7/23/2013
Isi Kuliah: Sudaryatno Sudirham
1. Pendahuluan 2. Besaran Listrik dan Peubah Sinyal 3. Model Sinyal 4. Model Piranti 5. Hukum-Hukum Dasar 6. Kaidah-Kaidah Rangkaian 7. Teorema Rangkaian 8. Metoda Analisis 9. Aplikasi Pada Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah) 10. Aplikasi Pada Rangkaian Pemroses Sinyal (Dioda & OpAmp) 11. Analisis Transien Rangkaian Orde-1 12. Analisis Transien Rangkaian Orde-2
Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan Waktu
2
1
Pembahasan Analisis Rangkaian Listrik Mencakup
Analisis di Kawasan Waktu
Analisis di Kawasan Fasor
Analisis di Kawasan s (Transf. Laplace)
Sinyal Sinus & Bukan Sinus
Sinyal Sinus
Sinyal Sinus & Bukan Sinus
Keadaan Mantap Keadaan Transien
3
Keadaan Mantap
Keadaan Mantap Keadaan Transien
4
1
7/23/2013
Penyediaan Energi Listrik Banyak kebutuhan manusia, seperti: Sandang Pangan Papan Kesehatan Keamanan Energi Informasi Pendidikan Waktu Senggang dll.
Energi yang dibutuhkan manusia tersedia di alam, tidak selalu dalam bentuk yang dibutuhkan Energi di alam terkandung dalam berbagai bentuk sumber energi primer: • • • • • • • •
Sajian pelajaran ini terutama terkait pada upaya pemenuhan kebutuhan energi dan informasi
air terjun, batubara, minyak bumi, panas bumi, sinar matahari, angin, gelombang laut, dan lainnya.
sumber energi juga tidak selalu berada di tempat ia dibutuhkan 5
6
Diperlukan konversi (pengubahan bentuk) energi. Energi di alam yang biasanya berbentuk non listrik, dikonversikan menjadi energi listrik.
Penyediaan energi listrik dilakukan melalui serangkaian tahapan:
Energi listrik dapat dengan lebih mudah • disalurkan • didistribusikan • dikendalikan
Berikut ini kita lihat salah satu contoh, mulai dari pengubahan energi, penyaluran, sampai pendistribusian ke tempat-tempat yang memerlukan
Di tempat tujuan ia kemudian dikonversikan kembali ke dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan, energi • • • •
mekanis, panas, cahaya, kimia.
7
8
2
7/23/2013
Penyediaan Informasi energi listrik ditransmisikan
energi kimia diubah menjadi energi panas
pengguna tegangan tinggi
• informasi ada dalam berbagai bentuk • tersedia di di berbagai tempat • tidak selalu berada di tempat di mana ia dibutuhkan
energi panas diubah menjadi energi mekanis
Berbagai bentuk informasi dikonversikan ke dalam bentuk sinyal listrik Sinyal listrik disalurkan ke tempat ia dibutuhkan GENERATOR
BOILER TURBIN
TRANSFORMATOR
energi mekanis diubah menjadi energi listrik
energi listrik diubah menjadi energi listrik pada tegangan yang lebih tinggi
Sampai di tempat tujuan sinyal listrik dikonversikan kembali ke dalam bentuk yang dapati ditangkap oleh indera manusia ataupun dimanfaatkan untuk suatu keperluan lain (pengendalian misalnya).
GARDU DISTRIBUSI
pengguna tegangan menengah pengguna tegangan rendah
9
10
11
12
Penyediaan Informasi Jika dalam penyediaan energi kita memerlukan mesin-mesin besar untuk mengubah energi yang tersedia di alam menjadi energi listrik, dalam penyediaan informasi kita memerlukan rangkaian elektronika untuk mengubah informasi menjadi sinyal-sinyal listrik agar dapat dikirimkan dan didistribusikan untuk berbagai keperluan.
3
7/23/2013
Untuk mempelajari perilaku suatu rangkaian listrik kita melakukan analisis rangkaian listrik
Pemrosesan Energi dan Pemrosesan Informasi
•
dilaksanakan dengan memanfaatkan rangkaian listrik
• •
Rangkaian listrik merupakan interkoneksi berbagai piranti yang secara bersama melaksanakan tugas tertentu
Untuk keperluan analisis: rangkaian listrik dipindahkan ke atas kertas dalam bentuk gambar. piranti-piranti dalam rangkaian listrik dinyatakan dengan menggunakan simbol-simbol untuk membedakan dengan piranti yang nyata, simbol ini kita sebut elemen
Gambar rangkaian listrik disebut diagram rangkaian,
13
+ −
14
Struktur Dasar Rangkaian Listrik
Piranti
Perubahan besaran fisis yang terjadi dalam rangkaian kita nyatakan dengan model matematis yang kita sebut model sinyal
Struktur suatu rangkaian listrik pada dasarnya terdiri dari tiga bagian, yaitu Sumber Saluran Beban
Elemen (Simbol Piranti)
Perilaku piranti kita nyatakan dengan model matematis yang kita sebut model piranti
15
16
4
7/23/2013
Dalam kenyataan, rangkaian listrik tidaklah sederhana
+ −
Jaringan listrik perlu dilindungi dari berbagai kejadian tidak normal yang dapat menyebabkan kerusakan piranti. Jaringan perlu sistem proteksi untuk mencegah kerusakan
Bagian yang aktif memberikan daya (sumber)
Penyalur daya
Bagian yang pasif menyerap daya (beban)
Jaringan listrik juga memerlukan sistem pengendali untuk mengatur aliran energi ke beban.
17
18
Keadaan transien
+ − + − Pada jaringan penyalur energi listrik, sumber mengeluarkan daya sesuai dengan permintaan beban. Saluran energi juga menyerap daya. Kondisi operasi rangkaian tidak selalu mantap. Pada rangkaian penyalur informasi, daya sumber terbatas. Oleh karena itu alih daya ke beban perlu diusahakan semaksimal mungkin.
Pada waktu-waktu tertentu bisa terjadi keadaan peralihan atau
keadaan transien Misal: pada waktu penutupan saklar
Alih daya ke beban akan maksimal jika tercapai matching (kesesuaian) antara sumber dan beban.
19
20
5
7/23/2013
Hukum Ohm Hukum Kirchhoff
Landasan Untuk Melakukan Analisis Untuk melakukan analisis rangkaian kita memerlukan pengetahuan dasar sebagai pendukung. Pengetahuan dasar yang kita perlukan ada empat kelompok.
Hukum-Hukum Rangkaian Kaidah-Kaidah Rangkaian Teorema Rangkaian Metoda-Metoda Analisis Proporsionalitas Superposisi Thevenin Norton Substitusi Milmann Tellegen Alih Daya Maksimum
Rangkaian Ekivalen Kaidah Pembagi Tegangan Kaidah Pembagi arus Transformasi Sumber
Metoda Analisis Dasar: Reduksi Rangkaian Unit Output Superposisi Rangkaian Ekivalen Thevenin Rangkaian Ekivalen Norton
Metoda Analisis Umum: Metoda Tegangan Simpul Metoda Arus Mesh
21
22
Dua besaran fisika yang menjadi besaran dasar dalam kelistrikan adalah Muatan [satuan: coulomb]
Energi [satuan: joule]
Akan tetapi kedua besaran dasar ini tidak dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis Yang dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis adalah arus
tegangan
daya
ketiga besaran ini mudah diukur sehingga sesuai dengan praktik engineering dan akan kita pelajari lebih lanjut
23
24
6
7/23/2013
v(t)
Sinyal Waktu Kontinyu & Sinyal Waktu Diskrit
Sinyal waktu kontinyu (sinyal analog)
Sinyal listrik pada umumnya merupakan fungsi waktu, t, dan dapat kita bedakan dalam dua macam bentuk sinyal yaitu sinyal waktu kontinyu atau sinyal analog sinyal waktu diskrit
0
v(t) 0
Sinyal waktu diskrit Sinyal waktu diskrit mempunyai nilai hanya pada t tertentu yaitu tn dengan tn mengambil nilai dari satu set bilangan bulat
t
t
Sinyal waktu kontinyu mempunyai nilai untuk setiap t dan t sendiri mengambil nilai dari satu set bilangan riil Dalam pelajaran ini kita akan mempelajari rangkaian dengan sinyal waktu kontinyu atau sinyal analog, dan rangkaiannya kita sebut rangkaian analog. Rangkaian dengan sinyal diskrit akan kita pelajari tersendiri.
25
26
Peubah Sinyal Arus
Besaran yang dilibatkan langsung dalam pekerjaan analisis disebut arus dengan simbol: i satuan: ampere [ A ] (coulomb/detik)
Simbol: i, Satuan: ampere [ A ]
peubah sinyal yaitu:
Arus adalah laju perubahan muatan: tegangan dengan simbol: v satuan: volt [ V ] (joule/coulomb)
i= daya dengan simbol: p satuan: watt [ W ] (joule/detik)
dq dt
Apabila melalui satu piranti mengalir muatan sebanyak 1 coulomb setiap detiknya, maka arus yang mengalir melalui piranti tersebut adalah 1 ampere 1 ampere = 1 coulomb per detik
Tiga peubah sinyal ini tetap kita sebut sebagai sinyal, baik untuk rangkaian yang bertugas melakukan pemrosesan energi maupun pemrosesan sinyal. 27
28
7
7/23/2013
Tegangan Simbol: v
Daya
Satuan: volt [ V ]
Simbol: p,
Satuan: watt [ W ]
Daya adalah laju perubahan energi:
Tegangan adalah energi per satuan muatan:
p=
dw v= dq
dw dt
Apabila suatu piranti menyerap energi sebesar 1 joule setiap detiknya, maka piranti tersebut menyerap daya 1 watt
Apabila untuk memindahkan 1 satuan muatan dari satu titik ke titik yang lain diperlukan energi 1 joule, maka beda tegangan antara dua titik tersebut adalah 1 volt
1 watt = 1 joule per detik p=
1 volt = 1 joule per coulomb
dw dw dq = = vi dt dq dt
29
Konvensi Pasif:
Referensi Sinyal Perhitungan-perhitungan dalam analisis bisa menghasilkan bilangan positif ataupun negatif, tergantung dari pemilihan referensi sinyal
Referensi tegangan dinyatakan dengan tanda “+” dan “−” di ujung simbol piranti;
tegangan diukur antara dua ujung piranti
+
piranti
30
+
piranti
−
Arah arus digambarkan masuk ke elemen pada titik yang bertanda “+”.
−
arus melewati piranti
31
32
8
7/23/2013
Titik Referensi Tegangan Umum Referensi tegangan dinyatakan dengan tanda “+” dan “−” di ujung simbol piranti; ujung dengan tanda “+” dianggap memiliki tegangan (potensial) lebih tinggi dibanding ujung yang bertanda “−”. Jika dalam perhitungan diperoleh angka negatif, hal itu berarti tegangan piranti dalam rangkaian sesungguhnya lebih tinggi pada ujung yang bertanda “−”.
Suatu simpul (titik hubung dua atau lebih piranti) dapat dipilih sebagai titik referensi tegangan umum dan diberi simbol “pentanahan”. Titik ini dianggap memiliki tegangan nol. Tegangan simpul-simpul yang lain dapat dinyatakan relatif terhadap referensi umum ini. referensi arus
Referensi arus dinyatakan dengan anak panah. Arah anak panah dianggap menunjukkan arah positif arus. Jika dalam perhitungan diperoleh angka negatif, hal itu berarti arus pada piranti dalam rangkaian sesungguhnya berlawanan dengan arah referensi.
i2
A
i1
1
B
2 + v1 −
+ v2 −
+ v3 3 − G
referensi tegangan piranti
i3
referensi tegangan umum (ground)
33
Muatan
Dengan konvensi pasif ini maka: daya positif berarti piranti menyerap daya daya negatif berarti piranti memberikan daya
Simbol: q
v [V]
i [A]
A
12
5
B
24
-3
C
12
D E
menerima/ memberi daya
Arus
72 -4
24
p [W]
Satuan: coulomb [ C ] Muatan, yang tidak dilibatkan langsung dalam analisis, diperoleh dari arus
(isilah kotak yang kosong) Piranti
34
i=
dq dt
Muatan
96
q=
t2
∫t
idt
1
72
35
36
9
7/23/2013
CONTOH: Tegangan pada suatu piranti adalah 12 V (konstan) dan arus yang mengalir padanya adalah 100 mA. a). Berapakah daya yang diserap ? b). Berapakah energi yang diserap selama 8 jam? c). Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti tersebut selama 8 jam itu?
Energi Simbol: w Satuan: joule [ J ]
Daya
p=
a). p = vi = 12 × 100 × 10 −3 = 1,2 W
+ v = 12 V −
Energi, yang tidak dilibatkan langsung dalam analisis, diperoleh dari daya
b).
piranti
p [W] 1,2
i = 100 mA
dw dt
0
w=
t2
∫t
pdt =
1
Energi
w=
t2
∫t
100
1
0
q=
∫0
8
t [ jam ]
8
1,2dt = 1,2t 0 = 1,2(8 − 0) = 9,6 Wh
Ini adalah luas bidang yang dibatasi oleh garis p = 1,2 W, dan t antara 0 dan 8 jam
c). i [mA]
pdt
8
8 t2
∫t
idt =
1
8
t [ jam]
∫0 100 ×10
−3
Ini adalah luas bidang yang dibatasi oleh garis i = 100 mA , dan t antara 0 dan 8 jam
dt = 100 × 10 −3 t
8 0
= 0,1(8 − 0) = 0,8 Ah
37
38
CONTOH: Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan 200V (konstan). Berapakah besar arus yang mengalir dan berapakah energi yang diserap selama 8 jam ? CONTOH: Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai i(t) = 0,05t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
+ v = 200 V − piranti
i=
i=? p = 100 W
w=
t2
∫t
1
8
∫0
p 100 = = 0,5 A v 200
q=
5
5
∫0 idt = ∫0 0,05tdt =
5
0,05 2 1,25 t = = 0,625 coulomb 2 2 0
8
pdt = 100dt = 100t 0 = 800 Wh = 0,8 kWH
39
40
10
7/23/2013
CONTOH: Tegangan pada suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai v = 220cos400t dan arus yang mengalir adalah i = 5cos400t A. a). Bagaimanakah variasi daya terhadap waktu ? b). Berapakah nilai daya maksimum dan daya minimum ?
CONTOH: Tegangan pada suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai v = 220cos400t V dan arus yang mengalir adalah i = 5sin400t A. a). Bagaimanakah variasi daya terhadap waktu ? b). Tunjukkan bahwa piranti ini menyerap daya pada suatu selang waktu tertentu dan memberikan daya pada selang waktu yang lain. c). Berapakah daya maksimum yang diserap ? d). Berapa daya maksimum yang diberikan ?
a). p = v × i = 220 cos 400t × 5 cos 400t = 1100 cos 2 400t W = 550(1 + cos 800t ) = 550 + 550 cos 800t W
a). p = 220 cos 400t × 5 sin 400t = 1100 sin 400t cos 400t = 550 sin 800t W
1200 1000
b). daya merupakan fungsi sinus. Selama setengah perioda daya bernilai posisitif dan selama setengah perioda berikutnya ia bernilai negatif. Jika pada waktu daya bernilai positif mempunyai arti bahwa piranti menyerap daya, maka pada waktu bernilai negatif berarti piranti memberikan daya
800 600 400 200
c). pmaks diserap = 550 W
0 -200
0
100
200
300
400
500
600
700
800
b). Nilai daya : pmaksimum = 550 + 550 = 1100 W
d). pmaks
pminimum = 550 − 550 = 0 W
diberikan
= 550 W
41
42
Pernyataan Sinyal
Sinyal kausal, berawal di t = 0 perioda
Kita mengenal berbagai pernyataan tentang sinyal
v(t)
v(t) t
0
Sinyal periodik & Sinyal Aperiodik Sinyal Kausal & Non-Kausal Nilai sesaat Amplitudo Nilai amplitudo puncak ke puncak (peak to peak value) Nilai puncak Nilai rata-rata Nilai efektif ( nilai rms ; rms value)
t
0 aperiodik
periodik
Sinyal non-kausal, berawal di t = − ∞ v(t)
v(t) 0
43
t
0
t
44
11
7/23/2013
Nilai-Nilai Sinyal Perioda dan Amplitudo Sinyal Nilai sesaat yaitu nilai sinyal pada saat tertentu
Selang waktu dimana sinyal akan berulang disebut
Sinyal periodik Sinyal ini berulang secara periodik v(t) setiap selang waktu tertentu
perioda
Nilai puncak atau amplitudo maksimum
v(t) t3 0
t
t1 t2
Amplitudo minimum
t
0
amplitudo puncak ke puncak
45
Nilai Rata-Rata Sinyal Definisi:
46
Nilai efektif (rms)
Vrr =
1 T
∫
t 0 +T
Definisi:
v( x) dx
t0
1 T
t 0 +T
∫ [v(t )]
2
dt
t0
Akar dari integral kuadrat sinyal selama satu perioda yang dibagi oleh perioda
Integral sinyal selama satu perioda dibagi perioda
CONTOH: nilai efektif dari sinyal pada contoh sebelumnya
CONTOH: v
V rms =
v
T
62
T
62 = 36
= 36
6V
6V 0 1 2 3 4 5 6 7 8 t
t
0 −4V
(−4)2 = 16
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 3 1 2 v(t )dt = 6dt 3 0 3 0 1 2 1 = (6t ) 0 = (12 − 0) = 4 V 3 3
Vrr =
∫
∫
∫
{
}
∫
t
0
3 1 3 1 2 v(t )dt = 6dt − 6dt 2 3 0 3 0 1 2 3 = (6t ) 0 − (6t ) 2 = 4 − 2 = 2 V 3
Vrr =
∫
0 1 2 3 4 5 6 7 8 t 2
Vrms =
1 2 6 dt = 3
∫ 0
47
1 (36t ) 20 = 3
72 V 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Vrms =
3 2 1 2 6 dt + 42 dt = 3 2 0
∫
∫
1 (72 + 16 ) = 3
88 V 3 48
12
7/23/2013
CONTOH: Tentukanlah nilai, tegangan puncak (Vp), tegangan puncakpuncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini.
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncakpuncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini. 6V
6V
t
0 0
1
2
3 4 5
6
7 8 t
−4V 1
Vp = 6 V
;
1 Vrr = 3
∫0
Vrms =
1 3
2
V pp = 6 V
T = 3s
;
Vp = 6 V
3 1 6dt + 0dt = (6 × 2 + 0) = 4 V 2 3
∫
2 2
∫0 6
dt +
3 2
∫2 0
1 dt = (36 × 2 + 0) = 4,9 V 3
2
3 4
5
6 7
V pp = 10 V
;
9
T = 3s
1 Vrr = 3
∫0 6dt + ∫2− 4dt = 3 (6 × 2 − 4 ×1) = 2,66 V
Vrms =
3 1 2 2 1 6 dt + (−4) 2 dt = (36 × 2 + 16 ×1) = 5,42 V 2 3 0 3
2
;
8
3
∫
1
∫
49
50
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda, tegangan rata-rata, dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan sinus ini
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini
v 1
v
v = sin ωt V
6V t
0 1
2
3
4
5
Vrr =
V pp = 6 V
;
1 3tdt + 4 0
Vrms =
∫
2
;
6 7
∫
T = 4s
∫
∫
2π
4π
ωt
T = 2π ; Vrr = 0 V
1 sin 2 ωtdωt 2π
∫
1 = sin x + cos x 2
2
d (sin x cos x ) = 2 sin 2 x dx dx − d (sin x cos x ) ⇒ = sin 2 xdx 2
1−
⇒
∫
dx − d (sin x cos x ) = sin 2 xdx 2
∫
4
Vrms =
3 4 1 2 2 9t dt + (6 − 6(t − 2)) 2 dt + 0 2 dt = 3,0 V 2 3 4 0
∫
V pp = 2 V;
00
d sin x cos x = − sin 2 x + cos 2 x dx
1 6×3 (6 − 6(t − 2))dt + 0dt = = 2,25 V 2 3 4 2 3
Vp = 1V ;
-1 Vrms =
Vp = 6 V
T
∫
= 51
1 sin 2 ωtdωt = 2π
∫
2π
1 ωt 1 × − sin ωt cos ωt 2π 2 2 0
1 2π 1 1 × − (0 − 0) = V 2π 2 2 2 52
13
7/23/2013
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini
v = sin ωt V
v
v
1
1
v = sin ωt V T
Vp = 1 V ; Vrr =
CONTOH: Tentukanlah nilai tegangan puncak (Vp), tegangan puncak-puncak (Vpp), perioda (T), tegangan rata-rata (Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan berikut ini
V pp = 1 V;
ωt
T =2π
Vp = 1 V ;
T = 2π ;
π
1 1 1 1 π sin ωtdωt = × (cos ωt ) 0 = × (−1 + 1) = 2π 0 2π 2π π
Vrms = =
∫
1 π 2 sin ωtdωt = 2π 0
∫
Vrr =
Vrms =
1 π 1 1 × − (0 − 0) = V 2π 2 2 2
T = 2π ;
1 1 π 1 1 2 π × (−1 + 1) = V sin ωtdωt = sin ωtdωt = × (cos ωt ) 0 = π 0 π π 2π 0 2π
π
1 ωt 1 × − sin ωt cos ωt 2π 2 2 0
V pp = 1 V;
∫
2π
ωt
∫
π 1 2π 2 1 π 2 1 ωt 1 sin ωtdωt = 2 × sin ωtdωt = 2 × × − sin ωt cos ωt 2π 0 π 0 π 2 2 0
∫
∫
1 π 1 = 2 × × − (0 − 0 ) = 1 V π 2 2 53
54
Bentuk gelombang sinyal adalah suatu persamaan atau suatu grafik yang menyatakan sinyal sebagai fungsi dari waktu. Ada dua macam bentuk gelombang, yaitu:
3. Model Sinyal
Bentuk Gelombang Dasar
Bentuk Gelombang Komposit
Hanya ada 3 macam bentuk gelombang dasar yaitu:
Bentuk gelombang komposit merupakan kombinasi (penjumlahan, pengurangan, perkalian) dari bentuk gelombang dasar.
Anak tangga (step) Eksponensial Sinus
55
56
14
7/23/2013
Bentuk Gelombang Dasar Contoh Bentuk Gelombang Komposit
Tiga Bentuk Gelombang Dasar
Fungsi Anak-Tangga ( Fungsi Step ) v
v
v
00
t
t20
0
Anak tangga
v = u (t ) = 0 untuk t < 0
1
v
1,2
1,2
00 0
0
t20
t
-1,2
-1,2
Sinus teredam
Eksponensial ganda
= 1 untuk t ≥ 0
VA
v
1,2
0 0
20
-1,2
v
t
Sinus
v
v
0
0
0
t
v
v
0
0
0
20
Eksponensial
Gigi gergaji
t
t
= V A untuk t ≥ 0
t VA
v
Gelombang persegi
1,2
0
0
t
Deretan pulsa
0
t
Amplitudo = VA Muncul pada t = Ts Atau tergeser positif sebesar Ts
v1 (t ) = 5e −t / 2u (t ) V
10
Amplitudo = VA τ : konstanta waktu
Konstanta waktu = 2
v [V] 5
0.368VA
v2
v2 (t ) = 10e −t / 2u (t ) V
v3
Konstanta waktu = 2
v1
2
3
4
58
Contoh
v VA
1
Muncul pada t = 0
= V A untuk t ≥ Ts
t
Ts
Segi tiga
Bentuk Gelombang Eksponensial
0
Amplitudo = VA
v = V Au (t − Ts ) = 0 untuk t < 0
57
v = [V A e − t / τ ] u (t )
Muncul pada t = 0
v = V A u (t ) = 0 untuk t < 0
v
Amplitudo = 1
0
5 t /τ
Pada t = τ sinyal sudah menurun sampai 36,8 % VA.
0
5
t [detik]
10
v3 (t ) = 10e −t / 4u (t ) V Konstanta waktu = 4
Pada t = 5τ sinyal telah menurun sampai 0,00674VA , kurang dari 1% VA.
Makin besar konstanta waktu, makin lambat gelombang menurun
Kita definisikan durasi (lama berlangsungnya) suatu sinyal eksponensial adalah 5τ. Makin besar konstanta waktu, makin lambat sinyal menurun.
59
60
15
7/23/2013
Bentuk Gelombang Komposit
Gelombang Sinus v T0
VA
0
Fungsi Impuls
T0
v V1,2A 0 0
t
- 2
−VA
-2
−V-1,2A
-1,2
( Nilai puncak pertama terjadi pada t = 0 )
dengan φ = 2 π
v = V A cos[ 2π t / To − φ]
Karena frekuensi siklus f 0 =
Dipandang sebagai terdiri dari dua gelombang anak tangga
( Nilai puncak pertama terjadi pada t = TS )
Dapat ditulis
1 T0
maka
2π dan frekuensi sudut ω 0 = 2 π f 0 = T0
A
0
T1
t
TS
v = V A cos[2π(t − Ts ) / To ]
v = VA cos(2π t / To)
v
v
t T2
A v = Au (t − T1 )
Ts (sudut fasa) T0
0
Muncul pada t = T1
t T1
T2
v = − Au (t − T2 )
−A
v = V A cos[ 2 π f 0 t − φ ] atau v = V A cos[ ω 0 t − φ ]
Muncul pada t = T2
v = Au (t − T1 ) − Au (t − T2 ) 61
Impuls Satuan
Fungsi Ramp
v Impuls simetris thd sumbu tegak dengan lebar impuls diperkecil namun dipertahankan luas tetap 1
Impuls simetris thd sumbu tegak
62
v
Amplitudo ramp berubah secara linier Ramp muncul pada t = 0
r(t)
Luas = 1
v(t ) = r (t ) = t u (t )
0
δ(t) t 0
0
t
Kemiringan = 1
Fungsi Ramp Tergeser
Lebar impuls terus diperkecil sehingga menjadi impuls satuan dengan definisi:
v
t
r
v = δ(t ) = 0
untuk t ≠ 0
r(t)
=1
untuk t = 0
t
ramp berubah secara linier muncul pada t = T0
r (t ) = K (t − T0 ) u (t − T0 )
0 T0 Kemiringan fungsi ramp 63
Pergeseran sebesar T0 64
16
7/23/2013
Sinus Teredam
(
CONTOH: (bentuk gelombang anak tangga dan kompositnya)
)
v = sin(ωt ) VAe−t / τ u (t ) = VA sinωt e
−t / τ
u (t )
VA
Maksimum pertama fungsi sinus < VA
v
v1
a).
v1 = 4 u(t) V
v2
b).
1 2 3 4 5
4V
0
t
0.5
0 Faktor yang menyebabkan penurunan secara eksponensial
v2 = −3 u(t−2) V
0 0
Fungsi sinus beramplitudo 1
−3V
t
5
10
15
20 t 25
c).
v3
-0.5
1V 0
Fungsi eksponensial beramplitudo VA
v3
v3 = 4u(t)−3u(t−2) V
4V
t 1 2 3 4 5
4V
dipandang sebagai tersusun dari dua gelombang anak tangga
va = 4u(t) V
0
t 1 2 3 4 5 v = −3u(t−2) V b
65
66
CONTOH: (fungsi ramp dan kompositnya) a). v1
Dipandang sebagai tersusun dari tiga gelombang anak tangga
d). v4 v = 4u(t)−7u(t−2)+3u(t−5) V 4 4V 0 −3V
t 1 2 3 4 5 6
v4
4V
va = 4u(t) V
4V
0
vc = 3u(t−5) V t 0 1 2 3 4 5 6
b).
v2 0
t 1 2 3 4 5 6
t 1 2 3 4 5 6
−4V −2(t−2) u(t−2) V
2tu(t) V
c). −7V
v1 = 2t u(t) V
v3 4V
vb = −7u(t−2) V
0
2tu(t) − 2(t−2) u(t−2) V
t 1 2 3 4 5 6
Dipandang sebagai tersusun dari dua fungsi ramp
v3 4V 0
t 1 2 3 4 5 6 − 2(t−2) u(t−2) V
67
68
17
7/23/2013
CONTOH: (fungsi ramp dan kompositnya) d). v4
v4 4V
4V t
0
1 2 3 4 5 6
0
2tu(t) V
v5
0
2tu(t) − 2(t−2)u(t−2) − 4u(t−5)
00
t
f).
v1 v2 t [detik] 0
0
0.1 0.1
0.2 0.2
0.3 0.3
0.4 0.4
-5 -5
− 2(t−2) u(t−2) V
-10 -10
sinus v1 = 10 cos(50(t − 0,020) ) u (t ) V
v6 4V
2tu(t) − 2(t−2)u(t−2) − 4u(t−2)
t 1 2 3 4 5 6
10 10 V5 5
2tu(t) − 2(t−2) u(t−2) V
1 2 3 4 5 6
2tu(t) − 4(t−2)u(t-2) V
e). 4V
CONTOH: sinus teredam
sinus teredam v2 = 10 cos(50(t − 0,020) ) e
− t / 0,1
u (t ) V
yang dapat diabaikan nilainya pada t > 0,5 detik
t 1 2 3 4 5 6
69
Spektrum Sinyal
70
Contoh : Susunan sinyal sinus yang membentuk Gelombang Persegi
Suatu sinyal periodik dapat diuraikan atas komponen-komponen penyusunnya. Komponen-komponen penyusun tersebut merupakan sinyal sinus. Kita juga dapat menyatakan sebaliknya, yaitu susunan sinyalsinyal sinus akan membentuk suatu sinyal periodik. Komponen sinus dengan frekuensi paling rendah disebut komponen sinus dasar, sedang komponen sinus dengan frekuensi lebih tinggi disebut komponen-komponen harmonisa.
sinus dasar
sin dasar + harmonisa 3 sin dasar + harmonisa 3 + 5
Komponen harmonisa memiliki frekuensi yang merupakan kelipatan bulat dari frekuensi sinus dasar. Jika sinus dasar memiliki frekuensi f0, maka harmonisa ke-3 mempunyai frekuensi 3f0, harmonisa ke-7 memiliki frekuensi 7f0, dst. Berikut ini adalah suatu contoh penjumlahan sinyal sinus yang akhirnya membentuk gelombang persegi. sin dasar + harmonisa 3 + 5 + 7 71
sin dasar + harmonisa 3 s/d 21 72
18
7/23/2013
Berikut ini kita melihat suatu penjumlahan sinyal sinus yang kemudian kita analisis komponen per komponen.
Uraian:
0
f0
2 f0
4 f0
Amplitudo (V)
10
30
15
7,5
Sudut fasa
−
0°
−90°
180°
180
30
90
Sudut Fasa [ o ]
Amplitudo [ V ]
Sinyal: v = 10 + 30 cos(2πf 0t ) + 15 sin (2π(2 f 0 )t ) − 7,5 cos(2π(4 f 0 )t ) Frekuensi
Spektrum Sudut Fasa
Spektrum Amplitudo 40
20 10
0 0
1
2
3
4
5
-90
0 0
1
2
3
4
5
-180
Frekwensi [ x fo ]
Frekwensi [ x fo ]
Dalam spektrum ini, frekuensi sinyal terendah adalah nol, yaitu komponen arus searah
Uraian amplitudo setiap komponen membentuk spektrum amplitudo
Frekuensi komponen sinus terendah adalah f0.
Uraian sudut fasa setiap komponen membentuk spektrum sudut fasa
Frekuensi komponen sinus tertinggi adalah 4f0.
Kedua spektrum tersebut digambarkan sebagai berikut: 73
74
Spektrum sinyal periodik merupakan uraian bentuk gelombang sinyal menjadi deret Fourier
Deret Fourier
Lebar Pita (band width)
Suatu fungsi periodik dapat dinyatakan sebagai:
Lebar pita adalah selisih dari frekuensi tertinggi dan terendah Frekuensi tertinggi adalah batas frekuensi dimana amplitudo dari harmonisa-harmonisa yang frekuensinya di atas frekuensi ini dapat diabaikan
f (t ) = a0 + ∑ [a n cos(2πnf 0t ) + bn sin( 2πnf 0 t )]
f (t ) = a0 +
atau
∞
∑ n =1
Komponen searah
Batas frekuensi terendah adalah frekuensi sinus dasar jika bentuk gelombang yang kita tinjau tidak mengandung komponen searah. Jika mengandung komponen searah maka frekuensi terendah adalah nol
a0 =
dimana:
an = bn =
75
an2 + bn2 cos( nω0 t − ϕ n )
Amplitudo komponen sinus T0 / 2
1 T0
∫−T
2 T0
∫−T
2 T0
∫− T
0
/2
T0 / 2 0
/2
T0 / 2 0
/2
bn = tan ϕ n an
Sudut Fasa komponen sinus
f (t )dt f (t ) cos(2 πnf 0 t )dt
yang disebut sebagai koefisien Fourier
f (t ) sin( 2 πnf 0t )dt 76
19
7/23/2013
Contoh: simetri ganjil - Penyearahan Setengah Gelombang
Jika sinyal simetris terhadap sumbu-y, banyak koefisien Fourier bernilai nol
v
a0 = A / π 2A / π n genap; an = 0 n ganjil 1 − n2 b1 = A / 2 ; bn = 0 n ≠ 1
Simetri Genap y (t ) = y (−t )
an =
y(t)
t
T0
A
bn = 0 t
-T0/2 T0/2
y (t ) = ao +
∞
∑ [an cos(nω0 t )]
Contoh: simetri genap - Sinyal Segitiga
n =1
To
v
Simetri Ganjil y (t ) = − y (−t ) y(t) A
a0 = 0
T0
A
8A n ganjil; an = 0 n genap (nπ) 2 bn = 0 untuk semua n an =
T0
t
a 0 = 0 dan a n = 0
t
y (t ) =
−A
∞
∑ [bn sin(nω0t )]
n =1
77
78
Contoh: Uraian Penyearahan Setengah Gelombang Koefisien Fourier
Amplitudo
ϕ [rad]
a0
0,318
0,318
a1
0
0,5
1,57
b1
0,5
a2
-0,212
0,212
0
b2
0
a4
-0,042
b4
0
a6
-0,018
b6
0
0.6 [V]
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
0,042
0
0,018
0
A0 = 0,318 V; A1 = 0,5 V; A2 = 0,212 V; A4 = 0,042 V; A6 = 0,018 V
0
Uraian ini dilakukan hanya sampai pada harmonisa ke-6
0
Dan kita mendapatkan spektrum amplitudo sebagai berikut:
1.2 [V] 0.8
0.6 [V]
1
2
3
4
5 6 harmonisa
Jika dari spektrum yang hanya sampai harmonisa ke-6 ini kita jumlahkan kembali, kita peroleh bentuk gelombang: v hasil penjumlahan
0.5
0.4
0.4 0.3
0
0.2
-0.4
Sinus dasar 0
90
180
270
[o] 360
Terdapat cacat pada bentuk gelombang hasil penjumlahan
0.1
Sampai harmonisa ke berapa kita harus menguraikan suatu bentuk gelombang periodik, tergantung seberapa jauh kita dapat menerima adanya cacat yang mungkin terjadi pada penjumlahan kembali spektrum sinyal
0 0
1
2
3
4
5 6 harmonisa 79
80
20
7/23/2013
Piranti Listrik dikelompokkan ke dalam 2 katagori
Piranti
4. Model Piranti
pasif
aktif
menyerap daya
memberi daya
82
81
Resistor i batas daerah linier
Perilaku suatu piranti dinyatakan oleh karakteristik i-v yang dimilikinya, yaitu hubungan antara arus yang melalui piranti dengan tegangan yang ada di antara terminalnya.
nyata
model
R v Simbol:
tegangan diukur antara dua ujung piranti
i
Kurva i terhadap v tidak linier benar namun ada bagian yang sangat mendekati linier, sehingga dapat dianggap linier. Di bagian inilah kita bekerja.
linier
+
piranti arus melewati piranti
−
tidak linier
v
vR = R iR atau iR = G vR 1 R R disebut resistansi G disebut konduktans i dengan G =
Daya pada R : pR = v R iR = iR2 R = vR2 G = 83
vR2 R 84
21
7/23/2013
Kapasitor
CONTOH: v R = 40 sin 314t V
Resistor : R = 4 Ω
iC
p R = 400 sin 2 314 t W
i R = 10 sin 314 t A
C
C simbol
1
100
dvC/dt
80
V 60 A W 40
t
pR
iC = C
vR
20
vC = vC (t0 ) +
1 iC dt C
∫
t0
Konstanta proporsionalitas
iR
0 -20
dv C dt
0
0.01
0.02
0.03
C disebut kapasitansi
0.04
t [detik]
-40
Daya pada C : pC = vC iC = CvC
dvC d 1 2 = CvC dt dt 2
Daya adalah turunan terhadap waktu dari energi. Maka apa yang ada dalam tanda kurung adalah energi
-60
Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan
Energi : wC = 85
1 C vC2 + konstanta 2 Energi awal
86
Induktor
CONTOH: Kapasitor : C = 2 µF = 2 × 10−6 F
dvC = 80000 cos 400t V dt
vC = 200 sin 400t V
L
iC = 0,16 cos 400 t A
diL dt 1/L
simbol
1
pC = 16 sin 800 t W
vL t
200
vC
V mA 100 W
vL = L
iC
diL dt
iL = iL (t0 ) +
1 vL dt L
∫
t0
Konstanta proporsionalitas
0
L disebut induktansi
pC 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05 t [detik]
Daya pada L : pL = vL iL = LiL
-100
diL d 1 2 = LiL dt dt 2
Daya adalah turunan terhadap waktu dari energi. Maka apa yang ada dalam tanda kurung adalah energi
-200
Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan namun iC muncul lebih dulu dari vC. Arus 90o mendahului tegangan
Energi : wL = 87
1 2 LiL + konstanta 2 Energi awal 88
22
7/23/2013
CONTOH:
Induktor : L = 2,5 H
vL = 200sin400t Volt
1 di v L = L L → iL = ∫ v L dt = −0,2 cos 400t + iL 0 A dt L
p L = v L i L = −20 sin 800t W
Resistansi, kapasitansi, dan induktansi, dalam analisis rangkaian listrik merupakan suatu konstanta proporsionalitas
200
V mA W
vL
100
iL
Secara fisik, mereka merupakan besaran dimensional
pL 0 0
0.01
0.02
0.03
0.04
-100
0.05 t
[detik]
-200
Bentuk gelombang arus sama dengan bentuk gelombang tegangan namun iL muncul lebih belakang dari vL. Arus 90o di belakang tegangan
89
Resistor
Kapasitor
Induktor
vR = R iR
dv iC = C C dt
di vL = L L dt
90
Induktansi Bersama i1 Dua kumparan terkopel secara magnetik
Induktansi sendiri kumparan-1
konstanta proporsionalitas
v1
L1 = k1 N12
i2 v2
L2 = k 2 N 22
Induktansi sendiri kumparan-2
Terdapat kopling magnetik antar kedua kumparan yang dinyatakan dengan: M
Secara Fisik
L R=ρ A resistivitas L: panjang konduktor A: luas penampang
A C =ε d konstanta dielektrik A: luas penampang elektroda
Kopling pada M 12 = k12 N1 N 2 M 21 = k 21 N 2 N1 kumparan-1 oleh kumparan-2 Jika medium magnet linier : k12 = k21 = kM
L = kN 2
Kopling pada kumparan-2 oleh kumparan-1
M12 = M 21 = kM N1N 2 = M = k L1L2
konstanta N: jumlah lilitan
d: jarak elektroda
Persamaan tegangan v1 di kumparan-1
= L1
di1 di ±M 2 dt dt
v 2 = L2
di2 di tegangan ± M 1 Persamaan di kumparan-2 dt dt
Tanda ± tergantung dari apakah fluksi magnet yang ditimbulkan oleh kedua kumparan saling membantu atau saling berlawanan 91
92
23
7/23/2013 Kopling magnetik bisa positif (aditif) bisa pula negatif (substraktif) Untuk memperhitungkan kopling magnetik digunakan Konvensi Titik: Arus i yang masuk ke ujung yang bertanda titik di salah satu kumparan, membangkitkan tegangan berpolaritas positif pada ujung kumparan lain yang juga bertanda titik. Besarnya tegangan yang terbangkit adalah M di/dt.
φ1
i1
φ1 φ 2
i1
i2
Transformator Ideal i2
i1
i2
v1 φ2
L1 = k1 N12
L2 = k 2 N 22
M 12 = k12 N1 N 2
M 21 = k 21 N 2 N1
φ substraktif
φ aditif i1
v2
i2
v1
v2
i1
Jika kopling magnet terjadi secara sempurna, artinya fluksi magnit melingkupi kedua kumparan tanpa terjadi kebocoran, maka
i2
v1
v2
di1 di di di ± M 2 = N1 k M N1 1 ± k M N 2 2 dt dt dt dt di 2 di1 di 2 di v 2 = L2 ±M = ±N2 ± kM N 2 + k M N1 1 dt dt dt dt v1 = L1
k1 = k2 = k12 = k21 = kM di di v1 = L1 1 + M 2 dt dt v2 = L2
di2 di +M 1 dt dt
v1 N = ± 1 v2 N2
di di v1 = L1 1 − M 2 dt dt v 2 = L2
Jika susut daya adalah nol:
di2 di −M 1 dt dt
v1 i1 + v2 i2 = 0
i2 v N =− 1 =m 1 i1 v2 N2
93
94
Saklar
CONTOH: + v1 _
+ v2 50Ω _
i
i simbol
simbol N1/N2 = 0,1 v1 = 120sin400t V
v
v saklar terbuka
v2 = ( N 2 / N1 ) v1 = 1200 sin 400 t V
i2 = v2 / 50 = 24 sin 400 t A
i = 0 , v = sembarang
saklar tertutup v = 0 , i = sembarang
i1 = ( N 2 / N1 ) i2 = 240 sin 400 t A p L = v2 i2 = 28.8 sin 2 400 t kW. 95
96
24
7/23/2013
Sumber Arus Bebas Ideal Sumber Tegangan Bebas Ideal
Sumber arus bebas memiliki kemampuan memberikan arus yang ditentukan oleh dirinya sendiri, tidak terpengaruh oleh bagian lain dari rangkaian.
Sumber tegangan bebas memiliki tegangan yang ditentukan oleh dirinya sendiri, tidak terpengaruh oleh bagian lain dari rangkaian.
v = vs (tertentu) dan
i = is (tertentu) dan
v = sesuai kebutuhan
i = sesuai kebutuhan
i
i i
+ Vo Vo
v
Karakteristik i - v sumber tegangan konstan
−
i
vs
+ _
−
Is i
Is , is v
Simbol sumber tegangan konstan
Simbol sumber tegangan bervariasi terhadap waktu
Karakteristik sumber arus ideal
v +
Simbol sumber arus ideal
97
Sumber Praktis
CONTOH: + −
40V
98
beban
Sumber Tegangan
5A
Sumber praktis memiliki karakteristik yang mirip dengan keadaan dalam praktik. Sumber ini digambarkan dengan menggunakan sumber ideal tetapi tegangan ataupun arus sumber tergantung dari besar pembebanan.
beban
i
i Sumber Arus
vs +_
Rs
+ v −
is
ip − v Rp +
vbeban = vsumber = 40 V
ibeban = isumber = 5 A
pbeban= 100 W → i = 2,5 A
pbeban= 100 W → v = 20 V
pbeban= 200 W → i = 5 A
pbeban= 200 W → v = 40 A
Sumber tegangan praktis terdiri dari sumber ideal vs dan resistansi seri Rs sedangkan tegangan keluarannya adalah v.
Sumber arus praktis terdiri dari sumber ideal is dan resistansi paralel Rp sedangkan tegangan keluarannya adalah v.
Arus sumber tetap, tegangan sumber berubah sesuai pembebanan
vs tertentu, akan tetapi tegangan keluarannya adalah v = vs − iR
is tertentu, akan tetapi arus keluarannya adalah i = is − ip
Tegangan sumber tetap, arus sumber berubah sesuai pembebanan
99
100
25
7/23/2013
Sumber Tak-Bebas (Dependent Sources)
Sumber tak bebas digunakan untuk memodelkan Penguat Operasional (OP AMP)
Sumber tak-bebas memiliki karakteristik yang ditentukan oleh besaran di bagian lain dari rangkaian. Ada empat macam sumber tak-bebas, yaitu:
+VCC vo 8
CCVS
+ _
i1
VCVS
+ v1 _
r i1
+ _
+VCC : catu daya positif −VCC : catu daya negatif
µ v1
7
Top 1
6
5
vP = tegangan masukan non-inversi; vN = tegangan masukan inversi; vo = tegangan keluaran;
− +
2
3
4
vN vP −VCC
Model Sumber Tak Bebas OP AMP
Sumber tegangan dikendalikan oleh tegangan
Sumber tegangan dikendalikan oleh arus
Diagram rangkaian +
CCCS
VCCS i1
β i1
+ v1 _
iP
g v1
Ro
vP +
+ −
Ri Sumber arus dikendalikan oleh arus
vN +
Sumber arus dikendalikan oleh tegangan
iN
+
µ (vP − vN )
−
+ vo
catu daya negatif
−
102
Contoh: Rangkaian Penyangga (buffer)
Suatu OPAMP ideal digambarkan dengan diagram rangkaian yang disederhanakan: masukan non-inversi masukan inversi
vp ip
+ −
vn
keluaran
masukan inversi
101
OP AMP Ideal
catu daya positif
masukan non-inversi
io
vo
iP vP vs
keluaran
+ −
vN
in
+ −
io
vo
R iN
Jika OpAmp dianggap ideal maka terdapat relasi yang mudah pada sisi masukan
vP = vN iP = iN = 0
103
v P = vs
v N = vo
vP = vN
vo = vs
104
26
7/23/2013
CONTOH: Contoh: Rangkaian Penguat Non-Inversi
vo = ?
2kΩ iP vP vN vs
+ −
+ −
vo R1
iN
R2
+ −
v P = vs vN
5V +−
R2 = vo R1 + R2
vP = vN ⇒
umpan balik vo =
R2 vo = vs R1 + R 2
iB = ?
2kΩ + vB 1kΩ −
vN =
R1 + R 2 vs R2
pB = ?
vo i B
iB =
v p = vN
RB =1kΩ
iP = iN = 0 =
5 − vN → vN = 5 V 2000
1 1 v o ⇒ v o = 5 V → v o = 15 V 1+ 2 3
vo RB
p B = v B i B = v o i B = i B2 R B
Rangkaian dengan OP AMP yang lain akan kita pelajari dalam pembahasan tentang rangkaian pemroses sinyal 105
106
Pekerjaan analisis rangkaian listrik berbasis pada dua Hukum Dasar yaitu 1. Hukum Ohm 2. Hukum Kirchhoff
107
108
27
7/23/2013
CONTOH:
Hukum Ohm
Seutas kawat terbuat dari tembaga dengan resistivitas 0,018 Ω.mm2/m. Jika kawat ini mempunyai penampang 10 mm2 dan panjang 300 m, hitunglah resistansinya. Jika kawat ini dipakai untuk menyalurkan daya (searah), hitunglah tegangan jatuh pada saluran ini (yaitu beda tegangan antara ujung kirim dan ujung terima saluran) jika arus yang mengalir adalah 20 A. Jika tegangan di ujung kirim adalah 220 V, berapakah tegangan di ujung terima? Berapakah daya yang diserap saluran ?
• Relasi Hukum Ohm
v = iR
Diagram rangkaian adalah:
resistansi
∆Vsaluran R
Saluran kirim
• Resistansi konduktor Sumber 220 V
– Suatu konduktor yang memiliki luas penampangn merata, A, mempunyai resistansi R
ρl R= A
+ −
i i
R
Resistansi saluran kirim : R =
Beban i = 20 A
Karena ada saluran balik,
ρl 0,018 × 300 = = 0,054 Ω A 10
R saluran = 2 × 0,054 = 0,108 Ω
Saluran balik
ρ : resistivit as bahan konduktor
Saluran dialirai arus 20 A, terjadi tegangan jatuh antara sumber dan beban :
dengan satuan [Ω.mm 2 / m] l : panjang konduktor dengan satuan [m]
Tegangan di beban = tegangan sumber − tegangan jatuh di saluran :
∆Vsaluran = iRsaluran = 20 × 0,108 = 2,16 V
A : luas penampang konduktor dengan satuan [mm 2 ]
vterima = 220 − 2,16 = 217,84 V
Daya yang diserap saluran, merupakan susut daya di saluran 109
psaluran = i 2 R = (20) 2 × 0,108 = 43,2 W
110
Hukum Kirchhoff Ada dua hukum Kirchhoff, yaitu 1. Hukum Tegangan Kirchhoff 2. Hukum Arus Kirchhoff Formulasi dari kedua hukum tersebut adalah sebagai berikut:
Ada beberapa istilah yang perlu kita fahami lebih dulu Terminal : ujung akhir sambungan piranti atau rangkaian. Rangkaian : beberapa piranti yang dihubungkan pada terminalnya. Simpul (Node) : titik sambung antara dua atau lebih piranti. Catatan : Walaupun sebuah simpul diberi pengertian sebagai sebuah titik tetapi kawat-kawat yang terhubung langsung ke titik simpul itu merupakan bagian dari simpul; jadi dalam hal ini kita mengabaikan resistansi kawat. Simpai (Loop): rangkaian tertutup yang terbentuk apabila kita berjalan mulai
• Hukum Arus Kirchhoff (HAK) -Kirchhoff's Current Law (KCL) – Setiap saat, jumlah aljabar arus di satu simpul adalah nol
• Hukum Tegangan Kirchhoff (HTK) Kirchhoff's Voltage Law (KVL)
dari salah satu simpul mengikuti sederetan piranti dengan melewati
– Setiap saat, jumlah aljabar tegangan dalam satu loop adalah nol
tiap simpul tidak lebih dari satu kali dan berakhir pada simpul tempat kita mulai perjalanan.
111
112
28
7/23/2013
Relasi-relasi kedua hukum Kirchhoff + v2 − 2
i2
A
i1
+ v1 1
loop 1
−
+ v1 −
i + v4 − B 4 4 i5 + i3 5 3 v5 loop 2 − loop 3 C
a).
+ −
i1 R 1
b).
c).
i1
R1
+ v1 − + v3 −
d).
i1 R 1 + v1 − + vL −
i3 R2
A
+ v1 − + vL −
+ vL −
−v s + v1 + v L = 0
+ vC −
−v s + v1 + vC = 0
→ v s = i1 R1 + L
di L dt
C + vL −
+ −
vs R1
L C
→ v s = i1 R1 +
1 iC dt C
∫
−v s + v1 + v L + vC = 0 + vC −
→ v s = i1 R1 + L
113
di L 1 + iC dt dt C
∫
114
i2
+ v2 −
R3
vs R1
+ v1 −
loop 3 : − v1 + v2 + v4 + v5 = 0
+ v1 − + v3 −
vs R1 L
d).
simpul C : + i1 + i3 + i4 = 0
R2
+ −
loop 1: − v1 + v2 + v3 = 0
loop 2 : − v3 + v4 + v5 = 0
A
→ vs = i1 R1 + i2 R2
+ v1 −
simpul B : + i2 − i3 − i4 = 0
i1 R 1
a).
− v s + v1 + v 2 = 0
+ v1 −
HTK untuk loop :
simpul A : − i1 − i2 = 0
+ v2 −
vs R1 R 2
b).
c).
HAK untuk simpul :
+ −
i1 − i2 − i3 = 0
i2
+ v2 −
i1 − i2 − i L = 0
→
→
v1 v 2 v3 − − =0 R1 R2 R3
Pengembangan HTK dan HAK
v1 v2 1 − − v L dt = 0 R1 R2 L
∫
Hukum Kirchhoff dapat dikembangan, tidak hanya berlaku untuk simpul ataupun loop sederhana saja, akan tetapi berlaku pula untuk simpul super maupun loop super
iL L C iC
A R3
+ vC − i3 C
A
L
→
v1 dv v −C C − 3 = 0 R1 dt R3
i1 − iC − iL = 0
→
v1 dv 1 −C C − v L dt = 0 R1 dt L
iC
+ vC − iL
simpul super merupakan gabungan dari beberapa simpul loop super merupakan gabungan dari beberapa loop
i1 − iC − i3 = 0
∫
115
116
29
7/23/2013
simpul super AB i2 + v2 − A 2 +
B
i1
v1 1
i4
+ v4 −
i4
A
v=?
v
+ −
4 i5
i3 3
−
CONTOH:
loop 3
i5 3Ω
+
4Ω
5 v5
i1= 5A B i2= 2A
−
simpul super ABC
i4 + i1 − i3 = 0 ⇒ i4 = i3 − i1 = 8 − 5 = 3 A
Simpul C
i2 + i5 − i3 = 0 ⇒ i5 = i3 − i2 = 8 − 2 = 6 A
loop ACBA
−v + 3i5 − 4i2 = 0 ⇒ v = 3 × 6 − 4 × 2 = 10 V
C simpul super AB
loop 3 = mesh super
−i1 − i3 − i4 = 0
−v1 + v2 + v4 + v5 = 0
C i = 8A 3
117
118
Hubungan Seri dan Paralel
+ v1 −
+ v1 −
119
i1 1
+ v2 −
i2 2
1 i1
i2
2
+ v2 −
Hubungan paralel v1 = v2
Hubungan seri i1 = i2
Dua elemen atau lebih dikatakan terhubung paralel jika mereka terhubung pada dua simpul yang sama
Dua elemen dikatakan terhubung seri jika mereka hanya mempunyai satu simpul bersama dan tidak ada elemen lain yang terhubung pada simpul itu
120
30
7/23/2013
Rangkaian Ekivalen Resistor Seri
Rangkaian Ekivalen Resistor Paalel
Dua rangkaian disebut ekivalen jika antara dua terminal tertentu, mereka mempunyai karakteristik i-v yang identik i
Dua rangkaian disebut ekivalen jika antara dua terminal tertentu, mereka mempunyai karakteristik i-v yang identik
i R1
i1
R2
+
Vtotal
G1
itotal
itotal
Rekiv −
Gekiv G2
i2
Resistansi Seri : Rekiv = R1 + R2 + R3 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅
Konduktansi Paralel : Gekiv = G1 + G2 + G3 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅
Vtotal = V R1 + V R 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅⋅ = R1i + R 2 i + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = (R1 + R 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅) i = Rekivalen i.
itotal = iG1 + iG 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = G1v + G2 v + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ = (G1 + G2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅)v = Gekivalenv
121
Kapasitansi Ekivalen Kapasitor Paralel
122
Induktansi Ekivalen Induktor Seri
i A + v C 1 _ B
i1 C2
i2 CN
iN
A Kapasitor Paralel :
+ v _
Cek = C1 + C2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ +C N
L2
+ v1 −
+ v2 − LN
+ vN −
Induktor Seri : Lek = L1 + L2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ + LN
B
Kapasitansi Ekivalen Kapasitor Seri
Induktansi Ekivalen Induktor Paralel
i A + v _
L1
A
C1
C2 CN
Kapasitor Seri : 1 1 1 1 = + + ⋅⋅⋅⋅ + C ek C1 C 2 CN
+ v _
Induktor Paralel :
L1
L2
LN
1 1 1 1 = + + ⋅⋅⋅⋅ + Lek L1 L2 LN
B
B 123
124
31
7/23/2013
CONTOH: i=?
Sumber Ekivalen
C1=100µF
i + −
v = 30 sin(100 t) V
C2=50µF vs
1 1 1 50 + 100 3 100 10 −4 = + = = → Ctot = µF = F C tot 100 50 5000 100 3 3 → i = Ctot
+ −
R1
i
+ vR −
+ v −
i bagian lain rangkaian
Dari sumber tegangan menjadi sumber arus
Jika kapasitor dihubungkan paralel :
iR + v −
R2
bagian lain rangkaian
Sumber arus
Sumber tegangan
dv 10 −4 = × 3000 cos 100 t = 0,1 cos 100 t A dt 3
is
is =
vs R1
R 2 = R1
Ctot = 100 + 50 = 150 µF = 0,15 × 10 −3 F → i = Ctot
dv = 0,15 × 10 −3 × 3000 cos 100 t = 0,45 cos 100 t A dt
v s = i s R2
Dari sumber arus menjadi sumber tegangan
R1 = R 2
125
126
Transformasi Y - ∆ CONTOH:
Rangkaian mungkin terhubung ∆ atau Y. Menggantikan hubungan ∆ dengan hubungan Y yang ekivalen, atau sebaliknya, dapat mengubah rangkaian menjadi hubungan seri atau paralel. C
C
30V
+ −
R1=10Ω
R2=10Ω
3A
B
i3 2,5 A
R1 20 Ω
i1
R2 30 Ω
i2 50 V
+ −
R1 20 Ω
R2 30 Ω
RC
A
A
B
Ekivalen Y dari ∆ R1 =
R B RC R A + R B + RC
RB =
R1 R 2 + R 2 R3 + R1 R3 R2
R2 =
RC R A R A + R B + RC
RC =
R1 R 2 + R 2 R3 + R1 R3 R3
R3 =
R A RB R A + R B + RC
Dalam keadaan seimbang, R A = R B = RC atau R1 = R 2 = R3 127
Hubungan Y R1
R2
Ekivalen ∆ dari Y R R + R 2 R3 + R1 R3 RA = 1 2 R1
is
R3
RB
Hubungan ∆ RA
R∆ 3 R ∆ = 3RY RY =
128
32
7/23/2013
Kaidah Pembagi Arus
Kaidah Pembagi Tegangan R Pembagi Tegangan : vk = k Rtotal
is
10 Ω
G Pembagi Arus : ik = k Gtotal
vtotal
20 Ω
is
60 V
+ −
+ v1−
+ v2− 30 Ω
+ v3 −
v1 = 10 V ; v2 = 20 V ; v3 = 30 V
i1
R1 10 Ω
1A
itotal
i2 R2 20 Ω
i3 R3 20 Ω
i1 =
G1 (1 / 10) is = × 1 = 0,5 A Gtot (1 / 10) + (1 / 20) + (1 / 20)
i2 =
G G2 is = 0,25 A ; i3 = 3 is = 0,25 A Gtot Gtot
129
130
Proporsionalitas Keluaran dari suatu rangkaian linier adalah proporsional terhadap masukannya x masukan
R1
Penjelasan: masukan
+ _
vs
R2 vo = R1 + R2
131
y=Kx keluaran
K
vs
R2
+ vo keluaran −
R2 K = R1 + R2
132
33
7/23/2013
CONTOH: Prinsip Superposisi
A
(a ) 60Ω 120Ω
+ −
vin
+ vo1 −
120 v o1 = v in = ( 2 / 3) v in ; K 1 = ( 2 / 3) 120 + 60
Keluaran dari suatu rangkaian linier yang dicatu oleh lebih dari satu sumber adalah jumlah keluaran dari masing-masing sumber jika masing-masing sumber bekerja sendiri-sendiri
B
(b)
A
B
+ vAB −
40Ω
(c) vin
+ vo2 −
80Ω
40 v o3 = v AB 40 + 80 + 40 120 || ( 40 + 80 ) v in = vo3 40 + 80 120 || ( 40 + 80 ) + 60 − = (1 / 3) × (1 / 2 ) = 1 / 6 v in
A + −
80Ω
60Ω 120Ω
Suatu sumber bekerja sendiri apabila sumber-sumber yang lain dimatikan
40 v o2 = v AB = (1 / 3) v AB → K 2 = 1 / 3 40 + 80
40Ω B
Cara mematikan sumber: a. Mematikan sumber tegangan berarti membuat tegangan sumber itu menjadi nol, artinya sumber ini menjadi hubungan singkat. b. Mematikan sumber arus adalah membuat arus sumber menjadi nol, artinya sumber ini menjadi hubungan terbuka.
⇒ K 3 = (1 / 6 ) 133
CONTOH:
matikan v2
10Ω
v1=12V
+ −
+ −
10Ω
+ vo1 _
Teorema Millman
+ vo _
10Ω
134
Apabila beberapa sumber arus ik yang masing-masing memiliki resistansi paralel Rk dihubungkan seri, maka hubungan seri tersebut dapat digantikan dengan satu sumber arus ekivalen iekiv dengan resistansi paralel ekivalen Rekiv sedemikian sehingga
matikan v1
v2=24V
i ekiv R ekiv = 10Ω 12V
+ −
vo1 =
10 × 12 V = 6 V 10 + 10
10Ω + −
vo 2 =
10Ω 24V
+ vo2 _
Contoh:
10 × 24 V = 12 V 10 + 10
Keluaran vo jika kedua sumber bekerja bersama adalah: vo = vo1 + vo 2 = 6 + 12 = 18 V
∑R i
k k
dan
Rekiv =
iekiv × 20 = 1 × 10 + 2 × 10
i1=1A
i2=2A
R1=10Ω
R2=10Ω
∑R
k
iekiv=1,5A
Rekiv=20Ω Rekiv = 10 + 10
135
136
34
7/23/2013
Rangkaian ekivalen Thévenin
Teorema Thévenin Suatu rangkaian bisa dipandang terdiri dari dua seksi
i
S
v
Seksi sumber dari suatu rangkaian dapat digantikan oleh
Jika rangkaian seksi sumber pada hubungan dua-terminal adalah linier, maka sinyal pada terminal interkoneksi tidak akan berubah jika rangkaian seksi sumber itu diganti dengan rangkaian ekivalen Thévenin
Rangkaian ekivalen Thévenin yaitu rangkaian yang terdiri dari satu sumber tegangan VT yang terhubung seri dengan resistor RT
B Teorema Norton
Seksi sumber
Seksi beban
+ vht
seksi sumber
Jika rangkaian seksi sumber pada hubungan dua-terminal adalah linier, maka sinyal pada terminal interkoneksi tidak akan berubah jika rangkaian seksi sumber itu diganti dengan rangkaian ekivalen Norton
−
VT
RT
+ _
137
138
Cara Menentukan VT dan RT
Cara lain mencari RT
Untuk mencari VT : lepaskan beban sehingga seksi sumber menjadi terbuka. Tagangan terminal terbuka vht inilah VT i=0
Cara lain yang lebih mudah untuk menentukan RT adalah dengan melihat resistansi dari terminal beban ke arah seksi sumer dengan semua sumber dimatikan.
i=0
seksi sumber
+ vht
−
RT
+
VT −
+
vht = VT −
Penjelasan: Untuk mencari RT : hubung singkatlah terminal beban sehingga seksi sumber menjadi terhubung singkat dan mengalir arus hubung singkat ihs. RT adalah VT dibagi his.
+ −
i = ihs seksi sumber
VT
+ _
RT
ihs= VT /RT
R1 vs
R2
Dengan mematikan sumber maka
R1 R2
RT
RT = R1 paralel dengan R2
Jadi dalam Rangkaian ekivalen Thevenin : VT = vht dan RT = vht / ihs 139
140
35
7/23/2013
Rangkaian ekivalen Norton
Rangkaian ekivalen Thévenin
Seksi sumber suatu rangkaian dapat digantikan dengan Rangkaian ekivalen Norton yaitu rangkaian yang terdiri dari satu sumber arus IN yang terhubung paralel dengan resistor RN
seksi sumber
VT
RN
IN
+ _
RT
VT = vht RT = vht / ihs
Rangkaian ekivalen Norton
IN Rangkaian ekivalen Norton dapat diperoleh dari rangkaian ekivalen Thevenin dan demikian juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan kaidah ekivalensi sumber.
RN
RT = R yang dilihat dari terminal ke arah seksi sumber dengan semua sumber mati
IN = Ihs RN = vht / ihs
RT = RN
141
CONTOH:
Rangkaian Ekivalen Thévenin
Alih Daya Maksimum
A'
A
A + −
20Ω 24 V
10Ω
+ −
20Ω B
VT = V AB = V A'B = RT = 10 +
142
Ada empat macam keadaan hubungan antara seksi sumber dan seksi beban
RT = 20 Ω VT = 12 V B
Sumber tetap, beban bervariasi Sumber bervariasi, beban tetap Sumber bervariasi, beban bervariasi Sumber tetap, beban tetap
20 × 24 = 12 V 20 + 20
Dalam membahas alih daya maksimum, yaitu daya maksimum yang dapat dialihkan (ditransfer) kebeban, kita hanya meninjau keadaan yang pertama
20 × 20 = 20 Ω 20 + 20
143
144
36
7/23/2013
Kita menghitung alih daya maksimum melalui rangkaian ekivalen Thévenin atau Norton
CONTOH: A′
A VT
_+
+ v −
RT
A
Rangkaian sumber tegangan dengan resistansi Thévenin RT akan memberikan daya maksimum kepada resistansi beban RB bila RB = RT
RB
B
sumber
pmaks
beban i
V V = T T 2 2 RT
RB sumber
p maks
beban
24 V
10Ω
Lepaskan RX hitung RT , VT
RX = ?
20Ω
20 × 20 = 20 Ω 20 + 20 20 VT = × 24 = 12 V 20 + 20 RT = 10 +
B
2
B
20Ω + −
VT2 = 4 RT
Rangkaian sumber arus dengan resistansi Norton RN akan memberikan daya maksimum kepada resistansi beban RB bila RB = RN
RN
IN
Hitung RX agar terjadi alih daya maksimum
A
i
I2R I = N RB = N N 4 2
Hubungkan kembali Rx Alih daya ke beban akan maksimum jika RX = RT = 20 Ω dan besar daya maksimum yang bisa dialihkan adalah
p X maks =
(12) 2 = 1,8 W 4 × 20
145
146
Teorema Tellegen Dalam suatu rangkaian, jika vk mengikuti hukum tegangan Kirchhoff (HTK) dan ik mengikuti hukum arus Kirchhoff (HAK), maka:
Teorema Substitusi
N
∑ vk × ik = 0 k =1
Suatu cabang rangkaian antara dua simpul dapat disubstitusi oleh cabang baru tanpa mengganggu arus dan tegangan di cabang-cabang yang lain asalkan tegangan dan arus antara kedua simpul tersebut tidak berubah
Teorema ini menyatakan bahwa di setiap rangkaian listrik harus ada perimbangan yang tepat antara daya yang diserap oleh elemen pasif dengan daya yang diberikan oleh elemen aktif. Hal ini sesuai dengan prinsip konservasi energi.
CONTOH: + 10 V _
is
+ vk Rk
R1= 2Ω i
R2= 3Ω
10 i= =2 A 2 + 3
ik
is = −2 A
+
−
≡
+− vsub
−
vk Rsub ik
v sub = v k − R sub × i k
p sumber = v s is = −20 W (memberi daya) pbeban = p1 + p2 = i 2 R1 + i 2 R2
(menyerap daya)
= 8 + 12 = 20 W 147
148
37
7/23/2013
Metoda Reduksi Rangkaian ? A
30Ω
B
20Ω
C
D
10Ω
+ −
12 V
+ vx −
10Ω
30Ω
30Ω E
B 0,4 A
30Ω
10Ω
C
30Ω
30Ω
10Ω
B
10 vx = × 6 = 1,5 V 15 + 10 + 15
30Ω
+ vx −
E
6V
0,4 A
15Ω
C
B
C
15Ω
+
15Ω
10Ω 15Ω
−
E
E
150
149
Metoda Unit Output i3
i1
36 V
Misalkan i4 = i2 =
+ −
A
vo = 1 V
i5 =
vB 4 = = 0,2 A 20 20 vA = 0 ,5 A 20 K =
20Ω i 20Ω 4
10Ω i2
30Ω 20Ω 10Ω
vo = 0,1 A 10
i3 = i4 + i5 = 0,3 A i1 = i 2 + i 3 = 0 ,8 A
vo 1 1 = = vs vs 18
Metoda Superposisi
i5 B + vo −
30 V
v B = 0,1(30 + 10 ) = 4 V
30 V
+ −
20Ω
+ _
20Ω 1,5A
10Ω
+ Vo1 −
10Ω
+ Vo −
20Ω 1,5A
=? 10Ω
+ Vo2 −
v A = v B + i3 × 20 = 10 V v s = v A + i 1 × 20 = 10 + 0 , 8 × 10 = 18 V
Vo1 =
10 × 30 = 10 V 10 + 20
20 Vo2 = × 1.5 × 10 = 10 V 20 + 10
Vo = Vo1 + Vo2 = 20 V
v o ( seharusnya ) = K × 36 = 2 V 151
152
38
7/23/2013
Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin Aplikasi Metoda Analisis Dasar pada Rangkaian Dengan Sumber Tak-Bebas Tanpa Umpan Balik
i3
i1 A′ 20Ω 30 V
+ _
A 10Ω
i2
20Ω
+ v0 −
10Ω
is
=? vs
B
vo =
Lepaskan beban di AB, sehingga AB terbuka, i3 = 0
VT = v AB
ht
RT = 10 +
20 × 20 = 20 Ω 20 + 20
R1
10 × 15 = 5 V 10 + 20
= v A' B
20 = × 30 = 15 V 20 + 20
Rs
+ −
v1 =
A
15 V
+ _
20Ω
+ −
µ v1
+ vo
RL vo= ?
−
R1 vs R1 + R s
vo = µ v1 =
+ v0 −
10Ω
+ v1 −
µR1 vs R1 + R s
B 153
154
Metoda Tegangan Simpul (Node Voltage Method) Dasar Arus yang mengalir di cabang rangkaian dari suatu simpul M ke simpul X adalah iMX = G (vM−vX) Menurut HAK, jika ada k cabang yang terhubung ke simpul M, maka jumlah arus yang keluar dari simpul M adalah
∑ iM
155
k
=0=
∑ G i (v M i =1
− vi )= vM
k
k
i =1
i =1
∑ Gi − ∑ Givi 156
39
7/23/2013
CONTOH:
Kasus-Kasus vB B
vA A
i1 G1
vC
v B (G 1 + G 2 + G 3 ) − v A (G 1 ) − v C (G 3 ) = 0
G1
C
G2
v C (G 3 + G 4 + G 5 ) − v B (G 3 ) − v D (G 5 ) = 0
v A (G1 + G2 ) − I s − vB G1 − vC G2 = 0
vC
v D (G 5 + G 6 ) − v C (G 5 ) = 0
(nilai arus langsung dimasukkan ke persamaan)
Is vD D vB B
vA A G1
vC
E vE G3
C
G2
+ Vs −
D vD
G4
F vF
vA − vD = Vs (persamaan simpul super AD) dan vA (G1 + G2 ) + vD (G3 + G4 ) − vBG1 − vC G2 − vE G3 ) − vF G4 = 0
R5
10Ω R6 20Ω E
D 10Ω
1 1 0 0 − 20 v A 0,4 20 1 − 1 1 + 1 + 1 v 0 0 − 20 20 20 10 B 10 = 1 1 1 1 1 − + + − 0 0 vC 10 10 20 10 10 1 1 1 0 − + vD 0 0 10 10 10
0 v A 8 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 v B = 0 0 − 2 5 − 2 vC 0 0 − 1 2 v D 0 0
→vD =
C
10Ω 20Ω R4
v A (G1 ) − 0 . 4 − v B (G 1 ) = 0
D
R3
B R2
0,4 A
G3
vA A
vB
R1
A
20Ω
v A (G1 + G2 + G3 ) − v B G1 − vC G2 − v D G3 = 0
C
G2
i3 vD
B
i2
0 v A 8 1 − 1 0 0 3 − 2 0 v B = 8 0 0 11 − 6 vC 16 0 16 v D 16 0 0
16 16+ 6×vD 16+ 6 8 + 2×vC 8 + 4 =1 V →vC = = = 2 V →vB = = = 4 V →vA = 8 + vB =12 V 16 11 11 3 3
157
CONTOH: A
Simpul super 15 V C B −+
R1 20 Ω
R3
10 Ω
R2
20 Ω R4
R5
Metoda Arus Mesh (Mesh Current Method)
D
10 Ω 20 Ω
10 Ω R6
E v A (G 3 + G 1 ) − v B G 1 = 0
Simpul super
158
v B (G 1 + G 2 ) + v C (G 4 + G 5 ) − v A G 1 − v D G 5 = 0 v B − v C = − 15 v D (G 5 + G 6 ) − v C G 5 = 0
1 1 1 − 0 0 + vA 0 20 10 20 1 1 1 1 1 1 − + + − 20 10 vB = 0 20 20 20 10 v − 15 0 1 −1 0 C 1 1 1 v 0 0 0 − + D 10 10 10
3 0 0 0
3 −1 0 0
−1
A
0 vA 0 5 9 −6 vB 0 = 0 −14 6 vC −75 0 0 22 vD 75
B
C
0
−1 0 0 vA 0 2 3 −1 vB 0 = 1 −1 0 vC −15 0 −1 2 vD 0
159
IB
IA
arus D mesh
G
F
E ID
IC H
I
Arus mesh bukanlah pengertian yang berbasis pada sifat fisis rangkaian melainkan suatu peubah yang digunakan dalam analisis rangkaian. Metoda ini hanya digunakan untuk rangkaian planar; referensi arus mesh di semua mesh mempunyai arah yang sama (misalnya dipilih searah putaran jarum jam).
160
40
7/23/2013
Kasus-Kasus
Dasar A
Tegangan di cabang yang berisi resistor Ry yang menjadi anggota mesh X dan mesh Y adalah vxy = Ry ( Ix − Iy )
B
C
R2
Sesuai dengan HTK, suatu mesh X yang terbentuk dari m cabang yang masing-masing berisi resistor, sedang sejumlah n dari m cabang ini menjadi anggota dari mesh lain, berlaku 0 = IX
m−n
n
x =1
y =1
∑ R x + ∑ R y (I X − I y )
m−n = I X Rx + x =1
∑
R y − y =1 n
∑
+ −
R1 + v1 −
n
∑ I yR y
IY
R2
v2
IX R5
F
y =1
+ −
D
C
Mesh ABFA : IY (R1 + R2 ) − I X R2 − v1 = 0
R6 R4
IZ
Mesh BCEFB : I X (R2 + R 4 + R5 ) − IY R2 − I Z R 4 + v 2 = 0
C
i1
D R6
IX R5
IY v1
I Z (R 4 + R 6 + R 7 ) − I X R 4 = 0
E
mesh super B R1 R3
A
Ix = arus mesh X; Rx = resistansi cabang mesh X yang tidak menjadi anggota mesh Y; Iy = arus mesh Y; Ry = resistansi cabang mesh Y.
Mesh CDEC :
R7
E
B
A
I X (R 2 + R 3 + R 4 + R 5 ) − I Y R 2 − I Z R 4 = 0
IZ
R4
R5
F
Mesh BCEFB :
R6
IX
IY
D
R3
R1
R4
F
IZ
mesh super ABCEFA : I Y R1 + I X (R 3 + R 4 + R 5 ) − v 1 − I Z R 4 = 0 cabang BF : I X − I Y = i1
E
161
CONTOH:
CONTOH: 20Ω B
A 30 V
162
IA
A
10Ω D
20Ω
20Ω
+ −
10Ω C
IB
IC
1A
10Ω
20Ω B
10Ω C
IA
IB
Mesh ABEA : Mesh BCEB : Mesh CDEC :
10Ω
Mesh BCEB :
I B (20 + 10 + 20 ) − I A (20 ) − I C (20 ) = 0
Mesh CDEC : I C (20 + 10 + 10 ) − I B (20 ) = 0
I C (20 + 10 + 10 ) − I B 20 = 0
IB = 0,5 A
IC
Mesh ABEA : I A = 1
I B (20 + 10 + 20 ) − I A 20 − I C 20 = 0
IC = 0,25 A
D
E
I A (20 + 20 ) − I B 20 − 30 = 0
40 − 20 0 I A 30 − 20 50 − 20 I B = 0 0 − 20 40 IC 0
20Ω
20Ω
E
10Ω
0 0 I A 1 1 − 20 50 − 20 IB = 0 0 − 20 40 IC 0
4 − 2 0 I A 3 0 8 − 4 I B = 3 0 0 12 I C 3
IA = 1 A
IC = 0,25 A 163
1 0 0 I A 1 0 5 − 2 I B = 2 0 0 8 I C 2
IB = 0,5 A
IA = 1 A 164
41
7/23/2013
CONTOH:
mesh super 20Ω A 20Ω
B
IA
10Ω
C
IC
IB 1A
10Ω
20Ω
Aplikasi Metoda Analisis Umum pada Rangkaian Sumber Tak-Bebas Dengan Umpan Balik
D
Tidak seperti rangkaian tanpa umpan balik yang dapat dianalisis menggunakan metoda dasar, rangkaian jenis ini dianalisis dengan menggunakan metoda tegangan simpul atau arus mesh
10Ω
E RF = ?
10kΩ
mesh super
I A (20 + 20 ) + I B (10 + 20 ) − I C (20 ) = 0 1V
I C (20 + 10 + 10 ) − I B (20 ) = 0
IC = 1/3 A
IB = 2/3 A
5kΩ
C
+ −
+ −
v1
+
−
4 3 − 2 I A 0 0 − 7 2 I B = − 4 0 0 12 IC 4
v1 = −
A: vA = 1 V
D
+
I A − I B = −1
40 30 − 20 I A 0 −1 0 I B = − 1 1 0 − 20 40 I C 0
B
A
100v1
B:
vD = −10V
vC = −0,06v D 100
1 kΩ
−
C : vC = −100v1 D:
vD − vC vD + =0 5 1
v C = 6v D
Agar vD = −10 V, maka v1 = 0,6 V
0,6 − 1 0,6 + 100 × 0,6 + =0 10 RF
IA = −1/3 A
vB − v A vB − vC + =0 10 RF
R F = 1515 kΩ ≈ 1,5 MΩ
165
166
Alat Ukur Alat pengukur tidak bisa dibuat besar karena harus ringan agar dapat bereaksi dengan cepat. Alat ukur yang kecil ini harus ditingkatkan kemampuannya, dengan mempertahankan massanya tetap kecil.
Pengukur Tegangan Searah Bagian pengukur hanya mampu menahan tegangan 50 ×10 = 500 mV
10 Ω Rs +
50 mA v = 750 V
−
750 → = 50 × 10 −3 R s + 10 ⇒ Rs =
167
750 50 × 10 −3
− 10 = 14990 Ω
Alat ini harus mampu mengukur tegangan 750 V. Untuk itu dipasang resistor seri Rs agar tegangan total yang diukur 750 V tetapi bagian pengkur tetap hanya dibebani tegangan 500 mV Kita harus menghitung berapa Rs yang harus dipasang. 168
42
7/23/2013
Pengukur Arus Searah
100 A Ish
50 mA
→ I sh R sh = 10 × 50 × 10 −3 100 − 50 × 10 −3
Dengan hubungan ini maka resistansi R dapat dihitung dengan mengukur tegangan dan arus resistor.
Untuk itu dipasang resistor paralel Rsh agar sebagian besar arus total yang diukur mengalir di Rsh sedangkan bagian pengkur tetap hanya dialiri arus 50 mA
→ I sh + 50 × 10 −3 = 100
⇒ R sh =
Hubungan antara tegangan dan arus resistor adalah V VR = RiR atau R = R iR
Alat ini harus mampu mengukur arus 100 A.
Rsh
10 × 50 × 10 −3
Pengukuran Resistansi
Bagian pengukur hanya mampu dialiri arus 50 mA
10 Ω
= 0,005 Ω
Ada dua kemungkinan rangkaian pengukuran yang dapat kita bangun seperti terlihat pada diagram rangkaian berikut.
Kita harus menghitung berapa Rsh yang harus dipasang.
169
Rangkaian A
+ −
I
I A
IR V
Saluran Daya
Rangkaian B
A
R
+ −
V
170
Energi disalurkan ke beban melalui saluran. Pada umumnya saluran mengandung resistansi. Oleh karena itu sebagian dari energi yang dikirim oleh sumber akan berubah menjadi panas di saluran.
IR R
Daya yang diserap saluran adalah
IR = I −
V RV
I s2 Rs
VR = V − IRA
Is adalah arus saluran dan Rs adalah resistansi saluran
RV : resistansi voltmeter
RA : resistansi ampermeter
V V R= R = I R I − (V / RV )
V V − IRA V R= R = = − RI IR I I
Is dan Rs ini pula yang menyebabkan terjadinya tegangan jatuh di saluran Berikut ini satu contoh penyaluran daya dari satu sumber ke dua beban
171
172
43
7/23/2013
Diagram Satu Garis
Contoh: 40+20=60A
Sumber
Dalam ketenagalistrikan, rangkaian listrik biasa dinyatakan dengan diagram yang lebih sederhana yaitu diagram satu garis.
20A
+ + 0,4Ω 550V V1 − − 0,03Ω
+ V2 −
0,8Ω
40A
Rangkaian dalam contoh sebelumnya dinyatakan dengan diagram satu garis sebagai berikut:
20A
0,06Ω
0,8Ω
0,4Ω + Gardu Distribusi 550V
Daya yang diserap saluran adalah
−
psaluran = 602 (0,4 + 0,03) + 202 (0,8 + 0,06) = 1892 W = 1,89 kW
+ V1 − 0,03Ω
+ V2 −
40A
20A
0,06Ω
diagram satu garis
Tegangan di beban adalah
V1 = 550 − 60(0,4 + 0,03) = 524,2 V
0,43Ω
V2 = V1 − 20(0,8 + 0,06) = 507 V
0,86Ω
550V 40A
20A
173
CONTOH:
B
A vA = 255 V
0,01Ω
Contoh:
C
D 0,015Ω
0,025Ω
100A
180A
vD = 250 V
X
Hitung arus saluran
A
VC 1 255 1 VB + − = 0 + 100 − 0 , 05 0 , 02 0 , 05 0 , 02
⇒ V B = 251 , 3 V ⇒ V C = 247 ,1 V I AB =
250V 0,04Ω
0,05Ω
VB − VA V B − VC + 100 + = 0 2 × 0 , 01 2 × 0 , 025
70 V B − 20 V C = 12650
174
0,1Ω
C 60A
V A = V X − 0,05 × 50 = 247,5 V V B = 250 − 0,1× 20 = 248 V VC = 250 − 0,04 × 60 = 247,6 V
50A VC − V B V − VD + 180 + C = 0 2 × 0 , 025 2 × 0 , 015
B 20A
VB 1 250 1 VC + − = 0 + 180 − 0 , 03 0 , 03 0 , 05 0 , 05
Hitung daya yang diserap saluran
53 , 3V C − 20 V B = 8153 , 3
Daya yang diserap saluran p XA = (50) 2 × 0,05 = 125 W p XB = (20) 2 × 0,1 = 40 W p XC = (60) 2 × 0,04 = 144 W
V A − V B 255 − 251,3 = = 185 A ; I BC = I AB − 100 = 85 A; I DC = 180 − I BC = 95 A R AB 0,02 175
176
44
7/23/2013
Contoh:
Contoh:
X
V V 1 1 + + 50 − B − X = 0 V A 0,1 0,05 0,05 0,1 V A VC V X 1 1 1 V B + + + 20 − 0,1 − 0,15 − 0,1 = 0 0,1 0,1 0,15
250V 0,04Ω
0,05Ω 0,1Ω
C
50A
60A 0,1Ω
30 V
B 20A
V X = 250 V; hitung V A , VB , VC 3 −1
0
VA
495
0
7
− 2 V B = 1239
0
0
125 VC
VC = 247,63 V; V B =
30954
+ 50 − 10 V
A
80 V 3 95 V 3
B
C
+ 20 − 10 V + 60 −
− 5000
B
70A
20 V 3
B
− 6250
30
− 10
0
− 30 0
80 − 20
− 20 95
VA
0,01Ω
0,02Ω
0,01Ω
I6
F
− 2500
0,01 0,02 0,02 0,01 0,03 0,01 I 1 0 0 0 0 1 −1 I2 I3 1 −1 0 0 0 0
I3 D
120A C
80A C
0,02Ω
A
= 0
20 V 3
−
A
B
I1
VB VX 1 1 VC + + 60 − 0,15 − 0,04 = 0 0,04 0,15
0,15Ω
A
I2
30A
0,03Ω I5
= 0
60A
0,01Ω E
I4 60A
Hitung arus di saluran
= 0 49 50
V B = 7440 VC 18570
0
1
−1
0
0
0
0 0
0 0
1 0
−1 1
0 −1
0 0
I4 I5 I6
1 2 2 1 3 1
I1
0
0 2 2 1 3 2
I2
− 70
=
30 − 80 60 − 60
− 150
0 0 2 1 3 4
I3
0 0 0 1 3 6
I4
0 0 0 0 3 7
I5
− 450
0 0 0 0 0 1
I6
− 81
=
0 − 70
− 390
I 6 = −81 A ; I 5 = 39 A ; I 4 = −21 A ; I3 = 39 A ; I 2 = −41 A ; I1 = −11 A
1239 + 2 × 247,64 495 + 247,75 = 247,75 V ; V A = = 247,58 V 7 3 177
178
Rangkaian Dengan Dioda Dioda Ideal nyata i + vD −
i
iD
ideal
0
Rangkaian Dengan Dioda Rangkaian Dengan OP AMP
v
0 Dioda konduksi :
v iD > 0 , vD = 0
Dioda tak konduksi : i D = 0 , v D < 0
+
+ va − v + vD − − 179
i Dioda konduksi :
iD
iD > 0 , v > va
Dioda tak konduksi : i D = 0 , v < v a
0 va v 180
45
7/23/2013
Penyearah Gelombang Penuh
Penyearah Setengah Gelombang Vm
i
i v
+ vD
+
+ RL
0 0
Ias π
2π
D1 ωt
D2 A
v +
I as
1 = 2π
1 id (ωt ) = 2π 0
∫
Vm sin ωt d (ωt ) + 0 RL 0
Vm
v
0
R D2
i2
v i
Jika v = 220sinωt sedangkan R = 5kΩ,
i1
i
v1 v2
D
∫
π 1 Vm = [cos ωt ] = Vm = I m πRL π 2π RL 0
D1 + +
+
D4
π
C i + RL
B D3
2π
Rangkaian Dengan Transformator ber-titik-tengah
Rangkaian Jembatan
v
i π
0
Ias
2π
I as =
ωt
2 Vm 2I m = π RL π
maka Ias = 220/5000π = 0,014 A
181
182
Filter Kapasitor iD
+
v
iR iC
+ vD C
+ vR −
15
vR=vC
0
∆vC
-5 0 -10 −V m -15
0.05
0.1
ωt
v R = Ri R = R(−iC ) = − RC
+ v1 _
dvC dt
i
+ vD −
konduksi
+ vR −
tak konduksi
v
dvC 1 =− dt vC RC
0.15
⇒ vC = vC 0 e
∆T
i=
vR
v1 − V >0 R
v R = iR = v1 − V
0
0
⇒ C=
v1
V
− (1 / RC ) t
0
t vR = v1 –V, dengan bagian negatif ditiadakan oleh dioda
∆ qC = C ∆vC = I as (T − ∆T ) ≈ I asT
C yang diperlukan
i
dv → vC + RC C = 0 dt
5 0
Dioda
Waktu tegangan menurun, dioda tidak konduksi. Terjadi loop tertutup RC seri.
RL
vC = v R
Vm 10
Pemotong Gelombang + V−
Waktu dioda konduksi, kapasitor terisi sampai vC = vmaks.
I asT I Vas = as = ∆vC f∆vC Rf∆vC 183
184
46
7/23/2013
CONTOH:
CONTOH:
+ 4,7 V iA
A + vs
− +
R
2V − vD +
iD
−
Dioda
+ v2
vs
v2
vA = −2 V
konduksi
− + D 1 0,7 V
+ vA
v 2 = −2 V
v s < −2 V
−
1kΩ
vA= 1 V
vs = vA
tak konduksi
D2
8
0
−2
0
v1
v2
-5
v2
tak konduksi
vP = 1,7
tak konduksi
konduksi
vP < 1,7
konduksi
konduksi
vP = 1,7
−8
vP < 0,7
vP = 0,7
ωt
v1
iB
konduksi v2=v1
5
0,7 V
vP
10
[V]
iB = ? D2 + −
v2 = vs
D1 v2
P
vP = 0,7
tak mungkin
mungkin
iB =
4,7 − 0,7 mA 1
tak mungkin
-10
tak konduksi
tak konduksi
185
186
Rangkaian Dengan Op Amp
Karakteristik Alih OpAmp vo
Penguat Operasional (OP AMP) catu daya positif masukan non-inversi −
keluaran
7
Top 1
masukan inversi
6
5
− +
2
3
4
io −
−
µ disebut gain loop terbuka (open loop gain)
−VCC
+
iN
+VCC : catu daya positif −VCC : catu daya negatif
vP = tegangan masukan non-inversi; vN = tegangan masukan inversi; vo = tegangan keluaran;
vP − vN
iP vP + vN +
vN vP −VCC
catu daya negatif
v o = µ(v P − v N )
+VCC vo 8
+
+VCC
+ vo
Diagram disederhanakan
iP = arus masukan non-inversi; iN = arus masukan inversi; io = arus keluaran;
187
Parameter
Rentang nilai
µ
105 ÷ 108
Nilai ideal ∞
Ri
106 ÷ 1013 Ω
∞ Ω
Ro
10 ÷ 100 Ω
0 Ω
± VCC
± 12 ÷ ± 24 V
Nilai µ sangat besar, biasanya lebih dari 105. Selama nilai netto (vP − vN ) cukup kecil, vo akan proporsional terhadap masukan. Akan tetapi jika µ (vP − vN ) > VCC OP AMP akan jenuh; tegangan keluaran tidak akan melebihi tegangan catu ± VCC
188
47
7/23/2013
Model Ideal OP AMP
Penguat Non-Inversi
+ iP vP +
+ µ (v − v ) P N −
Ri vN +
vP
vo ≤ VCC
+ vo
atau
µ(vP − vN ) ≤ VCC ⇒ (vP − vN ) ≤
−
iN
vN =
iP
io
Ro
Karena µ sangat besar, dapat dianggap µ = ∞ , sedangkan VCC tidak lebih dari 24 Volt, maka (VCC /µ ) = 0 sehingga vP = vN . Ri dapat dianggap ∞ sehingga arus masuk di kedua terminal masukan dapat dianggap nol, iP = iN = 0. Jadi untuk OP AMP ideal :
+ −
vs VCC µ
vo
+ −
vN
R1 iN
vP = v N =
R2
vo =
R2 vo R1 + R 2 R2 vo = v s R1 + R 2 R1 + R2 vs R2
umpan balik
vP = v N
K=
iP = i N = 0
R1 + R 2 R2
189
CONTOH:
CONTOH:
iin + −
+ −
A
B
2kΩ
5V
190
vo iB 2kΩ + vB 1kΩ −
vB = ?
iB = ?
+ −
vs
pB = ?
R4
R3
+ − R2
R5
+ vo
R1
RB =1kΩ
vo =? vs
v p = vN iP = 0 =
vN =
B
5 − vP → vP = 5 V = vN 2000
1 vo 3
VT
vo = 3v N = 15 V
+ −
A
+ −
R3
RT
+ vo R2
VT =
R1
v vB = vo = 15 V ; iB = B = 15 mA ; pB = vB iB = 225 mW. RB
v P = VT =
Resistansi R = vin = 5 = ∞ karena i = i = 0 in in P iin iin masukan :
vN =
191
R5 vs R 4 + R5
R1 vo R1 + R 2
→
R5 R1 vs = vo R4 + R5 R1 + R2
→
vo R5 R + R2 = × 1 vs R4 + R5 R1
R5 R 4 R5 v s ; RT = R 4 + R5 R 4 + R5
Resistansi masukan Rin =
vs = R 4 + R5 iin
192
48
7/23/2013
Rangkaian Penguat Inversi umpan balik
i1 R1 vs
vo
R2
iN
+ −
vN vP
Rangkaian Penyangga (buffer)
i2
A
−
1 1 v N + R1 R 2 v s vo + =0 R1 R 2
+
v v + i N − s − o = 0 R1 R 2 sehingga
R v o = − 2 R1
iP vP v s
+ −
vs
vo
+ −
vN
io
R iN
193
CONTOH: iin
vs
R1
A
+ R3
+ vo
Rin =
iin
vs
+ −
1 vs vo 1 v N + + i N − R − R = 0 1 2 R1 R2
R4
B
R1
A
R2 − +
R5
+ vo
R3
vo R R2 =− 2 =− VT RT R1 + (R4 || R5 )
−v s − v o v − R2 + =0 → o = R1 R2 vs R1 Rin =
Rin =
CONTOH: R2 −
+ −
194
RT
v in vs = = R1 i in vs / R1
vin vs = iin (v s − vo ) /( R1 + R2 )
VT
vs R1 1 = = v s (1 − vo / vs ) /( R1 + R2 ) (1 + R2 / R1 ) /( R1 + R2 ) ( R1 + R2 ) /( R1 + R2 )
+ −
A
R2 −
+
+ vo
v o v o VT R5 R2 = × =− × v s VT v s R1 + R 4 || R5 R 4 + R5 =−
R3
Rin = R5 VT = v s ; RT = R1 + (R4 || R5 ) R4 + R5
195
R 2 R5 ( R1 R5 + R1 R 4 + R 4 R5 )
vs = R4 + R1 || R5 iin
=
R4 ( R1 + R5 ) + R1 R5 R1 + R5 196
49
7/23/2013
CONTOH:
Penjumlah
R
i1 R1
v1 i2
R2 v1 + −
R
vo
RF
iN
v2 + −
vN vP
1 1 1 v1 v2 vo v N + + + iN − R − R − R = 0 1 2 F R1 R2 RF
iF
A
−
R
v1 v2 vo + + =0 R1 R2 RF
− +
v v R R v o = − R F 1 + 2 = − F v1 − F v 2 = K 1v1 + K 2 v 2 R1 R2 R1 R 2
vo =
∑K
n vn
dengan
Kn = −
n
R R v1 − v 2 = −(v1 + v 2 ) R R
vo = −
vo
+
v2
R
v v 1 1 vP + + iP − 1 − 2 = 0 R R R R v +v → vP = 1 2 2
A
v1
+ −
v2
RF Rn
vo R
R
vN =
R
vo 2
v1 + v 2 v o = → v o = v1 + v 2 2 2
197
198
Pengurang (Penguat Diferensial) i1 R1 v1 + −
R2
iN
v2
iR + vo
− +
R3 + −
Integrator
i2
R4
R2 v1 R1
vN =
atau
R1 v o2 R1 + R 2
R4 v o2 = R3 + R4
vP =
iC
A
+ R iN vs vN vP
Jika v1 dimatikan:
iP
R1 R4 v o2 = v2 R1 + R 2 R3 + R4
Jika v2 dimatikan:
v o1 = −
C
+ vo
−
+
vs d = −C (v o ) R dt
1 v o = v o (0) − RC
R4 v2 R3 + R 4
R1 + R 2 R1
v d 1 v N − C (v o − v N ) − s = 0 dt R R atau
∫
vo ( t )
v o (0)
t
∫ v dt 0
s
d (v o ) = −
1 RC
t
∫ v dt s
0
t
1 vo = − RC
∫ v dt
1 RC
∫ v dt
0
s
Diferensiator
v 2
iC + C vs iN vN vP
R4 R1 + R2 R v2 = −K1v1 + K 2 v2 vo = vo1 + vo2 = − 2 v1 + R1 R3 + R4 R1 Jika kita buat R1 = R2 = R3 = R4 maka vo = v2 − v1 199
iR
A R −
+ vo
vN v d − C (vs − v N ) − o = 0 R dt R vo d = −C (v s ) R dt
+ vs = −
1 RC
atau
0
o
v s (t )
vs ( 0)
t
∫ v dt
∫
atau
d (v s ) = −
t
0
o
dv v o = − RC s dt 200
50
7/23/2013
Diagram Blok v1
+
v1
−
K
R1
vo
vo
v1
K1
2
vo
v1
v2
vo
+
K
K2
2
v3
v2
= −
vo
+
R = − F R2
−
−
−
+
+
K1 = − +
− +
R2
K
Penguat Inversi
RF
v2
v1
R _ 2 +
K
Penguat Non-Inversi R1
vo R1
R + R2 K = 1 R2
R2
v1
Hubungan Bertingkat
v1
vo
RF R1
v1
RF R2
KK 1 1
v2
K2
v3
K3
vo
Penjumlah v1 v2
R1 R3
− +
R2
R4
vo
v1
K1
K1 = − +
v2
vo
+
K2
K
2
v o = K 3v3 = K 3 K 2 v 2 = K 3 K 2 K1v1
R2 R1
R + R2 R4 × = 1 R1 R3 + R4
Pengurang 201
202
Pengantar Peristiwa transien dalam rangkaian listrik, yang walaupun berlangsung hanya beberapa saat namun jika tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan terjadinya hal-hal yang sangat merugikan pada rangkaian
11. Analisis Transien
Dalam pelajaran ini analisis transien dilakukan di kawasan waktu meliputi
Analisis Transien Rangkaian Orde-1 Analisis Transien Rangkaian Orde-2
203
204
51
7/23/2013
Dalam pembahasan model piranti pasif kita pelajari bahwa tegangan kapasitor adalah peubah status kapasitor; dan arus induktor adalah peubah status induktor.
Yang dimaksud dengan analisis transien adalah analisis rangkaian yang sedang dalam keadaan peralihan atau keadaan transien.
Pada saat-saat terjadi perubahan rangkaian, kapasitor cenderung mempertahankan tegangan yang dimilikinya sesaat sebelum terjadi perubahan
Peristiwa transien biasanya berlangsung hanya beberapa saat namun jika tidak ditangani secara baik dapat menyebabkan terjadinya hal-hal yang sangat merugikan pada rangkaian
Pada saat-saat terjadi perubahan rangkaian, induktor cenderung mempertahankan arus yang dimilikinya sesaat sebelum terjadi perubahan
Peristiwa transien timbul karena pada saat terjadi perubahan keadaan rangkaian, misalnya penutupan atau pembukaan saklar, rangkaian yang mengandung elemen dinamik cenderung memperatahankan status yang dimilikinya sebelum perubahan terjadi
Peubah status tidak dapat berubah secara mendadak
205
206
Kita ambil contoh rangkaian seri R dan C S
R
+ vs −
A + vC
C
−
B
Apabila sesaat sebelum saklar S ditutup kapasitor tidak bertegangan, maka setelah saklar ditutup tegangan kapasitor akan meningkat mulai dari nol. Tegangan kapasitor tidak dapat berubah secara mendadak.
Kita ambil contoh lain, rangkaian seri R dan L S + vs −
R
A iL
L B
Sesaat sebelum saklar dibuka, arus pada induktor adalah iL = vs/R. Pada waktu saklar dibuka, arus induktor akan turun menuju nol dalam waktu tertentu karena arus induktor tidak dapat berubah secara mendadak. Sebelum mencapai nol arus induktor mengalir melalui dioda.
Karena hubungan antara arus dan tegangan pada induktor maupun kapasitor merupakan hubungan linier diferensial, maka persamaan rangkaian yang mengandung elemen-elemen ini juga merupakan persamaan diferensial
Persamaan diferensial ini dapat berupa persamaan diferensial orde pertama dan rangkaian yang demikian ini disebut rangkaian atau sistem orde-1 Jika persamaan rangkaian berbentuk persamaan diferensial orde kedua maka rangkaian ini disebut rangkaian atau sistem orde-2
207
208
52
7/23/2013
Rangkaian Orde-1 biasanya mengandung hanya satu elemen dinamik, induktor atau kapasitor S
Rangkaian RC Seri vs
R + vin −
+ −
Rangkaian RL Seri S + −
A iC
i
i
L B
− B
dv + v = vs dt
vs
A iL
+ v
C
HTK setelah saklar tertutup:
vs − Ri − v L = vs − Ri − L
dv HTK setelah − v s + iR + v = −v s + RC +v = 0 saklar tertutup: dt RC
R
L
di =0 dt
di + Ri = v s dt
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde pertama dengan arus sebagai peubah rangkaian
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde pertama dengan tegangan sebagai peubah rangkaian 209
210
is
Rangkaian RLC Paralel
Rangkaian Orde-2 biasanya mengandung dua elemen dinamik, induktor dan kapasitor
A iR
Rangkaian RLC Seri
vs
S
+ −
+ R vin −
Ri + L
iC
iL = i
L
L
R
i C
+ v −
C
+ v −
B
iR + iL + iC = is v =vL =L di/dt, sehingga iR = v/R dan iC = C dv/dt
di + v = vin dt
v dv +i+C = is R dt
d 2v
dv Karena i = iC = C dv/dt, maka: LC 2 + RC + v = vin dt dt
LC
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde ke-dua dengan tegangan sebagai peubah rangkaian 211
d 2i dt 2
+
atau
L di + i = is R dt
Inilah persamaan rangkaian yang merupakan persamaan diferensial orde ke-dua dengan arus sebagai peubah rangkaian
212
53
7/23/2013
Bentuk Umum Persamaan Rangkaian Orde-1 a
dy + by = x(t ) dt
y adalah fungsi keluaran
Fungsi x(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
tetapan a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian Persamaan diferensial seperti di atas mempunyai solusi yang disebut solusi total yang merupakan jumlah dari solusi homogen dan solusi khusus 214
213
Tanggapan Alami, Tanggapan Paksa, Tanggapan Lengkap Solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen di mana x(t) bernilai nol: a
dy + by = 0 dt
Dalam rangkaian listrik, fungsi pemaksa x(t) adalah besaran yang masuk ke rangkaian dan memaksa rangkaian untuk menanggapinya; besaran ini biasanya datang dari sumber.
Misalkan solusi persamaan ini y0
S
dy a + by = x(t ) dt
R
A
Dalam rangkaian ini
Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan aslinya di mana x(t) tidak bernilai nol
x(t) = vs
Misalkan solusi persamaan ini yp
+ −
vs
i
iL
L B
Dalam rangkaian listrik solusi homogen adalah tanggapan rangkaian apabila x(t) = vs = 0 dan tanggapan ini disebut tanggapan alami
Solusi total adalah jumlah dari kedua solusi.
Jadi ytotal = (y0+yp)
Dalam rangkaian listrik solusi khusus adalah tanggapan rangkaian apabila x(t) = vs ≠ 0 dan tanggapan ini disebut tanggapan paksa Dalam rangkaian listrik solusi total disebut tanggapan lengkap yang merupakan jumlah dari tanggapan alami dan tanggapan paksa 215
216
54
7/23/2013
Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke persamaannya, kita peroleh
Tanggapan Alami Tanggapan alami adalah solusi khusus dari persamaan homogen :
a
aK1se st + bK1e st = 0
dy a dy + by = 0 atau +y=0 dt b dt
yK1 (as + b ) = 0
atau
Salah satu solusi adalah y = 0, namun
Inilah yang harus bernilai 0
ini bukanlah solusi yang kita cari sedangkan K1 adalah tetapan yang ≠ 0
Dalam kuliah ini kita akan mencari solusi persamaan homogen ini dengan cara pendugaan
Ini disebut persamaan karakteristik. Persamaan ini akan menentukan bentuk tanggapan rangkaian.
Persamaan homogen ini memperlihatkan bahwa y ditambah dengan suatu tetapan kali turunan y, sama dengan nol untuk semua nilai t Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan turunannya berbentuk sama; fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu sendiri adalah fungsi eksponensial.
as + b = 0 Akar persamaan ini adalah s = −(b/a) Jadi tanggapan alami yang kita cari adalah
ya = K1e st = K1e −(b / a ) t
Jadi kita dapat menduga bahwa solusi dari persamaan homogen ini mempunyai bentuk eksponensial
Tetapan ini masih harus kita cari. Nilai tetapan ini diperoleh dari tanggapan lengkap pada waktu t = 0
y = K1est 217
Untuk mencari tanggapan lengkap kita mencari lebih dulu tanggapan paksa, yp
218
Tanggapan Paksa Tanggapan paksa adalah solusi dari persamaan:
a
dy + by = x(t ) dt
Jika solusi persamaan ini kita sebut yp(t), maka bentuk yp(t) haruslah sedemikian rupa sehingga jika yp(t) dimasukkan ke persamaan ini maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan akan berisi bentuk fungsi yang sama.
4. x(t) = Asinωt. Jika fungsi pemaksa berupa fungsi sinus, maka tanggapan paksa akan berupa penjumlahan fungsi fungsi sinus dan cosinus karena fungsi sinus merupakan penjumlahan dari dua fungsi eksponensial kompleks.
sin x =
e jx − e − jx 2
Melihat identitas ini, maka kita bisa kembali ke kasus 3; perbedaannya adalah kita menghadapi eksponensial kompleks sedangkan di kasus 3 kita menghadapi fungsi eksponensial nyata. Dalam hal ini maka Solusi yang kita cari akan berbentuk jumlah fungsi sinus dan cosinus.
Hal ini berarti x(t), yp(t), dan dyp(t) /dt harus berbentuk sama Kita lihat beberapa kemungkinan bentuk fungsi pemaksa, x(t): 1. x(t) = 0. Jika fungsi pemaksa bernilai nol maka hanya akan ada tanggapan alami; tanggapan paksa = 0.
5. x(t) = Acosωt. Kasus ini hampir sama dengan kasus 4, hanya berbeda pada identitas fungsi cosinus
2. x(t) = K. Jika fungsi pemaksa bernilai tetap maka tanggapan paksa yp juga harus merupakan tetapan karena hanya dengan cara itu dyp /dt akan bernilai nol sehingga ruas kanan dan kiri dapat berisi bentuk fungsi yang sama.
cos x =
3. x(t) = Aeαt. Jika fungsi pemaksa berupa fungsi eksponensial, maka tanggapan paksa yp harus juga eksponensial karena dengan cara itu turunan yp juga akan berbentuk eksponensial, dan fungsi di ruas kiri dan kanan persamaan rangakaian akan berbentuk sama. 219
e jx + e − jx 2
220
55
7/23/2013
Tanggapan Lengkap Dugaan tanggapan y = y p + y a = y p + K1e s t lengkap adalah Ini masih dugaan karena tanggapan paksa Dugaan tanggapan alami tanggapan alami juga masih dugaan K1 masih harus ditentukan melalui penerapan kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0
Ringkasan bentuk tanggapan paksa Jika x(t ) = 0 , maka y p = 0 Jika x(t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K Jika x(t ) = Aeαt = eksponensial, maka y p = eksponensial = Ke αt Jika x(t ) = A sin ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt Jika x(t ) = A cos ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt
Kondisi Awal
Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah bentuk umum
Kondisi awal adalah situasi sesaat setelah penutupan rangkaian (jika saklar ditutup) atau sesaat setelah pembukaan rangkaian (jika saklar dibuka);
fungsi sinus maupun cosinus .
Sesaat sebelum penutupan/pembukaan saklar dinyatakan sebagai t = 0Sesaat sesudah penutupan/pembukaan saklar dinyatakan sebagai t = 0+. Pada induktor, arus pada t = 0+ sama dengan arus pada t = 0Pada kapasitor, tegangan pada t = 0+ sama dengan tegangan pada t = 0221
222
Prosedur Mencari Tanggapan Lengkap Rangkaian Jika kondisi awal kita masukkan pada dugaan solusi lengkap akan kita peroleh nilai K1
1. Carilah nilai peubah status pada t = 0− ; ini merupakan kondisi awal.
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 → K1 = y (0 + ) − y p (0 + ) = A0
2. Carilah persamaan rangkaian untuk t > 0. 3. Carilah persamaan karakteristik.
Dengan demikian tanggapan lengkap adalah
4. Carilah dugaan tanggapan alami.
y = y p + A0 e s t
5. Carilah dugaan tanggapan paksa. 6. Carilah dugaan tanggapan lengkap.
Ini merupakan komponen mantap dari tanggapan lengkap; ia memberikan nilai tertentu pada tanggapan lengkap pada t = ∞
7. Terapkan kondisi awal pada dugaan tanggapan lengkap yang akan memberikan niali-nilai tetapan yang harus dicari.
Ini merupakan komponen transien dari tanggapan lengkap; ia bernilai 0 pada t=∞
8. Dengan diperolehnya nilai tetapan, didapatlah tanggapan rangkaian yang dicari
223
224
56
7/23/2013
Contoh: x(t) = 0
1 S 2
Saklar S telah lama pada posisi 1. Pada t = 0 + S dipindah ke posisi 2. Carilah tanggapan vs= 12V − rangkaian.
Persamaan karakteristik : s + 1000 = 0 → s = −1000
R=10kΩ
+ v −
C=0.1µF
4. Dugaan tanggapan alami : va = A0 e −1000t
1. Pada t = 0- kapasitor telah terisi penuh dan v(0+) = 12 V
5. Dugaan tanggpan paksa : v p = 0 ( tidak ada fungsi pemaksa)
2. Persamaan rangkaian untuk t > 0: − v + iR R = 0
st −1000t 6. Dugaan tanggapan lengkap : v = v p + A0 e = 0 + A0 e
Karena iR = −iC = −C maka
− v − RC
7. Kondisi awal : v (0 + ) = v (0 − ) = 12 V. Penerapan kondisi awal pada dugaan tanggapan lengkap memberikan : 12 = 0 + A0 → A0 = 12
dv dt dv 1 + v=0 dt RC
dv =0 dt
−1000 t V 8. Tanggapan lengkap menjadi : v = 12 e
dv + 1000v = 0 dt
s + 1000 = 0 → s = −1000
3. Persamaan karakteristik:
225
Contoh: x(t) = 0
Persamaan karakteristik:
A Saklar S telah lama tertutup. Pada t = 0 saklar S dibuka. Carilah tanggapan rangkaian
+ vs = − 50 V
S R =1 kΩ 0 R =3 kΩ
L= 0.6 H
Dugaan tanggapan paksa : i p = 0 (tak ada fungsi pemaksa)
50 i (0 ) = = 50 mA 1000 −
Dugaan tanggapan lengkap : i = i p + A0 e −5000 t = 0 + A0 e −5000 t
Persamaan rangkaian pada t > 0:
Kondisi awal : i (0 + ) = i(0 − ) = 50 mA .
vA +i=0 3000
Karena vA = vL = L di/dt,
Penerapan kondisi awal pada dugaan tanggapan lengkap
1 di L +i = 0 3000 dt
memberikan : 50 = A0
Tanggapan lengkap menjadi : i = 50 e −5000 t mA
1 di 0 ,6 + i = 0 3000 dt 0,6
Persamaan karakteristik:
0,6 s + 3000 = 0
Dugaan tanggapan alami : ia = A0 e −5000 t
i
Sebelum saklar dibuka:
Simpul A:
226
di + 3000 i = 0 dt
0,6 s + 3000 = 0 227
228
57
7/23/2013
Contoh: x(t) = A
+ -
10kΩ
1 12V
Persamaan karakteristik : 10 −3 s + 1 = 0 → s = −1 / 10 −3 = −1000
i
S 2
0,1µF
Saklar S telah lama pada posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindah ke posisi 2. Carilah tanggapan rangkaian.
+ v −
Dugaan tanggapan alami : va = A0 e −1000 t
Dugaan tanggapan paksa : v p = K
Pada t = 0- kapasitor tidak bermuatan; tegangan kapasitor v(0-) = 0. ⇒ v(0+) = 0
Masukkan v p dugaan ini ke persamaan rangkaian :
Persamaan rangkaian pada t > 0:
Dugaan tanggapan lengkap : v = 12 + A0 e −1000 t V
0 + K = 12 ⇒ v p = 12
− 12 + 104 i + v = 0 Karena i = iC = C dv/dt
− 12 + 10 4 × 0,1 × 10 −6 10−3
Persamaan karakteristik:
Kondisi awal : v(0 + ) = v(0 −) = 0 .
dv +v =0 dt
12 v [V]
Penerapan kondisi awal memberikan : 0 = 12 + A0 → A0 = −12
dv + v = 12 dt
Tanggapan lengkap menjadi : v = 12 − 12 e −1000t V
12-12e
1000t
t
0 0
0.002
0.004
10 −3 s + 1 = 0
229
Contoh: x(t) = Acosω ωt
A
Rangkaian di samping ini mendapat masukan tegangan sinusoidal yang muncul pada t = 0.
vs=50cos10t u(t) V
+ −
15Ω vs
iC
1/30 F
Persamaan karakteristik: + v −
Dugaan tanggapan paksa : v p = Ac cos10t + As sin 10t
Substitusi tanggapan dugaan ini ke persamaan rangkaian memberikan : − 10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos10t
v( 0 + ) = 0
→ −10 Ac + 5 As = 0 dan 10 As + 5 Ac = 100 → As = 2 Ac → 20 Ac + 5 Ac = 100 ⇒ Ac = 4 dan As = 8
Persamaan rangkaian untuk t > 0: Simpul A:
Tanggapan paksa : v p = 4 cos10t + 8 sin 10t
v v 1 1 1 v + + iC − s = 0 → v + iC = s 15 6 15 15 10
Dugaan tanggapan lengkap : v = 4 cos10t + 8 sin 10t + A0 e −5 t
1 1 dv vs v+ = 6 30 dt 15
iC = C dv/dt
→
Persamaan karakteristik:
s + 5 = 0 → s = −5
Dugaan tanggapan alami : va = A0 e −5 t
10Ω
v(0+) = 0 Kondisi awal dinyatakan bernilai nol:
230
Kondisi awal v(0 + ) = 0 Penerapan kondisi awal : 0 = 4 + A0 → A0 = −4
dv + 5v = 100 cos 10t dt
Jadi tegangan kapasitor : v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e −5t V dv 1 = − 40 sin 10t + 80 cos10t + 20 e −5 t dt 30
Arus kapasitor : iC = C
s + 5 = 0 → s = −5
(
= −1,33 sin 10t + 2,66 cos10t + 0,66 e 231
−5 t
)
A 232
58
7/23/2013
Konstanta Waktu Tanggapan alami:
Lama waktu yang diperlukan oleh suatu peristiwa transien untuk mencapai akhir peristiwa (kondisi mantap) ditentukan oleh konstanta waktu yang dimiliki oleh rangkaian.
+ vs −
+ v −
−
1 t RC
Tanggapan alami dapat dituliskan: va = K1e −t / τ
1 S 2
Tinjauan pada Contoh sebelumnya
va = K1e
dengan: iR
R
C
τ = RC
Tanggapan lengkap menjadi: v = v p + v a = v p + K1e
−t / τ
Tanggapan paksa Setelah saklar S pada posisi 2, persamaan raqngkaian adalah:
dv 1 + v=0 dt RC
Fungsi karakteristik:
Dugaan tanggapan alami:
τ disebut konstanta waktu.
1 s+ =0 RC va = K1e
−
Ia ditentukan oleh besarnya elemen rangkaian.
1 s=− RC
Ia menentukan seberapa cepat transien menuju akhir.
1 t RC
Makin besar konstanta waktu, makin lambat tanggapan rangkaian mencapai nilai akhirnya (nilai mantapnya), yaitu nilai komponen mantap, vp
Tanggapan alami ini yang akan menentukan komponen transien pada tanggapan lengkap 233
R − t
Tinjauan pada Contoh sebelumnya
Tanggapan alami: ia = K1e L
A Pada t = 0 saklar S dibuka
S
+ vs −
Persamaan rangkaian setelah saklar dibuka adalah:
R0
di = −R i dt
Persamaan karakteristik:
Tanggapan alami:
ia =
R − t K1e L
+
+ R
L
234
−
L
Tanggapan alami dapat dituliskan: ia = K1e − t / τ
i
−
dengan:
di R + i=0 dt L s+
Tanggapan lengkap:
τ=
L R
i = i p + ia = i p + K1e − t / τ Tanggapan paksa
R =0 L
τ disebut konstanta waktu.
R s=− L
Ia ditentukan oleh besarnya elemen rangkaian. Ia menentukan seberapa cepat transien menuju akhir. Makin besar konstanta waktu, makin lambat transien mencapai nilai akhirnya yaitu nilai komponen mantap, ip.
Tanggapan alami ini juga akan menentukan komponen transien pada tanggapan lengkap seperti halnya tinjauan pada Contoh-2.1 235
236
59
7/23/2013
Tinjauan pada Contoh sebelumnya 2
+ vs -
R
1
C
R1
iC C
+ v −
R2
Pada t = 0, S dipindahkan ke posisi 2.
− vs + Ri + v = 0
− vs + Ri + v = 0
iC = C dv/dt
dv RC + v = vs dt
Karena i = iC = C dv/dt
1 v 1 + iC − s = 0 v + R1 R1 R2
R + R2 dv v s + C v 1 = dt R1 R1 R2
Persamaan karakteristik:
Persamaan karakteristik: RCs + 1 = 0
R ∗ + Cs = 0 ∗
s = −1 / R C
s = −1 / RC
va = Ke − (1 / RC )t = Ke −t / τ
Tanggapan alami:
+ −
vs=Acosωt u(t)
+ v −
Simpul A: Persamaan rangkaian setelah saklar pada posisi 2:
A
Tinjauan pada Contoh sebelumnya
i
S
∗
va = Ke − (1 / R C )t = Ke −t / τ
Tanggapan alami:
τ = RC −t / τ Tanggapan lengkap: v = v p + v a = v p + Ke
R + R2 R ∗ = 1 R1 R2
Tanggapan lengkap:
τ = R ∗C
v = v p + va = v p + Ke −t / τ
237
238
Konstanta waktu ditentukan oleh besar elemen-elemen rangkaian
Dari tinjauan contoh-1 s/d 4, dengan menggambarkan rangkaian untuk melihat tanggapan alami saja, kita buat ringkasan berikut:
Untuk rangkaian R-C : τ = RC Untuk rangkaian R-L : τ = L/R
C
R
τ = RC
Konstanta waktu juga ditentukan oleh berapa besar energi yang semula tersimpan dalam rangkaian (yang harus dikeluarkan)
τ = L/ R
R1 C
L
R
R2
τ = R*C
Makin besar C dan makin besar L, simpanan energi dalam rangkaian akan makin besar karena
R + R2 R ∗ = 1 R1R2
1 2 1 Cv dan wL = Li 2 2 2 Oleh karena itu konstanta waktu τ berbanding lurus dengan C atau L wC =
Konstanta waktu ditentukan oleh besar elemen-elemen rangkaian
Untuk rangkaian R-C : τ = RC Untuk rangkaian R-L : τ = L/R 239
Pengurangan energi berlangsung dengan mengalirnya arus i dengan desipasi daya sebesar i2R. Dalam kasus rangkaian R-C, di mana v adalah peubah status, makin besar R akan makin besar τ karena arus untuk desipasi makin kecil. Dalam kasus rangkaian R-L di mana peubah status adalah i makin besar R akan makin kecil τ karena desipasi daya i2R makin besar
240
60
7/23/2013
Tanggapan Masukan Nol
Tanggapan Masukan Nol dan Tanggapan Status Nol
+
vC
C
R
L
R
−
Peristiwa transien dapat pula dilihat sebagai gabungan dari tanggapan masukan nol dan tanggapan status nol
iL
Bentuk tanggapan rangkaian tanpa fungsi pemaksa secara umum adalah
Tanggapan Masukan Nol adalah tanggapan rangkaian jika tidak
y m 0 = y (0 + ) e − t / τ
ada masukan. Peristiwa ini telah kita kenal sebagai tanggapan alami
tanggapan masukan nol
Tanggapan Status Nol adalah tanggapan rangkaian jika ada
vC(0+) atau iL(0+) masing-masing menunjukkan adanya simpanan energi energi awal dalam rangkaian di kapasitor sebesar ½CvC 2 di induktor sebesar ½LiL2
masukan masukan pada rangkaian sedangkan rangkaian tidak memiliki simpanan energi awal (simpanan energi sebelum terjadinya perubahan rangkaian). Pengertian tentang tanggapan status nol ini muncul karena sesungguhnya tanggapan rangkaian yang mengandung elemen dinamik terhadap adanya masukan merupakan peristiwa transien walaupun rangkaian tidak memiliki simpanan energi awal
peubah status, vC dan iL, tidak dapat berubah secara mendadak Pelepasan energi di kapasitor dan induktor terjadi sepanjang peristiwa transien, yang ditunjukkan oleh perubahan tegangan kapasitor dan arus induktor 241
242
Tanggapan Status Nol Dengan demikian tanggapan lengkap rangkaian dapat dipandang sebagai terdiri dari tanggapan status nol dan tanggapan masukan nol
Jika sebelum peristiwa transien tidak ada simpanan energi dalam rangkaian, maka tanggapan rangkaian kita sebut tanggapan status nol Bentuk tanggapan ini secara umum adalah
y s 0 = y f − y f (0 + ) e − t / τ
y = y s 0 + ym 0 = y f (t ) − y f (0 + ) e − t / τ + y(0 + ) e −t / τ
Tanggapan status nol Status final t=∞
Bagian ini merupakan reaksi elemen dinamik (kapasitor ataupun induktor) dalam mencoba mempertahankan status rangkaian.
Konstanta waktu τ ditentukan oleh elemen rangkaian
Oleh karena itu ia bertanda negatif. yf (0+) adalah nilai tanggapan pada t = 0+ yang sama besar dengan yf sehingga pada t = 0+ tanggapan status nol ys0 = 0. 243
244
61
7/23/2013
Bentuk Umum Persamaan Rangkaian Orde-2 a
d2y dt 2
+b
dy + cy = x (t ) dt
y = tanggapan rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus
fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
tetapan a dan b ditentukan oleh nilainilai elemen yang membentuk rangkaian Persamaan diferensial orde ke-dua muncul karena rangkaian mengandung kapasitor dan induktor
dengan tegangan sebagai peubah status
dengan arus sebagai peubah status
sedangkan peubah dalam persamaan rangkaian harus salah satu di ataranya, tegangan atau arus 246
245
as 2 + bs + c = 0
Tanggapan Alami Tanggapan alami adalah solusi persamaan rangkaian di mana x(t) bernilai nol: a
Persamaan karakteristik yang berbentuk persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu
d2y dy + b + cy = 0 dt dt 2
s1, s2 =
Dugaan solusi y berbentuk fungsi eksponensial ya = Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan.
Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua solusi homogen, yaitu
Kalau solusi ini dimasukkan ke persamaan, akan diperoleh 2 st
aKs e
(
+ bKse + cKe st
)
st
=0
− b ± b 2 − 4ac 2a
ya1 = K1e s1t dan
y a 2 = K 2 e s2 t
atau Tanggapan alami yang kita cari akan berbentuk
Ke st as 2 + bs + c = 0
ya = K1e s1t + K 2e s2t
Bagian ini yang harus bernilai nol yang memberikan persamaan karakteristik
Seperti halnya pada rangkaian orde pertama, tetapan-tetapan ini diperoleh melalui penerapan kondisi awal pada tanggapan lengkap
as 2 + bs + c = 0 247
248
62
7/23/2013
Tanggapan Lengkap
Tanggapan Paksa
Tanggapan lengkap adalah jumlah tanggapan alami dan tanggapan paksa
Tanggapan paksa adalah solusi persamaan rangkaian di mana x(t) ≠ 0: a
d2y dt 2
+b
y = y p + ya = y p + K1e s1t + K 2e s2t
dy + cy = x (t ) dt
Tetapan ini diperoleh melalui penerapan kondisi awal
Bentuk tanggapan paksa ditentukan oleh bentuk x(t) sebagaimana telah diulas pada rangkaian orde pertama, yaitu
Jika rangkaian mengandung C dan L, dua elemen ini akan cenderung mempertahankan statusnya. Jadi ada dua kondisi awal yang harus dipenuhi yaitu
Jika x(t ) = 0 , maka y p = 0 Jika x(t ) = A = konstan, maka y p = konstan = K Jika x(t ) = Aeαt = eksponensial, maka y p = eksponensial = Ke αt
vC (0 + ) = vC (0 − )
Jika x(t ) = A sin ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt
dan
Jika x(t ) = A cos ωt , maka y p = K c cos ωt + K s sin ωt Perhatikan : y = K c cos ωt + K s sin ωt adalah bentuk umum
+
i L (0 ) = i L ( 0 − )
fungsi sinus maupun cosinus . 249
Kondisi Awal
Tiga Kemungkinan Bentuk Tanggapan
Secara umum, kondisi awal adalah: y (0 + ) = y ( 0 − )
dan
Persamaan karakteristik
dy + ( 0 ) = y ' (0 + ) dt
as 2 + bs + c = 0
Nilai sesaat sebelum dan sesudah penutupan/pembukaan saklar harus sama, dan laju perubahan nilainya juga harus kontinyu y
250
dapat mempunyai tiga kemungkinan nilai akar, yaitu: a). Dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, jika {b2− 4ac } > 0;
y
b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika {b2−4ac } = 0; c). Dua akar kompleks konjugat s1,s2 = α ± jβ jika {b2−4ac } < 0.
0
t
Pada rangkaian orde pertama dy/dt(0+) tidak perlu kontinyu
0
Tiga kemungkinan akar ini akan memberikan tiga kemungkinan bentuk tanggapan
t
Pada rangkaian orde kedua dy/dt(0+) harus kontinyu sebab ada d2y/dt2 dalam persamaan rangkaian yang hanya terdefinisi jika dy/dt(0+) kontinyu 251
252
63
7/23/2013
Persamaan karakteristik dengan dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, {b2− 4ac } > 0 Contoh-1 + −
15 V
+ v
−
Persamaan karakteristik:
1H
S 1 2 iC 0,25 µF
i 8,5 kΩ
s 2 + 8,5 × 103 s + 4 ×10 6 = 0
→ akar - akar : s1, s 2 = −4250 ± 103 ( 4,25) 2 − 4 = −500, − 8000
Saklar S telah lama berada pada posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2. Carilah perubahan tegangan kapasitor.
−500t + K 2 e −8000t Dugaan tanggapan lengkap: v = 0 + K1e
Tak ada fungsi pemaksa − − Pada t = 0- : i (0 ) = 0 dan v (0 ) = 12 V
Kondisi awal: vC (0 + ) = 15 V dan iL (0 + ) = 0
di Persamaan Rangkaian pada t > 0 : − v + L + Ri = 0 dt
Karena persamaan rangkaian menggunakan v sebagai peubah maka kondisi awal arus iL(0+) harus diubah menjadi dalam tegangan v
2
Karena i = -iC = -C dv/dt, maka: − v − LC d v − RC dv = 0 dt dt 2 −
2
d v dt 2
2
d v dt 2
Kondisi awal:
v(0 + ) = 15 V
−
i L (0 + ) = iC (0 + ) = C
R dv v − =0 L dt LC
+ 8,5 × 103
dv + 4 × 106 v = 0 dt
dvC (0 + ) =0 dt 253
dv(0+ ) =0 dt
254
Tanggapan lengkap : v = 16e −500 t − e −8000 t V
−500t + K 2 e −8000t Dugaan tanggapan lengkap: v = 0 + K1e
15 = K1 + K 2
dvC (0 + ) =0 dt
16 12
0 = −500 K1 − 8000 K 2
v 8
0 = −500 K1 − 8000(15 − K1 )
K1 =
8000 × 15 = 16 7500
Tanggapan lengkap menjadi: v = 16e
−500 t
−e
4
K 2 = −1 −8000 t
0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
-4
V
(hanya ada tanggapan alami).
Perhatikan bahwa pada t = 0+ tegangan kapasitor adalah 15 V Pada waktu kapasitor mulai melepaskan muatannya, ada perlawanan dari induktor yang menyebabkan penurunan tegangan pada saat-saat awal agak landai
Ini adalah pelepasan muatan kapasitor pada rangkaian R-L-C seri 255
256
64
7/23/2013
Contoh-2
1H
S + −
19 V
Saklar S telah lama tertutup. Pada t = 0 saklar dibuka. Tentukan perubahan tegangan kapasitor dan arus induktor.
i
+ v
iC
−
0,25 µF
8,5 kΩ
Sebelum saklar dibuka arus hanya melalui induktor. Dioda tidak konduksi. i L (0 − ) =
vC (0 − ) = 0 V
19 = 2 mA 8500
Persamaan Rangkaian pada t > 0 : − v + L i = −iC = −C
dvC dt
Persamaan karkteristik : s 2 + 8,5 ×103 s + 4 ×106 = 0 → akar - akar : s1, s2 = −4250± 103 (4,25)2 − 4 = −500, − 8000
Dugaan tanggapan lengkap : v = 0 + K1e −500t + K 2e −8000t Tak ada fungsi pemaksa Kondisi awal: iL (0 + ) = 2 mA dan vC (0 + ) = 0 V
di + Ri = 0 dt
− v − LC
Karena persamaan rangkaian menggunakan v sebagai peubah maka kondisi awal iL(0+) harus diubah menjadi dalam v
2
d v dv − RC =0 dt dt 2
− iL (0 + ) = iC (0 + ) = C
d 2 v R dv v − 2 − − =0 L dt LC dt
dvC (0 + ) 2 × 10 −3 =− dt C
d 2v
dv + 8,5 × 103 + 4 × 106 v = 0 dt dt 2
257
dv (0 + ) 2 × 10 −3 =− = −8 ×10 3 dt 0,25 ×10 −6
Kondisi awal: v(0+ ) = 0
258
Tanggapan lengkap : v = 1,06e −500 t − 1e −8000 t V
Dugaan tanggapan lengkap : v = 0 + K1e−500t + K 2e−8000t 0 = K1 + K 2
dvC (0 + ) = 2 × 10 −3 dt
1
v [V]
−8000 = −500 K1 − 8000 K 2
0. 5
0
−8000 = −500 K1 + 8000 K1 K1 =
0
−8000 ≈ −1,06 7500
0.002
0.003
0.004
0.005
K 2 = − K1 = 1 -1
Tegangan kapasitor menjadi : v ≈ 1,06e −500 t − 1e −8000 t V Ini adalah pengisian kapasitor oleh arus induktor pada rangkaian R-L-C seri Arus induktor : i L = −iC = −C
0.001
-0. 5
(
dv ≈ −0,25 × 10 −6 − 530e −500t − 8000e −8000t dt
Perhatikan bahwa pada awalnya tegangan kapasitor naik karena menerima pelepasan energi dari induktor
)
Kenaikan tegangan kapasitor mencapai puncak kemudian menurun karena ia melepaskan muatan yang pada awalnya diterima.
≈ −133 × 10 −3 e −500 t + 2e −8000 t mA 259
260
65
7/23/2013
Persamaan Karakteristik Memiliki Dua Akar Riil Sama Besar s1 = s2, {b2− 4ac } = 0
v = 1,06e −500 t − 1e −8000 t V
v = 16e −500 t − e −8000 t V 16
Dua akar yang sama besar dapat kita tuliskan sebagai s1 = s dan s2 = s + δ ; dengan δ → 0
1
v [V]
Pelepasan energi induktor
v
12
[V]
v
8
0. 5
Tanggapan lengkap akan berbentuk 0 0
4
0.001
0.002
0.003
0.004
y = y p + K1e s1t + K 2e s2 t = y p + K1e st + K 2e( s + δ)t
0.005
-0. 5 0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
-4
Tanggapan paksa
-1
Kondisi awal pertama
Untuk kedua peristiwa ini yang di-plot terhadap waktu adalah tegangan kapasitor Seandainya tidak ada induktor, penurunan tegangan kapasitor akan terjadi dengan konstanta waktu
τ = RC = 8500 × 0.25 ×10−6 = 2125 ×10-6 atau 1/ττ = 470,6. Tetapi karena ada induktor, konstanta waktu menjadi lebih kecil sehingga 1/ττ = 500. Inilah yang terlihat pada suku pertama v.
v adalah pengaruh induktor, yang jika tidak ada kapasitor nilai 1/ττ = R/L = 8500. Karena ada kapasitor nilai ini menjadi 8000 pada suku ke-dua v.
Tanggapan alami
Kondisi awal kedua
y (0 + ) = y p (0 + ) + K1 + K 2
y ′(0 + ) = y ′p (0 + ) + K1s + K 2 ( s + δ)
y (0 + ) − y p (0 + ) = K1 + K 2 = A0
y ′(0 + ) − y ′p (0 + ) = ( K1 + K 2 ) s + K 2 δ = B0
B − A0 s A0 s + K 2 δ = B0 → K 2 = 0 δ
Suku ke-dua
dan
B − A0 s K1 = A0 − 0 δ
261
262
Contoh-3.
1 eδ t y = y p + A0 + ( B0 − A0 s ) − + δ δ
+ −
st e
1 eδ t lim − + δ δ → 0 δ
15 V
+ v
−
iC 0,25 µF
i 4 kΩ
Sakalar telah lama di posisi 1. Pada t = 0 di pindah ke posisi 2. Tentukan perubahan tegangan kapasitor.
(Diganti dengan 4 kΩ dari contoh sebelumnya)
δt = lim e − 1 = t δ→ 0 δ
Sebelum saklar dipindahkan: v(0 − ) = 15 V ; i (0 − ) = 0
y = y p + [ A0 + ( B0 − A0s ) t ] e st
Persamaan rangkaian untuk t > 0: − v + L
y = y p + [K a + Kb t ] e st
ditentukan oleh kondisi awal
1H
S 1 2
Tanggapan lengkap menjadi
Karena i = − iC = −C dv/dt
ditentukan oleh kondisi awal dan s
LC
di + iR = 0 dt
d 2v dv + RC + v = 0 dt dt 2
d 2v dv + 4 × 103 + 4 × 106 v = 0 dt dt 2
s sendiri ditentukan oleh nilai elemenelemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada kaitannya dengan kondisi awal
Persamaan karakteristik:
263
s 2 + 4 ×103 s + 4 × 106 = 0 264
66
7/23/2013
Persamaan karakteristik : s 2 + 4000s + 4 × 106 = 0 akar - akar : s1 , s2 = −2000 ± 4 × 106 − 4 × 106 = −2000 = s
v = (15 + 30000t ) e −2000 t V
Karena persamaan karakteristik memiliki akar sama besar
15
maka tanggapan lengkap akan berbentuk :
10
v = v p + (K a + K b t ) e st = 0 + (K a + K b t ) e st
v = 30000 t e −2000 t
5
Tak ada fungsi pemaksa 0
Kondisi awal pertama v (0+ ) = v(0 − ) ⇒ v(0+ ) = 15 = K a .
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
-5
dv + dv Kondisi awal kedua (0 ) = 0 ⇒ = K b e st + (K a + K bt ) s e st dt dt dv + → (0 ) = 0 = K b + K a s → K b = − K a s = 30000 dt
v = 15 e −2000 t
-10 -15
⇒ Jadi : v = (15 + 30000t ) e −2000 t V 265
Dua akar kompleks konjugat {b2− 4ac } < 0 Akar-Akar Kompleks Konjugat : s1 = α + jβ
dan
Contoh-4. 1H
S 1 2
s 2 = α − jβ
+ −
Tanggapan lengkap akan berbentuk
(
266
)
15 V
+ v −
iC 0,25 µF
i 1 kΩ
Saklar S sudah lama pada posisi 1. Pada t = 0 dipindah ke poisisi 2. Carilah perubahan tegangan kapasitor.
y = y p + K1e( α + jβ) t + K 2 e( α − jβ) t = y p + K1e+ jβ t + K 2 e − jβ t e αt (Diganti dengan 1 kΩ dari contoh sebelumnya)
K1 (cos β t + j sin β t ) K 2 (cos βt − j sin βt )
Pada t = 0+ : v(0 − ) = 15 V ; i (0 − ) = 0
( K1 + K 2 ) cos βt + j ( K1 − K 2 ) sin βt
y = y p + (K a cos βt + K b sin βt ) eαt Kondisi awal pertama: y (0 + ) = y p (0+ ) + K a
K a cos β t + K b sin β t
−v + L
di + iR = 0 dt
Persamaan rangkaian untuk t > 0: Karena i = −iC = −C dv/dt
K a = y (0 + ) − y p ( 0 + )
= y ′p (0 + ) + αK a + βK b
Persamaan karakteristik: 267
d 2v dv + RC + v = 0 dt dt 2
d 2v dv + 1×103 + 4 × 106 v = 0 dt dt 2
+ + αt Kondisi awal kedua: y ′(0 ) = y ′p (0 ) + {(αK b − K a β) sin β t + ( K bβ + αK a ) cos β t}e
αK a + β K b = y ′(0 + ) − y ′p (0 + )
LC
s 2 + 1× 103 s + 4 × 106 = 0 268
67
7/23/2013
Persamaan karakteristik : s 2 + 1000
dv + 4 × 10 6 = 0 dt
(
akar - akar : s1 , s 2 = −500 ± 500 2 − 4 × 10 6 = −500 ± j500 15
dua akar kompleks konjugat α ± jβ dengan α = −500 ; β = 500 15
Tanggapan lengkap akan berbentuk:
15
15 cos(500 15 t
v 10 [V] 5
v = 0 + (K a cos β t + K b sin β t ) e αt
15 sin(500 15 t ) 0
Kondisi awal pertama ⇒ v(0+ ) = 15 = K a Kondisi awal kedua ⇒
)
v = 15 cos(500 15 t ) + 15 sin( 500 15 t ) e −500t V
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
-5
dv + (0 ) = 0 = α K a + β K b dt − αK a 500 × 15 → Kb = = = 15 β 500 15
(
-10 -15
)
Tanggapan lengkap : v = 15 cos(500 15 t ) + 15 sin(500 15 t ) e −500t V 269
270
Contoh Tanggapan Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Sinus
Perbandingan tanggapan rangkaian: Dua akar riil berbeda: sangat teredam, v = 16e −500 t − e −8000 t V Dua akar riil sama besar : teredam kritis, v = (15 + 30000t ) e −2000 t V Dua akar kompleks konjugat : kurang teredam,
(
)
v = 15 cos(500 15 t ) + 15 sin( 500 15 t ) e
−500t
V
vs = 26cos3t u(t) V
i + −
vs
5Ω
1H
1 F 6
Rangkaian mendapat masukan sinyal sinus yang muncul pada t = 0. Tentukan perubahan tegangan dan arus kapasitor, apabila kondisi awal adalah i(0) = 2 A dan v(0) = 6 V
+ v
−
Pada t = 0+ : i(0+) = 2 A dan v(0+) = 6 V
15
Persamaan rangkaian untuk t > 0 : − v s + Ri + L
10 5 0 0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
RC
dv d 2i + LC 2 + v = vs dt dt
→
5 dv 1 d 2 v + + v = 26 cos 3t 6 dt 6 dt 2
0.006
-5 -10 -15
d 2v dt 2 271
di +v = 0 dt
+5
dv + 6v = 156 cos 3t dt 272
68
7/23/2013
Persamaan karakteristik : s 2 + 5s + 6 = 0 = ( s + 2)( s + 3);
1 dv + dv (0 ) → (0 + ) = 12 6 dt dt Aplikasi kondisi awal pertama : 6 = −2 + K1 + K 2 → K 2 = 8 − K1
Kondisi awal : v(0 + ) = 6 dan i(0 + ) = 2 =
akar - akar : s1 , s 2 = −2, − 3 Dugaan tanggapan paksa : v p = Ac cos 3t + As sin 3t Persamaan rangkaian
Aplikasi kondisi awal kedua :
dv + 5 + 6v = 156 cos 3t dt dt 2
Tanggapan lengkap : v = −2 cos 3t + 10 sin 3t + 6e − 2t + 2e −3t V
→ (− 9 Ac + 15 As + 6 Ac )cos 3t + (− 9 As − 15 Ac + 6 As )sin 3t = 156 cos 3t
⇒ i=
→ −3 Ac + 15 As = 156 dan − 15 Ac − 3 As = 0 ⇒ Ac =
12 = 30 − 2 K1 − 3K 2
⇒ K1 = 6 ⇒ K 2 = 2
d 2v
156 + 0 5 × 156 − 0 = −2 ; As = = 10 − 3 − 75 75 + 3
1 dv = sin 3t + 5 cos 3t − 2e − 2t − e −3t A 6 dt Amplitudo tegangan menurun
30
v [V] 20 i [A]
Tanggapan paksa : v p = −2 cos 3t + 10 sin 3t
10
vs
Amplitudo arus meningkat
v
0
Dugaan tanggapan lengkap : v = −2 cos 3t + 10 sin 3t + K1e −2t + K 2 e −3t
-10 0
t [s] i
2
4
6
8
10
-20
masih harus ditentukan melalui penerapan kondisi awal
-30 273
274
Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan Waktu Sudaryatno Sudirham
275
69