RINGKASAN
DISERT ASI
i
Promosi Doktor Program Studi IImu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sabtu,29 September 2012
i
PENGELOLAAN LINGKUNGAN ALUR SUNGAI LERENG SELATAN GUNUNGAPI MERAPI DI DAERAH ISTIMEW A YOGY AKART A
I
Oleh: Darmakusuma Darmanto NIM 07I2S983S/SMU/324 Dewan Penguji Prof. Dr. Hartono. DEA.. DESS.
Ketua
Direktur Sekolah Pascasarjana UGM Prof. Dr. Sudarmadii. M.Eng.Sc
Anggota
Promotor/Fak. Geografi UGM Prof. Dr. Sutikno Ko-Promotor/ Fak. Geografi UGM Dr. Ing. Ir. Agus Marvono Ko-Promotor!
Anggota Anggota
Fak.Teknik UGM
Prof. Dr. S. Dialal Tandiung. M.Sc. Ketua Tim Penilai/Fak. Biologi UGM Prof. Dr. Ir. Chafid Fandeli. M.S. Anggota Tim Penilai/Fak. Dr. M. Baiquni. MA.
Anggota Anggota
Kehutanan UGM
Anggota Tim PenilailFak. Geografi UGM Prof. Dr. Totok Gunawan. M.S. Penguji / Fak. Geografi UGM Prof. Dr. Wurvadi. M.S. Penguji I Universitas Negeri Yogyakarta SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
Anggota Anggota Anggota
INTI SARI
Penelitian dengan judul "Pengelolaan Lingkungan Alur Sungai Lereng Selatan Gunungapi Merapi di Daerah lstimewa Yogyakarta" bertujuan: I) mengevaluasi besaran sedimen yang merubah fungsi alur sungai, 2) menganalisis dampak lingkungan alur sungai akibat pemanfaatan sedimen, air, dan lahan oleh penduduk, dan 3) mengembangkan evaluasi/arahan pengelolaan lingkungan alur sungai pada gunungapi aktif agar dapat meminimalkan dampak yang terjadi, sehingga fungsi alur sungai tetap optimal. Gunungapi Merapi merupakan salah satu yang teraktif di dunia, selain itu merupakan Taman Nasional yang mempunyai spesies vegetasi yang cukup banyak. Metode survei yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: melakukan per-siapan penentuan lokasi sampel penampang melintang dari ketiga sub DAS yaitu: Kali Boyong/Code, Kali Kuning, dan Kali GendollOpak; kemudian melakukan pengamatan dan pengukuran lapangan kondisi lingkungan fisik meliputi: geometri penampang melintang sungai, kedalaman dan lebar air sungai, diameter butir, berat jenis dan wama material sedimen, persentase bongkah; kondisi lingkungan biotik meliputi: jenis tanaman dan persentase tutupan vegetasi pada sempadan sungai; dan kondisi sosial ekonomi meliputi: jumlah KK, keluarga yang terlibat, penghasilan yang diperoleh, sosialisasi mengenai bahaya bencana sedimen, perlu adanya peraturan, serta pengukuran profil melintang sungai pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Selain itu juga mengumpulkan data dari instansi yang mempunyai data terkait dengan penambangan pasir dan batu. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan spasial-ekologis untuk masingmasing sub DAS maupun antar sub DAS. Hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini: I) material erupsi Merapi yang terus-menerus mengakibatkan perkembangan geometri alur-alur sungai menjadi tidak normal mengikuti kaidah ekologis, sehingga fungsi alur sungai sebagai: penyimpanan, penimbunan dan pengaliran air dan sedimen kurang optimal; 2) pemanfaatan alur sungai untuk air bersih, pertanian dan khususnya penambangan pasir, batu dan bongkah dapat dibuat tala ruangnya, sehingga mempermudah untuk mendapatkannya; selain itu pemanfaatan ini meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan PAD; 3) evaluasi/arahan pengelolaan pada sub DAS maupun alur sungai belum berkembang bahkan belum terlihat, sehingga diperlukan pengelolaan yang mendasarkan pada UURI 32 tahun 2009 dan memperhatikan karakteritik Gunungapi Merapi mengenai lahar dingin, awan panas, dan penduduk yang padat.
Kata kunci: Alur sungai, Gunungapi Merapi, Pengelolaan lingkungan, dan Daerah lstimewa Yogyakarta.
, I
3
2
I. LATARBELAKANG 1.1 Latar Belakang Isu lingkungan yang mendunia dewasa ini termasuk yang terjadi di Indonesia seperti degradasi lahan, pencemaran, bencana alam dan konflik sosial, merupakan dampak/akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang kurang bijaksana. Permasa-Iahan ini tidak mungkin dapat diselesaikan secara sektoral, tetapi harus menggunakan pendekatan terpadu. Ilmu lingkungan yang pokok kajiannya meliputi unsur abiotik, biotik dan sosial-budaya tentunya mempunyai kontribusi yang nyata dalam memecahkan per-masalahan lingkungan pada suatu wilayah, sehingga pendekatan ekologis merupakan salah satu yang dapat digunakan. Indonesia adalah salah satu Negara yang terletak pada jalur gunungapi lingkar Pasifik dan lintas Asia, sebanyak 129 gunungapi berada di wilayah Indonesia yang sekaligus meru-pakan Negara dengan jumlah gunungapi terbanyak di dunia (16%). Letusan gunungapi de-ngan aliran piroklastik, lava dan lahar seringkali menimbulkan bencana terhadap manusia, kerusakan lahan dan infrastruktur. Di sisi lain penduduk lebih memilih tetap tinggal dikawa-san gunungapi dibandingkan dengan bermukim di daerah lain yang lebih aman. Mereka sadar bahwa akibat dari kegiatan gunungapi dan tinggal di kawasan tersebut jiwanya terancam, tetapi mereka yakin bahwa kegiatan gunungapi juga membawa berkah yaitu kesuburan lahan (Agus Sumaryono, 2002). Hasil sedimen dari daerah aliran sungai (DAS) dapat ditentukan dengan pengukuran sedimen pada alur-alur sungainya, dilihat dari ukuran butir sedimen ke arah hilir ukurannya akan makin kecil. Oleh karena itu bila dikaitkan dengan pemanfaatan sedimen oleh masya-rakat sekitar, tentunya akan ada perbedaan kegiatan secara langsung maupun secara tidak langsung tergantung dari latar belakang dari penduduknya. Di daerah rawan bencana sedimen dan utamanya di alur-alur sungai yang produksi sedimennya kontinu atau selalu ada seperti Gunungapi Merapi, penambangan material Golongan C sangat banyak khususnya pasir dan batu yang potensial (Sutikno dkk, 2004). Jumlah material sedimen dari Merapi bervariasi antara 0,5 - 4,3 juta m3 dan tersebar menuju ke arah barat sampai tenggara mulai dari K.Senowo sampai dengan K.Woro (Ratdomopurbo dkk, 2000 dan 2006), sehingga diperlukan pengawasan agar keseimbangan alur sungai yang termasuk dalam daerah rawan bencana dari hulu ke hilir bisa terkendali. Peta kawasan rawan bencana yang lama (Hadisantono dkk, 2002) membagi wilayah menjadi: Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan rawan Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana I, dan Tahun 2005 dibuat peta baru yang merupakan revisi dari peta lama dan merubah pembagiannya menjadi: Zona Sangat Rentan , Zona Rentan, dan Zona Agak Rentan seperti pada Gambar 1.1. Gunungapi Merapi merupakan tipe andesit-basaltik terletak di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Puncak Merapi mem-punyai ketinggian sekitar 2986 meter dpal, aktivitas volkanik yang terus-menerus di kawah dan puncak Merapi mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seperti tercatat pada Tabel 1.I. Meskipun letusannya tergolong kecil dibanding gunungapi lainnya, tingkat bahayanya cukup tinggi karena adanya awan panas yang selalu menyertai erupsi dan populasi yang padat (Ratdomopurbo dkk, 2006).
Daerah Gunungapi Merapi ini dipilih sebagai daerah penelitian, antara lain disebabkan karena Gunungapi Merapi merupakan gunungapi yang termasuk aktif di dunia dan aliran lahar dingin yang melalui alur-alur sungai akhir-akhir ini mengarah ke bagian selatan yang merupakan wilayah yang padat penduduknya, sehingga wilayah ini dapat dikatakan daerah rawan bencana terutama di sekitar sungai-sungainya yang mendapatkan suplai material sedimen. Selain merupakan rawan bencana atau daerah bahaya, materialnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan galian golongan C untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di sekitar sungai. Lokasi yang merupakan pilihan tersebut meliputi Daerah Aliran PROYINSJ
~4W4
I"'oa_ .~"""AL IQ!IU!NTAMAN ~.UNU-"'"
nfolG"H KADUP';"tw;"
..,::;~-~~.>_..,..>.-,'-"" ..."""'.M ~G'"-/ ,._,-j',,"~/ )-,:';.:
GUNUNGAPI
80YOLAU'
:~
C"I"'IJO
'.,".~'-"
....-
, ~'/-:<"f.'"
\
,~~~- \I
;', '). ~:.,1 -',.,
-n
; N 1/ '.
,I,
Jj/
--!I 'J1"tIkem
,.
~II
\\'
t .''';!~~. '\ \1\i
u/- ~(
,7 /
',/
;
P'ftOV1N51 ~ DAaAAH lSnMEWA YOOY~ICARTA
\\:.. 1\} '\\ 'I ~
~ \
J
J
.-..-.---
---......._-
'\" 1CA8UPATtH
'. \~,
Y
.+
--~,,c::::J[::;::) --
~
ng~~" \ 1\ .. ~( I( ~)) ')\ ~ ~_, \\
.
-,-
{"* ". .J~( {..m."..
f/ fl' I r',\, i ;
MERAP1:
_"'_"_OOHy~... ~~,.,
KLATt"
"\
:::.~;~..:;-:
'\""'"
\. " "M,,".,
Gambar 1.1 Daerah Rawan Bencana Gunungapi
,
~ ,
~".
,,"""''"'''''"''.-........... "'_.~"._, n_.._._ ",.., r...-.__.....-._.__ "'~ '........
Merapi Tahun 2005
Sungai (DAS) Boyong, Kuning dan Gendol sampai batas pemanfaatan material sedimen di bagian hilirnya. Selain itu kawasan Gunungapi Merapi dinyatakan sebagai Taman Nasional karena mempunyai spesies vegetasi yang cukup banyak.
5 4
Tabell.l No. Urnt
Karakteritik Letusan Gunungapi Merapi (1961-2006)
Tahun
Jumlah Material
Arah Luncuran
Jarak Maksimum
Lahar /Awan
Material/Awan Panas
Luncuran (km)
Panas (Juta M') I
1961
42.4
Barat Daya
6.5
2
1967-1969
10.8
Barat - Barat Daya
7
3
1984
4.5
Barat Daya
7
4
1992
2
Barat Daya
4.5
5
1994
2.6
Barat Daya - Selatan
I.5
6
1997
2
Barat Daya - Selatan
6
7
1998
8.8
Barat - Barat Daya
6
8
2001
1
Barat - Barat Daya
6
9
2006
2.5
Barat Daya - Selatan
7
10
2010
(50)
Barat Selatan
-
(15)
Sumber: Ratdomopurbo dkk,(2006)
Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: I. Seberapa besar material dari Gunungapi Merapi mempengaruhi fungsi alur-alur sungai di bagian lereng selatan. 2. Seberapa besar jumlah pemanfaatan sedimen yang mengakibatkan dampak lingkungan terhadap fungsi alur-alur sungai. 3. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang perlu dilakukan pada alur-alur sungai agar dapat meminimalkan dampak lingkungan. Keaslian dan Kedalaman Penelitian Sebagai gambaran untuk dapat menunjukkan keaslian dan kedalaman rencana penelitian, dapat dijelaskan bahwa penelitian ini mengkaji bagaimana pengelolaan material sedimen yang berasal dari Gunungapi Merapi yang mengkaitkan antara pemanfaatan dan penanggulangannya. Hasil penelitian: Camus dkk (2000), menunjukkan perkembangan erupsi Merapi dan persebaran material sedimennya; Lavigne dkk (2000), menggambarkan hasil erupsi berupa lahar sejak tahun 1500 dan penyebarannya ke 13 sungai; Muhammad Aboeneh dkk (2002), menguji model hidrolika bangunan Sabo di Kali Boyong pada cek dam terbuka dan tertutup; Kouichi Kondo (2002), menggambarkan sedimen yang diakibatkan bencana seperti: kondisi iklim, gempa bumi dan letusan gunungapi; Hendaryono dkk (2002), iden-tivikasi fasies sedimen volkaniklastik; Agus
Sumaryono (2002), mengkaji dampak yang diakibatkan penanggulangan bencana sedimen di Gunungapi Merapi terhadap kelestarian air di Kali Progo dan Kali Opak. Sejarah Sabo di Illdonesia telah dirintis sejak zaman Belanda dengan membuat bangunan berupa kantong lahar di Kali Woro pada tahun 1930-an akibat adanya letusan Gunungapi Merapi di tahun 1931, saat itu pembangunannya di hilir sungai. Pada tahun 1970 pemerintah Indonesia menjalin kerjasama dengan pemerintah Jepang dalam upaya menang-gulangi bencana akibat aliran sedimen/debris, khususnya bencana akibat kegiatan gunungapi. Sejak itu pembangunan dilakukan di bagian hulu sungai dengan tujuan utama mengendalikan sedimen yang mengalir ke hilir, dan berbagai fasilitas Sabo dibangun tersebar di kawasan gunungapi di Indonesia terutama di pulau Jawa (Agus Sumaryono, 2002). Manfaat Nilai penting dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membuat strategi baik dalam penentuan lokasi bangunan-bangunan pengendali sedimen (Sabo) agar secara teknis memenuhi persyaratan, dan pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar sungai dapat berlanjut tanpa mengganggu bangunan air yang ada. Hasil penelitian ini secara akademik diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik sedimen pad a bagian penam-pang memanjang sungai untuk sungai-sungai terpilih yaitu Boyong, Kuning dan Gendol dari hulu ke hilir sampai ke satu titik tertentu. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penanganan permasalahan pemanfaatan sedimen sungai, dan material hasil sedimen yang ada di daerah penelitian merupakan bahan galian yang bisa dimanfaatkan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat sekitar wilayah penelitian. 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang didukung oleh latar belakang dan konsep teori yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: I mempelajari pengaruh jumlah dan ukuran butir sedimen terhadap fungsi alur sungai dan geometrinya pad a bagian selatan Gunungapi Merapi, 2 menganalisis dampak yang terjadi pada alur-alur sungai akibat pemanfaatan sedimen, air dan lahan oleh penduduk, 3 mengevaluasi pengelolaan lingkungan alur sungai yang telah ada dan menyusun arahan pengelolaan lingkungan alur sungai ke masa depan. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi di Indonesia yang terkenal pada akhir abad ini, yang periodik terjadi erupsi yang mengakibatkan timbulnya bahaya/bencana yang serius. Ciri letusannya merupakan batuan kristal lava berupa aliran lava/lahar yang meluncur secara gravitasi. Tipe Strato khusus dari debris mempunyai istilah "Merapi-type Nuee ardente" yang dicirikan aliran material piroklastik yang berasal dari guguran kubah lava (Voight et aI., 2000). Gunungapi Merapi yang terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, berpenduduk padat mengalami beberapa kali periode aliran lahar yang terjadi karena beberapa faktor: (I) endapan piroklastik berjumlah jutaan meter kubik yang berasal
7
6
dari letusan yang periodik dengan interval antara 2-5 tahun; (2) adanya intensitas curah hujan yang tinggi (40 mm dalam rata-rata hujan 2 jam); dan (3) pola aliran yang rapat. Selain itu transportasi sedimen pada alur-alur sungai di Merapi paling tidak terjadi karena tiga faktor: perubahan kemiringan lereng pada alur sungai yang mempengaruhi jumlah pengendapan dari lahar; sumber material utama adalah debris lahar "tipe Merapi" dan aliran abu/debu; dan variasi dari intensitas curah hujan dari waktu ke waktu serta penyebaran besaran butir material dari transportasi sedimen (Lavigne, 2002). Menurut Moh. Hasan (2002) penerapan teknologi maju seperti halnya Sabo perlu memperhatikan kondisi lokal, baik kondisi alam maupun sosial eko-nomi serta budaya tradisionalnya. Oleh karena itu telah dikembangkan modifikasi yang disesuaikan dengan tradisi yang ada, sehingga secara umum dasar pem-bangunan konstruksi Sabo bukan hanya melakukan preventifbagi pen dud uk dan kerusakan bentuk lahan, tetapi juga: 1 mengatur pemanfaatan sumberdaya alam pasir, kerikil dan batu untuk pembangunan, yang harus mempertimbangkan kondisi lingkungannya; 2 menanggulangi area sendimentasi, termasuk endapan pasir agar peng-gunaannya tidak mengakibatkan bahaya bagi penduduk sekitarnya; 3 untuk mengenalkan secara langsung keuntungannya kepada masyarakat, tentang pembangunan Sabo, sehingga dapat digunakan untuk pengem-bangan irigasi skala kecil, penyediaan kebutuhan air atau tenaga listrik yang sederhana. Menurut Ratdomopurbo dkk, (2006) hasil penelitian Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi Badan Geologi, Gunungapi Merapi mempunyai karakteristk pada letusannya diban-dingkan dengan gunungapi-gunungapi lain seperti: selang waktu antara letusannya pendek; mempunyai gas vulkanik yang suhunya mencapai lebih dari 600 derajat selsius; erupsinya dapat berupa leleran lava, letusan maupun longsoran lava; batas antara kondisi "tidak aktif" dan "aktif' relatif sangat tipis; dan mempunyai awan panas yang sering dikenal dengan "wed us gembel". 2.2 Landasan Teori Mendasarkan pada permasalahan penelitian dan telaah pustaka maka dapat disusun suatu landasan teori seperti disajikan pada Gambar 2.1. Pada masing-masing lokasi (Hulu, Tengah dan Hilir) akan dilakukan pengukuran karakteristik/geometri dari penampang melintang sungai meliputi: lebar lembah, bentuk lembah, kemiringan dasar sungai, ketebalan material sedimen dan ukuran butirnya, sedangkan kondisi sosial-ekonomi meliputi peman-faatan lahan dan air pada alur sungai, sosialisai tentang bencana sedimen dan pembangunan bangunan Sabo pada beberapa bagian alur-alur sungai. Pemanfaatan oleh kegiatan manusia ini dapat mengakibatkan terjadinya dampak negatif baik terhadap kondisi lingkungan maupun masyarakat penambang apabila melampaui batas keseimbangan alam, selain itu juga dapat memunculkan dampak positif terutama bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan juga penanggulangan bahaya sedimen. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan lingkungan terhadap alur-alur sungai secara optimal, agar kegiatan atau aktivitas manusia yang berlangsung dapat berkelanjutan.
Gununl:api Merapi
Fungsi: I. penampung/penyimpan air dan sedimen 2. penyaluran air dan sedimen
Pemanfaatan
Karakteristik : I. bentuk lembah 2. lebar penampang 3. lereng sungai 4. tebal sedimen 5. jenis/ukuran butir sedimen 6. tutupan sempadan sungai
oleh manusia:
1. pengambilan air 2. penambangan pasir dan batu 3. penanaman di lembah dan sempadan sungai 4. Sabo untuk proteksi
Dampak Positif: I. meningkatkan pendapatan penduduk 2. penanggulangan bahaya sedimen
EvaluasiiArahan
Dampak Negatif: I. perubahan fungsi alur sungai 2. perubahan karakteristik/geometri sungai 3. bahaya sedimen
Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan Alur dan Sempadan Sungai yang Optimal (Pemanfaatan dan Penl!endalian)
Gambar 2.1 Landasan Teori
9 8
2.3 Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditentukan dan berdasarkan landasan teori yang dikembangkan maka disusun hipotesis sebagai berikut. I
Semakin tebal sedimen dasar di alur sungai, semakin besar pengaruhnya terhadap fungsi alur sungai di daerah penelitian sebagai pengumpul, penyimpan dan pengaliran air.
2
Pemanfaatan sedimen dan air pada alur sungai meningkatkan pendapatan ma-syarakat sekitar sungai, tetapi dapat pula menjadi bencana bagi masyarakat penambang sekitar alur sungai tersebut apabila tidak mengikuti aturan teknis penambangan. Pengelolaan lingkungan alur sungai yang telah ada belum atau tidak efisien, dan pendekatan spasial-ekologis ]ebih efisien dalam mengelola alur sungai dalam arti fungsi alur lebih terjaga. III CARA PENELITIAN Da]am penelitian ini digunakan tiga pendekatan yaitu: keruanganlspasial, pendekatan ekologi dan pendekatan spasial-ekologi. Pendekatan Keruangan/Spasial
pendekatan
Penelitian ini membandingkan kondisi endapan material sedimen di daerah aliran sungai (DAS) atau sub DAS yang terletak di bagian selatan lereng Gunungapi Merapi yang berada di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagaimana penyebaran material sedimen pad a bagian hulu, tengah dan hilir dari alur sungainya. Selain itu dengan memanfaatkan data sekunder dari beberapa tahun sebelumnya yang diambil dari berbagai Instansi, diharapkan dapat lebih banyak mengetahui proses yang terjadi pad a masing-masing daerah aliran sungai tersebut (Alfandi, 2001). Pendekatan Ekologi Menurut Widoyo Alfandi (200]) Lingkungan Geografi sarna pengertian-nya dengan Lingkungan Hidup, yaitu interaksi dan interdependensi fungsi-fungsi dalam sistem yang di-sebut dengan eko-geografi. Pendekatan ekologis menekan-kan pada aktivitas manusia terhadap pemanfaatan material sedimen yang ada, selain itu mengkaji apakah tekno]ogi seperti "Saba" yang merupakan teknologi pengendali sedimen sudah berhasi] sesuai dengan apa yang direncanakan. Pendekatan Spasial-Ekologi Pendekatan ini merupakan penggabungan atau kombinasi untuk meng-gambarkan bagaimana keadaan lingkungan abiotik (alur sungai dan material sedimen), biotis (tutupan lahan atau vegetasi penutup) dan kultur (permasalahan kependudukan) di masing-masing Sub DAS mulai di hu]u-tengah-hilir dari daerah penelitian maupun antar Sub DASnya. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat ditentukan arahan pengelolaan lingkungan yang berkelanju-tan, bagi penanggu]angan bahaya sedimen di daerah penelitian dan di daerah gunungapi lain-nya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang menekan-kan pad a data primer maupun data sekunder sumber sedimen yang berasal dari Gunungapi Merapi yang masuk ke alur atau lembah sungai di bagian selatan yang termasuk dalam Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kajian dilakukan pad a Kali Boyong, Kali Kuning dan Kali Gendol yang hulunya berada di puncak Merapi. 3.1 Populasi dan Sam pel Pada penelitian ini yang disebut dengan populasi adalah daerah aliran sungai (DAS) Kali Opak sampai dengan pertemuannya dengan Kali Oyo, sedang-kan untuk sampel areanya adalah sub DAS Kali Boyong/Code, sub DAS Kali Kuning dan sub DAS Kali Gendol/Opak Hulu. Karena penelitian ini merupakan kajian yang terkait dengan lingkungan hidup, maka variabel-variabel penelitian-nya mencakup komponen fisik, biotik, dan sosial-ekonomi. Akan tetapi dalam analisisnya variabel yang terbanyak adalah variabel dari komponen fisik, kemu-dian beberapa variabel komponen sosial-ekonomi dan untuk variabel komponen biologi hanya persentase tutupan pad a sempadan sungainya dan jenis-jenis tanaman yang ditanam di dalam alur sungai dan pada sempadan sungainya. 3.2 Variabel Penelitian Adapun variabel-variabel untuk masing-masing komponen fisik, biotik maupun sosial-ekonomi adalah sebagai berikut: 1 Variabel komponen fisik: meliputi bentuk lembah; kemiringan lereng alur sungai; elevasi lokasi penampang alur sungai; diameter butir; warna; berat jenis; lebar penampang sungai dan lebar air pada alur sungai. 2 Variabel komponen biologi: jenis tanaman yang ada di dalam alur sungai termasuk sempadan sungai dan persentase tutupan lahannya 3 Variabel sosial-ekonomi: meliputi pekerjaan pokok; keterlibatan keluarga; penghasilan; pemasaran; jenis kelamin; pendidikan; adanya peringatan dan setuju ada pengaturan atau tidak. 3.3 Bahan atau Materi Bahan utama yang digunakan dalam penelitian: I. Peta Topografi atau Rupa Bumi Digital Skala I: 25000, BAKOSURTANAL, digunakan untuk peta kerja disertasi ini. 3.4 Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta Skala I: 50000, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 3.4 Alat dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data Perangkat untuk lapangan maupun analisis: a. Peralatan untuk pengukuran di lapangan: Laser Distance Meter, pita meter, kompas Geologi, boto] sampel dan ya]on. b. Perangkat Keras CPU, monitor, printer, scanner. c. Perangkat lunak untuk pemetaan berupa Arc View 3.2. 3.5 Tahapan Penelitian I. Tahap persiapan: a. Pengumpulan data sekunder dan Studi Pustaka b Pengumpulan peta sebelum dan sesudah erupsi Gunungapi Merapi 2006. c. Orientasi lapangan menentukan lokasi pengukuran dani temp at wawancara d. Persiapan alat, peta kerja, lokasi sampel serta pengurusan ijin penelitian. 2. Tahap survei lapangan: a. Pengukuran penampang
11 10
b. . Pengambilan sampel sedimen c. Wawancara dengan penduduk, penambang dan pemuka masyarakat. 3. Tahap analisa dan pengolahan data: a. Analisa laboratorium b. Analisa peta. c. Pembuktian hipotesis d. Perumusan hasil penelitian dalam bentuk Disertasi Urutan langkah-Iangkah dari penelitian ini dapat di lihat pad a Gambar 2.1 yang menunjukkan Diagram Alir Penelitian mulai dari pengumpulan data yang dibutuhkan, pengukuran lapangan termasuk pengambilan sampel untuk ketiga komponen lingkungan, analisis hasil pengukuran lapangan maupun analisis laboratorium, perumusan hasil dan eva-Iuasi serta pembuatan model pengelolaan lingkungannya. Selain itu dalam penentuan hulu-tengah-hilir dapat dibedakan dari gradien sungainya secara berturut-turut sebesar 5 m/km; 1,67 m/km dan I m/km (Gabler et ai, 2007).
3.6 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Diagram alir penelitian merupakan urutan langkah-langkah yang dilakukan mulai pengumpulan data baik primer maupun sekunder sampai dengan mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitiannya atas dasar Landasan Teori. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan meliputi jenis data primer dan data sekunder melalui survei instansional. Data primer yang dimaksud adalah pen am-pang melintang sungai, lebar sungai dan kemiringan sungai yang diukur dengan menggunakan Laser Distance Meter, penentuan lokasi penampang maupun pengambilan sampel dengan menggunakan Peta Rupa Bumi skala 1:25000 dan GPS, dan kamera foto untuk mendapatkan gambar-gambar aktual dari kegiatan lapangan. Selain itu dilakukan wawancara kepada masyarakat sekitar wilayah penambangan, penambang, pengusaha penambangan pasir batu (sirtu) dan pihak instansi pemerintah selaku pelaksana pengawasan Data sekunder meliputi peta-peta yang terkait dengan penelitian seperti Peta Rupa Bumi skala 1:25000 untuk pembuatan peta dasar penelitian, Peta Wilayah Rawan Bahaya, dan hasil-hasil penelitian dari beberapa instansi seperti "Saba Technical Center" Yogyakarta, Pusat Studi Bencana UGM, Proyek Merapi Yogyakarta, Direktorat Vulkanologi penelitian ini.Yogyakarta dan Instansi baik pemerintah maupun swasta yang terkait dengan Pengolahan Data Sam pel material sedimen dianalisis di laboratorium, material sedimen dianalisis butirannya dengan metoda ayakan sehingga didapatkan ukuran diameternya. Selain itu warn a dari material sedimen menggunakan buku standard penentuan warna dan juga masing-masing sampel dihitung Berat Jenisnya. Data vegetasi meliputi jenis tanaman dan persentase penutupan lahan di sempadan sungai dan lembah sungainya. Data hasil wawancara dilakukan inventarisasi kemudian dilidi dan ditabulasikan untuk dipersiapkan
guna analisis selanjutnya, parameter yang digunakan untuk amilisis dipilih yang terkait dengan tujuan dari penelitian ini. Data hasil pengukuran lapangan diinventarisasi, dibuat dalam bentuk tabulasi kemu-dian dilakukan perhitungan-perhitungan yang dibutuhkan untuk keperluan analisis data selanjutnya dan bila dimungkinkan dapat digambarkan dalam bentuk peta tematik. Untuk tiap-tiap lokasi pengukuran dibuat profil penampang melintangnya, selain itu pada setiap daerah aliran sungai dibuat penampang memanjangnya. Selain itu data kualitas air dari Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan Kabupaten Sleman digunakan untuk melengkapi data penelitian. Analisis HasH Ada tiga pendekatan yang akan digunakan sebagai dasar analisis dalam penelitian ini, yaitu "pendekatan ekologi" yang mengkaji hubungan antara komponen lingkungan yang ada dalam penelitian ini dikhususkan antara abiotik dan sosial-ekonomi-budaya, "pendekatan spasial" menggambarkan material sedimen antar penggal dan pendekatan spasial-ekologi menggambarkan keadaan pengelolaan lingkungan pada masing-masing sub DAS atau antar sub DAS. Pembuktian hipotesis pertama dengan menggunakan analisis deskriptif dan kompara-tif dari data hasil pengukuran lapangan, yang dilakukan pada tiap lokasi penampang di hulu-tengah-hilir dalam satu DAS maupun antar DAS, yang dilengkapi dengan gambar foto. Hipotesis kedua dibuktikan analisis deskriptif dan komparatif dari data hasil wawancara di lapangan dan analisis peta tematik yang ada maupun peta hasil pengamatan lapangan, yang kemudian dibandingkan antara tiap lokasi penampang hulutengah-hilir dalam satu DAS maupun antar DAS, dilengkapi dengan foto-foto lapangan. Pembuktian hipotesis ketiga dengan membuat atau mengembangkan model pengelolaan alur sungai yang dapat me-minimalkan dampak lingkungan yang terjadi secara optimal, dengan mem-perhatikan kaidah-kaidah teknis dan ilmiah yang sudah ada sebagai standar yang baku terhadap bangunan teknis Sabo maupun alur sungai yang masih alami. Kemudian membandingkan antara DAS yang banyak bangunan Sabonya dengan yang masih belum banyak bangunan Sabo, dilengkapi dengan foto-foto lapangan. Pembandingan analisis data antar sub DAS akan dilakukan secara des-kriptif dan komparatif, yang kemudian hasilnya akan digambarkan dalam bentuk gratik atau diagram. 3.7 Batasan Penelitian Alur sungai atau sungai (river) adalah aliran air yang mengalir besar maupun kecil pada alurnya, secara umum perhitungannya dikaitkan antara kecepatan aliran air pada suatu penampang sungai yang sering disebut dengan debit (discharge) (Morisawa, 1968). Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah atau kawasan dari sungai atau system alur sungai yang saling berhubungan atu sarna lainnya yang aliran sungainya akan keluar melalui satu jalan keluar (Linsley et aI., 1949). Sedangkan menurut Seyhan (1977) DAS adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh pemisah topograti, yang dapat menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di dalam kawasan tersebut melalui sistem sungai dan akan keluar melalui satu "outlet" tunggal (Seyhan, 1977). Sedimen dapat didetinisikan sebagai material fragmental yang terbawa secara suspense atau terendapkan oleh tenaga air atau angin (Linsley, 1949).
13 12
Sempadan Sungai didetinisikan sebagai alur pinggir kanan dan kiri sungai yang terdiri dari bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran ekologi, serta bantaran keamanan (Agus Maryono, 2005)
PROP
J
- ..
INS
I
w. mw
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HasH PeneIitian
-
".'
I
\..-"
Gambaran umum dari tiga sub DAS yang menjadi obyek peneIitian diperoleh dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:250000. Kali Boyong/Code mempunyai panjang 42 km sampai ke pertemuan dengan Kali Opak mempunyai luas sub DASnya sebesar 54 km2; Kali Kuning mempunyai panjang 30 km sampai ke pertemuan dengan Kali Opak dengan luas sub DASnya 42 km2 dan Kali Gendol sampai ke pertemuan dengan Kali Opak mempunyai pa~ang 17,5 km sampai ke pertemuan dengan Kali Opak dengan luas sub DASnya 31alumya km . Selanjutnya separyang Gambar 4.1.pada setiap sub DAS dibuat beberapa penampang melintang
..>'".~~
4.1.1
Kondisi Lingkungan Alur Sungai dari Masing-masing Sub DAS Hasil pengukuran kondisi lingkungan alur sungai dari masing-masing sub DAS yang meliputi: lebar, bentuk, kemiringan, dan kedalaman lembah, kedalaman air, berat jenis material pasir, persentase bongkahnya, persentase tutupan tanaman pada sempadan dan lembah sungai serta hasil wawancara kondisi sosial ekonomi yang diambil pada penggal hulu-tengah-hilir ditunjukkan di Lampiran Tabel I Kali Boyong/Code, Tabel 2 Kali Kuning dan Tabel 3 Kali Gendol/Opak. 4.1.2 Analisis Sub DAS untuk Komponen Fisik dan Biotik Mendasarkan pada Lampiran (Tabel I, Tabel 2, Tabel 3) dan uraian sebelumnya pada Sub DAS untuk komponen kondisi tisik dan kondisi biotik, maka secara spasial dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Parameter kondisi fisik yang meliputi: elevasi, lebar lembah, kedalaman lembah, lereng sungai, kedalaman air sungai, dan lebar air yang ada pada sungai menunjuk-kan bahwa pada masing-masing sub DAS mengikuti pendekatan spasialekologi. Elevasi makin ke hilir makin rendah; lebar lembah maldn ke hilir makin menyempit karena pemanfaatan oleh pen duduk; kedalaman lembah bervariasi akan tetapi menuju ke arah yang lebih kecil; kemiringan lereng ke hilir makin melandai; kedalaman air ke hilir makin dalam; dan lebar yang berair ke hilir makin melebar. Pada sub DAS Kali Gendol/Opak untuk lebar dan kedalaman lembah dari penggal tengah ke hilir melebar dan tambah dalamhal ini karena sungai ini merupakan sungai induk bagi kedua sub DAS yang lain.
-
.'
.'
'1
."'...;;:
..----.-----.-.---....-.-----I.-g8l'1d8:
. ~ ----~ ...~ --~ ~......
"-
- ----
~ ::::::: . -'D"8_~ Gambar
b.
PETA GAMBARAN SUNGAI DAERAH ALiRAN SUNGAI OPAl<
" A
l,h::J';'rrt==~=\'__.:..
--,
"':::==-=-
uJ=;;:.-'~'
....
,--.-.-.-
4.1 Prom Penampang
Melintang
_o.tr.OoI__ di DAS Opak
Parameter kondisi tisik: ukuran butir material,persentase bongkah, beratjenis material, dan wama menunjukkan hal sebagai berikut. Ukuran butir material dan
15 14
persentase bongkah mengikuti kaidah ekologis yaitu makin ke hilir butiran dan persentasenya menurun, hal ini terjadi karena material yang lebih kecil ukuran butirnya lebih dapat dibawa oleh aliran air lebih jauh ke arab hilir. Untuk berat jenis dari materialnya bervariasi antara 1.95- 2.71 dan variasi wama dari materialnyamulai dari dark grey - black. c. Parameter biotik yang ditunjukkan dengan nilai persentase tutupan vegetasi terbaca bahwa sub DAS Kali Boyong/Codeyang sudah lebih lama tidak terkena aliran material tutupannya lebih luas dibandingkandengan sub DAS Gendoll Opak yang mulai tahun 2006 merupakan arah yang sering dilalui material dari aktivitas Gunungapi Merapi. Hal tersebut dapat terjadi karena pada sub DAS Kali Boyong/Code sejak tahun 2006 tidak terkena lahar dingin atau awan panas, sedangkan sub DAS Gendol/Opakyang menjadi arah aliran lahar dingin maupun awan panas dari GunungapiMerapiyang hampir setiap tahunnyaterjadi. 4.1.3 Analisis Sub DAS untuk Komponen Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi dari masing-masing sub DAS mendasarkan pada hasil wawancara dengan penduduk di sekitar alur sungai pada bagian hulu-tengah-hiliruntuk setiap sungai, hasil wawancara beberapa parameter yang terkait dengan aktivitas penambangan pasir dapat dilihat pada Lampiran (Tabel 1, 2 dan 3). Mendasarkanpada tabel-tabeltersebut kondisi sosial ekonominyaadalah sebagaiberikut: a. sub DAS Kali Boyong/ Code penggal bagian tengah tidak digambarkankarena hanya ada dua kepala keluarga yang terlibat dengan kegiatan penambangan. Ini karena lokasinya berada di tengah Kota Yogyakarta (Jembatan Gondolayu) dan sebagian besar keluargamempunyaikegiatandi luarpenambangan. b. sub DAS Kali Kuning keadaannya mirip dengan yang ada di sub DAS Kali Boyong, hanya pada bagian penggaltengah ada lebih banyak(15 kepala keluarga) yang mempunyai kegiatan penambangan. Hal ini disebabkan karena lokasi sub DAS Kali Kuning berada di pinggiran kota, tidak seperti halnya bagian penggal tengah sub DAS Kali Boyong. c. sub DAS Gendol/ Opak Hulu keadaan kegiatan penambangan dari hulu-tengahhilir boleh dikatakan sarna, karena sejak letusan Tahun 2006 arah erupsi Merapi kearah Kali Gendol. Perbedaan yang terlihat besar adalah pada parameter penghasilan,penggal hulu lebih besar pendapatannyadibandingkandenganbagian tengah dan hilir. Hal ini karena ketersediaan material yang ada di bagian hulu memang lebih banyak, daerah Kopeng(GEO-2) Wonokerso/Bronggang(GEO-3) dan Tambalan(GEO-4) merupakanpusat kegiatan penambangannya. Pemanfaatan untuk penambangan sirtu yang aktif dan intensif ada pada penggal bagian hulu sub DAS Boyong/ Code (BO-I dan BO-2), sub DAS Kuning (KU-2)dan sub DAS Gendol/ Opak (GEO-I, GEO-2 dan GEO-3), karena jumlah material yang banyak dan ada akses jalan menuju lokasiyang baik. 4.2 Pembahasan Pembahasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembahasan pada masing-masing sub DAS (Kali Boyong/ Code, Kali Kuning, dan Kali Gendol/ Opak Hulu) dan pembahasanantar sub DAS.
4.2.1 Alur Sungai Sebagai Penampung dan Penyalur Sedimen dan Air Kali Boyong/Code Alur Kali Boyongdalam penelitianini terbagi menjadi 10 segmenmulai dari BO-I hingga BO-II. Lebar dan kedalaman lembah dari masing-masing segmen terukur, demikianjuga jarak dari masing-masingsegmen. Data dari ketiga parameter tersebutdapat memperkirakan kapasitas maksimum untuk menampung sedimen. Pengukuran karakteristiklingkunganalur sungai dilakukan sesaat,jadi merupakanrekaman sesaat atau potret sesaat tanpa memperhatikan dinamika perubahan yang akan terjadi. Hasil perhitungan mengguna-kan data pada Lampiran (Tabel I) adalah 33.420.249 m3, bila dibagi II penampang maka hasilnya 3.038.204 m3 yang merupakan kapasitas maksimumnya. Variasi gradien sungai tersebut mempengaruhi kapasitas untuk menyalurkan sedimen,meski belum memperhitungkankarakteristiksedimen baik ukuran butir maupun volume sedimennya. Hasil pengukuran sedimen di laboratorium menunjuk-kan ukuran butir sedimen bervariasi, yang terendah < 23 mm dan terbesar < 64 mm. Ukuran butir sedimen dari II segrnen, 9 diantaranya berukuran < 45 mm. Jika dikaitkan dengan gradiennyayang kebanyakan lebih besar dari 0,0242, berdasarkanteori ukuran butir < 45 mm memerlukan tenaga angkut dengan kecepatan 10-100 cmldetik (Morisawa, 1968). Pada musim hujan aliran cepat sehingga dapat mengangkut material yang lebih kasar, sedangkanpada musim peralihan menuju musim kemarau dan apalagi musim kemarau daya angkut menurun, sehingga kemampuan alur sungai untuk menyalurkan sedimen bervariasimenurutwaktu. Penyimpangan terhadap ukuran butir sedimen dari hulu ke hilir yang tidak mengikuti azas pengakutan sedimen oleh aliran air sungai yang terjadi pada alur Kali Boyong tersebut tentu ada penyebabnya. Faktor penyebab yang dapat terindentitikasi sewaktukerja lapangan antara lain: sumber sedimenyang berasal dari aktivitas gunungapi yang aktif, dam pengendali sedimen (Sabo), penambangan pasir dan batu, serta pemanfaatanalur sungai untuk tujuan lainnya. Proses yang tidak boleh dilupakan dalam menganalisisukuran butir sedimenpada alur sungai di gunungapiaktif adalah aliran lahar dingin. Aliran lahar dingin ini mampu mengangkut sedimen berukuran besar (bongkah) sampai jauh hingga kehilangan daya angkutnya, disamping itu dam pengendali dapat menghalangi laju aliran sedimen yang kasar. Penambangan pasir dan batu sering meninggalkan batu berukuran besar, sehingga mempengaruhi variasi distribusi ukuran sedimenpada alur sungai. Atas dasar uraian distribusi sedimen pada alur Kali Boyong di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi alur sungai sebagai penampung sedimen pada saat penelitian secara keseluruhan cukup besar. Penilaian cukup besar tersebut didasarkan pada morfometrilembah alur sungai yang meliputi: lebar, kedalamandan panjang alur sungai. Masing-masingsegmen atau penggal alur sungai mempunyaikemampuanyang bervariasi fungsinyadalam menyalurkansedimen. Hasil pengamatan dan pengukuransaat penelitian pada segmen hulu di BO-I dan BO-2tidak ada air, tidak adanya air pada segmentersebutakibat sedimenyang cukup tebal dan kasar sehingga air tersimpan dalampori-pori sedimen.Setelah BO-2 air mulai muncul dengan variasi kedalaman air dan debit. Semakin ke arah hilir pada alur sungai semakin
17 16
lebar,tetapi kedalamannyabervariasi mulai dari 0,15 m hingga 2,0 m. Data debit air tidak seluruh segmen alur sungai tersedia, dari data yang tersedia ada kecenderungandebit meningkatke arah hilir. Penyimpangandebitterjadi pada segmenBO-2 ke BO-3 dari tidak ada kemudian menjadi 196 IIdetik kemudian pada BO-8 turun menjadi 47 II detik, kemudiannaik pada BO-9 3350 IIdetikdan turun lagi pada BO-I0 menjadi 1598I/detik. Atas dasar uraian tersebut dapat dinyatakanbahwa fungsi alur sungai Kali Boyong baik sebagai penampung dan penyalur sedimen maupunsebagai penampungdan penyalur air telah terganggu. Variasi sedimen dan debit air tersebut berdasarkan pengamatan lapangan disebabkan oleh ketebalan dan ukuran butir sedimen, dam pengendali, penambanganpasir dan batu, serta pemanfaatanair pada alur untuk air bersihdan irigasi. Kali Kuning Alur Kali Kuning dalam penelitian ini terbagi menjadi 7 segmen mulai dari KU-I hingga KU-7. Lebar dan kedalamanlembahdari masing-masingsegmenterukur,demikian juga jarak dari masing-masing segmen. Seperti halnya pada Kali Boyong pengukuran karakteristiklingkunganalur sungai dilakukansesaat,jadi merupakanrekamansesaat atau potret sesaat tanpa memperhatikan dinamika perubahan yang akan terjadi. Hasil perhitungan menggunakan Lampiran (Tabel 2) adalah 13.939.959m3, bila hasil tersebut dibagi 7 penampang maka hasilnya 1.991.422 m3 yang merupakan kapasitas maksimumnya. Pergerakan sedimen pada alur sungai selain dipengaruhi oleh debit air, juga dipengaruhi oleh gradien alur sungai, ukuran dan jumlah sedimen. Secara umum gradienalur Kali Kuning adalah 875 mI 28,5 km atau 30,70 mlkm sarna dengan0,031dan apabiladiperhitungkanberdasarsegmen demi segmenalur sungai maka ada variasi gradien mulai dari 0,250 hingga 0,0080. Variasi gradien sungai tersebut mempengaruhikapasitas untuk menyalurkan sedimen, meski belum memperhitungkankarakteristik sedimennya, baikukuran butir maupun volumesedimennya. Hasil pengukuran sedimen di laboratorium menunjukkan ukuran butir sedimen bervariasi, yang terendah < 32 mm dan terbesar > 64 mm. Ukuran butir sedimen dari 7 segmen, 4 diantaranya berukuran < 45 mm. ]ika dikaitkan dengan gradiennya yang kebanyakanlebih besar dari 0,0242, berdasarkanteori ukuran butir < 45 mm memerlukan tenaga angkut dengan kecepatan 10-100 cmldetik (Morisawa, 1968). Pada musim hujan aliran cepat sehingga dapat mengankutmaterialyang lebih kasar, sedangkanpada musim peralihan menuju musim kemarau, apalagi musim kemarau daya angkut menurun, sehinggakemampuan alur sungai untuk menyalurkansedimeribervariasimenurutwaktu. Kecenderungan kaitan antara gradien alur sungai dengan ukuran butir sedimen hasil pengukuran di laboratorium tersebut, tidak berlaku untuk sedimen berukuran bongkah.Persentase sedimen berukuran bongkahpaling banyak sebesar 5% yang terdapat pada KU-I alur sungai yang bergradien > 0,0242. Hasil penelitian menunjukkanbahwa distribusi sedimen pada alur sungai tidak normal, dalam arti ukuran butir sedimenpada alur Kali Kuning tidak terjadi gradasi yang baik, semakin ke arah hilir ukuran butir sedimen seharusnyasemakin menurun tetapi temyata naik turun. Pemanfaatanalur sungai tergantung dari ada atau tidaknya material sirtu, selain itu pada alur Kali Kuning yang tidak begitu banyak materialnyamaka pemanfaatanuntuk kegiatanpertanian yang banyak terlihat.
Kali Gendol/Opak Alur Kali Gendol dalam penelitian ini terbagi menjadi 9 segmen mulai dari GEO-I hingga GEO-9. Lebar dan kedalaman lembah dari masing-masing segmen terukur, demikian juga jarak dari masing-masing segmen. Pengukuran karakteristik lingkungan alur sungai dilakukan sesaat, jadi merupakan rekaman sesaat atau potret sesaat tanpa memperhatikan dinamika perubahan yang akan terjadi. Atas dasar pertimbangan tersebut maka fungsi alur sungai sebagai penampung sedimen maksimum dapat diperhitungkan sebagai berikut: Hasil perhitungan menggunakan Lampiran (Tabel 3) adalah 49.520.313 m3, bila dibagi 9 penampang maka hasilnya 5.502.257 m3 yang merupakan kapasitas maksimumnya. Sedimen yang tertampung terse but tentu akan mengalami perubahan sebagai akibat daripengaruh aliran air yang melalui alur sungai. Pergerakan sedimen pada alur sungai selain dipengaruhi oleh debit air, juga dipengaruhi oleh gradien alur sungai, ukuran dan jumlah sedimen. Secara umum gradien alur Kali Gendol adalah 980 mI 55,3 km atau 17,72 m/km atau 0,018. Apabila perhitungannya berdasar segmen demi segmen alur sungai maka ada variasi gradien mulai dari 0,250 hingga 0,0024. Variasi gradien sungai tersebut mempengaruhi kapasitas untuk menyalur-kan sedimen, meski belum memperhitungkan karakteristik sedimennya, baik ukuran butir maupun volume sedimennya. Hasil pengukuran sedimen di laboratorium menunjukkan ukuran butir sedimen bervariasi, yang terendah < 16 mm dan terbesar < 90 mm. Ukuran butir sedimen dari 9 segmen, 7 diantaranya berukuran < 45 mm, jika dikaitkan dengan gradiennya yang GEO-I sampai GEO-4 lebih dari 0,0242 maka berdasarkan teori ukuran butir < 45 mm memerlukan tenaga angkut dengan kecepatan 10-100 cm/detik (Morisawa, 1968). Pada musim hujan aliran cepatsehinggadapat mengankutmaterial yang lebih kasar, sedangkan pada musim peralihan menuju musim kemarau, apalagi musim kemarau daya angkut menurun, sehingga kemampuan alur sungai untuk menyalurkan sedimen bervariasi menurut waktu. Kecenderungan kaitan antara gradien alur sungai dengan ukuran butir sedimen hasil pengukuran di laboratorium tersebut, tidak berlaku untuk sedimen berukuran bongkah. Persentase sedimen berukuran bongkah paling ban yak sebesar 5% terdapat pada alur sungai yang bergradien > 0,0242 pada yang bergradien lebih kecil >0,0242 tidak terdapat bongkah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi sedimen pada alur sungai mendekati normal, dalam arti ukuran butir sedimen pad a alur Kali Gendol terjadi gradasi yang agak baik, karena semakin ke arah hilir ukuran butir sedimen serna kin menurun. Penyimpangan terhadap ukuran butir sedimen dari hulu ke hilir yang tidak mengikuti azas pengakutan sedimen oleh aliran air sungai yang terjadi pada alur Kali Gendol tersebut tentu ada penyebabnya. Faktor penyebab yang dapat terindentifikasi sewaktU kerja lapangan antara lain: sumber sedimen yang berasal dari aktivitas gunungapi yang aktif, dam pengendali sedimen (Sabo), penambangan pasir dan batu, serta pemanfaatan alur sungai untuk tujuan lainnya. Sumber sedimen yang berasal dari gunungapi berupa piklastika hasil letusan yang sangat bervariasi ukuran butirnya, semakin dekat dengan sumber tentu lebih' kasar. Proses yang tidak boleh dilupakan dalam menganalisis ukuran butir sedimen pada alur sungai di gunungapi aktif adalah aliran lahar dingan. Aliran lahar dingin ini mampu mengangkut sedimen berukuran besar (bongkah)
19 18
sampai jauh hingga kehilangan daya angkutnya, disamping itu dam pengendali dapat menghalangi laju aliran sedimen yang kasar. Penambangan pasir dan batu sering meninggalkan batu berukuran besar, sehingga mempengaruhi variasi distribusi ukuran sedimen pada alur sungai. Atas dasar uraian distribusi sedimen pada alur Kali Gendol di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi alur sungai sebagai penampung sedimen pada saat penelitian seeara keseluruhan eukup besar. Penilaian eukup besar tersebut didasarkan pada morfometri lembah alur sungai yang meliputi: lebar, keda-Iaman dan panjang alur sungai. Masingmasing segmen atau pengal alur sungai mempunyai kemampuan yang bervariasi dalam fungsinya dalam menyalurkan sedimen. Variasi fungsi alur Kali Gendol sebagai penyalur air dapat dianalisis dari Lampiran (Tabel 3), dengan mengidentifikasi variabel: keadaan air, kedalaman dan lebar alur yang berair. Hasil pengamatan dan pengukuran saat penelitian pada segmen di hulu tepatnya di GEO-I, GEO-2 dan GEO-4 tidak ada air. Ketidak adanya air pada segmen tersebut akibat sedimen yang eukup tebal dan kasar, sehingga air tersimpan dalam pori-pori sedimen. Setelah GEO-4 air mulai muneul dengan variasi kedalaman air dan eatatan debit sebesar 1728 l/detik hanya ada pada GEO-8 yang merupakan data dari KLH Kabupaten Sleman. Semakin ke arah hilir pada alur sungai semakin lebar, tetapi kedalamannya bervariasi mulai dari 0,15 m hingga 2,0 m. Atas dasar uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa fungsi alur sungai Kali Gendol baik sebagai penampung dan penyalur sedimen maupun sebagai penampung dan penyalur air telah terganggu. Gangguan fungsi alur sungai seeara kualitatif dapat dinyatakan menengah/sedang, karena kenyataanya sedimen berukuran pasir masih dapat meneapai hilir, demikian juga debit air ke arah hilir eenderung naik meskipun terjadi variasi. Variasi sedimen dan debit air terse but berdasarkan pengamatan lapangan disebabkan oleh ketebaJan dan ukuran butir sedimen, dam pengendali, penambangan pasir dan batu, serta pemanfaatan air pada alur untuk air bersih dan irigasi. 4.2.1 Analisis antar Sub DAS Pada bagian ini akan dibahas kondisi komponen fisik, komponen biotik, dan komponen sosial ekonomi antara sub DAS Kali Boyong/ Code yang mewakili sungai yang merupakan jalur aliran lahar Gunungapi Merapi sebelum letusan tahun 2006, sub DAS Kali Kuning sebagai sungai antara sebelum dan sesudah letusan, dan sub DAS Kali Gendoll Opak Hulu sebagai wakil dari sungai yang dilalui Jahar setelah letusan tahun 2006 sampai sebelum erupsi tahun 2010. Penampang memanjang dan melintang sungai untuk tiap sub DAS direneanakan mulai dari hulu-tengah-hilir dibuat penampang melintang setiap interval 100 meter dan setelah meneapai elevasi 100 mdpal intervalnya dirubah menjadi setiap 25 meter. Sebagai pertimbangan untuk sub DAS Kali Boyong dan sub DAS Kali Kuning harus sampai ke pertemuan dengan sungai yang besar (Kali Opak), sedangkan untuk yang Kali GendoV Opak Hulu sampai dengan pertemuan dengan Kali Oyo. Perbedaan jumlah penampang melintang karena akses jalan masuk untuk meneapai sungainya, Bentuk, lebar, dan dalam lembah: hampir keseluruhan bentuk lembah sungai menunjukkan gambaran yang berbentuk U karena ukuran kedalaman lembah lebih keeil dari lebar lembahnya, keeuali satu yang di hulu Kali Kuning (KU-I) karena kedalaman
lembahnya 49.41 meter lebih panjang dari lebar lembahnya 42 meter sehingga dinyatakan sebagai lembah berbentuk V; Pola lebar lembah sungai dari sub DAS Kali Boyong dan sub DAS Kali Kuning mirip, yaitu pada penggal hulu panjang lembahnya kemudian memendek ke arah penggal tengah sampai ke penggal hilimya. Sub DAS Kali Gendol/Opak Hulu mempunyai pola yang berbeda, yaitu mulai dari penggal hulu panjang kemudian memendek sampai ke penggal tengah dan kemudian memanjang lagi sampai ke penggal hilir. Pola keda-Iaman lembah sungai yang diakibatkan adanya aktivitas penambangan sirtu menunjukkan tingkat intensitas aktivitas penambangan sirtu di daerah penelitian, oleh karena itu pola di sub DAS Boyong/Code mirip dengan yang ada di sub DAS GendoVOpak Hulu. Kondisi kedalaman dan lebar air pada alur sungai: pada Kali Boyong/Code dan Kali Gendol/Opak Hulu muneulnya air pada lembah sungai pada elevasi yang hampir sarna, setelah profil penampang kedua elevasi 850 meter (BO-2) sedangkan pada Kali Gendol/Opak Hulu setelah elevasi 750 meter (GEO-2). Hal tersebut karena penampang pertama dan kedua pada kedua sungai lembahnya tertimbun oleh material sedimen, sehingga aliran aimya berada di bawah timbunan pasir dan batu, sedangkan pada Kali Kuning profil penampang pertama sudah ada airnya karena merupakan sumber mata air Umbul Wadon yang elevasinya 875 meter dpaI. Gambaran untuk kedalaman air sungai mulai dari hulu sampai ke hilir pada setiap subDAS tidak lebih dari dua meter. Lebar yang berair memberikan gambaran kesamaan antar subDAS makin ke hilir lebamya makin besar, hanya polanya antara Kali Boyong dan Kali Kuning hampir sarna tetapi di Kali Gendol/Opak berbeda lebar lebih besar dan tidak teratur. Pengambilanl Penambangan material: pada 3 lokasi pertama penampang di peng-gal hulu sub DAS Kali Boyong/Code (BO-I,2,3) dan sub DAS Kali Gendol/Opak Hulu (GEO- 1,2,3) merupakan pusat penambangan, sedangkan yang pada sub DAS Kali Kuning pada KU-2. Selain itu yang ada kegiatan penambangan di bagian hilir terlihat pada sub DAS Kali Boyong/Code (BO-II), sedangkan pada penampang yang lain tidak terlihat adanya kegiatan penambangan. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa Kali Boyong merupakan jalur lahar lama atau sebelum letusan tahun 2006 dan Kali Gendol merupakan jalur baru setelah letusan, sedangkan Kali Kuning memang bukan jalur aliran lahar. Kondisi vegetasil tutu pan lahan pada sungai dapat dilihat luasan persentasenya pada setiap penampang melintang sekitar lokasi pengukuran, sub DAS Kuning dan sub DAS GendoVOpak Hulu mempunyai pola persentase yang hampir sarna dibandingkan pola persentase penutupan vegetasi di sub DAS Boyong/Code. Aktivitas atau pemanfaatan lahan di lembah dan sepadan sungai pada sub DAS Boyong/Code lebih bervariasi disebabkan karena sungainya sudah agak lama tidak mengalami banjir lahar dingin/awan panas, kejadian terakhir yang agak besar tahun 1994. Selain itu Kali Boyong/Code ini melalui kota, sehingga pengaruh aktivitas perkotaan tampak menonjol seperti adanya pemukiman di dalam lembah sungainya menjelang masuk kota dan makin padat pemukimannya memasuki wilayah kota.
. 21
20
Hasil uji statistik dengan Student 't di daerah penelitian untuk faktor fisik dan biotik pada ketiga subDAS menunjukkan adanya kesamaan atau perbedaan dari populasinya, Tabel 4.\ Hasil Uji Statistik Student't di Daerah Penelitian
Parameter
Nilai variansi (F) pad a nilai signifikansi 5% adalah 1.24 sedangkan nilai F kritikal (Fer) dari tabel ada(ah 19.33, karena F < Fer maka disimpulkan bahwa Ho diterima sehingga sampel responden adalah homogen atau berasal dari populasi yang sarna, artinya semua responden seeara statistik merupakan penambang.
)
4.2.3 Pemanfaatan dan Pengendalian Alur Sungai Saat Penelitian
}
Kali Boyongl Code Kali Kuning ditolak ditolak ditolak diterima
Kali Boyongl Code Kali Gendoll Opak ditolak ditolak ditolak diterima
Kali Kuning Kali Gendoll ODak ditolak ditolak diterima diterima
diterima
diterima
diterima
diterima ditolak
diterima ditolak
Selain pembahasan dari data lapangandimanfaatkanpula data yang dipero1ehdari beberap8 instansi yang terkait dengan penelitian ini. Menurut Pusat Penelitian dan PengembanganSumber Daya Air (2006) bahwa prinsip penang-gulangan beneana alam yang disebabkan oleh gerakan massa debris adalah mengendalikangerakan massa debris tersebut agar tidak merusak atau membahayakan.bleh sebab itu, teknologi Sabo yang merupakankombinasi antara pekerjaanvegetasi dan rekayasateknik sipil dapat dikatakan sebagai synthetic technology yang layak diterapkan guna menanggulangi beneana alam oleh gerakanmassa debris. Menurut penelitian Departemen Pekerjaan Vmum (2008) menentukan volume jumlahnya material yang ditambangtidaklah mudah, terdiri dari dua yaitu pasir dan batu dengan rata-rata dari eatatan tahun 2002
hal yang sarna adalah parameter: lereng sungai, ukuran butir maksimum dan berat jenis material,sedangkanyang berbedaparameter:elevasi dan lebar lembah(Tabel 4.1). Kondisi sosial ekonomi pada Lampiran (Tabel \, 2 dan 3) terlihat beberapa parameter sosial ekonomi yang terkait dengan kegiatan penambanganlpeman-faatansirtu yang diper oleh dari wawaneara dengan responden yang diambil dari penggal hulu-tengah-hilirdari masing-masing sungai. Parameter pada masing-masingpenggal meliputi: nama, lokasi, umur, jenis kelamin, status perkawinan,pendidikan, tanggungan, pengeluaran kebutuhan rumah tangga, tabun kerja, status kerja, keterlibatan keluarga, pemasaran, kendaraan, penghasilan,resiko bagi lingkungan,peringatandan aturan.
2003
Tabel4.2 Analisis Statistik "ANOV A" 'One-way analisys' Penambang di Daerah Penelitian
Lokasi
K. Gendol
~
30
30 92 30.7
Total
I Rata-rata
93 62 91
31 20.7 30.3
Xrata2=27.3
) Menggunakan analisis perbedaan variansi (ANOVA) dapat dinyatakan bahwa sampel responden penambang apakah dari satu populasi atau tidak, sehingga hipotesis yang dinyatakanatau dibuat: Ho : Respondenpenambanghomogen(sampelberasal dari populasiyang sarna) HI : Responden penambang tidak homogen (sampel tidak berasal dari populasi yang sarna)
- 2006 diperkirakan
volumenya dua kali lipat dari
volume yang diperkenankan oleh aturan pemerintah daerah, yang meneapai antara 12 sampai 17 ton dengan harga Rp 150.000,- sampai Rp 160.000,- per truk di lokasi penambangan.Adanya aktivitas penambanganini, berdampak pada kondisi kualitas air pada sungai-sungaiyang terdapataktivitaskegiatanpenambanganmaterialpasir dan batu. Hasil pengukuran kualitas air untuk ketiga sungai yang menjadi obyek penelitian dari Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan (KPDL) Kabupaten Sleman dari tahun
)
-
2009
meliputi unsur-unsur:
BOD, COD, S04, CI, NO) dan Fe hasilnya
menunjukkandominansi yang sarnauntuk ketiga sungai yang diteliti, unsur COD dan S04 yang menonjol nilainya berkisar rata-rata antara 25 - 45 mg/L. Di Kali Boyong angka tersebut baru terjadi mulai dari Jembatan yang ada di Ringroad Vtara, sedangkan yang lebihke utara konsentrasinyalebih rendahyaitu rata-rataantara 5 - 15 mg/L. Pemanfaatan dan Pengendalian Alur Kali BoyonglCode Sebelum membahas substansi pemanfaatan dan pengendalian di alur Kali BoyonglCode, rambu-rambu tentang pemaOfaatan dan pengendalian terkait dengan pengelolaanlingkunganhidup perlu ditegaskan.Sumberdaya alam yang terdapat pada alur sungai adalah sedimen (pasir dan batu), air, tumbuhan dan hewan, serta tata lingkungannya.Pemanfaatan sumber daya alam harus mendasar pada daya dukung dan daya tampung, dengan perhatian terhadap keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas, serta keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pengendalian dalam penelitian ini terbatas pada kerusakan lingkungan fisik alur sungai. Aktifitas dalam pengendalian terdiri dari pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Dalam penelitian ini pengendalian dibatasi pada idea atau gagasan dalam pencegahan,penanggulangandan pemulihan,bukan merupakanaktifitastindakan.Ramburambu pemanfaatan sumber daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan tersebut diterapkanseeara garis besar di alur KaliBoyong/Code. a. Pemanfaatan Sumber Daya Material
22 23
Sumber daya material (pasir dan batu) pada alur Kali Boyong/Code eukup tersedia, namun pada saat penelitian hanya bagian hulu yang ada kegiatan penambangan yaitu segmen BO-I, BO-2 dan BO-3. Di bagian tengah tidak ada kegiatan penambangan, sedang di hilir hanya pada segmen BO-II. Pad a segmen yang tidak ada penambangan saat penelitian, itu tidak berarti tidak pernah ada penambangan, ada penambangan tapi masa lalu. Hal tersebut dapat ditelusur dari konfigurasi relief dasar alur sungai tidak rata, tetapi terdapat mikro relief yang meneerminkan bukan bekas kerja aliran tetapi bekas kerja aktifitas manusia. Ketersediaan material sangat tergantung pada lokasinya, material berukuran bongkah ban yak terdapat pada BO-I, BO-7, krakal yang ketersediaannya kurang lebih 50% terdapat pada BO-I, BO-2, BO-3 dan BO-8, sedangkan pasir kerikil yang ketersediaannya lebih dari 50% adalah di BO-4, BO-5, BO-6, BO-7, BO-9, BO-IO dan BO-II. Ketersediaan bongkah yang relatif banyak, dan krakal yang lebih dari 50% mengindikasikan bahwa segmen alur sungai terse but telah intensif ditambang pasir dan krikilnya, sehingga yang tersisa adalah yang berukuran kasar. Informasi ketersediaan material alur sungai berukuran bongkah d3l1 krakal sangat diperlukan bila ada pembangunan yang memerlukan fondasi yang kuat, misalnya lapangan terbang atau jalan tol. Berdasarkan pengamatan lapangan dan wawaneara dengan penambang, jumlah material pasir dan batu dari alur Kali Boyong; 4500 truk/bulan, harga pasir dan batu di lokasi penambangan Rp 65.000,- - Rp 70.000,- per truk, dan di jual ke BloraIPati harganya meneapai Rp 270.000,- (Departemen PU, 2008). Jika diperbandingkan harga di tingkat konsumen berkisar 3-4 kali harga di lokasi penambangan. Di tempat lain, misalnya di Inggris harga pasir dan batu di tingkat konsumen pada jarak 20-27 km dari lokasi penambangan harganya dua kali lipat (Flawn 1970, dalam Cooke dan Doornkamp 1990). Secara umum dapat dinyatakan bahwa daya dukung sumber daya material pasir dan batu pad a alur Kali Boyong/Code eukup tersedia, dan akan terus tersedia selama Gunungapi Merapi periode letusannya mirip yang lalu, dan bahkan melebihi setelah letusan pada tahun 20 10. Pemanfaatan sumber daya pasir dan batu seeara umum pada masa lalu dapat dinilai intensif, dan kurang intensif pada saat penelitian. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh distribusi lokasi penambangan, distribusi material berukuran kasar dan relief mikro pada dasar alur sungai. b. Pemanfaatan Sumber Daya Air Sumber daya air yang terdapat di alur sungai yang terletak pada lereng gunungapi strato umumnya melimpah, tetapi distribusi spasialnya bervariasi menurut posisi dan kemiringannya. Seperti diuraikan di atas pada alur Kali Boyong pada segmen BO-I dan BO-2 tidak berair, setelah itu mulai dari BO-3 hingga BO-II debit cenderung bertambah, meskipun tidak konsisten (tidak tetap). Setelah pada segmen BO-3 muneul aliran air dengan debit 196 I/detik, kemudian BO-4 hingga BO-7 tidak tersedia data, baru di BO-8, BO-9 dan BO-1O debitnya secara bertorut-turut sebesar 47 I/detik, 3350 l/detik dan 1598 I/detik. Ketersediaan air pada alur sungai tersebut dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih, pengairan, peternakan dan perikanan. Pemanfaatan air untuk pertanian umumnya terkait dengan bendung dan ada pintu air. Di sepanjang alur Kali Boyong/Code terdapat 49
Bangunan Sabo (Pusat Libang SDA, 2006) yang digunakan untuk pengamanan sedimen maupun untuk irigasi. Ketersediaan air pada alur Kali Boyong/Code tidak meneukupi untuk keperluan air irigasi di daerah persawahan yang termasuk subDAS Boyong/Code yang terbukti pada musim kemarau banyak lahan persawahan yang bero, yang perlu didukung dari sumber air dari alur sungai lain. Sebagai contoh air dari Kali Pro go melalui saluran irigasi Selokan Mataram diguna-kan untuk mengairi persawahan di bagian hilir subDAS Boyong, Kuning dan Opak. c. Pemanfaatan Sumber Daya Lahan dan Tata Lingkungan Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa pada alur Kali Boyong/Code ini pemanfaatan alur sungai khususnya pada lembah dan sempadan sungai lebih bervariasi, meliputi penambangan sirtu pada lokasi BO-I dan BO-2, penambangan dimulai dari dekat bangunan sabo kemudian mengarah ke hulu yang saat penelitian sudah naik sampai 300400 meter ke hulu; pemanfaatan untuk pertanian meliputi berbagai jenis tanaman seperti: rumput gajah, pisang, kelapa, bambu, klereside mulai dari BO-3 sampai BO-II keeuali BO-9; pembuatan kolam ikan di BO-7; pemukiman di BO-8 dan BO-9. Profil penampang lembah sampai ke sempadannya yang jelas pada BO-I, BO-3 dan BO-9, seeara umum makin ke hilir makin tidak jelas karena tertutup oleh pemanfaatan pertanian. Air sungai mulai muneul pada BO-3 sesuai dengan pemanfaatan untuk pertanian, lebar yang berair awalnya 2 meter dan bertambah lebar sampai ke BO-II meneapai 10 meter dengan kedalaman air bervariasi antara 0.15-2.0 meter. Pemanfaatan untuk permukiman yang bersifat semi-permanen maupun permanen seharusnya tidak diperkenankan untuk ada pada sempadan sungai, dalam kenyataannya sebagian besar pemukiman tidak saja berada pad a sempadan sungai tetapi berada di dalam lembah sungainya. Pada Kali Boyong/Code pemukiman yang padat ada di wilayah Kota Yogyakarta, mulai dari Jembatan Sarjito di bagian utara sampai dengan Jembatan Tungkak di bagian sel Pemanfaatan dan Pengendalian Alur Kali Kuning Substansi pemanfaatan dan pengendalian di alur Kali Kuning mengikuti sasaran pemanfaatan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dijelaskan pada Kali Boyong/Code. Sumber daya alam yang terdapat pada alur sungai adalah sedimen (pasir dan batu), air, tumbuhan dan hewan, serta tata lingkungannya. Pemanfaatan sumber daya alam harus mendasar pada daya dukung dan daya tampung, dengan perhatian terhadap keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas, serta keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Pengendalian dalam penelitian ini terbatas pada kerusakan lingkungan fisik alur sungai. Aktifitas dalam pengendalian terdiri dari peneegahan, penanggulangan dan pemulihan. Dalam penelitian ini pengendalian dibatasi pada idea atau gagasan dalam peneegahan,penanggulangandan pemulihan,bukan merupakanaktifitastindakan. Ramburambu pemanfaatan sumber daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan tersebut diterapkanseeara garis besar di alur KaliKuning. a. Pemanfaatan Sumber Daya Material Sumber daya material (pasir dan batu) pada alur Kali Kuning tidak tersedia sebanyak yang ada di Kali Boyong/Code dan Kali Gendol/Opak, namun pada saat penelitian hanya di hulu yang ada kegiatanpenambanganyaitu segmen KU-l dan KU-2.
24 25
Pada lokasi KU-I sedikit kegiatan penambangannya, disebabkan karena akses menuju lembahnya cukup dalam yang merupakan obyek wisata. Di KU-2 merupakan lokasi penambangan yang dominan saat penelitian di sepanjang Kali Kuning, bangunan sabonya relatif baru dioperasikan (2007) dan penambangan sudah masuk ke arah hulu sabo sampai 200 meter. Selain itu karena adanya Bukit Pelawangan maka hulu Kali Kuning terjaga dari lahar Merapi, sehingga tidak banyak material sedimen yang ada di sepanjang sungai hal ini dapat di lihat pada kondisi pada setiap pen ampang. b. Pemanfaatan Sumber Daya Air Sumber daya air yang terdapat di alur sungai yang terletak pada lereng gunungapi strato umumnya melimpah, tetapi distribusi spasialnya bervariasi menurut posisi dan kemiringannya. Kondisi air cukup baik mulai dari KU-I sampai ke KU-7, hal ini karena lokasi KU-I adalah sumber mata air Umbul Wadon yang merupakan sumber air utama untuk wilayah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Konsistensi dari air yang ada di Kali Kuning tidak dapat dipantau, karena tidak ada catatan data aliran pada sungai ini tidak seperti halnya di Kali Boyong yang ada data debit aliran sungai di beberapa lokasi. Pemanfaatan air untuk pertanian umumnya terkait dengan bendung dan ada pintu air. Di sepanjang alur Kali Kuning terdapat 6 Bangunan Sabo (Pusat Libang SDA, 2006) yang digunakan untuk pengamanan sedimen maupun untuk irigasi. Ketersediaan air pad a alur Kali Kuning tidak mencukupi untuk keperluan air irigasi di daerah persawahan yang termasuk subDAS Kuning yang terbukti pada musim kemarau ban yak lahan persawahan yang bero, yang perlu didukung dari sumber air dari alur sungai lain. Sebagai contoh air dari Kali Pro go melalui saluran irigasi Selokan Mataram digunakan untuk mengairi persawahan di bagian hilir subDAS Boyong, Kuning dan Opak. c. Pemanfaatan Sumber Daya Lahan dan Tata Lingkungan Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa pada alur Kali Kuning ini pemanfaatan alur sungai khususnya pad a lembah dan sempadan sungai, meliputi penambangan sirtu pada lokasi KU-I dan KU-2, penambangan di KU-I hanya setempatsetempat sedang yang di KU-2 dimulai dari dekat bangunan sabo kemudian mengarah ke hulu yang saat penelitian sudah naik sampai 200 meter ke hulu; pemanfaatan untuk pertanian meliputi berbagai jenis tanaman seperti: rumput gajah, pisang, kelapa, bambu, klereside mulai dari KU-3 sampai KU-7. Air sungai muncul sejak KU.I sampai ke KU-7 sesuai dengan pemanfaatan untuk pertanian dan kolam ikan, lebar yang berair awalnya I meter dan bertambah Iebar sampai mencapai 10 meter dengan kedalaman air bervariasi antara 0.15-1.0 meter saat penelitian. Pemanfaatan dan Pengendalian Alur Kali Gendol/Opak Sebelum membahas substansi pemanfaatan dan pengendalian di alur Kali Gendol/Opak, rambu-rambu tentang pemanfaatan dan pengendalian terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup perlu ditegaskan. Sasaran pemanfaatan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah sumber daya alam; dalam kaitannya dengan penelitian ini sumber daya alam yang dimaksud adalah yang terdapat pada alur sungai. Sumber daya alam yang terdapat pad a alur sungai adalah sedimen (pasir dan batu), air, tumbuhan dan hewan, serta tata lingkungannya. Pemanfaatan sumber daya alam harus mendasar pada daya dukung dan daya tampung, dengan perhatian terhadap keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas, serta keselamatan, mutu
hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pengendalian dalam penelitian ini terbatas pad a kerusakan lingkungan tisik alur sungai. Aktifitas dalam pengendalian terdiri dari pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Dalam penelitian ini pengendalian dibatasi pada idea aktifitas atau gagasan dalam pence gahan, penanggulangan dan pemulihan, bukan merupakan tindakan. a. Pemanfaatan
Sumber Daya Material
Sumber daya material pasir dan batu pad a alur Kali Gendol/Opak cukup tersedia, namun pada saat penelitian hanya bagian hulu yang ada kegiatan penambangan yaitu segmen GEO-I, GEO-2 dan GEO-3. Di bagian tengah tidak ada kegiatan penambangan sampai ke hilir di GEO-9. Pada segmen yang tidak ada penambangan saat penelitian, itu tidak berarti tidak pemah ada penambangan, ada penambangan tapi masa lalu. Hal tersebut dapat ditelusur dari konfigurasi relief dasar alur sungai tidak rata, tetapi terdapat mikro relief yang mencerminkan bukan bekas kerja aliran tetapi bekas kerja aktifitas manusia. Ketersediaan material sangat tergantung pada lokasinya, material berukuran bongkah banyak terdapat pada GEO-I, GEO-2, GEO-3 dan GEO-5, krakal yang ketersediaannya tidak lebih 50% dan pasir kerikil yang ketersediaannya lebih dari 50% ada di GEO-I sampai di GEO-5, distribusi spasial material alur sungai terse but dapat dijadikan sedangkan di GEO-6 sampai GEO-9 hanya pasir. Ketersediaan bongkah yang relatif tidak banyak, dan krakal yang kurang dari 50% mengindikasikan bahwa segmen aIur sungai tersebut intensif di tambang pasir dan krikilnya, sehingga yang tersisa adalah yang berukurantelah kasar. Berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara dengan penambang, dan membaca laporan penelitian tentang penambangan pasir dan batu dari Departemen PU tahun 2008 antara Kali Gendol/Opak dengan Kali BoyongiCode kondisinya sarna, yang membedakan adalah jumlah dana untuk kontribusi pertruk yang berbeda. Di Kali Gendol/Opak harus melalui 4 titik pembayaran yang berjumlah Rp 18.000,-, sedangkan di Kali BoyongiCode hanya melewati 2 titik pembayaran dan jumlahnya Rp 12.500,- adapun jumlah truk dan harga pertruknya sarna. Secara umum dapat dinyatakan bahwa daya dukung sumber daya material pasir dan batu pad a alur Kali Gendol/Opak cukup tersedia, dan akan terus tersedia selama Gunungapi Merapi periode letusannya mirip yang lalu, dan bahkan melebihi setelah letusan pada tahun 2010. Pemanfaatan sumber daya pasir dan batl! secara umum pada masa lalu dapat dinilai intensif, dan kurang intensifpada saat penelitian. Setiap kegiatan penambangan tentu ada limbahnya, dalam kaitan dengan penambangan pasir dan batu limbahnya adalah material yang sarna hanya ukuran butirnya yang berbeda. Limbah penambangan pasir dan batu pembuangannya juga pada alur sungai yang bersangkutan, dengan demikian daya tamping alur sungai cukup besar, dan tidak akan terlampaui. Daya tampung akan terlampaui apabila limbah hasil penambangan ditumpuk sehingga membuatke seperti dari hulu menuju hilir. bendungltanggul yang dapat mengganggu penyaluran sedimen b. Pemanfaatan
Sumber Daya Air
Sumber daya air yang terdapat di alur sungai yang terletak pada lereng gunungapi strato umumnya melimpah, tetapi distribusi spasialnya bervariasi menurut posisi dan kemiringannya. Seperti diuraikan di atas pad a alur Kali Boyong pad a segmen GEO1,GEO-2 dan GEO-4 tidak berair, yang berair GEO-3 dan mulai dari GEO-5 hingga GEOi
I,
26
27
9 dengan jumlah cenderung bertambah, meskipun tidak konsisten. Ketersediaan air pad a alur sungai dimanfaatkan untuk penyediaan air bersih, pengairan, peternakan dan perikanan. Pemanfaatan air dari alur sungai untuk penyediaan air domestik terbatas pada bagian hulu dan tengah dengan cara menyalurkan air melalui paralon atau selang. Pada penampang alur sungai yang ada tanggul atau damnya (Sabo) banyak paralon atau selang yang dipasang untuk menyalurkan air ke arah lokasi permukiman. Pemanfaatan air untuk pertanian umumnya terkait dengan bendung dan ada pintu air. Di sepanjang alur Kali Gendol/Opak terdapat 16 Bangunan Sabo (pusat Libang SDA, 2006) yang digunakan untuk pengamanan sedimen maupun untuk irigasi. Ketersediaan air pada alur Kali Gendol/Opak tidak mencukupi untuk keperluan air irigasi di daerah persawahan yang termasuk subDAS Gendol/Opak yang terbukti pada musim kemarau banyak lahan persawahan yang bero, yang perlu didukung dari sumber air dari alur sungai lain. Sebagai contoh air dari Kali Progo melalui saluran irigasi Selokan Mataram digunakan untuk mengairi persawahan di bagian hilir subDAS Boyong, Kuning dan Gendol/Opak. c. Pemanfaatan Sumber Daya Lahan dan Tata Lingkungan Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa pada alur Kali Gendol/Opak ini pemanfaatan alur sungai khususnya pada lembah dan sempadan sungai meliputi penambangan sirtu pada lokasi GEO-I, GEO-2 dan GEO-3, penambangan dimulai dari dekat bangunan sabo kemudian mengarah ke hulu yang saat penelitian sudah naik sampai 300-400 meter ke hulu; pemanfaatan untuk pertanian meliputi berbagai jenis tanaman seperti: rumput gajah, pisang, kelapa, bambu, klereside mulai dari GEO-3 sampai ke GEO9. Air sungai mulai muncul pad a GEO-3 dan mulai dari GEO-5 sampai ke GEO-9 dengan lebar yang berair mulai I meter sampai 15 meter dan dengan kedalaman air bervariasi antara 0.15 meter sampai lebih dari 1.5 meter.
yang merupakanjalan utama arah luneuran, dan kemudian dibiarkan untuk mengikuti lembah-Iembahsungai yang ada seearaalami. Apabila direncanakan perlu adanya bangunan struktur, harus dipilih pada lokasi yangdi sekitar reneanabangunanaman dari pemukimanpenduduk, sehingga kemungkinan kalau pada peristiwa letusan GunungapiMerapi 20I0 tersebut pada Kali Gendol tidak ada Sabonya, jarak luneuran dengan Sabo yang mencapai 18 km di wilayah Kecamatan Cangkringan kemungkinan akan bertambah beberapa kilometer (Atyanto dkk, 20I0).. Perlu adanya penelitian mengenai kecepatan luncuran awan panas pada lembah sungai, sehinggajarak luncurannya dapat diperkirakan akan tetapi karena alur sungai itu tidak luruskemungkinanjarak tambahandari yangterjadi tidak terlalujauh. EvaluasilArahan sosialisasi kepada penduduk Perlu dilakukan secara terinci teratur dan terus menerus mengenai: peringatandini, jalur evakuasi, lokasi penampunganbaik yang permanen maupun yang sementara. Lokasi penam-punganbaik pendudukmaupunhewanpeliharaan sebaiknyaterletak pada zona atau wilayah yang aman dari bahaya erupsi merapi. Keberadaan penduduk sebaiknya tidak bertempattinggal sesuai dengan pembagianzona yang telah ditentukan, mengingat bahwa intervalaktivitasGunungapiMerapiyang relatifpendek. 4.2.5 Evaluasi Sebelum dan Sesudah Erupsi Gunungapi Merapi 2010 Perlunya ada evaluasi yang terkait dengan erupsi yang terjadi pada Oktober dan November 2010 agar dapat dibandingkan antara erupsi yang biasa terjadi dengan erupsi yang dahsyat ini, sehingga dapat diperkirakan bagaimana eara penanggu-langan yang terbaik yang dapat dilakukan. Evaluasi yang dilakukan sebelum dan sesudah erupsi GunungapiMerapi akan mendasarkanatas kondisi lapangan di masing-masing sub DAS pada lokasi di beberapa penampang melintang yang ada dengan menampilkan foto-foto lapangannya. Sub DASKali Boyong/ Code Pada penampang yang lokasinya paling hulu di Desa Turgo (BO-I) tampak terjadinya penimbunan material sedimen akibat letusan erupsi Merapi 20IO. Ketebalan sedimenpada posisi Sabo diperkirakanantara 7-8 meter, karena bagian yang terbuka dari Sabo setinggi5 meter dan sisi miringnyatertutup lebih dari separonya. Wilayah ini belum tampak aktivitas penambangan sirtu, dikarenakan akses jalannya rusak dan perlu ada perkerasan. Pada lokasi yang aksesnya mudah, aktivitas penambangan berjalan dengan cepat dan dimulai dari yang mudah (jembatan yang tertimbun material). Kegiatan penambanganhampir terjadi di setiap lokasi yang terdapat timbunan material sedimen sirtu, terutama pada tempat-tempat yang akses jalannya mudah dijangkau. Endapan material sedimen ini menipis sampai ke hiIir, pada Kali BoyonglCode sampai di BO-IO yaitu di selatanjalan lingkar selatan. Sub DAS Kali Kuning Umbul Wadon yang merupakan sumber air utama bagi masyarakat Yogyakarta, terutama wilayah Sleman dan Kota Yogyakartamengalami kerusakan akibat dari adanya lahar dingin Merapi. Akibat dari kejadian ini sebagian wilayah Sleman bagian utara ini tidak mendapatkan air bersih, sehingga untuk beberapa waktu secara bergiliran mendapatkan pasokan air bersih melalui kiriman air yang melalui mobil tangki air. Pengaruhbanjir lahar dingin di sub DAS Kali Kuning seperti halnya di Kali Boyong/Code
4.2.4 Evaluasi/Arahan Pengelolaan Lingkungan yang Diusulkan mendasarkan dari hasil penelitian yang menekankan pada sebagian dari prinsip pengelolaan lingkungan yaitu pemanfaatan dan perlindungan sebagai berikut EvaluasilArahan pengelolaan alur sungai dari lahar dingin Perlu memperhatikan kondisi kawah dan material di puncak Merapi yang kemungkinan akan menjadi lahar dingin pada lembah-Iembah sungai, hal ini untuk menentukan posisi lokasi dan tipe dari jenis Sabo yang perlu disepakati oleh pihak pemerintah dan masyarakat setempat agar tidak terjadi konflik atau saling menyalahkan. Apabila ada koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat sekitar alur sungai, maka pembangunan Sabo akan didukung oleh masyarakat dan dalam proses penambangan masyarakat akan mengikuti aturan atau persyaratan demi keamanan mereka dan bangunan Sabonya.
Evaluasi/Arahan pengelolaan alur sungai dari awan panas Material yang tersebar melalui arah angin perlu segera disosialisasikansecara rutin, sedangkan untuk yang meluneur melalui lembah sungai perlu melihat kedalamanlembah dan penyebaran konsentrasi penduduk agar pengelolaannya dapat efektif dan efisien. Pengelolaan awan panas Gunungapi Merapi harus memperhatikanbukaan dari kawahnya
28 29
sampai ke selatan Jalan Lingkar Selatan. Perbedaan antara segmen penampang pad a KU-2 sewaktu melakukan pengukuran dalam penelitian ini (Oktober 2009) dengan kondisi penampang tersebut setelah terjadinya erupsi Gunungapi Merapi bulan Oktober-November tahun 2010. Foto yang diambil setelah kejadian erupsi Merapi baru dapat dilakukan pada bulan Januari tahun 2011, karena waktu sebelumnya masih terlarang bagi umum untuk mendekat ke daerah tersebut. Sub DAS Kali Gendol/ Opak Hulu Pada peristiwa erupsi Merapi 2010 yang diasumsikan merupakan kejadian erupsi periode ulang 100 tahunan, material lahar yang dikeluarkan diperkirakan sebanyak 50 juta meter kubik dan berakibat kejadian yang luar biasa. Lembah Kali Gendol yang lebarnya lebih dari 100 meter dengan kedalaman lebih kurang 70 meteran, dapat tertimbun oleh material dari Merapi bahkan sampai mencapai 5 meter lebih tinggi dari jalan yang ada di sebelah baratnya. Material timbunan yang melebihi dari batas sempadan lembah Kali Gendol inilah yang mengakibat terjadinya wilayah sekitar bangunan Sabo yang terlanda material awan panas, sehingga mengakibatkan banyaknya korban jiwa karena kepadatan penduduk di sekitar alur sungai tersebut. Perhatian yang mendesak adalah terhadap lahar dingin di Wonokerso (GEO-3) terlihat perbedaan kondisi yang mencolok antara sebelum dan sesudah erupsi tahun 20 IO. Dikuatirkan apabila hal ini berlangsung terus maka akan dapat mencapai wilayah Candi Prambanan.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam kajian yang diperoIeh dalam penelitian ini dan sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: I
Adanya luncuran material Gunungapi Merapi yang jumlah dan ukuran butirnya tidak menentu tetapi sering terjadi, berakibat perubahan bentuk geometri dari alur sungai yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, penimbunan, dan pengaliran air sungai di wilayah penelitian yaitu Kali Boyong/ Code, Kali Kuning dan Kali Gendol/ Opak Hulu tidak berkembang secara spasiaI-ekologis. Material sedimen tidak terdistribusi secara ekologis berdasarkan ukuran butimya, tetapi berkembang tidak normal akibat kekuatan daya angkut dari lahar dingin yang mampu membawa bongkah sampai ke penggal tengah karena kemiringan alur sungainya yang memungkinkan untuk mengalirkannya.
Erupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 mengakibatkan hampir semua alur sungai di daerah penelitian terlalui oleh awan panas/lahar dingin, dan Kali Gendol yang merupakan jalur utama dari ancaman awan panas/lahar dingin mencapai sejauh IS km dari puncak Merapi sehingga sudah mendekati wilayah Candi Prambanan. 2 Pemanfaatan alur sungai oleh masyarakat sekitar lokasi alur sungai untuk pengambilan air bersih; pertanian maupun penambangan sirtu termasuk pengusaha penambangan mengakibatkan fungsi alur sungai terganggu, sehingga terjadi penghambatan dan penyempitan alur yang seharusnya berair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dapat dibuat tata ruang pemanfaatan alur sungai atas dasar distribusi dari material pasir; batu dan bongkah yang tersebar pada setiap peng-gal alur sungai. Selain pemanfaatan ini menimbulkan dampak negatif yang mengganggu fungsi alur sungai, dampak positifnya meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi kegiatan dari hasil restribusi yang dikumpulkan untuk setiap truk muatan material dikenakan antara Rp 12.000,- sampai Rp 15.000,-. Erupsi 2010 menutup alur sungai dan banyak jembatan dan bangunan sabo yang rusak diterjang aliran lahar dingin, setelah keadaan aman pemanfaatan penambangan mulai semarak lagi dan dimulai dari jembatan atau bangunan sabo karena aksesnya mudah menuju arah ke hulu dan ini membawa berkah yang besar bagi daerah. 3
Pengembangan evaluasi pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan di daerah penelitian yang rawan bencana sedimen ini adalah dengan sosialisasi kepada masyarakat maupun pengusaha penambangan sirtu mengenai sistem peringatan dini dan tanggap da-rurat bahaya khususnya yang berkaitan dengan jalur evakuasi apabila terjadi erupsi Merapi. Selain itu tersedianya Peta Daerah Rawan Bencana yang terbaru dengan men-dasarkan pada peristiwa erupsi Oktober-November 2010 perlu segera disosialisasikan. Dalam pembangunan teknologi Sabo yang diperuntukan guna penanggulangan bencana akibat luncuran material dari erupsi Merapi, konsolidasi atau kompromi antara kondisi sosial budaya masyarakat sekitar alur sungai dan kondisi lingkungan
30 31
perencanaan teknologi Sabo yang akan dibangun agar mendapatkan kesepakatan yang terbaik sehingga dapat memperkecil korban yang terjadi. 5.2. Rekomendasi Perlu dikembangkan evaluasi atau arahan yang mendasarkan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang ada pada Tabel 4.17 dari hasil penelitian ini atau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam sosialisai perlu memperhatikan adanya kearifan lokal yang telah lama berkembang di Merapi ini, seperti halnya untuk kepemilikan lahan akan dipertahankan dengan ungkapan Sak Dumuk Bathuk Sak Nyari Bumi ini berarti akan dipertahankan sampai titik darah yang terakhir. Oleh karena itu bila alur-alur sungai akan dikembalikan ke bentuk semuIa yang alami, perlu adanya sosialisasi yang rutin kepada masyarakat sekitar sungai dan pengusaha penambangan sirtu, sehingga dalam pemanfaatannya dapat menuju bentuk alur lembah sungai yang alami tanpa menimbulkan masalah, Kawai pembangunan fisik yang mengganggu alur sungai terutama yang melawan proses alam, hal ini diperlukan untuk menjaga stabilitas alurnya. Perlu dipasang ramburambu penentuan jarak terdekat dari bangunan yang multi fungsi (bisa untuk jembatan) maupun batas kemiringan yang diperbolehkan untuk ditambang, sehingga keamanannya terjaga. Selain itu penanaman tanaman bambu sebagai tanaman penahan erosi dan longsor sepanjang pinggir atau tebing sungai perlu digalakkan kembali, hal ini sejalan dengan kegiatan teknologi sabo yang bersifat vegetatif. Penanganan awan panas perlu dikaji lebih mendalam mengenai karak-teristiknya sehingga dapat disimulasikan atau dilakukan percobaan di Labo-ratorium yaitu dengan perlakuan secara alami atau natural, sehingga dapat diketahui dampaknya pad a alur sungai yang alami .khususnya di daerah penelitian Gunungapi Merapi ini.
DAFT AR PUST AKA Agus Maryono. 2005. Eko-Hidraulik, Pembangunan Sungai. Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Agus Sumaryono. 2002. Dampak Penanggulangan Bencana Sedimen Terhadap Kelestarian Sumber Daya Air. ProSiding, Simposium Nasional Pencegahan Bencana Sedimen. Kerjasama Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat ]endral Sumber Daya Air dengan Japa International Cooperation Agency (JICA). Atyanto Dharoko, dkk. 2010. Rencana Tata Ruang Wi/ayah dan Permukiman (RTRWP) Gunungapi Merapi, Pasca Erupsi 2010. Universitas Gadjah Mada, Yoyakarta. Camljs G., Gourgaud A., Mossand-Berthommier P.C. and Vincent P.M. 2000. Merapi (Central Java), Indonesia An outline of the structural and magmatoJogical evolution, with a spe-cial emphasis to the major pyroclastic events. Journal of Vulcanology and Geotherma Research, 100 (2000) pp. 139-163. Elsevier, Amsterdam. CookeOxford R.U and J.C. Doornkamp. 1990. Geomorphology in Environmental Management. University Press, Oxford, New York. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat ]enderal Sumber Daya Air Ba]ai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak. 2008. Annex-5 Final Report for Study on Institutional Framework. Departemen PU, Direktorat Jenderal Sumber daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, SNVT Pelaksana Pengelolaan SDA Serayu-Opak. Kerjasama Yachiyo Engineering Co dan Faculty of Engineering Gadjah Mada University. GablerThomson R.E., Petersen J.F. andUnited Trapassco Brooks/Cole, States.L.M. 2007. Essentials of Physical Geography Hadisantono R.D., M.CH.S.D. Andreastuti, E.K. Abdurachman, D.S. Sayudi, I. Nurnusanto, A. Martono, A.D. Sumpeno, dan M. Muzani. 2002. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Indonesia. Yogyakarta. Direktorat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung Hendaryono, Salatun Said dan Haryadi Djamal. 2002. Kontrol Struktur Terhadap Peningkatan Sedimentasi Contoh Kasus Kali Gendol, Sleman Yogyakarta. Prosiding, Simposium Nasional Pencegahan Bencana Sedimen. Kerjasama Departemen Permukiman dan Prasarana Wi]ayah Direktorat JendraI Sumber Daya Air dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia NomoI' 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), Kouchi Kondo. 2002. Sediment Control in Japan. Proceedings of International Symposium on Sediment Related Issues in Southeast Asian Region. Ministry of Settlement and Regional Infrastructure Directorate General of Water Resources, Integrated Sediment-Related Disaster Management Project (ISDM Project) in Cooperation with Sediment-Related Issues Committee The Third World Water Forum, Yogyakarta Indonesia.
32 33
Lavigne F., and Thouret J.e. 2002. Sediment transportation and deposition by raintriggered lahars at Merapi Volcano, Central Java, Indonesia. Journal of Geomormology, 49 (2002) pp. 45-69. Elsevier, Amsterdam. Lavigne F., Thouret J.C., Voight B., Suwa H., and Sumaryono A. 2000. Lahar at Merapi Volcano, Central Java: an overview. Journal of Vulcanology and Geothermal Research, 100 (2000) pp. 139-163. Elsevier, Amsterdam. Linsley R.K., Kohler M.A., and Paulhus J.L.H. 1949. Applied Hydrology.McGraw Hill Book Copany, Inc. New York. Ministry of Settlement and Regional Infrastructure Directorate General of Water Resources and Integrated Sediment-Related Disaster Management (ISDM) Sabo Technical Center. 2002. Proceedings of International Symposium on Sediment-Related issues in Southeast Asian Region. Ministry of Settlement and Regional Infrastructure Directorate General of Water Resources and ISDM Sabo Technical Center, Yogyakarta in Cooperation with Sediment-Related Issues Committee The Third World Water Forum C/o Sabo Technical Center, Japan. Moh. Hasan. 2002. Sediment Related Disaster Control (SABO WORKS) in Indonesia. Prosiding. Simposium Nasional Pencegahan Bencana Sedimen. Kerjasama Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Japa International Cooperation Agency (JICA). Morisawa M. 1968. Stream their dynamics and morphology. McGraw-Hili Book Company, New York. Muhammad Alboneh dan Sugeng Wiratna. 2002. Usaha Peningkatan Suplai Sedimen ke Hilir, Uji Model Hidrolika, Studi Kasus Kali Boyong (Sabo Technical center, Yogyakarta) . Prosiding, Simposium Nasional Pencegahan Bencana Sedimen. Kerjasama Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Sumber Daya Air dengan Japa International Cooperation Agency (JICA). Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2006. Bangunan Sabo di Indonesia. Pusat Litbang Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Ratdomopurbo A. and G. Poupinet. 2000, An overview of the seismicity of Merapi volcano (Java, Indonesia), 1983-1994. Journal of volcanology and geotermal research. Elsevier, Amsterdam. Ratdornopurbo A, Subandriyo, Sulistiyo Y dan Suharna. 2006. Prekusor Erupsi Gunung Merapi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi dan Departemen Energi, Sumber Daya Mineral (DESDM) dan Balai Penyelidikandan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), Yogyakarta. Sabo Technical Centre. 2002. Tinjauan Bencana Alam Sedimen di Indonesia. Sabo Technical centre, Yogyakarta. Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2004. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sekretariat Negara Republik Indonesia, . Jakarta. Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Seyhan, E. 1977.Utrcch. Fundamentals Universiteitc,
of Hydrology.
Geografisch
Instituut
der Rijks
Sutikno, Widiyanto, Langgeng W.S., Andri Kurniawan dan Taufik H.P. 2004. Potensi Sumberdaya Alam Gunungapi Merapi dan Pengelolaannya untuk Mendukung Kehidupan Masyarakat Sekitar. Laporan Komprehensif Hasil Penelitian Hibah Bersaing X; Tahun Anggaran 2002-2004. Lembaga Penelitian UGM. Voight B, Sukhyar Rand Wirakusumah A.D. 2000. Introduction to special issue on Merapi Volcano. Amsterdam. Journal of Vulcanology and Geothermal Research, 100 (2000) pp. 1-8. Elsevier, Widoyo Alfandi. Yogyakarta.
2001.
Epistemologi
Geografi.
Gadjah
Mada
University
Press,
Zuly Qodir. 2010. Bencana Merapi dan Mitos di Masyarakat, Kasus Masyarakat Glagah Harjo Kepuh Harjo dan Kinahrejo. Merapi dalam kajian Multi-disiplin, sumbangan Penelitian Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada bagi korban Erupsi tahun 2010. Sekolah Pascasarjana UGM, Yoyakarta.
LAMPlRAN
Tabcl I Kondisi Lingkungan
1000
925
Alur Kali Boyongl Codc
850 675
575
475
395
500
305
213
110
70
35
o Lokasi Geo!!rafis: Dusun Elevasi (m) Letak Lintane 07 Letak Buiur 110 Lin!!kun!!ao AbiotikIFisik Bentuk Lembah U 1 V Lebar Lembah (m) Kedalaman Lembah (m) Jarak antar lokasi (km) Lerene Sungai PenamDunl!!PenyimDanAir Penyalur (Debit) Air, Udt SusDensi Material, ml!lL Kedalaman Air (m) Lebar yang berair (m) Uk.Butir maks. Lab. (nun) Prosentase Bonekah
BO-I Turgo 925 35' 12" 25' 37"
BO-2 Turgo 850 35' 09" 25' 25"
BO-3 Boyong 675 36' 56" 24' 55"
BO-4 Tanen 575 37'26" 24' 51"
BO-5 Wringin Lor 475 38' 36" 24'05"
BO-6 Teeal 395 39' 41" 23' 45"
BO-7 Wonoseto 305 41' 13" 23' 34"
BO-8 N eentak 213 43' 27" 23'21"
BO-9 Gondolayu 110 47' 00" 22' 16"
80-10 Pandean 70 50' 30" 22' 31"
80-11 Cembine 35 53' 29" 22' 59"
U 69.2 32.73 0.25 0.2000 Tidak ada
U 92 45.76 0.85 0.0882 Tidak ada
U 123.2 18.53 0.95 0.1053 Ada
U 88 20.09 3 0.0333 Ada
U 57.7 14.74 2 0.0400 Ada
U 53.8 5.13 3 0.0300 Ada
kerin!! 0 <45 2
0.15-0.50 0.75-2.0 <45 2
0.15-0.50 1.5-2.5 <45 0
0.]5 1.0-3.0 <45 0
0.15-0.50 3.0-4.0 <45 20
U 54.23 11.47 3.8 0.0242 Ada 47 27.8 0.15 3.0-4.0 <64 20
U 25.8 19.71 8.5 0.0121 Ada 3350 64.8 0.15-0.80 7.0-8.0 < 23 0
U ]5 3 7.2 0.0056 Ada 1598 45.6 1.5-2.0 3.0-7.0 < 32 0
U 23.1 5.69 6.5 0.0054 Ada
kerin!! 0 < 32 5
U 169.7 24.45 2.75 0.0636 Ada 196 20 0.15-0.50 0.75-2.0 <64 I
-
Lanjutan dari Tabel 4.2 Berat Jenis /cc
2.43
2.25
Warna Pengambilan Material Un!!kuo!!an Biotik
Black Ada
Tutupan Lahan Vel/;.(%) Uogkuogao Sosial Kerja PokoklSampinl/;anlLain Penghasilan perbulan (ribuan) Tingkat Pendidikan Keterlibatan Kel. ( 0/1/213/4) Pekeria ( LIP) Pemasaran terjauh Peringatan Bahaya ( AITA ) Setuju pengaturan (yaltidak)
30-40
0.5 8.0-10.0 <32 0
2.59
2.44
2.63
2.58
2.54
2.59
2.43
2.5
V.D. ey Ada
2.52 V.D. ey Ada
V.D. ey Tidak Ada
Black Tidak Ada
D.O. ey Tidak Ada
Black Tidak Ada
Black Tidak Ada
Black Tidak Ada
Black Tidak Ada
Black Ada
30-40
60-70
60-70
70-80
70-80
40-50
30-40
0-5
30-40
30-40
23/8 200-4500 TS-SLTA ]41817/2 31/luar Prop 31/14/17
21 -129 600 TS-SLTA
28/3 300-2500 SD-SLTA 11/1613/1 3] 1di Kec 29/2 13/18
]9/12 di Prop 2/-/29
-12/29
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel2 Kondisi lingkungan Alur Kali Kuning
1000
500
o
875
265
205
120
75
-Elevasi (m) Letak Lintan!! 07 Letak Buiur 110 Lio!!kuo!!ao AbiotikIFisik Bentuk Lembah U / V Lebar Lembah (m) Kedalaman Lembah (m) Jarak antar lokasi (krn) Leren!! Sun!!ai Penamnuru!/Pnvimnan Air Penvalu (Debit) Air, Udt Susnensi Material, ml!!L Kedalaman Air (m) Lebar vanl! berair (m) Uk.Butir maks. Lab. (mm) Prosentase Bonl!kah Berat Jenis I!.f/cc Warna Penl!ambilan Malerial
KU-3 Pokoh 398 40'08" 25' 50"
KU-4 Yanah 265 42' 17" 26' 20"
KU-S Sambireio 205 43' 36" 26' 26"
KU-6 Bakungan 120 47' 02" 26' 22"
Tegalsari 75 49' 39" 26' 12"
V 42 49.41 0.25 0.2500 Ada
U 106 22.42 2.55 0.0882 Ada
U 63.3 8.53 6.25 0.0403 Ada
U 49.16 6.21 4.3 0.0309 Ada
U 28 9.1 2.25 0.0267 Ada
U 37.3 5.4 7.25 0.0117 Ada
U 24 4.72 5.65 0.0080 Ada
0.5-1.0 1.0-2.0 <45 5 2.55 Black Tidak Ada
0.15 1.0-2.0 <32 0 2.41 Black Ada
0.15 1.0-2.0 <32 0 2.71 Black Tidak Ada
0.15-0.30 3.0-5.0 > 64 0 2.5 Black Tidak Ada
kerinl! 3.0-5.0 <64 0 2.44 Dark I!.fev Tidak Ada
0.3-0.8 4.0-5.0 <64 0 2.58 Black Tidak Ada
0.5-0.6 7.0-10.0 <32 0 2.61 Black Tidak Ada
20-25
25-30
25-30
25-30
25-30
25-30
25-30
15/3/12 200-3500 SD-SLTA 17/121/11 25/5 di Prop 15/3112 3/15/.12
22/8 440-3000 TS-SLTA 15/10/3/2 27/3 di Prop 6/2413/17
Laniulan dari Tabe! 4.3 Lio!!kuo!!an Biotik TulUDanLahan Ve!!:T%) Lioi!kuo!!ao Sosia' Keria PokoklSamoinuanlLain Penhasilan oerbulan (ribuan) Tinl!kal Pendidikan Kelerlibatan KelTO/II2I3/4 ) Pekeria ( LI P) Pemasaran teriauh Perinatan Bahava ( A/TA )
23/7 300-3600 TS-AKIPT 8/15/21211/2
27/3 di ProD 15/15 19/11
Seluiu nengaluran (ya/lidak) Sumber: Lampiran I clan 5
-
--
-
Tabel3
KlJ-7
Pan!!ukreio 875 35' 53" 26' 20"
KU-2 Gro!!ol 650 37'05" 25' 42"
KC-I
Lokasi Geo!!rafis: Dusun
Kondisi lingkungan
Alur Kali GendollOpak
di SubDAS Gendoll Opak
1000 1000
275
500
170
115
70
50
20
o Lokasi Geo2rafis: Dusun Elevasi (m) Lelak Lintang 07 Lelak Buiur 110 Lioi!kuni!an AbiotikIFisik Bentuk Lembah U / V Lebar Lembah (m) Kedalaman Lembah (m) Jarak antar lokasi (krn) Lereng Sungai PenamDunWPenyimpanAir Penyalur (Debit) Air, Udl Suspensi Malerial, mw1.. Kedalaman Air (m) Lebar yang berair (m) Uk.Butir maks. Lab. (mm) Prosentase Bongkah
GEO-!
GEO-2
GEO-3
GEO-4
GEO-S
GEO-6
Kinahreio 1000 34' 58" 26' 52"
Kopeng 750 36' 36" 27' 26"
Wonokerso 400 39' 52" 27' 52"
Tambalan 275 41'40" 28'25"
Senlono 170 44'07" 28' 58"
Sanan 115 46' 34" 28'27"
GEO-7 Bintaran Kulon 70 50'20" 27'03"
U 122.9 21.13 0.25 0.2500 Tidak Ada
U 118.1 40.63 3.75 0.0667 Tidak Ada
U 92.4 6.32 6.26 0.0559 Ada
U 60.3 6.87 3.45 0.0362 Ada
U 32.7 13.16 5.25 0.0200 Ada
U 52.5 5.02 6 0.0092 Ada
U 55.9 8.04 10.65 0.0042 Ada
kering 0 <64 5
kering 0 <90 5
0.15 1.0-2.0 < 45 2
kering 0 < 32 0
0.2-0.7 5.0-6.0 <45 2
0.25-0.75 3.0-4.0 <45 0
I 10.0-15.0 < 32 0
GE0-8
GEO-9
Kloron 50 52' 37" 24' 30"
Pelemmadu 20 56'42" 21' 58"
U 84 6.7 7.45 0.0027 Ada 1728
U 81.9 12.93 12.25 0.0024 Ada
> 1.5 9.0-12.0 < 16 0
< 1.5 12.0-15.0 < 16 0
--
Lanjul ke halaman berikulnya
."., <
°M
.g
'" N
°°
<
M -- 00 oN ..:. 0"-.-e.... '" c:i ., N.:, Na- 8 '""'''' ." M I;> f=
'" ""
;;,
"'" ."
NO;;'f=<
."'" -'" < U ., -'" ., i:i3 ."
'" '"
N
f=
00 '" N
i:i3f=<
°
M
.:, N
i:i3f=<
q f=< >
RIWAYAT
°M .:, N
'"
00 -1j., .,. "'0'" N
'" N
.;,
'"
A. DATA PRIBADI Nama Lengkap Tempat dan Tanggal Lahir: Pekerjaan
--
-_°00° ch a-0N I- '" -0 '" I .... M NN:0--
Jabatan/Pangkat Agama Alamat Kantor
'" '"
Alamat Rumah "'"
M
'" N
.".,
ij i:i3 <
'"
a
N
" <
'0
a--"'?:> ."'"
d
.,. ...
" u .c I-., u ."'" '2 ;; "5 .~ .J
'" '"
.,.; -'"
8
o '" N 0'" °
I-
-
g..... 0> .... N ..
Ci-0 ,,--z :!M
'"
-=
... 11) E ,;:: ~ os OJ ,o'" -:-;-' ,§ ." to I':
<
i
" '§ " = Ii: 1ii Q > -; ':;j e " .,
= "'''' = = ..c -"! j = :>2 0 :E = ::I
::!:
E
§
=., OJ
"3
"'"
g
:;:;
of
:0
..c
- E
-'- .,!!B., = I
= "= = .,
::I
"-
Drs. Darmakusuma Darmanto, Dip, H.,MS. Yogyakarta, 14 Oktobcr 1948. Tenaga Pengajar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Lektor Kepala IPembina Utama Muda (Gol.lVc) Islam. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Sekip Utara Yogyakarta (55281) Telp. 6492332 Condongsari D-5, Condongcatur Yogyakarta (55283). Telp.485347 R.M. Darmanto (Aim) dan R.Ay. Sri Sudari (Almh) Dra. Endang Saraswati, M.S. (Dosen UGM) Dewati Kusumaputri, SE, Akt (Karyawan BCA) Ari Dewanto, ST (Karyawan BRI)
N
.,.;
::I
Bapak dan Ibu Isteri Anak
HIDUP
11)
..c ..c " !3
i%I
E
"- 1ii = g CI)::> ., . ., .g " = " J.j e °2
E =" = a::I .5'5 " = " " " " ., "- f= "- "- ""- ;,j I-
'"
B. PENDIDIKAN a. Pendidikan Formal I. Program S3 IImu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UGM Tahun 2007 2. Sarjana Utama (SU/MS) PS IImu Lingkungan, Fakuhas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Tahun 1988. 3. Post-Graduate Diploma in Hydrological Engineering, International Institute of Hydraulic and Environmental Engineering (IHE) Delft, The Netherlands, 1977. 4. Sarjana Geografi UGM ( Spesialisasi Hidrologi) Tahun 1975. 5. Sarjana Muda Geografi UGM Tahun 1970. 6. Lulus SMA Tahun 1966. 7. Lulus SMP Tahun 1963. 8. Lulus SD Tahun 1960.
b. Pendidikan
Tambahan
I. Pelatihan Auditor Lingkungan Hidup (Angkatan Pertama), Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada, 22 - 27 November 2010 di Kampus UGM Jakarta. 2. Pelatihan Audit Mutu Akademik Internal (AMAI) UGM, Yogyakarta 26 - 30 Juli 2004. 3. Advance Higher Education Administrators Development (AHEAD) Training Course, held in UGM. Yogyakarta 18-22 February 200 I 4. Training for Trainers Programmes in Environmental Management, BAPEDAL Pusat- Deutshe Stifung fur Internationale Entwicklung (DSE)-PPLH UGM, Yogyakarta 2-6 Februari 1999. 5. "Workshop on Enviromental Mediation", Indonesion Center for Enviromental Law (ICEL) dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, 1995 6. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Tipe B ( Kantor Menteri Negara KLH-UGM),1989. C. RIWA YAT PEKERJAAN PANG KAT DAN JABATAN a. Riwayat Pangkat dan Jabatan I. Pembina Utama Muda (Go!. IV c), Lektor Kepala di Fak. Geografi UGM (Januari 200 I - sekarang). 2. Pembina Utama Muda (Go!. IV c), Lektor Kepala Madya di Fak. Geografi UGM (Oktober 1995 - Januari 2001). 3. Pembina Tk. I (Go!. IV b), Lektor Kepala Madya di Fak. Geografi UGM (Desember
1992
-Oktober
1995).
-
4. Pembina (Go!. IV a), Lektor di Fak. Geografi UGM (April 1987 Nopember 1992). 5. Penata Tk. I (Go!. III d), Lektor Madya di Fak. Geografi UGM (Oktober 1982 _ Maret 1987).
6. Penata (Go!. III c), Lektor Muda di Fak. Geografi UGM (Oktober 1980 _ September 1982). 7. Penata Muda Tk I (Go!. III b), Asisten Ahli di Fak. Geografi UGM (Oktober 1978 - September 1980). 8. Penata Muda (Go!. III a), Asisten Ahli Madya di Fak. Geografi UGM (Maret 1976 - September 1978). b. Riwayat Pekerjaan I. Staf Pendidik/Dosen Fakultas Geografi UGM (Maret 1976 sampai sekarang) 2. Staf AhlilDewan Pakar PSLH-UGM (Januari 2010 sampai sekarang) 3. Sekretaris Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM (Des 2005 - Jan 2010 )
4. Sekretaris Jurusan Geografi Fisik Fak.Geografi UGM (April 2005 - Maret 2007)
5. Sekretaris Program Studi Geografi Fak.Geografi UGM (Maret-April 2005) 6. Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum Fak. Geografi UGM (Februari 2001 - Desember 2004)
7. Sekretaris Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH-UGM) (Nopember 1994 -Desembc:r 2001). 8. Pembantu Dekan III Fak. Geografi UGM (Nopember 1991 - Juni 1995). 9. Sekretaris Jurusan Geografi Fisik Fak. Geografi UGM (1990 _ 1993). 10. Sekretaris Jurusan Hidrologi Fak. Geografi UGM (1977-1979). b. Tanda Penghargaan I. Tanda Kehormatan "Satyalancana Karya Satya XX Tahun" dari Presiden Republik Indonesia, No. 038/TK/Tahun 1998 tertanggal 30 April 1998 2. Karya Satya Kesetiaan 25 Tahun UGM dari Rektor UGM, Tahun 2002 3. Tanda Kehormatan "Satyalancana Karya Satya XXX Tahun" dari Presiden Republik Indonesia, No. 005/TK/Tahun 2008 tertanggal 2 Mei 2008 D. PUBLIKASI, PENELlTlAN DAN KARY A ILMIAH a. Publikasi IImiah dan Penelitian 10 Tahun Terakhir I. Dampak Lingkungan Pemanfaatan Alur Sungai di Kali Boyong, Kali Kuning, dan Kali Gendo!. Jumal Manusia dan Lingkungan, Volume 18, Nomor 2, Juli 2011. Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. 2. Pemanfaatan Lahan Miring Kaitannya dengan Degradasi Lahan Akibat Erosi di DAS Secang Kabupaten Kulonprogo, Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada 2009 3. Pol a Akumulasi dan Karakteristik Sedimen di Perairan Delta Sungai Bodri, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Sains dan Sibernatika, Volume ]9 Nomer I Januari 2006 4. Sumbangan Sedimen dari Sub DAS Panasen dan Noonang terhadap Pendangkalan Danau Tondano di Sulawesi Utara. Teknosains, Volume 15, Nomer I, Januari 2002, Majalah Berkala Penelitian Pascasarjana IImu-IImu Teknik dan Sains UGM. b. Sebagai Pemrasaran/Peserta/Moderator sium 10 Tahun Terakhir
dalam Seminar/Lokakarya/Simpo-
1. Pemrasaran dalam Seminar Nasional Lingkungan Hidup 2011 "Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan Lokal". di PPLH -LPPM Unsoed Purwokerto, Juli 2011 2. Peserta International Seminar on "The role of Geomorphology in Environmental Management, Faculty of Geography UGM and IGU in Yogyakarta: 25-27 August 2008. 3. Pemrasaran Seminar Nasional & Konferensi Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) Indonesia ke XIX, Manado 6-8 Agustus 2008. 4. Peserta Seminar Air Asam Tambang di Indonesia ke 3 dan Reklamasi Lahan Bekas Tambang di Indonesia, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Bandung 1-2 Juli 2008. 5. Peserta Seminar dan Lokakarya Dukungan dan Inisiatif Perguruan Tingg~ terhadap Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim, Badan Kerjasama Pusat Studl Lingkungan (BKPSL) Indonesia, Denpasar-Bali 5-6 Desember 2007.
-
6. Peserta "International Symposium on Sediment Related Issues in Southeast Asian Region". Ministry of Settlement and regional Infrastructure Directorate General of Water Resources, Integrated Sediment Related Disaster Management Project (lSDM Project) Sabo Tecnical Center, Yogyakarta. September 11, 2002.
-
7. Peserta Seminar Nasional ke-2 NRA, Ekonomi Lingkungan dan Neraca Sumberdaya Alam. Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM- Collaborative Environmental Projet in Indonesia (CEPI). Yogyakarta, 20-21 September 2002.
E. PENGALAMAN MENJADI KONSULTAN 1. Tim Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo, 2009 sampai sekarang. 2. Tim Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi DIY, 2005 sampai sekarang. 3. Konsultan PT. Wahanabhakti Persadajaya dalam "Management Planfor KPHP of East
Kalimantan
and South Sumatra",
1994
- 1996.
4. Konsultan PT. Wahanabhakti Persadajaya dalam "Management Plans on Industrial Forest Plantation in Musi River Watershed" dibidang Lingkungan, Tahun 1991 - 1992. 5. Konsultan PT. SEECON dalam "Pengendalian Banjir Daerah Bengawan Solo Hulu", Tahun 1989. 6. Mengajar Technical 7. Konsultan S. Belilas,
pada kursus Intensif "Sabo Works" Angkatan II di Volcanic Sabo Center (VSTC) dalam bidang Hidrologi, Juli Nopember 1984. PT. RECTRACINDO dalam "Studi Reconnaissance Daerah Irigasi Riau", Tahun 1982.
-
8. Konsultan PT. RECTRACINDO dalam "Studi Perencanaan Pengembangan Sumber-Sumber Air di Wilayah Hulu Sungai Musi, Propinsi Sumatra Selatan", Tahun 1981.