BAB2 LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Perencanaan Strategi Teknologi Informasi 2.1.1 Sistem Informasi dan Teknologi Informasi Sebuah sistem informasi (SI) mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk sebuah tujuan atau objektivitas spesifik (Turban & Volonino, 2012). Fungsi dasar dari sebuah SI adalah: 1. Input: data dan informasi mengenai transaksi-transaksi bisnis ditangkap atau dikumpulkan oleh pemindai point-of-sales (POS), situs web serta diterima oleh berbagai perangkat input lainnya. 2. Pemrosesan: data ditransformasikan, dirubah dan dianalisa bagi tempat penyimpanan atau mentransfer kepada peralatan output. 3. Output: data, informasi, laporan dan sebagainya didistribusikan melalui layar digital atau kertas, dikirim sebagai audio atau ditransfer kepada SI lainnya melalui jaringan komunikasi. 4. Feedback: sebuah mekanisme timbal balik yang memonitor dan mengontrol operasi. Oleh karenanya kumpulan dari sistem komputer yang digunakan oleh sebuah organisasi/perusahaan disebut teknologi informasi (TI). TI dalam definisi sempitnya merujuk pada sisi teknologi dari sebuah sistem informasi (Turban & Volonino, 2012).
6
7 Menurut UK Academy of Information System (UKAIS), sistem informasi (SI) didefinisikan sebagai suatu perangkat (means) dengan menggunakan teknologi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, menyebarkan, dan menyajikan informasi yang dibutuhkan organisasi. Studi SI meliputi teori dan pratik yang terkait dengan fenomena sosial dan teknologi yang saling berinteraksi dalam perubahan dan pengembangan sistem informasi secara terus menerus (Ward & Peppard, 2002). Sedangkan teknologi informasi (TI) mengarah secara spesifik kepada
pemanfaatan
teknologi
terutama
hardware,
software,
dan
telecommunications networks baik tangible dan intangible sebagai fasilitas untuk acquisition, processing, storing, delevery dan sharing of information. Dengan kata lain TI menyediakan fasilitas untuk berjalanya seluruh proses dan fungsi sistem informasi secara berkelanjutan (Ward & Peppard, 2002).
2.1.2 Strategi Pemilihan strategi bisnis yang tepat bergantung pada siklus hidup produk perusahaan sebagai hasil penilaian mengenai kapabilitas perusahaan yang dihadapkan dengan faktor kunci sukses yang dibutuhkan. Misalnya, teknologi baru atau inovasi produk akan lebih dilakukan pada tahap awal, sedangkan kapabilitas sistem akan menjadi pembeda (differentiator) yang tepat pada industri yang sudah mapan (Sudirman, 2012). Hal tersebut menguatkan konsep yang dinyatakan oleh Porter akan tetapi dengan dimensi yang berbeda tetapi lebih sederhana. Porter menyatakan teknologi baru atau inovasi produk dengan efektifitas operasional yaitu melakukan aktivitas yang sama dari kompetitor akan tetapi lebih baik. Sedangkan implementasi dari kapabilitas produk yang tepat menurut Porter adalah penempatan strategi atau
8 melakukan aktivitas yang sama dari kompetitor akan tetapi dengan cara yang berbeda (Porter, 2011). Konsep Porter mengenai strategi ini juga banyak diamini oleh para pakar teknologi informasi. Diantaranya Turban & Volonino (2012) menyatakan dalam sebuah strategi melemparkan pertanyaan-pertanyaan seperti: 1. Apakah arah jangka panjang perusahaan? 2. Apakah rencana keseluruhan perusahaan dalam hal memaksimalkan sumber daya? 3. Bagaimana posisi perusahaan diantara para competitor? 4. Bagaimanakah caranya perusahaan mencapai keuntungan kompetitif dalam memaksimalkan keuntungan? Turban & Volonino merangkumnya sebagai pertanyaan bagaimana niat atau cara sebuah organisasi dalam mencapai visinya atau dengan kata lain game plan (Turban & Volonino, 2012).
2.1.3 Perencanaan Strategi Perusahaan yang dikelola dengan baik, tentunya memiliki target yang jelas dan tidak dapat sekedar reaktif dalam mengantisipasi perubahan pasar dan pesaing. Perusahaan tersebut mempersiapkan strategi bisnis yang matang yang biasa disebut sebagai Perencanaan Strategic Perusahaan, Master Plan, Blue Print atau sebutan lainnya. Di dalam dokumen ini perusahaan melakukan inisiatif-inisiatif yang sifatnya strategic yang dapat memenangkan pasar melalui keunggulan nyata dibandingkan pesaing (Kuncoro, 2013). Perencanaan strategi berisi sebuah rangkaian proses-proses dimana sebuah organisasi membuat dan mengelola layanannya untuk menjaga organisasi tetap
9 sehat atau berfungsi bahkan ketika satu atau banyak kejadian yang tidak diinginkan
menimpa
layanan
bisnisnya,
pasarnya,
ataupun
produknya.
Perencanaan strategi melibatkan pemindaian lingkungan, prediksi atau analisa SWOT dari tiap hubungan bisnis dengan kompetitor di dalam pasar (Turban & Volonino, 2012). Permasalahan bagi kebanyakan organisasi/perusahaan adalah mereka memiliki prosedur-prosedur dan unit-unit organisasi yang terpisah ketika akan melakukan perencanaan strategis, pengalokasian sumber daya dan pengalokasiaan pembiayaan. Untuk melakukannya, para eksekutif senior pergi ke unit-unit yang tersebar dan berjibaku dalam diskusi aktif. Tujuannya adalah sebuah perencanaan strategi yang mengartikulasi sesuai dengan harapan perusahaan dalam 3, 5 dan 10 tahun (Kaplan & Norton, 2011).
2.1.4 Perencanaan Strategi Teknologi Informasi Strategi TI mendefinisikan jenis informasi, sistem informasi dan arsitektur TI apakah yang dibutuhkan oleh organisasi dalam mendukung proses bisnisnya. Serta bagaimanakah infrastruktur dan layanan TI dihantarkan untuk mendukung proses bisnis tersebut. Oleh karena itu sebuah organisasi membangun perencanaan strategi teknologi informasi memiliki tujuan perencanaan strategi teknologi tersebut meliputi 4 poin yaitu: 1. Meningkatkan pemahaman manajemen mengenai teknologi informasi dan batasan-batasannya. 2. Melakukan penilaian performansi terkini. 3. Mengidentifikasi kebutuhan dan kapasitas sumber daya manusia. 4. Menjelaskan tingkat investasi yang dibutuhkan.
10 Oleh karena itu perencanaan strategi IT harus dibuat di dalam konteks yang mendorong strategi bisnis organisasi (Turban & Volonino, 2012) Perencanaan strategi teknolgi informasi menurut Ward & Peppard (2002), merunjuk pada penyelidikan dan pemilihan teknologi, infrastruktur, dan services. Tujuan dari organisasi mengadopsi proses strategi SI/TI (Ward & Peppard, 2002) adalah 1. Melakukan keselarasan antara SI/TI dengan proses bisnis untuk mengidentifikasi di mana kontribusi terbesar SI/TI dan menentukan prioritas dalam investasi. 2. Keuntungan sebagai keunggulan kompetitif dari peluang bisnis dari pemanfaatan SI/TI. 3. Membangun cost-effective dengan menentukan infrastruktur yang flexible terhadap perubahan dan kebutuhan ke depan. 4. Mengembangkan sumber daya dan kompetensi yang tepat dalam pengembangan SI/TI yang sesuai dan berhasil bagi organisasi.
11
Gambar 2.1 Hubungan antara strategi bisnis dan strategi SI/TI (Ward & Peppard, 2002) Menurut Turban & Volonino perencanaan strategi teknologi informasi merujuk pada informasi, sistem informasi dan arsitektur teknologi informasi apa yang dibutuhkan intuk mendukung bisnis dan bagaimana layanan-layanan dan infrastrukturnya akan dilaksanakan. (Turban & Volonino, 2012) Selain analisa dan pendorong dari strategi bisnis organisasi, perencanaan strategi teknologi informasi juga sangat penting dalam pengintegrasian dan penyelarasan teknologi informasi dalam organisasi. Hal ini dalam rangka untuk menaikkan keuntungan-keuntungan kompetitif untuk memberi arahan, daya konsentrasi,
memberikan
tujuan
konstan
dan
fleksibilitas,
sebagaimana
kontinyuitas kekuatan perusahaan dalam improvisasi posisi strategisnya (Bermejo, Zambalde, Tonelli, Brito, & Todesco, 2012)
2.1.5 Tata Kelola Teknologi Informasi Dapat dilihat secara implisit dari keterangan-keterangan diatas bahwa strategi bisnis dan strategi TI bergantung pada kepemilikan TI dan tata kelolanya
12 yang dibagi diantara seluruh manager senior. Maka ketika suatu teknologi informasi atau tipe kegagalan lainnya membahayakan terhadap konsumen, partner bisnis, pegawai, atau lingkungan bisnis, maka regulator akan menahan CEO-nya (Turban & Volonino, 2012). Tata kelola memastikan bahwa kebutuhan stakeholder, kondisi dan pilihan-pilihannya dievaluasi untuk menentukan keseimbangan, setuju terhadap tujuan perusahaan; pengelolaan arah melalui prioritas dan pembuatan keputusan; serta monitoring performansi dan kesesuaiannya terhadap tujuan dan arah yang disetujui (ISACA, 2012). Pada kebanyakan perusahaan, seluruh tatakelola adalah tanggung jawab dari direksi-direksi dibawah kepemimpinan CEO. Karena keterhubungan antara strategi TI dan strategi bisnis, manager TI dan
manager
lainnya
memiliki
tanggung
jawab
yang
sama
dalam
mengembangkan perencanaan strategi teknologi informasi. Oleh karena itu sebuah struktur tata kelola dibutuhkan untuk menempatkan garis-garis organisasi dan menjadikan managemen senior bertanggung jawab untuk kesuksesan awal teknologi informasi. Karena tata kelola teknologi informasi sangat memperhatikan dalam memastikan investasi-investasi organisasi teknologi informasi memberikan nilai yang maksimal (Turban & Volonino, 2012). Layanan-layanan teknologi informasi pada suatu organisasi harus dikelola di dalam institusi manajemen yang lepas dan harus dapat mengkomunikasikannya secara langsung dengan pemegang kebijakan. Layanan-layanan TI ini tidak dapat berjalan baik tanpa arahan ITSP sebagai bagian dari proses tatakelola TI dalam sutu organisasi. Oleh karena itu dalam institusi TI harus ada seorang kepala atau ketua yang dapat mengemban tugas ini dan biasanya disebut CIO (chief
13 information officer) walaupun organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan (Nuryatno, Sembiring, Sukirno, & Widyawardana, 2010).
2.2 Proses
dan
Metodologi
Perencanaan
Strategi
Teknologi Informasi 2.2.1 Proses Perencanaan Strategi Teknologi Informasi Perencanaan strategi teknologi informasi secara keseluruhan diawali dengan kreasi dari sebuah perencanaan strategi bisnis. Perencanaan Strategi TI jangka panjang, kadang ditujukan sebagai perencanaan strategi TI, yang kemudian didasarkan pada perencanaan strategi bisnis (Turban & Volonino, 2012). Langkah selanjutnya
adalah
sebuah
perencanaan
TI
tingkat
menengah
yang
mengidentifikasi rencana-rencana umum projek dari kebutuhan-kebutuhan tertentu sebagaimana portofolio project. Dan yang terakhir adalah perencanaan taktis dimana berisi detil mengenai anggaran biaya dan aktivitas-aktivitas. Konsep ini dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini.
14
Gambar 2.2 Proses Perencanaan Strategi TI (Turban & Volonino, 2012) Perencanaan
strategi
dibidang
teknologi
informasi
juga
dapat
dikembangkan secara sederhana dengan mengacu pada tahapan pertumbuhan teknologi, perkiraan kondisi teknologi pesaing dan perencanaan strategi dari perusahaan (Kuncoro, 2013). Pengetahuan akan tahapan pertumbuhan teknologi dipadukan dengan kondisi teknologi pesaing dan perencanaan strategi perusahaan akan menghasilkan prioritas dari peningkatan teknologi perusahaan dan optimasinya. Prioritas inilah yang kemudian dijadikan isi dari perencanaan strategi dibidang teknologi informasi.
2.2.2 Metodologi Perencanaan Strategi Teknologi Informasi Beberapa metodologi digunakan untuk memfasilitasi perencanaan strategi teknologi informasi. Kebanyakan dari metodologi ini mengawali dengan beberapa investigasi strategi yang memeriksa industri, kompetisi dan daya saing, serta
15 menghubungkannya dengan keselarasan teknologi
(alignment). Beberapa
metodologi membantu menciptakan dan menjustifikasi penggunaan baru dari IT impact (Turban & Volonino, 2012). Turban dan Volonino memberikan contoh beberapa metodologi yang dapat memfasilitasi perencanaan strategi teknologi informasi yaitu: Business Service Management yang berdasarkan Kunci Indikator Performansi (KIP), Business System Planing Model yang berdasarkan arsitektur informasi, Balance Scorecard yang berdasarkan penilaian performansi perusahaan, Critical Success Factor, Scenario Planning dan Resource Allocation. Ada juga metodologi yang berdasarkan kebutuhan bisnis yang terdiri dari tahapan masukan dan tahapan keluaran (Ward & Peppard, 2002). Tahapan masukan terdiri dari analisis lingkungan bisnis internal organisasi, analisis lingkungan bisnis eksternal organisasi, Analisis internal SI/TI, dan analisis eksternal SI/TI seperti yang terlihat seperti gambar berikut ini:
Gambar 2.3 Skema Perencanaan Strategi Sistem Informasi (Ward & Peppard, 2002)
16 Model kerangka kerja perencanaan dan formulasi strategi sistem informasi memiliki sejumlah elemen masukan dan keluaran. Elemen masukan terdiri dari : 1.
Analisis lingkungan bisnis internal Tahap ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor lingkungan bisnis di dalam perusahaan yang mencakup aspek-aspek strategi bisnis saat ini, sasaran, sumber daya, proses, serta budaya nilai-nilai dalam perusahaan. Metode yang akan digunakan Value Chain, analisis CSF, analisis SWOT
2.
Analisis lingkungan bisnis eksternal Tahap ini dilakukan analisis faktor-faktor di luar lingkungan bisnis yang mempengaruhi kinerja perusahaan, yang mencakup aspek ekonomi, industri dan iklim bersaing perusahaan. Lingkungan bisnis eksternal dapat memacu perusahaan untuk maju dan bersaing namun juga dapat memberikan hambatan bahkan ancaman terhadap kelangsungan hidup organisasi. Metode yang akan digunakan PEST, Porter’s Five Forces Model
3.
Analisis internal SI/TI Tahap ini dilakukan analisis mencakup kondisi SI/TI perusahaan dari perspektif bisnis saat ini bagaimana kematangannya (maturity), bagaimana kontribusi terhadap bisnis, ketrampilan sumber daya manusia, sumber daya dan infrastruktur teknologi, termaksud bagaimana portfolio dari SI/TI yang ada saat ini. Metode yang akan digunakan Portfolio Mc Farlan Grid
4.
Analisis eksternal SI/TI Tahap ini dilakukan analisis kondisi teknologi SI/TI yang berkembang saat ini yang mencakup tren teknologi dan peluang pemanfaatannya serta penggunaan SI/TI oleh kompetitor, pelanggan dan pemasok. Dari hasil ini
17 akan diperoleh peluang teknologi SI/TI yang dapat digunakan dalam mendukung strategi organisasi. Metode yang akan digunakan adalah dengan mencari informasi-informasi serta observasi tentang teknologi yang berkembang saat ini. 5.
Future Application Portfolio Merupakan suatu usulan aplikasi yang akan dikembangkan organisasi pada masa yang akan datang dengan tujuan untuk mengintegrasikan setiap unit organisasi dan menyesuaikan irama perkembangan teknologi dengan perkembangan bisnis organisasi
6.
Current Application Portfolio Merupakan aplikasi sistem informasi/teknologi yang telah atau sedang digunakan oleh organisasi, Identifikasi keuntungan dan kekuatan yang diberukan oleh aplikasi tersebut untuk menghadapi iklim persaingan yang dihadapi organisasi saat ini Domain internal berhubungan dengan pilihan-pilihan tentang struktur
administrative, pemilihan rancangan atau rancangan ulang dari proses-proses bisnis dan juga termaksud kegiatan-kegiatan sumber daya manusia untuk mencapai kompetensi organisasi. Domain eksternal adalah area bisnis dimana perusahaan berkompetisi dan berhubungan dengan keputusan keputusan strategi untuk membedakan perusahaan dengan pesaing-pesaingnya. Kemudian elemen keluaran terdiri dari : 1. Strategi bisnis sistem informasi
18 Strategi ini mencakup bagaimana setiap unit/fungsi bisnis organisasi akan memanfaatkan SI/TI dalam mencapai sasaran bisnisnya, portfolio aplikasi dan gambaran arsitektur informasinya 2. Strategi teknologi informasi Strategi ini mencakup strategi dan kebijakan bagi pengelolaan teknologi dan sumber daya manusia SI/TI. 3. Strategi manajemen sistem informasi dan teknologi informasi Strategi ini mencakup elemen-elemen umum yang diterapkan melalui organisasi untuk memastikan konsistensi penerapan kebijakan SI/TI yang dibutuhkan
2.3 Metode Analisis Perencanaan Strategis Teknologi Informasi Beberapa metode analisis yang digunakan dalam perencanaan strategis SI/TI pada metodologi yang berkembang saat ini mencangkup analisis SWOT, analisis Five Forces Cempetitive, analisis Value Chain, metode Critical Success Factors, metode Balanced Scorecard yang di integrasikan kedalam Cobit 5, metode analisis PEST dan metode McFarlan's Strategic Grid.
2.4 COBIT 2.4.1 Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT) Berdasarkan IT Assurance Guide yang dikeluarkan IT Governance Institute pada tahun 2007, Control Objectives for Information and related Technology, yang selanjutnya disebut COBIT, merupakan sekumpulan sumber daya yang komprehensif mengenai seluruh kebutuhan organisasi mengenai
19 informasi apa saja yang harus dilakukan untuk mengadaptasi mekanisme tata kelola TI dan kerangka kerja (framework) untuk mekanisme kontrol. COBIT merupakan suatu kerangka kerja best practice lintas domain dan prosses dalam suatu struktur logikal dan bersifat manageable. Kerangka kerja ini diharapkan mampu membantu pihak-pihak yang membutuhkan optimasi dalam investasi berlandaskan TI, serta memastikan keselarasan antara investasi tersebut dengan pemenuhan
kebutuhan
bisnis.
COBIT
mampu
berkontribusi
dalam
mengakomodasi kebutuhan organisasi dengan :
Menggunakan suatu keterkaitan antara kebutuhan bisnis dan IT goals dengan suatu ukuran yang baku
Mengelola aktivitas-aktivitas TI ke dalam suatu model proses yang dapat disepakati bersama
Mendefinisikan sumber daya TI besar yang mana saja yang perlu dikelola
Mendefinisikan control objectives apa saja yang perlu diperhatikan
Menyediakan alat bantu untuk pengelolaan Fokus dalam COBIT adalah pendefinisian hal apa saja yang dibutuhkan
untuk tercapainya tata kelola yang proporsional, menejemen, dan fungsi kontrol untuk TI dengan prespektif yang luas atau high level. COBIT ini telah selaras dengan kerangka kerja best practices TI lainnya. COBIT bertindak sebagai integrator dari berbagai panduan maupun framework, berupa rangkuman dari berbagai kerangka kerja yang terkait dengan tata kelola dan kebutuhan bisnis, misalnya Kerangka Kerja Internal Control dari Commitee of Sponsoring Organisations at the Treadway Commision (COSO).
20 Keuntungan impelementasi COBIT sebagai kerangka kerja tata kelola TI antara lain adalah:
Memungkinkan adanya keselarasan bisnis dengan TI berbasis fokus kebutuhan bisnis
Menciptakan pemahaman bersama antara seluruh strakeholder terkait, berdasarkan bahasa yang sama
Menciptakan gambaran yang dapat dimengerti tentang kontribusi TI bagi bisnis
Terdefinisinya kepemilikan dan tanggung jawab pengelolaan TI dan bisnis yang berorientasi pada proses
Mampu diterima oleh berbagai kalangan
Tersedianya kebutuhan COSO untuk IT control environment
Gambar 2.4 COBIT 4.1 (ISACA, 2012)
21 Gambar 2.4 merupakan ilustrasi siklus framework COBIT 5 Dari business objectives dan governance objectives, diturunkan menjadi suaut siklus proses. Terdapat tujuh kriteria informasi yang dikelola, yaitu effectiveness, efficiency, confidentiality, integrity, availability, compliance, dan reliability.Sedangkan IT resources yang dikelola adalah applications, information, infrastructure, dan people. Selain itu, COBIT framework mencakup empat domain area yang terdiri atas 34 proses.
2.4.2 COBIT 5 COBIT 5 membantu perusahaan untuk menciptakan nilai IT yang optimal dengan
menjaga
keseimbangan
antara
mewujudkan
manfaat
dan
mengoptimalisasi tingkat resiko dan resource yang digunakan. COBIT 5 memungkinkan informasi dan teknologi yang berhubungan untuk dikelola dan diatur dengan cara menyeluruh pada setiap bagian perusahaan, mengambil peran penuh pada bisnis dan area fungsional dari tanggung jawab perusahaan, dengan mempertimbangkan bahwa IT berhubungan dengan stakeholders yang berasal dari internal dan external perusahaan.
Gambar 2.5 COBIT Principles and Enablers (ISACA, 2012)
22 COBIT 5 principles and enablers adalah umum dan bermanfaat untuk semua ukuran perusahaan, baik itu komersial ataupun tidak, atau penyedia layanan publik. COBIT 5 didasarkan pada model referensi proses perbaikan dengan domain tata kelola yang baru dan beberapa proses baru yang telah dimodifikasi.
Gambar 2.6 Enabling Processes (ISACA, 2012) Tata kelola (governance) memastikan bahwa tujuan perusahaan dapat dicapai dengan melakukan evaluasi (evaluating) terhadap kebutuhan, kondisi dan pilihan stakeholders, menetapkan arah (direction) melalui skala prioritas dan pengambilan keputusan, dan pengawasan (monitoring) pada saat pelaksanaan, penyesuaian dan kemajuan terhadap arah dan tujuan yang telah disetujui (EDM) Management plans, builds, run and monitor (PBRM) aktivitas-aktivitas yang selaras dengan arah yang telah ditentukan oleh badan pemerintah untuk mencapai tujuan perusahaan. COBIT 5 telah memperjelas proses manajemen tiap tingkatan
23 dan menggabungkan isi dari COBIT 4.1, Val IT dan Risk IT menjadi satu model proses.
2.4.3 COBIT 5 Goal Cascades Setiap Enterprise beroperasi di dalam sebuah konteks yang berbeda. Konteks ini ditentukan oleh factor-faktor external (pasar, industry, geopolitik dan lain-lain) serta internal (budaya, organisasi, resiko yang diambil dan lain-lain) dan membutuhkan sebuah penyesuaian system tatakelola dan manajemen.
Gambar 2.7 COBIT 5 Goals Cascade Overview (ISACA, 2012)
24 Stakeholder Needs harus ditransformasikan kedalam strategi Enterprise yang jelas. Pada gambar 2.7 COBIT 5 Goal Cascades Overview adalah sebuah mekanisme dalam menterjemahkan Stakeholder Needs kedalam Enterprise Goals, IT-Related Goals, dan Enabler Goals yang actionable dan tersesuaikan. Penerjemahan ini menjadikan penyesuaian sasaran-sasaran (Goals) spesifik pada tiap tingkatan berbagai wilayah dari sebuah Enterprise dalam mendukung keseluruhan kebutuhan dan Stakeholder Goals. Sehingga secara efektif mendukung penselarasan antara Enterprise Needs dengan layanan-layanan dan solusi-solusi teknologi informasi. 1. Step 1. Stakeholder Drivers Influence Stakeholder Needs Stakeholder Needs dipengaruhi sejumlah drivers seperti perubahan strategi, perubahan lingkungan bisnis dan lingkungan regulasi serta teknologi baru. 2. Step 2. Stakeholder Needs Cascade to Enterprise Goals Stakeholder Needs dapat dikaitkan dengan sekumpulan Enterprise Goals yang umum. Enterprise Goals ini telah dibuat (developed) menggunakan dimensi-dimensi Balance Scorecard (BSC), dan merupakan gambaran sebuah daftar Goals yang umumnya digunakan oleh Enterprise secara mandiri. Walaupun daftar ini tidak membuat jenuh, kebanyakan Enterprise-Spesific Goals dapat dipetakan secara mudah kedalam satu atau lebih dari Enterprise Goals yang umum. Gambar Mapping COBIT 5 Enterprise Goals to Governance and Management Questions di bawah menjelaskan sebuah tabel Stakeholder Need dan Enterprise Goals. Chapter 4 (ISACA, 2012) dalam framework COBIT 5 menggambarkan langkah-langkah individual dari goal cascade, diawali dari stakeholder
25 needs hingga enabler goals. Chapter 2 (ISACA, 2012) menyertakan sebuah tabel disertai pertanyaan-pertanyaan khusus mengenai tatakelola dan manajemen teknologi informasi. Dari sudut pandang stakeholder hal ini menjadi menarik untuk mengetahui bagaimana pertanyaan-pertanyaan ini berkorelasi dengan enterprise goals. Untuk alasan tersebut gambar 2.8 Mapping COBIT 5 Enterprise Goals to Governance and Management Questions di bawah disertakan; Yaitu untuk menunjukkan bagaimana sebuah daftar pertanyaan dari stakeholder needs dapat dikaitkan terhadap enterprise goals.
Gambar 2.8 Mapping COBIT 5 Enterprise Goals to Governance and Management Questions (ISACA, 2012)
26 COBIT 5 mendefinisikan 17 goals umum seperti yang terlihat pada gambar 2.9 COBIT 5 Enterprise Goals di bawah, yang menyertakan informasi-informasi berikut ini: a. Dimensi BSC (Balance Scorecard) yang menyesuaikan dengan enterprise goals. b. Enterprise goals. c. Hubungan antara 3 sasaran utama tatakelola yaitu: benefit realization, risk optimization, dan resource optimization (‘P’ yang artinya hubungan Primary yang kuat dan ‘S’ berarti hubungan Secondary atau hubungan didalamnya kurang begitu kuat).
Gambar 2.9 COBIT 5 Enterprise Goal (ISACA, 2012) 3. Step 3. Enterprise Goals Cascade to IT-Related Goals Pencapaian Enterprise Goals membutuhkan sejumlah IT-Related outcomes, yang digambarkan oleh IT-Related goals. IT-Related berarti bagi informasi dan berhubungan dengan teknologi, dan IT-Related goals terstruktur
27 bersama dengan dimensi-dimensi dari IT Balance Scorecard (IT BSC). COBIT 5 mendefinisikan 17 IT-Related goals yang terlihat pada gambar 2.10 IT-Related Goals di bawah.
Gambar 2.10 IT-Related Goals (ISACA, 2012) Pemetaan tabel dalam gambar 2.11 Mapping COBIT 5 Enterprise Goals to IT-Related Goals di bawah menunjukkan bagaimana masing-masing Enterpris goals didukung (diterjemahkan) oleh sejumlah IT-Related Goals.
28
Gambar 2.11 Mapping COBIT 5 Enterprise Goals to IT-Related Goals (ISACA, 2012) 4. Step 4. IT-Related Goals Cascade to Enabler Goals Mendapatkan IT-Related Goals membutuhkan aplikasi sukses dan penggunaan sejumlah Enablers. Enablers termasuk proses, struktur organisasi, struktur informasi serta bagi tiap-tiap enabler suatu kumpulan relevant goals yang spesifik dapat didefinisikan dalam mendukung ITRelated Goals.
29
Gambar 2.12 COBIT 5 Enterprise Enablers (ISACA, 2012)
2.4.4 Enabler Dimensions Dimensi Enablers memiliki 4 dimensi umum yaitu Stakeholders, Goals, Life Cycles dan Good Practices (ISACA, 2012). Penjelasannya yaitu: a. Stakeholders; Setiap enabler memiliki stakeholder yaitu kumpulan orang (unit bisnis) yang memiliki peran aktif dan atau memiliki kepentingan pada enabler. Contohnya adalah setiap proses memiliki unit bisnis berbeda dimana unit bisnis tersebut mengeksekusi aktifitas-aktifitas proses dan atau memiliki kepentingan dalam outcome proses tersebut. Stakeholder dapat berupa internal atau external dari suatu enterprise yang semuanya memiliki kepentingan, kebutuhan kadang menimbulkan konflik. b. Goal; Setiap enabler memiliki sejumlah goal dan enabler memiliki value dengan pencapaian goal ini. Goal dapat didefinisikan dengan outcome yang diharapkan dari enabler dan aplikasi atau operasi dari enabler itu sendiri. Dimensi Enabler Goal dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu Intrinsic Quality, Contextual Quality dan Access & Security. c. Life Cycle; Setiap enabler memiliki sebuah siklus hidup yang dimulai dari awal perencanaan operasional hingga berakhirnya operasional. Hal ini teraplikasi pada informasi, struktur, proses kebijakan dan lain-lain.
30 d. Good Practice; Setiap enabler dapat di definisikan praktek terbaiknya. Good Practice mendukung pencapaian dari enabler goals. Good Practice menyediakan contoh atau saran pada bagaimana cara terbaik dalam mengimplementasikan enabler dan produk pekerjaan atau input dan output yang dibutuhkan.
2.5 Studi Kasus Penelitian Studi kasus adalah salah satu metode yang unggul untuk membawa kita untuk memahami masalah yang kompleks dan dapat menambah kekuatan untuk apa yang sudah diketahui melalui penelitian sebelumnya (Dooley, 2002). Secara umum studi kasus mempelajari dengan cermat persoalan bisnis nyata upaya untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang dapat membuat kesuksesan dan kegagalan pada sebuah organisasi. Catatan-catatan yang di dapat disertai fakta-fakta yang telah diketahui, pendapat dan asumsi yang diputuskan dapat dilakukan pada isu-isu bisnis tertentu. Data yang relevan dikumpulkan, diorganisir, dievaluasi dan digeneralisasikan. Menurut (Yin, 2003) menyatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti apa objek yang diteliti tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) objek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) objek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus.
31 (Stake, Multiple Case Study Analysis, 2006) (Stake, The Sage Handbook of Qualitative Research, 2005) menjelaskan bahwa proses penelitian studi kasus adalah sebagai berikut : 1. Menentukan dengan membatasi kasus 2. Memilih fenomena, tema atau isu penelitian 3. Memilih bentuk-bentuk data yang akan dicari dan dikumpulkan 4. Melakukan kajian triangulasi 5. Menentukan interpretasi-interpretasi alternatif untuk diteliti 6. Membangun dan menentukan hal-hal penting dan melakukan generalisasi dari hasil-hasil penelitian terhadap kasus
2.6 Pendekatan Kualitatif Menurut (Poerwandari, 1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain. Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orangorang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi nyata (Poerwandari, 1998) Dalam menganalisa penelitian kualitatif
terdapat beberapa tahapan-
tahapan yang perlu dilakukan (Marshall & Rossman, 2007), diantaranya : 1.
Mengorganisasikan Data Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara
mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recorder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis. Data
32 yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan. 2.
Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan pola jawaban Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data,
perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam mekukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat. Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek. 3.
Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data
tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kemabali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai.
33 Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan factor-faktor yang ada. 4.
Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud,
peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau alternatif penjelasan lain tentang kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdpat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran. 5.
Menulis Hasil Penelitian Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu
hal yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakai adalah presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan significant other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.
34 Kemudian (Yin, 2003) mengajukan empat kriteria keabsahan yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Keabsahan Konstruk (Construk Validity) Keabsahan konstruk berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang terukur
benar-benar merupakan variabel yang ingin diukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah proses triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atai sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut (Patton, 1987) terdapat 4 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu : a.
Triangulasi data Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. b.
Triangulasi pengamat Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindah sebagai pengamat (expert judgment) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data c.
Triangulasi teori Pengunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa
data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini,
35 berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut. d.
Triangulasi metode Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti
metode wawancara dan metode observasi.Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancara dilakukan. 2.
Keabsahan Internal (Internal Validity) Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda. 3.
Keabsahan Eksternal (Eksternal Validity) Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama. 4.
Keajegan (Reabilitas) Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian
berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang
36 sama, sekali lagi. Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.
2.7 Teknik Pengukuran Skala Likert Ada beberapa metode atau teknik skala yang biasa dipergunakan dalam mengukur variabel. Salah satunya adalah Skala Likert yang merupakan suatu skala psikometrik umum yang digunakan dalam kuisioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Biasanya disediakan 2 hingga 10 pilihan sekala dengan format sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, netral dan seterusnya. Skala ini ingin membedakan intensitas sikap atau perasaan seseorang terhadap suatu hal tertentu (Soewadji, 2012). Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala Likert, maka variable dapat dijabarkan menurut urutan variable, sub variable, indicator dan descriptor. Dan descriptor ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat butir instrument berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab responden (Jainuri). Skala Likert memiliki keuntungan dan kerugian seperti teknik skala lainnya. Keuntungan yang dimiliki diantaranya adalah memiliki banyak kemudahan seperti mudah membuat skor, memiliki reliabilitas tinggi dalam mengurutkan manusia berdasarkan intensitas sikap tertentu, luwes dan fleksibel dalam menetapkan jumlah pernyataan. Sedangkan kelemahannya adalah terdapat kemungkinan orang
37 yang memiliki sikap yang sama intensitasnya memilih alternatif jawaban yang beda, validitas item-item yang dipilih disangsikan apakah item itu mengukur apa yang ingin diukur dan belum tentu semua item/pernyataan mempunyai arti dan makna yang sama dalam rangka keseluruhannya.