BAB 3 PEMBAHASAN 3.1
Integral Kirchhoff Pada Media Homogen
Pada proses pengolahan data, seringkali kita menemui kesulitan untuk mendapatkan suatu informasi di posisi tertentu. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode untuk bisa mendapatkan informasi tersebut. Pada tugas akhir ini, metode yang akan dibahas adalah metode ekstrapolasi. Ekstrapolasi dapat dilakukan secara maju maupun mundur dengan menggunakan informasi yang telah didapatkan sebelumnya. Salah satu ekstrapolasi yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah Integral Kirchhoff. Dengan menggunakan teorema Gauss untuk suatu fungsi bernilai vektor a(r) yang dapat diturunkan satu kali, pada volume V yang dibatasi oleh suatu permukaan S : Z
I ∇·a ¯(¯ r)dV =
V
a ¯(¯ r) · n ¯ dS
(3.1)
S
Misalkan terdapat dua fungsi skalar f dan g yang dapat diturunkan dua kali, kita dapat menuliskan : a ¯(¯ r) = f (¯ r)∇g(¯ r) ⇒ ∇ · a ¯ = f ∇2 g + ∇f · ∇g,
(3.2)
¯b(¯ r) = g(¯ r)∇f (¯ r) ⇒ ∇ · a ¯ = g∇2 f + ∇g · ∇f.
(3.3)
11
BAB 3. PEMBAHASAN
12
Substitusikan kedua fungsi skalar di atas ke dalam persamaan (3.1), diperoleh persamaan sebagai berikut : Z
I
2
(f ∇ g + ∇f · ∇g)dV = V
f ∇g · n ¯ dS,
(3.4)
g∇f · n ¯ dS.
(3.5)
S
Z
I
2
(g∇ f + ∇g · ∇f )dV = V
S
Kemudian dengan mengurangkan persamaan (3.4) dengan persamaan (3.5), didapat : Z
2
I
2
(f ∇ g − g∇ f )dV =
(f ∇g − g∇f ) · n ¯ dS.
V
(3.6)
S
inilah yang dikenal sebagai teorema identitas Green. Kemudian subsitusikan f oleh P (¯ r, ω), yang merupakan solusi dari persamaan Helmholtz di seluruh permukaan tertutup S : ∇2 P +
ω2 P = 0. c2
Selain itu, substitusikan pula g oleh G(¯ r; r¯A ) =
(3.7) r −¯ rA |/c e−iω|¯ , 4π|¯ r−¯ rA |
yang merupakan
solusi dari source-type : ω2 G = −δ(¯ r − r¯A ), r¯A ∈ V, c2 sehingga teorema identitas Green sebelumnya akan menjadi : ∇2 G +
Z
2
(3.8)
Z
2
(P ∇ G − G∇ P )dV = − V
P δ(¯ r − r¯A )dV = −P (¯ rA ),
(3.9)
V
I P (¯ rA ) = −
(P ∇G − G∇P ) · n ¯ dS.
Persamaan inilah yang dikenal sebagai integral Kirchhoff.
(3.10)
BAB 3. PEMBAHASAN
13
Pada persamaan (3.14), dapat dilihat bahwa untuk mengetahui nilai tekanan di titik r¯A , kita cukup mengetahui informasi-informasi dari tekanan dan fungsi Green pada titik-titik di seluruh permukaan tertutup S yang meliputi r¯A . Persamaan (3.14) dikenal sebagai integral Kirchhoff pada domain frekuensi. Sekarang, akan dilihat bentuk dari integral Kirchhoff pada domain waktu, namun sebelum itu, dibutuhkan bentuk dari ∇G terlebih dahulu. Dari G pada persamaan sebelumnya, didapat : ∇G = −
1 iω + |¯ r − r¯A | c
iω|¯ r −¯ rA |
e− c ∇|¯ r − r¯A | 4π|¯ r − r¯A |
(3.11)
Kemudian dengan melakukan transformasi Fourier persamaan (3.14), dari domain frekuensi ke domain waktu, dengan menggunakan fungsi green sourcetype, yaitu G(¯ r; r¯A ) =
r −¯ rA |/c e−iω|¯ 4π|¯ r−¯ rA |
integral Kirchhoff pada persamaan (3.14)
akan menjadi seperti berikut : I p(¯ rA , t) = S
1 |¯ r − r¯A |
1 ∂ 1 p(¯ r, t) + p(¯ r, t) ∇|¯ r − r¯A | + ∇p(¯ r, t) ·n ¯ dS. |¯ r − r¯A | c ∂t t−|¯ r −¯ rA |/c (3.12)
Jika menggunakan fungsi green sink-type, yaitu G(¯ r; r¯A ) =
r −¯ rA |/c eiω|¯ , 4π|¯ r−¯ rA |
maka
integral Kirchhoff pada persamaan (3.14) akan menjadi seperti berikut : I p(¯ rA , t) = S
1 |¯ r − r¯A |
1 1 ∂ ·n ¯ dS. p(¯ r, t) + p(¯ r, t) ∇|¯ r − r¯A | + ∇p(¯ r, t) |¯ r − r¯A | c ∂t t+|¯ r −¯ rA |/c (3.13)
Dapat dilihat dari persamaan (3.12) dan (3.13), perbedaan yang ditimbulkan oleh penggunaan fungsi Green source-type dan fungsi Green sink-type terletak pada evaluasi nilai t. Pada penggunaan fungsi Green source-type, integral Kirchhoff dievaluasi saat t − |¯ r − r¯A |/c, sementara pada penggunaan fungsi Green sink-type, integral Kirchhoff dievaluasi saat t + |¯ r − r¯A |/c. Misalkan, terdapat suatu permukaan tertutup S dan terdapat juga suatu sumber gelombang diluar permukaan tertutup S, seperti pada gambar di bawah ini:
BAB 3. PEMBAHASAN
14
Gambar 1 : Permukaan tertutup S yang dibagi menjadi dua bagian (biru dan merah).
dengan situasi seperti pada gambar di atas, maka permukaan S dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang berwarna biru, dan bagian yang berwarna merah. Bagian yang berwarna biru adalah bagian dimana energi atau gelombang masuk ke dalam S dan bagian yang berwarna merah adalah bagian dimana energi atau gelombang keluar dari S. Misal, jika kita memilih fungsi Green source-type, maka hanya bagian yang berwarna birulah yang berkontribusi terhadap perhitungan nilai P (rA ). Sayangnya, penggunaan integral Kirchhoff ini seringkali menjadi tidak praktis karena dua hal berikut :
1. Kita perlu mengetahui nilai dari P dan (∇P )n di seluruh permukaan tertutup S, 2. Kedua nilai tersebut harus berada pada permukaan yang tertutup. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk dapat mengatasi kedua permasalahan yang telah disebutkan di atas. Untuk itu, selanjutnya kita akan membahas suatu bentuk integral lain yang juga dapat digunakan untuk mengekstrapolasi gelombang hanya dengan menggunakan nilai P atau (∇P ) saja, dan nilai tersebut tidak harus berada pada permukaan yang tertutup. Integral ini dikenal sebagai integral Rayleigh.
BAB 3. PEMBAHASAN
3.2
15
Integral Rayleigh Pada Media Homogen
Integral Kirchhoff, yang telah dibahas sebelumnya, dapat ditulis dengan bentuk sebagai berikut : I P (¯ rA ) = −
[P ∇(G + Γ) − (G + Γ)∇P ] · n ¯ dS,
(3.14)
S
untuk setiap fungsi Γ(¯ r) yang memenuhi : ∇2 Γ +
ω2 Γ = 0, c2
(3.15)
di seluruh permukaan tertutup S. Kemudian, dengan bentuk integral pada persamaan (3.14), kita ingin melakukan suatu cara sehingga bagian yang memuat nilai P atau ∇P bernilai nol pada permukaan tertutup S yang relevan yang bergantung pada letak dari sumber dan jenis dari ekstrapolasi yang akan dilakukan (ekstrapolasi maju atau mundur). Selanjutnya, kita akan menentukan Γ agar tujuan yang telah disebutkan di atas dapat dipenuhi. Salah satu cara adalah memilih G(¯ rA , r¯S0 ) = −Γ(¯ rA0 , r¯S0 ),
(3.16)
dengan r¯A0 adalah titik hasil pencerminan titik r¯A terhadap bidang alas dari setengah bola S0 , sehingga G + Γ = 0, tetapi ∇G · n ¯ = ∇Γ · n ¯ , seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2 : Pencerminan titik A terhadap bidang alas dari setengah bola S0
BAB 3. PEMBAHASAN
16
Sekarang, integral pada persamaan (3.14) memiliki bentuk seperti berikut : Z P ∇G · n ¯ dS0 .
P (¯ rA ) = −2
(3.17)
S0
Karena n ¯ adalah vektor normal yang mengarah ke luar, maka ∇G · n ¯ = −∂G/∂z sehingga persamaan (3.17) dapat dituliskan juga sebagai : Z dS0 P ∂G/∂z.
P (¯ rA ) = 2
(3.18)
S0
Kemudian, dengan memilih G(¯ r; r¯A ) =
dengan ∆r =
∂G ∂z
z=0
r −¯ rA |/c e−iω|¯ , 4π|¯ r−¯ rA |
didapat :
zA 1 + iω∆r c = e−iω∆r/c , 4π∆r3
(3.19)
p (x − xA )2 + (y − yA )2 + zA2 , yang juga dapat dituliskan seba-
gai berikut : zA (1 + iω∆r/c) −iω∆r/c ∂ e−iω∆r/c e = − , (3.20) ∆r3 ∂z ∆r sehingga integral Rayleigh pada persamaan (3.18) dapat dituliskan sebagai : 1 ∂ P (¯ rA , ω) = − 2π ∂zA
Z
∞
Z
∞
dxdyP (x, y, 0; ω) −∞
−∞
e−iω∆r/c . ∆r
(3.21)
Persamaan ini disebut sebagai integral Rayleigh II. Dari persamaan (3.21), dapat dilihat bahwa kini, untuk mengetahui nilai tekanan di titik rA , kita tidak lagi mengintegralkan terhadap permukaan tertutup S0 , melainkan hanya terhadap sumbu x dan y saja. Jika kita memiliki kasus bahwa seluruh sumber hanya berada pada satu sisi saja dari titik A, misalkan di bawah, maka dapat dikonstruksikan suatu permukaan tertutup S yang terdiri atas bidang S0 dan setengah bola S1 , seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini :
BAB 3. PEMBAHASAN
17
Gambar 3 : Permukaan tertutup yang terdiri atas bidang S0 dan setengah bola S1 .
Apabila yang dipilih adalah fungsi Green source-type, ini berarti kita akan menghitung nilai tekanan di A pada saat t dengan menggunakan informasi yang didapatkan di S0 dan juga informasi di S1 pada waktu sebelumnya. Dalam hal ini, integral Rayleigh memiliki kesamaan dengan integral Kirchhoff, yaitu bahwa titik A merupakan efek yang diakibatkan oleh observasi medan gelombang pada permukaan tertutup S. Kemudian, pada kasus dimana seluruh sumber berada di bawah S0 dan saat radius R dari S1 membesar menuju tak hingga, maka dapat dilihat bahwa nilai dari G dan ∇G · n ¯ semakin menuju nol. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4 : Permukaan tertutup dimana radius R dari S1 membesar menuju tak hingga.
Pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa S1 tidak memberikan kontribusi apapun terhadap perhitungan nilai tekanan di titik A. Sementara pada S0
BAB 3. PEMBAHASAN
18
hanya terdapat energi yang masuk ke dalam permukaan S. Ini adalah energi yang mengandung informasi yang dapat digunakan untuk menghitung nilai tekanan di titik A. Namun, untuk ekstrapolasi mundur pada integral Rayleigh, dibutuhkan satu syarat tambahan, yaitu bahwa di dalam setengah bola S tidak boleh terdapat satupun sumber gelombang. Oleh karena itu, kita tidak dapat lagi menggunakan setengah bola tersebut, melainkan mengubahnya menjadi suatu silinder dengan radius R yang sangat besar yang terletak di antara S0 dan sumber gelombang tersebut, seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini :
Gambar 5 : Silinder tertutup dengan radius R dan terdiri atas tiga bagian, yaitu S1 , S2 , dan S3 .
Kemudian, karena kita akan melakukan ekstrapolasi mundur, maka bidang S2 tidak lagi berkontribusi pada perhitungan nilai tekanan di titik A. Sementara, pada bidang S3 , sama seperti S1 pada kasus sebelumnya, untuk radius R yang semakin membesar, nilai dari G dan ∇G· n ¯ juga semakin menuju nol, sehingga pada kasus ini, bidang S3 juga tidak berkontribusi apapun pada perhitungan nilai tekanan di titik A. Pada integral Rayleigh, ekstrapolasi mundur dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan ekstrapolasi maju. Kita hanya perlu mengganti fungsi Green source-type dengan fungsi Green sink-type, sehingga integral Rayleigh II sebelumnya berubah menjadi :
BAB 3. PEMBAHASAN
1 ∂ P (¯ rA , ω) = − 2π ∂zA
19
Z
∞
−∞
∞
eiω∆r/c dxdyP (x, y, 0; ω) . ∆r −∞
Z
(3.22)
Pada domain waktu, integral di atas menjadi : Z ∞Z ∞ 1 ∂ 1 p(¯ rA , t) = − dxdy p(x, y, z0 ; t + τ ), 2πc ∂zA −∞ −∞ τ p dengan ∆r = (x − xA )2 + (y − yA )2 + zA2 dan τ = ∆r/c.
(3.23)
Pada persamaan (3.23), untuk mendapatkan informasi nilai p pada titik r¯A , dibutuhkan informasi nilai p di titik x, y, danz pada saat t + τ . Setelah mempelajari integral Rayleigh pada media homogen, selanjutnya kita akan mempelajari integral Kirchhoff pada media non-homogen.
3.3
Integral Kirchhoff Pada Media NonHomogen
Untuk mempelajari integral Kirchhoff pada media non-homogen, kita akan melihat apa saja yang telah dikerjakan pada pembahasan sebelumnya, yang dapat diperumum ke media non-homogen. Kita akan menggunakan teori-teori yang telah dipelajari di media homogen untuk kemudian dikembangkan ke media non-homogen. Pertama, akan dilihat bentuk umum pada media nonhomogen tanpa syarat atau batasan tertentu. Perhatikan persamaan gelombang untuk media non-homogen namun tanpa ada sumber luar : 1 1 ∂ 2 p(¯ r, t) ∇· ∇p(¯ r, t) − = 0, 2 ρ(¯ r) ρ(¯ r)c (¯ r) ∂t2 q r) dengan c(¯ r) = K(¯ . ρ(¯ r)
dalam domain frekuensi, persamaan (3.24) menjadi :
(3.24)
BAB 3. PEMBAHASAN
20
1 ω2 ∇· ∇P (¯ r, ω) + P (¯ r, ω) = 0, ρ(¯ r) ρ(¯ r)c2 (¯ r)
(3.25)
Sebelumnya, telah dipelajari integral Kirchhoff yang berdasar pada persamaan Helmholtz homogen. Sekarang, kita akan mempelajari integral Kirchhoff yang berdasar pada persamaan Helmholtz non-homogen, persamaan (3.25). Pertama, akan dilakukan hal yang sama seperti yang telah kita lakukan pada kasus homogen. Definisikan suatu medan vektor : a ¯(¯ r) =
1 [G(¯ r)∇P (¯ r) − P (¯ r)∇G(¯ r)] ρ(¯ r)
(3.26)
yang kemudian akan kdisubstitusikan ke Teorema Gauss pada persamaan (3.1). Pada persamaan (3.26), P adalah solusi dari persamaan (3.25) dan G suatu fungsi Green yang merupakan solusi dari persamaan : 1 ω2 ∇· ∇G(¯ r, ω) + G(¯ r, ω) = −δ(¯ r − r¯A ). ρ(¯ r) ρ(¯ r)c2 (¯ r)
(3.27)
Untuk menggunakan teorema Gauss dari a ¯, dibutuhkan ∇ · a ¯. Dari persamaan (3.26), (3.25), dan (3.27), didapat : ∇·a ¯ = G∇ ·
1 ∇P ρ
− P∇ ·
1 ∇G = P δ(¯ r − r¯A ). ρ
(3.28)
Substitusikan hasil ini ke teorema Gauss pada persamaan (3.1), didapat : I
1 dS [G∇P − P ∇G] · n ¯, (3.29) ρ S dengan S adalah suatu permukaan tertutup yang tidak mengandung sumber P (¯ rA ) =
untuk medan P . Ternyata hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan hasil yang telah didapatkan pada media homogen sehingga kita dapat mulai mengaplikasikan apa yang telah dipelajari sebelumnya ke media non-homogen. Namun, kita memiliki suatu kendala, yaitu pada media non-homogen, fungsi green G sebagai solusi dari persamaan (3.27), secara umum tidak diketahui. Oleh karena
BAB 3. PEMBAHASAN
21
itu, akan didefinisikan suatu kelas dari media non-homogen dimana informasiinformasi utama dari properti media tersebut telah diketahui, dan akan digunakan untuk mengaproksimasi fungsi green yang digunakan pada persamaan (3.29). Untuk mendefinisikan media tersebut, akan dipelajari suatu konsep yang disebut kelinearan.
3.4
Kelinearan
Pertama, kita akan membagi media non-homogen menjadi 2 bagian, yaitu : ctot (¯ r) = c0 (¯ r) + c0 (¯ r),
(3.30)
ρtot (¯ r) = ρ0 (¯ r) + ρ0 (¯ r),
(3.31)
dan
dengan c0 (¯ r) dan ρ0 (¯ r) didefinisikan sebagai komponen homogen dan disebut sebagai background, dan c0 (¯ r) dan ρ0 (¯ r) didefinisikan sebagai komponen nonhomogen dan disebut sebagai contrast. Dari ruas kanan persamaan (3.29), dapat dilihat bahwa nilai P dan G bergantung pada properti media total sehingga pada ruas kiri persamaan tersebut, nilai P tidak linear dalam c0 dan ρ0 . Jika c0 dan ρ0 bernilai cukup kecil sehingga nilai P dapat diasumsikan linear dalam c0 dan ρ0 , maka nilai G juga tidak bergantung lagi kepada c0 dan ρ0 , dan hanya bergantung kepada c0 dan ρ0 saja. Media yang memenuhi kondisi ini adalah media yang disebut sebagai media low contrast. Jika nilai contrast cukup kecil bila dibandingkan dengan nilai background, ini berarti properti background dari media sudah mendekati media yang sesungguhnya. Sementara, jika nilai contrast tidak lagi kecil bila dibandingkan dengan nilai background, maka contrast akan mulai memengaruhi perambatan
BAB 3. PEMBAHASAN
22
gelombang yang mengakibatkan waktu tempuh pada media yang sesungguhnya berbeda dari waktu tempuh yang diperoleh dari pengamatan pada background saja. Tentu saja kita ingin mendapat background yang lebih baik, yang mendekati media yang sesungguhnya sehingga nilai contrast dapat dikurangi, namun, harus diingat bahwa background haruslah media yang tidak memiliki komponen non-homogen. Selain itu, dalam setiap media dimana kecepatan gelombang, secara rata-rata, meningkat seiring bertambah dalamnya posisi gelombang, energi yang merambat ke bawah dengan sudut tertentu akan berbelok, dan jika ruang rambat dari gelombang itu cukup besar, maka pada akhirnya energi tersebut akan menuju ke atas. Pembelokan gelombang ini disebut sebagai ’turning wave’. Pembelokan ini tidak melanggar kelinearan walaupun membutuhkan sedikit campur tangan mengenai definisi tentang naik dan turunnya gelombang. Setelah mempelajari tentang kelinearan, selanjutnya kita akan mempelajari fungsi Green pada media non-homogen yang ”halus”.
3.5
Fungsi Green Pada Media Non-homogen Yang ”Halus”
Tujuan utama dari kelinearan yang telah dipelajari sebelumnya adalah agar penghampiran fungsi Green yang digunakan pada persamaan (3.29) dapat lebih mudah dihitung. Komponen background yang homogen sangat membantu kita dalam melakukan perhitungan ini. Pada background yang tidak ada komponen pantulan dan dispersi, fungsi Green G(¯ rA ; r¯; ω), dengan point-sink pada titik A, secara umum seharusnya mengandung gelombang delta yang tunggal dan tidak terdistorsi dengan waktu kedatangan tertentu tG : G(¯ rA ; r¯; ω) = a(¯ rA ; r¯)eiωtG (¯rA ;¯r)
(3.32)
BAB 3. PEMBAHASAN
23
dengan dimensi [a] = kg/m4 , dan a(¯ rA , r¯) suatu faktor amplitudo yang masih harus ditentukan.
Berdasarkan teorema timbal-balik Rayleigh yang diap-
likasikan pada solusi dari persamaan (3.27), G, dan akibatnya a juga berkebalikan pada r¯ dan r¯A . Pada domain waktu, kita memiliki : g(¯ rA ; r¯; t) = a(¯ rA ; r¯)δ[t + tG (¯ rA ; r¯)].
(3.33)
dengan waktu tempuh tG (¯ rA ; r¯) dapat diperoleh dari prinsip Fermat yang menyatakan bahwa waktu tempuh ditentukan oleh waktu tempuh tersingkat dari semua jalur tempuh yang mungkin antara r¯A dan r¯. Kemudian, dengan menggunakan hampiran WKBJ (Wentzel, Kramers, Brillouin, dan Jeffreys)[The Principles of Quantitative Accoustical Imaging by Dries Gisolf and Eric Verschuur, Appendix C ], diperoleh hasil hampiran dari a(¯ rA ; r¯), yang seluruhnya diekspresikan dengan turunan spasial dari waktu tempuh fungsi green(tG ) dan rapat massa dari background, pada titik awal dan titik akhir, sebagai berikut :
s 2t 2t ∂ 2 tG ∂ 2 tG 1 ∂ ∂ G G . p a(¯ rA , r¯) = − 4π |(∂tG /∂z)(∂tG /∂zA )| ∂x∂xA ∂y∂yA ∂x∂yA ∂xA ∂t (3.34) p ρ(¯ r)ρ0 (¯ rA )
Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa nilai dari a(¯ rA , r¯) hanya dipengaruhi oleh rapat massa background dan turunan-turunan spasial dari waktu tempuh fungsi Green (tG ). Selanjutnya, nilai mutlak dari turunan tG terhadap z dapat diperoleh dari turunan tG terhadap x dan y seperti berikut : s 2 2 ∂tG 1 ∂tG ∂tG = − − . ∂z c20 (¯ r) ∂x ∂y
(3.35)
yang setara dengan fakta bahwa panjang vektor gradien dari fungsi waktu tempuh harus sama dengan slowness lokal.
BAB 3. PEMBAHASAN
3.6
24
Integral Rayleigh Pada Media Low Contrast
Seperti yang telah dilakukan di media homogen, kita ingin menghilangkan syarat bahwa nilai P dan G harus diketahui di seluruh permukaan tertutup S. Semua kondisi yang digunakan untuk memperoleh integral Rayleigh pada media homogen, juga berlaku untuk background yang ”halus” pada media low contrast. Salah satu kondisi yang sangat penting adalah kausalitas pada perambatan gelombang satu arah, yang tetap berlaku pada media background ”halus”. Kondisi lainnya adalah kemungkinan untuk mendefinisikan suatu medan sumber cermin yang dapat menghilangkan fungsi Green tepat di seluruh permukaan datar. Hal ini dapat diperoleh dengan cara tidak hanya mencerminkan pada titik A, tetapi mencerminkan pada seluruh media background yang ”halus”. Karena background tidak reflektif, maka pencerminan ini tidak akan mengganggu naiknya atau turunnya gelombang insiden dan gelombang pantulan. Sebagai langkah awal untuk memperoleh integral Rayleigh, kita lakukan hal yang sama seperti pada media homogen, dan diperoleh persamaan berikut : P (x, y, 0; ω) ∂G(r¯A ; x, y, z; ω) P (¯ rA ; ω) = 2 dS , ρ0 (x, y, 0) ∂z S0 z=0 Z
(3.36)
yang didapat dari persamaan (3.29), dengan G diberikan oleh persamaan (3.32). Penukaran turunan terhadap z menjadi terhadap zA seperti yang dilakukan pada persamaan (3.19) dan (3.20), tidak lagi berlaku pada media non-homogen sehingga kita hanya bisa menurunkannya terhadap z, seperti berikut : ∂G ∂a ∂tG iωtG = + iωa e , ∂z ∂z ∂z sehingga integral Rayleigh pada media low contrast menjadi : Z
∞
P (¯ rA ; ω) = 2 −∞
Z
∞
P (x, y, 0; ω) dxdy ρ0 (x, y, 0) −∞
∂a ∂tG + iωa ∂z ∂z
(3.37)
eiωtG .
z=0
Pada frekuensi yang tinggi, persamaan (3.38) dapat ditulis sebagai :
(3.38)
BAB 3. PEMBAHASAN
Z
∞
25
Z
∞
a dxdyP (x, y, 0; ω) ρ0 −∞
P (¯ rA ; ω) = 2iω −∞
∂tG ∂z
eiωtG ,
(3.39)
z=0
dimana tG = tG (¯ rA , r¯) dan a = a(¯ rA , r¯) dari persamaan (3.34). Dalam domain waktu, persamaan (3.39) menjadi : Z
∞
p(¯ rA ; t) = 2 −∞
Z
∞
a dxdy ρ0 −∞
∂tG ∂z
z=0
∂ p(x, y, 0; t = tG ). ∂t
(3.40)
Pada pembahasan selanjutnya, kita akan mempelajari suatu metode analitik untuk mengevaluasi nilai limit frekuensi tinggi pada integral tipe khusus yang mengandung fungsi non-analitik. Karena frekuensi pada media background yang ”halus” ini bernilai tinggi berdasarkan definisi, maka penghampiran ini berlaku untuk pengintegralan terhadap y. Kita pisahkan integral pada persamaan (3.39) untuk kasus 2 dimensi, seperti berikut : Z
∞
P (x, 0; ω) P (xA , zA ; ω) = 2iω dx ρ0 (x, 0) −∞
Z
∞
dya
−∞
∂tG ∂z
eiωtG .
(3.41)
z=0
Metode yang akan dipelajari selanjutnya disebut sebagai metode fase stasioner, yang juga memberikan kita pemahaman lebih mengenai mekanika dari integral Rayleigh.
3.7
Metode Fase Stasioner
Menurut Bleistein dan Handelsman (1975), juga Aki dan Richards (2002), persamaan fase stasioner secara umum adalah sebagai berikut : Z lim
ω→∞
r
∞
dxF (x)eiωτ (x) =
−∞
2πiµ F (x0 ) q eiωτ (x0 ) , ω 2 2 |d τ /dx |
(3.42)
x0
dengan x0 yang juga disebut sebagai titik fase stasioner, didefinisikan sebagai berikut :
dτ (x) dx
= 0, x0
(3.43)
BAB 3. PEMBAHASAN
26
dan µ = sign(d2 τ /dx2 )x0 . Tentu saja fungsi τ (x) harus merupakan fungsi yang dapat diturunkan sedikitnya dua kali. Untuk integral dua dimensi yang sejenis dengan integral pada persamaan (3.42), berlaku juga konsep fase stasioner, dengan titik stasioner (x0 , y0 ) didefinisikan sebagai :
dτ (x, y) dx
x0 ,y0
dτ (x, y) = 0, dy
= 0.
(3.44)
x0 ,y0
Untuk integral dua dimensi, faktor amplitudo dalam persamaan fase stasioner lebih kompleks dari persamaan (3.42), tapi dapat dengan langsung didapatkan dari dua kali penggunaan integral fase stasioner satu dimensi sehingga persamaannya sekarang menjadi : Z
∞
Z
∞
lim
ω→∞
dxdyF (x, y)e −∞
−∞
iωτ (x,y)
√ √ µx µy F (x0 , y0 )eiωτ (x0 ,y0 ) 2πi q = ω |(∂ 2 τ /∂x∂y) − (∂ 2 τ /∂x2 )(∂ 2 τ /∂y 2 )|
. x0 ,y0
(3.45)
Faktor µx dan µy adalah signum dari turunan kedua τ terhadap x dan y pada titik stasionernya. Selanjutnya kita aplikasikan metode fase stasioner pada persamaan (3.41). Karena properti dan medan P keduanya tidak bergantung pada y, maka dapat dipilih yA = 0, yang berakibat fungsi a(xA , 0, zA ; x, y, 0) dan tG (xA , 0, zA ; x, y, 0) simetri terhadap y, dan titik stasioner y = 0. Pada persamaan (3.41), integrasi terhadap y dapat disubstitusi oleh hasil dari persamaan (3.42), yaitu : τ (y) = tG , F (y) = iωa
∂tG ∂z
Dengan y = 0 sebagai titik stasioner, diperoleh :
. z=0
(3.46)
BAB 3. PEMBAHASAN
r P (xA , zA ; ω) = −2
2πω i
27
Z
"
∞
a dxP (x, 0; ω) ρ0 −∞
∂tG ∂z
# 2 − 12 ∂ tG iωtG ∂y 2 e
. y=0,z=0
(3.47) Dengan a dan tG adalah fungsi dari xA , zA , dan x, yang telah diketahui secara numerik, persamaan (3.47) dapat dievaluasi sebagai integral satu dimensi. Pada kasus dua dimensi, agar lebih sederhana, kita dapat mensubstitusikan fungsi a pada persamaan (3.47). Pada titik stasioner y = yA = 0 turunan pertama dari tG terhadap y dan yA bernilai nol, dan turunan silang tG terhadap y dan yA sama dengan minus dari turunan kedua tG terhadap y sehingga kita dapatkan : s p ∂ 2 tG ∂ 2 tG ρ0 (xA , zA )ρ0 (x, 0) 1 . p a(xA , zA ; x, 0) = 4π |(∂tG /∂z)(∂tG /∂zA )|y=0 ∂y 2 ∂x∂xA y=0
(3.48)
Substitusikan persamaan (3.48) ke dalam persamaan (3.47), diperoleh :
r P (xA , zA ; ω) =
ωρ(xA , zA ) 2πi
Z
∞
P (x, 0; ω) dx p ρ0 (x, 0) −∞
s s ∂tG /∂z ∂ 2 tG iωt G, ∂tG /∂zA ∂x∂xA e (3.49)
dengan catatan bahwa pada persamaan (3.47), ∂tG /∂z bernilai negatif sehingga pada persamaan (3.49) terjadi pergantian tanda. Pada persamaan (3.49), fungsi tG hanyalah merupakan fungsi terhadap x, z, xA , dan zA saja.
3.8
Interpretasi Teoritis Dari Integral Rayleigh
Sekarang kita akan melihat contoh dari metode fase stasioner pada seluruh Integral Rayleigh dua dimensi pada persamaan (3.39). Dalam hal ini, medan P juga diaproksimasi pada frekuensi tinggi. Aproksimasi ini disebut sebagai aproksimasi ray-theory atau aproksimasi optik geometri dari perambatan gelombang yang berlaku jika tidak ada contrast pada media ”halus” yang kita
BAB 3. PEMBAHASAN
28
gunakan. Analisis ini memberikan pengetahuan tentang mekanika dari perambatan mundur dengan menggunakan integral Rayleigh. Contoh yang akan dibahas sangat sederhana. Pertama kita menempatkan sebuah sumber S di titik r¯S pada media non-homogen yang ”halus”, kemudian rekam medan gelombang di z = 0. Medan gelombang yang diperoleh kemudian akan dirambatkan mundur pada media non-homogen yang ”halus” ke titik A yang berada lebih dekat ke permukaan dibandingkan titik S. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dari gambar berikut :
Gambar 6 : Gelombang dari sumber di titik r¯S direkam sepanjang bidang z = 0 kemudian dirambatkan mundur ke titik A yang lebih dekat ke permukaan dibandingkan sumber. Dapat dilihat juga bahwa terdapat titik fase stasioner (x0 , y0 ) pada gambar.
Dengan menggunakan hampiran WKBJ, akan didefinisikan medan gelombang dari titik sumber pada media non-homogen yang ”halus”, sebagai berikut : P (¯ x, 0; ω) = W (ω)a(¯ rS ; x¯, 0)e−iωtS (¯rS ;¯x,0) ,
(3.50)
dimana x¯ adalah pasangan koordinat (x, y) pada permukaan dan W (ω) adalah hasil transformasi Fourier dari sumber gelombang. Dengan mensubstitusikan persamaan (3.50) pada persamaan (3.39), diperoleh : Z
∞
Z
∞
P (¯ rA ; ω) = 2iωW (ω)
dxdya(¯ rS ; x ¯, 0) −∞
−∞
a(¯ rA ; x ¯, 0) ρ0 (¯ x, 0)
∂tG ∂z
eiω[tG (¯rS ;¯x,0)−tS (¯rA ;¯x,0)] .
z=0
(3.51)
BAB 3. PEMBAHASAN
29
Integral dua dimensi ini dapat dievaluasi oleh metode fase stasioner. Metode fase stasioner, yang merupakan hampiran dengan menggunakan frekuensi tinggi, konsisten dengan hampiran WKBJ yang digunakan untuk medan gelombang yang terekam (persamaan (3.50) dan fungsi Green pada persamaan (3.32). Hasil yang diperoleh adalah : P (¯ rA ; ω) = W (ω)a(¯ rS ; r¯A )e−iωtS (¯rS ;¯rA ) .
(3.52)
Kemudian kita akan melihat fase pada persamaan (3.52) yang diperoleh dari persamaan (3.51). Titik stasioner (x0 , y0 ) dari integral pada persamaan (3.51), diberikan oleh :
∂tG ∂x
=
x0 ,y0
∂tS ∂x
,
x0 ,y0
∂tG ∂y
= x0 ,y0
∂tS ∂y
.
(3.53)
x0 ,y0
Persamaan (3.53) mengatakan bahwa pada titik stasioner, slowness horizontal dari titik S ke titik (x0 , y0 , 0) dan dari titik A ke titik (x0 , y0 , 0) adalah sama. Ini berarti pada lintasan dari titik A ke titik (x0 , y0 , 0), gelombangnya akan berimpit (lihat Gambar (3.6)) sehingga pada titik stasioner, kita memiliki : tS (¯ rS ; x0 , y0 ) − tG (¯ rA ; x0 , y0 ) = tS (¯ rS ; r¯A ).
(3.54)
Dari apa yang telah dipelajari pada subbab ini, kita dapat menginterpretasikan bahwa untuk setiap gelombang yang datang, integral Rayleigh secara otomatis mendeteksi letak dari titik stasioner (x0 , y0 , 0) sehingga hasil yang diperoleh dari perambatan gelombang melalui lintasan dari titik S ke titik stasioner (x0 , y0 , 0) dan kemudian kembali ke titik perambatan mundurnya (A), akan memiliki hasil yang sama dengan menghitung medan gelombang di titik A pada waktu sebelumnya (sebelum gelombang sampai di titik stasioner (x0 , y0 , 0)). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari gambar berikut :
BAB 3. PEMBAHASAN
Gambar 7 :
30
Integral Rayleigh seolah-olah menghilangkan lintasan A −
(x0 , y0 , 0) − A
Setelah mempelajari tentang interpretasi teoritis dari integral Rayleigh, selanjutnya, akan dipelajari tentang kondisi pencitraan pada media non-homogen.
3.9
Kondisi Pencitraan Pada Media Nonhomogen
Untuk melakukan proses pencitraan, terlebih dahulu kita membutuhkan suatu kondisi pencitraan. Kondisi pencitraan didasarkan pada hipotesis bahwa gelombang insiden memiliki arah rambat yang berlawanan dengan gelombang pantul. Pada media non-homogen ”halus”, kondisi ini masih bisa dipenuhi. Pada media homogen, kondisi pencitraan diketahui sebagai berikut : Z b(¯ rA ) = 2 |¯ rA − r¯S |
dωP − (¯ rA ; ω)eiω|¯rA −¯rS |/c = 4π |¯ rA − r¯S | p− (¯ rA ; tSA ), (3.55)
dengan tSA ≡ |¯ rA − r¯S | /c. Pada media non-homogen, yang perlu dilakukan untuk mendapatkan kondisi pencitraan dari persamaan (3.55) adalah dengan mengganti 4π |¯ rA − r¯S | dengan a−1 (¯ rS , r¯A ) dan mengganti tSA dengan waktu tempuh fungsi Green yang berkorespondensi dengan lokasi sumber gelombang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari gambar berikut :
BAB 3. PEMBAHASAN
31
Gambar 8 : Waktu tempuh yang menentukan kondisi pencitraan (tG (¯ rA , r¯S )).
sehingga diperoleh image amplitude untuk media non-homogen sebagai berikut : b(¯ rA ) = a−1 (¯ rS , r¯A )p [¯ rA ; tG (¯ rA , r¯S )] .
(3.56)
Di awal subbab ini, dikatakan bahwa untuk kondisi pencitraan diperlukan syarat bahwa gelombang insiden harus memiliki arah yang berlawanan dengan gelombang pantul. Ini bukan berarti bahwa gelombang insiden harus mengarah ke bawah dan gelombang pantul harus mengarah ke atas. Pada subbab sebelumnya, kita telah membahas tentang adanya turning wave yang menyatakan bahwa gelombang yang awalnya merambat ke bawah pada media yang kecepatannya bertambah seiring dengan kedalamannya, akan berbelok dan merambat ke atas. Hal ini dapat diatasi selama kita tetap konsisten pada letak sumber dan titik stasionernya, juga area turning dan area non-turning dari fungsi Greennya. Namun, masalah terjadi saat kita melihat suatu titik A, dan terdapat sebuah sumber pada area non-turning dan alat penerima pada area turning. Gelombang akan merambat dari sumber S dan turun melewati titik A dan akhirnya berbelok dan terekam oleh alat penerima R tanpa pernah dipantulkan. Perambatan mundur akan membawa gelombang ini kembali dari titik stasioner R ke titik A dimana pada titik A gelombang mengarah ke bawah dan tidak bisa dibedakan dari gelombang insiden yang datang dari sumber S ke titik A. Ini berarti kondisi pencitraan akan menemukan image amplitude yang bernilai tak nol di sepanjang lintasan dari titik S ke titik R walaupun tidak ada gelombang yang terpantul di sepanjang lintasan tersebut. Hal ini bisa diatasi
BAB 3. PEMBAHASAN
32
dengan cara menginspeksi terlebih dahulu tentang letak dari area turning dan area non-turning. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 9 : Kondisi yang terjadi saat sumber S berada pada area non-turning dan alat penerima berada pada area turning.
Sementara, jika sumber dan titik stasioner keduanya berada pada area turning dari fungsi Greennya, gelombang yang terpantul di titik A dapat digambarkan dengan baik karena gelombang insiden mengarah ke atas, sementara gelombang pantulnya mengarah ke bawah.
3.10
Pencitraan Multisumber
Pencitraan dengan menggunakan satu sumber seringkali menghasilkan gambar yang kurang jelas karena sebagian besar dari objek diterangi secara miring dan menimbulkan peregangan pada gambar. Solusi dari permasalahan ini tentu saja adalah penempatan lebih dari satu sumber pada lokasi yang berbeda dan kemudian menggabungkan gambar yang dihasilkan oleh masing-masing sumber, dengan superposisi pada bagian-bagian yang menumpuk. Tentu saja, kualitas gambar yang dihasilkan bergantung dari lokasi sumber yang digunakan. Peregangan gambar yang terjadi akan hilang karena adanya interfe-
BAB 3. PEMBAHASAN
33
rensi destruktif dari perbedaan sudut penerangan dari masing-masing sumber. Misalkan kita memiliki model kecepatan (Gambar 3.10) dengan tiga buah sumber yang terletak di posisi 3000 meter, 5000 meter, dan 7000 meter. Simulasi ini akan dilakukan untuk masing-masing sumber. Data refleksi yang terekam ditunjukkan oleh Gambar (3.11).
Gambar 10 : Model kecepatan dengan sebuah sumber yang terletak di posisi 3000 m, 5000 m, dan 7000 m.
(a)
(b)
(c)
Gambar 11 : Data refleksi yang terekam dari model kecepatan pada Gambar (3.10) dengan sebuah sumber pada posisi : (a) 3000 meter, (b) 5000 meter, dan (c) 7000 meter.
Kemudian gambar yang dihasilkan dari model kecepatan (Gambar 3.10) ditunjukkan oleh gambar berikut :
BAB 3. PEMBAHASAN
34
(a)
(b)
(c)
Gambar 12 : Image amplitudes dari sebuah sumber pada posisi : (a) 3000 meter, (b) 5000 meter, dan (c) 7000 meter.
Selanjutnya kita akan menambahkan beberapa buah sumber pada model kecepatan yang sama seperti Gambar (3.10). Banyaknya sumber yang akan digunakan kali ini adalah sebanyak 13 buah sumber dengan jarak antarsumber masing-masing 500 meter. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar (3.13), sementara gambar yang dihasilkan oleh 13 buah sumber tersebut dapat dilihat pada Gambar (3.14) :
BAB 3. PEMBAHASAN
35
Gambar 13 : Model kecepatan yang sama dengan Gambar (3.10), namun dengan 13 sumber yang letaknya berbeda.
Gambar 14 : gabungan dari Image amplitudes yang dihasilkan oleh 13 buah sumber yang letaknya berbeda.
Dapat dilihat bahwa setelah ditambahkan beberapa buah sumber, peregangan gambar yang sebelumnya terjadi, kini telah sangat berkurang. Selain berkurangnya peregangan pada gambar, pencitraan dengan multisumber memberikan beberapa keuntungan lain, yaitu hasil penyinaran yang lebih baik, rasio sinyal atau noise yang lebih baik, resolusi gambar yang lebih besar, adanya kemungkinan untuk mengekstrak properti media dari image amplitude, serta memungkinkan kita untuk mengekstrak waktu tempuh fungsi Green dari data yang terekam.