1/31/2013
Isi Kuliah: Sudaryatno Sudirham
1. Pendahuluan 2. Besaran Listrik dan Peubah Sinyal 3. Model Sinyal 4. Model Piranti 5. Hukum-Hukum Dasar 6. Kaidah-Kaidah Rangkaian 7. Teorema Rangkaian 8. Metoda Analisis 9. Aplikasi Pada Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah) 10. Aplikasi Pada Rangkaian Pemroses Sinyal (Dioda & OpAmp) 11. Analisis Transien Rangkaian Orde-1 12. Analisis Transien Rangkaian Orde-2
Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan Waktu
2
1
Pembahasan Analisis Rangkaian Listrik Mencakup
Analisis di Kawasan Waktu
Analisis di Kawasan Fasor
Analisis di Kawasan s (Transf. Laplace)
Sinyal Sinus & Bukan Sinus
Sinyal Sinus
Sinyal Sinus & Bukan Sinus
Keadaan Mantap Keadaan Transien
Keadaan Mantap
Keadaan Mantap Keadaan Transien
4
3
Penyediaan Energi Listrik Banyak kebutuhan manusia, seperti: Sandang Pangan Papan Kesehatan Keamanan Energi Informasi Pendidikan Waktu Senggang dll.
Energi yang dibutuhkan manusia tersedia di alam, tidak selalu dalam bentuk yang dibutuhkan Energi di alam terkandung dalam berbagai bentuk sumber energi primer: • • • • • • • •
Sajian pelajaran ini terutama terkait pada upaya pemenuhan kebutuhan energi dan informasi
air terjun, batubara, minyak bumi, panas bumi, sinar matahari, angin, gelombang laut, dan lainnya.
sumber energi juga tidak selalu berada di tempat ia dibutuhkan 5
6
1
1/31/2013
Diperlukan konversi (pengubahan bentuk) energi. Energi di alam yang biasanya berbentuk non listrik, dikonversikan menjadi energi listrik.
Penyediaan energi listrik dilakukan melalui serangkaian tahapan:
Energi listrik dapat dengan lebih mudah • disalurkan • didistribusikan • dikendalikan
Berikut ini kita lihat salah satu contoh, mulai dari pengubahan energi, penyaluran, sampai pendistribusian ke tempat-tempat yang memerlukan
Di tempat tujuan ia kemudian dikonversikan kembali ke dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan, energi • • • •
mekanis, panas, cahaya, kimia.
7
8
Penyediaan Informasi energi listrik ditransmisikan
energi kimia diubah menjadi energi panas
pengguna tegangan tinggi
• informasi ada dalam berbagai bentuk • tersedia di di berbagai tempat • tidak selalu berada di tempat di mana ia dibutuhkan
energi panas diubah menjadi energi mekanis
Berbagai bentuk informasi dikonversikan ke dalam bentuk sinyal listrik Sinyal listrik disalurkan ke tempat ia dibutuhkan GENERATOR
BOILER TURBIN
TRANSFORMATOR
energi mekanis diubah menjadi energi listrik
Sampai di tempat tujuan sinyal listrik dikonversikan kembali ke dalam bentuk yang dapati ditangkap oleh indera manusia ataupun dimanfaatkan untuk suatu keperluan lain (pengendalian misalnya).
GARDU DISTRIBUSI
pengguna tegangan menengah energi listrik diubah menjadi energi listrik pada tegangan yang lebih tinggi
pengguna tegangan rendah
9
10
11
12
Penyediaan Informasi Jika dalam penyediaan energi kita memerlukan mesin-mesin besar untuk mengubah energi yang tersedia di alam menjadi energi listrik, dalam penyediaan informasi kita memerlukan rangkaian elektronika untuk mengubah informasi menjadi sinyal-sinyal listrik agar dapat dikirimkan dan didistribusikan untuk berbagai keperluan.
2
1/31/2013
Untuk mempelajari perilaku suatu rangkaian listrik kita melakukan analisis rangkaian listrik
Pemrosesan Energi dan Pemrosesan Informasi
•
dilaksanakan dengan memanfaatkan rangkaian listrik
• •
Rangkaian listrik merupakan interkoneksi berbagai piranti yang secara bersama melaksanakan tugas tertentu
Untuk keperluan analisis: rangkaian listrik dipindahkan ke atas kertas dalam bentuk gambar. piranti-piranti dalam rangkaian listrik dinyatakan dengan menggunakan simbol-simbol untuk membedakan dengan piranti yang nyata, simbol ini kita sebut elemen
Gambar rangkaian listrik disebut diagram rangkaian,
13
+ −
14
Struktur Dasar Rangkaian Listrik
Piranti
Perubahan besaran fisis yang terjadi dalam rangkaian kita nyatakan dengan model matematis yang kita sebut model sinyal
Struktur suatu rangkaian listrik pada dasarnya terdiri dari tiga bagian, yaitu Sumber Saluran Beban
Elemen (Simbol Piranti)
Perilaku piranti kita nyatakan dengan model matematis yang kita sebut model piranti
15
16
Dalam kenyataan, rangkaian listrik tidaklah sederhana
+ −
Jaringan listrik perlu dilindungi dari berbagai kejadian tidak normal yang dapat menyebabkan kerusakan piranti. Jaringan perlu sistem proteksi untuk mencegah kerusakan
Bagian yang aktif memberikan daya (sumber)
Penyalur daya
Bagian yang pasif menyerap daya (beban)
Jaringan listrik juga memerlukan sistem pengendali untuk mengatur aliran energi ke beban.
17
18
3
1/31/2013
Keadaan transien
+ − + − Pada jaringan penyalur energi listrik, sumber mengeluarkan daya sesuai dengan permintaan beban. Saluran energi juga menyerap daya. Kondisi operasi rangkaian tidak selalu mantap. Pada rangkaian penyalur informasi, daya sumber terbatas. Oleh karena itu alih daya ke beban perlu diusahakan semaksimal mungkin.
Pada waktu-waktu tertentu bisa terjadi keadaan peralihan atau
keadaan transien Misal: pada waktu penutupan saklar
Alih daya ke beban akan maksimal jika tercapai matching (kesesuaian) antara sumber dan beban.
19
20
Hukum Ohm Hukum Kirchhoff
Landasan Untuk Melakukan Analisis Untuk melakukan analisis rangkaian kita memerlukan pengetahuan dasar sebagai pendukung. Pengetahuan dasar yang kita perlukan ada empat kelompok.
Hukum-Hukum Rangkaian Kaidah-Kaidah Rangkaian Teorema Rangkaian Metoda-Metoda Analisis Proporsionalitas Superposisi Thevenin Norton Substitusi Milmann Tellegen Alih Daya Maksimum
Rangkaian Ekivalen Kaidah Pembagi Tegangan Kaidah Pembagi arus Transformasi Sumber
Metoda Analisis Dasar: Reduksi Rangkaian Unit Output Superposisi Rangkaian Ekivalen Thevenin Rangkaian Ekivalen Norton
Metoda Analisis Umum: Metoda Tegangan Simpul Metoda Arus Mesh
21
22
Dua besaran fisika yang menjadi besaran dasar dalam kelistrikan adalah Muatan [satuan: coulomb]
Energi [satuan: joule]
Akan tetapi kedua besaran dasar ini tidak dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis Yang dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis adalah arus
tegangan
daya
ketiga besaran ini mudah diukur sehingga sesuai dengan praktik engineering dan akan kita pelajari lebih lanjut
23
24
4
1/31/2013
v(t)
Sinyal Waktu Kontinyu & Sinyal Waktu Diskrit
Sinyal waktu kontinyu (sinyal analog)
0
Sinyal listrik pada umumnya merupakan fungsi waktu, t, dan dapat kita bedakan dalam dua macam bentuk sinyal yaitu sinyal waktu kontinyu atau sinyal analog sinyal waktu diskrit
t
v(t) 0
Sinyal waktu diskrit
t
Sinyal waktu kontinyu mempunyai nilai untuk setiap t dan t sendiri mengambil nilai dari satu set bilangan riil
Sinyal waktu diskrit mempunyai nilai hanya pada t tertentu yaitu tn dengan tn mengambil nilai dari satu set bilangan bulat
Dalam pelajaran ini kita akan mempelajari rangkaian dengan sinyal waktu kontinyu atau sinyal analog, dan rangkaiannya kita sebut rangkaian analog. Rangkaian dengan sinyal diskrit akan kita pelajari tersendiri.
25
26
Besaran yang dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis disebut
Peubah Sinyal
arus dengan simbol: i satuan: ampere [ A ] (coulomb/detik)
Perubahan besaran fisis yang kita olah dalam analisis rangkaian kita sebut peubah sinyal Peubah-peubah sinyal dalam analisis rang kaian adalah: • arus • tegangan • daya
peubah sinyal yaitu:
tegangan dengan simbol: v satuan: volt [ V ] (joule/coulomb)
daya dengan simbol: p satuan: watt [ W ] (joule/detik)
Tiga peubah sinyal ini tetap kita sebut sebagai sinyal, baik untuk rangkaian yang bertugas melakukan pemrosesan energi maupun pemrosesan sinyal.
27
28
Tegangan
Arus
Simbol: v
Simbol: i, Satuan: ampere [ A ]
Arus adalah laju perubahan muatan:
i=
Satuan: volt [ V ]
Tegangan adalah energi per satuan muatan:
dq dt
v=
dw dq
Apabila untuk memindahkan 1 satuan muatan dari satu titik ke titik yang lain diperlukan energi 1 joule, maka beda tegangan antara dua titik tersebut adalah 1 volt
Apabila melalui satu piranti mengalir muatan sebanyak 1 coulomb setiap detiknya, maka arus yang mengalir melalui piranti tersebut adalah 1 ampere 1 ampere = 1 coulomb per detik
1 volt = 1 joule per coulomb
29
30
5
1/31/2013
Referensi Sinyal
Daya Simbol: p,
Satuan: watt [ W ]
Perhitungan-perhitungan dalam analisis bisa menghasilkan bilangan positif ataupun negatif, tergantung dari pemilihan referensi sinyal
Daya adalah laju perubahan energi: p=
dw dt
tegangan diukur antara dua ujung piranti
Apabila suatu piranti menyerap energi sebesar 1 joule setiap detiknya, maka piranti tersebut menyerap daya 1 watt
+
1 watt = 1 joule per detik p=
−
piranti
arus melewati piranti
dw dw dq = = vi dt dq dt
31
32
Konvensi Pasif: Referensi tegangan dinyatakan dengan tanda “+” dan “−” di ujung simbol piranti; ujung dengan tanda “+” dianggap memiliki tegangan (potensial) lebih tinggi dibanding ujung yang bertanda “−”. Jika dalam perhitungan diperoleh angka negatif, hal itu berarti tegangan piranti dalam rangkaian sesungguhnya lebih tinggi pada ujung yang bertanda “−”.
Referensi tegangan dinyatakan dengan tanda “+” dan “−” di ujung simbol piranti;
+
−
piranti
Referensi arus dinyatakan dengan anak panah. Arah anak panah dianggap menunjukkan arah positif arus. Jika dalam perhitungan diperoleh angka negatif, hal itu berarti arus pada piranti dalam rangkaian sesungguhnya berlawanan dengan arah referensi.
Arah arus digambarkan masuk ke elemen pada titik yang bertanda “+”.
33
34
Dengan konvensi pasif ini maka: daya positif berarti piranti menyerap daya daya negatif berarti piranti memberikan daya
Titik referensi tegangan umum Suatu simpul (titik hubung dua atau lebih piranti) dapat dipilih sebagai titik referensi tegangan umum dan diberi simbol “pentanahan”. Titik ini dianggap memiliki tegangan nol. Tegangan simpul-simpul yang lain dapat dinyatakan relatif terhadap referensi umum ini. referensi arus A
i1
1
v [V]
i [A]
p [W]
i2 B
2 + v1 −
(isilah kotak yang kosong) Piranti
+ v2 −
+ v3 3 − G
referensi tegangan piranti
i3
A
12
5
B
24
-3
C
12
D
referensi tegangan umum (ground)
E
35
72 -4
24
menerima/ memberi daya
96 72
36
6
1/31/2013
Muatan Simbol: q
Energi
Satuan: coulomb [ C ]
Simbol: w Satuan: joule [ J ] Energi, yang tidak dilibatkan langsung dalam analisis, diperoleh dari daya
Muatan, yang tidak dilibatkan langsung dalam analisis, diperoleh dari arus
dq dt
Arus i =
Daya
Muatan
q=
t2
∫t
p=
idt
dw dt
w=
Energi
t2
∫t
pdt
1
1
37
CONTOH: Tegangan pada suatu piranti adalah 12 V (konstan) dan arus yang mengalir padanya adalah 100 mA. a). Berapakah daya yang diserap ? b). Berapakah energi yang diserap selama 8 jam? c). Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti tersebut selama 8 jam itu?
CONTOH: Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan 200V (konstan). Berapakah besar arus yang mengalir dan berapakah energi yang diserap selama 8 jam ?
a). p = vi = 12 × 100 × 10 −3 = 1,2 W
+ v = 12 V −
b).
piranti
+ v = 200 V −
p [W] 1,2
piranti
i = 100 mA 0
w=
t2
∫t
pdt =
1
c). i [mA] 100
q=
8
8
8 t2
∫t
idt =
1
8
t [ jam]
∫0 100 ×10
−3
i=
i=? p = 100 W
t [ jam ]
∫01,2dt = 1,2t 0 = 1,2(8 − 0) = 9,6 Wh 8
w=
Ini adalah luas bidang yang dibatasi oleh garis p = 1,2 W, dan t antara 0 dan 8 jam
0
38
t2
∫t
1
p 100 = = 0,5 A v 200
8
∫0
8
pdt = 100dt = 100t 0 = 800 Wh = 0,8 kWH
Ini adalah luas bidang yang dibatasi oleh garis i = 100 mA , dan t antara 0 dan 8 jam
dt = 100 × 10−3 t
8 0
= 0,1(8 − 0) = 0,8 Ah 39
40
CONTOH: Tegangan pada suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai v = 220cos400t dan arus yang mengalir adalah i = 5cos400t A. a). Bagaimanakah variasi daya terhadap waktu ? b). Berapakah nilai daya maksimum dan daya minimum ? CONTOH: Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai i(t) = 0,05t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
q=
5
5
∫0 idt = ∫0 0,05tdt =
a). p = v × i = 220 cos 400t × 5 cos 400t = 1100 cos 2 400t W = 550(1 + cos 800t ) = 550 + 550 cos 800t W 1200
5
0,05 2 1,25 t = = 0,625 coulomb 2 2 0
1000 800 600 400 200 0 -200
0
100
200
300
400
500
600
700
800
b). Nilai daya : pmaksimum = 550 + 550 = 1100 W pminimum = 550 − 550 = 0 W 41
42
7
1/31/2013
CONTOH: Tegangan pada suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai v = 220cos400t V dan arus yang mengalir adalah i = 5sin400t A. a). Bagaimanakah variasi daya terhadap waktu ? b). Tunjukkan bahwa piranti ini menyerap daya pada suatu selang waktu tertentu dan memberikan daya pada selang waktu yang lain. c). Berapakah daya maksimum yang diserap ? d). Berapa daya maksimum yang diberikan ?
Pernyataan Sinyal
a). p = 220 cos 400t × 5 sin 400t = 1100 sin 400t cos 400t = 550 sin 800t W b). daya merupakan fungsi sinus. Selama setengah perioda daya bernilai posisitif dan selama setengah perioda berikutnya ia bernilai negatif. Jika pada waktu daya bernilai positif mempunyai arti bahwa piranti menyerap daya, maka pada waktu bernilai negatif berarti piranti memberikan daya
c). pmaks diserap = 550 W
d). pmaks
diberikan
= 550 W
43
44
Sinyal kausal, berawal di t = 0
Kita mengenal berbagai pernyataan tentang sinyal
perioda v(t)
Sinyal periodik & Sinyal Aperiodik Sinyal Kausal & Non-Kausal Nilai sesaat Amplitudo Nilai amplitudo puncak ke puncak (peak to peak value) Nilai puncak Nilai rata-rata Nilai efektif ( nilai rms ; rms value)
v(t) t
0
t
0 aperiodik
periodik
Sinyal non-kausal, berawal di t = − ∞ v(t)
v(t) t
0
t
0
45
46
Perioda dan Amplitudo Sinyal
Nilai-Nilai Sinyal Nilai sesaat yaitu nilai sinyal pada saat tertentu
Selang waktu dimana sinyal akan berulang disebut
Sinyal periodik Sinyal ini berulang secara periodik v(t) setiap selang waktu tertentu
0
perioda
Nilai puncak atau amplitudo maksimum
v(t) t3 0
t1 t2
t Amplitudo minimum
t amplitudo puncak ke puncak
47
48
8
1/31/2013
Nilai Rata-Rata Sinyal
Nilai efektif (rms)
1 Vrr = T
Definisi:
∫
v( x)dx
t 0 +T
∫ [v(t )]
2
dt
t0
t0
Akar dari integral kuadrat sinyal selama satu perioda yang dibagi oleh perioda
Integral sinyal selama satu perioda dibagi perioda
CONTOH: nilai efektif dari sinyal pada contoh sebelumnya
CONTOH: v
1 T
V rms =
Definisi:
t 0 +T
v
T
62 = 36
62 = 36
T
6V
6V
t
0 −4V
0 1 2 3 4 5 6 7 8 t
(−4)2 = 16
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 3 1 2 v(t )dt = 6dt 3 0 3 0 1 2 1 = (6t ) 0 = (12 − 0) = 4 V 3 3
Vrr =
∫
∫
∫
{
}
∫
t
0
3 1 3 1 2 v(t )dt = 6dt − 6dt 2 3 0 3 0 1 2 3 = (6t ) 0 − (6t ) 2 = 4 − 2 = 2 V 3
Vrr =
∫
0 1 2 3 4 5 6 7 8 t 2
V rms =
1 2 6 dt = 3
∫
0
1 (36t ) 20 = 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
72 V 3
V rms =
3 2 1 2 6 dt + 42 dt = 3 2 0
∫
∫
1 (72 + 16 ) = 3
88 V 3
49
CONTOH: Tentukanlah nilai, tegangan puncak (Vp), tegangan puncakpuncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini.
50
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncakpuncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini. 6V
6V
t
0 0
1 2
3 4 5
6 7 8 t
−4V 1
Vp = 6 V Vrr
1 = 3
T = 3s
;
Vp = 6 V
1 6dt + 0dt = (6 × 2 + 0) = 4 V 2 3
∫0
∫
1 = 3
Vrms
V pp = 6 V
; 2
3
2 2 3 6 dt + 0 2 dt 0 2
∫
∫
1 = (36 × 2 + 0) = 4,9 V 3
2
3 4
5
6 7
V pp = 10 V
;
9
T = 3s
1 Vrr = 3
∫0 6dt + ∫2− 4dt = 3 (6 × 2 − 4 ×1) = 2,66 V
Vrms =
3 1 2 2 1 6 dt + ( −4) 2 dt = (36 × 2 + 16 ×1) = 5,42 V 2 3 0 3
2
;
8
3
∫
1
∫
51
52
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda, tegangan rata-rata, dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan sinus ini
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini
v 1
v
v = sin ωt V
6V t
0 1
2
3
4
5
Vrr
V pp = 6 V
;
1 2 = 3tdt + 4 0
Vrms =
∫
1 4
2
6 7
3
T = 4s
2
dt +
∫
3
V pp = 2 V;
00
2π
4π
ωt
T = 2π ; Vrr = 0 V
1 sin 2 ωtdωt 2π
∫
d sin x cos x = − sin 2 x + cos 2 x dx 1 = sin x + cos x 2
1 6×3 (6 − 6(t − 2))dt + 0dt = = 2,25 V 2 3 4 2
∫
∫0 9t
;
Vp = 1V ;
-1 Vrms =
Vp = 6 V
T
2
d (sin x cos x) = 2 sin 2 x dx dx − d (sin x cos x) ⇒ = sin 2 xdx 2
1−
⇒
∫
dx − d (sin x cos x ) = sin 2 xdx 2
∫
4
∫2 (6 − 6(t − 2))
2
dt +
4
∫3 0
2
Vrms =
dt = 3,0 V
= 53
1 sin 2 ωtdωt = 2π
∫
2π
1 ωt 1 × − sin ωt cos ωt 2π 2 2 0
1 2π 1 1 × − (0 − 0) = V 2π 2 2 2 54
9
1/31/2013
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini
v = sin ωt V
v
v
1
1
v = sin ωt V ωt
T
Vp = 1V ; Vrr =
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini
V pp = 1 V;
Vp = 1V ;
T = 2π ;
1 π 1 1 1 π × (cos ωt ) 0 = × ( −1 + 1) = sin ωtdωt = π 2π 0 2π 2π
Vrms = =
∫
1 2π
π
∫0 sin
Vrr =
ωtdωt =
1 ωt 1 × − sin ωt cos ωt 2π 2 2 0
∫
Vrms =
1 π 1 1 × − (0 − 0) = V 2π 2 2 2
V pp = 1 V;
T = 2π ;
1 2π 1 π 1 1 2 π × (−1 + 1) = V sin ωtdωt = sin ωtdωt = × (cos ωt ) 0 = π 0 π π 2π 0 2π
π
2
ωt
T =2π
1 2π
∫
2π
∫0
sin 2 ωtdωt = 2 ×
π
1 π
∫0 sin
π
2
ωtdωt = 2 ×
1 ωt 1 × − sin ωt cos ωt π 2 2 0
1 π 1 = 2 × × − (0 − 0) = 1 V π 2 2 55
56
Bentuk gelombang sinyal adalah suatu persamaan atau suatu grafik yang menyatakan sinyal sebagai fungsi dari waktu. Ada dua macam bentuk gelombang, yaitu:
3. Model Sinyal
Bentuk Gelombang Dasar
Bentuk Gelombang Komposit
Hanya ada 3 macam bentuk gelombang dasar yaitu:
Bentuk gelombang komposit merupakan kombinasi (penjumlahan, pengurangan, perkalian) dari bentuk gelombang dasar.
Anak tangga (step) Eksponensial Sinus
58
57
Contoh Bentuk Gelombang Komposit
Tiga Bentuk Gelombang Dasar
v
v
v
1,2
1,2
00
t
t20
0
Anak tangga
00 0
t 20
-1,2
-1,2
Sinus teredam
Bentuk Gelombang Dasar
Eksponensial ganda
v
1,2
0 0
20
-1,2
v
t
Sinus
v
v
0
Gelombang persegi v
v
0 0
0
Eksponensial
t
t
0
t
Deretan pulsa 1,2
20
0
Gigi gergaji
t
0
t
Segi tiga 59
60
10
1/31/2013
Bentuk Gelombang Eksponensial
Fungsi Anak-Tangga ( Fungsi Step )
v VA
v
v = u (t ) = 0 untuk t < 0
1
0
v = V A u (t ) = 0 untuk t < 0
0
Amplitudo = VA
= V A untuk t ≥ 0
t VA
v
1
2
3
5 t /τ
4
Pada t = τ sinyal sudah menurun sampai 36,8 % VA. Pada t = 5τ sinyal telah menurun sampai 0,00674VA , kurang dari 1% VA.
= V A untuk t ≥ Ts
t
0
Muncul pada t = 0
v = V Au (t − Ts ) = 0 untuk t < 0
Ts
Amplitudo = VA τ : konstanta waktu
v = [V A e − t / τ ] u (t )
Muncul pada t = 0 0.368VA
VA
v
0
= 1 untuk t ≥ 0
t
Amplitudo = 1
Kita definisikan durasi (lama berlangsungnya) suatu sinyal eksponensial adalah 5τ. Makin besar konstanta waktu, makin lambat sinyal menurun.
Amplitudo = VA Muncul pada t = Ts Atau tergeser positif sebesar Ts
61
62
Gelombang Sinus
Contoh 10
Konstanta waktu = 2
5
v2
v2 (t ) = 10e
v3
0
−t / 2
0
5
t [detik]
10
00
t
- 2
-2
−V-1,2A
-1,2
u (t ) V
( Nilai puncak pertama terjadi pada t = 0 )
Dapat ditulis
Konstanta waktu = 4
1 T0
Karena frekuensi siklus f 0 =
dan frekuensi sudut ω 0 = 2 π f 0 =
maka
2π T0
( Nilai puncak pertama terjadi pada t = TS )
dengan φ = 2 π
v = V A cos[2π t / To − φ]
Makin besar konstanta waktu, makin lambat gelombang menurun
t
TS
v = V A cos[2π(t − Ts ) / To ]
v = VA cos(2π t / To)
v3 (t ) = 10e −t / 4 u (t ) V
T0
v V1,2A
−VA
Konstanta waktu = 2
v1 0
VA
v1 (t ) = 5e −t / 2u (t ) V
v [V]
v T0
Ts (sudut fasa) T0
v = V A cos[ 2 π f 0 t − φ ]
atau
v = V A cos[ ω 0 t − φ ]
63
64
Fungsi Impuls
Dipandang sebagai terdiri dari dua gelombang anak tangga
Bentuk Gelombang Komposit
v
A
0
T1
t
v
A
0
T1
T2 v = Au (t − T1 )
t T2
−A
Muncul pada t = T1
v = − Au (t − T2 ) Muncul pada t = T2
v = Au (t − T1 ) − Au (t − T2 ) 65
66
11
1/31/2013
Impuls Satuan
Fungsi Ramp
v Impuls simetris thd sumbu tegak dengan lebar impuls diperkecil namun dipertahankan luas tetap 1
Impuls simetris thd sumbu tegak
v
Amplitudo ramp berubah secara linier Ramp muncul pada t = 0
r(t)
Luas = 1
v (t ) = r (t ) = t u (t )
0
t
0
δ(t) t 0
v = δ( t ) = 0 =1
Kemiringan = 1
Fungsi Ramp Tergeser
Lebar impuls terus diperkecil sehingga menjadi impuls satuan dengan definisi:
v
t
r
untuk t ≠ 0 untuk t = 0
ramp berubah secara linier muncul pada t = T0
r(t)
r (t ) = K (t − T0 ) u (t − T0 )
t 0 T0
Kemiringan fungsi ramp
Pergeseran sebesar T0
67
Sinus Teredam
(
)
v = sin(ωt ) VAe −t / τ u (t ) = VA sinωt e
−t / τ
u (t )
68
CONTOH: (bentuk gelombang anak tangga dan kompositnya)
VA
Maksimum pertama fungsi sinus < VA
v
v1
a).
v1 = 4 u(t) V
v2
b).
1 2 3 4 5
4V
0
t
0.5
0 Faktor yang menyebabkan penurunan secara eksponensial
v2 = −3 u(t−2) V
0 0
Fungsi sinus beramplitudo 1
−3V
t
5
10
15
20 t 25
c).
v3
v3
v3 = 4u(t)−3u(t−2) V
4V
4V
-0.5
1V 0
Fungsi eksponensial beramplitudo VA
t 1 2 3 4 5
dipandang sebagai tersusun dari dua gelombang anak tangga
va = 4u(t) V
0
t 1 2 3 4 5 v = −3u(t−2) V b
69
70
CONTOH: (fungsi ramp dan kompositnya) a). v1
Dipandang sebagai tersusun dari tiga gelombang anak tangga
d). v4 v = 4u(t)−7u(t−2)+3u(t−5) V 4 4V 0 −3V
t 1 2 3 4 5 6
v4
4V
va = 4u(t) V
4V 0
0 vc = 3u(t−5) V t 1 2 3 4 5 6
b).
v2 0
t 1 2 3 4 5 6
t 1 2 3 4 5 6
−4V −2(t−2) u(t−2) V
2tu(t) V
c). −7V
v1 = 2t u(t) V
v3 4V
vb = −7u(t−2) V
0
2tu(t) − 2(t−2) u(t−2) V
t 1 2 3 4 5 6
Dipandang sebagai tersusun dari dua fungsi ramp
v3 4V 0
t 1 2 3 4 5 6 − 2(t−2) u(t−2) V
71
72
12
1/31/2013
CONTOH: (fungsi ramp dan kompositnya) 2tu(t) V
d). v4
v4 4V
4V
CONTOH: sinus teredam 2tu(t) − 2(t−2) u(t−2) V
10 10 V5 5
v1 v2 t [detik]
0
0
t 1 2 3 4 5 6
0
t 1 2 3 4 5 6
2tu(t) − 2(t−2)u(t−2) − 4u(t−5)
v5
0
f).
v6 4V
0.1
0.1
0.2 0.2
0.3 0.3
0.4 0.4
-10 -10
sinus v1 = 10 cos(50(t − 0,020) ) u (t ) V 2tu(t) − 2(t−2)u(t−2) − 4u(t−2)
t 1 2 3 4 5 6
0
0
-5-5
− 2(t−2) u(t−2) V
2tu(t) − 4(t−2)u(t-2) V
e). 4V
0
− t / 0,1 u (t ) V sinus teredam v 2 = 10 cos(50(t − 0,020) ) e
yang dapat diabaikan nilainya pada t > 0,5 detik
t 1 2 3 4 5 6
73
74
Suatu sinyal periodik dapat diuraikan atas komponen-komponen penyusunnya. Komponen-komponen penyusun tersebut merupakan sinyal sinus. Kita juga dapat menyatakan sebaliknya, yaitu susunan sinyalsinyal sinus akan membentuk suatu sinyal periodik.
Spektrum Sinyal
Komponen sinus dengan frekuensi paling rendah disebut komponen sinus dasar, sedang komponen sinus dengan frekuensi lebih tinggi disebut komponen-komponen harmonisa. Komponen harmonisa memiliki frekuensi yang merupakan kelipatan bulat dari frekuensi sinus dasar. Jika sinus dasar memiliki frekuensi f0, maka harmonisa ke-3 mempunyai frekuensi 3f0, harmonisa ke-7 memiliki frekuensi 7f0, dst. Berikut ini adalah suatu contoh penjumlahan sinyal sinus yang akhirnya membentuk gelombang persegi.
75
76
Contoh : Susunan sinyal sinus yang membentuk Gelombang Persegi
sinus dasar
sin dasar + harmonisa 3 sin dasar + harmonisa 3 + 5
sin dasar + harmonisa 3 + 5 + 7
Berikut ini kita akan melihat suatu penjumlahan sinyal sinus yang kemudian kita analisis komponen per komponen.
sin dasar + harmonisa 3 s/d 21 77
78
13
1/31/2013
Sinyal: v = 10 + 30 cos(2πf 0 t ) + 15 sin (2π(2 f 0 )t ) − 7,5 cos(2π(4 f 0 )t ) 0
Amplitudo (V)
f0
10 −
Sudut fasa
30 0°
2 f0
4 f0
15
7,5
−90°
180°
180
30
90
Sudut Fasa [ o ]
Frekuensi
Amplitudo [ V ]
Uraian:
Spektrum Sudut Fasa
Spektrum Amplitudo 40
20 10
0 0
1
2
3
4
5
-90
0 0
1
2
3
4
5
-180
Frekwensi [ x fo ]
Uraian amplitudo setiap komponen membentuk spektrum amplitudo
Frekwensi [ x fo ]
Dalam spektrum ini, frekuensi sinyal terendah adalah nol, yaitu komponen arus searah
Uraian sudut fasa setiap komponen membentuk spektrum sudut fasa
Frekuensi komponen sinus terendah adalah f0. Kedua spektrum tersebut digambarkan sebagai berikut: Frekuensi komponen sinus tertinggi adalah 4f0.
79
80
Lebar Pita (band width) Lebar pita adalah selisih dari frekuensi tertinggi dan terendah
Spektrum sinyal periodik merupakan uraian bentuk gelombang sinyal menjadi deret Fourier
Frekuensi tertinggi adalah batas frekuensi dimana amplitudo dari harmonisa-harmonisa yang frekuensinya di atas frekuensi ini dapat diabaikan Batas frekuensi terendah adalah frekuensi sinus dasar jika bentuk gelombang yang kita tinjau tidak mengandung komponen searah. Jika mengandung komponen searah maka frekuensi terendah adalah nol
81
Deret Fourier Suatu fungsi periodik dapat dinyatakan sebagai:
f (t ) = a0 +
Simetri Genap y(t ) = y(−t )
a 2 + b 2 cos( nω t − ϕ ) f (t ) = a0 + n 0 n n n =1
∑
Komponen searah
1 a0 = T0
dimana:
2 an = T0 2 bn = T0
Jika sinyal simetris terhadap sumbu-y, banyak koefisien Fourier bernilai nol
∑ [an cos(2πnf 0t ) + bn sin(2πnf 0t )] ∞
atau
Amplitudo komponen sinus T0 / 2
∫−T
0
/2
T0 / 2
∫−T
0
/2
T0 / 2
∫−T
0
82
/2
bn = tan ϕ n an
y(t) A
Sudut Fasa komponen sinus
t
y (t ) = a o +
∞
∑ [a n cos(nω0 t )] n=1
To
Simetri Ganjil y (t ) = − y ( −t )
f (t )dt f (t ) cos(2πnf 0t )dt
bn = 0
-T0/2 T0/2
yang disebut sebagai koefisien Fourier
y(t) A
T0 t
f (t ) sin( 2πnf 0t )dt
−A
83
a0 = 0 dan an = 0 y (t ) =
∞
∑ [bn sin( nω0t )]
n =1
84
14
1/31/2013
Contoh: Uraian Penyearahan Setengah Gelombang Contoh: simetri ganjil - Penyearahan Setengah Gelombang Koefisien Fourier
v
T0
0,318
0,318
2A / π n genap; an = 0 n ganjil 1 − n2 b1 = A / 2 ; bn = 0 n ≠ 1
a1
0
0,5
1,57
b1
0,5
a2
-0,212
0,212
0
b2
0
a4
-0,042
0,042
0
Uraian ini dilakukan hanya sampai pada harmonisa ke-6
0,018
0
Dan kita mendapatkan spektrum amplitudo sebagai berikut:
Contoh: simetri genap - Sinyal Segitiga v
ϕ [rad]
a0
an =
t
Amplitudo
a0 = A / π
b4
0
a6
-0,018
b6
0 0.6
a0 = 0
T0
A
A0 = 0,318 V; A1 = 0,5 V; A2 = 0,212 V;
8A an = n ganjil; an = 0 n genap (nπ) 2 bn = 0 untuk semua n
t
A4 = 0,042 V; A6 = 0,018 V
[V]
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
1
2
3
85
4
5 6 harmonisa 86
0.6 [V]
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
1
2
3
4
5 6 harmonisa
Jika dari spektrum yang hanya sampai harmonisa ke-6 ini kita jumlahkan kembali, kita peroleh bentuk gelombang: 1.2 [V] 0.8
4. Model Piranti
v hasil penjumlahan
0.4
Sinus dasar
0
[o] 0
90
180
270
Terdapat cacat pada bentuk gelombang hasil penjumlahan
360
-0.4
Sampai harmonisa ke berapa kita harus menguraikan suatu bentuk gelombang periodik, tergantung seberapa jauh kita dapat menerima adanya cacat yang mungkin terjadi pada penjumlahan kembali spektrum sinyal 87
88
Piranti Listrik dikelompokkan ke dalam 2 katagori
Piranti pasif
aktif
menyerap daya
memberi daya
89
90
15
1/31/2013
Resistor nyata
i
Perilaku suatu piranti dinyatakan oleh karakteristik i-v yang dimilikinya, yaitu hubungan antara arus yang melalui piranti dengan tegangan yang ada di antara terminalnya.
batas daerah linier
model
R v
tegangan diukur antara dua ujung piranti
Simbol:
i linier
−
piranti
+
Kurva i terhadap v tidak linier benar namun ada bagian yang sangat mendekati linier, sehingga dapat dianggap linier. Di bagian inilah kita bekerja.
tidak linier
arus melewati piranti
v
vR = R iR atau iR = G vR 1 R R disebut resistansi G disebut konduktansi dengan G =
vR2 R
Daya pada R : p R = vR iR = iR2 R = vR2 G = 91
92
Kapasitor
CONTOH: v R = 40 sin 314t V
Resistor : R = 4 Ω
iC
p R = 400 sin 2 314 t W
i R = 10 sin 314 t A
C
C simbol
1
100
dvC/dt
80
V 60 A W 40
t
pR
iC = C
vR
20
-20
vC = vC (t0 ) +
1 iC dt C
∫
t0
Konstanta proporsionalitas
iR
0
dv C dt
0
0.01
0.02
0.03
C disebut kapasitansi
0.04
t [detik]
-40
Daya pada C : pC = vC iC = CvC
dvC d 1 2 = CvC dt dt 2
Daya adalah turunan terhadap waktu dari energi. Maka apa yang ada dalam tanda kurung adalah energi
-60
Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan
Energi : wC = 93
1 C vC2 + konstanta 2 Energi awal
94
Induktor
CONTOH: Kapasitor : C = 2 µF = 2 × 10−6 F
dvC = 80000 cos 400t V dt
vC = 200 sin 400t V
L
iC = 0,16 cos 400 t A
diL dt 1/L
simbol
1
pC = 16 sin 800 t W
vL t
200
vC
V mA 100 W
vL = L
iC
diL dt
iL = iL ( t0 ) +
1 vL dt L
∫
t0
Konstanta proporsionalitas
0
L disebut induktansi
pC 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05 t [detik]
Daya pada L : p L = v LiL = Li L
-100
diL d 1 2 = LiL dt dt 2
Daya adalah turunan terhadap waktu dari energi. Maka apa yang ada dalam tanda kurung adalah energi
-200
Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan namun iC muncul lebih dulu dari vC. Arus 90o mendahului tegangan
Energi : wL = 95
1 2 Li L + konstanta 2 Energi awal 96
16
1/31/2013
CONTOH:
vL = 200sin400t Volt
Induktor : L = 2,5 H
1 di v L = L L → iL = ∫ v L dt = −0,2 cos 400t + i L 0 A dt L
p L = v L i L = −20 sin 800t W
Resistansi, kapasitansi, dan induktansi, dalam analisis rangkaian listrik merupakan suatu konstanta proporsionalitas
200
V mA W
vL
100
iL
Secara fisik, mereka merupakan besaran dimensional
pL 0 0
0.01
0.02
0.03
0.05 t
0.04
-100
[detik]
-200
Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan namun iL muncul lebih belakang dari vL. Arus 90o di belakang tegangan
97
98
Induktansi Bersama Resistor
Kapasitor
vR = R iR
dv iC = C C dt
Induktor
vL = L
i1 Dua kumparan terkopel secara magnetik
diL dt
Induktansi sendiri kumparan-1
konstanta proporsionalitas
i2
v1
v2
L1 = k1 N12
L2 = k 2 N 22
Induktansi sendiri kumparan-2
Terdapat kopling magnetik antar kedua kumparan yang dinyatakan dengan: M
Secara Fisik A C =ε d
L R=ρ A resistivitas L: panjang konduktor
L = kN 2
Kopling pada kumparan-2 oleh kumparan-1
M12 = M 21 = kM N1N 2 = M = k L1L2
konstanta
konstanta dielektrik A: luas penampang elektroda
A: luas penampang
Kopling pada M 12 = k12 N1 N 2 M 21 = k 21 N 2 N1 kumparan-1 oleh kumparan-2 Jika medium magnet linier : k12 = k21 = kM
N: jumlah lilitan
d: jarak elektroda
Persamaan tegangan v1 di kumparan-1
= L1
di1 di ±M 2 dt dt
v 2 = L2
di2 di ±M 1 dt dt
Persamaan tegangan di kumparan-2
Tanda ± tergantung dari apakah fluksi magnet yang ditimbulkan oleh kedua kumparan saling membantu atau saling berlawanan 99
100
Kopling magnetik bisa positif (aditif) bisa pula negatif (substraktif) Untuk memperhitungkan kopling magnetik digunakan Konvensi Titik: Arus i yang masuk ke ujung yang bertanda titik di salah satu kumparan, membangkitkan tegangan berpolaritas positif pada ujung kumparan lain yang juga bertanda titik. Besarnya tegangan yang terbangkit adalah M di/dt.
φ1
i1
φ1 φ 2
i1
i2
Transformator Ideal i2
i1
i2
v1 φ2
L1 = k1 N12
L2 = k 2 N 22
M 12 = k12 N1 N 2
M 21 = k 21 N 2 N1
φ substraktif
φ aditif i1
v2
i2
v1
v2
i1
Jika kopling magnet terjadi secara sempurna, artinya fluksi magnit melingkupi kedua kumparan tanpa terjadi kebocoran, maka
i2
v1
v2
di1 di di di ± M 2 = N1 k M N1 1 ± k M N 2 2 dt dt dt dt di di di di v 2 = L2 2 ± M 1 = ± N 2 ± k M N 2 2 + k M N 1 1 dt dt dt dt v1 = L1
k1 = k2 = k12 = k21 = kM v1 = L1
di1 di +M 2 dt dt
v1 = L1
di1 di −M 2 dt dt
v 2 = L2
di2 di +M 1 dt dt
v2 = L2
di2 di −M 1 dt dt
Jika susut daya adalah nol: 101
v1 N = ± 1 v2 N2
v1 i1 + v2 i2 = 0
i2 v N =− 1 =m 1 i1 v2 N2 102
17
1/31/2013
CONTOH:
Saklar + v1 _
+ v2 50Ω _
i
i simbol
simbol N1/N2 = 0,1 v1 = 120sin400t V
v
v saklar tertutup
saklar terbuka
v 2 = ( N 2 / N1 ) v1 = 1200 sin 400 t V
i2 = v2 / 50 = 24 sin 400 t A
i = 0 , v = sembarang
v = 0 , i = sembarang
i1 = ( N 2 / N1 ) i2 = 240 sin 400 t A
p L = v2i2 = 28.8 sin 2 400 t kW. 103
104
Sumber Tegangan Bebas Ideal Sumber tegangan bebas memiliki tegangan yang ditentukan oleh dirinya sendiri, tidak terpengaruh oleh bagian lain dari rangkaian.
v = vs (tertentu) dan
i
i = sesuai kebutuhan
+ Vo Vo
v
Karakteristik i - v sumber tegangan konstan
−
i
vs
Simbol sumber tegangan konstan
+ _
i
Simbol sumber tegangan bervariasi terhadap waktu
105
CONTOH:
Sumber Arus Bebas Ideal Sumber arus bebas memiliki kemampuan memberikan arus yang ditentukan oleh dirinya sendiri, tidak terpengaruh oleh bagian lain dari rangkaian.
i = is (tertentu) dan
+ −
v = sesuai kebutuhan
Is Is , is v Karakteristik sumber arus ideal
40V
beban
Sumber Tegangan
i
i
106
5A
beban
Sumber Arus
−
vbeban = vsumber = 40 V
ibeban = isumber = 5 A
v +
pbeban= 100 W → i = 2,5 A
pbeban= 100 W → v = 20 V
pbeban= 200 W → i = 5 A
pbeban= 200 W → v = 40 A
Simbol sumber arus ideal
Tegangan sumber tetap, arus sumber berubah sesuai pembebanan 107
Arus sumber tetap, tegangan sumber berubah sesuai pembebanan 108
18
1/31/2013
Sumber Praktis
Sumber Tak-Bebas (Dependent Sources)
Sumber praktis memiliki karakteristik yang mirip dengan keadaan dalam praktik. Sumber ini digambarkan dengan menggunakan sumber ideal tetapi tegangan ataupun arus sumber tergantung dari besar pembebanan.
Sumber tak-bebas memiliki karakteristik yang ditentukan oleh besaran di bagian lain dari rangkaian. Ada empat macam sumber tak-bebas, yaitu:
i
i vs +_
Rs
+ v −
CCVS
is
Sumber tegangan praktis terdiri dari sumber ideal vs dan resistansi seri Rs sedangkan tegangan keluarannya adalah v.
Sumber arus praktis terdiri dari sumber ideal is dan resistansi paralel Rp sedangkan tegangan keluarannya adalah v.
vs tertentu, akan tetapi tegangan keluarannya adalah v = vs − iR
is tertentu, akan tetapi arus keluarannya adalah i = is − ip
VCVS
+ _
i1
ip − v Rp +
+ v1 _
r i1
+ _
µ v1
Sumber tegangan dikendalikan oleh arus
Sumber tegangan dikendalikan oleh tegangan
CCCS
VCCS i1
+ v1 _
β i1
Sumber arus dikendalikan oleh arus
g v1
Sumber arus dikendalikan oleh tegangan
109
Sumber tak bebas digunakan untuk memodelkan Penguat Operasional (OP AMP)
Contoh: Rangkaian dengan sumber tak bebas tanpa umpan balik is
vs = 24 V
+ −
110
+VCC vo
io + −
60 Ω
500 is
8
+ vo −
+VCC : catu daya positif −VCC : catu daya negatif
20 Ω
7
Top 1
6
5
vP = tegangan masukan non-inversi; vN = tegangan masukan inversi; vo = tegangan keluaran;
− +
2
3
4
vN vP −VCC
Model Sumber Tak Bebas OP AMP is = 0 ,4 A
Diagram rangkaian
v o = 500 i s = 200 V
po
+
(vo ) 2 = = 2000 W 20
iP
Ro
vP +
+ −
Ri vN + iN
+
µ (vP − vN )
−
+ vo
catu daya negatif
−
112
Contoh: Rangkaian Penyangga (buffer)
Suatu OPAMP ideal digambarkan dengan diagram rangkaian yang disederhanakan: masukan non-inversi masukan inversi
vp
−
vn
iP vP
ip +
keluaran
masukan inversi
111
OP AMP Ideal
catu daya positif
masukan non-inversi
io
vo
vs
keluaran
+ −
vN
in
+ −
vo
io
R iN
Jika OpAmp dianggap ideal maka terdapat relasi yang mudah pada sisi masukan
vP = vN iP = iN = 0
113
v P = vs
v N = vo
vP = v N
vo = vs
114
19
1/31/2013
CONTOH: Contoh: Rangkaian Penguat Non-Inversi
vo = ?
2kΩ iP vP
+ −
vN vs
+ − iN
vo
vP = v s
R1
vN =
R2
umpan balik vo =
2kΩ + vB 1kΩ −
5V +−
R2 vo R1 + R2
R2 vo = v s R1 + R 2
vP = vN ⇒
iB = ?
pB = ?
v o iB
+ −
iP = iN = 0 =
vN =
R1 + R 2 vs R2
v p = vN
RB =1kΩ
iB =
5 − vN → vN = 5 V 2000
1 1 v o ⇒ v o = 5 V → v o = 15 V 1+ 2 3
vo RB
p B = v B i B = v o i B = i B2 R B
Rangkaian dengan OP AMP yang lain akan kita pelajari dalam pembahasan tentang rangkaian pemroses sinyal 115
116
Pekerjaan analisis rangkaian listrik berbasis pada dua Hukum Dasar yaitu 1. Hukum Ohm 2. Hukum Kirchhoff
118
117
CONTOH:
Hukum Ohm •
Seutas kawat terbuat dari tembaga dengan resistivitas 0,018 Ω.mm2/m. Jika kawat ini mempunyai penampang 10 mm2 dan panjang 300 m, hitunglah resistansinya. Jika kawat ini dipakai untuk menyalurkan daya (searah), hitunglah tegangan jatuh pada saluran ini (yaitu beda tegangan antara ujung kirim dan ujung terima saluran) jika arus yang mengalir adalah 20 A. Jika tegangan di ujung kirim adalah 220 V, berapakah tegangan di ujung terima? Berapakah daya yang diserap saluran ?
Relasi Hukum Ohm
v = iR
Diagram rangkaian adalah:
resistansi
∆Vsaluran R
Saluran kirim
• Resistansi konduktor Sumber 220 V
– Suatu konduktor yang memiliki luas penampangn merata, A, mempunyai resistansi R
R=
ρl A
+ −
i i
R
Resistansi saluran kirim : R =
Beban i = 20 A
Karena ada saluran balik,
ρl 0,018 × 300 = = 0,054 Ω A 10
R saluran = 2 × 0,054 = 0,108 Ω
Saluran balik
ρ : resistivitas bahan konduktor
Saluran dialirai arus 20 A, terjadi tegangan jatuh antara sumber dan beban : ∆Vsaluran = iRsaluran = 20 × 0,108 = 2,16 V
dengan satuan [Ω.mm 2 / m] l : panjang konduktor dengan satuan [m] A : luas penampang konduktor dengan satuan [mm 2 ]
Tegangan di beban = tegangan sumber − tegangan jatuh di saluran : vterima = 220 − 2,16 = 217,84 V
Daya yang diserap saluran, merupakan susut daya di saluran 119
p saluran = i 2 R = (20) 2 × 0,108 = 43,2 W
120
20
1/31/2013
Ada beberapa istilah yang perlu kita fahami Terminal : ujung akhir sambungan piranti atau rangkaian. Rangkaian : beberapa piranti yang dihubungkan pada terminalnya. Simpul (Node) : titik sambung antara dua atau lebih piranti. Catatan : Walaupun sebuah simpul diberi pengertian sebagai sebuah titik tetapi kawat-kawat yang terhubung langsung ke titik simpul itu merupakan bagian dari simpul; jadi dalam hal ini kita mengabaikan resistansi kawat. Simpai (Loop): rangkaian tertutup yang terbentuk apabila kita berjalan mulai
Hukum Kirchhoff
dari salah satu simpul mengikuti sederetan piranti dengan melewati tiap simpul tidak lebih dari satu kali dan berakhir pada simpul tempat kita mulai perjalanan.
121
122
Ada dua hukum Kirchhoff, yaitu 1. Hukum Tegangan Kirchhoff 2. Hukum Arus Kirchhoff Formulasi dari kedua hukum tersebut adalah sebagai berikut:
Relasi-relasi kedua hukum Kirchhoff dijelaskan melalui diagram rangkaian berikut
• Hukum Arus Kirchhoff (HAK) -Kirchhoff's Current Law (KCL) – Setiap saat, jumlah aljabar arus di satu simpul adalah nol
• Hukum Tegangan Kirchhoff (HTK) Kirchhoff's Voltage Law (KVL) – Setiap saat, jumlah aljabar tegangan dalam satu loop adalah nol
123
A + v1 1
+ v2 − 2
i2 i1
loop 1
−
HAK untuk simpul :
i4 + v4 − 4 i5 + i3 5 v 3 loop 2 5 − loop 3 C
+ v1 −
B
a).
loop 1: − v1 + v2 + v3 = 0
simpul B : + i2 − i3 − i4 = 0
loop 2 : − v3 + v4 + v5 = 0
+ −
+ v2 −
vs R1 R 2
− v s + v1 + v2 = 0
→ v s = i1 R1 + i2 R2
+ v1 − b). + −
vs R1 L
+ vL −
−v s + v1 + v L = 0
+ vC −
−v s + v1 + vC = 0
→ v s = i1 R1 + L
di L dt
+ v1 −
HTK untuk loop :
simpul A : − i1 − i2 = 0
simpul C : + i1 + i3 + i4 = 0
124
c).
+ −
vs R1
+ v1 −
C + vL −
d). + −
loop 3 : − v1 + v2 + v4 + v5 = 0 125
vs R1
L C
→ v s = i1 R1 +
1 iC dt C
∫
− v s + v1 + v L + vC = 0 + vC −
→ v s = i1 R1 + L
di L 1 + iC dt dt C
∫
126
21
1/31/2013
i1 R1
a).
c).
R3
R1
i2
Pengembangan HTK dan HAK
v1 v 2 1 − − v L dt = 0 R1 R2 L
∫
→
i1 − i2 − i L = 0
+ v2 −
Hukum Kirchhoff dapat dikembangan, tidak hanya berlaku untuk simpul ataupun loop sederhana saja, akan tetapi berlaku pula untuk simpul super maupun loop super
iL L C iC
A
+ v1 − + v3 −
d).
v1 v 2 v3 − − =0 R1 R2 R3
→
i1 − i2 − i3 = 0
i3 R2
A
+ v1 − + vL − i1
i2
+ v2 −
i1 R1
b).
R2
A
+ v1 − + v3 −
R3
i1 R1
+ vC − i3 C
A
→
dv v v1 −C C − 3 = 0 R1 dt R3
i1 − iC − iL = 0
→
v1 dv 1 −C C − v L dt = 0 R1 dt L
iC
+ vC −
+ v1 − + vL −
iL
∫
L
127
simpul super AB i2 + v2 − A 2
B
i1
+ v1
simpul super merupakan gabungan dari beberapa simpul loop super merupakan gabungan dari beberapa loop
i1 − iC − i3 = 0
1
i4
+ v4 − 4 i5
i3 3
−
loop 3
128
CONTOH:
i4
A
v=?
v
+ −
i5 3Ω
+
4Ω
5 v5
i1= 5A B i2= 2A
−
C i = 8A 3
simpul super ABC
i4 + i1 − i3 = 0 ⇒ i4 = i3 − i1 = 8 − 5 = 3 A
Simpul C
i 2 + i5 − i3 = 0 ⇒ i5 = i3 − i 2 = 8 − 2 = 6 A
loop ACBA
−v + 3i5 − 4i2 = 0 ⇒ v = 3 × 6 − 4 × 2 = 10 V
C simpul super AB
loop 3 = mesh super
−i1 − i3 − i4 = 0
−v1 + v 2 + v4 + v5 = 0
129
130
Hubungan Seri dan Paralel + v1 −
+ v1 −
131
i1 1
+ v2 −
i2 2
1 i1
i2
2
+ v2 −
Hubungan paralel v1 = v2
Hubungan seri i1 = i2
Dua elemen atau lebih dikatakan terhubung paralel jika mereka terhubung pada dua simpul yang sama
Dua elemen dikatakan terhubung seri jika mereka hanya mempunyai satu simpul bersama dan tidak ada elemen lain yang terhubung pada simpul itu
132
22
1/31/2013
Rangkaian Ekivalen Resistor Seri
Rangkaian Ekivalen Resistor Paalel
Dua rangkaian disebut ekivalen jika antara dua terminal tertentu, mereka mempunyai karakteristik i-v yang identik i
Dua rangkaian disebut ekivalen jika antara dua terminal tertentu, mereka mempunyai karakteristik i-v yang identik
i R1
i1
+
Vtotal
G1
itotal
itotal
Rekiv
R2 −
Gekiv G2
i2
Resistansi Seri : Rekiv = R1 + R2 + R3 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅
Konduktansi Paralel: Gekiv = G1 + G2 + G3 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅
Vtotal = V R1 + V R 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅⋅ = R1i + R 2 i + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = (R1 + R 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅) i = R ekivalen i.
itotal = iG1 + iG 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = G1v + G2 v + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = (G1 + G2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅)v = Gekivalen v
133
134
Kapasitansi Ekivalen Kapasitor Paralel
Induktansi Ekivalen Induktor Seri
i A + v C 1 _ B
i1
i2
C2
A
iN
Kapasitor Paralel : Cek = C1 + C 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ +C N
CN
+ v _
L2
+ v1 −
+ v2 − LN
+ vN −
Induktor Seri : Lek = L1 + L2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ + LN
B
Kapasitansi Ekivalen Kapasitor Seri
Induktansi Ekivalen Induktor Paralel
i A + v _
L1
A
C1
Kapasitor Seri :
C2 CN
+ v _
1 1 1 1 = + + ⋅⋅⋅⋅ + Cek C1 C 2 CN
L1
L2
LN
Induktor Paralel : 1 1 1 1 = + + ⋅⋅⋅⋅ + Lek L1 L2 LN
B
B 135
CONTOH: i=? v = 30 sin(100 t) V
136
Sumber Ekivalen
C1=100µF
i + −
C2=50µF vs
1 1 1 50 + 100 3 100 10 −4 F = + = = → Ctot = µF = Ctot 100 50 5000 100 3 3 → i = Ctot
+ −
R1
i
+ vR −
+ v −
i bagian lain rangkaian
Dari sumber tegangan menjadi sumber arus
Jika kapasitor dihubungkan paralel :
R2
iR + v −
bagian lain rangkaian
Sumber arus
Sumber tegangan
dv 10 −4 = × 3000 cos 100 t = 0,1 cos 100 t A dt 3
is
is =
vs R1
R 2 = R1
Ctot = 100 + 50 = 150 µF = 0,15 × 10 −3 F → i = Ctot
dv = 0,15 × 10 −3 × 3000 cos 100 t = 0,45 cos100 t A dt
v s = is R2
137
R1 = R 2
Dari sumber arus menjadi sumber tegangan
138
23
1/31/2013
Transformasi Y - ∆
CONTOH:
30V
+ −
R1=10Ω
Dalam beberapa rangkaian mungkin terjadi hubungan yang tidak dapat disebut sebagai hubungan seri, juga tidak paralel.
R2=10Ω
3A
Hubungan semacam ini mengandung bagian rangkaian dengan tiga terminal yang mungkin terhubung ∆ (segi tiga) atau terhubung Y (bintang)
is i3 2,5 A
i1
R1 20 Ω
i2
R2 30 Ω
R1 20 Ω
+ −
50 V
Menggantikan hubungan ∆ dengan hubungan Y yang ekivalen, atau sebaliknya, dapat mengubah rangkaian menjadi hubungan seri atau paralel.
R2 30 Ω
139
C
C
Kaidah Pembagi Tegangan R3
RB
Hubungan ∆ RA
A
RC
vtotal
A
B
Ekivalen ∆ dari Y
R Pembagi Tegangan : v k = k Rtotal
Hubungan Y R1
R2 B
140
Ekivalen Y dari ∆ R B RC R1 = R A + R B + RC
RA =
R1 R 2 + R 2 R3 + R1 R3 R1
RB =
R1 R 2 + R 2 R3 + R1 R3 R2
R2 =
RC R A R A + R B + RC
RC =
R1 R 2 + R 2 R3 + R1 R3 R3
R3 =
R A RB R A + R B + RC
is
60 V
+ −
10 Ω
20 Ω
+ v1−
+ v2− 30 Ω
+ v3 −
v1 = 10 V ; v2 = 20 V ; v3 = 30 V R∆ 3 R ∆ = 3 RY RY =
Dalam keadaan seimbang, R A = R B = RC atau R1 = R 2 = R3
141
142
Kaidah Pembagi Arus G Pembagi Arus : ik = k Gtotal
is 1A
R1 10 Ω
i1
itotal
i2 R2 20 Ω
i3 R3 20 Ω
i1 =
G1 (1 / 10) is = × 1 = 0,5 A Gtot (1 / 10) + (1 / 20) + (1 / 20)
i2 =
G G2 is = 0,25 A ; i3 = 3 is = 0,25 A Gtot Gtot
143
144
24
1/31/2013
CONTOH: A
Proporsionalitas
(a )
Keluaran dari suatu rangkaian linier adalah proporsional terhadap masukannya x masukan
(b)
A
R1
Penjelasan: masukan
+ _
R2
vs
B
+ vo keluaran −
+ vAB −
vin
+ vo2 −
80Ω 40Ω
(c)
R2 K = R1 + R2
R2 vs vo = R1 + R2
120 v o1 = v in = ( 2 / 3 ) v in ; K 1 = ( 2 / 3) 120 + 60
B
y=Kx keluaran
K
+ vo1 −
60Ω 120Ω
+ −
vin
40 v o2 = v AB = (1 / 3) v AB → K 2 = 1 / 3 40 + 80 40 v o3 = v AB 40 + 80 + 40 120 || ( 40 + 80 ) = vo3 v in 40 + 80 120 || ( 40 + 80 ) + 60 −
A 80Ω
60Ω 120Ω
+ −
40Ω
= (1 / 3) × (1 / 2 ) = 1 / 6 v in
B
⇒ K 3 = (1 / 6 )
145
Prinsip Superposisi
146
CONTOH:
Keluaran dari suatu rangkaian linier yang dicatu oleh lebih dari satu sumber adalah jumlah keluaran dari masing-masing sumber jika masing-masing sumber bekerja sendiri-sendiri
10Ω
v1=12V
matikan v2
+ −
+ −
10Ω
+ vo1 _
10Ω
Suatu sumber bekerja sendiri apabila sumber-sumber yang lain dimatikan
12V
Cara mematikan sumber: a. Mematikan sumber tegangan berarti membuat tegangan sumber itu menjadi nol, artinya sumber ini menjadi hubungan singkat. b. Mematikan sumber arus adalah membuat arus sumber menjadi nol, artinya sumber ini menjadi hubungan terbuka.
+ −
vo1 =
10 × 12 V = 6 V 10 + 10
+ vo _
10Ω
matikan v1
v2=24V
10Ω + −
vo 2 =
10Ω 24V
+ vo2 _
10 × 24 V = 12 V 10 + 10
Keluaran vo jika kedua sumber bekerja bersama adalah: vo = vo1 + vo 2 = 6 + 12 = 18 V 147
148
Teorema Millman
Teorema Thévenin
Apabila beberapa sumber arus ik yang masing-masing memiliki resistansi paralel Rk dihubungkan seri, maka hubungan seri tersebut dapat digantikan dengan satu sumber arus ekivalen iekiv dengan resistansi paralel ekivalen Rekiv sedemikian sehingga
i ekiv Rekiv =
Contoh:
∑R i
k k
dan
R ekiv =
iekiv × 20 = 1 × 10 + 2 × 10
i1=1A
i2=2A
R1=10Ω
R2=10Ω
∑R
Suatu rangkaian bisa dipandang terdiri dari dua seksi
i
k
S
v
Jika rangkaian seksi sumber pada hubungan dua-terminal adalah linier, maka sinyal pada terminal interkoneksi tidak akan berubah jika rangkaian seksi sumber itu diganti dengan rangkaian ekivalen Thévenin
B Teorema Norton
iekiv=1,5A Seksi sumber
Seksi beban
Jika rangkaian seksi sumber pada hubungan dua-terminal adalah linier, maka sinyal pada terminal interkoneksi tidak akan berubah jika rangkaian seksi sumber itu diganti dengan rangkaian ekivalen Norton
Rekiv=20Ω Rekiv = 10 + 10 149
150
25
1/31/2013
Cara Menentukan VT dan RT Rangkaian ekivalen Thévenin
Untuk mencari VT : lepaskan beban sehingga seksi sumber menjadi terbuka. Tagangan terminal terbuka vht inilah VT
Seksi sumber dari suatu rangkaian dapat digantikan oleh
i=0
Rangkaian ekivalen Thévenin
i=0
yaitu rangkaian yang terdiri dari satu sumber tegangan VT yang terhubung seri dengan resistor RT
+ vht
seksi sumber
VT
−
VT −
−
+
vht = VT −
Untuk mencari RT : hubung singkatlah terminal beban sehingga seksi sumber menjadi terhubung singkat dan mengalir arus hubung singkat ihs. RT adalah VT dibagi his.
RT
+ _
+
+ vht
seksi sumber
RT
i = ihs seksi sumber
VT
RT
+ _
ihs= VT /RT
Jadi dalam Rangkaian ekivalen Thevenin : VT = vht dan RT = vht / ihs 151
152
Rangkaian ekivalen Norton
Cara lain mencari RT
Seksi sumber suatu rangkaian dapat digantikan dengan Rangkaian ekivalen Norton
Cara lain yang lebih mudah untuk menentukan RT adalah dengan melihat resistansi dari terminal beban ke arah seksi sumer dengan semua sumber dimatikan.
yaitu rangkaian yang terdiri dari satu sumber arus IN yang terhubung paralel dengan resistor RN
Penjelasan: + −
R1 vs
R2
Dengan mematikan sumber maka
seksi sumber
RN
IN
R1 R2
RT Rangkaian ekivalen Norton dapat diperoleh dari rangkaian ekivalen Thevenin dan demikian juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan kaidah ekivalensi sumber.
RT = R1 paralel dengan R2
153
154
CONTOH:
Rangkaian ekivalen Thévenin
Rangkaian Ekivalen Thévenin A'
+ VT _
RT
Rangkaian ekivalen Norton
IN
RN
IN = Ihs RN = vht / ihs
A
A
VT = vht RT = vht / ihs
+ −
20Ω 24 V
10Ω
+ −
20Ω B
RT = R yang dilihat dari terminal ke arah seksi sumber dengan semua sumber mati
VT = V AB = V A' B = RT = 10 +
RT = RN
155
RT = 20 Ω VT = 12 V B
20 × 24 = 12 V 20 + 20
20 × 20 = 20 Ω 20 + 20
156
26
1/31/2013
Kita menghitung alih daya maksimum melalui rangkaian ekivalen Thévenin atau Norton
Alih Daya Maksimum
i
A
Ada empat macam keadaan hubungan antara seksi sumber dan seksi beban
VT
Sumber tetap, beban bervariasi Sumber bervariasi, beban tetap Sumber bervariasi, beban bervariasi Sumber tetap, beban tetap
_+
RT
+ v −
RB
B
sumber
V p maks = T 2
beban i
A
Dalam membahas alih daya maksimum, yaitu daya maksimum yang dapat dialihkan (ditransfer) kebeban, kita hanya meninjau keadaan yang pertama
Rangkaian sumber tegangan dengan resistansi Thévenin RT akan memberikan daya maksimum kepada resistansi beban RB bila RB = RT
VT2 = 4 RT
Rangkaian sumber arus dengan resistansi Norton RN akan memberikan daya maksimum kepada resistansi beban RB bila RB = RN
RN
IN
VT 2R T
RB
2
sumber
B
I2 R I p maks = N RB = N N 4 2
beban
157
158
CONTOH:
Teorema Tellegen
A′ 10Ω
20Ω + −
Hitung RX agar terjadi alih daya maksimum
A
24 V
RX = ?
20Ω
Dalam suatu rangkaian, jika vk mengikuti hukum tegangan Kirchhoff (HTK) dan ik mengikuti hukum arus Kirchhoff (HAK), maka
Lepaskan RX hitung RT , VT 20 × 20 = 20 Ω 20 + 20 20 VT = × 24 = 12 V 20 + 20
N
∑ vk × ik = 0
RT = 10 +
B
k =1
Teorema ini menyatakan bahwa di setiap rangkaian listrik harus ada perimbangan yang tepat antara daya yang diserap oleh elemen pasif dengan daya yang diberikan oleh elemen aktif. Hal ini sesuai dengan prinsip konservasi energi.
Hubungkan kembali Rx Alih daya ke beban akan maksimum jika RX = RT = 20 Ω dan besar daya maksimum yang bisa dialihkan adalah
p X maks =
(12) 2 = 1,8 W 4 × 20
159
CONTOH:
160
Teorema Substitusi
R1= 2Ω + 10 V _
is
i
10 i= =2 A 2 + 3
Suatu cabang rangkaian antara dua simpul dapat disubstitusi oleh cabang baru tanpa mengganggu arus dan tegangan di cabang-cabang yang lain asalkan tegangan dan arus antara kedua simpul tersebut tidak berubah
R2= 3Ω
+ vk Rk
is = −2 A
psumber = v s is = −20 W
ik
(memberi daya)
+
−
≡
+− vsub
−
vk Rsub ik
v sub = v k − R sub × i k
pbeban = p1 + p2 = i 2 R1 + i 2 R2
(menyerap daya)
= 8 + 12 = 20 W
161
162
27
1/31/2013
Metoda Reduksi Rangkaian ? A
30Ω
20Ω
C
D
10Ω
+ −
12 V
+ vx −
B
10Ω
30Ω
30Ω E 10Ω
B 0,4 A
C
30Ω
30Ω
30Ω
30Ω
10Ω
B
10 vx = × 6 = 1,5 V 15 + 10 + 15
+ vx −
E
+
6V
0,4 A
C
B
C
15Ω
15Ω
15Ω
10Ω 15Ω
−
E
E
164
163
Metoda Unit Output i3
i1 A
vo = 1 V
Misalkan i4 = i2 =
i5 =
vB 4 = = 0 ,2 A 20 20
30Ω 20Ω 10Ω
30 V
30 V
+ −
+ _
20Ω
20Ω 1,5A
10Ω
+ Vo1 −
10Ω
+ Vo −
=?
20Ω 1,5A
10Ω
+ Vo2 −
v A = v B + i3 × 20 = 10 V v s = v A + i1 × 20 = 10 + 0 ,8 × 10 = 18 V
i1 = i 2 + i 3 = 0 ,8 A
vo 1 1 = = vs vs 18
+ vo −
v B = 0,1(30 + 10 ) = 4 V
vo = 0,1 A 10
i 3 = i 4 + i 5 = 0 ,3 A
vA = 0 ,5 A 20
K =
20Ω i 20Ω 4
10Ω i2
+ −
36 V
Metoda Superposisi
i5 B
Vo1 =
20 V o2 = × 1.5 × 10 = 10 V 20 + 10
10 × 30 = 10 V 10 + 20
Vo = Vo1 + Vo2 = 20 V
v o ( seharusnya ) = K × 36 = 2 V 165
166
Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin Aplikasi Metoda Analisis Dasar pada Rangkaian Dengan Sumber Tak-Bebas Tanpa Umpan Balik
i3
i1 A′ 20Ω 30 V
+ _
A 10Ω
i2
20Ω
+ v0 −
10Ω
is
=? vs
B
vo =
Lepaskan beban di AB, sehingga AB terbuka, i3 = 0 VT = v AB =
ht
= v A' B
20 × 30 = 15 V 20 + 20
RT = 10 +
10 × 15 = 5 V 10 + 20
20 × 20 = 20 Ω 20 + 20
+ _
20Ω
R1
+ v1 −
+ −
µ v1
+ vo
RL
vo= ?
−
R1 vs R1 + R s
v o = µ v1 =
+ v0 −
10Ω
Rs
v1 =
A
15 V
+ −
µR1 vs R1 + R s
B 167
168
28
1/31/2013
Metoda Tegangan Simpul (Node Voltage Method)
170
169
Kasus-Kasus vB
Dasar
B
Arus yang mengalir di cabang rangkaian dari suatu simpul M ke simpul X adalah iMX = G (vM−vX)
k
=0=
∑ G i (v M
− vi )= vM
i =1
k
k
i =1
i =1
G1
vC
v A (G1 + G2 + G3 ) − vB G1 − vC G2 − vD G3 = 0
C
G2 G3 D vA A
vB B
i2
i3 vD
Menurut HAK, jika ada k cabang yang terhubung ke simpul M, maka jumlah arus yang keluar dari simpul M adalah
∑ iM
vA A
i1
G1
v A (G1 + G2 ) − I s − vB G1 − vC G2 = 0
vC C
G2
(nilai arus langsung dimasukkan ke persamaan)
Is vD D
∑ Gi − ∑ Givi
vB B
vA A G1
vC
E vE G3
C
G2
+ Vs −
vA − vD = Vs (persamaan simpul super AD) dan
D vD
vA (G1 + G2 ) + vD (G3 + G4 ) − vBG1 − vC G2 − vEG3 ) − vF G4 = 0
F vF
G4
171
CONTOH:
A
R1
B
20Ω 0,4 A
R2
v C (G 3 + G 4 + G 5 ) − v B (G 3 ) − v D (G 5 ) = 0 v D (G 5 + G 6 ) − v C (G 5 ) = 0
0 v A 8 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 v B = 0 0 − 2 5 − 2 vC 0 0 − 1 2 v D 0 0
→vD =
C
10Ω 20Ω R4
v A (G1 ) − 0 .4 − v B (G1 ) = 0
v B (G1 + G 2 + G 3 ) − v A (G1 ) − v C (G 3 ) = 0
R3
R5
10Ω R6 20Ω E
172
CONTOH: D A
Simpul super 15 V C −+
R1 20 Ω
10Ω R3
1 1 0 0 − 20 vA 0,4 20 1 1 1 1 1 − + + v 0 0 − 20 20 20 10 B 10 = 1 1 1 1 1 0 0 − + + − vC 10 10 20 10 10 1 1 1 0 − + vD 0 0 10 10 10
0 v A 8 1 − 1 0 0 3 − 2 0 v B = 8 0 0 11 − 6 vC 16 0 16 v D 16 0 0
16 16+ 6×vD 16+ 6 8+ 2×vC 8+ 4 =1 V →vC = = = 2 V →vB = = = 4 V →vA = 8+ vB =12 V 16 11 11 3 3 173
10 Ω
R5
B R2
20 Ω R4
D
10 Ω 20 Ω
10 Ω R6
E v A (G 3 + G 1 ) − v B G 1 = 0
Simpul super
v B (G 1 + G 2 ) + v C (G 4 + G 5 ) − v A G 1 − v D G 5 = 0
v B − v C = − 15
v D (G 5 + G 6 ) − v C G 5 = 0
1 1 1 − 0 0 + vA 0 20 10 20 1 1 1 1 1 1 − + + − 20 10 vB = 0 20 20 20 10 v −15 0 1 −1 0 C 1 1 1 v 0 0 0 − + D 10 10 10
3 0 0 0
3 −1 0 0
−1
0 0 vA 0 5 9 −6 vB 0 = 0 −14 6 vC −75 0 0 22 vD 75
−1 2 1 0
0 3 −1 −1
0 vA 0 −1 vB 0 = 0 vC −15 2 vD 0
174
29
1/31/2013
A
Metoda Arus Mesh (Mesh Current Method)
B
Arus mesh bukanlah pengertian yang berbasis pada sifat fisis rangkaian melainkan suatu peubah yang digunakan dalam analisis rangkaian. Metoda ini hanya digunakan untuk rangkaian planar; referensi arus mesh di semua mesh mempunyai arah yang sama (misalnya dipilih searah putaran jarum jam).
C IB
IA
arus D mesh
F
E ID
IC G
I
H
175
176
Kasus-Kasus
Dasar A
Tegangan di cabang yang berisi resistor Ry yang menjadi anggota mesh X dan mesh Y adalah vxy = Ry ( Ix − Iy )
B
C
R2
Sesuai dengan HTK, suatu mesh X yang terbentuk dari m cabang yang masing-masing berisi resistor, sedang sejumlah n dari m cabang ini menjadi anggota dari mesh lain, berlaku n m −n 0 = IX Rx + R y I X − I y = I X Rx + Ry x =1 y =1 y =1 x =1 m −n
n
∑ (
∑
)
∑
∑
+ −
R1
n − I yR y y =1
v1
∑
+ −
IY
R2
v2
IX R5
F
+ −
Mesh ABFA :
IY (R1 + R 2 ) − I X R 2 − v 1 = 0
R6 R4
IZ
Mesh BCEFB : I X (R 2 + R 4 + R5 ) − IY R2 − I Z R 4 + v 2 = 0
i1
R6
mesh super ABCEFA : I Y R1 + I X ( R 3 + R 4 + R 5 ) − v 1 − I Z R 4 = 0
IZ
cabang BF
C
IX R5
IY v1
D
C
E
mesh super B R1 R3
A
Ix = arus mesh X; Rx = resistansi cabang mesh X yang tidak menjadi anggota mesh Y; Iy = arus mesh Y; Ry = resistansi cabang mesh Y.
Mesh CDEC : I Z (R 4 + R 6 + R 7 ) − I X R 4 = 0
R7
E
B
A
IZ
R4
R5
F
Mesh BCEFB : I X (R 2 + R 3 + R 4 + R 5 ) − I Y R 2 − I Z R 4 = 0
R6
IX
IY
D
R3
R1
R4
F
D
:
I X − I Y = i1
E
177
CONTOH:
CONTOH: 20Ω B
A 30 V
178
IA
A
10Ω D
20Ω
20Ω
+ −
10Ω C
IB
IC
1A
10Ω
20Ω B
10Ω C
10Ω
IA
IB
IC
Mesh ABEA : Mesh BCEB : Mesh CDEC :
Mesh ABEA : I A = 1
I A (20 + 20 ) − I B 20 − 30 = 0
Mesh BCEB :
IB = 0,5 A
I B (20 + 10 + 20 ) − I A (20 ) − I C (20 ) = 0
Mesh CDEC : I C (20 + 10 + 10 ) − I B (20 ) = 0
I C (20 + 10 + 10 ) − I B 20 = 0
IC = 0,25 A
10Ω
E
I B (20 + 10 + 20 ) − I A 20 − I C 20 = 0
40 − 20 0 I A 30 − 20 50 − 20 I B = 0 0 − 20 40 I C 0
20Ω
20Ω
E
D
0 0 I A 1 1 − 20 50 − 20 I B = 0 0 − 20 40 IC 0
4 − 2 0 I A 3 0 8 − 4 I B = 3 0 0 12 I C 3
IA = 1 A
IC = 0,25 A 179
1 0 0 I A 1 0 5 − 2 I B = 2 0 0 8 IC 2
IB = 0,5 A
IA = 1 A 180
30
1/31/2013
CONTOH:
mesh super 20Ω A 20Ω
B
IA
10Ω
C
IC
IB 1A
10Ω
20Ω
Aplikasi Metoda Analisis Umum pada Rangkaian Sumber Tak-Bebas Dengan Umpan Balik
D
Tidak seperti rangkaian tanpa umpan balik yang dapat dianalisis menggunakan metoda dasar, rangkaian jenis ini dianalisis dengan menggunakan metoda tegangan simpul atau arus mesh
10Ω
E RF = ?
10kΩ
I A (20 + 20 ) + I B (10 + 20 ) − I C (20 ) = 0
mesh super
1V
I C (20 + 10 + 10 ) − I B (20 ) = 0
IC = 1/3 A
5kΩ
+ −
A : vA = 1V
D +
−
v1
+
−
4 3 − 2 I A 0 0 − 7 2 I B = − 4 0 0 12 IC 4
IB = 2/3 A
C
+
I A − I B = −1
40 30 − 20 I A 0 −1 0 I B = − 1 1 0 − 20 40 IC 0
B
A
B:
vD = −10V
100v1
−
v v1 = − C = −0,06v D 100
C : vC = −100v1 D:
vD − vC vD + =0 5 1
vC = 6v D
Agar vD = −10 V, maka v1 = 0,6 V
0,6 − 1 0,6 + 100 × 0,6 + =0 10 RF
IA = −1/3 A
1 kΩ
vB − v A vB − vC + =0 10 RF
R F = 1515 kΩ ≈ 1,5 M Ω
181
182
Pengukur Tegangan dan Arus Berikut ini kita akan melihat pengukur tegangan dan pengukur arus. Tegangan maupun arus yang perlu kita ukur bisa sangat besar. Akan tetapi alat pengukur (bagian pengukurnya) tidak bisa dibuat besar karena alat ukur harus ringan agar dapat bereaksi dengan cepat. Alat ukur yang kecil ini harus ditingkatkan kemampuannya, dengan tetap mempertahankan massanya tetap kecil.
184
183
Pengukur Arus Searah
Pengukur Tegangan Searah Bagian pengukur hanya mampu menahan tegangan 50 × 10 = 500 mV
10 Ω Rs +
50 mA v = 750 V
−
750 → = 50 ×10 −3 R s + 10 ⇒ Rs =
750 50 × 10 −3
− 10 = 14990 Ω
100 A Ish
Alat ini harus mampu mengukur tegangan 750 V.
10 Ω
Bagian pengukur hanya mampu dialiri arus 50 mA
50 mA
Alat ini harus mampu mengukur arus 100 A.
Rsh
Untuk itu dipasang resistor seri Rs agar tegangan total yang diukur 750 V tetapi bagian pengkur tetap hanya dibebani tegangan 500 mV
→ I sh + 50 × 10 −3 = 100
Kita harus menghitung berapa Rs yang harus dipasang.
⇒ R sh =
→ I sh R sh = 10 × 50 ×10 −3
185
10 × 50 ×10 − 3 100 − 50 ×10 −3
= 0,005 Ω
Untuk itu dipasang resistor paralel Rsh agar sebagian besar arus total yang diukur mengalir di Rsh sedangkan bagian pengkur tetap hanya dialiri arus 50 mA Kita harus menghitung berapa Rsh yang harus dipasang.
186
31
1/31/2013
Rangkaian A
Pengukuran Resistansi
Rangkaian B
I
Hubungan antara tegangan dan arus resistor adalah V VR = RiR atau R = R iR
I
A + −
Dengan hubungan ini maka resistansi R dapat dihitung dengan mengukur tegangan dan arus resistor.
V
IR = I −
+ −
R
V
V RV
R
VR = V − IRA
RV : resistansi voltmeter
Ada dua kemungkinan rangkaian pengukuran yang dapat kita bangun seperti terlihat pada diagram rangkaian berikut.
IR
A
IR
RA : resistansi ampermeter
V V R= R = I R I − (V / RV )
R=
VR V − IRA V = = − RI IR I I
187
Saluran Daya
188
Contoh: 40+20=60A
Energi disalurkan ke beban melalui saluran. Pada umumnya saluran mengandung resistansi. Oleh karena itu sebagian dari energi yang dikirim oleh sumber akan berubah menjadi panas di saluran.
Sumber
Daya yang diserap saluran adalah
20A
+ + 0,4Ω 550V V1 − − 0,03Ω
+ V2 −
0,8Ω
40A
20A
0,06Ω
Daya yang diserap saluran adalah
I s2 Rs
psaluran = 602 (0,4 + 0,03) + 202 (0,8 + 0,06) = 1892 W = 1,89 kW
Is adalah arus saluran dan Rs adalah resistansi saluran Is dan Rs ini pula yang menyebabkan terjadinya tegangan jatuh di saluran
Tegangan di beban adalah
V1 = 550 − 60(0,4 + 0,03) = 524,2 V
Berikut ini satu contoh penyaluran daya dari satu sumber ke dua beban
V2 = V1 − 20(0,8 + 0,06) = 507 V
189
Diagram Satu Garis
190
CONTOH:
Dalam ketenagalistrikan, rangkaian listrik biasa dinyatakan dengan diagram yang lebih sederhana yaitu diagram satu garis.
+ V2 −
40A
VC 1 255 1 VB + − = 0 + 100 − 0 , 05 0 , 02 0 , 05 0 , 02
20A
70 V B − 20 V C = 12650
0,06Ω
diagram satu garis ⇒ V B = 251 , 3 V
0,43Ω
⇒ V C = 247 ,1 V
0,86Ω
550V 40A
C
D 0,015Ω
0,025Ω 180A
vD = 250 V
Hitung arus saluran
VB − VA V B − VC + 100 + = 0 2 × 0 , 01 2 × 0 , 025
0,8Ω + V1 − 0,03Ω
0,01Ω
100A
Rangkaian dalam contoh sebelumnya dinyatakan dengan diagram satu garis sebagai berikut: 0,4Ω + Gardu Distribusi 550V −
B
A vA = 255 V
I AB =
20A
191
VC − VB V − VD + 180 + C = 0 2 × 0 , 025 2 × 0 , 015
1 250 VB 1 VC + − = 0 + 180 − 0 , 03 0 , 03 0 , 05 0 , 05
53 , 3V C − 20 V B = 8153 , 3
V A − V B 255 − 251,3 = = 185 A ; I BC = I AB − 100 = 85 A; I DC = 180 − I BC = 95 A R AB 0,02 192
32
1/31/2013
Contoh:
Contoh:
X X
V A = V X − 0,05 × 50 = 247,5 V
0,04Ω
0,05Ω
0,1Ω 50A
VC = 250 − 0,04 × 60 = 247,6 V
60A
C 60A
0,1Ω
50A
30 V
B
Daya yang diserap saluran
B
V X = 250 V; hitung V A ,VB ,VC
p XB = (20) 2 × 0,1 = 40 W
Hitung daya yang diserap saluran
3 −1
p XC = (60) 2 × 0,04 = 144 W
0 0
7 0
VA
0
495
− 2 V B = 1239 125 VC 30954
VC = 247,63 V; V B =
+ 50 − 10 V
A
80 V 3 95 V 3
20A
p XA = (50) 2 × 0,05 = 125 W
20A
V V 1 1 + VC + 60 − B − X = 0 0,15 0,04 0,04 0,15
0,15Ω
A
V B = 250 − 0,1× 20 = 248 V
C
0,1Ω
A
0,04Ω
0,05Ω
250V
V V 1 1 V A + + 50 − B − X = 0 0,1 0,05 0,05 0,1 V V V 1 1 1 + + V B + 20 − A − C − X = 0 0,1 0,15 0,1 0,1 0,1 0,15
250V
− 5000
B
B
+ 20 − 10 V
C
+ 60 −
20 V 3
20 V 3
−
A
B
− 6250
30 − 30
− 10 80
0 − 20
0
− 20
95
= 0 C
− 2500
= 0
= 0
VA 49 50 V B = 7440 VC
18570
1239 + 2 × 247,64 495 + 247,75 = 247,75 V ; V A = = 247,58 V 7 3
193
194
Contoh: I2
30A B
I1 70A
80A
0,01Ω
0,01 0,02 0,02 0,01 0,03 0,01
C
0,02Ω
I3 0,02Ω
A
D 0,01Ω
I6
F 120A
0,03Ω I5
60A
0,01Ω E
I4 60A
Hitung arus di saluran
−1
0
0
0
0
1
1 0
−1 1
0 −1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
1 0
−1 1
0 −1
0 0
1 2 2 1 3 1 0 2 2 1 3 2 0 0 0 0
0 0 0 0
2 0 0 0
1 1 0 0
3 3 3 0
4 6 7 1
I1 I2 I3 I4 I5 I6
I1 I2 I3 I4 I5 I6
0 − 70 =
30 − 80 60 − 60
0 − 70
Rangkaian Dengan Dioda Rangkaian Dengan OP AMP
− 150 = − 390 − 450 − 81
I 6 = −81 A ; I5 = 39 A ; I 4 = −21 A ; I 3 = 39 A ; I 2 = −41 A ; I1 = −11 A
195
196
Dioda Ideal nyata i + vD −
i
iD
Rangkaian Dengan Dioda
ideal
0
v
0 Dioda konduksi :
v iD > 0 , vD = 0
Dioda tak konduksi : i D = 0 , v D < 0
+
+ va − v + vD − − 197
i Dioda konduksi :
iD
iD > 0 , v > va
Dioda tak konduksi : i D = 0 , v < v a
0 va v 198
33
1/31/2013
Penyearah Gelombang Penuh
Penyearah Setengah Gelombang Vm
i
i v
+ vD
+
+ RL
Ias
0
π
0
D1 ωt
2π
2π
I as
=
1 id (ωt ) = 2π 0
∫
C i
D2 A
v +
B
∫
Vm
π 1 Vm [cos ωt ] = Vm = I m 2π RL πRL π 0
v
D
Jika v = 220sinωt sedangkan R = 5kΩ,
R D2
i2
v i
0
i1
i
v1 v2
+
+
D4
π
Vm sin ωt d (ωt ) + 0 RL 0
D1 +
+ RL
D3 1 = 2π
Rangkaian Dengan Transformator ber-titik-tengah
Rangkaian Jembatan
v
i π
0
Ias ωt
2π
I as =
2 Vm 2 I m = π RL π
maka Ias = 220/5000π = 0,014 A
199
200
Filter Kapasitor iD
+
v
iR iC
+ vD C
+ vR −
Waktu tegangan menurun, dioda tidak konduksi. Terjadi loop tertutup RC seri.
RL
vC = v R
15
v R = Ri R = R(−iC ) = − RC
→ vC + RC
vR=vC
Vm 10
∆vC
5 0
0
-5 0
Pemotong Gelombang
0.05
ωt
0.1
-10 −V m
dvC dt
vR
konduksi
vR = iR = v1 − V
tak konduksi
0
0
+ vR −
dvC =0 dt
v
v1
V 0
t vR = v1 –V, dengan bagian negatif ditiadakan oleh dioda
∆ qC = C ∆vC = I as (T − ∆T ) ≈ I asT ⇒ C=
i v −V i= 1 >0 R
−
⇒ vC = vC 0 e − (1 / RC ) t
C yang diperlukan
Dioda + vD
i
+ v1 _
dvC 1 dt =− vC RC
0.15
∆T
-15
+ V−
Waktu dioda konduksi, kapasitor terisi sampai vC = vmaks.
I asT I Vas = as = ∆vC f∆vC Rf∆vC 201
CONTOH:
202
CONTOH:
+ 4,7 V iA
A + vs −
− +
R
2V − vD +
iD
+ v2
Dioda
vs
v2
vA = −2 V
konduksi
v2 = −2 V
vs < −2 V
−
+ vA
vA= 1 V
v s = vA
tak konduksi
8
5
−2
v1
0 -5
v2
iB= ? D2 + −
0,7 V
konduksi
tak konduksi
tak konduksi
konduksi
vP < 1,7
v2
konduksi
konduksi
vP = 1,7
ωt
v1
vP vP = 1,7
v2=v1
0
−8
D2
10
[V]
P
v2 = v s
D1 v2
− + D 1 0,7 V
1kΩ
vP < 0,7
vP = 0,7
vP = 0,7
iB tak mungkin
mungkin
iB =
4,7 − 0,7 mA 1
tak mungkin
-10
tak konduksi 203
tak konduksi 204
34
1/31/2013
Penguat Operasional (OP AMP)
catu daya positif
+VCC vo
masukan non-inversi
Rangkaian Dengan Op Amp
8 +
keluaran
−
7
Top 1
masukan inversi
6
5
iP vP + vN +
− +
2
3
4
−
iN
vN vP −VCC
catu daya negatif
io +
+VCC : catu daya positif −VCC : catu daya negatif
−
+ vo
Diagram disederhanakan
iP = arus masukan non-inversi; iN = arus masukan inversi; io = arus keluaran;
vP = tegangan masukan non-inversi; vN = tegangan masukan inversi; vo = tegangan keluaran;
205
206
Model Ideal OP AMP
Karakteristik Alih vo +VCC vP − vN
iP
µ disebut gain loop terbuka (open loop gain)
−VCC Parameter
+
v o = µ(v P − v N )
+ µ (v − v ) P N −
Ri vN +
Rentang nilai
µ
105 ÷ 108
∞
Ri
106 ÷ 1013 Ω
∞ Ω
Ro
10 ÷ 100 Ω
0 Ω
± VCC
± 12 ÷ ± 24 V
Nilai µ sangat besar, biasanya lebih dari 105. Selama nilai netto (vP − vN ) cukup kecil, vo akan proporsional terhadap masukan. Akan tetapi jika µ (vP − vN ) > VCC OP AMP akan jenuh; tegangan keluaran tidak akan melebihi tegangan catu ± VCC
vo ≤ VCC
+ vo
atau
µ(vP − vN ) ≤ VCC ⇒ (vP − vN ) ≤
−
iN
Nilai ideal
io
Ro
vP +
Karena µ sangat besar, dapat dianggap µ = ∞ , sedangkan VCC tidak lebih dari 24 Volt, maka (VCC /µ ) = 0 sehingga vP = vN . Ri dapat dianggap ∞ sehingga arus masuk di kedua terminal masukan dapat dianggap nol, iP = iN = 0. Jadi untuk OP AMP ideal :
VCC µ
vP = vN iP = iN = 0
207
208
CONTOH:
Penguat Non-Inversi
2kΩ
vo iB
+ −
vN
iP vP vs
+ −
vN
+ −
vo R1
iN
R2
R2 = vo R1 + R 2
vP = vN =
vo =
5V
+
2kΩ + vB 1kΩ −
−
R2 vo = v s R1 + R 2
iB = ?
pB = ?
v p = vN 5 − vP iP = 0 = → vP = 5 V = vN 2000
R1 + R2 vs R2
1 v N = vo 3
umpan balik
K=
vB = ? RB =1kΩ
vB = vo = 15 V ; iB =
R1 + R 2 R2
Resistansi masukan :
209
vo = 3v N = 15 V
vB = 15 mA ; pB = vBiB = 225 mW. RB
Rin =
vin 5 = = ∞ karena iin = iP = 0 iin iin
210
35
1/31/2013
CONTOH:
Penguat Inversi
iin
A
B + −
vs
R4
umpan balik
+ −
R3
R2
R5
+ vo
R1
i1 vo =? vs
VT
+ −
+ −
R3
RT
vN vP
1 v v 1 + iN − s − o = 0 v N + R1 R 2 R1 R 2
vo
R2
iN
+ −
vs A
B
i2
A
R1
−
v s vo + =0 R1 R 2
+
+ vo R2
VT =
R1
R5 R 4 R5 v s ; RT = R 4 + R5 R 4 + R5
vN =
R1 vo R1 + R 2
R5 R1 → vs = vo R4 + R5 R1 + R2
vP
Resistansi masukan Rin =
vo R5 R + R2 = × 1 v s R4 + R5 R1
→
R v o = − 2 R1
v s
Penyangga (buffer) iP
R5 v P = VT = vs R4 + R5
sehingga
+ −
vs
vs = R 4 + R5 iin
vo
+ −
vN
io
R iN
211
CONTOH: iin
vs
R1
iin
vs
+ −
1 v s vo 1 v N + + iN − R − R = 0 1 2 R1 R 2
+ vo
−
+
R4
Rin =
B
R1
A
R2 + vo
− +
R5 R3
vo R R2 =− 2 =− VT RT R1 + (R4 || R5 )
v −v s −v o − R2 + =0 → o = R1 R2 vs R1
R3
Rin =
CONTOH: R2
A
+ −
Rin =
212
RT
v in vs = = R1 i in vs / R1
vin vs = iin (v s − vo ) /( R1 + R2 )
VT
R2
A
+ −
v o v o VT R2 R5 = × =− × v s VT v s R1 + R 4 || R5 R 4 + R5
+ vo
−
+
R 2 R5 ( R1 R 5 + R1 R 4 + R 4 R5 )
=−
R3
vs R1 1 = = vs (1 − vo / vs ) /( R1 + R2 ) (1 + R2 / R1 ) /( R1 + R2 ) ( R1 + R2 ) /( R1 + R2 )
Rin = R5 VT = v s ; RT = R1 + (R4 || R5 ) R4 + R5
vs = R4 + R1 || R5 iin
=
R4 ( R1 + R5 ) + R1 R5 R1 + R5
213
CONTOH:
Penjumlah
v1 i2
R2 v1
+ −
v2 + −
R
R
i1 R1
214
RF
iN vN vP
1 v v v 1 1 + i N − 1 − 2 − o = 0 v N + + R1 R2 RF R1 R2 R F
iF
A
vo
−
vo
+
v2
v v R R v o = − R F 1 + 2 = − F v1 − F v 2 = K 1v1 + K 2 v 2 R1 R2 R1 R 2
vo =
∑K n
n vn
dengan
Kn = −
R R v1 − v 2 = −(v1 + v 2 ) R R
R
v1 v2 v + + o =0 R1 R2 R F
− +
vo = −
RF Rn
R
A
v1
+ −
v2
vo R
R
v v 1 1 vP + + iP − 1 − 2 = 0 R R R R v + v2 → vP = 1 2
vN =
R
vo 2
v1 + v 2 v o = → v o = v1 + v 2 2 2
215
216
36
1/31/2013
Pengurang (Penguat Diferensial) i1 R1 v1 + −
iR + vo
R2
iN − +
R3 v2 + −
Integrator
i2
vN =
R1 R4 v o2 = v2 R1 + R 2 R3 + R 4
vo = vo1 + vo2
R2 v1 R1
R1 v o2 R1 + R 2
vP =
R4 v o2 = R3 + R 4
atau
A
+ R iN vs vN vP
Jika v1 dimatikan:
iP
R4
v o1 = −
Jika v2 dimatikan:
iC
v d 1 v N − C (v o − v N ) − s = 0 dt R R
+ vo
C
vs d = −C (v o ) R dt
−
+
1 v o = v o (0) − RC
R4 v2 R3 + R4
R1 + R 2 R1
∫
atau
vo (t )
vo (0)
t
∫ v dt 0
s
d (v o ) = −
1 RC
t
∫ v dt s
0 t
1 vo = − RC
∫ v dt
1 RC
∫ v dt
0
s
Diferensiator
v 2
iC + C vs iN vN vP
R4 R1 + R2 R v 2 = −K1v1 + K 2 v 2 = − 2 v1 + R1 R3 + R4 R1
Jika kita buat R1 = R2 = R3 = R4 maka vo = v2 − v1
iR
A R
vN v d − C (v s − v N ) − o = 0 R dt R
+ vo
vo d = −C (v s ) R dt
−
+
1 vs = − RC
∫
atau
t
∫ v dt 0
v s (t )
vs ( 0 )
o
atau
d (v s ) = −
t
0
o
dv v o = − RC s dt
217
218
Diagram Blok v1
+
v1
−
K
R1
vo
v1
RF
K1 +
− +
R2
K 2
= −
vo
v1
v2
RF R1
= −
RF R2
K
2
vo
+
R2
v1
−
−
−
+
+
K1 = −
vo
+
K2
v3
v2
RF
Penguat Inversi vo
v2
v1
R2
_ +
K
Penguat Non-Inversi R1
vo R1
R + R2 K = 1 R2
R2
v1
Hubungan Bertingkat
v1
vo
KK 1 1
v2
K2
v3
K3
vo
Penjumlah v1 v2
R1 R3
− +
R2
R4
vo
v1
K1
K1 = − +
v2
vo
+
K2
K
2
vo = K 3v3 = K 3 K 2 v2 = K 3 K 2 K1v1
R2 R1
R + R2 R4 = 1 × R + R R1 3 4
Pengurang 219
220
Pengantar Peristiwa transien dalam rangkaian listrik, yang walaupun berlangsung hanya beberapa saat namun jika tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan terjadinya hal-hal yang sangat merugikan pada rangkaian
11. Analisis Transien
Dalam pelajaran ini analisis transien dilakukan di kawasan waktu meliputi
Analisis Transien Rangkaian Orde-1 Analisis Transien Rangkaian Orde-2
221
222
37
1/31/2013
Dalam pembahasan model piranti pasif kita pelajari bahwa tegangan kapasitor adalah peubah status kapasitor; dan arus induktor adalah peubah status induktor.
Yang dimaksud dengan analisis transien adalah analisis rangkaian yang sedang dalam keadaan peralihan atau keadaan transien.
Pada saat-saat terjadi perubahan rangkaian, kapasitor cenderung mempertahankan tegangan yang dimilikinya sesaat sebelum terjadi perubahan
Peristiwa transien biasanya berlangsung hanya beberapa saat namun jika tidak ditangani secara baik dapat menyebabkan terjadinya hal-hal yang sangat merugikan pada rangkaian
Pada saat-saat terjadi perubahan rangkaian, induktor cenderung mempertahankan arus yang dimilikinya sesaat sebelum terjadi perubahan
Peristiwa transien timbul karena pada saat terjadi perubahan keadaan rangkaian, misalnya penutupan atau pembukaan saklar, rangkaian yang mengandung elemen dinamik cenderung memperatahankan status yang dimilikinya sebelum perubahan terjadi
Peubah status tidak dapat berubah secara mendadak
223
224
Kita ambil contoh rangkaian seri R dan C S
R
A
+ vs −
Apabila sesaat sebelum saklar S ditutup kapasitor tidak bertegangan, maka setelah saklar ditutup tegangan kapasitor akan meningkat mulai dari nol. Tegangan kapasitor tidak dapat berubah secara mendadak.
+ vC
C
− B
Kita ambil contoh lain, rangkaian seri R dan L S
R
Sesaat sebelum saklar dibuka, arus pada induktor adalah iL = vs/R. Pada waktu saklar dibuka, arus induktor akan turun menuju nol dalam waktu tertentu karena arus induktor tidak dapat berubah secara mendadak. Sebelum mencapai nol arus induktor mengalir melalui dioda.
A
+ vs −
iL
L B
Karena hubungan antara arus dan tegangan pada induktor maupun kapasitor merupakan hubungan linier diferensial, maka persamaan rangkaian yang mengandung elemen-elemen ini juga merupakan persamaan diferensial
Persamaan diferensial ini dapat berupa persamaan diferensial orde pertama dan rangkaian yang demikian ini disebut rangkaian atau sistem orde pertama Jika persamaan rangkaian berbentuk persamaan diferensial orde kedua maka rangkaian ini disebut rangkaian atau sistem orde kedua
225
Rangkaian Orde Pertama biasanya mengandung hanya satu elemen dinamik, induktor atau kapasitor S
Rangkaian RC Seri vs
+ −
R + vin −
Rangkaian RL Seri S + −
A i
iC C
dv + v = vs dt
R vs
A i
iL
+ v
L B
− B
HTK setelah saklar tertutup:
dv HTK setelah − v s + iR + v = −v s + RC +v = 0 saklar tertutup: dt RC
226
vs − Ri − v L = vs − Ri − L L
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde pertama dengan tegangan sebagai peubah rangkaian 227
di + Ri = v s dt
di =0 dt
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde pertama dengan arus sebagai peubah rangkaian
228
38
1/31/2013
is
Rangkaian RLC Paralel
Rangkaian Orde Ke-dua biasanya mengandung dua elemen dinamik, induktor dan kapasitor
A iR
Rangkaian RLC Seri
vs
+ −
+ R vin −
Ri + L
L
R + v −
i C
d 2v dt 2
C
+ v −
B
iR + iL + iC = is v =vL =L di/dt, sehingga iR = v/R dan iC = C dv/dt
di + v = vin dt
Karena i = iC = C dv/dt, maka: LC
iC
iL = i
L
S
+ RC
v dv +i+C = is R dt
dv + v = vin dt
LC
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde ke-dua dengan tegangan sebagai peubah rangkaian
d 2i dt 2
+
atau
L di + i = is R dt
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde ke-dua dengan arus sebagai peubah rangkaian
229
230
Bentuk Umum Persamaan Rangkaian Orde-1
232
231
Bentuk Umum Persamaan Rangkaian Orde Pertama
Solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen di mana x(t) bernilai nol:
dy a + by = x(t ) dt y adalah fungsi keluaran
a
Fungsi x(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Misalkan solusi persamaan ini y0
Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan aslinya di mana x(t) tidak bernilai nol a
tetapan a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian
dy + by = 0 dt
dy + by = x(t ) dt
Misalkan solusi persamaan ini yp
Solusi total adalah jumlah dari kedua solusi.
Persamaan diferensial seperti di atas mempunyai solusi yang disebut solusi total
Jadi ytotal = (y0+yp)
yang merupakan jumlah dari solusi homogen dan solusi khusus 233
234
39
1/31/2013
Dalam rangkaian listrik, fungsi pemaksa x(t) adalah besaran yang masuk ke rangkaian dan memaksa rangkaian untuk menanggapinya; besaran ini biasanya datang dari sumber. S
R
A
Dalam rangkaian ini
x(t) = vs
+ −
Tanggapan Alami Tanggapan Paksa Tanggapan Lengkap
vs
i
iL
L B
Dalam rangkaian listrik solusi homogen adalah tanggapan rangkaian apabila x(t) = vs = 0 dan tanggapan ini disebut tanggapan alami Dalam rangkaian listrik solusi khusus adalah tanggapan rangkaian apabila x(t) = vs ≠ 0 dan tanggapan ini disebut tanggapan paksa Dalam rangkaian listrik solusi total disebut tanggapan lengkap yang merupakan jumlah dari tanggapan alami dan tanggapan paksa 235
236
Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke persamaannya, kita peroleh
Tanggapan Alami
aK1se st + bK1e st = 0
dy a dy a + by = 0 atau +y=0 dt b dt
Tanggapan alami adalah solusi khusus dari persamaan homogen :
yK1 (as + b ) = 0
atau
Salah satu solusi adalah y = 0, namun
Inilah yang harus bernilai 0
ini bukanlah solusi yang kita cari sedangkan K1 adalah tetapan yang ≠ 0
Dalam kuliah ini kita akan mencari solusi persamaan homogen ini dengan cara pendugaan
Ini disebut persamaan karakteristik. Persamaan ini akan menentukan bentuk tanggapan rangkaian.
Persamaan homogen ini memperlihatkan bahwa y ditambah dengan suatu tetapan kali turunan y, sama dengan nol untuk semua nilai t Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan turunannya berbentuk sama; fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu sendiri adalah fungsi eksponensial.
as + b = 0 Akar persamaan ini adalah s = −(b/a) Jadi tanggapan alami yang kita cari adalah
ya = K1e st = K1e −(b / a ) t
Jadi kita dapat menduga bahwa solusi dari persamaan homogen ini mempunyai bentuk eksponensial
Tetapan ini masih harus kita cari. Nilai tetapan ini diperoleh dari tanggapan lengkap pada waktu t = 0
y = K1est 237
Untuk mencari tanggapan lengkap kita mencari lebih dulu tanggapan paksa, yp
238
Tanggapan Paksa Tanggapan paksa adalah solusi dari persamaan:
a
dy + by = x(t ) dt
Jika solusi persamaan ini kita sebut yp(t), maka bentuk yp(t) haruslah sedemikian rupa sehingga jika yp(t) dimasukkan ke persamaan ini maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan akan berisi bentuk fungsi yang sama.
4. x(t) = Asinωt. Jika fungsi pemaksa berupa fungsi sinus, maka tanggapan paksa akan berupa penjumlahan fungsi fungsi sinus dan cosinus karena fungsi sinus merupakan penjumlahan dari dua fungsi eksponensial kompleks.
sin x =
e jx − e − jx 2
Melihat identitas ini, maka kita bisa kembali ke kasus 3; perbedaannya adalah kita menghadapi eksponensial kompleks sedangkan di kasus 3 kita menghadapi fungsi eksponensial nyata. Dalam hal ini maka Solusi yang kita cari akan berbentuk jumlah fungsi sinus dan cosinus.
Hal ini berarti x(t), yp(t), dan dyp(t) /dt harus berbentuk sama Kita lihat beberapa kemungkinan bentuk fungsi pemaksa, x(t): 1. x(t) = 0. Jika fungsi pemaksa bernilai nol maka hanya akan ada tanggapan alami; tanggapan paksa = 0.
5. x(t) = Acosωt. Kasus ini hampir sama dengan kasus 4, hanya berbeda pada identitas fungsi cosinus
2. x(t) = K. Jika fungsi pemaksa bernilai tetap maka tanggapan paksa yp juga harus merupakan tetapan karena hanya dengan cara itu dyp /dt akan bernilai nol sehingga ruas kanan dan kiri dapat berisi bentuk fungsi yang sama.
cos x =
Aeαt.
3. x(t) = Jika fungsi pemaksa berupa fungsi eksponensial, maka tanggapan paksa yp harus juga eksponensial karena dengan cara itu turunan yp juga akan berbentuk eksponensial, dan fungsi di ruas kiri dan kanan persamaan rangakaian akan berbentuk sama. 239
e jx + e − jx 2
240
40
1/31/2013
Tanggapan Lengkap Dugaan tanggapan y = y p + y a = y p + K1e s t lengkap adalah Ini masih dugaan karena tanggapan paksa Dugaan tanggapan alami tanggapan alami juga masih dugaan K1 masih harus ditentukan melalui penerapan kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0
Ringkasan bentuk tanggapan paksa Jika x(t ) = 0 , maka y p = 0 Jika x(t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K Jika x(t ) = Aeαt = eksponensi al, maka y p = eksponensi al = Keαt Jika x(t ) = A sin ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt Jika x(t ) = A cos ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt
Kondisi Awal
Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah bentuk umum
Kondisi awal adalah situasi sesaat setelah penutupan rangkaian (jika saklar ditutup) atau sesaat setelah pembukaan rangkaian (jika saklar dibuka);
fungsi sinus maupun cosinus .
Sesaat sebelum penutupan/pembukaan saklar dinyatakan sebagai t = 0Sesaat sesudah penutupan/pembukaan saklar dinyatakan sebagai t = 0+. Pada induktor, arus pada t = 0+ sama dengan arus pada t = 0Pada kapasitor, tegangan pada t = 0+ sama dengan tegangan pada t = 0241
242
Prosedur Mencari Tanggapan Lengkap Rangkaian Jika kondisi awal kita masukkan pada dugaan solusi lengkap akan kita peroleh nilai K1
1. Carilah nilai peubah status pada t = 0− ; ini merupakan kondisi awal.
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 → K1 = y (0 + ) − y p (0 + ) = A0
2. Carilah persamaan rangkaian untuk t > 0. 3. Carilah persamaan karakteristik.
Dengan demikian tanggapan lengkap adalah
4. Carilah dugaan tanggapan alami.
y = y p + A0 e s t
5. Carilah dugaan tanggapan paksa. 6. Carilah dugaan tanggapan lengkap.
Ini merupakan komponen mantap dari tanggapan lengkap; ia memberikan nilai tertentu pada tanggapan lengkap pada t = ∞
7. Terapkan kondisi awal pada dugaan tanggapan lengkap yang akan memberikan niali-nilai tetapan yang harus dicari.
Ini merupakan komponen transien dari tanggapan lengkap; ia bernilai 0 pada t=∞
8. Dengan diperolehnya nilai tetapan, didapatlah tanggapan rangkaian yang dicari
243
Contoh: x(t) = 0 Saklar S telah lama pada posisi 1. Pada t = 0 + S dipindah ke posisi 2. Carilah tanggapan vs= 12V − rangkaian.
1. Pada t =
0-
kapasitor telah terisi penuh dan
v(0+)
1 + v −
S
2
Persamaan karakteristik : s + 1000 = 0 → s = −1000
R=10kΩ C=0.1µF
4. Dugaan tanggapan alami : v a = A0 e −1000t 5. Dugaan tanggpan paksa : v p = 0 ( tidak ada fungsi pemaksa)
= 12 V
2. Persamaan rangkaian untuk t > 0: − v + iR R = 0 Karena iR = −iC = −C maka
− v − RC
6. Dugaan tanggapan lengkap : v = v p + A0 e st = 0 + A0 e −1000t 7. Kondisi awal : v(0 + ) = v (0 − ) = 12 V. Penerapan kondisi awal pada dugaan tanggapan lengkap memberikan : 12 = 0 + A0 → A0 = 12
dv dt
dv =0 dt
dv 1 + v=0 dt RC
8. Tanggapan lengkap menjadi : v = 12 e −1000 t V
dv + 1000v = 0 dt
3. Persamaan karakteristik:
244
s + 1000 = 0 → s = −1000 245
246
41
1/31/2013
Contoh: x(t) = 0
Persamaan karakteristik:
A Saklar S telah lama tertutup. Pada t = 0 saklar S dibuka. Carilah tanggapan rangkaian
S R =1 kΩ 0 R =3 kΩ
+ vs = − 50 V
i
L= 0.6 H
Dugaan tanggapan alami : ia = A0 e
Dugaan tanggapan paksa : i p = 0 (tak ada fungsi pemaksa)
Sebelum saklar dibuka: i (0 − ) =
50 = 50 mA 1000
Dugaan tanggapan lengkap : i = i p + A0 e −5000 t = 0 + A0 e −5000 t
Persamaan rangkaian pada t > 0: Simpul A:
0,6 s + 3000 = 0 −5000 t
Kondisi awal : i (0 + ) = i (0 − ) = 50 mA .
vA +i=0 3000
Penerapan kondisi awal pada dugaan tanggapan lengkap
1 di L +i = 0 3000 dt
Karena vA = vL = L di/dt,
memberikan : 50 = A0 Tanggapan lengkap menjadi : i = 50 e −5000 t mA
1 di 0,6 + i = 0 3000 dt 0,6
di + 3000 i = 0 dt
0,6 s + 3000 = 0
Persamaan karakteristik:
247
248
Contoh: x(t) = A
+ -
10kΩ
1 12V
Persamaan karakteris tik : 10 −3 s + 1 = 0 → s = −1 / 10 −3 = −1000
i
S 2
0,1µF
Saklar S telah lama pada posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindah ke posisi 2. Carilah tanggapan rangkaian.
+ v −
Dugaan ta nggapan alami : va = A0 e −1000 t
Dugaan tanggapan paksa : v p = K
Pada t = 0- kapasitor tidak bermuatan; tegangan kapasitor v(0-) = 0. ⇒ v(0+) = 0
Masukkan v p dugaan ini ke persamaan rangkaian :
Persamaan rangkaian pada t > 0:
Dugaan ta nggapan lengkap : v = 12 + A0 e −1000 t V
0 + K = 12 ⇒ v p = 12
− 12 + 104 i + v = 0 Karena i = iC = C dv/dt
− 12 + 10 4 × 0,1 × 10− 6 10−3
Persamaan karakteristik:
Kondisi awal : v(0 + ) = v(0−) = 0 . Penerapan kondisi awal memberikan :
dv +v =0 dt
12 v [V]
12-12e
0 = 12 + A0 → A0 = −12
dv + v = 12 dt
Tanggapan lengkap menjadi : v = 12 − 12 e −1000t V
1000t
t
0 0
0.002
0.004
10 −3 s + 1 = 0
249
Contoh: x(t) = Acosω ωt
A
Rangkaian di samping ini mendapat masukan tegangan sinusoidal yang muncul pada t = 0.
vs=50cos10t u(t) V
+ −
15Ω vs
iC
1/30 F
Persamaan karakteristik: + v −
10Ω
Dugaan tanggapan paksa : v p = Ac cos 10t + As sin 10t
Substitusi tanggapan dugaan ini ke persamaan rangkaian memberikan : − 10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos 10t
v( 0 + ) = 0
→ −10 Ac + 5 As = 0 dan 10 As + 5 Ac = 100 → As = 2 Ac → 20 Ac + 5 Ac = 100 ⇒ Ac = 4 dan As = 8
Persamaan rangkaian untuk t > 0: Simpul A:
Tanggapan paksa : v p = 4 cos 10t + 8 sin 10t
v v 1 1 1 v + + iC − s = 0 → v + iC = s 15 6 15 15 10
Dugaan tanggapan lengkap : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + A0 e −5 t
1 1 dv vs v+ = 6 30 dt 15
iC = C dv/dt
→
Persamaan karakteristik:
s + 5 = 0 → s = −5
Dugaan tanggapan alami : va = A0 e −5 t
v(0+) = 0 Kondisi awal dinyatakan bernilai nol:
250
Kondisi awal v(0 + ) = 0 Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 → A0 = −4
dv + 5v = 100 cos 10t dt
Jadi tegangan kapasitor : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e −5t V Arus kapasitor : iC = C
s + 5 = 0 → s = −5
(
dv 1 = − 40 sin 10t + 80 cos 10t + 20 e −5 t dt 30
)
= −1,33 sin 10t + 2,66 cos 10t + 0,66 e −5 t A 251
252
42
1/31/2013
Lama waktu yang diperlukan oleh suatu peristiwa transien untuk mencapai akhir peristiwa (kondisi mantap) ditentukan oleh konstanta waktu yang dimiliki oleh rangkaian. 1 S 2
Tinjauan pada Contoh sebelumnya + vs −
+ v −
Konstanta Waktu Setelah saklar S pada posisi 2, persamaan raqngkaian adalah:
iR
R
C
dv 1 + v=0 dt RC s+
Fungsi karakteristik:
Dugaan tanggapan alami:
1 =0 RC
va = K1e
−
s=−
1 RC
1 t RC
Tanggapan alami ini yang akan menentukan komponen transien pada tanggapan lengkap 253
Tanggapan alami:
−
1
v a = K1e RC
Tinjauan pada Contoh sebelumnya
t
A
Tanggapan alami dapat dituliskan: v a = K1e −t / τ dengan:
254
Pada t = 0 saklar S dibuka
S
+ −
vs
R0
τ = RC
−t / τ Tanggapan lengkap menjadi: v = v p + va = v p + K1e
Persamaan rangkaian setelah saklar dibuka adalah:
L
di = −R i dt
Tanggapan paksa Persamaan karakteristik:
τ disebut konstanta waktu.
Tanggapan alami:
Makin besar konstanta waktu, makin lambat tanggapan rangkaian mencapai nilai akhirnya (nilai mantapnya), yaitu nilai komponen mantap, vp
ia =
−
L
R − t K1e L
i
−
di R + i=0 dt L s+
R =0 L
s=−
Ia ditentukan oleh besarnya elemen rangkaian. Ia menentukan seberapa cepat transien menuju akhir.
+
+ R
R L
Tanggapan alami ini juga akan menentukan komponen transien pada tanggapan lengkap seperti halnya tinjauan pada Contoh-2.1 255
256
Tinjauan pada Contoh sebelumnya
R − t
Tanggapan alami: ia = K1e L
+ vs -
Tanggapan alami dapat dituliskan: ia = K1e −t / τ dengan: Tanggapan lengkap:
i
S
L τ= R
i = i p + ia = i p + K1e −t / τ
2 1
R C
Persamaan rangkaian setelah saklar pada posisi 2:
Tanggapan paksa
+ v −
Pada t = 0, S dipindahkan ke posisi 2.
− vs + Ri + v = 0
Karena i = iC = C dv/dt
τ disebut konstanta waktu.
− vs + Ri + v = 0 RC
dv + v = vs dt
Persamaan karakteristik: RCs + 1 = 0
Ia ditentukan oleh besarnya elemen rangkaian.
− (1 / RC )t = Ke −t / τ Tanggapan alami: va = Ke
Ia menentukan seberapa cepat transien menuju akhir.
s = −1 / RC
τ = RC
Makin besar konstanta waktu, makin lambat transien mencapai nilai akhirnya yaitu nilai komponen mantap, ip.
−t / τ Tanggapan lengkap: v = v p + va = v p + Ke
257
258
43
1/31/2013
A
Tinjauan pada Contoh sebelumnya vs=Acosωt u(t)
Simpul A:
iC = C dv/dt
+ −
R1
iC C
+ v −
Dari tinjauan contoh-1 s/d 4, dengan menggambarkan rangkaian untuk melihat tanggapan alami saja, kita buat ringkasan berikut: R2 C
1 1 v + iC − s = 0 v + R1 R1 R2
R∗ + Cs = 0 s = −1 / R ∗C
R + R2 R ∗ = 1 R1R2
∗
va = Ke − (1 / R C )t = Ke −t / τ
Tanggapan alami: Tanggapan lengkap:
τ = L/ R
R1
τ = R ∗C
τ = R*C
R2
C
L
R
τ = RC
R + R2 dv vs + C = v 1 dt R1 R1R2
Persamaan karakteristik:
R
R + R2 R ∗ = 1 R1R2
Konstanta waktu ditentukan oleh besar elemen-elemen rangkaian
Untuk rangkaian R-C : τ = RC
v = v p + va = v p + Ke −t / τ
Untuk rangkaian R-L : τ = L/R 259
260
Konstanta waktu ditentukan oleh besar elemen-elemen rangkaian
Untuk rangkaian R-C : τ = RC Untuk rangkaian R-L : τ = L/R Konstanta waktu juga ditentukan oleh berapa besar energi yang semula tersimpan dalam rangkaian (yang harus dikeluarkan)
Tanggapan Masukan Nol dan Tanggapan Status Nol
Makin besar C dan makin besar L, simpanan energi dalam rangkaian akan makin besar karena 1 2 1 Cv dan wL = Li 2 2 2 Oleh karena itu konstanta waktu τ berbanding lurus dengan C atau L wC =
Pengurangan energi berlangsung dengan mengalirnya arus i dengan desipasi daya sebesar i2R. Dalam kasus rangkaian R-C, di mana v adalah peubah status, makin besar R akan makin besar τ karena arus untuk desipasi makin kecil. Dalam kasus rangkaian R-L di mana peubah status adalah i makin besar R akan makin kecil τ karena desipasi daya i2R makin besar
261
262
Tanggapan Masukan Nol Peristiwa transien dapat pula dilihat sebagai gabungan dari tanggapan masukan nol dan tanggapan status nol
+
vC
C
R
R
−
L
iL
Tanggapan Masukan Nol adalah tanggapan rangkaian jika tidak ada masukan. Peristiwa ini telah kita kenal sebagai tanggapan alami
Bentuk tanggapan rangkaian tanpa fungsi pemaksa secara umum adalah
y m 0 = y (0 + ) e − t / τ
Tanggapan Status Nol adalah tanggapan rangkaian jika ada masukan masukan pada rangkaian sedangkan rangkaian tidak memiliki simpanan energi awal (simpanan energi sebelum terjadinya perubahan rangkaian).
tanggapan masukan nol
vC(0+) atau iL(0+) masing-masing menunjukkan adanya simpanan energi energi awal dalam rangkaian di kapasitor sebesar ½CvC 2 di induktor sebesar ½LiL2
Pengertian tentang tanggapan status nol ini muncul karena sesungguhnya tanggapan rangkaian yang mengandung elemen dinamik terhadap adanya masukan merupakan peristiwa transien walaupun rangkaian tidak memiliki simpanan energi awal
peubah status, vC dan iL, tidak dapat berubah secara mendadak Pelepasan energi di kapasitor dan induktor terjadi sepanjang peristiwa transien, yang ditunjukkan oleh perubahan tegangan kapasitor dan arus induktor 263
264
44
1/31/2013
Tanggapan Status Nol
Kita ambil contoh Rangkaian R-C
Jika sebelum peristiwa transien tidak ada simpanan energi dalam rangkaian, maka tanggapan rangkaian kita sebut tanggapan status nol.
i
S + -
Bentuk tanggapan ini secara umum adalah
ys 0 = y f − y f (0+ ) e −t / τ
2 1 12V
Pada rangkaian R-C, kapasitor akan mencoba bertahan pada status yang dimiliki sebelum pemindahan saklar, yaitu v = 0.
+ v −
10kΩ 0,1µF
Pada saat final (saat akhir transien) tegangan kapasitor adalah v = vs = 12 V
Tanggapan status nol Status final t=∞
Bagian ini merupakan reaksi elemen dinamik (kapasitor ataupun induktor) dalam mencoba mempertahankan status rangkaian.
Tanggapan status nol adalah
v s 0 = v f − v f (0 + ) e − t / τ
Oleh karena itu ia bertanda negatif.
= 12 − 12e −t / τ
yf (0+) adalah nilai tanggapan pada t = 0+ yang sama besar dengan yf sehingga pada t = 0+ tanggapan status nol ys0 = 0.
Untuk rangkaian R-C : τ = RC
265
266
Dengan demikian tanggapan lengkap rangkaian dapat dipandang sebgai terdiri dari tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol
y = ys 0 + ym0 = y f (t ) − y f (0 + ) e − t / τ + y(0+ ) e −t / τ Konstanta waktu τ ditentukan oleh elemen rangkaian
267
268
Bentuk Umum Persamaan Rangkaian Orde Ke-dua a
Bentuk Umum Persamaan Rangkaian Orde Ke-dua
d2y dt 2
+b
dy + cy = x(t ) dt
y = tanggapan rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus
fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
tetapan a dan b ditentukan oleh nilainilai elemen yang membentuk rangkaian Persamaan diferensial orde ke-dua muncul karena rangkaian mengandung kapasitor dan induktor
dengan tegangan sebagai peubah status
dengan arus sebagai peubah status
sedangkan peubah dalam persamaan rangkaian harus salah satu di ataranya, tegangan atau arus 269
270
45
1/31/2013
as 2 + bs + c = 0
Tanggapan Alami Tanggapan alami adalah solusi persamaan rangkaian di mana x(t) bernilai nol: a
Persamaan karakteristik yang berbentuk persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu
d2y dy + b + cy = 0 dt dt 2
s1 , s2 =
Dugaan solusi y berbentuk fungsi eksponensial ya = Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan.
Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua solusi homogen, yaitu
Kalau solusi ini dimasukkan ke persamaan, akan diperoleh aKs 2 e st + bKse st + cKe st = 0
(
)
− b ± b 2 − 4ac 2a
ya1 = K1e s1t dan
y a 2 = K 2 e s 2t
atau Tanggapan alami yang kita cari akan berbentuk
Ke st as 2 + bs + c = 0
ya = K1e s1t + K 2e s 2t
Bagian ini yang harus bernilai nol yang memberikan persamaan karakteristik
Seperti halnya pada rangkaian orde pertama, tetapan-tetapan ini diperoleh melalui penerapan kondisi awal pada tanggapan lengkap
as 2 + bs + c = 0 271
272
Tanggapan Lengkap
Tanggapan Paksa
Tanggapan lengkap adalah jumlah tanggapan alami dan tanggapan paksa
Tanggapan paksa adalah solusi persamaan rangkaian di mana x(t) ≠ 0: a
d2y dt 2
+b
y = y p + ya = y p + K1e s1t + K 2e s2t
dy + cy = x (t ) dt
Tetapan ini diperoleh melalui penerapan kondisi awal
Bentuk tanggapan paksa ditentukan oleh bentuk x(t) sebagaimana telah diulas pada rangkaian orde pertama, yaitu
Jika rangkaian mengandung C dan L, dua elemen ini akan cenderung mempertahankan statusnya. Jadi ada dua kondisi awal yang harus dipenuhi yaitu
Jika x(t ) = 0 , maka y p = 0 Jika x(t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K Jika x(t ) = Aeαt = eksponensi al, maka y p = eksponensi al = Keαt
vC (0 + ) = vC (0 − )
Jika x(t ) = A sin ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt
dan
Jika x(t ) = A cos ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt
Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah bentuk umum
iL (0 + ) = iL (0 − )
fungsi sinus maupun cosinus . 273
Kondisi Awal
Tiga Kemungkinan Bentuk Tanggapan
Secara umum, kondisi awal adalah: y (0 + ) = y ( 0 − )
dan
274
Persamaan karakteristik
dy + (0 ) = y ' ( 0 + ) dt
as2 + bs + c = 0
Nilai sesaat sebelum dan sesudah penutupan/pembukaan saklar harus sama, dan laju perubahan nilainya juga harus kontinyu
dapat mempunyai tiga kemungkinan nilai akar, yaitu: a). Dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, jika {b2− 4ac } > 0;
y
y
b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika {b2−4ac } = 0; c). Dua akar kompleks konjugat s1,s2 = α ± jβ jika {b2−4ac } < 0.
0
t
Pada rangkaian orde pertama dy/dt(0+) tidak perlu kontinyu
0
Tiga kemungkinan akar ini akan memberikan tiga kemungkinan bentuk tanggapan
t
Pada rangkaian orde kedua dy/dt(0+) harus kontinyu sebab ada d2y/dt2 dalam persamaan rangkaian yang hanya terdefinisi jika dy/dt(0+) kontinyu 275
276
46
1/31/2013
Contoh-1 1H
S 1 2 + −
Persamaan karakteristik dengan dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, {b2− 4ac } > 0
15 V
+ v
Saklar S telah lama berada pada posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2. Carilah perubahan tegangan kapasitor.
i
iC
−
8,5 kΩ
0,25 µF
Pada t = 0- : i (0 − ) = 0 dan v (0 − ) = 12 V Persamaan Rangkaian pada t > 0 : − v + L
di + Ri = 0 dt 2
Karena i = -iC = -C dv/dt, maka: − v − LC d v − RC dv = 0 dt dt 2 −
d 2v dt 2
d 2v dt 2
277
Persamaan karakteristik:
Kondisi awal:
s 2 + 8,5 × 103 s + 4 × 10 6 = 0
v(0 + ) = 15 V
−
R dv v − =0 L dt LC
+ 8,5 × 103
dv + 4 × 106 v = 0 dt
278
dv(0 + ) =0 dt
−500t + K 2 e −8000t Dugaan tanggapan lengkap: v = 0 + K1e
→ akar - akar : s1 , s 2 = −4250 ± 103 ( 4,25) 2 − 4 = −500, − 8000 −500t + K 2 e −8000t Dugaan tanggapan lengkap: v = 0 + K1e
15 = K1 + K 2
Tak ada fungsi pemaksa
0 = −500 K1 − 8000 K 2
0 = −500 K1 − 8000(15 − K1 )
Kondisi awal: vC (0 + ) = 15 V dan iL (0 + ) = 0
K1 =
Karena persamaan rangkaian menggunakan v sebagai peubah maka kondisi awal arus iL(0+) harus diubah menjadi dalam tegangan v
8000 ×15 = 16 7500
K 2 = −1
Tanggapan lengkap menjadi: v = 16e −500 t − e −8000 t V
dv (0 + ) i L (0 + ) = iC (0 + ) = C C =0 dt
(hanya ada tanggapan alami).
+
Ini adalah pelepasan muatan kapasitor pada rangkaian R-L-C seri
dvC (0 ) =0 dt 279
280
Contoh-2 Tanggapan lengkap : v = 16e −500 t − e −8000 t V
1H
S + −
19 V
+ v
−
16
iC 0,25 µF
Saklar S telah lama tertutup. Pada t = 0 saklar dibuka. Tentukan perubahan tegangan kapasitor dan arus induktor.
i 8,5 kΩ
12
Sebelum saklar dibuka arus hanya melalui induktor. Dioda tidak konduksi.
v 8
i L (0 − ) =
4
vC (0 − ) = 0 V
19 = 2 mA 8500
Persamaan Rangkaian pada t > 0 : − v + L
0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
-4
i = −iC = −C
Perhatikan bahwa pada t = 0+ tegangan kapasitor adalah 15 V
dvC dt
− v − LC
−
Pada waktu kapasitor mulai melepaskan muatannya, ada perlawanan dari induktor yang menyebabkan penurunan tegangan pada saat-saat awal agak landai
d 2v dv − RC =0 dt dt 2
d 2v R dv v − − =0 dt 2 L dt LC
d 2v 281
di + Ri = 0 dt
dt 2
+ 8,5 × 103
dv + 4 × 106 v = 0 dt 282
47
1/31/2013
Persamaan karkteristik : s 2 + 8,5 ×103 s + 4 ×106 = 0 → akar - akar : s1 , s2 = −4250 ± 10
3
Kondisi awal: v(0 + ) = 0
(4,25) − 4 = −500, − 8000 2
Dugaan tanggapan lengkap : v = 0 + K1e
−500t
+ K 2e
2 ×10 −3 dv(0 + ) =− = −8 × 10 3 dt 0,25 × 10 −6
Dugaan tanggapan lengkap : v = 0 + K1e−500t + K 2e−8000t
−8000t
0 = K1 + K 2
−8000 = −500K1 − 8000K 2
Tak ada fungsi pemaksa
−8000 = −500K1 + 8000K1
Kondisi awal: iL (0 + ) = 2 mA dan vC (0 + ) = 0 V
−8000 K1 = ≈ −1,06 7500
Karena persamaan rangkaian menggunakan v sebagai peubah maka kondisi awal iL(0+) harus diubah menjadi dalam v
− i L (0 + ) = iC (0 + ) = C +
Tegangan kapasitor menjadi : v ≈ 1,06e −500 t − 1e −8000 t V
dvC (0 + ) = 2 × 10 −3 dt
dvC (0 ) 2 × 10 =− dt C
K 2 = − K1 = 1
Ini adalah pengisian kapasitor oleh arus induktor pada rangkaian R-L-C seri
−3
Arus induktor : i L = −iC = −C
(
dv ≈ −0,25 ×10 −6 − 530e −500t − 8000e −8000t dt −3 −500 t
≈ −133 × 10 e
)
+ 2e −8000 t mA
283
284
v = 1,06e −500 t − 1e −8000 t V
v = 16e −500 t − e −8000 t V
Tanggapan lengkap : v = 1,06e −500 t − 1e −8000 t V 16
[V]
v
8
0. 5
Pelepasan energi induktor
v
12
v [V]
1
v [V]
1
0. 5 0 0
4
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
-0. 5
0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0
0.005
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
-1
-4
-0. 5
Untuk kedua peristiwa ini yang di-plot terhadap waktu adalah tegangan kapasitor -1
Seandainya tidak ada induktor, penurunan tegangan kapasitor akan terjadi dengan konstanta waktu
Perhatikan bahwa pada awalnya tegangan kapasitor naik karena menerima pelepasan energi dari induktor
τ = RC = 8500 × 0.25 ×10−6 = 2125 ×10-6 atau 1/ττ = 470,6. Tetapi karena ada induktor, konstanta waktu menjadi lebih kecil sehingga 1/ττ = 500. Inilah yang terlihat pada suku pertama v.
Kenaikan tegangan kapasitor mencapai puncak kemudian menurun karena ia melepaskan muatan yang pada awalnya diterima.
v adalah pengaruh induktor, yang jika tidak ada kapasitor nilai 1/ττ = R/L = 8500. Karena ada kapasitor nilai ini menjadi 8000 pada suku ke-dua v.
Suku ke-dua 285
286
Dua akar yang sama besar dapat kita tuliskan sebagai
s1 = s
dan
s2 = s + δ ; dengan δ → 0
Tanggapan lengkap akan berbentuk y = y p + K1e s1t + K 2e s2 t = y p + K1e st + K 2e( s + δ)t
Persamaan Karakteristik Memiliki Dua Akar Riil Sama Besar s1 = s2, {b2− 4ac } = 0
Tanggapan paksa
Kondisi awal pertama
Kondisi awal kedua
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 + K 2
y ′(0 + ) = y ′p (0 + ) + K1s + K 2 ( s + δ)
y (0 + ) − y p (0 + ) = K1 + K 2 = A0
y ′(0 + ) − y ′p (0 + ) = ( K1 + K 2 ) s + K 2 δ = B0
B − A0 s A0 s + K 2 δ = B0 → K 2 = 0 δ 287
Tanggapan alami
B − A0 s dan K1 = A0 − 0 δ 288
48
1/31/2013
Contoh-3.
1 eδ t y = y p + A0 + ( B0 − A0 s) − + δ δ
+ −
st e
15 V
−
iC 0,25 µF
Sakalar telah lama di posisi 1. Pada t = 0 di pindah ke posisi 2. Tentukan perubahan tegangan kapasitor.
i 4 kΩ
Sebelum saklar dipindahkan: v(0 − ) = 15 V ; i (0− ) = 0
y = y p + [ A0 + ( B0 − A0 s ) t ] e st
y = y p + [K a + Kb t ] e
+ v
(Diganti dengan 4 kΩ dari contoh sebelumnya)
1 eδ t δt = lim e − 1 = t lim − + δ δ → 0 δ δ
δ → 0
ditentukan oleh kondisi awal
1H
S 1 2
Tanggapan lengkap menjadi
Persamaan rangkaian untuk t > 0: − v + L
st
Karena i = − iC = −C dv/dt
LC
ditentukan oleh kondisi awal dan s
di + iR = 0 dt
d 2v dv + RC + v = 0 dt dt 2
d 2v dv + 4 ×103 + 4 × 106 v = 0 dt dt 2
s sendiri ditentukan oleh nilai elemenelemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada kaitannya dengan kondisi awal
Persamaan karakteristik:
s 2 + 4 × 103 s + 4 × 106 = 0
289
290
Persamaan karakteristik : s 2 + 4000s + 4 × 10 6 = 0 akar - akar : s1 , s2 = −2000 ± 4 ×10 6 − 4 ×10 6 = −2000 = s
v = (15 + 30000t ) e −2000 t V
Karena persamaan karakteristik memiliki akar sama besar
15
maka tanggapan lengkap akan berbentuk :
10
v = v p + (K a + K b t ) e st = 0 + (K a + K b t ) e st
v = 30000 t e −2000 t
5
Tak ada fungsi pemaksa 0
Kondisi awal pertama v(0 + ) = v(0− ) ⇒ v(0+ ) = 15 = K a . Kondisi awal kedua →
0
-10
dv + (0 ) = 0 = K b + K a s → K b = − K a s = 30000 dt ⇒ Jadi : v = (15 + 30000t ) e
−2000 t
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
-5
dv + dv (0 ) = 0 ⇒ = K b e st + (K a + K b t ) s e st dt dt
v = 15 e −2000 t
-15
V 291
292
Akar-Akar Kompleks Konjugat s1 = α + jβ
dan
s2 = α − j β
Tanggapan lengkap akan berbentuk
(
s1 = α + jβ
dan
)
y = y p + K1e( α + jβ ) t + K 2 e (α − jβ ) t = y p + K1e + jβ t + K 2e − jβ t e αt
Dua akar kompleks konjugat {b2− 4ac } < 0
K1 (cos βt + j sin βt ) K 2 (cos βt − j sin βt ) ( K1 + K 2 ) cos β t + j ( K1 − K 2 ) sin βt
s 2 = α − jβ y = y p + (K a cos βt + K b sin βt ) e αt
Kondisi awal pertama: y (0+ ) = y p (0 + ) + K a +
K a cos βt + K b sin βt
K a = y (0 + ) − y p (0 + )
+
αt Kondisi awal kedua: y ′(0 ) = y ′p (0 ) + {(αK b − K a β) sin βt + ( K bβ + α K a ) cos βt}e
= y ′p (0 + ) + αK a + β K b
αK a + βK b = y ′(0 + ) − y ′p (0 + ) 293
294
49
1/31/2013
Contoh-4.
+ −
15 V
+ v −
dv Persamaan karakteris tik : s 2 + 1000 + 4 × 106 = 0 dt
1H
S 1 2 iC 0,25 µF
i 1 kΩ
akar - akar : s1 , s 2 = −500 ± 5002 − 4 × 10 6 = −500 ± j 500 15
Saklar S sudah lama pada posisi 1. Pada t = 0 dipindah ke poisisi 2. Carilah perubahan tegangan kapasitor.
dua akar kompleks konjugat α ± jβ dengan α = −500 ; β = 500 15
(Diganti dengan 1 kΩ dari contoh sebelumnya)
Pada t = 0+ : v(0 − ) = 15 V ; i (0 − ) = 0
Tanggapan lengkap akan berbentuk: v = 0 + (K a cos βt + K b sin β t ) e αt
di − v + L + iR = 0 dt
Kondisi awal pertama ⇒ v(0+ ) = 15 = K a
Persamaan rangkaian untuk t > 0: d 2v dv LC 2 + RC + v = 0 dt dt
Karena i = −iC = −C dv/dt
Kondisi awal kedua ⇒
d 2v dv + 1×103 + 4 × 106 v = 0 dt dt 2
Persamaan karakteristik:
dv + (0 ) = 0 = α K a + β K b dt − αK a 500 × 15 → Kb = = = 15 β 500 15
(
)
Tanggapan lengkap : v = 15 cos(500 15 t ) + 15 sin(500 15 t ) e −500t V
s 2 + 1× 103 s + 4 × 10 6 = 0 295
296
Perbandingan tanggapan rangkaian:
(
)
v = 15 cos(500 15 t ) + 15 sin( 500 15 t ) e
−500t
Dua akar riil berbeda: sangat teredam, v = 16e −500 t − e −8000 t V
V
Dua akar riil sama besar : teredam kritis, v = (15 + 30000t ) e −2000 t V
15
Dua akar kompleks konjugat : kurang teredam,
(
15 cos(500 15 t
v 10 [V]
)
v = 15 cos(500 15 t ) + 15 sin( 500 15 t ) e −500t V
5
15 sin(500 15 t )
15
0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
10
-5 5
-10
0 0
-15
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
-5 -10 -15
297
298
Persamaan karakteristik : s 2 + 5s + 6 = 0 = ( s + 2)(s + 3);
Contoh Tanggapan Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Sinus
akar - akar : s1 , s2 = −2, − 3 vs = 26cos3t u(t) V
i + −
vs
5Ω
1H
1 F 6
Rangkaian mendapat masukan sinyal sinus yang muncul pada t = 0. Tentukan perubahan tegangan dan arus kapasitor, apabila kondisi awal adalah i(0) = 2 A dan v(0) = 6 V
+ v
−
Persamaan rangkaian untuk t > 0 : − v s + Ri + L
d 2v dt 2
+5
dv + 6v = 156 cos 3t dt
→ −3 Ac + 15 As = 156 dan − 15 Ac − 3 As = 0
di +v =0 dt
⇒ Ac =
dv d 2i + LC + v = vs dt dt 2
d 2v
+5
156 + 0 5 × 156 − 0 = −2 ; As = = 10 − 3 − 75 75 + 3
Tanggapan paksa : v p = −2 cos 3t + 10 sin 3t
5 dv 1 d 2 v → + + v = 26 cos 3t 6 dt 6 dt 2
dt 2
Persamaan rangkaian
→ (− 9 Ac + 15 As + 6 Ac )cos 3t + (− 9 As − 15 Ac + 6 As )sin 3t = 156 cos 3t
Pada t = 0+ : i(0+) = 2 A dan v(0+) = 6 V
RC
Dugaan tanggapan paksa : v p = Ac cos 3t + As sin 3t
Dugaan tan ggapan lengkap : v = −2 cos 3t + 10 sin 3t + K1e −2t + K 2 e −3t
dv + 6v = 156 cos 3t dt
masih harus ditentukan melalui penerapan kondisi awal 299
300
50
1/31/2013
1 dv + dv (0 ) → (0 + ) = 12 6 dt dt Aplikasi kondisi awal pertama : 6 = −2 + K1 + K 2 → K 2 = 8 − K1
Kondisi awal : v(0 + ) = 6 dan i(0 + ) = 2 =
Aplikasi kondisi awal kedua :
12 = 30 − 2 K1 − 3K 2
⇒ K1 = 6 ⇒ K 2 = 2
Kuliah Terbuka
Tanggapan lengkap : v = −2 cos 3t + 10 sin 3t + 6e −2 t + 2e −3t V ⇒ i=
1 dv = sin 3t + 5 cos 3t − 2e −2 t − e−3t A 6 dt
Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan Waktu Amplitudo tegangan menurun
30
v [V] 20 i [A] 10
vs
Amplitudo arus meningkat
v
0 -10 0
Sudaryatno Sudirham
t [s] i
2
4
6
8
10
-20 -30 301
302
51