103
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan mulai dari bulan Agustus sampai bulan september 2010. Daerah penelitian ini disebelah utara berbatasan dengan Desa Pasir Putih, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Posiposi, Desa Sagawele, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ngute-Ngute dan disebelah barat berbatasan dengan Desa Orimakurunga (Gambar 8) Lokasi penelitian stasiun I berada pada titik koordinat sebagai berikut : kedalamna 0 - 5 (00° 1' 51,74" LS dan 127° 25' 33,60" BT), kedalaman 5 - 10 (00° 1' 51,63" LS dan 127° 25' 40,80" BT), serta kedalaman 10 – 15 ( 00° 1' 51,60" LS dan 127° 25' 44,40" BT). Stasiun I memiliki kondisi dengan substrat dasar perairan adalah pasir berlumpur, dan terdapat beberapa biota serta jenis tumbuhan laut lainnya, sedangkan disepanjang pantai ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Lokasi penelitian stasiun II (dua) berada pada titik koordinat: Kedalaman 0 – 5 ( 00° 3' 8,15" LS dan 127° 25' 22,80" BT), kedalaman 5 – 10 (00° 3' 8,22" LS dan 127° 25' 30,00" BT), serta kedalaman 10 – 15 (00° 3' 9,19"LS dan 127° 25' 48,0" BT). Lokasi penelitian II adalah pada perairan antara Desa Laluin dengan Desa Posi-posi dimana jarak antara stasiun I dan stasiun II ± 3 km yang juga dicirikan dengan substrat dasar perairan pasir berlumpur, dan terdapat beberapa biota serta jenis tumbuhan laut lainnya, sedangkan disepanjang pantai ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Lokasi penelitian stasiun III (tiga) berada pada titik koordinat: Kedalaman ( 00° 5' 3,16"LS dan 127° 24' 54,00"BT), kedalaman (00° 5' 3,34"LS dan 127° 25' 1,20"BT) sedangkan kedalaman 10 – 15 (00° 5' 3,14"LS dan 127° 25' 4,80"BT). Lokasi ini terletak ± 3 km dari stasiun II atau ± 6 km dari stasiun I. Kondisi stasiun III tidak jauh berbeda dengan stasiun II, memiliki kondisi perairan yang ditumbuhi oleh lamun, terumbu karang maupun vegetasi mangrove yang terdapat di sepanjang pesisir pantainya. Ketiga stasiun pengamatan tersebut selain memiliki karateristik perairan yang sama juga memiliki tipe pasang surut yang sama yaitu pasang surut diurnal
104
dimana mengalami dua kali pasang dan dua kali surut pada interval waktu yang sama.
3
Gambar 8. Peta lokasi penelitian Desa Laluin Provinsi Maluku Utara
105
ST.I: Kedalaman 0-5 M
Kedalaman 5-10 M
Kedalaman 10-15 M
ST.II: Kedalaman 0-5 M
Kedalaman 5-10 M
Kedalaman 10-15 M
ST.III: Kedalaman 0-5 M
Kedalaman 5-10 M
Kedalaman 10-15 M
Gambar 9. Stasiun pengamatan pada setiap kedalaman 3.2. Metode Pengukuran Penelitian di lapangan di lakukan dengan metode transek kuadran atau systematic random sampling (Setyobudiandi et al. 2009) yang berukuran 1X1 meter dan dilakukan pemasangan 3 buah transek garis (line transek) dengan jarak antara transek 50 m, mulai dari garis pantai kearah laut pada saat surut dengan kedalaman 0-5 m, 5-10 m dan 10-15 m kemudian pada masing-masing garis transek diletakkan kuadran berukuran 1X1 m (Gambar 10). Seluruh teripang yang diambil di kelompokkan berdasarkan lokasi stasiun penelitian dan dihitung jumlahnya serta diidentifikasi. Kemudia disaat yang bersamaan akan dilakukan pengukuran parameter kualitas perairan Tabel 2.
106
Tabel 2: Parameter fisika, kimia dan biologi perairan
Parameter Parameter Fisika,Kimia -Suhu -Kecepatan Arus -Salinitas -Oksigen terlarut -Derajat keasaman/pH -Tekstur sedimen -Kedalaman perairan Parameter Biologi -Teripang -Panjang tubuh -Bobot tubuh -TKG
Satuan 0
C Cm/dt Permil mg/L % m
Alat dan Metode
Keterangan
Water Ceckker HORIBA tipe U10
Insitu Insitu Insitu Insitu Insitu Lab Insitu
Water Ceckker HORIBA tipe U10 pH meter Hidrometer Ekosinder
Ind./m2 mm g g
Kuadran 1x1 m Mistar ukur Timbangan O Hauss digital
Insitu Insitu Insitu Insitu/Lab
kg/jam
Kuesioner
Insitu
L.II
L. III
Parameter Dinamika Stok
- Data tangkapan nelayan
L. I
0m
5m
50 M
10 m
15 m
Gambar 10. Skema desain sampling dengan menggunakan transek kuadran
107
Daratan Kedalaman yang berbeda pada 1 transek
Garis pantai
Garis transek
Permukaan air laut
Air Laut
Substrat
Gambar 11. Pengamatan profile dasar perairan di setiap transek
Gambar 12. Tipe substrat berdasarkan segitiga Miller (Brwer et al. 1990)
3.3. Parameter Biologi a. Pengambilan contoh teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang hitam (Holothuria edulis) dilakukan dengan dua cara,yang pertama pengambilan teripang dilakukan pada sore hingga malam hari Dalam kuadran berukuran
108
1X1 m, akan dilakukan pengamatan penghitungan jumlah jenis teripang yang berada dalam kuadran dan semua jenis teripang yang berada dalam kuadran diambil untuk dilakukan identifikasi jenis b. Teripang pasir maupun teripang hitam diambil lalu di lakukan pengukuran panjang, pengukuran panjang dilakukan pada saat teripang masih dalam kondisi basah. c. Teripang pasir dan teripang hitam yang terdapat pada saat sampling dilakukan penimbang berat teripang, penimbangan berat teripang dilakukan pada saat teripang masih dalam kondisis basah Gambar 13 d. Pengosongan organ tubuh dilakukan juga untuk pengamatan dan penimbangan gonad dengan mengacu pada Conand (1990) Tabel 3.
A
B
Gambar 13. Pengukuran panjang dan berat (A). Teripang pasir (B). Teripang hitam
109
Tabel 3: Karateristik utama, tingkat kematangan gonad (TKG) Holothuroidea (Conand 1990). Tingkat kematangan I. Belum matang II. Istirahat
III. Pertumbuhan - Jantan
- Betina
IV. Matang - Jantan
Morfologi
Mikroskopik
Sedikit tubulus yang Sel-sel germinal berbentuk bola, transparan dengan sedikit dengan diameter kurang dari 20 percambangan, pendek dan mikron tipis, ujung distal tubulus membentuk tongkat atau petungan Banyak pembuluh Perkembangan beberapa berwarna keputih-putihan spermatid dan sedikit dan bercabang-cabang, spermatozoa panjang dan diameternya bertambah Oosit yang berbentuk seperti bola, berwarna buram, berdiameter 20-120 mikron Tubulus dengan volume Sisaan tubulus memperlihatkan maksimum, putih, sperma yang berenang-renang membengkak, saluran gonad mungkin mengandung sperma
- Betina Tubuh membengkak (tambah besar), transparan atau berwarna merah muda, oosit matang
Distribusi oosit tersebar luas, diameter 150-200 mikron. Oosit bebas atau berdempetan membran folikel dengan sejumlah mikrofil
V. Sesudah memijah - Jantan - Betina
Beberapa tubulus seperti pada tingkat IV, yang lainnya pendek, atresia, berwarna kuning atau coklat
Beberapa spermatozoa (sisanya) mengumpul atau tersebar Sedikit oosit matang berpencar sekeliling tubulus, tahap penyebaran kembali, atresia dan pengosongan folikel membran
110
3.4. Parameter dinamika stok dan tingkat eksploitasi Pengambilan data untuk mengetahui parameter stok dan tingkat eksploitasi dan untuk mengetahui parameter atau hubungan stok dengan tingkat eksploitasi dilakukan dengan beberapa hal yaitu dengan cara : a. Eksperimental penangkapan dioperasikan (ikut melakukan penangkapan bersama nelayan teripang) selama kurang lebih 5 jam sekali sebulan di setiap stasiun untuk melihat lama eksploitasi nelayan teripang (jam) b. Jumlah penangkapan dihitung (kg). Metode yang dilakukan dengan cara observasi (mengikuti penangkapan) dan wawancara para nelayan dan pengumpul teripang
3.5. Analisa Data 3.5.1. Parameter lingkungan Untuk mengetahui hubungan antara parameter kualitas air dengan kelimpahan teripang dianalisis mengunakan Principal Componens Analysis (PCA)
3.5.2. Parameter biologi 3.5.2.1. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad teripang jantan dan betina secara morfologis mencangkup warna, perkembangan gonad secara kualitatif dilakukan dengan mengamati TKG I-V berdasarkan morfologi gonad yang mengacu pada Conand (1990). Gonad dipisahkan dari bagian-bagian tubuh lainnya, kemudian ditimbang bobot tegumen juga ditimbang karena parameter inilah yang paling stabil pada teripang. Selanjutnya bobot gonad diperbandingkan dengan bobot tegumen, untuk mendapatkan nilai indeks kematangan gonad (IKG) (Tuwo dan Conand 1992), yaitu dengan persamaan :
Berat gonad (gram) IKG =
x 100% Berat tegumen (gram)
111
3.5.3. Parameter dinamika stok dan tingkat eksploitasi 3.5.3.1. Dietribusi teripang Untuk melihat distribusi spasial dari teripang, maka dipergunakan uji Kruskal-Wallis yang dikemukakan oleh Iriawan and Astuti (2006) sebagai berikut : 12 H= n(n-1)
k ∑ i=1
Ti
2
- 3 (n+1) ni
Keterangan : H = Statistik uji Kruskal-Wallis Ni = Jumlah dalam i sampel Ti = Jumlah dalam rangking i sampel (banyak rangking dihitung relatif terhadap jumlah data untuk k sampel) n = Jumlah total sampel ni+n2+nk 3.5.3.2. Distribusi ukuran panjang Analisis panjang teripang ádalah sebagai berikut : Data ukuran panjang dikelompokkan kedalam kelas-kelas panjang. Pengelompokan teripang ke dalam kelas-kelas panjang dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu ”range” atau wilayah kelas, selang kelas dan batasbatas kelas panjang berdasarkan jumlah yang ada penentuan selang kelas ukuran panjang adalah 1+3.3 log N sedangkan lebar selang kelas (Pmaksimum Pminimum) dibagi dengan jumlah selang kelas yang sudah diperoleh sebelumnya Walpole (1995).
3.5.3.3. Kepadatan Teripang ni D= A Keterangan : D = Kepadatan teripang ni = Jumlah individu teripang a = Luas daerah pengamatan (Soegianto 1994) 3.5.3.4. Pemisahan Kelompok Umur Berdasarkan Kelompok Panjang Analisis pemisahan kelompok-kelompok umur teripang berdasarkan ukuran panjang yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan metode
112
Bhattacharya. Metode Bhattacharya merupakan salah satu grafis untuk memisahkan data sebaran frekuensi panjang kedalam beberapa distribusi normal. Pemisahan distribusi normal dengan metode Bhattacharya ini akan dilakukan dengan bantuan paket program FISAT, (Gayanilo dan Pauly 1997). 3.5.3.5. Pendugaan parameter pertumbuhan Pendugaan
parameter
pertumbuhan
mengunakan
persamaan
von
Bertalanffy sebagai berikut King (1995): Lt = L00 (1-e [-K(t-t0)]) Keterangan : Lt L00 K t0
= Panjang teripang saat umur t (satuan waktu) = Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) = Koefisien pertumbuhan (persatuan waktu) = Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol
Pendugaan parameter pertumbuhan didapatkan dari hasil perhitungan metode ELEFAN 1 (Electronic Length Ffrequencys Analisis) yang terdapat dalam program FISAT II.
3.5.3.6. Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi Pendugaan laju mortalitas total (Z) dihitung dengan menggunakan metode kurva hasil tangkapan yang dikonversi ke panjang (Spare and Venema 1998) dan menggunakan rumus Beverto and Holt (1957) : ( Lc – L ) Z= K ( L – L’) Keterangan : K L00 L Lc L’
= indeks kurva pertumbuhan Von Bertalanffy = panjang infinity = rata-rata panjang teripang dalam kelompok umur tertentu = Panjang teripang pertama tertangkap = Panjang teripang terkecil dalam sampel dengan jumlah sudah dapat diperhitungkan/resprentatif
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan metode persamaan empiris Pauly dengan rumus Log M = -0,0066 – 0,279 log L00 + 0,6543 log K + 0,4634 log T
113
Keterangan
:
M = mortalitas alam/tahun L00 = panjang infiniti (mm) K = koefisien pertumbuhan/tahun T = suhu rata-rata tahunan Mortalitas karena eksploitasi (F) dihitung menggunakan rumus F = Z – M Mortalitas total, alami, dan mortalitas eksploitasi dianalisis menggunakan perangkat lunak FISAT II.
3.5.3.7. Hasil tangkapan teripang Untuk menghitung jumlah hasil tangkapan teripang yang diperoleh menggunakan rumus CPUE (Krebs, 1999 dan Sparre and Venema, 1999)
Catch CPUE = Effort Keterangan : CPUE = Jumlah tangkapan teripang per upaya penangkapan (kg/jam) Catch = Jumlah hasil tangkapan (kg) Effort = Total Effort (jam) Untuk
mendapatkan
CPUE
total
dihitung
melalui
standarisasi
menggunakan lama waktu operasi penangkapan per malam selama 15 hari (bulan gelap). Untuk mengetahui potensi stok teripang, dianalisis hubungan antara hasil tangkapan (yield/Y) dengan upaya penangkapan (effort).
3.5.4. Analisis hubungan stok dengan tingkat eksploitasi Untuk melihat keeratan hubungan stok dengan tingkat eksploitasi maka digunakan rumus koefisien korelasi yang dikemukakan oleh Steel & Torrie ((1991) dan Wibisono (2005) sebagai berikut : r = √R2 Keterangan : r = -1
-1 (menyatakan hubungan erat)