3 METODE UMUM PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu,
Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1 dan 2). Pemilihan lokasi didasari oleh: 1) bahwa
kedua kabupaten telah beberapa kali mendapatkan program Pemberdayaan PEMP. Yaitu Kabupaten Cirebon sebanyak enam kali berturut-turut (2000 sampai dengan 2005), berupa penguatan modal dan satu kali kegiatan Kedai Pesisir, dan Indramayu sebanyak lima kali berturut-turut sejak tahun 20001 sampai dengan 2005, berupa penguatan modal. Dengan kondisi demikian maka diasumsikan bahwa dampak program pemberdayaan nelayan tersebut akan relatif kelihatan, 2) kedua lokasi yang berada di pantai utara Laut Jawa yang telah mengalami tangkap lebih (Overfishing), seperti disebutkan Suyasa (2006), bahwa salah satu perairan dengan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil yang telah melampaui potensi lestari adalah perairan Laut Jawa. Perairan ini menarik untuk dikaji, mengingat kondisi sumberdaya ikan di dalamnya sudah dianggap lebih tangkap, sementara disisi lain sekitar 30,11 persen jumlah nelayan Indonesia pada tahun 2004 terkonsentrasi di sepanjang pantai utara Jawa, dengan daerah operasi penangkapan utama di perairan Laut Jawa. Di samping itu, sekitar 19,27 persen dari total hasil tangkapan ikan perairan laut Indonesia yang jumlahnya mencapai 4.320.241 ton pada tahun tersebut, didaratkan di pelabuhan perikanan yang ada di sepanjang pantai utara Jawa. Sehingga kedua lokasi ini dipandang perlu untuk mendapat perhatian khusus. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2006 sampai dengan Pebruari 2006.
3.2
Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data
primer merupakan persepsi responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan tangkap. Data sekunder merupakan data
72
tentang geografi, iklim, jenis ikan laut ekonomis, jenis dan jumlah alat tangkap, jumlah rumah tangga perikanan (RTP), lokasi PPI dan PPP, dan produksi perikanan. Data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten, dan Kabupaten Dalam Angka di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Data primer dikumpulkan menggunakan kuesioner terstruktur dari responden yang semuanya pernah menerima program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Lokasi responden adalah pesisir Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu.
3.3
Analisis Data Analisis yang dalam penelitian ini yang dilakukan secara paralel
berdasarkan tujuan analisis, seperti dapat dilihat pada Gambar 6.
73
ANALISIS KETERGANTUNGAN PERIKANAN POTENSI PERIKANAN
ANALISIS Structural Equation Modeling (SEM) KINERJA PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP
KEBIJAKAN PUBLIK
PEREKAYASAAN KELEMBAGAAN
KEMAMPUAN BISNIS INDIVIDU
Program pemberdayaan, skim modal, bank mitra
Koperasi LEPP-M3, organisasi nelayan, Swamitra Mina
Pengetahuan, pengalaman, keberanian mencoba usaha baru
ANALISIS SWOT Pengembangan Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap
Gambar 6 Pendekatan Penelitian
3.3.1
Analisis Ketergantungan Daerah Perikanan (Fisheries Dependent Region) Analisis ketergantungan daerah terhadap perikanan telah digunakan oleh
Kasimis dan Petrou (2000) dalam menentukan daerah perikanan di Yunani. Hal ini diperkuat oleh Adrianto (2004) bahwa penentuan daerah-daerah perikanan ini 74
perlu diidentifikasi agar kebijakan yang terkait dengan pembangunan perikanan dan kelautan dapat dibuat secara akurat dan komprehensif. Hasil analisis ini akan sangat terkait dengan skim pemberdayaan pada suatu daerah. Menurut Phillipson (2000), ada 3 indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis ketergantungan daerah terhadap perikanan, yaitu: 1) Indikator ketenagakerjaan perikanan (kontribusi tenaga kerja perikanan terhadap total ketenagakerjaan daerah); 2) Indikator absolut aktivitas perikanan (indikator yang terkait langsung dengan keragaan sektor perikanan); dan 3) Indikator tingkat signifikasi ekonomi dari sektor perikanan terhadap ekonomi daerah. Atas dasar asumsi, bahwa (1) Jumlah RTP mengindikasikan potensi perikanan, (2) Jumlah kapal penangkapan mengindikasikan intensitas kegiatan penangkapan, (3) Jumlah produksi mengindikasikan peran perikanan terhadap perekonomian masyarakat, (4) Jumlah tenaga kerja perikanan mengindikasikan tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan perikanan, dan (5) dan kontribusi sektor perikanan terhadap pendapatan Asli Daerah (PAD) mengindikasikan kontribusi sektor perikanan, maka indikator-indikator yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut: (i)
Rasio jumlah nelayan terhadap total penduduk (RN)
RN =
1 t nt ∑ t 1 Nt
Keterangan:
(ii)
nt
=
Jumlah nelayan pada tahun t untuk wilayah kabupaten/kodya.
Nt
=
Total jumlah penduduk kabupaten/kota.
t
=
Jumlah tahun.
pada
tahun-t
untuk
wilayah
Rasio jumlah produksi ikan kabupaten/kota terhadap produksi propinsi (RM). RM =
75
1 t ct ∑ t 1 Ct
Keterangan:
(iii)
ct
=
Jumlah produksi ikan pada tahun-t untuk wilayah kab/kodya.
Ct
=
Jumlah total hasil tangkapan pada tahun-t untuk wilayah provinsi.
t
=
Jumlah tahun.
Rasio jumlah kapal ikan (RK).
RK =
1 t kt ∑ t 1 Kt
Keterangan: kt
=
Jumlah kapal perikanan kabupaten/kota.
pada
tahun
t
untuk
wilayah
Kt
=
Jumlah kapal perikanan pada tahun t untuk wilayah provinsi.
t
=
Jumlah tahun.
Rasio jumlah tenaga kerja sektor penangkapan ikan (RTK). RTK =
1 t lt ∑ t 1 Lt
Keterangan:
(iv)
lt
=
Jumlah tenaga kerja perikanan pada tahun-t untuk wilayah kabupaten/kodya.
Lt
=
Jumlah total tenaga kerja dari sektor pada tahun t untuk wilayah kabupaten/kota.
t
=
Jumlah tahun.
Kontribusi sektor perikanan (KP).
KP =
1 t PADPt ∑ t 1 PDBt
Keterangan: PADPt
=
PAD perikanan kabupaten/kota.
pada
PDBt
=
Produk domestik bruto provinsi.
t
=
Jumlah tahun.
tahun
t
untuk
wilayah
pada tahun t untuk wilayah
Dari rumus di atas, identifikasi level ketergantungan sebuah daerah terhadap sektor perikanan khususnya dan struktur ekonomi pada umumnya dapat 76
dilakukan dengan asumsi dasar bahwa semakin tinggi rasio-rasio di atas maka semakin tinggi ketergantungan daerah tersebut terhadap sektor perikanan. Dengan kata lain, daerah tersebut dapat diidentifikasi sebagai daerah perikanan. Analisis selanjutnya adalah analisis pengambilan keputusan untuk menentukan sebuah daerah merupakan daerah perikanan atau bukan, dilakukan dengan meggunakan analisis kriteria ganda (multi-criteria analysis/MCA). Langkah yang dilakukan adalah standarisasi untuk masing-masing indikator yang dianalisis, sehingga nilainya berkisar antara 0 dan 1. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai standar suatu indikator i pada suatu daerah kajian j, SVi , j adalah sebagai berikut (Briguglio, 1995):
SVi. j =
xi , j − xi ,min xi ,max − xi ,min
0<SVmni<1
xi , j
=
nilai untuk indikator ke-i di daerah j
xi ,min
=
nilai minimum untuk indikator ke-i
xi ,max =
nilai maksimum untuk indikator ke-i
Untuk membuat indeks komposit dari indikator yang diukur, maka setiap indikator diasumsikan memiliki bobot sama (w=1) sehingga nilai akhir untuk setiap daerah adalah: m
NK j =
∑ SV
i, j
i =1
m
Keterangan: NKj
=
Nilai komposit untuk daerah ke-j
SVi,j
=
Nilai standardisasi indikator ke-i pada daerah ke-j
m
=
Jumlah indikator
77
3.3.2
Analisis SEM (Structural Equation Modeling). Structural Equation Modeling (SEM) atau Model Persamaan Struktural
adalah model statistik yang umumnya digunakan dalam penelitian ilmu perilaku manusia. SEM dapat dikelompokkan sebagai analisis faktor dan regresi atau analisis jalur. Konsep teoritis yang diwakili oleh faktor laten (tidak bisa diamati secara langsung) merupakan hal yang penting dalam pemodelan menggunakan SEM. Hubungan antar faktor laten ditunjukkan oleh koefisien regresi atau jalur antar faktor (Hox and Bechger, 1998). Analisis SEM adalah teknik analisis multivariate yang dapat menguji hubungan antar variabel yang kompleks untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model (Ghozali dan Fuad, 2005). SEM juga dapat menguji model secara bersama-sama, baik model structural (hubungan/nilai loading antara konstruk independen dan dependen),
maupun model measurement (hubungan/nilai loading antara indikator dengan kontruk/variabel laten). Kollmeyer (2004) menggunakan SEM first order sebagai cara baru untuk mempelajari distribusi kekuatan politik berbasis kelas di negara-negara demokrasi kapitalis maju. Negara yang menjadi obyek penelitian adalah Australia, Austria, Belgia, Canada, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman. Itali, Jerman, Norwegia, Swedia, Swiss, Britania Raya, dan Amerika Serikat. Data yang digunakan merupakan data deret waktu dari tahun 1980 hingga 1989. Hasil analisis menggunakan SEM menunjukkan bahwa kompromi kelas secara positif dipengaruhi oleh keanggotaan pekerja dalam organisasi buruh dan partisipasi pemilih, serta secara negatif dipengaruhi oleh jumlah orang dipenjara dan ketimpangan pendapatan. Fox (2002) menggunakan SEM untuk mengestimasi variabel-variabel yang mempengaruhi indikator makroekonomi, yaitu konsumsi, investasi, upah pekerja swasta, permintaan ekuilibrium, keuntungan swasta, dan stok kapital. Data yang digunakan adalah data deret waktu dari tahun 1921 sampai 1941. SEM juga digunakan untuk mengestimasi two-stage least square (TSLS), serta untuk mengestimasi model rekursif. Sedangkan Dault (2007) menggunakan SEM secon order full version untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
78
pemuda dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Sukabumi. Disamping itu model tersebut juga bisa menujukkan berbagai indikator partisipasi pemuda. Software (piranti lunak) yang banyak digunakan untuk menganalisis data
menggunakan SEM adalah Lisrel (Linear Structural Relations) dan AMOS (Analysis of Moments Structure). Program lain yang juga bisa digunakan untuk
mengolah data dengan model SEM adalah PRELIS dan SIMPLIS (Byrne, 1998). Tujuan dari analisis SEM adalah: (1) untuk menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau “benar” berdasarkan data yang dimiliki, (2) untuk
menguji berbagai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya. Tahapan analisis yang dilakukan dalam SEM adalah: 1)
Konseptualisasi model, yaitu tahapan proses yang berhubungan dengan pengembangan
hipotesis
berdasarkan
teori
sebagai
dasar
dalam
menghubungkan variabel laten (variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi) dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya. Variabel laten dalam SEM terdiri dari variabel eksogen yaitu variabel independen sehingga tidak dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu model, dan variabel endogen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain dalam
suatu model. Konseptualisasi model merupakan gambaran persepsi tentang hubungan
variabel
eksogen
dan
endogen
berdasarkan
teori,
dan
merefleksikan pengukuran variabel melalui berbagai indikator yang diukur. Dalam penelitian ini klasifikasi variabel sebagai variabel endogen atau variabel eksogen ditentukan oleh program (software) pengolahan data (Lampiran 3). 2)
Penyusunan diagram alur, yaitu diagram yang memvisualisasikan hipotesis yang telah dibangun dalam konseptualisasi model. Manfaat penyusunan diagram ini adalah untuk memudahkan pembahasan langkah-langkah SEM berikutnya.
3)
Spesifikasi model, yaitu menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi.
79
4)
Identifikasi model. Dalam tahap ini informasi yang diperoleh dari data diuji untuk menentukan apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model, sehingga diperoleh nilai unik untuk seluruh parameter dari data yang diperoleh
5)
Estimasi parameter. Setelah model struktural dapat diidentifikasi, maka estimasi parameter dapat diketahui. Pada tahap ini, estimasi parameter untuk suatu model diperoleh dari data, karena program LISREL maupun AMOS akan menghasilkan matriks kovarians berdasarkan model (model-based covariance matrix) yang sesuai dengan kovarians matriks sesungguhnya
(observed
covariance
matrix).
Uji
signifikansi
dilakukan
dengan
menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. 6)
Penilaian model fit. Suatu model dikatakan fit apabila kovarians matriks suatu model (model-based covariance matrix) adalah sama dengan koverians matriks data (observed covariance matrix).
7)
Modifikasi model. Setelah melakukan penilaian model fit, maka akan diketahui apakah diperlukan modifikasi model karena tidak fitnya hasil yang diperoleh pada tahap ke enam. Namun modifikasi harus berdasarkan teori yang mendukung, dan tidak dilakukan hanya semata-mata untuk mencapai model yang fit.
8)
Validasi silang model, yaitu menguji fit tidaknya model terhadap suatu data baru. Validasi silang ini penting apabila terdapat modifikasi yang substansial yang dilakukan terhadap model asli yang dilakukan pada langkah ketujuh.
Alasan penggunaan analisis model SEM dalam penelitian ini adalah:
1)
Faktor-faktor penentu yang akan diamati di dalam program PEMP sebagai representasi keragaan pembangunan perikanan tangkap skala kecil, yaitu kebijakan publik, kemampuan bisnis, rekayasa kelembagaan. merupakan variabel laten (tidak bisa diamati secara langsung). Oleh karena itu setiap faktor didekomposisi menjadi variabel pengamatan (X11, X12, X13, X21, X22, X23, X31, X32 dan X33). Di samping itu PEMP ditunjukkan oleh 80
Y1, Y2, dan Y3 (Y1= pembangunan menyangkut berbagai aspek, Y2=pembangunan yang berkelanjutan, dan Y3=pembangunan berorientasi kesejahteraan). 2)
Untuk menguji secara simultan (bersamaan) tentang faktor-faktor (X1, X2, X3) yang mempengaruhi PEMP, dekomposisi faktor (X11, ...X33) yang mempengaruhi faktor, interaksi antar faktor, dan signifikansi variabelvariabel pengamatan yang menunjukkan keragaan PEMP (Y1, Y2, Y3), yang apabila menggunakan persamaan regresi tunggal maka akan memerlukan banyak sekali persamaan regresi dan tidak bisa mengetahui interaksi satu persamaan regresi dengan persamaan regresi lainnya. Dengan kata lain dengan SEM regresi linier dalam jumlah banyak bisa diolah secara simultan.
3.3.3
Analisis SWOT (Strength-Weaknessess-Opportunities-Threaths).
Budiharsono (2003) menyebutkan bahwa salah satu metoda yang bisa digunakan untuk menentukan kebijakan, adalah metoda KeKePaN atau analisis SWOT (Strength-Weaknesses-Opportunities-Threats). Dengan analisis ini akan ditentukan kebijakan pemberdayaan nelayan kecil ke depan yang didasarkan pada kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut : 1)
Pembuatan Matriks SFAS (Strategic Factors Analysis Summary Matrix). Pada tahap ini dilakukan penelaahan kondisi faktual di lapangan dan kecenderungan yang mungkin terjadi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan,
peluang
dan
ancaman
dalam
implementasi
program
pemberdayaan yang sudah dilaksanakan pada beberapa wilayah kajian. Faktor-faktor dalam Kekuatan, Kelemahan, Ancaman dan Peluang tersebut dimasukkan ke dalam Matriks SFAS untuk selanjutnya dilakukan perhitungan atas bobot, rating dan nilai (skor) masing faktor-faktor. Nilai rating didapatkan dari jawaban responden pada kuesioner yang dibagikan. Adapun nilai (skor) didapatkan dari hasil perkalian bobot dan rating. 2)
Penentuan Koordinat S-W-O-T. Berdasarkan nilai-nilai total skor masingmasing pada faktor SWOT yaitu Kekuatan (S), Kelemahan (W), Peluang (O) 81
dan Ancaman (T), selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan titik pada sumbu ordinat (X) dan sumbu axis (Y) pada Kuadran SWOT. Sisi atas pada sumbu Y adalah O (Peluang) dan sisi bawah adalah T (Ancaman) sedangkan sisi kiri pada sumbu X adalah W (Kelemahan) dan sisi kanan adalah S (Kekuatan). Total Skor S – Total Skor W Total Skor O – Total Skor T
= Titik pada sumbu Y,
= Titik pada sumbu X
Strategi W-O
Strategi S-O
O 2,0
1,0
W
Strategi W-T
S
0,0
T
Strategi W-T
Gambar 7 Kuadran SWOT
(3)
Strategi Kebijakan. Alternatif kebijakan pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari kekuatan kawasan untuk mendapatkan peluang (SO), kebijakan berdasarkan penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST); pengurangan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Kebijakan yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif (Tabel 3.1).
82
Tabel 3 Matrik SWOT dan Penyusunan Kebijakan IFAS
EFAS
STRENGTH (S)
WEAKNESSES (W)
•
•
Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal
Tentukan 5-10 faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
•
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
•
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal
Tentukan 5-10 faktor ancaman eksternal
83