3. METODOLOGI 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pulau Pasi, tepatnya di Desa Bontolebang,
Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan dengan fokus pada proses pembentukan DPL serta menganalisis lembaga pengelola yang ada. Untuk mendapatkan data pendukung, penelitian juga dilakukan melalui koordinasi dengan Coremap II Selayar, dinas kelautan dan perikanan serta Pemerintah daerah dan dinas-dinas terkait yang ada di Kabupaten Kepulauan Selayar. 120°26'
120°28'
120°30'
6°6'
6°6'
6°4'
120°24'
6°4'
120°22'
Tg. Gosong
Benteng 6°8'
6°8'
P. Pasi4
6°10'
6°10'
P. Selayar
Kahu-Kahu Dongkalang
120°40'
120°20'
120°40'
6°00'
6°00'
6°12'
6°12'
120°20'
120°24'
120°26'
120°28'
6°14'
6°14'
6°20'
6°20'
120°22'
120°30'
Peta Lokasi Penelitian Pulau Pasi Kab. Selayar N
Keterangan: Garis Pantai
W
E
Sungai Daratan Selayar
S
DPL
Skala 1:125.000 1
0
2 Km
Kedalaman (m): 0- 5 5 - 10 10 - 20 20 - 30 30 - 50 50 - 100 > 100
Penutupan Lahan/Tipe Substrat: Karang Campur Pasir Kebun Lamun Campur Pasir Mangrove Pasir Pemukiman Tegal/Ladang Terumbu Karang
Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
24 Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan, Desa Bontolebang merupakan salah satu lokasi kegiatan Coremap II Kabupaten Kepulauan Selayar; serta adanya DPL yang dibentuk oleh program Coremap II dan masyarakat. Penelitian lapangan dilaksanakan pada Juni 2010. 3.2
Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, yakni berusaha untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan secara tepat mengenai fakta-fakta serta hubungan atau fenomena yang diteliti (Nazir 1983). Melalui pendekatan ini diharapkan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan mendalam tentang obyek yang diteliti. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survey, yaitu pengamatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variable pada suatu kelompok melalui wawancara langsung dan berpedoman pada daftar pertanyaan yang disediakan (Singarimbun 1989). Untuk mendapatkan informasi atau data, pada penelitian kualitatif memerlukan serangkaian pertanyaan terbuka (open-ended question) untuk memperoleh sumber proses dari setiap kemungkinan jawaban yang tidak terbatas dan mengantisipasi jawaban-jawaban yang bersifat tertutup (Bunce et al. 2000). Pada pertanyaan terbuka atau disebut juga wawancara semi-terstruktur, pertanyaan tidak dibatasi; setiap responden dapat memberikan jawaban berbeda atau juga sama, meski dengan urutan berbeda (Fontana and Frey 2005). Wawancara
dilakukan
dengan
perorangan/individu
atau
kelompok.
Wawancara secara individu dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam dari informan kunci atau orang yang terlibat dalam topik kajian penelitian. Wawancara dengan informan kunci ditetapkan untuk mengetahui isu atau topik secara komprehensif; dinamakan wawancara mendalam (in-depth interview). Sementara pada wawancara kelompok, kelompok yang sejenis ditanya seputar keterangan atau fakta-fakta sebuah topik. Pentingnya mendapatkan kelompok yang sejenis (kelompok wanita atau kelompok laki-laki) daripada kelompok yang tidak sejenis (wanita dan laki-laki dalam satu kelompok); adalah untuk mendapatkan gambaran keterangan tentang persepsi kelompok tentang topik penelitian. Meskipun dalam kenyataannya tidak mudah untuk mendapatkan
25 kelompok sejenis tersebut jika wawancara dilakukan secara informal/alami (Bunce et al. 2000; Fontana and Frey 2005). Proses dalam mendapatkan informasi dari wawancara mendalam dan observasi dinamakan pola snowball, dimana responden didapatkan dari responden sebelumnya. Meskipun proses juga dilakukan dengan cara acak melalui informan kunci. Pola seperti ini cocok dalam penelitian ditempat dimana tidak ada data dan referensi sebelumnya (Fontana and Frey 2005). Informasi atau data yang didapat dikategorikan kedalam masing-masing topik yang lebih spesifik (Ezzy 2002; Neuman 2003). 3.3
Sampel dan Responden Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja
(purposive sampling) (Singarimbun 1989). Responden yang diwawancarai adalah penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian yang terkait dengan pengelolaan DPL. Penduduk dalam hal ini adalah yang bersangkutan telah matang dalam mengambil keputusan dan berpikir secara positif dalam mengambil tindakan, dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Responden nelayan yang diambil berjumlah 40 responden yang mewakili tiga dusun yang ada di Desa Bontolebang. Selain itu juga responden yang mewakili lembaga pengelola terumbu karang (LPSTK), pemerintah desa, tokoh masyarakat, pihak swasta, dan lembaga pemerintah kabupaten yang terkait dengan pengelolaan. 3.4
Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi.
Metode triangulasi memadukan sedikitnya tiga metode, seperti pengamatan, wawancara dan analisis dokumen (Sitorus 1998). Pada metode triangulasi dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu : a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi terbuka dan tertutup. c. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang.
26 d. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam dengan responden yang tinggal disekitar lokasi penelitian dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun sesuai tujuan penelitian. Metode wawancara dengan mengajukan daftar pertanyaan yang memadukan tiga cara yaitu pertanyaan terbuka, pertanyaan dengan pilihan jawaban dan pertanyaan dengan jawaban setuju atau tidak setuju. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap tentang objek yang diamati. Informasi atau data dikumpulkan melalui susunan berdasarkan tema/topik dengan menggunakan teknik-teknik yang merepresentasikan sampel dari stakeholder baik ditingkat masyarakat ataupun stakeholder lain seperti yang terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Metode penelitian Stakeholder
Tingkatan
Teknik
Topik
Nelayan; Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)
Masyarakat
Wawancara FGD
Komponen CBMCoremap; SETO, FM dan MD
Masyarakat
Wawancara Perorangan (semi- terstruktur)
Kepala Desa dan staf desa; Tokoh masyarakat
Masyarakat
Wawancara perorangan
Pelaku wisata
Masyarakat
Wawancara perorangan
Dinas Kelautan dan Perikanan; Bappeda, Dinas Pariwisata
Pemerintah
Wawancara Perorangan (semi- terstruktur)
perorangan,
Persepsi mereka tentang DPL (proses pembentukan, partisipasi serta hubungan dengan stakeholder lain); Isu-isu pengelolaan sumberdaya Pengelolaan DPL (Proses pembentukan, partisipasi, serta hubungan dengan stakeholder lain) Perkembangan sosial ekonomi Desa Bontolebang; isu-isu pengelolaan sumberdaya perikanan; Sejarah Desa, aturan-aturan lokal Persepsi mereka tentang DPL; interaksi dengan stakeholder lain; Isu-isu pengelolaan sumberdaya Isu-isu pengelolaan sumberdaya di tingkat lokal kabupaten; Program COREMAP
Pengambilan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka baik dari hasil penelitian
terdahulu maupun dari tulisan-tulisan yang relevan. Selain itu,
27 pengumpulan data sekunder dilakukan melalui wawancara dengan pemerintah setempat, tokoh masyarakat, lembaga non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Wawancara lebih banyak dilakukan secara informal dengan pendekatan wawancara individu/perorangan ataupun FGD (focus group discussion) (Gibbs 1997). Wawancara dimulai dengan instansi atau lembaga pemerintah daerah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda dan Dinas lain yang terkait khususnya yang terlibat dalam pengelolaan program Coremap II Kabupaten Kepulauan Selayar. Kemudian dengan responden yang terlibat dalam proses pembentukan DPL; responden ini merupakan informan kunci. Wawancara dengan kepala desa, tokoh masyarakat atau imam desa dan kepala dusun, dilakukan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif terkait perkembangan sosial ekonomi desa, sejarah desa, aturan-aturan lokal, isu-isu pengelolaan serta persepsi mereka tentang pembentukan DPL. Setelah mendapatkan gambaran umum tentang DPL, wawancara dilakukan dengan nelayan atau masyarakat lokal mengenai pesepsi mereka tentang DPL termasuk proses pembentukan, implementasi serta dukungan terhadap pengelolaan. Pemilihan responden dilakukan dengan cara mengelilingi desa dengan mendatangi setiap dusun, berkunjung ke kumpulan orang; dari satu orang ke yang lainnya; baik yang ada di rumah, bale-bale, ataupun di jalanan. Untuk responden yang terlibat dalam proses pembentukan DPL, wawancara dilakukan dengan menanyakan gambaran proses pembentukan DPL berdasarkan pengalaman mereka. Sementara untuk yang tidak terlibat dalam proses tersebut pertanyaan dimulai dengan persepsi mereka tentang keberadaan DPL di desa. Beberapa pelaksanaan wawancara ditemani oleh seorang motivator desa (MD). Wawancara juga dilakukan pada pengelola wisata (resort) yang secara tidak langsung memanfaatkan perairan Desa Bontolebang sebagai site wisata diving serta organisasi masyarakat untuk mengetahui persepsi mereka tentang pengelolaan sumberdaya serta keberadaan DPL. Pada bagian akhir wawancara dilakukan dengan komponen CBM Coremap II Selayar dalam pengelolaan sumberdaya di Desa Bontolebang. Setiap wawancara dilakukan secara informal agar responden merasa nyaman untuk mengungkapkan pendapat, bahkan mereka seolah tidak merasa
28 sedang diwawancarai. Mengorganisir wawancara/diskusi formal kedalam sebuah ruangan dengan mengundang masyarakat untuk berdiskusi justru akan mengakibatkan FGD yang tidak efektif; dimana masyarakat yang datang hanya sedikit, sementara mereka lebih memilih beraktifitas seperti biasa, atau hanya beberapa orang yang dapat mengungkapkan pendapatnya dalam forum karena merasa malu (Bunce et al. 2000; Fontana and Frey 2005).
3.5
Instrumen Penelitian Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berisi serangkaian pertanyaan yang akan dijawab oleh responden. Kuesioner disusun sebagai berikut: a. Bagian pertama mengungkapkan keadaan sosial masyarakat yang meliputi nama, umur jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan. b. Bagian kedua memuat tentang kegiatan program pembangunan yang meliputi jenis kegiatan, manfaat kegiatan, frekuensi pelaksanaan kegiatan, kelembagaan aturan, sarana dan prasarana. c. Bagian ketiga mengungkapkan keadaan alam sekitar yang meliputi kondisi ekosistem kawasan konservasi dan pengaruhnya terhadap masyarakat, manfaat, tindakan masyarakat, serta pemahaman masyarakat tentang kawasan konservasi. d. Bagian terakhir memuat pertanyaan-pertanyaan tambahan antara lain mengenai saran dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan rehabilitasi (terumbu karang) serta beberapa pertanyaan yang tidak tercakup pada bagian-bagian sebelumnya. 3.6
Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis sosial yang dalam
metode
studi
kasus
sangat
diperlukan
dalam
menggambarkan
proses
terbentuknya aturan bersama pengelolaan perikanan secara tertulis, hingga pada tataran pengawasan dan evaluasi kebijakan yang telah dilaksanakan. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan dalam penelitian ini tidak bersifat baku, karena dalam penelitian kualitatif tidak ada pembakuan metode atau
29 langkah metodologis sebagaimana lazimnya dalam penelitian kuantitatif (Salim 2000). Kartono (1996) menjelaskan beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam menganalisis sosial, yaitu: (1) menimbang data; (2) klasifikasi data; dan (3) formulasi konsep-konsep. Selanjutnya, Kartono (1996) menjelaskan tentang prosedur-prosedur ilmiah yang harus diperhatikan dalam setiap penelitian, diantaranya adalah: (1) menimbang data secara cermat dan hatihati; (2) pengaturan data dengan mengadakan klasifikasi; (3) menciptakan konsep-konsep atau sistem formal tertentu, yaitu memformulasikan ide-ide dan definisi mengenai tingkah laku sosial dan fenomena-fenomena sosial; dan (4) memikirkan sistem-sistem deduktif atau logis untuk membuktikan dan memverifikasi proporsi-proporsi (stelling, pendirian) tertentu dan pembuktian faktual. 3.7
Analisis Kelembagaan Data-data atau informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi
di lapangan kemudian diverifikasi dan ditinjau ulang serta mendiskusikan dengan pihak lain yang memiliki kemampuan dalam bidang kelembagaan. Selanjutnya untuk memastikan efektifitas unsur-unsur kelembagaan perlu diperiksa kembali tingkat kebutuhannya, keberadaannya dan keberfungsian dari masing-masing unsur kelembagaan. Dalam menganalisis struktur pengelolaan perikanan tradisional berbasis masyarakat, sebuah lembaga setidaknya memiliki aspekaspek: wewenang, hak, aturan, monitoring/pengawasan, akuntabilitas, resolusi konflik, dan sanksi (Ruddle 1998). Sementara itu dalam menganalisis kelembagaan pengelola terumbu karang di Desa Bontolebang, peneliti menggunakan indikator-indikator yang dikemukakan oleh Ostrom (1990) in Satria (2009), sebagai berikut: (1) kejelasan batas wilayah, (2) kesesuaian aturan dengan kondisi lokal, (3) aturan disusun dan dikelola oleh pengguna sumberdaya, (4) pelaksana pengawasan dihormati masyarakat, (5) berlakunya sanksi, (6) mekanisme penyelesaian konflik, (7) kuatnya pengakuan dari pemerintah, (8) adanya ikatan atau jaringan dengan lembaga luar.
30 3.8
Analisis Stakeholder Analisis stakeholder adalah suatu proses sistematis dalam mengumpulkan
dan menganalisis informasi kualitatif untuk menentukan kepentingan siapa yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan dan/atau melaksanakan kebijakan atau program (Schmeer 2000). Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam pengambilan keputusan, maka keputusan tersebut semakin berkualitas dan terakui (legitimate). Analisis stakeholder menjadi alat penting dalam mengidentifikasi para pelaku pembangunan. Pelaku pembangunan ini meliputi orang dan organisasi yang terlibat ataupun terkena dampak dari suatu perencanaan. Proses tahapan analisis stakeholder dilakukan dengan cara: (1) merumuskan isu yang akan dibahas; dalam hal ini isu pengelolaan sumberdaya terumbu karang, (2) membuat ”daftar panjang”; Stakeholder yang telah teridentifikasi dimasukan kedalam daftar panjang, hasilnya berupa daftar panjang individu dan kelompok yang terkait pengelolaan kawasan DPL. Berdasarkan rumusan isu yang dibahas, maka disusunlah daftar partisipan yang dianggap stakeholder yang dibedakan berdasarkan: a) yang terkena dampak; b) yang sangat terkena dampak; c) yang memiliki informasi, pengetahuan dan keahlian atas isu; d) yang memiliki kontrol/pengaruh atas isu, (3) memetakan stakeholder; dengan daftar panjang stakeholder yang ada dikelompokan dalam berbagai kategori sesuai dengan tingkat kepentingan, kapasitas, serta relevansi atas pengelolaan DPL, (4) indentifikasi stakeholder menggunakan pendekatan partisipatif dengan teknik snowball dimana setiap stakeholder mengindentifikasi stakeholder lainnya. Berdiskusi dengan stakeholder yang terindentifikasi pertama kali dapat mengungkapkan pandangan mereka tentang keberadaan stakeholder penting lain yang berkaitan dengannya, (5) melakukan verifikasi analisis dan penjajakan stakeholder; untuk memastikan tidak ada stakeholder kunci dan relevan yang terlewatkan, (6) menyusun strategi untuk mendorong serta memelihara partisipasi stakeholder; strategi ini harus disesuaikan dengan setiap kelompok yang berbeda terhadap stakeholder yang dianalisis dan diklasifikasikan. Output dari strategi ini adalah munculnya langkah strategis untuk meningkatkan kapasitas kepentingan dan pengaruh stakeholder.
31 Berdasarkan
indentifikasi
stakeholder
tersebut
dilakukan
analisis
kepentingan (importance) dan pengaruh (influence) masing-masing stakeholder dalam kaitan dengan kebijakan pengelolaan kawasan DPL. Kepentingan merujuk pada peran stakeholder di dalam pencapaian output dan tujuan serta menjadi fokus pertimbangan terhadap keputusan yang akan dibuat, sedangkan pengaruh merujuk pada kekuatan yang dimiliki stakeholder yang terindentifikasi dan hasil analisis stakeholder.