Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah USAHA BUDIDAYA BAWANG MERAH
Kata Pengantar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditas potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah telah menghasilkan 124 judul buku pola pembiayaan pola konvensional dan 34 judul buku pola pembiayaan pola syariah. Dalam upaya menyebarluaskan hasil penelitian dimaksud kepada masyarakat, maka buku pola pembiayaan ini akan dimasukkan dalam minisite Info UMKM yang dapat diakses melalui internet di alamat: http://www.bi.go.id/ id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang bersedia membantu dan berkerjasama serta memberikan informasi dan masukan selama pelaksanaan kajian. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait isi buku ini dapat menghubungi: BANK INDONESIA Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grup Pengembangan UMKM Divisi Pengembangan dan Pengaturan UMKM Jalan M. H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat Telp. 021 2981-7991 l Faks. 021 351-8951 Besar harapan kami, bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditas bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut. n
Jakarta, Desember 2013 i
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH USAHA BUDIDAYA BAWANG MERAH No Usaha Pembiayaan
Uraian
1
Jenis Usaha
Usaha Budidaya Bawang Merah
2
Lokasi Usaha
Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah
3 Dana yang digunakan 4
Investasi Modal Kerja Total
: Rp 26.323.000 : Rp 111.130.000 : Rp 137.453.000
Sumber dana a. Kredit (60%) Rp 82.471.800 b. Modal Sendiri (40%) Rp 54.981.200
5 Periode pembayaran kredit
Pengusaha melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga setiap kali panen (bulan keempat), selama jangka waktu kredit (1 tahun)
6 Kelayakan Usaha a. Periode proyek b. Produk utama c. Skala proyek d. Pemasaran produk e. Teknologi
3 tahun Bawang merah 1 hektar dengan produksi 10 ton/ha per siklus Lokal/Regional/Nasional Sistem intensifikasi sesuai POS Kementerian Pertanian RI
7 Kriteria Kelayakan Usaha a. NPV Rp 103.630.364 b. IRR 118,50% c. Net B/C Ratio 4,94 kali d. Pay Back Period 1,51 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan 8 Analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan 10% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp 6.277.294 b. IRR 23,26% ii
No Usaha Pembiayaan
Uraian
c. Net B/C Ratio d. Pay Back Period e. Penilaian
1,24 kali 2,85 tahun Layak dilaksanakan
9 Analisis Sensitivitas : Penurunan Pendapatan 11% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp 3.458.013 b. IRR 15,14% c. Net B/C Ratio 0,87 kali d. Pay Back Period 3,09 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan 10 Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel 15% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp 1.502.590 b. IRR 19,25% c. Net B/C Ratio 1,06 kali d. Pay Back Period 2,96 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan 11 Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel 16% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp 5.305.928 b. IRR 13,63% c. Net B/C Ratio 0,80 kali d. Pay Back Period 3,14 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan 12 Analisis Sensitivitas Kombinasi : Variabel Naik 6% dan Pendapatan Turun 6% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp 4.367.412 b. IRR 21,65% c. Net B/C Ratio 1,17 kali d. Pay Back Period 2,89 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan 13 Analisis Sensitivitas Kombinasi : Variabel Naik 7% dan Pendapatan Turun 7% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp 12.176.413 b. IRR 8,06% c. Net B/C Ratio 0,54 kali d. Pay Back Period 3,34 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan iii
Daftar Isi KATA PENGANTAR RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
iv
i ii iv vi vi vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Usaha 2.2. Profil Pengusaha 2.3. Pola Pembiayaan
4 5 6 7
BAB III ASPEK TEKNIS PRODUKSI 3.1. Lokasi Usaha 3.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan 3.3. Bahan Baku 3.4. Tenaga Kerja 3.5. Teknologi 3.6. Proses Produksi 3.6.1. Pengolahan Tanah 3.6.2. Penyiapan Jarak Tanam 3.6.3. Penyiapan Benih atau Bibit 3.6.4. Penanaman dan Pemupukan 3.6.5. Penyiraman dan Pengendalian Gulma 3.6.6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman 3.6.7. Panen 3.6.8. Pasca Panen 3.7. Mutu Produksi 3.8. Produksi Optimum 3.9. Kendala atau Faktor Kritis Produksi
10 11 12 13 13 14 15 15 17 17 18 18 20 22 23 23 25 25
BAB IV ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 4.1. Aspek Pasar 4.1.1. Permintaan 4.1.2. Penawaran 4.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Usaha 4.2. Aspek Pemasaran 4.2.1. Harga
26 28 27 28 28 32 32
Daftar Isi
4.2.2. Jalur Pemasaran Produk 4.2.3. Kendala Pemasaran
33 34
BAB V ASPEK KEUANGAN 36 5.1. Pemilihan Pola Usaha 37 5.2. Asumsi dan Parameter dalam Analisis Keuangan 38 5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 39 5.3.1. Biaya Investasi 39 5.3.2. Biaya Operasional 39 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja 40 5.5. Produksi dan Pendapatan 43 5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point 44 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek 45 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha 46 5.9. Kendala Keuangan 48 BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial 6.2. Dampak Lingkungan
50 51 51
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran
56 57 58
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN
68
v
Daftar Tabel Tabel 3.1. Penggolongan Mutu Bawang Merah Berdasarkan SNI Tabel 4.1. Data Proyeksi Kebutuhan Bawang Merah Tahun 2005 – 2025 Tabel 4.2. Perkembangan Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia, Tahun 2009-2012 Tabel 4.3. Data Impor dan Ekspor Bawang Merah Tahun 2009-2012 Tabel 4.4. Negara Tujuan Ekspor Bawang Merah Indonesia Tahun 2012 Tabel 5.1. Asumsi dalam Analisis Keuangan Tabel 5.2. Biaya Investasi Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.8. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.9. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Bawang Merah per Tahun Tabel 5.10. Proyeksi Laba-Rugi Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.11. Proyeksi Arus Kas Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.12. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.13. Sensitivitas Penurunan Produksi/Penurunan Pendapatan Tabel 5.14. Sensitivitas Peningkatan Biaya Variabel Tabel 5.15. Sensitivitas Kombinasi
24 27 29 31 32 38 40 41 41 42 42 43 44 44 44 45 46 47 47 48
Daftar Gambar Gambar 1.1. Total Produksi dan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia Gambar 2.1. Pola Tata Usaha Budidaya Bawang Merah Gambar 3.1. Bibit Bawang Merah Gambar 3.2. Pembuatan Parit (selokan) dan Penggemburan Bedengan Gambar 3.3. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Bedengan Gambar 3.4. Jarak Tanam pada Budidaya Bawang Merah Gambar 3.5. Mesin Pompa Diesel dan Air Masuk dalam Saluran Irigasi Lahan Budidaya Gambar 3.6. Alat Penyiram dan Kegiatan Penyiraman Gambar 3.7. Kegiatan Panen Bawang Merah Gambar 3.8. Penjemuran Bawang Merah vi
1 9 13 15 16 16 19 19 22 23
Gambar 4.1. Data Impor dan Kebutuhan Bawang Merah Gambar 4.2. Jalur Pemasaran Bawang Merah
33 35
Daftar Lampiran Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan Lampiran 2. Biaya Investasi Lampiran 3. Biaya Operasional Lampiran 4. Sumber Dana Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba Usaha Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas Lampiran 10. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 10% Lampiran 11. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 11% Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 15% Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 16% Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 6% dan Pendapatan Turun 6% Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 7% dan Pendapatan Turun 7% Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
vii
BAB I PENDAHULUAN
viii
BAB I – PEndahuluan
Bawang merah merupakan tanaman umbi bernilai ekonomi tinggi ditinjau dari fungsinya sebagai bumbu penyedap masakan. Hampir semua masakan Indonesia menggunakan bawang merah dalam pembuatannya. Di samping itu bawang merah juga bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal. Bawang merah memiliki nama lokal di antaranya: Bawang abang mirah (Aceh), Bawang abang (Palembang), Dasun merah (Minangkabau), Bawang suluh (Lampung), Bawang beureum (Sunda), Brambang abang (Jawa), Bhabang merah (Madura), dan masih banyak nama lokal lainnya. Prospek agribisnis bawang merah saat ini cukup baik, ditunjukkan oleh permintaan konsumen yang tinggi. Permintaan dapat melonjak tajam terutama menjelang hari raya keagamaan, namun karena tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup, harga komoditas ini juga meningkat. Peluang ini dapat digunakan petani atau pedagang bawang merah untuk meraup laba yang cukup tinggi. Produksi bawang merah sampai saat ini masih terpusat di beberapa kabupaten di Jawa yaitu Kuningan, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bantul, Nganjuk, dan Probolinggo. Berdasarkan data dari Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, permintaan bawang merah secara nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun, begitu pula produksi bawang merah. Pada tahun 2007 misalnya, permintaan bawang merah sebesar 909.853 ton dengan
Ket. *) Data Konsumsi Nasional tidak tersedia Gambar 1.1. Total Produksi dan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia (Sumber, Kementan, 2013)
1
BAB I – PEndahuluan
produksi 807.000 ton, tahun 2008 permintaan meningkat menjadi 934.301 ton dengan produksi 855.000 ton. Pada tahun 2009, kebutuhan bawang merah di Indonesia mencapai 936.103 ton dengan produksi 965.164 ton dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 976.284 ton dengan produksi 1.048.228 ton. Penurunan produksi terjadi pada tahun 2011 yaitu produksi sebesar 893.124 ton. Peningkatan produksi bawang merah diprediksi terjadi pada tahun 2012 menjadi 960.179 ton. Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 provinsi di Indonesia. Provinsi penghasil utama (luas areal panen > 1000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, dan Sulawesi Selatan. Kesembilan provinsi ini menyumbang 95,8% (Jawa memberikan kontribusi 75%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2013. Konsumsi rata-rata bawang merah per kapita untuk tahun 2008-2012 berkisar antara 2,36 kg dan 2,74 kg/tahun. Gambar 1.1. menunjukkan perkembangan produksi dan konsumsi bawang merah tahun 2007-2012. Profil usaha tani bawang merah terutama dicirikan oleh 80% petani yang merupakan petani kecil dengan luas lahan usaha kurang dari 1 ha. Berbagai varietas bawang merah yang diusahakan petani diantaranya adalah Kuning (Rimpeg, Berawa, Sidapurna, dan Tablet), Bangkok Warso, Bima Timor, Bima Sawo, Bima Brebes, Engkel, Bangkok, Filipina, dan Thailand. Adapun varietas bawang merah yang lebih disukai petani untuk ditanam pada musim kemarau adalah varietas Philippines (impor). Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah telah dihasilkan oleh lembaga penelitian, antara lain: (a) tiga varietas unggul bawang merah yang sudah dilepas, yaitu varietas Kramat-1, Kramat-2, dan Kuning; (b) teknik budidaya bawang merah di lahan kering maupun lahan sawah, secara monokultur atau tumpang sari/gilir; (c) komponen PHT-budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/mekanik, pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian; serta (d) bentuk olahan-tepung dan bubuk. Tujuan pengembangan agribisnis bawang merah mencakup: (a) menyediakan benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b) meningkatkan produksi bawang merah rata-rata 5.24% per tahun selama periode 2005–2010, (c) mengembangkan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kontinuitas pasokan benih bermutu, serta (d) mengembangkan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Substansi pengembangan agribisnis bawang merah diarahkan pada: (a) pengembangan ketersediaan benih unggul, (b) pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam, serta (c) pengembangan produk olahan. 2
BAB I – PEndahuluan
Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari-Mei dan November. Berdasarkan pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan April-Oktober. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara musiman (seasonal), yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau (April-Oktober), sehingga mengakibatkan produksi dan harganya berfluktuasi sepanjang tahun. Untuk mencegah terjadinya fluktuasi produksi dan fluktuasi harga yang sering merugikan petani, maka perlu diupayakan budidaya yang dapat berlangsung sepanjang tahun, antara lain melalui budidaya di luar musim (off season). Dengan melakukan budidaya di luar musim dan membatasi produksi pada saat bertanam normal sesuai dengan permintaan pasar, diharapkan produksi dan harga bawang merah di pasar akan lebih stabil. Selama ini usaha budidaya bawang merah dibiayai oleh petani sendiri, masih belum banyak yang memperoleh pembiayaan dari kredit perbankan. Kesenjangan informasi (asymmetric information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang ditetapkan dengan pengetahuan yang dimiliki usaha mikro kecil (UMK) sebagai salah satu dari berbagai penyebab masih belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan pada sektor usaha produktif. Di satu sisi, pelaku UMK masih mengalami keterbatasan informasi mengenai pola usaha yang layak dibiayai bank. Ternyata di sisi lain, perbankan juga masih kekurangan informasi tentang komoditi usaha yang potensial untuk dibiayai, sehingga aksesibilitas UMK ke perbankan semakin terkendala. Dalam upaya pengembangan UMK dan peningkatan fungsi intermediasi perbankan, maka penyediaan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas/ usaha potensial dalam bentuk “model/pola pembiayaan komoditas (lending model)” akan membantu perbankan dalam meningkatkan pembiayaan kepada komoditas/usaha potensial tersebut sekaligus sebagai rujukan bagi pelaku usaha dalam rangka pengembangan usahanya. Menindaklanjuti hal tersebut, Bank Indonesia melakukan penelitian model pembiayaan (Lending Model) Usaha Budidaya Bawang Merah. Sebagai model dilakukan penelitian di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu sentra produksi bawang merah. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperluas pembiayaan terhadap UMKM sekaligus melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditas potensial bagi perbankan di daerah. Pemilihan komoditas/usaha bawang merah ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa bawang merah merupakan salah satu produk usaha di sektor industri. Komoditas ini telah banyak diusahakan oleh masyarakat dalam skala usaha rumah tangga sehingga menjadi salah satu sumber mata pencaharian yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan keluarga, dan memberikan multiplier effect pada masyarakat di sekitarnya. n 3
BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
4
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
2.1. Profil Usaha Di Indonesia, daerah sentra produksi bawang merah utama adalah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki total lahan terbesar yang diusahakan untuk komoditas bawang merah. Kabupaten Brebes memasok sekitar 75% kebutuhan bawang merah di Provinsi Jawa Tengah dan 23% kebutuhan bawang merah nasional. Dengan produksi sebesar 267.500 ton pada tahun 2012, pertanian bawang merah menyumbang PDRB Kabupaten Brebes sebesar 58% (BPS Kabupaten Brebes). Beberapa varietas bawang merah yang dikembangkan di Kabupaten Brebes adalah varietas Bima Brebes, Kuning, Timor, Sumenep, dan varietas bawang merah impor seperti dari Filipina dan Bangkok (ditanam pada musim kemarau). Namun hanya bawang merah varietas Bima dan varietas Kuning yang dikembangkan di Kelurahan Brebes karena kedua varietas ini lebih adaptif. Bawang merah di Kelurahan Brebes ditanam dengan sistem monokultur dan bergilir, dengan waktu panen raya pada bulan Mei-Juni dan AgustusSeptember. Beberapa faktor iklim yang penting dalam budidaya bawang merah adalah ketinggian tempat, temperatur, cahaya, curah hujan, dan angin. Sebagai komoditas unggulan yang sekaligus menjadi andalan di Kabupaten Brebes, bawang merah dikembangkan di 10 wilayah kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas utama tersebut, yaitu Kecamatan Wanasari, Bulakamba, Larangan, Tanjung, Losari, Kersana, Ketanggungan, Larangan, Songgom, dan Brebes. Usaha budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes merupakan usaha pokok atau sebagai mata pencaharian utama keluarga, dan diusahakan secara perorangan dengan satu siklus budidaya bawang merah dari mulai persiapan tanam sampai pemanenan berkisar 60 - 90 hari. Jumlah total kebutuhan tenaga kerja untuk usaha budidaya bawang merah satu musim tanam sekitar 1.400 HOK (Hari Orang Kerja) per ha. Oleh karena itu, sebagian besar petani bawang merah menggunakan tenaga kerja tambahan yang berasal dari sekitar lokasi usaha. Sebagian petani bawang merah mengerjakan usaha budidaya di tanah milik pribadi, baik itu yang berada di dekat rumah tinggal maupun yang terpisah jauh dari lahan rumah. Beberapa petani ada yang menyewa tanah milik orang lain sebagai tambahan untuk budidaya bawang merahnya. Sistem yang dipakai dalam menyewa lahan dapat berupa bagi hasil panen maupun penentuan nilai sewa dalam bentuk nominal rupiah. Petani-petani bawang merah di Kabupaten Brebes umumnya telah tergabung dalam kelompok tani yang kemudian bergabung membentuk gabungan kelompok tani (Gapoktan). Kelompok tani ini berfungsi untuk 5
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
mengkoordinir maupun mengusahakan kebutuhan petani dalam budidaya bawang merah. Namun hanya sedikit kelompok tani yang mengusahakan pasar bagi anggotanya. Hal ini disebabkan petani-petani bawang merah cenderung lebih suka menjual kepada pedagang desa/kecamatan yang datang langsung ke lahan budidaya bawang merah. Pedagang-pedagang ini umumnya langsung membayar kontan yang lebih disukai petani sehingga uang hasil panen tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2.2. Profil Pengusaha Budidaya bawang merah dilakukan oleh petani dengan luasan 1-5 ha dan termasuk usaha mikro dan kecil (UMK). Diversifikasi usaha budidaya bawang merah ini terlihat dari jenis/varietas bawang merah, misalnya bawang merah konsumsi (Varietas Bima Brebes) atau penangkaran bibit/umbi bawang merah. Walaupun sebagian besar petani sudah tergabung dalam Kelompok Tani maupun Gapoktan, namun pada prakteknya, agribisnis bawang merah kebanyakan dilakukan secara individu para petani. Artinya, fungsi kelompok tani atau gapoktan belum dijalankan secara maksimal. Usaha budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes pada umumnya adalah usaha keluarga yang telah dilaksanakan secara turun-temurun. Sebagian besar petani bawang merah sudah melakukan budidaya bawang merah hingga 15-25 tahun. Motivasi pendirian usaha ini diantaranya adalah karena harga jual bawang merah yang cukup baik dengan pola perubahan yang statis, meneruskan usaha yang telah ada (usaha keluarga), pemasaran yang terjamin, sumber daya alam yang mendukung, teknologi tersedia atau adanya pengalaman dengan keterampilan yang sederhana. Untuk mencapai produktivitas bawang merah yang maksimal, budidayanya harus dilakukan intensif sehingga perlu keuletan dan ketelatenan yang ekstra, terutama dalam hal pengendalian hama dan penyakit bawang merah. Bawang merah termasuk komoditi yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit dan tingkat kerusakan akibat serangan hama penyakit tersebut bisa menyebabkan gagal panen. Petani-petani bawang merah di Kabupaten Brebes sudah beberapa kali mendapat pelatihan mengenai teknik budidaya yang baik. Diantaranya adalah pelatihan dari dinas pertanian berupa penyuluhan penggunaan pestisida yang baik dalam bentuk Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), pembinaan kelompok tani dan teknologi panen serta pascapanen bawang merah. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pelatihan mengenai manajemen dan pembiayaan/pemodalan usaha bawang merah. Saling bertukar informasi dan pengalaman juga dilakukan petani-petani bawang merah dengan pengusaha/petani bawang merah yang telah sukses. Berbagai 6
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
pengalaman dan pelatihan mengindikasikan bahwa petani bawang merah khususnya di Kabupaten Brebes sudah memiliki tingkat keterampilan yang sangat baik. Namun hal ini juga menimbulkan sisi negatif terutama perihal penerimaan teknologi baru menyangkut teknis budidaya maupun perniagaan bawang merah. Petani bawang merah di Kabupaten Brebes terbuka terhadap teknologi dan pengalaman dalam membudidayakan bawang merah. Namun apabila ada teknologi baru yang diaplikasikan, petani bawang merah umumnya meminta jaminan apabila terjadi gagal panen. Hal ini karena modal usaha untuk membudidayakan bawang merah sangat besar dan membutuhkan tenaga kerja cukup banyak. Oleh karena itu, pada umumnya petani bawang merah sebagian modal usaha budidayanya diperoleh dengan pembiayaan dari bank komersial seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Brebes.
2.3. Pola Pembiayaan Pola pembiayaan usaha budidaya bawang merah berasal dari petani/pengusaha sendiri (modal sendiri), kredit/pembiayaan bank, ataupun berasal dari lembaga keuangan non bank (dengan mekanisme pencairan dana dan pembayaran kredit melalui bank). Proporsi pola pembiayaan ini bervariasi antar petani/pengusaha untuk pembiayaan komersial, sedangkan untuk pembiayaan khusus atau bantuan biasanya tetap atau sama. Pola pembiayaan ini juga sangat tergantung pada skala usaha (luasan lahan yang dikelola). Beberapa pengusaha/petani menggunakan 100% modal sendiri dari perputaran usahanya atau dukungan dari usaha lainnya, dan pola pembiayaannya menggunakan kombinasi antara modal sendiri dan kredit bank/non bank. Pada umumnya, di awal pendirian usaha, seluruh pendanaan berasal dari pemilik usaha, baik pribadi maupun dukungan usaha lainnya. Dalam perkembangannya, beberapa pengusaha berhasil mendapatkan kredit dari bank, kemitraan, dan bantuan program dari Dinas terkait. Beberapa bank yang memberikan kredit untuk usaha budidaya bawang merah adalah BRI, Bank Mandiri, BNI, sedangkan kredit yang berasal dari program pemerintah misalnya KUR, PUAP, dana bergulir maupun dana bantuan program Dinas Pertanian. Pola bantuan kredit benih oleh mitra usaha (industri) juga merupakan bentuk lain dari pola pembiayaan budidaya bawang merah. Skim kredit modal kerja yang diberikan oleh BRI di tingkat unit untuk skim KUR dengan plafon Rp100 juta, sudah terealisasi lebih dari Rp8,4 miliar di wilayah Brebes. Untuk pinjaman kredit lebih besar dari Rp100 juta lebih diarahkan kepada BRI cabang Kabupaten Brebes. Kredit/pembiayaan usaha budidaya bawang 7
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
merah sebagian besar disalurkan kepada nasabah perorangan. Pengajuan kredit yang dilakukan oleh kelompok tani relatif sedikit namun dengan jumlah pinjaman yang lebih besar daripada nasabah perorangan. Ketentuan kredit yang ditetapkan BRI untuk bunga flat dan besarannya tergantung nilai kredit yang diajukan. BRI memberikan grace period selama 3 bulan untuk setiap musim tanam dengan jangka waktu pengembalian 1 tahun. Penetapan grace period tersebut berdasarkan pada kondisi usaha budidaya bawang merah yang dalam satu siklus produksinya memerlukan waktu 4 bulan. Dengan grace period 3 bulan, debitur dapat mengembalikan pinjaman pada bulan ke-4 pada saat panen. Mekanisme permohonan kredit di BRI juga relatif cepat. Dalam jangka waktu 1 minggu setelah pengajuan permohonan, dana sudah dapat dibayarkan ke debitur. Persyaratan keikutsertaan dana debitur sendiri sebesar 30-50%, namun bukan persyaratan utama. Syarat utama dari bank-bank komersial untuk memberikan kredit umumnya lebih kepada karakter calon debitur. Sejauh ini, bank-bank komersial yang menyalurkan kredit kepada petani bawang merah jarang mengalami permasalahan. Masalah umumnya terjadi apabila terjadi lonjakan harga bawang merah di pasaran dan serangan hama penyakit yang tinggi. Namun lonjakan harga bawang merah sangat jarang sekali terjadi dan pengendalian hama penyakit bawang merah sudah dipahami dengan baik oleh petani bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya bawang merah sebetulnya sangat menguntungkan dan potensial untuk dibiayai perbankan. Untuk pola usaha budidaya bawang merah dengan sistem kemitraan, setiap pelaku kemitraan memiliki hak dan kewajiban yang telah dibuat pada awal kerjasama. Secara umum, pihak industri bawang merah berkewajiban untuk menyediakan modal dalam bentuk bibit atau uang untuk usaha budidaya bawang merah. Selain itu, pihak industri olahan bawang merah juga membeli hasil panen bawang merah yang diusahakan petani mitra. Modal awal yang diberikan tersebut dikembalikan oleh petani ketika selesai panen (sistem yarnen=bayar panen) bawang merah. Petani bawang merah yang bermitra juga diwajibkan untuk mengusahakan hasil panen bawang merah sesuai kriteria yang dibutuhkan pihak industri olahan bawang merah. Dalam kerjasama kemitraan ini dilakukan pemantauan secara ketat. Petani yang menjual bawang merah hasil panen ke pihak selain industri mitra akan dikenakan sanksi. Kondisi ini seringkali terjadi apabila harga bawang merah di pasaran lebih tinggi daripada harga kesepakatan awal yang ditetapkan. Pola kemitraan ini umumnya berlandaskan pada azas saling percaya dan rekam jejak kelompok tani atau petani. Dalam kerjasama ini petani menginginkan adanya kontrak resmi secara hukum sehingga dapat digunakan untuk mengajukan 8
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
kredit/pembiayaan kepada bank. Pola tata usaha dalam budidaya bawang merah dapat dilihat pada Gambar 2.1. n
Produk Olahan
Pasar
Lembaga Pembiayaan Industri Pelunasan Kredit Gapoktan
Penyedia Saprodi
Kredit modal kerja Kredit Investasi
Kelompok Tani l Penyuluh
Lapang
Petani
Petani
l Pendampingan l Dll
Gambar 2.1. Pola Tata Usaha Budidaya Bawang Merah
9
BAB III ASPEK TEKNIS PRODUKSI
10
BAB III – Aspek teknis produksi
3.1. Lokasi Usaha Pemilihan lokasi budidaya bawang merah harus disesuaikan dengan persyaratan tumbuh bawang merah untuk mencegah kegagalan proses produksi sehingga dapat menghasilkan bawang merah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dan tidak merusak lingkungan. Secara umum lahan yang digunakan bukan bekas tanaman sejenis atau se-famili. Lahan terbuka dan tidak ternaungi sehingga matahari dapat langsung menyinari tanaman. Lokasi lahan diusahakan dekat dengan mata air untuk memenuhi ketersediaan air irigasi. Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi ±1.100 m (ideal 0 - 800 m) di atas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim yang meliputi suhu udara antara 25-32ºC dan iklim kering, tempat terbuka dengan pencahayaan ±70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang. Jenis tanah yang cocok untuk budidaya bawang merah adalah jenis tanah alluvial dan regosol dengan tipe iklim (klasifikasi Oldeman dan Irsal) C3 = 5 - 6 bulan basah dan 4 - 6 bulan kering; atau D3 = 3 - 4 bulan basah dan 4 - 6 bulan kering; atau E3 = 3 bulan basah dan 4–6 bulan kering. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 1.300-2.500 mm/tahun. Kelembaban udara (nisbi) untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta hasil produksi yang optimal, bawang merah menghendaki kelembaban udara nisbi antara 80-90%. Intensitas sinar matahari penuh lebih dari 10 jam/hari, oleh sebab itu tanaman ini tidak memerlukan naungan/pohon peneduh. Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan jenis tanah lempung berpasir atau lempung berdebu, derajat kemasaman tanah (pH) untuk bawang merah antara 5,5 6,5. Tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) dalam tanah harus berjalan baik, tidak boleh ada genangan. Tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik bagi tanaman sehingga laju fotosintesis dan pembentukan umbinya akan tinggi. Angin merupakan faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah. Dengan sistem perakaran yang sangat dangkal, angin kencang yang berhembus terus-menerus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Sentra produksi bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah memiliki ketinggian tempat 500-900 m dpl, suhu udara berkisar 27-28ºC dengan curah hujan 2.149 mm/tahun. Tipe tanah yang digunakan untuk kegiatan budidaya 11
BAB III – Aspek teknis produksi
tanaman bawang merah adalah alluvial kelabu. Sebelah utara Kabupaten Brebes dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, sebelah selatan dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, dan sebelah barat dengan Provinsi Jawa Barat.
3.2. Fasilitas Produksi dan peralatan Pelaksanaan usaha budidaya bawang merah secara umum mengikuti Prosedur Operasional Standar (POS) yang diterbitkan Kementerian Pertanian diharapkan dapat mengurangi kehilangan hasil yang masih besar, pencapaian produktivitas yang maksimal, serta kualitas umbi bawang merah yang sesuai standar. Agar dapat melaksanakan POS tersebut diperlukan fasilitas dan peralatan produksi yang sesuai aktivitasnya. Secara garis besar, peralatan yang digunakan dalam produksi bawang merah tidak berbeda dengan tanaman sayuran lainnya, yaitu: a. Parang/arit/golok untuk memotong dan membersihkan semak belukar yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman muda. b. Cangkul/kored untuk membersihkan tanah dari rumput dan sisa-sisa semak belukar/tanaman yang tertinggal, untuk mengolah tanah, mengambil dan mengangkat pupuk organik, untuk meninggikan bedengan. c. Keranjang/pikulan/carangka untuk mengangkut hasil pembersihan lahan, mengangkut pupuk ke lahan. d. Gacok untuk mengolah tanah. e. Meteran sebagai alat ukur menentukan ukuran bedengan dan parit. f. Tali untuk tarikan bedengan dan parit agar diperoleh bedengan dan parit yang lurus. g. Keranjang/pikulan/ember untuk menampung benih dan pupuk, mengangkut umbi yang telah dipanen. h. Pompa air digunakan untuk memompa air dari sumber air (air tanah, embung/kolam penampung air hasil pemompaan, sungai). i. Selang air/sprinkler/drip/emrat untuk mengalirkan air ke areal pertanaman. j. Power sprayer, mist blower, hand sprayer sebagai alat untuk mengaplikasikan pestisida. k. Ember, drum, alat pengaduk untuk mencampur pestisida dengan air. l. Takaran untuk menakar pestisida dengan air. m. Terpal digunakan sebagai alas dan naungan dalam pengumpulan hasil panen di lahan pertanaman. n. Timbangan untuk menimbang hasil panen.
12
BAB III – Aspek teknis produksi
3.3. Bahan Baku Bahan baku utama dalam proses produksi bawang merah adalah bibit bermutu dari varietas unggul. Ada beberapa varietas atau kultivar yang berasal dari daerahdaerah tertentu, seperti Sumenep, Bima, Lampung, Maja, dan sebagainya, dimana satu sama lain memiliki perbedaan yang jelas. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang (BALITSA) telah melepas beberapa varietas bawang merah, yaitu Kuning, Kramat 1, dan Kramat 2. Kualitas umbi bawang merah tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna, kepadatan, rasa, aroma, dan bentuk. Bawang merah yang berwarna merah memiliki umbi padat, rasa pedas, aroma wangi jika digoreng, dan bentuk lonjong, lebih menarik dan disukai oleh konsumen. Umbi bibit yang besar dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya di lapangan. Umbi bibit berukuran besar (>1.8 cm) akan tumbuh lebih vigor, menghasilkan daundaun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah umbi per tanaman dan total hasil yang tinggi. Akan tetapi jika dihitung berdasarkan beratnya bibit, harga umbi bibit berukuran besar relatif mahal, sehingga umumnya petani menggunakan umbi bibit berukuran sedang. Umbi bibit berukuran kecil (<1,5 cm) akan memiliki pertumbuhan lemah dan hasil rendah. Penggunaan umbi bibit besar tidak meningkatkan persentase bobot umbi berukuran besar yang dihasilkan, tetapi total hasil Gambar 3.1. Bibit Bawang Merah Siap Ditanam per plot lebih tinggi jika umbi bibit besar yang ditanam (Gambar 3.1). Banyaknya umbi bibit yang diperlukan dapat diperhitungkan berdasarkan jarak tanam dan berat umbi bibit. Sebagai contoh, dari petakan seluas 1 m2 dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm dapat ditanam 40 tanaman, maka untuk lahan 1 ha dengan efisiensi lahan 90% diperlukan umbi bibit 9.000 x 40 umbi = 360.000 umbi, seberat 360.000 umbi x 5 g = 1.800 kg bersih. Oleh karena itu untuk setiap 1 ha areal tanaman bawang merah diperlukan penyediaan umbi bibit kotor tidak kurang dari 2.000 kg. 3.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja usaha tani bawang merah berasal dari keluarga tani (suami dan isteri) dan tenaga upah/harian (pria/wanita). Upah harian pria lebih mahal 13
BAB III – Aspek teknis produksi
daripada wanita, yaitu Rp40.000,00/hari untuk pria dan Rp25.000,00/hari untuk wanita. Banyaknya tenaga upah harian yang digunakan sangat bergantung jenis pekerjaan dan luas lahan yang diusahakan. Pekerjaan yang cukup berat, seperti mengolah tanah, mengangkut sarana produksi dan hasil produksi, menyemprot dan menyiram, lebih dominan dikerjakan oleh pria, sedangkan wanita lebih dominan untuk pekerjaan yang lebih ringan, seperti menanam, memupuk, menyulam, menyiangi, dan panen.
3.5. Teknologi Teknologi yang diterapkan dalam usaha budidaya bawang merah didasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh petani atau pengusaha. Sebagian petani bawang merah telah memiliki wawasan teknik budidaya yang diwariskan orang tuanya. Beberapa petani atau pengusaha senantiasa memperbaharui pengetahuan dan wawasannya dengan mengikuti penyuluhan, pelatihan teknis, dan manajemen. Usaha budidaya bawang merah masih menerapkan teknologi sederhana dan pengetahuan lokal yang ditunjang dengan ketelitian dan pengelolaan yang baik. Teknologi budidaya yang diterapkan pada skala usaha yang besar (pengelolaan lahan yang luas) mulai dari penyiapan lahan hingga pemanenan dilakukan secara semi mekanis. Untuk pengolahan tanah menggunakan gacok, penyemprotan menggunakan mesin semprot, maupun irigasi dengan teknik siram manual. Secara umum, usaha budidaya bawang merah menerapkan sistem intensifikasi dengan mengacu pada teknik budidaya yang baik dan benar sesuai Prosedur Operasional Standar (POS) budidaya bawang merah yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. Berbagai hasil penelitian telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah di Indonesia. Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah yang telah dihasilkan diantaranya adalah (a) varietas unggul: Kramat-1, Kramat-2, dan Kuning yang memiliki karakteristik potensi hasil 21-25 ton/ha, cocok ditanam di dataran rendah, cocok ditanam di musim kemarau karena tahan terhadap kekeringan dan suhu tinggi, toleran terhadap penyakit, serta cocok untuk processing; (b) teknik budidaya di lahan kering/tegalan, lahan sawah, sistem pertanaman monokultur atau sistem pertanaman tumpanggilir dengan cabai merah; (c) komponen PHT: budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/mekanik, pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, penggunaan biopestisida, dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian; serta (d) teknologi pasca panen: pemanfaatan bawang merah dalam bentuk olahan tepung/bubuk.
14
BAB III – Aspek teknis produksi
3.6. Proses Produksi Upaya produksi sesuai dengan norma budidaya yang baik dan benar perlu dilakukan untuk menghasilkan bawang merah yang berkualitas dengan produktivitas yang optimal. Oleh karena itu, pelaksanaan Prosedur Operasional Standar (POS) budidaya bawang merah seperti yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian harus konsisten dan terdokumentasi dengan baik oleh setiap pelaku usaha. Pelaksanaan POS yang baik dapat menghasilkan produktivitas sebesar 15-20 ton/ha (tergantung varietas bawang merah). Agar dapat melaksanakan POS tersebut, diperlukan proses produksi yang sesuai tahapan seperti di bawah ini. 3.6.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan pada saat tidak hujan 2-4 minggu sebelum tanam. Tujuannya untuk menggemburkan tanah, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan membasmi sisa-sisa gulma. Pengolahan tanah diawali dengan pembuatan parit sebagai jarak antar bedengan dengan lebar 40-50 cm (Gambar 3.2.), kemudian tanah dicangkul sedalam 40 cm. Budidaya dilakukan pada bedengan yang telah disiapkan dengan ukuran yang dikehendaki serta arah bedengan yang benar. Ukuran lebar bedengan 100-200 cm dengan ketinggian 30-50 cm, dan panjangnya sesuai kebutuhan (Gambar 3.3.). Pengolahan lahan dimulai dengan pembuatan bedengan. Proses ini membutuhkan 10 orang tenaga laki-laki dengan lama waktu pengerjaan selama 2 hari (20 HOK). Arah bedengan adalah timur-barat dengan lebar 1-2 m
Gambar 3.2. Pembuatan Parit dan Penggemburan Bedengan
15
BAB III – Aspek teknis produksi
Gambar 3.3. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Bedengan
dengan panjang disesuaikan keadaan lahan. Seminggu kemudian, bedengan digemburkan yang membutuhkan tenaga kerja 40 HOK laki-laki. Bedengan kemudian dibiarkan selama 1-2 minggu agar hama dan penyakit tanah dapat diminimalkan, serta benih-benih gulma yang ada dalam tanah juga mengalami kematian. Setelah 2 minggu, dilakukan pembersihan rumput-rumput yang ada di lahan dan pembuatan parit di antara bedengan dengan membutuhkan 20 HOK laki-laki. Air kemudian dialirkan ke lahan sampai batas permukaan tanah, sehingga tanah mendapat kandungan air yang cukup. Seminggu kemudian dilakukan pemberian pupuk kandang dan penggemburan tanah kembali yang membutuhkan 20 HOK laki-laki. Setelah seminggu didiamkan, tanah siap untuk ditanami bawang merah. Total waktu pengerjaan pengolahan lahan adalah 4 minggu dengan jumlah tenaga kerja 100 HOK laki-laki.
Gambar 3.4. Jarak Tanam pada Budidaya Bawang Merah
16
BAB III – Aspek teknis produksi
3.6.2. Penyiapan Jarak Tanam Pengaturan jarak tanam pada dasarnya bertujuan memberi kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari, serta memudahkan pemeliharaan tanaman. Jarak tanam yang kurang tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil bawang merah tertinggi diperoleh pada penggunaan umbi bibit besar (>10 g) dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata dengan penggunaan umbi bibit sedang (5-10 g) dan jarak tanam yang sama. Penanaman umbi bawang merah dilakukan oleh pekerja wanita sebanyak 25 orang selama 2 hari atau 50 HOK wanita. 3.6.3. Penyiapan Benih atau Bibit Penggunaan benih bermutu merupakan syarat mutlak dalam budidaya bawang merah. Varietas bawang merah yang dapat digunakan adalah Bima, Brebes, Ampenan, Medan, Keling, Maja Cipanas, Sumenep, Kuning, Timor, Lampung, Banteng dan varietas lokal lainnya. Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah. Iklim, pemupukan, pengairan, dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah. Tanaman biasanya dipanen cukup tua antara 60-80 hari, telah diseleksi di lapangan dan di tempat penyimpanan. Umbi yang akan digunakan untuk bibit harus berasal dari tanaman yang sudah cukup tua umurnya, yaitu sekitar 70-80 hari setelah tanam. Umbi untuk bibit sebaiknya berukuran sedang (5-10 g). penampilan umbi bibit harus segar dan sehat, bernas (padat, tidak keriput), dan warnanya cerah (tidak kusam). Umbi bibit sudah siap ditanam apabila telah disimpan selama 2-4 bulan sejak panen dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi. Faktor yang cukup menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi. Berdasarkan ukuran umbi, umbi bibit digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu: l Umbi bibit besar (ø = > 1,8 cm atau > 10 g) l Umbi bibit sedang (ø = 1,5-1,8 cm atau 5-10 g) l Umbi bibit kecil (ø = < 1,5 cm atau < 5 g)
17
BAB III – Aspek teknis produksi
3.6.4. Penanaman dan Pemupukan Penanaman dilakukan pada akhir musim hujan. Dengan alat penugal, lubang tanam dibuat sedalam rata-rata setinggi umbi. Cara penanamannya, yaitu: kulit pembalut umbi dikupas terlebih dahulu dan dipisahkan siung-siungnya. Sebagai catatan, untuk umbi bawang merah yang telah disimpan lebih dari 40 hari, pada saat penanaman tidak perlu dilakukan pemotongan ujung umbi. Hal ini disebabkan umbi tersebut sudah cukup masa dorman, tingkat pertumbuhan cukup baik dan tingkat kematian umbi juga rendah. Sedangkan untuk umbi yang disimpan kurang dari 40 hari, perlu dilakukan pemotongan ujung umbi untuk mempercepat keluarnya tunas dengan memotong ujung bibit hingga 1/3 bagian. Bibit ditanam berdiri di atas bedengan sampai permukaan irisan tertutup oleh lapisan tanah yang tipis. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang seperti pupuk kandang ayam dengan dosis 5-6 ton/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 ton/ha khususnya pada lahan kering. Pemberian pupuk kandang dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah. Pupuk lainnya yaitu pupuk buatan dengan dosis pupuk Urea 200 kg/ha, ZA 300 kg/ha, SP-36 250 kg/ha, KCl 200 kg/ha, dan TSP 250 kg/ha. Pemupukan dilakukan 3 kali dalam 1 musim tanam. Pemupukan pertama dilakukan seminggu setelah tanam, yaitu Urea 100 kg/ha, ZA 150 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan 3 minggu setelah tanam yaitu Urea 50 kg/ha, ZA 75 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, TSP 75 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Pemupukan terakhir dilakukan pada saat bawang merah berumur 6 minggu setelah tanam yaitu Urea 50 kg/ha, ZA 75 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, TSP 75 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Kegiatan pemupukan dilakukan oleh 10 orang dengan waktu 2 hari (20 HOK). Jadi, dalam satu musim tanam bawang merah untuk kegiatan pemupukan membutuhkan 60 HOK wanita. 3.6.5. Penyiraman dan Pengendalian Gulma Walaupun tidak memerlukan banyak hujan, tetapi tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Pertanaman di lahan bekas sawah dalam keadaan terik di musim kemarau memerlukan penyiraman yang cukup, biasanya 1 kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang panen. Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya ditujukan untuk membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang menempel pada daun bawang merah. Penyiraman dapat menggunakan gembor atau sprinkler, atau dengan cara menggenangi air di sekitar bedengan yang disebut sistem leb (Gambar 3.5).
18
BAB III – Aspek teknis produksi
Penyiraman dilakukan dengan terlebih dahulu memompa air tanah dengan menggunakan mesin pompa diesel. Dengan menggunakan mesin pompa tersebut, air akan keluar kemudian dialirkan masuk ke dalam lahan budidaya bawang merah. Air yang menggenangi/memenuhi parit tersebut kemudian digunakan untuk mengairi bawang merah. Cara penyiraman bawang merah adalah dengan menggunakan ember atau gembor kecil (Gambar 3.6). Dengan gembor/ember kecil tersebut, petani akan berjalan sepanjang parit sambil menyiram bawang merah yang airnya berasal dari air tanah hasil dari pompa diesel. Pertumbuhan gulma pada pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh karena itu, penyiangan merupakan keharusan dan dilakukan secara intensif untuk luasan yang terbatas. Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan penyiraman. Untuk penyiraman dan pengendalian gulma membutuhkan sekitar 800 HOK tenaga wanita. Upah tenaga wanita adalah Rp25.000,00 per HOK. Penyiraman dan pengendalian gulma memakai sistem pekerjaan borongan sehingga biaya HOK lebih murah/rendah.
Gambar 3.5. Mesin Pompa Diesel dan Air Masuk dalam Saluran Irigasi Lahan Budidaya
Gambar 3.6. Alat Penyiram dan Kegiatan Penyiraman
19
BAB III – Aspek teknis produksi
3.6.6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Hama yang biasa menyerang tanaman bawang merah adalah ulat tanah, ulat daun, ulat grayak, kutu daun, dan nematoda akar. Pengendalian hama dilakukan dengan cara sanitasi dan pembuangan gulma, pengumpulan dan memusnahkan larva, pengolahan lahan untuk membongkar persembunyian ulat, penggunaan insektisida, serta rotasi tanaman. Hama utama pada tanaman bawang merah yang perlu diwaspadai adalah ulat daun bawang (Spodoptera exigua). Pengendalian S. exigua dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Penggunaan lampu perangkap. Lampu perangkap dipasang pada tiang kayu dengan ketinggian antara 1015 cm di atas bak air. Mulut bak air tidak boleh lebih dari 40 cm di atas ujung daun tanaman bawang merah. Jenis lampu yang digunakan adalah neon, dengan jarak antara satu lampu perangkap (titik) dengan titik yang lain adalah 20 m x 20 m atau 25 titik/ha. 2. Penggunaan se-NPV. Se-NPV dapat diminta dari Balitsa Lembang atau IPB untuk selanjutnya diperbanyak melalui ulat S. exigua yang terinfeksi. Ulat yang terinfeksi diambil, digerus lalu disaring dan disemprotkan ke tanaman bawang merah. Dengan se-NPV ini dapat mematikan ulat 4 hari setelah aplikasi. 3. Pengendalian secara kimia. Cara ini merupakan anjuran paling terakhir, yaitu apabila kedua cara di atas tidak efektif atau tidak bisa dilakukan dan populasi hama sudah mencapai ambang pengendalian, yaitu kerusakan daun > 5% per rumpun. Penyakit yang sering menyerang bawang merah adalah bercak ungu, embun tepung, busuk leher batang, antraknosa, busuk umbi, layu fusarium, dan busuk basah. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara kuratif maupun preventif. Secara kuratif adalah: 1. Sanitasi, yaitu segera mencabut tanaman yang sudah terserang parah atau mati dan memetik daun-daun yang kering, dikumpulkan lalu dikeluarkan dari kebun dan dibakar. Cara ini merupakan upaya untuk mengurangi sumber infeksi. 2. Penyiraman, yaitu menyiram tanaman jika hujan turun dengan menggunakan gembor agar butiran-butiran tanah yang menempel pada daun akibat 20
BAB III – Aspek teknis produksi
percikan air hujan tidak lama menempel, karena dapat menjadi sumber infeksi (mengandung inokulum patogen). 3. Pengendalian kimia dengan menggunakan fungisida kimia, harus dilakukan apabila intensitas serangan sudah mencapai ambang pengendalian, yaitu rata-rata intensitas serangan di atas 10%. Secara preventif adalah: 1. Sanitasi, khusus terhadap tanaman dan sisa tanaman yang terinfeksi. 2. Penanaman umbi bebas penyakit. 3. Perlakuan umbi dengan fungisida efektif. 4. Rotasi tanaman dengan tanaman bukan bawang-bawangan, kacangkacangan, labu-labuan, atau terong-terongan. 5. Mengatur waktu tanam, yaitu pada musim kemarau. 6. Perbaikan sistem drainase lahan. 7. Menanam kultivar tahan, misalnya kultivar Sumenep. 8. Penggunaan agens antagonis, cendawan, atau bakteri. Petani-petani bawang merah di Kabupaten Brebes sebagian besar menggunakan pestisida kimia dalam mengendalikan serangan hama dan penyakit. Penyemprotan pestisida berlangsung setiap hari sampai dengan masa panen. Hal ini dilakukan petani sebagai tindakan preventif karena dalam budidaya bawang merah membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga petani merasa takut mengalami kerugian jika terjadi serangan hama dan penyakit yang mendadak akibat tidak dilakukan penyemprotan pestisida. Ada bermacam-macam pestisida yang digunakan petani bawang merah dalam mengendalikan hama penyakit bawang merah. Namun sebagian besar petani menggunakan insektisida dan fungisida sampai 9 merk dagang yaitu Ludo, Tumagon, Demolish, Antracol, Dithane, Marshal, Metindo, Borer, dan Arjuna. Untuk penggunaan Demolish dilakukan pada 1, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, dan 60 HST. Aplikasi Ludo dapat digabung dengan Tumagon yang diberikan pada 1, 3, 5, 7, 10, 12, 15, 17, 20, 22, 25, 27, 30, 32, 35, 37, 40, 42, 45, 47, 50, 52, 55, 57, dan 60 HST bawang merah. Antracol dan Dithane dapat diaplikasikan pada 2, 6, 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, dan 56 HST. Borer dan Arjuna dapat diaplikasikan pada 4, 9, 14, 19, 24, 29, 34, 39, 44, 49, 54, dan 59. Semua pengaplikasian pestisida membutuhkan perekat Apsa. Setiap jadwal aplikasi penyemprotan pestisida memerlukan 77 ml Demolish, 400 ml Ludo, 400 ml Tumagon, 400 g Antracol, 580 g Dithane, 270 ml Marshal, 270 g Metindo, 400 ml Borer, 400 ml Arjuna dan 330 ml Apsa. Setiap kali aplikasi pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah, pestisida, dan perekat yang digunakan dicampur dengan 600 liter air (volume semprot 600 liter/ha). 21
BAB III – Aspek teknis produksi
Untuk wilayah-wilayah pengembangan baru, di mana belum ada sumber hama dan penyakit yang melimpah serta terus menerus seperti di Kabupaten Brebes, penggunaan pestisida dapat dikurangi. Rekomendasi yang tertera di setiap merk dagang pestisida, yang merupakan rekomendasi aman, dapat diikuti dan hanya diaplikasikan apabila hama penyakit telah mencapai ambang ekonomi. Sebagai contoh fungisida berbahan aktif Pyraclostrobin hanya direkomendasikan diaplikasikan 5 kali dalam satu musim tanam bawang merah dengan dosis 1.0-1.5 kg per hektar. Tidak seperti fungisida dengan merk dagang Dithane dan Marshall yang diaplikasikan sebanyak 12 kali dalam satu musim tanam bawang merah oleh petani Brebes. Aplikasi insektisida biasanya dengan dosis yang direkomendasikan berkisar antara 2.0-4.0 kg per hektar. 3.6.7. Panen Panen bawang merah dilakukan bila umbi sudah cukup umur sekitar 60 - 70 HST. Tanaman bawang merah mulai dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun mulai menguning (Gambar 3.7.). Caranya dengan mencabut seluruh tanaman dengan hati-hati supaya tidak ada umbi yang tertinggal atau lecet. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang penyimpanan. Untuk 1 ha pertanaman bawang merah yang diusahakan secara baik dapat dihasilkan 10 - 20 ton.
Gambar 3.7. Kegiatan Panen Bawang Merah
22
BAB III – Aspek teknis produksi
3.6.8. Pasca panen Demi mempertahankan kualitas yang baik, penanganan pasca panen perlu mendapat perhatian karena sifatnya yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan antara lain terjadinya penurunan kandungan air, pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, kebusukan, dan pelunakan umbi. Kerusakan tersebut menurunkan kualitas bawang merah baik nilai gizi, warna, bau, maupun rasa. Penanganan pasca panen yang penting untuk menghindari kerusakan dan penurunan kualitas, meliputi: 1. Pengeringan umbi dilakukan dengan cara dihamparkan merata di atas tikar atau digantung di atas para-para. Dalam keadaan cukup panas biasanya memakan waktu 4-7 hari. Bawang merah yang sudah agak kering diikat dalam bentuk ikatan. Proses pengeringan dihentikan apabila umbi telah mengkilap, lebih merah, leher umbi tampak keras dan bila terkena sentuhan terdengar gemerisik. (Gambar 3.8.). 2. Sortasi dilakukan setelah proses pengeringan. 3. Ikatan bawang merah dapat disimpan dalam rak penyimpanan atau digantung dengan kadar air 80 - 85%, ruang penyimpanan harus bersih, aerasi cukup baik, dan harus khusus tidak dicampur dengan komoditas lain.
Gambar 3.8. Penjemuran Bawang Merah
3.7. Mutu Produksi Bawang merah yang telah dipanen, langsung dijemur atau langsung dijual. Setelah bawang merah cukup kering, dapat langsung dibawa ke gudang penyimpanan untuk dijadikan benih atau dapat dijual. Gudang penyimpanan 23
BAB III – Aspek teknis produksi
berfungsi untuk melindungi bawang merah dari kerusakan akibat faktor luar. Gudang harus memenuhi persyaratan seperti ventilasi udara dan penyebaran cahaya yang baik, serta kebersihan gudang tetap terjaga, yaitu bersih dari sisasisa kotoran umbi yang busuk, saat penyimpanan sebaiknya tidak dicampur dengan komoditas lain. Standar mutu bawang merah yang telah ada, berdasarkan survei di daerah penghasil bawang merah, yaitu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, studi pustaka serta wawancara dengan Dinas Pertanian setempat dan Lembaga Penelitian Hortikultura. Saat ini, bawang merah digolongkan dalam dua jenis mutu, yaitu Mutu I dan Mutu II.
Tabel Penggolongan Mutu Bawang Merah Berdasarkan 01-3159-1992 Tabel 3.1.3.1. Penggolongan Mutu Bawang Merah Berdasarkan SNI SNI 01-3159-1992 Karakteristik Kesamaan sifat varietas Ketuaan Kekerasan Diameter (cm) min. Kerusakan, % (bobot/-bobot) maks. Busuk, % (bobot/-bobot) maks. Kotoran, % (bobot/-bobot) maks.
Syarat Mutu I Seragam Tua Keras 1,7 5 1 Tidak ada
Mutu II Seragam Cukup tua Cukup keras kompak 1,3 8 2 Tidak ada
Sumber: BSN
Keterangan : Kesamaan sifat varietas : kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila bawang merah
Ketuaan Kekerasan
Diameter Kerusakan
Busuk Kotoran
24
dalam satu slot seragam dalam bentuk umum umbi. : bawang merah dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat pertumbuhan fisiologis yang cukup tua, terlihat dari tingkat kekerasan. : bawang merah dinyatakan keras apabila setelah mengalami pengeringan dengan baik, umbi bawang merah cukup keras dan tidak lunak bila ditekan dengan jari. : dimensi terbesar diukur tegak lurus pada garis lurus sepanjang batang sampai akar. : bawang merah dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan atau cacat secara fisiologis, mekanis, dan lainnya yang terlihat pada permukaan. : bawang merah dinyatakan busuk apabila mengalami pembusukan akibat kerusakan biologis. : semua bahan bukan bawang merah atau benda asing lainnya (seperti tanah bahan tanaman dan lain-lain) yang menempel atau berada dalam kemasan, yang mempengaruhi penampakannya, bahan penyekat/pembungkus tidak dianggap sebagai kotoran (SNI, 1992).
BAB III – Aspek teknis produksi
Sortasi dan pemutuan biasanya dilakukan di lapangan (lahan) ketika proses penjemuran selesai. Umbi bawang merah yang telah dipanen dan kering, dipilih berdasarkan ukuran dan dipisahkan antara umbi yang baik, afkir, dan busuk. Biasanya yang melakukan sortasi bukanlah petani, tetapi para pembeli. 3.8. Produksi Optimum Usaha budidaya bawang merah yang dilakukan sesuai dengan Prosedur Operasional Standar (POS) dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi hingga 10-20 ton/ha. Pada tahun 2012 secara nasional rata-rata produktivitas bawang merah sebesar 9,67 ton/ha, dimana sentra produksi bawang merah di wilayah Jawa Tengah menghasilkan produksi kedua tertinggi, yaitu sebesar 10,66 ton/ha. Produksi optimum usaha budidaya bawang merah juga sangat tergantung pada kondisi lokasi, musim, dan penggunaan benih. 3.9. Kendala atau Faktor Kritis Produksi Secara umum, kendala teknis sekaligus sebagai faktor kritis yang dihadapi dalam budidaya bawang merah di Indonesia, secara berturut-turut adalah sebagai berikut: (1) Bibit, yaitu harga bibit yang lebih mahal dibandingkan harga jual ketika musim panen. Misalnya harga bibit mencapai Rp25 000/kg sedangkan ketika panen, harga jualnya hanya Rp10.000/kg. Selain itu, kualitas bibit yang dibeli terkadang buruk karena tidak diketahui dengan pasti berapa lama waktu jemurnya, karena dapat terjadi petani tidak mengatakan waktu jemur yang sebenarnya (seharusnya 2 bulan, ternyata baru 40 hari). (2) Air, tanaman bawang merah perlu disiram setiap hari sehingga membutuhkan banyak air. (3) Angin, merupakan faktor iklim yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah. Tiupan angin sepoi-sepoi “angin kumbang” berpengaruh baik terhadap laju fotosintesis tanaman dan tingkat pembentukan umbinya akan tinggi. (4) Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), pengendalian hama dan penyakit dengan pemberian bahan kimia (pestisida/fungisida) masih menjadi hal yang sangat lumrah di lapangan, khususnya pada saat serangan sangat intensif di musim peng-hujan. Terkadang ketersediaan bahan pengendali hama dan penyakit di lapangan menjadi kendala, yaitu tidak ada saat dibutuhkan atau banyak beredar pestisida/fungisida palsu sehingga kurang efektif dalam membasmi hama dan penyakit. n 25
BAB IV ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
26
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4.1. Aspek Pasar 4.1.1. Permintaan Bawang merah merupakan bahan utama bumbu masakan Indonesia. Selain sebagai bumbu dasar masakan, bawang merah dapat digunakan sebagai obat herbal karena kandungan gizi yang cukup lengkap. Bawang merah mengandung flavo glikosida yang dapat menyembuhkan radang, sedangkan kandungan saponinnya dapat mengencerkan dahak. Menurut penelitian, bawang merah juga dapat mencegah kanker karena kandungan sulfurnya. Dalam 100 gram bawang merah terkandung karbohidrat (9,34 gr), gula (4,24 gr), serat (1,7 gr), lemak jenuh (0,042 gr), protein (1,1 gr), air (89,11 gr), thiamine (0,046 mg), riboflavin (0,027 mg), niacin (0,116 mg), vitamin B6 (0,12 mg), folat (19 mg), vitamin C (7,4 mg), vitamin E (0,02 mg), vitamin K (0,4 mg), kalsium (23 mg), besi (0,21 mg), magnesium (0,129 mg), fosfor (29 mg), kalium (146 mg), sodium (4 mg), dan seng (0,17 mg). Permintaan bawang merah dalam negeri cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah. Semakin banyak penduduk Indonesia, maka kebutuhan bawang merah juga meningkat karena bawang merah merupakan bumbu dasar masakanmasakan Indonesia. Kebutuhan bawang merah yang meningkat juga dipengaruhi oleh tumbuhnya industri olahan bawang merah seperti di daerah Brebes, Jawa Tengah dan Palu, Sulawesi Tengah. Umbi bawang merah, khususnya yang memiliki karakteristik kualitas seperti bawang impor (super), yaitu: umbi besar (diameter 2,5 - 3 cm), bentuk bulat dan warna merah, mempunyai prospek pasar yang sangat baik di pasar domestik maupun ekspor. Permintaan pasar dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, kebutuhan bawang merah diproyeksikan mencapai 1.195.235 ton. Jika produktivitas bawang merah diproyeksikan mencapai 10,22 ton/ha, maka dibutuhkan sekitar 116.950 ha areal panen. Mengacu pada areal panen tahun 2012, yaitu sebesar 99.519 ha, maka pemenuhan kebutuhan bawang merah tahun 2015 memerlukan perluasan areal panen sekitar 17.432 ha atau sekitar 6 000 ha per tahun. Sasaran produksi sebesar 1.195.235 ton tersebut pada tahun 2015 termasuk untuk benih bawang merah sekitar 102.900 ton. Proyeksi kebutuhan bawang merah sampai dengan tahun 2025 tertera pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. DataProyeksi ProyeksiKebutuhan Kebutuhan Bawang Tahun 2015-2025 Tabel 4.1. Data BawangMerah Merah Tahun 2015–2025 Tahun
Kebutuhan (Ton) Konsumsi
Benih
Industri
Ekspor
Total
2015
952.335
102.900
40.000
100.000
1.195.235
2020
1.067.527
107.000
50.000
110.000
1.335.427
2025
1.194.837
116.900
80.000
150.000
1.541.737
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, Kementerian Pertanian RI.
27
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4.1.2. Penawaran Sampai saat ini, ekspor bawang merah relatif sedikit mengingat kebutuhan dalam negeri yang begitu tinggi. Prospek untuk peningkatan ekspor sebenarnya cukup tinggi, terutama jika dikaitkan dengan fakta-fakta sebagai berikut: (a) di pasar Taiwan, walaupun ada persaingan dari Thailand, Filipina, dan Vietnam, bawang merah dari Indonesia mampu menguasai 86% dari kebutuhan pasar, (b) permintaan bawang merah di Hongkong diperkirakan sebesar 200 ribu ton per tahun dan dipasok oleh Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Singapura, tidak termasuk Indonesia, dan (c) ekspor ke negara-negara pelanggan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan masih terbuka untuk ditingkatkan, jika produksi bawang merah dapat ditingkatkan (Kementan, 2013). Pengembangan agribisnis bawang merah pada masa mendatang diarahkan untuk: (a) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b) pengembangan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu, (c) perluasan areal tanam bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi, dan (d) pengembangan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Perkembangan usaha budidaya bawang merah di Indonesia tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 4.2. 4.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Berdasarkan data pada Tabel 4.2. di atas, bawang merah dihasilkan di 24 dari 33 provinsi di Indonesia. Provinsi penghasil utama bawang merah dengan luas areal panen di atas 1.000 ha per tahun adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Sembilan provinsi ini menyumbang 96,5% (Jawa = 79%) dari produksi total bawang merah di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah khususnya Kabupaten Brebes merupakan penyumbang terbesar produksi bawang merah di Indonesia (sekitar 33% dari total produksi). Rata-rata produksi di Kabupaten Brebes sebesar 204.347 ton/bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara nasional persaingan usaha budidaya dari aspek bisnis sangat besar, dimana setiap sentra produksi memiliki tingkat produktivitas rata-rata 9 ton/ha. Di setiap sentra budidaya bawang merah pada umumnya merupakan usaha turun-temurun sehingga teknologi budidayanya bersifat lokal. Sebagai contoh, penerapan teknik budidaya bawang merah di daerah Brebes berbeda dengan teknik budidaya di daerah Nganjuk, Cirebon, Bali, atau Palu. Kondisi lahan di Brebes yang sebagian besar merupakan lahan dengan luasan yang sempit tidak memungkinkan penggunaan alat mekanisasi. Selain itu, terdapatnya angin 28
1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. R i a u 5. J a m b i 6.Sumatera Selatan 7.Bengkulu 8.Lampung 9.Bangka Belitung 10.Kep. Riau 11.DKI Jakarta 12.Jawa Barat 13.Jawa Tengah 14.DI Yogyakarta 15.Jawa Timur 16.Banten 17.B a l i 18.Nusa Tenggara Barat 19.Nusa Tenggara Timur 20. Kalimantan Barat 21. Kalimantan Tengah 22. Kalimantan Selatan 23. Kalimantan Timur
Provinsi
Luas Panen (Ha) 604 1.379 2.416 224 7 158 62 10.837 38.280 1.628 26.358 85 1.043 13.105 2.268 5 29
2.868 12.655 21.985 1.813 17 938 300 123.587 406.725 19.763 181.490 668 11.554 133.945 16.602 17 122
Prod (Ton)
2009 Produktivitas (Ton/Ha) 4,75 9,18 9,10 8,09 2,43 5,94 4,84 11,40 10,63 12,14 6,89 7,86 11,08 10,22 7,32 3,40 4,21
Luas Panen (Ha) 666 1.360 2.699 174 31 109 69 12.168 45.538 2.027 26.507 69 1.013 10.159 923 11 3.615 9.413 25.058 1.492 74 602 369 116.396 506.357 19.950 203.739 351 10.981 104.324 3.879 35
Prod (Ton)
2010 Produktivitas (Ton/Ha) 5,43 6,92 9,28 8,57 2,39 5,52 5,35 9,57 11,12 9,84 7,69 5,09 10,84 10,27 4,20 3,18
Luas Panen (Ha) 788 1.384 3.340 803 8 82 55 1 10.009 35.711 1.271 20.940 102 817 9.988 917 1 5 2.600 12.449 32.442 7.994 37 506 705 1 101.273 372.256 14.407 198.388 421 9.319 78.300 2.436 7 15
Prod (Ton)
2011 Produktivitas (Ton/Ha) 3,30 8,99 9,71 9,96 4,63 6,17 12,82 1,00 10,12 10,42 11,34 9,47 4,13 11,41 7,84 2,66 7,00 3,00
Luas Panen (Ha) 808 1.581 3.670 1 769 5 116 39 6 11.438 35.828 1.180 22.200 157 766 12.333 725 3 11
*)
43.846 141.559 358.376 60 68.502 176 6.959 3.150 210 1.158.964 3.818.131 118.550 2.211.685 11.263 86.658 1.009.887 20.609 6 753
Prod (Ton)
2012
Tabel 4.2. Perkembangan Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia, Tahun 2009-2012 Tabel 4.2. Perkembangan Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia, Tahun 2009-2012 Produktivitas (Ton/Ha) 5,43 8,95 9,76 6,00 8,91 3,52 5,99 8,08 3,50 10,13 10,65 10,05 9,96 7,17 11,31 8,18 2,84 2,00 6,85
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
29
2009 Luas Provinsi Prod Panen (Ton) (Ha) 24.Sulawesi Utara 762 6.918 25.Sulawesi Tengah 1.051 6.490 26.Sulawesi Selatan 2.629 13.246 27.Sulawesi Tenggara 180 657 28.Gorontalo 134 405 29.Sulawesi Barat 350 881 30.Maluku 73 167 31.Maluku Utara 82 237 32.Papua Barat 66 327 33.Papua 194 787 Indonesia 104.009 965.164 Sumber: Basis Data Kementerian Pertanian RI Ket. *) Angka Sementara Produktivitas (Ton/Ha) 9,08 6,18 5,04 3,65 3,02 2,52 2,29 2,89 4,95 4,06 9,28
Luas Panen (Ha) 720 1.280 3.180 213 119 131 170 93 77 128 109.634
30 5.963 10.301 23.276 646 240 348 398 151 477 499 1.048.934
Prod (Ton)
2010 Produktivitas (Ton/Ha) 8,28 8,05 7,32 3,03 2,02 2,66 2,34 1,62 6,19 3,90 9,57
Luas Panen (Ha) 654 1.381 4.633 98 69 133 135 122 77 143 93.667 5.005 10.824 41.710 121 172 280 484 185 107 680 893.124
Prod (Ton)
2011 Produktivitas (Ton/Ha) 7,65 7,84 9,00 1,23 2,49 2,11 3,59 1,52 1,39 4,76 9,54
Luas Panen (Ha) 699 1.716 4.518 76 73 86 167 129 62 153 99.315
*)
48.566 57.263 412.380 1.999 1.638 3.833 3.831 1.437 1.886 8.542 9.600.719
Prod (Ton)
2012 Produktivitas (Ton/Ha) 6,95 3,34 9,13 2,63 2,24 4,46 2,29 1,11 3,04 5,58 9,67
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
“kumbang” yang merupakan angin lokal dipercaya oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes dapat meningkatkan produksi bawang merah. Periode panen di empat provinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar, dan Sulsel) menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi. Tidak saja antar provinsi, tetapi juga dari tahun ke tahun. Pengamatan lebih lanjut memberikan gambaran bahwa puncak panen terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun yaitu pada bulan Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Desember dan Januari. Sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari sampai Mei dan November. Berdasarkan pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan April sampai Oktober. Kondisi ini menyebabkan terjadi persaingan antar daerah di Indonesia yang dapat mengganggu rantai produksi dan pemasaran bawang merah konsumsi dan benih sehingga harga dapat berfluktuasi. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2011-2013), seperti terlihat pada Tabel 4.3, terdapat indikasi kuat bahwa daya saing bawang merah nasional terus menurun dibandingkan bawang merah impor. Kondisi ini diperparah dengan semakin tingginya selisih harga satuan bawang merah ekspor dan impor terkait dengan penurunan nilai rupiah terhadap dollar Amerika. Jika kondisi perbedaan harga ini semakin tajam, maka diperkirakan pada tahun-tahun mendatangpun impor bawang merah akan terus menekan produksi dan harga bawang merah nasional. Pada akhirnya, hal ini dapat menurunkan motivasi petani untuk menanam bawang merah dan produksi nasional bawang merah sehingga akan meningkatkan ketergantungan terhadap bawang impor. Bawang merah yang banyak diekspor oleh Indonesia adalah bawang merah konsumsi. Pada tahun 2012, total Ekspor bawang merah baik konsumsi atau Tabel 4.3. DataImpor Impordan danEkspor Ekspor Bawang Bawang Merah Tabel 4.3. Data Merah2009-2013 2009-2013(ton) (ton) Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2011 Impor Ekspor 20.000 2.500 25.000 500 43.000 1.000 20.000 0 18.000 900 16.000 0 5.000 700 3.000 5.000 2.500 26.000 3.500 35.000 2.500 7.500 3.000 900
2012 Impor Ekspor 6.500 0 28.000 0 25.000 0 12.500 0 12.000 0 5.000 900 2.500 27.000 300 17.000 2.500 27.000 1.500 32.000 100 5.000 2.000 1.000
2013*) Impor Ekspor 3.000 0 3.500 0 6.000 0 15.000 0 22.500 0 15.000 0 -
Ket. *) Data sampai dengan Juni 2013 Sumber: Kementan RI (2013)
31
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
benih dari Indonesia yang terbesar adalah ke Thailand sebesar 11.160,53 ton atau mencapai 60,24% dari total nilai ekspor bawang merah Indonesia. Negara kedua terbesar adalah Vietnam sebesar 4.667,80 ton atau 21,52% dari total nilai ekspor bawang merah Indonesia. Negara selanjutnya adalah ke Malaysia (8,28%) dan Singapura (6,97%) dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$729 ribu dan US$614 ribu. Selanjutnya, ekspor bawang merah Indonesia ditujukan ke Taiwan dengan total ekspor mencapai 2,34% atau sebesar US$206 ribu (Gambar 5.6). Negara tujuan ekspor lainnya untuk bawang merah dari Indonesia memiliki total ekspor dibawah 1% saja. Ekspor bawang merah tahun 2012 menurut negara tujuan secara rinci disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4.Tujuan Negara Ekspor Tujuan Ekspor Bawang Merah Tahun 2012 Tabel 4.4. Negara Bawang Merah Indonesia Tahun 2012 Negara Tujuan Ekspor Thailand Vietnam Malaysia Singapura Taiwan Cina Timor Leste Filipina Benin Australia Hongkong Papua New Guenea Arab Saudi Total Ekspor
Ekspor 2013 Volume Nilai (000 (Ton) US$) 11.160,53 5.308,63 4.667,80 1.896,30 1.407,83 729,20 974,60 614,56 708,04 206,51 58,00 14,21 48,00 7,94 47,41 6,43 9,55 23,88 2,40 3,6 0,28 0,51
% thd Total Ekspor Volume
Nilai
58,48 24,46 7,38 5,11 3,71 0,30 0,25 0,25 0,05 0,01 0
60,24 21,52 8,28 6,97 2,34 0,16 0,09 0,07 0,27 0,04 0,01
0,25
0,12
0
0
0,09 19.084,78
0,14 8.812,03
0 100
0 100
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin 2013
4.2. Aspek Pemasaran 4.2.1. Harga Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (2012 sampai Agustus 2013), usaha budidaya bawang merah mengalami gejolak pasar yang cukup kuat. Pada bulan Agustus 2013, harga bawang merah di tingkat petani Brebes Rp 35.000 - Rp 38.000, di tingkat pedagang Rp 40.000 - Rp 45.000 dan di tingkat konsumen Rp 50.000,00 - Rp 55.000 per kg. Pada bulan Agustus -September 2013, terjadi panen di beberapa sentra bawang merah di Brebes sehingga stok bawang relatif tersedia. Namun, total hasil produksi di Brebes tahun 2013 diperkirakan jauh lebih sedikit dibandingkan hasil panen tahun-tahun sebelumnya pada 32
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Gambar 4.1. Data Impor Dan Kebutuhan Bawang Merah
periode yang sama. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah luasan panen akibat sedikitnya jumlah petani yang mampu menanam bawang merah akibat tidak tersedianya bibit bawang merah. 4.2.2. Jalur Pemasaran Produk Jalur pemasaran bawang merah secara umum ditunjukkan pada Gambar 4.2. Petani umumnya menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul yang datang kepada mereka. Hubungan ini didasarkan atas asas saling percaya dan sudah berlangsung beberapa tahun. Petani yang memiliki lahan cukup luas dan keuangan kuat menjual hasil panen ke padagang besar yang sudah memiliki jaringan pemasaran yang baik dan penawaran harga lebih tinggi. Beberapa petani ada yang memiliki kontrak dengan industri pengolahan bawang merah. Kesepakatan harga ditetapkan di awal dan kedua belah pihak wajib menaati peraturan yang telah dibuat. Kondisi ini memberikan jaminan harga dan terjualnya produk bawang merah yang dihasilkan petani. Tapi di sisi lain, apabila harga bawang merah sedang tinggi, petani tidak mendapat untung dengan meningkatnya harga bawang merah tersebut. Pedagang-pedagang pengumpul yang mendatangi petani bawang merah adalah pedagang pengumpul tingkat desa yang menjual bawang merah yang dibeli dari petani kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan kemudian bergabung menjadi beberapa pedagang yang kemudian menjual ke pedagang-pedagang besar di pasar induk atau pasar tradisional yang berada di kota-kota besar seperti Jakarta, 33
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Medan, Semarang, dan Surabaya. Dari pedagang besar tersebut, bawang merah kemudian didistribusikan kepada pedagang-pedagang kecil yang berada di sekitar kota-kota besar tersebut. Dari pedagang kecil yang berada di pasar tradisional, bawang merah kemudian dijual kepada pedagang keliling atau pedagang di kampung-kampung. Untuk jalur perdagangan bawang merah, industri pengolahan bawang merah sudah memiliki kontrak/perjanjian dengan petani bawang merah secara langsung. Sedangkan untuk supermarket, jalur perdagangan bawang merah masuk melalui supplier yang ditunjuk. Supplier ini juga berdasarkan kontrak yang dibuat dengan pihak supermarket. Target akhir dari jalur perdagangan bawang merah adalah konsumen rumah tangga. Sebagian besar konsumen membeli bawang merah di pasar-pasar tradisional atau pedagang keliling. Ada juga konsumen yang membeli di pasar modern atau supermarket. Beberapa konsumen membeli langsung ke pasar induk atau pada saat ada pasar lelang bawang merah apabila membutuhkan bawang merah dalam jumlah besar. Untuk pembelian di tingkat pasar induk, harga bawang merah cenderung lebih murah dibandingkan pasar tradisional, namun pembelian harus dalam jumlah yang besar. Jalur pemasaran bawang merah dengan tujuan akhir konsumen rumah tangga di Kabupaten Brebes dapat dikelompokkan menjadi 3 jalur utama, yaitu pasar tradisional, pasar modern, dan industri pengolahan. Pemasaran ke pasar tradisional mengikuti jalur dari petani-pedagang pengumpul (desakecamatan)-pedagang besar/pasar induk. Untuk pemasaran ke pasar modern (supermarket), bawang merah dipasok dari pedagang besar ke supplier dan selanjutnya ke supermarket. Sedangkan untuk industri pengolahan, pemasaran dilakukan dengan terlebih dahulu membuat perjanjian antara petani/kelompok tani dengan pihak industri pengolahan. Dalam perjanjian tersebut, umumnya juga tercakup harga pembelian, banyaknya bawang merah yang disuplai dan kualitas yang diperjualbelikan. 4.2.3. Kendala Pemasaran Permasalahan utama dalam pemasaran bawang merah adalah kepastian pasar dan harga jual. Harga, seperti telah dijelaskan sebelumnya, menjadi faktor penentu dalam pemasaran bawang merah. Ketika pasokan bawang merah melimpah maka harga akan terkoreksi, dan begitu juga sebaliknya. Problem kedua yang harus dihadapi petani adalah belum terjaminnya pasar akibat masuknya bawang merah impor yang berharga murah. Petani juga tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga jual di pasar karena sangat tergantung oleh mekanisme pasar yang sebagian besar diperankan oleh suplier. 34
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Pemasaran bawang merah juga tidak terlepas dari kondisi sistem produksi dan rantai jual bawang merah. Sistem produksi yang dapat menghasilkan bawang merah dengan mutu terbaik tentulah mudah dalam pemasarannya. Untuk petani yang bermitra, baik dengan industri pengolahan maupun pedagang pengumpul, kurangnya keterbukaan terhadap perkembangan harga dan pasar menjadi kendala. Hal ini menyebabkan petani tidak memperoleh market share atau added value yang lebih adil dan transparan. Dalam kesepakatan atau perjanjian yang dibuat, penentuan harga cenderung dilakukan oleh pihak mitra atau pengelola industri bawang merah sehingga petani tidak memiliki kekuatan tawar terhadap produknya. Dengan memperhatikan perkembangan budidaya bawang merah saat ini, peran pemerintah dalam sistem tataniaga bawang merah sangat penting. Regulasi atau kebijakan yang ditetapkan sebaiknya melindungi petani maupun konsumen dalam negeri, termasuk kebijakan impor dan ekspor yang tepat untuk menstabilkan harga. Penentuan harga pokok minimum atau harga pokok pemerintah (HPP) juga diharapkan dapat diimplementasikan pada produk bawang merah. n
PETANI PEDAGANG PENGUMPUL DESA PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN PEDAGANG PASAR INDUK PEDAGANG KECIL/PASAR LOKAL
INDUSTRI OLAHAN BAWANG MERAH
SUPLIER
SUPERMARKET
PEDAGANG KELILING/PASAR TRADISIONAL KONSUMEN RUMAH TANGGA
Gambar 4.2. Jalur Pemasaran Bawang Merah
35
BAB V ASPEK KEUANGAN
36
BAB V – ASPEK Keuangan
5.1. Pemilihan Pola Usaha Budidaya bawang merah dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia, kecuali provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Barat. Melihat sebaran sentra produksi bawang merah yang luas, usaha budidaya bawang merah berkembang sebagai unit bisnis yang prospektif. Beberapa tahun terakhir, permintaan terhadap bawang merah meningkat. Peningkatan ini selain disebabkan bawang merah merupakan bumbu dasar aneka masakan Indonesia, juga karena komoditas tersebut mulai diproduksi dalam bentuk olahan seperti bawang goreng dan beberapa obat herbal. Oleh karena itu, budidaya bawang merah tidak saja menjadi tradisi tetapi sudah merupakan usaha yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dan nilai tambah. Usaha budidaya bawang merah pada daerah-daerah sentra produksi merupakan mata pencaharian pokok sehingga pengelolaan dan budidayanya berlangsung intensif. Pola usaha budidaya bawang merah bervariasi dari hulu hingga hilir, antara lain budidaya bawang merah konsumsi, budidaya bawang merah, penangkar benih, hingga usaha lepas panen seperti pengolahan berbasis bawang merah. Pola usaha bawang merah dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu pola usaha on-farm dan off-farm. Usaha yang termasuk dalam kategori on-farm yaitu budidaya bawang merah untuk konsumsi rumah tangga, budidaya bawang merah untuk bahan baku industri pangan olahan, dan usaha budidaya benih bawang merah yang menghasilkan bawang merah bersertifikasi. Hasil benih/bibit digunakan sebagai bahan tanam budidaya bawang merah konsumsi dan industri. Sementara itu, pola usaha bawang merah off-farm antara lain perdagangan bawang merah konsumsi dan industri, pengepul hasil panen dari petani/kelompok tani, dan usaha penjualan sarana produksi (saprodi) usaha budidaya bawang merah. Dalam pemilihan pola usaha ini digunakan kriteria minimal bahwa usaha tersebut bersifat ekonomis dan bankable. Kriteria lain yang menjadi acuan dalam menentukan pola usaha adalah produktivitas yang optimal (jumlah dan mutu) serta kepastian pasar dan harga jual (pola kemitraan atau kesepakatan dengan pedagang besar). Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, pola usaha yang dilakukan adalah usaha budidaya bawang merah konsumsi dengan pembudidaya (petani) yang minimal tergabung dalam kelompok tani. Skala usaha bawang merah sangat tergantung pada ketersediaan lahan, musim, kesepakatan harga, dan ketersediaan bibit bawang merah. Fasilitas dan teknologi produksi yang diterapkan oleh petani/pengusaha berbasis pengalaman budidaya bawang merah sesuai dengan POS (Prosedur Operasional Standar) yang sebagian besar bukan merupakan usaha baru sehingga dalam prakteknya petani tidak mengalami kesulitan dalam proses produksi bawang merah. 37
BAB V – ASPEK Keuangan
5.2. Asumsi dan Parameter Dalam Analisis Keuangan Setelah mengetahui pola usaha dan pemilihannya, ditetapkan asumsi dan parameter yang akan digunakan untuk analisis kelayakan usaha dari sisi keuangan. Asumsi dan parameter ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha budidaya bawang merah di sentra produksi di Kabupaten Brebes serta informasi yang diperoleh dari pengusaha yang bergerak di bidang bawang merah, pustaka dan kajian komparasi dengan sentra produksi lainnya. Asumsi dan parameter untuk analisis keuangan dapat dilihat pada Tabel 5.1. Asumsidalam dalam Analisis Keuangan TabelTabel 5.1.5.1. Asumsi Analisis Keuangan No. 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10
11
12
13 14
Asumsi
Satuan
Nilai
Periode produksi Periode proyeksi Musim tanam Lama per musim tanam Luas lahan Produktivitas Harga tetap a Bibit bawang merah b Jual bawang merah c Jual bawang merah (off-grade)
bulan tahun kali/tahun bulan ha kg/ha
12 3 3 4 1 10.000
Rp/kg Rp/kg Rp/kg
25.000 15.000 12.000
d Kenaikan harga jual bawang merah Off Grade Suku bunga per tahun (flat) Jangka waktu kredit a Kredit investasi b. Kredit modal kerja Proporsi modal kerja a Modal sendiri b Kredit Proporsi modal usaha a Modal sendiri b Kredit Discount Factor Pembayaran pinjaman setiap
Persen/th Persen Persen
0% 2,5% 18%
bulan bulan
12 12
Persen Persen
40% 60%
Persen Persen Persen bulan
40% 60% 18% 4
Dalam asumsi dan parameter keuangan yang tersusun, periode proyeksi adalah selama 3 tahun dengan penyusunan aliran kas selama 12 bulan. Periode proyeksi tersebut tidak menggambarkan pola investasi sebab siklus produk (bawang merah) relatif singkat, yaitu 4 bulan dengan 3 kali musim tanam per 38
BAB V – ASPEK Keuangan
tahun. Tiap musim tanam harus diusahakan penanaman pada lahan baru yang bukan bekas tanaman sejenis atau sefamili untuk memutus siklus hama dan penyakit. Lahan yang digunakan merupakan lahan sewa yang masuk dalam biaya tetap. Suku bunga yang berlaku diasumsikan 18% per tahun dengan proporsi modal adalah sebesar 40% berasal dari petani/kelompok tani dan 60% berasal dari kredit bank. Berdasarkan informasi dari lembaga keuangan/perbankan di sekitar wilayah sentra produksi bawang merah, pinjaman atau kredit sebagian besar digunakan untuk modal kerja dengan jangka waktu kredit diasumsikan 1 tahun. Selain sebagai modal kerja, beberapa debitur mempergunakan kredit yang didapat sebagai biaya investasi dengan pembayaran bunga setiap bulan dan pokok pinjaman saat panen. Satu siklus budidaya bawang merah membutuhkan waktu selama 4 bulan, dan jangka waktu tersebut digunakan untuk acuan pembayaran kredit oleh petani/kelompok tani. 5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha budidaya bawang merah dibedakan menjadi dua yaitu biaya investasi dan dan biaya modal kerja. Biaya investasi adalah komponen biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan peralatan dan mesin-mesin yang digunakan saat usaha budidaya bawang merah. Adapun biaya modal kerja merupakan gabungan dari biaya tetap (yang diperhitungkan setiap musim tanam) dan biaya variabel. Biaya modal kerja atau biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk memulai usaha budidaya bawang merah akan dipersiapkan pada awal pelaksanaan budidaya. Sedangkan kendaraan/sarana transportasi dihitung sebagai sewa yang tergantung pada aktivitas usaha sehingga masuk ke dalam biaya variabel. Biaya operasional atau biaya modal kerja adalah keseluruhan biaya yang harus dipersiapkan untuk memulai usaha budidaya bawang merah. 5.3.1. Biaya Investasi Budidaya bawang merah membutuhkan biaya investasi pada tahap awal usaha berupa biaya pengadaan peralatan dan mesin budidaya. Besarnya biaya investasi ini dipengaruhi oleh skala usaha (luas lahan budidaya bawang merah). Semakin luas lahan budidayanya, maka semakin besar biaya investasinya. Namun dalam penyusunan biaya investasi ini, asumsi lahan yang digunakan adalah 1 ha dengan 3 musim tanam. Biaya investasi budidaya bawang merah adalah sebesar Rp26.323.000 seperti tertera dalam Tabel 5.2. 5.3.2. Biaya Operasional Seperti dijelaskan sebelumnya, biaya operasional dalam usaha budidaya bawang 39
BAB V – ASPEK Keuangan
5.2. Biaya Invwstasi Budidaya BawangMerah Merah per Tabel Tabel 5.2. Biaya Investasi Budidaya Bawang perHektar Hektar. No.
Komponen Biaya
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Total (Rp)
A
Alsintan
1
Pompa air mesin diesel
1
unit
10.000.000
10.000.000
2
Terpal (hasil panen)
42
m2
238.000
9.996.000
B
Peralatan produksi
1
Parang
10
unit
50.000
500.000
2 3
Cangkul Selang air
10 21
unit m2
95.000 25.000
950.000 525.000
4
Sumur bor
8
m
50.000
400.000
5
Keranjang bambu pikulan
120
unit
30.000
360.000
6 7
Kored Ember
40 10
unit unit
15.000 5.000
600.000 50.000
8
Hand sprayer
5
unit
550.000
2.750.000
9
Terpal (saung)
m2
16.000
192.000 26.323.000
12 Jumlah Biaya Investasi
merah terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap yang tergantung pada skala usaha atau luas lahan yang dikelola. Total biaya variabel dalam usaha budidaya bawang merah sebesar Rp104.380.000 per musim tanam atau sebesar Rp313.140.000 per tahun dengan pembagian komposisi biaya antara lain untuk bibit 47,90%, pupuk 4,01%, bahan penunjang 7,38%, pestisida 4,83%, dan upah tenaga kerja 35,88%. Untuk komponen biaya tetap sebesar Rp6.750.000 per musim tanam dengan komponen terbesar biaya sewa lahan sebesar 74,07%, perbaikan alat 22,22% dan sisanya untuk kegiatan administrasi, sumbangan dan komunikasi. Total biaya tetap dalam setahun sebesar Rp20.250.000,-. 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Total biaya yang diperlukan dalam usaha budidaya bawang merah per hektar per musim tanam adalah sebesar Rp137.453.000,-. Dari total biaya tersebut, sesuai dengan asumsi awal yang ditetapkan, 40% dari biaya tersebut diperoleh dari modal sendiri dan 60% sisanya diperoleh dari kredit lembaga keuangan/perbankan dengan suku bunga 18% per tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 5.5. Biaya investasi yang diperlukan untuk usaha budidaya bawang merah berasal dari kredit dan dana pribadi dengan persentase sama dengan biaya modal kerja. Kredit investasi budidaya bawang merah ini berjangka waktu 1 40
BAB V – ASPEK Keuangan
Tabel5.3. 5.3.Biaya BiayaVariabel Variabel Usaha Usaha Budidaya Tabel Budidaya Bawang BawangMerah Merahper perHektar Hektar No. 1
2
3
4
5
Komponen Biaya
Volume
Harga Satuan (Rp)
Total Biaya Per Musim Tanam (Rp)
Total Biaya per Tahun (Rp)
BIBIT Bibit bawang merah
2.000 kg
25.000 Jumlah (1)
50.000.000 50.000.000
150.000.000 150.000.000
PUPUK Pupuk kandang Urea SP-36 KCl ZA TSP
5.000 200 250 200 300 250
200 1.900 3.200 5.000 1.700 2.000 Jumlah (2)
1.000.000 380.000 800.000 1.000.000 510.000 500.000 4.190.000
3.000.000 1.140.000 2.400.000 3.000.000 1.530.000 1.500.000 12.570.000
BAHAN PENUNJANG BBM pompa air (solar)
1.400 liter
5.500 Jumlah (3)
7.700.000 7.700.000
23.100.000 23.100.000
16 liter 16 liter
125.000 190.000 Jumlah (4)
2.000.000 3.040.000 5.040.000
3.000.000 4.560.000 15.120.000
40.000 25.000 20.000 25.000 40.000 25.000 40.000 Jumlah (5)
4.000.000 1.250.000 16.000.000 1.500.000 12.000.000 1.500.000 1.200.000 37.450.000 104.380.000
12.000.000 3.750.000 48.000.000 4.500.000 36.000.000 4.500.000 3.600.000 112.350.000 313.140.000
PESTISIDA Fungisida Insektisida UPAH TENAGA KERJA a. Pengolahan tanah b. Penanaman c. Penyiraman d. Pemupukan e. Pengendalian hama penyakit f. Pemanenan g. Pengangkutan
100 50 800 60 300 60 30
kg kg kg kg kg kg
HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK
Jumlah Biaya Variabel
Tabel5.4. 5.4.Biaya BiayaTetap TetapUsaha UsahaBudidaya BudidayaBawang BawangMerah Merahper per Hektar Hektar Tabel No. 1 2 3
Komponen Biaya
Jumlah
Sewa lahan 1 musim Perbaikan peralatan 1 musim Administrasi 1 musim Jumlah Biaya Tetap
Harga satuan (Rp)
Biaya Per Musim Tanam(Rp)
Total Biaya per Tahun (Rp)
5.000.000 1.500.000 250.000
5.000.000 1.500.000 250.000 6.750.000
15.000.000 4.500.000 750.000 20.250.000
tahun dengan pembayaran angsuran setiap akhir masa tanam atau paska panen. Usaha budidaya bawang merah per hektar memerlukan biaya modal kerja sebesar Rp111.130.000 per musim tanam. Proporsi pinjaman (kredit) adalah 60% atau sebesar Rp 66.678.000 dan 40% modal sendiri, atau sebesar Rp44.452.000,-. Bunga kredit yang ditetapkan adalah 18% per tahun atau 6% 41
BAB V – ASPEK Keuangan
5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel 5.5.Tabel Struktur Kebutuhan Dana Usaha Bawang Merah per Hektar No 1
2
3
Komponen Biaya Proyek
%
Total Biaya
Biaya Investasi - Bersumber dari kredit - Dari dana sendiri Total Biaya Investasi
60% 40%
15.793.800 10.529.200 26.323.000
Biaya Modal Kerja - Bersumber dari kredit - Dari dana sendiri Total Biaya Modal Kerja
60% 40%
66.678.000 44.452.000 111.130.000
Total Dana Proyek - Bersumber dari kredit - Dari dana sendiri Jumlah Dana Proyek
60% 40%
82.471.800 54.981.200 137.453.000
per musim tanam dibayarkan angsuran pokok dan bunganya pada saat panen. Dalam pelaksanaan usaha budidaya bawang merah, petani akan mengambil kredit modal kerja sebanyak 2 kali, yaitu pada awal musim tanam ke-1 dan awal musim tanam ke-4. Jangka waktu untuk masing-masing pinjaman adalah 1 tahun dengan angsuran masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali yang dibayarkan setiap panen (bayar panen). Estimasi pengembalian kredit modal Tabel 5.6. AngsuranKredit KreditInvestasi Investasi Usaha Usaha Budidaya perper Hektar Tabel 5.6. Angsuran BudidayaBawang BawangMerah Merah Hektar Periode Tahun 0 MT ke-1 Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 MT ke-2 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Bulan ke-8 MT ke-3 Bulan ke-9 Bulan ke-10 Bulan ke-11 Bulan ke-12 Tahun 1
42
Kredit
Angsuran Tetap
Bunga
Total
15.793.800
Saldo Awal
Saldo Akhir
15.793.800
15.793.800
0 0 0 5.264.600
0 0 0 947.628
0 0 0 6.212.228
15.793.800
10.529.200
0 0 0 5.264.600
0 0 0 947.628
0 0 0 6.212.228
10.529.200
5.264.600
0 0 0 5.264.600 15.793.800
0 0 0 947.628 2.842.884
0 0 0 6.212.228 18.636.684
0
BAB V – ASPEK Keuangan
Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar
Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Periode
Kredit
Tahun 0 MT ke-1 Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 MT ke-2 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Bulan ke-8 MT ke-3 Bulan ke-9 Bulan ke-10 Bulan ke-11 Bulan ke-12 Tahun 1
66.678.000
Tahun 2 MT ke-4 Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 MT ke-5 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Bulan ke-8 MT ke-6 Bulan ke-9 Bulan ke-10 Bulan ke-11 Bulan ke-12 Tahun 1
66.678.000
Angsuran Tetap
Bunga
Total
Saldo Awal
Saldo Akhir
66.678.000
66.678.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
66.678.000
44.452.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
44.452.000
22.226.000
0 0 0 22.226.000 66.678.000
0 0 0 4.000.680 12.002.040
0 0 0 26.226.680 78.680.040
0
66.678.000
66.678.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
66.678.000
44.452.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
44.452.000
22.226.000
0 0 0 22.226.000 66.678.000
0 0 0 4.000.680 12.002.040
0 0 0 26.226.680 78.680.040
0
investasi dan kredit modal kerja ditampilkan pada Tabel 5.6 dan 5.7. 5.5. Produksi dan pendapatan Pada asumsi yang telah disebutkan sebelumnya, produksi budidaya bawang merah adalah sebesar 10 ton/ha per musim tanam dengan tingkat off grade sebesar 2,5% atau 250 kg. Dengan demikian petani memanen 9.750 kg bawang merah sesuai standar pasar. Harga untuk bawang merah sesuai standar pasar adalah Rp15.000,00/kg, sedangkan bawang merah off grade dijual sebesar Rp12.000/kg. Dari hasil panen, seluruhannya terserap oleh pasar lokal maupun luar daerah sentra. Perkiraan pendapatan usaha per hektar untuk satu musim tanam sebesar Rp149.250.000,- sehingga dalam setahun pendapatan usaha 43
BAB V – ASPEK Keuangan
Tabel Proyeksi Produksidan danPendapatan Pendapatan Budidaya Merah perper Hektar Tabel 5.8.5.8. Proyeksi Produksi BudidayaBawang Bawang Merah Hektar No. 1 2
Produksi Bawang Merah Grade super Off-grade Jumlah Pendapatan
9.750 250
Penjualan per Musim Tanam (Rp) 146.250.000 3.000.000 149.250.000
Harga Jual (Rp)
Jumlah kg kg
15.000 12.000
Penjualan per Tahun (Rp) 438.750.000 9.000.000 447.750.000
TabelProyeksi 5.9. Proyeksi Produksi danPendapatan Pendapatan Budidaya Bawang MerahMerah per Tahun Tabel 5.9. Produksi dan Budidaya Bawang Per Tahun Produk Produk : Bawang Merah - Jumlah Produksi (kg) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade - Harga (Rp/kg) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade - Nilai Penjualan (Rp) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade TOTAL
1
2
3
29.250 750
29.250 750
29.250 750
15.000 12.000
15.000 12.000
15.000 12.000
438.750.000 9.000.000 447.750.000
438.750.000 9.000.000 447.750.000
438.750.000 9.000.000 447.750.000
mencapai Rp 447.750.000. 5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Pada tahun pertama, usaha budidaya bawang merah diproyeksikan dapat menghasilkan laba bersih (setelah pajak) sebesar Rp81.022.235,- dengan asumsi seluruh produk atau hasil panen laku terjual. Dengan asumsi yang telah ditetapkan Tabel 5.10. ProyeksiLaba-Rugi Laba-Rugi Budidaya perper Hektar Tabel 5.10. Proyeksi BudidayaBawang BawangMerah Merah Hektar No
Uraian
A B
Total Penerimaan Pengeluaran i. Biaya Variabel ii. Biaya Tetap iii. Depresiasi iv. Angsuran Bunga Total Pengeluaran
C D E F G
44
R/L Sebelum Pajak Pajak (15%) Laba Setelah Pajak Profit on Sales BEP : - Nilai Penjualan (Rp) - Volume Produksi (Kg)
1 447.750.000
Tahun 2 447.750.000
313.140.000 20.250.000 4.194.800 14.844.924 352.429.724
313.140.000 20.250.000 4.194.800 12.002.040 349.586.840
337.584.800
313.140.000 20.250.000 4.194.800 13.423.482 346.533.788
95.320.276 14.298.041 81.022.235 18,10%
98.163.160 14.724.474 83.438.686 18,64%
110.165.200 16.524.780 93.640.420 20,91%
101.216.212 15.182.432 86.033.780 19,21%
130.688.462 8.767
121.232.246 8.133
81.310.149 5.455
111.076.953 7.451
3 447.750.000 313.140.000 20.250.000 4.194.800
Rata-rata (Rp) 447.750.000
BAB V – ASPEK Keuangan
sebelumnya yaitu adanya kepastian pasar, harga yang konstan, dan produk habis terjual maka pada tahun berikutnya hasil penjualan sama dengan tahun sebelumnya. Net profit margin usaha budidaya bawang merah mencapai 18,10% dengan asumsi selama masa proyeksi tidak terjadi perubahan produktivitas maupun tingkat harga jual. Selain Net Profit Margin, pencapaian titik impas (BEP) usaha budidaya bawang merah pada tahun pertama sebesar Rp130.688.462,dan tahun-tahun berikutnya berubah menjadi Rp121.232.246,- pada tahun ke-2 dan Rp81.310.149,- pada tahun ke-3. 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Pada usaha budidaya bawang merah, aliran kas (cash flow) dalam perhitungannya dibagi dua, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Aliran arus masuk didapatkan dari total penjualan setiap panen bawang merah selama musim tanam. Pada usaha budidaya bawang merah, setiap tahun dilakukan 3 kali musim tanam dengan tetap memperhatikan kondisi dan kesesuaian lahan. Idealnya lahan tidak dapat dilakukan penanaman secara terus menerus untuk tanaman sejenis. Lahan perlu diberi waktu untuk beberapa saat tidak ditanami Tabel 5.11. ProyeksiArus ArusKas KasUsaha Usaha Budidaya Merah perper Hektar Tabel 5.11. Proyeksi BudidayaBawang Bawang Merah Hektar No A
B
C D
E
Uraian Arus Masuk 1. Total Penjualan 2. Kredit a. Investasi b. Modal Kerja 3. Modal Sendiri a. Investasi b. Modal Kerja 4. Nilai Sisa Proyek Total Arus Masuk Arus Masuk unt IRR Arus Keluar 1. Biaya Investasi 2. Biaya Variabel 3. Biaya Tetap 4. Angsuran Pokok 5. Angsuran Bunga 6. Pajak Total Arus Keluar Arus Keluar untuk IRR Arus Bersih (NCF) Cash Flow untuk IRR Discount Factor (18%) Present Value Cummulative
Tahun 0
1 447.750.000
15.793.800 66.678.000
2 447.750.000
3 447.750.000
66.678.000
10.529.200 44.452.000 14.508.600 462.258.600 462.258.600
137.453.000
447.750.000 336.620.000
514.428.000 447.750.000
26.323.000
360.000 313.140.000 20.250.000 82.471.800 14.844.924 14.298.041 445.364.765 348.048.041
410.000 313.140.000 20.250.000 66.678.000 12.002.040 14.724.474 427.204.514 348.524.474
16.524.780 349.914.780 349.914.780
2.385.235 (11.428.041) 0,8475 (9.684.781) (36.007.781)
87.223.486 99.225.526 0,7182 71.262.228 35.254.447
112.343.820 112.343.820 0,6086 68.375.917 103.630.364
26.323.000 26.323.000 111.130.000 -26.323.000 1,0000 -26.323.000 -26.323.000
313.140.000 20.250.000
45
BAB V – ASPEK Keuangan
bawang merah atau melakukan rotasi tanaman dengan tanaman lain seperti padi, jagung, atau kedelai. Mengingat umur bawang merah hanya 60 hari (2 bulan) dalam satu siklus, maka 2 bulan sisanya digunakan untuk persiapan lahan dan peristirahatan lahan dari kegiatan budidaya. Oleh karena itu, proyeksi arus kas disusun per tahun dengan 3 kali musim tanam. Proyeksi arus kas budidaya bawang merah per musim tanam disajikan pada Lampiran 10 sedangkan untuk proyeksi per tahun selama 3 tahun ditunjukkan pada Tabel 5.11. Pada usaha budidaya bawang merah, evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria investasi untuk mengukur kelayakan usaha budidaya bawang merah yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), dan Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio). Sesuai asumsi, usaha budidaya bawang merah per hektar menghasilkan NPV Rp103.630.364,- pada tingkat bunga 18% dengan nilai IRR 118,50% dan Net B/C Ratio sebesar 4,94 (Tabel 5.12). Usaha budidaya bawang merah per hektar selama masa proyeksi sudah layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) selama 1,51 tahun. Selama semua faktor biaya variabel tergantung pada luas lahan yang dikelola, maka dalam analisis yang diperlukan adalah luas lahan minimal yang masih layak yaitu seluas 4,76 ha. Untuk skala yang lebih besar, dengan asumsi Kriteria KelayakanUsaha Usaha Budidaya Bawang Merah per Hektar Tabel Tabel 5.12.5.12. Kriteria Kelayakan Budidaya Bawang Merah per Hektar Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR
Nilai
Justifikasi Kelayakan
Rp103.630.364 > 0 118,50% > suku bunga (18%)
Net B/C
4,94 > 1
PBP (tahun)
1,51 < periode proyeksi (3 tahun)
yang sama maka usaha budidaya bawang merah masih layak untuk diusahakan. 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Secara umum, biaya produksi dan pendapatan dijadikan patokan untuk mengukur kelayakan usaha dalam analisis kelayakan proyek karena merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha. Selain itu, komponen biaya produksi dan pendapatan didasarkan pada asumsi dan proyeksi sehingga memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Dalam rangka mengurangi dan mengantisipasi resiko, diperlukan analisis sensitivitas untuk menguji tingkat sensitivitas proyek terhadap perubahan input maupun output. Dalam pola pembiayaan usaha budidaya bawang merah digunakan tiga skenario sensitivitas yang didasarkan pada perubahan harga produk yang menyebabkan penurunan pendapatan, kenaikan biaya variabel, dan kombinasi keduanya. a. Skenario 1 46
BAB V – ASPEK Keuangan
Usaha budidaya bawang merah memiliki ketergantungan tinggi terhadap (umbi bawang merah). Akibatnya, produktivitas akan menurun apabila umbi yang ditanam berkualitas kurang baik. Selain itu, musim juga mempengaruhi produktivitas budidaya bawang merah. Apabila musim hujan, usaha budidaya bawang merah sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Oleh karena itu, pengetahuan yang cukup luas dalam pengendalian hama penyakit bawang merah mutlak diperlukan. Dalam struktur aliran kas, penurunan produksi mengakibatkan penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan sebesar 10% menyebabkan usaha budidaya bawang merah masih layak diusahakan, tetapi penurunan pendapatan di atas 10% menyebabkan usaha tidak layak. 5.13. SensitivitasPenurunan Penurunan Produksi/Penurunan Pendapatan TabelTabel 5.13. Sensitivitas Produksi/Penurunan Pendapatan Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR Net B/C PBP (tahun) Penilaian
Pendapatan Turun 10% Turun 11% Rp6.277.294 - Rp3.458.013 23,26% 15,14% 1,24 0,87 2,85 3,09 Layak Tidak Layak
Justifikasi Kelayakan >0 > suku bunga (18%) >1
b. Skenario 2 Sensitivitas kenaikan biaya produksi, terutama biaya variabel, sangat mungkin terjadi melihat perkembangan pasar bebas yang sulit dibendung sehingga memunculkan asumsi peningkatan biaya produksi/variabel sedangkan pendapatan dianggap tetap/konstan. Pada usaha budidaya bawang merah, 47,9% dari total biaya variabel digunakan untuk biaya benih/umbi bawang merah. Sedangkan sisanya digunakan untuk komponen biaya tenaga kerja, biaya pupuk, dan obat-obatan serta biaya penunjang lainnya. Apabila terjadi peningkatan biaya produksi hingga 15% maka usaha budidaya bawang merah masih layak dilakukan. Namun apabila peningkatan biaya produksi mencapai 16%, maka usaha budidaya bawang merah menjadi tidak layak dilakukan karena nilai NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga dan net B/C ratio lebih rendah 5.14. SensitivitasPeningkatan Peningkatan Biaya Variabel TabelTabel 5.14. Sensitivitas Biaya Variabel
Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR Net B/C PBP (tahun) Penilaian
Biaya Variabel Naik 15% Naik 16% Rp1.502.590 - Rp5.305.928 19,25% 13,63% 1,06 0,80 2,96 3,14 Layak Tidak Layak
Justifikasi Kelayakan >0 > suku bunga (18%) >1
47
BAB V – ASPEK Keuangan
dari 1. c. Skenario 3 Penurunan harga bawang merah dapat terjadi karena kenaikan biaya produksi seiring dengan peningkatan harga sarana produksi dapat juga terkombinasi dengan turunnya jumlah produk yang terjual ataupun turunnya nilai jual produk bawang merah. Sensitivitas kombinasi tersebut memperlihatkan bahwa pada saat terjadinya kenaikan biaya variabel sebesar 6% dan secara bersamaan terjadinya penurunan pendapatan sebesar 6%, maka usaha budidaya bawang merah masih dinilai layak, namun lebih dari nilai tersebut akan menyebabkan Tabel 5.15. Tabel 5.15. Sensitivitas SensitivitasKombinasi Kombinasi
Kriteria Kelayakan
NPV (Rp) IRR Net B/C PBP (tahun) Penilaian
Kombinasi Biaya Variabel Naik Biaya Variabel Naik 6% dan 7% dan Pendapatan Turun Pendapatan Turun 6% 7% Rp4.367.412 - Rp12.176.413 21,65% 8,06% 1,17 0,54 2,89 3,34 Layak Tidak Layak
Justifikasi Kelayakan
>0 > suku bunga (18%) >1
usaha tidak layak. Dari ketiga skenario tersebut, meskipun harga bibit dan upah tenaga kerja memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, namun usaha budidaya bawang merah masih layak. Hal-hal yang perlu dicermati dalam usaha budidaya bawang merah adalah ketersediaan lahan dan musim yang dapat berakibat pada produktivitas. Apabila produktivitas menurun maka dapat terjadi penurunan faktor kelayakan yang cukup signifikan. Selain itu, kebijakan pemerintah khususnya terhadap impor bawang merah juga dapat membuat harga bawang merah lokal terkoreksi. 5.9. Kendala Keuangan Permodalan tetap menjadi kendala yang harus diperhatikan dalam usaha berbasis komoditas pertanian seperti budidaya bawang merah. Berbagai skim pembiayaan telah diterapkan dan diterima oleh petani/pengusaha bawang merah, namun usaha ini belum berkembang secara maksimal dan profesional sehingga kurang menarik bagi lembaga keuangan untuk membiayainya. Program pembiayaan yang saat ini sudah ada lebih diarahkan untuk penguatan produksi dalam bentuk pembiayaan modal kerja sementara untuk investasi 48
BAB V – ASPEK Keuangan
usaha rata-rata sudah dimiliki oleh petani/pengusaha bawang merah. Hal ini disebabkan dalam skala produksi satu hektar, biaya investasi yang dikeluarkan relatif kecil dibandingkan dengan biaya modal kerja. Namun pada skala usaha yang lebih luas, biaya investasi berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Untuk itu, pihak lembaga keuangan perlu memberikan porsi yang cukup untuk pembiayaan investasi budidaya bawang merah. Selain itu, perlunya agunan dalam persyaratan pengajuan kredit juga dirasa berat oleh petani bawang merah. Petani/pengusaha pada umumnya takut menjaminkan agunan ke pihak bank karena usaha bawang merah sangat rentan terhadap perubahan harga atau produktivitas hasil panen. Pemerintah belum mampu menguatkan daya jual produk bawang merah karena pembiayaan untuk penguatan pasar belum langsung menjangkau pada pelayanan di tingkat petani. Pasar lelang yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah hanya diikuti oleh pedagang besar bawang merah. Pasar lelang tersebut juga belum kontinyu padahal jual beli bawang merah di masyarakat terjadi setiap hari. Program seperti PUAP juga belum maksimal dalam memperkuat pasar karena jumlah dana yang dialokasikan masih tergolong kecil untuk menampung hasil kelompok tani bawang merah. Dalam pola kemitraan yang dilakukan beberapa petani/kelompok tani dengan pihak industri pengolahan bawang merah, pihak petani/kelompok tani belum memiliki kekuatan untuk akses pembiayaan. Dokumen kontrak yang dibuat masih perlu disesuaikan dengan persyaratan dari perbankan agar dapat digunakan sebagai jaminan atas usaha yang dilakukan. Hal ini menyebabkan terbatasnya kredit yang diberikan kepada petani sehingga ketika petani membutuhkan modal besar untuk investasi sewa lahan bagi pengembangan usaha budidaya bawang merah yang dilakukannya menemui kesulitan. n
49
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
50
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial Usaha budidaya bawang merah merupakan mata pencaharian pokok yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Brebes. Usaha ini sudah dilakukan secara turun temurun sehingga pengetahuan mengenai teknik bercocok tanam bawang merah juga dilakukan melalui garis keturunan. Apabila dilakukan dengan profesional, usaha budidaya bawang merah dapat meningkatkan pendapatan petani/pengusaha bawang merah sehingga penjualan hasil panen bawang merah dapat digunakan untuk kebutuhan primer, biaya pendidikan keluarga, kebutuhan sekunder, dan tersier. Usaha budidaya bawang merah juga menyerap banyak tenaga kerja sehingga dampak ekonomi yang dirasakan juga cukup besar. Hal ini dapat berdampak pada menurunnya arus urbanisasi ke kota besar dan mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Brebes. Mengingat masyarakat Brebes sebagian besar beragama Islam, petani bawang merah sebagian besar memberikan sedekah dan sumbangan kepada pondok pesantren, masjid, masyarakat yang kurang mampu, atau kegiatan-kegiatan sosial yang terjadi di sekitar lingkungannya. Hasil panen bawang merah juga dapat disisihkan untuk menunaikan ibadah haji yang memang membutuhkan dana yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya bawang merah ini memberikan dampak sosial yang positif terhadap masyarakat. Perekonomian di Kabupaten Brebes sangat terpengaruh juga oleh harga dan permintaan bawang merah. Bila harga bawang merah tinggi dan petani memperoleh untung yang cukup besar, maka penjualan barang-barang kebutuhan seperti baju, sepeda motor, perhiasan, dan mesin sarana produksi pertanian juga meningkat, begitu juga apabila terjadi hal sebaliknya. Usaha budidaya bawang merah juga dapat mensinergikan kebijakan pemerintah, pengabdian masyarakat oleh lembaga pendidikan tinggi, pengembangan IPTEK serta kemitraan dengan usaha sektor lain. Namun koordinasi sangat diperlukan agar sinergi antar berbagai pihak tersebut dapat lebih maksimal. Seiring berjalannya waktu, kemitraan pemasaran tidak hanya melibatkan petani, lembaga penelitian dan perusahaan pengolahan tetapi juga mampu menarik pihak lain seperti lembaga pembiayaan dan usaha sektor lain (pedagang-pedagang sarana produksi pertanian) sehingga mampu memberikan dampak yang cukup besar bagi perputaran roda perekonomian masyarakat. 6.2. Dampak Lingkungan Kabupaten Brebes sangat tergantung dengan usaha budidaya bawang merah mengingat lebih dari 70% perekonomian Kabupaten Brebes berasal dari 51
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
budidaya komoditas tersebut. Usaha budidaya bawang merah di sini juga sudah berlangsung sangat lama, rata-rata sekitar 25 tahun. Selain karena faktor sumberdaya manusia yang mencukupi, usaha budidaya bawang merah di Brebes berkembang karena lingkungan yang mendukung. Adanya peningkatan harga dari tahun ke tahun membawa perubahan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Brebes. Perubahan ini ditunjukkan dengan semakin tingginya daya beli masyarakat terhadap barang kebutuhan primer, sekunder bahkan barang pelengkap yang bersifat tersier (sepeda motor atau mobil). Peningkatan taraf hidup masyarakat membuktikan bahwa usaha budidaya bawang merah sangat bermanfaat jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi. Peningkatan taraf hidup tersebut membuka peluang untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat. Meningkatnya derajat kesehatan dan pendidikan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Beberapa indikator Indeks Pembangunan Manusia antara lain daya beli, derajat kesehatan, dan tingkat pendidikan masyarakat. Keberhasilan pembangunan juga ditentukan oleh pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan agar tercapai program pembangunan berkelanjutan yang merupakan keseimbangan antara kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya alam. Di sisi lain, pengelolaan usaha budidaya bawang merah secara intensif memberikan potensi kerusakan lahan di Kabupaten Brebes. Penggunaan bahan kimia berupa pupuk dan pestisida yang tidak terkontrol juga dapat memberikan ancaman kepada lingkungan di sekitar lahan budidaya. Dengan demikian, hasil yang didapat dari usaha budidaya bawang merah di Kabupaten Brebes memberi manfaat secara ekonomi dan sosial namun cenderung memberi risiko yang cukup tinggi bagi terjadinya kerusakan lingkungan. Lahan-lahan di Kabupaten Brebes sebagian besar merupakan lahan tadah hujan yang sumber pengairannya dari curah hujan. Pemenuhan kebutuhan air pada usaha bawang merah dilakukan dengan membuat sumur bor yang kemudian dipompa dengan menggunakan mesin pompa diesel. Penggunaan air tanah yang berlebihan pada usaha budidaya bawang merah mengakibatkan keringnya sumur-sumur yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari manusia. Tanah di lahan yang digunakan untuk budidaya bawang merah juga mengeras karena proposi tanah yang seharusnya berisi air menjadi kosong, sehingga pengelolaan tanah dalam budidaya bawang merah semakin sulit untuk dilakukan. Pola tanam monokultur dan sepanjang tahun dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah yang cukup tinggi. Kondisi ini menjadi faktor pemicu semakin menurunnya tingkat kesuburan tanah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan degradasi lahan. Penggunaan pola tanam polikultur, adanya tanaman pohon, atau memberikan tanah masa istirahat merupakan cara-cara 52
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
yang dapat mengembalikan kemampuan tanah dalam mendukung siklus hidup tanaman bawang merah. Namun cara-cara ini tidak dilakukan oleh petani karena usaha budidaya bawang merah merupakan mata pencaharian pokok petani di Brebes. Penggunaan pupuk organik yang masih minim juga meningkatkan laju kerusakan tanah. Bahan organik tanah mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap ketersediaan hara bagi tanaman dan merupakan pakan yang sangat penting bagi organisme tanah. Ketika bahan organik mengalami dekomposisi, unsur-unsur hara akan dibebaskan ke tanah dalam bentuk yang dapat digunakan tanaman. Proses pelepasan ini disebut mineralisasi, membebaskan unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Untuk menjaga daur tersebut, maka laju penambahan bahan organik harus sama dengan laju dekomposisi, laju penyerapan hara oleh tanaman dan kehilangan hara melalui pencucian dan erosi. Bahan organik tanah juga dapat mengatur pasokan hara tanaman melalui kemampuannya berinteraksi dengan ion-ion logam dengan membentuk kompleks bahan organik-logam. Kompleks bahan organik logam merupakan bentuk yang sangat efektif mengikat unsur-unsur hara mikro seperti Fe, Cu, Mn, dan Zn. Ikatan semacam itu disebut kelat dan merupakan bentuk yang mudah tersedia bagi tanaman. Fungsi lainnya yaitu menghalangi pengaruh perubahan yang dapat membuat unsur-unsur tersebut tidak tersedia bagi tanaman misalnya pH tinggi dan menghalangi pencucian unsur-unsur tersebut. Pembentukan bahan organik-logam juga dapat mengurangi toksisitas logam seperti Al dan Mn pada tanah-tanah masam atau karena penggunaan herbisida. Penggunaan pupuk kimia berlebihan juga berbahaya bagi lingkungan. Petani bawang merah di Brebes umumnya hanya melihat gejala pada tanaman seperti tanaman pertumbuhannya lambat dan kerdil. Akibatnya, petani cenderung meningkatkan penggunaan pupuk kimia untuk memperoleh hasil yang maksimal. Metode paling baik untuk membuat rekomendasi jumlah pupuk optimal didasarkan serangkaian percobaan lapang yang dilaksanakan di lahan percobaan dan tanah petani. Percobaan ini meliputi tentang perlakuan pupuk untuk mendapatkan dosis optimum, waktu pemupukan, dan cara pemupukan. Setiap percobaan akan memberikan hasil pasti untuk tanah dan tanaman tertentu. Dengan melakukan percobaan memungkinkan untuk penetapan keragaman kebutuhan pupuk dan mengorelasikan keragaman ini dengan sifat-sifat tanah. Jumlah kebutuhan pupuk dapat dihubungkan dengan status hara yang ditunjukkan oleh hasil analisis tanah, tipe tanah, penanaman sebelumnya, pupuk organik yang digunakan dan sifat-sifat tanaman. Jumlah hara yang diambil pada saat panen sangat beragam antar tanaman dan mempengaruhi tingkat hasil tanaman. Perhitungan hara yang terambil atau terangkut saat panen diperlukan agar rekomendasi pemupukan menjaga status hara. 53
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang tingkat serangan hama dan penyakitnya tinggi. Hama utama adalah ulat grayak, sedangkan penyakit utama adalah embun upas yang dapat mengakibatkan gagal panen. Hal ini membuat petani bawang merah cenderung menggunakan pestisida secara berlebihan untuk mengendalikan dan mengantisipasi serangan hama dan penyakit tersebut, meskipun dapat mengancam lingkungan serta meninggalkan residu pada bawang merah yang mempengaruhi mutu produk tersebut. Tak heran bila kendala utama dalam produksi dan pemasaran untuk komoditas bawang merah pada perdagangan regional maupun internasional saat ini adalah pada aspek mutu dan keamanan pangan. Usaha peningkatan keamanan pangan produk pertanian, khususnya bawang merah, telah dilakukan. Melalui program pengendalian hama-penyakit terpadu (PHT) membuktikan bahwa produksi hasil pertanian dilakukan tidak hanya mempertimbangkan aspek tingginya tingkat produksi, tetapi juga aspek keberlanjutan produksi, kelestarian lingkungan, dan keamanan pangan. Namun sejauh ini belum mampu menjawab berbagai persoalan keamanan pangan disebabkan praktik produksi yang menyimpang dari anjuran. Adanya kasus penolakan produk ekspor Indonesia oleh beberapa negara juga menunjukkan bahwa penanganan aspek keamanan pangan di Indonesia masih belum optimal. Aspek mutu dan keamanan pangan merupakan masalah utama dalam produksi dan pemasaran bawang merah. Hal ini juga terkait dengan semakin meningkatnya kepedulian konsumen terhadap mutu dan kesehatan. Bawang merah Indonesia umumnya mempunyai masalah mutu yang tidak konsisten dan tingkat kontaminan yang cukup tinggi. Penerapan teknologi produksi dan penanganan pasca panen yang seadanya mengakibatkan inkonsistensi mutu tersebut. Kedua faktor ini dan faktor penggunaan pupuk serta pestisida yang tidak proporsional telah membawa produk bawang merah Indonesia pada status jaminan keamanan pangan yang rendah dan tingkat kontaminasi yang tinggi. n
54
55
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
56
Komoditi PAdi | Peningkatan BAB VII – Kesimpulan Akses Pemasaran dan saran
7.1. Kesimpulan Bawang merah merupakan bahan bumbu/rempah utama berbagai masakan Indonesia. Karena itu permintaan terhadap komoditi ini cenderung stabil dan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Nilai ekonomi tinggi yang dimiliki bawang merah menjadi magnet penggerak bagi petani untuk menanam bawang merah. Prospek dan peluang usaha yang tinggi dapat diarahkan sebagai unit bisnis yang mampu meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai tambah produk bawang merah. Melalui kajian pola pembiayaan usaha budidaya bawang merah ini, dapat disimpulkan beberapa poin penting antara lain: 1. Usaha budidaya bawang merah memiliki prospek dan peluang usaha yang cukup baik di masa yang akan datang. Hal ini menjadi salah satu faktor pihak lembaga keuangan baik perbankan maupun lembaga pembiayaan nonbank untuk memberikan kredit kepada petani bawang merah. Kredit yang dikucurkan dapat berupa kredit investasi ataupun kredit modal kerja. Namun sebagian besar petani bawang merah yang mengajukan permohonan bantuan pembiayaan untuk modal kerja karena modal investasi untuk budidaya bawang merah sudah diadakan sendiri oleh petani. 2. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam budidaya bawang merah antara lain pemilihan lokasi tanam, penentuan musim tanam, pengetahuan mengenai cara budidaya bawang merah, pengadaan bibit dan pengendalian hama penyakit bawang merah. Lokasi yang ideal bagi budidaya bawang merah adalah dataran rendah dengan bulan basah yang cenderung pendek namun kebutuhan air tanaman dapat tercukupi. Faktor angin juga menjadi penentu dalam keberhasilan budidaya bawang merah. Daerah sentra bawang merah pada umumnya mempunyai angin lokal yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman bawang merah. Faktor-faktor tersebut bisa ditemui di daerah Brebes yang merupakan sentra bawang merah terbesar di Indonesia. 3. Keterbatasan lahan perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha budidaya bawang merah dengan mempertimbangkan ketersediaan air tanah, jenis tanah, dan cuaca. Budidaya bawang merah juga tidak dapat dilakukan secara kontinyu pada lahan yang sama karena lahan membutuhkan fase istirahat. Apabila dipaksakan penanaman pada lahan yang sama selama satu tahun penuh maka mengancam keseimbangan hara tanah yang mengakibatkan penurunan hasil produksi. 4. Dalam praktik budidaya bawang merah, bibit merupakan faktor penentu terutama dalam hal ketersediaannya, mutu dan harga bibit. Bibit menyumbang hampir separuh dari total dana modal kerja, sehingga 57
BAB VII – Kesimpulan dan saran
pemilihan bibit yang bermutu tinggi merupakan syarat mutlak agar produksi dan budidaya bawang merah bisa optimal. 5. Usaha budidaya bawang merah membutuhkan dana yang besarannya tergantung pada penggunaan lahan (luasan dan kepemilikan). Total modal kerja yang digunakan untuk budidaya bawang merah per hektar per tahun (dengan asumsi 3 musim tanam) adalah sebesar Rp111.130.000,- dengan biaya investasi sebesar Rp26.323.000,-. Biaya investasi pada umumnya menggunakan dana pribadi dari petani bawang merah dan kredit perbankan. Dengan asumsi bahwa 60% modal kerja bersumber dari kredit dari lembaga keuangan/perbankan, maka kredit modal kerja yang diperlukan adalah sebesar Rp66.678.000,-, sedangkan selebihnya Rp44.452.000,- merupakan dana milik petani. Bunga untuk kredit sebesar 18% per tahun dengan grace period 3 bulan untuk setiap musim tanamnya dengan jangka pinjaman selama 1 tahun. 6. Usaha budidaya bawang merah per hektar sesuai dengan asumsi yang ada menghasilkan NPV Rp103.630.364,- pada tingkat suku bunga 18% dengan nilai IRR adalah 118,50% dan net B/C Ratio 4,94. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha budidaya bawang merah per hektar selama masa proyeksi sudah layak untuk dilakukan dengan Pay Back Period (PBP) selama 1,51 tahun. 7. Dari hasil budidaya bawang merah, petani-petani di Brebes dapat meningkatkan pendapatan dan status sosial di masyarakat. Laba yang cukup besar dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga serta untuk membeli barang-barang kebutuhan sekunder dan tersier. Petani dan pengusaha bawang merah yang bekerja secara profesional mampu menjalankan ibadah haji dan memiliki pendapatan yang cenderung stabil. Untuk petani dan pengusaha yang memiliki rencana pengembangan lahan, keuntungan yang didapat dari usaha budidaya bawang merah digunakan untuk membeli tanah atau perluasan areal tanam. Namun usaha budidaya bawang merah yang intensif juga memiliki resiko terutama berkaitan dengan lingkungan. Pengembangan budidaya bawang merah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan perlu dipertimbangkan dan ditindaklanjuti. 7.2. Saran Berdasarkan profil agribisnis bawang merah saat ini dan mengacu pada profil agribisnis bawang merah yang ingin diwujudkan pada masa yang akan datang, maka program revitalisasi agribisnis dan budidaya bawang merah dapat dirancang mencakup beberapa kegiatan utama, yaitu: 58
BAB VII – Kesimpulan dan saran
1. Pengembangan sarana dan prasarana agribisnis bawang merah. Sarana dan prasarana yang perlu dikembangkan mencakup: pengadaan dan perbaikan jaringan irigasi, perbaikan dan penambahan jalan desa, penyediaan sarana produksi, pembangunan gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan penyediaan fasilitas pasar, pembangunan jaringan informasi (periode panen, prediksi pasokan, kelas/varietas, dan harga), serta sarana diseminasi dan transfer teknologi (sumberdaya manusia dan fisik). 2. Pengembangan industri benih bawang merah. Pembenahan sistem perbenihan bawang merah perlu dimulai dari fase perakitan varietas. Pada saat ini, rangkaian kegiatan pemuliaan dilakukan berdasarkan pendekatan program pemuliaan yang disusun oleh lembaga penyelenggara pemuliaan. Di masa depan, semua tahapan tersebut di atas dilakukan dengan pendekatan industri, yang pelaksanaannya dapat distandarisasikan mengacu pada sistem mutu. Mekanisme baru ini membutuhkan transformasi sistem perakitan varietas dari pendekatan program pemuliaan ke industri pemuliaan. Transformasi ini membawa konsekuensi perubahan penyelenggaraan kegiatan pemuliaan yang semula didominasi oleh lembaga pemerintah selanjutnya secara bertahap diserahkan kepada pihak swasta. 3. Pemberdayaan sentra produksi bawang merah. Sentra produksi bawang merah secara bertahap direvitalisasi menjadi sentra agribisnis bawang merah yang dicirikan oleh: (a) pengusahaan bawang merah yang memiliki economies of scale melalui penerapan konsolidasi pengelolaan lahan usaha, (b) kelembagaan petani yang tangguh, tidak saja dalam menangani aspek produksi, tetapi juga aspek pemasaran hasil dan pendanaan usahatani, (c) penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah spesifik lokasi yang berbasis GAP (Good Agricultural Practices), dan (d) terintegrasi dengan pelayanan pasar input serta industri pengolahan. 4. Penambahan sentra produksi baru bawang merah. Perluasan sentra produksi/ agribisnis baru terutama ditempuh dengan mengacu pada kesesuaian agroklimat bawang merah, bukan pada pemanfaatan lahan marjinal. 5. Pembangunan pabrik pengolahan produk bawang merah. Pengolahan produk bawang merah harus dirancang tidak hanya untuk mengatasi masalah surplus produksi saja. Pengembangan pabrik pengolahan harus diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi produk, dengan menggunakan bahan baku berkualitas prima (sesuai persyaratan olah). Beberapa strategi untuk menunjang program-program sesuai saran di atas adalah: 59
BAB VII – Kesimpulan dan saran
1. Strategi pengembangan di lini on-farm mencakup: perakitan varietas unggul, penguatan sistem produksi benih sumber, pengelolaan hara dan air terpadu, pengendalian hama penyakit terpadu, serta perbaikan mutu dan daya simpan produk. Langkah-langkah strategis tersebut diarahkan untuk meningkatkan efisiensi usahatani bawang merah dan daya saing produk. 2. Strategi pengembangan di lini off-farm diawali dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh, pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, dan pasta. Pengembangan industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah. 3. Strategi pengembangan di lini kebijakan pemerintah mencakup: (a) dukungan kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri, (b) pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga, (c) permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani, (d) pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara, (e) penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana, (f) pengembangan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran, serta (g) jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. Berbagai dukungan kebijakan tersebut terutama diarahkan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi peningkatan investasi dan perbaikan distribusi. 4. Strategi pengembangan di lini pemasaran dan perdagangan mencakup pengembangan unit usaha bersama (koperasi atau usaha berbadan hukum lain) serta pengembangan sistem informasi (harga, penawaran dan permintaan produk) untuk mendukung upaya menangkap peluang pasar. Pengembangan pasar bawang merah harus dilakukan sejalan dengan perkembangan di sisi on-farm, sehingga manfaat penuh bagi produsen dan konsumen dapat tercapai. Langkah strategis pengembangan pasar yang didukung kebijakan pemerintah, terutama pemberian skim kredit usaha mikro, kecil dan menengah dapat mengarah pada peningkatan efisiensi pemasaran bawang merah. Langkah-langkah strategis di atas, pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran bawang merah. Hal ini perlu ditempuh dalam upaya mencapai kondisi ideal profil agribisnis bawang merah masa depan yang memiliki karakteristik: (a) sebagai produsen dan eksportir terbesar di Asia Tenggara, (b) sebagai sumber pendapatan tinggi bagi semua partisipan di sepanjang rantai pasokan, (c) tingkat produktivitas tinggi, serta (d) daya saing produk tinggi. n 60
61
INFO UMKM
INFO INF UMKM PADA WEBSITE BANK INDONESIA FO UMKM M PADA WEBSITTE BANK INDONESIA http://jktbiwfe/id/umkm/Default.aspx htttp://jktbiwffe/id/umkm m/Default.asspx
INFFO UMKM M PADA WEBSITTE BANK INDONESIA htttp://jktbiwffe/id/umkm m/Default.asspx
pada website Bank Indonesia www.bi.go.id terdapat minisite Info UMKM yang o.idterdapa Padaweb bsite Ba ank informasi Ind donesia www.bi.go atminisite Inffo simulasi UM MKM yang menyediakan terkait pengembangan UMKM, termasuk pola menyedia akaninforma an www.bi.go UMKM, ,termasuksim mulasipolap (lending Padaweb bsite asiterkaitpe Ba ank engembanga Ind donesia o.idterdapa atminisite Inffo embiayaan UM MKMyang pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah sebagaimana dicantumkan model)usa aha kecil meenengahseb bagaimanad dicantumkan ndalambuku uini. menyedia akaninforma engembanga an UMKM, ,termasuksim mulasipolap embiayaan (lending dalam buku ini. asiterkaitpe model)usa aha kecil meenengahseb bagaimanad dicantumkanndalambukuuini.
meenu informa asi yang terssediapadaInfo I UMKM M Beberapa menuBeeberapa informasi yang tersedia pada Info UMKM
Info Beeberapa meenu informa asi yang terssediapadaInfo I UMKM M UMKKM TenttangLayananIIni > KoordinasidanKe erjasama
Info UMK KM
> Konssultasi Usaha
Tent tangLayananI ∨ Kela ayakan Usaha a Ini > KooKomoditiUng rdinasidanKe erjasama ggulan > Kons sultasi Usaha PolaPembia ayaan ∨ Kela ayakan Usaha a SistemPenun njangKeputu sanUntukInve estasi
KomoditiUng ggulan
PolaPembia ayaan > Dattabase Profil UMKM > Kre edit UMKM SistemPenunnjangKeputu
sanUntukInve estasi > Kisa ahSuksesPemb biayaan > Pennelitian >> Dat ta tabase KomoditiProfil Dat
UMKM
k Web UMKM M > Link Kre edit UMKM
> Kisa ahSuksesPemb biayaan
62
> Pennelitian > Datta Komoditi
INFO UMKM
POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH PenelitianlengkapPOLA
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Penelitian POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) oleh Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info USAHA UMKM:KECIL MENENGAHlengkap MENENGAH oleh Bank Indonesia dapat diunduh pada Info UMKM: http://www. http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx OLA PEMBIAYAAN ( LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx (Menu: P Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan) (Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan). PenelitianlengkapPOLA
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info UMKM: MENENGAHoleh SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) (Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)
Beberapa pola pembiayaan pembiayaan (lending kecil menengah tersebut Beberapa pola (lending model)model) usaha usaha kecil menengah tersebut dapat dapat disimulasikan secaradan interaktif dinamis dengan aplikasi SPKUIpada Info SPKUI UMKM:pada disimulasikansecara interaktif dinamisdan denganaplikasi Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui http://www.bi.go.id/spkui SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Keputusan Untuk Investasi)Untuk Investasi). Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat disimulasikansecara interaktif dan dinamis denganaplikasiSPKUIpada Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi)
n Simulasi Simulasi SPKUI SPKUI dilakukan dengan mengakses menu yang tersedia secara bertahap, yaitusecara dilakukan dengansub mengakses sub menu yang tersedia
Home
bertahap, Komoditi yaitu Sumber Dana Asumsi dengan BiayaInv Simulasi SPKUI dilakukan mengaksesBiaya Ops sub menu yang tersedia secaraR/L bertahap,ArusKas yaitu
Home
Komoditi
Asumsi
BiayaInv
Biaya Ops
Sumber Dana
R/L
ArusKas
Kelayakan
Kelayakan
Setiap pengguna SPKUI dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan n Setiap pengguna usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap variabel/parameter yang melakukan simulasi perhitungan Setiap pengguna SPKUISPKUI dapat dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan analisis terdapat pada Tabel Asumsi Usaha,perubahan Tabel Biaya Investasi Usahavariabel/parameter dan Tabel Biayayang Operasi usaha/proyek dengan melakukan (editing) terhadap kelayakan usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap Usaha, untuk pada disesuaikan dengan dan kondisi daerah pengguna terdapat Tabel Asumsi Usaha,situasi Tabel Biaya Investasi Usaha dandimana Tabel Biaya Operasiakan variabel/parameter yang terdapat pada Tabel Asumsi Biaya melaksanakan usahanya. Usaha, untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dimana Usaha, pengguna Tabel akan
Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam penentuan kelayakan Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi akan utama dalam penentuan kelayakan situasi dan kondisi daerah pengguna melaksanakan usahanya. suatu usaha dalam SPKUI, yaitu: dimana dalam SPKUI, yaitu: - suatu Net usaha Present Value (NPV), n Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam - Net Rate Present - Interest of Value Return(NPV), (IRR), - Interest Rate of Return (IRR), usaha dalam SPKUI, yaitu: penentuan kelayakan suatu - Net B/C, dan - Net B/C, dan - Net Present Value (NPV), - Payback Period (PBP). - Payback Period (PBP).
melaksanakan usahanya. Investasi Usaha dan Tabel Biaya Operasi Usaha, untuk disesuaikan dengan
- Interest Rate of Return (IRR), - Net B/C, dan - Payback Period (PBP).
63
DAFTAR PUSTAKA
64
Daftar Pustaka
Aak. 2004. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta. Agustina, L. 2004. Nutrisi Tanaman. UB Press. Malang. Anonymous. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. CV. Yrama Widya. Bandung. p. 24 – 59. Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya Edisi Revisi. UI Press. Jakarta. p. 199 – 206. BPPT. 2013. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. htpp//www.iptek.net.id/ind/ teknologi-pangan/index.php id=244. Chiu, C. dan Sudjiman. 1993. Tanah dan Pupuk. Agriculture technical mission Republic of China. p. 24 – 113. Deptan. 2013a. Pengenalan dan Pengendalian Beberapa OPT Benih Hortikultura. ______, 2013b. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Gunadi, N dan Suwandi. 1989. Dosis dan Waktu Aplikasi Pemupukan Fosfat pada Tanaman Bawang Merah. Bulletin Penelitian Hortikultura Vol. XVIII. 1. Hairiah, K, Widianto, S. R. Utami, D. Suprayono, Sunaryo, S. M. Sitompul, B. Lusiana, R. Mulia, Meine van Noordwijk, dan G. Cadish. 2002. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi (refleksi pengalaman Lampung Selatan). SM Grafika Desa Petera. Jakarta. p. 63 -91. Handayanto, E. 1996. Dekomposisi dan Mineralisasi Bahan Organik. Habitat 7 (96): 26 – 30. Haryati, Y. dan A. Nurawan. 2009. Peluang Pengembangan Feromon Sex dalam Pengendalian Hama Ulat Bawang (Spodoptera exigua) pada Bawang Merah. Jurnal Litbang Pertanian 28 (2): 72 – 73. Irwan. 2007. Bawang Merah dan Pestisida. http://www.waspada.co.id/serbaserbi/kesehatan/artikel php article-id=7849811. Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. p. 58 – 85. Nugraha, Sigit. 2009. Teknologi Pengeringan-Penyimpanan Bawang Merah 2 (1): 1 – 3.
65
Daftar Pustaka
Miskiyah dan S. J. Munarso. 2009. Kontaminasi Residu Pestisida pada Cabai Merah, Selada dan Bawang Merah (Studi Kasus di Bandungan dan Brebes Jawa Tengah dan Cianjur Jawa Barat). J. Hort. 19(1):101-111. Moekesan, T. K., Prabaningrum, L. dan Meitha, L. R. 2000. Penerapan PHT pada Sistem Tanaman Tumpang Gilir Bawang Merah dan Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. p. 14-15. Rahayu, E. dan Berlian, N. V. A. 1999. Bawang Merah. Penebar swadaya. Jakarta. Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhanrantar Karya Aksara. Jakarta. p. 4 - 29. Rukmana, R. 1995. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta. Sarief, E. S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. p. 30-41. Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. p. 81 - 104. Sudiarso. 2007. Pupuk Organik dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan. UB Press. Malang. p. 104 - 197. Sugito, Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. pp. 83. Suhardi. 1998. Jurnal Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. Suwandi dan Hilman. 1990. Pengaruh Pemupukan N dan Dosis P Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah. Bulletin Pertanian (1) : 30 – 39.
66
Daftar Pustaka
Wibowo, S. 1994. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta. Yunus, A. 2007. Pengaruh IAA dan Kinetin Terhadap Pertumbuhan Eksplan Bawang Merah secara in vitro. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus (1): 53 - 58.
67
Lampiran
68
Lampiran
Lampiran 1 : Asumsi Untuk Analisis Keuangan Lampiran 1 : Asumsi Untuk Analisis Keuangan
No. Asumsi 1 Periode produksi Periode proyeksi 2 Musim tanam Lama per musim tanam 3 Luas lahan Produktivitas 4 Harga tetap a Bibit bawang merah b Jual bawang merah c Jual bawang merah (off-grade) d Kenaikan harga jual bawang merah 5 Off Grade 6 Suku bunga per tahun (flat) 7 Jangka waktu kredit a Modal kerja b Investasi 8 Proporsi modal kerja a Modal sendiri b Kredit 9 Proporsi modal usaha a Modal sendiri b Kredit 10 Discount Factor 11 Pembayaran pinjaman setiap
Satuan bulan tahun kali/tahun bulan ha kg/ha
Nilai 12 3 3 4 1 10.000
Rp/kg Rp/kg Rp/kg %/th % %
25.000 15.000 12.000 0% 2,5% 18%
bulan bulan
12 12
% %
40% 60%
% % % Bulan ke
40% 60% 18% 4
69
70
Peralatan Penunjang Parang 10 unit Cangkul 10 unit Selang air 21 m2 Sumur bor 8 m Keranjang bambu pikulan 120 unit Kored 40 unit Ember 10 unit Hand sprayer 5 unit Terpal (saung) 12 m2 Jumlah Biaya Investasi
B. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 unit 42 m2
Alsintan Pompa air mesin diesel Terpal (hasil panen)
A 1 2
Jumlah
Komponen Biaya
No.
Lampiran 2. Biaya Investasi
50.000 95.000 25.000 50.000 3.000 15.000 5.000 550.000 16.000
10.000.000 238.000
Harga Satuan (Rp)
500.000 950.000 525.000 400.000 360.000 600.000 50.000 2.750.000 192.000 26.323.000
10.000.000 9.996.000
Total (Rp)
Lampiran 2. Biaya Investasi
5 5 5 10 1 5 2 5 5
5 15
Umur Ekonomis (th)
100.000 190.000 105.000 40.000 360.000 120.000 25.000 550.000 38.400 4.194.800
2.000.000 666.400
Nilai Penyusutan Per Tahun (Rp)
200.000 380.000 210.000 280.000 0 240.000 25.000 1.100.000 76.800 14.508.600
4.000.000 7.996.800
Nilai Sisa pada Akhir Tahun ke-3 (Rp)
Lampiran
Lampiran
Lampiran 2. Biaya Investasi
71
Lampiran
Lampiran Dana Lampiran4.4.Sumber Sumber Dana
No 1
2
3
72
Komponen Biaya Proyek
%
Total Biaya
Biaya Investasi - Bersumber dari kredit - Dari dana sendiri Total Biaya Investasi
60% 40%
15.793.800 10.529.200 26.323.000
Biaya Modal Kerja - Bersumber dari kredit - Dari dana sendiri Total Biaya Modal Kerja
60% 40%
66.678.000 44.452.000 111.130.000
Total Dana Proyek - Bersumber dari kredit - Dari dana sendiri Jumlah Dana Proyek
60% 40%
82.471.800 54.981.200 137.453.000
15.000 12.000 146.250.000 3.000.000
15.000 12.000
146.250.000 3.000.000
149.250.000
TOTAL
149.250.000
9.750 250
9.750 250
149.250.000
146.250.000 3.000.000
15.000 12.000
9.750 250
Musim Tanam ke-3
146.250.000 3.000.000
Tahun ke-3 Musim Tanam ke-2
Produk : Bawang Merah - Jumlah Produksi (kg) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade - Harga (Rp/kg) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade - Nilai Penjualan (Rp) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade
Musim Tanam ke-1
149.250.000
TOTAL
Produk
146.250.000 3.000.000
146.250.000 3.000.000
15.000 12.000
149.250.000
15.000 12.000
15.000 12.000
9.750 250
Musim Tanam ke-3
149.250.000
9.750 250
Tahun ke-1 Musim Tanam ke-2
9.750 250
Musim Tanam ke-1
Produk : Bawang Merah - Jumlah Produksi (kg) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade - Harga (Rp/kg) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade - Nilai Penjualan (Rp) a. Bawang merah on grade b. Bawang merah off grade
Produk
447.750.000
438.750.000 9.000.000
15.000 12.000
29.250 750
Tahun ke-3
447.750.000
438.750.000 9.000.000
15.000 12.000
29.250 750
Tahun ke-1
149.250.000
146.250.000 3.000.000
15.000 12.000
9.750 250
Musim Tanam ke-1
149.250.000
146.250.000 3.000.000
15.000 12.000
9.750 250
Tahun ke-2 Musim Tanam ke-2
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Lampiran 5. Proyeksi Produksidan Pendapatan
149.250.000
146.250.000 3.000.000
15.000 12.000
9.750 250
Musim Tanam ke-3
447.750.000
438.750.000 9.000.000
15.000 12.000
29.250 750
Tahun ke-2
Lampiran
73
Lampiran
Lampiran 6. Angsuran Kredit Lampiran 6. Angsuran KreditInvestasi Investasi Suku Bunga Periode Tahun 0 MT ke-1 Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 MT ke-2 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Bulan ke-8 MT ke-3 Bulan ke-9 Bulan ke-10 Bulan ke-11 Bulan ke-12 Tahun 1
74
18% Kredit
Angsuran Pokok
Bunga
Total
15.793.800
Saldo Awal
Saldo Akhir
15.793.800
15.793.80 0
0 0 0 5.264.600
0 0 0 947.628
0 0 0 6.212.228
15.793.800
10.529.200
0 0 0 5.264.600
0 0 0 947.628
0 0 0 6.212.228
10.529.200
5.264.600
0 0 0 5.264.600 15.793.800
0 0 0 947.628 2.842.884
0 0 0 6.212.228 18.636.684
0
Lampiran
Lampiran KreditModal Modal Kerja Lampiran7.7.Angsuran Angsuran Kredit Kerja Suku Bunga Periode
18% Kredit
Tahun 0 MT ke-1 Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 MT ke-2 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Bulan ke-8 MT ke-3 Bulan ke-9 Bulan ke-10 Bulan ke-11 Bulan ke-12 Tahun 1
66.678.000
Tahun 2 MT ke-4 Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 MT ke-5 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Bulan ke-8 MT ke-6 Bulan ke-9 Bulan ke-10 Bulan ke-11 Bulan ke-12 Tahun 2
66.678.000
Catatan.
Angsuran Pokok
Bunga
Total
Saldo Awal
Saldo Akhir
66.678.000
66.678.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
66.678.000
44.452.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
44.452.000
22.226.000
0 0 0 22.226.000 66.678.000
0 0 0 4.000.680 12.002.040
0 0 0 26.226.680 78.680.040
0
66.678.000
66.678.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
66.678.000
44.452.000
0 0 0 22.226.000
0 0 0 4.000.680
0 0 0 26.226.680
44.452.000
22.226.000
0 0 0 22.226.000 66.678.000
0 0 0 4.000.680 12.002.040
0 0 0 26.226.680 78.680.040
0
¥ Pembayaran angsuran (pokok dan bunga) dilakukan setiap bulan ke-4 dari setiap musim tanam (bayar panen) ¥ Pada awal tahun ke-2 (musim tanam ke-3) memperoleh kembali pinjaman modal kerja untuk 1 musim tanam
75
Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba Usaha (Rp)
Lampiran
76
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas
Lampiran
77
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 10%
Lampiran
78
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 11%
Lampiran
79
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 15%
Lampiran
80
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 16%
Lampiran
81
Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 6% dan Pendapatan Turun 6%
Lampiran
82
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Biaya Variabel Naik 7% dan Pendapatan Turun 7%
Lampiran
83
Lampiran
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan 1. Menghitung Jumlah Angsuran. Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap bulannya. Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit investasi dan 12 bulan untuk kredit modal kerja. Cicilan pokok = Jumlah Pinjaman dibagi periode angsuran (n). Bunga = i% x jumlah (sisa) pinjaman. Jumlah angsuran = Cicilan Pokok + Bunga. 2. Menghitung Jumlah Penyusutan/Depresiasi dengan Metode Garis Lurus dengan Nilai Sisa 0 (nol). Penyusutan = Nilai Investasi /Umur Ekonomis. 3. Menghitung Net Present Value (NPV). NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Adapun rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut: n B1 – Ct NPV = ∑ ––––-----------––––– t = 1 (1 + i)t
Keterangan : Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh pada tahun ke-t. Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional. i = Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of capital. n = Umur Proyek. Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil perhitungan NPV sebagai berikut: a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial; b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama besar dengan tingkat suku bunganya (Social Opportunity of Capital-nya). c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena proyek tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang digunakan.
4. Menghitung Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama 84
Lampiran
dengan 0 (nol). IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dari suatu proyek, sepanjang setiap benefit bersih yang diperoleh secara otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan i yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Cara perhitungan IRR dapat didekati dengan rumus dibawah ini: NPV1 IRR = i1 + (i2 – i1) X –––-------–––––––––– (NPV1 – NPV2) Keterangan : IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %. NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar = Tingkat suku bunga /discount rate pertama. i1 i2 = Tingkat suku bunga /discount rate kedua. Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR sebagai berikut: a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya maka proyek tersebut layak untuk dikerjakan. b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan. 5. Menghitung Net B/C. Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif.
Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus dibawah ini:
Net B/C
NPV B-C Positif = ––––––––------------–– NPV B-C Negatif
Keterangan : Net BC NPV B-C Positif. NPV B-C Negatif.
= Nilai benefit-cost ratio. = Net present value positif. = Net present value negatif. 85
Lampiran
Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut: a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan. b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
6. Menghitung Titik Impas (Break Even Point). Titik impas atau titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran pada suatu proyek, sehingga pada keadaan tersebut proyek tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian.
Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih, namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini :
Biaya Tetap a. Titik Impas (Rp.) = ———————————————— Total Biaya Variabel 1 - ———————————————— Hasil Penjualan
Titik Impas (Rp) b. Titik Impas (satuan) = ———————————————— Harga satuan Produk c.
Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total pengeluaran. Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan. Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek. Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
d. Titik Impas (n)
Titik Impas (Rp.) = ————------------—————— x Total Produksi. Hasil Penjualan (Rp.)
7. Menghitung PBP (Pay Back Period atau Lama Pengembalian Modal). PBP digunakan untuk memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam. Cara menterjemahkan PBP untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai PBP lebih pendek dari jangka waktu proyek yang ditetapkan maka suatu proyek dinyatakan layak. b. Apabila nilai PBP lebih lama dari jangka waktu proyek maka suatu proyek dinyatakan tidak layak. 86
Lampiran
8. Menghitung Discount Factor (DF). DF dapat didefinisikan sebagai: Faktor yang dipergunakan untuk memperhitungkan nilai sekarang dari suatu jumlah yang diterima di masa dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku atau disebut juga “faktor nilai sekarang (present worth factors)” DF diperhitungkan apabila suatu proyek bersifat multi-period atau periode lebih dari satu kali. Dalam hal ini periode lazim diperhitungkan dengan semester atau tahun. Nilai dari DF berkisar dari 0 sampai dengan 1.
Cara memperhitungkan DF adalah dengan rumus sebagai berikut :
1 Rumus DF per tahun = —------——— , dimana (1+ r) n r = suku bunga n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek
87
88
89
90