PROSES PERJANJIAN SEWA-MENYEWA TEMPAT PEMONDOKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN (Studi di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowakwaru Kota Malang) ABD. RACHMAN A. LATIF Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang ABSTRAK Pelaksanaan penyelenggaraan usaha pemondokan di Kota Malang masih menghadapi sejumlah masalah, baik bersifat konseptual maupun faktual. Secara tidak langsung berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan di tempat pemondokan. Jika tidak segera ditangani maka usaha pemondokan akan membawa dampak negatif, khususnya dalam rangka mewujudkan Malang sebagai Kota Pendidikan. Itulah sebabnya pemerintah dan DPRD Kota Malang membentuk Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Usaha Pemondokan. Penyelenggara pemondokan maupun pemondok harus mematuhi peraturan yang ada di lingkungan sekitar tempat pemondokan, serta melaksanakan perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan yang telah disepakati bersama sebagaimana di atur dalam Peraturan Daerah tersebut yang memberikan dukungan tegas dan jelas dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai penyelenggara pemondokan maupun pemondok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Usaha Pemondokan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Proses perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang; (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang; (3) Upaya yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan, pemondok, pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi faktor penghambat proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Kata kunci: Perjanjian, Sewa-Menyewa, Tempat Pemondokan.
A. PENDAHULUAN Malang dikenal sebagai Kota Pendidikan, ditandai dengan banyaknya lembaga pendidikan formal maupun non formal yang tumbuh berkembang di Kota ini. Pendidikan formal dari mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi cukup banyak di Kota Malang, dibuktikan adanya sejumlah perguruan tinggi ternama di Kota Malang, yaitu: ada 6 perguruan tinggi negeri (Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Negeri Malang,
Politeknik Negeri Malang, Politeknik Kesehatan Malang, serta terdapat cabang Sekolah Tinggi Akuntansi Negara), dan 43 perguruan tinggi swasta terkemuka dengan jumlah mahasiswa secara keseluruhan kurang lebih ada 150 ribu jiwa, serta terdapat beberapa lembaga pendidikan, antara lain: 320 SD, 90 SMP, 30 SMA, dan 44 SMK. Sehingga, sebagai kota pendidikan banyak mahasiswa yang berasal dari luar daerah maupun luar jawa yang kemudian berdomisili maupun menetap di Kota Malang ini.
Konsekuensi logisnya, sebagai Kota Pendidikan dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai diantaranya ketersediaan rumah pemondokan untuk tempat tinggal mahasiswa yang menuntut ilmu di Kota ini, secara tidak langsung berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan di tempat mereka mondok. Selain itu, harus mematuhi peraturan yang ada di lingkungan sekitar tempat pemondokan serta melaksanakan perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan yang telah disepakati antara pemondok dengan penyelenggara pemondokan. Dalam perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan terdapat berbagai tata tertib yang harus dimengerti dan dilaksanakan baik oleh penyelenggara pemondokan maupun pemondok. Tata tertib sewa-menyewa pemondokan, meliputi: tata tertib pembayaran uang sewa dan biaya listrik, tata tertib penggunaan fasilitas pemondokan serta tata tertib mengenai batas waktu menerima tamu. Tata tertib tersebut diperuntukkan bagi para pemondok, sedangkan tata tertib bagi penyelenggara pemondokan adalah menyediakan serta memperbaiki fasilitas pemondokan yang mengalami kerusakan. Pada umumnya, pemondok dan penyelenggara pemondokan sudah mengetahui isi perjanjian sewa-menyewa tersebut, namun demikian isi perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan masih sering dilanggar baik oleh penyelenggara pemondokan maupun pemondok. Pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan adalah penyediaan fasilitas yang tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak adanya perbaikan mengenai fasilitas pemondokan yang mengalami kerusakan. Sedangkan untuk pemondok pelanggaran yang sering dilakukan, yaitu: pembayaran uang sewa tidak tepat waktu, penggunaan fasilitas pemondokan secara berlebihan sehingga menyebabkan fasilitas pemondokan cepat rusak, menerima tamu lebih dari batas waktu yang telah ditentukan, memasukkan tamu lawan jenis ke kamar pemondokan hingga menginapkannya. Keterangan ini didapat dari hasil wawancara peneliti yang
dilakukan dengan beberapa penyelenggara pemondokan dan pemondok di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Pelanggaran mengenai pemondokan tidak hanya sebatas antara penyelenggara pemondokan dengan pemondok, namun juga antara penyelenggara pemondokan, pemondok dengan pemerintah. Berdasarkan keterangan dari Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota Malang, selama tahun 2008 tercatat 15 pelanggaran mengenai Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan. Pelanggaran mengenai penyelenggaraan usaha pemondokan tersebut, mulai dari pemondokan atau tempat kos yang tidak memiliki ijin usaha, hingga penyelenggara pemondokan yang tidak melakukan pemisahan antara pemondok perempuan dengan pemondok laki-laki, sehingga sangat potensial memicu timbulnya praktek seks bebas. Dari sekian banyak kawasan pemondokan, hanya ada satu kawasan yang mengajukan ijin, yakni sebagian besar pemilik pemondokan di kawasan Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Sedangkan untuk kawasan lain yang menjadi sentral pemondokan sama sekali belum mengurus izin, padahal jumlah pemondokan di Kota Malang mencapai ribuan (Malangraya.2009.Perda kos mandul. (Online) http://malangraya.kabarku.com/). Perilaku hidup seks bebas di kalangan anak remaja secara umum di pemondokan berkembang semakin serius dengan makin longgarnya kontrol yang mereka terima. Sementara itu, tingkat pengawasan dari penyelenggara pemondokan mengenai perjanjian tata tertib di dalam pemondokan maupun pihak orang tua semakin longgar, sehingga makin banyak remaja yang terjebak ke dalam pola hidup seks bebas karena berbagai pengaruh yang mereka terima baik dari teman, internet, dan pengaruh lingkungan secara umum (Malang Pos, 2009:17). Dari data di atas dapat diketahui,
bahwa perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan antara penyelenggara pemondokan dan pemondok belum dilaksanakan dengan baik, ini juga menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat mengenai tertib aturan masih minim. Sangat ironis sekali, jika kota yang mempunyai predikat kota pendidikan ini menggunakan pemondokan sebagai tempat untuk melakukan perbuatan yang tidak bermoral. Peran penyelenggara pemondokan dan pemondok dalam melaksanakan perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan merupakan salah satu cara untuk mencegah perbuatan yang tidak bermoral di tempat pemondokan. Perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban bagi penyelenggara pemondokan maupun pemondok tersebut seharusnya dapat dilaksanakan dengan iktikad baik, sehingga nantinya tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Ketaatan penyelenggara pemondokan dan pemondok dalam melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sebagai pemegang peran terhadap Peraturan Daerah Kota Malang banyak ditentukan oleh kesadarannya akan tertib aturan. Selain itu, peran serta semua elemen masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pemondokan juga sangat diperlukan agar pemenuhan kebutuhan pemondokan atau tempat tinggal yang tertib, layak, nyaman, aman bagi pelajar dan mahasiswa dari luar daerah Malang dapat terwujud. Permasalahan 1. Bagaimana proses perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang? 3. Apakah upaya yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan, pemondok, masyarakat dan pemerintah dalam mengatasi faktor penghambat proses perjanjian sewa-menyewa tempat
pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang?
Tujuan Penelitian Merujuk pada latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1. Proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 3. Upaya yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan, pemondok, pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi faktor penghambat proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak : 1. Bagi Penyelenggara Pemondokan Memberikan informasi bagi para penyelenggara pemondokan agar menyediakan tempat pemondokan yang tertib, layak, nyaman aman bagi, pekerja/karyawan/karyawati, pelajar dan mahasiswa dari luar daerah serta dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang ada. 2. Bagi Pemondok Sebagai bahan pertimbangan bagi pemondok dalam membuat perjanjian sewa menyewa harus bersikap hati-hati dan selektif agar pemondok memperoleh hak-haknya sesuai dengan isi (substansi) perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga baik penyelenggara pemondokan maupun pemondok tidak merasa dirugikan atas apa yang telah disepakati di kemudian hari. 3. Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan, khususnya dalam hal usaha penyelenggaraan pemondokan. Metode Penelitian 1. Pengumpulan data Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah pengumpulan data. Prosedur pengumpulan data diperoleh baik dari wawancara, dokumentasi, observasi atau pun kepustakaan (Sugiono, 2005:15). 2. Reduksi data Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah mereduksi data yang terkumpul (memilih data yang tepat). Dalam proses ini terjadi kegiatan timbal balik dan terus-menerus antara pengumpulan data dan reduksi data. 3. Display data Hasil reduksi tersebut perlu didisplay secara tertentu untuk masingmasing kategori, fokus, tema yang hendak dipahami dan dimengerti “duduk soalnya”. Display data yang dapat membantu peneliti untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian. 4. Mengambil kesimpulan / verifikasi Puncak dari seluruh kegiatan analisis data deskriptif terletak pada pelukisan atau penuturan tentang apa yang berhasil dimengerti berkenaan dengan suatu masalah yang diteliti. Peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya, yang dituangkan ke dalam kesimpulan yang bersifat tentatif (Moleong,2006:20). Dengan kata lain, setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung. Dari sinilah lahir kesimpulankesimpulan atau pemaknaan yang bobotnya tergolong komprehensif dan mendalam. Jadi, data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian disimpulkan untuk mengetahui hasil dari apa yang telah diteliti. Paparan Data
Gambaran umum kelurahan sumbersari Berikut akan diuraikan mengenai gambaran umum Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, yaitu: (a) Letak dan luas wilayah serta batas-batas wilayah Kelurahan Sumbersari; (b) Keadaan penduduk, yang meliputi: jumlah penduduk, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Sumbersari. a) Letak dan luas areal Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowakwaru Kota Malang terletak di Jalan Bendungan Sigura-gura No. 31 Malang. Luas wilayah Kelurahan Sumbersari memiliki wilayah seluas 924.000 m², dibagi menjadi 7 Rukun Warga (RW), dan 40 Rukun Tetangga (RT). Batas-batas wilayah Kelurahan Sumbersari sebagai berikut: (1)Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Ketawang Gede (2)Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Karang Besuki (3)Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Merjosari (4)Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Penanggungan b) Keadaan penduduk Kelurahan Sumbersari merupakan daerah yang cukup potensial untuk berkembang, seperti kita ketahui di wilayah Kelurahan Sumbersari banyak terdapat pendatang baik bertujuan untuk belajar ataupun yang bertujuan untuk menjalankan usaha, sehingga sangat di mungkinkan daerah ini untuk terus berkembang. Kelurahan Sumbersari dengan ketinggian 440 meter di atas permukaan laut, memiliki Suhu 32º C – 25º C dan jumlah penduduk + 14.235 orang, dengan Kepala Keluarga (KK) 944, lingkungan Kondisi Penduduk yang bersifat Hiterogen dengan mata pencarian bervariasi PNS 30 %, Wiraswasta 40 %, Swasta 20 % dan lain-lain 10 % , merupakan karakteristik masyarakat yang relatif masuk dalam kawasan metropolis memiliki kecenderungan untuk semakin individualis. Sementara itu, untuk tingkat pendidikanya dapat dikualifikasikan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah % Belum Sekolah/Tidak 675 4.74 Sekolah Tamat SD/ Sederajad 2310 16.23 Tamat SMP/ 2870 20.16 Sederajad Tamat SMA/ 4420 31.05 Sederajad Tamat Akademika 1852 13.01 D1 – D3 Tamat Perguruan 2108 14.81 Tinggi S1 – S3 14.235 Jumlah 100 orang Sumber: Data Monografi Kelurahan Sumbersari Tahun 2010 Dari data Tabel di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat kelulusan pendidikan penduduk Kelurahan Sumbersari yang terbanyak adalah Sekolah Menengah Atas sebanyak 31.05 %, kemudian Sekolah Menengah Pertama 20.16 %, selanjutnya SD 16,23 % dan Sarjana S1 - S3 mencapai 14.81 % dan Akademi (D1-D3) mencapai 13.01 % dan 4,74 % penduduk yang tidak bersekolah atau yang belum sekolah. Berarti sebagian besar penduduk Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Malang berpendidikan tinggi. B. PEMBAHASAN Proses Perjanjian Sewa-Menyewa Tempat Pemondokan Di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowakwaru Kota Malang Perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang (rumah atau kamar), selama waktu tertentu dengan pembayaran yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya. Di dalam menyediakan tempat pemondokan ada beberapa dasar yang dijadikan pertimbangan bagi pihak penyelenggara pemondokan, yaitu: a) Lokasi rumah yang dekat dengan kampus Lokasi rumah yang dekat dengan kampus dijadikan alasan bagi penyelenggara pemondokan untuk
menyediakan tempat pemondokan. Hal ini, didasarkan oleh banyaknya jumlah mahasiswa dari luar daerah Malang yang membutuhkan tempat pemondokan. Pada umumunya banyak mahasiswa memilih tempat pemondokan yang berlokasi di dekat kampus, karena tempat pemondokan yang dekat dengan kampus akan lebih memudahkan para mahasiswa tersebut untuk beraktifitas. b) Faktor Ekonomi Dasar pertimbangan penyelenggara pemondokan dalam penyediaan tempat pemondokan adalah faktor ekonomi. Penyelenggara pemondokan berfikir apabila rumah yang mereka tempati akan lebih menghasilkan uang apabila mereka gunakan untuk usaha tempat pemondokan. Hasil dari usaha pemondokan tersebut akan dapat menambah penghasilan bagi penyelenggara pemondokan untuk membantu roda perekonomian keluarga. c) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga dijadikan dasar bagi para penyelenggara pemondokan untuk menyediakan tempat pemondokan. Hal ini disebabkan karena banyak sekali di lingkungan mereka yang menjadikan rumahnya sebagai tempat pemondokan. Selain itu, tempat-tempat pemondokan yang ada di lingkungan mereka tidak pernah sepi dari mahasiswa yang ingin mencari tempat pemondokan untuk tempat tinggal mereka sementara, sehingga penyelenggara pemondokan bisa memperoleh keuntungan yang besar dari usaha pemondokan tersebut. Munculnya keinginan para penyelenggara pemondokan menyediakan tempat pemondokan untuk menambah penghasilan keluarga. Penyediaan tempat pemondokan oleh penyelenggara pemondokan tidak begitu saja langsung diterima oleh pemondok, karena pemondok juga mempunyai pertimbangan sendiri dalam memilih tempat pemondokan. Dasar pertimbangan pemondok dalam memilih tempat pemondokan adalah (a) mengenai kebersihan air; (b) suasana lingkungan di tempat pemondokan; (c) kecocokan harga sewa dengan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara
pemondokan; (d) ventilasi udara yang cukup; (e) dekat dengan kampus; (f) keamanan tempat pemondokan; (g) tempat parkir untuk sepeda motor, dan (h) ada tidaknya bapak atau ibu kosnya. Proses terbentuknya perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan antara penyelenggara pemondokan dan pemondok di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, diawali oleh penyelenggara pemondokan yang memberitahukan fasilitas tempat pemondokan kepada pemondok, kemudian penentuan harga sewa serta peraturan atau tata tertib yang harus dilaksanakan oleh pemondok selama menempati tempat pemondokan. Peraturan atau tata tertib tempat pemondokan yang dibuat oleh penyelenggara pemondokan, meliputi: tata tertib mengenai pembayaran uang sewa dan biaya listrik, tata tertib penggunaan fasilitas dan tata tertib batas waktu menerima tamu. Setelah calon pemondok mengetahui fasilitas-fasilitas yang tersedia serta peraturan-peraturan yang ada di dalam pemondokan tersebut dan calon pemondok bersedia menerimanya kemudian disertai pembayaran uang sewa oleh pemondok baik itu hanya sekedar uang muka atau dibayar semuanya kepada penyelenggara pemondokan, maka perjanjian sewamenyewa pemondokan itu dapat dikatakan sah. Perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan yang telah dibuat oleh penyelenggara pemondokan dilakukan dalam bentuk lisan dan tidak dibuat secara tertulis. Alasan penyelenggara pemondokan membuat perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan secara lisan karena lebih mudah dan tidak terlalu rumit dalam membuatnya. Penyelenggara pemondokan juga sudah terbiasa membuat perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan secara lisan. selain itu, penyelenggara pemondokan juga belum tahu bagaimana cara dalam membuat perjanjian secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang telah ada, hal inilah yang menyebabkan mengapa penyelenggara pemondokan lebih memilih membuat perjanjian sewa-menyewa secara lisan dari
pada secara tertulis. Isi perjanjian sewamenyewa pemondokan yang dilakukan secara lisan oleh para penyelenggara pemondokan memuat tentang tata tertib pembayaran uang sewa beserta biaya listrik, tata tertib penggunaan fasilitas dan tata tertib batas waktu menerima tamu. Perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan yang dibuat secara lisan oleh penyelenggara pemondokan dan pemondok tersebut merupakan pelaksanaan dari asas konsensualisme. Asas konsensualisme sebagaimana di atur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, menyatakan bahwa “salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak”. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dari pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak, jadi perjanjian sewa-menyewa telah dinyatakan sah dan mengikat secara penuh karena sudah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak(Subekti, 1995:20), yaitu penyelenggara pemondokan dan pemondok. Berdasarkan hasil paparan data, diketahui bahwa realisasi proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang belum dapat terlaksana dengan baik, hal ini terlihat: (a) Dalam pelaksanaan perjanjian sewamenyewa masih sering terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pemondok, yaitu keterlambatan dalam membayar uang sewa maupun uang listrik, penggunaan fasilitas secara berlebihan dan pelanggaran tata tertib mengenai batas waktu bertamu; (b) Pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan, yaitu pada saat ada fasilitas pemondokan yang rusak, penyelenggara pemondokan pada umumnya tidak mau melaksanakan kewajibannya untuk memperbaiki fasilitas pemondokan yang mengalami kerusakan.
Selain itu, ditambah lagi banyaknya penyelenggara pemondokan yang belum memiliki ijin usaha penyelenggaraan pemondokan. Berdasarkan hasil paparan data, diketahui bahwa hal ini dikarenakan masih banyak terdapat beberapa pelanggaranpelanggaran terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu penyelenggara pemondokan dan pemondok. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya (Meliana dkk.,1985:11). Di dalam KUH Perdata telah diatur mengenai hak dan kewajiban pihak yang menyewakan dan penyewa. Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan. Sedangkan kewajiban pihak yang menyewakan, yaitu: a) Menyerahkan barang yang disewakan itu kepada si penyewa (Pasal 1550 ayat (1) KUH Perdata). b) Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud (Pasal 1550 ayat (2) KUH Perdata). c) Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan (Pasal 1550 ayat (3) KUH Perdata). d) Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUH Perdata). e) Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 KUH Perdata). Hak dari pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik. Sedangkan yang menjadi kewajibannya, yaitu: a) Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang itu kepunyaannya sendiri. b) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 KUH Perdata). Selain KUH Perdata, di dalam Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2006 Kota Malang tentang penyelenggaraan usaha pemondokan juga telah dijelaskan bahwa hak dan kewajiban serta larangan
bagi para pihak penyelenggara pemondokan maupun pemondok. Salah satu kewajiban bagi penyelenggara pemondokan dalam Pasal (1) Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan, menyatakan bahwa “Setiap penyelenggara pemondokan wajib memiliki Ijin Usaha Pondokan terhadap orang atau badan yang memiliki kamar pemondokan minimal 5 (lima) kamar atau 10 (sepuluh) orang pemondok”. Permasalahannya, baik penyelenggara pemondokan maupun pemondok dalam membuat perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan belum semuanya memahami secara benar konsep yang terdapat dalam KUH Perdata dan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan. Perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan yang telah disepakati oleh penyelenggara pemondokan dan pemondok secara sah akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata), dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu penyelenggara pemondokan dan pemondok harus melaksanakan isi (substansi) perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak, karena perjanjian tersebut akan mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi kedua belah pihak. Perjanjian sewa-menyewa tersebut, akan menimbulkan akibat hukum bagi penyelenggara pemondokan dan pemondok. Akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian sewa-menyewa meliputi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Dengan berpedoman bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik, maka hukum berkuasa mencegah suatu pelaksanaan perjanjian yang bertentangan dengan keadilan, walaupun proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun
2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang belum terlaksana dengan baik, namun sudah ada yang sesuai dengan ketentuan atau aturan yang berlaku. Hal ini terlihat dari proses terjadinya perjanjian sewamenyewa, yaitu adanya sebagian hak penyelenggara pemondokan dan pemondok yang sudah terpenuhi. Hak dari pihak penyelenggara pemondokan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan, sedangkan hak pemondok yaitu menerima barang yang disewakan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Perjanjian Sewa-Menyewa Tempat Pemondokan Di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowakwaru Kota Malang Setiap proses perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan, selalu menghadapi berbagai faktor, baik yang bersifat mendukung maupun yang menghambat terlaksananya perjanjian itu sendiri. Faktor-faktor tersebut, yaitu faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung adalah adanya perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, baik itu penyelenggara pemondokan maupun pemondok. Di dalam perjanjian sewamenyewa tersebut, dijelaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hal ini di karenakan adanya ketentuan atau aturan yang menghendaki bahwa perjanjian sewamenyewa pemondokan harus dilaksanakan dengan baik, misalnya dalam ketentuan KUH Perdata dan Peraturan Daerah. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan bahwa “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Selain itu, dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, menyatakan bahwa “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Sementara itu, di dalam Peraturan Daerah menghendaki agar penyelenggara pemondokan dan pemondok melaksanakaan hak dan kewajibannya
seperti yang tertuang di dalam Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan, dijelaskan bahwa mengenai hak, kewajiban serta larangan bagi para pemondok dan penyelenggara pemondokan. Sedangkan, faktor-faktor yang mempengaruhi proses perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, antara lain: (1) Penyelenggaran pemondokan Dalam proses perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan ada beberapa hambatan yang menjadi kendala bagi penyelenggara pemondokan, yaitu sering terlambatnya para pihak pemondok untuk membayar uang sewa dan uang listrik, sehingga membuat penyelenggara pemondokan menjadi tidak bisa memperbaiki fasilitas pemondokan yang mengalami kerusakan karena tidak ada uang. Sementara itu, hambatan lain dalam melaksanakan kewajiban sebagai penyelenggara pemondokan adalah kurangnya sosialisasi dari pihak terkait mengenai ijin usaha pemondokan. Selain itu, adanya fasilitas-fasilitas pemondokan yang disediakan oleh penyelenggara pemondokan sering mengalami kerusakan, hal ini disebabkan oleh perilaku pemondok yang menggunakan fasilitas pemondok secara berlebihan. Sehingga membuat penyelenggara pemondokan sengaja untuk tidak menyediakan lagi fasilitas-fasilitas pemondokan yang mengalami kerusakan karena merasa dirugikan. (2) Pemondok Hambatan yang dihadapi pemondok dalam melaksanakan perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan adalah sering terlambatnya kiriman uang dari orang tua pemondok, hal ini dikarenakan orang tua para pemondok juga harus memenuhi kebutuhan lain yang harus dipenuhi dalam waktu bersamaan. Adanya kebutuhan kuliah yang tinggi menyebabkan pemondok terhambat dalam membayar uang sewa. Tidak adanya perbaikan dari penyelenggara pemondokan mengenai fasilitas yang rusak juga menjadi
hambatan pemondok dalam melaksanakan perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan yang telah disepakati. Hambatan lain yaitu banyaknya tugastugas kuliah membuat pemondok sering melanggar batas waktu jam malam. (3) Pemerintah Kota Malang Kurangnya sosialisasi Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan, membuat penyelenggara pemondokan dan pemondok tidak mengetahui hak dan kewajiban serta larangan di dalam menyelenggarakan usaha pemondokan. Akibatnya, baik penyelenggara pemondokan maupun pemondok belum melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan tersebut. (4) Masyarakat Masyarakat yang dimaksud di sini adalah warga yang tidak sebagai penyelenggara pemondokan. Dalam hal ini, hambatan proses perjanjian sewamenyewa tempat pemondokan adalah kurangnya pengawasan dari pihak RT/ RW dan warga setempat dalam mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemondokan. Upaya yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan, pemondok, pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi faktor penghambat proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan di kelurahan sumbersari kecamatan lowakwaru kota malang. Perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan yang telah dibuat secara sah dan telah disepakati oleh penyelenggara pemondokan dan pemondok berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak yang membuatnya. Perjanjian yang telah disepakati akan menimbulkan akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban bagi penyelenggara pemondokan dan pemondok. Namun, dalam pelaksanaannya masih mengalami berbagai hambatan, baik itu dari penyelenggara pemondokan, pemondok, pemerintah dan masyarakat
mempunyai ketentuan sendiri dalam menangani hambatan proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan tersebut. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, upaya yang dilakukan, antara lain: (1) Penyelenggara pemondokan Penyelenggara pemondokan dalam menangani pemondok yang sering terlambat dalam membayar uang sewa pada umumnya, yaitu memberikan toleransi waktu pembayaran uang sewa. Namun, bila batas waktu toleransi pembayaran uang sewa tiba dan pemondok belum bisa membayar uang sewa pemondokan, maka penyelenggara pemondokan akan menggantikan pemondok yang terlambat membayar uang sewa dengan pemondok lain yang ingin menempati pemondokan tersebut. Hal ini, dikarenakan penyelenggara pemondokan khawatir jika pemondok pergi secara diamdiam. Penyelenggara pemondokan dalam mengatasi masalah ijin usaha pemondokan adalah menunggu petunjuk, informasi dan penyuluhan langsung dari pihak Pemerintah Kota Malang mengenai ijin usaha pemondokan agar penyelenggara pemondokan mengetahui secara pasti ketentuan-ketentuan mengenai ijin tersebut. Sementara itu, untuk pemondok yang melanggar aturan dan menggunakan fasilitas tidak sesuai dengan perjanjian, maka penyelenggara pemondokan akan memberikan arahan, bimbingan serta teguran kepada pemondok tersebut. Namun, apabila pemondok masih melanggarnya maka pihak penyelenggara pemondokan akan melaporkan kepada pihak RT/ RW setempat. (2) Pemondok Upaya yang dilakukan pemondok apabila terlambat dalam membayar uang sewa adalah memberitahukan kepada penyelenggara pemondokan agar diberi batas waktu kelonggaran, namun apabila batas waktu toleransi telah habis dan pemondok belum bisa membayarnya maka pemondok akan mencari pinjaman. Sementara itu, terkait dengan adanya perbaikan fasilitas pemondokan yang rusak dari penyelenggara pemondokan, maka
upaya yang dilakukan oleh pemondok pada umumnya adalah memilih untuk diam dari pada harus membuat permasalahan dengan para penyelenggara pemondokan, tetapi ada juga pemondok yang langsung memberitahukan kepada penyelenggara pemondokan mengenai fasilitas pemondokan yang rusak. Selain itu, apabila ada pemondok yang melanggar batas waktu jam malam karena sesuatu hal, maka upaya yang dilakukan pemondok adalah memberitahukan kepada penyelenggara pemondokan untuk meminta ijin. Namun, jika di dalam tempat pemondokan tidak ada penyelenggara pemondokannya karena tidak satu atap dengan pemondok maka pemondok akan meminta ijin kepada pemondok lain yang satu pemondokan dengan pemondok. (3) Pemerintah Kota Malang Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Malang dalam mengatasi masalah penyelenggaraan usaha pemondokan, yaitu dengan mensosialisasikan kembali Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan. Namun, sosialisasi itu hanya dilakukan melalui media cetak dan media elektronik penerapannya juga masih belum maksimal, karena sosialisasi Peraturan Daerah tersebut baru sampai pada tingkatan kelurahan dan belum sampai ke pemilik tempat pemondokan. Sehingga, masih banyak tempat pemondokan yang tidak berijin, tidak terkontrol, dan sebagainya. Hal ini, menyebabkan banyak penyelenggara pemondokan tidak mengetahui kewajiban untuk memiliki surat ijin usaha pemondokan tersebut. Sementara itu, pihak RT/ RW selama ini bingung untuk mengambil suatu tindakan mengenai ijin usaha pemondokan. Hal ini, dikarenakan pihak Kelurahan maupun RT/ RW belum mengetahui tentang adanya Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan, karena belum mendapatkan informasi, arahan dan penyuluhan dari Pemerintah Kota Malang. Sebenarnya Pemerintah Kota
Malang melalui pihak kecamatan telah memberikan surat edaran yang diharapkan dapat di isi oleh penyelenggara pemondokan untuk melengkapi data tempat pemondokannya. Namun, surat edaran tersebut hanya sampai di pihak kecamatan saja, akibatnya tidak sampai kepada pihak kelurahan, RT/ RW maupun penyelenggara pemondokan. (4) Masyarakat Upaya yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi hambatan proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan adalah memberikan masukan kepada pihak RT/ RW untuk mengaktifkan lagi sistem wajib lapor bagi penyelenggara pemondokan mengenai identitas para pemondok di tempat pemondokannya. Sehingga, diharapkan dengan adanya hal tersebut nantinya dapat digunakan untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan. Sementara itu, upaya lain yang dilakukan adalah pelaksanaan ronda di wilayah RT/ RW setempat setiap malam yang diikuti seluruh warga setempat. Hal ini, dimaksudkan agar keamanan dan ketertiban di wilayah RT/ RW setempat bisa terwujud, namun pelaksanaannya belum bisa berjalan secara maksimal. Hal ini, dikarenakan masih banyak warga yang tidak aktif dalam melaksanakan jadwal ronda yang telah ditentukan. C. KESIMPULAN 1) Proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, dilakukan dalam bentuk lisan dan tidak dibuat secara tertulis. Untuk proses terbentuknya perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan tersebut, yaitu: (a) penyelenggara pemondokan memberitahukan fasilitas tempat pemondokan kepada pemondok; (b) penentuan harga sewa; (c) pemberitahuan peraturan atau tata tertib yang harus dilaksanakan oleh pemondok selama menempati tempat pemondokan. Peraturan atau tata tertib tempat pemondokan yang dibuat oleh penyelenggara pemondokan, meliputi:
(a) tata tertib mengenai pembayaran uang sewa dan biaya listrik; (b) tata tertib penggunaan fasilitas; dan (c) tata tertib batas waktu menerima tamu. Setelah calon pemondok mengetahui fasilitas-fasilitas yang tersedia serta peraturan-peraturan yang ada di dalam pemondokan tersebut dan calon pemondok bersedia menerimanya kemudian disertai pembayaran uang sewa oleh pemondok baik itu hanya sekedar uang muka atau dibayar semuanya kepada penyelenggara pemondokan maka perjanjian sewamenyewa pemondokan dapat dikatakan sah. Kenyataannya proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan berdasarkan Peraturan Daerah tersebut belum terlaksana dengan baik. Terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan maupun pemondok. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan ini terdapat faktor-faktor yang mendukung dan menghambat, faktor pendukung pelaksanaan perjanjian adalah adanya perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, ketentuan dalam KUH Perdata dan Peraturan Daerah, yang memberikan acuan kepada penyelenggara pemondokan dan pemondok agar di dalam melaksanakan hak dan kewajibannya bertindak berdasarkan aturan. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat, yaitu: (a) kurangnya rasa kesadaran diri pihak pemondok dalam melaksanakan perjanjian, misalnya: (1) sering terlambatnya pemondok dalam membayar uang sewa maupun uang listrik; (2) penggunaan fasilitas secara berlebihan; dan (3) sering dilanggarnya tata tertib mengenai batas waktu menerima tamu. Faktor penghambat yang lainnya adalah (b) kurangnya rasa kesadaran diri penyelenggara pemondokan dalam hal memperbaiki fasilitas pemondokan yang rusak dan mengenai ijin usaha pemondokan.
Hambatan yang berasal dari pemerintah, meliputi: (c) kurangnya sosialisasi Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan, sehingga membuat penyelenggara pemondokan dan pemondok tidak mengetahui hak, kewajiban serta larangan di dalam menyelenggarakan usaha pemondokan. Sedangkan hambatan dari masyarakat, yaitu: (d) kurangnya pengawasan dari pihak RT/ RW dan warga dalam mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pemondokan. 3) Upaya yang dilakukan oleh penyelenggara pemondokan, pemondok, pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi faktor penghambat proses perjanjian sewa-menyewa tempat pemondokan adalah untuk mengatasi hambatan tersebut, upaya yang dilakukan penyelenggara pemondokan dalam menangani pemondok yang melanggar perjanjian, yaitu dengan memberi teguran secara langsung. Upaya yang dilakukan pemondok pada umumnya adalah memilih untuk diam, tetapi ada juga pemondok yang langsung memberitahukan kepada penyelenggara pemondokan apabila menyimpang dari perjanjian. Sementara itu, untuk upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Malang dalam mengatasi masalah kurangnya sosialisasi, yaitu dengan mensosialisasikan kembali Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan usaha pemondokan. Namun, sosialisasi itu hanya dilakukan melalui media cetak dan media elektronik, sedangkan untuk penerapannya belum maksimal karena sosialisasi Peraturan Daerah tersebut baru sampai tingkat kelurahan dan belum sampai ke pemilik tempat pemondokan. Sehingga, masih banyak tempat pemondokan tidak mempunyai ijin, tidak terkontrol, dan sebagainya. Sebenarnya Pemerintah Kota Malang melalui pihak kecamatan telah memberikan surat edaran yang
diharapkan dapat diisi oleh penyelenggara pemondokan untuk melengkapi data tempat pemondokan. Namun, surat edaran tersebut hanya sampai di pihak kecamatan saja, sehingga edaran tersebut tidak sampai kepada pihak kelurahan, RW/ RT maupun penyelenggara pemondokan. Untuk mengatasi hambatan pelaksanaan penyelenggaraan pemondokan adalah memberikan masukan kepada pihak RT untuk mengaktifkan kembali sistem wajib lapor bagi penyelenggara pemondokan mengenai identitas para pemondok di tempat pemondokannya, sehingga diharapkan dengan adanya hal tersebut nantinya dapat digunakan untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan. Upaya lain yang dilakukan adalah pelaksanaan ronda di wilayah RT/ RW setempat setiap malam yang diikuti seluruh warga setempat. Hal ini dimaksudkan agar ketertiban dan keamanan di wilayah RT/ RW setempat bisa terwujud. Namun, pelaksanaan ronda tersebut belum bisa berjalan secara maksimal dikarenakan banyak warga yang tidak aktif dalam melaksanakan jadwal ronda. SARAN 1) Perjanjian sewa-menyewa antara penyelenggara pemondokan dan pemondok hendaknya dibuat secara tertulis. Tujuannya pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna di kala timbul sengketa di kemudian hari. 2) Aparat pemerintahan yang ada di Kota Malang ini, baik itu dari Pemerintah Kota Malang, Kecamatan, Kelurahan dan RT/ RW harus lebih aktif dan tegas dalam mengawasi jalannya kegiatan penyelenggaraan pemondokan, khususnya masalah ijin penyelenggaraan usaha pemondokan, misalnya dengan melakukan razia di tempat-tempat pemondokan. Selain itu, sebaiknya sosialisasi Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 06 Tahun 2006
tentang penyelenggaraan usaha pemondokan perlu lebih ditingkatkan kembali dengan membagikan Peraturan Daerah tersebut ke seluruh Satuan Kerja Perangkat Kelurahan / Desa (SKPD) seKota Malang.
DAFTAR PUSTAKA Moleong, L. J. M. A. 2006. Metode peneltian kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya. Meliana, Syamsudin, Qiram. 1985. Pokokpokok hukum perjanjian. Yogyakarta: Liberty. Malang Pos. 22 April. 2009. Perilaku hidup seks bebas, hlm.17. Malang Raya, 2009, Perda Kos Mandul, (Online) http://malangraya.kabarku.com/ Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R dan D. Bandung: Alfabeta. Suharijadi. 2009. Perda kos mandul. (Online), (http://malangraya.kabarku.com/ , diakses tanggal 22 Februari 2011). Subekti, S.H, Prof. 1995. Aneka Perjanjian. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Peraturan Daerah No. 06 Tahun 2006 Kota Malang tentang penyelenggaraan usaha pemondokan. 2006. Malang: Pemerintah Kota Malang.