PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh: SHINTA DWININGTHYAS NIM: 1111048000028 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh: SHINTA DWININGTHYAS NIM: 1111048000028 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh: Shinta Dwiningthyas NIM: 1111048000028 Pembimbing I
Pembimbing II
Aliya Sandra Dewi, SH., MKn.
Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM.
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi berjudul PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 02 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu Hukum dengan Konsentrasi Hukum Bisnis. Jakarta, 02 April 2015 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. NIP. 19691216 199603 1 001 PANITIA UJIAN MUNAQASYAH: 1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. NIP. 19551015 197903 1 002
(…………......…..….….)
2. Sekertaris : Arip Purkon, MA. NIP. 19790427 200312 1 002
(……....…..........….…..)
3. Pembimbing 1 : Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. (…………….......…….)
4. Pembimbing 2 : Aliya Sandra Dewi, SH., MKn.
(……………..………....)
5. Penguji 1 : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. (……………..….……...) NIP. 19551015 197903 1 002 (……………..…….…...)
6. Penguji 2 : Arip Purkon, MA. NIP. 19790427 200312 1 002
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang digunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Maret 2015
Shinta Dwiningthyas
iii
ABSTRAK Shinta Dwiningthyas. NIM 1111048000028. PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 74 halaman + 30 halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan terhadap penggunaan debt collector dalam penyelesaian kredit macet yang terjadi di dunia perbankan dan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap penggunaan debt collector dalam penyelesaian kredit macet pada dunia perbankan. Latar belakang skripsi ini adalah penagihan kredit macet yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector) pada pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan pokok-pokok etika penagihan yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia karena seringkali menimbulkan kerugian bagi konsumen kartu kredit, seperti kasus pada Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012 yang merugikan nasabah Bank Standard Chartered karena jasa pihak ketiga (debt collector) yang dikuasakan oleh pihak bank tidak bekerja secara profesional dan menggunakan pendekatan intimidasi serta premanisme. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet diperbolehkan dan pengaturannya terdapat di dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP/2012, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012, Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011, Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014. Dalam Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012 Majelis Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dan menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar ganti rugi kepada Termohon Kasasi, putusan tersebut menurut penulis sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini terkait dengan penggunaan jasa penagihan kartu kredit. Kata Kunci
: Debt Collector, Kartu Kredit, Hubungan Hukum Bank dengan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector), Putusan Hakim.
Pembimbing
: 1. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. 2. Aliya Sandra Dewi, SH., M.Kn.
Daftar Pustaka
: Tahun 1984 s.d. Tahun 2015.
iv
KATA PENGANTAR
يم ْ ِب ِ من ال َّر ِح ِ س ِم هللاِ ال َّر ْح Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang senantiasa
memberikan
bimbingan
dan
petunjuk
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGGUNAAN DEBT COLLECTOR DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK STANDARD CHARTERED (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)”. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. dan Aliya Sandra Dewi, SH., M.Kn. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian
v
memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai. 4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis. 5. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Priyono A.W. dan Ibunda tersayang, Sri Rahayu S.Pd. Terima kasih atas kasih sayang, motivasi, dukungan, doa, perhatian, ilmu pengetahuan, arti kedisiplinan, serta segala hal yang selalu diberikan dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Begitu pula untuk kakak dan adikku tersayang, Dita Yusuf Pambudi dan Abdul Ajis Adi Putra. Terima kasih atas segala dukungan, perhatian, dan kasih sayang yang telah kalian berikan. 6. Teman hidup penulis, Waldan Mufathir yang telah membantu, memberi semangat, arahan, serta menemani penulis setiap waktu baik suka maupun duka. Terima kasih atas perhatian, cinta, kasih sayang, dan waktunya yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah senantiasa memberkahi dan meridhai kebersamaan kita. 7. Kak Laras, Kak Mario, Mbak Indri, Kak Rino, Mas Adrian yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, motivasi, dan pengetahuan yang sudah diberikan kepada penulis. Semoga semua kebaikan yang kalian berikan senantiasa dibalas oleh Allah Swt. vi
8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum angkatan 2011 yang selalu mewarnai kehidupan di bangku perkuliahan selama delapan semester ini, Ayu Eza, Tami, Hilda, Ida, Fanny, Kiya, Icha, Dhurifah, Endang, Sri, Ummu, Novita, Dita, Citra, Clara, Banun, Fitriana, Lidia, Liana, Ayang, teman-teman Hukum Bisnis dan Hukum Kelembagaan Negara yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu karena banyak sekali yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis 9. Teman-teman KKN MPR, khususnya Rida Fauzia Qinvi yang banyak memberikan motivasi, dukungan, perhatian, pengalaman hidup untuk saling berbagi disetiap kesempatan waktu. 10. Pihak perpustakaan UI dan UIN Jakarta, terima kasih karena telah menyediakan buku-buku yang lengkap sehingga penulis tidak kebingungan mencari referensi buku yang dibutuhkan. Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik material maupun immaterial, penulis berdoa semoga Allah Swt memberi balasan yang berlipat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Jakarta, Maret 2015
Shinta Dwiningthyas
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….....
ii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………….
iii
ABSTRAK………………………………………………………......................
iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………......
v
DAFTAR ISI………………………………………………………...................
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………. 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………………….... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………... 8 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual...........................................................
9
E. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu............................................……….
13
F. Metode Penelitian........................................................………………….
15
G. Sistematika Penulisan................................………………………….......
19
BAB II KARTU KREDIT DALAM HUKUM PERDATA DI INDONESIA A. Pengertian Kartu Kredit........................................……………………....
21
B. Jenis – Jenis Kartu Kredit........................................................................
23
C. Kartu Kredit Dalam KUH Perdata...........................................................
26
D. Risiko – Risiko Kartu Kredit....................................................................
32
viii
BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN JASA PIHAK KETIGA (DEBT COLLECTOR) A. Bank dan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)…......................................
35
B. Tata Cara Penagihan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)...............
37
C. Pengaturan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) di Indonesia...................
39
D. Bentuk Hubungan Hukum Bank dengan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector)…………………........………………………………...............
42
E. Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) ………………………………………………………..............
45
BAB IV. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3192 K/Pdt/2012 A. Tentang Bank Standard Chartered............………………………………
51
B. Posisi Kasus………………………………………………………...........
52
1. Sikap Para Pihak…........................………………………...........
52
2. Pertimbangan Majelis Hakim…............…………………….......
58
3. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 3192 K/Pdt/2012.........
60
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Penggunaan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) Dalam Penagihan Kredit Macet..........………………...
65
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………..…….........
ix
68
B. Saran………………………………………………………...……….......
70
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ......
72
LAMPIRAN.................................................................................... .....................
75
x
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Globalisasi di bidang ekonomi telah membawa dampak yang luar biasa dalam bidang hukum bisnis. Salah satu yang paling terkena dampak dari globalisasi tersebut ialah lembaga perbankan. Bank adalah lembaga keuangan yang
kegiatan
pokoknya
menghimpun
dana
dari
masyarakat
dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit.1 Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang ada, bank memiliki berbagai fasilitas-fasilitas yang dapat dinikmati dan digunakan oleh masyarakat luas. Banyaknya fasilitas yang diberikan oleh jasa perbankan dalam menunjang kegiatan usaha bank, ditujukan untuk memikat masyarakat supaya menggunakan fasilitas bank yang dapat memenuhi kebutuhan transaksi pembayaran secara mudah dan cepat. Fasilitas yang dimaksud tersebut adalah kartu kredit. Fasilitas kartu kredit pada saat ini sudah bukan barang yang asing lagi bagi masyarakat, tetapi menjadi kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan
1
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan Edisi Revisi 10, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012),
h. 36.
1
2
dari alat pembayaran sehari-hari. Produsen kartu kredit mencoba memberikan pemahaman bahwa dengan menggunakan kartu kredit semuanya beres. Praktis dan aman penggunaannya. Dalam konteks ini pengguna kartu kredit mengemas dirinya dalam lingkaran kehidupan yang dikendalikan oleh aktivitas hutang. Semakin banyak kartu kredit yang dimilikinya, semakin bebas membelanjakan uangnya. Semakin banyak hutang yang dimiliki, maka mereka dinobatkan sebagai warga masyarakat modern. Lewat tawaran diskon, promosi, dan rayuan dahsyat yang lainnya, para pemilik kartu kredit dikondisikan sedemikian rupa untuk selalu berbelanja, agar para konsumen ini mendapatkan reward point atas objek barang dan jasa yang dibelinya. 2 Penggunaan
kartu
kredit
yang
tidak
bijaksana,
maka
akan
mendatangkan masalah bagi pemiliknya. Permasalahan kartu kredit yang sering terjadi adalah keterlambatan kewajiban pembayaran yang pada akhirnya menimbulkan kemacetan, atau biasa disebut dengan kredit macet. Kartu kredit yang sudah macet akan menimbulkan masalah baru bagi pemiliknya dan bagi pihak bank yang menerbitkan kartu kredit tersebut. Pada umumnya yang terjadi adalah permasalahan dalam hal penagihan hutang kartu kredit yang macet. Nasabah sering merasa keberatan apabila sudah terjadi jatuh tempo penagihan kartu kreditnya yang macet. Nasabah merasa keberatan apabila dalam proses penagihan kredit macetnya dilakukan dengan 2
Sumbo Tinarbuko, Mendengarkan Dinding Fesbuker, (Yogyakarta : Multicom, 2009), h. 96.
3
menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector). Pengguna kartu kredit yang terlilit hutang dalam jumlah yang besar dan tidak mampu melunasi tagihan yang diminta oleh bank harus berurusan dengan debt collector. Debt collector sebagai pihak yang dikuasakan oleh bank untuk menagih hutang kartu kredit konsumen pada dasarnya bekerja sesuai dengan target yang diamanatkan oleh bank penerbit kartu kredit kepada badan usaha tersebut. Debt collector disini merupakan badan usaha yang bekerja sama dengan lembaga perbankan jika terjadi masalah penunggakan hutang dalam pelunasan tagihan kartu kredit, yang pada intinya bank tidak ingin adanya wanprestasi dalam perjanjian pemberian kartu kredit. Tetapi penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) pada dasarnya merupakan pihak yang berpotensi untuk menimbulkan kerugian pada konsumen. Adakalanya pula debt collector tidak bekerja dengan profesional seperti yang diharapkan oleh bank. Terkadang untuk mendapatkan hutang yang ditagihnya mereka melakukan tindakan melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabah yang ditagih hutangnya tersebut. Pada dasarnya jika mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 14/17/DASP/2012 penggunaan jasa pihak ketiga ini diperbolehkan, dan keberadaannya telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia, yaitu pengaturan kerjasama dengan pihak lain dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain
4
dan Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK). Dalam hal ini, terdapat sejumlah ketentuan yang dapat dilihat pada Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1 dimana disebutkan bahwa pertama, penerbit kartu yang menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan kartu kredit wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan hutang kartu kredit sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip
kehati-hatian
bank
dalam
melakukan
penyerahan
sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain. Kedua, dalam hal penagihan hutang kartu kredit menggunakan jasa pihak lain, bank penerbit kartu wajib menjamin kualitas pelaksanaan penagihannya sama dengan jika dilakukan sendiri oleh bank penerbit kartu tersebut, dan dapat ditagih hanya untuk hutang kartu kredit dengan kualitas tertentu yaitu jika termasuk ke dalam tingkat kolektibilitas macet.3 Ketiga, dalam perjanjian kerjasama antara penerbit kartu dengan perusahaan penyedia jasa penagihan kartu kredit harus memuat klausul tentang tata cara, pokok-pokok etika penagihan, dan hal-hal yang dilarang dalam melakukan penagihan kartu kredit sebagaimana yang
3
Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK), Pasal 17B.
5
telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 14/17/DASP/2012 yang tercantum pada ketentuan butir VII.D angka 4, serta mencantumkan pula klausul tentang tanggung jawab penerbit kartu terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat kerjasama dengan pihak lain.4 Selain itu di dalam Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh OJK, diatur pula mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit, yang diantaranya pertama, mengenai cakupan penagihan kredit yang dalam ketentuan ini adalah penagihan kredit secara umum, termasuk penagihan kredit tanpa agunan dan utang kartu kredit. Kedua, mengenai penagihan kredit yang dapat dialihkan penagihannya kepada pihak lain adalah kredit dengan kualitas macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai penilaian kualitas aset bank umum. Ketiga, perjanjian kerjasama antara bank dan PPJ harus dilakukan dalam bentuk perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja, dan yang ke empat, bank wajib memiliki kebijakan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku.5
4
Surat Edaran Bank Indonesia, SEBI No. 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, ketentuan butir VII.D angka 4. 5
Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab VI. Ketentuan-Ketentuan Pokok Perbankan bagian C tentang Ketentuan Kehati-hatian mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak
6
Penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan hutang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen akibat ketidakprofesionalan dalam melaksanakan tugasnya. Seperti kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012 terkait dengan penagihan hutang kredit macet oleh Standard Chartered Bank kepada nasabahnya Victoria Silvia Beltiny yang sudah menunggak pembayaran hutangnya karena mengalami kesulitan keuangan pada saat membayar cicilannya, sehingga pihak bank menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menyelesaikan kredit macetnya. Tetapi pada saat pelaksanaannya, jasa penagih hutang (debt collector) tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum seperti mengintimidasi, melakukan penekanan, pengancaman, dan teror, bahkan sampai kepada pencemaran nama baik si nasabah. Karena tidak tahan dengan kondisi seperti itu yang dilakukan secara terus menerus dan mengganggu kenyamanan Victoria, maka nasabah Standard Chartered Bank tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang pada akhirnya gugatan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tetapi pihak bank disini masih tidak terima dengan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tingkat Pertama maupun Pengadilan Tingkat Tinggi, sehingga pihak Standard Chartered Bank mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung yang pada putusan akhirnya menetapkan bahwa pihak
Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit, (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2014), h. 140-142.
7
bank bersalah karena melakukan penagihan kredit dengan cara yang tidak profesional dengan menggunakan pendekatan intimidasi dan premanisme dari pada pendekatan yang lain.6 Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Debt Collector Dalam Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Standard Chartered (Analisis Putusan MA Nomor 3192 K/Pdt/2012)”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya cakupan mengenai permasalahan kredit di dunia Perbankan Indonesia, maka ruang lingkup permasalahan penulis batasi hanya dilihat dari penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet yang terjadi pada kasus Bank Standard Chartered yang ditinjau dari segi yuridis, yaitu berdasarkan ketentuan Peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini.
2. Rumusan Masalah
6
Kompas.com, “Teror Nasabah lewat Debt collector, Stanchart Dihukum Rp 1 Miliar”, artikel diakses pada tanggal 22 Januari 2015 dari bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/14/194407226/Teror.Nasabah.lewat.Debt.Collect or. Stanchart.Dihukum.Rp.1.Miliar.
8
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a.
Bagaimana pengaturan terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet?
b.
Faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Setiap penelitian memerlukan suatu penelitian yang dapat memberikan arah pada penelitian yang dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan diatas, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pengaturan terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet. 2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan terkait dengan nilai guna dari penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu: a.
Manfaat Teoritis
9
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bidang hukum perbankan mengenai penyelesaian kredit macet dan aspek-aspek hukumnya yang berkaitan dengan kebijakan penyelesaian kredit macet dengan menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector). b.
Manfaat Praktis Penulisan penelitian ini diharapkan dapat membantu jika suatu saat dihadapkan pada kasus serupa yang berkaitan dengan penyelesaian kredit macet dengan menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector), sehingga dapat dimengerti mengenai pengaturanpengaturan yang terdapat didalamnya dan menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere, yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya.7 Sedangkan Subarjo Joyosumarto merumuskan kredit macet sebagai berikut: a. Kredit yang angsuran pokok dan bunganya tidak dapat dilunasi selama lebih dari 2 masa angsuran ditambah 21 bulan. 7
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung : PT Refika Aditama, 2004), h. 7.
10
b. Penyelesaiannya telah diserahkan kepada pengadilan/BUPLN. c. Penyelesaiannya telah diajukan ganti kerugian kepada perusahaan asuransi kredit.8 Kredit macet selalu dilihat dan diukur dari kolektibilitas kredit yang bersangkutan. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok (angsuran pokok) dan bunga kredit oleh nasabah (debitur) serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana tersebut. Kolektibilitas kredit diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum pada Pasal 12 ayat 3. Secara hukum, penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menyelesaikan kredit macet didalam perbankan diperbolehkan, dan keberadaannya telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) ketentuan butir VII.D angka 4, Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehatihatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada Bab II tentang Alih Daya (outsourcing), Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) pada Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1, dan Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh OJK, mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan 8
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia Cet. Keempat Revisi, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti), 2010, h. 321.
11
Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit.9 2. Kerangka Konseptual Untuk memberikan arah atau pedoman yang jelas dalam penelitian ini, maka perlu memahami definisi-definisi berikut: a. Pemilik kartu kredit adalah pihak yang menggunakan kartu kredit untuk transaksi pembelian barang atau jasa.10 b. Penerbit kartu kredit adalah lembaga keuangan baik bank maupun nonbank yang mengeluarkan kartu kredit untuk kebutuhan transaksi pembelian barang bagi pemilik kartu kredit.11 c. Kartu kredit adalah alat pembayaran berbentuk kartu dan berfungsi sebagai pengganti uang tunai, dan kartu ini digunakan sebagai alat pembayaran atas transaksi pembelian barang dan jasa. Pembayaran atas transaksi pembelian tersebut dilakukan setelah adanya tagihan
9
Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab VI. Ketentuan-Ketentuan Pokok Perbankan bagian C tentang Ketentuan Kehati-hatian mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit, (Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan, 2014), h. 140-142. 10
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta : PT INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 105. 11
105.
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, h.
12
dari penerbit kartu kredit, dan pembayaran dilaksanakan melalui bank penerbit kartu.12 d. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. f. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. 13 g. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.14 h. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
12
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, h.
104. 13
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Cet. Kedua Edisi Revisi, (Jakarta : Djambatan, 1996), h. 131. 14
Booklet Perbankan Indonesia 2014, Bab I tentang OJK.
13
i. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan
itu,
berdasarkan
persetujuan
atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. j. Debt Collector adalah orang atau sekumpulan orang sebagai pihak ketiga yang dimintai jasanya oleh perbankan dan lembaga keuangan untuk menagih hutang atau kredit yang bermasalah dari nasabahnya. Penggunaan jasa penagih hutang ini sudah sangat lazim, bahkan bisa dikatakan menjadi bagian tak terpisahkan dari industri perbankan dan lembaga keuangan.15
E. Tinjauan Review Studi Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Siska Hidayatur Rohma, dkk dari Universitas Jember, tahun 2013, yang berjudul “Kajian Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Penagih Hutang Kartu Kredit.” Penelitian tersebut menjelaskan tentang analisis akibat hukum apabila penagih hutang kartu 15
Moch. Arif Budiman, “Debt collector, Budaya Berutang dan Bahaya Riba: Zona Ekonomi Islam”, artikel diakses pada tanggal 8 Novenmber 2014 dari http://zonaekis.com/debt-collector-budaya-berutang-dan-bahaya-riba/.
14
kredit melakukan perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Skripsi yang disusun oleh Jerika L. Silalahi dari Universitas Indonesia, tahun 2012, yang berjudul “Tanggung Gugat Bank Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Debt Collector Dalam Penagihan Tunggakan Kartu Kredit.” Penelitian tersebut menjelaskan mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan debt collector dan tanggung gugat bank atas perbuatan melawan hukum tersebut. Buku yang berjudul “Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum”, diterbitkan oleh kerjasama YLBHI dan PSHK, Jakarta, tahun 2007. Buku ini hanya menguraikan definisi dan teori-teori penyelesaian kredit bermasalah dalam perbankan, buku tersebut juga menjelaskan upaya penyelesaian kredit macet dengan menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) melalui perlindungan konsumen, yang secara tidak langsung berhubungan dengan pembahasan skripsi penulis, tetapi dalam buku tersebut tidak membahas mengenai peraturan penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector). Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis menguraikan perihal analisis putusan yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Agung terkait dengan penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet, serta apa saja faktor yang mempengaruhi terhadap
15
penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet. Pada kenyataannya tindakan yang dilakukan oleh jasa penagih hutang tidak sesuai dengan aturan pokok-pokok etika yang sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya.
F. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Jenis dan Sifat Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang ditinjau melalui aspek hukum, peraturan-peraturan yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau praktek yang terjadi di lapangan. Penulis juga mencari fakta-fakta yang akurat tentang peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Sedangkan bila dilihat dari sifatnya adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau
16
kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala, 16 yang dalam hal ini yaitu memberikan data mengenai pengaturan penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet. 2. Metode Pengumpulan Data Dalam
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
metode
pengumpulan data melalui studi dokumen atau kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber
bacaan
seperti
buku-buku,
peraturan-peraturan terkait
penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector), putusan MA yang sudah ditetapkan oleh majelis hakim, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus, dan juga berita dari internet. 3. Pendekatan Penelitian Pada
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan kasus. a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Terkait dengan peraturan-peraturan yang terkait dengan pembahasan, seperti Peraturan Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia, Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Undang-Undang Perbankan terbaru, KUH Perdata. 16
Sri Mamuji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 4.
17
b. Pendekatan Kasus (Case Approach) Kasus yang sudah diputus oleh Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012 terkait dengan penagihan hutang kartu kredit yang menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) oleh Standard Chartered Bank kepada nasabahnya Victoria Silvia Beltiny. 4. Data dan Sumber Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer merupakan data aktual yang di dapat dari penelitian lapangan dengan berkomunikasi pada anggota masyarakat dilokasi tempat penelitian dilakukan. Termasuk didalamnya yaitu perundang-undangan, putusan-putusan hakim, bukubuku atau dokumentasi yang diperoleh peneliti dilapangan, walaupun sifatnya merupakan data sekunder. Data sekunder adalah data-data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan atau milik pribadi peneliti.17 Data sekunder antara lain
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat Cet.3, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), h. 1.
18
mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya. 18 Data tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas data primer dan sekunder, misalnya ensiklopedia, kamus, website, atau sumber yang lain yang mencakup pada pokok permasalahan materi. 5. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis data kualitatif. Metode analisis kualitatif adalah bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintetiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Sehingga
dapat
ditarik
kesimpulan
untuk
menjawab
permasalahan yang ada. 6. Metode Penulisan Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012. 18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2005), h. 12.
19
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan kesimpulan serta saran-saran yang dianggap perlu. Adapun penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan. Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah yang akan menjelaskan alasan pemilihan judul penulisan hukum. Bab ini juga memaparkan identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, tinjauan (review) studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan. Bab II. Kartu Kredit Dalam Hukum Perdata di Indonesia. Dalam bab ini akan membahas mengenai pengertian kartu kredit, jenis-jenis kartu kredit, kartu kredit dalam KUH Perdata, dan risiko-risiko kerugian dalam penggunaan kartu kredit. Bab III. Hubungan Hukum Antara Bank Dengan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector). Dalam bab ini akan diuraikan mengenai bank dan jasa pihak ketiga (debt collector), tata cara penagihan oleh jasa pihak ketiga (debt collector), pengaturan jasa pihak ketiga (debt collector) di Indonesia, bentuk hubungan hukum bank dengan jasa pihak ketiga (debt collector), perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector).
20
Bab IV. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012. Dalam bab ini berisi pembahasan dan analisa data yang berusaha dikumpulkan untuk mengkaji secara ilmiah terhadap data yang telah dikumpul selama penelitian dilakukan, di mana pada bab ini ditelaah dan dianalisa mengenai posisi kasus Standard Chartered Bank dengan Victoria, analisis putusan Mahkamah Agung, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet. Bab V. Penutup. Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan yang dapat ditarik yang mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan perumusan masalah yang telah ditetapkan dan saran-saran yang akan lahir setelah pelaksanaan penelitian dan pengulasannya dalam skripsi.
BAB II KARTU KREDIT DALAM HUKUM PERDATA DI INDONESIA
A. Pengertian Kartu Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere, yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya.1 Sedangkan pengertian kartu kredit (credit card) adalah kartu plastik yang digunakan sebagai alat pembayaran pengganti uang tunai atas transaksi pembelian barang dan jasa, dimana dalam pembayarannya tersebut dilakukan melalui bank penerbit kartu atau bank yang menjalin kerjasama dengan penerbit kartu.2 Kartu kredit (credit card) diterbitkan oleh bank atau lembaga pengelola kartu kredit untuk kepentingan nasabahnya, dan dapat digunakan oleh pemegangnya sebagai alat pembayaran yang sah secara kredit.3 Pedagang (merchant) menerima pembayaran dengan kartu kredit, kemudian ia menagih pembayarannya kepada bank atau pengelola kartu kredit tersebut. Selanjutnya bank atau lembaga pengelola kartu kredit tersebut akan menagih pembayaran
1
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung : PT Refika Aditama, 2004), h. 7. 2
Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta : PT INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 104. 3
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2011), h.
90.
21
22
dari pemegang kartu kredit atau mendebet secara langsung dari rekening nasabah yang bersangkutan. Selain itu kartu kredit juga dapat diartikan sebagai uang plastik yang diterbitkan oleh suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge) atau sekaligus pada waktu yang ditentukan.4 Sedangkan pengertian kartu kredit menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, adalah: “Kartu Kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran”.5 Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa kartu kredit hanya sebagai alat pembayaran. Kartu kredit adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek.6 Sedangkan hutang kartu kredit terbentuk karena acquirer atau bank
4
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung : PT Refika Aditama, 2004), h. 11. 5
Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, Pasal 1 angka 4. 6
Thomas Suyatno, Djuhaepah, Marala, et.al. Kelembagaan Perbankan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 64.
23
penerbit menalangi kewajiban cardholder kepada merchant atas transaksi retail atau kepada bank atas transaksi penarikan tunai. Timbulnya hutang inilah yang menjadi bisnis bagi penerbit kartu kredit karena menghasilkan pendapatan bunga atau fee based income. Potensi dari pendapatan inilah yang mendorong banyak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk terjun ke dalam bisnis kartu kredit.
B. Jenis - Jenis Kartu Kredit Dalam menggunakan kartu kredit, kebebasan atas transaksi yang dilakukan oleh nasabah dibatasi dari jenis kartu kredit yang dimiliki nasabah. Setiap jenis kartu kredit memiliki kelebihan dan kekurangannya masingmasing. Oleh karena itu, nasabah harus pandai dalam memilih kartu kredit yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya dengan memperhatikan jenis-jenis kartu kredit yang ada.7 Adapun jenis-jenis kartu kredit dapat digolongkan berdasarkan fungsi dan wilayah berlakunya, antara lain yaitu:8 1.
Berdasarkan Fungsinya a. Charge Card Merupakan kartu kredit di mana pemegang kartu harus melunasi semua tagihan yang terjadi atas transaksinya sekaligus pada saat 7
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), h. 174.
8
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, h. 174-175.
24
jatuh tempo. Contohnya seperti seorang nasabah melakukan transaksi sebesar Rp. 100.000,-, maka pada saat sebelum jatuh tempo seluruh tagihannya harus dibayar sekaligus Rp. 100.000,- dan tidak dapat dicicil. b. Credit Card Merupakan kartu kredit di mana pemegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya secara cicilan (angsuran) pada saat jatuh tempo. Sama seperti kasus Charge card, hanya bedanya dalam hal ini dapat dicicil sesuai kemampuan nasabah dan biasanya diatas minimal yang telah ditetapkan, misalnya 10% dari nilai transaksi atau lebih besar dari Rp. 50.000,-. c. Debet Card Merupakan kartu kredit yang pembayaran atas penagihan nasabah melalui pendebitan rekening nasabah yang ada di bank pada saat membuka kartu kredit. Dengan pendebitan tersebut maka otomatis rekening nasabah akan berkurang sejumlah transaksi yang dilakukan dengan kartu kreditnya. d. Cash Card Merupakan kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM (Automated Teller Machine) ataupun langsung pada
25
teller atau kasir bank. Namun pembayaran cash ini tidak dapat dilakukan di luar kedua lembaga yang disebutkan di atas.9 e. Check Guarantee Merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai. f. Smart Card Merupakan kartu yang berfungsi sebagai rekening terpadu, kartu ini dapat dihubungkan dengan rekening pribadi dan dapat menyimpan serta memperbarui data dalam microchip, sehingga pemegang kartu dapat mengetahui keadaan semua rekeningnya.10 g. Private Label Card Merupakan kartu yang bukan diterbitkan oleh bank, melainkan oleh suatu badan usaha seperti supermarket, hotel, dan perusahaan lainnya. Pemakaian kartu ini hanya terbatas pada perusahaan yang mengeluarkannya.11 2.
Berdasarkan Wilayah Berlakunya a. Kartu Kredit Nasional
9
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, h. 174-175.
10
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2004), h. 15. 11
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, h. 15.
26
Merupakan kartu kredit yang hanya dilakukan dalam suatu wilayah tertentu. Misalnya hanya berlaku di satu negara saja. b. Kartu Kredit Internasional Merupakan kartu kredit yang dapat digunakan di berbagai negara, tergantung dari bank yang mengeluarkannya. Contohnya seperti Visa Card, Master Card, Dinner Card atau American Card.
C. Kartu Kredit Dalam KUH Perdata Penerbitan kartu kredit antara pihak bank dengan nasabah tidak terlepas dari perikatan yang dibuat antara kedua belah pihak, yaitu bersumber dari perjanjian. Perjanjian dalam KUH Perdata diatur pada Buku Ketiga tentang Perikatan. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan suatu perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.12 Sedangkan menurut Subekti, suatu perjanjian adalah “suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.13 Dengan demikian, unsur-unsur dari suatu perjanjian atau kontrak ialah adanya para pihak, terdapat pokok yang disetujui, terdapat pertimbangan 12
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
13
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1984), h. 4.
27
hukum, adanya perjanjian timbal balik, serta terdapat hak dan kewajiban timbal balik. Penerbitan kartu kredit merupakan salah satu perjanjian yang lahir untuk memenuhi tuntutan masyarakat dalam sistem pembayaran melalui lembaga keuangan secara efisien. Sebagai suatu perjanjian, penerbitan kartu kredit harus memenuhi unsur-unsur perjanjian yang harus diperhatikan seperti unsur essensialia, unsur naturalia dan unsur accidentalia. Pertama, unsur essensialia adalah unsur mutlak yang harus selalu ada di dalam suatu perjanjian dan tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tidak mungkin ada. Unsur essensialia terdiri dari: 1. Kata sepakat dari para pihak yang melakukan perjanjian. Hal ini didasari pada pernyataan kehendak dari para pihak. 2. Ada dua pihak atau lebih yang berdiri sendiri. 3. Kata sepakat yang tercapai antara para pihak tersebut tergantung satu dengan lainnya. 4. Para pihak menghendaki agar perjanjian itu mempunyai akibat hukum. 5. Akibat hukum tersebut adalah untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain, atau timbal balik yaitu untuk kepentingan dan beban kedua belah pihak. 6. Memperhatikan kententuan undang-undang yang berlaku, khususnya bagi perjanjian formil, di mana diharuskan adanya suatu bentuk tertentu.14 Kedua, unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang oleh undangundang telah diatur, seperti contohnya jaminan keamanan, kenyamanan, serta tidak adanya penipuan dari penjual kepada pembeli dalam perjanjian jual beli. 14
Herlien Budiono, Diktat Kuliah Kapita Selekta Hukum Bisnis, (Bandung : Universitas Katolik Parahyangan, Unpublished, 2003), h. 44.
28
Ketiga, unsur accidentalia adalah unsur perjanjian yang secara khusus diperjanjikan oleh para pihak, di mana undang-undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut. Apabila salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka tidak ada perjanjian, yang berarti tidak mempunyai akibat hukum bagi para pihak. Setelah mengetahui adanya suatu perjanjian, maka selanjutnya melihat syaratsyarat sahnya suatu perjanjian yang harus dipenuhi oleh para pihak. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya. Syarat pertama adalah “sepakat”. Para pihak dalam transaksi kartu kredit terdiri atas card center dari Bank dan cardholder atau pemegang kartu. Yang dimaksud dengan card center dari Bank adalah suatu bagian dalam struktur organisasi Bank yang bertindak untuk dan atas nama Bank dalam hal pelayanan kartu kredit. Sedangkan yang dimaksud dengan cardholder atau pemegang kartu adalah seseorang yang namanya tercantum pada kartu dan yang berhak menggunakan kartu tersebut, yang terdiri atas pemegang kartu utama dan pemegang kartu tambahan. Pemegang kartu utama adalah orang yang menerima kartu utama dan bertanggung jawab untuk seluruh pembayaran atas transaksi-transaksi yang dilakukan dengan kartu utama maupun kartu tambahan. Pemegang kartu tambahan adalah orang yang menerima kartu tambahan berdasarkan ijin
29
yang diberikan oleh pemegang kartu utama serta mendapat persetujuan dari Bank.15 Kesepakatan dalam penerbitan kartu kredit dilakukan oleh pemohon baik untuk pemegang kartu utama dan kartu tambahan dengan mengisi dan menandatangani aplikasi atau permohonan penerbitan kartu di Bank yang bersangkutan. Setelah melengkapi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Bank, maka pihak Bank akan memproses aplikasi tersebut. Bank akan melakukan analisis kelayakan dari aplikasi pemohon. Apabila permohonan dinilai layak, Bank akan menerbitkan kartu kredit dan mempersiapkan perjanjian dan ketentuan pemegang kartu kredit. Pemberitahuan pihak Bank yang diterima oleh pemohon merupakan kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak. 2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan. Syarat kedua adalah “kecakapan”. Unsur kecakapan dalam penerbitan kartu kredit seperti halnya dalam perjanjian pada umumnya. Pada asasnya, setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata dapat dijelaskan secara lebih lanjut mengenai pengaturan usia dewasa dalam Pasal 1330 KUH Perdata yang berbunyi: “Tak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah: a. Orang-orang yang belum dewasa; 15
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2004), h. 45-46.
30
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuanpersetujuan tertentu.” Dapat disimpulkan bahwa dewasa dalam hal ini adalah mereka yang telah berumur 21 tahun, telah menikah (termasuk mereka yang belum berusia 21 tahun, tetapi sudah menikah), tidak ditaruh di bawah pengampuan.16 3. Suatu Hal Tertentu. Syarat ketiga adalah “suatu hal tertentu”. Suatu hal tertentu dapat mengacu pada Pasal 1132, Pasal 1333, Pasal 1334 KUH Perdata yang pada intinya adalah objek perjanjian harus berupa suatu hal atau suatu barang atau benda yang dapat ditentukan jenisnya. Di mana jika dikaitkan dalam kartu kredit, objek dari penerbitan kartu kredit tersebut tidak dikategorikan sebagai barang tetapi “suatu hal” yaitu berupa jasa. Dalam konteks penerbitan kartu kredit adalah fasilitas kredit berupa pinjaman yang diberikan kepada pemegang kartu yang merupakan gabungan antara kartu utama dan kartu tambahan. Fasilitas pinjaman ini diberikan batas kredit atau dikenal dengan sebutan plafond (pagu kredit), artinya limit yang boleh digunakan oleh pemegang kartu, penarikan yang melebihi batas kredit harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak Bank. Jika pemegang kartu menggunakan kartu melebihi batas kredit 16
Pasal 452 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
31
yang diberikan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Bank, maka pemegang kartu harus segera melunasi kelebihan tersebut, dan atas kelebihan jumlah pemakaian tersebut akan dikenakan denda yang besarnya ditetapkan oleh Bank. Bank berhak merubah besarnya batas kredit tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemegang kartu.17 4. Suatu Sebab yang Halal. Syarat keempat adalah “suatu sebab yang halal”.18 Perkataan “sebab”19 merupakan padanan kata dari bahasa Belanda “oorzaak” dan bahasa latin “causa” dalam perjanjian penerbitan kartu kredit tentunya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Penjelasan lebih lanjut mengenai suatu sebab yang halal, dapat dilihat dalam Pasal 1335, Pasal 1336, Pasal 1337 KUH Perdata. Berdasarkan persyaratan keempat dapat disimpulkan bahwa penerbitan kartu kredit harus ada tujuan dari perjanjian tersebut, yaitu sebagai alat pengganti dalam lalu lintas pembayaran sebagai uang giral dan menciptakan efisiensi dalam transaksi barang dan jasa.
17
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, h.
18
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, h.
47-48.
48-49. 19
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Sumur Bandung, 1993), h. 35.
32
D. Risiko – Risiko Kartu Kredit Bagi nasabah yang memiliki kartu kredit, tidak dipungkiri terdapat beberapa
risiko-risiko
kerugian
yang
dapat
dialaminya
pada
saat
menggunakan kartu kredit tersebut. Sebagaimana ada keuntungan dari pemakaian pasti ada pula kerugian dari suatu pemakaian kartu kredit. Risikorisiko kerugian yang dapat dialami oleh nasabah yaitu seperti:20 1.
Apabila terjadi kredit macet. a. Nasabah akan berhadapan dengan debt collector. Debt
collector
biasanya
merupakan
orang-orang
yang
menyeramkan dan menakutkan. Bicaranya keras, kasar, dan tidak enak didengar. Penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) merupakan usaha bank untuk mengembalikan dana.21 b. Namanya akan terdaftar dalam daftar negatif yang dikeluarkan oleh Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) dan kredit macet dalam Sistem Informasi Debitur yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Guna mencegah dan menurunkan jumlah kartu kredit macet, Asosiasi Kartu Kredit Indonesia mengelola sebuah sistem informasi untuk menyimpan profile-profile para debitur macet. Melalui sistem ini, sebelum menindaklanjuti permohonan calon debitur masing20
Pulo Siregar, Risiko Kartu Kredit: Solusi, BI Checking dan Media Perbankan, (Jakarta : Papas Sinar Sinanti, 2010), h. 10-19. 21
26.
Pulo Siregar, Risiko Kartu Kredit: Solusi, BI Checking dan Media Perbankan, h.
33
masing anggota akan terlebih dahulu mengecek profile dalam sistem informasi daftar negatif AKKI tersebut dengan maksud apabila nasabah termasuk dalam daftar, maka permohonan kartu kreditnya akan ditolak. Penerbit kartu kredit memiliki dua sistem informasi untuk mengecek profile calon nasabahnya, yaitu sistem informasi daftar negatif yang dikelola AKKI dan Sistem Informasi Debitur yang dikelola Bank Indonesia. c. Saldo hutang akan bertambah terus, dari hasil perhitungan bungaberbunga berikut denda. 2.
Kemungkinan adanya trik-trik perampokan secara halus. Modus operandi untuk tujuan tersebut dapat dilihat dari cara-cara penerbit kartu kredit mempersulit nasabah yang ingin menghentikan kartu kredit. Sangat sering nasabah merasa kesulitan untuk menutup rekening khususnya bagi mereka yang tidak ingin memperpanjang.
3.
Data pribadi dapat beredar ke pihak lain. Data pribadi nasabah yang seharusnya dijaga dengan baik dapat beredar ke pihak lain untuk menjadi target pasar pihak lain.
4.
Iming-iming yang tidak sesuai dengan realisasi. Untuk mengoptimalkan program, penerbit kartu kredit sering menjanjikan suatu iming-iming. Baik berupa hadiah, fasilitas, voucher, diskon atau yang lainnya. Namun tak jarang iming-iming tersebut tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
34
5.
Laporan kehilangan tidak segera di respons. Dalam merespons laporan kehilangan kartu kredit oleh nasabahnya, penerbit kartu kredit terkadang tidak cepat tanggap sehingga membuat kartu kredit yang hilang sempat untuk dibobol.
6.
Promo yang menjebak. Promosi yang dilakukan penerbit kartu kredit terkadang terkesan menjebak.
BAB III HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN JASA PIHAK KETIGA (DEBT COLLECTOR)
A. Bank dan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) Secara etimologi bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti bence yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab pada zaman pertengahan, pihak bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar.1 Namun seiring berjalannya waktu, pengertian bank meluas menjadi suatu bentuk pranata sosial yang bersifat finansial, yang melakukan kegiatan keuangan dan melaksanakan jasa-jasa keuangan. Pengertian mengenai perbankan ini juga diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan, seperti dalam Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014 pada Bab II tentang Perbankan, bahwa definisi Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.2
1
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, cet.1, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 13. 2
Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab II tentang Perbankan dalam Definisi Bank, (Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan, 2014), h. 9.
35
36
Sistem perbankan Indonesia adalah sebuah tata cara, aturan-aturan dan pola bagaimana sebuah sektor perbankan (dalam hal ini bank-bank yang ada) menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan (sistem) yang dibuat oleh pemerintah.3 Sistem perbankan di Indonesia dibangun dengan konsep yang dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada. Indonesia menetapkan sistem perekonomiannya sebagai sistem ekonomi yang demokratis sesuai dengan landasan negara yaitu Pancasila. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Tentang Perbankan Indonesia, pada Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014 dalam Bab II tentang Perbankan, yang berbunyi “Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Jasa pihak ketiga (Debt Collector) atau penagih hutang mempunyai definisi yang dicoba untuk dibuat oleh banyak orang. Dalam majalah Jet dimuat: “If you use credits card, owe money on a personal loan, or are paying on a home mortgage, you are a “debtor”, and the people who call when your payments are late (or if an error is made on your account) are called “debt collectors”.4 Yang artinya adalah:
3
Dahlan Siamat, Prita Nurmalia, dan Fitri Agustin, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), h. 67. 4
Jet, Vol. 106, Johnson Publishing Company, 27 September 2004, h. 29.
37
“Jika anda memiliki kartu kredit, pinjaman uang, atau pinjaman pribadi, atau pembayaran cicilan rumah, anda adalah seorang debitur, dan pihak yang menagih jika anda terlambat membayar adalah debt collector (penagih hutang).” Dalam dunia perbankan, jasa pihak ketiga (debt collector) mempunyai tugas untuk menagih tagihan kartu kredit nasabah bank yang sudah jatuh tempo. Dari sudut psikologi kartu kredit memfasilitasi pengeluaran. Bila orang membayar dengan kartu kredit mereka cenderung membelanjakan lebih. Ini sebagian dari akibat mudahnya menggunakan kartu kredit dibandingkan dengan metode pembayaran lainnya. Faktor lainnya adalah tidak akuratnya pengeluaran dan kemampuan membayar di masa depan dari mereka yang mempunyai kartu kredit. Praktek perusahaan kartu kredit juga menambah besarnya hutang kartu kredit.5 Karena besarnya hutang kartu kredit yang dimiliki konsumen maka bank menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menagih hutang-hutang nasabah tersebut. B. Tata Cara Penagihan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) Di dalam tata cara penagihan oleh jasa pihak ketiga (debt collector) terdapat beberapa tahapan dimana debt collector dapat melakukan penagihan kredit kepada nasabah yang mengalami tunggakan hutang, yaitu:6 1. Desk Collector 5
Jeffrey Kimball Paulsen, “Credit Card Disclosures and The Elderly: Will The Proposed Amendments to Regulation Z Help the Elderly Understand Credit Card Documents?”, Elder Law Jurnal, 2009, h. 129. 6
Purbantoro, “Debt collector”, artikel diakses pada tanggal 25 Januari 2015 dari http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/.
38
Tahapan ini merupakan awal mula debt collector menagih kredit terhadap nasabahnya dengan cara mengingatkan tanggal jatuh tempo dari cicilan hutang nasabah yang dilakukan melalui telepon. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan nasabah atas kewajibannya dalam membayar cicilan hutang kepada bank. 2. Debt Collector Dalam tahapan ini, debt collector mulai mendatangi nasabah yang bertujuan untuk mengetahui kondisi dan situasi keuangan nasabah. Di mana dalam hal ini debt collector memberikan penjelasan secara persuasif mengenai kewajiban nasabah untuk membayar angsuran atas tunggakan hutangnya, menjelaskan kepada nasabah akibat-akibat yang akan timbul jika tunggakan hutangnya masih belum dibayarkan, dan juga memberikan kesempatan atau tenggang waktu bagi nasabah untuk dapat membayar angsurannya yang tidak lebih dari tujuh hari kerja. 3. Collector Remedial Pada tahapan terakhir ini, biasanya debt collector melakukan penagihan hutang dengan cara mengambil barang jaminan milik nasabah (bila kredit yang disepakati memiliki jaminan). Cara-cara yang dilakukan oleh debt collector disini, tergantung dari itikad baik atau tanggapan nasabah dalam memenuhi kewajiban pelunasan hutangnya seperti menyerahkan jaminan kreditnya dengan kesadaran nasabah sendiri.
39
Tetapi dalam hal ini biasanya nasabah sering menolak untuk memberikan jaminan kreditnya, sehingga debt collector dalam melakukan kewajibannya menggunakan cara kekerasan seperti membentak, merampas, mengintimidasi, bahkan sampai kepada pencemaran nama baik nasabah. Padahal secara hukum sudah diatur mengenai pokok-pokok etika penagihan yang harus dipatuhi oleh jasa penagih (debt collector) dalam melakukan penyelesaian kredit macet.
C. Pengaturan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) di Indonesia Pada dasarnya jika mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia penggunaan jasa pihak ketiga ini diperbolehkan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Namun untuk melakukan hal ini, terdapat sejumlah ketentuan yang dapat dilihat pada Ketentuan butir VII.D angka 4 Surat Edaran tersebut, yang menyebutkan bahwa dalam bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa penagihan Kartu Kredit, Penerbit APMK wajib memperhatikan dan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Penagihan Kartu Kredit dengan menggunakan perusahaan penyedia jasa penagihan hanya dapat dilakukan terhadap tagihan Kartu Kredit yang telah macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas kredit; 2. Kualitas pelaksanaan penagihan Kartu Kredit oleh perusahaan penyedia jasa penagihan harus sama dengan pelaksanaan penagihan Kartu Kredit yang dilakukan sendiri oleh Penerbit Kartu Kredit;
40
3. Tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku; 4. Identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit Kartu Kredit; 5. Tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokokpokok etika penagihan sebagai berikut: a. menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; b. penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu Kredit; c. penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; d. penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu Kredit; e. penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu; f. penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili Pemegang Kartu Kredit; g. penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit; dan h. penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Selain itu, Penerbit Kartu Kredit juga harus memastikan bahwa perusahaan jasa penagihan juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK.7 Di dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 pada Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
7
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, Ketentuan butir VII.D angka 4.
41
Menggunakan Kartu, juga dijelaskan mengenai pengaturan mengenai penggunaan jasa pihak ketiga untuk penagihan hutang kartu kredit, yang menyatakan bahwa:8 Dalam Pasal 17B (1) Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit, Penerbit wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang Kartu Kredit. (2) Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin bahwa penagihan utang Kartu Kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Dalam hal penagihan utang Kartu Kredit menggunakan jasa pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penerbit wajib menjamin bahwa: a. kualitas pelaksanaan penagihannya sama dengan jika dilakukan sendiri oleh Penerbit; b. pelaksanaan penagihan utang Kartu Kredit hanya untuk utang Kartu Kredit dengan kualitas tertentu. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pokok-pokok etika penagihan utang Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kualitas utang Kartu Kredit yang penagihannya dapat dialihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia. Dalam Pasal 21 ayat 1 (1) Dalam hal Penerbit melakukan kerja sama dengan pihak lain yang menyediakan jasa penunjang dalam penyelenggaraan APMK, maka Penerbit wajib: a. memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian bagi Bank yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain; b. melaporkan rencana dan realisasi kerjasama dengan pihak lain yang menyediakan jasa penunjang dalam penyelenggaraan APMK kepada Bank Indonesia; dan c. mensyaratkan kepada pihak lain yang menyediakan jasa penunjang dalam penyelenggaraan APMK untuk menjaga kerahasiaan data dan informasi.
8
Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1.
42
Selain itu di dalam Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh OJK, terdapat ketentuan yang mengatur tentang Prinsip Kehatihatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit yang disebutkan bahwa: 1. Cakupan penagihan kredit yang dalam ketentuan ini adalah penagihan kredit secara umum, termasuk penagihan kredit tanpa agunan dan utang kartu kredit; 2. Penagihan kredit yang dapat dialihkan penagihannya kepada pihak lain adalah kredit dengan kualitas macet sesuai ketentuan yang berlaku mengenai penilaian kualitas aset Bank Umum; 3. Perjanjian kerjasama antara bank dan PPJ harus dilakukan dalam bentuk perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja; dan 4. Bank wajib memiliki kebijakan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku.9
D. Bentuk Hubungan Hukum Bank dengan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) Suatu perikatan timbul akibat adanya hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang terjadi dengan adanya hak dan kewajiban dalam memenuhi prestasi, yang terkait dengan harta kekayaan.10 Prof. Subekti mendefinisikan perikatan sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
9
Booklet Perbankan Indonesia Tahun 2014, Bab VI. Ketentuan-Ketentuan Pokok Perbankan bagian C tentang Ketentuan Kehati-hatian mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehati-hatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, h. 140-142. 10
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Alumni, 2005), h. 3.
43
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.11 Hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan jasa pihak ketiga (debt collector) dimulai dari suatu perjanjian baku (standard contract) yang disetujui oleh masing-masing pihak12, dan surat kuasa yang diberikan oleh pihak bank kepada debt collector untuk melakukan suatu pekerjaan yang diperintahkan. Standard contract disini merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir yang mana kontrak ini ditentukan secara sepihak oleh bank yang berkedudukan sebagai pemberi kontrak. Adapun pengertian dari kontrak baku menurut Munir Fuady adalah: “suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya, di mana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi dan berada hanya pada posisi “take it or leave it”. Dengan demikian oleh hukum diragukan apakah benar-benar ada elemen kata sepakat yang merupakan syarat sahnya kontrak dalam kontrak tersebut. Karena itu pula untuk membatalkan suatu kontrak baku, sebab kontrak baku tersebut adalah netral. (Munir Fuady, 2003: 76)
11
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 2009), h. 318. 12
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 145.
44
Bentuk perjanjian baku (standard contract) antara bank dengan debt collector yang dibuat adalah berbentuk tertulis. Yang isinya telah ditentukan oleh bank dan dituangkan dalam klausula baku. Yang dimaksud dengan klausula baku ialah:13 “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen” (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Selanjutnya pengertian dari surat kuasa menurut Pasal 1792 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Surat kuasa disini merupakan pelimpahan wewenang dari bank kepada debt collector untuk melaksanakan hal yang dikuasakan kepadanya dalam hal penagihan hutang. Dengan adanya perjanjian baku (standard contract) dan surat kuasa yang telah dibuat oleh pihak bank, maka kewajiban debt collector disini adalah mematuhi apa yang tertuang dalam klausula-klausula baku yang telah diperjanjikan sebelumnya dan hal yang dikuasakan kepadanya. Namun dalam hal penagihan kredit macet yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector) biasanya klausula baku yang terdapat dalam perjanjian, rentan dalam hal penyelundupan hukum pada pelaksanaannya. Seperti melanggar ketentuan-ketentuan etika pokok-pokok penagihan. Yang dalam melakukan penagihan kredit macet tersebut, debt collector tidak jarang atau seringkali 13
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata, h. 158.
45
meneror, mengintimidasi, atau mengancam pihak yang berhutang. Cara demikian merupakan perbuatan yang berlawanan dengan hukum, dan dapat menurunkan kredibilitas bank yang bersangkutan.14
E. Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) 1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Di dalam sistem Common Law/Anglo Saxon, perbuatan melawan hukum disebut dengan istilah “tort” yang berarti salah atau kesalahan. Tetapi seiring dengan perkembangan yang ada, istilah “tort” diartikan sebagai kesalahan perdata yang dilakukan oleh seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, dan bukan yang berasal dari wanprestasi kontrak.15 Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang karena kesalahannya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.16 Dengan meluasnya pemahaman dari pengertian perbuatan melawan hukum, muncul suatu teori relativitas atau schutznorm theorie yang 14
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 303. 15
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013), h. 2. 16
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 3.
46
mengajarkan bahwa seseorang dapat mempertanggungjawabkan atas kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum yang telah dilakukannya, dan tidak cukup dengan adanya hubungan kausal saja, tetapi perlu juga menunjukkan norma atau peraturan yang dilanggar tersebut guna melindungi pihak yang dirugikan.17 Selain itu, menurut Rosa Agustina pengertian dari perbuatan melawan hukum adalah:18 “Perbuatan yang melanggar hak (subyektif) orang lain atau perbuatan (atau tidak berbuat) yang bertentangan dengan kewajiban menurut undang-undang atau bertentangan dengan apa menurut hukum tidak tertulis yang seharusnya dijalankan oleh seorang dalam pergaulannya dengan sesama warga masyarakat dengan mengingat adanya alasan pembenar menurut hukum.” Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perbuatan melawan hukum merupakan suatu tindakan berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan: a. Hak orang lain. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain termasuk salah satu perbuatan yang dilarang oleh Pasal 1365 KUH Perdata. Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang
17
18
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 14.
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum cet.1, (Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 11.
47
diakui oleh hukum. Adapun hak-hak yang diakui oleh hukum menurut yurisprudensi adalah:19 1) Hak-hak kebendaan serta hak-hak absolute lainnya (eigendom, erfpacht, hak oktrooi’, dan sebagainya); 2) Hak-hak pribadi (hak atas integritas pribadi dan integritas badaniah, kehormatan serta nama baik, dan sebagainya); 3) Hak-hak khusus seperti hak penghunian yang dimiliki seseorang penyewa. b. Kewajiban hukum pelaku. Kriteria ini melihat masalah perbuatan melawan hukum dari sisi pelaku, suatu perbuatan adalah melanggar hukum bila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.20 Kewajiban hukum adalah kewajiban yang berdasarkan atas hukum yang mencakup keseluruhan norma, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. c. Kaedah kesusilaan.21 Tindakan yang melanggar kesusilaan menurut masyarakat termasuk kedalam hukum yang tidak tertulis, dan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum jika tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. 19
Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum & Perkembangannya dalam Yurisprudensi, (Reader III, Jilid I, 1991), h. 127. 20
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum: Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, (Bandung : Mandar Maju, 2000), h. 42. 21
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013), h. 8.
48
d. Kepatutan dalam masyarakat. Kriteria keempat dari perbuatan melawan hukum adalah bertentangan dengan kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan di masyarakat atau terhadap harta benda milik orang lain. Kepatutan dalam masyarakat tersebut bersumber dari hukum yang tidak tertulis.22
2. Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Debt Collector Dalam Penagihan Hutang Saat ini di Indonesia seringkali terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector). Suatu tindakan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum jika memenuhi unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum itu sendiri. Unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata adalah:23 a. Adanya suatu perbuatan. b. Perbuatan tersebut melawan hukum. c. Adanya kesalahan dari pihak pelaku (baik kesengajaan ataupun kelalain). d. Adanya kerugian bagi korban. e. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Adapun bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector) pada umumnya yaitu:
22
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 8-9.
23
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h.10.
49
1) Menyita barang dengan paksa. Tindakan debt collector yang menyita barang dengan paksa (unsur adanya suatu perbuatan), seperti halnya dalam menyita sepeda motor yang menunggak kreditnya atau menyita barangbarang didalam rumah karena belum dapat melunasi hutang pada bank, merupakan perbuatan melanggar hukum. Karena tindakan menyita barang dengan pemaksaan oleh bank dan debt collectornya dapat berindikasi pada tindak pidana pencurian24 (unsur perbuatan tersebut melanggar hukum) yaitu pasal 362 KUHP “mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan hukum.” Dengan diambilnya barang dengan cara pemaksaan, maka orang yang disita barangnya dapat mengalami kerugian, selain itu penyitaan dapat juga berdampak secara psikis kepada orang yang barangnya disita (unsur kerugian bagi korban). 2) Melakukan penganiayaan. Penganiayaan
yang
dilakukan
oleh
debt
collector
merupakan perbuatan melawan hukum.25 Hal ini dapat dilihat dari penganiayaan merupakan salah satu tindak pidana yang
24
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 59.
25
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 53.
50
dimuat dalam KUHP. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum juga secara jelas terpenuhi dalam perbuatan penganiayaan tersebut. 3) Teror melalui telepon maupun mendatangi secara langsung. Teror melalui telepon maupun mendatangi secara langsung tanpa memperhatikan waktu dapat juga dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut dapat disebut sebagai perbuatan tidak menyenangkan, dan menimbulkan kerugian berupa terganggunya seseorang untuk melakukan aktifitasnya, sehingga mengurangi produktifitas. 4) Pencemaran nama baik seseorang. Pencemaran nama baik seseorang disini biasanya dilakukan oleh
debt
collector
dengan
cara
menyebarkan
isu
ketidakmampuan seseorang tersebut dalam hal hutang kredit yang macet.26
26
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, h. 61-62.
BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3192 K/Pdt/2012
A. Tentang Bank Standard Chartered Standard Chartered Bank adalah perbankan dan perusahaan jasa keuangan multinasional yang berkantor pusat di Inggris London, yang didirikan oleh James Wilson dan dibentuk pada tahun 1969 melalui penggabungan dua bank terpisah yaitu antara Standard Bank Afrika Selatan dengan Inggris Chartered Bank of India, Australia and China.1 Di Indonesia, secara historis Standard Chartered Bank memulai usahanya melalui Borneo Company sejak tahun 1859 di Batavia. Standard Chartered Bank adalah bank devisa Inggris pertama yang membuka badan usahanya di Hindia Belanda. Standard Chartered Bank Indonesia mendapat izin usaha berdasarkan surat dari Menteri Keuangan No. D.15.6.1.6.15 tanggal 1 Oktober 1968 dan SK Direksi BNI (Bank Sentral - Bank Negara Indonesia) No. 4/22/KEP.DIR tanggal 2 Oktober 1968, untuk melakukan kegiatan devisa dan aktivitas perbankan. Saat ini Standard Chartered Bank beroperasi di Indonesia sebagai bank umum.2 1
Merdeka.com, “Standard Chartered Bank, Biografi”, artikel diakses pada tanggal 8 Februari 2015 dari m.merdeka.com/profil/mancanegara/s/standard-chartered-bank/. 2
SCB Indonesia Annual Report 2011, “Standard Chartered Bank Indonesia”, h. 2, diakses pada tanggal 5 Februari 2015 dari https://www.sc.com/id/sme/.
51
52
B. Posisi Kasus 1. Sikap Para Pihak Standard Chartered Bank (sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat I/Terbanding I). Victoria Silvia Beltiny (sebagai Termohon Kasasi, dahulu Penggugat/Pembanding). Sdri.Ine dan PT Total Target Nissin (sebagai Turut Termohon Kasasi, dahulu Tergugat II dan turut Tergugat/Terbanding II dan turut Terbanding). Pada awalnya hubungan hukum antara Tergugat I dengan Penggugat ialah dari kesepakatan kedua pihak dalam hal fasilitas kredit tanpa agunan (KTA).3 Pada mulanya, pembayaran pinjaman dan cicilan yang dilakukan oleh Penggugat berjalan dengan lancar dari tanggal 1 Maret 2004 sampai dengan tanggal 14 November 2006 kepada Tergugat I. Di mana jumlah pinjamannya sebesar Rp. 19.000.000 (sembilan belas juta rupiah) sudah lunas. Lalu pada tanggal 4 Agustus 2008, Penggugat mendapatkan surat dari Tergugat I tentang persetujuan kenaikan batas pinjaman (top up) yang isinya adalah pemberitahuan tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan. Dimana jumlah pinjamannya sebesar Rp. 41.000.000 (empat puluh satu juta rupiah) dan cicilan perbulannya sebesar Rp. 1.852.358
3
KTA adalah kredit perorangan tanpa agunan dari suatu bank kepada calon debitur yang memenuhi persyaratan. Produk perbankan ini memungkinkan nasabah untuk mendapatkan pinjaman dana tanpa harus memberikan jaminan atau agunan seperti sertifikat rumah atau lainnya.
53
(satu juta delapan ratus lima puluh dua ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah), dengan jangka waktu pembayaran 36 bulan sampai terakhir pelunasan tanggal 4 Agustus 2011. Permasalahan terjadi ketika bulan Mei 2009, Penggugat mengalami kesulitan keuangan sehingga pembayaran kreditnya menjadi macet dan pada akhirnya Tergugat I menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector)/turut Tergugat dalam penagihan hutang. Sebelumnya pada tanggal 7 September 2009, debt collector/turut Tergugat menawarkan reschedule kepada Penggugat dengan membayar down payment/pembayaran uang muka sebesar Rp. 2.200.000 (dua juta dua ratus ribu rupiah) dan membayar cicilan perbulannya sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) hingga lunas, dalam hal ini Penggugat menyetujuinya dan melakukan pembayaran sebagaimana schedule tersebut. Tetapi setelah itu, Tergugat I menolak reschedule tersebut. Hingga akhirnya Para Tergugat melakukan intimidasi, penekanan, pengancaman, dan teror kepada Penggugat baik secara langsung melalui debt collector/jasa penagih dan telepon, sms (short message service), mengirim faksimili secara terus-menerus kepada Penggugat dan temanteman kerja Penggugat dengan cara mencaci maki dan penyebaran isu ketidakmampuan membayar cicilan Penggugat kepada Tergugat, kepada seluruh orang di kantor Penggugat termasuk kepada atasan Penggugat, dengan maksud menghancurkan moral Penggugat, masa depan Penggugat,
54
dan kerjaan Penggugat sebagai tempat mencari nafkah. Atas perbuatan tersebut, Penggugat menjadi tertekan dan menderita tekanan batin, serta nama baik Penggugat menjadi tercemar. Dengan begitu tindakan yang dilakukan oleh para Tergugat merupakan termasuk perbuatan melawan hukum. Maka dengan alasan-alasan tersebut, Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mana isi dari permohonannya ialah: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya; 2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dimohonkan; 3. Menyatakan para Tergugat, Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum; 4. Menghukum para Tergugat membayar ganti rugi sebesar Rp5.000.000.000,- (lima milyar Rupiah) kepada Penggugat dibayar secara tunai sejak putusan berkekuatan hukum tetap; 5. Menyatakan turut Tergugat menaati putusan ini; 6. Menghukum para Tergugat untuk membayar ongkos perkara. Bahwa dengan adanya permohonan gugatan tersebut, Tergugat I mengajukan eksepsi yang isi pokoknya ialah: 1. Tergugat I menolak dengan tegas dalil-dalil gugatan Penggugat, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya; 2. Atas gugatan Penggugat, Tergugat I menyampaikan eksepsinya bahwa: a. Terdapat Surat Kuasa Khusus Prematur, yang dalam hal ini tanggal pemberian kuasa (tanggal 21 Juli 2009) dengan kronologis kasus yang dibuat oleh Penggugat (tanggal 7 September 2009) belum ada. Dengan demikian, Surat Kuasa Khusus ini dapat dikualifikasi premature dan karena itu tidak sah dalam perkara a quo sehingga surat gugatan harus dinyatakan tidak sah dan ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.
55
b. Terdapat Error in Persona, dimana dalam surat gugatan Penggugat tidak menguraikan perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat I melainkan yang diuraikan adalah perbuatan oleh Tergugat II melulu, sementara itu masing-masing Tergugat berdiri sendiri. Dengan demikian, ditariknya Tergugat I sebagai Pihak dalam perkara ini jelas salah alamat atau Error in Persona. c. Terdapat Obscuur Libel, yang mana didalam gugatan tidak menguraikan secara jelas hukum apa yang dilanggar oleh Tergugat I, dan juga permohonan sita yang diajukan oleh Penggugat secara spesifik objek sitanya tidak jelas. Oleh karena itu, Gugatan Penggugat obscuur. Dengan adanya gugatan dan eksepsi yang diberikan oleh para pihak, maka Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan Putusan Nomor 151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Juli 2010 dalam amarnya menolak eksepsi Tergugat seluruhnya, dan dalam pokok perkara menyatakan bahwa: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum; 3. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh puluh juta rupiah); 4. Menghukum turut Tergugat mentaati/tunduk dan patuh putusan ini; 5. Menghukum para Tergugat membayar biaya perkara secara tanggung renteng hingga kini ditafsir sebesar Rp821.000,(delapan ratus dua puluh satu ribu rupiah); 6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya. Dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut, Penggugat melakukan upaya hukum banding sebab dalam putusan yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri tidak semua permohonannya dikabulkan. Sehingga dalam tingkat banding permohonan Penggugat telah
56
diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Putusan Nomor 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2012 yang amarnya ialah: Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat, memperbaiki dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 151/Pdt.G/2010/PN.JKT.SEL tanggal 15 Juli 2010 yang dimohonkan banding, sehingga dalam pokok perkaranya menyatakan bahwa: 1. 2. 3.
4. 5.
6.
Mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding untuk sebagian; Menyatakan para Tergugat/Terbanding telah melakukan perbuatan melawan hukum; Menghukum para Tergugat/Terbanding secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Penggugat/Pembanding sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); Menghukum turut Tergugat/turut Terbanding untuk tunduk dan patuh pada putusan ini; Menghukum para Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara untuk kedua tingkat pengadilan secara tanggung renteng, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150.000,(seratus lima puluh ribu rupiah); Menolak gugatan Penggugat selebihnya.
Bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Tergugat I/Terbanding I pada tanggal 2 Agustus 2012, maka dalam hal ini Tergugat I/Terbanding I dengan perantara kuasanya mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 15 Agustus 2012 sebagaimana dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 151/Pdt.G/2010/PN.JKT.Sel yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri pada tanggal 28 Agustus 2012.
57
Dalam memori kasasinya, Pemohon Kasasi mengajukan alasanalasan yang pada pokoknya adalah pertama, menyatakan bahwa Judex Facti secara fatal telah keliru dalam menguraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, karena pada saat memeriksa perkara ini Judex Facti tidak bisa membedakan antara definisi unsur “perbuatan” dalam PMH dengan perbuatan melawan hukum. Kekeliruan dalam membedakan kategorisasi tersebut akan menimbulkan kesesatan pemikiran dan pertimbangan dalam putusan yang dilakukan oleh Judex Facti. Kedua, menyatakan bahwa Judex Facti telah salah dalam menentukan besaran ganti rugi dalam perkara a quo, karena berdasarkan putusan Judex Facti yang sangat tidak berlandaskan asas keadilan yang mana Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sedangkan Termohon Kasasi adalah debitur dari Pemohon Kasasi yang mempunyai hutang sebesar Rp. 34.309.431,- (tiga puluh empat juta tiga ratus sembilan ribu empat ratus tiga puluh satu rupiah) yang harus dibayar kepada Pemohon Kasasi. Dengan alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi sebelumnya, maka jelas posisi kasus dalam perkara ini terdapat akibat hukum yang merugikan salah satu pihak dan atas dasar perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi (dulunya Tergugat I) maka gugatan dari perkara ini diajukan.
58
2. Pertimbangan Majelis Hakim Dalam pertimbangan Majelis Hakim di Mahkamah Agung, alasanalasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi sebelumnya ditolak karena berdasarkan putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah benar dalam menerapkan hukum, terkecuali mengenai besaran ganti kerugiannya yang harus dibayar oleh Tergugat I kepada Penggugat, yang mana dalam pertimbangannya Majelis Hakim mengatakan: “Bahwa tindakan Tergugat I dalam melakukan penagihan kredit adalah tindakan tidak profesional karena mengutamakan penggunaan pendekatan intimidasi dan premanisme dari pada pendekatan lain yang mendudukkan nasabah sebagai partner bank, dan oleh karena itu adalah layak dan adil apabila Tergugat dijatuhi hukuman untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat yang lebih berat.” Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim diatas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Standard Chartered Bank selaku Pemohon Kasasi ini ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2013 yang menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 151/PDT.G/2010/PN.Jak.Sel tanggal 15 Juli 2010, yang dalam hal ini Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara kasasi ini, dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang sebagaimana telah diubah dengan Undang-
59
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan. Jadi dalam pertimbangan Majelis Hakim disini ditentukan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pihak Standard Chartered Bank telah salah dalam melakukan penagihan kredit macet nasabahnya yaitu Victoria, karena menggunakan cara-cara pendekatan intimidasi dan penekanan yang di dalam PBI Pasal 17B ayat (1) dan (2) sudah diatur mengenai penagihan kartu kredit yang wajib bagi Penerbit untuk mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang kartu kredit, dan juga Penerbit kartu kredit wajib menjamin bahwa penagihan yang dilakukan sendiri atau menggunakan jasa penagih harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut penulis, dengan adanya peraturan tersebut maka dalam putusan ini sudah jelas jika pihak Standard Chartered Bank tidak mematuhi adanya ketentuan-ketentuan mengenai pokok-pokok etika penagihan hutang yang macet, dimana dalam pelaksanaannya pihak bank melalui debt collector yang dikuasakannya melakukan penekanan dengan meneror nasabahnya (Victoria) melalui surat faksimili yang dikirimkan ke kantor tempat nasabah bekerja dengan mengancam atasan nasabah dan menyebarkan ketidakmampuan nasabah (Victoria) dalam pelunasan
60
hutang kreditnya. Yang dalam hal ini orang-orang tersebut tidak ada hubungannya dengan hutang nasabah (Victoria). 3. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 3192 K/Pdt/2012 Dalam
putusan
Mahkamah Agung
Nomor
3192K/Pdt/2012,
sebelumnya terdapat beberapa pertimbangan dari Judex Facti yang menurut penulis sudah benar dalam putusannya. Karena jika dilihat dari kronologis kasusnya pihak Standard Chartered Bank (Tergugat I) telah melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain yang
dalam
hal
collector/Tergugat
ini II)
menggunakan untuk
menagih
jasa
pihak
hutang
kredit
ketiga
(debt
nasabahnya
(Victoria/Penggugat) yang macet. Tetapi pada saat pelaksanaan penagihan hutang tersebut, pihak debt collector disini tidak mematuhi aturan-aturan dalam klausul standard contract tentang pokok-pokok etika penagihan yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia seperti melakukan intimidasi, penekanan, teror, dan merusak nama baik nasabah dengan menyebarluaskan permasalahan penunggakan kredit macet nasabahnya kepada orang-orang ditempat nasabah bekerja. Padahal jika mengacu pada SEBI No. 14/17/DASP/2012 ketentuan butir VII.D angka 4 huruf b telah diatur mengenai batasanbatasan etika yang harus dipatuhi oleh pihak penagih, seperti penagihan dilarang dengan menggunakan cara kekerasan, ancaman, atau tindakan yang sifatnya mempermalukan nasabah, dilarang melakukan penekanan
61
secara fisik maupun verbal, dilarang melakukan penagihan kepada pihak selain nasabah, dilarang melakukan komunikasi secara terus-menerus yang bersifat mengganggu nasabah, dan sebagainya, serta didalam Pasal 17B PBI No. 14/2/PBI/2012 pun diatur mengenai perihal penagihan kartu kredit, seperti pihak penagih wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan hutang, penagihan dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika menggunakan jasa pihak lain dalam penagihan kualitas penagihan sama dengan yang dilakukan oleh bank, pelaksanaan penagihan hanya untuk hutang dengan kualitas tertentu (macet), dan terakhir ketentuan lebih lanjut mengenai pokok-pokok etika penagihan diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Menurut penulis, aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia maupun Peraturan Bank Indonesia tersebut harus dipatuhi sebagaimana mestinya agar dalam melakukan suatu perbuatan tidak terjadi kesalahan dan kerugian baik untuk pihak penagih maupun pihak yang ditagih. Dalam hal ini, pihak Bank telah melakukan perbuatan yang merugikan nasabahnya (Victoria) karena dalam melakukan penagihan hutangnya terdapat unsur-unsur perbuatan melawan hukum4 seperti yang dimaksud dalam Pasal 1365KUHPer yaitu: 4
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT. Grasindo, 2006), h. 59.
62
a. Ada perbuatan melawan hukum; b. Melanggar hak subjektif orang lain: 1) hak-hak perorangan seperti: kebebasan, kehormatan, nama baik, dan lain-lain. Termasuk dalam pelanggaran hak subjektif orang lain adalah perbuatan fitnah, menyebarkan kabar bohong, dan lain-lain; 2) hak-hak atas harta kekayaan misalnya hak-hak kebendaan dan hak mutlak lainnya; c. Ada kesalahan (schuld), perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang salah yang dapat berupa kealpaan (onachtzaamheid) dan kesengajaan-kesengajaan sudah cukup bilamana pada waktu melakukan perbuatan itu akibatnya pasti akan timbul. d. Ada kerugian, akibat perbuatan itu timbul kerugian yang diderita orang lain, kerugian itu dapat berupa kerugian materill maupun moril. Kerugian moril menyangkut kehormatan, harga diri, tekanan batin, teror, dan lain-lain. e. Adanya hubungan kausal, untuk menuntut ganti kerugian haruslah ada hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian yang diderita nasabah dan hubungan itu harus jelas.5 Jadi dengan adanya unsur-unsur perbuatan melawan hukum diatas, dapat dijadikan pertimbangan putusan yang kemudian ditetapkan oleh Majelis Hakim dalam perkara ini. Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Tergugat I (Standard Chartered Bank) merupakan tindakan yang tidak profesional karena mengutamakan penggunaan pendekatan intimidasi dan premanisme dari pada pendekatan lain dalam hal penagihan hutang, yang mana layak bagi Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat benar adanya. Karena secara hukum telah diatur pokok-pokok etika penagihan hutang kartu kredit, maka jelas pihak 5
Lihat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012, h. 5-6.
63
Standard Chartered Bank disini tidak benar dalam melakukan tindakan penagihan kredit macet terhadap nasabahnya, karena memfasilitasi debt collector yang dikuasakan oleh pihak Standard Chartered Bank melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/17/DASP/2012 pada ketentuan butir VII.D angka 4 huruf b maupun PBI No. 14/2/PBI/2012 pada Pasal 17B. Penulis berpendapat bahwa dengan adanya putusan ini, seharusnya perbankan di Indonesia lebih taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan penagihan kredit macet terhadap nasabahnya, dikarenakan jika nasabah mengalami kerugian dalam melakukan pelunasan hutang terhadap bank, nasabah dapat menuntut tindakan bank yang tidak bekerja secara profesional tersebut. Adapun jika nasabah mengalami kemacetan dalam hal pelunasan hutangnya, belum tentu nasabah tersebut tidak mempunyai itikad baik dalam melunasi hutangnya. Karena itu seharusnya pihak bank dalam menyelesaikan kredit macetnya, terlebih dahulu melihat itikad baik dari nasabah lalu menawarkan kepada nasabah dengan cara merescheduling (penjadwalan kembali) dan merestrucruting (penataan kembali) kredit macetnya.6 Dengan menggunakan cara tersebut, pihak bank dapat meminimalisir
6
h. 76.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2011),
64
adanya kerugian yang dialami oleh nasabah dalam menyelesaikan kredit macetnya termasuk jika menggunakan jasa pihak ketiga. Dalam islam juga menyebutkan bahwa jika ada orang yang meminjam
hutang,
maka
hendaknya
dipermudah
dalam
proses
mengembalikan hutangnya tersebut. Karena orang berhutang pada dasarnya ialah tidak mampu dan membutuhkan pertolongan, oleh karena itu sudah sepatutnya jika orang yang memberikan hutang ikhlas akan harta yang diberikan kepada si berhutang. Sesuai dengan firman Allah Swt yaitu:
{ََص َّدقُوا إِنَْ ُك ْنتُ َْم تَ ْعلَ ُمون ْ } َوإِنَْ َكانََ ُع َ َس َر ٍَة َوأَنَْ لَ ُك ْم َخ ْي ٌرت َ س َر ٍة ُذو فَنَ ِظ َر َة ٌ إِلَى َم ْي (٠٨٢ : )البقرة “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. AlBaqarah/2: 280) Dalam ayat ini, Allah Swt memerintahkan kita untuk bersabar terhadap orang yang berada dalam kesulitan, di mana orang tersebut belum bisa melunasi utang. Lalu dalam hadist juga mengatakan bahwa:
ََّ ُب أَنَْ يُ ِظلَّ َه ََّ » َمهَْ أَ َح « ُض َْع لَ َه َ َس ًرا أَ َْو لِي ِ ّللاُ فِى ِظلِّ َِه – فَ ْليُ ْن ِظ َْر ُم ْع “Barangsiapa yang ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada hari kiamat), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan hutang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan hutangnya.” (HR. Ibnu Majah II/808 no. 2419)
65
Dengan
demikian,
penggunaan
jasa
pihak
ketiga
memang
diperbolehkan dalam penagihan kredit macet yang sudah diatur pada ketentuan SEBI, PBI, maupun BPI, namun pihak bank dalam melakukan kewajiban terhadap penagihan hutang kredit nasabahnya tetap harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku karena berpengaruh terhadap kepercayaan nasabah. Sebab pada prinsip perbankan dengan adanya kepercayaan dari seorang nasabah kepada bank, maka bank wajib untuk menjaga kepercayaannya tersebut. Dengan adanya prinsip kepercayaan yang diterapkan oleh perbankan, maka bank harus selalu menerapkan prinsip kehati-hatiannya dalam melakukan kegiatan usaha bank karena hal tersebut merupakan kunci utama bagi berkembangnya suatu bank7, terlebih dengan menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet yang dialami oleh seorang nasabah bank.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Penggunaan Jasa Pihak Ketiga (Debt Collector) Dalam Penagihan Kredit Macet Jasa pihak ketiga atau biasa yang disebut dengan debt collector merupakan jasa yang dibutuhkan oleh perbankan dalam hal penagihan hutang kredit macet. Jasa ini merupakan salah satu jalan alternatif untuk menyelesaikan kredit macet secara efisien dan ekonomis dibandingkan dengan menggunakan jalur hukum pada umumnya. 7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h. 19.
66
Jasa pihak ketiga (debt collector) ini dianggap perlu dalam bidang perbankan, karena dikhawatirkan para nasabah yang tidak dapat membayar hutangnya dapat berakibat pada menurunnya kinerja bank. Kredit macet atau non performing loan (NPL) akan meningkat jika bank dilarang menggunakan jasa penagih utang atau debt collector. Sebab jasa debt collector sudah menjadi andalan perbankan dalam menagih hutang yang macet termasuk hutang kartu kredit.8 Dalam kasus penagihan hutang kredit kepada nasabah tidak jarang debt collector menggunakan cara penekanan, hal ini disebabkan karena agen penagihan hutang bertindak secara agresif guna mendapatkan hasil atau pendapatan dari besarnya target yang mampu diselesaikannya dalam menagih hutang kepada nasabah. Tidak jarang pula pihak bank menawarkan bonus kepada agen tersebut jika penagihan hutang dapat terselesaikan sesuai dengan target yang di inginkan. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pihak bank terhadap penggunaan debt collector untuk menagih kredit macet, disebabkan oleh beberapa hal yaitu:9
8
Academia.edu, “Utang diserahkan kepada Debt Collector atau dimaafkan?”, artikel diakses pada tanggal 5 April 2015 dari https://www.academia.edu/2538751/utang_diserahkan_kepada_debt_collector_atau_dim aafkan. 9
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 303.
67
1. Karena tidak bekerjanya sarana-sarana hukum dan hukum dianggap tidak bekerja efisien dan efektif. 2. Bertele-telenya
proses
penegakan
hukum
menimbulkan
kekecewaan masyarakat. 3. Pengadilan tidak bisa memberikan jaminan kepastian hukum dan berjalan singkat. 4. Debt collector dianggap lebih mampu bekerja dalam waktu relatif singkat dan tingkat keberhasilannya mencapai 90%. Dengan adanya faktor-faktor tersebut, maka Bank Indonesia mengeluarkan peraturan dimana terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan penagihan hutang kredit macet agar tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Peraturan tersebut terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Dalam Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP/2012 tentang Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Menurut Penulis, penggunaan debt collector dalam menyelesaikan kredit macet diperbolehkan saja, asalkan cara-cara yang dilakukannya sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan dan tidak melanggar pokokpokok etika yang berlaku.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penyelesaian kredit macet secara normatif telah diatur pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP/2012 ketentuan VII.D angka 4, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) pada Pasal 17B dan Pasal 21 ayat 1, dan Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014 mengenai Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain pada bagian Prinsip Kehatihatian Dalam Penyerahan Pekerjaan Penagihan Kredit. Dalam hal penagihan kredit macet yang dilakukan oleh jasa pihak ketiga (debt collector) terdapat pokok-pokok etika penagihan yang harus dipatuhi baik bagi pihak penerbit kartu kredit maupun pihak jasa penagih, karena pada pelaksanaannya seringkali terdapat unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang sangat merugikan nasabah (konsumen perbankan) seperti melakukan ancaman, intimidasi, penekanan, sampai kepada pencemaran nama baik nasabah. Dimana pihak bank harus bertanggung jawab jika
68
69
terjadi kerugian pada nasabah yang diakibatkan oleh jasa pihak ketiga (debt collector) dalam melakukan penagihan kredit macet. 2.
Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3192 K/Pdt/2012, Majelis Hakim menyatakan menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi yaitu Standard Chartered Bank dan memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2012 yang menguatkan dan memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Juli 2010, menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi
secara
tanggung
renteng
kepada
Penggugat
sebesar
Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), serta mengabulkan gugatan Penggugat (Victoria) untuk sebagian. Dimana dalam hal ini Standard Chartered Bank telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian terhadap nasabahnya, karena jasa pihak ketiga (debt collector) yang dikuasakan oleh pihak bank dalam melakukan penagihan hutang kredit nasabahnya memakai pendekatan intimidasi dan premanisme. 3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) dalam penagihan kredit macet disebabkan karena tidak bekerjanya sarana-sarana hukum dan hukum dianggap tidak bekerja efektif dan efisien, bertele-telenya proses penegakan hukum yang selama ini lebih sering mengecewakan masyarakat, dan ditambah lagi dengan
70
ketidakmampuan pengadilan memberikan jaminan kepastian hukum dan berjalan singkat, sementara di sisi lain, kemampuan debt collector dianggap sebagai “partner” yang lebih baik karena mampu bekerja dalam waktu yang relatif lebih singkat dengan tingkat keberhasilannya mencapai 90%. Maka dari itu, dalam bidang perbankan menjadi hal yang biasa dalam penggunaan jasa pihak ketiga (debt collector) untuk menyelesaikan hutang kredit macet.
B. Saran 1.
Bagi pihak bank dalam menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector) seharusnya dapat menerapkan prinsip kehati-hatian yang dalam hal ini mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pokok-pokok etika penagihan yang dilakukan oleh jasa penagih, karena pada kenyataannya seringkali jasa pihak ketiga (debt collector) yang dikuasakan oleh pihak bank melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nasabah.
2.
Bagi pihak bank dalam menyalurkan dana kepada nasabah seperti kartu kredit dan kredit tanpa agunan, seharusnya bisa lebih selektif lagi sebelum melakukan perjanjian menggunakan kartu kredit. Dan bagi pihak nasabah, seharusnya bisa lebih teliti dan berhati-hati lagi dalam mencermati perjanjian yang diajukan oleh pihak bank sebelum menandatangani perjanjian kreditnya.
71
3.
Adanya peran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen untuk bisa lebih mengawasi atas tindakan perbankan yang menggunakan jasa penagih (debt collector), dan seharusnya OJK menerapkan sanksi yang tegas terhadap tindakan bank yang melanggar hak-hak konsumen perbankan yang dirugikan.
Daftar Pustaka
BUKU: Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum cet.1. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2003. Arthesa, Ade dan Edia Handiman. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia. 2006. Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: PT. Alumni. 2005. Budiono, Herlien. Diktat Kuliah Kapita Selekta Hukum Bisnis. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan. 2003. Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern, cet.1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2003. ___________. Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2013. Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. 2011. HS, Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006. Ibrahim, Johannes. Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan. Bandung: PT Refika Aditama. 2004. Kasmir. Dasar-dasar Perbankan Edisi Revisi 10. Jakarta: Rajawali Pers. 2012. ______. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers. 2011. Kimball, Jeffrey Paulsen. Credit Card Disclosures and The Elderly: Will The Proposed Amendments to Regulation Z Help the Elderly Understand Credit Card Documents?. Elder Law Jurnal. 2009. Majalah Jet. Vol. 106. Johnson Publishing Company. 2004.
72
73
Mamuji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia Cet. Keempat Revisi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2010. Prodjodikoro, Wirjono. Perbuatan Melanggar Hukum: Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata. Bandung: Mandar Maju. 2000. ___________________. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur Bandung. 1993. Setiawan. Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum & Perkembangannya dalam Yurisprudensi. Reader III: Jilid I. 1991. Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo. 2006. Siamat, Dahlan, Prita Nurmalia dan Fitri Agustin. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2005. Simanjuntak, P.N.H. Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Djambatan. 2009. Siregar, Pulo. Risiko Kartu Kredit: Solusi, BI Checking dan Media Perbankan. Jakarta: Papas Sinar Sinanti. 2010. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. 2005. ______________ dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat Cet.3. Jakarta: Rajawali Pers. 1990. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. 1984. Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis Cet. Kedua, Edisi Revisi. Jakarta: Djambatan. 1996. Suyatno, Thomas, Djuhaepah Marala. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1993. Tinarbuko, Sumbo. Mendengarkan Dinding Fesbuker. Yogyakarta: Multicom. 2009.
74
Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2003.
PERUNDANG-UNDANGAN: Booklet Perbankan Indonesia (BPI) Tahun 2014. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Peraturan Bank Indonesia No. 13/25/PBI/2011 tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain. Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK). Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Surat Edaran Bank Indonesia, SEBI No. 14/17/DASP/2012 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
WEBSITE: https://www.sc.com/id/sme/, diakses pada tanggal 5 Februari 2015. m.merdeka.com/profil/mancanegara/s/standard-chartered-bank/, tanggal 8 Februari 2015.
diakses
pada
http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/, diakses pada tanggal 25 Januari 2015. http://zonaekis.com/debt-collector-budaya-berutang-dan-bahaya-riba/, diakses pada tanggal 8 November 2014. bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/08/14/194407226/Teror.Nasabah.lewat.Debt .Collector. Stanchart.Dihukum.Rp.1.Miliar, diakses pada tanggal 22 Januari 2015. https://www.academia.edu/2538751/utang_diserahkan_kepada_debt_collector_atau _dimaafkan, diakses pada tanggal 5 April 2015.
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
PUTUSAN Nomor 3192 K/Pdt/2012
ng
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
do
A gu
memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
In
STANDARD CHARTERED BANK, diwakili oleh Thomas John
Aaker selaku Country CEO Indonesia, berkedudukan di Jl.
lik
ah
Sudirman Kav. 33-A Jakarta 10220, melalui Recovery Inhouse Jakarta, CB Credit – Indonesia, Standard Chartered Bank
ub
m
beralamat Wisma Graha Pratama 10th fl Jl. M.T. Haryono Kav 15 Jakarta 12810, dalam hal ini memberi kuasa kepada Panji
ep
ka
Prasetyo, SH.,LL.M., dan kawan-kawan, para Advokat pada Panji Prasetyo & Partners, berkantor di Allianz Tower, Lantai 27, Jalan
ah
H. R. Rasuna Said Superblok 2 - Kawasan Kuningan Persada,
si
ne
ng
2012;
R
Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Agustus
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I/Terbanding I; melawan
A gu
do
IR. VICTORIA SILVIA BELTINY, bertempat tinggal di Jl. Sadewa
Raya Raya C 286 Jakasetia Bekasi, dalam hal ini memberikan
In
kuasa Ahmad Bayhaki, SH., dan rekan beralamat di Komp.
lik
berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Juli 2009; Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding;
ub
dan
1. Sdri. Ine, bertempat tinggal di Recopery Inhouse Jakarta, CB Credit – Indonesia, Standard Chartered Bank beralamat Wisma Graha Pratama
ep
ah
ka m ah
Bambu Satu Jl. B/19, Rt 06/06 Pasar Minggu Jakarta Selatan,
10 th fl Jl. M.T. Haryono Kav 15 Jakarta 12810; 2. PT Total Target Nissin, berkedudukan di Jl. Nangka No. 4A, Tanjung
s
R
Barat Ps Minggu Jakarta Selatan 12530;
do
Hal. 1 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
Tergugat/Terbanding II dan turut Terbanding;
ne
ng
M
Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat II dan turut
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 1
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
ng
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang
do
Pemohon Kasasi dan turut Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat I, II dan
A gu
turut Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pokoknya atas dalil-dalil:
In
1. Bahwa pada tanggal 1 Maret 2004 Penggugat mendapat surat dari Tergugat I tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan – fasilitas
lik
ah
cicilan tetap anda, yang isinya pemberitahuan tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan – fasilitas cicilan tetap anda, sampai bulan
ub
m
Februari 2004. Jenis fasilitas pinjaman – fasilitas cicilan tetap, No. Pinjaman 01455044, No.Rekening pinjaman 30611799658, jumlah
pinjaman 36 – efektif
ep
ka
pinjaman awal Rp19.000.000,- (sembilan belas juta rupiah), bunga pertahun, jangka waktu pembayaran 36 bulan,
R
ah
cicilan bulanan Rp870.273,00 (delapan ratus tujuh puluh ribu dua ratus
si
tujuh puluh tiga rupiah) – per bulan, tanggal cicilan bulanan berikutnya 12
ne
ng
Maret 2004, sisa pokok pinjaman & bunga Rp18.071.888,27 (delapan belas juta tujuh puluh satu ribu delapan ratus delapan puluh delapan rupiah dua puluh tujuh sen), tanggal pinjaman berakhir 14 November Manager Credit Cards & Personal Loan; (Bukti P – 1);
General
do
A gu
2006, surat ditandatangani oleh Navneet Dave, sebagai
In
2. Bahwa pada tanggal 31 Desember 2004 Penggugat mendapat surat dari
lik
cicilan tetap anda, yang isinya pemberitahuan tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan – fasilitas cicilan tetap anda, sampai bulan
ub
Desember 2004. Jenis fasilitas pinjaman – fasilitas cicilan tetap, No. Pinjaman 01455044, No.Rekening pinjaman 30611799658, jumlah pinjaman awal Rp19.000.000,- (sembilan belas juta rupiah), jangka waktu
ep
ah
ka m ah
Tergugat I tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan – fasilitas
pembayaran 36 bulan, cicilan bulanan Rp870.273,00 (delapan ratus tujuh puluh ribu dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) – per bulan, tanggal cicilan
s
R
bulanan berikutnya 14 Januari 2004, sisa pokok pinjaman Rp14.310.414,-
A
14
November
2006,
surat
Hal. 2 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
ne
berakhir
do
pinjaman
In
tanggal
gu
rupiah),
ng
M
(empat belas juta tiga ratus sepuluh ribu empat ratus empat belas
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 2
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia ditandatangani oleh Lynn Ramli sebagai Vice President Product
Management Credit Cards & Personal Loan Consumer Banking, (Bukti
ng
P-2);
3. Bahwa pada awal tahun 2005 Penggugat mendapat surat dari Tergugat I,
A gu
do
penawaran istimewa khusus untuk anda, Kenaikan Batas Kredit Tanpa Agunan (KTA) oleh karena Penggugat lancar melakukan pembayaran
cicilannya, Penggugat diberi kesempatan untuk mendapatkan kenaikan
In
batas pinjaman (Top Up) kredit tanpa agunan penawaran dengan iming-iming “menarik” berlaku hingga 15 Februari 2005, ditandatangani
lik
ah
oleh Lynn Ramli sebagai Vice President Product Management Credit Cards & Personal Loan Consumer Banking, (Bukti P-3);
mendapat surat dari
ub
m
4. Bahwa pada tanggal 25 Juli 2005 Penggugat
Tergugat I, tentang pemberitahuan persetujuan pinjaman kepada
ep
ka
Penggugat sejumlah Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dengan keterangan rinci sebagai berikut: fasilitas pinjaman: fasilitas cicilan tetap,
R
ah
jumlah pinjaman awal Rp19.700.000,- (sembilan belas juta tujuh ratus
si
ribu rupiah), No.Referensi pinjaman: 02710633, bunga pinjaman
ng
ne
33.29000% efektif pertahun, jangka waktu pembayaran 36 bulan, cicilan bulanan Rp885.471,- (delapan ratus delapan puluh lima ribu empat ratus
do
tujuh puluh satu rupiah) – per bulan, (Bukti P-4);
mendapat surat dari
A gu
5. Bahwa pada bulan Maret 2006, Penggugat
Tergugat I isinya tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan,
In
pertanggal 1 Maret 2006, menerangkan tentang jumlah pinjaman awal
lik
bulan, cicilan bulanan Rp885.470,16 (delapan ratus delapan puluh lima ribu empat ratus tujuh puluh rupiah enam belas sen) – per bulan, tanggal
ub
jatuh tempo pembayaran tiap bulan 24, tanggal pinjaman berakhir 25 Juli 2008, sisa cicilan 29 kali, (Bukti P-5);
6. Bahwa pada tanggal 4 Agustus 2008 Penggugat mendapat surat dari
ep
ah
ka m ah
Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), jangka waktu pembayaran 36
Tergugat I tentang persetujuan kenaikan batas pinjaman (Top Up) sebagai berikut: jenis fasilitas pinjaman – fasilitas cicilan tetap anda, yang
s
R
isinya pemberitahuan tentang ringkasan informasi kredit tanpa agunan –
do
Hal. 3 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
puluh satu juta rupiah), jumlah pinjaman yang di transfer Rp40.184.100,-
ne
M
fasilitas cicilan tetap anda, jumlah pinjaman awal Rp41.000.000,- (empat
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 3
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (empat puluh juta seratus delapan puluh empat ribu seratus rupiah), No.Rekening pinjaman: 306-117-9965-8,atas nama Victoria Silvia Beltiny,
ng
tanggal efektif pinjaman: 04/08/2008, jangka waktu pembayaran 36 bulan, cicilan bulanan Rp1.852.358,00 (satu juta delapan
ratus lima
do
puluh dua ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah) – per bulan, seluruh
A gu
fasilitas lunas cicilan terakhir tanggal 04/08/2011, (Bukti P-6);
7. Bahwa Penggugat tiap bulan membayar cicilan pinjaman kredit tanpa
In
agunan setiap bulannya Rp1.852.358,00 (satu juta delapan ratus lima
puluh dua ribu tiga ratus lima puluh delapan rupiah) dan pada Bulan Mei
lik
ah
2009 Penggugat mengalami kesulitan keuangan sehingga pembayaran macet. Sebelum Penggugat mengalami kesulitan keuangan pada bulan
ub
m
Mei, Penggugat lancar membayar cicilannya tiap bulan. (Bukti P-7 pembayaran Bulan September 2008, Bukti P-8 pembayaran Bulan
ep
ka
Oktober 2008, Bukti P-9 pembayaran Bulan Desember 2008, Bukti P-10 pembayaran Bulan Januari 2009, Bukti P-11 pembayaran Bulan Februari
R
ah
2009, Bukti P-12 pembayaran Bulan Maret 2009, Bukti P-13 pembayaran
si
Bulan April 2009); ditunjuknya,
memberikan
somasi
kepada
Tergugat
I
ne
ng
8. Bahwa pada bulan Juli, Penggugat melalui kuasa hukum yang perihal
ketidakmampuan Penggugat melakukan pembayaran cicilannya kepada
A gu
do
Tergugat I dan oleh kuasa hukum Penggugat, Tergugat I disarankan melakukan upaya hukum sesuai hukum yang berlaku melakukan gugatan
In
kepada Pengadilan dengan harapan Penggugat pada tingkat mediasi
lik
berdasarkan kemampuannya saat itu dengan Tergugat I, hal ini telah sangat jelas diatur dalam Pasal 1759, 1761, 1761 dan 1762 B.W. tentang B.W.
ub
kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan, dan Pasal 1763 tentang kewajiban-kewajiban si peminjam, (Bukti P-14, s/d P-17);
9. Bahwa pada tanggal 7 September 2009, Penggugat didatangi oleh debt
ep
ah
ka m ah
sudah ada titik temu antara kemampuan membayar Penggugat
collector/turut Tergugat, turut Tergugat tersebut menawarkan reschedule kepada Penggugat dengan schedule Penggugat membayar down
s
R
payment/ pembayaran uang muka sebesar Rp2.200.000,- (dua juta dua
do
Hal. 4 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
perbulan sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah) hingga lunas,
ne
M
ratus ribu rupiah) selanjutnya Penggugat membayar cicilan berikutnya
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 4
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Penggugat menyetujuinya dan melakukan pembayaran sebagaimana schedule tersebut, (Bukti P-18 s/d P-23;)
ng
10. Bahwa setelah Penggugat mengikuti schedule dengan melakukan
pembayaran tersebut pada poin 9, Tergugat I melalui Tergugat II
A gu
do
menyatakan Tergugat I menolak reschedule tersebut, selanjutnya Para Tergugat melakukan Intimidasi, Penekanan, Pengancaman dan Teror
kepada Penggugat baik secara langsung melalui debt collector/jasa
In
penagih dan telpon kepada Penggugat dan teman teman kerja
Penggugat dengan cara mencaci maki dan penyebaran ketidakmampuan
lik
ah
membayar cicilan Penggugat kepada Tergugat kepada seluruh orang di kantor Penggugat dengan maksud menghancurkan moral Penggugat,
ub
m
masa depan Penggugat, dan kerjaan Penggugat sebagai tempat mencari nafkah bagi Penggugat untuk menafkahi Penggugat sendiri dan
ep
ka
keluarganya. Atas perbuatan Tergugat I dan Tergugat II tersebut, Penggugat menjadi tertekan dan menderita tekanan batin, nama baik
R
ah
Penggugat rusak oleh halmana yang secara hukum telah diatur secara
si
jelas mekanisme pengembalian hutang piutang. Para Tergugat secara
ne
ng
systematis terus menerus melakukan penekanan mental dan merusak nama baik Penggugat sampai pada saat gugatan ini di daftarkan;
do
11. Bahwa para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
A gu
(Onrechtmatige Daad) yang diatur dalam Pasal 1365 B.W. “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang
In
lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
a) ada perbuatan melawan hukum;
lik
yang dimaksudkan Pasal 1365 B.W. adalah:
ub
b) melanggar hak subjektif orang lain: 1) hak-hak perorangan seperti: kebebasan, kehormatan, nama baik, dan lain-lain. Termasuk
ep
dalam pelanggaran hak subjektif orang lain adalah perbuatan fitnah, menyebarkan kabar bohong, dan lain-lain; 2) hak-hak atas
s
lainnya;
R
harta kekayaan misalnya hak-hak kebendaan dan hak mutlak
ah
ka m ah
mengganti kerugian tersebut”. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum
gu A
yang
dapat
berupa
kealpaan
Hal. 5 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
ne
salah
do
yang
ng
perbuatan
In
M
c) ada kesalahan (schuld), perbuatan yang dilakukan adalah
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 5
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (onachtzaamheid) dan kesengajaan-kesengajaan sudah cukup bilamana pada waktu melakukan perbuatan bahwa akibat
ng
perbuatannya itu pasti akan timbul (MA. Moegni Djojodiharjo 1982:66);
do
d) ada kerugian, akibat perbuatan itu timbul kerugian yang diderita
A gu
orang lain, kerugian itu dapat berupa kerugian materil maupun moril. Kerugian moril menyangkut kehormatan, harga diri, tekanan
lain-lain dan ditaksir nilainya dengan
In
batin, terror, dan
uang sesuai status social Penggugat;
lik
ah
e) adanya hubungan causal, untuk menuntut ganti kerugian haruslah ada hubungan causal antara perbuatan melawan hukum itu
jelas, dapat dikabulkan;
ub
m
dengan kerugian yang diderita Penggugat. Hubungan itu harus
ep
ka
para Tergugat dengan sengaja dan systematis melakukan perbuatan melawan hukum kepada Penggugat dengan cara merusak kehormatan
R
ah
Penggugat, nama baik Penggugat dan teror baik dengan kata-kata kotor
si
melalui telpon seluler seperti kata-kata tolol, maling, tidak tahu diri, dan
ng
ne
lain-lain kata-kata yang tidak sehat dan tidak diatur dalam undang-undang; 12. Bahwa secara rinci perbuatan Tergugat secara systematis dan terarah menghancurkan moral Penggugat, merusak nama baik Penggugat dan
do
A gu
merusak moril Penggugat dengan cara sebagai berikut :
1 Bahwa pada tanggal 8 Desember 2009, Tergugat II mengirim Short
In
Message Services (SMS) melalui telpon selulernya dengan bunyi: “Pg
peringatan
up
Mariana
Rantung”
lik
lunas dari 40jt s/d 22jt msh bs nego, krn takutnya ibu malh di fax (jam
09:10:20).
Tergugat
II
ub
mengancam Penggugat dengan akan mengirim faxsimile kepada atasan Penggugat di tempat kerja Penggugat (citibank) bernama Mariana Rantung. Mariana Rantung adalah atasan Penggugat ditempat
ep
ah
ka m ah
ibu victoria saya dgn ine stanchartered, mau tawarkan aja, ada disc
Penggugat bekerja, cara cara Tergugat II mengintimidasi dan/atau menekan moril Penggugat dengan ancaman membuat nama baik
s
R
Penggugat rusak dan/atau tercemar dengan maksud lebih khusus
do
Hal. 6 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
bahkan diberhentikan dari pekerjaannya. Niat tidak baik dan harapan
ne
M
Penggugat kemudian dipermalukan, ditegor, diberikan sanksi dan
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 6
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tergugat II benar-benar dilakukan oleh Tergugat II dengan peralatan dan dukungan dari Tergugat I dengan mengirimkan faxsimile kepada
ng
Mariana Rantung, yang secara hukum dalam persoalan antara
Penggugat dan Tergugat tidak berkaitan dengan masalah hutang
do
piutang antara Penggugat dan Tergugat, Tergugat II mengirim faxsimile
A gu
kepada atasan Penggugat tersebut bernama Mariana Rantung dengan surat tertanggal 09 Desember 2009, tidak bertandatangan, UP nya
In
Bapak Afdal, Bapak Afdal yang juga atasan Penggugat yang tidak mempunyai hubungan atas persolan hutang piutang antara Penggugat
lik
ah
dan Tergugat, faxsimile tersebut terus menerus dikirimkan oleh Tergugat II dengan isi materi : apabila dalam jangka waktu 1 hari
ub
m
setelah tanggal faksimili ini dibuat kami tidak juga menerima pembayaran dari Bapak/Ibu, maka dengan sangat menyesal kami akan
ep
ka
mengambil kebijakan sebagai berikut :
1. Memasukkan nama Bapak/Ibu didaftar hitam Bank Indonesia;
si
Massa;
R
ah
2. Memasukkan nama Bapak/Ibu didaftar tunggu Pemanggilan Media
ng
ne
3. Menggunakan jasa pihak ketiga untuk menagih pembayaran biaya-biaya yang timbul atas prosedur penagihan di atas akan
kami bebankan kepada Bapak/Ibu selaku pihak yang bertanggung
do
A gu
jawab atas penyelesaian kewajiban tersebut;
Surat tertanggal 09 Desember 2009 tersebut tidak ditandatangani,
In
namun sangat jelas surat tersebut adalah surat dari Tergugat I dengan logo Standard Chartered Bank, dikirim oleh Tergugat II
lik
ka m ah
ditujukan Custody Unit dimana Penggugat bekerja namun UPnya kepada Bapak Afdal. Perihalnya Tagihan Kredit Tanpa Agunan :
ub
30611799658 atas pemakaian kredit tanpa agunan Victoria Silvia Beltiny. Secara yuridis, apa yang dilakukan oleh para Tergugat adalah
ep
bertentangan dengan hukum positip kita, terutama pada materi dan substansi poin 2 dan 3 surat tersebut;
ah
Faksimile yang dikirim Tergugat terus menerus dilakukan dari kurun
s ne
do
Hal. 7 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
R
waktu jam 03:09 PM sampai jam 04:45 PM sebanyak 10 lembar.
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 7
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Atas faksimili Tergugat, Penggugat ditegor oleh atasannya bernama
Mariana Rantung, Mariana Rantung menyarankan Penggugat untuk
ng
menyelesaikan persoalan tersebut;
Secara yuridis formal, surat tersebut adalah surat illegal dan tidak sah
do
oleh karena tidak ditandatangani dan isi materinya bertentangan
A gu
dengan hukum;
Sangat jelas apa yang dilakukan Tergugat adalah intimidasi, teror,
In
penekanan, menyerang kehormatan dan harga diri, menyerang nama baik, dan membuat moril Penggugat tertekan (Bukti P-29);
lik
ah
2 Bahwa Tergugat II pada tanggal 10 Desember 2009, Tergugat II meneror Penggugat ke tempat lain dimana Penggugat bekerja. Bagian
ub
m
Penggugat bekerja adalah bagian custody unit, dengan surat yang sama dengan sebelumnya, tertanggal 09 Desember 2009, materi dan
ep
ka
substansinya sama, memakai logo Tergugat I, dan tidak ditandatangani ditujukan kepada Bapak Afdal, dilakukan terus menerus pada jam 12:02
R
ah
(Bukti P-30);
si
3 Bahwa Tergugat II pada tanggal 7 Januari 2009 kembali mengirimkan
ng
ne
faxsimili kepada unit lain di tempat bekerja Penggugat dengan maksud menghancurkan harga diri dan nama baik Penggugat, hal mana Tergugat II memfaksimilikan terus menerus sebanyak 18 lembar (Bukti
A gu
do
P-31);
4 Bahwa pada tanggal 7 Januari 2009 Tergugat II melalui SMS terus
In
menerus meneror Penggugat untuk segera membayar dengan kalimat
lik
membayar lunas, hal mana tindakan Tergugat II ini bertentangan dengan Pasal 1759 B.W. “Orang yang meminjam tidak dapat meminta
ub
kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian”, sangat jelas hubungan pinjam meminjam antara Penggugat dan Tergugat dimulai sejak tanggal 04/09/2008 dan berakhir tanggal 04/08/2011, jadi pada saat gugatan didaftar dan teror,
ep
ah
ka m ah
ancaman-ancaman memfaxsimili terus menerus sampai Penggugat
intimidasi, penekanan moril, perusakan harga diri, pencemaran nama
R
baik yang dilakukan Tergugat II adalah masih dalam tenggang waktu
s ne
do
Hal. 8 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam perjanjian, (Bukti P-32);
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 8
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 5 Bahwa Tergugat II dari tanggal 7 Januari tiap hari mengirim faxsimili
surat yang sama ke lain-lain bagian di tempat Penggugat bekerja
ng
seperti unit custody, QA Unit, HRD. Padahal Penggugat bekerja di unit
custody. Tergugat mengancam tidak akan berhenti mengirim faxsimili
do
sampai Penggugat membayar hutangnya, hal tersebut telah dilakukan
A gu
Tergugat II sehingga unit-unit lain protes keberatan kepada Penggugat.
Dan Tergugat II pun menelpon rekan-rekan dan atasan-atasan kerja
In
Penggugat dengan mencaci maki, hal tersebut di lakukan kepada Karyadi, Fikri, Haris, Opan, Grace, Stephanie, Silky dan Dian;
lik
ah
6 Bahwa Tergugat II mengirim faxsimili setiap hari ke tempat kerja Penggugat dengan materi dan substansi surat yang sama, tanggal yang
ub
m
sama tetapi pengiriman faxsimilinya kepada tempat-tempat yang berbeda, secara logika dan Standard Operation Practice (SOP)nya,
ep
ka
mengirim faxsimili cukup dilakukan satu kali setiap bulannya, kemudian dilakukan lagi bulan penagihan berikutnya begitu seterusnya sesuai
R
ah
jadwal penagihan dan pembayaran, tidak seperti yang dilakukan oleh
si
Tergugat II kepada Penggugat;
ng
ne
7 Bahwa pada tanggal 7 Januari 2010, Tergugat II mengirim faxsimile ke custody unit sebanyak 18 lembar print out, catatan: faxsimile pada tempat bekerja Penggugat menggunakan system computer, sehingga
A gu
do
faxsimile terekam terang dan jelas dari layar komputer, dan dapat dilihat semua orang (Bukti P-33);
In
8 Bahwa pada tanggal 11 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
QA unit sebanyak 29 lembar; (Bukti P-35);
lik
9 Bahwa pada tanggal 13 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
ub
10 Bahwa pada tanggal 13 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke custody unit sebanyak 2 lembar; (Bukti P-36);
11 Bahwa pada tanggal 13 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke HRD
sebanyak
72
ep
ah
ka m ah
custody unit sebanyak 2 lembar; (Bukti P-34);
lembar,
dengan
sebelumnya
Tergugat
II
mengirimkan SMS yang berbunyi: “pagi ibu Victoria yang terhormat,
s
R
saya dengan Ine stanchard anda blm bayarkan ya bu, kita akan fax ke lt
do
Hal. 9 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
faxsimile kepada HRD sebanyak 72 lembar, (Bukti P-36);
ne
M
7, up sih pengennya ke bag HRD” (jam 8:14:54), Tergugat II mengirim
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 9
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 12 Bahwa pada tanggal 14 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke custody unit sebanyak 12 lembar, up Bapak Afdal, (Bukti P-34);
ng
13 Bahwa pada tanggal 15 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke custody unit sebanyak 3 lembar, dan ke-HRD sebanyak 21 lembar, ke-
do
QA unit sebanyak 16 lembar dengan Up tetap Bapak Afdal, (Bukti P-34,
A gu
P-35, P-36);
14 Bahwa pada tanggal 21 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
In
custody unit sebanyak 15 lembar, dan ke HRD sebanyak 15 lembar, ke-
QA unit sebanyak 46 lembar dengan up tetap Bapak Afdal, (Bukti P-37,
lik
ah
P-38, P-39);
15 Bahwa pada tanggal 22 Januari 2010 Tergugat II mengirim faxsimile ke
ub
m
custody unit sebanyak 10 lembar, dan ke HRD sebanyak 20 lembar, keQA unit sebanyak 100 lembar dengan Up tetap Bapak Afdal, (Bukti
ep
ka
P-40, P-41, P-42);
13. Bahwa tindakan-tindakan Tergugat sangat merugikan Penggugat secara
R
ah
moril, hal mana tindakan tersebut tidak dibenarkan secara hukum,
si
apalagi ternyata Penggugat mengalami tekanan mental, harga dirinya
ng
ne
menjadi rusak, masa depannya suram dan melukai harga diri, moral dan nama baik Penggugat akibat dari tindakan-tindakan Tergugat berbuat
brutal secara systematis menghancurkan Penggugat. Tindakan para
A gu
do
Tergugat melukai harga diri Penggugat di tempat kerja Penggugat
membuat Penggugat tertekan, dan semakin tertekan atas tindakan-
In
tindakan teror-teror yang dilakukan Tergugat II;
lik
nama baik Penggugat rusak, Penggugat menderita tekanan batin, hubungan dengan teman-teman Penggugat menjadi tidak harmonis dan
ub
cenderung rusak dan tidak sehat karena teman-teman Penggugat dicaci maki, diintimidasi oleh Tergugat, perbuatan Tergugat I dan Tergugat adalah merupakan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 B.W.); 15. Bahwa oleh karenanya sangatlah wajar apabila Penggugat meminta ganti
ep
ah
ka m ah
14. Bahwa atas tindakan-tindakan Tergugat II membuat Penggugat tertekan,
rugi atas tindakan Tergugat melukai perasaan, harga diri dan nama baik
R
Penggugat yang dirusak dan dicemarkan oleh tindakan para Tergugat
s ne
do
Hal. 10 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
sebesar Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah);
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 10
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 16. Bahwa perbuatan Tergugat adalah tindakan kesewenang-wenangan dalam penerapan hukum sehingga sangat tepatlah apabila kepada
ng
Tergugat diberikan pembelajaran untuk tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain;
do
17. Bahwa agar gugatan ini tidak sia-sia, maka Penggugat mohon kepada
A gu
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk meletakkan sita
jaminan terhadap aset-asset milik Tergugat I dan Tergugat II yang
In
terletak di Standard Chartered Bank beralamat Jl. Sudirman Kav. 33-A
Jakarta 10220, melalui Recopery Inhouse Jakarta, CB Credit – Indonesia,
M.T. Haryono Kav 15 Jakarta 12810;
lik
ah
Standard Chartered Bank beralamat Wisma Graha Pratama 10 th fl Jl.
ub
m
18. Bahwa kepada turut Tergugat untuk menaati putusan pengadilan ini; Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat mohon
ep
ka
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar memberikan putusan sebagai berikut:
R
ah
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
si
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dimohonkan;
ng
ne
3. Menyatakan para Tergugat, Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum;
do
4. Menghukum para Tergugat membayar ganti rugi sebesar Rp5.000.000.000,-
A gu
(lima milyar Rupiah) kepada Penggugat dibayar secara tunai sejak putusan berkekuatan hukum tetap;
In
5. Menyatakan turut Tergugat menaati putusan ini;
eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
lik
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat I mengajukan
ub
1. Tergugat I menolak dengan tegas dalil-dalil gugatan Penggugat, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya;
ep
2. Atas gugatan Penggugat ini, Tergugat I menyampaikan eksepsi sebagai
ah
ka m ah
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar ongkos perkara;
berikut :
2.1 Surat Kuasa Khusus Prematur
s
R
Menurut Pasal 1792 KUHPerdata, "Pemberian kuasa adalah suatu
ne
do
Hal. 11 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 11
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan";
ng
Urusan adalah sesuatu yang riil terjadi, bukan sesuatu yang diprediksikan akan terjadi seperti pemberian kuasa dalam perkara
do
a quo. Pemberian kuasa diberikan pada tanggal 21 Juli 2009 khusus
A gu
untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Standard Chartered Bank. Sementara pada halaman 3 butir 9 dan butir
In
10, serta halaman 4 butir 12.1 Surat Gugatannya, Penggugat menguraikan kronologis sebagai berikut:
Bahwa pada tanggal 7 September 2009, Penggugat didatangi oleh
lik
ah
9.
debt collector/turut Tergugat, turut Tergugat tersebut menawarkan
ub
m
reschedule kepada Penggugat, selanjutnya Penggugat membayar cicilan berikutnya perbulan sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu
ep
ka
rupiah) hingga lunas, Penggugat menyetujuinya dan melakukan pembayaran sebagaimana schedule tersebut (Bukti P-18 s/d Bahwa setelah Penggugat mengikuti schedule dengan melakukan
si
10.
R
ah
P-23);
ng
ne
pembayaran tersebut pada point 9, Tergugat I melalui Tergugat II menyatakan Tergugat I menolak reschedule tersebut, selanjutnya
do
Para Tergugat melakukan Intimidasi, Penekanan, Pengancaman
A gu
dan Terror kepada Penggugat... dst;
12.1 Bahwa pada tanggal 8 Desember 2009, Tergugat II mengirim
In
Short Message Services (SMS) melalui telepon selulernya dengan bunyi : “Pg ibu Victoria saya dgn ine stanchartered, mau tawarkan
lik
ka m ah
aja, ada disc lunas dari 40jt s/d 22jt msh bs nego, krn takutnya ibu malh di fax peringatan up Mariana Rantung' (Jam 09:10:20).
ub
Tergugat II mengancam Penggugat dengan akan mengirim faxsimile kepada atasan Penggugat di tempat kerja Penggugat...
ep
dst;
Ini berarti, ketika Surat Kuasa Khusus No.: 201/SK-BHM-PDT/
ah
VII/2009 tertanggal 21 Juli 2009 dibuat, perbuatan melawan
s
R
hukum yang didalilkan oleh Penggugat sama sekali belum ada,
do
Hal. 12 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
tanggal 7 September 2009. Dengan demikian, Surat Kuasa
ne
M
karena kronologis yang dibuat oleh Penggugat dimulai sejak
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 12
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
Khusus ini dapat dikualifikasi premature dan oleh karenanya tidak
sah dalam perkara a quo. Oleh karena itu, surat gugatan yang
ng
dibuat berdasarkan surat kuasa yang tidak sah haruslah dinyatakan tidak sah dan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan
A gu
do
tidak dapat diterima.
0
2.2
Error in Persona
Dalam surat gugatan, Penggugat tidak menguraikan perbuatan yang
In
dilakukan oleh Tergugat I melainkan melulu perbuatan Tergugat II.
Sementara masing-masing Tergugat berdiri sendiri. Sebagaimana
lik
ah
diuraikan dalam Surat Gugatannya dari butir 12.1 s/d 12.15, Penggugat dengan tegas dan jelas hanya menyebutkan Tergugat II sebagai pihak melakukan
perbuatan
secara
systematis
dan
ub
m
yang
terarah
menghancurkan moral Penggugat, merusak nama baik Penggugat dan
ep
ka
merusak moril Penggugat. Penggugat sama sekali tidak menjelaskan apa perbuatan yang telah dilakukan oleh Tergugat I sehingga digugat
R
ah
dalam perkara ini;
si
Dengan demikian, ditariknya Tergugat I sebagai Pihak dalam perkara
ng
ne
ini jelas salah alamat atau Error in Persona; 2.3 Obscuur Libel
A gu
I.
do
A. Gugatan tidak menguraikan hukum apa yang dilanggar oleh Tergugat
Dalam Surat Gugatannya Penggugat tidak menguraikan secara
In
jelas hukum yang dilanggar oleh Tergugat I. Sebagaimana
Yursiprudensi Putusan No. 565 K/Sip/1973, tgl. 21 Agustus 1974,
lik
"Kalau objek gugatan tidak jelas, maka gugatan tidak dapat
ka m ah
diterima.", maka gugatan Penggugat sudah seharusnya tidak
ub
diterima;
B. Permohonan sita tidak jelas objek sitanya.
ep
Dalam Surat Gugatan, Penggugat memohon sita jaminan. Namun, permohonan tidak jelas karena tidak disebutkan objek sita secara spesifik. Oleh karena itu, Gugatan Penggugat obscuur;
s
R
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
do
Hal. 13 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
2010 yang amarnya sebagai berikut:
ne
telah memberikan Putusan Nomor 151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Juli
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 13
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
DALAM EKSEPSI •
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;
ng
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
A gu
do
2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh
In
rupiah);
puluh juta
4. Menghukum turut Tergugat mentaati/tunduk dan patuh putusan ini;
renteng
lik
ah
5. Menghukum para Tergugat membayar biaya perkara secara tanggung hingga kini ditafsir sebesar Rp821.000,- (delapan ratus dua
ub
m
puluh satu ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
ep
ka
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi
R
ah
Jakarta dengan Putusan Nomor 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2012
ne
-
Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat;
ng
•
si
yang amarnya sebagai berikut:
Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 151/Pdt.G/
do
2010/PN.JKT.SEL tanggal 15 Juli 2010 yang dimohonkan banding, sehingga
A gu
amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut;
Dalam eksepsi :
Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 151/
In
•
lik
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding untuk sebagian ;
ub
2. Menyatakan para Tergugat/Terbanding telah melakukan perbuatan melawan hukum; 3. Menghukum membayar
para ganti
Tergugat/Terbanding
secara
tanggung
ep
ah
ka m ah
Pdt.G/2010/ PN.JKT.SEL tanggal 15 Juli 2010 yang dibanding;
rugi
kepada
Penggugat/Pembanding
renteng sebesar
Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
s ne
do
Hal. 14 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
pada putusan ini;
R
4. Menghukum turut Tergugat/turut Terbanding untuk tunduk dan patuh
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 14
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 5. Menghukum para Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara
untuk kedua tingkat pengadilan secara tanggung renteng, yang dalam
ng
tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah);
do
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
A gu
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
Tergugat I/Terbanding I pada tanggal 2 Agustus 2012 kemudian terhadapnya
In
oleh Tergugat I/Terbanding I dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 7 Agustus 2012 diajukan permohonan kasasi pada
lik
ah
tanggal 15 Agustus 2012 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 151/Pdt.G/2010/PN.JKT.Sel yang dibuat oleh Panitera Pengadilan
ub
m
Negeri Jakarta Selatan, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
ep
ka
tersebut pada tanggal 28 Agustus 2012;
Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat I/Terbanding I
2012,
kemudian
Termohon
Kasasi/Penggugat/Pembanding
si
September
R
ah
tersebut telah diberitahukan kepada Penggugat/Pembanding pada tanggal 3
ng
ne
mengajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 11 September 2012;
do
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya
A gu
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh
In
karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
lik
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
I.
KEBERATAN PERTAMA
ub
Tergugat I dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya sebagai berikut: Judex Facti Secara Fatal Telah Keliru Dalam Menguraikan Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum Yang Terdapat Dalam Pasal 1365 KUHPerdata
ep
ah
ka m ah
ALASAN-ALASAN KASASI
1. Bahwa Termohon Kasasi dahulu Pembanding/Penggugat (“Termohon Kasasi”) telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap:
s
R
(i) Termohon Kasasi sebagai Tergugat I; (ii) Sdri. Ine sebagai Tergugat II;
ne
do
Hal. 15 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
dan (iii) PT Total Target Nissin sebagai turut Tergugat, menurut
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 15
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”);
ng
2. Bahwa Pasal 1365 KUH Perdata telah secara tegas menyatakan :
“Tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
do
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu
A gu
karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”
3. Bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 2831 K/Pdt/1996,
In
tertanggal 7 Juli 1996, menyebutkan:
Penggugat harus membuktikan adanya unsur-unsur Perbuatan Melawan
lik
ah
Hukum (“PMH”) menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, yakni sebagai berikut:
ub
m
1) Suatu perbuatan melawan hukum, adanya perbuatan Tergugat yang bersifat melawan hukum;
ep
ka
2) Kerugian, adanya kerugian yang ditimbulkan pada diri Penggugat; 3) Kesalahan dan Kelalaian, adanya kesalahan atau kelalaian pada pihak
R
ah
Tergugat;
si
4) Hubungan Kausal, adanya hubungan kausalitas atau sebab akibat antara
ng
ne
kerugian pihak Penggugat dengan kesalahan atau perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat;
Bahwa Hofman dalam L.C. Hofmann, Het Nederlandsch eerst deel, de
A gu
do
Algemente leer de Verbintenissen, Tweede druk, J.B. Wolters, Batavia,
1932m halaman 257-265, dikutip oleh Komariah Emong Sapardjaja,
In
Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia,
lik
Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Indonesia, 2003, halaman 35-36, menyatakan, untuk adanya
ub
suatu PMH harus dipenuhi 4 (empat) unsur, yaitu :
a. Er moet een daad zijn verricht; (harus ada yang melakukan
ep
perbuatan);
b. Die daad moet onrechtmatig zijn; (perbuatan itu harus melawan hukum);
ah
ka m ah
Bandung: Alumni, 2002, halaman 34, dikutip oleh Rosa Agustina,
s
R
c. De daad moet aan een ander schade heb bentoege bracht;
ne
do
Hal. 16 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
(perbuatan itu harus menimbulkan kerugian pada orang lain);
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 16
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia d. De daad moet aan schuld zijn te wijten; (perbuatan itu karena kesalahan yang dapat ditimpakan kepadanya).
ng
Selanjutnya Mariam Darus Badrulzaman, dalam bukunya KUH Perdata
Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, edisi
do
kedua, 1996, halaman 146-147, dikutip oleh Rosa Agustina, Perbuatan
A gu
Melawan Hukum, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Indonesia, 2003, halaman 36, juga menyebutkan syarat-syarat yang
In
harus ada untuk menentukan suatu perbuatan sebagai PMH adalah
ah
a. Harus ada perbuatan; b. Perbuatan itu harus melawan hukum;
ub
m
c. Ada Kerugian;
lik
sebagai berikut :
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu e. Ada kesalahan; berdasarkan
pada
ketentuan
Pasal
1365
KUHPerdata,
R
ah
4. Bahwa
ep
ka
dengan kerugian;
si
yurisprudensi dan pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan
ng
ne
bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai PMH berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata apabila perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut : (i) adanya suatu perbuatan yang melawan hukum; (ii)
A gu
do
adanya kesalahan pelaku; (iii) adanya kerugian yang diderita; dan (iv) adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan
In
kerugian;
lik
di atas, penting untuk membedakan unsur-unsur tersebut dengan definisi atau pengertian unsur “perbuatan” dalam PMH. Unsur “perbuatan” dalam
ub
PMH adalah tidak sama dengan PMH itu sendiri. Unsur “perbuatan” dalam PMH hanyalah salah satu unsur dari 4 (empat) unsur PMH. Kekeliruan membedakan kategorisasi unsur “perbuatan dalam PMH”
ep
ah
ka m ah
5. Bahwa selain unsur PMH berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut
dengan unsur PMH, pada gilirannya akan menimbulkan kesesatan, hal mana secara jelas terjadi pada saat Judex Facti memeriksa perkara ini
s
R
dan kesesatan pemikiran dan pertimbangan Judex Facti PN Jaksel
do
Hal. 17 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
PT DKI Jakarta;
ne
M
tersebut kemudian secara gegabah diterima dan diikuti oleh Judex Facti
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 17
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 6. Bahwa Judex Facti PT DKI Jakarta pada halaman 4 sampai dengan 5 putusannya menyatakan sependapat dengan Judex Facti PN Jaksel
ng
dalam mengkategorikan tindakan Pemohon Kasasi melalui Tergugat II/
Terbanding II sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”), dengan
do
A gu
menyebutkan:
“Menimbang bahwa majelis Hakim Tingkat Pertama dalam pertimbangan hukumnya
berpendapat
telah
terbukti
para
Tergugat/Terbanding
In
melakukan perbuatan melawan hukum karena Tergugat II untuk kepentingan Tergugat I telah melakukan penagihan hutang dengan cara
lik
ah
menelpon ke kantor Penggugat secara berulang-ulang menceritakan perihal adanya hutang Penggugat/Pembanding kepada Karyawan dan
ub
m
atasan tempat Penggugat/Pembanding bekerja, mengirimkan facsimili secara berulang-ulang ke Custody unit dengan cc Bapak Afdal (atasan
tujuan
mempermalukan
perbuatan
melawan
Penggugat
hukum
dan
dapat
dikategorikan
karenanya
gugatan
sebagai
Penggugat/
R
ah
ep
ka
Penggugat) adalah merupakan perbuatan yang tidak professional dengan
si
Pembanding dapat dikabulkan sebagian, menurut Pengadilan Tinggi
ng
ne
pendapat tersebut sudah tepat dan benar dan oleh karena mana dapat disetujui dan dijadikan pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam memutus perkara ini”;
A gu
do
7. Bahwa selanjutnya Judex Facti PN Jaksel pada halaman 27 sampai dengan halaman 29 menyatakan sebagai berikut:
2. Melanggar hak subyektif orang lain;
ub
3. Melanggar kaidah tata susila;
lik
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
4. Bertentangan dengan azas kepatutan, ketelitian serta sikap hatihati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan
ep
ah
ka m ah
dikenal empat kriteria perbuatan melawan hukum yaitu:
In
“Menimbang bahwa Yurisprudensi maupun Doktrin para ahli hukum
sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain; Menimbang, bahwa adanya suatu perbuatan melawan hukum tidak
s
R
disyaratkan adanya keempat kriteria itu secara kumulatif, namun bersifat
do
Hal. 18 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
pula syarat untuk suatu perbuatan melawan hukum;
ne
M
alternatif artinya dengan dipenuhinya satu kriteria itu, telah terpenuhilah
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 18
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Menimbang, bahwa berdasarkan surat bukti P 10 s/d P 31 telah ternyata
Tergugat I melalui Tergugat II mengirimkan faximile ditujukan Custody
ng
Unit dimana Penggugat bekerja, namun UPnya kepada bpk Afdal (atasan Penggugat) perihal tagihan kredit tanpa agunan, yang isinya belum
do
menerima pembayaran atas pemakaian kredit tanpa agunan Bpk. Victoria
A gu
Silvia Beltiny (Penggugat). Yang dilakukan sejak tanggal 9 Desember 2009 yang dikirimkan setiap harinya kurang lebih 10 lembar, dimana
In
dapat dikategorikan melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak
subyektif Penggugat antara lain hak integritas pribadi, kehormatan, serta
lik
ah
nama baik Penggugat, oleh karenanya perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum”;
ub
m
8. Bahwa pertimbangan Judex Facti dalam butir 6 dan 7 di atas memperlihatkan kekeliruan nyata dari Judex Facti membedakan unsur
ep
ka
“perbuatan dalam PMH” dengan unsur PMH itu sendiri. Hal-hal yang diutarakan oleh Judex Facti adalah unsur “perbuatan dalam PMH”, bukan
R
ah
unsur PMH. Menurut Setiawan, S.H., dalam halaman 176 Varia Peradilan
si
No. 16 Tahun II, Januari 1987, tentang Empat Kriteria Perbuatan
ng
ne
Melawan Hukum dan Perkembangan dalam Yurisprudensi, menyebutkan: “perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan:
A gu
do
a. Hak Subyektif orang lain; b. Kewajiban hukum pelaku;
In
c. Kaedah kesusilaan;
lik
9. Bahwa perbuatan-perbuatan berupa perbuatan yang bertentangan dengan: (i) hak subyektif orang lain; (ii) kewajiban hukum pelaku; (iii)
ub
kaedah kesusilaan; (iv) kepatutan dalam masyarakat, adalah kriteria perbuatan dalam PMH, yang merupakan perbuatan unsur ke-1 dari 4 unsur PMH berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata;
ep
ah
ka m ah
d. Kepatutan dalam masyarakat.”
10. Bahwa mohon Majelis Kasasi di Mahkamah Agung RI mencermati dengan seksama pertimbangan hukum Judex Facti yang menyatakan
s
R
“Tergugat I melalui Tergugat II mengirimkan faximile ditujukan Custody
do
Hal. 19 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
Penggugat) perihal tagihan kredit tanpa agunan, yang isinya belum
ne
M
Unit dimana Penggugat bekerja, namun UPnya kepada bpk Afdal (atasan
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 19
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia menerima pembayaran atas pemakaian kredit tanpa agunan Bpk. Victoria
Silvia Beltiny (Penggugat). Yang dilakukan sejak tanggal 9 Desember
ng
2009 yang dikirimkan setiap harinya kurang lebih 10 lembar, dimana
dapat dikategorikan melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak
do
subyektif Penggugat antara lain hak integritas pribadi, kehormatan, serta
A gu
nama baik Penggugat,.......”, adalah semata-mata pertimbangan Judex Facti mengenai unsur ke-1 dari 4 (empat) unsur PMH sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Judex Facti
In
tidak pernah
mempertimbangkan secara menyeluruh unsur-unsur PMH dalam perkara
lik
ah
ini;
11. Bahwa dengan hanya mempertimbangkan unsur ke-1 dari 4 (empat)
ub
m
unsur PMH sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata tersebut, tidak secara serta merta “perbuatan” tersebut dapat dikatakan
ep
ka
sebagai perbuatan “melawan hukum”, oleh karena masih ada 3 (tiga) unsur lagi yang harus dipenuhi secara kumulatif agar perbuatan yang
R
ah
bertentangan atau melanggar : (i) hak subyektif orang lain; (ii) kewajiban
si
hukum pelaku; (iii) kaedah kesusilaan; (iv) kepatutan dalam masyarakat
ng
ne
tersebut dapat dikategorisasikan sebagai PMH sebagaimana yang ditentukan Pasal 1365 KUH Perdata, yurisprudensi dan pendapat dari
do
para ahli di atas;
A gu
12. Bahwa tegasnya, Judex Facti telah lalai untuk mempertimbangkan secara lengkap 3 unsur PMH yang lain yaitu adanya kesalahan pelaku, adanya
In
kerugian yang diderita, adanya hubungan kausal antara perbuatan
lik
pembuktian tentang 3 unsur di atas, terutama tentang adanya kerugian,
dapat diterima; 13. Bahwa
norma
hukum
yang
ub
maka secara hukum gugatan ini haruslah ditolak atau dinyatakan tidak menyatakan
bahwa
gugatan
PMH
berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata haruslah dinyatakan tidak dapat
ep
ah
ka m ah
melawan hukum dengan kerugian. Tanpa adanya pertimbangan dan
diterima jika tidak disertai pertimbangan dan pembuktian mengenai kerugian, dapat ditemukan dari yurisprudensi perkara No. 1081 K/Pdt/
s
R
2000 jo. No. 624/Pdt/1998/PT. DKI jo. No. 401/Pdt.G/1997/PN Jak.Sel.
do
Hal. 20 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
menyebutkan:
ne
M
Antara Charles Hugeunin V PT. Indofood Sukses Makmur yang
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 20
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia “bukan perbuatan melawan hukum kalau tidak menimbulkan kerugian,
jadi unsur kerugian ini mutlak harus ada dalam perbuatan melawan
ng
hukum;
Bahwa oleh karena itu dalam memeriksa dan mengadili gugatan
do
Penggugat ini harus dibuktikan:
A gu
1. adanya perbuatan melawan hukum sendiri; 2. adanya kerugian;
In
14. Bahwa oleh karena Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Judex Facti PN Jaksel telah secara fatal keliru dan tidak lengkap mempertimbangkan dan
lik
ah
membuktikan semua unsur PMH berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, maka dengan sangat jelas dan nyata terlihat bahwa Judex Facti telah
ub
m
melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
ep
ka
Judex Facti tidak pernah sekalipun mempertimbangkan kesalahan Pemohon Kasasi dalam putusan a quo
R
ah
15. Bahwa kesalahan merupakan unsur yang harus dipenuhi dalam
si
mempertimbangkan ada atau tidaknya suatu perbuatan melawan hukum.
ng
ne
Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Munir Fuady, SH.,MH., LL.M, pada halaman 5 dan 6 dalam bukunya yang berjudul Perbuatan
do
Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Penerbit PT. Citra Aditya
A gu
Bakti, Bandung 2010, yaitu :
“agar dapat dikenakan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan
In
melawan hukum, undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar
lik
perbuatan tersebut. Karena itu, tanggung jawab tanpa kesalahan tidak termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH
ub
perdata.”
16. Bahwa Judex Facti PT DKI Jakarta dan Judex Facti PN Jaksel, dalam keseluruhan pertimbangan hukum putusannya, tidak pernah menyatakan
ep
ah
ka m ah
pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan dalam melaksanakan
Pemohon Kasasi telah melakukan kesalahan, padahal menurut Pasal 1365 KUHPerdata unsur kesalahan sangat dipersyaratkan untuk
s
R
menyatakan suatu perbuatan telah melawan hukum atau tidak;
do
Hal. 21 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
dipertimbangkan oleh Judex Facti dalam putusannya, dan Judex Facti
ne
ng
M
17. Bahwa oleh karena unsur kesalahan Pemohon Kasasi tidak pernah
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 21
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia juga tidak pernah menyatakan Pemohon Kasasi telah memenuhi unsur kesalahan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1365 KUH Perdata,
ng
maka sangat jelas dan terang terlihat bahwa Judex Facti telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
do
A gu
Termohon Kasasi, Judex Facti PT Dki Jakarta Jo. Judex Facti PN Jaksel tidak pernah merinci kerugian dalam perkara a quo; 18. Bahwa
kerugian
merupakan
unsur
yang
harus
dipenuhi
dalam
In
mempertimbangkan ada atau tidaknya suatu perbuatan melawan hukum.
Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 842 K/
31 Agustus 1992, yang menyebutkan:
lik
ah
Pdt/1986, tanggal 23 Desember 1987 Jo. No. 1954 K/Pdt/1987, tanggal
ub
m
“Kerugian adalah unsur perbuatan melawan hukum apabila kerugian tidak ada, maka tidak ada perbuatan melawan hukum”;
ep
ka
19. Bahwa Termohon Kasasi, Judex Facti PT DKI Jakarta maupun Judex Facti PN Jaksel, dalam keseluruhan pertimbangan hukum putusannya,
R
ah
tidak pernah menguraikan, merinci dan membuktikan adanya kerugian
si
pada Termohon Kasasi. Judex Facti PN Jaksel, pada halaman 29
ng
ne
Putusannya, hanya menyebutkan: “Menimbang, bahwa oleh karena terbukti Tergugat I dan Tergugat II telah
do
melakukan perbuatan melawan hukum berhubungan dengan hak
A gu
kehormatan dan nama baik Penggugat, maka Tergugat I dan Tergugat II
berkewajiban untuk membayar ganti kerugian immateriil, yang dalam hal
In
ini Majelis Hakim dalam menentukan besarnya kerugian dengan
lik
Tergugat serta besarnya hutang piutang antara Penggugat dan Tergugat I maka berdasarkan nilai kepatutan dan rasa keadilan ditentukan ganti
ub
ruginya sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)”;
20. Bahwa kemudian Judex Facti PT DKI Jakarta, pada halaman 5 Putusannya menyatakan:
ep
ah
ka m ah
mempertimbangkan kedudukan/status sosial Penggugat dan para
“Menimbang, bahwa akan tetapi tentang besarnya ganti kerugian immateriil sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) Pengadilan
s
R
Tinggi tidak sependapat dengan Majelis Hakim Tingkat Pertama, karena
do
Hal. 22 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
Penggugat/Pembanding akibat perbuatan para Tergugat/Terbanding
ne
ng
M
ganti rugi tersebut terlalu kecil dibandingkan dengan kerugian moril
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 22
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah mempermalukan Penggugat/Pembanding sebagai seorang karyawati yang memiliki status sosial dan berpendidikan sarjana,
ng
merendahkan harkat dan martabat Penggugat/Pembanding di tempat ia bekerja dengan cara yang digunakan oleh para Tergugat/Terbanding
mengindahkan
ketentuan
A gu
tidak
hukum
yang
do
dalam menagih hutangnya dari Penggugat sebagai debiturnya, selain berlaku
menempuh cara-cara teror dan intimidasi.”
juga
telah
In
21. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Judex Facti PT DKI Jakarta memutuskan “Menghukum para Tergugat/Terbanding secara tanggung
lik
ah
renteng membayar ganti rugi kepada Penggugat/Pembanding sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah)”;
ub
m
22. Bahwa dari keseluruhan pertimbangan hukum dalam Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta maupun Judex Facti PN Jaksel, Termohon Kasasi
ep
ka
tidak pernah membuktikan dan merinci jumlah nilai kerugian materiil maupun immateriil yang dialaminya.
R
ah
Terhadap masalah di atas, Mahkamah Agung RI melalui Putusan No.:
si
1954 K/Pdt/1987 tanggal 31 Agustus 1992 dalam perkara antara CV.
ng
ne
Raden Motor dan Mimi Gunawan Thamrin, memberikan pertimbangan sebagai berikut :
“Menurut pertimbangan Hakim Pertama yang dikuatkan oleh Pengadilan
A gu
do
Tinggi maka jumlah kerugian ini tidak dibuktikan, sehingga tuntutan ganti rugi ditolak;
In
Menimbang, bahwa karena kerugian yang diakibatkan karena perbuatan
lik
Penggugat haruslah ditolak.”
Mohon pertimbangan Majelis Hakim Agung tingkat Kasasi yang
ub
memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, bahwa Termohon Kasasi, sampai dengan saat Memori Kasasi ini diajukan, masih bekerja dan tidak diberhentikan dari tempat Termohon Kasasi bekerja. Sehingga
ep
ah
ka m ah
Tergugat yang melawan hukum tidak dibuktikan maka gugatan
pertimbangan bahwa integritas, kehormatan dan nama baik Termohon Kasasi telah dilanggar menjadi tidak relevan untuk dipertimbangkan
s
R
dalam memutus perkara a quo oleh karena terlihat dengan sangat jelas
ne
do
Hal. 23 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
bahwa Termohon Kasasi tidak mengalami kerugian apapun sebagaimana
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 23
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
yang
didalilkan
oleh
Termohon
Kasasi
dan
sebagaimana
dipertimbangkan oleh Judex Facti dalam putusannya;
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang
ng
23. Bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.371 K/SIP/1973 tanggal 22 Oktober 1975, dengan tegas menyebutkan :
A gu
do
“Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena:
Judex Facti dengan begitu saja menentukan bahwa Tergugat-Tergugat dalam kasasi/Tergugat-Tergugat asal (karena adanya gugatan ini) telah
In
menderita kerugian karena namanya menjadi kurang baik dalam dunia
perdagangan tanpa mengadakan pemeriksaan tentang hal ini; Judex
lik
ah
Facti tidak memeriksa apakah Tergugat-Tergugat dalam kasasi/TergugatTergugat asal benar-benar menderita kerugian materiil, yaitu macetnya
ub
m
usaha dagang mereka, disamping itu berdasarkan hukum, Tergugat asal I dan II memang harus bertanggung jawab mengenai apa yang menjadi
ep
ka
pokok dan sengketa ini.”
24. Bahwa oleh karena kerugian tidak pernah dirinci dan dibuktikan dalam
R
ah
perkara a quo, maka dengan sangat jelas dan nyata terlihat bahwa Judex
si
Facti telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar
ng
ne
hukum yang berlaku sehingga Pemohon Kasasi tidak dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membatalkan
do
Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Putusan Judex Facti PN Jaksel
A gu
tersebut;
Tidak ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada kerugian dalam
In
perkara a quo, sehingga unsur kausalitas yang ditentukan oleh Pasal
lik
25. Bahwa M.A. Moegni Djojodirjo pada halaman 83 bukunya yang berjudul Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1982, dengan
ub
tegas menyebutkan sebagai berikut :
“hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu
ep
ah
ka m ah
1365 KUHPerdata tidak terpenuhi
perbuatan melawan hukum.
Bahwasanya ajaran kausalitas dalam bidang hukum perdata adalah
s
R
penting dalam meneliti adakah hubungan kausal antara perbuatan
do
Hal. 24 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
dipertanggungjawabkan”.
ne
ng
M
melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan, sehingga sipelaku dapat
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 24
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia 26. Bahwa oleh karena Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Judex Facti PN Jaksel telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum
ng
yang berlaku dengan mempersamakan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang ditentukan Pasal 1365 KUH Perdata dengan kriteria-kriteria
A gu
do
perbuatan yang merupakan perbuatan melawan hukum dan Judex Facti telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum
yang berlaku karena tidak dapat membuktikan dan merinci kerugian
In
dalam perkara a quo sebagaimana yang telah diuraikan oleh Pemohon
Kasasi, maka telah sesuai secara hukum bahwa unsur kausalitas yang
lik
ah
ditentukan oleh Pasal 1365 KUH Perdata tidak terpenuhi dan amatlah bijaksana dan telah sesuai dengan hukum apabila Majelis Hakim Kasasi
ub
m
pada Mahkamah Agung RI menyatakan bahwa Pemohon Kasasi tidak dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan oleh
ep
ka
karenanya harus membatalkan Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Putusan Judex Facti PN Jaksel tersebut;
R
ah
27. Bahwa berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka dengan sangat
si
jelas dan terang terlihat bahwa Judex Facti PT DKI Jakarta yang
ng
ne
mengambil alih seluruh pertimbangan hukum dalam putusan Judex Facti PN Jaksel, telah melakukan kesalahan dalam menerapkan atau KEBERATAN KEDUA
A gu
II.
do
melanggar hukum yang berlaku;
Judex Facti telah salah dalam menentukan besaran ganti rugi dalam perkara
In
a quo
lik
pertimbangan hukum dan Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta yang menghukum Pemohon Kasasi secara tanggung renteng membayar ganti
ub
rugi kepada Termohon Kasasi sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah);
29. Bahwa menghukum Pemohon Kasasi secara tanggung renteng untuk
ep
ah
ka m ah
28. Bahwa Pemohon Kasasi dengan tegas menyatakan menolak seluruh
membayar ganti rugi kepada Termohon Kasasi sebesar Rp500.000.000,(lima ratus juta Rupiah) adalah hal yang sangat tidak berlandaskan asas
s
R
keadilan, oleh karena Judex Facti PT DKI Jakarta yang mengambil alih
ne
do
Hal. 25 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
seluruh pertimbangan hukum dalam putusan Judex Facti PN Jaksel, telah
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 25
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia melakukan kesalahan dalam menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang diuraikan oleh Pemohon Kasasi di atas;
ng
30. Bahwa sebagai bahan pertimbangan bagi Majelis Hakim Agung Kasasi
pada Mahkamah Agung yang memeriksa, mengadili dan memutus
do
perkara a quo, Termohon Kasasi adalah debitur dari Pemohon Kasasi
A gu
yang mempunyai hutang sebesar Rp34.309.431,00 (tiga puluh empat juta
tiga ratus sembilan ribu empat ratus tiga puluh satu Rupiah) yang harus
In
dibayar kepada Pemohon Kasasi;
31. Bahwa oleh karena Pemohon Kasasi telah menagih utang yang telah
lik
ah
lama tertunggak, yang merupakan kewajiban Termohon Kasasi kepada Pemohon Kasasi, Pemohon Kasasi, oleh Judex Facti, telah dinyatakan
ub
m
melakukan perbuatan melawan hukum dan dihukum secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada Termohon Kasasi sebesar
ep
ka
Rp500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah);
Pertanyaannya adalah: dimana letaknya keadilan, jika Pemohon Kasasi
R
ah
yang menagih hutang Termohon Kasasi sebesar Rp34.309.431,00 (tiga
si
puluh empat juta tiga ratus sembilan ribu empat ratus tiga puluh satu
ng
ne
Rupiah) dinyatakan bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum lalu dihukum secara tanggung renteng membayar ganti rugi
kepada Termohon Kasasi sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta
A gu
do
Rupiah)?
32. Bahwa Pemohon Kasasi memohon kepada Majelis Hakim Agung Kasasi
In
agar dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, tetap
pertimbangan
mengenai
kedudukan
kemasyarakatan
lik
dimana
dan
kesalahan masing-masing pihak telah diterapkan dalam Yurisprudensi
ub
No.196K/SIP/1974 tanggal 7 Oktober 1976 yang dalam pertimbangannya tidak semata-mata memutus atas dasar kesalahan Tergugat asal, akan tetapi juga mempertimbangkan kelalaian dari Penggugat asal yang
ep
ah
ka m ah
mempertimbangkan kedudukan dan kesalahan Termohon Kasasi,
menjadi dasar perbuatan dari Tergugat asal; 33. Bahwa untuk menghindari penggunaan putusan ini sebagai preseden
s
R
buruk bagi para debitur yang menghindar dari kewajiban membayar
do
Hal. 26 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
Agung Kasasi yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo,
ne
M
hutang kepada kreditur, Pemohon Kasasi mohon kepada Majelis Hakim
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 26
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
untuk membatalkan Putusan Judex Facti PT DKI Jakarta jo. Putusan Judex Facti PN Jaksel tersebut dan menyatakan menolak Gugatan
ng
Termohon Kasasi/Pembanding/Penggugat tersebut; PERTIMBANGAN HUKUM
A gu
do
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena
In
Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan dan memperbaiki putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak salah dalam menerapkan hukum
lik
ah
kecuali mengenai besaran ganti rugi yang harus dibayar oleh Tergugat I kepada Penggugat;
ub
m
Bahwa oleh karena itu Mahkamah Agung berpendapat bahwa amar putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan dan
ep
ka
memperbaiki putusan Pengadilan Negeri harus diperbaiki sepanjang mengenai besarnya ganti rugi dengan pertimbangan sebagai berikut : Bahwa tindakan Tergugat I dalam melakukan penagihan kredit adalah tidak
profesional
karena
mengutamakan
penggunaan
si
tindakan
R
ah
•
ng
ne
pendekatan intimidasi dan premanisme daripada pendekatan lain yang mendudukkan nasabah sebagai partner bank, dan oleh karena itu adalah
do
layak dan adil apabila Tergugat dijatuhi hukuman untuk membayar ganti
A gu
rugi kepada Penggugat yang lebih berat;
Bahwa alasan-alasan kasasi lainnya adalah mengenai penilaian hasil
In
pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal tersebut
lik
pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian
ub
dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas
ep
ka m ah
tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena
wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang telah diubah dengan
s
R
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-
ne
do
Hal. 27 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
Undang No. 3 Tahun 2009;
ik
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
h
ah
M
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Halaman 27
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
di
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia atas,
maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: STANDARD
ng
CHARTERED BANK, tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 529/PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2013
Jakarta
A gu
do
yang menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri
Selatan No. 151/PDT.G/2010/PN.Jak.Sel tanggal 15 Juli 2010, sehingga amarnya seperti yang akan disebutkan di bawah ini:
In
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi ditolak meskipun dengan perbaikan amar putusan, maka Pemohon
lik
ah
Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini; Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
ub
m
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
ep
ka
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan;
R
ah
MENGADILI:
ng
ne
CHARTERED BANK tersebut;
si
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: STANDARD
Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 529/
do
PDT/2011/PT.DKI tanggal 3 Januari 2012 yang menguatkan dan memperbaiki
A gu
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 151/PDT.G/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Juli 2010 sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
lik
Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; para
melawan hukum;
membayar
para
Tergugat
ep
3. Menghukum
Tergugat
ganti
telah
melakukan
ub
2. Menyatakan
rugi
secara
kepada
tanggung Penggugat
perbuatan renteng sebesar
Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);
R
ah
ka m ah
•
In
Dalam Eksepsi:
s
4. Menghukum turut Tergugat untuk tunduk dan patuh pada
do
Hal. 28 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
ne
ng
M
putusan ini;
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 28
R ep ub
putusan.mahkamahagung.go.id
ne si a
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat I untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah);
ng
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Kamis tanggal 3 Oktober 2013 oleh Dr. H. Abdurrahman,
A gu
do
SH.,MH., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Majelis, Syamsul Ma’arif, SH.,LL.M.,Ph.D., dan Dr. H. Habiburrahman,
In
M.Hum., Hakim-hakim Agung sebagai anggota, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri
Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Ferry Agustina Budi Utami,
ub
m
lik
ah
SH.,MH., Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh para pihak.
Anggota-anggota,
Ketua Majelis,
ka
Ttd./
ep
Syamsul Ma’arif, SH.,LL.M.,Ph.D.
Dr. H. Abdurrahman, SH.,MH.
R
ah
Ttd./
Ttd./
Panitera Pengganti, Ttd./
do
A gu
Ferry Agustina Budi Utami, SH.,MH.
Biaya-biaya:
ub
Untuk salinan
lik
In
1. Meterai ……………… Rp 6.000,2. Redaksi …………….. Rp 5.000,3. Administrasi kasasi... Rp489.000,Jumlah…… = Rp500.000,-
ep
MAHKAMAH AGUNG RI an. Panitera Panitera Muda Perdata,
s do
Hal. 29 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
Dr. PRI PAMBUDI TEGUH, SH.,MH.
ne
ng
M
R
ah
ka m ah
ne
ng
si
Ttd./Dr. H. Habiburrahman, M.Hum.
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 29
R ep ub
ne si a
putusan.mahkamahagung.go.id
NIP. 19610313 198803 1 003
s ne
do
Hal. 30 dari 27 hal. Put. No.3192 K/Pdt/2012
In
A
gu
ng
M
R
ah
ep
ub
lik
ka m ah
In
A gu
do
ng
ne
si
R
ah
ep
ka
ub
m
lik
ah
In
A gu
do
ng
hk am
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ik
h
Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email :
[email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 30