5 PEMBAHASAN Pemberdayaan usaha perikanan tangkap yang dilakukan dalam penelitian didekati melalui pengembangan model interaksi dalam skala industri atau usaha perikanan tangkap modern. Hal ini dipilih agar interaksi tersebut dapat digunakan bila usaha perikanan tangkap yang ada benar-benar dapat dikembangkan dalam skala industri atau lebih besar dengan berbasis pada kekuatan lokal, yaitu usaha perikanan tangkap yang dilakukan masyarakat nelayan selama ini. Supaya lebih fleksibel terhadap berbagai kondisi yang ada dan kemungkinan pengembangan ke depan, maka skenario pengembangan industri atau usaha perikanan tangkap tersebut yang dikembangkan dengan pola interaksi variable laten baik sederhana maupun komplek. Pola interaksi sederhana yang kemudian disebut dengan pola pengembangan industri secara sederhana mengakomodir interaksi minimal yang terjadi dalam pengembangan, sedangkan pola
interaksi kompleks
yang
kemudian disebut
dengan pola
pengembangan industri dengan interaksi kompleks mengakomodir interaksi kompleks, bebas, dan global dan pengembangan industri atau usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta ke depan. Kedua pola tersebut dan serta bentuk aksinya dibahas pada bagian berikut.
5.1 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Sederhana Bila mencermati hasil analisis pada Tabel 5, maka aspek teknologi, administrasi, manajemen dan sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting dan harus diperhatikan untuk pengembangan industri secara internal (lingkungan internal). Supaya industri kuat secara internal, maka pola interaksi dan berbagai kebutuhan yang terkait dengan aspek-aspek tersebut harus diperhatikan dengan baik sinergi dan efisien. Bila mencermati lebih jauh, maka dari lima aspek tersebut, manajemen merupakan aspek paling dominan berinteraksi pada tataran internal industri. Aktivitas berupa mengkoordinasikan, mengarahkan, dan membuat keputusan dalam pelaksanaan kegiatan industri secara internal merupakan jenis-jenis aktivitas terkait manajemen. Menurut Purnomo et al. (2003), bila interaksi yang ada tidak terjadi secara padu dan harmonis, maka besar kemungkinan industri perikanan tidak dapat berkembang seperti yang diinginkan. Bila demikian, maka manajemen
101
dapat dikatakan menjadi hal yang paling sensitif dan dapat mengganggu kondisi internal industri perikanan, sehingga harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Dalam kaitan dengan Lingkungan Industri, aspek entry barrier, pesaing, dan supply merupakan aspek yang penting dan serius mempengaruhi kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kegiatan bisnis beberapa industri modern, aspek entry barrier, pesaing, dan supply memang menjadi hal penting yang serius dan sering mengganggu. Bila pesaing meningkat akan sangat menganggu bisnis yang dilakukan industri dan tentunya hal ini perlu ditangani dengan baik supaya industri tetap dapat bertahan di tengah persaingan. Untuk supply juga demikian, karena terganggunya supply berbagai jenis bahan yang dibutuhkan untuk operasinya dalam mengganggu kegiatan industri secara keseluruhan. Namun demikian, dari ketiga komponen tersebut, entry barrier merupakan aspek yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,045) terkait interaksi lingkungan industri. Hal ini bisa jadi karena keluar/masuk perusahaan baru pada suatu lokasi sangat mempengaruhi kemampulabaan usaha di kawasan (Porter, 1990) termasuk prospek pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hill dan Ireland (1997), menyatakan bahwa interaksi pada lingkungan eksternal umum, maka aspek politik, ekonomi, dan sosial merupakan aspek yang signifikan dan harus diperhatikan untuk pengembangan industri secara eksternal. Kondisi dapat dipahami karena ketiga aspek tersebut sering mempengaruhi kestabilan bisnis suatu daerah bahkan pada beberapa negara dapat menjadi penyebab konflik massal bila ketiga aspek tersebut tidak dikelola dengan baik.
Dari ketiga aspek
tersebut, aspek sosial merupakan aspek yang paling dominan dalam interaksinya. Hal ini bisa terjadi dapat dimungkinkan oleh sensitifnya masalah-masalah sosial (seperti masalah kesenjangan dalam penghasilan, kesempatan kerja, pendidikan, dan lainnya) sehingga berpotensi sangat serius menggangu industri/usaha perikanan tangkap secara eksternal, apalagi di Yogyakarta masalah kesenjangan penghasilan dan kesempatan kerja menjadi permasalahan serius dan cukup memusingkan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini. Untuk aspek ekonomi, interaksinya sangat intensif namun tidak begitu sensitif bila dibandingkan dengan aspek sosial, bisa jadi karena cenderung berbau sara seperti halnya kesenjangan secara sosial. Namun demikian, seperti disebutkan sebelumnya, interaksi aspek ini termasuk signfikan. Menurut Zamron dan Purnomo (2005) dan 102
Mursidin et al. (2005), perkembangan industri perikanan dapat saja terganggu bila ekonomi masyarakat pas-pasan dan harga-harga bahan pokok tidak stabil, dimana masyarakat hanya berpikir pada urusan pribadi (tentang urusan perut) dan tidak lagi pengembangan seuatu yang lebih besar.
Sedangkan menurut Anggraini (2006),
masyarakat sangat menentukan kegiatan ekonomi suatu daerah, karena masyarakat adalah pelaku dari ekonomi daerah itu sendiri. Terkait dengan ini, maka aspek ekonomi tetap harus diperhatikan dan ikut diperbaiki dalam pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Terkait dengan lingkup pengembangan, maka lingkup usaha perikanan (LUP) tidak termasuk faktor serius dalam pengembangan industri secara kesluruhan. Berbagai aktivitas dan kondisi internal, serta lingkup aktivitas yang dijalankan usaha non perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak akan menjadi penghambat bagi pengembangan dan pemberdayaan usaha/industri perikanan tangkap yang ada. Hal ini terjadi karena lingkup usaha perikanan tangkap lebih berhubungan dengan kegiatan di bidang perikanan tangkap, sedangkan kegiatan lainnya di luar bidang perikanan tangkap punya konsentrasi tersendiri dan kalaupun menunjang kegiatan perikanan tangkap, biasanya menyesuaikan dengan yang dibutuhkan kegiatan perikanan tangkap tanpa mengintervensinya. Dari ketiga dimensi konstruk tersebut, dimensi konstruk SDM (X44) merupakan dimensi konstruk yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,040) oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D). Aspek prasarana merupakan dimensi konstruk urutan kedua yang dipengaruhi serius oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D). Dari dua aspek yang berinteraksi signifikan dengan kompetensi strategi SDM, interaksi dengan aspek keuangan yang paling dominan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keuangan sangat sensitif terhadap kompetensi strategi SDM perikanan tangkap yang dijalankan oleh investor dan masyarakat.
Selama ini, pengalaman
kesulitan keuangan dan ketiadaan biaya sering menjadi penyebab kegiatan melaut tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Pengalaman ini telah menjadi rujukan dalam pengembangan usaha perikanan di lokasi sehingga bila keuangan belum cukup maka usaha perikanan sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini penting supaya usaha tidak berhenti di tengah jalan dan sarana usaha menjadi terbengkalai. Pengalaman ini perlu menjadi rujukan ke depan dalam pengembangan industri atau usaha perikanan. 103
Contoh, apabila perusahan tidak mengendalikan likuiditasnya, operasi akan tidak lancar, yaitu mau beli spare part tidak punya biaya akhirnya tidak bisa operasi. Bila mencermati hasil analisis pada Tabel 14, maka payback period, ROI dan growth merupakan aspek pengelolaan yang berinteraksi signifikan dan berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha perikanan. Dari tiga aspek tersebut, payback period menjadi yang paling dominan mempengaruhi kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa perputaran usaha sangat penting dalam kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana kemampuan nelayan dalam pengembalian pinjaman, perputaran usaha pengolah ikan, dan musim tangkap selalu menjadi pertimbangan nelayan. Bila melihat akar permasalahannya, hal ini dapat dipahami karena kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya dilakukan oleh nelayan dan pengolah ikan dengan modal kecil dan mikro yang akan terganggu usahanya dan kebutuhan rumah tangganya bisa tidak terpenuhi bila perputaran usaha mengalami masalah. Terkait dengan ini, maka dalam interaksi sederhananya, perbaikan kinerja perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta di masa datang perlu mengedepankan kepentingan nelayan dan pengolah ikan kelas kecil dan mikro daripada mendahulukan kepentingan lainnya, misalnya kontribusi terhadap PAD, misal Pemda dapat melakukan pembebasan restribusi pada musim paceklik. Hal ini sejalan dengan hasil analisis sebelumnya terkait pengaruh Rugi/Laba terhadap kinerja usaha perikanan (KUP). Lingkup
usaha
perikanan
menjadi
faktor
yang
berpotensi
serius
mempengaruhi aktivitas dan kondisi internal usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi kemungkinan karena lingkup usaha perikanan tangkap menentukan jenis dan skala usaha perikanan tangkap yang dapat dilakukan oleh nelayan dan lainnya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi internal usaha perikanan tangkap yang ada.
di Daerah
Istimewa Yogyakarta Aspek lingkungan eksternal berpengaruh postif bersifat signifikan. Terkait hasil analisis tersebut, maka lingkup usaha perikanan menjadi faktor yang berpotensi serius mempengaruhi aktivitas dan kondisi masyarakat di sekitar usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini bisa dipahami, karena skala dan lingkup usaha/industri perikanan mempengaruhi interest/kepedulian masyarakat
104
terhadap bidang perikanan tangkap, misal ketertarikan untuk berusaha di bidang perikanan tangkap, mengatur pola konsumsi ikan keluarga, dan lainnya. Dalam kaitan dengan interaksi antar konstruk, interaksi kompetensi strategi SDM dengan
lingkup industri perikanan termasuk positif signifikan dan perlu
diperhatikan secara seruis. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dan skala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini dikembangkan dengan lebih mempertimbangkan kompetensi strategi SDM yang diterapkan daripada tujuan pembangunan perikanan yang ditetapkan Pemerintah. Namun demikian, dalam aplikasi di lapangan pelaksanaan kompetensi strategi SDM perlu dilakukan sejalan dengan tujuan pembangunan perikanan yang ada. Kompetensi strategi SDM juga berpengaruh positif dan bersifat signifikan terhadap kinerja industri perikanan. Terkait dengan ini, maka kinerja usaha perikanan termasuk faktor serius mempengaruhi kompetensi strategi SDM termasuk pada industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi karena strategi yang diambil dalam menjalankan suatu usaha perikanan sangat ditentukan oleh progress atau kinerja dari usaha tersebut selama ini. Kondisi yang sama juga terjadi pada interaksi kinerja usaha perikanan selanjutnya dengan tujuan pembangunan perikanan, dimana interaksi tersebut bersifat berpengaruh positif dan bersifat signifikan. Terkait dengan ini,
maka tujuan pembangunan perikanan termasuk
faktor serius
mempengaruhi kinerja usaha perikanan yang dijalankan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kaitan ini, maka tujuan pembangunan perikanan tangkap harus selalu diupayakan dalam industri/usaha perikanan tangkap yang ada. Bila belum terakomodir dengan baik, maka kinerja perlu ditingkatkan. Sustainable lebih dominan berinteraksi dan berpengaruh terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini menunjukkan tujuan pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di bidang perikanan tangkap lebih memperhatikan sustainable atau berkelanjutan dalam mengelola industri perikanan. Dalam kaitan dengan pengembangan, hal ini perlu dicermati pentingnya pengelolaan berkelanjutan ecological, sosioeconomi, community dan institusi (Charles, 1994). Pengembangan usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta hendaknya memperhatikan hal tersebut sehingga terjadi sinkronisasi dengan tujuan pembangunan perikanan secara Nasional.
105
Bila mencermati hasil analisis Tabel 16, maka aspek Sustainable dan equity berpotensi serius mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini menujukkan bahwa tujuan pembangunan perikanan harus mengendepankan
prinsip
berkelanjutan
dalam
setiap
upaya
pengembangan
usaha/industri karena cukup banyak anggota masyarakat yang menggantungkan hidup pada usaha perikanan tangkap. Bila kebijakan pemerintah gampang berpaling, maka bisa akan terjadi pengangguran massal dan konflik sosial akan meningkat. Hal sama juga untuk equity, pemerintah melakukan pembinaan yang terus-menerus terhadap masyarakat nelayan sehingga usaha perikanan skala kecil dan menengah yang dihasilkannya dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya bahkan pada pasar ekspor. Bila hal ini bisa dilakukan, maka industri/usaha perikanan yang ada dapat menjadi sektor penting bagi kegiatan bisnis Daerah Istimewa Yogyakarta di masa datang.
5.2 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Kompleks Bila mencermati hasil analisis interaksi lanjutan pada Tabel 17, maka lingkungan internal terhadap lingkungan eksternal berpengaruh positif signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan aktivitas usaha perikanan tangkap yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar tempat usaha perikanan tangkap dilakukan, misalnya daya beli masyarakat, pola konsumsi masyarakat terhadap ikan laut, pola pergaulan dan pengetahuan masyarakat, penerimaan masyarakat lokal terhadap pendatang, dan sebagainya. Disamping itu, pengaruh positif signifikan lingkungan internal terhadap lingkungan industri juga mengindikasikan bahwa kondisi dan aktivitas usaha perikanan tangkap juga mempengaruhi aktivitas industri/usaha lainnya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti usaha jasa pengiriman, usaha rumah makan, tempat hiburan dan rekreasi, dan lainnya. Terkait ini, maka pengembangan usaha perikanan tangkap dengan memberikan keleluasan yang luas bagi industri/usaha perikanan tangkap yang ada perlu dilakukan dengan hati-hati, berimbang, dan bertahap sehingga tidak mengganggu perekonomian masyarakat dan aktivitas industri lainnya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengaruh lingkungan eksternal terhadap lingkungan industri yang bersifat positif signifikan. Hal ini memberi indikasi bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di 106
Daerah Istimewa Yogyakarta dapat mempengaruhi kondisi dan aktivitas masyarakat di luar industri dan usaha bisnis. Menurut Mursidin dan Hartono (2006), masyarakat dapat memberi dampak pada lingkungan sekitar, sehingga harus dibina dan diberdayakan secara adil dan merata. Dalam kaitan ini, maka kondisi dan aktivitas masyarakat perlu diarahkan pada hal-hal positif yang dapat menjamin ketertiban dan keamanan berbagai aktivitas yang ada. Pengaruh lingkungan eksternal terhadap tujuan pembangunan perikanan juga bersifat positif signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta penting untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan yang ada Lingkungan usaha perikanan berinteraksi terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah berinteraksi terhadap kinerja usaha perikanan dan tujuan pembangunan perikanan. Kinerja usaha perikanan berinteraksi secara serius dengan lingkungan industri. Porter (1990), lingkungan industri dapat menjadi ancaman, maka harus juga diperhatikan kinerja dan perannya di lokasi agar menjadi lebih penting.
Karena
selama ini, peran industri/usaha non perikanan tangkap terhadap keberadaan usaha perikanan tangkap cukup banyak meskipun tidak mengintervensi kompetensi strategi SDM perikanan tangkap. Adapun bentuk peran tersebut kesediaan usaha non perikanan menampung nelayan atau keluarga nelayan yang butuh pekerjaan pada saat tidak melaut, peran usaha non perikanan dalam pengadaan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dan lainnya di lokasi tempat tinggal nelayan berdekatan dengan usaha non perikanan tersebut, dan lainnya. Terkait dengan ini, maka peran tersebut penting yang diperhitungkan terkait maju mundurnya kegiatan perikanan tangkap di daerah Istimewa Yogyakarta. Pada model interaksi yang kompleks tersebut, kinerja usaha perikanan juga berpengaruh positif signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan industri non perikanan tangkap yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sedikit banyak dapat mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan yang telah ditetapkan. Aspek kompetensi strategi SDM juga berpengaruh positif signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini memberi indikasi bahwa kompetensi strategi SDM pasti berperan penting dalam pencapaian dan penetapan Tujuan Pembangunan 107
Perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini misalnya, strategi industri yang mengandalkan tenaga kerja lokal dalam pelaksanaan kegiatan produksi dengan harapan dapat menciptakan basis perikanan yang kuat di masyarakat. Supaya terjadi sinkronisasi dan mendukung basis ekonomi lokal, maka tujuan pembangunan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah harus sesuai dan mendukung upaya tersebut. Dalam kaitan ini, maka kompetensi strategi SDM yang dipilih oleh pelaku usaha atau yang menjadi komitmen bersama harus diperhitungkan dalam perumusan tujuan pembangunan perikanan di tingkat daerah seperti dalam rencana strategis 5 tahunan, 10 tahunan, dan lainnya. Menurut Pierce dan Vodden (2000), SDM menjadi komponen yang sangat penting dibandingkan dengan sumber daya lainnya dan lingkungan dalam pembangunan suatu bangsa, sehingga perlu dikelola dengan strategi yang baik dan harus menjadi prioritas pembangunan. Untuk memudahkan implementasi pengembangan berdasarkan pola interaksi yang ada, maka interaksi-interaksi tersebut perlu dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan nilai koefisien pengaruhnya baik yang berhubungan dengan interaksi secara eksogen maupun endogen. Seperti disebutkan sebelumnya, nilai koefisien pengaruh tersebut mencerminkan tingkat pengaruh, kepentingan dan urgensi dari komponen berinteraksi bila model pengembangan benar-benar dilakukan secara nyata. Menurut Handoko (2001) komponen yang berinteraksi pembangunan termasuk di bidang perikanan harus dapat menopang satu sama lain bila manfaatnya ingin dirasakan secara jangka panjang. Sedangkan menurut Tajirin et al. (2007), kegiatan perikanan berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi suatu bangsa baik pada aspek ekonomi, SDM, sosial, budaya, maupun lingkungan sehingga harus dilakukan secara integral dan bertahap. Dalam kaitan ini, diperlihatkan Gambar 12 tentang model pengembangan industri perikanan dengan interaksi kompleks komponen terkait, dan interaksi ini dibagi dalam tiga kelompok prioritas, yaitu : interaksi dengan nilai koefisien (kf) sama dengan 1,0, interaksi dengan nilai kf di bawah 1,0 dan di atas atau sama dengan 0,1 dan interaksi dengan nilai kf lebih kecil 0,1 sedang interval kf diantara 1 sampai dengan 0, tersusun pada
Tabel 25.
Soepanto (1995) pengembangan usaha selayaknya dilakukan tiga tahapan dimana tahap pertama corporate strategy yaitu menyususun berapa besar skala ekonomi usaha tersebut, tahap kedua business strategy melakukan inovasi produk dan inovasi proses produksi dan tahap ketiga melakukan marketing strategy yaitu terobosan pasar. 108
Tabel 25
Klasifikasi interaksi indikator dan dimensi berdasarkan nilai koefisien pengaruh
Nilai Koefisien
Indikator (X)
Dimensi (Exogen)
Indikator (Y)
Sama
-
Manajemen
LINT
dengan 1
-
Sosial
LEXT
-
Entry Barier
LIND
-
SDM (K)
KP/D
Dibawah 1,0
-
Teknologi (L)
LINT
sampai atau
-
Administrasi
sama dengan
-
Pesaing
LIND
0,1
-
Ekonomi
LEXT
-
Prasarana
KP/D
-
SDM (L)
LINT
- Pemasaran
-
Supply
LEXT
- Keuangan
-
Politik
LIND
- ROI
-
Teknolgi (K)
KP/D
- Growth
Dibawah 0,1
- Sustainable
TPP
- Payback Period
KUP
- Equity -
(K) ... indikator dari kebijakan strategi SDM
Dimensi (Endogen)
KSTD
KUP
TPP
(L) ... indikator dari lingkungan internal
Dalam kaitan dengan kebijakan, komponen terkait harus diakomodir dengan baik dalam pengembangan kebijakan baik pusat maupun daerah.
Teknologi,
prasarana dan SDM merupakan tiga komponen penting dan mendasar yang harus diperhatikan dalam pembuatan kebijakan. Disamping itu, pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang baik dan tetap melakukan beberapa inovasi dalam pelayanan. Menurut Pramusinto (2006), inovasi dalam pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan yang dibuat oleh pmerintah. Dalam kaitan dengan analisis SEM, interaksi secara eksogen merupakan interaksi di antara variabel bebas, sedangkan interaksi secara endogen merupakan interaksi variabel tidak bebas/tergantung. Terkait dengan ini, maka jika interaksi diantara komponen/konstruk/dimensi konstruk eksogen diubah atau diintervensi, maka interaksi diantara komponen/konstruk/dimensi konstruk endogen juga bisa berubah. Hasil klasifikasi ini akan menjadi dasar bagi penyusunan skala prioritas aksi terkait pengembangan industri/usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti ditunjukkan pada Tabel 26. Supaya terintegrasi dan menyeluruh, 109
maka teknis operasional aksi tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan unit bisnis perikanan terpadu (UBPT). Menurut Fauzi dan Anna (2002), unit bisnis menjadi keberlanjutan kegiatan perikanan dan tolok ukur keberhasilan pembangunan perikanan, sedangkan menurut Stiroh (2001), kebijakan yang tepat menjadi penentu kesinambungan pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat.
Tabel 26 Skala prioritas berdasarkan nilai koefisien indikator pengaruh Prioritas
I
II
III
Perubahan Input
Taget/Output - Sustainable
Tahapan
-
Manajemen
-
Sosial
-
Entry Barier
-
Regulator
-
SDM (K)
-
Perencanaan
-
Skala Usaha
Konstruksi Pemberdayaan
-
Teknologi(L)
- Payback
Operasi
-
Administrasi
Period
-
-
Pesaing
-
Ekonomi
-
Prasarana
-
SDM (L)
- Pemasaran
Efisiensi dalam
-
Supply
- Keuangan
Usaha
-
Politik
- ROI
-
Teknologi
- Growth
(K)
- Equity
(K)… indicator dari kebijakan strategi SDM
Tertib Administrasi
-
Pertumbuhan
(L)… indicator dari lingkungan internal
Interaksi antara dimensi-dimensi di atas yang diuraikan aspek indikatornya dapat membangun model pemberdayaan usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditampilkan pada Gambar 12. Gambar 12 juga menunjukan bahwa lingkup usaha perikanan (LUP) dibangun dari lingkungan internal (LINT), lingkungan industri (LIND) dan lingkungan ektsernal (LEXT).
Lingkup usaha perikanan
mempengaruhi kebijakan pemerintah pusat/daerah, kompetensi strategi SDM dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). Kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) meningkatkan kinerja usaha perikanan (KUP) dan sehingga tujuan pembangunan perikanan (TPP) dapat tercapai. Demikian juga tujuan pembangunan perikanan (TPP) 110
dibangun dari lingkup usaha perikanan (LUP), lingkungan eksternal (LEXT), kebijakan pemerintah pusat/daerah(KP/D) yang hasilnya melalui meningkatnya kompetensi strategi SDM (KSTG) dan kinerja usaha perikanan (KUP).
Teknologi (X11)
0.1 Entry Barrier (X31)
Administrasi (X12)
0.1 Manajemen (X13)
1
LINT
KSTG
0.07
0.08
Keuangan (Y13)
LIND
0.11
0.09
0.1
Payback Period (Y21)
0.1 0.1
0.09 0.09
1
0.1 0.8
KUP
0.06
0.07
Growth (Y24)
0.07
0.09
0.1
0.2
0.08
0.07
LUP Prasarana (X43)
Pemasaran (Y12)
0.09
LEXT Sosial (X23)
0.08
0.1
1 0.08
Ekonomi (X22)
Pesaing (X32)
Equity (Y32)
0.05
TPP
KP/D 0.8 SDM (X44)
1
0.06
1
Sustainable (Y33)
Gambar 12 Model pemberdayaan usaha perikanan tangkap
5.3
Pembentukan Unit Bisnis Perikanan Terpadu (UBPT) sebagai Basis Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap Komponen atau aspek pengelolaan yang berpengaruh positif signifikan dapat
digunakan sebagai acuan untuk memberdayakan usaha perikanan tangkap melalui pembentukan suatu unit bisnis perikanan terpadu (UBPT) (Lampiran 32). Adapun tahapan pembentukan unit bisnis tersebut hingga dapat dijalankan secara nyata dan mandiri adalah : Tahap pertama menyusun regulator agar lingkungan bisnis kondusif, yang dapat menjadi dasar pelaksanaan UBPT dengan berorientasi aspek manajemen, sosial, entry barrier, sumber daya manusia dan daya saing dengan
penjelasan sebagai
berikut:
111
(1)
Aspek manajemen yaitu dengan mengenalkan fungsi manajemen kelompok usaha. Pelaku usaha yang telah bergabung harus membuat rencana jangka menengah (5 tahun) dan rencana jangka pendek (1 tahun), yang kemudian diproyeksikan ke rencana pendapatan dan biaya usaha/indutri perikanan tangkap baik pada tingkat usaha individu sampai usaha kelompok (UBPT), menyusun struktur organisasi dan pembagian tugas, menempatkan dan mengarahkan SDM yang sesuai keahliannya, dan tim pengawas harus netral agar penyimpangan cepat diketahui dan cepat diperbaiki.
(2)
Aspek sosial yaitu harus menyisihkan fee (X %) dari omset, untuk kepentingan asuransi alat kerja, asuransi tenaga kerja (hari tua, kecelakaan, kesehatan), jaminan kredit/dana naik haji, cadangan usaha, sehingga usaha yang risikonya sangat tinggi ini dapat diatasi dan tidak mengganggu kondisi sosial pelaku usaha. Apabila ada anggota yang terlambat mengangsur pinjamannya, maka dapat diatasi dengan dana jaminan kredit sehingga kepercayaan dapat dibangun dengan baik.
(3)
Aspek entry barier, kemudahan memulai
usaha sepanjang
memiliki
pengetahuan dan keterampilan di bidangnya, tingkat keberhasilan usaha akan dipantau berdasarkan regulator Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. (4)
Sumber daya manusia,
pemerintah harus memberikan dana anggaran ke
Daerah tingkat I dan II untuk membiayai latihan-latihan manajemen dan teknis khususnya daerah yang masih sangat lemah sumber daya manusianya. (5)
Sustainable, yaitu dengan melakukan kerjasama dan kemitraan yang saling menguntungkan melalui wadah KUB maupun UBPT. Wadah ini dianggap lebih efisien karena akan terjadi penghematan waktu, aset (alat dan bahan) dan tenaga kerja sehinga menurunkan harga pokok produksi, harga mengendalian mutu, biaya pelayanan dan jangkauan pasar yang berkelanjutan. Tahap kedua, bila kegiatan sudah berjalan, maka harus dikembangkan aspek
teknologi, administrasi, pesaing, ekonomi, prasarana, payback period dengan arahan sebagai berikut : (1)
Aspek teknologi, harus dilakukan inovasi teknologi agar bisa didapatkan cara baru yang bisa menekan biaya maupun memperbaiki jenis dan mutu produk. Inovasi juga dapat dilakukan dengan mengaplikasikan program-program baru,
112
misalnya komputerisasi laporan keuangan, program ini bisa digunakan apabila dilakukan dengan skala industri atau cukup besar dengan cara berkelompok. Adapun bentuk kelompok tersebut yang dapat dipilih yaitu KUB, UBPT, Koperasi perikanan, dan Usaha pengolahan Hasil Perikanan yang dibentuk sesuai tuntutan pasar. (2)
Aspek administrasi, kegiatan-kegiatan diharuskan tertib administrasi, hal ini sangat
membantu
mengetahui
sejauh
mana
keberhasilan,
membantu
penyelesaian konflik, memantu kelayakan jual ke bank/lembaga keuangan dan sebagai ukuran seberapa besar kontribusi pembangunan ekonomi dan sosial. Yang lebih penting lagi membiasakan membudayakan bangsa kita berlaku transparan. (3)
Aspek pesaing, pesaing ini ditujukan produk yang substitusi, dimana kalau tidak melakukan inovasi produk, tentu produk akan dikalahkan dengan produk lain dan tidak melakukan inovasi sistem, tentu biaya akan tinggi sehingga produk substitusi akan diplih.
(4)
Aspek ekonomi, untuk meningkatkan pertumbuhan aset dan omset harus ada dukungan kestabilan nilai rupiah, iklim usaha yang kondusif, dan akan berdampak penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat.
(5)
Aspek prasarana, prasarana gudang dingin di pendaratan & pelabuhan udara, gudang beku, prosesing & pembekuan, kendaraan angkut yang berisolasi ini harus disiapkan dan dapat dipakai secara optimal yaitu tidak ada yang over atau under capasity.
(6)
Aspek payback period yaitu setiap usaha harus ditetapkan target payback period, baik usaha individu maupun usaha bersama. Dengan cara inilah akan diketahui mengapa usaha perikanan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan hal ini menjadi bahan masukan untuk pengembangan usaha perikanan selanjutnya Tahap ketiga, terkait dengan pengembangan aspek SDM, supply, politk,
teknologi, pemasaran, keuangan, ROI, growth dan sustainable dengan uraian sebagai berikut :
113
(1)
Aspek SDM, tenaga kerja harus diarahkan ke spesialis pekerjaan bahkan jangka panjang dapat ke arah super spesialis demikian pula latihan-latihan harus ke arah spesialis jenis pekerjaan. Misal, dipisahkan antara kerja manajer dan usahawan pada tingkat manajemen tertentu, pemisahan bidang pekerjaan yakni nelayan hanya mencari ikan, kapal rusak sudah ada divisi/bagian yang memperbaiki dan seterusnya.
(2)
Aspek supply, dimana dengan usaha bersama ini, melakukan pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan operasi dilakukan bersama, niscaya kepastian barang dan jasa untuk operasi tentu terjamin baik mutu dan jumlah dan harga.
(3)
Aspek politik, yaitu politik pangan diarahkan ke pasar dalam negeri, karena penduduk indonesia cukup banyak sangat membutuhkan pangan yang bergizi tinggi, tentu saja akan lebih stabil dalam usaha ini bila pasar dalam negeri berkembang.
(4)
Aspek
teknologi,
ikan pelagis
besar
merupakan
bahan
perdagangan
internasional, sedang di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat memungkinkan mengembangkan ikan tuna di Ekspor segar lewat penerbangan. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta harus menetapkan pemakaian teknologi untuk mendorong perdagangan
ikan tuna segar
lewat
penerbangan dengan
memberikan fasilitas untuk teknologi tersebut. (5)
Aspek keuangan, yaitu keuangan harus dikelola dengan konsisten, sehinga diperlukan pencatatan dan transparan, semua anggota dapat mengetahui perkembangan kekayaan melalui neraca dan hasil usaha melalui perhitungan rugi/laba, dan dapat diketahui cash flow baik di tingkat usaha anggota maupun tingkat UBPT. Dengan pencatatan keuangan yang tertib inilah perkembangan usaha dapat dipantau bahkan dapat dijadikan layak jual ke lembaga keuangan serta dapat membantu anggota mendapatkan dana. Melakukan pengendalian likuiditas dengan baik agar kegiatan operasional usaha tidak terganggu, misal dana jangka pendek dipakai untuk kegiatan jangka panjang akibatnya likuiditas terganggu tentu operasi tidak lancar akan berpengaruh tidak efisien.
(6)
Aspek pemasaran, posisi tawar masih sangat rendah, karena ketersedian barang baik mutu maupun jumlah tidak pasti, dengan pengelolaan usaha bersama tentu akan bisa melakukan strategi pemasaran. Misalnya jumlah dan mutu barang
114
tersedia dengan pasti tentu berani melakukan kontrak pasar baik internasional maupun nasional, bahkan dapat lihat kondisi, kapan harus ekspor dan kapan hanya dipasarkan dalam negri. (7)
Aspek growth, yaitu pertumbuhan usaha harus ditargetkan secara bertahap dan dapat diukur dengan akurat, agar dapat diketahui berapa lama untuk meningkatkan pertumbuhan melaui kemampuan laba atau menambah hutang.
(8)
Aspek ROI, yaitu dengan merubah aspek variabel bebas (manajemen, teknologi, dsb), niscaya ROI akan naik dan dapat diukur dengan akurat dan hasilnya dapat dibandingkan naik atau turun terhadap rata-rata tahunan atau proyeksi dalam anggaran.
(9)
Aspek equity, ialah memberikan kesempatan untuk mengases asset ekonomi dengan mengurangi atau menghilangkan bentuk dominasi pemerintah dalam mengatur iklim usaha misalnya; melalui pemberdayaan lingkungan usaha harus dilakukan misalnya keseimbangan kepemilikan asset para pelaku usaha, bagi hasil antara buruh dan majikan, pola asuransi yang melindungi owner dan buruh.
115