Konsep Benefit Sharing Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pemanfaatan Traditional Knowledge Di Indonesia 1 Djulaeka Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura E-mail :
[email protected] ABSTRACT Benefit sharing is a concept that is currently initiated in Intellectual Property Protection and Utilization Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expression Act (draft). Efforts towards recognition as well as the protection of traditional knowledge has never been done by the Government, both institutions as well as Indonesian Institute of Sciences, Indonesian research and technology, and Foreign Ministry although only limited in the documentation. Notion of benefit sharing is considered as adequate means for the protection of traditional knowledge potential in Indonesia. This article examines the role of government, especially local governments and stakeholders in the region as a representative of the local community to understand the concept of benefit sharing in the perspective of IPRs and Contract Law. Key Word : benefit sharing, traditional knowledge, IPRs and contract law Abstrak Pembagian keuntungan adalah sebuah konsep yang saat ini mulai berlaku pada Perlindungan Kekayaan Intelektual dan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Act (draft). Upaya menuju pengakuan serta perlindungan pengetahuan tradisional belum pernah dilakukan oleh Pemerintah, baik lembaga maupun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, riset dan teknologi Indonesia, dan Kementerian Luar Negeri meskipun hanya terbatas dalam dokumentasi. Gagasan pembagian keuntungan dianggap sebagai sarana yang memadai untuk melindungi potensi pengetahuan tradisional di Indonesia. Artikel ini membahas peran pemerintah, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan khususnya di daerah sebagai wakil dari masyarakat setempat untuk memahami konsep pembagian keuntungan dalam perspektif HKI dan Hukum Kontrak. Kata kunci: pembagian manfaat, pengetahuan tradisional, HKI dan hukum kontrak
1
Artikel ini pernah disampaikan dalam Konferensi Asosisasi Pengajar HKI Indonesia 1 di Universitas Udayana, Bali pada bulan Nopember 2013.
1
2
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
Pendahuluan :
belum memberikan perlindungan se-
Traditional Knowledge (se-
cara maksimal. Keberadaan RUU
lanjutnya diisebut TK) atau yang
tentang Perlindungan dan Peman-
dikenal dengan pengetahuan tradisi-
faatan Kekayaan Intelektual Penge-
onal bukan merupakan isu baru da-
tahuan Tradisional dan Ekspresi Bu-
lam tataran internasional, namun
daya Tradisional (selanjutnya dise-
dalam tataran nasional persoalan TK
but RUU tentang PPKIPT dan EBT)
masih belum sepenuhnya dipahami
sampai saat ini masih dalam proses
oleh masyarakat. Kebutuhan perlin-
pembahasan baik dari kalangan aka-
dungan yang memadai untuk TK
demisi ataupun Pemerintah. Hasil
sudah menjadi tuntutan, namun di
pembahasan telah memberikan cata-
sisi lain masyarakat daerah yang
tan kritis pentingnya persiapan Indo-
dianggap memiliki sumber TK tidak
nesia menghadapi liberalisasi perda-
merasa membutuhkan, bahkan se-
gangan internasional.
ringkali tidak mengerti apa itu hak
Pengetahuan Tradisional se-
kekayaan intelektual (selanjutnya
bagaimana yang dirumuskan dalam
disebut HKI), apalagi persoalan TK.
RUU PPKIPT dan EBT sebagai
Upaya yang telah dilakukan oleh
karya intelektual di bidang pengeta-
Pemerintah (LIPI, Ristek ataupun
huan dan teknologi yang mengan-
Kementerian Luar Negeri) mempre-
dung unsur karakteristik warisan
diksi bahwa untuk nilai perdagangan
tradisional yang dihasilkan, dikem-
dari pemanfaatan Sumber Daya Ge-
bangkan, dan dipelihara oleh komu-
netik Pengetahuan Tradisional dan
nitas masyarakat lokal atau ma-
Ekspresi Budaya Tradisional (selan-
syarakat adat. Hal ini mengandung
jutnya disebut SDGPTEBT) setidak-
suatu makna bahwa TK
nya mencapai nilai antara 500 – 800
adanya
milyar dollar dalam setahun dari
sebagaimana
pemanfaatan tersebut (http://pus-
Convention on Biological Diversity
takahpi.kemlu.go.id/, akses tgl. 19
dalam Article 17.7 (selanjutnya dise-
September 2013). Upaya pendoku-
but dengan CBD) menyebutkan
mentasian SDGPTEBT yang dilaku-
bahwa:
kan Pemerintah masih dianggap
sifat
melekat
komunalistik. yang
TK
didefinisikan
Traditional knowledge refers to
3
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
the knowledge, innovations and
generational/and that are passed
practices of indigenous and local
on from generation to generation,
communities around the world.
and which may subsist in codi-
Developed from experience gai-
fied, oral or other forms. [Tradi-
ned over the centuries and adap-
tional knowledge may be associ-
ted to the local culture and envi-
ated, in particular, with fields
ronment, traditional knowledge is
such as agricultural, environmen-
transmitted orally from genera-
tal, healthcare and indigenous
tion to generation. It tends to be
and traditional medical know-
collectively owned and takes the
ledge, biodiversity, traditional
form of stories, songs, folklore,
lifestyles and natural resources
proverbs, cultural values, beliefs,
and genetic resources, and know-
rituals, community laws, local
how of traditional architecture
language, and agricultural prac-
and construction technologies.]
tices, including the development
(Draft Articles Rev. 2 : 10).
of plant species and animal
Dari definisi tersebut, maka TK
breeds. Traditional knowledge is
memiliki karakteristik (1) sebagai
mainly of a practical nature, par-
suatu pengetahuan yang dipraktik-
ticularly in such fields as agricul-
kan secara temurun-temurun; (2)
ture, fisheries, health, horticul-
kepemilikan TK bersifat komunal,
ture, and forestry.
dan (3) TK merupakan hasil interak-
Senada pula rumusan dalam Draft Articles
Rev. 2 (April 26,
2013) WIPO disebutkan bahwa :
si antara penemunya dengan alam. Sifat komunalistik dari TK memberikan pengaruh terhadap per-
“Traditional knowledge” [refers
soalan konsep perlindungan yang
to]/[includes]/[means]
memadai untuk TK baik tataran
know-how, skills, innovations,
internasional maupun nasional. Me-
practices, teachings and lear-
mahami TK sebagai suatu bagian
nings of [indigenous [peoples]
‘pengetahuan’, maka seringkali HKI
and [local communities]]/[or a
dapat dijadikan salah satu pilihan
state or states] that are dynamic
sarana hukum yang tepat, selama
and evolving, and that are inter-
belum ada pengaturan terhadap per-
4
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
lindungan TK. Rezim HKI yang di-
nasional. Adanya inventarisasi dan
anggap masih terbuka untuk mem-
pendokumentasian
terhadap
TK
berikan perlindungan TK, antara lain
yang berbasis kearifan lokal
dan
rezim indikasi geografis, Hak Cipta,
dimiliki secara khusus oleh ma-
ataupun Paten. Namun disisi lain
syarakat daerah, dan masyarakat
keberadaan TK lebih diarahkan pada
Indonesia pada umumnya meskipun.
perlindungan secara tersendiri (sui
merupakan hal yang sangat penting,
generis) di luar rezim HKI konven-
namun belum memberikan perlin-
sional yang lebih bersifat privat
dungan yang memadai, mengingat
personal.
Indonesia memiliki potensi atau
Dalam perspektif kekinian,
dikenal sebagai pusat dan sumber
TK berada dalam dua ranah pengelo-
TK. Keberagaman terhadap pemaha-
laan yaitu:
man pentingnya perlindungan TK
1. Pelestarian dalam arti pemerta-
bagi masyarakat di sekitar potensi
hanan eksistensinya, baik dalam
TK menyisakan keprihatinan ter-
keseluruhan format aslinya mau-
sendiri dalam mempersiapkan sum-
pun dalam format-format dan
ber daya manusia yang siap mengha-
atau pengembangan baru, mengi-
dapi liberalisasi perdagangan inter-
kuti
nasional.
gagasan-gagasan
kreatif
pemiliknya; atau
Gagasan tentang benefit sha-
2. Pemanfaatan untuk dikembangkan
ring dalam RUU tentang PPKIPT
dalam upaya ekonomi/industrial,
dan EBT perlu dikaji secara menda-
di mana terkait HKI dari kelom-
lam, mengingat pengaturan tersebut
pok/komuniti/suku bangsa seba-
merupakan salah satu pilihan yang
gai pemilik asal dari TK yang
dianggap tepat terhadap upaya per-
dimanfaatkan itu. (Naskah Aka-
lindungan dan pelestarian TK di
demik : 11)
Indonesia.
Upaya Pemerintah yang saat ini telah mempersiapan RUU tentang
Permasalahan
PPKIPT dan EBT dapat dianggap
1. Apakah rezim HKI merupakan
sebagai langkah maju dalam antisi-
pilihan yang tepat dalam peman-
pasi liberalisasi perdagangan inter-
faatan dan perlindungan TK ?
5
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
2. Bagaimanakah konsep benefit
Pendekatan perbandingan diperlu-
sharing yang digagas oleh Peme-
kan sebagai salah satu upaya rujukan
rintah
yang dipergunakan sebagai bagian
melalui
RUU
tentang
dari perbandingan untuk mengetahui
PPKIPT dan EBT ?
pengaturan berkait dengan benefit sharing dalam pemanfaatan TK yang
Metode Penelitian : Penulisan artikel “Konsep
ada di beberapa Negara, khususnya
Benefit sharing dalam Pemanfaatan
India dan China dan Republik
dan Perlindungan TK dan Indonesia”
Korea.
ini merupakan penelitian normatif
resources/db_registry.html)
(http://www.wipo.int/tk/en/
yang mempergunakan pendekatan perundang-undangan,
pendekatan
Pembahasan
konsep, serta pendekatan perbandi-
A Perlindungan Traditional Know-
ngan. Pendekatan perundang-unda-
ledge dalam Perspektif UU yang
ngan dipergunakan untuk mengkaji
terkait dengan HKI.
beberapa UU yang berkait dengan
B. Konsep Benefit Sharing dalam
keberadaan perlindungan TK dalam
Perspektif RUU tentang PPKIPT
rezim HKI, sehingga pendekatan
dan EBT
perundang-undangan yang diguna-
trak/Perjanjian.
dan Hukum Kon-
kan adalah mengkaji peraturan perPerlindungan
Traditional
undang-undangan yang ada dalam
A.
UU Hak Cipta, UU Paten dan UU
Knowledge dalam Perspektif HKI
Merek, khususnya berkait dengan
Meskipun kajian TK dalam
pengaturan Indikasi Geografis, serta
perspektif HKI merupakan salah satu
BW yang terkait dengan pengaturan
pilihan untuk memberikan perlin-
perjanjian.
dungan yang memadai, namun tidak
Sementara pendekatan kon-
semua rezim HKI dapat dipenuhi
septual digunakan untuk menemu-
persyaratan substantifnya. Beberapa
kan konsep hukum berkait dengan
rezim yang dapat dianggap sebagai
TK dan benefit sharing yang ber-
sarana perlindungan dari TK, antara
kembang melalui pendapat dan hasil
lain:
kajian mendalam dari para sarjana.
1. rezim Indikasi Geografis yang
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
6
diatur dalam Bab VII, mulai Pasal
memberikan ciri dan kualitas terten-
56 hingga Pasal 60 Undang-un-
tu pada barang yang dihasilkan”.
dang Nomor 15 Tahun 2001
UU Merek
mensyaratkan
tentang Merek (yang selanjutnya
adanya faktor geografis (baik faktor
disebut UU Merek Th. 2001);
alam maupun manusia) yang mem-
2. rezim Hak Cipta melalui perlin-
berikan pengaruh terhadap kualitas/-
dungan folkfore yang diatur da-
karakteristik khas barang yang diha-
lam Pasal 10 Undang-undang No-
silkan dari suatu negara, wilayah
mor 19 Tahun 2002 tentang Hak
atau tempat tertentu , sehingga seca-
Cipta (selanjutnya disebut UU
ra tidak langsung hal ini merupakan
Hak Cipta Th. 2002);
persyaratan substantif terhadap pero-
3. rezim Paten melalui Undang-
lehan perlindungan indikasi geogra-
undang Nomor 14 Tahun 2001
fis. Hal ini banyak mengadopsi
tentang Paten (selanjutnya dise-
pengaturan tentang Appelation of
but UU Paten);
Origin (selanjutnya disebut AO) dalam Lisbon Agreement Article
1. Perlindungan TK melalui rezim
2(1) bahwa AO means the geogra-
Indikasi Geografis
phical name of a country, region, or
Keberadaan rezim indikasi
locality, which serves to designate a
geografis yang baru diakui sebagai
pro- duct originating therein, the
bagian dari HKI dalam TRIPs,
quality and characteristics of which
hingga saat ini masih diatur menyatu
are due exclusively or essentially to
dalam UU Merek Th. 2001, dan indi-
the geographical environment, in-
kasi geografis yang sebagaimana
cluding natural and human factors.
yang dimaksud dalam Pasal 56 Ayat
Faktor penentu manusia ini
(1) UU No.15/2001 bahwa “Indikasi
yang kemudian dapat dijadikan
geografis dilindungi sebagai suatu
sarana perlindungan TK dalam rezim
tanda yang menunjukkan daerah asal
indikasi geografis. Lebih lanjut
suatu barang yang karena faktor
pengaturan dalam Peraturan Peme-
lingkungan geografis termasuk fak-
rintah Nomor 57 Tahun 2007 tentang
tor alam, faktor manusia, atau kom-
indikasi Geografis (selanjutnya dise-
binasi dari kedua faktor tersebut,
but PP Indikasi Geografis) sebagai
7
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
peraturan pelaksana untuk perlin-
masyarakat yang memiliki kearifan
dungan indikasi geografis, men-
lokal dalam melakukan dan ber-
syaratkan adanya pemenuhan per-
upaya memperoleh pengakuan terha-
syaratan sesuai Buku Persyaratan
dap potensi pengetahuan yang dimi-
Indikasi Geografis terhadap upaya
liki secara turun menurun untuk
perolehan produk daerah berbasis
dapat
indikasi geografis, sebagaimana ke-
yang memadai, meskipun pada da-
tentuan Pasal 6 huruf (d) bahwa
sarnya mereka cenderung tidak
uraian mengenai lingkungan geo-
memperdulikan adanya potensi nilai
grafis serta faktor alam dan faktor
ekonomis
manusia yang merupakan satu kesa-
yang mereka miliki. Sehingga me-
tuan dalam memberikan pengaruh
lalui rezim indikasi geografis dapat
terhadap kualitas atau karakteristik
dianggap sebagai salah satu pilihan
dari barang yang dihasilkan; dan
untuk melindungi TK yang dimiliki
Pasal 6 huruf (f) uraian mengenai
oleh daerah. Sebagai perbandingan
sejarah dan tradisi yang berhubu-
seperti halnya di Thailand yang
ngan dengan pemakaian Indikasi-
memberikan perlindungan terhadap
geografis untuk menandai
barang
hasil karya masyarakat wilayah Mae
yang dihasilkan di daerah tersebut,
Chaem melalui indikasi geografis
termasuk pengakuan dari masya-
mendaftarkan textile khas/unik dide-
rakat mengenai Indikasi-geografis
sain secara turun menurun oleh
tersebut, serta Pasal 6 huruf (g)
komunitas masyarakat yang ada di
uraian yang menjelaskan tentang
wilayah Mae Chaem dengan sebutan
proses produksi, proses pengolahan,
Mae Chaem Teenchok GI. adalah
dan proses pembuatan yang digu-
woven textiles with their characteris-
nakan sehingga memungkinkan se-
tic animal, plant and floral prints,
tiap produsen di daerah
tersebut
created using natural dyes, reflect
untuk memproduksi, mengolah, atau
the closeness of its people to their
membuat barang terkait.
natural environment dalam Rancesca
Ketentuan dalam PP Indikasi Geografis tersebut lebih memperjelas adanya pengakuan keberadaan
memperoleh
terhadap
perlindungan
pengetahuan
Toso, Development Sector (WIPO Magazine No. 5)
8
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
2. Perlindungan TK melalui rezim
jinan tangan, pakaian, instrumen
Hak Cipta
musik dan tenun tradisional.
Prinsip umum perlindungan
Dari ketentuan di atas tercer-
hak cipta diberikan pada objek ilmu
min bahwa perlindungan terhadap
pengetahuan, seni dan sastra. Pasal
TK dapat melalui sarana perlindu-
10 angka (2) UU Hak Cipta menye-
ngan folkfore sebagaimana pengatu-
butkan bahwa “Negara memegang
ran ketentuan Pasal 10 angka (2) UU
Hak Cipta atas folklore dan hasil
Hak Cipta di atas.
kebudayaan rakyat yang milik
bersama,
menjadi
seperti
cerita,
hikayat, dongeng, legenda, babad,
3.
Perlindungan
TK
Melalui
Rezim Paten
lagu, kerajinan tangan, koreografi,
Dalam rezim paten, perlin-
tarian, kaligrafi, dan karya seni
dungan TK dapat dianggap meme-
lainnya. Lebih lanjut penjelasan
nuhi dari aspek lingkup teknologi,
Pasal 10 angka (2) UU Hak Cipta
namun masih perlu persyaratan
menyebutkan : Folklore dimaksud-
bahwa dalam perlindungan paten,
kan sebagai sekumpulan ciptaan tra-
dibutuhkan adanya inventor sebagai
disional, baik yang dibuat oleh
pihak yang berhak atas Paten terha-
kelompok maupun perorangan da-
dap invensi yang dihasilkannya.
lam masyarakat, yang menunjukkan
Disamping itu harus memenuhi
identitas sosial dan budayanya ber-
syarat kebaruan, memiliki langkah
dasarkan standar dan nilai-nilai yang
inventif, dan dapat diterapkan dalam
diucapkan atau diikuti secara turun
bidang industri. Persyaratan ini agak
temurun, termasuk:
sulit untuk dipenuhi, mengingat
a. cerita rakyat, puisi rakyat;
inventor dalam konsepsi TK ada
b. lagu-lagu rakyat dan musik instru-
pada masyarakat setempat dan turun
men tradisional; c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional; d. hasil seni antara lain berupa: luki-
menurun. Persoalannya dalam perspektif kajian HKI yang tercermin adalah prinsip kepemilikan yang sifatnya
san, gambar, ukiran-ukiran,
personal, kecuali rezim
pahatan, mosaik, perhiasan, kera-
geografis. Sehingga apabila ada
indikasi
9
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
pihak-pihak yang memanfaatkan TK
dan/atau pelarangan terhadap:
harus sesuai dengan aturan hukum
a. Pemanfaatan yang dilakukan tan-
yang tersedia, baik dalam UU Merek
pa izin akses pemanfaatan dan
Th. 2001, UU Hak Cipta 2002 dan
perjanjian
UU Paten Th. 2001. Dari ketiga
orang asing atau badan hukum
lingkup kajian di atas yang meman-
asing atau badan hukum Indone-
faatkan sarana perlindungan HKI,
sia penanaman modal asing;
pemanfaatan oleh
telah memberikan pemahaman bah-
b. Pemanfaatan oleh setiap orang
wa persoalan pemanfaatan TK tidak
atau badan hukum baik asing
dapat dipaksakan pada salah satu
maupun Indonesia yang dalam
rezim, khusunya paten. Hal ini mem-
pelaksanaan pemanfaatannya ti-
bawa konsukuensi bahwa sudah
dak menyebutkan dengan jelas
seharusnya
digagas
asal wilayah dan komunitas atau
Pemerintah berkait perlindungan TK
masyarakat yang menjadi sumber
harus segera dituntaskan.
Pengetahuan
RUU
yang
Ekspresi B. Konsep Benefit Sharing Dalam (Rancangan) Pengetahuan
Undang-undang Tradisional
dan
Ekspresi Budaya Tradisional.
Tradisional dan
Budaya
Tradisional
tersebut; dan/atau c. Pemanfaatan oleh setiap orang atau badan hukum baik asing maupun Indonesia yang dilakukan secara tidak patut, menyim-
Ketentuan dalam Draft RUU
pang dan menimbulkan kesan
tentang PPKIPT dan EBT, khusus-
tidak benar terhadap masyarakat
nya dalam Pasal 4 (1) disebutkan
terkait, atau yang membuat ma-
bahwa Pemerintah dan pemerintah
syarakat tersebut merasa tersing-
daerah
gung, terhina, tercela, dan/atau
berkewajiban
melindungi
pengetahuan tradisional dan ekspresi
tercemar.
budaya tradisional. Sedangkan da-
Ketentuan pasal dalam draft
lam ayat (2) nya disebutkan bahwa
RUU di atas memberikan gambaran
“Bentuk perlindungan Pengetahuan
bahwa konsep kepemilikan TK yang
Tradisional dan Ekspresi Budaya
dibangun
Tradisional
kepemilikan kolektif dan komunal.
meliputi
pencegahan
sudah
merujuk
pada
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
10
Peran mayarakat dan pemerintah,
Sedangkan pengertian TK dalam
khususnya Pemerintah daerah mem-
perspektif internasional, dapat dibagi
beri kontribusi terhadap perlindu-
dalam 2 (dua) perspektif, antara lain
ngan potensi basis TK. Hal yang
: (http://www.wipo.int/tk/en/tk/)
menarik
tentang
1. TK in a general sense embraces
PPKIPT dan EBT ini adalah mem-
the content of knowledge itself as
berikan kesempatan
pemanfaatan
well as traditional cultural ex-
dan penggunaan TK oleh pihak asing
pressions, including distinctive
melalui sarana benefit sharing. Per-
signs and symbols associated
soalan benefit sharing selama ini
with TK;
dalam
RUU
masih hanya sebatas wacana ketika
2. TK in the narrow sense refers to
mempersoalkan keterkaitan terhadap
knowledge as such, in particular
pemanfaatan genetic resources.
the knowledge resulting from RUU
intellectual activity in a traditio-
tentang PPKIPT dan EBT terkait
nal context, and includes know-
ketentuan tentang ruang lingkup per-
how, practices, skills, and innova-
lindungan TK dalam Pasal 2 Angka
tions.
(2) yang menyebutkan bahwa : Pengetahuan Tradisional yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup ide/gagasan, konsep, keterampilan, pembelajaran dan praktik kebiasaan lainnya, dan inovasi yang membentuk gaya hidup masyarakat tradisional termasuk di antaranya pengetahuan pengobatan termasuk obat terkait dan tata cara penyembuhan, pengetahuan tentang ruang dan waktu, pengetahuan pertanian, pengetahuan lingkungan alam, pengetahuan tentang flora dan fauna, pengetahuan tentang zat dan bahan mentah, pengetahuan tentang anatomi tubuh, pengetahuan tentang astronomi, serta pengetahuan yang terkait dengan sumber daya genetik.
Traditional knowledge can be
Apabila
dicermati
found in a wide variety of contexts,
including:
agricultural,
scientific, technical, ecological and medicinal knowledge as well as
biodiversity-related
know-
ledge. Kedua pengertian di atas menunjukkan bahwa TK sangat berhubungan dengan kepemilikan yang berbasis pada kearifan lokal atau keberadaan masyarakat setempat dalam mempertahankan secara keahlian dalam pengobatan yang secara turun-temurun terpelihara.
11
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
Hal ini menunjukkan bahwa sean-
faatan diajukan secara tertulis
dainya rezim HKI dipergunakan
dalam bahasa Indonesia kepada
sebagai sarana penegakkan hukum
Menteri melalui Gubernur.
terhadap pemanfaatan TK, maka
(2) Gubernur bertanggung jawab ter-
akan menyisakan persoalan ter-
hadap izin akses pemanfaatan di
sendiri, meski pada dasarnya rezim
wilayahnya.
indikasi geografis ataupun folkfore
Konsepsi yang dibangun oleh keten-
dapat dijadikan pilihan terakhir,
tuan Pasal ini sebagai bagian dari
karena kedua rezim HKI ini prinsip
tanggungjawab Kepala Daerah ter-
kepemilikannya juga bersifat kolek-
hadap ‘kekayaan’ yang ada di
tif-komunal.
wilayah
Dengan
Hal
ini
maka
tentunya sejalan dengan ketentuan
sarana benefit sharing yang ditawar-
Pasal 13 Ayat (2) Undang-undang
kan dalam menjawab upaya peman-
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
faatan TK dapat dipertimbangkan
Pemerintahan Daerah (selanjutnya
sebagai pilihan yang dianggap tepat.
disebut UU Pemerintahan Daerah),
Melalui makalah ini kajian terhadap
bahwa
konsep benefit sharing perlu dicer-
provinsi yang bersifat pilihan meli-
mati dalam perspektif ranah hukum
puti
perjanjian/kontrak, mengingat kon-
secara nyata ada dan berpotensi
sep benefit sharing mengandung
untuk meningkatkan kesejahteraan
suatu makna adanya pembagian
masyarakat sesuai dengan kondisi,
keuntungan yang seharusnya diper-
kekhasan, dan potensi unggulan
oleh oleh para pihak yang terlibat
daerah yang bersangkutan.”
dalam
demikian,
kekuasaannya.
tercapainya
disepakati
bersama,
tujuan dalam
“Urusan
urusan
pemerintahan
pemerintahan
yang
yang
Sejalan dengan ketentuan ini,
hal
ketentuan Pasal 17 UU Pemerintah
pemanfaatn TK. Syarat dan Tata Cara Permohonan Izin Akses Pemanfaatan sebagaimana merujuk pada Pasal 6 RUU tentang PPKIPT dan EBT , bahwa (1) Permohonan izin akses Peman
Daerah menyebutkan bahwa : (1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan,
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
12
pemeliharaan, pengendalian dam pak, budidaya, dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan. (cetak tebal dari penulis) (2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. (cetak tebal dari penulis) (3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
membawai beberapa daerah, sekaligus dapat berposisi sebagai mediator terhadap kemungkinan adanya benturan terkait dengan keberadaan pemanfaatan TK yang bersinggungan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Proses belum selesai pada sebatas ijin, namun terdapat kegitan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 (1) RUU tentang PPKIPT dan EBT , bahwa “Setelah mendapat izin akses pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (10), Pemohon wajib melakukan perjanjian pemanfaatan dengan Kustodian Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional atau oleh Lembaga Manajemen Kolektif dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak izin akses pemanfaatan diberikan (cetak tebal dari penulis).” Makna perjanjian pemanfaatan yang
Kewenangan Pemerintah Da-
nantinya berujung pada pembagian
erah inilah yang memberikan mandat
hasil pemanfaatan sudah semestinya
bahwa terhadap pemanfaatan TK
diikuti oleh pemahaman hukum
dari daerah perlu ijin dari Gubernur
kontrak/perjanjian.
selaku Kepala Daerah. Peran Guber-
Dalam perspektif Hukum
nur di sini menunjukkan bahwa
Kontrak/perjanjian secara khusus
gubernur sebagai wakil masyarakat
ha-rus dipahami keberadaan Burge-
daerah
TK
lijk Wetboek (selanjutnya disebut
merupakan penguasa wilayah yang
BW), khususnya bagaimana syarat
penghasil/penggagas
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
13
sahnya perjanjian, sehingga dapat
ayat (1) ditentukan berdasarkan
mengikat para pihak yang terlibat
kesepakatan dengan memperha-
dan tentunya pembagian yang propo-
tikan kepatutan dan kewajaran.
sional, yang dapat memberikan kea-
Sedangkan Pasal 16 RUU tentang
dilan dalam masyarakat daerah.
PPKIPT dan EBT
Dalam Pasal 1320 BW disebutkan
bahwa :
bahwa syarat sahnya perjanjian,
(1) Kustodian Pengetahuan Tradisi-
meliputi 4 (empat) hal, antara lain :
menyebutkan,
onal dan Ekspresi Budaya Tra-
1.
Kesepakatan;
disional berhak menerima pem-
2.
Kecakapan;
bagian hasil pemanfaatan dari
3.
Suatu hal tertentu;
Pemegang Izin Akses Peman-
4.
Suatu sebab yang halal.
faatan sesuai dengan kesepaka-
Apabila dikaitkan dengan ketentuan
tan yang dituangkan di dalam
yang ada dalam RUU tentang
perjanjian pemanfaatan.
PPKIPT dan EBT , maka pemenuhan
(2) Kustodian sebagaimana dimak-
syarat sebagaimana ketentuan Pasal
sud pada ayat (1) wajib meman-
1320 BW dapat tercermin dalam
faatkan pembagian hasil pe-
beberapa ketentuan, antara lain Pasal
manfaatan guna pelestarian dan
15 dan Pasal 16. Dalam Pasal 15
pengembangan
RUU tentang PPKIPT dan EBT ter-
Tradisional dan kspresi Budaya
kait dengan Pihak Yang Melakukan
Tradisional.
Pengetahuan
Pemanfaatan, disebutkan bahwa :
Kedua pasal di atas merupakan per-
(1) Pihak yang melakukan peman-
syaratan subjektif yang harus dipe-
faatan wajib melakukan pemba-
nuhi dalam membuat ‘perjanjian pe-
gian hasil pemanfaatan kepada
manfaatan’ atau persyaratan subjek-
Kustodian Pengetahuan Tradisi-
tif yang dimaksud adalah :
onal dan Ekspresi Budaya Tra-
1. Pihak yang melakukan peman-
disional sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan di dalam perjanjian pemanfaatan; dimaksud
2. Pihak yang memanfaatkan bagi hasil (Kustodian).
(2) Pembagian hasil pemanfaatan sebagaimana
faatan (pihak asing);
pada
Hal menarik dalam ketentuan Pasal tersebut bahwa pembagian hasil pe-
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
14
manfaatan sesuai atau berdasakan
tentang Pengesahan Protokol Nago-
kesepakatan dengan memperhati-
ya tentang Akses pada Sumberdaya
kan kepatutan dan kewajaran.
Genetik dan Pembagian Keuntungan
Makna dari kesepakatan, kepatutan
yang Adil
dan kewajaran merupakan landasan
Pemanfaatannya,
utama atau asas yang harus dipatuhi
peluang untuk pengaturan peman-
oleh para pihak yang terlibat dalam
faatan sumber daya genetik dan TK
perjanjian benefit sharing. Asas ‘ke-
secara adil dan seimbang. Implikasi
sepakatan’ merupakan persyaratan
dari Undang-undang ini adalah ter-
sahnya perjanjian akan terpenuhi
hadap bagaimana pengakuan kebe-
apabila para pihak merasa telah
radaan masyarakat hukum adat, ke-
menerima apa yang telah diperjan-
arifan lokal dan hak-haknya. Perma-
jikan tujuan dilaksanakannya perjan-
salahan yang
jian. Tujuan dilaksanakan perjanjian
muncul, seperti diungkapkan oleh
merupakan salah satu syarat objektif
Meneg Lingkungan Hidup, bahwa
yang memberikan pengaruh pada
“belum tersedianya data dasar ke-
apakah perjanjian yang dibuat memi-
beradaan masyarakat hukum adat
liki tujuan yang ‘halal’ atau diperbo-
sebagai pemilik pengetahuan tradisi-
lehkan menurut hukum. Apabila
onal, sertifikasi pengetahuan tradisi-
tidak terpenuhi persyaratan ini, atau
onal terkait dengan sumber daya
tujuan dibuatnya perjanjian ternyata
genetik yang dimiliki lebih dari satu
melanggar undang-undang, kepatu-
kelompok masyarakat dan penetapan
tan, kewajaran yang ada dalam ma-
kelembagaan adat representasi mas-
syarakat, atau melanggar kesusilaan,
yarakat hukum adat”. Undang-Un-
maka demi hukum suatu perjanjian
dang No.32 Tahun 2009 tentang
dapat batal.
Perlindungan dan Pengelolaan Ling-
dan
Seimbang
dari
juga membuka
diperkirakan akan
Ketiga asas di atas (kesepa-
kungan Hidup (UU No. 32/2009)
katan, kepatutan dan kewajaran)
pada Pasal 63 ayat (1) huruf i
merupakan satu kesatuan yang harus
memandatkan kepada pemerintah
dipahami oleh para pihak yang mem-
untuk
buat perjanjian benefit sharing.
sanakan kebijakan antara lain me-
Undang-Undang No. 11 Tahun 2013
ngenai sumber daya genetik.
menetapkan
dan
melak-
15
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
Sebagai syarat objektif lain-
ayat (1) harus mendapatkan pe-
nya adanya ‘objek’ tertentu, dan hal
ngakuan dan pengesahan dari
ini dapat dipastikan bahwa wujud
Gubernur atas nama Menteri.
TK yang memiliki nialai ekonomis
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang
itulah yang masuk dalam ranah ini.
Lembaga Manajemen Kolektif
Masyarakat yang memiliki/memeli-
sebagaimana dimaksud
hara TK (kustodian) merupakan
Pasal ini diatur dalam Peraturan
pihak yang harus memahami potensi
Pemerintah.
dalam
ekonomis dari TK, dan pihak yang
Ketentuan Pasal 17 RUU tentang
berhak untuk memperoleh penik-
PPKIPT dan EBT merupakan sarana
matan ekonomis pula. Di dalam
yang dapat dianggap tepat, mengi-
RUU tentang PPKIPT dan EBT po-
ngat masyarakat yang ada di daerah
sisi kustodian diwakili oleh ‘Lemba-
masih belum sepenuhnya memahami
ga Manajemen Kolektif’ dalam
persoalan TK. Upaya yang dilaku-
melakukan perjanjian hasil peman-
kan Pemerintah dalam memberikan
faatan, sebagaimana ketentuan Pasal
perlindungan terhadap masyarakat,
17 menyebutkan , bahwa :
lebih lanjut dapat dicermati dari
(1) Lembaga Manajemen Kolektif
ketentuan Pasal 13 dan Pasal 21
merupakan organisasi berbentuk
RUU tentang PPKIPT dan EBT.
badan hukum nirlaba yang diberi
Pasal 13 menyebutkan, bahwa :
kuasa oleh Kustodian Pengeta-
(1) Pemohon yang telah melakukan
huan Tradisional dan Ekspresi
perjanjian pemanfaatan sebagai-
Budaya Tradisional untuk me-
mana dimaksud dalam Pasal 10
lakukan perjanjian pemanfaatan
ayat (1), dalam waktu paling
dan menerima pembagian hasil
lama 1 (satu) bulan sejak perjan-
pemanfaatan untuk diteruskan
jian pemanfaatan dibuat, harus
kepada Kustodian Pengetahuan
mengajukan permohonan penca-
Tradisional dan Ekspresi Bu-
tatan perjanjian pemanfaatan
daya Tradisional melaksanakan
kepada Pemerintah Kabupaten/
sebagian hakekslusifnya.
Kota tempat Pengetahuan Tra-
(2) Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana
dimaksud
pada
disional, dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional itu berada, de-
16
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
ngan
tembusan
disampaikan
(3) Pembatalan oleh Menteri atau
kepada Pemerintah Provinsi dan
Gubernur sebagaimana dimak-
Menteri;
sud pada ayat (1) dapat dilaku-
(2) Permohonan pencatatan perjanjian pemanfaatan sebagaimana di-
kan atas dasar laporan masyarakat.
maksud pada ayat (1) diajukan
(4) Pembatalan izin akses peman-
secara tertulis dalam bahasa
faatan sebagaimana dimaksud
Indonesia kepada Pemerintah
pada ayat (1) dan ayat (3) diberi-
Provinsi dan Pemerintah Kabu-
tahukan kepada Pemegang Izin
paten/Kota tempat Pengetahuan
Akses Pemanfaatan.
Tradisional dan/atau Ekspresi
Ketentuan Pasal 13 dan Pasal 21
Budaya Tradisional yang akan
RUU PPKIPT dan EBT tersebut
dimanfaatkan tersebut berada.
memberi sarana solusi terhadap
Sedangkan Pasal 21 mengatur ten-
persoalan yang seandainya timbul
tang Pembatalan oleh Menteri Peme-
pada saat tahapan pelaksanaan perja-
rintah
jian benefit sharing, sebagaimana
dan
Pemerintah
Daerah,
bahwa :
sesuai dengan ketentuan dalam Buku
(1) Izin Akses Pemanfaatan dapat
III BW yang mengatur persoalan
dibatalkan oleh Menteri atau Gubernur apabila:
kontrak/perjanjian. Sebagai perbandingan terkait
a. tidak dilakukannya perjanjian;
konsep benefit sharing dapat ditelu-
b. tidak dilakukannya perjanjian
suri dari perspektif internasional, ada
pemanfaatan
dalam
jangka
2 (dua) aspek berbeda dalam kerang-
waktu paling lama 1
(satu)
ka benefit-sharing framework, yaitu
tahun sejak tanggal diterbitkan-
universal dan specific benefit sha-
nya izin akses pemanfaatan; dan
ring sebagaimana diungkapkan oleh
(2) pelaksanaan pemanfaatan tidak
Kadri Simm, bahwa “the universal
dilaksanakan sesuai atau me-
sharing
of benefits-sharing that
nyimpang dari kesepakatan yang
describes the entire positive poten-
dituangkan dalam perjanjian pe-
tial of the genetic enterprise - and a
manfaatan antara Pemohon dan
specific benefit-sharing framework
Kustodian.
directed towards those who directly
17
Djulaeka: Konsep Benefit Sharing
participate
in
research.”
Lebih
dapat memberikan kesejahteraan
lanjut diungkapkan bahwa “univer-
bagi masyarakat pemilik/pemeli-
sal benefit-sharing have been based
hara (kustodian), dengan mem-
on concerns for justice in an interna-
perhatikan bentuk kesepakatan
tional genetic research situation”.
dalam proses tahapan pembuatan
(Kadri Simm : 8)
dan pelaksanaan perjanjian/kon-
Dari aspek kajian perbandi-
trak benefit sharing.
ngan tersebut, tercermin bahwa memaknai konsep benefit sharing
Saran :
akan bersinggungan dengan persoa-
a. Pemerintah seyogyanya segera
lan bagaimana dapat memberi pem-
mensahkan
bagian yang ‘adil’ bagi masyarakat
PPKIPT dan EBT sebagai sebuah
pemilik/pemelihara. Sehingga yang
UU yang dapat memberikan
terpenting memberikan kejelasan
perlindungan terhadap kekayaan
pengaturan tentang komposisi sha-
TK;
ring yang berkeadilan, minimal secara
proposional
meningkatkan
yang
kesejahteraan
RUU
tentang
b. Pemerintah, khususnya Pemerin-
dapat
tah Daerah harus mampu mema-
ma-
hami tentang keberadaan TK
syarakat daerah setempat.
yang ada di wilayahnya, sekaligus memahami konsep benefit
Kesimpulan :
sharing dalam perspektif HKI
a. Perlindungan TK dapat dilindungi
maupun Hukum Kontrak.
melalui sarana hukum dari HKI, khususnya rezim indikasi geografis, hak cipta (folkfore), atupun paten sebagai salah satu opsi. Namun disisi lain, TK sudah saatnya diberikan perlindungan melalui sarana hukum yang memadai; b. Konsep benefit sharing dalam RUU PPKIPT dan EBT harus berasaskan pada keadilan yang
Daftar Rujukan Kambuaya, Balthasar, Pidato Pengantar Lokakarya Nasional tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/ 2012, Jakarta, 29 – 30 Agustus 2013. Simm, Kadri, “Benefit-sharing: an inquiry regarding the meaning and limits of the concept in human genetic research”, Genomics, Society and Policy
18
Rechtidee Jurnal Hukum, Vol. 9. No. 1, Juni 2014
Journal, Vol.1 No.2 (2005) ISSN: 1746-5354 © CESAGen, Lancaster University, UK. Secretariat WIPO, Matters Concerning The Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folkfore (IGC), FortyThird (21st Ordinary) Session Geneva, September 23 to October 2, 2013, The Protection of Traditional Knowledge: Draft Articles Rev. 2 (April 26, 2013. Toso,
Rancesca, Development Sector, WIPO “Handmade in Thailand: building brands for local communities”, WIPO Magazine No. 5, September 2012.
WIPO “Handmade in Thailand: building brands for local communities”, WIPO Magazine No. 5, September 2012. Matters Concerning The Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folkfore (IGC), Forty-Third (21st Ordinary) Session Geneva, September 23 to October 2, 2013, The Protection of Traditional Knowledge: Draft Articles Rev. 2 (April 26, 2013), h. 10.
http://pustakahpi.kemlu.go.id/, akses tgl. 19 September 2013 h t t p : / / w w w. w i p o . i n t / t k / e n / r e sources/db_registry.html, akses tanggal 19 September 2013. http://www.wipo.int/tk/en/tk/, akses 19 September 2013. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009) pada Pasal 63 ayat (1) huruf i memandatkan kepada pemerintah untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan antara lain mengenai sumber daya genetik. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis Naskah Akademik RUU tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Expresi Budaya Tradisional.