of each trip can be arranged to suit your personal planning and needs. If you are coming as a group and need assistance with transportation, accommodation, local knowledge, immigration reporting, guides, sightseeing etc, Central Borneo Guide can be of assistance.
www.centralborneoguide.com
Central Borneo Guide
+628115233389
/Central Borneo Guide
[email protected]
centralborneoguide
A lot of modern bridges that we see are with iron, other metal stuff, and solid. But, there is bridge is strong and solid by using wood. This wood is Ironwood. This is a popular wood in Indonesia with its stronger and not easy rotten than other woods. Dayak people build their house in the village by using Iron wood. Then, they make roads in the village by using ironwood in order to hold for hundreds years. Most of local people in Dayak villages depend on wood for their buildings. There is a village called Mungku Baru, 160 minutes from the city of Palangkaraya has abundant forest Ulinwood and are not allowed to cut them down because he wanted to maintain continuity endangered.
Banyak
sekali
kita
melihat
jembatan-
jembatan modern dengan besi,baja, bahan-bahan metal lainnya dan kokoh. Tetapi, ada jembatan yang kuat dan kokoh dengan menggunakan kayu. Jenis kayunya yaitu kayu Ulin. Kayu ini terkenal di Indonesia dengan kekuatannya dan tidak mudah rapuh daripada kayu-kayu yang lain. Masyarakat
Dayak
membangun
rumah
mereka di pedesaan dengan menggunakan kayu Ulin tersebut. Lalu mereka membuat jalanan didesa agar bisa bertahan sampai ratusan tahun. Sebagian besar penduduk desa masih bergantung Ada sebuah desa yang bernama Mungku Baru, 160 menit dari kota Palangka Raya memiliki hutan kayu Ulin yang berlimpah dan tidak diperbolehkan untuk menebangnya karena ingin menjaga kelestariannya yang hampir punah.
Photo by David Metcalf
S
uku Dayak memiliki koneksi
kuat antara hutan dan sungai. Hampir semua kehidupan warga Dayak dulunya ada di permukaan air seperti sungai. Mereka hidup bergantungan dengan sungai seperti untuk mandi, cuci pakaian, memancing, dll. Bisa kita lihat ada banyaknya rumah terapung/ lanting di pinggiran sungai Kahayan. Sungai Kahayan adalah salah satu sungai yang terpanjang di Indonesia yang memilik beberapa ratus anak-anak sungai. Mencoba beberapa kelotok kecil untuk menyusuri sungai dan sungai ini terlihat sama seperti Sungai Amazon yang ada di Brazil. Anda ingin mencoba?
D
ayak tribe has a strong connec-
tion between their forest and the river. Almost all day life Dayak people used to be on the surface of the water like a river. They live like hanging with the river for bathing, washing clothes, fishing, etc. We can see there are many floating houses / lanting on riverside of Kahayan.
Kahayan River is one of the longer rivers in Indonesia which holds several hundred sub-rivers. Try using some small boats to cruise the river and this river looks the same as Amazon River in Brazil. Do you want to try?
Photo by David Metcalf and Andrew Soan
Kita sangat mencintai Orangutan! Ingin memeluknya seperti boneka, ingin menyentuhnya, ingin menggendongnya dan bahkan ingin memeliharanya. Tapi apakah anda tahu bahwa interaksi antara manusia dan Orangutan termasuk hal yang berbahaya? Peneliti parasitologi orangutan dari FKH UGM R Wisnu Nurcahyo menyatakan, penelitian yang dimulai sejak 1999 itu telah menemukan berbagai macam parasit pada orangutan. Saat ini, lanjutnya, tim tengah berkonsentrasi meneliti malaria pada orangutan yang diduga memiliki spesies Plasmodium knowlesi yang dapat menular ke manusia (zoonosis). Penyakit malaria dan penyakit parasit lainnya menyebabkan penurunan populasi primata. Pasalnya, orangutan sangat mudah sekali terserang penyakit yang sama dengan manusia, sehingga beberapa penyakit infeksi pada manusia dapat diderita orangutan. Sebut saja penyakit menular Tuberkulosis, Hepatitis, Typhoid, bakteri, virus, maupun infeksi saluran pernafasan. Beragam penyakit tersebut, tambahnya, sering menyerang orangutan. Apalagi untuk orangutan yang telah lama dipelihara atau kontak dengan manusia. Sehingga
ketika dilepas ke dalam areal untuk berinteraksi dalam populasi yang lebih besar, maka menjadi pembawa penyakit bagi sesamanya. Oleh Karena itu, demi kelangsungan hidup bersama, biasanya para turis dilarang untuk menyentuh orang utan sama sekali. Kecuali, seseorang yang ingin meniliti mereka dibawah LSM-LSM Orang Utan beserta perizinannya yang ingin berinteraksi langung wajib medical checkup berbagai penyakit yang berbahaya di antaranya HIV AIDS, TBC, Hepatitis, Herpes, Tifus, dan DBD. Setelah itu, juga masih diwajibkan menggunakan masker saat bertemu orangutan. Jadi, berilah dan kirimkan mereka sebuah cinta tanpa harus menyentuh mereka. Kita masih bisa diberikan kesempatan untuk bisa mencintai mereka melalui program adopsi Orangutan melalui BOS (Borneo Orangutan Survival). Anda bisa membuka situs resmi mereka di http:// orangutan.or.id/
We love Orangutan so much! We want to hug them like a doll, want to touch, want to hold them and even want to preserve them. But do you know that the interaction between humans and orangutans are a dangerous thing? Researchers from the Faculty of parasitology orangutan R Wishnu Nurcahyo stated, studies initiated since 1999 has found a wide variety of parasites in orangutans. This time, he continued with the team is concentrating on researching malaria of orangutan suspected Plasmodium knowlesi species that can be transmitted to humans (zoo noses). Malaria and other parasitic diseases cause a decline in the population of primates. Because of the orangutan is very easy for a disease that is similar to humans, so some infectious diseases in humans can be suffered by orangutans such as contagious disease Tuberculosis, Hepatitis, Typhoid, bacteria, viruses, and respiratory tract infections.
Various diseases, he added, often attacking the orangutan. Especially for orangutans have long maintained or contact with humans. So that when released into the area to interact within the larger population, then become carriers of the disease to others. Therefore, for survival together, usually tourists are forbidden to touch the orangutans at all. Unless, someone who wants to observe them under control by NGOs of Orangutan along with licenses who want to direct interaction obligate for medical check-up dangerous diseases among HIV AIDS, TB, Hepatitis, Herpes, Typhoid, and dengue. After that, it is also still required to wear a mask when someone meets orangutan. So, give and send them a love without to touch them. We can still be given the opportunity to be able to love them through Orangutan adoption program through BOS (Borneo Orangutan Survival). You can open their on the official website http://orangutan.or.id/
Photo by David Metcalf
D
ietya Anggrahini Sugiarti seorang wanita Dayak yang masih muda memiliki
bakat untuk merancang pakaian-pakaian yang tidak lepas dengan Batik. Sebelum ia memulai karirnya sebagai perancang, ia juga sering mengikuti acara Fashion Show di Palangkaraya maupun luar kota dengan menggunakan rancangan-rancangan ternama di Kota Palangka Raya. Dari situlah, dirinya mendapat ide untuk membuat usaha pakaian hasil rancangannya yaitu ”The House of DAS”. THODAS (The House of DAS) pertama kali dibuka pada bulan September pada tahun2016 dan memilik akun resminya di Istagram @thehouseofdas. Kemudian THODAS juga mengikuti Fashion Show untuk dukungan penggalangan dana tumor di Kopi Jos Palangka Raya serta Pemilihan Jagau dan Bawi Nyai Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2016.
THODAS adalah clothing business yang dijalankannya sendiri untuk bertujuan mengangkat kain-kain khas Indonesia seperti Batik. THODAS membuat istilah yaitu “Makes people proud to wear local product” di mana harapannya anak-anak muda bangga menggunakan Batik saat jalan-jalan. Inspirasinya untuk merancang pakaian-pakaian biasanya selalu datang secara tiba-tiba, dan referensinya selalu tidak jauh dari sosial media yang sedang trend di kalangannya. “Gaya hidup dan cara berpakaian warga Kota Palangka Raya, sebagian besar sering menggunakan pakaian casual namun sangat terlihat cantik digunakan oleh penggunanya. Disitulah saya sering merancang pakaian yang simple dan enak digunakan oleh siapa saja dan dimana saja tergantung dari permintaan konsumen.”
D
ietya Anggrahini Sugiarti is a
young Dayak woman has a flair for designing clothes that cannot be separated with Batik. Before she began her career as a designer, she also often attends the Fashion Show in Palangka Raya and outside the city by using popular designer clothes in the city of Palangka Raya. From there, she got the idea to create a clothing business design with the name "The House of the DAS". THODAS (The House of DAS) first opened on @thehouseofdas. Then, THODAS also follows fashion show for fundraising to support neoplasm in Coffee Jos Palangka Raya, and Prince and Princess Ambassador of Central Kalimantan 2016 this may.
THODAS is being operated her own clothing business to aim to lift the typical Indonesian fabrics such as batik. THODAS term is "Make people proud to wear local product" where hopes young people pride themselves on using Batik when the go outside or hang out.
Her inspirations for designing clothes usually always come suddenly, and reference is always not far from the social media which is a trend in the circle. "Lifestyle and how to dress of people in Palangka Raya, most often use casual clothes, but look beautiful is used by users. That is why, I often design clothes with simple and convenient to use by anyone and anywhere depending on consumer demand. "Said Dietya
Siapa berusaha, dan akan menuai hasilnya. Inilah pepatah yang selalu saya dengar namun tepat. Saya bertemu wanita ini dua tahun yang lalu dan diperkenalkan oleh saudara perempuan saya. Ibunya adalah seorang pembatik senior di Palangkaraya, namun sudah lama hengkang dari dunia pembatikan di Palangkaraya karena masalah perekonomian yang tidak bisa hanya mengandalkan membuat kain batik saja. Saat Yulia beranjak dewasa, ia ingin membuat komunitas batik di Palangkaraya seperti apa yang ia inginkan. Cobaan selalu ada dan banyak tantangan yang harus ia hadapi untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Akhirnya, ia harus meminjam uang kepada salah satu Bank Indonesia untuk bias membeli alat-alat batik dan seperangkatnya. Lalu, ia mencoba mengumpulkan anggota-anggota pecinta batik di Palangkaraya untuk bisa bergabung di komunitasnya yang bernama “Komunitas Pecinta Benang Bintik”. Yulia juga sukarela membuat pakaian-pakaian dengan hasil batiknya untuk bisa digunakan bahkan dipinjam secara gratis. Namun Yulia tidak keberatan karena ia sangat mencintai dan ingin mempromosikan Batik yang ada di Kalimantan Tengah.
Cobaan tidak hanya itu, ia juga harus mencari pelanggan untuk bisa menjual hasil batiknya tersebut dan mendapatkan uang. Hari-hari tanpa pelanggan ia lalui berbulan-bulan setelah ia meminjam uang dengan pihak bank. Namun, semangat Yulia tidak terpatahkan. Ia lalu membuka secara umum kepada masyarakat ataupun turis yang ingin belajar batik khas Kalimantan tengah. Akhirnya, satu per satu pelanggannya berdatangan termasuk saya. Saya sangat tertarik dengan talentanya dalam bidang seni, tidak semua warga Dayak bisa membuat batik seperti ini. Saya pun bersemangat mendukung bisnis kecil seperti untuk bisa membantu keuangan mereka, dan menjunjung tinggi produk-produk lokal dan kesenian Dayak di Kalimantan Tengah yang hampir punah di telan zaman. Saya memprogramkan usaha tour saya untuk berkunjung dan belajar membuat batik di usaha Yulia di prioritaskan dalam itinerary tour saya. Yulia memiliki potensi sangat besar dengan usahanya tersebut dalam salah satu hal yang bisa dilakukan di Palangkaraya bagi turis asing. Saya sebagai guide dan juga penemu dari Central Borneo Guide, sangat mendukung usaha-usaha kecil masyarakat lokal di Palangkaraya Who types the paper, who has the paper. This a proverb that I always hear yet but true. Yulia the batik woman was introduced to me by my sister two years ago. Her mother is a senior batik artisan from Palangkaraya who grew up amongst economic problems.
As her family could not only rely on making batik, she had to find different ways. At one point she even had to pull out of „the world's longest batik‟ contest.
When Yulia grew up, her main wish was to create a batikmakers community in Palangkaraya. Despite the several challenges she faced in order to realize her dream, on being borrowing money from an Indonesian Bank so she could buy tools and raw material, she finally funded the “Komunitas Pecinta Benang Bintik” (Batik Lovers Community).
Palangkaraya‟s batik lovers joined the group and Yulia‟s mission to promote the cultural heritage of batik making in Central Kalimantan went as far as making clothes using baatik‟s fabric and let the locals to borrow them for free. One of Yulia‟s main ordeal was to find customers who would be prepared to pay money for her batiks. She went through months without a single product being sold, and struggled to repay the bank loan. However, Yulia‟s spirit was strong and she managed to put a great idea into practice: open the batik making workshop to the public and charge to visitors who want to learn the technique of batik-making in Central Kalimantan. This was the key of her turning point: one by one, customers started pouring in.
I
love Yulia‟s talented batik art, and I can assure you
not all Dayak people can make batiks like hers. I enjoy supporting and financing a small business like this, one that can empower local people and uphold local Dayak products and arts in Central Kalimantan, which is almost extinct in the modern era. Yulia has such a tremendous potential which in my opinion cannot go wasted.
Once we decided to include Yulia batik making school in our tour, we made an effort of marketing this activity. My clients are so happy with the time they spend with Yulia the batik woman, and her batik learning center has become one of the main things that tourists can do in Palangkaraya. Central Borneo Guide strongly support small businesses in the local community of Palangkaraya.
S
usur sungai di kota tua
Palangka Raya sudah menjadi wisata yang populer. Menaiki kapan yang cukup besar dengan ka-
R
iver Cruise in old town of
Palangkaraya has become popular for tourist attractions. Stepping up when a fairly large with a maximum capacity of 30 people and down Kahayan River
pasitas maksimal 30 orang dan
in the city of Palangkaraya be a very
menyusuri sungai Kahayan di Ko-
beautiful moment. The best time to use
ta Palangka Raya menjadi momen
the boat to cruise the river that we rec-
yang sangat indah. Saat terbaik
ommend is when the sun goes down at
untuk
4:30 PM Palangkaraya area.
menyusuri
sungai
menggunakan kapal ini, kami rekomdasikan pada saat matahari ingin terbenam seperti jam 4.30 sore area Palangka Raya.
Central Kalimantan is the third largest province in Indonesia; located in the island of Borneo, it is divided into 13 districts and one single town: its capital Palangkaraya. Each Dayak district has its own language, and there are more than 15 Dayak languages,
During the competitions, there are
with the majority of Central Kalimantan speaking Dayak Ngaju.
races and dancing contests both inland and
IsenMulang Festival is a very special event celebrated for the past
on the coast, and dances, songs, beauty,
eight years, which seems to get bigger every year. It comprises a
sports and traditional games. Thousands of
series of competitions held yearly in the month of May in Pal-
Dayak males and females from the forests
angkaraya, exposing the Dayak culture of Central Kalimantan.
and inland villages, young and old, repre-
IsenMulang (Isen = Abstinence, Mulang = Surrender)
senting their districts and hometowns, par-
means „never give up and strive to achieve‟. IsenMulang Festival
ticipate in a National Carnival traditional
fosters the spirit of Dayak citizens: to unite, build together, tolerate
parade held mainly in the center of this
and to keep the human dignity high.
small town.
IsenMulang Festival also holds an exhibition that promotes regional produce and handicraft made with regional resources: a wide range of local food and snacks (including a grand food baking competition) as well as clothes and wicker items. Also presented are the traditional Manyipet, a local blowpipe, and the Gasing, a spinning top, as well as a fascinating but serious game of „fireball football‟ (SepakSawut), which sees teams compete on a small sized football field with coconuts that are literally doused in petrol and set alight!
There are competitions to catch fish by the bare hand, traditional canoe races (Besei Kambe), Prince and Princess of Tourism competition, wood chopping, blow dart shooting, traditional Karungut singing and very loud contest of building ornamental Dragon Boats, where much care and effort is put into decorating the boats in intricate Dayak motifs, which are then paraded up and down the river. Each area of expertise has a winner, with participants collecting points that will count towards winning the title of overall champion. Local people dance, socialise and pose for cameras. Needless to say, all Dayak citizens are always very enthusiastic to participate in this festival, which also attracts many other Indonesian cultures – Java, Sumatra, Sulawesi, Papua, the Maluku Islands, Bali and Nusa Tenggara are all represented through the streets of Palangkaraya – and lots of foreigners who attend this important cultural event. Beautiful Dayak women sing and dance, young warriors dressed in feathers, their bodies adorned with tattoos, chant ancient songs and swing their machetes in the air. It is one of the few opportunities in Kalimantan to watch a gathering of so many Dayak tribes together in one place. Be part of moments of this event, which occurs on May the 18th each year. This is a great opportunity to talk to the very friendly people of Palangkaraya, who are very excited to meet foreigners. Watch the parade and join in the festivities in a spirit of dance, fun, joy and cultural expression, with the large stage filling with giant feathers, bear claws, pointed hornbill beaks, bells and lalahap (unique voice from Dayak men).
Kalimantan Tengah merupakan provinsi terbesar ketiga di Indonesia; terletak di pulau Kalimantan, provinsi ini dibagi menjadi 13 kabupaten dan satu kota tunggal: Kota Palangkaraya. Setiap kabupaten memiliki bahasa Dayak tersendiri, dan ada lebih dari 15 bahasa Dayak, dan mayoritas Kalimantan Tengah berbicara menggunakan Bahasa Dayak Ngaju. Isen Mulang Festival adalah acara yang sangat istimewa yang dirayakan selama delapan tahun terakhir, yang tampaknya untuk mendapatkan lebih besar setiap tahun. Ini terdiri dari serangkaian kompetisi tahunan yang diselenggarakan di bulan Mei di Palangka Raya untuk mengekspos budaya Dayak Kalimantan Tengah. Isen Mulang (Isen = Pantang, Mulang = Menyerah) berarti 'tidak pernah menyerah dan berusaha untuk mencapainya'. Isen Mulang Festival mendorong semangat warga Dayak: untuk bersatu, membangun bersamasama, mentolerir dan untuk menjaga martabat manusia yang tinggi. Selama kompetisi, ada kontes menari baik tari Pedalaman maupun tari Pesisir, lagu daerah, Putra-Putri Pariwisata, olahraga dan permainan tradisional. Ratusan warga Dayak baik wanita maupun pria dari desa-desa, tua dan muda, yang mewakili kabupaten dan kampung halamannya, berpartisipasi dalam parade tradisional Nasional Karnaval diadakan di pusat kota Palangka Raya. IsenMulang Festival juga mempunyai pameran Expo yang mempromosikan produk regional dan kerajinan dengan sumber daya daerah: berbagai makanan lokal dan makanan ringan (termasuk kompetisi masakan) serta pakaian dan barang-barang anyaman dan juga lomba Manyipet tradisional, yaitu sumpitan lokal yang ditiup kearah bidikannya. Dan pula lomba Gasing, serta permainan menarik seperti 'Sepak Bola Api' (Sepak Sawut). Setiap tim bersaing di lapangan sepak bola berukuran kecil dengan kelapa yang harfiah disiram oleh minyak tanah dan dibakar!
Tidak hanya itu, ada pula kompetisi untuk menangkap ikan dengan tangan kosong, perlombaan kano tradisional (Besei Kambe), Putra dan Putri Pariwisata, lomba memotong kayu,lomba lagu tradisional (Karungut) dan kontes Jukung hias di mana banyak kerumitan dan upaya dimasukkan untuk dekorasi perahu dan kemudian diarakkan ke sungai. Setiap bidang-bidang perlombaan akan memiliki pemenang dan para peserta akan mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya untuk diakumulasikan, lalu mendapat sebagai gelar juara umum. Tak perlu dikatakan lagi, semua warga Dayak selalu sangat antusias untuk berpartisipasi dalam festival ini, yang juga menarik banyak warga Indonesia lainnya - Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua, Kepulauan Maluku, Bali dan Nusa Tenggara semua mewakili melalui jalan-jalan saat parade di Palangkaraya dan banyak orang asing yang menghadiri acara budaya yang penting ini. Wanita Dayak yang indah menyanyi dan menari, para pria Dayak bak prajurit menggunakan bulu, tubuh mereka dihiasi dengan tato, melantunkan lagu-lagu kuno dan ayunan Mandau mereka di udara. Ini adalah salah satu kesempatan saat berkunjung di Kalimantan untuk menonton sebuah acara yang begitu banyaknya suku Dayak bersama-sama di satu tempat seperti festival ini. Jadilah bagian dari momen acara ini, yang diadakan pada 18 Mei setiap tahunnya. Ini adalah kesempatan besar untuk berbicara dengan orang lokal yang sangat ramah di Palangkaraya yang orang lokal pun sangat bersemangat untuk bertemu dengan orang-orang asing (wisatawan). Menonton parade dan bergabung dalam perayaannya, yang menyenangkan, kegembiraan dari budayanya, dengan panggung yang besar dihiasi berbagai bulu khas, rangkong, lonceng dan lalahap (suara khas lelaki Dayak).
Photo by David Metcalf
Each tourist after they visit to new place, they will certainly look for souvenirs or snacks. This snack is very unique! That fern plant (Tracheophyta) that we used to call this Kalakai can be made tasty chips. These chips are made of material that is primarily Kalakai (Fern plant), spices such as onion and salt, and do not forget the rice flour. This snack is good for bringing back your memory about Central Kalimantan and the price is not expensive, only 20 thousands
Rupiahs.
Setiap wisatawan setelah berkunjung ke suatu tempat, pastinya akan mencari oleh-oleh berupa souvenir ataupun kudapan. Kudapan ini sangat unik! Yaitu tanaman paku yang biasa kami sebut Kalakai ini bisa dibuatkan keripik yang enak.
Keripik ini terbuat dari bahan utamanya yaitu Kalakai (tanaman paku),
rempah-rempah
seperti
bawang dan garam, dan tidak lupa tepung beras. Kudapan ini bagus untuk mengingat memori anda tentang Kalimantan Tengah dan harganya tidak mahal, hanya 20 ribu saja.
Photo by Yun Pratiwi