BAB I PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sebuah gereja hadir di dalam dunia tidak dapat terlepas dari tugas-panggilannya, yaitu meneruskan karya Tuhan Allah melalui penebusan oleh Yesus Kristus. Gereja adalah misi Allah.1 Oleh sebab itu keberadaan gereja tidak dapat terlepas dari Allah, karena keberadaan gereja merupakan sebuah panggilan-tugas Allah. (Missio Dei). Dengan kata lain keberadaan gereja menetukan hakikat dan tujuan gereja itu sendiri. Jadi dapat dilihat bahwa gereja itu adalah tugas-panggilannya atau panggilan-tugas gereja adalah hakekat gereja itu sendiri Sehingga tugas-panggilan gereja bukan hanya merupakan salah satu kewajiban dan kegiatan gereja. Gereja adalah sebuah organisme2 yang harus terus bertumbuh dan dewasa bukan barang jadi dan terus seperti apa adanya dahulu sampai di kemudian hari. Eka Darma Putra3 mengatakan bahwa gereja adalah suatu persekutuan yang senantiasa bergerak, senantiasa mencari. Untuk melaksanakan tugas-panggilannya ia harus senantiasa dinamis tidak statis. Ia harus melewati suatu proses menuju kepada kedewasaan panggilannya. Gereja mengalami proses jatuh, bangun dan terus belajar dalam memahami dan melaksanakan tugas-panggilannya tersebut. Kraemer4 mengatakan gereja yang dewasa adalah di mana jemaatnya merespon dan me-yakan panggilan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Respon itu dapat dipertanggungjawabkan melalui tiga hal, yaitu pertama, jemaat dapat memimpin dirinya sendiri, kedua, jemaat dapat memperluas dirinya sendiri, ketiga, jemaat dapat membiayai dirinya sendiri.
Gereja menjadi dewasa membutuhkan sebuah proses. Seperti seorang anak yang tumbuh, mulai dari bayi sampai bisa berjalan sendiri dan akhirnya menjadi seoang yang dewasa. Banyak hal yang harus dihadapi dan yang mempengaruhi kehidupannya. Pada saat belajar berjalan, seorang bayi mungkin jatuh bangun sampai akhirnya bisa berdiri dengan benar lalu tertatih-tatih belajar berjalan. Sebuah gereja tidak dapat terlepas untuk melalui proses tersebut.
1
Widi Artanto, Menjadi Gereja yang Misioner, p206. B. J. Boland, Pertjakan tentang Geredja, p 26 3 Eka Darmaputera, Gereja Harus Tumbuh, P 8 4 C. W. Nortier, Tumbuh Dewasa Bertanggungjawab, p 190. Band. Dr. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, p 249 dan Handoyomarno Sir, S. Th., Benih Tumbuh VII, p102 2
1
Ia mengalami banyak pergumulan dalam mempertanggungjawabkan tugas-panggilan dan kedewasaannya.
Penulis terrgelitik untuk mengupas kedewasaan gereja di mana penulis pernah berstage yaitu GKJW jemaat Bangkalan5. Jemaat Bangkalan merupakan salah satu dari 22 Gereja yang ada di Pulau Madura. Ia adalah salah satu gereja yang sudah mengakui kedewasaannya. Oleh sebab itu ia harus dapat mempertanggungjawabkan kedewasaannya dalam proses bertumbuh dan berkembangnya. Ia berada dan bertumbuh dengan latar belakang lingkungan adat yang keras, agama mayoritas yang kental,
dan komposisi anggota jemaat yang mengalami
perubahan dan beragam.
Madura terkenal dengan adat yang keras. Ia memiliki aturan-aturan tertentu dalam hidupnya yang tidak dapat dilanggar oleh siapapun. Jika ada yang melanggarnya maka yang bersangkutan tidak akan segan-segan diberi sangsi. Misalnya jika ada orang yang menghina kehormatan ibu dan bapaknya maka tidak segan-segan mereka memberikan sangsi yang tegas yaitu dengan carok. Keagamaan di Madura juga sangat mendarah daging. Agama mayoritas adalah Islam. Jika Aceh dikatakan sebagai serambi Mekah maka Madura dikenal sebagai daerah “seribu Pesantren”. Tidak heran bila orang mengidentikkan orang Madura beragama Islam.
Anggota GKJW jemaat Bangkalan berasal dari berbagai macam suku di Indonesia, mereka adalah pendatang. Meskipun belum ada data khusus dalam penjumlahan komposisi jemaat namun penulis dapat menyebutkannya keberagaman suku yang ada antara lain suku Jawa, Batak, Irian Jaya, Timor, NTT, NTB, warga Keturunan, dll. Anggotanya terdiri dari PNS, TNI AL, wiraswasta dan pegawai swasta. Anggota jemaat bisa berubah sewaktu-waktu karena adanya mutasi. Misalnya ada orang datang ke Bangkalan karena ditugaskan oleh pemerintah lalu tertarik masuk ke GKJW jemaat Bangkalan. Namun beberapa saat ada orang yang pergi karena masa tugasnya habis. Oleh sebab itu GKJW jemaat Bangkalan disebut gereja transit, karena hanya digunakan untuk tempat berteduh sementara bagi para pendatang.
Jemaat Bangkalan memiliki kekhasan tersendiri daripada GKJW di tempat lain. Ia adalah jemaat yang berada di tanah Madura, meskipun masih satu kompleks dengan Jawa Timur tapi secara fisik tidak sama, dengan memiliki warga jemaat yang berasal dari luar daerah dan berasal dari berbagai macam denominasi dan adat. 5
Untuk selanjutnya penulis akan memakai istilah jemaat Bangkalan untuk menyebut GKJW jemaat Bangkalan.
2
A.2 PERUMUSAN MASALAH Dari uraian di atas penulis melihat bahwa pasti ada hambatan dan tantangan dalam jemaat menjalankan tugas-panggilannya. Oleh sebab itu muncul pertanyaan yang terkait dengan permasalahan di atas, yaitu 1. Bagaimana GKJW jemaat Bangkalan dalam mengembangkan dan menjalankan kedewasaan gerejanya? 2. Apakah kedewasaan GKJW jemaat Bangkalan dapat dipertanggungjwabkan secara teologis?
B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL B.1 RUMUSAN JUDUL Pembahasan terhadap masalah yang dikemukakan di atas akan dilakukan di bawah judul
“ KEDEWASAAN GKJW JEMAAT BANGKALAN DALAM MENGHADAPI DINAMIKA KONTEKS “ Berkenaan dengan judul di atas, maka penyusun terlebih dahulu menjelaskan apa yang dimaksud dengan dewasa supaya tidak terjadi kesalahmengertian dalam membaca tulisan ini selanjutnya. Kedewasaan yang dimaksud adalah kedewasaan gereja yang dirumuskan oleh H. Kraemer, yang intinya adalah : pertama, adanya karya Allah, dalam hal bahwa panggilan Allah kepada umatNya melalui karya penyelamatan Kristus ditanggapi oleh umat-Nya dengan “ ya “. Kedua, adanya karya manusia dalam hal baha tanggapan tadi diaktualisasikan dalam bentuk pengaturan mengatur diri sendiri, memperluas / mengembangkan diri sendiri, membiayai diri sendiri ( self governing, self extension, self supporting ).6 Untuk pembahasan selanjutnya akan penulis kupas pada bab III. D. 1 dan IV. C
B.2 ALASAN PEMILIHAN JUDUL Penulis memiliki alasan dalam pemilihan judul tersebut di atas karena 1.Menarik Menarik karena selama ini belum ada yang menulis tentang jemaat Bangkalan khususnya tentang kedewasaannya dalam menghadapi pergumulan dan mempertahankan keberadaannya di tanah kelahirannya. Di mana ia memiliki komposisi jemaat yang unik yaitu hampir secara keseluruhan adalah para pendatang yang berasal dari beragam suku dan asal gereja. 6
Dalam penulisan selanjutnya, penulis kadang menggunakan kata gereja dan kata jemaat. Gereja dengan huruf “G” besar mengacu pada jemaat secara keseluruhan. Jemaat mengacu kepada gereja setempat / jemaat setempat.
3
2. Aktual Aktual karena terjadi pada saat ini dan kini. Jemaat Bangkalan menghadapi pergumulan tersebut pada saat ini.
3. Bermanfaat Penyusun berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi kehidupan berjemaat di jemaat Bagkalan secara khusus dan para pembaca lainnya. Agar jemaat Bangkalan dapat melihat potensi-potensi yang ada dan hambatan yang mucul dalam pergumulan menuju ke kedewasaan penuh. Selain itu penulis berharap dapat memberikan sumbang saran kepada GKJW.
C.METODE PENULISAN C.1 METODE PENULISAN Penulis menggunakan metode penulisan deskriptif analitis dalam menyusun skripsi ini. Penulis mencoba menggambarkan kondisi dan keadaan jemaat Bangkalan secara menyeluruh yaitu keadaan di mana ia tumbuh ( konteksnya), yaitu di Bangkalan, dan bagaimana keadaan jemaat Bangkalan sendiri . Hasil dari penggambaran keadaan dan kondisi daerah Bangkalan dan jemaat Bangkalan tersebut akan diolah dengan memakai tinjauan teologis.
C.2 METODE PENGUMPULAN DATA Penulis menggunakan metode dalam menyusun skripsi ini, yaitu 1. studi pustaka / literatur Studi pustaka meliputi studi literatur yang terkait dengan materi penulisan. Materi ini dapat ditemukan dalam buku acuan, buletin, majalah berkala, selebaran yang terkait dengan pokok bahsan yaitu Bangkalan dan jemaat Bangkalan.
D. SISTEMATIKA Penulius menggunakan sistematika seperti di bawah ini dalam penyusunan skripsi BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, rumusan dan alasan pemilihan judul, metode penulisan dan metode pengumpulan data serta sistematika penulisan. Hal ini bertujuan agar apa yang hendak penulis susun dipahami oleh pembaca.
4
BAB II KEADAAN MASYARAKAT BANGKALAN Berisi tentang gambaran secara umum keadaan dan kondisi masyarakat Bangkalan yang terdiri dari letak geografis dan keadaan alam Bangkalan, komposisi penduduknya, agama, adat dan kebudayaan yang tumbuh dalam masyarakat Bangkalan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami seluk beluk masyarakat Madura, terkhusus Bangkalan yaitu sebagai tempat jemaat Bangkaln berada dan tumbuh.
BAB III GKJW JEMAAT BANGKALAN Berisi tentang keadaan dan kondisi jemaat Bangkalan secara umum yaitu sejarahnya, kehidupan berjemaatnya yang terkait dengan lingkungan dan warga jemaatnya, pelaksanaan tugas-panggilannya dan kedewasaannya. Hal ini bertujuan untuk melihat sampai sejauhmana jemaat
Bangkalan
menghayati
dan
melaksanakan
tugas-panggilannya
dalam
mempertanggungjawabkan kedewasaannya.
BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS Penulis meninjau apa yang telah dikemukakan dalam bab II dan bab III, yaitu konteks berada jemaat Bangkalan dan Jemaat Bangkalan dalam dirinya sendiri dan kedewasaannya. Penulis memakai tinjauan teologis dalam bab ini.
BAB V PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran dari penulis sebagai sumbang saran bagi kedewasaan jemaat Bagkalan dalam menghadapi dinamika konteks.
5