POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH SYARIAH USAHA PENGEMBANGBIAKAN SAPI PEDAGING
DEPARTEMEN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH SYARIAH USAHA PENGEMBANGBIAKAN SAPI PEDAGING
Kata Pengantar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan syariah untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan syariah untuk komoditas potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan lebih dari 124 judul buku pola pembiayaan pola konvensional dan 34 judul buku pola pembiayaan syariah. Dalam upaya menyebarluaskan hasil penelitian dimaksud kepada masyarakat, maka buku pola pembiayaan ini akan dimasukkan dalam minisite UMKM yang dapat diakses melalui internet di alamat: http://www.bi.go.id/id/ umkm/kelayakan/pola-pembiayaan. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan informasi dan masukan selama pelaksanaan kajian. Bagi pembaca yang ingin memberi kritik, saran, dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait buku ini dapat menghubungi: BANK INDONESIA Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grup Pengembangan UMKM Divisi Pengembangan dan Pengaturan UMKM Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta Pusat Telp. 021 2981-7991 Besar harapan kami, bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan syariah bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut. n
Jakarta, november 2013
i
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH SYARIAH USAHA PENGEMBANGBIAKAN SAPI PEDAGING No Usaha Pembiayaan
Uraian
1
Jenis Usaha
Usaha Pengembangbiakan Sapi Pedaging
2
Lokasi Usaha
Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur
3 Dana yang digunakan (per musim tanam)
Investasi Modal Kerja Total
: Rp 465.600.000 : Rp 56.020.000 (per tahun) : Rp 521.620.000
4 Sumber dana (Modal kerja) a. LKS Rp 512.040.000 b. Modal Peternak Sendiri Rp 65.600.000 Margin murabahah Jangka Waktu Pembiayaan 5 Periode pembayaran pembiayaan
= 20% = 6 tahun
Pengusaha melakukan angsuran murabahah setiap bulan selama jangka waktu pembiayaan. Angsuran dibayar setelah berakhirnya masa grace period (1 tahun).
6 Kelayakan Usaha a. Periode proyek 8 tahun b. Produk utama Anak sapi (calon bibit) umur 3-5 bulan c. Skala proyek 4 ekor induk per peternak, 10 peternak per kelompok d. Teknologi Pemuliabiakan dan teknologi pakan e. Pemasaran produk Lokal/Regional 7 Kriteria kelayakan usaha a. IRR b. Net B/C Ratio c. Pay Back Period d. Penilaian
14,81% 2,20 kali 5 tahun 6 bulan Layak diusahakan
8 Analisis sensitivitas : Kenaikan Biaya Operasional sebesar 25% Analisis Profitabilitas : a. IRR 11,91%
ii
No Usaha Pembiayaan
Uraian
b. Net B/C Ratio c. Pay Back Period d. Penilaian
1,96 kali 6 tahun 8 bulan Layak diusahakan
9 Analisis sensitivitas : Penurunan Harga Penjualan sebesar 10% Analisis Profitabilitas : a. IRR 11,59% b. Net B/C Ratio 1,92 kali c. Pay Back Period 6 tahun 11 bulan d. Penilaian Layak diusahakan 10 Analisis Sensitivitas : Kombinasi Kenaikan Biaya Operasional 5% dan Penurunan Harga Penjualan 5% Analisis Profitabilitas : a. IRR 12,63% b. Net B/C Ratio 2,01 kali c. Pay Back Period 6 tahun 3 bulan d. Penilaian Layak diusahakan
iii
Daftar Isi KATA PENGANTAR RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I
PENDAHULUAN
BAB II PROFIL POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL 2.1. Profil Usaha 2.2. Pola Pembiayaan
iv
i ii iv vi vi vii 1 4 5 5
BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1. Aspek Pasar 3.1.1 Permintaan 3.1.2. Penawaran 3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar 3.2. Aspek Pemasaran 3.2.1. Harga 3.2.2. Jalur Pemasaran Produk 3.2.3. Kendala Pemasaran BAB IV ASPEK TEKNIS BUDIDAYA 4.1. Deskripsi Usaha 4.2. Lokasi Usaha 4.3. Faktor Produksi 4.4. Tenaga Kerja 4.5. Teknologi 4.6. Proses Produksi 4.7. Jumlah dan Jenis Anak Sapi Hasil Pengembangbiakan 4.8. Produksi Optimum 4.9. Kendala Produksi
6 7 7 7 7 8 8 9 10 12 13 13 13 14 14 14 15 16 16
BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1. Pemilihan Pola Usaha Pembiayaan Syariah 5.2. Asumsidan Parameter dalam Analisis Keuangan 5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 5.3.1. Biaya Investasi 5.3.2. Pembiayaan Operasional
18 19 19 20 20 21
Daftar Isi
5.4. Sumber Pembiayaan 21 5.5. Produksi dan Pendapatan 22 5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point 24 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha 24 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha 25 5.9. Simulasi dengan Angsuran per Semester 26 5.10. Kendala Keuangan 27
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial 6.2. Dampak Lingkungan
28 29 29
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran
30 31 32
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
38
v
Daftar Tabel Tabel 5.1. Tabel 5.2. Tabel 5.3. Tabel 5.4. Tabel 5.5. Tabel 5.6. Tabel 5.7. Tabel 5.8. Tabel 5.9. Tabel 5.10.
Asumsi dalam Analisis Keuangan Komponen dan Stuktur Biaya Investasi Pengembangbiakan Sapi Biaya Operasional Pengembangbiakan Sapi Kebutuhan Biaya Tetap Sumber Pembiayaan Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Pengembangbiakan Sapi Analisa Laba-Rugi Usaha Pengembangbiakan Sapi Kriteria Kelayakan Usaha Pengembangbiakan Sapi Kelompok Ternak Sensitivitas Kelayakan Usaha Pengembangbiakan Sapi Murabahah dengan Skema Angsuran per Semester
19 20 21 21 22 23 24 25 25 26
Daftar Gambar Gambar 3.1. Rantai Distribusi Sapi Bibit Sampai Konsumen Daging Gambar 3.2. Pertumbuhan Impor Sapi Bakalan Gambar 3.3. Fluktuasi Harga Daging Sapi Bulanan
vi
9 10 10
Daftar Lampiran Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan Lampiran 2. Komponen dan Struktur Biaya Investasi Lampiran 3. Kebutuhan Biaya Operasional Pengembangbiakan Sapi Pedaging Lampiran 4. Sumber Pembiayaan Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Lampiran 6. Angsuran Murabahan Peternak ke LKS Lampiran 7. Proyeksi Rugi Laba Usaha Pengembangbiakan Sapi Pedaging Lampiran 8. Arus Kas Usaha Pengembangbiakan Sapi Pedaging Lampiran 9. Analisis Sensitivitas Kelayakan Jika Biaya Operasional Naik 25% Lampiran 10. Sensitivitas Lama Angsuran Jika Harga Penjualan Turun 10% Lampiran 11. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Jika Biaya Operasional Naik 5% dan Harga Penjualan Turun 5% Lampiran 12. Angsuran per Semester Margin Murabahan Setara KUPS Lampiran 13. Angsuran per Semester Margin Murabahan Setara Bunga Komersial
39 40 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 49
vii
BAB I PENDAHULUAN
viii
BAB I – PEndahuluan
1. PENDAHULUAN Ternak sapi merupakan penghasil produk-produk bermanfaat yaitu daging (emas merah), susu (emas putih), kulit (emas coklat) dan pupuk (emas hitam). Banyaknya manfaat ekonomi yang diberikan oleh sapi, maka pepatah mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan miskin, apabila memiliki banyak ternak. Daging sapi dan susu merupakan pangan sumber protein hewani dengan komposisi asam amino lengkap untuk kesehatan dan kecerdasan bangsa. Bagi umat Islam, sapi diperlukan sebagai media ibadah saat Idul Adha. Jika diasumsikan 0,1% penduduk Indonesia yang berjumlah 237,6 juta jiwa (BPS, 2011), berkorban 1 ekor sapi saat Idul Adha, diperlukan sedikitnya 237.600 ekor sapi. Jumlah ini akan terus berkembang, dan akan selalu diperlukan sampai akhir jaman. Konsumsi daging sapi sehari-hari dalam bentuk makanan olahan (bakso, sosis, abon dan lain sebagainya), telah mencapai 1,87 kg/kapita per tahun (BPS, 2011). Secara agregat jumlah tersebut setara dengan pemotongan 2,22 juta ekor sapi yang menghasilkan daging 200kg/ekor. Tingginya permintaan daging sapi, diantisipasi oleh pemerintah melalui program pengembangan ternak sapi seperti kredit massal (1972-1983), kredit bukan massal (1979-1983 dan 1987-1989), Kredit Usaha Tani (KUT) (1992), dengan mewajibkan perusahaan peternakan untuk bermitra usaha dengan peternakan rakyat (SK Kementan no 472/1996), kredit Penyertaan Modal Ventura Daerah (PMVD), hingga Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dan pendamping Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 yaitu Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) yang masih berlangsung. Namun upaya tersebut belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan permintaan, sehingga impor sapi potong masih cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya produksi kakao Pantai Gading dan Ghana lebih dikarenakan tingginya produktivitas tanaman kakao per hektarnya yang mencapai 1,5 ton per ha jika dibandingkan dengan produktivitas tanaman kakao Indonesia yang sebesar 660 kg per ha. Angka ini masih diatas produktivitas Malaysia yang sebesar 300-400 kg per ha, namun dari sisi kualitas produk masih diatas Indonesia. Hambatan utama dalam memacu produksi daging sapi adalah kurangnya minat peternak maupun pengusaha besar sebagai breeder (pengembangbiakan) sapi untuk menghasilkan sapi bibit atau sapi bakalan penggemukan karena perputaran modalnya lama. Diperlukan waktu lebih dari satu tahun untuk memperoleh 1 ekor anak sapi lepas sapi seharga sekitar Rp 4 juta, dengan modal investasi untuk satu induk sekitar Rp10.000.000, ditambah biaya pakan, biaya tenaga kerja serta resiko kematian.
1
BAB I – PEndahuluan
Harapan untuk menyediakan sapi bibit dan bakalan tergantung pada peternak rakyat, yang menjadikan ternaknya sebagai bagian dari usaha tani. Akan tetapi peternak rakyat menghadapi kendala modal, terutama untuk pengadaan bibit. Kredit program dengan bunga bersubsidi seperti KUPS belum banyak diakses peternak karena beberapa hal, misalnya: peternak tidak dapat menunjukkan kelayakan usaha pengembangbiakan, agunan, atau kesulitan dalam membentuk kelompok peternak sebagai salah satu syarat penyaluran kredit. Modal yang selama ini dapat diakses oleh peternak rakyat adalah dari pemilik sapi dengan sistem bagi hasil (Al-mudharabah), baik bagi hasil anak (pada sapi pengembangbiakan) atau bagi hasil keuntungan (pada penggemukan sapi). Sistem bagi hasil pada peternakan sapi sudah berlangsung sejak lama. Di Jawa Tengah dikenal dengan istilah “maparo”, di Jawa Barat disebut “gaduh” di Sumbawa disebut “ngadas” dan di Sumatra Barat disebut “diperduakan”. Sistem bagi hasil yang disepakati bermacam-macam. Apabila pemodal hanya menyediakan sapi, dan peternak menyediakan kandang serta memelihara sapi, besaran bagi hasil adalah: (1) di Sukabumi masing-masing mendapatkan 50% dari nilai pertambahan berat badan selama penggemukan, (2) di Garut peternak mendapatkan 20% dan pemodal 80% dari nilai ternak keseluruhan setelah digemukkan 5 bulan, (3) di Sumbawa dan Sumatera Barat, masingmasing mendapat 1 anak secara bergantian selama induk sapi di-adas atau diperduakan, peternak mendapat giliran pertama jika sapi dikerjasamakan sejak kecil, dan giliran kedua jika dikerjasamakan pada saat sapi siap bunting. Sistem bagi hasil yang telah berlangsung lama mengindikasikan bahwa sistem bagi hasil pada peternakan sapi menguntungkan kedua belah pihak, baik peternak maupun pemodal. Namun sampai saat ini belum ada pemodal formal (lembaga keuangan formal) yang menyalurkan dananya untuk bagi hasil di peternakan sapi. Buku ini merupakan panduan penyusunan kelayakan usaha (feasibility study) pengembangbiakan sapi dengan model pembiayaan syariah yang memungkinkan yaitu murabahah (jual beli). Sistem murabahah sesuai untuk pengembangbiakan secara intensif yang menggunakan pakan komersial (dibeli dari luar) relatif banyak. Data teknis peternakan pengembangbiakan sapi secara intensif diperoleh dari 3 kelompok peternak di Bojonegoro (Jawa Tengah) yaitu Kelompok Tani Sukamandiri, Gembala Jaya, dan Koperasi Lembu Seto. n
2
Halaman ini sengaja dikosongkan
3
BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN SYARIAH
4
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
2.1. Profil Usaha Kelompok peternak Kelompok Tani Sukamandiri, Gembala Jaya, dan Koperasi Lembu Setodi Bojonegoro (Jawa Tengah), didirikan antara tahun 2010 dan 2011. Skala pengembangbiakan sapi rata-rata 4 ekor induk per peternak. Jumlah ini sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja keluarga, terutama untuk mencari pakan. Pemeliharaan dilakukan secara semi intensif. Siang hari sapi dilepas di padang rumput selama 4 sampai 5 jam. Sore hari sapi dikandangkan, dan diberi pakan rumput lapang atau limbah pertanian. Sistem pemeliharaan semi intensif ini untuk mengurangi kebutuhan tenaga kerja pencari rumput. Pakan tambahan berupa dedak atau nasi kering atau ampas tahu, diberikan pada sore hari sebanyak 1 kg per ekor sapi. Pakan tambahan tersebut dibeli dari warung dengan harga Rp1.200/kg. Jenis sapi yang dipelihara adalah sapi Peranakan Onggol (PO), yang memiliki perdagingan yang baik. Perkawinan dilakukan secara alami dengan caving interval 1 sampai 1,5 tahun. Sapi induk dipertahankan sampai kelahiran anak ke delapan. 2.2. Pola Pembiayaan Dalam menjalankan usahanya peternak menggunakan lahan dan modal milik sendiri untuk pembuatan kandangdan penyediaan peralatan kandang. Sedangkan modal awal sapi berasal dari bantuan sosial (Bansos) atau hibah CSR (Corporate Social Responsibility) dengan sistem bergulir. Pembiayaan menggunakan kredit program (KKPE, KUPS), belum pernah dilakukan oleh peternak anggota kelompok. Dari informasi bank pelaksana di Bojonegoro, hanya 20% dari peternak pengguna kredit program KKPE yang berhasil melunasi. Gagal bayar umumnya disebabkan oleh harga jual yang jatuh saat peternak menjual sapi untuk melunasi hutang yang jatuh tempo, atau sapinya mati karena sakit. n
5
BAB III ASPEK PEMASARAN
6
BAB III – Aspek teknis produksi
3.1. Aspek Pasar 3.1.1. Permintaan Permintaan sapi bakalan (sapi lepas sapih dari pengembangbiakan sapi) masih sangat tinggi, baik oleh peternak penggemukan rakyat (kereman) atau perusahaan (feedlotter) penghasil sapi siap potong atau peternak pembesaran sapi betina penghasil replacement stock. Peternak penggemukan masih kekurangan supply sapi bakalan lokal, seperti tercermin dari impor sapi bakalan yang masih tinggi. Tahun 2011 sapi bakalan yang diimpor mencapai 560.000 ekor, disamping impor daging beku sebanyak 93.000 ton (Media Indonesia, 2012). Permintaan sapi bibit/bakalan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan daging sapi nasional. Pertumbuhan penduduk, kesadaran pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan, serta peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong permintaan daging sapi ratarata 4,4% pertahun selama kurun waktu 2002-2012 (Ditjennak, diolah). Demikian juga program PSDS 2014 yang membatasi impor hanya 10% dari kebutuhan daging, memberi peluang pasar bagi peternak pengembangbiakan sapi lokal. 3.1.2. Penawaran Penawaran sapi bibit lokal masih terbatas, sehingga penawarannya belum sampai pada taraf persaingan. Pesaing utama adalah sapi impor dari Australia dan New Zealand. Namun penawaran sapi impor terkendala oleh kebijakan pemerintah dalam bentuk kuota dan tarif. Terkait dengan PSDS 2014, tahun 2012 pemerintah menetapkan kuota impor sapi hanya 283.000 ekor (Media Indonesia, 2012), meskipun akhirnya dikoreksi. Tahun 2014, impor sapi bakalan ditargetkan hanya sekitar 86.000 ekor. Tarif impor sebesar 5% ditetapkan pada impor daging sapi. Disamping kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi makro juga membatasi impor sapi bakalan. Nilai tukar rupiah yang semakin melemah, mengurangi minat importir karena harga sapi impor menjadi mahal. 3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Sekitar 90% peternak sapi pedaging dilakukan oleh peternak rakyat dengan skala 3-6 ekor. Sisanya 10%, merupakan peternak dengan jumlah pemeliharaan diatas 50 ekor, bahkan ada peternak perusahaan yang skalanya diatas 5.000 ekor. Impor bakalan (dan daging beku) yang tidak terkendali oleh perusahaan peternakan, dapat menyebabkan harga jatuh. Peternak perusahaan dominan menggunakan sapi bakalan impor untuk digemukkan. Agar biaya pengapalan dapat ditekan, maka impor sapi dilakukan dalam
7
BAB III – Aspek teknis produksi
jumlah besar (kapasitas kapal 1.200 ekor sapi). Impor sapi bakalan yang tidak terkendali, menyebabkan over supply sapi dalam negeri sehingga harga jual jatuh, dan berimbas pada peternak rakyat penggemukan, yang tidak dapat menunda waktu jual. Pada bulan-bulan tertentu, pada saat daya beli masyarakat rendah. Misalnya pada awal semester anak sekolah, konsumsi daging rumah tangga berkurang karena income lebih banyak dialokasikan untuk keperluan biaya sekolah (permintaan turun). Pada saat bersamaan banyak peternak yang melepas sapinya untuk keperluan biaya sekolah anak (suplai tinggi). Akibatnya harga jual sapi turun. Demikian juga jika musim hajatan berkurang (adat di Jawa Timur dan Jawa Tengah, selama bulan Muharam tidak boleh ada hajatan), permintaan daging sapi berkurang yang selanjutnya mendorong penurunanharga sapi. Peternak rakyat yang jumlahnya sangat banyak, memiliki posisi tawar yang lemah dalam menetapkan harga jual. Kasus yang sering dihadapi oleh peternak pengguna kredit KKPE (umumnya untuk sapi penggemukan) adalah, seolah-olah pedagang sapi mengetahui kapan jatuh tempo peternak harus membayar kredit KKPE. Pada saat jatuh tempo pasti akan ada penjualan sapi dalam jumlah besar (satu kelompok). Untuk memperoleh keuntungan lebih, pedagang akan menekan harga beli, yang kadang-kadang dapat membuat peternak rugi. Kajian Tim Centras (2010) di Rembang menemukan peternak penggemukan yang merugi akibat fluktuasi harga. Sapi bakalan 3 ekor yang dibeli dengan harga Rp18.000.000, setelah digemukkan selama 5 bulan, dijual seharga Rp15.000.000. Hal yang sama juga dikhawatirkan terjadi pada peternak pengembangbiakan apabila menggunakan kredit dengan sistem pembayaran jatuh tempo. Namun selama ini, dengan menggunakan modal sendiri, peternak pengembangbiakan dapat menunda penjualan anak sapi apabila harga sedang jatuh, sehingga tidak pernah terpengaruh oleh fluktuasi harga jual sapi potong pedaging. 3.2. Aspek Pemasaran Pemasaran sapi relatif mudah. Pedagang pengumpul (blantik) akan datang ke kandang untuk membeli ternak, kemudian dijual ke pedagang antar kota di pasar hewan setempat. Kegiatan pasar hewan di Bojonegoro dilakukan setiap 5 hari sekali dengan volume 10-15 ekor. 3.2.1. Harga Harga jual anak sapi tidak terpengaruh oleh over supply sapi siap potong (atau daging beku impor). Bahkan harganya cenderung meningkat dari tahun ketahun.
8
BAB III – Aspek teknis produksi
Pada saat penelitian, harga jual anak sapi umur 6 bulan Rp4,5 juta untuk jantan dan Rp4.000.000 untuk betina. Induk afkir (setelah 8 kali beranak) dijual dengan harga Rp8.000.000 per ekor. Menurut informasi peternak, harga jual pada saat hari raya Iedul Adha dapat lebih tinggi antara Rp500.000,00 sampai Rp1.000.000,00 per ekor dibandingkan harga normal. Bagi peternak pengembangbiakan, peternak dapat memilih saat yang tepat untuk menjual anak sapinya kepada peternak penggemukan. 3.2.2. Jalur Pemasaran Produk Jalur pemasaran anak sapi yang dihasilkan oleh peternak rakyat, merupakan bagian dari rantai pemasaran (supply chain) daging sapi. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1, pemasaran anak sapi melibatkan pedagang pengumpul (blantik). Jalur pemasaran sapi bibit, sekaligus menunjukkan mekanisme transmisi harga, dan jeda waktu (time lag) respon harga sapi di tingkat peternak, akibat adanya perubahan permintaan daging sapi oleh konsumen, atau akibat impor sapi bakalan (daging beku) yang tidak terkendali.
Gambar 3.1. Rantai Distribusi Sapi Bibit Sampai Konsumen
9
BAB III – Aspek teknis produksi
Gambar 3.2 menunjukkan fluktuasi jumlah sapi bakalan yang diimpor. Ketika impor bakalan tinggi, menyebabkan terjadinya over supply di dalam negeri, yang selanjutnya berdampak pada turunnya harga sapi. Tahun 2009, harga sapi di tingkat peternak turun dari Rp25.000 menjadi Rp20.000 per kg hidup. Penurunan harga diduga akibat impor sapi bakalan tahun 2009 yang jumlahnya paling tinggi dibandingkan tahun-tahun lainnya (Gambar 3.2.)
Sumber: Meat and Livestock, Australia
Gambar 3.2. Pertumbuhan Impor Sapi Bakalan
3.2.3. Kendala Pemasaran Secara umum, kendala utama pemasaran sapi bibit adalah fluktuasi harga. Selain disebabkan oleh impor daging/sapi bakalan, fluktuasi harga juga disebabkan oleh perilaku konsumsi masyarakat dan kebutuhan uang cash peternak.
Sumber: Puslitbangdagri, Kemendag (2010)
Gambar 3.3. Fluktuasi Harga Daging Sapi Bulanan
10
BAB III – Aspek teknis produksi
Pada Gambar 3.3 ditunjukkan fluktuasi harga daging sapi periode 20072010. Harga puncak terjadi saat konsumsi daging sapi tinggi yaitu Iedul Fitri, yang dilanjutkan Idul Adha satu bulan berikutnya untuk kebutuhan hewan kurban. Namun pada bulan sebelum Iedul Fitri dan Iedul Adha (sekitar Juli) merupakan posisi harga daging sapi terendah, diduga disebabkan banyak peternak yang melepas sapinya untuk membiayai sekolah. Peternak dapat menghindari kendala tersebut dengan menunda waktu penjualan, menunggu harga tinggi. n
11
BAB IV ASPEK TEKNIS BUDIDAYA
12
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4.1. Deskripsi Usaha Usaha pengembangbiakan sapi dalam penelitian ini merupakan usaha kecil menengah dengan total investasi antara Rp500.000.000 sampai Rp1.000.000.000 dan dilaksanakan berbasis pada pengelolaan atau manajemen kelompok pada satu kandang koloni. Kepemilikan sapi induk tiap peternak relatif kecil, berkisar 2-6 ekor sapi induk (rata-rata 4 ekor), sehingga pengelolaan secara berkelompok dapat memanfaatkan sumberdaya secara efisien. 4.2. Lokasi Usaha Lokasi usaha pengembangbiakan sapi berada di Kabupaten Bojonegoro, yang merupakan daerah pertanian penghasilpakan berupa hijauan limbah pertanian (jerami padi, jagung, kedelai) dan limbah agroindustri (dedak). Lokasi kandang dekat dengan sumber air dan mudah dijangkau untuk kepentingan pembinaan dan pemantauan. 4.3. Faktor Produksi Faktor produksi usaha pengembangbiakan sapi meliputi induk bibit, semen (dari menyewa pejantan), kandang, peralatan, pakan, vitamin/feed supplement dan obat-obatan. Induk bibit diperoleh peternak dari pasar hewan atau peternak tetangga. Perkawinan dilakukan secara alami (inkainduk kawin alam), menggunakan pejantan lokal yang disewa dari peternak tetangga dengan membayar Rp50.000 per kebuntingan. Kandang dibangun menggunakan dana dari anggota kelompok, diatas lahan milik salah seorang anggota kelompok. Peralatan yang diperlukan oleh peternak terdiri dari ember air minum, sabit, sekop, dan kereta dorong untuk mendistribusikan pakan. Semua peralatan tersebut dapat diperoleh di toko di sekitar lokasi. Pakan berupa limbah pertanian diperoleh dengan sistem barter dengan pupuk kandang, ditambah dengan rumput lapang hasil mengarit, serta pakan tambahan (berupa dedak) yang dibeli dari pedagang di sekitar lokasi. Untuk mengantisipasi kekurangan pakan pada musim kemarau, peternak membuat gudang tempat menyimpan jerami kering. Bila masih terjadi kekurangan, kelompok peternak membeli limbah jerami padi dari daerah lain menggunakan truk. Pakan tambahan atau feed supplement diberikan pada induk sapi. Obatobatan yang rutin digunakan adalah obat cacing untuk seluruh sapi induk dan
13
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
anak (4 kali per tahun) dan obat kutu (caplak). Feed supplement dan obat-obatan diperoleh dari distributor di sekitar lokasi. 4.4. Tenaga Kerja Pada usaha pembiakan sapi, seluruhnya menggunakan tenaga kerja keluarga yang terdiri dari peternak (kepala keluarga), dibantu oleh istri dan anaknya. Tenaga kerja terutama digunakan untuk mencari pakan hijauan (rumput lapang dan limbah pertanian). Kegiatan tenaga kerja lainnya yaitu mencakup kegiatan memberi pakan/minum, membersihkan kandang, dan memandikan sapi. 4.5. TEKNOLOGI Pengembangbiakan sapi tidak memerlukan teknologi tinggi. Kemampuan merawat induk dan anak sudah dikuasai oleh setiap peternak anggota. Teknologi yang perlu mendapat perhatian lebih adalah recording silsilah induk dan pejantan untuk menghindari inbreeding. Jika terjadi inbreeding bibit/bakalan sapi yang dihasilkan kualitasnya rendah, yang dapat mengakibatkan infertil induk atau anak sapi yang dihasilkan. Melalui recording, kasus inbreeding dapat dihindari, karena ada 4 pejantan yang dapat disewa di lokasi tersebut. Teknologi pengolahan pakan (seperti amoniasi jerami padi) untuk meningkatkan kualitas nutrisi juga sudah dikuasai peternak, hanya perlu dorongan agar peternak mau menerapkannya. 4.6. PROSES PRODUKSI Proses produksi pengembangbiakan sapi potong melibatkan kegiatan manajemen pemeliharaan, pakan dan reproduksi. A. Manajemen Pemeliharaan 1. Kandang harus memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan hewan untuk mencegah kematian sapi. Konstruksi kandang kuat, dari bahan yang ekonomis, sirkulasi udara dan sinar matahari cukup, drainase dan saluran pembuangan limbah mudah dibersihkan, lokasi kandang mudah diakses, dekat sumber air, tidak mengganggu lingkungan, tidak tergenang saat hujan, serta memiliki tempat pakan dan minum. 2. Di area kandang tersedia kandang jepit (untuk pemeriksaan kesehatan hewan dan pelaksanaan kawin alam), serta tempat pengolahan limbah. 3. Melaksanakan biosecurity (tindakan pertahanan untuk pengendalian wabah penyakit dan mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan yang tertular agar penyakit tidak menyebar).
14
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4. Memberi feed supplement, obat dan/atau vaksinasi serta pemeriksaan kesehatan hewan dan kesehatan reproduksi secara berkala. B. Pakan 1. Pemberian pakan mengikuti standar kebutuhan ternak sesuai dengan status fisiologis ternak disesuaikan dengan berat badan dan kondisi ternak. Minimum pakan hijauan campuran (rumput + legume) 10% dari berat badan ternak serta penambahan pakan penguat atau konsentrat. 2. Satu bulan sebelum melahirkan hingga tiga bulan setelah melahirkan, induk diberi tambahan konsentrat 2 kg/ekor/hari. 3. Pedet yang lahir wajib diberikan kolostrum selambat-lambatnya 1 jam setelah lahir. Pedet mulai lahir hingga umur 1 bulan diperhatikan kecukupan susu, air minum dan pakan. Pakan konsentrat diberikan kepada pedet 0,5 kg/ekor/hari selama 3 bulan. C. Reproduksi 1. Pencatatan (Recording), dilaksanakan oleh masing-masing peternak dan recorder pada kartu ternak dan buku registrasi ternak. Data yang dicatat meliputi: (1) nomor identifikasi ternak, (2) tetua (induk dan bapak), (3) kelahiran (tanggal, berat lahir dan jenis kelamin), (4) penyapihan (tanggal, berat sapih), (5) perkawinan (tanggal kawin dan pejantan), (6) status kesehatan (penyakit, vaksinasi, pengobatan dan reproduksi), dan mutasi ternak. 2. Perkawinan ternakdilakukan dalam satu rumpun (straight breeding) dan mencegah perkawinan dengan kerabat dekat (inbreeding). Perkawinan dilakukan dengan Kawin Alam (Inka). 3. Seleksi untuk memilih calon induk dan calon pejantan. Ternak induk memiliki status reproduksi yang normal; bebas penyakit Brucelosis, telah divaksinasi Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) dan Bovine Viral Diarrhea (BVD); tidak cacat dan mempunyai bobot sapih umur 3 bulan (weaning weight ratio) di atas rata-rata; serta memiliki Body Condition Score (BCS) 2,5-3,5. Calon pejantan memiliki status reproduksi yang normal, bebas penyakit Brucelosis, telah divaksinasi IBR dan BVD, memiliki bobot umur 3 bulan, 365 hari dan 2 tahun di atas rata-rata, pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-rata, serta memiliki libido dan kualitas sperma baik. 4.7. JUMLAH DAN JENIS ANAK SAPI HASIL PENGEMBANGBIAKAN Peternak pengembangbiakan menghasilkan anak sapi yang dijual umur 3-6 bulan. Jenis kelamin sapi dan berat badan menentukan harga. Harga jual anak sapi jantan lebih tinggi dibandingkan anak betina, karena persentase karkas sapi betina lebih kecil (sapi betina lebih banyak jeroan). Jumlah anak sapi yang
15
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
dihasilkan dari satu ekor induk adalah satu ekor per tahun, dengan komposisi anak betina dan anak jantan 50%:50%. Tingkat kematian anak 5% dari kelahiran. 4.8. PRODUKSI OPTIMUM Hasil survey di Bojonegoro mengungkapkan bahwa anak sapi layak dijual ketika berumur 3-6 bulan. Oleh sebab itu dalam skim pembiayaan ini dilakukan analisis lebih lanjut untuk memproduksi anak sapi sampai usia tersebut diatas. Skala usaha pengembangbiakan adalah kelompok peternak dengan anggota 10 peternak, masing-masing memelihara 4 ekor sapi induk, atau secara keseluruhan skala usahanya 40 ekor induk. 4.9. KENDALA PRODUKSI Kendala yang dihadapi peternak dalam melakukan usahanya adalah kontinuitas ketersediaan pakan, kualitas induk dan pejantan, kematian sapi akibat penyakit, serta pencurian ternak. Kekurangan pakan sering terjadi pada musim kemarau. Sapi induk yang kekurangan pakan akan sulit bunting, atau keguguran sehingga produksi anak terhambat. Banyaknya sapi hasil IB dengan sapi impor (cross breed) dapat menyulitkan peternak memperoleh induk yang memiliki fertilitas tinggi. Induk hasil cross breed, cenderung infertil, meskipun memiliki perdagingan yang bagus. Keterbatasan pejantan unggul untuk kawin alam, juga menyulitkan perternak untuk memperoleh keturunan yang berkualitas tanpa terjadinya inbreeding. Penyakit yang dapat menyebabkan kematian dan pencurian ternak, mengakibatkan kerugian besar bagi peternak, bahkan dapat berakibat pada gagal bayar jika menggunakan modal kredit. Kementerian Pertanian baru-baru ini telah meluncurkan skema Asuransi Ternak Sapiuntuk melindungi kerugian akibat ternak mati atau dicuri. n
16
Halaman ini sengaja dikosongkan
17
BAB V ASPEK KEUANGAN
18
BAB V – ASPEK Keuangan
5.1. Pemilihan Pola Usaha Pembiayaan Syariah Pembiayaan syariah menggunakan akad murabahah. Menurut Syafi’i (2007) murabahah adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama (fixed mark-up profit). Harga mark-up ini bukan dihubungkan dengan penundaan pembayaran, karena jika pihak yang didanai mengalami default pada saat jatuh tempo maka jumlah yang harus dibayar tetap sama. Mark-up sebagai tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik dana berkaitan dengan jasanya dalam memperoleh barang dan risiko yang dihadapi dalam upaya perolehan tersebut. Pada kerjasama pengembangbiakan sapi, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menjual sarana produksi peternakan (sapronak) yaitu sapi induk dan biaya operasional selama 2 tahun (pakan konsentrat, dan obat-obatan) kepada peternak dengan sistem bayar angsur. LKS memberitahukan kepada peternak, seluruh harga pembelian sapronak. LKS mengambil margin keuntungan (mark up profit) sebesar 20%, yaitu nilai maksimum yang disepakati oleh dewan syariah, dan tidak dipengaruhi oleh lama periode mencicil. 5.2. Asumsi dan Parameter dalam Analisis Keuangan Asumsi dan parameter analisis keuangan didasarkan pada hasil wawancara dengan anggota kelompok peternak sapi potong di Bojonegoro. Usaha pengembangbiakan sapi menghasilkan anak sapi lepas sapih umur 3 sampai 6 bulan. Selang beranak sapi 12 bulan, dengan manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan induk yang baik. Kawin alam dengan pejantan lokal dipilih untuk mempertahankan kemurnian bangsa. Kasus yang terjadi di Jawa Timur, banyak induk keturunan cross breed yang majir. Asumsi untuk analisis keuangan seperti ditunjukkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Asumsi Dalam Analisis Keuangan
19
BAB V – ASPEK Keuangan
Keterangan : Dengan kawin alam selang beranak 12 bulan (bunting 9 bulan, nifas 2 bulan, masa
kering 1 bulan). Sapi majir atau tidak dapat merawat anak (maternality kurang),
segera diganti dengan induk baru
5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional Dalam kegiatan usaha pengembangbiakan sapi pedaging, komponen biaya untuk analisis kelayakan dibedakan menjadi 2, yaitu biaya investasi dan dan biaya modal kerja. Biaya investasi adalah komponen biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan peralatan budidaya dan pembelian bibit sapi. Sedangkan biaya modal kerja atau biaya operasional merupakan gabungan dari biaya tetap (yang diperhitungkan setiap siklus pengembangbiakan) dan biaya variabel. 5.3.1. Biaya Investasi Biaya investasi yang dibutuhkan pada tahap awal usaha pengembangbiakan sapi potong adalah pembuatan kandang, peralatan dan pembelian bibit seperti ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Komponen dan Struktur Biaya Investasi Pengembangbiakan Sapi
20
BAB V – ASPEK Keuangan
5.3.2. Pembiayaan Operasional Salah satu komponen biaya operasional adalah kebutuhan biaya variabel yang dalam usaha ini terdiri dari upah mencari pakan dan memelihara sapi, pakan konsentrat untuk induk, pakan tambahan untuk pedet, kesehatan, sewa pejantan untuk kawin alam, dan replacement stock induk (Tabel 5.3).
Tabel 5.3. Biaya Variabel Pengembangbiakan Sapi Pedaging
Biaya tetap terdiri dari biaya listrik, perbaikan kandang, serta biaya lainnya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.4 Biaya pengelolaan tidak dimasukkan dalam biaya tetap karena masing-masing peternak mengelola sapi yang dimilikinya (rata-rata 4 ekor per orang).
Tabel 5.4 Kebutuhan Biaya Tetap (Rp)
5.4. Sumber Pembiayaan Investasi dan modal usaha pengembangbiakan sapi bersumber dari LKS dan peternak. Peternak membiayai pembuatan kandang senilai Rp63.000.000,00 dan pembelian peralatan senilai Rp2.600.000,00. Lahan untuk kandang merupakan pinjaman dari salah satu anggota kelompok. LKS menyediakan
21
BAB V – ASPEK Keuangan
induk sapi bunting 1 bulan sebanyak 40 ekor (senilai Rp 400.000.000), kebutuhan pakan, obat-obatan serta kebutuhan operasional lain selama 2 tahun (senilai Rp 112.040.000,00). Induk sapi dan kebutuhan operasional selama 2 tahun dijual kepada peternak dengan margin keuntungan sebesar 20%, tanpa mempertimbangkan lamanya periode pengembalian. Secara rinci sumber pembiayaan murabahah ditunjukkan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Sumber Pembiayaan (Rp)
5.5. Produksi dan Pendapatan Produksi pengembangbiakan sapi sesuai dengan asumsi produktivitas sebesar 1 (satu) ekor anak/tahun per ekor induk. Peternak lebih menyukai penjualan anak karena perputaran modal cepat. Harga anak sapi lepas sapih mencapai Rp4.500.000/ekor jantan, sedangkan betina Rp4.000.000/ekor. Sebagai sumber tambahan pendapatan adalah produksi pupuk tanpa diolah (kohe), sehingga tidak memerlukan biaya investasi. Produksi pupuk sebesar 10 kg per ekor induk per hari. Selain itu juga terdapat induk afkir, yang dijual tunai setiap saat. Produksi dan pendapatan disajikan pada Tabel 5.56 Pada tahun pertama belum ada anak sapi yang dijual, karena belum ada yang lahir (induk sedang bunting).
22
BAB V – ASPEK Keuangan
Tabel 5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Pengembangbiakan Sapi
Keterangan
• Tahun pertama anak baru lahir belum bisa dijual
• Tahun ke 8 seluruh induk di kandang menjadi penerimaan non tunai peternak
23
BAB V – ASPEK Keuangan
5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Event Point Proyeksi laba-rugi usaha pengembangbiakan sapi potong selama 8 tahun usaha disajikan pada Tabel 5.7. Pada tahun pertama penerimaan masih lebih kecil dibandingkan pengeluaran, karena belum ada anak sapi yang dijual. Cicilan murabahah dimulai bulan ke 12, dari penjualan sapi afkir (induk majir atau maternality rendah). Tahun ke-2 sampai ke-7 memiliki struktur arus kas yang sama dan tahun 8 ada tambahan inflow berupa nilai sapi yang diperhitungkan. Murabahah lunas pada Tahun ke-6 lebih 8 bulan (lampiran 6), sehingga pada tahun ke-7 tidak ada cicilan karena margin murabahah pun sudah lunas.
Tabel 5.7. Analisa Laba-Rugi Usaha Pengembangbiakan Sapi
5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Usaha Secara umum arus kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan pedet setiap tahun. Cash flow disajikan pada Lampiran 8. Selanjutnya berdasarkan cash flow tersebut ditentukan nilai indikator kelayakan finansial yang meliputi Internal Rate of Return (IRR), Benefit-Cost (B/C) Ratio, dilengkapi juga Payback Period. Analisis NPV (Net Present Value) seperti yang biasa dilakukan pada analisis finansial konvensional, tidak dilakukan pada murabahah, karena tidak ada bunga pinjaman. Margin murabahah (sebesar 20%) juga tidak berubah dengan lamanya angsuran. Demikian juga dalam menghitung B/C ratio dan payback period, tidak digunakan discount factor (discount factor nilainya selalu 1 pada
24
BAB V – ASPEK Keuangan
semua tahun terjadinya cash flow). Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari hasil analisis, seluruh kriteria finansial memenuhi standar kelayakan.
Tabel 5.8. Kriteria Kelayakan Usaha Pengembangbiakan Sapi Kelompok Ternak
6.
5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha jika ada perubahan harga sarana produksi dan harga jual sapi. Dalam kasus ini analisis sensitivitas dilakukan jika terdapat peningkatan biaya operasional (input variabel dan input tetap) sebesar 25%, serta adanya penurunan penerimaan sebesar 10%. Selain itu diperhitungkan pula analisis sensitivitas kombinasi peningkatan biaya operasional sebesar 5% dan penurunan penerimaan 5%.
Tabel 5.9. Sensitivitas Kelayakan Usaha Pengembangbiakan Sapi
Hasil analisis sensitivitas secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9 hingga Lampiran 11, dan secara ringkas ditampilkan pada Tanel 5.9. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa peningkatan biaya operasional 25%, penurunan penerimaan 10% atau kombinasi penurunan penerimaan dengan
25
BAB V – ASPEK Keuangan
peningkatan biaya operasional masing-masing 5%, seluruhnya masih layak, karena memenuhi kriteria pelunasan murabahah kurang dari 8 tahun, IRR (lebih besar dari suku bunga KUPS), Net B/C lebih besar dari 1 dan pay back period kurang dari 8 tahun. Pelunasan murabahah berbeda dengan pay back period. Pelunasan murabahah adalah pembayaran pengadaan sapi induk input operasional selama 2 tahun ditambah dengan margin (20%). Sedangkan payback period, adalah pengembalian investasi usaha yang terdiri dari biaya yang dikeluarkan oleh LKS (sebelum ditambah margin) dengan biaya yang diinvestasikan oleh peternak. 5.9. Simulasi dengan Angsuran per Semester Kendala utama memperoleh cash inflow dari penjualan anak sapi hasil pengembangbiakan adalah fluktuasi harga sapi. Peternak akan terbantu apabila schedule angsuran dibuat lebih longgar, dalam hal ini angsuran dibayar per semester atau 2 kali dalam satu tahun. Dengan interval waktu angsuran yang relatif panjang, peternak dapat leluasa memilih waktu yang tepat menjual sapinya agar memperoleh harga jual tinggi. Reschedule angsuran dari per bulan menjadi per semester, tidak akan mengubah cash flow, karena inflow dan outflow merupakan akumulasi tiap tahun (12 bulan atau 2 semester). Sehingga nilai IRR, B/C rasio, dan pay back period tetap sama antara angsuran bulanan maupun angsuran semesteran. Perbedaannya hanya di margin murabahah, dan lama pelunasan. Tabel 5.10 menunjukkan margin murabahah yang ditetapkan berdasarkan skema kredit KUPS dan kredit komersial, menggunakan angsuran semester.
Tabel 5.10. Margin Murabahah dengan Skema Angsuran per Semester
1. Lampiran 4;
2. Lampiran 12;
3. Lampiran 13
Lama angsuran dengan margin murabahah berdasarkan suku bunga komersial (14%), selama 8 semester. Jika ditambah dengan grace period, maka pinjaman akan lunas setelah 5 tahun sejak dimulainya usaha
26
BAB V – ASPEK Keuangan
pengembangbiakan. Bahkan dengan skema kredit KUPS (suku bunga yang dibayar peternak 5%), dapat lunas setelah 9 semester atau 4,5 tahun usaha. Jadwal angsuran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13. 5.10. Kendala Keuangan Pengembangbiakan sapi menghasilkan anak setahun sekali, sementara biaya pemeliharaan dikeluarkan setiap hari. Di sisi lain angsuran pembayaran murabahah, dengan grace period 11 bulan dapat mengganggu cash flow LKS lembaga keuangan. Perbedaan waktu antara penerimaan peternak, dan tuntutan cash flow lembaga keuangan syariah, menjadi kendala dalam pelaksanaan kerjasama murabahah. Kendala lainnya adalah fluktuasi harga jual sapi. Apabila digunakan sistem jatuh tempo yang sangat ketat, peternak tidak bisa menunda penjualan meskipun harga sedang jatuh. Akibatnya penerimaan peternak yang relatif kecil tidak mencukupi untuk mengembalikan pinjaman LKS. n
27
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
28
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial dari aspek ekonomi, pengembangan usaha pengembangbiakan sapi dapat menghemat devisa karena impor sapi bakalan berkurang, meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan sumber pendapatan asli daerah melalui retribusi lalu lintas ternak, dan penggerak sektor terkait dari sisi hulu (penyedia sarana produksi peternakan sapi), maupun sisi hilir (peternak penggemukan, pertanian organik) melalui multiplier effect. Dari aspek sosial usaha pengembangbiakan sapi dapat menyerap tenaga kerja, menyediakan hewan qurban bagi umat muslim, serta menyediakan pangan sumber protein hewani untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. 6.2. Dampak Lingkungan Dari segi lingkungan, sapi potong berkontribusi dalam mempertahankan kesuburan lahan pertanian melalui pupuk organik yang dihasilkan. Satu ekor sapi dewasa selama satu tahun menghasilkan pupuk organik dengan kandungan unsur Nitrogen 35,59 kg (setara 89 kg urea), phopor (P) 8,21 kg, kalium (K) 16,42 kg, calsium (Ca) 6,57 kg, magnesium (Mg) 5,48 kg, sulfur 4,93 kg dan besi (Fe) 0,22 kg (Merkel, 1982). Jumlah tersebut cukup untuk mendukung sustainable agriculture pada lahan seluas 0,5 ha. Pupuk organik yang dihasilkan sapi juga dapat mengurangi penggunakan pupuk anorganik, sehingga tercipta lingkungan yang lebih sehat dan bersih yang dapat mendukung terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development program). n
29
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
30
Komoditi PAdi | Peningkatan BAB VII – Kesimpulan Akses Pemasaran dan saran
7.1. Kesimpulan usaha pengembangbiakan sapi pedaging yang memproduksi anak sapi sampai umur lepas sapi (3-6 bulan), apabila diproduksi mengacu pada prosedur pengembangbiakan sapi pedaging, memiliki prospek atau peluang usaha yang tinggi. Usaha tersebut dapat diarahkan sebagai unit bisnis secara berkelompok yang mampu meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai tambah bagi peternak sapi potong. Berdasarkan kajian pola pembiayaan usaha pengembangbiakan sapi potong tersebut dapat disimpulkan beberapa hal penting, yaitu: a. Usaha pengembangbiakan sapi pedaging skala 40 ekor induk yang dilaksanakan kelompok usaha tani/UKM dengan jumlah anggota berkisar 10 orang merupakan usaha yang layak secara teknis dan finansial untuk diberikan skim pembiayaan murabahah terutama untuk pembiayaan modal usaha, baik pengadaan sapi, investasi maupun modal kerja. b. Usaha pengembangbiakan sapi pedaging skala 40 ekor induk, memerlukan dana murabahah sebesar Rp512.040.000 untuk membiayai pembelian induk sapi dan biaya operasional selama 2 tahun. Lahan, kandang dan peralatan kandang disediakan oleh peternak. c. Margin keuntungan murabahah yang diterima LKS sebesar 20%, peternak mulai mencicil (grace period) setelah usaha berjalan 11 bulan. Bulan ke-12 peternak sudah dapat mengangsur dari penjualan pupuk kandang dan sapi afkir (atau majir atau maternality-nya rendah). d. Jangka waktu pelunasan murabahah 8 tahun, IRR 14,81 persen, net benefit/ cost rasio 2,2, dan pay back period 5,74 tahun. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha budidaya pengembangbiakan sapi potong selama masa proyeksi layak untuk dilaksanakan. e. Kenaikan biaya operasional 25%, atau penurunan penerimaan sebesar 10%, usaha pengembangbiakan sapi pedaging masih dapat dilakukan. f. Usaha budidaya pengembangbiakan sapi memiliki dampak positif. Dari sisi ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, maupun menggerakkan sektor ekonomi lain melalui multiplier effect. Dari sisi sosial, pengembangbiakan ikut membantu pemerintah menyediakan pangan sumber protein, membantu umat Islam dalam menyediakan hewan qurban, dan menyerap tenaga kerja. Dari sisi lingkungan, feces dan urine sapi mengembalikan kesuburan lahan.
31
BAB VII – Kesimpulan dan saran
7.2. Saran Dalam upaya pengembangan usaha pengembangbiakan sapi pedaging, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Peternak perlu mendapatan pemahaman tentang pengembangbiakan melalui Inseminasi Buatan (IB) dengan semen sapi impor (cross breed). Keturunan cross breed harus diawasi hanya sampai F1, karena dapat mengganggu fertilitas populasi induk. b. Peningkatan pendapatan peternak, masih dapat ditingkatkan melalui pencegahan kematian induk dan anak akibat penyakit, melalui pemberian vaksin dan menjaga kebersihan kandang. c. Pemerintah dan lembaga pembiayaan diharapkan dapat menciptakan skemaskema pembiayaan yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan peternak, seperti musyarokah atau murabahah. n
32
Halaman ini sengaja dikosongkan
33
INFO UMKM
INFO INF UMKM PADA WEBSITE BANK INDONESIA FO UMKM M PADA WEBSITTE BANK INDONESIA http://jktbiwfe/id/umkm/Default.aspx htttp://jktbiwffe/id/umkm m/Default.asspx
INFFO UMKM M PADA WEBSITTE BANK INDONESIA htttp://jktbiwffe/id/umkm m/Default.asspx
pada website Bank Indonesia www.bi.go.id terdapat minisite Info UMKM yang o.idterdapa Padaweb bsite Ba ank informasi Ind donesia www.bi.go atminisite Inffo simulasi UM MKM yang menyediakan terkait pengembangan UMKM, termasuk pola menyedia akaninforma an www.bi.go UMKM, ,termasuksim mulasipolap (lending Padaweb bsite asiterkaitpe Ba ank engembanga Ind donesia o.idterdapa atminisite Inffo embiayaan UM MKMyang pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah sebagaimana dicantumkan model)usa aha kecil meenengahseb bagaimanad dicantumkan ndalambuku uini. menyedia akaninforma engembanga an UMKM, ,termasuksim mulasipolap embiayaan (lending dalam buku ini. asiterkaitpe model)usa aha kecil meenengahseb bagaimanad dicantumkanndalambukuuini.
meenu informa asi yang terssediapadaInfo I UMKM M Beberapa menuBeeberapa informasi yang tersedia pada Info UMKM
Info Beeberapa meenu informa asi yang terssediapadaInfo I UMKM M UMKKM TenttangLayananIIni > KoordinasidanKe erjasama
Info UMK KM
> Konssultasi Usaha
Tent tangLayananI ∨ Kela ayakan Usaha a Ini > KooKomoditiUng rdinasidanKe erjasama ggulan > Kons sultasi Usaha PolaPembia ayaan ∨ Kela ayakan Usaha a SistemPenun njangKeputu sanUntukInve estasi
KomoditiUng ggulan
PolaPembia ayaan > Dattabase Profil UMKM > Kre edit UMKM SistemPenunnjangKeputu
sanUntukInve estasi > Kisa ahSuksesPemb biayaan > Pennelitian >> Dat ta tabase KomoditiProfil Dat
UMKM
k Web UMKM M > Link Kre edit UMKM
> Kisa ahSuksesPemb biayaan
34
> Pennelitian > Datta Komoditi
INFO UMKM
POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH PenelitianlengkapPOLA
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Penelitian POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) oleh Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info USAHA UMKM:KECIL MENENGAHlengkap MENENGAH oleh Bank Indonesia dapat diunduh pada Info UMKM: http://www. http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx OLA PEMBIAYAAN ( LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx (Menu: P Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan) (Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan). PenelitianlengkapPOLA
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info UMKM: MENENGAHoleh SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) (Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)
Beberapa pola pembiayaan pembiayaan (lending kecil menengah tersebut Beberapa pola (lending model)model) usaha usaha kecil menengah tersebut dapat dapat disimulasikan secaradan interaktif dinamis dengan aplikasi SPKUIpada Info SPKUI UMKM:pada disimulasikansecara interaktif dinamisdan denganaplikasi Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui http://www.bi.go.id/spkui SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Keputusan Untuk Investasi)Untuk Investasi). Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat disimulasikansecara interaktif dan dinamis denganaplikasiSPKUIpada Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi)
n Simulasi Simulasi SPKUI SPKUI dilakukan dengan mengakses menu yang tersedia secara bertahap, yaitusecara dilakukan dengansub mengakses sub menu yang tersedia
Home
bertahap, Komoditi yaitu Sumber Dana Asumsi dengan BiayaInv Simulasi SPKUI dilakukan mengaksesBiaya Ops sub menu yang tersedia secaraR/L bertahap,ArusKas yaitu
Home
Komoditi
Asumsi
BiayaInv
Biaya Ops
Sumber Dana
R/L
ArusKas
Kelayakan
Kelayakan
Setiap pengguna SPKUI dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan n Setiap pengguna usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap variabel/parameter yang melakukan simulasi perhitungan Setiap pengguna SPKUISPKUI dapat dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan analisis terdapat pada Tabel Asumsi Usaha,perubahan Tabel Biaya Investasi Usahavariabel/parameter dan Tabel Biayayang Operasi usaha/proyek dengan melakukan (editing) terhadap kelayakan usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap Usaha, untuk pada disesuaikan dengan dan kondisi daerah pengguna terdapat Tabel Asumsi Usaha,situasi Tabel Biaya Investasi Usaha dandimana Tabel Biaya Operasiakan variabel/parameter yang terdapat pada Tabel Asumsi Biaya melaksanakan usahanya. Usaha, untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dimana Usaha, pengguna Tabel akan
Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam penentuan kelayakan Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi akan utama dalam penentuan kelayakan situasi dan kondisi daerah pengguna melaksanakan usahanya. suatu usaha dalam SPKUI, yaitu: dimana dalam SPKUI, yaitu: - suatu Net usaha Present Value (NPV), n Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam - Net Rate Present - Interest of Value Return(NPV), (IRR), - Interest Rate of Return (IRR), usaha dalam SPKUI, yaitu: penentuan kelayakan suatu - Net B/C, dan - Net B/C, dan - Net Present Value (NPV), - Payback Period (PBP). - Payback Period (PBP).
melaksanakan usahanya. Investasi Usaha dan Tabel Biaya Operasi Usaha, untuk disesuaikan dengan
- Interest Rate of Return (IRR), - Net B/C, dan - Payback Period (PBP).
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Daftar Pustaka
Antonio, M.S. 2007. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press. Depok Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Japan International Cooperation Agency. 2011. Himpunan Pedoman Teknis Pengembangan Ternak Sapi Potong di Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan dan JICA, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pengembangbiakan Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. ______, 2012. Statistik peternakan. Kementerian Pertanian RI. Jakarta Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Pedoman Teknis Kegiatan Operasional PSDS 2014. Kementerian Pertanian, Jakarta. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Pengembangbiakan Ternak. 2012. Pedoman Teknis Pengembangbiakan Sapi Potong Tahun 2012. Kementerian Pertanian, Jakarta. Meat and Livestock Australia. www.fao.org/es/esc/prices/CIWPQueryServlet [2 November 2012). Media Indonesia, 2012. Daging. http://www.mediaindonesia.com/ read/2012/08/11/ 250011/4/2/Indonesia-sudah-Swasembada-Daging [diakses 6 Agustus 2012] Merkel, J.A. 1982. Managing Livestock Wastes. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut, New York. Puslitbangdagri (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri). 2010. Kajian Preferensi Konsumen terhadap Daging Sapi dan Susu. Puslitbangdagri Kementrian Perdagangan RI. Jakarta. Sariubang, M., Tambing, S. N. 2000. Analisis Pola Usaha Pengembangbiakan Sapi Bali yang Dipelihara Secara Ekstensif dan Semi Intensif. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Gowa. Tim Centras, 2010. Kajian dan Pendampingan Masyarakat dalam Pengelolaan Pakan Ternak di Kabupaten Rembang. Kerjasama Bappeda Rembang dengan Centras, LPPM-IPB.
37
Lampiran
38
Lampiran
Lampiran 1. Asumsi untuk Analisis Keuangan
Keterangan : • Dengan kawin alam selang beranak 12 bulan (hamil 9 bulan, nifas 2 bulan, masa kering 1 bulan). Sapi majir atau tidak dapat merawat anak (maternality kurang), segera diganti dengan induk baru.
39
Lampiran
Lampiran 2. Komponen dan Struktur Biaya Investasi
Lampiran 3. Kebutuhan Biaya Operasional Pengembangbiakan Sapi Pedaging
E E
40
Lampiran
Lampiran 4. Sumber Pembiayaan
41
Lampiran
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Pengembangbiakan Sapi Pedaging
Tahun pertama anak baru lahir belum dapat dijual . Tahun ke-8 seluruh induk di kandang menjadi penerimaan non tunai peternak.
42
Lampiran
Lampiran 6. Angsuran Murabahan Peternak ke LKS Margin murabahan: 20% Rupiah
43
Lampiran 7. Analisa Laba-Rugi Usaha Pengembangbiakan Sapi Pedaging Rupiah
Lampiran
44
Lampiran 8. Arus Kas Usaha Pengembangbiakan Sapi Pedaging Rupiah
Lampiran
45
Lampiran 9. Analisis Sensitivitas Kelayakan Jika Biaya Operasional Naik 25% Rupiah
Lampiran
46
Lampiran 10. Sensitivitas Kelayakan Jika Harga Penjualan Turun 10% Rupiah
Lampiran
47
Lampiran 11. Sensitivitas Kelayakan Jika Biaya Operasional Naik 5% dan Harga Penjualan Turun 5% Rupiah
Lampiran
48
Lampiran
Lampiran 12. Angsuran per Semester Margin Murabahah Setara KUPS Margin murabahan: setara 5% pertahun
Keterangan : Suku bunga KUPS, lunas pada semester ke-9. Mulai mencicil pada semester ke 3, margin murabahan Rp61.440.075 (12% dari nilai barang).
Lampiran 13. Angsuran per Semester Margin Murabahan Setara Bunga Komersial Margin murabahan: setara 14% pertahun
Keterangan : Suku bunga komersial 14%, lunas pada semester ke-10. Mulai mencicil pada semester ke 3, margin murabahan Rp 215.487.410 (42,1% dari nilai barang).
49
Halaman ini sengaja dikosongkan
50
51
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH SYARIAH USAHA PENGEMBANGBIAKAN SAPI PEDAGING
DEPARTEMEN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10350 Telp. (021) 500 131 http://www.bi.go.id/id/umkm
52