6
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Pemasaran Jasa “Pada dasarnya jasa dibayangkan sebagai barang yang tidak berwujud dibandingkan dengan barang yang berwujud. Jadi, jasa jarang dapat ditunjukkan oleh perkembangan penjualan, sementara barang berwujud dapat secara langsung ditunjukkan, bahkan dites sebelum pembelian” (Boyd et al, 2000:282). Menurut Kotler (dalam Tjiptono, 2011:23), jasa dapat didefinisikan sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2008:42), Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik. Langford dan Cosenza (dalam Tjiptono, 2011:24) berpendapat bahwa analisa jasa/ barang harus berfokus pada penentuan apakah masing-masing elemen proses jasa tertentu dapat diperlakukan sebagai produk tangible atau intangible. Berdasarkan beberapa definisi jasa di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa jasa adalah sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan yang bersifat tidak
6
7
berwujud, tidak mengakibatkan peralihan kepemilikan, dapat atau tidak terkait dengan suatu produk fisik.
2.1.1.1 Karakteristik Jasa Karakteristik jasa menurut Tjiptono (2011:25), yaitu : 1. Tidak berwujud (intangible) Jasa berbeda dengan barang, bila barang merupakan suatu obyek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, ), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, kinerja ((performance (performance), dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Implikasi manajemennya yaitu: a. Produk bersifat abstrak, lebih berupa tindakan atau pengalaman. b. Kesulitan dalam evaluasi alternatif penawaran jasa, persepsi konsumen terhadap risiko. c. Tidak dapat dipajang, diferensiasi sukar dilakukan. d. Tidak ada hak paten, hambatan masuk (entry barriers) rendah. 2. Tidak dapat dipisahkan (inseparability) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Pemeriksaan medis merupakan salah satu contohnya, dokter tidak dapat memproduksi jasanya tanpa kehadiran pasien. Pasien bersangkutan secara aktual juga terlibat dalam proses
7
8
produksi, dengan jalan menjawab pertanyaan-pertanyaan dokter dan menjelaskan gejala penyakit yang dirasakan. Implikasi manajemennya yaitu: a. Konsumen terlibat dalam produksi, kontak dan interaksi penting sekali. b. Pelanggan lain juga terlibat, masalah pengendalian. c. Karyawan mencerminkan dan mewujudkan bisnis jasa, relasi pribadi. d. Lingkungan jasa, mendiferensiasikan bisnis. e. Kesulitan dalam produksi massal, pertumbuhan membutuhkan jaringan kerja sama. 3. Berubah-ubah (variability) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut diproduksi. Menurut Bovee et al (dalam Tjiptono, 2011:28) terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa : a. Kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa. b. Moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan. c. Dan beban kerja perusahaan. Sedangkan implikasi manajemennya yaitu: a. Standarisasi sukar dilakukan, sangat tergantung pada sumber daya manusia yang terlibat. b. Kualitas sulit dikendalikan, heterogenitas lingkungan.
8
9
4. Tidak tahan lama (perishability) Bahwa jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. Bila permintaan bersifat konstan, kondisi ini tidak menjadi masalah, karena staf dan kapasitas penyedia jasa bisa direncanakan untuk memenuhi permintaan. Namun, sayangnya permintaan pelanggan terhadap sebagian besar jasa sangat fluktuatif. Misalnya, permintaan akan jasa transportasi antar kota dan atau pulau akan melonjak menjelang lebaran, natal, tahun baru dan liburan sekolah; permintaan akan jasa-jasa rekreasi dan hiburan meningkat selama musim liburan; permintaan akan jasa telekomunikasi via telepon berfluktuasi antar jam dan hari, dan sebagainya. Implikasi manajemennya yaitu: a. Tidak dapat disimpan, tidak ada persediaan. b. Masalah beban periode puncak, produktivitas rendah. c. Sulit menentukan harga jasa, masalah penetapan harga. 5. Kurangnya kepemilikan (lack of ownership) Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan, atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas (misalnya kamar
9
10
hotel, bioskop, jasa penerbangan dan pendidikan). Implikasi manajemennya yaitu pelanggan tidak dapat memiliki jasa, jasa disewakan.
2.1.1.2 Klasifikasi Jasa Jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beraneka ragam kriteria. Menurut Lovelock (dalam Tjiptono, 2011:31), jasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan sifat tindakan jasa Jasa berdasarkan sifat tindakan jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks
Sifat Sifa f t Tindakan Jasa fa Intangibles Tangibles I tangible In l s Actions le T ngibles actions Ta
seperti yang dijelaskan dalam gambar 1 berikut. Jasa ditujukan pada tubuh manusia: Perawatan kesehatan Transportasi penumpang Salon kecantikan Klinik kebugaran Restoran Jasa potong rambut, dll
Jasa ditujukan pada barang dan benda fisik lainnya: Transportasi/angkutan barang Perbaikan dan perawatan peralatan industri Jasa penjagaan Binatu Perawatan taman Perawatan hewan, dll Jasa ditujukan pada pikiran Jasa ditujukan pada aset tak manusia: berwujud: Pendidikan Perbankan Penyiaran Jasa bantuan hukum Jasa informasi Akuntansi Bioskop Keamanan Museum, dll Asuransi, dll Manusia Benda Penerima Jasa Gambar 1 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Sifat Tindakan Jasa
Yaitu yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat tindakan jasa (tangibles actions dan intangibles actions), dimana dalam
10
11
sifat tindakan jasa tangibles action yaitu ditujukan kepada sesuatu yang berwujud, sedangkan sifat tindakan jasa intangible action yaitu ditujukan kepada sesuatu yang tidak berwujud. Sumbu horizontalnya adalah penerima jasa (manusia dan benda). 2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan Jasa berdasarkan hubungan dengan pelanggan dikelompokkan ke dalam sebuah matriks seperti yang terlihat pada gambar 2 berikut. Sambungan telepon jarak Asuransi jauh Jasa reparasi mobil Tiket kereta yang dibeli Jasa TV kabel dengan railcard Perbankan Langganan tiket bioskop Dll Dll Jasa taksi Stasiun radio Restoran siap saji Jasa umum (seperti jalan Kios telepon umum raya, parkir, pos) Dll Dll Transaksi diskret Penyampaian jasa kontinyu Sifat Penyampaian Jasa Gambar 2 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Hubungan dengan Pelanggan
Hubungan Konsumen dengan Penyedia Jasa Hubungan Status Hub u ungan ub Statu t s tu temporer keanggotaan
Yaitu terdiri adas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tipe hubungan antara perusahaan jasa dan pelanggannya (hubungan temporer dan status keanggotaan), dimana status hubungan temporer yaitu hubungan konsumen dengan penyedia jasa yang sifatnya sementara atau dalam waktu tertentu, sedangkan status keanggotaan yaitu dimana konsumen tersebut sudah menjadi anggota atau berlangganan terhadap penyedia jasa. Sumbu horizontalnya
adalah
sifat
penyampaian
11
jasa
(penyampaian
secara
12
berkesinambungan/ kontiyu dan penyampaian diskret), dimana penyampaian secara kontinyu yaitu penyampaian jasa yang dilakukan secara berkelanjutan, sedangkan sifat penyampaian jasa transaksi diskret yaitu penyampaian jasa ini tidak berkesinambungan melainkan hanya dilakukan saat terjadinya transaksi tersebut. 3. Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan standar konstan dalam penyampaian jasa. Jasa berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan standar konstan dalam penyampaian jasa dikelompokkan ke dalam sebuah
Tingkat Kemampuan Penyedia Jasa dalam Mempertahankan Standar yang Konstan Rendah Tinggi
matriks seperti terlihat dalam gambar 3 berikut. Bioskop Jasa telepon Restoran siap saji Database elektronik Rapid-transit system, Hotel, dll dll Pertandingan basket Operasi bedah Jasa pelatihan Taksi Perkuliahan, dll Penata rambut, dll Rendah Tinggi Tingkat Customization Jasa Sesuai dengan Kebutuhan Pelanggan Individu
Gambar 3 Klasifikasi Jasa Berdarkan Tingkat Customation dan Kemampuan Mempertahankan Standar Konstan dalam Penyampaian Jasa
Yaitu tingkat customization karakteristik jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan individual (tinggi dan rendah) dan tingkat kemampuan penyedia jasa dalam mempertahankan standar yang konstan (tinggi dan rendah).
12
13
4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa Jasa berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa diklasifikasikan ke
Tanpa Penundaan Pen Melebihi kapasitas
Masalah Penawaran Jasa Berkaitan dengan Permintaan Puncak
dalam sebuah matriks seperti terlihat di gambar 4 berikut. 1 3
Listrik Gas alam Telepon Unit bersalin rumah sakit Polisi dan pemadam kebakaran Dll
2 Asuransi Jasa bantuan hukum Perbankan Binatu Dll 4
Akuntasi dan perpajakan Transportasi penumpang Hotel dan motel Restoran Bioskop Dll Tinggi
Jasa yang diberikan mirip dengan nomor 2, namun tidak memiliki kapasitas yang memadai sebagai basis dasar bisnis mereka Rendah
Tingkat Fluktuasi Permintaan Sepanjang Waktu Gambar 4 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Sifat Permintaan dan Penawaran Jasa
Yaitu terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sejauh mana penawaran jasa menghadapi masalah sehubungan dengan terjadinya permintaan puncak (permintaan puncak dapat dipenuhi tanpa penundaan berarti dan permintaan puncak biasanya melampaui penawaran), sedangkan sumbu horizontalnya adalah tingkat fluktuasi permintaan sepanjang waktu (tinggi dan rendah).
13
14
5. Berdasarkan metode penyampaian jasa Jasa berdasarkan metode penyampaian jasa dikelompokkan ke dalam sebuah
Penyedia Pelanggan P jasa m mendatangi mendatangi penyedia jasa Pelanggan Transaksi dilakukan dilaku k kan ku via surat atau media elekt k ronik kt elektronik
Sifat Sifa f t Interaksi Antara Pelanggan dan Penyedia fa P Jasa
matriks, sesuai yang terlihat dalam gambar 5 berikut.
Bisokop Jasa potong rambut Dll Jasa perawatan taman Jasa pembasmian hama Taksi Dll Perusahaan kartu kredit Stasiun TV lokal Dll Single site
Jasa bus Jaringan fast food Dll Jasa pos Jasa reparasi kilat Dll
Jaringan penyiaran Perusahaan telepon Dll
Multiple Sites
Ketersediaan Outlet Jasa Gambar 5 Klasifikasi Jasa Berdasarkan Metode Penyampaian Jasa
Yaitu terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat interaksi antara pelanggan dan perusahaan jasa (pelanggan mendatangi perusahaan jasa, perusahaan jasa mendatangi pelanggan, serta pelanggan dan perusahaan jasa melakukan transaksi surat atau media elektronik), sedangkan sumbu horizontalnya adalah ketersediaan outlet jasa (single site dan multiple sites).
14
15
2.1.1.3 Bauran Pemasaran Jasa Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan juga untuk merancang program taktik jangka pendek. Konsep bauran pemasaran dipopulerkan pertama kali beberapa dekade yang lalu oleh Jerome McCarthy yang merumuskannya menjadi 4P ((Product, Price, Promotion, dan Place). Bila ditinjau dari sudut pandang pelanggan, 4P bisa dirumuskan menjadi 4C (Customers needs and wants, Cost, Communications, dan Convenience). (Tjiptono, 2011, 40). Dalam
perkembangannya,
sejumlah
penelitian
menunjukkan
bahwa
penerapan 4P terlampau terbatas/sempit untuk bisnis jasa dikarenakan: 1. Karakteristik intangible pada jasa diabaikan dalam kebanyakan analisis mengenai bauran pemasaran. Sebagai contoh, bauran produk kerapkali dianalisis berdasarkan desain properti fisik yang tidak relevan untuk proses jasa. Selain itu, manajemen distribusi fisik bisa saja bukan unsur yang penting dalam keputusan bauran distribusi jasa. 2. Unsur harga mengabaikan fakta bahwa banyak jasa yang diproduksi oleh sektor publik tanpa pembebanan harga pada konsumen akhir.
15
16
3. Bauran promosi dalam 4P tradisional mengabaikan promosi jasa yang dilakukan personil produksi tepat pada saat konsumsi jasa. Keterlibatan langsung penyedia jasa dalam promosi ini tidak dijumpai dalam promosi barang kepada konsumen akhir. Bagi penata rambut, penyanyi dan pembawa acara, cara dan situasi dimana jasa diproduksi merupakan unsur penting dalam promosi total jasa yang bersangkutan. 4. Oversimplikasi terhadap unsur-unsur distribusi yang relevan dengan keputusan distribusi jasa strategik. 5. Pendekatan bauran pemasaran tradisional juga dianggap mengabaikan masalah-masalah dalam mendefinisikan konsep kualitas pada intangible services, dan mengidentifikasi serta mengukur unsur-unsur bauran pemasaran yang dapat dikelola dalam rangka menciptakan jasa berkualitas. ( 6. Bauran pemasaran tradisional juga melupakan arti penting orang (people), baik sebagai produsen, konsumen, maupun co-consumers. Berdasarkan
kelemahan-kelemahan
ini,
banyak
pakar
pemasaran
mendifinisikan ulang bauran pemasaran sedemikian rupa sehingga lebih aplikatif untuk sektor jasa. Hasilnya, 4P tradisional diperluas dan ditambahkan dengan 3 (tiga) unsur lainnya, yaitu People, Processing, Physical Evidance. (Tjiptono, 2011:40).
16
17
Sedangkan menurut Sumeet (dalam Tjiptono, 2011:40), bauran pemasaran untuk internet marketing terdiri dari 7 (tujuh) elemen utama (7C), yaitu Contract, Content, Construction, Community, Concentration, Convergencem, Commerce, serta ditambahkan 1 (satu) unsur lagi yaitu Customer Service, sehingga menjadi 8 elemen (8C). Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan bauran pemasaran 7P, karena lebih relevan dengan obyek penelitian jika dibandingkan bauran pemasaran 8C. Adapun unsur-unsur bauran pemasaran untuk jasa (7P) tersebut yaitu: 1. Produk (product) ( Produk merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dalam hal ini, produk bisa berupa apa saja (baik yang berwujud fisik maupun yang tidak) yang dapat ditawarkan kepada pelanggan potensial untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu. Keputusan bauran produk yang dihadapi pemasar jasa bisa sangat berbeda dengan yang dihadapi pemasar barang. Aspek pengembangan jasa baru juga memiliki keunikan khusus yang berbeda dengan barang, yakni jasa baru sukar diproteksi dengan paten. 2. Harga (price) Keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategik dan taktikal, seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan tingkat
17
18
diskriminasi harga di antara berbagai kelompok pelanggan. Pada umumnya aspek-aspek ini mirip dengan yang biasa dijumpai pemasar barang. Akan tetapi, ada pula perbedaannya, yaitu bahwa karakteristik intangible jasa menyebabkan harga menjadi indikator signifikan atas kualitas. 3. Promosi (promotion) Bauran
promosi
tradisional
meliputi
berbagai
metode
untuk
mengkomunikasikan manfaat jasa kepada pelanggan potensial dan aktual. Metode-metode tersebut terdiri atas periklanan, promosi penjualan, direct marketing, personal selling, dan public relations. Meskipun secara garis besar bauran promosi untuk barang sama dengan jasa, promosi jasa seringkali membutuhkan penekanan tertentu pada upaya meningkatkan kenampakan tangibilitas jasa. Selain itu, dalam kasus pemasaran jasa, personil produksi juga menjadi bagian penting dalam bauran promosi. 4. Tempat ((place) Keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan potensial. Keputusan ini meliputi keputusan lokasi fisik (misalnya keputusan mengenai dimana sebuah hotel atau restoran harus didirikan). Keputusan mengenai penggunaan perantara untuk meningkatkan aksebilitas jasa bagi para pelanggan (misalnya, apakah akan menggunakan jasa agen perjalanan ataukah harus memasarkan sendiri paket liburan secara langsung kepada konsumen), dan keputusan non-lokasi yang ditetapkan demi ketersediaan jasa (contohnya, penggunaan telephone delivery systems).
18
19
5. Orang-orang (people) Bagi sebagian besar jasa, orang merupakan unsur vital dalam bauran pemasaran. bila produksi dapat dipisahkan dengan konsumsi, sebagaimana dijumpai dalam kebanyakan kasus pemasaran barang manufaktur, pihak manajemen biasanya dapat mengurangi pengaruh langsung sumber daya manusia terhadap output akhir yang diterima pelanggan. Oleh sebab itu, bagaimana sebuah mobil dibuat umunya bukanlah faktor penting bagi pembeli mobil tersebut. evidence) 6. Bukti fisik (physical ( Karakteristik intangible pada jasa menyebabkan pelanggan potensial tidak bisa menilai suatu jasa sebelum mengkonsumsinya. Ini menyebabkan risiko yang dipersepsikan konsumen dalam keputusan pembelian semakin besar. Oleh karena itu, salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran adalah upaya mengurangi tingkat risiko tersebut dengan jalan menawarkan bukti fisik dari karakteristik jasa. Bukti fisik ini bisa dalam berbagai bentuk, misalnya brosur paket liburan yang atraktif memuat foto lokasi liburan dan tempat menginap, penampilan staf yang rapi dan sopan, seragam pilot dan pramugari yang mencerminkan kompetensi mereka, dekorasi internal dan eksternal bangunan yang atraktif (contohnya, banyak rumah sakit khusus anak dan ruang praktik dokter anak yang didekor dengan nuansa anak-anak dengan harapan agar anak-anak tidak takut sewaktu diperiksa dokter), ruang tunggu yang nyaman, dan lain-lain.
19
20
7. Proses-proses (processis) Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi konsumen highcontract services yang kerapkali juga berperan sebagai co-producer jasa bersangkutan. Pelanggan restoran misalnya, sangat terpengaruh oleh cara staf melayani mereka dan lamanya menunggu selama proses produksi. Berbagai isu muncul sehubungan dengan batas antara produsen dan konsumen dalam hal alokasi fungsi-fungsi produksi.
2.1.2 Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. (Tjiptono, 2001). Jadi, kualitas pelayanan merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Jika ingin bertahan dan sukses, organisasi jasa harus memberikan hasil yang memuaskan yang cocok dengan yang diinginkan konsumen. Ini mencakup mendifinisikan keinginan konsumen tentang hasil yang diinginkan. (Boyd et al, 2000:287). Zeithaml et al (dalam Kotler dan Keller, 2008:55) mengemukakan 5 (lima) indikator yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi mutu jasa. 1. Keandalan (realibility) Kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat, seperti: a. Memberikan layanan sesuai janji
20
21
b. Ketergantungan dalam menangani masalah layanan pelanggan c. Melakukan layanan pada saat pertama d. Menyediakan layanan pada waktu yang dijanjikan e. Mempertahankan rekor bebas cacat 2. Daya tanggap (responsivenss) Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat, seperti: a. Mengusahakan pelanggan tetap terinformasi, misalnya kapan layanan itu akan dilakukan b. Layanan yang tepat pada pelanggan c. Keinginan untuk membantu pelanggan d. Kesiapan untuk menanggapi permintaan pelanggan 3. Jaminan (assurance) Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan, seperti: a. Karyawan yang membangkitkan kepercayaan kepada pelanggan b. Membuat pelanggan merasa aman dalam transaksi mereka c. Karyawan yang sangat santun d. Karyawan yang memiliki pengetahuan untuk menjawab pertanyaan pelanggan 4. Empati (emphaty) Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masingmasing pelanggan, seperti: a. Memberikan pelanggan perhatian individual
21
22
b. Karyawan yang menghadapi pelanggan yang peduli mode c. Sangat memperhatikan kepentingan pelanggan terbaik d. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan mereka e. Jam bisnis yang nyaman 5. Berwujud (tangibles) Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi, seperti: a. Peralatan yang modern b. Fasilitas yang secara visual menarik c. Karyawan yang memiliki penampilan yang rapi dan profesional d. Bahan-bahan materi yang enak dipandang yang diasosiasikan dengan layanan
2.1.3 Harga Dalam konteks pemasaran jasa, secara sederhana istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu jasa (Tjiptono, 2011:231). Harga adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu. (Deliyanti, 2012:149)
22
23
Dari beberapa definisi harga di atas, maka dapat disimpulan bahwa harga adalah suatu nilai tukar yang dibebankan pada produk atas manfaat-manfaat yang diperoleh dari barang atau jasa bagi konsumen.
2.1.3.1 Dimensi Strategik Harga Dimensi strategik harga menurut Chandra (dalam Tjiptono, 2011:233) yaitu: 1. Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk (a statement of value). Nilai adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat ( (perceived benefits) dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk. Manfaat atau nilai pelanggan total meliputi nilai produk (seperti reliabilitas, durabilitas, dan nilai jual kembali), nilai layanan (pengiriman produk, pelatihan, pemeliharaan, reparasi, dan garansi), nilai personil (reputasi produk, distributor dan penyedia jasa). Sedangkan biaya pelanggan total mencakup biaya moneter (harga yang dibayarkan), biaya waktu (waktu menunggu dan waktu berinteraksi dengan penyedia jasa), biaya energi (biaya pencarian informasi), dan biaya psikis (kekhawatiran dengan penyedia jasa). 2. Harga merupakan aspek yang tampak jelas (visible) bagi para pembeli. Bagi konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian jasa riset pasar, pengacara, notaris, atau konsultan pajak, kerapkali harga menjadi satusatunya faktor yang bisa mereka pahami. Tidak jarang pula harga dijadikan semacam indikator kualitas jasa. 3. Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan (the law of demand), besar kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk
23
24
yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas produk bersangkutan dan sabaliknya. Meskipun demikian, itu tidak selalu berlaku pada semua situasi. Dalam kasus tertentu, seperti dokter spesialis ternama yang tarifnya mahal bisa saja malah memiliki banyak pasien reguler yang selalu mengantri di tempat praktiknya. 4. Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah satusatunya unsur bauran pemasaran yang mendatangkan pemasukan bagi perusahaan, yang pada gilirannya berpengaruh pada besar kecilnya laba dan pangsa pasar yang diperoleh. 5. Harga bersifat fleksibel, artinya bisa disesuaikan dengan cepat. Fleksibilitas harga tergantung pada 4 (empat) faktor utama: struktur biaya, permintaan pelanggan, kompetisi, dan aspek legal/etika. 6. Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning. Dalam pemasaran jasa prestisius yang mengutamakan citra kualitas dan eksklusifitas, harga menjadi unsur penting. Konsumen cenderung mengasosiasikan harga dengan tingkat kualitas jasa. Harga yang mahal dipersepsikan mencerminkan kualitas yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Boyd et al (2000:22), macam-macam kriteria untuk membuat keputusan tentang harga (price), yaitu harga terdaftar, diskon, potongan, persyaratan kredit, periode pembayaran, dan penyewaan.
24
25
Dari beberapa indikator harga tersebut, indikator yang relevan dengan peneilitian ini yaitu harga/tarif periksa dan harga/tarif obat. Adapun pengertian dari indikator-indikator tersebut yaitu: 1. Harga/Tarif Periksa Harga/tarif perawatan dokter untuk pasien rawat jalan di rumah sakit Okologi Surabaya. 2. Harga/Tarif Obat Harga/tarif obat yang ditetapkan oleh rumah sakit Onkologi Surabaya.
2.1.4 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menurut Craig-Less et al ((dalam Tjiptono, 2011:51), adalah aktifitas-aktifitas individu dalam pencarian, pengevaluasian, pemerolehan, pengkonsumsian, dan penghentian pemakaian barang dan jasa. Sedangkan menurut Schiffman et al (dalam Tjiptono, 2011:51), perilaku konsumen adalah perilaku yag ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Dari beberapa pengertian perilaku konsumen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen yaitu proses pengambilan keputusan oleh konsumen sebelum melakukan pembelian, yaitu dengan cara mencari, menilai, mendapatkan, menggunakan, mengevaluasi, dan mengabaikan suatu produk atau jasa, yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya.
25
26
2.1.4.1 Pengambilan Keputusan Pembelian Pengambilan keputusan konsumen pada dasarnya merupakan proses pemecahan masalah. Kebanyakan konsumen, baik konsumen individu maupun pembeli organisasi melalui proses mental yang hampir sama dalam memutuskan produk dan merek apa yang akan dibeli. Walaupun nyata sekali bahwa sebagai konsumen perbedaan karakteristik pribadi (kebutuhan, manfaat yang dicari, sikap, nilai, pengalaman masa lalu, dan gaya hidup) dan pengaruh sosial (perbedaan kelas sosial, kelompok rujukan, atau kondisi keluarga). (Boyd et al, 2000:120). Proses pengambilan keputusan yang digunakan konsumen ketika melakukan pembelian bervariasi. Proses ini dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Keputusan pembelian dengan keterlibatan rendah Karena produk atau jasa yang membutuhkan keterlibatan rendah tidak terlalu penting bagi konsumen, pencarian informasi untuk mengavaluasi merek-merek alternatif biasanya sedikit. Akibatnya, keputusan untuk membeli produk seperti biskuit, sereal seringkali dilakukan di dalam toko, didorong oleh pengenalan atas merek atau sebagai hasil perbandingan merek-merek yang ada di rak belanja. Keterlibatan konsumen dan risiko yang mereka hadapi sebagai akibat dari pengambilan keputusan yang buruk adalah kecil. 2. Proses pengambilan keputusan yang kompleks dengan keterlibatan tinggi Ketika membeli produk atau jasa dengan keterlibatan tinggi, konsumen melalui proses pemecahan masalah yang melibatkan 5 (lima) tahap mental seperti yang terlihat dalam gambar 6 berikut.
26
27
Identifikasi Masalah Pencarian Informasi Pembelian Rutin atau Evaluasi Alternatif
Kebiasaan (kesetiaan merek)
Pembelian Evaluasi Paska Pembelian Gambar 6 Proses Pengambilan Keputusan Dengan Keterlibatan Tinggi Sumber : Boyd et al. Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2000) p.123.
Adapun penjelasan proses pengambilan keputusan dengan keterlibatan tinggi : 1. Identifikasi masalah Proses pengambilan keputusan konsumen dipicu oleh keinginan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Individu merasakan perbedaan antara kondisi ideal dengan aktual pada beberapa dimensi fisik dan sosio-psikologis. Hal ini memotivasi mereka untuk mencari barang atau jasa agar kondisi aktual mereka semakin mendekati kondisi ideal yang diinginkan. 2. Pencarian informasi Setelah mengakui adanya masalah dan mungkin dapat diatasi dengan membeli serta mengkonsumsi barang atau jasa, langkah berikut yang diambil konsumen adalah mengacu pada informasi yang didapatkan dari data masa lampau dan disimpan di dalam memori untuk digunakan bilamana diperlukan. Adapun
27
28
sumber informasi yang digunakan oleh konsumen dalam pencarian informasinya adalah: a. Sumber pribadi (personal sources), meliputi anggota keluarga, temanteman, dan anggota kelompok rujukan. b. Sumber komersial (commercial sources), mengacu pada berbagai informasi yang disebarkan oleh jasa-jasa, para pemasar, perusahaan manufaktur dan agen-agen mereka, meliputi periklanan, brosur promosi, informasi kemasan dan label, tenaga-tenaga penjual, dan aneka informasi yang ada di toko, seperti label harga dan tataan. sources), meliputi organisasi-organisasi nirlaba dan sources), ( c. Sumber publik (public profesi serta individu-individu yang memberi nasehat untuk konsumen seperti dokter, pengacara, agen pemerintah, agen perjalanan, dan kelompok-kelompok lembaga bantuan konsumen.
Konsumen biasanya menerima lebih banyak informasi dari sumbersumber komersial dibandingkan dari sumber-sumber pribadi atau publik. Akan tetapi kebanyakan konsumen lebih dipengaruhi oleh sumber pribadi ketika mengambil keputusan jasa, barang atau merek apa yang akan dibeli.
3. Evaluasi alternatif Konsumen menemukan kesulitan dalam melakukan perbandingan menyeluruh dari banyak merek alternatif disebabkan setiap merek mungkin lebih baik dalam beberapa hal namun lebih buruk dalam hal yang lain. Sebagai
28
29
penggantinya, konsumen menyederhanakan kerja evaluasi mereka dengan berbagai cara, yaitu: a. Pertama, konsumen jarang mempertimbangkan seluruh merek; akan tetapi memfokuskan pada kumpulan yang dikenali (evoked set), sejumlah tertentu yang mereka kenali yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan mereka. b. Kedua, konsumen mengevaluasi setiap merek dalam kumpulan yang dikenali ke dalam sejumlah dimensi atau atribut produk ((product dimensions or attributes). Mereka juga mempertimbangkan kepentingan relatif atribut-atribut ini, atau kinerja minimum yang dapat diterima dari masing-masing. Kumpulan atribut-atribut ini, atau kinerja pilihan konsumen (customers choice criteria). c. Ketiga, konsumen melakukan kombinasi evaluasi antar atribut dari setiap merek, dengan mempertimbangkan kepentingan relatif atribut-atribut tersebut. Penilaian multi atribut dari sebuah merek menghasilkan sebuah sikap (attitude) yang menyeluruh terhadap merek. Merek yang paling disukai konsumen adalah merek yang paling mungkin dibeli.
4. Pembelian Bahkan setelah konsumen mengumpulkan informasi tentang merek-merek alternatif, mengevaluasinya, dan memutuskan merek mana yang paling diinginkan, proses keputusan masih belum lengkap. Konsumen sekarang harus memutuskan dimana membeli produk itu. Memilih sumber yang dimanfaatkan
29
30
untuk membeli produk secara mendasar melibatkan proses mental yang sama seperti halnya keputusan pembelian produk. Konsumen mendapatkan informasi dari pengalaman pribadi, iklan, komentar dari teman-teman, dan sebagainya.
Kemudian
mereka
menggunakan
informasi
ini
untuk
mengevaluasi sumber-sumber pada ciri-ciri seperti karakteristik barang dagangan yang dijual, pelayanan yang diberikan, harga, kenyamanan, personil, dan fisik. Konsumen biasanya memilih sumber yang mereka anggap memperlihatkan ciri yang paling penting bagi mereka. Jika pengalaman mereka dengan suatu sumber adalah positif mereka bisa mengembangkan loyalitas berlangganan mereka secara rutin berbelanja ke sumber tersebut, serupa dengan bagaimana konsumen mengembangkan kesetiaan merek.
5. Evaluasi paska pembelian Apakah konsumen tertentu merasa dihargai sebagaimana mestinya setelah melakukan pembelian bergantung pada 2 (dua) hal, yaitu: a. Aspirasi atau tingkat harapan (aspiration or expectation level), seseorang sejauh mana produk bisa memenuhi harapan, seperti pengiriman pizza yang masih panas. b. Evaluasi konsumen tentang sejauh mana produk benar-benar memenuhi harapan, pizza kiriman sudah dingin.
Sebuah tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi pembeli untuk bersedia membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan. Keputusan membeli pada dasarnya berkaitan dengan “mengapa” dan “bagaimana”
30
31
tingkah laku konsumen. Menurut Boyd et al. (2000:141), faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian yaitu sesuai dalam gambar 7 berikut :
Kebudayaan-Subkebudayaan Sosial
Pribadi
Kelas Sosial-Kelompok ReferensiKeluarga Demografi, termasuk tahap-tahap dalam daur hidup keluarga-gaya hidup Persepsi, memori, kebutuhan
Psikologi
Sikap terhadap kelas produk Sikap terhadap merek Konsumen
Gambar 7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sumber : Boyd et al. Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global (Jakarta: Penerbit Erlangga,2000) p.141.
Adapun penjelasan dari faktor -faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian adalah: 1. Faktor Sosial a. Kebudayaan-Subkebudayaan Kebudayaan (culture) adalah himpunan kepercayaan, sikap, dan pola perilaku (kebiasaan dan tradisi) yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu
31
32
masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui sosialisasi. b. Kelas Sosial Menurut Boyd et al. (2000:143), ada 7 (tujuh) kelas sosial (social class), yaitu kelas teratas, kelas atas, kelas menengah-atas, kelas menengah, kelas pekerja, kelas bawah, dan kelas terbawah. c. Kelompok Referensi Kelompok referensi (reference group) mencakup kelompok keanggotaan formal (perusahaan tempat seseorang bekerja, gereja) dan kelompok informal (orang-orang yang secara teratur berkumpul untuk bermain kartu). Mereka bisa menjadi angota kelompok dimana konsumen atau anggota keluarga kelompok aspirasi. Mereka bisa juga individu yang dihormati karena keahliannya dalam subyek minat tertentu. d. Keluarga adalah sumber pengaruh sosial terpenting bagi sebagian Keluarga (family) ( besar konsumen, khususnya bila keluarga luas terlibat. Pertama, keluarga bertindak sebagai agen sosialisasi utama, membantu anggota-anggotanya mendapatkan keahlian, pengetahuan, dan sikap untuk bertindak sebagai konsumen di pasar. Akibatnya, keluarga memiliki pengaruh besar dan abadi pada sikap anggota-anggota yang lebih muda terhadap berbagai produk, merek, dan toko.
32
33
2. Faktor Pribadi a. Demografi dan gaya hidup Demografi dan gaya hidup, juga disebut psikografis mempengaruhi sifat kebutuhan dan keinginan konsumen, kemampuan mereka untuk membeli produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan, kepentingan yang dilihat dari berbagai atribut atau kriteria pilihan yang digunakan untuk mengevaluasi merek-merek alternatif, dan sikap konsumen dan preferensi terhadap produk dan merek yang berbeda. Gaya hidup dua orang dengan usia, pendapatan, pendidikan dan bahkan pekerjaan yang sama tidak perlu menjalani kehidupan dengan cara yang sama. Mereka bisa memiliki opini, minat, dan kegiatan yang berbeda. Sebagai akibatnya mereka cenderung memperlihatkan pola perilaku yang berbeda, termasuk membeli produk dan merek yang berbeda dan menggunakannya dalam cara yang berbeda dan untuk tujuan yang berbeda. b. Daur hidup keluarga Setiap tahap dalam daur hidup keluarga membawa perubahan-perubahan dalam kondisi keluarga dan perilaku pembelian. 3. Faktor psikologis a. Persepsi dan memori Persepsi (perception) adalah proses dengan apa seseorang memilih, mengatur, dan meninterpretasi informasi. Keterbatasan memori, meskipun konsumen selektif dalam memandang informasi produk, mereka hanya mengingat sebagian kecil saja. Keterbatasan memori manusia ini menjadi
33
34
perhatian pemasar karena banyak aktivitas pemasaran berkaitan dengan mengkomunikasikan
informasi
kepada
calon
konsumen
untuk
meningkatkan minat mereka terhadap merek tertentu. b. Kebutuhan Konsumen membutuhkan suatu barang atau jasa guna untuk mendapatkan kepuasan dalam tingkat tertentu. c. Sikap terhadap kelas produk Yaitu kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah yang baik ataupun kurang baik secara konsisten. d. Sikap terhadap merek Sikap adalah perasaan positif atau negatif tentang suatu obyek (katakanlah sebuah merek) yang mempengaruhi seseorang untuk berprilaku dalam cara tertentu terhadap obyek tersebut. e. Konsumen Merupakan cara konsumen itu sendiri untuk melihat dirinya, dan pada saat yang sama ia mempunyai gambaran tentang hal lain, sehingga bisa memutuskan produk barang atau jasa apa yang dibutuhkan dan memilih merek apa.
2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori serta rumusan masalah yang telah penulis
kemukakan sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis penelitian, maka penulis
34
35
dapat menggambarkan rerangka pemikiran untuk penelitian ini, seperti yang tersaji dalam gambar 8 berikut ini.
X1.1 Keandalan X1.2 Daya tanggap X1.3 Jaminan
X1 Kualitas pelayanan
Y1 Kemantapan pada produk
X1.4 Empati
Y2 Adanya kebutuhan
X1.5 Berwujud Y Keputusan Rawat Jalan
X2.1 Tarif periksa
X2.2 Tarif obat
Y3 Atas dasar informasi Y4 Setelah melakukan penilaian
X2 Harga
Gambar 8 Rerangka Pemikiran
35
36
2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Diduga kualitas pelayanan dan harga secara simultan berpengaruh terhadap keputusan rawat jalan di rumah sakit Onkologi Surabaya. 2. Diduga kualitas pelayanan dan harga secara parsial berpengaruh terhadap keputusan rawat jalan di rumah sakit Onkologi Surabaya. 3. Diduga variabel kualitas pelayanan berpengaruh dominan terhadap keputusan rawat jalan di rumah sakit Onkologi Surabaya.
36