Sudaryatno Sudirham
Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s
6-2
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
BAB 6
Analisis Pada Sistem Pengenalan pada sistem ini bertujuan agar kita •
memahami sinyal dalam pengertian yang lebih luas;
•
memahami pengertian tentang sistem;
•
mampu membangun diagram blok suatu sistem;
•
mampu mereduksi diagram blok suatu sistem.
6.1. Sinyal Di awal buku ini kita telah mempelajari bentuk gelombang sinyal yang merupakan suatu persamaan yang menyatakan sinyal sebagai fungsi dari waktu. Dalam analisis rangkaian listrik, sinyal-sinyal yang kita tangani biasanya berupa tegangan ataupun arus listrik. Pengertian ini dapat kita perluas menjadi suatu pengertian yang tidak hanya mencakup sinyal listrik saja tetapi juga mencakup sinyal-sinyal non-listrik yang juga merupakan fungsi waktu. Dengan perluasan pengertian ini maka kita mempunyai definisi untuk sinyal sebagai, Sinyal adalah suatu fungsi yang menyatakan variasi terhadap waktu dari suatu peubah fisik. Fungsi yang kita tetapkan untuk menyatakan suatu sinyal kita sebut representasi dari sinyal atau model sinyal dan proses penentuan representasi sinyal itu kita sebut pemodelan sinyal. Suatu sinyal yang tergantung dari peubah riil t dan yang memodelkan peubah fisik yang berevolusi dalam waktu nyata disebut sinyal waktu kontinyu. Sinyal waktu kontinyu ditulis sebagai suatu fungsi dengan peubah riil t seperti misalnya x(t). Sebagaimana telah disebutkan di awal buku ini, sinyal jenis inilah yang sedang kita pelajari. Untuk memberi contoh dari sinyal non-listrik, kita bayangkan suatu benda yang mendapat gaya. Benda ini akan bergerak sesuai dengan arah gaya., posisinya akan berubah dari waktu ke waktu. Dengan mengambil suatu kooordinat referensi, perubahan posisi benda akan merupakan fungsi waktu dan akan menjadi salah satu peubah fisik dari benda tersebut dan merupakan suatu sinyal. Selain perubahan posisi, benda juga 6-1
mempunyai kecepatan yang juga merupakan fungsi dari waktu; kecepatan juga merupakan suatu sinyal. Jika posisi benda dalam contoh di atas merupakan suatu sinyal, apakah ia dapat dijadikan suatu masukan (input) pada sebuah “rangkaian” ? Bayangkanlah benda yang bergerak itu adalah sebuah pesawat terbang. Kita ingin mengamatinya dengan menggunakan sebuah teropong, dan untuk itu teropong kita arahkan pada pesawat. Setiap saat pesawat berubah posisi, kedudukan teropong kita sesuaikan sedemikian rupa sehingga bayangan pesawat selalu terlihat oleh kita melalui teropong. Kita katakan bahwa posisi pesawat merupakan masukan pada kita untuk mengubah arah teropong; dalam hal ini kita dan teropong menjadi sebuah “rangkaian”. Apakah dari “rangkaian” ini ada suatu keluaran (output)? Keluaran dari “rangkaian” ini adalah berupa perubahan arah teropong. Jelaslah bahwa ada hubungan tertentu antara arah teropong sebagai keluaran dengan posisi pesawat sebagai masukan, dan hubungan keluaran-masukan demikian ini sudah biasa kita lihat pada rangkaian listrik. Kalau kita yang meneropong pesawat tersebut digantikan oleh sebuah mesin penggerak otomatis dan teropong diganti dengan sebuah meriam, maka jadilah sebuah “rangkaian” mesin penembak pesawat. Mesin penembak ini dapat kita sebut sebagai suatu perangkat yang mampu menetapkan arah meriam jika mendapatkan masukan mengenai posisi pesawat (istilah “perangkat” di sini kita beri pengertian sebagai gabungan dari banyak piranti untuk menjalankan fungsi tertentu). Dengan kata lain antara sinyal keluaran dengan sinyal masukan terdapat hubungan yang sepenuhnya ditentukan oleh perilaku perangkat; hal ini berarti bahwa perangkat “memiliki aturan” yang menetapkan bagaimana bentuk keluaran untuk sesuatu masukan yang ia terima. 6.2. Sistem Dengan contoh di atas, kita sampai pada pengertian mengenai sistem yaitu : sistem merupakan aturan yang menetapkan sinyal keluaran dari adanya sinyal masukan. atau sistem membangkitkan sinyal keluaran tertentu dari adanya sinyal masukan tertentu. Jika kita ingat mengenai pengertian elemen sebagai model piranti dalam rangkaian listrik, maka sistem dapat dipandang sebagai model dari 6-2
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
perangkat. Dengan demikian rangkaian-rangkaian listrik yang sudah pernah kita pelajari, yang juga menetapkan hubungan antara keluaran dan masukan, dapat kita pandang sebagai suatu sistem. Kalau rangkaian tersebut merupakan bagian lain dari rangkaian (dalam hubungan kaskade misalnya) kita dapat memandangnya sebagai sub-sistem. Hubungan keluaran-masukan dari suatu sistem dapat kita nyatakan sebagai
y (t ) = H [x (t )]
(6.1)
dengan y(t) sinyal keluaran dan x(t) sinyal masukan. Hubungan ini dapat kita gambarkan dengan diagram berikut. sinyal masukan x(t)
H
sinyal y(t) keluaran
Gb.6.1. Diagram suatu sistem. Perhatikanlah bahwa sistem didefinisikan menurut sinyal keluaran dan masukannya. Jadi kita memandang sistem dari sudut pandang sinyal masukan dan keluaran. Selain dari pada itu, Gb.6.1. mempelihatkan bahwa arah propagasi sinyal adalah sesuai dengan arah anak panah. Jadi sinyal berasal dari masukan menuju ke keluaran. Penggambaran ini sesuai dengan definisi kita yaitu bahwa suatu sistem membangkitkan sinyal keluaran dari sinyal masukan. Suatu sistem dapat mempunyai satu masukan atau lebih; demikian juga keluarannya bisa hanya satu atau lebih. Sistem dengan satu masukan dan satu keluaran disebut single-input-single-output (SISO) system atau kita terjemahkan dengan sistem masukan-tunggal-keluaran-tunggal (MTKT). Jika masukan dan keluarannya lebih dari satu disebut multi-input-multioutput (MIMO) system atau kita terjemahkan sistem masukan-gandakeluaran-ganda (MGKG). 6.3. Model Sistem Pernyataan matematis secara eksplisit dari suatu sistem seperti pada (6.1) disebut representasi sistem atau model sistem. Proses untuk memperoleh model sistem kita sebut pemodelan sistem. Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk membangun model sistem. Cara pertama adalah menurunkan langsung dari hukum-hukum fisika dan cara kedua adalah melalui observasi empiris. Cara pertama dapat digunakan apabila prosesproses fisiknya terdefinisi dengan jelas dan difahami. Model sistem yang
6-3
diturunkan haruslah cukup sederhana untuk keperluan analisis dan simulasi. Cara kedua digunakan untuk sistem yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk dianalisis langsung, dan perilaku dinamiknya tidak difahami secara baik. Untuk melakukan observasi empiris diperlukan sinyal masukan yang harus dipilih secara cermat, dan sinyal keluarannya diamati. Model sistem diperoleh dengan melakukan perhitungan balik dari kedua sinyal tersebut. Pembangunan model sistem melalui cara observasi sinyal masukan dan keluaran ini disebut identifikasi sistem. Kita telah melihat bahwa ada empat macam cara untuk menyatakan hubungan antara sinyal keluaran dan sinyal masukan, yaitu persamaan diferensial, transformasi Laplace, konvolusi, dan transformasi Fourier. Sejalan dengan itu, kita mengenal empat macam representasi sistem atau model sistem sebagai berikut. 1. Persamaan Diferensial. Bentuk ini kita kenal misalnya sistem orde kedua
d 2 y (t ) 2
+a
dy (t ) + by (t ) = f (t ) dt
dt Bentuk umum dari model ini dinyatakan dalam persamaan diferensial :
y ( n) (t ) + an −1 y ( n −1) (t ) L + a1 y& (t ) + a0 y (t ) = bm x( m) (t ) + bm −1x ( m−1) (t ) + L + b0 x(t ) y ( n −1) (0) = y n −1 , y ( n −2) (0) = y n− 2 , L , y& (0) = y1 , y (0) = y 0 .
(6.2)
Dalam (6.2) kita menganggap bahwa koefisien ak dan bk adalah bilangan riil (konstan tidak tergantung waktu). Kita juga menganggap m ≤ n. Masukan sistem adalah x(t) dan keluarannya adalah y(t). Orde dari persamaan diferensial ini adalah n. 2. Fungsi Alih Laplace
b s m + bm −1s m −1 + L + b0 Y (s) = T (s) = H (s) = m X ( s ) s n + a n −1s n −1 + L + a1s + a0
6-4
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
(6.3)
Di sini sinyal keluaran dan masukan dinyatakan di kawasan s, yaitu Y(s) dan X(s). T(s) adalah fungsi alih Laplace, yang untuk selanjutnya akan kita gunakan sebagai representasi sistem di bab ini dan kita tuliskan sebagai H(s). 3. Integral Konvolusi ∞
y (t ) = ∫ − h (t − λ ) x (λ )dλ 0
(6.4)
dengan h(t ) = L−1{H ( s )}. 4. Fungsi Alih Fourier
Y (ω) = H ( ω) X ( ω)
(6.5)
dengan H ( ω) = F{h (t )} adalah fungsi alih Fourier. Untuk selanjutanya, kita akan menggunakan cara representasi sistem yang ke-dua, yaitu menggunakan fungsi alih Laplace. 6.4. Diagram Blok 6.4.1. Penggambaran Sistem Dengan Diagram Blok Diagram blok adalah representasi dari fungsi alih dengan menggunakan gambar. Diagram blok sangat bermanfaat untuk menggambarkan struktur sistem, terutama jika sistem tersusun dari banyak sub-sistem (penjelasan pengertian sub-sistem akan diberikan kemudian). Diagram ini juga bermanfaat untuk melakukan analisis sistem. Di subbab ini kita mengambil model sistem dengan transformasi Laplace (di kawasan s). Hubungan masukan- keluaran sistem akan berbentuk :
Y (s) = H ( s) atau X (s)
Y (s) = H (s ) X (s)
(6.6)
Diagram blok dari sistem ini adalah seperti terlihat X(s) Y(s) H(s) pada Gb.6.2. Diagram blok seperti ini telah kita kenal Gb.6.2. Diagram blok. dalam analisis rangkaian listrik. Hanya di sini kita mempunyai pengertian H(s) sebagai representasi dari sistem. Diagram blok ini ekivalen dengan persamaan aljabar (6.6). Jadi susunan diagram blok merupakan pernyataan operasi-
6-5
operasi matematis. Hal ini berbeda dengan Gb.6.1. yang hanya merupakan diagram untuk memperjelas definisi tentang sistem. Suatu sistem yang kompleks tersusun dari sistem-sistem yang lebih sederhana. Diagram blok dapat kita gunakan untuk menyatakan hubungan dari sistem-sistem yang lebih sederhana tersebut untuk membentuk sistem yang kompleks. Diagram blok akan mempelihatkan struktur dari sistem yang kompleks yaitu interkoneksi dari komponenkomponen sistem. Lebih dari itu, diagram blok juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk melakukan perhitungan-perhitungan; fungsi alih sistem diturunkan dari diagram blok yang tersusun dari banyak komponen tersebut. 6.4.2. Hubungan-Hubungan Sistem Berikut ini kita akan melihat hubungan-hubungan sederhana dari sistem yang akan menjadi dasar bagi kita untuk memandang sistem yang lebih kompleks. Kita akan meninjau dua sistem yaitu H1(s) dan H2(s). Untuk menghubungkan dua sistem, atau dua blok, harus ada titik-titik hubung. Titik Hubung. Ada dua macam titik hubung yang perlu kita perhatikan yaitu titik pencabangan (pickoff point) dan titik penjumlahan. Titik pencabangan adalah titik tempat terjadinya duplikasi sinyal; sinyal-sinyal yang meninggalkan titik pencabangan sama dengan sinyal yang memasuki titik pencabangan. Hal ini digambarkan pada Gb.6.3.a. Pada titik penjumlahan, beberapa sinyal dijumlahkan. Sinyal yang keluar dari titik penjumlahan adalah jumlah dari sinyal yang masuk ke titik penjumlahan. Jika sinyal yang masuk bertanda “+” maka ia dijumlahkan dan jika bertanda “−” ia dikurangkan. Untuk titik penjumlahan ini ada konvensi, yaitu bahwa hanya ada satu sinyal saja yang meninggalkan titik penjumlahan. Hal ini digambarkan pada Gb.6.3.b.
X(s)
titik pencabangan
X1(s)
X(s)
X2(s)
X(s)
X3(s)
−
+ +
a). titik pencabangan
X1(s)−X2(s)+ X3(s)
b). titik penjumlahan
Gb.6.3. Titik-titik hubung. Hubungan Kaskade atau Hubungan Seri. Hubungan seri antara dua sistem terjadi jika keluaran dari sistem yang satu merupakan masukan 6-6
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
pada sistem berikutnya seperti terlihat pada Gb.6.4. Fungsi alih dari hubungan kaskade, yang merupakan fungsi alih total, adalah hasil kali dari fungsi alih sistem yang menyusunnya. Jadi hubungan kaskade sistem H1(s) dan H2(s) dapat digantikan oleh satu sistem H1(s)H2(s). Hal ini sesuai dengan kaidah rantai yang telah kita pelajari dalam analisis rangkaian di kawasan s. H1(s)
X(s)
H2(s)
Y(s) X(s)
H1(s)H2(s)
Y(s)
Gb.6.4. Hubungan seri Hubungan Paralel. Hubungan paralel antara dua sistem terjadi jika kedua sistem mendapat masukan yang sama sedangkan keluarannya merupakan jumlah dari keluaran kedua sistem tersebut, seperti terlihat pada Gb.6.4.b. Jadi hubungan paralel antara dua sistem H1(s) dan H2(s) dapat digantikan oleh satu sistem dengan fungsi alih H1(s)+H2(s). H1(s)
X(s)
+ Y(s) +
H2(s)
X(s)
H1(s)+H2(s)
Y(s)
Gb. 6.5. Hubungan paralel. Hubungan Umpan Balik. Pada hubungan umpan balik, keluaran dari sistem pertama menjadi masukan pada sistem kedua dan keluaran sistem kedua menjadi pengurang pada sinyal dari luar R(s); sinyal hasil pengurangan ini menjadi masukan pada sistem pertama. Hubungan ini diperlihatkan pada Gb.6.6. R(s)
X1(s) +
− Y2(s)
H1(s) H2(s)
Y(s) X2(s)
R(s)
H1 ( s ) 1 + H1 ( s) H 2 ( s )
Y(s)
Gb.6.6. Hubungan umpan balik .
6-7
Dari diagram blok pada Gb.6.6. diperoleh persamaan berikut. Y ( s ) = H 1 ( s ) X 1 ( s ) = H 1 ( s )[R( s ) − Y 2 ( s )] = H 1 ( s ) R( s ) − H 1 ( s )Y 2 ( s )
= H 1 ( s ) R( s ) − H 1 ( s )[H 2 ( s )Y ( s )]
⇒ Y ( s) + H 1 ( s)[H 2 ( s)Y ( s)] = H 1 ( s) R( s) ⇒
H1 (s) Y ( s) = R( s ) 1 + H 1 ( s ) H 2 ( s )
Dengan hubungan umpan balik seperti pada Gb.6.6. fungsi alih sistem keseluruhan menjadi
H 1 ( s) 1 + H 1 (s ) H 2 (s) Fungsi alih H1(s) adalah fungsi alih dari suatu sistem yang disebut sistem H 1 ( s) loop terbuka sedangkan adalah fungsi alih dari sistem 1 + H 1 (s ) H 2 (s) yang disebut sistem loop tertutup. Jika pada titik penjumlahan terdapat tanda negatif pada jalur umpan balik maka sistem ini disebut sistem dengan umpan balik negatif. Jika fungsi alih H2(s) = − 1 maka sistem menjadi sistem dengan umpan balik negatif satu satuan. Sub-Sistem. Jika kita memisahkan salah satu bagian dari diagram blok suatu sistem yang tersusun dari banyak bagian dan bagian yang kita pisahkan ini merupakan suatu sistem juga maka bagian ini kita sebut subsistem. H2(s) dalam contoh hubungan paralel di atas merupakan salah satu sub-sistem. 6.5. Pembentukan Diagram Blok Berikut ini kita akan melihat contoh penggambaran diagram blok dan penyederhanaan diagram blok. Sebagaimana telah disebutkan, walaupun kita telah mengembangkan pengertian sistem akan tetapi dalam contohcontoh yang akan kita lihat di sini kita membatasi diri pada sistem listrik. 6.5.1. Diagram Blok Elemen Rangkaian Definisi sistem menyatakan bahwa dari sinyal masukan tertentu suatu sistem akan memberikan sinyal keluaran tertentu. Definisi ini dipenuhi oleh elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, karena elemen-elemen
6-8
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
ini akan memberikan sinyal keluaran (tegangan atau arus) tertentu jika diberi sinyal masukan (arus atau tegangan) tertentu yang kita kenal sebagai karakteristik i-v dalam analisis rangkaian listrik. Jika sistem dapat divisualisasikan menggunakan diagram blok, maka elemen-elemen rangkaian listrik dapat pula digambarkan dengan diagram blok. Resistor. Gb.6.7. memperlihatkan diagram blok dari resistor. Hubungan tegangan-arus resistor adalah V ( s ) = RI ( s ) atau I ( s ) = (1 / R)V ( s ) . Kedua relasi memberikan diagram blok seperti ditunjukkan pada gambar.
R
I(s)
I(s)
R
+ V(s) −
V(s)
1 R
V(s)
I(s)
Gb.6.7 Diagram blok resistor. Kapasitor. Gb.6.8. memperlihatkan diagram blok dari kapasitor. Hubungan tegangan-arus kapasitor adalah V ( s) = (1 / sC ) I ( s) atau
I ( s) = ( sC )V ( s) . Kedua relasi memberikan diagram blok seperti ditunjukkan pada gambar.
1 sC
I(s) + V(s) −
I(s)
1 sC
V(s)
V(s)
sC
I(s)
Gb.6.8. Diagram blok kapasitor. Berbeda dengan resistor, kapasitor adalah elemen dinamik. Hubungan yang pertama mengambil peubah status, yaitu tegangan kapasitor, sebagai keluaran dan dapat ditulis sebagai V ( s ) = (1 / C )(1 / s) I ( s) dan diagram bloknya menjadi : I(s)→ →
1 1 → →V(s) C s
6-9
Di kawasan t hubungan tersebut adalah v(t ) = (1 / C ) itu blok
∫ idt . Oleh karena
1 disebut sebagai blok integrator. s
Induktor. Gb.6.9. memperlihatkan diagram blok dari induktor. Hubungan tegangan-arus induktor adalah V ( s ) = ( sL) I ( s ) atau I ( s ) = (1 / sL)V ( s ) . Kedua relasi memberikan diagram blok seperti ditunjukkan pada gambar.
sL
I(s)
I(s)
sL
V(s)
+ V(s) −
V(s)
1 sL
I(s)
Gb.6.9. Diagram blok induktor. Seperti halnya kapasitor, induktor adalah elemen dinamik. Hubungan yang kedua mengambil peubah status, yaitu arus induktor, sebagai keluaran dan dapat ditulis sebagai I ( s ) = (1 / L )(1 / s )V ( s ) . Dengan blok integrator diagram bloknya menjadi : V(s)→ →
1 1 → →I(s). L s
6.5.2. Pembentukan Diagram Blok Dalam contoh-contoh berikut ini kita akan melihat bagaimana diagram blok dibentuk. Kita menggabungkan pemahaman mengenai rangkaian listrik dengan pemahaman hubungan-hubungan sistem.
6-10
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
CO)TOH-6.1: Gambarkan diagram blok rangkaian-rangkaian berikut. I2(s)
I(s)
I2(s)
I(s)
I1(s) R1
R2
I2(s)
I(s)
I1(s) + V(s) −
sL
R1
I1(s) + V(s) −
R1
(b)
(a)
1 sC
+ V(s) −
(c)
Penyelesaian :
V (s) a). V ( s) = R2 I 2 ( s) = R2 [I ( s) − I1 ( s)] = R2 I ( s) − R1 Diagram blok rangkaian ini adalah: 1 R1
I(s) +
−
R2
V(s)
V (s) b). V ( s) = sLI 2 ( s) = sL[I ( s) − I1 ( s)] = sL I ( s) − R1 Diagram blok rangkaian ini adalah: 1 R1
I(s) + c). V ( s) =
−
sL
V(s)
1 1 I 2 ( s) = [I (s) − I1 ( s)] = 1 I ( s) − V (s) sC sC sC R1
Diagram blok rangkaian ini adalah: 1 R1
I(s) +
−
1 sC
V(s)
6-11
CO)TOH-6.2: Gambarkan diagram blok rangkaian-rangkaian berikut. I2(s)
I(s)
I2(s)
I(s)
I1(s) sL
R1
I1(s) + V(s) −
1 sC
(a)
R1
+ V(s) −
(b)
Penyelesaian :
V ( s) a). V ( s) = R1 I 2 ( s) = R1 [I ( s) − I1 ( s)] = R1 I ( s) − sL Diagram blok: 1 sL
−
I(s) +
R1
V(s)
b). V ( s) = R1 I 2 ( s) = R1 [I ( s) − I1 ( s)] = R1 [I ( s) − sC V ( s )] Diagram blok: sC I(s) +
−
R1
V(s)
Tegangan V(s) pada contoh 6.1.b. dan 6.1.c. haruslah identik dengan tegangan pada contoh 6.2. karena tegangan ini adalah tegangan pada hubungan paralel dari dua elemen. Walaupun demikian kita mendapatkan diagram blok yang berbeda pada kedua contoh tersebut. Kita akan menguji apakah kedua diagram blok tersebut identik dengan mencari fungsi alih masing-masing. Untuk itu kita akan memanfaatkan formulasi hubungan blok paralel. Untuk rangkaian R-L paralel di kedua contoh tersebut di atas kita peroleh :
6-12
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
1 R1
−
I(s) +
sL
V(s) H1 ( s ) =
1 sL
I(s) +
−
R1
sL sLR1 V (s) = = 1 + ( sL)(1 / R1) R1 + sL I ( s )
V(s) H 2 (s) =
R1 sLR1 V (s) = = 1 + ( R1 )(1 / sL) sL + R1 I ( s)
Untuk rangkaian R-C paralel kita peroleh : 1 R1
I(s) +
−
1 sC
V(s) H 3 ( s) =
1 / sC R1 / sC V (s) = = 1 + (1 / sC )(1 / R1) R1 + (1 / sC ) I ( s )
sC I(s) +
−
R1
V(s) H 4 (s) =
R1 R1 / sC V (s) = = 1 + ( R1)( sC ) (1 / sC ) + R1 I ( s)
Fungsi alih dari kedua hubungan paralel terserbut ternyata sama yang tidak lain adalah impedansi total rangkaian R-L dan R-C paralel. Jadi diagram blok yang diperoleh pada kedua contoh di atas adalah identik.
6-13
CO)TOH-6.3: Bangunlah diagram blok dari rangkaian listrik yang telah ditransformasikan ke kawasan s di bawah ini. I1(s)
I3(s)
I5(s)
V1(s) sL I2(s) 1
+ R 1 Vi (s) 1 − sC1
I4(s)
sC2
R2
+ Vo(s) −
Penyelesaian : Dalam membangun diagram blok rangkaian ini, kita akan menempuh langkah-langkah yang kita mulai dari tegangan keluaran dan mencari formulasinya secara berurut menuju ke arah masukan. Tegangan Vo(s) dapat dinyatakan sebagai R 2 I 5 ( s ) ataupun (1/sC2) I4(s). Kita ambil yang kedua. 1.
Vo (s) =
1 I 4 ( s) sC 2 1 sC2
I4(s)
2.
I 4 ( s ) = I3 ( s ) − I 5 ( s ) = I3 −
Vo(s)
1 Vo ( s ) R2 1 R2
I3(s)
3.
6-14
I 3 ( s) =
+
−
1 sC I4(s) 2
Vo(s)
1 [V1 ( s) − Vo (s)] sL
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
1 R2
− V1(s)
V1 ( s ) =
4.
1 + sL I (s) 3
− I4(s)
1 sC2
Vo(s)
1 1 [I1(s) − I3 (s)] I 2 (s) = sC1 sC1 1 R2
I1(s)
+ −
I1 ( s ) =
5.
Vi(s)
+
−
1 sC1
− V1(s)
1 sL
−
1 sC2 I3(s) I4(s)
+
Vo(s)
1 [Vi ( s) − V1 (s)] R1
1 + R1 I1(s)
−
− 1 sC1 V1(s)
1 R2
1 1 + − sL I (s) I4(s) sC2 3
Vo
Pada langkah ke-5 ini terbentuklah diagram blok yang kita cari. Walaupun diagram ini terlihat cukup rumit, tetapi sesungguhnya setiap blok menggambarkan peran dari setiap elemen. Perhatikan pula bahwa dalam diagram blok ini digunakan blok-blok integrator.
6.6. Reduksi Diagram Blok Dalam Contoh-6.3 kita melihat bagaimana diagram blok dibentuk. Diagram blok ini cukup panjang. Dengan menggunakan relasi-relasi ekivalensi sistem terhubung seri dan paralel kita dapat menyederhanakan diagram blok tersebut. Penyederhanaan diagram blok ini disebut reduksi diagram blok. Karena diagram blok ekivalen dengan persamaan rangkaian, maka penyederhanaan diagram blok akan menuju pada diperolehnya fungsi alih.
6-15
Selain ekivalensi seri dan paralel, dalam melakukan reduksi diagram blok kita memanfaatkan juga kaidah-kaidah pemindahan titik pencabangan sebagai berikut. Keluaran Y2(s) tidak akan berubah jika pemindahan titik pencabangannya ke depan melampaui blok H(s) diikuti dengan penambahan satu blok seri yang ekivalen dengan blok H(s). Keluaran Y3(s) tidak akan berubah jika pemindahan titik pencabangannya ke belakang melampauai blok H(s) diikuti dengan penambahan satu blok seri 1/H(s). Perhatikanlah Gb.6.10. Gambar b) diperoleh dengan jalan memindahkan titik pencabangan di gambar a). Pencabangan keluaran Y2(s) di pindah ke depan melewati blok H(s) dan pencabangan keluaran Y3(s) ke belakang melewati blok H(s). Y2(s) H(s)
X(s)
Y1(s)
a).
Y3(s) H(s)
Y2(s) Y1(s)
H(s)
X(s)
1 H (s)
b).
Y3(s)
Gb.6.10. Pemindahan titik pencabangan.
CO)TOH-6.4: Lakukanlah reduksi pada diagram blok berikut ini. 1 Vi(s)
6-16
+
−
2
+ −
1 s
−
1 s
+
−
1 s
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Vo(s)
Penyelesaian : 1.
Hubungan paralel dari blok 1 dan dengan H 1 ( s ) =
1 dapat digantikan s
1 1/ s = s +1 1 + (1)(1 / s)
sehingga diagram blok
menjadi:
Vi(s 2.
+
− 2
−
1 s
+ −
1 A s
1 s +1
Vo(s
Titik pencabangan A dapat dipindahkan ke belakang dan terjadi hubungan seri
1 s
dan
1 s +1
yang dapat diganti dengan
1 . s ( s + 1)
Diagram blok menjadi :
+ Vi(s)
− 2
+ −
−
1 s
1 s ( s + 1)
Vo(s)
s+1
3.
Umpan balik langsung dari Vo(s) pada blok
1 s ( s + 1)
sama
dengan memparalel blok ini dengan blok 1 walaupun tidak tergambarkan dalam diagram. Hubungan paralel ini dapat diganti dengan H 2 ( s) =
1 1 / s( s + 1) = . s( s + 1) + 1 1 + (1){1 / s( s + 1)}
Diagram blok menjadi
6-17
−
+ Vi(s)
1 s
+
2
−
1 s ( s + 1) + 1
B
Vo(s)
s+1 1.
Titik pencabangan B dapat dipindahkan ke belakang yang akan menyebabkan terjadinya hubungan seri antara blok
1 1 dan yang dapat diganti dengan s s( s + 1) + 1 1 2
s ( s + 1) + s Diagram blok menjadi :
s ( s + 1) + 1
Vi(s)
+
−
1
+
2
Vo(s)
s 2 ( s + 1) + s
−
s+1
5. Selanjutnya s + 1 paralel dengan
H 3 (s) =
1 2
s ( s + 1) + s
1 ( s 2 ( s + 1) + s) 2
1 + ( s + 1) ( s ( s + 1) + s)
=
1 2
( s (s + 1) + s) + ( s + 1)
1 3
2
s + s + 2s + 1 dan H3(s) seri dengan 2 sehingga diagram blok menjadi :
6-18
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
=
s ( s + 1) + 1
Vi(s)
−
+
2 3
Vo(s)
2
s + s + 2s + 1
6. Diagram blok paralel terakhir ini memberikan
H 4 (s) =
2 /( s 3 + s 2 + 2s + 1) 2
3
2
1 + 2( s + s + 1) /( s + s + 2s + 1)
=
2 3
2
s + 3s + 4s + 3
dan diagram blok menjadi Vi(s)
2 3
2
s + 3s + 4 s + 3
Vo(s)
Reduksi diagram blok pada akhirnya akan memberikan fungsi alih dari sistem yaitu H4(s).
6.7. Sub-Sistem Statis dan Dinamis Perhatikanlah bahwa dalam diagram blok yang diperoleh pada contoh 6.3. terdapat blok-blok yang berisi nilai konstan dan ada yang berisi fungsi s atau lebih tepat blok yang menggambarkan fungsi alih bernilai konstan dan blok yang menggambarkan fungsi alih yang merupakan fungsi dari peubah Laplace s. Blok yang berisi nilai konstan berasal dari elemen statis resistor, dan yang berisi fungsi s berasal dari elemen dinamik C ataupun L. Suatu sub-sistem disebut dinamis jika fungsi transfernya merupakan fungsi peubah Laplace s. Jika fungsi alihnya bernilai konstan (gain kontan) maka sub-sistem itu disebut statis.
6.8. Diagram Blok Integrator Suatu diagram blok yang seluruh blok-blok dinamisnya berupa blok integrator disebut diagram blok integrator. Sebagaimana telah dibahas, blok integrator berasal dari elemen dinamik apabila kita mengambil peubah status sebagai keluaran. Untuk kapasitor V ( s) = (1 / C )(1 / s) I ( s) dan untuk induktor I ( s) = (1 / L)(1 / s)V ( s) . Pembentukan diagram blok integrator dari suatu fungsi alih dapat dilakukan karena fungsi alih H(s) yang berbentuk rasio polinomial dapat kita uraikan menjadi suku-suku : 6-19
H (s) = K
( s − z1 )( s − z 2 ) L ( s − z m ) ( s − p1 )(s − p 2 ) L ( s − p n ) =
kn k1 k2 + +L+ ( s − p1 ) ( s − p 2 ) (s − p n )
Hal ini telah kita lihat pada waktu kita membahas transformasi Laplace. a Selanjutnya, setiap suku dari fungsi alih H(s) yang berbentuk s+b a b(1 / s) yang diagram bloknya merupakan dapat ditulis sebagai b 1 + b(1 / s) hubungan seri antara blok statis
a b
dengan blok berumpan balik
1 s
yang jalur umpan-balik-nya berisi blok statis b . Dengan demikian maka diagram blok dari H(s) dapat dibuat hanya terdiri dari blok statis dan blok integrator saja.
6-20
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Soal-Soal 1. Susunlah diagram blok dari rangkaian-rangkaian berikut, lakukan reduksi diagram blok, tentukan fungsi alihnya. + vin 10Ω a).
10Ω
−
+ 1H vo vin + − − b).
100m 1kΩ 1kΩ vin + 1kΩ − 1µF c).
iin
5mH
g).
10k Ω 1kΩ
+ vo −
+ vo −
1kΩ
2µF
5kΩ
+ vo −
1kΩ 1µF
1kΩ
f).
+ 1kΩvo −
1kΩ 1µF
1kΩ + vin 1µF − 10µ F e).
+ vo −
0.1H
iin
1µF
2. Lakukan reduksi diagram blok dan carilah fungsi alih dari diagram blok berikut.
X (s)
+ −
1 s
+ +
Y(s)
k
a). X(s) + b).
10
1 s
1 s
Y(s)
ω2 6-21
X(s) 1 s +1
c).
+
Y(s)
−
s+2 X(s) + + − −
1 s
1 s
+ +
Y(s)
3 4
1 s
c). X(s) + −
1 s
+ −
+ +
Y(s)
3
1 s
+ − 4
d). X(s)+ −
1 s
1 + s −
1 s
+ +
Y(s)
4
1 s
+ − 5
e).
6-22
Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
6-23