PENGADILAN MILITER II-10 SEMARANG
P U T U S A N NOMOR : 65 -K / PM.II-10 / AD / XI / 2012 ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Militer II-10 Semarang yang bersidang di Semarang dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagaimana tercantum di bawah ini dalam perkara para Terdakwa : I.
II.
Nama lengkap Pangkat / NRP Jabatan Kesatuan Tempat, tanggal lahir Jenis kelamin Kewarganegaraan Agama Tempat tinggal
: : : : : : : : :
Supriyadi Kapten Cpn / 21960098290775 Dan Siud Bell 412 Penerbad Semarang Indramayu, 13 Juli 1975 Laki-laki Indonesia Islam Mess Perwira Penerbad Jl. Kalibanteng Semarang.
Jembatan
Raya,
Nama lengkap Pangkat / NRP Jabatan
: Abdi Darnain : Lettu Cpn / 12080103610687 : Penerbang II Siud Serbu Bell 412 Den Penerbad Papua Kesatuan : Skadron 21 Serbaguna Puspenerbad Jakarta Tempat, tanggal lahir : Medan, 25 Juni 1987 Jenis kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Tempat tinggal : Mess Perwira Penerbad Pondok Cabe Skadron 21 Serbaguna Puspenerbad Jakarta Selatan.
Terdakwa I ditahan oleh Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Ankum sejak tanggal 21 Mei 2011 sampai dengan tanggal 9 Juni 2011 berdasarkan Surat Keputusan Penahanan Sementara Nomor : Kep/662-19/V/2011 tanggal 30 Mei 2011 dan telah dibebaskan dari Penahanan Sementara sejak tanggal 10 Juni 2011 berdasarkan Surat Keputusan Pembebasan dari Penahanan Nomor : Kep/702-19/VI/2011 tanggal 4 Juni 2011 dari Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Papera. Terdakwa II ditahan oleh Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Ankum sejak tanggal 21 Mei 2011 sampai dengan tanggal 9 Juni 2011 berdasarkan Surat Keputusan Penahanan Sementara Nomor : Kep/660-19/V/2011 tanggal 30 Mei 2011 dan telah dibebaskan dari Penahanan Sementara sejak tanggal 10 Juni 2011 berdasarkan Surat Keputusan Pembebasan dari Penahanan Nomor : Kep/703-19/VI/2011 tanggal 4 Juni 2011 dari Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Papera. Pengadilan Militer II-10 Semarang ; Membaca
: Berita Acara Pemeriksaan dalam perkara ini.
Memperhatikan
: 1. Keputusan Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Papera Nomor Kep/1281/XI/2011 tanggal 16 Nopember 2011 tentang penyerahan perkara para Terdakwa.
2
2. Surat Dakwaan Oditur Militer pada Oditurat Militer II-10 Semarang Nomor : Sdak/106/VI/2012 tanggal 27 Juni 2012. 3.
Surat Penetapan dari : a. Kadilmil III-19 Jaya Pura tentang Pelimpahan berkas perkara No : Tap/08/PM.III-19/AD/IX/2012 tanggal 10 September 2012. b. Kadilmil II-10 Semarang tentang Penunjukkan Hakim Nomor : Tapkim/70/PM.II-10/AD/XI/2012 tanggal 6 Nopember 2012. c. Hakim Ketua Sidang tentang Hari Sidang Nomor : Tapsid/70/PM.II-10/AD/XI/2012 tanggal 6 Nopember 2012.
4. Surat panggilan untuk menghadap sidang kepada para Terdakwa dan para Saksi serta surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara ini. Mendengar
: 1. Pembacaan Surat Dakwaan Oditur Militer Nomor Sdak/106/VI/2012 tanggal 27 Juni 2012 di depan sidang yang dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini. 2. Hal-hal yang diterangkan oleh para Terdakwa di persidangan serta keterangan para Saksi di bawah sumpah.
Memperhatikan
: 1. Tuntutan Pidana (Requisitoir) Oditur Militer yang diajukan kepada Majelis yang pada pokoknya Oditur Militer menyatakan bahwa para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana : Kesatu
:
“Militer yang menolak atau dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu yang dilakukan secara bersama-sama”.
Kedua
:
“Barangsiapa yang dengan melawan hukum dengan sengaja merusak, membinasakan, membuat tidak terpakai atau menghilangkan sesuatu barang keperluan perang ataupun dengan sengaja dan dengan semaunya menaggalkan dari diri sendiri suatu perlengkapan perang”.
sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana menurut ; Kesatu
:
Pasal 103 ayat (1) KUHPM jo pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Kedua
:
Pasal 148 ke-2 KUHPM.
Dengan mengingat Pasal tersebut diatas dan peraturan perundangundangan yang berlaku, oleh karenanya Oditur Militer mohon agar para Terdakwa dijatuhi pidana sebagai berikut : a.
Pidana penjara
3
b.
Terdakwa-I selama 18 (delapan belas) bulan dikurangi dengan masa penahanan. Terdakwa-II selama 12 (dua belas) bulan dikurangi dengan masa penahanan. . Menetapkan barang bukti berupa : Surat-surat : 1. 2 (dua) lembar photo / gambaran saat setelah jatuhnya pesawat Helly jenis Bell 412 Noreg HA 5105 pada saat hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 10.30 WIT di jurang samping kanan (dari arah masuk) Landasan Mapenduma. 2. 3 (tiga) lembar Sprin Pangdam XVII/Cendrawasih No Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011. 3. 5 (lima) lembar Sprin Danpus Penerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011. 4. 1 (satu) lembar Sprin Terbang dari Daden Penerbad Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011. 5. 1 (satu) lembar Daftar manifest Penumpang. Tetap dilekatkan dalam berkas perkara.
c. Agar para Terdakwa dibebani membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). 2. Pembelaan yang diajukan oleh Penasihat hukum Terdakwa kepada Majelis Hakim yang pada pokoknya : Bahwa proses pencarian kebenaran materiil yang hakiki dalam upaya menegakkan keadilan bukanlah suatu proses yang mudah, penegakan hukum haruslah dilaksanakan dengan mengedepankan asas-asas hukum dan prinsip-prinsip hukum acara pidana yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi khususnya dalam pemeriksaan perkara ini yang membutuhkan kejelian, kecermatan dan wawasan khususnya di bidang prosedur dan tehnis penerbangan yang merupakan suatu “barang baru” dan harus jujur kita akui bersama bahwa tidak mudah bagi kita semua untuk mencerna serta memahaminya, sehingga selama jalannya pemeriksaan di persidangan banyak muncul asumsiasumsi yang keliru, oleh karena itu Penasihat Hukum berpijak di atas fakta-fakta yang obyektif, ilmiah dan terungkap secara gamblang di Pengadilan dengan pembelaannya akan membuat perkara ini menjadi terang dan jelas sehingga Majelis Hakim yang Mulia dapat menjatuhkan putusan dengan benar dan adil berdasarkan irah-irah “Demi Keadilan Ketuhanan Yang Maha Esa” bukan berdasarkan asumsi-asumsi yang keliru atau faktafakta hukum yang menyesatkan. Sebagai bahan referensi sepanjang sejarah peradilan di Indonesia hanya tercatat 2 (dua) kali proses peradilan pidana terhadap seorang pilot (di mana dalam kedua kasus tersebut co-pilot hanya ditetapkan sebagai saksi) perkara tersebut yaitu ; 1. Kapten Czi Tubagus Setiadarma Kapten Pilot pesawat Helly Bell 205-A1, diadili di Pengadilan Militer II-08 Jakarta dalam kasus demontrasi stabo di Lhokseumawe, NAD, yang didakwa secara sengaja bersama-sama menghilangkan
4
nyawa 8 orang prajurit Kopassus, terdakwa diputus bebas pada tingkat pertama berdasarkan Putusan Pengadilan Militer II - 08 Jakarta Nomor PUT/120- K/PM II - 08/AD/V/2008 tanggal 22 Mei 2008 dan dikuatkan di tingkat kasasi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 48/K/MIL/2009 tanggal 13 April 2010. Demikian juga halnya dengan dua orang jump master yang ikut didakwa sebagai pelaku peserta karena memotong tali stabo atas dasar perintah Kapten Pilot sehingga mengakibatkan para prajurit Kopassus yang terikat dan bergelantungan jatuh kelaut dan meninggal dunia, dibebaskan berdasarkan putusan Pengadilan Militer Tinggi II-08 Jakarta Nomor Putusan : PUT/58-K/PMT-II/AD/X/2009 tanggal 29 Oktober 2009. 2. Captain Pilot Garuda Marwoto Pilot Pesawat Boeing 737, diadili di Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam kasus kecelakaan pesawat di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta yang didakwa lalai yang berakibat hilangnya nyawa 14 orang penumpangnya, diputus pidana penjara 2 tahun di tingkat pertama, namun di tingkat banding terdakwa diputus bebas. Kedua kasus tersebut di atas banyak memiliki kesamaan dengan perkara yang saat ini sedang diperiksa terutama dengan kasus pertama, di mana Majelis Hakim di Pengadilan Militer II-08 dan Mahkamah Agung membebaskan Captain Pilot (yang dapat dianalogikan dengan kedudukan terdakwa I sbg Kapten Pilot) dalam pertimbangannya menyatakan : “ bahwa seorang Kapten Pilot dengan sikap dan kemampuannya diberi kewenangan untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat apabila menghadapi situasi darurat dalam rangka menyelamatkan dan mengamankan penerbangan (awak pesawat dan penumpang serta alutsista) “, dengan penekanan lebih mengutamakan keselamatan penumpang pesawat sebagaimana tercantum di dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan, sedangkan para Jump Master (yang dapat dianalogikan dengan kedudukan terdakwa II sbg awak pesawat) dibebaskan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Militer Tinggi II-08 Jakarta dengan pertimbangan : “bahwa pada saat pesawat berada dalam keadaan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) maka Kapten Pilot mempunyai kewenangan penuh dan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan karena pilotlah yang mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan sehingga setiap awak pesawat harus tunduk dan patuh terhadap setiap perintah yang disampaikan oleh Kapten Pilot”. Agar lebih memahami regulasi tentang penerbangan, selain UndangUndang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 yang mengatur tentang Penerbangan, perlu kita diketahui bersama bahwa Indonesia adalah Negara anggota dari ICAO (International Civil Aviation Organization) dan Indonesia juga sebagai salah satu Negara yang telah meratifikasi Konvensi Chicago dengan demikian Republik Indonesia terikat dan harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam regulasi ICAO dan Konvensi Chicago.
5
Apabila kita telah memahami regulasi-regulasi tersebut maka menjadi terang dan jelas bahwa terdapat berbagai Peraturan Perundangan yang berlaku dan mengikat secara khusus (Lex Specialis) terhadap orang dan badan hukum baik yang berusaha maupun bagi yang berprofesi di dunia penerbangan. Kegagalan dalam memahami prosedur dan tehnis-tehnis penerbangan serta regulasi-regulasi di dunia penerbangan yang berlaku dan mengikat baik bersifat nasional maupun internasional akan menghasilkan kesimpulan yang keliru sehingga akan menciptakan putusan yang keliru pula (miscarriage justice), dengan demikian yang terjadi adalah para terdakwa gagal untuk diadili karena yang terjadi kepada para terdakwa adalah ditidakadili. Bahwa Peradilan Militer berdasarkan UUD 1945 dan UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan penyelenggara kekuasaan Negara di bidang peradilan yang merdeka yang berkedudukan di bawah Mahkamah Agung dengan tujuan utama menegakkan hukum dan keadilan, dengan demikian Peradilan Militer bersifat independen, terbebas dari intervensi pihak manapun dan dalam bentuk apapun dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang terjadi di lingkungan militer. selain daripada itu Peradilan Militer harus dan wajib mengedepankan kepentingan hukum dan rasa keadilan, bukan kepentingan perorangan atau golongan karena di Pengadilan-lah para pencari keadilan menggantungkan harapannya oleh karena itu dituntut profesionalisme dan integritas yang tinggi dari para penegak hukum agar amanah Undang-Undang dan harapan para pencari keadilan dapat dipikul dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu kami yakin bahwa Majelis Hakim dan Oditur memiliki pendapat dan perspektif yang sama dengan Penasihat Hukum bahwa Penegakan hukum bukanlah berarti harus menghukum seseorang, karena apabila unsur-unsur yang didakwakan oleh Oditur tidak terpenuhi dan/atau dalam pemeriksaan persidangan terungkap fakta-fakta hukum yang dapat menjadi alasan pembenar yang dapat membebaskan para terdakwa maka Kami mohon kepada Majelis Hakim yang Mulia agar tidak ragu untuk membebaskan dan/atau melepaskan para Terdakwa dari segala tuntutan Oditur. Setelah mendengar dan membaca tuntutan (requisitoir) pidana terhadap Terdakwa yang disusun oleh Oditur, perkenankanlah Kami sebagai Penasihat Hukum Terdakwa untuk menyampaikan Nota Pembelaan (pledooi), agar Majelis Hakim memiliki keyakinan tentang fakta-fakta yang dapat ditetapkan secara benar dan adil demi kepentingan hukum terdakwa, masyarakat dan Negara. Nota Pembelaan ini disusun bertitik tolak pada fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan, yaitu berdasarkan keterangan para saksi, keterangan terdakwa, alat bukti surat dan barang bukti lain yang diajukan dalam persidangan. Selain itu dilengkapi dengan analisis yuridis dan uraian mengenai unsur-unsur tindak pidana, dikaitkan dengan perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa, lalu diakhiri dengan tangkisan terhadap requisitoir Oditur. Bahwa menurut Surat Dakwaan Oditur Nomor : Sdak/239/VI/2012 tanggal 26 Juni 2012 berpendapat bahwa
6
Terdakwa telah cukup memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tercantum dalam pasal : Kesatu : Pasal 103 ayat (1) KUHPM jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 yang berbunyi : ” ”Militer yang menolak atau dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu yang dilakukan secara bersamasama”. Dan ; Kedua : Pasal 148 ke-2 KUHP yang berbunyi : ” Barang siapa yang dengan melawan hukum dengan sengaja merusak, membinasakan, membuat tidak terpakai atau menghilangkan sesuatu barang keperluan perang ataupun dengan sengaja dan dengan semaunya menanggalkan dari diri sendiri suatu perlengkapan perang“. Sehingga Oditur dalam tuntutannya (requisitoir) tertanggal 27 Pebruari 2013 telah berkesimpulan bahwa apa yang didakwakan olehnya telah terbukti dan menuntut agar para terdakwa dijatuhi pidana penjara : Terdakwa I : Pidana Penjara selama 18 bulan dikurangi masa penahanan sementara. Terdakwa II : Pidana Penjara selama 12 bulan dikurangi masa penahanan sementara. Oditur militer dalam tuntutannya memang berwenang dalam menentukan berat-ringannya tuntutan namun tentu saja harus berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap di pengadilan, oleh karena itu Penasihat Hukum tersentak saat mendengar dan membaca tingginya angka tuntutan yang diajukan oleh Oditur karena berdasarkan fakta-fakta dan alat bukti yang terungkap di persidangan tidak ada satupun fakta maupun alat bukti yang dapat mendukung unsur-unsur dakwaan yang didakwakan oleh Oditur Militer dan jelas selama persidangan terungkap adanya alasan pembenar yang tidak terbantahkan dan tidak dapat dipungkiri. Setelah Penasihat Hukum membaca secara jeli dan cermat ternyata fakta-fakta yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh Oditur merupakan rekayasa dan manipulasi semata yang bertujuan untuk mendukung unsur-unsur dakwaannya dengan tujuan agar para terdakwa dapat kiranya dijatuhi pidana. Bahkan ada fakta yang bertentangan (kontradiktif) dengan fakta yang selama ini terungkap di Persidangan sehingga sekali lagi ini menunjukkan sikap yang tidak profesional dan tidak dapat dibenarkan baik secara hukum acara, logika maupun nurani, karena itu perlu Kami ingatkan kembali di Pengadilan yang Mulia ini bahwa peradilan digelar bukan bertujuan untuk memidana atau menghukum seseorang melainkan untuk mencari kebenaran materiil, sehingga sudah seharusnya kita berani mengatakan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah karena itu merupakan bentuk integritas dan profesionalitas kita sebagai penegak hukum. Oleh karena itu Penasihat hukum di dalam pledooinya akan menyampaikan tangkisan atas tuntutan Oditur dengan didasarkan kepada fakta-fakta dan alat bukti yang sah menurut hukum acara dan Undang-Undang yang telah terungkap secara jelas dan gamblang di muka Persidangan yang Mulia ini, sehingga Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan secara benar, tepat dan adil tidak hanya demi kepentingan hukum para Terdakwa
7
melainkan demi kepentingan masyarakat, negara dan penegakan hukum itu sendiri. Bahwa pada persidangan perkara ini telah dihadirkan saksi-saksi sebagai berikut : Saksi-1 Nama Pangkat / NRP Tempat, tgl lahir Agama Pekerjaan Alamat
: : : : : :
Saksi-2 Nama Pangkat / NRP Tempat, tgl lahir Agama Pekerjaan Alamat
: : : : : :
Muhadi Praka/ 31010511540281 Kebumen, 22 Pebruari 1981 Islam Anggota TNI-AD Jln. Huges K 12 Semarang Barat, Semarang.
Saksi-3 Nama Pangkat / NRP Tempat , tanggal lahir Agama Pekerjaan Alamat
: : : : : :
Anggoro Priyantono Mayor Cpn/ 11970022470372 Kudus, 16 Maret 1972 Islam Anggota TNI-AD Jln. Taman Wologito H Semarang.
Saksi-4 Nama Pangkat / NRP Tempat , tanggal lahir Agama Alamat
: : : : :
Wayan Subrata Yoga Lettu Cpn/11090006020184 Sulawesi, 5 Januari 1984 Hindu Jln. Pondok Cabe, Jakarta Selatan.
Ebenezer Lumban Tobing Letkol Inf/ 1920028060769 Tapanuli Utara, 18 Juli 1969 Kristen Protestan Anggota TNI-AD Bucen I Kodam XVII/Cendrawasih
64
Selanjutnya dalam persidangan Penasihat Hukum dan Terdakwa telah mengajukan dan menghadirkan 1 (satu) orang Saksi adecharge dan 1 (satu) orang saksi ahli kepada Majelis hakim dan disetujui oleh Hakim Ketua sebagai berikut : Saksi-5 (saksi adecharge) Nama Pangkat / NRP Jabatan Tempat/tgl lahir Agama Pekerjaan
: Wahyu Djatmiko : Letkol Cpn/554441 : Dan Skuadron 31/Serbu Puspenerbad : Kulonprogo/7 Maret 1959 : Islam : Anggota TNI-AD
8
Alamat
Saksi-6 (saksi ahli) Nama Pangkat / NRP Jabatan Tempat/tgl lahir Agama Pekerjaan Alamat
: Komplek Penerbad H-2 RT 01/ RW 02 Kel. Kembang Arum, Kab. Semarang Barat. : Hari Siswanto Mulyono : Letkol Cpn/522792 : Dandenharsabang Lanumad A. Yani : Surabaya/9 November 1959 : Islam : Anggota TNI-AD : Jl. Borobudur Selatan RT 03/RW 13 Kel. Kembang Arum Kec. Semarang Barat Kota Semarang.
Bahwa sesuai dalam pemeriksaan di persidangan terungkap fakta bahwa kedua saksi adecharge adalah kapten pilot senior yang telah mengawaki pesawat Helly sejak tahun 1990-an sampai dengan sekarang dan keduanya pernah bertugas di Papua, dan khusus saksi-6 adalah seorang instruktur pesawat Helly di Pusdikpenerbad yang juga pernah melatih Terdakwa I dan Terdakwa II serta pernah melakukan pendaratan di Runway Mapenduma sehingga keterangan saksi-6 dapat disejajarkan dengan keterangan saksi ahli karena keahlian saksi-6 sebagai kapten pilot senior dan instruktur serta pengalaman dan jam terbang yang bersangkutan. Pada saat pemeriksaan saksi Majelis Hakim menyatakan bahwa saksi-6 adalah saksi ahli namun kemudian pada saat pemeriksaan Terdakwa status saksi6 dianulir menjadi saksi adecharge saja dengan alasan bahwa saksi ahli harus berasal dari instansi resmi seperti KNKT, perlu diketahui bahwa pada saat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman Yogyakarta memanggil saksi ahli dari KNKT dalam perkara pilot Marwoto, pihak KNKT tidak bersedia memenuhi panggilan tersebut dan menyampaikan keberatannya karena hasil investigasi KNKT dijadikan sebagai salah satu alat bukti di pengadilan karena KNKT mengacu kepada Annex-13 Aircraft accident and incident investigation dari ICAO yang menyatakan dengan tegas bahwa hasil investigasi kecelakaan pesawat terbang tidak boleh digunakan sebagai alat bukti di pengadilan karena hasil investigasi bertujuan agar tidak terjadi peristiwa kecelakaan yang berulang, sehingga penggunaan hasil investigasi kecelakaan pesawat terbang sebagai alat bukti di pengadilan adalah suatu bentuk ketidakpatuhan Pengadilan terhadap Peraturan Perundangan dan merupakan suatu tindakan yang tidak profesional serta melawan hukum yang berakibat putusan menjadi cacat hukum, dan Oditur dalam perkara ini ternyata mengulangi kesalahan yang sama dengan menggunakan hasil investigasi Puspenerbad sebagai alat bukti sedangkan tindakan tersebut jelas-jelas dilarang oleh Undang-Undang dan saksi-6 menyatakan bahwa hasil investigasi Puspenerbad subjektif karena keadaan cuaca, arah dan kecepatan angin pada saat investigasi dilaksanakan tidak mungkin sama, sehingga disinilah dibutuhkan kecermatan dan
9
kejernihan dalam menilai dan menganalisa perkara agar kita tidak terjebak dalam kesalahan yang sama seperti terjadi di Pengadilan Negeri Sleman Yogyakarta. Bahwa perlu diketahui bersama bahwa di Indonesia hanya ada 3 (tiga) tempat yang menyelenggarakan pelatihan menerbangkan pesawat Hellycopter (PSDP TNI, Pusdikpenerbad dan STPI Curug untuk Kapten Pilot Polri) sehingga Penasihat Hukum berpendapat apabila ada saksi ahli yang akan dihadirkan berkaitan dengan tehnis penerbangan pesawat Hellycopter seharusnya berasal dari ketiga lembaga pendidikan tersebut di atas bukan dari KNKT. Kemudian salah satu saksi yang diajukan dalam kasus Stabo dengan Terdakwa Kapten Pilot Tubagus Setiadarma adalah Kolonel Pnb Nilhandri seorang instruktur pesawat Hellycopter di PSDP yang pada saat diperiksa di persidangan berstatus sebagai Saksi Ahli dan statusnya sebagai saksi ahli tersebut diakui oleh Pengadilan Militer Tingkat Pertama dan Mahkamah Agung sehingga seharusnya dengan demikian status Saksi-6 dalam persidangan ini tetap berstatus saksi ahli, dan perlu diingat bahwa KNKT tidak melakukan insvestigasi atas kecelakaan pesawat Hellycopter Bell-412 di Mapenduma sehingga tidak mungkin KNKT akan datang memberikan keterangan di persidangan berkaitan dengan peristiwa kecelakaan Hellycopter Bell tersebut dan apabila datang maka keterangannya pasti tidak dapat diterima secara logika dan tidak memiliki nilai hukum sama sekali. Sehingga di dalam pledooi ini Penasihat Hukum tidak sependapat dengan putusan Hakim Ketua yang menganulir status saksi-6 yang semula ditetapkan sebagai saksi ahli namun dianulir hanya menjadi saksi adecharge, dan mohon agar status saksi-6 dinyatakan tetap sebagai saksi ahli. Bahwa mengenai keterangan saksi-saksi 1)
Saksi – 1 : Bahwa saksi sebagai mekanik Pesawat Helly Bell 412 pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 06.00 WIT bersama dengan Serka Aswan (inspektur tekhnik) dan Sertu Edy Prayitno (Helper) melakukan pengecekan harian (daily inspection) dan pembersihan pesawat Helly Bell – 412 sampai pukul 07.00 WIT pesawat dinyatakan serviceable (laik terbang) kemudian sekitar pukul 07.30 WIT pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 melaksanakan tugas dorlog untuk Batalyon 753/AVT di Enarotali dan kembali sekitar pukul 09.00 WIT dan setelah landing di Hellypad Timika, saksi bersama Serka Aswan (Technical Inspector) dan Sertu Edy Prayitno melakukan pemeriksaan setelah terbang (Post Flight) dan bahan bakar pesawat kembali di re-fuel oleh saksi, kemudian sekitar pukul 09.15 WIT, Terdakwa I menyampaikan kepada saksi, Serka Aswan dan Sertu Edy Prayitno bahwa setelah post flight pesawat akan melaksanakan penerbangan ke Mapenduma
10
dengan misi angkut personel. tersebut didapati fakta-fakta sbb :
Dari
keterangan
saksi
a) Bahwa yang menentukan suatu pesawat laik terbang (serviceable) atau tidak adalah Serka Aswan selaku Inspektur Tekhnik (Technical Inspector) bukan Kapten Pilot ataupun Copilot. b) “Oditur menyatakan dalam tuntutannya bahwa instrument Radio Navigasi tidak ada…”, pernyataan tersebut sama sekali tidak benar karena pada saat penerbangan ke Mapenduma pesawat dilengkapi dengan instrument Radio Navigasi sebanyak ada 2 (dua) unit keduanya aktif dan berfungsi dengan baik, mungkin yang dimaksud Oditur adalah Radio Altimeter, Radio Altimeter memang tidak aktif namun fungsinya dapat dicover oleh instrument Altimeter yang pada saat itu aktif dan berfungsi. c) “Oditur menyatakan dalam tuntutannya menyatakan bahwa GPS (Global Positioning System) tidak ada…”, pernyataan tersebut sama sekali tidak benar karena sesuai fakta GPS pada saat penerbangan ke Mapenduma ada dan berfungsi dengan baik, sesuai fakta di pengadilan bahwa Copilot selalu membacakan posisi, jarak, waktu dan ketinggian yang dilihat dari penunjukkan data satelit yang tertangkap di GPS, dan GPS tersebut setelah kecelakaan diserahkan oleh Kapten Pilot kepada Lettu Cpn Fathoni atas perintah Staf Operasi Skuadron 11/Serbu. d) “Oditur dalam tuntutannya menyatakan bahwa para Terdakwa tidak melaporkan tidak berfungsinya pelayanan komunikasi…” namun tidak disebutkan secara jelas alat komunikasi mana yang dimaksud oleh Oditur ???, sedangkan di dalam Helly Bell 412 pada saat penerbangan ke Mapenduma dilengkapi dengan Radio HF (High Frequency) dan Radio VHF (Very High Frequency) yang biasa dikenal dengan GTA (Ground to Air) sehingga Kapten ataupun Copilot dapat melakukan komunikasi dengan Air traffic control (ATC) di Bandara Timika, komunikasi dengan pesawat lain pada saat itu pesawat Airfast yang menyatakan cuaca di daerah Mapenduma dan sekitarnya “Clear, good visibility and No Rain” ataupun dengan pasukan yang berada di bawah/pos. e) “Oditur dalam tuntutannya menyatakan bahwa pesawat Helly Bell 412 tidak dilengkapi dengan radar…”, memang dalam kenyataannya pesawat Helly Bell 412 buatan tahun 1994 belum dilengkapi dengan instrument radar. Instrumen radar baru dilengkapi untuk pengadaan Helly Bell 412 yang terbaru yaitu buatan tahun 2004. f) “Oditur dalam tuntutannya menyatakan bahwa saksi I dan saksi II melihat Mayor Anggoro dan para terdakwa melakukan pertemuan untuk merencanakan penerbangan ke Mapenduma…” pernyataan tersebut sama sekali tidak benar dan tidak pernah terungkap dipersidangan, karena sesuai fakta pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh saksi 3
11
(Dandenpenerbad) dan para Dansiud yaitu Terdakwa 1 (Kapten Pilot Helly Bell 412) dan Kapten Cpn Agus Priono (Kapten Pilot Helly Bolco) dan dilakukan di suatu ruangan ber-AC yang tertutup sehingga tidak ada satupun anggota Denpenerbad yang melihat pertemuan tersebut, bahkan Terdakwa 2 pun tidak ikut hadir dipertemuan tersebut, sehingga pada saat saksi mengisi kembali bahan bakar pesawat ketika pesawat baru mendarat setelah melaksanakan tugas dorlog ke Enarotali Terdakwa II sempat bertanya dan melayangkan protes kepada saksi kenapa pesawat di re-fuel (diisi bahan bakar kembali) ???, pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa terdakwa II tidak mengetahui adanya rencana penerbangan ke Mapenduma, karena apabila mengetahui maka terdakwa II tidak akan bertanya apalagi menyampaikan protes. g) Bahwa didapati kejanggalan berkaitan dengan Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 15-05-2011 yang menyatakan bahwa pesawat siap untuk melayani kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao pukul 07.00 WIT, berdasarkan ST tersebut seharusnya Dandim 1710/MMK sudah berada di Bandara Timika pukul 06.30 WITA karena sebelum menumpang pesawat Dandim harus melalui proses Boarding yaitu suatu prosedur pemeriksaan terhadap orang dan barang sebelum naik ke pesawat, namun kenyataannya Dandim tidak datang pada waktu yang telah ditentukan tanpa ada pemberitahuan dari yang bersangkutan, bahkan setelah Helly Bell 412 kembali dari penerbangan melaksanakan tugas dorlog ke Enarotali saksi tidak melihat keberadaan Dandim 1710/MMK di Bandara Timika. Selanjutnya saksi menyatakan, Bahwa sekitar pukul 09.15 WIT pesawat Helly Bell 412 take off dari Bandara Moses Kilangin Timika menuju Mapenduma dengan crew Kapten Cpn Supriyadi (Kapten Pilot), Lettu Cpn Abdi Darnain (Co-Pilot) dan saksi sendiri sebagai Mekanik. Setelah terbang kurang lebih 50 menit pesawat helly tersebut terbang melintas tepat di atas landasan (runway) Mapenduma lalu terdakwa 1 (Kapten Pilot) memutar-mutar pesawat helly tersebut sebanyak 3 (tiga) kali di atas landasan Mapenduma sambil mengurangi ketinggian, kemudian Pilot melakukan approach (persiapan landing) dan pada saat berada di atas ketinggian + 50 feet (15 Meter) tiba-tiba pesawat helly terdorong oleh angin kencang dari arah kiri dan belakang yang menyebabkan pesawat helly terhempas ke bawah dan terpental ke pinggir landasan kemudian terdakwa 1 berusaha mengontrol pesawat helly ke arah kanan sambil menambah kecepatan agar bisa terangkat tetapi pesawat malah turun ke tebing dan baling-balingnya menghantam tebing bukit selanjutnya pesawat tidak dapat dikontrol/dikendalikan. Dari keterangan saksi tersebut didapati fakta-fakta sbb :
12
a) “Oditur dalam tuntutannya menyatakan bahwa sebelum melakukan pendaratan Pilot berputar-putar di atas bandara Mapenduma selama beberapa jam…” pernyataan tersebut sama sekali tidak benar dan tidak masuk logika, berdasarkan fakta yang terungkap di pengadilan perjalanan dari Bandara Timika ke Bandara Mapenduma ditempuh dalam waktu + 50 menit sehingga perjalanan pulang pergi dibutuhkan waktu + 1 jam 40 menit. Bahan bakar pada saat melaksanakan penerbangan ke Mapenduma diisi full yang menurut flight manual (buku panduan) dapat memenuhi kebutuhan terbang pesawat selama 2 jam 30 menit, jadi masih ada cadangan 1 jam 40 menit untuk terbang. Sehingga tidak dapat diterima oleh akal dan logika apabila Oditur menyatakan Kapten Pilot berputar-putar selama beberapa jam (lebih dari dua jam) di atas landasan Mapenduma karena apabila Kapten Pilot berputar-putar selama beberapa jam di atas bandara Mapenduma maka pesawat akan jatuh akibat kehabisan bahan bakar. b) Prosedur observasi untuk melakukan pendaratan untuk pesawat hellycopter di atas landasan seharusnya cukup dilaksanakan dengan terbang melintas untuk mengetahui titik yang akan didarati, arah dan kecepatan angin, namun karena Kapten Pilot tidak pernahmelakukan pendaratan di landasan Mapenduma maka Kapten Pilot melakukan observasi (high recon) dan (low recon) sebanyak 3 (tiga) kali di atas landasan mapenduma sebelum melakukan pendaratan, tindakan tersebut dilakukan karena Kapten Pilot lebih mengedepankan faktor kehatihatian dalam pelaksanaan tugasnya. c) Bahwa setelah pesawat terhempas oleh dorongan angin kencang yang datang secara tiba-tiba dari arah kiri belakang maka pesawat bergerak secara liar dan tidak dapat dikendalikan oleh Kapten Pilot, dengan demikian Kapten Pilot menghadapi suatu keadaan yang tidak bisa dihindari oleh manusia biasa, sehingga siapapun saat itu yang bertindak sebagai Kapten Pilot akan mengalami nasib yang sama. Selanjutnya saksi menyatakan, bahwa penyebab jatuhnya pesawat Helly Bell 412 tersebut adalah karena angin kencang secara tiba-tiba dari arah kiri dan belakang yang mendorong pesawat hingga menukik ke bawah dengan kencang sementara engine instrument saat itu dalam keadaan normal. Dari keterangan saksi tersebut didapati fakta-fakta sbb : a) Saksi adalah mekanik yang ikut terbang bersama dengan para terdakwa melaksanakan tugas penerbangan ke Mapenduma sehingga mengetahui secara persis penyebab jatuhnya pesawat Helly Bell 412, yang menurut saksi disebabkan oleh angin kencang yang datang secara tiba-tiba dari arah kiri dan belakang. keterangan saksi tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi yang tertuang dalam putusan Dilmilti III
13
Surabaya Nomor : 11-K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11 Oktober 2012 a.n. Mayor Cpn Anggoro Priyantono hal. 12 angka 18 yang menyatakan “ Bahwa yang menyebabkan jatuhnya pesawat Helly jenis Bell 412 Noreg. HA 5105 adalah factor cuaca yaitu angin yang datang tiba-tiba dari arah kiri belakang, alasan saksi karena saat itu engine instrument dalam keadaan normal sedangkan pesawat turun dengan sangat cepat kea rah depan kanan” Fenomena datangnya angin kencang secara tiba-tiba dari arah yang tidak diketahui seperti yang disampaikan oleh saksi di dalam dunia penerbangan di kenal dengan istilah “windshear”. Sehingga fakta bahwa kecelakaan pesawat Helly Bell 412 di Mapenduma disebabkan oleh faktor alam (force majeur). adalah fakta yang sebenar-benarnya dan tidak terbantahkan. b) Saksi adalah mekanik yang berulangkali ikut terbang sebagai awak pesawat bersama-sama dengan para terdakwa sehingga terbang dan keahlian saksi sebagai mekanik sudah tidak diragukan lagi, pada saat landing approach saksi selalu mengawasi engine instrument sehingga apabila ada kelainan/penyimpangan terhadap mesin pesawat (aircraft engine) pada saat landing approach (misalnya : putaran mesin pesawat terlalu tinggi atau terlalu rendah) maka saksi akan memperingatkan kapten pilot agar mengubah putaran mesin atau bahkan membatalkan pendaratan, namun pada saat itu saksi menerangkan bahwa mesin pesawat dalam keadaan normal, dalam arti putaran mesin pesawat dalam keadaan siap untuk melaksanakan pendaratan. Sehingga keterangan saksi yang menyatakan bahwa penyebab jatuhnya pesawat karena angin angin kencang secara tiba-tiba dari arah kiri dan belakang yang mendorong pesawat hingga menukik ke bawah dengan kencang bukan karena kelalaian Kapten Pilot dalam mengendalikan pesawat adalah suatu keterangan yang benar adanya dan dapat diterima nalar dan logika. Selanjutnya saksi menyatakan, bahwa terdakwa I berusaha mendarat darurat dengan posisi pesawat Helly sebelah kiri berada di bawah dan baling-baling utama terpental ke tanah dan berhenti, namun mesin pesawat masih hidup sementara penumpang masih terikat Seat Belt, lalu terdakwa I mematikan mesin dan Saksi keluar dari pintu darurat sebelah kanan selanjutnya Saksi bersama terdakwa II (Copilot) mengevakuasi penumpang dari dalam pesawat termasuk terdakwa I yang juga terikat dalam pesawat dan dikeluarkan terakhir setelah penumpang lainnya diamankan, tidak lama kemudian masyarakat setempat datang membantu menolong para penumpang yang semuanya dalam keadaan baik dan langsung pulang ke rumah masing-masing sedangkan Saksi dan para Terdakwa beristirahat di rumah Pak Kepala Desa
14
setempat. Dari keterangan saksi tersebut didapati fakta-fakta sbb : a) Bahwa setelah pesawat terhempas oleh dorongan angin kencang yang datang secara tiba-tiba dari arah kiri belakang, pesawat tidak dapat dikendalikan dan bergerak secara liar ke arah kanan yang merupakan tebing sebuah jurang dengan kedalaman + 400 m, Kapten Pilot berusaha untuk menyelamatkan dan mengamankan penerbangan dengan cara menambah kecepatan pesawat (gaining speed) dengan maksud pesawat dapat diterbangkan kembali (go round), namun tail rotor pesawatternyata sudah menghantam tebing jurang pada saat pesawat terhempas, sehingga pesawat berputar-putar dan tidak bisa dikendalikan lagi. Menghadapi keadaan tersebut Terdakwa I mengambil keputusan untuk segera mendaratkan pesawat atau pesawat akan jatuh ke jurang, Terdakwa II kemudian memberikan informasi “kiri aman”…”kiri aman” (ada dataran di sebelah kiri bawah landasan pacu) kepada Terdakwa I, maka terdakwa I menghantamkan baling-baling utama (main blade) ke tebing untuk menghentikan laju putaran pesawat akibat putaran baling-baling utama , tindakan Terdakwa I tersebut berhasil menghentikan laju putaran pesawat dan pesawat mendarat darurat di dataran sebelah bawah kiri landasan. Tindakan tersebut merupakan tindakan Prosedur Pendaratan Darurat (Emergency Landing Procedure) untuk menyelamatkan dan mengamankan penerbangan. b) Bahwa tindakan terdakwa I untuk mendaratkan pesawat secara darurat merupakan suatu keputusan untuk menghindari timbulnya kerugian yang lebih besar, karena apabila terdakwa I tidak segera mendaratkan pesawat secara darurat maka dipastikan pesawat akan terjatuh ke Jurang yang berkedalaman + 400 m dan hancur serta seluruh awak pesawat dan penumpang akan tewas. c) Bahwa ada satu fakta menarik dan mungkin luput dari perhatian kita bersama bahwa setelah pesawat mendarat darurat terdakwa I dikeluarkan terakhir setelah seluruh penumpang dan awak pesawat telah dievakuasi, ini menunjukkan sikap ksatria dan tanggung jawab seorang kapten pilot sejati karena pesawat setiap saat dapat saja terbakar atau meledak. Selanjutnya saksi menyatakan, bahwa saksi tidak tahu siapa penumpang yang akan diangkut ke Mapenduma dan saksi baru mengetahuinya pada saat para penumpang akan menaiki pesawat ternyata orang-orang sipil yang berpakaian preman. Dari keterangan saksi tersebut didapati fakta sbb : “Oditur dalam tuntutannya menyatakan bahwa saksi melihat para terdakwa sedang melakukan pertemuan di dalam home base Timika untuk
15
membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma dalam rangka mengangkut masyarakat sipil dengan ongkos sekali angkut Rp 20.000.000,- (duapuluh juta rupiah)…”, pernyataan tersebut tidak benar sama sekali dan tidak pernah terungkap di Pengadilan serta terbantahkan dengan keterangan saksi 1 dan 2 di Pengadilan bahwa para saksi baru tahu penumpang yang diangkut ke Mapenduma ternyata orang-orang sipil pada saat akan menaiki pesawat dan dikuatkan dengan keterangan para saksi sebagaimana tertuang dalam putusan Dilmilti III Surabaya Nomor : 11K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11Oktober 2012 a.n. Mayor Cpn Anggoro Priyantono hal. 9 angka 6 yang menyatakan “bahwa saksi (Praka Muhadi) dan crew saat itu mengangkut personel 11 (sebelas) orang berpakaian preman di mana saksi tidak mengetahui latar belakangnya dan sampai saat inipun saksi tidak berusaha mencari tahu siapa orang-orang tersebut dan saksi tidak mengetahui dalam rangka apa masyarakat tersebut naik helly milik Penerbad, saksi juga tidak mengetahui apakah mereka harus membayar sejumlah uang untuk bisa naik Helly Penerbad ke Mapenduma, yang mengetahui hal tersebut adalah terdakwa selaku Dandenpenerbad”. Dan ; Saksi 2 menyatakan “bahwa Saksi (Lettu Cpn Wayan Subrata) hanya mengetahui Helicopter mengangkut masyarakat sipil pada saat itu saja, yaitu saat Helicopter telah terbang yang diketahui saksi dari daftar manifest yang dibuat oleh Bintara staf”. Dengan demikian jelas bahwa fakta yang dituangkan Oditur di dalam tuntutannya adalah fakta manipulatif dan rekayasa belaka. Selanjutnya saksi menyatakan, bahwa selama menjalankan tugas BKO di Kodam XVII/Cendrawasih tidak pernah menerima penekanan baik dari saksi-3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) selaku Dandenpenerbad maupun dari Pabandya Ops Kodam XVII/Cendrawasih yang menekankan bahwa pesawat tidak diperbolehkan melakukan penerbangan tanpa ada telegram dari Kodam XVII/Cendrawasih yang dikeluarkan oleh staf operasi Kodam XVII/Cendrawasih, dengan demikian pernyataan Oditur dalam tuntutannya hal.13 yang menyatakan “bahwa Saksi-4 (Letkol Inf Ebenezer Lumban Tobing) pernah mengalami memberikan pengarahan dan penekanan kepada seluruh anggota Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih agar melaksanakan tugas penerbangan sesuai uraian tugas dalam Telegram Pangdam XVII/Cendrawasih…”, adalah fakta manipulatif dan tidak pernah terungkap di pengadilan. Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkan semua keterangan saksi.
16
2)
Saksi – 2 : Bahwa saksi menjabat sebagai Pa Staf Denpenerbad di Papua bertugas untuk membuat SPT, pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 07.30 Wit saksi mendapat perintah untuk membuat SPT (Surat Perintah Terbang) dari saksi-3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) dengan nomor SPT :130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 setelah itu saksi serahkan ke saksi-3, selanjutnya sesuai prosedur penerbangan sebelum keberangkatan dilaksanakan penimbangan penumpang dan barang-barang bawaannya yang dilaksanakan oleh Bintara Staf, setelah itu daftar manifest diserahkan kepada Terdakwa I untuk diperiksa dan ditandatangani…”. Dari keterangan saksi tersebut didapati fakta-fakta sbb : a) Bahwa didapati kejanggalan berkaitan dengan Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 15-05-2011 yang menyatakan bahwa pesawat siap untuk melayani kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao pukul 07.00 WIT, berdasarkan ST tersebut seharusnya Dandim 1710/MMK sudah berada di Bandara Timika pukul 06.30 WIT karena sebelum menumpang pesawat Dandim harus melalui proses Boarding yaitu suatu prosedur pemeriksaan terhadap orang dan barang sebelum naik ke pesawat, namun kenyataannya Dandim tidak datang pada waktu yang telah ditentukan tanpa ada pemberitahuan dari yang bersangkutan, sehingga pada pukul sekira 07.30 Wit saksi mendapat perintah untuk membuat SPT (Surat Perintah Terbang) dari saksi-3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono), sehingga apabila Telegram ke Kokonao itu benar adanya maka Dandim 1710/MMK pasti sudah ada di Bandara Timika sejak pagi dan tidak mungkin saksi mendapat perintah untuk membuat SPT ke Mapenduma. b) “Oditur dalam tuntutannya menyatakan bahwa benar saksi melihat penumpang sipil atau masyarakat umum hanya satu kali dan saksi melihat persetujuan terhadap penumpang sipil telah disetujui oleh Kapten Pilot (Terdakwa I)…” pernyataan tersebut menunjukkan kurang pahamnya Oditur terhadap tehnis dan prosedur penerbangan sehingga menghasilkan kesimpulan yang keliru dan menyesatkan, perlu ditegaskan bahwa tindakan Kapten Pilot (terdakwa I) membubuhkan tanda tangan di atas lembar daftar manifest bukan merupakan persetujuan atas suatu tugas penerbangan melainkan persetujuan atas jumlah berat penumpang dan barang bawaannya (misalnya: apakah ada barang bawaan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan atau tidak) dibandingkan dengan kemampuan daya angkut pesawat. Berdasarkan lembar manifest, berat penumpang yang diangkut dan barang bawaannya adalah 620 Kg sedangkan kemampuan daya angkut pesawat Helly Bell 412 berdasarkan prosedur adalah
17
600 Kg ditambah 4 crew namun saat itu pesawat terbang hanya dengan 3 orang crew sehingga pesawat tidak melebihi kemampuan daya angkutnya dan tidak ada barang bawaan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, sehingga atas dasar perhitungan dan penilaian itulah Kapten Pilot (terdakwa I) menandatangani lembar manifest. Selanjutnya saksi menyatakan, bahwa saksi menjabat sebagai Pa Staf Denpenerbad di Papua bertugas untuk membuat SPT dan segala administrasi yang berhubungan dengan tugas-tugas administrasi, oleh karena itu apabila ada setiap ST (surat telegram) dari Koops maka ST tersebut akan diterimanya terlebih dahulu sebagai staf baru kemudian diserahkan ke Dandenpenerbad untuk didisposisi, namun pada tanggal 15 Mei 2011 saksi menyatakan hanya mendapat perintah dari Dandenpenerbad untuk membuat Surat perintah terbang Nomor 128/V/2011 tanggal 15 Mei 2011 (SPT) ke Enarotali dan tidak pernah menerima Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 1505-2011 yang menyatakan bahwa pesawat siap untuk melayani kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao pukul 07.00 WIT, serta tidak pernah mendapat perintah untuk membuat Surat perintah terbang ke Kokonao. Selanjutnya saksi menyatakan, bahwa selama menjalankan tugas BKO di Kodam XVII/Cendrawasih saksi tidak pernah menerima penekanan baik dari saksi-3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) selaku Dandenpenerbad maupun dari Pabandya Ops Kodam XVII/Cendrawasih yang menekankan bahwa pesawat tidak diperbolehkan melakukan penerbangan tanpa ada telegram dari Kodam XVII/Cendrawasih yang dikeluarkan oleh staf operasi Kodam XVII/Cendrawasih, dengan demikian pernyataan Oditur dalam tuntutannya hal.13 yang menyatakan “bahwa Saksi-4 (Letkol Inf Ebenezer Lumban Tobing) pernah mengalami memberikan pengarahan dan penekanan kepada seluruh anggota Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih agar melaksanakan tugas penerbangan sesuai uraian tugas dalam Telegram Pangdam XVII/Cendrawasih…”, adalah fakta manipulatif dan tidak pernah terungkap di pengadilan. Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkan semua keterangan saksi. 3)
Saksi – 3 :
Saksi-3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) saat pemeriksaan sedang menjalani pidananya di Masmil Surabaya sehingga tidak bisa dihadirkan untuk didengar keterangannya di Pengadilan dengan pertimbangan keamanan meskipun telah dipanggil secara patut sebanyak 4 (empat) kali. Saksi-3 adalah saksi kunci dalam perkara ini sehingga Penasihat Hukum bersikukuh agar saksi-3 dihadirkan di Pengadilan karena keterangannya sangat dibutuhkan untuk membuat perkara ini menjadi terang dan gamblang terutama yang berkaitan dengan peran saksi-3 sebagai pelaku utama (manus domina/actor
18
intellectual/dader) dan para terdakwa selaku pelaku peserta (manus ministra/mede dader), namun setelah dipanggil berulangkali (empat kali) tidak hadir maka Penasihat Hukum dan Oditur menghadap kepada Kepala Oditurat Militer II-10 Semarang yang akhirnya menyatakan bahwa Kaotmil II-10 Semarang tidak sanggup menghadirkan saksi-3 karena Kamasmil Surabaya berdasarkan surat penolakannya yang terakhir nomor B/286/XII/2012 tanggal 19 Desember 2012 tidak bisa menghadirkan Mayor Cpn Anggoro Priyantono di persidangan dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan terpidana, atas dasar pertimbangan prinsip peradilan maka Penasihat Hukum setuju BAP saksi dibacakan dengan syarat ; 1. Fakta-fakta yang tercantum di dalam putusan Dilmilti III Surabaya a.n. terdakwa Mayor Cpn Anggoro Priyantono dan ; 2. Surat Pernyataan Mayor Cpn Mayor Anggoro Priyantono yang ditandatangani di atas materai oleh ybs dijadikan sebagai alat bukti petunjuk. (Putusan Dilmilti III Surabaya dan Surat Pernyataan Mayor Cpn Mayor Anggoro Priyantono terlampir). Bahwa berdasarkan Surat perintah Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 dan Surat perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan tugas penerbangan ke Wilayah Papua, Saksi ditunjuk sebagai Dandenpenerbad. “Oditur dalam tuntutannya di hal. 6 angka 5 menyatakan bahwa saksi yang menjabat sebagai Danden penerbad di Timika mengetahui dengan jelas saat Terdakwa I dan Terdakwa II menerbangkan pesawat Helly Bell 412 Noreg 5105 dari Bandara Kilangin Timika tujuan Mapenduma, karena pada malam harinya (tanggal 15 Mei 2011) telah diadakan pertemuan antara saksi dan Terdakwa I dan Terdakwa II untuk membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil dengan ongkos satu kali penerbangan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sesuai kesepakatan saksi dengan masyarakat yang meminta jasa layanan penerbangan ke Mapenduma…”, Pernyataan tersebut di atas tidak benar sama sekali dan terbantahkan oleh fakta-fakta sebagai berikut ; a) Bahwa pertemuan pada malam hari tanggal 15 Mei 2011 adalah pertemuan yang dihadiri oleh saksi, Terdakwa I dan Kapten Pilot pesawat Bolco a.n. Kapten Cpn Agus Priyono yang membicarakan rencana penerbangan ke Enarotali yang akan dilaksanakan oleh Terdakwa I dan rencana penerbangan ke Jila yang akan dilaksanakan oleh Kapten Pilot Pesawat Bolco, dan Terdakwa II sebagai Kopilot tidak hadir dalam pertemuan tersebut dan pertemuan tersebut tidak pernah membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma.
19
b) Bahwa didalam putusan Dilmilti III Surabaya Nomor : 11-K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11Oktober 2012 a.n. Mayor Cpn Anggoro Priyantono hal 33 angka 24 didapati fakta sebagai berikut, “bahwa benar terdakwa mengetahui dan menyadari bahwa memerintahkan kepada saksi-3 (Kapten Cpn Supriyadi) dan Saksi-4 (Lettu Cpn Abdi Darnain) sebagai Pilot dan Copilot untuk menerbangkan pesawat Helly mengangkut 11 (sebelas) orang sipil adalh menyalahi aturan karena tidak ada izin atau perintah dari Pangdam XVII/Cen dan hal itu dilakukan oleh terdakwa atas kehendak dan kemauan terdakwa sendiri dengan alasan hanya ingin menolong demi faktor kemanusiaan saja”. c) Bahwa berdasarkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh Mayor Cpn Anggoro Priantono diatas Materai di Surabaya pada tanggal 25 Januari 2013, Mayor Cpn Anggoro Priantono menyatakan bahwa : (1) Perintah untuk mengangkut warga sipil dengan menggunakan Helly Bell 412 ke Mapenduma, Papua pada tanggal 16 Mei 2012 dengan Pilot Kapten Cpn Supriyadi dan Copilot Lettu Cpn Abdi Darnain adalah merupakan Inisiatif murni dari diri saya yang pada saat itu menjabat sebagai Dandenpenerbad Timika. (2) Kapten Cpn Supriyadi dan Copilot Lettu Cpn Abdi Darnain tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Penerbangan tersebut illegal (tidak sesuai dengan Prosedure) karena keduanya hanyalah bawahan yang melaksanakan perintah berdasarkan surat perintah terbang yang berbentuk SPT yang saya tandatangani. d) Bahwa didalam putusan Dilmilti III Surabaya Nomor : 11-K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11Oktober 2012 a.n. Mayor Anggoro Priyantono hal 41 Point 2) didapati fakta sebagai berikut, “ Bahwa Majelis Hakim di dalam pertimbangannya telah menyita dan merampas uang tunai sebesar Rp 20.000.000,-(Dua Puluh Juta Rupiah) dari terdakwa”. Dari pertimbangan tersebut didapati fakta bahwa uang jasa layanan penerbangan ke Mapenduma seluruhnya disita sepenuhnya dari Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) dan tidak ada sepeserpun yang disita dari para terdakwa, dan berdasarkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh Mayor Cpn Anggoro Priantono diatas Materai di Surabaya pada tanggal 25 Januari 2013, saksi menyatakan bahwa Kapten Cpn Supriyadi dan Lettu Cpn Abdi Darnain tidak menerima imbalan berupa apapun dari penerbangan ke Mapenduma tersebut. Dengan demikian terbukti bahwa saksi 3 telah memanfaatkan kewenangannya dan ketidaktahuan para terdakwa untuk mencari dan mendapatkan keuntungan pribadi secara illegal.
20
Oditur dalam tuntutannya di hal. 6 angka 6 menyatakan “bahwa saksi mengambil inisiatif untuk memerintahkan Terdakwa I dan Terdakwa II melakukan penerbangan ke Mapenduma dan saksi juga mengetahui jalur Timika-Mapenduma bukan Rute Penerbangan yang boleh digunakan oleh Saksi. Namun karena permintaan masyarakat setempat sehingga saksi terpaksa mengizinkan para terdakwa untuk terbang ke Mapenduma”, bahwa pernyataan Oditur diatas kontradiktif dan terbantahkan oleh fakta-fakta sebagai berikut : a) Bahwa didalam putusan Dilmilti III Surabaya Nomor : 11-K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11Oktober 2012 a.n. Mayor Cpn Anggoro Priyantono hal 26 angka 19 didapati fakta sebagai berikut, “Bahwa terdakwa mengeluarkan Surat Perintah Terbang kepada Saksi 3 dan Saksi 4 untuk mengangkut masyarakat sipil dari Timika-Mapenduma adalah atas inisiatif sendiri dan tidak ada perintah dari Kodam XVII/Cen sebagai pengguna karena tidak ada prajurit yang sedang melaksanakan tugas didaerah tersebut, dan terdakwa sadar perbuatannya tersebut sudah menyalahi aturan, yaitu tidak sesuai prosedur yang ditetapkan oleh Kodam XVII/Cen”. b) Bahwa di dalam pemeriksaan Persidangan terungkap fakta bahwa selain rute penerbangan yang telah ditentukan, para terdakwa pernah diperintahkan untuk melaksanakan tugas penerbangan ke daerah Sentani, Jayapura yang bukan merupakan rute penerbangan pokok yang telah ditentukan oleh Kodam XVII/Cenderawasih selaku Koops TNI di wilayah Papua. c) Bahwa selama melaksanakan tugas BKO di wilayah Papua tidak pernah ada larangan untuk melaksanakan tugas penerbangan ke daerah-daerah diluar Rute penerbangan pokok yang telah ditentukan termasuk ke wilayah Mapenduma karena wilayah Mapenduma masih berada di dalam Wilayah Operasi Kodam XVII/Cenderawasih sehingga dimungkinkan dilaksanakan Penerbangan ke wilayah tersebut. d) Bahwa didalam pemeriksaan persidangan terungkap fakta bahwa berdasarkan Skep Kasad nomor Skep: 943/IX/1975 tanggal 23 September 1975 tentang Buku Petunjuk Lapangan Prosedur Terbang Penerbangan Angkatan Darat Bab IV Angka 29 huruf b point 3) dinyatakan bahwa “ Setiap Warga Negara RI dapat diangkut dengan Pesawat Terbang AD jika ia dalam keadaan yang dapat membahayakn jiwanya sedangkan alat pengangkutan lain tidak ada. Pertanggungan jawab tentang inisiatif pengangkutan orang tersebut ada pada Komandan Satuan yang membawahi satuan PENERBAD yang bersangkutan atau Komandan Satuan PENERBAD setempat dengan melaporkannya kepada atasan langsung.”
21
Oditur dalam tuntutannya di hal. 13 menyatakan “bahwa saksi 4 Letkol Inf Ebenezer L. Tobing yang pernah mengalami memberikan arahan dan penekanan kepada seluruh anggota Penerbad BKO Kodam XVII/Cenderawasih agar melaksanakan tugas penerbangan sesuai uraian tugas dalam telegram Pangdam XVII/Cenderawasih yaitu melayani pos-pos yang ada di seluruh Papua untuk mengantar jemput Personel dan logistik dengan rute Timika, Tsinga, Arwanop, Kiliarma, Aramsulki, jita, Jila, Potowaiburu/Kokonau, Enarotali, Wibutu, dll, serta tidak boleh mengangkut masyarakat sipil dan tidak boleh melakukan penerbangan ke daerah lain…”, bahwa pernyataan Oditur tersebut tidak benar sama sekali dan terbantahkan oleh fakta yang tercantum dalam putusan Dilmilti III Surabaya Nomor : 11K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11Oktober 2012 a.n. Mayor Cpn Anggoro Priyantono hal 27 angka 25 didapati fakta sebagai berikut, “ bahwa selama melaksanakan penugasan BKO Kodam XVII/Cenderawasih terdakwa melaksanakan serah terima dengan Danden Penerbad yang lama A.n. Mayor Cpn Yoenda F.S pada tanggal 18 April 2011, setelah melaksanakan serah terima selanjutnya tersangka melapor ke Kodam XVII/Cenderawasih dalam hal ini Asops, Waasops, Kasdam XVII/Cenderawasih melalui Handphone adapun petunjuk atau arahan dari Asops maupun Waasops agar menyesuaikan dengan surat perintah dari Kodam XVII/Cenderawasih selanjutnya terdakwa sering berkordinasi dengan Pabandyaops (Letkol Inf Tobing) dan terdakwa mendapat arahan atau penekanan yang sama yaitu agar segera menyesuaikan dengan surat perintah dari Kodam XVII/Cenderawasih.” Dengan demikian terungkap fakta bahwa penekanan yang diberikan oleh Pabandyaops kepada Danden Penerbad pada saat serah terima dengan Dandenpenerbad lama hanya melalui komunikasi via Handphone tidak diberikan secara langsung kepada seluruh anggota Denpenerbad karena posisi Pabandya Ops berada di Jayapura yang berjarak + 5 jam perjalanan dari Timika, dan penekanan Pabandyaops tersebut tidak pernah disampaikan oleh Danden Penerbad kepada seluruh anggota sehingga Danden Penerbad memanfaatkan kewenangannya dan ketidaktahuan anggotanya dengan memberikan perintah terbang illegal dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Atas keterangan saksi, terdakwa membantah bahwa pertemuan pada tanggal 15 Mei 2011 membahas rencana penerbangan ke Mapenduma. 4)
Saksi 4 :
Oditur dalam tuntutannya menyatakan bahwa Saksi 4 (Letkol Inf Ebenezer Lumban Tobing) setelah dipanggil sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ternyata saksi tidak hadir di persidangan, karena itu dibacakan keterangan yang telah diberikannya kepada penyidik dalam pemeriksaan tanggal 20 Mei 2011 yang telah dikuatkan dengan sumpah menurut agamanya sesuai dengan berita acara penyumpahan tanggal 20 Mei 2011. Penasihat hukum bertanyatanya apa maksud dan tujuan dari Oditur dengan menyatakan Letkol Inf Ebenezer Lumban Tobing tidak hadir di persidangan ??? padahal diketahui bersama bahwa saksi 4 (Letkol Inf Ebenezer Lumban Tobing) hadir dan memberikan keterangan di
22
persidangan dengan demikian keterangan yang digunakan sebagai alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 173 Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah keterangan yang dinyatakan saksi di sidang Pengadilan, sehingga fakta-fakta yang dijadikan dasar oleh Oditur dalam tuntutannya wajib ditolak oleh Majelis Hakim karena bertentangan dengan Hukum Acara. Dengan demikian Penasihat Hukum tidak akan membahas fakta-fakta yang disajikan oleh Oditur melainkan akan menyampaikan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh saksi 4 di Persidangan, dimana terungkap fakta-fakta sebagai berikut : Bahwa Saksi 4 tidak pernah memberikan penekanan secara langsung kepada seluruh anggota Denpenerbad melainkan penekanan tersebut hanya disampaikan kepada Danden Penerbad melalui komunikasi via Handphone. Bahwa Saksi 4 menyatakan bahwa Kodam XVII/Cenderawasih tidak pernah menerbitkan aturan secara tertulis tentang larangan untuk melaksanakan penerbangan diluar rute pokok yang telah ditentukan, dalam persidangan ditemukan fakta bahwa para terdakwa pernah diperintahkan untuk melaksanakan tugas penerbangan ke Sentani, Jayapura dalam rangka mendukung angkutan personel untuk Kapten Inf Agus Harimurti. Bahwa Saksi 4 menyatakan Staf Operasi Kodam XVII/Cenderawasih tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan SPT (Surat Perintah Terbang), sedangkan yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan SPT adalah Danden Penerbad. Bahwa Saksi 4 menyatakan Telegram Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor TR/505/2011 tanggal 15 Mei 2011 tentang Perintah untuk mengoperasionalkan Pesawat Helly Bell 412 dalam rangka mendukung kunjungan kerja Dandim 1710/Mmk ke Kokonao pada tanggal 16 Mei 2011 pukul 07.00 WIT dikirim via mesin Faximile pada tanggal 15 Mei 2011 pukul 17.00 WIT, namun Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) selaku Perwira Staf Denpenerbad dalam kesaksiannya menyatakan bahwa saksi 2 tidak pernah menerima TR tersebut. Bahwa Saksi 4 menyatakan tidak bisa memastikan apakah TR tersebut sudah diterima oleh Dandenpenerbad atau belum. Oditur dalam tuntutannya di hal 13 menyatakan “bahwa saksi 4 melihat para terdakwa melakukan penerbangan ke Mapenduma…”, bahwa pernyataan Oditur tersebut tidak benar sama sekali karena pada saat kejadian kecelakaan terjadi saksi 4 sedang berada di Makodam XVII/Cendrawasih di Jayapura yang berjarak + 5 jam perjalanan dari Timika. Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkan semua keterangan saksi.
23
5)
Saksi 5 : Bahwa Saksi menyatakan pihak yang berwenang untuk menerbitkan Surat perintah terbang hanyalah Komandan satuan penerbad setempat, untuk satuan setingkat Detasemen Surat perintah terbang diterbitkan oleh Dandenpenerbad. Bahwa Saksi menyatakan yang menjadi dasar hukum atau Legalitas seorang Kapten Pilot dan Co Pilot dalam melaksanakan suatu tugas penerbangan adalah Surat Perintah terbang (SPT) yang diterbitkan dan ditandatangani oleh seorang Komandan di Satuan Penerbad, di dalam kasus perkara ini adalah Danden Penerbad. Bahwa setiap Kapten Pilot dan Copilot di Satuan Penerbad wajib untuk mematuhi dan melaksanakan setiap SPT yang diterimanya apabila seorang Kapten Pilot atau Copilot tidak mematuhi dan melaksanakan surat perintah terbang yang diterimanya maka Kapten Pilot dan Copilot tersebut dianggap telah melawan perintah atasan. Bahwa berdasarkan pengalaman saudara saksi selama menjabat sebagai Komandan Skadron tidak pernah ada seorang Kapten Pilot atau Copilot yang menolak untuk mematuhi dan melaksanakan surat perintah terbang yang diterimanya. Bahwa saksi menyatakan seorang Copilot dalam melaksanakan suatu tugas penerbangan bertanggung jawab atas tugas-tugasnya kepada Kapten Pilot, sesuai dengan Buku Petunjuk Lapangan Prosedur Terbang Penerbangan Angkan Darat No. 41-01-01 yang disahkan oleh Skep Kasad Nomor Skep 943/IX/1975 tanggal 23 September 1975 Pada Bab II Point 6 yang menyatakan “bahwa Copilot harus tunduk terhadap segala keputusan tindakan terbang yang diambil oleh Komandan Pesawat selama dalm tugas terbang”. Bahwa seorang Copilot sebagai awak pesawat wajib hukumnya untuk tunduk dan patuh terhadap setiap keputusan yang diambil dan atau diperintahkan oleh Kapten Pilot, sesuai dengan Buku Petunjuk Lapangan Prosedur Terbang Penerbangan Angkan Darat No. 41-01-01 yang disahkan oleh Skep Kasad Nomor Skep 943/IX/1975 tanggal 23 September 1975 Pada Bab II Point 7 yang menyatakan “bahwa Awak pesawat lainnya dan penumpang harus tunduk terhadap semua perintah-perintah Komandan Pesawat terbang dengan tidak memandang senioritas kepangkatan militer/jabatan militernya”. Bahwa daftar Manifest bukan merupakan persetujuan penerbangan, melainkan penilaian dari Kapten Pilot atas jumlah penumpang dan barang bawaan dihubungkan dengan daya angkut pesawat dan keselamatan penerbangan. Oditur dalam tuntutannya halaman 9 angka 9 menyatakan “bahwa menurut saksi yang berwenang
24
menentukan rute penerbangan… dan yang bertanggung jawab atas penerbangan serta keselamatan dalam penerbangan adalah Pilot bersama Copilot…”, bahwa fakta tersebut tidak pernah terungkap di persidangan dan tidak benar sama sekali karena berdasarkan pasal 80 ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan menyatakan bahwa dalam pelaksanaan tugas penerbangan yang bertanggung jawab terhadap Keamanan dan Keselamatan Penerbangan adalah Captain Pilot sedangkan Copilot hanya bertanggung jawab membantu Kapten Pilot dibawah Instruksi Kapten Pilot. Bahwa saksi menyatakan terdapat perbedaan Prinsipil/mendasar antara penerbangan sipil dibandingkan dengan penerbangan militer, Doktrin Militer yang ditanamkan terhadap Penerbang di Militer adalah doktrin “Mission firstSafety Next” yang berarti kepentingan Misi Militer adalah yang utama dibandingkan dengan keselamatan penerbangan itu sendiri, sehingga banyak perintah penerbangan yang harus dilaksanakan oleh Penerbang di lingkungan Penerbad untuk mencapai kesuksesan misi militer dengan menomorduakan keselamatan penerbangan. Atas keterangan saksi, terdakwa membenarkan semua keterangan saksi. 6)
Saksi 6 : Bahwa Saksi menyatakan Pesawat Helly Bell 412 dalam keadaan Tanki bahan bakar terisi penuh dapat melaksanakan penerbangan selama 2 jam 30 menit. Perjalanan ke Mapenduma dari Timika ditempuh dalam waktu 50 Menit dengan demikian untuk melaksanakan penerbangan waktu yang tersisa adalah 1 jam 40 menit, dengan demikian pernyataan Oditur di halaman 17 angka 7 yang menyatakan pesawat berputar-putar di udara di atas daerah mapenduma selama beberapa jam adalah pernyataan yang tidak dapat diterima oleh akal dan logika apabila Oditur menyatakan Kapten Pilot berputar-putar selama beberapa jam di atas bandara Mapenduma karena apabila Kapten Pilot berputarputar selama beberapa jam di atas bandara Mapenduma maka pesawat akan jatuh akibat kehabisan bahan bakar. Bahwa saksi menyatakan pesawat Helly Bell 412 memiliki system pengaman terintegrasi yang akan memberikan peringatan kepada Kapten Pilot yang disebut dengan Triple Indicator yang akan berbunyi apabila pesawat kelebihan daya angkut. Apabila pesawat kelebihan daya angkut maka pesawat tidak mampu mengudara. Bahwa saksi menyatakan pernah berulang kali melakukan pendaratan di landasan udara Mapenduma dan satu-satunya arah masuk dan arah keluar adalah dari arah selatan ( One Way In, One Way Out), dan berdasarkan pengalaman saksi selalu mendarat dari arah selatan, pernyataan tersebut didukung oleh Aerodrome Chart yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Udara.
25
Bahwa Saksi menyatakan pesawat tidak bisa masuk dari arah utara karena di sebelah utara terdapat barrier yaitu tebing yang menyambung sampai dengan kepegunungan Jayawijaya sehingga sering terjadi turbulensi yang dapat mengakibatkan terjadinya Down Drafts sehingga sangat berbahaya bagi keselamatan dan keamanan penerbangan, dan di sebelah utara terdapat perkampungan penduduk sedangkan berdasarkan peraturan penerbangan terdapat aturan yang melarang seorang Kapten Pilot untuk melakukan pendaratan dengan terbang melintas di atas pemukiman penduduk. Bahwa Saksi menyatakan pendaratan dengan mengikuti arah angin atau Tail Wind bukan merupakan prosedur yang dilarang dan prosedur pendaratan mengikuti arah angin atau Tail Wind adalah salah satu prosedur pendaratan yang diajarkan baik di Pusdikpenerbad maupun PSDP TNI. Bahwa Saksi menyatakan apabila seorang Kapten Pilot melakukan pendaratan mengikuti arah angin atau Tail Wind maka tindakan yang dilakukan adalah dengan tehnik pendaratan menggantung yaitu sudut pendaratan lebih besar dari Steep Approach, dengan kecepatan maju dan kecepatan turun yang lebih kecil dari prosedur normal. Bahwa Saksi menyatakan sebelum melakukan pendaratan seorang Pilot lebih dahulu melaksanakan observasi untuk menentukan spot pendaratan, arah dan kecepatan angin namun apabila spot pendaratan berupa landasan atau Runway maka observasi cukup dilaksanakan dengan terbang melintasi landasan atau Runway yang akan didarati. Bahwa Saksi menyatakan apabila pesawat pada saat akan melakukan pendaratan secara tiba-tiba dihempaskan oleh angin kencang yang datang dari arah tidak terduga maka sehebat apapun Pilotnya (ilmune’ sundul langit) tidak akan mampu untuk mengendalikan pesawatnya (kehilangan control) yang bisa dilakukan hanya pasrah (tidak merubah control) dan menunggu reaksi pesawat setelah dihempaskan. Bahwa Saksi menyatakan fenomena timbulnya angin kencang yang datang secara tiba-tiba dari arah yang tidak terduga dan tidak dapat dideteksi dengan kasat mata di dalam dunia penerbangan dikenal dengan istilah Wind Shear. Bahwa Saksi menyatakan seorang Kapten Pilot tidak dapat mendeteksi datangnya wind shear secara kasat mata kecuali pesawat yang dikemudikannya dilengkapi dengan Instrument Wind Shear Alert System dan/atau mendapat peringatan dari Air Traffic Control (ATC). Bahwa Saksi menyatakan apabila terjadi situasi darurat maka seorang Kapten Pilot memiliki kewenangan penuh untuk mengambil tindakan dalam upaya menyelamatkan dan mengamankan penerbangan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pasal 80 ayat 2 Undang-undang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan yang
26
berbunyi Dalam pelaksanaan tugasnya seorang Kapten Pilot memiliki otoritas untuk mengambil tindakan untuk menyelamatkan dan mengamankan penerbangan apabila terjadi situasi darurat. Bahwa Saksi menyatakan apabila terjadi situasi darurat maka seorang Kapten Pilot berkewajiban untuk mengamankan alut sista dan penumpang yang dibawanya dengan lebih mengedapankan keselamatan penumpangnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pasal 80 ayat 3 huruf a Undangundang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan yang berbunyi Tindakan yang diambil oleh seorang Kapten Pilot dalam situasi darurat lebih mengutamakan keselamatan penumpangnya. Dari uraian tersebut di atas didapati fakta bahwa tindakan yang diambil oleh Terdakwa I dalam upaya menyelamatkan dan mengamankan penerbangan dengan cara mendaratkan pesawat secara darurat sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Bahwa Saksi menyatakan apabila saksi mengalami peristiwa seperti yang dialami oleh Terdakwa I maka saksi akan mengambil tindakan persis sama seperti yang dilakukan oleh Terdakwa I dan sebagai seorang Instruktur yang pernah bertindak sebagai pengajar para Terdakwa memang itulah tindakan yang diajarkan oleh saya. Bahwa Saksi menyatakan tidak ada satupun Kapten Pilot pesawat Helikopter yang dengan sengaja menjatuhkan pesawat yang dikemudikannya karena taruhannya adalah nyawa. Bahwa saksi menyatakan dengan tegas di persidangan bahwa laporan hasil investigasi yang dibuat oleh Puspenerbad bersifat subjektif karena pasti terdapat perbedaan cuaca, arah dan kecepatan angin pada saat investigasi dilaksanakan dibandingkan pada saat terjadinya peristiwa kecelakaan pesawat Helly Bell 412 , karena keadaan cuaca di Papua pada umumnya dan daerah ketinggian pada khususnya seperti di Mapenduma tidak dapat diprediksi dan selalu berubah-ubah. b.
Keterangan Terdakwa
1)
Terdakwa 1 :
Bahwa berdasarkan Surat perintah Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 dan Surat perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan tugas penerbangan ke Wilayah Papua, Terdakwa ditunjuk sebagai Kapten Pilot pesawat Helly Bell 412. Bahwa Terdakwa menyatakan pada tanggal 16 Mei 2011, setelah Tekhnical Inspectur dan Mekanik menyatakan bahwa pesawat dalam keadaan Serviceable (Laik terbang) lalu Terdakwa 1 dan 2 melaksanakan Pre Flight dan pengecekan pesawat, sekitar pukul 07.30 WIT sesuai rencana penerbangan yang telah dibicarakan pada tanggal 15 Mei 2011 sekitar
27
pukul 19.00 WIT malam antara Dandenpenerbad, Kapten Pilot Bell 412 dan Kapten Pilot Bolco 105 maka Terdakwa melaksanakan tugas penerbangan dorlog ke Enarotali. Setelah kembali dari Enarotali sekitar pukul 09.00 WIT tiba-tiba Danden Penerbad mendatangi Kapten Pilot yang saat itu baru saja mendarat dan masih berada di dalam Cockpit kemudian memerintahkan Kapten Pilot untuk melaksanakan tugas penerbangan angkutan personel ke Mapenduma, pada awalnya terdakwa menolak dengan alasan belum pernah melaksanakan penerbangan ke Mapenduma dan menyarankan agar didampingi oleh Dandenpenerbad selaku Penerbang senior, akan tetapi saran tersebut ditolak dan Terdakwa 1 tetap diperintahkan untuk melaksanakan penerbangan ke Mapenduma. Setelah Danden Penerbad pergi kemudian terdakwa diberikan Surat Perintah Terbang (SPT) Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 oleh Bintara Staf Denpenerbad yang berisi perintah untuk melaksanakan tugas penerbangan angpers ke Mapenduma. Berdasarkan keterangan tersebut di atas didapati fakta-fakta sebagai berikut : a) Oditur dalam tuntutannya di halaman 11 angka 5 menyatakan “bahwa para terdakwa tersebut mengetahui dan menyadari bahwa Surat perintah dari Danden Penerbad Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 adalah bukan perintah rute penerbangan di Mapenduma…”, bahwa pernyataan Oditur tersebut tidak benar sama sekali dan tidak sesuai dengan alat bukti Surat berupa Surat perintah terbang (SPT) yang diajukan oleh Oditur sendiri di persidangan, dimana Surat perintah terbang dari Danden Penerbad Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 berisi perintah penerbangan angpers ke Mapenduma. Dengan demikian maka Terdakwa sebagai seorang Kapten Pilot telah melaksanakan perintah penerbangan sesuai dengan SPT tersebut di atas. b) Oditur dalam tuntutannya di halaman 11 angka 5 menyatakan bahwa “Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 pada tanggal 16 Mei 2011 memang benar mengetahui ada perintah dari Asops Pangdam XVII/Cendrawasih untuk melaksanakan penerbangan ke Kokonao”, bahwa pernyataan Oditur tersebut hanyalah rekayasa dan tidak pernah terungkap di persidangan, dan sesuai keterangan yang diberikan sebelumnya oleh Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) selaku Perwira Staf Denpenerbad, Saksi 2 pada tanggal 15 Mei 2011 hanya membuat Surat perintah terbang Nomor 128/V/2011 tanggal 15 Mei 2011 ke Enarotali sebagaimana terungkap didalam putusan yang kemudian setelah di tanda tangani oleh Danden Penerbad diserahkan kepada Terdakwa 1, dan Saksi 2 di persidangan menyatakan dengan tegas tidak pernah menerima Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 15-05-2011 yang menyatakan bahwa pesawat siap untuk melayani kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao pukul 07.00 WIT, dan tidak pernah mendapat perintah dari Dandenpenerbad untuk membuat Surat perintah terbang ke Kokonao, yang memang selama di
28
persidangan Oditur tidak pernah menunjukkan dan mengajukan Surat perintah terbang (SPT) ke Kokonao tersebut. Sehingga terungkap fakta bahwa memang Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) tidak pernah memerintahkan dan menerbitkan Surat perintah terbang ke Kokonao kepada Terdakwa 1 dan 2. c) Bahwa perintah Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) pada awalnya sempat di tolak oleh terdakwa 1 karena terdakwa 1 belum pernah melaksanakan penerbangan ke Mapenduma namun Saksi 3 tetap memaksa agar terdakwa melaksanakan penerbangan ke Mapenduma, dan tak lama kemudian datang Bintara staf menyerahkan Surat Perintah Terbang (SPT) Nomor 130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 karena tidak mau melawan perintah atasan akhirnya terdakwa tetap melaksanakan perintah terbang tersebut. Oditur dalam tuntutannya di halaman 11 angka 7 menyatakan bahwa “Terdakwa 1 (Pilot), Terdakwa 2 ( Co-Pilot) mengakui di depan persidangan dalam penerbangannya di rute Mapenduma dengan alasan kepentingan kemanusiaan berdasarkan adanya perasaan untuk membantu masyarakat sipil yang belum pernah pulang sama sekali selama 7 (tujuh) tahun ke Mapenduma, hal ini menurut pengakuan Terdakwa 1”, bahwa berdasarkan pengalaman Terdakwa selama ini pesawat Penerbad memang diperbolehkan untuk mengangkut masyarakat sipil dan Terdakwapun selama melaksanakan tugas penerbangan sebagai seorang Kapten Pilot pernah berulang kali mengangkut masyarakat sipil selain penugasan di Papua. Sehingga dengan demikian Terdakwa 1 melaksanakan tugas penerbangan angpers ke Mapenduma adalah berdasarkan Surat perintah terbang (SPT) yang diterbitkan oleh Danden Penerbad dan terdorong oleh rasa kemanusiaan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Oditur dalam tuntutannya di halaman 11 angka 9 menyatakan bahwa “Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 di depan persidangan telah mengaku selama dalam penerbangan ada terdapat alat perlengkapan penerbangan yang wajib berfungsi tetapi tidak berfungsi padahal alat tersebut yang berupa Radio Navigasi sangat berfungsi untuk mengetahui keadaan di darat mengenai cuaca dan angin yang tujuannya untuk keselamatan dan keamanan dalam penerbangan”, bahwa pernyataan Oditur tersebut tidak benar sama sekali dan tidak pernah terungkap dipersidangan. Bahwa fakta sebenarnya pesawat Helly Bell 412 yang diterbangkan oleh Terdakwa dilengkapi dengan Instrument Radio Navigasi sebanyak 2 unit yaitu Instrument Radio Navigasi ADF dan VOR yang semuanya berfungsi dengan baik. Sedangkan alat yang tidak berfungsi di dalam pesawat adalah Radio Altimeter yang pada saat datang kemudian melaksanakan serah terima penugasan dengan kapten pilot sebelumnya di Timika, Papua memang instrument Radio Altimeter di Helly Bell 412 Noreg. 5105 sudah tidak berfungsi , namun demikian fungsinya dapat digantikan oleh Instrument Altimeter yang ada di dalam pesawat dan alat bantu Navigasi GPS yang dibawa oleh Terdakwa 2. Oditur dalam tuntutannya di halaman 11 angka 10 menyatakan bahwa “Terdakwa 1 (Pilot) mengaku saat akan mendarat di
29
tempat Mapenduma Terdakwa 1 pernah di sarankan oleh Terdakwa 2 (Co-Pilot) mengenai pendaratan sebaiknya dari arah selatan namun Terdakwa 1 membuat suatu keputusan dalam pendaratan penerbangannya dari arah utara dan setelah dilakukan pendaratan dari arah utara tiba-tiba ada angin kencang sehingga pesawatnya tidak dapat dikendalikan…”, bahwa pernyataan Oditur tersebut tidak sesuai dan kontradiktif dengan fakta yang terungkap di persidangan, bahwa fakta yang sebenarnya dan terungkap di persidangan adalah Terdakwa 1 pernah di sarankan oleh Terdakwa 2 mengenai pendaratan sebaiknya dari arah utara dengan pertimbangan bahwa arah angin dari arah selatan sehingga pendaratan dilaksanakan dengan menggunakan prosedur pendaratan Head wind, namun Terdakwa 1 membuat suatu keputusan dalam pendaratan penerbangannya dari arah selatan dengan pertimbangan pendaratan dari arah selatan akan lebih aman dan sesuai dengan Aerodrome Chart yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Udara. Bahwa Terdakwa 1 (Captain Pilot) melaksanakan pengecekan dan kesiapan akhir (crosscek), setelah Terdakwa 2 (Copilot) melaporkan bahwa ybs telah selesai melaksanakan pengecekan dan mempersiapkan kelengkapan penerbangan serta menyampaikan Rute penerbangan Timika-Mapenduma yang telah disiapkan Terdakwa 2 dengan rincian sebagai berikut : a) Flight Log : yaitu perhitungan jarak tempuh, rute alternative serta perhitungan penggunaan fuel selama penerbangan. b) Peta penerbangan dan Aerodrome Chart wilayah Mapenduma. c) GPS yang sudah di plot dan disetting menuju wilayah Mapenduma. d) Weather Report yang didapat dari data Internet dan Tower Timika. e) Kondisi cumemu on route yang dilaporkan oleh Perwira Staf pada saat itu Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) Dari data-data tersebut Terdakwa 1 sudah mengecek dan mempelajari ulang bahan-bahan yang sudah disiapkan Terdakwa 2. Bahwa berdasarkan standar keselamatan daya angkut pesawat Helly Bell 412 mampu mengangkut 8 (delapan) orang personel tempur beserta perlengkapan tempur beserta perlengkapan tempur dan bekal pokok atau 10 orang (sepuluh) orang tanpa perlengkapan tempur dan bekal pokok ditambah 4 (empat) orang crew. Bahwa berdasarkan daftar manifest, berat penumpang dan barang bawaannya adalah 620 Kg, namun pada saat itu pesawat terbang hanya dengan 3 (tiga) orang crew dan dari 11 (sebelas) orang penumpang yang diangkut hanya 9 (sembilan) orang dewasa sedangkan 2 (dua) orang adalah anak-anak, sehingga penerbangan pada saat apabila dikaitkan dengan beban yang diangkut masih berada dalam batas aman. Bahwa Terdakwa menyatakan selama penerbangan, Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 secara konstan melaksanakan fungsi CRM (Cockpit Resources Management) yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan.
30
Bahwa Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 mendapat info cuaca terbaru melalui komunikasi dengan pesawat lain melalui radio VHF pada saat itu pesawat Airfast yang menyatakan cuaca di daerah Mapenduma dan sekitarnya “Clear, good visibility and No Rain”. Bahwa pada saat Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 melintas diatas landasan Mapenduma cuaca dalam keadaan Clear, good visibility and No Rain sebagaimana disampaikan oleh pilot Pesawat Airfast, sehingga Terdakwa memutuskan untuk mendaratkan Pesawat. Bahwa sebelum mendaratkan Pesawat Terdakwa melakukan Observasi (High Recon and Low Recon) dengan terbang berputar sebanyak 3 kali diatas landasan Mapenduma untuk lebih menyakinkan spot pendaratan, arah dan kecepatan angin bukan karena Terdakwa ragu, melainkan disebabkan Terdakwa lebih mengedepankan faktor kehati-hatian, karena landasan Mapenduma memiliki karakteristik yang unik. bahwa Terdakwa 1 memutuskan untuk mendarat dari arah Selatan dengan pertimbangan sebagai berikut : a) Sesuai dengan Aerodrome Chart yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Udara, jalan masuk (landing) maupun keluar (take off) pesawat ditentukan hanya melalui arah selatan atau biasa dikenal dengan istilah (one way in-one way out). b) Bahwa di sebelah utara terdapat tebing curam yang menjulang sampai dengan pegunungan Jayawijaya sehingga apabila pendaratan dilaksanakan dari arah utara dengan terdapat tebing yang tinggi, terdapat turbulensi angin tidak menentu dan sudut pendaratan yang dibentuk akan lebih besar mendekati vertikal sehingga akan membahayakan pesawat yang sedang melaksanakan pendaratan karena kecepatan turun (Rate of Descent) akan besar dan kecepatan maju lebih lambat di tambah adanya turbulensi angin yang cukup besar dari arah tebing yang bisa membahayakan penerbangan. Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah memutuskan mendarat dari arah selatan, Terdakwa mengetahui bahwa pendaratan dilaksanakan dengan prosedur mendarat secara Tail Wind karena arah angin dari selatan. Dengan demikian Landing Approach dilaksanakan dengan cara menggantung, yaitu sudut pendaratan lebih besar dari Steep Approach, dengan kecepatan maju dan kecepatan turun (Rate of Descent) yang lebih kecil dari prosedur normal. Bahwa Terdakwa menyatakan pada saat Terdakwa melaksanakan Landing Approach Engine Instrument dibacakan dalam keadaan normal yang berarti putaran mesin pesawat dalam keadaan siap untuk mendarat dan Terdakwa 2 selalu membacakan kecepatan dan ketinggian yang ditunjukkan oleh data-data satelit yang tertangkap oleh GPS, data-data yang dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS menunjukkan kecepatan turun (Rate of Descent) dan perubahan kecepatan maju mulai dari speed 65 Knots, 60 Knots, 55 Knots, seterusnya…sampai dengan terakhir 30 Knots dan sudah sesuai dengan prosedur pendaratan Tail Wind, namun di ketinggian + 50 feet (15 meter) ketika kecepatan maju pesawat terbaca 30 knots
31
tiba-tiba pesawat terhempas ke depan kanan karena adanya dorongan angin dari arah kiri belakang yang datang secara tiba-tiba sehingga kecepatan maju yang terakhir dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS yang semula 30 Knots berubah seketika menjadi 70 Knots. Dengan demikian kecepatan angin yang datang secara tiba-tiba dari arah kiri belakang adalah sebesar 40 Knots. Bahwa Terdakwa 1 menyatakan pada saat pesawat terhempas Terdakwa 1 tidak melakukan perubahan pada control pesawat sambil menunggu reaksi pesawat selanjutnya. Setelah pesawat terhempas kemudian membentur landasan dengan skid (kaki helikopter) sebelah kiri terlebih dahulu, sehingga pesawat memantul ke arah kanan landasan dan pada saat itu juga Terdakwa 1 mencoba untuk mengendalikan pesawat dengan mendorong Cyclic/Stick (alat kendali pada helicopter seperti setir pada mobil) yang bertujuan untuk mendapatkan kecepatan sehingga pesawat dapat terbang dan mendapatkan daya angkatnya kembali. Akan tetapi usaha yang dilakukan Terdakwa 1 tidak sesuai yang diharapkan pada saat itu karena pesawat/Helikopter, terbang tidak beraturan ke arah kanan, cyclic/Stick tidak bisa digerakkan dan Rudder/Pedal (alat kendali arah pesawat yang terletak di kaki Pilot) juga tidak bisa digerakkan yang disebabkan karena terbenturnya Tail Rotor (Baling-baling kecil yang terdapat di ekor Helikopter yang dikendalikan oleh Rudder/Pedal) pada saat memantul ke arah kanan landasan. Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah mencoba mengendalikan pesawat dan ternyata pesawat tidak bisa dikendalikan, pada saat itu juga pesawat/Helikopter terbang tidak beraturan berputar dan turun ke arah kanan landasan sehingga posisi pesawat tidak lagi berada di atas landasan melainkan kearah jurang yang terletak di sebelah kanan landasan. Bahwa Terdakwa 1 menyatakan pesawat /Helikopter terbang tidak terkendali berputar ke arah kanan sebesar 180o pada satu poros di atas jurang, kemudian Terdakwa 2 pada saat itu yang duduk sebelah kiri Terdakwa 1 berteriak “ke kiri…ke kiri…ke kiri…” karena melihat tempat terbuka (terasering di pinggir jurang yang ditumbuhi rumput tebal) yang memungkinkan untuk melaksanakan pendaratan secara darurat, dengan tujuan pesawat tidak jatuh bebas ke dasar jurang. Kemudian Terdakwa 1 menyampaikan Cyclic/Stick dan Rudder/Pedal berat, tidak bisa dikendalikan, sehingga Terdakwa 1 memerintahkan kepada Terdakwa 2 agar bersama-sama mengendalikan Cyclic/Stick untuk mengarahkan pesawat ke tempat tersebut. Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah bersama-sama mengendalikan Cyclic/Stick ke arah tempat yang ditentukan untuk melaksanakan pendaratan darurat yang pada saat itu Main Rotor (Baling-baling utama) membentur tempat yang sudah ditentukan sehingga menghentikan putaran pesawat/Helikopter yang kemudian mendarat darurat dengan badan pesawat sebelah kiri berada di permukaan tanah. Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah pesawat mendarat darurat secara tidak sempurna, Terdakwa 1 memanggil Terdakwa 2 yang berada di bawah karena duduk di sebelah kiri dan Saksi 1 yang
32
berada di belakang. Kemudian Terdakwa 2 berteriak “ Cut Engine…Cut Engine...” untuk mematikan mesin pesawat dan mencegah pesawat meledak dan terbakar. Kemudian Terdakwa 1 mematikan mesin pesawat, Terdakwa 1 memerintahkan Terdakwa 2 dan Saksi 1 untuk keluar terlebih dahulu agar segera mengevakuasi penumpang keluar dan menjauh dari pesawat. Terdakwa 2 keluar terlebih dahulu untuk membantu Saksi 1 keluar dari pesawat selanjutnya mengevakuasi penumpang satu per satu keluar untuk segera menjauh dari pesawat dan Terdakwa 1 keluar terakhir. Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah seluruh penumpang keluar dari pesawat, Terdakwa 2 kembali ke dalam pesawat untuk mengambil senjata, GPS, alat perlengkapan penerbangan dan menghidupkan ELT (Emergency Localizer Transmitter) yang bertujuan agar lokasi atau keberadaan pesawat yang berada dalam keadaan emergency dapat diketahui. 2) Terdakwa 2 : Bahwa berdasarkan Surat perintah Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 dan Surat perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan tugas penerbangan ke Wilayah Papua, Terdakwa ditunjuk sebagai Copilot pesawat Helly Bell 412. Bahwa Terdakwa menyatakan pada tanggal 16 Mei 2011, setelah Tekhnical Inspectur dan Mekanik menyatakan bahwa pesawat dalam keadaan Serviceable (Laik terbang) lalu Terdakwa 1 dan 2 melaksanakan Pre Flight dan pengecekan pesawat, sekitar pukul 06.00 WIT Kapten Pilot memerintahkan Terdakwa 2 untuk mendampingi Terdakwa 1 melaksanakan penerbangan ke Enarotali, sesuai rencana penerbangan dari Kapten Pilot maka Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 melaksanakan tugas penerbangan dorlog ke Enarotali pada pukul 07.30 WIT. Setelah kembali dari Enarotali sekitar pukul 09.00 WIT dan baru Landing tiba-tiba Saksi 3 (Danden Penerbad) mendatangi Terdakwa 1 (Kapten Pilot) yang saat itu baru saja mendarat dan masih berada di dalam Cockpit kemudian Terdakwa 2 turun dari Pesawat untuk melaksanakan Post Flight (Pemerksaan Visual setelah melaksanakan Penerbangan) dan Terdakwa 2 meninggalkan Terdakwa 1 masih di dalam Cockpit Pesawat berbicara dengan Saksi 3. Bahwa Terdakwa 2 (Co Pilot) melaksanakan pengecekan Visual mendarat dari Enarotali, setelah selesai melaksanakan Post Flight kemudian Terdakwa 2 (Copilot) melihat Pesawat Helikopter Bell 412 di refuel ulang (diisi bahan bakarnya) oleh Saksi 1 dan Helper pada saat itu Sertu Edi Prayitno, sesaat kemudian Terdakwa 2 menanyakan kepada Saksi 1 “kenapa Pesawat di refuel lagi?” kemudian Saksi 1 hanya menjawab “ Mau terbang lagi pak, mau di refuel penuh”. Bahwa Terdakwa 2 (Co Pilot) masih di Helipad melihat Saksi 3 meninggalkan Helipad (tempat landing Helicopter), dan kemudian Terdakwa 1 yang masih berada di Helipad, turun dari Helly Bell 412 menyampaikan kepada Terdakwa 2 “Siapkan rute penerbangan ke Mapenduma” mendapatkan perintah lisan langsung Terdakwa 2
33
meninggalkan Helipad menuju Container (tempat dan Ruangan serbaguna yang digunakan sebagai tempat penyimpanan Peta dan Radio, Ruang Istirahat, Ruangan Staf Denpenerbad dan Ruang Briefing) dan Terdakwa 1 untuk kemudian menyiapkan dan mengumpulkan bahan-bahan dan kelengkapan yang diperlukan. Kemudian setelah selesai mempersiapkan kelengkapan penerbangan serta Rute Penerbangan Timika-Mapenduma antara lain yang telah disiapkan Terdakwa 2 dengan rincian sebagai berikut : a) Flight Log : yaitu perhitungan jarak tempuh, Rute Alternative serta perhitungan penggunaan fuel selama penerbangan. b) Peta penerbangan dan Aerodrome Chart wilayah Mapenduma. c) GPS yang sudah di plot dan disetting menuju wilayah Mapenduma. d) Weather Report yang didapat dari data Internet Citra Satelit Cuaca BMKG dan Tower Timika. e) Kondisi Cumemu on route yang dilaporkan oleh Perwira Staf pada saat itu Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) Dari data-data tersebut dikumpulkan dan setelah selesai disiapkan kemudian Terdakwa 2 kembali ke Helipad untuk menghadap Terdakwa 1 untuk menyerahkan dan agar dicek oleh Terdakwa 1 (Captain Pilot). Bahwa Terdakwa 2 menghadap Terdakwa 1 sekaligus menanyakan “ apakah pernah melaksanakan Penerbangan ke Mapenduma?, yang kemudian dijawab belum oleh Terdakwa 1, dan kemudian menyarankan kalau belum agar untuk penerbangan ke Mapenduma dilaksanakan dan didampingi oleh Danden Penerbad selaku Captain Senior”. Tetapi tidak mendapat jawaban dari Terdakwa 1. Dan kemudian Terdakwa 1 menyampaikan agar segera Pesawat Helly Bell 412 disiapkan lagi dengan alasan sudah siang, dan mengantisipasi agar cuaca tidak menutup. Bahwa Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 mendapat info cuaca terbaru melalui komunikasi dengan pesawat lain melalui radio VHF pada saat itu pesawat Airfast yang menyatakan cuaca di daerah Mapenduma dan sekitarnya “Clear, good visibility and No Rain”. Bahwa pada saat Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 melintas diatas landasan Mapenduma cuaca dalam keadaan Clear, good visibility and No Rain sebagaimana disampaikan oleh pilot Pesawat Airfast, sehingga Terdakwa memutuskan untuk mendaratkan Pesawat. Bahwa Terdakwa 2 pernah menyarankan agar pelaksanaan pendaratan dari arah utara karena angin bertiup dari arah Selatan namun Terdakwa 1 memutuskan untuk mendarat dari arah Selatan dengan pertimbangan sebagai berikut : a) Sesuai dengan Aerodrome Chart yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Udara, jalan masuk (landing) maupun keluar (take off) pesawat ditentukan hanya melalui arah selatan atau biasa dikenal dengan istilah (one way in-one way out). b) Bahwa di sebelah utara terdapat tebing curam yang menjulang sampai dengan pegunungan Jayawijaya sehingga
34
apabila pendaratan dilaksanakan dari arah utara dengan terdapat tebing yang tinggi, terdapat turbulensi angin tidak menentu dan sudut pendaratan yang dibentuk akan lebih besar mendekati vertikal sehingga akan membahayakan pesawat yang sedang melaksanakan pendaratan karena kecepatan turun (Rate of Descent) akan besar dan kecepatan maju lebih lambat di tambah adanya turbulensi angin yang cukup besar dari arah tebing yang bisa membahayakan penerbangan. Bahwa Terdakwa menyatakan setelah memutuskan mendarat dari arah selatan, Terdakwa mengetahui bahwa pendaratan dilaksanakan dengan prosedur mendarat secara Tail Wind karena arah angin dari selatan. Dengan demikian Landing Approach dilaksanakan dengan cara menggantung, yaitu sudut pendaratan lebih besar dari Steep Approach, dengan kecepatan maju dan kecepatan turun (Rate of Descent) yang lebih kecil dari prosedur normal, dan Terdakwa terus menerus memonitor GPS dan membacakan kecepatan dan ketinggian yang ditunjukkan oleh datadata satelit yang tertangkap oleh GPS kepada Terdakwa 1. Bahwa Terdakwa menyatakan pada saat Terdakwa melaksanakan Landing Approach Engine Instrument dibacakan dalam keadaan normal yang berarti putaran mesin pesawat dalam keadaan siap untuk mendarat dan Terdakwa 2 selalu membacakan kecepatan dan ketinggian yang ditunjukkan oleh data-data satelit yang tertangkap oleh GPS, data-data yang dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS menunjukkan kecepatan turun (Rate of Descent) dan perubahan kecepatan maju mulai dari speed 65 Knots, 60 Knots, 55 Knots, seterusnya…sampai dengan terakhir 30 Knots dan sudah sesuai dengan prosedur pendaratan Tail Wind, namun di ketinggian + 50 feet (15 meter) ketika kecepatan maju pesawat terbaca 30 knots tiba-tiba pesawat terhempas ke depan kanan karena adanya dorongan angin dari arah kiri belakang yang datang secara tiba-tiba sehingga kecepatan maju yang terakhir dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS yang semula 30 Knots berubah seketika menjadi 70 Knots. Dengan demikian kecepatan angin yang datang secara tibatiba dari arah kiri belakang adalah sebesar 40 Knots. Bahwa Terdakwa menyatakan pada saat pesawat terhempas Terdakwa 1 tidak melakukan perubahan pada control pesawat sambil menunggu reaksi pesawat selanjutnya. Setelah pesawat terhempas kemudian membentur landasan dengan skid (kaki helikopter) sebelah kiri terlebih dahulu, sehingga pesawat memantul ke arah kanan landasan dan pada saat itu juga Terdakwa 1 mencoba untuk mengendalikan pesawat dengan mendorong Cyclic/Stick (alat kendali pada helicopter seperti setir pada mobil) yang bertujuan untuk mendapatkan kecepatan sehingga pesawat dapat terbang dan mendapatkan daya angkatnya kembali. Akan tetapi usaha yang dilakukan Terdakwa 1 tidak sesuai yang diharapkan pada saat itu karena pesawat/Helikopter, terbang tidak beraturan ke arah kanan, cyclic/Stick tidak bisa digerakkan dan Rudder/Pedal (alat kendali arah pesawat yang terletak di kaki Pilot) juga tidak bisa digerakkan yang disebabkan karena terbenturnya Tail Rotor (Baling-baling kecil yang terdapat di ekor Helikopter yang dikendalikan oleh Rudder/Pedal) pada saat memantul ke arah kanan landasan.
35
Bahwa Terdakwa menyatakan setelah Terdakwa 1 mencoba mengendalikan pesawat dan ternyata pesawat tidak bisa dikendalikan, pada saat itu juga pesawat/Helikopter terbang tidak beraturan berputar dan turun ke arah kanan landasan sehingga posisi pesawat tidak lagi berada di atas landasan melainkan kearah jurang yang terletak di sebelah kanan landasan. Bahwa Terdakwa menyatakan pesawat /Helikopter terbang tidak terkendali berputar ke arah kanan sebesar 180o pada satu poros di atas jurang, kemudian Terdakwa pada saat itu yang duduk sebelah kiri Terdakwa 1 berteriak “ke kiri…ke kiri…ke kiri…” karena melihat tempat terbuka (terasering di pinggir jurang yang ditumbuhi rumput tebal) yang memungkinkan untuk melaksanakan pendaratan secara darurat, dengan tujuan pesawat tidak jatuh bebas ke dasar jurang. Kemudian Terdakwa 1 menyampaikan bahwa Cyclic/Stick dan Rudder/Pedal berat, tidak bisa dikendalikan, sehingga Terdakwa 1 memerintahkan kepada Terdakwa 2 agar bersama-sama mengendalikan Cyclic/Stick untuk mengarahkan pesawat ke tempat tersebut. Bahwa Terdakwa menyatakan setelah bersama-sama mengendalikan Cyclic/Stick ke arah tempat yang ditentukan untuk melaksanakan pendaratan darurat yang pada saat itu Main Rotor (Baling-baling utama) membentur tempat yang sudah ditentukan sehingga menghentikan putaran pesawat/Helikopter yang kemudian mendarat darurat dengan badan pesawat sebelah kiri berada di permukaan tanah. Bahwa Terdakwa menyatakan setelah pesawat mendarat darurat secara tidak sempurna, Terdakwa 1 memanggil Terdakwa yang berada di bawah karena duduk di sebelah kiri dan Saksi 1 yang berada di belakang. Kemudian Terdakwa berteriak “ Cut Engine…Cut Engine...” untuk mematikan mesin pesawat dan mencegah pesawat meledak dan terbakar. Kemudian Terdakwa 1 mematikan mesin pesawat, Terdakwa 1 memerintahkan Terdakwa dan Saksi 1 untuk keluar terlebih dahulu agar segera mengevakuasi penumpang keluar dan menjauh dari pesawat. Terdakwa keluar terlebih dahulu untuk membantu Saksi 1 keluar dari pesawat selanjutnya mengevakuasi penumpang satu per satu keluar untuk segera menjauh dari pesawat dan Terdakwa 1 keluar terakhir. Bahwa Terdakwa menyatakan setelah seluruh penumpang keluar dari pesawat, Terdakwa kembali ke dalam pesawat untuk mengambil senjata, GPS, alat perlengkapan penerbangan dan menghidupkan ELT (Emergency Localizer Transmitter) yang bertujuan agar lokasi atau keberadaan pesawat yang berada dalam keadaan emergency dapat diketahui. b.
Alat bukti yang diajukan :
1)
2 (dua) lembar foto pesawat Helly Bell 412 Noreg. HA 5105 yang berada di jurang samping kanan landasan Mapenduma.
2)
3 (tiga) lembar Sprin Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011.
36
3)
5 (lima) lembar Sprin Danpus Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011.
Penerbad
Nomor
4)
1 (satu) lembar Sprin Terbang dari Danden Penerbad Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011.
5)
1 (satu) lembar Daftar Manifest Penumpang.
6)
Laporan khusus dan disertai dengan laporan kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua pada tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369/VI/2011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani oleh Danpuspenerbad Brigjend TNI M. Wachju Rijanto sebanyak 16 (enam belas) lembar.
7)
1 (satu) lembar surat Telegram Asops Dam XVII/Cenderawasih Nomor TR/505/2011 tanggal 15 Mei 2011.
8)
1 (satu) lembar Surat Perintah Terbang nomor 130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 perintah penerbangan Pesawat Helly Bell 412 dari Timika-Mapenduma.
Dipersidangan Penasihat hukum menolak alat bukti Laporan khusus dan disertai dengan laporan kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA5105 di Mapenduma Papua pada tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369/VI/2011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani oleh Danpuspenerbad dengan pertimbangan : a) Bahwa berdasarkan Annex-13 Aircraft accident and incident investigation regulation dari ICAO menyatakan dengan tegas bahwa hasil investigasi kecelakaan pesawat terbang tidak boleh digunakan sebagai alat bukti di pengadilan karena hasil investigasi bertujuan agar tidak terjadi peristiwa kecelakaan yang berulang, sehingga penggunaan hasil investigasi kecelakaan pesawat terbang sebagai alat bukti di pengadilan adalah suatu bentuk ketidakpatuhan Pengadilan terhadap Peraturan Perundangan dan merupakan suatu tindakan yang tidak profesional serta melawan hukum yang berakibat putusan menjadi cacat hukum. b) Bahwa saksi 6 menyatakan dengan tegas di persidangan bahwa laporan hasil investigasi yang dibuat oleh Puspenerbad bersifat subjektif karena pasti terdapat perbedaan cuaca, arah dan kecepatan angin pada saat investigasi dilaksanakan dibandingkan pada saat terjadinya peristiwa kecelakaan pesawat Helly Bell 412 , karena keadaan cuaca di Papua pada umumnya dan daerah ketinggian pada khususnya seperti di Mapenduma tidak dapat diprediksi dan selalu berubah-ubah. d.
Alat bukti surat lain berupa : 1) Putusan Dilmilti III Surabaya Nomor : 11K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11 Oktober 2012 a.n. Mayor Cpn Anggoro Priyantono. 2) Surat Pernyataan yang ditandatangani di atas materai oleh Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono).
37
Kedua alat bukti tersebut di atas memiliki hubungan yang erat dengan keterangan saksi-saksi dan para terdakwa sehingga memiliki nilai hukum dan menjadi alat bukti yang sah sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 31 tahun 1997 yang berbunyi Surat sebagai alat bukti yang sah apabila dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, Pasal 176 huruf b “surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan” dan/atau “Pasal 176 huruf d yang berbunyi “Surat lain yang hanya dapat berlaku apabila ada hubungannya dengan isi alat pembuktian yang lain”. e. Bahwa berdasarkan keterangan-keterangan para Terdakwa, para Saksi dibawah sumpah serta alat-alat bukti lainnya dan setelah menghubungkan antara satu dengan yang lainnya, maka diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut ; 1) Bahwa benar pada tanggal 15 Mei 2011 pukul 19.00 WIT diadakan pertemuan antara Saksi 3 (Dandenpenerbad), Terdakwa 1 (Kapten Pilot Helly Bell 412) dan Kapten Cpn Agus Priono (Kapten Pilot Helly Bolco) pertemuan tersebut adalah pertemuan rutin harian untuk membicarakan rencana penerbangan keesokan harinya, berdasarkan pertemuan tersebut Terdakwa 1 diperintahkan untuk melaksanakan tugas dorlog ke Enarotali berdasarkan Surat Perintah Terbang Dandenpenerbad Nomor 128/V/2011 tanggal 15 Mei 2011 dan Kapten Cpn Agus Priono (Kapten Pilot Helly Bolco) diperintahkan untuk melaksanakan tugas dorlog ke Jila berdasarkan Surat Perintah Terbang Dandenpenerbad Nomor 129/V/2011 tanggal 15 Mei 2011. 2) Bahwa pertemuan pada tanggal 15 Mei 2011 pukul 19.00 WIT antara saksi 3 (Dandenpenerbad), Terdakwa 1 (Kapten Pilot Helly Bell 412) dan Kapten Cpn Agus Priono (Kapten Pilot Helly Bolco) sama sekali tidak membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma. 3) Bahwa Terdakwa 2 sebagai Copilot tidak hadir pada pertemuan tanggal 15 Mei 2011 pukul 19.00 WIT tersebut di atas. 4) Bahwa tidak ada satupun anggota Denpenerbad hadir di dalam pertemuan tersebut karena pertemuan tersebut khusus diadakan hanya untuk para Dansiud (Kapten Pilot) dan dilaksanakan di suatu ruangan ber-AC yang tertutup sehingga tidak ada satupun anggota Denpenerbad yang melihat pertemuan tersebut. 5) Bahwa setelah pertemuan tersebut Saksi 2 diperintahkan untuk membuat Surat perintah terbang Nomor SPT 128/V/2011 tanggal 15 Mei 2011 yang berisi perintah terbang ke Enarotali dan Surat perintah terbang Nomor SPT 129/V/2011 tanggal 15 Mei 2011 yang berisi perintah terbang ke Jila. Setelah ditandatangani oleh Dandenpenerbad kedua Surat perintah terbang tersebut diserahkan kepada Terdakwa 1 (Kapten Pilot
38
Helly Bell 412) dan Kapten Cpn Agus Priono (Kapten Pilot Helly Bolco). 6) Bahwa sesuai prosedur penerbangan Terdakwa 2 selaku Copilot tidak menerima Surat perintah terbang dari Dandenpenerbad yang menerima SPT hanya Dansiud (Kapten Pilot) 7) Bahwa Saksi 4 menyatakan pada sore hari tanggal 15 Mei 2011 telah mengirimkan Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 15-05-2011 yang menyatakan bahwa pesawat siap untuk melayani kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao pukul 07.00 WIT, ke Denpenerbad namun Saksi tidak bisa memastikan apakah Telegram Rahasia tersebut sudah diterima atau belum oleh staf Denpenerbad dan Saksi tidak pernah mengecek kepada Dandenpenerbad. 8) Bahwa Saksi 2 selaku perwira staf di Denpenerbad yang bertanggung jawab terhadap administrasi dan pembuatan Surat perintah terbang menyatakan dengan tegas di persidangan tidak pernah menerima Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 15-05-2011 yang menyatakan bahwa pesawat siap untuk melayani kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao pukul 07.00 WIT. 9) Bahwa Saksi 2 selaku perwira staf di Denpenerbad yang bertanggung jawab terhadap pembuatan Surat perintah terbang menyatakan dengan tegas di persidangan tidak pernah menerima perintah dari Dandenpenerbad untuk membuat Surat perintah terbang ke Kokonao. 10) Bahwa para Terdakwa tidak pernah tahu tentang Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 15-05-2011 tentang perintah penerbangan ke Kokonao, karena tugas tersebut merupakan tugas dari Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) selaku Perwira Staf Denpenerbad. 11) Bahwa Terdakwa 1 tidak pernah menerima Surat perintah terbang dari Dandenpenerbad untuk melaksanakan tugas penerbangan Angpers ke Kokonao. 12) Bahwa Surat perintah terbang Dandenpenerbad ke Kokonao tidak ada dan tidak pernah diajukan oleh Oditur sebagai alat bukti di persidangan. 13) Bahwa didapati kejanggalan berkaitan dengan Telegram Rahasia Pangdam XVII/CEN selaku Pangkoops TNI PAPUA Nomor TR/505/2011 tertanggal 15-05-2011 yang menyatakan bahwa pesawat siap untuk melayani kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao pukul 07.00 WIT, berdasarkan ST tersebut seharusnya Dandim 1710/MMK sudah berada di Bandara Timika pukul 06.30 WIT karena sebelum menumpang pesawat Dandim harus melalui proses Boarding yaitu suatu prosedur pemeriksaan terhadap orang dan barang sebelum naik
39
ke pesawat, namun kenyataannya Dandim tidak datang pada waktu yang telah ditentukan tanpa ada pemberitahuan dari yang bersangkutan, sehingga pada pukul sekira 07.30 Wit saksi 2 mendapat perintah untuk membuat SPT (Surat Perintah Terbang) dari saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono), sehingga secara logika apabila Telegram ke Kokonao itu benar adanya maka Dandim 1710/MMK pasti sudah ada di Bandara Timika sejak pagi dan tidak mungkin saksi 2 mendapat perintah dari Saksi 3 untuk membuat SPT ke Mapenduma dan Dandim 1710/MMK kenyataannya tidak pernah datang ke Bandara Timika pada hari itu. 14) Bahwa Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) menyatakan perintah untuk mengangkut warga sipil dengan menggunakan Helly Bell 412 ke Mapenduma, Papua pada tanggal 16 Mei 2012 dengan Pilot Kapten Cpn Supriyadi dan Copilot Lettu Cpn Abdi Darnain dilakukan oleh terdakwa atas kehendak dan kemauan terdakwa sendiri dengan alasan hanya ingin menolong demi faktor kemanusiaan saja. 15) Bahwa berdasarkan Skep Kasad nomor Skep: 943/IX/1975 tanggal 23 September 1975 tentang Buku Petunjuk Lapangan Prosedur Terbang Penerbangan Angkatan Darat Bab IV Angka 29 huruf b point 3) dinyatakan “ Setiap Warga Negara RI dapat diangkut dengan Pesawat Terbang AD jika ia dalam keadaan yang dapat membahayakan jiwanya sedangkan alat pengangkutan lain tidak ada. Pertanggungan jawab tentang inisiatif pengangkutan orang tersebut ada pada Komandan Satuan yang membawahi satuan PENERBAD yang bersangkutan atau Komandan Satuan PENERBAD setempat 16) Bahwa Terdakwa 1 sebelum peristiwa kecelakaan di Mapenduma berdasarkan pengalamannya sebagai Kapten Pilot menyatakan di wilayah penugasan lainnya sudah beberapa kali mengangkut masyarakat sipil dengan berbagai macam situasi dan kondisi. 17) Bahwa menurut saksi 5 Helly Penerbad memang dijinkan untuk mengangkut warga sipil dalam situasi darurat maupun situasi normal. 18) Bahwa Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) menyatakan perintah untuk mengangkut warga sipil dengan menggunakan Helly Bell 412 ke Mapenduma, Papua pada tanggal 16 Mei 2012 dengan Pilot Kapten Cpn Supriyadi dan Copilot Lettu Cpn Abdi Darnain adalah merupakan Inisiatif murni dari diri saya yang pada saat itu menjabat sebagai Dandenpenerbad Timika. 19) Bahwa Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) menyatakan Kapten Cpn Supriyadi dan Copilot Lettu Cpn Abdi Darnain tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Penerbangan tersebut illegal (tidak sesuai dengan Prosedur) karena keduanya hanyalah bawahan yang melaksanakan perintah berdasarkan surat perintah terbang yang berbentuk SPT yang saya tandatangani.
40
20) Bahwa Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) ketika akan melaksanakan penugasan BKO Kodam XVII/Cenderawasih melaksanakan serah terima dengan Danden Penerbad yang lama A.n. Mayor Cpn Yoenda F.S pada tanggal 18 April 2011 , setelah melaksanakan serah terima selanjutnya tersangka melapor ke Kodam XVII/Cenderawasih dalam hal ini Asops, Waasops, Kasdam XVII/Cenderawasih melalui Handphone tidak menghadap langsung karena jarak antara Timika-Jayapura + 5 Jam perjalanan, adapun petunjuk atau arahan dari Asops maupun Waasops agar menyesuaikan dengan surat perintah dari Kodam XVII/Cenderawasih selanjutnya terdakwa sering berkordinasi dengan Pabandyaops (Letkol Inf Ebenezer Lumban Tobing) dan terdakwa mendapat arahan atau penekanan yang sama yaitu agar segera menyesuaikan dengan surat perintah dari Kodam XVII/Cenderawasih.” Dengan demikian terungkap fakta bahwa penekanan yang diberikan oleh Pabandyaops kepada Danden Penerbad pada saat serah terima dengan Dandenpenerbad lama hanya melalui komunikasi via Handphone, tidak diberikan secara langsung kepada seluruh anggota Denpenerbad karena posisi Pabandya Ops berada di Jayapura yang berjarak + 5 jam perjalanan dari Timika, dan penekanan Pabandyaops tersebut tidak pernah disampaikan oleh Danden Penerbad kepada seluruh anggota sehingga Danden Penerbad memanfaatkan kewenangannya dan ketidaktahuan anggotanya dengan memberikan perintah terbang illegal dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi. 21) Bahwa uang tunai sebagai jasa pelayanan penerbangan ke Mapenduma sebesar Rp 20.000.000,-(Dua Puluh Juta Rupiah) telah disita dan dirampas dari saksi 3 tidak ada sepeserpun yang disita dari para terdakwa dan berdasarkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh Mayor Cpn Anggoro Priantono diatas Materai di Surabaya pada tanggal 25 Januari 2013, saksi menyatakan bahwa Kapten Cpn Supriyadi dan Lettu Cpn Abdi Darnain tidak menerima imbalan berupa apapun dari penerbangan ke Mapenduma. Dengan demikian terbukti bahwa saksi 3 telah memanfaatkan kewenangannya dan ketidaktahuan para terdakwa untuk mencari dan mendapatkan keuntungan pribadi secara illegal. 22) Bahwa berdasarkan Surat perintah Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 dan Surat perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan tugas penerbangan ke Wilayah Papua, Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priantono) ditunjuk sebagai Dandenpenerbad. 23) Bahwa pihak yang berwenang untuk menerbitkan Surat perintah terbang hanyalah Komandan satuan penerbad setempat, dalam kasus ini Komandan tersebut adalah Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priantono). 24) Bahwa berdasarkan Surat perintah Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 dan Surat
41
perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan tugas penerbangan ke Wilayah Papua, Terdakwa 1 ditunjuk sebagai Kapten Pilot Helly Bell 412. 25) Bahwa berdasarkan Surat perintah Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 dan Surat perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan tugas penerbangan ke Wilayah Papua, Terdakwa 2 ditunjuk sebagai Copilot Helly Bell 412. 26) Bahwa saksi 1 mekanik Pesawat Helly Bell 412 pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 06.00 WIT bersama dengan Serka Aswan (inspektur tekhnik) dan Sertu Edy Prayitno (Helper) melakukan pengecekan harian (daily inspection) dan pembersihan pesawat Helly Bell – 412 sampai pukul 07.00 WIT pesawat dinyatakan serviceable (laik terbang) kemudian sekitar pukul 07.30 WIT pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 melaksanakan tugas dorlog untuk Batalyon 753/AVT di Enarotali. 27) Bahwa pada saat penerbangan ke Mapenduma pesawat Helly Bell 412 dilengkapi dengan instrument Radio Navigasi sebanyak ada 2 (dua) unit keduanya aktif dan berfungsi dengan baik. 28) Bahwa instrument didalam pesawat Helly Bell 412 yang tidak aktif adalah Radio Altimeter, Radio Altimeter memang tidak berfungsi terhitung sejak para terdakwa serah terima dengan awak pesawat penugasan sebelumnya namun fungsinya dapat dicover oleh GPS dan instrument Altimeter yang pada saat itu aktif dan berfungsi. 29) Bahwa pada saat penerbangan ke Mapenduma pesawat Helly Bell 412 dilengkapi dengan GPS yang berfungsi dengan baik, sesuai fakta di pengadilan bahwa Copilot selalu membacakan posisi, jarak, waktu dan ketinggian yang dilihat dari penunjukkan data satelit yang tertangkap di GPS, dan GPS tersebut setelah kecelakaan diserahkan oleh Kapten Pilot kepada Lettu Cpn Fathoni atas perintah Staf Operasi Skuadron 11/Serbu. 30) Bahwa pada saat penerbangan ke Mapenduma pesawat Helly Bell 412 dilengkapi dengan Radio HF (High Frequency) dan Radio VHF (Very High Frequency) yang biasa dikenal dengan GTA (Ground to Air) sehingga Kapten ataupun Copilot dapat melakukan komunikasi dengan Air traffic control (ATC) di Bandara Timika, komunikasi dengan pesawat lain pada saat itu pesawat Airfast pada saat penerbangan ke Mapenduma yang menyatakan cuaca di daerah Mapenduma dan sekitarnya “Clear, good visibility and No Rain” ataupun dengan pasukan yang berada di bawah/pos. 31) Bahwa pesawat Helly Bell 412 yang diawaki para Terdakwa adalah buatan tahun 1994 yang memang dalam kenyataannya pesawat Helly Bell 412 buatan tahun 1994 belum
42
dilengkapi dengan instrument radar. Instrumen radar baru dilengkapi untuk pengadaan Helly Bell 412 yang terbaru yaitu buatan tahun 2004. 32) Bahwa Radar bukanlah intsrumen untuk mendeteksi Wind Shear, instrument yang digunakan untuk mendeteksi Wind Shear di sebut Wind Shear alert system instrument (alat pendeteksi dini windshear) yang hanya ada pada pesawatpesawat penumpang bermesin jet buatan terbaru. 33) Bahwa Setelah kembali dari Enarotali sekitar pukul 09.00 WIT tiba-tiba Danden Penerbad mendatangi Kapten Pilot yang saat itu baru saja mendarat dan masih berada di dalam Cockpit kemudian memerintahkan Kapten Pilot untuk melaksanakan tugas penerbangan angkutan personel ke Mapenduma, pada awalnya terdakwa menolak dengan alasan belum pernah melaksanakan penerbangan ke Mapenduma dan menyarankan agar didampingi oleh Dandenpenerbad selaku Penerbang senior, akan tetapi saran tersebut ditolak dan Terdakwa 1 tetap diperintahkan untuk melaksanakan penerbangan ke Mapenduma. Setelah Danden Penerbad pergi kemudian terdakwa diberikan Surat Perintah Terbang (SPT) Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 oleh Bintara Staf Denpenerbad yang berisi perintah untuk melaksanakan tugas penerbangan angpers ke Mapenduma. 34) Bahwa Setelah kembali dari Enarotali sekitar pukul 09.00 WIT Terdakwa 2 turun dari Pesawat untuk melaksanakan Post Flight (Pemeriksaan Visual setelah melaksanakan Penerbangan) dan Terdakwa melihat Terdakwa 1 masih di dalam Cockpit Pesawat berbicara dengan Saksi 3. Setelah selesai melaksanakan Post Flight kemudian Terdakwa 2 (Copilot) melihat Pesawat Helikopter Bell 412 di refuel ulang (diisi bahan bakarnya) oleh Saksi 1 dan Helper pada saat itu Sertu Edi Prayitno, sesaat kemudian Terdakwa 2 menanyakan kepada Saksi 1 dan melayangkan protes “kenapa Pesawat di refuel lagi?” kemudian Saksi 1 hanya menjawab “ Mau terbang lagi pak, mau di refuel penuh”. 35) Bahwa Bahwa Terdakwa 1 (Captain Pilot) melaksanakan pengecekan dan kesiapan akhir (crosscek), setelah Terdakwa 2 (Copilot) melaporkan bahwa ybs telah selesai melaksanakan pengecekan dan mempersiapkan. 36) kelengkapan penerbangan serta menyampaikan Rute penerbangan Timika-Mapenduma yang telah disiapkan Terdakwa 2 dengan rincian sebagai berikut : a) Flight Log : yaitu perhitungan jarak tempuh, rute alternative serta perhitungan penggunaan fuel selama penerbangan. b) Peta penerbangan dan Aerodrome Chart wilayah Mapenduma. c) GPS yang sudah di plot dan disetting menuju wilayah Mapenduma. d) Weather Report yang didapat dari data Internet dan Tower Timika.
43
e) Kondisi cumemu on route yang dilaporkan oleh Perwira Staf pada saat itu Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) Dari data-data tersebut Terdakwa 1 sudah mengecek dan mempelajari ulang bahan-bahan yang sudah disiapkan terdakwa 2. 37) Bahwa Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 selama penerbangan, secara konstan melaksanakan fungsi CRM (Cockpit Resources Management) yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. 38) Bahwa Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 mendapat info cuaca terbaru melalui komunikasi dengan pesawat lain melalui radio VHF pada saat itu pesawat Airfast yang menyatakan cuaca di daerah Mapenduma dan sekitarnya “Clear, good visibility and No Rain” sehingga Terdakwa memutuskan untuk melanjutkan penerbangan ke Mapenduma. 39) Bahwa pada saat Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 melintas diatas landasan Mapenduma cuaca dalam keadaan Clear, good visibility and No Rain sebagaimana disampaikan oleh pilot Pesawat Airfast, melakukan pendaratan. 40) Bahwa sebelum mendaratkan Pesawat Terdakwa melakukan Observasi (High Recon and Low Recon) dengan terbang berputar sebanyak 3 kali diatas landasan Mapenduma untuk lebih menyakinkan spot pendaratan, arah dan kecepatan angin bukan karena Terdakwa ragu, melainkan disebabkan Terdakwa lebih mengedepankan faktor kehati-hatian, karena landasan Mapenduma memiliki karakteristik yang unik. 41) Bahwa Terdakwa 1 memutuskan untuk mendarat dari arah Selatan dengan pertimbangan sebagai berikut : a) Sesuai dengan Aerodrome Chart yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Udara, jalan masuk (landing) maupun keluar (take off) pesawat ditentukan hanya melalui arah selatan atau biasa dikenal dengan istilah (one way inone way out). b) Bahwa di sebelah utara terdapat tebing curam yang menjulang sampai dengan pegunungan Jayawijaya sehingga apabila pendaratan dilaksanakan dari arah utara dengan terdapat tebing yang tinggi, terdapat turbulensi angin tidak menentu dan sudut pendaratan yang dibentuk akan lebih besar mendekati vertikal sehingga akan membahayakan pesawat yang sedang melaksanakan pendaratan karena kecepatan turun (Rate of Descent) akan besar dan kecepatan maju lebih lambat di tambah adanya turbulensi angin yang cukup besar dari arah tebing yang bisa membahayakan penerbangan. 42) Bahwa Terdakwa menyatakan setelah memutuskan mendarat dari arah selatan, Terdakwa mengetahui bahwa
44
pendaratan dilaksanakan dengan prosedur mendarat secara Tail Wind karena arah angin dari selatan. Dengan demikian Landing Approach dilaksanakan dengan cara menggantung, yaitu sudut pendaratan lebih besar dari Steep Approach, dengan kecepatan maju dan kecepatan turun (Rate of Descent) yang lebih kecil dari prosedur normal. 43) Bahwa saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) yang merupakan instruktur pesawat Helly di Pusdikpenerbad menyatakan prosedur mendarat secara Tail Wind adalah merupakan prosedur yang diperbolehkan serta diajarkan di Pusdikpenerbad. Bahwa saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan pesawat Helly Bell 412 memiliki system pengaman terintegrasi yang akan memberikan peringatan kepada Kapten Pilot yang disebut dengan Triple Indicator yang akan berbunyi apabila pesawat kelebihan daya angkut. Apabila pesawat kelebihan daya angkut maka pesawat tidak mampu mengudara. 44) Bahwa saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan pernah berulang kali melakukan pendaratan di landasan udara Mapenduma dan satu-satunya arah masuk dan arah keluar adalah dari arah selatan ( One Way In, One Way Out), dan berdasarkan pengalaman saksi selalu mendarat dari arah selatan, pernyataan tersebut didukung oleh Aerodrome Chart yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Udara. 45) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan pesawat tidak bisa masuk dari arah utara karena di sebelah utara terdapat barrier yaitu tebing yang menyambung sampai dengan kepegunungan Jayawijaya sehingga sering terjadi turbulensi yang dapat mengakibatkan terjadinya Down Drafts sehingga sangat berbahaya bagi keselamatan dan keamanan penerbangan, dan di sebelah utara terdapat perkampungan penduduk sedangkan berdasarkan peraturan penerbangan terdapat aturan yang melarang seorang Kapten Pilot untuk melakukan pendaratan dengan terbang melintas di atas pemukiman penduduk. 46) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan apabila seorang Kapten Pilot melakukan pendaratan mengikuti arah angin atau Tail Wind maka tindakan yang dilakukan adalah dengan tehnik pendaratan menggantung yaitu sudut pendaratan lebih besar dari Steep Approach, dengan kecepatan maju dan kecepatan turun yang lebih kecil dari prosedur normal. 47) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan sebelum melakukan pendaratan seorang Pilot lebih dahulu melaksanakan observasi untuk menentukan spot pendaratan, arah dan kecepatan angin namun apabila spot pendaratan berupa landasan atau Runway maka observasi cukup dilaksanakan dengan terbang melintasi landasan atau Runway yang akan didarati. 48) Bahwa Terdakwa menyatakan pada saat Terdakwa melaksanakan Landing Approach, Saksi 1 (Praka Muhadi) menyatakan Engine Instrument dibacakan dalam keadaan
45
normal yang berarti putaran mesin pesawat dalam keadaan siap untuk mendarat. 49) Bahwa Terdakwa 2 selalu membacakan kecepatan dan ketinggian yang ditunjukkan oleh data-data satelit yang tertangkap oleh GPS, data-data yang dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS menunjukkan kecepatan turun (Rate of Descent) dan perubahan kecepatan maju mulai dari speed 65 Knots, 60 Knots, 55 Knots, seterusnya…sampai dengan terakhir 30 Knots dan sudah sesuai dengan prosedur pendaratan Tail Wind, namun di ketinggian + 50 feet (15 meter) ketika kecepatan maju pesawat terbaca 30 knots tiba-tiba pesawat terhempas ke depan kanan karena adanya dorongan angin dari arah kiri belakang yang datang secara tiba-tiba sehingga kecepatan maju yang terakhir dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS yang semula 30 Knots berubah seketika menjadi 70 Knots. Dengan demikian kecepatan angin yang datang secara tibatiba dari arah kiri belakang adalah sebesar 40 Knots. 50) Bahwa Saksi 2 (Praka Muhadi) yaitu mekanik ikut terbang bersama para Terdakwa ke Mapenduma menyatakan dengan tegas di persidangan, bahwa penyebab jatuhnya pesawat Helly Bell 412 tersebut adalah karena angin kencang secara tiba-tiba dari arah kiri dan belakang yang mendorong pesawat hingga menukik ke bawah dengan kencang sementara engine instrument saat itu dalam keadaan normal. 51) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan apabila pesawat pada saat akan melakukan pendaratan secara tiba-tiba dihempaskan oleh angin kencang yang datang dari arah tidak terduga maka sehebat apapun Pilotnya (ilmune’ sundul langit) tidak akan mampu untuk mengendalikan pesawatnya/kehilangan control, sehingga yang bisa dilakukan hanya pasrah (tidak merubah control) dan menunggu reaksi pesawat setelah dihempaskan. 52) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan fenomena timbulnya angin kencang yang datang secara tiba-tiba dari arah yang tidak terduga dan tidak dapat dideteksi dengan kasat mata di dalam dunia penerbangan dikenal dengan istilah Wind Shear. 53) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan seorang Kapten Pilot tidak dapat mendeteksi datangnya wind shear secara kasat mata kecuali pesawat yang dikemudikannya dilengkapi dengan Instrument Wind Shear Alert System dan/atau mendapat peringatan dari Air Traffic Control (ATC) yang memiliki perangkat Wind Shear Alert System. 54) Bahwa Saksi menyatakan 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) apabila terjadi situasi darurat maka seorang Kapten Pilot memiliki kewenangan penuh untuk mengambil tindakan dalam upaya menyelamatkan dan mengamankan penerbangan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pasal 80 ayat 2 Undangundang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan yang berbunyi Dalam pelaksanaan tugasnya seorang Kapten Pilot memiliki otoritas untuk
46
mengambil tindakan untuk menyelamatkan dan mengamankan penerbangan apabila terjadi situasi darurat. 55) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan apabila terjadi situasi darurat maka seorang Kapten Pilot berkewajiban untuk mengamankan alut sista dan penumpang yang dibawanya dengan lebih mengedapankan keselamatan penumpangnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pasal 80 ayat 3 huruf a Undang-undang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan yang berbunyi Tindakan yang diambil oleh seorang Kapten Pilot dalam situasi darurat lebih mengutamakan keselamatan penumpangnya. Dari uraian tersebut di atas didapati fakta bahwa tindakan yang diambil oleh Terdakwa I dalam upaya menyelamatkan dan mengamankan penerbangan dengan cara mendaratkan pesawat secara darurat sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 56) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan apabila saksi mengalami peristiwa seperti yang dialami oleh Terdakwa I maka saksi akan mengambil tindakan persis sama seperti yang dilakukan oleh Terdakwa I dan sebagai seorang Instruktur yang pernah bertindak sebagai pengajar para Terdakwa memang itulah tindakan yang diajarkan oleh saya. 57) Bahwa Saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan tidak ada satupun Kapten Pilot pesawat Helikopter yang dengan sengaja menjatuhkan pesawat yang dikemudikannya karena taruhannya adalah nyawa. 58) Bahwa saksi 6 (Letkol Cpn Hari Siswanto Mulyono) menyatakan dengan tegas di persidangan bahwa laporan hasil investigasi yang dibuat oleh Puspenerbad bersifat subjektif karena pasti terdapat perbedaan cuaca, arah dan kecepatan angin pada saat investigasi dilaksanakan dibandingkan pada saat terjadinya peristiwa kecelakaan pesawat Helly Bell 412 , karena keadaan cuaca di Papua pada umumnya dan daerah ketinggian pada khususnya seperti di Mapenduma tidak dapat diprediksi dan selalu berubah-ubah. 59) Bahwa Terdakwa 1 menyatakan pada saat pesawat terhempas Terdakwa 1 tidak melakukan perubahan pada control pesawat sambil menunggu reaksi pesawat selanjutnya. Setelah pesawat terhempas kemudian membentur landasan dengan skid (kaki helikopter) sebelah kiri terlebih dahulu, sehingga pesawat memantul ke arah kanan landasan dan pada saat itu juga Terdakwa 1 mencoba untuk mengendalikan pesawat dengan mendorong Cyclic/Stick (alat kendali pada helicopter seperti setir pada mobil) yang bertujuan untuk mendapatkan kecepatan sehingga pesawat dapat terbang dan mendapatkan daya angkatnya kembali. Akan tetapi usaha yang dilakukan Terdakwa 1 tidak sesuai yang diharapkan pada saat itu karena pesawat/Helikopter, terbang tidak beraturan ke arah kanan, cyclic/Stick tidak bisa digerakkan dan Rudder/Pedal (alat kendali arah pesawat yang terletak di kaki Pilot) juga tidak bisa digerakkan yang disebabkan karena terbenturnya Tail Rotor
47
(Baling-baling kecil yang terdapat di ekor Helikopter yang dikendalikan oleh Rudder/Pedal) pada saat memantul ke arah kanan landasan. 60) Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah mencoba mengendalikan pesawat dan ternyata pesawat tidak bisa dikendalikan, pada saat itu juga pesawat/Helikopter terbang tidak beraturan berputar dan turun ke arah kanan landasan sehingga posisi pesawat tidak lagi berada di atas landasan melainkan kearah jurang yang terletak di sebelah kanan landasan. 61) Bahwa Terdakwa 1 menyatakan pesawat /Helikopter terbang tidak terkendali berputar ke arah kanan sebesar 180o pada satu poros di atas jurang, kemudian Terdakwa 2 pada saat itu yang duduk sebelah kiri Terdakwa 1 berteriak “ke kiri…ke kiri…ke kiri…” karena melihat tempat terbuka (terasering di pinggir jurang yang ditumbuhi rumput tebal) yang memungkinkan untuk melaksanakan pendaratan secara darurat, dengan tujuan pesawat tidak jatuh bebas ke dasar jurang. Kemudian Terdakwa 1 menyampaikan Cyclic/Stick dan Rudder/Pedal berat, tidak bisa dikendalikan, sehingga Terdakwa 1 memerintahkan kepada Terdakwa 2 agar bersamasama mengendalikan Cyclic/Stick untuk mengarahkan pesawat ke tempat tersebut. 62) Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah bersama-sama mengendalikan Cyclic/Stick ke arah tempat yang ditentukan untuk melaksanakan pendaratan darurat yang pada saat itu Main Rotor (Baling-baling utama) membentur tempat yang sudah ditentukan sehingga menghentikan putaran pesawat/Helikopter yang kemudian mendarat darurat dengan badan pesawat sebelah kiri berada di permukaan tanah. 63) Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah pesawat mendarat darurat secara tidak sempurna, Terdakwa 1 memanggil Terdakwa 2 yang berada di bawah karena duduk di sebelah kiri dan Saksi 1 yang berada di belakang. Kemudian Terdakwa 2 berteriak “ Cut Engine…Cut Engine...” untuk mematikan mesin pesawat dan mencegah pesawat meledak dan terbakar. Kemudian Terdakwa 1 mematikan mesin pesawat, Terdakwa 1 memerintahkan Terdakwa 2 dan Saksi 1 untuk keluar terlebih dahulu agar segera mengevakuasi penumpang keluar dan menjauh dari pesawat. Terdakwa 2 keluar terlebih dahulu untuk membantu Saksi 1 keluar dari pesawat selanjutnya mengevakuasi penumpang satu per satu keluar untuk segera menjauh dari pesawat dan Terdakwa 1 keluar terakhir. 64) Bahwa Terdakwa 1 menyatakan setelah seluruh penumpang keluar dari pesawat, Terdakwa 2 kembali ke dalam pesawat untuk mengambil senjata, GPS, alat perlengkapan penerbangan dan menghidupkan ELT (Emergency Localizer Transmitter) yang bertujuan agar lokasi atau keberadaan pesawat yang berada dalam keadaan emergency dapat diketahui.
48
Bahwa pembuktian unsur dakwaan Sebagaimana telah diperdengarkan oleh Oditur di dalam surat tuntutannya pada tanggal 27 Pebruari 2013 di muka persidangan yang sama-sama kita muliakan ini, Oditur berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana tersebut di atas sesuai dengan dakwaan Oditur, namun Kami selaku Tim Penasihat Hukum terdakwa berdasarkan faktafakta yang terungkap di persidangan, sebagaimana telah kami sampaikan sebelumnya, bukan berdasarkan rekaan, rekayasa maupun manipulasi fakta, berbeda pendapat dengan Oditur, tentu saja dengan mengedepankan prinsip-prinsip pembuktian berdasarkan hukum acara yang berlaku. Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan asas penggunaan alat-alat bukti secara langsung (ommidelijkheid der bewijsvoering), asas ini dipakai untuk menelusuri kebenaran materiil (materiele waarheid), sebagaimana dinyatakan oleh Prof. Van Bemmelen dalam bukunya yang berjudul “Leerboek van het Nederlands Strafprocesrecht, 6 e herziene druk” halaman 95, yaitu : “ dalam menelusuri kebenaran materiil, maka berlakulah suatu asas bahwa keseluruhan proses yang menjadi pertimbangan hakim, harus secara langsung dihadapkan kepada hakim dan prosesnya secara keseluruhan diikuti oleh terdakwa, serta harus diusahakan dengan alat bukti yang sempurna”. Oleh karena itu berdasarkan fakta-fakta dipersidangan yang telah kami uraikan sebelumnya, ijinkanlah kami untuk memberikan tanggapan mengenai pembuktian unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan oleh Oditur ; 1. Pada pembuktian Oditur terhadap dakwaan kesatu (Para Terdakwa dinilai melanggar Pasal Pasal 103 ayat (1) KUHPM jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1, unsur-unsur tindak pidananya adalah : Unsur kesatu : ”Militer” Unsur Kedua : ”dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu yang dilakukan secara bersama-sama”. Bahwa apakah unsur-unsur ke-1 dan ke-2 tersebut terpenuhi, kami akan menelaahnya sebagai berikut : Bahwa terhadap unsur ke-1 Penasihat Hukum Terdakwa tidak menanggapi pertimbangan dan pendapat yang diambil Oditur Militer, namun menyerahkannya sepenuhnya kepada Majelis Hakim. Bahwa terhadap unsur ke-2, yang berbunyi ”dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu yang dilakukan secara bersama-sama”, Oditur Militer yang menyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana pada Surat Tuntutannya, karena menurut Oditur berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dari keterangan para saksi dibawah sumpah dan para Terdakwa yang dikuatkan dengan alat bukti petunjuk serta Barang Bukti :
49
1. Bahwa para Terdakwa-I (Kapten Cpn Supriyadi) dan Terdakwa-II (Lettu Cpn Abdi Darnain) di Homebase Timika Papua pada malam hari Minggu 15 Mei 2011 secara bersamasama telah mengadakan pertemuan dengan Saksi-3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) bahwa pertemuan para Terdakwa dengan Saksi-3 tersebut membicarakan tentang rencana mereka untuk mengangkut masyarakat sipil dengan imbalan jasa penerbangan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) di daerah Mapenduma Papua yang berjumlah 11 (sebelas) orang dengan rincian sembilan orang dewasa dan dua orang anak-anak dengan menggunakan Pesawat Helicopter Bell 412 bersama mekanik (Saksi-1) dan yang sebagai Pilot adalah Kapten Cpn Supriyadi (Terdakwa-I) dan Co Pilot Lettu Cpn Abdi Darnain (Terdakwa2), kegiatan tersebut dilakukan dengan alasan membantu masyarakat sipil. 2. Bahwa pada esok harinya para Terdakwa menerima surat perintah dari Dandenpenerbad Papua (Saksi-3) dengan Nomor: SPT/130/2011 tanggal 16 Mei 2011 yang diantar oleh Saksi-3 dan dibaca oleh para Terdakwa yang isinya adalah para Terdakwa telah diperintahkan untuk melaksanakan penerbangan dari Timika ke Mapenduma serta dilihat oleh Saksi-1, Saksi-2 dan adapun kegiatan tersebut dilakukan permufakatan antara Saksi-3 dengan para Terdakwa, selanjutnya dalam implementasi pelaksanaan penerbangan para Terdakwa turut serta ambil bagian dalam melakukan penerbangan dengan menggunakan pesawat Helly Bell 412 yang bertindak sebagai Kapten Pilot Terdakwa I dan Co Pilot Terdakwa II dan sehubungan dengan pelaksanaan penerbangan tersebut nantinya menurut Terdakwa I uang jasa kemungkinan akan dibagikan untuk kesejahteraan kepada anggota pada akhir penugasan dalam mengangkut masyarakat sipil dan disertai penandatanganan surat manifest penumpang yang ditandatangani oleh Terdakwa-I sesuai bukti surat dan sedang menurut kebiasaan semestinya mengangkut personil Militer dan membawa dukungan logistik ke rute yang ditentukan oleh Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Pangkoops TNI Papua sesuai surat perintah Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tetapi para Terdakwa tetap melakukan melaksanakan perintah penerbangan Dandenpenerbad Papua secara sepakat dari Timika ke Mapenduma tanpa ijin Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Pangkoops TNI Papua yang seharusnya tidak dilakukan dalam penerbangannya pada tanggal 16 Mei 2011 tersebut karena pada tanggal 16 Mei 2011 adalah rute Timika-Kokonao dalam rangka mendukung kunjungan kerja Dandim 1710/Mimika dengan menggunakan pesawat Helly Bell 412 dan rute penerbangan dari Timika ke Mapenduma itu ialah rute yang tidak dibenarkan menurut Saksi4 dan dikuatkan keterangan Saksi-2, Saksi-3 dan alat bukti surat, maupun alat bukti petunjuk sehingga tindakannya tersebut di atas bertentangan dengan kewajiban hukum yang tidak mentaati pelaksanaan operasi militer selain perang yakni bertentangan dengan peraturan perintah kedinasan yang lebih tinggi yaitu perintah dari Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Pangkoops TNI Papua dengan Nomor Surat TR/505/2011 tannggal 15 Mei 2011.
50
3. Bahwa akibat perbuatan para Terdakwa tersebut menghambat pelaksanaan tugas yang sudah ditentukan oleh Pangdam XVII/Cendrawasih selaku Pangkoops TNI Papua dalam rangka mendukung kunjungan kerja Dandim 1710/Mimika dengan ketentuan pelaksanaan tanggal 16 Mei 2011, Pesawat Helicopter Bell 412 siap di Timika pukul 07.00 Wit sedangkan rute yang telah ditentukan adalah TimikaKokonao-Timika. 4. Bahwa mengenai pendapat Oditur Militer yang menyatakan bahwa unsur kedua dakwaan kesatu telah terbukti dengan sah dan menyakinkan, Penasehat Hukum terdakwa secara tegas tidak sependapat dengan pendapat Oditur karena fakta-fakta yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan Oditur hanyalah rekayasa, manipulatif dan tidak pernah terungkap dipersidangan, oleh karena itu Penasihat Hukum pada uraian sebelumnya secara cermat telah menunjukkan fakta-fakta yang sebenarnya dan membantah setiap pernyataan Oditur. Dengan demikian Penasihat Hukum berkeyakinan berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan sebelumnya baik fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan maupun di luar persidangan unsur kedua dakwaan kesatu yang didakwakan oleh Oditur tidak terbukti, oleh karena itu mari kita cermati kembali fakta-fakta yang terungkap baik di dalam maupun di luar persidangan sebagai berikut : Bahwa para Terdakwa didakwa telah dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu yang dilakukan secara bersama-sama dengan Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) yang telah dijatuhi pidana oleh Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya karena terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Militer yang dengan semaunya melampaui perintah dinas”. Harus dicermati rumusan unsur kedua tersebut bersifat alternatif yang ditunjukkan dengan kata ”atau” atau dalam pengertian mengandung dua unsur yaitu ; a) dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas. Atau ; b) dengan semaunya melampaui perintah dinas. Sehingga dengan demikian pembuktian kedua unsur tersebut haruslah dibuktikan secara terpisah atau tidak bisa dicampur karena kedua unsur tersebut harus memiliki fakta-faktanya masing-masing. Sehingga berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor Putusan (104K/Kr/1971/ jo No. 41K/Kr/1973) dakwaan Oditur tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) dalam perkara ini merupakan (Actor intellectuil,Manus Domina,ommidelijke dader) yang oleh Pengailan Militer Tinggi III Surabaya hanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana ”Militer yang dengan semaunya melampaui perintah dinas”, sehingga seharusnya hanya unsur inilah yang didakwakan Oditur kepada para Terdakwa (Manus Ministra, midellijke dader,materiele dader), karena Saksi 3 (Terpidana
51
Mayor Cpn Anggoro Priyantono) selaku Dandenpenerbad memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan dengan para Terdakwa selaku atasan-bawahan, dimana setiap tindakan yang dilakukan oleh para Terdakwa merupakan perintah dari Saksi 3. Bahwa Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) berdasarkan surat perintah Danpuspenerbad dan Pangdam XVII/Cendrawasih adalah selaku pejabat Dandenpenerbad yang memiliki kewenangan secara hukum untuk menerbitkan Surat perintah terbang yang merupakan perintah bagi para Kapten Pilot bawahannya untuk melaksanakan suatu tugas penerbangan. Pada saat melaksanakan serah terima dengan pejabat lama, Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) hanya melaporkan serah terima tersebut melalui komunikasi Handphone kepada Asops dan Waasops Kasdam XVII/Cenderawasih hal ini karena Kodam XVII/Cenderawasih berkedudukan di Jayapura sedangkan Denpenerbad berkedudukan di Timika, demikian juga pada saat berkoordinasi dengan Saksi 4 Pabandyaops Kodam XVII/Cenderawasih hanya dilakukan melalui komunikasi via Handphone, sehingga jelas bahwa penekanan/pengarahan Saksi 4 Pabandyaops Kodam XVII/Cenderawasih tidak pernah diberikan secara langsung kepada seluruh anggota secara langsung dan ternyata dipersidanganpun terungkap melalui saksi 1, saksi 2 dan para Terdakwa, bahwa Dandenpenerbad tidak pernah menyampaikan penekanan Saksi 4 Pabandyaops Kodam XVII/Cenderawasih kepada seluruh anggota Denpenerbad, sehingga seluruh anggota Denpenerbad termasuk para Terdakwa tidak mengetahui adanya penekanan tersebut. Organisasi Denpenerbad terbagi menjadi 3 kelompok besar, kelompok pertama adalah Ground crew, kelompok kedua adalah Air crew, dan kelompok ketiga adalah staf di mana masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Salah satu tugas dan tanggung jawab staf adalah melaksanakan tugas administrasi diantaranya adalah menerima dan mengadministrasikan surat keluar-masuk dan membuat Surat perintah terbang. Setiap Surat masuk pertamakali diterima oleh staf, didisposisi ke Dandenperbad baru kemudian atas dasar disposisi tersebut ditindaklanjuti berupa pengarsipan atau pembuatan surat perintah terbang. Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) selaku Perwira staf Denpenerbad menyatakan bahwa pada tanggal 15 Mei 2011 tidak pernah menerima surat Telegram Rahasia dari Pangdam XVII/Cenderawasih yang berisi perintah untuk mendukung kunjungan kerja Dandim 1710/MMK ke Kokonao dan tidak pernah mendapat perintah dari Dandenpenerbad untuk membuat Surat perintah terbang ke Kokonao. Saksi 2 menyatakan bahwa tanggal 15 Mei 2011 hanya diperintahkan untuk membuat Surat perintah terbang nomor 128/V/2011 tanggal 15 Mei 2011 yang berisi perintah terbang ke Enarotali yang diberikan kepada Terdakwa 1 dan Surat perintah terbang nomor 129/V/2011 tanggal 15 Mei 2011 yang berisi perintah terbang ke Jila yang diberikan kepada Kapten Cpn Agus Priono (Kapten Pilot Bolco), sedangkan perintah untuk membuat Surat perintah penerbangan ke Mapenduma baru diterima oleh Saksi 2 secara mendadak pada tanggal 16 Mei 2011 pada pukul 07.30 WIT. Bahwa pada tanggal 15 Mei 2011 malam diadakan pertemuan rutin untuk membicarakan rencana penerbangan yang akan dilaksanakan keesokan hari, dimana Terdakwa 1 diperintahkan oleh Dandenpenerbad untuk melaksanakan tugas penerbangan ke
52
Enarotali sedangkan Kapten Agus Priono diperintahkan oleh Dandenpenerbad untuk melaksanakan tugas penerbangan ke Jila. Pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh Dandenpenerbad dan para Dansiud (Kapten pilot), Terdakwa 2 dan anggota lainnya tidak hadir pada pertemuan tersebut, pertemuan itu dilaksanakan di suatu ruangan ber-AC sehingga tidak bisa dilihat dari luar oleh orang lain. Bahwa Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) menyatakan bahwa perintah penerbangan ke Mapenduma adalah murni inisiatifnya semata yang merupakan kehendak dan kemauannya sendiri yang disampaikan oleh Dandenpenerbad kepada Terdakwa 1 bahwa penerbangan ke Mapenduma adalah tugas kemanusiaan, para Terdakwa tidak mengetahui bahwa penerbangan tersebut illegal dan menganggap bahwa perintah tersebut sudah sesuai dengan prosedur karena berdasarkan pengalamannya sebelum penugasan di Timika, Terdakwa 1 pernah beberapa kali diperintahkan untuk menerbangkan orang sipil dalam tugas kemanusiaan dan berdasarkan berdasarkan Skep Kasad nomor Skep: 943/IX/1975 tanggal 23 September 1975 tentang Buku Petunjuk Lapangan Prosedur Terbang Penerbangan Angkatan Darat Bab IV Angka 29 huruf b point 3) dinyatakan bahwa “ Setiap Warga Negara RI dapat diangkut dengan Pesawat Terbang AD jika ia dalam keadaan yang dapat membahayakan jiwanya sedangkan alat pengangkutan lain tidak ada. Pertanggungan jawab tentang inisiatif pengangkutan orang tersebut ada pada Komandan Satuan yang membawahi satuan PENERBAD yang bersangkutan atau Komandan Satuan PENERBAD setempat Selain itu terungkap fakta di dalam putusan Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) dan di dalam surat pernyataan yang ditandatanganinya di atas materai bahwa para Terdakwa tidak menerima dan/atau iming-iming imbalan atas perintah penerbangan tersebut, terbukti bahwa uang jasa layanan penerbangan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) disita dan dirampas secara utuh dari Saksi 3. Pada saat menerima perintah penerbangan ke Mapenduma Terdakwa 1 masih berada di dalam cockpit karena baru saja mendarat dari Enarotali, pada awalnya Terdakwa sempat menolak perintah tersebut karena belum pernah terbang ke Mapenduma, namun Saksi 3 memaksa dan tetap memerintahkan Terdakwa 1 untuk tetap terbang, kemudian Terdakwa 1 menyarankan agar didampingi oleh Saksi 3 selaku pilot senior namun Saksi 3 menolaknya. Tak lama kemudian Bintara staf datang menyerahkan surat perintah penerbangan ke Mapenduma Nomor 130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 yang ditandatangani oleh Dandenpenerbad. Berdasarkan uraian fakta-fakta tersebut di atas jelas terungkap bahwa para Terdakwa tidak mengetahui perintah penerbangan yang diberikan oleh Dandenpenerbad adalah perintah illegal, para Terdakwa hanyalah bawahan yang melaksanakan perintah sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, dengan demikian bentuk penyertaan yang dilakukan oleh Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) dan para Terdakwa adalah termasuk dalam bentuk penyertaan menyuruh-melakukan dimana Saksi 3 selaku penyuruh tidak melakukan sendiri secara langsung suatu tindak pidana, melainkan menyuruh orang lain. Saksi 3 disebut juga dengan istilah Manus Domina, intellectuil dader, onmmidelijke dader berada di belakang layar, sedangkan yang melakukan tindak pidana adalah orang lain yang di suruh (para
53
Terdakwa) disebut juga dengan istilah Manus Ministra, materiele dader, midelijke dader. Para Terdakwa merupakan alat di tangan Saksi 3, dalam hal ini para Terdakwa telah melakukan penerbangan ke Mapenduma karena ketidaktahuan, paksaan dan kekeliruan sehingga pada diri para Terdakwa tidak didapati unsur kesalahan. Penyuruh (Saksi 3) dipidana sebagai petindak sedangkan yang disuruh (para Terdakwa) tidak dipidana karena padanya tiada unsur kesalahan atau setidak-tidaknya unsur kesalahannya ditiadakan. Dapat disimpulkan bahwa dalam perkara ini Saksi 3 bertindak selaku si penyuruh adalah merupakan petindak yang melakukan suatu tindak pidana dengan memperalat para Terdakwa, yang pada diri para Terdakwa itu tiada kesalahan, karena tidak disadarinya, ketidak-tahuannya, kekeliruannya atau dipaksa. Selain itu dalam tindak pidana harus ada hubungan kausal (sebabakibat) antara tindakan, akibat tindakan dengan kejiwaan si pelaku, dalam perkara ini sama sekali tidak ditemukan fakta yang mengungkap bahwa para Terdakwa memiliki niat jahat, tindakan para Terdakwa hanyalah murni suatu bentuk itikad baik dan ketaatan seorang prajurit terhadap suatu perintah kedinasan, sehingga jelas terdapat alasan pembenar berdasarkan pasal 51 ayat ayat (2) KUHP yang berbunyi ”Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkup pekerjaan/ketaatannya. Peniadaan pidana terhadap para Terdakwa sebagai pelaksana perintah karena itikad baik termasuk peniadaan kesalahan. Mudah dimengerti bahwa para Terdakwa hanya melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Saksi 3, yang berarti kesalahan itu ada dan harus dibebankan hanya kepada Saksi 3 sebagai pemberi perintah. Peniadaan pidana terhadap para pelaku yang pada dirinya tidak didapati niat jahat merupakan suatu prinsip yang berlaku dalam hukum pidana secara universal dengan maksud untuk memenuhi rasa keadilan yang diterapkan sejak Arrest NJ 14 Pebruari 1916 W 9958 yang terkenal dengan nama ”Melkboer Arrest atau water en melk Arrest” yang menentukan bahwa jika sama sekali tidak terdapat kesalahan baik karena kesengajaan maupun kealpaan dengan semua gradasinya maka pemidanaan harus ditiadakan. Dalam kasus ini si pegawai pengantar susu yang bekerja pada pabrik susu murni dapat dianalogikan dengan para Terdakwa dimana mereka sama-sama sudah memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan namun karena pada diri para Terdakwa tidak ditemukan unsur kesalahan maka para Terdakwa harus dibebaskan. Dengan tidak adanya fakta-fakta yang mengungkap unsur kesalahan pada diri para Terdakwa maka pemidanaan terhadap para Terdakwa harus ditiadakan, hal ini sesuai dengan asas ”tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld) atau asas ”suatu tindakan tidak bisa dinyatakan salah kecuali tindakan tersebut diliputi kejiwaan dan fikiran yang salah pula” (an act does not constitute itself guilt unless the mind is guilty). Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kita semua harus ingat dengan prinsip penjatuhan hukuman yang berbunyi ”Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah”, walaupun kedua Terdakwa
54
terbukti memenuhi unsur kedua yang didakwakan Oditur namun dengan adanya alasan pembenar yang tercantum di dalam pasal 51 ayat (2) KUHP dan asas ”tiada pidana tanpa kesalahan”, maka demi Keadilan pemidanaan terhadap para Terdakwa harus ditiadakan. Bahwa sesuai dengan asas hukum yang berlaku di Indonesia dinyatakan bahwa suatu tindak pidana telah terbukti secara sah dan meyakinkan dan terdakwa dapat dipidana, apabila perbuatan tersebut telah memenuhi semua unsur tindak pidana yang didakwakan. Bilamana satu unsur saja tidak terpenuhi secara sah dan meyakinkan maka dakwaan dinyatakan tidak terbukti dan si terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan. Bahwa pada pembuktian Oditur terhadap dakwaan Kedua (Para Terdakwa dinilai melanggar Pasal 148 ayat (1) KUHPM, unsurunsur tindak pidananya adalah : Unsur kesatu : ”Militer” Unsur Kedua : ”Dengan melawan hukum dan dengan sengaja membuat tidak terpakai suatu barang keperluan perang”. Bahwa apakah unsur-unsur ke-1 dan ke-2 tersebut terpenuhi, kami akan menelaahnya sebagai berikut : Bahwa terhadap unsur ke-1 Penasihat Hukum Terdakwa tidak menanggapi pertimbangan dan pendapat yang diambil Oditur Militer, namun menyerahkannya sepenuhnya kepada Majelis Hakim. Mengenai unsur kedua dari dakwaan kedua: “Dengan melawan hukum dan dengan sengaja membuat tidak terpakai suatu barang keperluan perang“. Oditur Militer yang menyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana pada Surat Tuntutannya, karena menurut Oditur berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dari keterangan para saksi dibawah sumpah dan para Terdakwa yang dikuatkan dengan alat bukti petunjuk serta Barang Bukti : 1. Bahwa para Terdakwa-I (Kapten Cpn Supriyadi) dan TerdakwaII (Lettu Cpn Abdi Darnain) di Homebase Timika Papua pada malam hari Minggu 15 Mei 2011 secara bersama-sama telah mengadakan pertemuan dengan Saksi-3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) bahwa pertemuan para Terdakwa dengan Saksi-3 tersebut membicarakan tentang rencana mereka untuk mengangkut masyarakat sipil dengan imbalan jasa penerbangan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) di daerah Mapenduma Papua yang berjumlah 11 (sebelas) orang dengan rincian sembilan orang dewasa dan dua orang anak-anak dengan menggunakan Pesawat Helicopter Bell 412 bersama mekanik (Saksi-1) dan yang sebagai Pilot adalah Kapten Cpn Supriyadi (Terdakwa-I) dan Co Pilot Lettu Cpn Abdi Darnain (Terdakwa-2), kegiatan tersebut dilakukan dengan alasan membantu masyarakat sipil. 2. Bahwa kemudian pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.00 Wit para Terdakwa sebelum take of dari Timika ke Mapenduma berdasarkan surat perintah terbang dari Dandenpenerbad Papua telah melakukan aktifitas pengecekan antara lain pengecekan baling-
55
baling belakang, area ekor pesawat, memeriksa gear box 42 derajat dan 90 derajat, area mesin 2, area boat ekor pesawat, skid sebelah kanan, body pesawat, pengecekan area atas antara lain sistem baling-baling utama, system hidraulik, area heal hole, dilanjutkan pengecekan area system dalam pesawat terbang antara lain GPS, Peta penerbangan, Flight Log, kondisi statis instrumen pesawat, kondisi batrai. 3. Bahwa selanjutnya pada saat Terdakwa-I dan Terdakwa-2 telah mengetahui adanya alat bantu sistem penerbangan yang kurang lengkap maupun yang tidak berfungsi tidak dilaporkan dikarenakan para Terdakwa dalam sikap batinnya berkeinginan melakukan mengangkut masyarakat sipil karena adanya imbalan jasa sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) yang nantinya akan dibagikan pada akhir penugasan pada akhirnya menggunakan pesawat Helly Bell 412 sewaktu akan berakhirnya penugasan justru Terdakwa-I bersama Terdakwa-2 secara diam-diam melakukan penerbangan padahan alat bantu radio navigasi, GPS, maupun alat bantu lainnya sangat penting dalam aktivitas penerbangan demi keselamatan dan serta dihubungkan pula keterangan Saksi-4, Saksi-5, Saksi-6 yang menerangkan antara lain menurut fakta dalam keterangan Saksi-4 dibawah sumpah yang menerangkan bahwa jalur penerbangan dari Timika ke Mapenduma sudah dilarang karena berbahaya dan Saksi-4 pun sudah menekankan bahwa pesawat tidak diperbolehkan melakukan penerbangan tanpa ada telegram dari Kodam yang dikeluarkan oleh Staf Operasi Kodam XVII/Cendrawasih bahkan untuk mengangkut masyarakat sipil tidak melaporkan kepada Kodam XVII/Cendrawasih sebagai pengguna operasi pesawat. 4. Bahwa berdasarkan keterangan Saksi-5 dibawah sumpah menerangkan pada kesimpulannya bahwa sebelum menerbangkan pesawat pertama: melihat rute, merencanakan rute, serta apa yang wajib dibawa harus dipersiapkan, apakah pesawat layak terbang atau tidak kemudian memutuskan pesawat dapat terbang atau tidak dan sebagai pilot harus wajib dapat mengetahui cuaca, suhu, angin, yang pertama dilakukan dengan teknik pendaratan dapat dilakukan secara menggantung, dan menurut keterangan Saksi-6 dibawah sumpah adalah bahwa pada saat melakukan pendaratan di titik yang dituju wajib menggunakan alat animometer (alat untuk mengetahui kecepatan angin dan besarnya tekanan angin, mengukur arah angin) alat radio navigasi, alat altimeter (alat ketinggian) dan dikuatkan dengan bukti petunjuk Laporan kecelakaan Helicopter TNI-AD jenis Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua tanggal 16 Mei 2011 yang ditandatangani oleh Danpuspenerbad Brigjen TNI Mochamad Wachju Rijanto, tetapi Terdakwa-I bersama Terdakwa-2 tetap melakukan penerbangan dengan menggunakan pesawat Helly Bell 412 yang tidak dilengkapi dengan Sistem Radiop Navigasi, GPS, Radar, alat komunikasi seharusnya wajib dilengkapi dengan alat bantu tersebut di atas yang dapat berfungsi dengan tujuan keselamatan penerbangan karena adanya alat Sistem tidak berfungsi seperti GPS, Radio Navigasi dan lain-lain menyebabkan kapten pilot dengan menerbangkan pesawat dengan berputar-putar di udara di atas daerah Mapenduma selama beberapa jam sebelum mendarat di Mapenduma selanjutnya apa yang dilakukan para Terdakwa dalkam tindakannya mereka telah pasti sadar dan dengan menyadari kemungkinan bahwa ketika itu saat akan mendarat tidak
56
menggunakan alat bantu seperti tersebut di atas maupun tidak menggunakan cara lain yaitu teknik pendaratan secara menggantung tetapi tidak pula mengambil suatu tindakan keamanan sehingga yang dilakukan Terdakwa-I sebagai kapten pilot dalam pendaratannya di Mapenduma adalah merupakan konsekuensi atas kesalahan pembuat keputusan maka tindakan tersebut adalah bertentangan bersifat melawan hukum dan bertentangan dengan UU. 5. Bahwa dengan tindakan tersebut di atas adalah tindakan yang dilarang karena jalur penerbangan dari Timika ke Mapenduma sudah dilarang karena berbahaya menurut keterangan Saksi-4 di depan persidangan dan menurut Saksi-5 alat bantu sistem penerbangan wajib dibawa tetapi para Terdakwa sengaja tidak melaporkan dengan tidak berfungsinya Radio Navigasi, GPS dan tidak dilengkapinya Radar, alat pelayanan Komunikasi namun para Terdakwa tetap melakukan aktifitas penerbangan ssehingga mengalami kecelakaan fatal pesawat Helicopter Bell 412 yang diterbangkan oleh Terdakwa-I (sebagai Kapten Pilot) dan dibantu oleh Terdakwa-2 (sebagai Copilot) mengakibatkan membuat tidak terpakai suatu barang keperlua perang yang berwujud seperti pesawat Helicopter jenis Bell 412 milik TNI-AD mengalami kerusakan patah pada bagian baling-baling utama, patah pada bagian ekor, kaca depan sebelah kiri, kaki/skit sebelah kiri bengkok sehingga menghambat untuk menunjang tugas pokok TNI dalam keperluan operasi militer selain perang sedangkan para penumpang pesawat mengalami luka-luka dan sehingga dengan demikian bila keterangan saksi-saksi dn para Terdakwa tersebut dihubungkan satu sama lainya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut hemat kami telah cukup terbukti dengan sah dan meyakinkan bahwa Kapten Pilot (Terdakwa-I) melakukan kesalahan pembuat yang menentukan keputusan mendarat dengan dilandasi prakiraan. Bahwa mengenai pendapat Oditur Militer yang menyatakan bahwa unsur kedua dakwaan kedua telah terbukti dengan sah dan menyakinkan, Penasehat Hukum terdakwa secara tegas tidak sependapat dengan pendapat Oditur karena fakta-fakta yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan Oditur hanyalah rekayasa, manipulatif dan tidak pernah terungkap dipersidangan, oleh karena itu Penasihat Hukum pada uraian sebelumnya secara cermat telah menunjukkan fakta-fakta yang sebenarnya dan membantah setiap pernyataan Oditur. Dengan demikian Penasihat Hukum berkeyakinan berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan sebelumnya baik fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan maupun di luar persidangan unsur kedua dakwaan kedua yang didakwakan oleh Oditur tidak terbukti, oleh karena itu mari kita cermati kembali fakta-fakta yang terungkap baik di dalam maupun di luar persidangan sebagai berikut : Berdasarkan uraian sebelumnya di atas maka didapati fakta-fakta bahwa pada tanggal 15 Mei 2011 malam diadakan pertemuan rutin untuk membicarakan rencana penerbangan yang akan dilaksanakan keesokan hari, dimana Terdakwa 1 diperintahkan oleh Dandenpenerbad untuk melaksanakan tugas penerbangan ke Enarotali sedangkan Kapten Agus Priono diperintahkan oleh Dandenpenerbad untuk melaksanakan tugas penerbangan ke Jila. Pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh Dandenpenerbad dan para Dansiud (Kapten pilot), Terdakwa 2 dan anggota lainnya tidak hadir
57
pada pertemuan tersebut, pertemuan itu dilaksanakan di suatu ruangan ber-AC sehingga tidak bisa dilihat dari luar oleh orang lain. Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) menyatakan bahwa perintah penerbangan ke Mapenduma adalah murni inisiatifnya semata yang merupakan kehendak dan kemauannya sendiri yang disampaikan oleh Dandenpenerbad kepada Terdakwa 1 bahwa penerbangan ke Mapenduma adalah tugas kemanusiaan, para Terdakwa tidak mengetahui bahwa penerbangan tersebut illegal dan menganggap bahwa perintah tersebut sudah sesuai dengan prosedur karena berdasarkan pengalamannya sebelum penugasan di Timika, Terdakwa 1 pernah beberapa kali diperintahkan untuk menerbangkan orang sipil dan berdasarkan berdasarkan Skep Kasad nomor Skep: 943/IX/1975 tanggal 23 September 1975 tentang Buku Petunjuk Lapangan Prosedur Terbang Penerbangan Angkatan Darat Bab IV Angka 29 huruf b point 3) dinyatakan bahwa “ Setiap Warga Negara RI dapat diangkut dengan Pesawat Terbang AD jika ia dalam keadaan yang dapat membahayakan jiwanya sedangkan alat pengangkutan lain tidak ada. Pertanggungan jawab tentang inisiatif pengangkutan orang tersebut ada pada Komandan Satuan yang membawahi satuan PENERBAD yang bersangkutan atau Komandan Satuan PENERBAD setempat selain itu terungkap fakta di dalam putusan Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) dan di dalam surat pernyataan yang ditandatanganinya di atas materai bahwa para Terdakwa tidak menerima dan/atau iming-iming imbalan atas perintah penerbangan tersebut, terbukti bahwa uang jasa layanan penerbangan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) disita dan dirampas secara utuh dari Saksi 3. Dengan demikian terbukti bahwa saksi 3 telah memanfaatkan kewenangannya dan ketidaktahuan para terdakwa untuk mencari dan mendapatkan keuntungan pribadi secara illegal. Bahwa sebelum melaksanakan penerbangan ke Mapenduma pada pukul 09.00 WIT, pagi harinya pesawat telah di cek oleh mekanik dan Technical inspector dan dinyatakan pesawat serviceable (laik terbang), setelah pre flight dan ground run pesawat dinyatakan siap untuk terbang, pada pukul 07.30 WIT pesawat Helly Bell 412 yang diawaki para Terdakwa melaksanakan penerbangan ke Enarotali, setelah kembali dari Enarotali sekitar pukul 09.00 WIT tiba-tiba Danden Penerbad mendatangi Kapten Pilot yang saat itu baru saja mendarat dan masih berada di dalam Cockpit kemudian memerintahkan Kapten Pilot untuk melaksanakan tugas penerbangan angkutan personel ke Mapenduma, pada awalnya terdakwa menolak dengan alasan belum pernah melaksanakan penerbangan ke Mapenduma dan menyarankan agar didampingi oleh Dandenpenerbad selaku Penerbang senior, akan tetapi saran tersebut ditolak dan Terdakwa 1 tetap diperintahkan untuk melaksanakan penerbangan ke Mapenduma. Setelah Danden Penerbad pergi kemudian terdakwa diberikan Surat Perintah Terbang (SPT) Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 oleh Bintara Staf Denpenerbad yang berisi perintah untuk melaksanakan tugas penerbangan angpers ke Mapenduma. Bahwa setelah mendapat SPT Terdakwa 1 (Captain Pilot) memberitahukan dan memerintahkan Terdakwa 2 untuk menyiapkan
58
pesawat dan kelengkapan penerbangan, kemudian Terdakwa 2 (Copilot) melaporkan bahwa ybs telah selesai melaksanakan pengecekan dan mempersiapkan kelengkapan penerbangan serta menyampaikan Rute penerbangan Timika-Mapenduma yang telah disiapkan Terdakwa 2 dengan rincian sebagai berikut : a) Flight Log : yaitu perhitungan jarak tempuh, rute alternative serta perhitungan penggunaan fuel selama penerbangan. b) Peta penerbangan Mapenduma.
dan
Aerodrome
Chart
wilayah
c) GPS yang sudah di plot dan disetting menuju wilayah Mapenduma. d) Weather Report yang didapat dari data Internet dan Tower Timika. e) Kondisi cumemu on route yang dilaporkan oleh Perwira Staf pada saat itu Saksi 2 (Letda Cpn Wayan Subrata) f) Pengecekan atas kondisi pesawat dan kesiapan kelengkapan penerbangan telah dilaksanakan oleh para Terdakwa dengan cermat dan teknis menyiapkan kesiapan kelengkapan penerbangan telah dibuktikan dengan seksama di depan Majelis Hakim. Fakta ini membuktikan bahwa para Terdakwa telah memenuhi prosedur penerbangan sesuai yang telah ditentukan untuk meghindari terjadinya kecelakaan penerbangan.Kemudian pesawat Helly Bell 412 yang diawaki oleh para Terdakwa sesuai yang tercatat di didalam log book dilengkapi dengan instrument-instrumen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penerbangan seperti ; Radio Navigasi, Altimeter, Radio Komunikasi yang terdiri dari Radio HF (High Frequency) dan Radio VHF (Very High Frequency) yang biasa dikenal dengan GTA (Ground to Air), Global positioning system (GPS), namun tidak dilengkapi radar karena pesawat Helly Bell 412 yang diawaki oleh para Terdakwa adalah produksi tahun 1994 yang memang belum dilengkapi oleh instrument radar. Satu-satunya instrument yang tidak berfungsi adalah Radio Altimeter yang memang sejak awal serah terima sudah tidak berfunsi, namun demikian pesawat tetap dapat melaksanakan penerbangan karena fungsi Radio Altimeter dapat digantikan oleh instrument Altimeter dan GPS. Kemudian selama melaksanakan penerbangan Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 secara konstan melaksanakan fungsi CRM (Cockpit Resources Management) yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan dan melalui komunikasi dengan pesawat lain melalui radio VHF pada saat itu pesawat Airfast yang menyatakan cuaca di daerah Mapenduma dan sekitarnya “Clear, good visibility and No Rain” sehingga Terdakwa memutuskan untuk melanjutkan penerbangan ke Mapenduma. Setelah landasan Mapenduma terlihat Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 melintas diatas landasan Mapenduma cuaca dalam keadaan Clear, good visibility and No Rain sebagaimana disampaikan oleh pilot Pesawat Airfast, sehingga Terdakwa 1 memutuskan untuk melakukan pendaratan. sebelum mendaratkan Pesawat Terdakwa melakukan
59
Observasi (High Recon and Low Recon) dengan terbang berputar sebanyak 3 kali diatas landasan Mapenduma untuk lebih menyakinkan spot pendaratan, arah dan kecepatan angin bukan karena Terdakwa ragu, melainkan disebabkan Terdakwa lebih mengedepankan faktor kehati-hatian, karena landasan Mapenduma memiliki karakteristik yang unik. Dari uraian faktafakta tersebut terungkap bahwa para Terdakwa sudah melaksanakan dan mempersiapkan kelengkapan penerbangan dengan cermat dan sangat berhati-hati dalam melaksanakan penerbangan seperti melaksanakan fungsi Crew Resource Management (CRM) secara konstan dan pada saat itu pesawat sudah dinyatakan serviceable (laik terbang) oleh mekanik dan technical inspector serta dilengkapi instrument-instrumen untuk mendukung tugas penerbangan, sehingga unsur kesengajaan yang dituduhkan oleh Oditur sama sekali tidak terbukti, selain itu tidak mungkin ada seorang Kapten Pilot yang dengan sengaja merusak atau bahkan menjatuhkan pesawat Helly yang sedang diterbangkannya, karena resikonya sangat besar sebab pesawat Helly berbeda dengan pesawat tempur yang memiliki eject seat (kursi lontar) yang seketika dapat melontarkan Kapten Pilotnya dari cockpit apabila pesawat yang diawakinya akan jatuh, helicopter tidak memiliki kursi lontar sehingga apabila terjadi situasi darurat maka sebagaimana dilatihkan di Pusdikpenerbad maupun di PSDP TNI tempat teraman adalah di dalam pesawat apabila melompat maka kemungkinan besar akan terpotong-potong oleh putaran baling-baling pesawat, hal inipun dibenarkan oleh Saksi 6 yang menyatakan tidak mungkin ada di dunia ini seorang kapten pilot hellycopter yang dengan sengaja menjatuhkan pesawatnya karena resikonya adalah nyawa dirinya dan penumpangnya. Dengan demikian unsur kesengajaan dan melawan hukum yang didakwakan oleh Oditur terbantahkan dan tidak terpenuhi. Terdakwa 1 kemudian memutuskan untuk mendarat dari arah Selatan walau Terdakwa 2 menyarankan agar mendarat dari arah Utara, dengan pertimbangan sebagai berikut : a) Sesuai dengan Aerodrome Chart yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Udara, jalan masuk (landing) maupun keluar (take off) pesawat ditentukan hanya melalui arah selatan atau biasa dikenal dengan istilah (one way in-one way out). b) Bahwa di sebelah utara terdapat tebing curam yang menjulang sampai dengan pegunungan Jayawijaya sehingga apabila pendaratan dilaksanakan dari arah utara dengan terdapat tebing yang tinggi, terdapat turbulensi angin tidak menentu dan sudut pendaratan yang dibentuk akan lebih besar mendekati vertikal sehingga akan membahayakan pesawat yang sedang melaksanakan pendaratan karena kecepatan turun (Rate of Descent) akan besar dan kecepatan maju lebih lambat di tambah adanya turbulensi angin yang cukup besar dari arah tebing yang bisa membahayakan penerbangan. Setelah memutuskan mendarat dari arah selatan, Terdakwa mengetahui bahwa pendaratan dilaksanakan dengan prosedur mendarat secara Tail Wind karena arah angin dari selatan. Dengan demikian Landing Approach dilaksanakan dengan cara menggantung, yaitu sudut pendaratan lebih besar dari Steep Approach, dengan kecepatan maju dan kecepatan turun (Rate
60
of Descent) yang lebih kecil dari prosedur normal. prosedur mendarat secara Tail Wind adalah merupakan prosedur yang diperbolehkan serta diajarkan di Pusdikpenerbad dan di PSDP TNI, keterangan Terdakwa dibenarkan oleh Saksi ahli. Ketika melaksanakan Landing Approach Terdakwa 2 selalu membacakan kecepatan dan ketinggian yang ditunjukkan oleh datadata satelit yang tertangkap oleh GPS, data-data yang dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS menunjukkan kecepatan turun (Rate of Descent) dan perubahan kecepatan maju mulai dari speed 65 Knots, 60 Knots, 55 Knots, seterusnya…sampai dengan terakhir 30 Knots dan sudah sesuai dengan prosedur pendaratan Tail Wind, namun di ketinggian + 50 feet (15 meter) ketika kecepatan maju pesawat terbaca 30 knots tiba-tiba pesawat terhempas ke depan kanan karena adanya dorongan angin dari arah kiri belakang yang datang secara tiba-tiba sehingga kecepatan maju yang terakhir dibacakan oleh Terdakwa 2 melalui GPS yang semula 30 Knots berubah seketika menjadi 70 Knots. Dengan demikian kecepatan angin yang datang secara tiba-tiba dari arah kiri belakang adalah sebesar 40 Knots. Saksi 1 (Mekanik) yang ikut terbang bersama para Terdakwa ke Mapenduma menyatakan dengan tegas di persidangan, bahwa penyebab jatuhnya pesawat Helly Bell 412 tersebut adalah karena angin kencang secara tiba-tiba dari arah kiri dan belakang yang mendorong pesawat hingga menukik ke bawah dengan kencang sementara engine instrument saat itu dalam keadaan normal. Dengan demikian penyebab jatuhnya pesawat Helly Bell 412 tersebut adalah karena angin kencang secara tibatiba dari arah kiri dan belakang adalah fakta yang sebenarnya dan tidak terbantahkan, andai saja pengadilan dapat menghadirkan 11 orang penumpang yang diangkut pada saat itu, pasti akan memberikan keterangan yang sama dengan Saksi 1. Menurut tekhnis penerbangan apabila pesawat pada saat akan melakukan pendaratan secara tiba-tiba dihempaskan oleh angin kencang yang datang dari arah tidak terduga maka sehebat apapun Pilotnya (ilmune’ sundul langit) tidak akan mampu untuk mengendalikan pesawatnya/kehilangan control, sehingga yang bisa dilakukan hanya pasrah (tidak merubah control) dan menunggu reaksi pesawat setelah dihempaskan, fenomena timbulnya angin kencang yang datang secara tiba-tiba dari arah yang tidak terduga dan tidak dapat dideteksi dengan kasat mata di dalam dunia penerbangan dikenal dengan istilah Wind Shear. wind shear secara kasat mata tidak dapat dideteksi datangnya kecuali oleh pesawat yang dilengkapi dengan Instrument Wind Shear Alert System dan/atau mendapat peringatan dari Air Traffic Control (ATC) yang memiliki perangkat Wind Shear Alert System. Dengan demikian terdapat situasi yang dihadapi oleh para Terdakwa pada saat itu adalah situasi yang tidak dapat dihindari dan dikendalikan oleh manusia biasa sehingga siapapun yang berada dalam posisi para Terdakwa pada saat itu pasti akan mengalami kecelakaan yang sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pesawat terhempas karena adanya suatu daya-paksa berupa angin kencang secara tiba-tiba dari arah kiri dan belakang yang mendorong pesawat hingga menukik ke bawah dengan kencang,
61
daya-paksa tersebut mengakibatkan Terdakwa 1 tidak bisa mengontrol pesawatnya sehingga daya paksa yang dialami oleh para Terdakwa dikualifikasikan sebagai daya paksa mutlak (absolute dwang). Pada daya paksa absolute si terpaksa (Terdakwa 1) tidak dapat bertindak lain, selain yang dipaksakan kepadanya dengan kata lain dalam hal ini si terpaksa (Terdakwa 1) tidak lebih dari hanya “suatu alat belaka” yang tidak mempunyai kehendak. Petindak yang sebenarnya adalah yang melakukan pemaksaan (Wind Shear), sehingga hubungan hukum yang terjadi antara si terpaksa dan si pemaksa identik dengan hubungan menyuruh-melakukan, si pemaksa termasuk golongan (Manus Domina) sedangkan si terpaksa termasuk golongan (Manus Ministra). Bahwa berdasarkan uraian diatas maka peniadaan kesalahan pada si terpaksa (Terdakwa 1) dapat didasarkan pada Pasal 48 KUHP. apabila terjadi situasi darurat seperti yang dialami oleh Terdakwa 1 maka seorang Kapten Pilot memiliki kewenangan penuh untuk mengambil tindakan dalam upaya menyelamatkan dan mengamankan penerbangan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pasal 80 ayat 2 Undang-undang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan yang berbunyi Dalam pelaksanaan tugasnya seorang Kapten Pilot memiliki otoritas untuk mengambil tindakan untuk menyelamatkan dan mengamankan penerbangan apabila terjadi situasi darurat, Tindakan Terdakwa 1 dalam mengontrol pesawat ketika terkena Wind Shear dan mendaratkan pesawat secara darurat dibenarkan oleh Saksi 6 dan Saksi 6 menyatakan apabila saksi mengalami peristiwa seperti yang dialami oleh Terdakwa I maka saksi akan mengambil tindakan persis sama seperti yang dilakukan oleh Terdakwa I. Hal ini sama dengan pertimbangan yang diambil oleh Majelis Hakim II-08 Jakarta dan Mahkamah Agung yang membebaskan Kapten Czi Tubagus Setiadarma Kapten Pilot pesawat Helly Bell 205-A1 ketika mengambil keputusan untuk menyelamatkan dan mengamankan penerbangan dalam kasus demontrasi stabo di Lhokseumawe, NAD, yang akibat keputusannya tersebut berakibat hilangnya nyawa 8 orang prajurit Kopassus. Apabila dibandingkan dari segi akibat maka keputusan yang diambil oleh Kapten Czi Tubagus Setiadarma Kapten Pilot pesawat Helly Bell 205-A1 berakibat lebih fatal karena akibat keputusannya tersebut berakibat hilangnya nyawa 8 orang prajurit Kopassus, namun Majelis Hakim II-08 Jakarta dan Mahkamah Agung menimbang bahwa ada alasan pembenar secara formil sehingga dalam putusannya secara cermat mempertimbangkan “ bahwa seorang Kapten Pilot dengan sikap dan kemampuannya diberi kewenangan untuk mengambil keputusan secara cepat dan tepat apabila menghadapi situasi darurat dalam rangka menyelamatkan dan mengamankan penerbangan (awak pesawat dan penumpang serta alutsista) “. Sidang Pengadilan yang terhormat, Dengan didapatinya fakta-fakta yang mengungkap adanya alasan pembenar baik di dalam KUHP maupun di dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan dan tidak terbuktinya unsur kensengajaan dan melawan hukum, maka pemidanaan terhadap para Terdakwa harus ditiadakan, selain sesuai dengan hukum acara didukunga dengan
62
asas ”tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld) atau asas ”suatu tindakan tidak bisa dinyatakan salah kecuali tindakan tersebut diliputi kejiwaan dan fikiran yang salah pula” (an act does not constitute itself guilt unless the mind is guilty). Maka demi Keadilan pemidanaan terhadap para Terdakwa harus ditiadakan. Bahwa berdasarkan analisis yuridis yang telah kami lakukan baik terhadap surat dakwaan maupun terhadap surat tuntutan dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap secara gamblang di muka persidangan ini, terbukti bahwa Oditur tidak berpijak kepada fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan, oleh karena itu Kami selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa secara tegas menyatakan menolak dakwaan dan tuntutan Oditur tersebut dan tetap berpendapat bahwa setiap proses peradilan haruslah didasarkan atas suatu ketentuan hukum dengan sistem acara pidana yang dianut dalam hukum positif sebagai bentuk wujud nyata dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat. Sebelum Majelis Hakim mengambil suatu putusan ijinkan Kami selaku Penasihat Hukum mengingatkan suatu teori dari Roscoe Pound yaitu “Law as a tool of social engineering” yang berarti hukum adalah alat untuk merekayasa sosial, atau dengan kata lain hukum sebagai suatu independen variable yang dapat menimbulkan dampak pada berbagai aspek kehidupan. Putusan yang diambil oleh Majelis Hakim selain berdampak kepada kedua Terdakwa juga akan berdampak kepada moril para Kapten Pilot dan Copilot lain yang selama persidangan selalu hadir untuk memberi dukungan kepada para Terdakwa, karena mereka mengerti bahwa apa yang dilakukan oleh para Terdakwa semata-mata hanya melaksanakan perintah yang diberikan oleh komandannya dan kecelakaan yang dialami oleh para Terdakwa adalah musibah yang bisa saja menimpa diri mereka setiap melaksanakan tugas penerbangan, sehingga putusan Majelis Hakim secara langsung akan berdampak terhadap moril para Kapten Pilot dan Copilot lainnya di lingkungan Penerbad. Perlu juga diketahui bahwa saat ini TNI AD sedang gencargencarnya menambah Alutsista khusus untuk Penerbad baru-baru ini TNI AD memesan 20 (dua puluh) unit pesawat Helly Bell 412 EP dari PT. Dirgantara Indonesia dan sudah diserahkan 7 (tujuh) unit, selain itu TNI AD juga memesan 20 Unit (dua puluh) unit pesawat Helly Black Hawk dan 8 (delapan) unit pesawat Helly serbu Apache, pesawat Helly angkut Chinook dari Amerika, 16 (enam belas) unit Mi 17 dan Mi 35 dari Rusia serta pesawat Helly Fennec 550 dari Perancis. Penambahan Alutsista tersebut pastinya akan membutuhkan sumber daya manusia untuk mengawakinya yaitu kapten dan copilot yang jumlahnya sangat terbatas sehingga keahlian para Terdakwa sangat dibutuhkan dalam mendukung tugas-tugas penerbangan di Penerbad, oleh karena itu Kami mohon kepada Majelis Hakim dalam mengambil putusan selain mempertimbangkan dari asas Kepastian dan keadilan juga mempertimbangkan asas manfaat, sehingga putusan Majelis Hakim dapat mewadahi semua asas hukum. Selanjutnya Kami selaku Tim Penasihat Hukum terdakwa menyakini bahwa diantara kita tidak ada sedikitpun rasa kebencian maupun dendam terhadap diri terdakwa, apa yang kita lakukan saat ini adalah bersandar pada profesionalitas dan integritas sebagai penegak
63
hukum yang semata-mata berupaya semaksimal mungkin menemukan kebenaran materiil dan terlebih lagi berupaya memberikan rasa keadilan yang hakiki terhadap terdakwa dengan berpedoman kepada etika dan norma hukum yang akhirnya kesemuanya itu berpulang kepada pertanggungjawaban kita masingmasing terhadap Tuhan Yang Maha Adil, sebagaimana tercantum dalam Surah An-Nisa ayat 135 yang berbunyi “ “ Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian menjadi orang yang teguh menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadapa dirimu sendiri, atau Bapakmu atau Kerabatmu, ataupun pada orang kaya atau orang miskin, karena Allah kebih dekat padanya, sebab itu janganlah kamu turutkan hawa nafsu untuk tifak berlaku adil”. Bahwa oleh karena Nota Pembelaan (pledooi) ini telah selesai kami uraikan satu-persatu, maka dengan segala kerendahan hati kami selaku Tim Penasehat Hukum terdakwa, memohon dengan hormat kepada majelis Hakim yang mengadili perkara ini berkenan memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang disebutkan dalam dakwaan kumulatif Oditur ; 2. Membebaskan terdakwa dari dakwaan-dakwaan tersebut (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlaag van alle rechtsvervolging) ; 3.
Membebankan biaya perkara kepada Negara. Atau ;
Jika majelis berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) dengan tetap menjunjung tinggi hak-hak dasar azasi terdakwa sebagai manusia. Kiranya Tuhan Yang Maha Pemurah dan Penyayang selalu melindungi kita semua…Amiiin. 3. Jawaban atas pembelaan (Replik) oleh oditur Militer yang pada pokoknya : Bahwa setelah mempelajari dan meneliti Pleidoi Penasehat Hukum ada hal yang mendasar yang menyebabkan adanya perbedaan pandangan dengan kami Oditur Penuntut Umum perbedaan yang mendasar tersebut antara lain dikemukakan hal-hal sebagai berikut : 1. Uraian ketentuan Undang-undang/hukum yang telah dihubungkan dengan fakta-fakta yang didapat dipersidangan baik para Saksi membawa kesimpulan bahwa kasus perkara ini tidak dapat membuktikan kesalahan para Terdakwa. 2. Tidak dapat menyetujui tuntutan Oditur Militer selaku Penuntut Umum Karena tidak berpijak pada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan oleh karena itu kami selaku Penasehat Hukum para Terdakwa secara tegas menolak dakwaan dan tuntutan Oditur dan tetap berpendapat bahwa proses peradilan haruslah didasarkan atas suatu ketentuan
64
Hukum dengan system acara pidana yang dianut dalam hukum positif sebagai bentuk wujud nyata dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat. 3. Para Terdakwa telah jelas menolak alat bukti laporan khusus dan disertai dengan laporan kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA5105 di Mapenduma Papua pada tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran surat danpuspenerbad Nomor R1369NI12011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani oleh Danpuspenerbad yaitu Brigjen TNI Mochamad Wachju Rijanto sebanyak 16 (enam belas) lembar. 4. Para Terdakwa didepan persidangan menyangkal/menolak tidak pernah melakukan perencanaan pertemuan dengan Saksi3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) di Home base karena keterangan yang diberikan kepada penyidik adalah tidak benar. 5. Para Saksi yang telah diperiksa dipersidangan menurut Penasehat Hukum sebagian dikatakan para Saksi adalah tidak benar. Dengan tidak mengurangi penghargaan dan rasa hormat kami terhadap Pleidoi yang disampaikan Penasehat Hukum , maka ada 5 (lima) kesimpulan yang kami dapatkan yang perlu mendapatkan tanggapan dalam menangani kasus perkara ini bahwa kami Oditur Militer selaku Penuntut Umum tidak benar kalau dikatakan menuntut dengan tidak ada satu bukti pun (tidak terbukti) yang membenarkan dakwaan maupun tuntutan Oditur Militer, hal ini didasarkan pada kenyataan. Bahwa keterangan Saksi-1 (Praka Muhadi), Saksi-2 (Lettu Cpn WayanSubrata), Saksi-3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono), Saksi-4 (Letkol Inf. Ebenezer Lumban Tobing), Saksi-5 (Letkol Cpn Wahyu Djatmiko), Saksi-6 (Letkol Cpn Heri Siswanto Mulyono) bahwa Para Saksi yang diajukan dipersidangan sebelum memberikan keterangan telah disumpah lebih dahulu sebagaimana dimaksud dalam pasal 154 ayat (4) UU. RI No.31 tahun 1997 maupun diatur dalam pasal 155 UU.RI No. 31 tahun 1997 karena itu keterangan Para Saksi tersebut memberikan keterangan didepan persidangan maupun diluar persidangan adalah sah sebagai alat bukti dan adapun para Saksi memberikan keterangan didepan persidangan maupun diluar persidangan tersebut Saksi 2 (Lettu Cpn Wayan Subrata), Saksi 3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono), Saksi-4 ((Letkol Inf. Ebenezer Lumban Tobing), Saksi-5 (Letkol Cpn Wahyu Djatmiko) dan Saksi-6 (Letkol Cpn Heri Siswanto Mulyono) menerangkan sebagai berikut : Saksi-2 menerangkan didepan persidangan sebagai berikut : 1. Bahwa Saksi-2 tanggal 18 April 2011 sesuai Surat Perintah Danpus Penerbad Nomor : Sprin/116611V/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan awak Pesawat Penerbad ke daerah rawan papua BKO Kodam XVII/Cenderawasih, sebanyak 25 (dua puluh lima) orang personil yang ditugaskan di daerah Timika Papua selama 1 (satu) bulan untuk melayani dan mendukung penerbangan Dorlog dan Serpas ke Pos-pos Batatyon 7531AVT di daerah Uwibutu, Enacotali, Yonif 754/ENK di Arwanop, Tsiga, Jila. Jita, Aramsuiki, Kiliarma serta Koramil yang ada di Jila, Jita, Kiliarma dan Arwanop, menggunakan 2 (dua) pesawat Helly yaitu Hetly Bell 412 dan Helly BO. 105.
65
2. Bahwa Saksi-2 melihat penumpang Pesawat Helly Bell 412 pada hari Senin tanggal 46 Mei 2011 adalah seorang sipil atau masyarahat umum hanya satu kali dan Saksi melihat persetujuan terhadap penumpang sipil telah disetujui oleh Kapten Pilot (Terdakwa-I). 3. Saksi mendengar telah terjadi keceiakaan Pesawat Helly Bell 412 Nomor Rek HA5105 pada hari Senin Tanggal 16 Mei 2011 pukul 10.00 Wit di daerah Mapenduma Papua yang di terbangkan oleh Pilot (Terdakwa-I) dan Co Pilot (Terdakwa-II) sedangkan mekanik Saksi-1 (Pratu Muhadi). 4. Bahwa Saksi-2 melihat pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 pukul 07.30 Wit mendapat perintah membuat surat Perintah terbang dari Danden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priyantono (Saksi-3) dengan Nomor SPT 130N/2011 tanggal 16 Mei 2011 sedangkan yang diperintahkan yang menerbangkan pesawat Helly Bell 412 adalah Terdakwa-I sebagai Pilot dan Terdakwa-Ii sebagai Co Pilot yang tujuannya dari Timika -Mapenduma dan saat itu Saksi sebagai Staf Operasi Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih dan menurut Saksi masalah rute penerbangan ditentukan oleh Kodam XVII/Cendrawasih sedangkan sebagai Komando Operasi Papua adalah Pangkoops TNI Papua yaitu Pangdam XVII/Cendrawasih. 5. Bahwa Saksi-2 melihat akibatnya Hellicopter mengalami kerusakan total/berat tidak dapat dipakai dan awak pesawat / penumpang sipil pesawat Helly Bell 412 mengalami luka-luka. Saksi-3 menerangkan didepan persidangan sebagai berikut : 1. Bahwa Saksi-3 pada tanggal 18 April 2011 Jumlah Personil keseluruhan 25 (dua puluh lima) orang dan saksi sebagai yang tertua, dalam penugasan ini dilengkapi Surat Perintah dari Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang Penugasan daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cenderawasih sesuai Surat Perintah Pangdam XVII/Cenderawasih Nomor : Sprin/1080/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan penerbangan di wilayah Papua. 2. Bahwa Saksi-3 pada malam harinya (tanggal 15 Mei 2011) telah diadakan pertemuan antara Saksi-3 dengan Terdakwa-I dan Terdakwa-II untuk membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil dengan ongkos satu kali penerbangan sebesar Rp 20.000.000.(dua puluh juta rupiah) sesuai kesepakatan antara Saksi-3 dengan masyarakat setempat yang meminta bantuan jasa layanan penerbangan ke Mapenduma. 3. Akibat kecelakaan Pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 tersebut antara lain: a) Personil ; Terdakwa-I (Kapten Cpn Supriyadi) mengalami engkel / keseleo pada persendian kaki kanan, Prada Muhadi (Saksi-1I) menderita luka sobek pada pelipis kiri 3 (tiga) jahitan dan engkel / keseleo pada pergelangan kaki kiiri, Copilot (Terdakwa-II / Lettu Cpn Abdi Damain) tidak mengalami luka sama sekali, sedangkan para penumpang sipil hanya luka-luka lecet di pelipis, kaki dan tangan.
66
b) Materiil : Pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 mengalami rusak berat pada bagian ekor dan bating-bating pesawat patah dan sampai pemesiksaan para Terdakwa di Penyidik POM, pesawat tersebut masih berada di TKP. Saksi-4 menerangkan didepan persidangan sebagai berikut : 1.
Saksi-4 sudah memberikan arahan dan penekanan kepada seluruh anggota Penerbad BKO Kodam XVII/Cenderawasin agar melaksanakan tugas penerbangan sesuai uraian tugas dalam Telegram Pangdam XVII/Cenderawasih yaitu melayani pos-pos yang ada di seluruh Papua untuk mengantar jemput personil dan logistik dengan Rute Timika-Tsingan, Arwanop, Kiliarma, Aramsuki, Jita, Jila, Potowayburu / Kokonao, Enarotali, Uibutu dan lain-lain, serta tidak boleh mengangkut masyarakat sipil dan tidak boleh metakukan penerbangan ke daerah lain kecuati yang sudah.
2.
Saksi mengetahui adanya pesawat Helly Bell 412 mendarat darurat di pinggir Bandara Mapenduma dari tetepon Dandim 1702/Jayawijaya pada tanggal 12 April 2011 sekira pukul 13.00 WIT, selanjutnya Saksi menghubungi Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro P) tewat Pesawat HP, dan ternyata benar pesawat Helly Bell 412 yang diterbangkan oleh Terdakwa-I selaku Pilot dan Terdakwa-II selaku Copilot dengan mengangkut penumpang sipil 11 (sebelas) orang dari Timika ke Mapenduma telah mendarat darurat di pinggir lapangan / Bandara Mapenduma akibat hempasan badai angin menyebabkan pesawat Helly Bell 412 jatuh di tebing Bukit sekitar Bandara Mapenduma.
3.
Jalur penerbangan dari Timika ke Mapenduma sudah dilarang karena berbahaya.
4.
Bahwa Saksi-4 mendngar dan mengetahui secara langsung akibat menerbangkan Pesawat Helly Bell 412 dari Timika ke Mapenduma dengan mengangkut 11 (sebelas) masyarakat sipil yang dilakukan Terdakwa-I dan Terdakwa-II Pesawat Helly Bell 412 tersebut mendarat darurat dan pesawat Jatuh di Mapenduma, untuk penumpang tidak ada yang menjadi korban dan luka tetapi menyebabkan pesawat Helly tersebut rusak berat dengan baling-baling pesawat patah, ekor pesawat patah, dan pesawat dalam posisi miring di tebing dan sampai saat ini masih di tempat kejadian dan tidak dapat digunakan lagi karena baling-baling dan ekor pesawat Helly patah serta berada di tebing jurang yang proses evakuasinya sangat sulit.
Saksi-5 menerangkan didepan persidangan sebagai berikut : 1.
Saksi-5 mengetahui terjadinya kecelakaan pesawat Helly Bell 412 dari persidangan Dewan yang dilakukan di Puspenerbad Mapenduma dan Saksi pun ikut dalam persidangan tersebut dan yang memimpin persidangan di Mapenduma adalah Danpuspenerbad dan bahkan Saksi pun mengetahui dengan cara mendengar terjadinya kecelakaan pesawat Helly Bell 412.
2.
Saksi-5 mengetahui dalam kasus kecelakaan pesawat Helly Bell 412 tersebut telah dibentuk Tim Investigasi dipimpin oleh Danpuspenerbad.
67
3.
Saksi-5 mengetahui tentang prosedur seorang Kapten Pilot sebelum menerbangkan pesawat sebagai berikut ; Melihat rute (kawasan Operasional penerbagan dalam hal ini di sekitar landasan pendaratan), merencanakan rute tersebut berapa jaraknya dan waktunya serta apa yang akan wajib dibawa harus sudah dipersiapkan, setelah itu Kapten Pilot melakukan aktifitas melakukan pemeriksaan sebelum terbang apakah pesawat layak terbang atau tidak kemudian dapat memutuskan pesawat dapat terbang atau tidak.
4.
Saksi-5 sebagai Kapten Pilot sebelum, selama penerbangan seharusnya selalu berkoordinasi tentang pelayanan informasi meteorology penerbangan cuaca, angin di daerah Mapenduma dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu yang diperuntukkan untuk keteraturan dan efisiensi penerbangan demi keselamatan kelancaran penerbangan.
5.
Saksi-5 yang dialami saat sebagai Kapten Pilot yakni harus menyesuaikan arah angin bahkan dalam keadaan tertentu apabila cuaca kurang baik dilakukan kembali ke Homebase dan selain itu menurut Saksi yang pernah dialami dalam melakukan penerbangan sebagai Kapten Pilot apabila tata cara pendaratan yang baik bila arah angin yang tidak menentu dengan cara dilakukan pendaratan tehnik menggantung.
6.
Saksi-5 dalam melaksanakan penerbangan dari suatu tempat ke tempat Mapenduma tidak adanya Peta yang dibuat dalam rangka mencatat rute dan yang berwenang untuk mengendalikan semua penerbangan di daerah Operasi Papua adalah yang menentukan Asops Kodam XVII/Cendrawasih dan yang menentukan rute penerbangan adalah Komando atas dan saat itu daerah tersebut ialah daerah Operasi Militer.
7.
Menurut Saksi-5 sebagai seorang Pilot dapat mengetahui cuaca, suhu, angin yang pertama dilakukan adalah menanyakan cuaca , angin, suhu di setasiun pelayanan informasi badan metreologi, aero nautika tetap, aero nautika bergerak, radio navigasi.
8.
Menurut Saksi-5 yang berwenang menentukan rute penerbangan di daerah Operasi Papua adalah Pangdam XVII/Cenderawasih selaku Pangkoops sesuai peratuaran Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) dan yang bertanggung jawab atas penerbangan serta keselamatan dalam penerbangan adalah Pilot bersama Copilot dalam hal ini adalah para Terdakwa dan nilai pesawat Helly Kopter jenis Bell 412 kira-kira bernilai milyaran rupiah.
Saksi-6 menerangkan didepan persidangan sebagai berikut : 1.
Saksi-6 mengetahui kecelakaan pesawat Helly Bell 412 sedang menjabat sebagai Dandenharsabang Lanumad A Yani Semarang yang tugas pokoknya memperbaiki komponenkomponen pesawat dan dalam hal ini menuurut Saksi yang bertanggung jawab atas keselamatan penumpang adalah seorang Kapten Pilot dan Copilot dan Saksi mengetahui tugas pokok Copilot adalah membantu datam mempersiapkan alat
68
bantu penerbangan penerbangan.
sesuai
aturan
dalam
ketentuan
2.
Saksi-6 mengetahui aturan muatan penumpang pesawat Hellycopter jenis Bell 412 jika penumpang non tempur bermuatan 10 (sepuluh) orang ditambah 4 (empat) orang dan Crew pesawat kurang lebih 600 (enam ratus) kg.
3.
Menurut Saksi-6 pesawat Helly Bell 412 tidak mempunyai alat yang bisa mengindikasikan Windshear (perubahan kecepatan angin secara tiba-tiba) namun untuk pesawat Helly sekarang dipasang radar yang bisa mengindikasikan adanya Windshear.
4.
Menurut Saksi-6 yang dialami sebagai Kapten Pilot saat itu yang pertama Saksi mewaspadai akan terjadinya Windshear (perubahan kecepatan angin secara tibatiba) dan Pilot mengalami adanya Windshear pada saat mau melakukan pendaratan di titik yang dituju, dengan menggunakan alat Animometer (alat untuk mengukur kecepatan angin dan besarnya tekanan angin mengukur arah angin), alat Barometer Aneroid ( alat mengetahui perubahan udara), alat Radio Navigasi, alat Altimeter (alat untuk mengetahui ketinggian) dan harus didukung dengan alat komunikasi penerbangan.
5.
Menurut Saksi-6 Pilot harus mengetahui situasi medan yang akan dituju dan Saksi mengetahui pesawat Helly Bell 412 yang diawaki para Terdakwa tidak dilengkapi Radar dan untuk mengetahui situasi cuaca di daerah Mapenduma dari radio Satelit yang diinfokan pasukan setempat yang berada di daerah tersebut.
6.
Saksi-6 mengetahui untuk metakukan penerbangan untuk tugas operasi yang tidak pemah dilakukan harus sesuai Standart Operasional Procedure, seorang Pilot agar melakukan Observasi diatas ketinggian 300 dampai dengan 500 feet jadi Pilot hanya berputar-putar diatasnya sebelum melakukan pendaratan.
7.
Menurut Saksi-6 untuk menentukan titik pendaratan seorang Pilot harus memperhatikan keadaan cuaca, arah angin, dari mana arah pendaratan yang aman dan kecepatan aman untuk melakukan pendaratan, diantaranya yaitu normal approach dengan sudut tertentu da vertical, pendaratan yang paling aman adalah pendaratan secara menggantung karena bisa untuk situasi yang tidak menentu.
8.
Jadi kami berkesimpulan keterangan Saksi tersebut diatas adalah keterangan alat bukti Saksi yang diperoleh dari sidang pengadilan yaitu kongkrit dari perbuatan materiel yang didakwakan, keterangan alat bukti Saksi dapat menghasilkan pembuktian yang sempuma dan lengkap bahwa mereka para Saksi telah menceritakan apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, apa yang ia alami dan apa yang ia dapat cerita dari tindak pidana dimulai sampai selesai dilakukan maka menurut hemat kami selaku Oditur Militer tentang keterangan para Saksi tersebut di atas bukanlah rekayasa, manipulasi data justru para penasehat hukumlah yang kurang memahami, mencermati fakta hukum pembuktian bahwa keterangan alat bukti Saksi dan alat bukti surat yang diperoleh dalam sidang pengadilan tentu
69
semua dimasukan dalam surat tuntutan yang ada hubungannya dengan unsur delik yang dibuktikan. 9.
Alat bukti surat diperlukan dalam surat tuntutan pada tindak pidana komulatif yang dilakukan oleh para Terdakwa karena dalam pembuktian ada surat yang diajukan didepan persidangan yang digunakan sebagai alat bukti yang diuraikan dalam Surat Tuntutan yang diatur dalam pasal 176 Undangundang RI No. 31 tahun 1997.
Terdakwa-I didepan persidangan menerangkan ; 1.
Terdakwa-I sebagai Penerbad TNI-AD ditugaskan di Timika Papua sejak tanggal 18 April 2011 bersama anggota Satgas lainnya yang berjumlah 25 (dua puluh lima) orang di bawah pimpinan Mayor Cpn. Anggoro Priyatno sesuai Surat Perintah Dan Pus Penerbad Nomor : Sprin/1166/IVl2011 tanggat 14 April 2011 tentang perintah penerbangan di wiiayah Papua menggunakan perlengkapan 2 (dua) Pesawat Helly Copter yaitu Helly Bell 412 Noreg HA 5105 dan Helly Copter jenis BO-105 dengan tugas utama melakukan droping-droping Logistik dan Serpas ke Pos Yonif 753/AVT di Uwibutu dan Enarotali serta Pos Yonif 754/ENK di Arwanop, Tsiga. Jila. Jita, Aramsuiki, Kiliarma, serta Koramil di daerah Jita, Jila, Kiliarma
2.
Terdakwa-I mengaku bertugas dan berkewajiban melaksanakan perintah dinas di daerah Operasi yang dibawah kendali Pangdam XVII/Cenderawasih selaku Panglima Komando Operasi Papua dengan tujuan melakukan dorlog, angkut personil militer dan evakuasi personil militer ditempat yang sudah ditentukan.
3.
Bahwa pada tanggal 16 Mei 2011 bersama dengan Terdakwa-II (Copilot) dan Praka Muhadi (Saksi-1) sebagai mekanik dan para Terdakwa tersebut mengetahui dan menyadari bahwa Surat Perintah dari Dandenpenerbad Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 adalah bukan perintah rute penerbangan di Mapenduma dan Terdakwa-l (Pilot), Terdakwa-II (Copilot) pada tanggal 16 Mei 2011 memang benar Terdakwa-l (Pilot) mengetahui ada perintah dari Asops Pangdam XVII/Cendrawasih untuk melaksanakan penerbangan di Rute Kokonao.
4.
Terdakwa-I mengakui yang dibawa adalah masyarakat sipil adalah tidak ada perintah dari Pangkoops Papua dalam pengangkutan masyarakat sipil maupun barang serta Terdakwa-I telah menyetujui dan menandatangani surat Manifest Passenger.
5.
Terdakwa-l dan Terdakwa-II di depan Persidangan telah mengaku selama dalam penerbangan ada terdapat alat perlengkapan penerbangan yang wajib berfungsi tetapi tidak berfungsi pada hal alat tersebut yang berupa radio navigasi sangat berfungsi untuk mengetahui tentang keadaan di darat mengenai cuaca dan angin yang tujuanya untuk keselamatan dan keamanan dalam penerbangan.
6.
Terdakwa-I (Pilot) mengaku saat akan mendarat di tempat Mapenduma Tecdakwa-1 pernah disarankan oleh Terdakwa-II (Copilot) mengenai pendaratan sebaiknya dari arah selatan
70
namun Terdakwa-I membuat suatu keputusan dalam pendaratan penerbangannya dari arah utara dan setelah dlakukan pendaratan dari arah utara tiba-tiba ada angin kencang sehingga pesawatnya tidak dapat dikendalikan dan baling-baling pesawat Helly Bell 412 mengenai tebing dan pesawat jatuh yang mengakibatkan pesawat Helly Bell tersebut mengalami kerusakan dan penumpang masyarakat sipil mengalami luka-luka dan hingga sampai sekarang pesawat Helly Bell tersebut tidak dapat dipakai. 7.
Bahwa Terdakwa-I didepan penyidik telah mengakui melakukan penerbangan ke daerah Mapenduma dan membenarkan bahwa penerbangan ke daerah Mapenduma bukan rute penerbangan serta mengangkut masyarakat sipil dengan menggunakan pesawat Helikopter Helly Bell 412 hanya satu kali dan bahkan Terdakwa-I mengakui pengangkutan masyarakat sipil ke daerah Mapenduma mengenai uang jasa sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) kemungkinan akan dibagikan untuk kesejahteraan kepada anggota pada akhir penugasan.
8.
Ternyata didepan sidang para Terdakwa mencabut/menyangkal keterangannya diluar persidangan dengan alasan para Terdakwa pada malam hari tanggal 15 Mei 2011 tidak melakukan pertemuaan dengan Saksi-3 untuk membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma.
Terdakwa-2 di depan persidangan menerangkan : 1.
Pada tanggal 18 April 2011 bersama anggota lainnya yang berjumlah 25 (dua puluh lima) orang sesaui Surat Perintah Danpuspenerbad Nomor : Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan awak Penerbad di daerah rawan Papua / BKO Kodam XVII/Cenderawasih di bawah pimpinan Mayor Cpn. Anggoro Priyanto NRP 11970022470372 dan waktu penugasan 1(satu) bulan dengan tugas pokok melaksanakan Dorlog dan Serpas Pos-pos Yonif 753IAVT di Uwibutu dan Enarotali, pos-pos Yonif 754/ENK di Arwanop, Tsiga, Jila, Jita, Aram, Sulki. Kiliarma serta Koramil di daerah Jita, Jila, Kiliarma dan Potowaibura.
2.
Terdakwa-2 dalam melaksanakan tugas tersebut, dilengkapi dengan 2 (dua) Pesawat Helly yaitu 1(satu) unit Helly Bell 412 dan 1(satu) unit Helly BO. 105 dan Terdakwa-2 bertugas sebagai Penerbang II Siud Serbu Bell 412 dan pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 06.00 WIT, Praka Muhadi, Serka Aswan (Inspektur Teknik) dan Sertu Edy Prayitno (Helper) melakukan pengecekan harian dan pembersiihan pesawat hingga pukul 07.0 WIT dan pesawat dinyatakan laik terbang (Serviceable).
3.
Terdakwa-2 setelah dilakukan pengecekan selesai kemudian dilaporkan kepada Terdakwa-I bahwa pesawat Helly Bell 412 tayak terbang dan sebelum melakukan pelaksanaan terbang para Terdakwa telah menerima surat perintah penerbangan untuk menuju ke daerah Mapenduma guna penumpang masyarakat sipil dengan beralasan membantu kemanusiaan pada hal para Terdakwa mengetahui pada tanggal 16 Mei 2011 pesawat Helicopter Helly Bell 412 siap berangkat menuju ke rute Kokonao mulai dari Timika ke Kokonao-Timika berdasarkan
71
atas perintah Pangdam XVII/Cenderawasih selaku Pangkoops TNI Papua tetapi para Terdakwa secara diam-diam menggunakan kesempatan menjelang pergantian penugasan yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2011. 4.
Terdakwa-2 mengakui di depan persidangan yang menerangkan adanya alat system dalam pesawat terbang tidak berfungsi yaitu Radio Navigasi GPS, sedangkan Radar dan alat pelayanan komunikasi (tidak dilengkapi).
5.
Terdakwa-2 mengetahui akibat kecelakaan pesawat Helly Bell 412 yang diawaki Para Terdakwa penumpang masyarakat sipil mengalami luka-luka dan pesawat mengalami kerusakan patah pada baling-baling utama, patah pada bagian ekor, kaca depan sebelah kiri pecah, kaki sebelah kiri bengkok hingga sampai sekarang pesawat tersebut tidak dapat dipakai.
Bahwa didalam persidangan barang bukti berupa surat telah diajukan di depan persidangan dan disaksikan para Terdakwa, para Penasehat Hukum dan Majelis Hakim adalah sebagai berkut : Alat Bukti Surat : -
2 (dua) lembar foto gambar ssaat setelahjatuhnya Pesawat Helly Bell 412 noreg Noreg HA 5105 pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 10.30 Wit dijurang samping kanan (dari arah masuk) Landasan Mapenduma.
-
3 (tiga) lembar Sprin Pangdam XVII/Cenderawasih Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011.
-
5 (lima) lembar Sprin Danpus Penerbad Nomor Sprin/1166/IV/ 2011 tanggal 14 April 2011.
-
1 (satu) lembar Sprin Terbang dari Danden Penerbad Nomor SPT/ 130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011.
-
1 (satu) lembar Daftar Manifest Penumpang yang disetujui dan ditandatangani oleh Terdakwa-I atas nama Kapten Cpn Supriyadi sebagai Pilot Pesawat Helly Bell 412 register pesawat HA-5105 dari Timika-Mapenduma sedangkan dibantu oleh Co Pilot Terdakwa-II yaitu Lettu Cpn Abdi Darnain.
-
laporan khusus dan disertai dengan Laporan Kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369/VI/2011 tanggal 8 Juni 2011 tang ditandatangani oleh Danpuspenerbad Brigjend TNI Mochamad Wachju Rijanto sebanyak 16 (enam belas) lembar.
-
1 (satu) lembar Surat Telegram Aspos Dam XVII/Cenderawasih Nomor TR/505/2011 tanggal 15 Mei 2011.
-
1(satu) lembar Surat Perintah tentang pemeriksaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penerbangan Pesawat Helly Bell 412 dari TimikaMapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil dan jatuh pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 11.00 Wit dengan Nomor : Sprint/130/V/2011 tanggal 20 Mei 2011. Jadi alat bukti tersebut diatas yang diajukan oleh Oditur Militer mempunyai nilai yuridis adalah telah
No
72
memenuhi syarat yang sah menurut Undang-undang dan mempunyai kekuatan pembuktian. Bahwa alat bukti surat yang dimaksud dalam pasal 172 ayat (1) huruf d Undangundang RI No. 31 tahun 1997 yang diatur pasal 176 Undang-undang RI No.31 tahun 1997 adalah sebagai berikut : a) Dalam pasal tersebut dibedakan beberapa surat yang dapat disebut alat bukti surat ; 1) Surat yang dibuat oleh seorang pejabat yang berdasarkan atas sumpah jabatan. 2) b)
Surat yang dibuat oleh seorang pejabat yang dikuatkan oleh sumpah jabatan.
Alat bukti surat berbentuk : 1) 2)
Berita acara yang dibuat oleh pejabat umum atau penyidik. Surat-surat resmi yang dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang.
Bahwa syarat bukti surat tersebut mempunyati nilai kekuatan pembuktian memuat tentang kejadian, keadaan yang didengar, keadaan yang dilihat, keadaan yang dialami sendiri, sehingga kami selaku Oditur Militer berkesimpulan alat bukti tersebut diatas adalah sah sesuai Undang-undang Hukum Acara Pidana Militer. Maka keterangan para Saksi, para Terdakwa tersebut diatas maupun isi barang bukti surat jelas menunjukan gambaran suatu tindakan tentang terjadinya kesengajaan yang tidak mentaati suatu peritah dinas atau semaunya melampaui perintah yang dilakukan secara bersama-sama sehingga bertentangan dengan kewajiban hukum dan para Terdakwa dalam melakukan pendaratan di kawasan Mapenduma Papua saat itu tidak memperhatikan disekitar wilayah di kawasan pendaratan yang seharusnya kawasan tersebut perlu diperhatikan untuk mensaga keselamatan karena disekitar wilayah tersebut tebing, pepohonan dan berbukit, tetapi Terdakwa-I (Pilot) sengaja dengan maksud melakukan keputusan dalam lepas landas di wilayah Mapenduma yang akhirnya terjadi kecelakaan dan kecelakaan tersebut menurut Oditur Militer bukan disebabkan adanya angin kencang dari arah belakang pasawat, adalah rekayasa para Terdakwa maupun para penasehat hukum karena tidak mampu menunjukan bukti-bukti yang kuat melainkan kecelakaan tersebut disebabkan para Terdakwa tidak memperhatikan disekitar kawasan landasan pendaratan tersebut, maka jelas tindakan tersebut para Terdakwa sebagai Pilot dan Copilot bertentangan dengan ketentuan kawasan operasional penerbangan. Pengingkaran dimuka sidang maupun dalam pembelaannya ternyata semata-mata untuk tujuan agar mereka bebas tidak dihukum, bukan berarti yang mereka lakukan itu tidak benar hal ini terbukti pada kenyataan bahwa para Saksi yaitu Saksi-1 (Praka Muhadi), Saksi-2 (Lettu Cpn Wayan Subrata), Saksi-3 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono), Saksi-4 (Letkol Inf. Ebenezer Lumban Tobing), Saksi-5 (Letkol Cpn Wahyu Djatmiko), Saksi-6 (Letkol Cpn Heri Siswanto Mulyono) dikuatkan dengan alat bukti lainnya atas perbuatanya sebagaimana terurai dalam persidangan atau dalam
73
berkas berita acara berkas perkara Nomor : BP-77/A-64/VII/2011 tanggal 25 Juli 2011 adalah menunjukkan bukti petunjuk. Dengan demikian keterangan para Saksi dan dikuatkan dengan alat bukti surat, alat bukti petunjuk yang menerangkan tentang perbuatan, terjadinya dan keadaan hal-hal yang berhubungan dengan Militer dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas atau semaunya melampaui perintah sedemikian itu yang dilakukan secara bersama-sama dan berhubungan dengan tindakan melawan hukum dan dengan sengaja membuat tidak terpakai suatu barang keperluan/perlengkapan perang, maka keterangannya dapat digunakan sebagai bukti kesalahan para Terdakwa. Pada umumnya disangkal terhadap keterangan para Saksi namun menurut Pasal 173 ayat (4) UU. Rl No. 31 tahun 1997 keterangan para Saksi adalah berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah karena ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu. Bahwa berdasarkan Yurisprodensi :
kenyataan
ini
dan
berlandaskan
atas
a.
Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 23 Pebruari 1960 No. 229K/Kr/1959, "Pengakuan Terdakwa diluar sidang yang kemudian di sidang pengadilan disangkal tanpa alasan yang berdasar, merupakan petunjuk tentang kesalahan Terdakwa.
b.
Putusan MA tanggal 25 Pebruari 1960 No. 225 K/Kr/1961 tanggal 27 April 1961 No.5K/Kr/1961, menyatakan pengakuan diluar sidang tidak dapat dicabut kembali tanpa alasan.
c.
Putusan Mahkamah Agung tanggal 20 September 1977 No. 177K/Kr/1965 antara lain mengatakan keterangan pengakuan yang diberikan diluar sidang dapat dipergunakan Hakim sebagai petunjuk untuk menetapkan kesalahan Terdakwa.
d.
Keputusan Makhamah Agung, tanggal 19 Agustus 1987 No. 1043K/Pid/1985 antara lain menyatakan pencabutan keterangan/pengakuan oleh Terdakwa yang tak beralasan adalah merupakan bukti petunjuk akan kesalahan Terdakwa.
Bahwa oleh karena itu dalam kasus perkara ini keterangan para Terdakwa, keterangan para Saksi yang kami kemukakan diatas dan beserta alat bukti surat diatas dapat kami gunakan sebagai petunjuk untuk menetapkan kesalahan para Terdakwa. Dalam pasal 172 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1997 sebagaimana dikutip oleh Oditur Militer selaku penuntut umum alat bukti yang sah ialah ; a. b. c. d. e.
Keterangan Saksi. Keterangan Ahli. Keterangan Terdakwa. Surat dan Petunjuk.
74
dan apabila dihubungkan dengan pasal 171 UU. RI Nomor 31 tahun 1997 yang berbunyi "Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pasal ini jelas-jelas ditujukan kepada alat penegak hukum untuk menentukan ada tidaknya tindak pidana sudah seharusnya melandaskan kepada arti dan bunyi pasal 171 UU. RI No.31 tahun 1997 tersebut. Sejalan dengan ini maka yang dimaksud dalam pasal 171 UU. RI No.31 tahun 1997 adalah dua alat bukti bukan dua macam alat bukti misalnya harus ada keterangan ahli dan surat, hal ini sesuai degan petunjuk dari Mahkamah Agung RI dalam himpunan tanya jawab tentang hukum pidana tanggal 30 Desember 1983 Bab XVII No. 16 mengartikan 2 Saksi sudah memenuhi pengertian dua alat bukti yang sah. Bahwa dengan demikian kenyataan fakta hukum yang kami kemukakan dengan keterangan Saksi, barang bukti surat, keterangan para Terdakwa dan alat bukti petu njuk tersebut bila dihubungkan satu dengan yang lain kami telah memperoleh suatu keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan Terdakwa-I yaitu Kapten Cpn Supriyadi (Pilot) dan Terdakwa-2 yaitu Lettu Cpn Abdi Darnain (Copilot) telah melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 103 ayat (1) KUHPM Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan telah melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 148 ke-2 KUHPM. 4. Jawaban Penasihat Hukum terhadap Oditur (Duplik) yang pada pokoknya ; Bahwa Oditur didalam replieknya kembali menyampaikan faktafakta yang telah dicantumkannya di dalam surat tuntutannya, namun seluruh fakta-fakta tersebut telah kami bantah kebenarannya dengan menghadirkan fakta-fakta yang sebenarnya yang telah terungkap baik dipersidangan maupun diluar persidangan secara tegas dan gamblang, sehingga kami anggap bahwa repliek yang dibacakan Oditur pada tanggal 26 Maret 2013 tidak lebih merupakan suatu bentuk pengulangan dan surat tuntutannya yang tidak dapat membuktikan unsur kesalahan yang dilakukan para Terdakwa, namun demikian ada beberapa hal yang perlu kami tanggapi berkaitan dengan repliek Oditur sebagai berikut ; Oditur dalam replieknya mencantumkan semua keterangan saksi (Saksi-2 s.d. saksi 6), namun Oditur tidak mencantumkan keterangan dari Saksi-1 (Praka Muhadi; mekanik, dalam persidangan ini Saksi-1 adalah satu-satunya saksi yang ikut dalam penerbangan ke Mapenduma yang dalam kesaksiannya menerangkan secara tegas di persidangan bahwa penyebab jatuhnya pesawat Helly Bell 412 Noreg. HA 5150 di Mapenduma adalah karena adanya dorongan angin kencang dari arah kiri dan belakang, dimana keterangan Saksi1 tersebut sesuai dengan keterangan para Terdakwa sehingga dengan demikian terungkap dengan jelas bahwa faktor penyebab
75
insiden kecelakaan pesawat di Mapenduma karena force majeur adalah fakta yang sebenarnya. Keterangan Saksi-1 sengaja dikesampingkan /dikaburkan oleh Oditur karena keterangan Saksi-1 menentukan secara materiil tentang adanya daya paksa mutlak / absolute drang (dorongan angin kencang dari arah kiri dan belakang/ windshear) yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat, sehingga dengan demikian adanya daya paksa mutlak dalam perkara ini sebagai alasan pembenar sesuai Pasal 48 KUHP adalah fakta yang tidak terbantahkan sehingga unsur kesalahan pare Terdakwa dalam Pasal 148 KUHPM ditiadakan atau tidak terpenuhi baik secara formil maupun materiil. Bahwa Oditur dalam replieknya berpendapat bahwa fakta hukum yang dikemukakan dalam Surat Tuntutannya, dengan keterangan saksi, barang, bukti surat, keterangan para Terdakwa dan alat bukti petunjuk dihubungkan satu sama lain maka Oditur berkeyakinan para Terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakannya. Kami tidak sependapat dengan pendapat Oditur tersebut selain dengan fakta-fakta Yang telah kami sampaikan sebelumnya di pledoii dikuatkan dengan 2 (dua) alasan tambahan sebagai berikut ; a. Keterangan Saksi-4 (Letkol Inf Ebenezer Lumban Tubing) yang dijadikan dasar Oditur didalam tuntutannya adalah keterangan saksi yang tercantum di dalam BAP, dengan alasan saksi tidak hadir dipersidangan walaupun telah dipanggil berkali-kali secara patut. Padahal kenyataannya Saksi (Letkol Inf Ebenezer Lumban Tobing) hadir dan memberikan keterangannya di persidangan, menurut ketentuan hukam acara, keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 173 Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah keterangan yang dinyatakan saksi di muka persidangan, sehingga fakta-fakta (Saksi-4) yang dijadikan dasar oleh Oditur dalam tuntutannya wajib ditolak oleh Majelis Hakim karena bertentangan dengan Hukum Acara. b. Salah satu alat bukti surat yang diajukan oleh Oditur adalah Laporan khusus yang dilampiri dengan laporan kecelakaan pesawat Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua pada tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369/VI /2011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani oleh Danpuspenerbad. Di dalam ilmu hukum jelas kita mengenal istilah "lex specialis derogate lex generalis" yang berarti ketentuan hukum yang bersifat khusus mengesampingkan ketentuan hukum Yang bersifat umum, Penasihat Hukum didalam pledoiinya telah menyampaikan secara jelas dan tegas bahwa ada regulasi-regulasi yang bersifat khusus "lex speciatis" yang berlaku dan mengikat baikterhadap orang maupun badan hukum yang berprofesi dan berusaha di dunia penerbangan. Regulasi-regulasi tersebut mengatur ketentuan-ketentuan tentang dunia penerbangan secara umum dan khususnya mengatur tentang keselamatan dan keamanan penerbangan, termasuk diantaranya adalah mengatur kewenangan seorang Kapten Pilot dan awak pesawat dalam mengambil keputusanshg dalam rangka menyelamatkan dan mengankan penerbanganshg selain didalam KUHP terdapat alasan pembenar yang tercantum dalam Undang-
76
Undang Penerbangan. Tindakan Oditur mengajukan dan memaksakan Lapsus Danpuspenerbad sebagai alat bukti di Pengadilan adalah suatu bentuk ketidak patuhan terhadap peraturan perundang-undangan karena sesuai Annex-13 Aircraftaccident and incident investigation regulation dari ICAO menyatakan dengan tegas bahwa hasil investigasi kecelakaan pesawat terbang tidak boleh digunakan sebagai alat bukti di pengadilan karena hasil investigasi bertujuan agar tidak terjadi kecelakaan yang berulang, sehingga penggunaan hasil investigasi pesawat terbang sebagai alat bukti di Pengadilan adalah suatu bentuk ketidak patuhan terhadap Peraturan Perundangandan merupakan suatu tindakan yang tidak profesional serta melawan hukum yang berakibatputusan menjadi cacat hukum. Selain itu Saksi-6 (Saksi Ahli) menyatakan dengan tegas dipersidangan bahwa laporan hasil infestigasi yang dibuat oleh Puspenerbad bersifat subjektif karena pasti terdapat perbedaan cuaca, arah dan kecepatan angin pada saat investigasi dilaksanakan dibandingkan pada saat terjadinya kecelakaan pesawat Helly Bell 412, karena keadaan cuaca di Papua pada umumnya dan daerah ketinggian pada khususnya seperti di Mapenduma tidak dapat diprediksi dan selalu berubah-ubah. Dengan demikian kami berpendapat bahwa keyakinan Oditur tersebut di atas adalah keliru dan menpesatkan karena dibangun dari alat-alat bukti yang tidak sah menurut hukum acara dan perundangundangan. Bahwa Oditur menyatakan di dalam repfieknya, bahwa para Terdakwa membantah pernah melakukan pertemuan di home base dengan Saksi-3 untuk membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma. Dalam fakta yang terungkap di persidangan para terdakwa memang tidak pernah bertemu pada malam hari tanggal 15 Mei 2011 untuk membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma, fakta yang sebenarnya adalah pada malam hari tanggal 15 Mei 2011 diadakan pertemuan terbatas di sebuah ruangan di home base antara Saksi-3 dengan para Dansiud/ Kapten Pilot (Terdakwa 1) dan Kapten Cpn Agus Priyono / Kapten Pilot pesawat Bolco)untuk membicarakan rencana penerbangan rutin harian bukan membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma. Pada pertemuan tersebut Terdakwa 2 tidak ikut hadir karena bukan unsur Dansiud, dimana pada pertemuan tersebut Terdakwa 1 diperintahkan melaksanakan penerbangan ke Enarotali sedangkan Kapten Cpn Agus Priono diperintahkan melaksanakan penerbangan ke Jila, dan fakta-fakta lain yang menguatkan pendapat kami telah disampaikan di dalam pledoii. Dalam persidangan teluh terungkap fakta-fakta baik di dalam maupun di luar persidangan yang telah Kami tuangkan di dalam pledooi, bahwa para Terdakwa hanyalah bawahan yang melaksanakan surat perintah terbang yang diberikan oleh Saksi 3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) sebagai atasannya serta tidak mengetahui bahwa perintah tersebut tidak sesuai dengan prosedur, dengan demikian terdapat alasan pembenar sesuai Pasal 51 ayat (2) KUHP dan asas "tiada pidana tanpa kesalahan" (Geen straaf zonder schuld), sehingga unsur kesalahan para Terdakwa dalam Pasal 103 ayat (1) KUHPM ditiadakan atau tidak terpenuhi.
77
Bahwa Penasihat Hukum semakin yakin berdasarkan pledoii yang telah Kami sampaikan sebelumnya dikuatkan dengan Dupliek ini, maka Kami berpendapat memang benar telah terungkap faktafakta adanya alasan pembenar baik di dalam KUHP maupun di dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2001 tentang Keselamatan dan Keamanan Penerbangan secara terang dan tidak terbantahkan oleh karena itu demi hukum dan keadilan, pemidanaan terhadap para Terdakwa harus ditiadakan, hal ini sesuai dengan asas "tiada pidana tanpa kesalahan" (geen straf zonder schuld) atau asas "suatu tindakan tidak bisa dinyatakan salah kecuali tindakan tersebut diliputi kejiwaan dan fikiran yang salah pula " (an act does not constitute itself guilt unless the mind is guilty). Bahwa Oditur tidak pernah mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dari para Terdakwa, padahal kedua Terdakwa telah berulangkali melaksanakan tugas operasi (baik operasi militer maupun operasi kemanusiaan) dan mendapatkan satya lencana atas pengabdiannya tersebut, yaitu, antara lain ; a.
Terdakwa 1 telah melaksanakan tugas operasi ke Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, perbatasan Kalimantan Timur dan Barat, Ternate, serta perbatasan NTT dan Timor Leste.
b.
Terdakwa 2 telah melaksanakan tugas operasi ke Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, perbatasan Kalimantan Timur dan Barat. Ambon, serta perbatasan NTT dan Timor Leste.
c.
Para Terdakwa sebelumnya tidak pernah melakukan tindak pidana dan tidak pernah melakukan pelanggaran hukum disiplin.
d.
Para Terdakwa selama menjalankan tugas penerbangan tidak pernah mengalami kecelakaan.
Bahwa Penasihat Hukum kembali mengingatkan kepentingan militer terhadap keahlian para Terdakwa dalam mendukung tugastugas TNI saat ini dan kedepan, dan kenyataannya Terdakwa-2 sejak bulan April 2012 telah kmbali melaksanakan tugas penerbangan ke Kalimantan Timur, Kupang dan Ambon serta ikut menerbangkan pesawat Helly Bell 412 EP pengadaan TNI ADterbaru dari PT. Dirgantara Indonesia, sedangkan hukuman tidak boleh terbang (grounded) bagi Terdakwa 1 sebenarnya sudah selesai pada bulan Nopember 2012 dan Puspenerbad akan menugaskan yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas penerbangan, namun Penerbad masih menunggu putusan dari Pengadilan Militer. Menelaaah kenyataan yang kami uraikan tersebut Kami mohon agar Majelis Hakim dapat dengan bijak memutuskan para Terdakwa dengan pertimbangan kepentingan Militer atas keahlian para Terdakwa tersebut selain kepentingan hukum. Menimbang
:
Bahwa menurut Surat Dakwaan Oditur di atas, para Terdakwa pada pokoknya didakwa sebagai berikut : Kesatu : Bahwa para Terdakwa pada waktu-waktu dan di tempat-tempat seperti tersebut di bawah ini yaitu pada hari Senin tanggal enam
78
belas bulan Mei tahun dua ribu sebelas sekira pukul 09.30 WIT, atau waktu-waktu lain setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei tahun dua ribu sebelas, bertempat di Landasan Pesawat Mapenduma Papua atau di tempat-tempat lain setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk wilayah hukum Pengadilan Militer III-19 Jayapura, telah melakukan tindak pidana “Militer yang menolak atau dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu yang dilakukan secara bersama-sama”, dengan cara-cara sebagai berikut : a. Bahwa Terdakwa-I adalah Prajurit TNI AD yang masuk melalui Pendidikan Secaba PK tahun 1996 di Pusdikdi Bogor, setelah selesai pendidikan dilantik dengan pangkat Serda dan ditugaskan di Makopassus Cijantung dan tahun 1997/1998 mengikuti pendidikan Penerbad di Pusdik Semarang selanjutnya ditugaskan di Pusdik Secapa TNI AD Lembang Bandung, kemudian Sesarcap Infantri di Pusdik Bandung, setelah itu ditugaskan kembali ke Penerbad Semarang dan pada tanggal 18 April 2011 ditugaskan sebagai Satgas Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih yang berkedudukan di Timika Papua hingga sekarang dengan pangkat terakhir Kapten Cpn NRP 21960098290775 . b. Bahwa Terdakwa II adalah prajurit TNI AD yang masuk melalui sekolah Penerbangan Tni Prajurit Sukarela Dinas Pendek Mabes TNI pada tahun 2005 selama 3 (tiga) tahun, dilanjutkan Kursus Perwira Penerbang II Bell 412 selama 6 (enam) bulan, setelah itu ditugaskan di Skuadron 21 Serbaguna Pus Penerbad sampai dengan sekarang dengan pangkat terakhir Letda Cpn NRP 12080103610687 . c. Bahwa para Terdakwa melaksanakan tugas operasi di Papua / Timika sejak 18 April 2011, bersama anggota lainnya dengan jumlah personil keseluruhan 25 (dua puluh lima) orang dibawah pimpinan Saksi-1II (Daden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priyantono), dilengkapi dengan Surat Perintah dari Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih dan Surat Perintah Pangdam XVII/Cendrawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melakukan penerbangan di wilayah Papua . d. Bahwa Terdakwa-I pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.30 WIT melaksanakan tugas mengangkut personil ke Mapenduma, pada saat itu Terdakwa-I sebagai Kapten Pilot dan Terdakwa-II sebagai Co Pilot dan Saksi-1I sebagai mekanik dengan pesawat Helly Copter Bell 412, lepas landas meninggalkan Timika mengangkut 11 (sebelas) orang masyarakat sipil dengan rincian 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak, setibanya di atas landasan Mapenduma sekira pukul 10.30 WIT, Terdakwa-I berputar sebanyak 3 (tiga) kali sambail membaca arah angin dan menurunkan ketinggian, setelah ketinggian terasa cukup dari arah pintu angin Terdakwa-I melaksanakan pendaratan, pada saat mendekati landasan datang angin dari arah belakang Pesawat Helly dengan kekuatan tinggi/kencang, namun Terdakwa-I mencoba mengendalikan pesawat dengan menambah daya angkat, akan tetapi pesawat Helly tidak mampu menahan angin hingga akhirnya pesawat Helly terhempas ke tanah dan terlempar ke jurang, dan ketika berada di jurang Terdakwa-I tetap berusaha mengendalikan pesawat Helly, akan tetapi pesawat berputar kearah kanan hingga akhirnya baling-
79
baling membentur tebing kiri pesawat dan pesawat oleng dengan posisi kepala di atas dan ekor di bawah, kemudian terperosok di tebing dengan posisi miring ke kiri (kaki Helly sebelah kanan diatas dan kaki Helly sebelah kiri berada di bawah), kemudian Terdakwa-I mematikan mesin pesawat Helly agar tidak terbakar . e. Bahwa setelah Terdakwa-I mematikan mesin kemudian Terdakwa-I memanggil Terdakwa-II dan Saksi-1I selanjutnya memerintahkan agar segera keluar untuk mengevakuasi penumpang dan Terdakwa-I keluar paling akhir dari dalam pesawat Helly, setelah para penumpang dievakuasi dari dalam pesawat ke atas tebing yang berjarak ± 10 (sepuluh) meter dari pesawat, tidak lama kemudian datang penduduk setempat membantu mengecek penumpang kedalam pesawat, setelah yakin para penumpang tidak ada dalam pesawat kemudian penduduk setempat datang untuk menolong Terdakwa-I bersama crew dan para penumpang dibawa ke perkampungan penduduk setempat, selanjutnya Terdakwa-I dan crew Helly ditampung di rumah Pak Camat dan penumpang lainnya langsung kembali ke rumah masing-masing, selanjutnya Pak Lurah (nama tidak tahu) menghubungi Kodim Wamena dan Koramil Kenean melalui Radio SSB memberitahukan tentang terjadinya kecelakaan Pesawat Helly dan selanjutnya agar kejadian tersebut disampaikan ke Kodim Timika, sedangkan Terdakwa-II dengan menggunakan Radio SSB milik ibu Pendeta (nama tidak tahu) mencoba menghubungi radio Penerbad kemudian melaporkan kejadian jatuhnya pesawat tersebut kepada Saksi-1II . f. Bahwa Terdakwa-I dan Terdakwa-II mengetahui penerbangan ke daerah Mapenduma bukanlah merupakan rute penerbangan yang ditugaskan kepada Terdakwa-I dan Terdakwa-II dalam rangka tugas operasi, akan tetapi Saksi-1II (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) tetap membuatkan SPT (Surat Perintah Terbang) Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 kepada Terdakwa-I sehingga Terdakwa-I tetap melaksanakan perintah tersebut karena Terdakwa-I tidak mau dikatakan menolak perintah atasan. Kedua : Bahwa para Terdakwa pada waktu-waktu dan di tempat-tempat seperti tersebut di bawah ini yaitu pada hari Senin tanggal enam belas bulan Mei tahun dua ribu sebelas sekira pukul 09.30 WIT, atau waktu-waktu lain setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei tahun dua ribu sebelas, bertempat di Landasan Pesawat Mapenduma Papua atau di tempat-tempat lain setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk wilayah hukum Pengadilan Militer III-19 Jayapura, telah melakukan tindak pidana “Barangsiapa yang dengan melawan hukum dengan sengaja merusak, membinasakan, membuat tidak terpakai atau menghilangkan sesuatu barang keperluan perang ataupun dengan sengaja dan dengan semaunya menaggalkan dari diri sendiri suatu perlengkapan perang”, dengan cara-cara sebagai berikut : a. Bahwa Terdakwa-I adalah Prajurit TNI AD yang masuk melalui Pendidikan Secaba PK tahun 1996 di Pusdikdi Bogor, setelah selesai pendidikan dilantik dengan pangkat Serda dan ditugaskan di Makopassus Cijantung dan tahun 1997/1998 mengikuti pendidikan Penerbad di Pusdik Semarang selanjutnya ditugaskan di Pusdik Secapa TNI AD Lembang Bandung, kemudian Sesarcap Infantri di
80
Pusdik Bandung, setelah itu ditugaskan kembali ke Penerbad Semarang dan pada tanggal 18 April 2011 ditugaskan sebagai Satgas Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih yang berkedudukan di Timika Papua hingga sekarang dengan pangkat terakhir Kapten Cpn NRP 21960098290775 . b. Bahwa Terdakwa II adalah prajurit TNI AD yang masuk melalui sekolah Penerbangan Tni Prajurit Sukarela Dinas Pendek Mabes TNI pada tahun 2005 selama 3 (tiga) tahun, dilanjutkan Kursus Perwira Penerbang II Bell 412 selama 6 (enam) bulan, setelah itu ditugaskan di Skuadron 21 Serbaguna Pus Penerbad sampai dengan sekarang dengan pangkat terakhir Letda Cpn NRP 12080103610687 . c. Bahwa para Terdakwa melaksanakan tugas operasi di Papua / Timika sejak 18 April 2011, bersama anggota lainnya dengan jumlah personil keseluruhan 25 (dua puluh lima) orang dibawah pimpinan Saksi-1II (Daden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priyantono), dilengkapi dengan Surat Perintah dari Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih dan Surat Perintah Pangdam XVII/Cendrawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melakukan penerbangan di wilayah Papua . d. Bahwa Terdakwa-I pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.30 WIT melaksanakan tugas mengangkut personil ke Mapenduma, pada saat itu Terdakwa-I sebagai Kapten Pilot dan Terdakwa-II sebagai Co Pilot dan Saksi-1I sebagai mekanik dengan pesawat Helly Copter Bell 412, lepas landas meninggalkan Timika mengangkut 11 (sebelas) orang masyarakat sipil dengan rincian 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak, setibanya di atas landasan Mapenduma sekira pukul 10.30 WIT, Terdakwa-I berputar sebanyak 3 (tiga) kali sambail membaca arah angin dan menurunkan ketinggian, setelah ketinggian terasa cukup dari arah pintu angin Terdakwa-I melaksanakan pendaratan, pada saat mendekati landasan datang angin dari arah belakang Pesawat Helly dengan kekuatan tinggi/kencang, namun Terdakwa-I mencoba mengendalikan pesawat dengan menambah daya angkat, akan tetapi pesawat Helly tidak mampu menahan angin hingga akhirnya pesawat Helly terhempas ke tanah dan terlempar ke jurang, dan ketika berada di jurang Terdakwa-I tetap berusaha mengendalikan pesawat Helly, akan tetapi pesawat berputar kearah kanan hingga akhirnya balingbaling membentur tebing kiri pesawat dan pesawat oleng dengan posisi kepala di atas dan ekor di bawah, kemudian terperosok di tebing dengan posisi miring ke kiri (kaki Helly sebelah kanan diatas dan kaki Helly sebelah kiri berada di bawah), kemudian Terdakwa-I mematikan mesin pesawat Helly agar tidak terbakar . e. Bahwa setelah Terdakwa-I mematikan mesin kemudian Terdakwa-I memanggil Terdakwa-II dan Saksi-1I selanjutnya memerintahkan agar segera keluar untuk mengevakuasi penumpang dan Terdakwa-I keluar paling akhir dari dalam pesawat Helly, setelah para penumpang dievakuasi dari dalam pesawat ke atas tebing yang berjarak ± 10 (sepuluh) meter dari pesawat, tidak lama kemudian datang penduduk setempat membantu mengecek penumpang kedalam pesawat, setelah yakin para penumpang tidak ada dalam pesawat kemudian penduduk setempat datang untuk menolong Terdakwa-I bersama crew dan para penumpang dibawa ke
81
perkampungan penduduk setempat, selanjutnya Terdakwa-I dan crew Helly ditampung di rumah Pak Camat dan penumpang lainnya langsung kembali ke rumah masing-masing, selanjutnya Pak Lurah (nama tidak tahu) menghubungi Kodim Wamena dan Koramil Kenean melalui Radio SSB memberitahukan tentang terjadinya kecelakaan Pesawat Helly dan selanjutnya agar kejadian tersebut disampaikan ke Kodim Timika, sedangkan Terdakwa-II dengan menggunakan Radio SSB milik ibu Pendeta (nama tidak tahu) mencoba menghubungi radio Penerbad kemudian melaporkan kejadian jatuhnya pesawat tersebut kepada Saksi-1II . f. Bahwa akibat dari kecelakaan pesawat Helly Bell tersebut, dua orang personil mengalami luka-luka diantaranya Terdakwa-I mengalami engkel pada persendian mata kaki kanan, Saksi-1I mengalami sobek pada bagian pelipis kiri 3 (tiga) jahitan dan engkel pada pergelangan mata kaki kiri, dan Terdakwa-I tidak mengalami luka, sedangkan para penumpang ada beberapa orang mengalami luka ringan, seperti sobek pada bagian pelipis, lecet pada tangan dan lecet pada kaki (nama penumpang yang luka tidak hafal), untuk kerusakan material yaitu pesawat Helly Copter Bell 412 mengalami rusak berat, bagian ekor dan bolang baling Pesawat Helly patah, dan tidak dapat digunakan lagi. Berpendapat bahwa perbuatan para Terdakwa tersebut telah cukup memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dan diancam dengan pidana yang tercantum dalam pasal sebagai berikut : Kesatu
:
Pasal 103 ayat (1) KUHPM jo pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Kedua
:
Pasal 148 ke-2 KUHPM.
Menimbang
:
Bahwa atas dakwaan tersebut para Terdakwa maupun Penasihat Hukum menyatakan mengerti dan tidak mengajukan eksepsi / keberatan namun akan menanggapi pada saat pledoi.
Menimbang
:
Bahwa dipersidangan para Terdakwa didampingi oleh Penasihat Hukum berdasarkan Surat Perintah Kakumdam IV/Diponegoro Nomor : Sprin/194/XII/2012 tanggal 11 Desember 2012 dari Kakumdam IV/Diponegoro (Surat Kuasa dari para Terdakwa atas nama Supriyadi Kapten Cpn NRP 21960098290775 dan Abdi Darnain Lettu Cpn NRP 12080103610687 tertanggal 11 Desember 2012).
Menimbang
:
Bahwa para Saksi yang dihadapkan menerangkan di bawah sumpah sebagai berikut :
dipersidangan
Saksi-1 : Nama lengkap Pangkat/NRP Jabatan Kesatuan Tempat, tanggal Lahir Jenis Kelamin
: : : : : :
Muhadi Praka/31010577540281 Ta Ton Gudkai Denhar Sabang Lanumad Ahmad Yani Semarang Kebumen, 22 Pebruari 1981 Laki-laki
82
Kewarganegaraan Agama Tempat Tinggal
: Indonesia : Islam : Jl. Huges Semarang.
K
12
Semarang
Barat
Keterangan Saksi-1 dalam persidangan pada pokoknya sebagai berikut : 1. Bahwa Saksi kenal dengan para Terdakwa sebagai mitra kerja di Penerbad Semarang dan tidak ada hubungan keluarga . 2. Bahwa Saksi melaksanakan tugas operasi di Papua / Timika sejak 18 April 2011, keseluruhan jumlah personil 25 (dua puluh lima) orang dan sebagai Dandenpenerbad adalah Mayor Cpn Anggoro Priyantono melakukan tugas berdasarkan Surat Perintah Dan Puspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan awak pesawat Penerbad ke daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih. 3. Bahwa Saksi sebagai mekanik Pesawat Helly Copter jenis Bell 412, pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 06.00 WIT bersama Serka Aswan (Inspektur Tehnik) dan Sertu Edy Prayitno (helper) melakukan Daily Inspection (pengecekan harian) dan pembersihan Pesawat Helly Bell 412 sampai pukul 07.00 WIT pesawat dinyatakan Serviceable (laik terbang). 4. Bahwa pada sekira pukul 07.30 WIT Pesawat Helly Bell 412 Noreg Hakim Anggota 5105 melaksanakan tugas Dorlog untuk Batalyon 753/AVT di Enarotali dan kembali sekira pukul 09.00 WIT dan setelah Landing di Halypad di Timika, Saksi bersama Serka Aswan dan Sertu Edy Prayitno melakukan Pos Flight (pemeriksaan setelah terbang). 5. Bahwa selanjutnya sekira pukul 09.15 WIT, Terdakwa-I Kapten Cpn Supriyadi menyampaikan kepada Saksi dan teman mekaniknya bahwa setelah Post Flight, pesawat akan melaksanakan penerbangan lagi ke Mapenduma dan Saksi diperintahkan untuk ikut penerbangan ke Mapenduma dengan tujuan untuk angkutan personil. 6. Bahwa sekira pukul 09.15 WIT, Pesawat Helly jenis Bell 412 Take Off dari Bandara Moses Kilangin Timika menuju Mapenduma dengan Crewd Terdakwa-I/Kapten Cpn Supriyadi sebagai Kapten Pilot, Terdakwa-2 Lettu Cpn Abdi Darnain sebagai Copilot dan Saksi sendiri sebagai mekanik. 7. Bahwa setelah terbang kurang lebih 50 (lima puluh) menit, Pesawat Helly 412 tersebut melintas tepat di atas Bandara Mapenduma lalu Terdakwa-I (Pilot) memutar-mutar Pesawat Helly tersebut sebanyak 3 (tiga) kali di atas Landasan Mapenduma sambil mengurangi ketinggian kemudian Pilot melakukan Aproach (persiapan landing) dan pada saat berada di atas ketinggian ± 50 (lima puluh) Feet (± 15 meter) tiba-tiba pesawat Helly Bell 412 tersebut terdorong oleh angin kencang dari arah kiri dan belakang menyebabkan Pesawat helly 412 tersebut terhempas ke bawah dan terpental ke pinggir lapangan, kemudian Terdakwa-I berusaha mengontrol Pesawat Helly Bell 412 tersebut ke kanan sambil menambah kecepatan agar bisa terangkat tetapi pesawat malah turun ke tebing dan baling-balingnya menghantam dinding tebing bukit, selanjutnya pesawat tidak dapat dikontrol / dikendalikan .
83
8. Bahwa Terdakwa-I berusaha mendarat dengan posisi pesawat Helly sebelah kiri berada di bawah dan baling-baling utama terpental ke tanah dan berhenti, namun mesin pesawat masih hidup sementara penumpang masih terikat Seat Belt, lalu Terdakwa-I mematikan mesin dan Saksi keluar dari pintu darurat sebelah kanan selanjutnya Saksi bersama Terdakwa-II (Copilot) mengevakuasi penumpang dari dalam pesawat termasuk Terdakwa-I yang juga terikat di dalam pesawat dan dikeluarkan terakhir setelah penumpang lainnya diamankan, tidak lama kemudian masyarakat setempat datang membantu menolong para penumpang yang semuanya dalam keadaan baik dan langsung pulang ke rumah masing-masing sedangkan Saksi dan para Terdakwa beristirahat di rumah Pak kepala Desa setempat. 9. Bahwa di rumah Pak Kepala Desa tersebut, Lettu Cpn Abdi Darnain (Terdakwa-II) meminjam radio SSB milik Pak Kepala Desa untuk melaporkankejadian tersebut kepada Dandim 1702/Jayawijaya, Lanud Sentani dan Komandan Penerbad di Timika dan sekira pukul 15.00 WIT Saksi bersama Crew yang lain dijemput oleh Pesawat Helly Airfast dan tiba di Timika pada pukul 16.00 WIT, selanjutnya Saksi dan crew yang lain dibawa berobat ke RSMM untuk pemeriksaan kesehatan. 10. Bahwa Saksi sebagai mekanik Pesawat Helly Bell 412 tersebut telah melaksanakan tugas pokonya dengan baik, yaitu memeriksa dan meneliti sebelum terbang yaitu mulai dari daerah depan / hidung pesawat, body kiri kanan atau skid, mesin satu, area Tail Rotor drive, shaft kopling (pipa yang memutar baling-baling belakang), ekor pesawat, gear box 42 º dan 90 º, baling-baling belakang, C. Box, mesin dua, baut ekor dan single hidraulik Servo, kemudian transmisi pesawat sampai ke bagian bawah dan terakhir bagian dalam pesawat yang semuanya baik, lalu Saksi melaporkan kepada instruktur tehnik untuk di cek ulang dan hasilnya Pesawat Helly Bell 412 Nore g HA 5105 dinyatakan Service able (laik terbang). 11. Bahwa akibat kecelakaan tersebut, menyebabkan korban materiil berupa Pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 yang rusak berat dan tidak dapat digunakan, sedangkan personil yaitu Pilot / Terdakwa-I menderita keseleo pada pergelangan kaki kanan, dan Saksi menderita luka sobek pada pelipis kiri dengan 3 (tiga) jahitan serta keseleo pada pergelangan kaki kiri, sementara Terdakwa-II tidak mengalami luka, kemudian penumpang sipil semuanya hanya luka ringan yaitu satu orang lecet pada pelipis kiri dan yang lain lecet di tangan dan kaki. 12. Bahwa penyebab jatuhnya Pesawat Helly Bell 412 tersebut adalah karena angin kencang secara tiba-tiba dari arah kiri dan belakang yang mendorong pesawat hingga menukik ke bawah dengan kencang sementara Engine Instrumbut saat itu dalam keadaan normal. 13. Bahwa Saksi mengetahui bahwa penugasan di Papua merupakan tugas daerah rawan BKO Kodam XVII/Cendrawasih, dan ditempatkan di Timika dalam rangka untuk mendukung serpas dari pengangkutan logistik/dorlog ke pos-pos Batalyon 753/AVT di daerah Uibutu dan Enarotali, Yonif 754/ENK di Arwanop, Tsingan, Jita, Jila, Aramsuki dan Kiliarma dan Koramil yang ada di daerah Jila, Jita, Kiliarma dan Arwanop dan bukan route ke Mapenduma.
84
Atas keterangan Saksi-1 tersebut, para Terdakwa menyatakan membenarkan seluruhnya. Saksi-2 : Nama lengkap Pangkat/NRP Jabatan Kesatuan Tempat, tanggal Lahir Jenis Kelamin Kewarganegaraan Agama Tempat Tinggal
: : : : : : : : :
Wayan Subrata Yoga Lettu Cpn/11090006020184 Pa Staf Den Penerbad Papua/Pa Harlistira Skadron 21/Sena Puspenerbad Jakarta Solok Sulawesi Selatan, 5 Januari 1984 Laki-Laki Indonesia Hindu Mes Penerbad Jl. Pondok Cabe Jakarta Selatan.
Keterangan Saksi-2 dalam persidangan pada pokoknya sebagai berikut : 1. Bahwa Saksi kenal dengan para Terdakwa hubungan keluarga .
tetapi tidak ada
2. Bahwa Saksi sebagai Pa Staf Den Penerbad di Papua sejak tanggal 18 April 2011 sesuai dengan Surat Perintah Danpus Penerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan awak Pesawat Penerbad ke daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih, sebanyak 25 (dua puluh lima) orang personil yang ditugaskan di daerah Timika Papua selama 1 (satu) tahun. 3. Bahwa tugas pokok yang harus dilaksanakan sesuai dengan Sutar perintah Danpuspenerbad tersebut adalah untuk melayani dan mendukung penerbangan Dorlog dan Serpas Pos-pos Batalyon 753/AVT di daerah Uibutu dan Enarotali, Yonif 754/ENK di Arwanop, Tsingan, Jita, Jila, Aramsuki dan Kiliarma dan Koramil yang ada di daerah Jila, Jita, Kiliarma dan Arwanop, menggunakan 2 (dua) pesawat Helly Bell 412 dan Helly BO. 105 dan tidak ada route ke Mapenduma. 4. Bahwa Saksi pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 07.30 WIT diperintahkan oleh Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) untuk membuat SPT (Surat Perintah Terbang) Nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011. 5. Bahwa isi dari surat perintah terbang tersebut adalah untuk memerintahkan Terdakwa-I (Kapten Cpn Supriyadi) dan Terdakwa-II (Lettu Cpn Abdi Darnain) dan Saksi-1II (Praka Muhadi) untuk melakukan penerbangan dari Timika ke Mapenduma, dan sebelum terbang, sesuai prosedur diadakan pemeriksaan dan penimbangan penumpang dan barang-barang bawaan penumpang, setelah itu daftar manifest diserahkan kepada Terdakwa-I sebagai Kapten Pilot dan Pesawat Helly Bell 412 tersebut siap untuk terbang. 6. Bahwa Saksi tidak mengetahui nama-nama para penumpang sipil yang diangkut Pesawat helly 412 tersebut dan Saksi juga tidak melihat uang yang dibayar oleh masyarakat sipil kepada Saksi-1 karena Saksi juga tidak pernah mendapat pembagian dari uang tersebut dan Saksi pada akhirnya mendapat informasi bahwa Pesawat Helly Bell 412 tersebut jatuh di sekitar landasan Mapenduma.
85
7. Bahwa Saksi mengetahui bahwa penugasan di Timika adalah BKO Kodam 19/Cendrawasih dan Hely untuk mendukung mengangkut personil militer dan logistik Batalyon dan Kodim. 8. Bahwa Saksi tidak pernah melalui prosedur untuk berkoordinasi dan menghubungi satuan pendukung route ke Mapenduma. 9. Bahwa Saksi menyadari bahwa penerbangan ke Mapenduma baru dilakukan pertama kali dan di luar prosedur route operasional tugas dari Kodam, dan Saksi sebagai Perwira yang menjabat sebagai Seksi-1, Seksi-2, Seksi-3, Seksi-4 merasa bersalah atas kejadian ini. Karena tidak memberi pendapat dan saran atas kebijakan pimpinan. Atas keterangan Saksi-2 tersebut para Terdakwa menyatakan membenarkan seluruhnya. Saksi-3 : Nama lengkap Pangkat/NRP Jabatan
: : :
Kesatuan Tempat, tanggal Lahir Jenis Kelamin Kewarganegaraan Agama Tempat Tinggal
: : : : : :
Ebenezer Lumban Tobing Letnan Kolonel Inf/1920028060769 Pabandya Ops Sops Kodam XVII/Cendrawasih ( sekarang Dandim 1622/Alor) Korem 161/Wirasakti Dam IX/Udayana Tarutung-Tapanuli Utara, 18 Juli 1969 Laki-Laki Indonesia Kristen Protestan Asrama Kodim 1622 Bucen I Kodam XVII/Cendrawasih Jayapura.
Keterangan Saksi-3 dalam persidangan pada pokoknya sebagai berikut : 1. Bahwa Saksi kenal dengan para Terdakwa tetapi tidak ada hubungan keluarga. 2. Bahwa Saksi sejak tanggal 19 April 2011 mengetahui Terdakwa-I sebagai Penerbang I (Pilot) dan Terdakwa-II sebagai Penerbang II (Copilot) untuk melaksanakan BKO Kodam XVII/Cendrawasih sesuai Surat Perintah dari Pangdam XVII/Cendrawasih Nomor Sprin/1080/V/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan penerbangan di wilayah Papua dengan anggota sebanyak 24 (dua puluh empat) orang di bawah pimpinan Terdakwa-I yang berkedudukan di Timika Papua . 3. Bahwa Saksi sebagai Pabandyaops Kodam XVII/Cendrawasih, sudah memberikan arahan dan penekanan kepada seluruh anggota Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih agar melaksanakan tugas penerbangan sesuai uraian tugas dalam Telegram Pangdam XVII/Cendrawasih 4. Bahwa tupoksi Denpenerbad BKO tersebut yaitu melayani pospos yang ada di seluruh Papua untuk mengantar jemput personil dan logistik dengan rute Timika-Tsingan, Arwanop, Kiliarma, Aramsuki, Jita, Jila, Potowayburu / Kokonao, Enarotali, Uibutu dan lain-lain, serta tidak boleh mengangkut masyarakat sipil dan tidak boleh melakukan penerbangan ke daerah lain kecuali yang sudah ditentukan. 5. Bahwa Saksi mengetahui adanya pesawat Helly Bell 412 mendarat darurat di pinggir Bandara Mapenduma dari telepon
86
Dandim 1702/Jayawijaya pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 13.00 WIT, selanjutnya Saksi menghubungi Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro P) lewat pesawat HP, dan ternyata benar pesawat Helly Bell 412 yang diterbangkan oleh Terdakwa-I selaku Pilot dan Terdakwa-II selaku Copilot dengan mengangkut penumpang masyarakat sipil 11 (sebelas) orang dari Timika ke Mapenduma telah mendarat darurat di pinggir lapangan / Bandara Mapenduma akibat hempasan badai angin menyebabkan pesawat Helly Bell 412 jatuh di tebing bukit sekitar Bandara Mapenduma. 6. Bahwa Saksi menerangkan bahwaTerdakwa-I dan Terdakwa-II melakukan penerbangan dari Timika ke Mapenduma tidak dalam melaksanakan tugas karena tidak ada perintah Komandan atasan serta tidak pernah melaporkan terlebih dahulu kepada Asops, Waasops maupun Saksi-3 sebagai penanggung jawab penggunaan operasional pesawat tersebut, 7. Bahwa menurut Saksi bahwa sementara jalur penerbangan dari Timika ke Mapenduma sudah dilarang karena berbahaya,dan sudah lama tidak pernah lagi di pergunakan oleh jalur penerbangan bagi pelayanan operasi kodam XVII/Cendarwasih. 8. Bahwa Saksi mengetahui sesuai hasil BAP dari Staf Intel Kodam XVII/Cendrawasih bahwa Saksi-4 sebagai Danden Penerbad di Timika telah berinisiatif sendiri memerintahkan Terdakwa-I dan Terdakwa-II menerbangkan Pesawat Helly Bell 412 dari Timika ke Mapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil sebanyak 11 (sebelas) orang, terdiri dari sembilan (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak, dengan imbalan uang sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan uang tersebut telah diterima langsung oleh Saksi-4 di Timika tanpa dilaporkan kepada atasan di Kodam XVII/Cendrawasih dalam hal ini Asops, Waasops, maupun Saksi sendiri. 9. Bahwa Saksi sudah mengetahui bahwa selama ini Mayor Cpn Anggoro Priyantono, Kapten Cpn Supriyadi sebagai Penerbang I (Pilot) dan Letda Cpn Abdi Darnain sebagai Penerbang II (Copilot) sering menggunakan pesawat untuk mengangkut masyarakat sipil walaupun selama ini Saksi sudah memberikan penekanan bahwa pesawat tidak diperbolehkan melakukan penerbangan tanpa ada telegram dari Kodam yang dikeluarkan oleh Staf Operasi Kodam XVII/Cendrawasih, dan walaupun demikian Mayor Cpn Anggoro Priyantono menerbangkan Pesawat Helly Bell yang sebelumnya tidak melaporkan kepada Saksi maupun Kodam XVII/Cendrawasih sebagai pengguna operasi pesawat tersebut. 10. Bahwa Saksi pernah memberikan larangan dan keharusan melaksanakan penerbangan kepada Mayor Cpn Anggoro Priyantono selama melakukan tugas BKO di Kodam XVII/Cendrawasih sesuai dengan telegram dari Kodam XVII/Cendrawasih, dan jangan pernah melakukan penerbangan diluar dari telegram dari Kodam XVII/Cendrawasih, dan Saksi pernah menekankan kepada Mayor Cpn Anggoro Priyantono sehingga perhatian Saksi tersebut seharusnya disampaikan juga kepada Kapten Cpn Supriyadi sebagai Penerbang I (Pilot) dan Letda Cpn Abdi Darnain sebagai Penerbang II (Copilot) yang berada di bawah tanggung jawab Dandenpenerbad selaku yang tertua untuk memberikan penekanan ke bawahannya. 11. Bahwa akibat menerbangkan Pesawat Helly Bell 412 dari Timika ke Mapenduma dengan mengangkut 11 (sebelas) masyarakat
87
sipil yang dilakukan Terdakwa-I dan Terdakwa-II Pesawat Helly Bell 412 tersebut mendarat darurat dan pesawat jatuh di Mapenduma, untuk penumpang tidak ada yang menjadi korban dan luka tetapi menyebabkan pesawat Helly tersebut rusak berat dengan balingbaling pesawat patah, ekor pesawat patah, dan pesawat dalam posisi miring di tebing dan sampai saat ini masih di tempat kejadian dan tidak dapat dipergunakan lagi karena baling-baling dan ekor pesawat Helly patah serta berada di tebing jurang yang proses evakuasinya sangat sulit. Atas keterangan Saksi-3 tersebut para Terdakwa menyatakan membenarkan seluruhnya. Menimbang
:
Bahwa Saksi sebagai narapidana di Masmil Surabaya telah dipanggil oleh Oditur secara sah namun tidak bisa hadir dipersidangan sesuai dengan surat Kamasmil Surabaya nomor : B/286/XII/2012 tanggal 19 Desember 2012 dengan alasan keamanan dan keselamatan Saksi, oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa keterangan yang diberikan pada peyidik dan telah diberikan diatas sumpah dapat dibacakan oleh oditur yang pada pokonya sebagai berikut : Saksi-4 Nama lengkap Pangkat/NRP Jabatan Kesatuan Tempat, tanggal Lahir Jenis Kelamin Kewarganegaraan Agama Tempat Tinggal
: : : : : : : : :
Anggoro Priyantono Mayor Cpn/11970022470372 Danden Penerbad Penerbad Semarang Kudus, 16 Maret 1972 Laki-Laki Indonesia Islam Jl. Taman Wologito H 64 Semarang.
Keterangan Saksi-4 yang dibacakan dalam persidangan pada pokoknya sebagai berikut : 1. Bahwa Saksi kenal dengan para Terdakwa bawahannya tetapi tidak ada hubungan keluarga .
sebagai
2. Bahwa Saksi melaksanakan tugas operasi di daerah Papua / Timika sejak tanggal 18 April 2011 jumlah personil keseluruhan 25 (dua puluh lima) orang dan Saksi sebagai yang tertua, dalam penugasan ini dilengkapi Surat Perintah dari Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih sesuai Surat Perintah Pangdam XVII/Cendrawasih Nomor Sprin/1080/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melaksanakan penerbangan di wilayah Papua. 3. Bahwa sesuai Surat Perintah yang dimiliki Saksi, lama penugasan di daerah Papua / Timika selama 1 (satu) tahun, tugas pokok Saksi adalah melaksanakan Dorlog dan Serpas Pos-pos Batalyon 753 di Uibutu dan Enarotali, Batalyon 754 di Arwanop, Tsingan, Jita, Jila, Aramsuki dan Kiliarma dan Koramil di daerah Jita, Jila, Kiliarma dan Arwanop dan tugas Saksi sebagai Danden Penerbad atau yang memimpin pada saat penugasan tersebut. 4. Bahwa Saksi pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 10.20 WIT mendapat informasi dari Lettua Cpn Abdi Darnain (Copilot) melalui
88
Tower Bandara Kilangin Timika bahwa pesawat Helly Bell 412 telah jatuh di sekitar landasan Mapenduma pada pukul 11.15 WIT yang disebabkan oleh adanya angin kencang mendorong pesawat dari arah kiri belakang mendorong pesawat dengan keras menukik ke bawah dari ketinggian ± 15 (lima belas) meter dan pesawat terhempas ke bawah landasan kemudian terpental lagi dan sulit dikendalikan dan jatuh di pinggir jurang dekat Landasan Mapenduma dengan kedalaman ± 200 (dua ratus) meter . 5. Bahwa Saksi yang menjabat sebagai Danden Penerbad yang bertugas di Timika mengetahui dengan jelas saat Terdakwa-I dan Terdakwa-II menerbangkan pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 dari Bandara Kilangin Timika tujuan Mapenduma. 6. Bahwa pada malam harinya (tanggal 15 Mei 2011) telah diadakan pertemuan antara Saksi dengan Terdakwa-I dan TerdakwaII untuk membicarakan rencana penerbangan ke Mapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil dengan ongkos satu kali penerbangan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sesuai dengan kesepakatan antara Saksi dengan masyarakat setempat yang meminta bantuan jasa layanan penerbangan ke Mapenduma. 7. Bahwa benar Surat Perintah terbang Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 dikeluarkan pada hari Senin tangga 16 Mei 2011 dan ditanda tangani Saksi-4 tidak pernah dilaporkan kepada satuan komando atas tas inisiatif Saksi-4 ( Mayor Anggoro) sendiri. 8. Bahwa Saksi mengambil inisiatif untuk memerintahkan Terdakwa-I dan Terdakwa-II melakukan penerbangan dari Timika ke Mapenduma guna membantu masyarakat, karena saat itu tidak ada penerbangan dari Timika ke Mapenduma dan Saksi juga mengetahui jalur Timika – Mapenduma buka rute penerbangan yang boleh digunakan oleh Saksi, namun karena permintaan masyarakat setempat sehingga Saksi terpaksa mengijinkan para Terdakwa untuk terbang ke Mapenduma . 9. Bahwa kerugian akibat kecelakaan Pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 tersebur antara lain : a. Personil : Terdakwa-I (Kapten Cpn Supriyadi) mengalami engkel/keseleo pada persendian kaki kanan, Prada Muhadi (Saksi-1I) menderita luka sobek pada pelipis kiri 3 (tiga) jahitan dan engkel / keseleo pada pergelangan kaki kiri, Copilot (Terdakwa-II/Letda Cpn Abdi Darnain) tidak mengalami luka sama sekali, sedangkan para penumpang sipil hanya luka-luka lecet di pelipis, kaki dan tangan. b. Materiil : Pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 mengalami rusak berat pada bagian ekor dan baling-baling pesawat patah dan sampai pemeriksaan para Teardakwa di Penyidik POM, pesawat tersebut masih berada di TKP. 10. Bahwa Saksi mengetahui penerbangan ke daerah ke daerah Mapenduma sebenarnya bukan merupakan rute penerbangan yang dilakukan Saksi selama ini, sedangkan alasan melakukan penerbangan ke daerah Mapenduma adalah inisiatif Saksi sendiri untuk membantu masyarakat karena tidak adanya layanan penerbangan di daerah tersebut pada saat itu. Atas keterangan Saksi-4 tersebut para Terdakwa menyatakan menyangkal :
89
Bahwa para Terdakwa pada saat diperintahkan untuk menerbangkan pesawat Helli Bel 412 pada hari Senin tanggal 16 Mei 2012 dari Timika menuju Mapenduma, tidak diberitahukan sebelumnya dan tidak pernah dibicarakan mengenai ongkos yang dibayar oleh para penumpang sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Saksi-5 (Saksi tambahan)
Nama lengkap Pangkat/NRP Jabatan Kesatuan Tempat tanggal lahir Jenis kelamin Kewarganegaraan Agama Alamat tempat tinggal
: : : : : : : : :
Wahyu Djatmiko Letkol Cpn, 554441 Danskadron 31/ Serbu Puspenerbad Kulonprogo, 7 Maret 1959 Laki-laki Indonesia Islam Komplek Penerbad H-2 Rt. 1/Rw.2, Kel. Kembang Arum, Kab. Semarang Barat.
Dipersidangan Saksi-5 menerangkan dibawah sumpah yang pads pokoknya sebagai berikut 1. Bahwa Saksi kenal dengan para Terdakwa di Kesatuan Puspenerbad. 2. Bahwa Saksi adalah Atasan para Terdakwa dan Saksi mengetahui terjadinya kecelakaan pesawat Helly Bell 412 dari persidangan Dewan yang dilakukan di Puspenerbad Mapenduma dan Saksi pun ikut dalam persidangan tersebut dan yang memimpin persidangan di Mapenduma adalah Danpuspenerbad dan bahkan Saksi pun mengetahui dengan cara mendengar terjadinya kecelakaan pesawat Helly Bell 412 disebabkan adanya cuaca yang buruk. 3. Bahwa Saksi mengetahui dalam kasus kecelakaan pesawat Helly Bell 412 tersebut telah dibentuk Tim Investigasi dipimpin oleh Danpuspenerbad dan hasilnya bagaimana Saksi tidak tahu. 4. Bahwa Saksi mengetahui tentang prosedur seorang Kapten Pilot sebelum menerbangkan pesawat sebagai berikut ; Melihat rute, merencanakan rute tersebut berapa jaraknya dan waktunya serta apa yang akan wajib dibawa harus sudah dipersiapkan, setelah itu Kapten Pilot melakukan aktifitas melakukan pemeriksaan sebelum terbang apakah pesawat layak terbang atau tidak kemudian dapat memutuskan pesawat dapat terbang atau tidak. 5. Bahwa menurut Saksi sebagai Kapten Pilot sebelum dan selama penerbangan seharusnya selalu berknoordinasi tentang keadaan informasi meteorollogy penerbangan. cuaca, angin di daerah Mapendurna dengan tujuan unbuk merxiape-ican merekam informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu yang diperlukan untuk keteraturan dan efisiensi penerbangan demi keselamatan kelancaran penerbangan. 6. Bahwa menurut Saksi yang dialami saat sebagai Kapten Pilot yakni harus menyesuaikan arah angin bahkan dalam keadaan tertentu apabila cuaca kurang baik dilakukan kembali ke Homebase dan selain itu menurut Saksi yang pernah dialami dalam melakukan penerbangan sebagai Kapten Pilot apabila tata cara pendaratan yang
90
baik bila arah angin yang tidak menentu dengan cara dilakukan pendaratan tehnik menggantung. 7. Bahwa menurut Saksi dalam melaksanakan penerbangan dari suatu tempat ke ke tempat lain harus telebih dahulu mengetahui peta keadaan daerah tempat yang dituju, tatapi Mapenduma tidak adanya Peta yang dibuat dalam rangka mencatat rute karena yang berwenang untuk menentukan rute penerbangan dan semua penerbangan di daerah Operasi Papua adalah yang menentukan Asops Kodam XVII/Cendrawasih dan yang menentukan rute penerbangan adalah Komando atas karena Papua sampai dengan saat ini daerah tersebut ialah daerah Operasi Militer. 8. Bahwa menurut Saksi sebagai seorang Pilot untuk dapat mengetahui cuaca, suhu, angin yang pertama dilakukan adalah menanyakan cuaca, angin, suhu di stasiun pelayanan informasi badan metreologi, aero nautika tetap, aero nautika bergerak, radio navigasi. 9. Bahwa menurut Saksi yang berwenang menentukan rute penerbangan di daerah Operasi Papua adalah Pangdam XVII/Cenderawasih selaku Pangkoops sesuai peratuaran Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) dan yang bertanggung jawab atas penerbangan serta keselamatan dalam penerbangan adalah Pilot bersama Copilot dalam hal ini adalah para Terdakwa dan nilai pesawat Hely Kopter jenis Bell 412 kira-kira bernilai milyaran rupiah. Atas keterangan Saksi tersebut seluruhnya.
para Terdakwa membenarkan
Saksi-6 (Saksi tambahan) :
Nama lengkap Pangkat/NRP Jabatan Kesatuan Tempat tanggal lahir Jenis kelamin Kewarganegaraan Agama Alamat tempat tinggal
: : : : : : : : :
Heri Siswanto Mulyono Letkol Cpn, 522792 Dandenharsabang Lanumad A. Yani Lanumad A. Yani Surabaya, 9 November 1959 Laki-laki Indonesia Islam JI. Borobudur Selatan Rt.03 Rw.13, Kembang Arum Kec. Semarang Barat, Kota Semarang.
Dipersidangan Saksi-6 menerangkan dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut : 1. Bahwa Saksi kenal dengan Terdakwa-I sejak tahun 1996 sedangkan Terdakwa-II Saksi kenal tetapi waktu lupa. 2. Bahwa Saksi mengetahui kecelakaan pesawat Helly Bell 412 sedang menjabat sebagai Dandenharsabang Lanumad A. Yani Semarang yang tugas pokoknya memperbaiki komponen-komponen pesawat. 3. Bahwa menurut Saksi yang bertanggung jawab atas keselamatan penumpang adalah seorang Kapten Pilot dan Copilot dan Saksi mengetahui tugas pokok Copilot adalah membantu dalam
91
mempersiapkan alat bantu penerbangan sesuai aturan dalam ketentuan penerbangan. 4. Bahwa Saksi mengetahui aturan muatan penumpang pesawat Hellycopter jenis Bell 412 jika penumpang non tempur bermuatan 10 (sepuluh) orang ditambah 4 (empat) orang Crew pesawat sehingga muatan pesawat tersebut kurang lebih 600 kg (enam ratus kilogram). 5. Bahwa menurut Saksi pesawat Helly Bell 412 tidak mempunyai alat yang bisa mengindikasikan Windshear (perubahan kecepatan angin secara tiba-tiba) namun untuk pesawat Helly sekarang dipasang radar yang bisa mengindikasikan adanya Windshear. Sas 6. Bahwa menurut pengalaman Saksi sebagai Kapten Pilot, saat menerbangkan pesawat yang pertama Saksi mewaspadai adalah akan terjadinya Windshear (perubahan kecepatan angin secara tibatiba) dan sebagai Pilot dari pengalaman adanya Windshear pada saat mau melakukan pendaratan di titik yang dituju, yaitu dengan menggunakan alat Animometer (alat untuk mengukur kecepatan angin dan besarnya tekanan angin mengukur arah angin), alat Barometer Aneroid ( alat mengetahui perubahan udara), alat Radio Navigasi, alat Altimeter (alat untuk mengetahui ketinggian) dan dalam penerbangan kelengkapan tersebut harus didukung dengan alat komunikasi penerbangan. 7. Bahwa menurut Saksi, Pilot harus mengetahui situasi medan yang akan dituju dan Saksi mengetahui pesawat Helly Bell 412 yang diawaki para Terdakwa tidak dilengkapi Radar dan untuk mengetahui situasi cuaca di daerah Mapenduma dari radio Satelit yang diinformasikan dari pasukan setempat yang berada di daerah tersebut. 8. Bahwa Saksi mengetahui untuk melakukan penerbangan untuk tugas Operasi yang tidak pernah dilakukan harus sesuai Standart Operasional Procedure, seorang Pilot harus terlebih dahulu melakukan Observasi diatas ketinggian 300 feet sampai dengan 500 feet sehingga Pilot dapat melakukan berputar-putar diatas landasan yang akan dituju sebelum mementukan titik pendaratan sebelum melakukan pendaratan. 9. Bahwa menurut Saksi untuk menentukan titik pendaratan seorang Pilot harus memperhatikan keadaan cuaca, arah angin, dari mana arah pendaratan yang aman dan kecepatan aman untuk melakukan pendaratan, diantaranya yaitu normal approach dengan sudut tertentu dan vertical, pendaratan yang paling aman adalah pendaratan secara menggantung karena bisa untuk situasi yang tidak menentu. Atas keterangan Saksi tersebut diatas dibenarkan oleh para Terdakwa Menimbang
:
Bahwa di dalam persidangan para Terdakwa menerangkan sebagai berikut : Terdakwa-I :
92
1. Bahwa Terdakwa-I yang masuk menjadi prajurit TNI AD melalui Pendidikan Secaba PK tahun 1996 di Pusdikdi Bogor, setelah selesai pendidikan dilantik dengan pangkat Serda dan ditugaskan di Makopassus Cijantung dan tahun 1997/1998 mengikuti pendidikan Penerbad di Pusdik Semarang selanjutnya ditugaskan di Pusdik Secapa TNI AD Lembang Bandung, kemudian Sesarcap Infantri di Pusdik Bandung, setelah itu ditugaskan kembali ke Penerbad Semarang dan pada tanggal 18 April 2011 ditugaskan sebagai Satgas Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih yang berkedudukan di Timika Papua hingga sekarang dengan pangkat Kapten Cpn NRP 21960098290775 . 2. Bahwa Terdakwa I selama berdinas di Penerbad sejak tahun 1999 dalam setiap tahun melaksanakan penugasan secara rutin di Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kupang-NTT, dan Papua, serta dianugerahi tanda jasa Satya Lencana Dharmanusa, GOM IX, Raksaka Dharma. 3. Bahwa Terdakwa-I sebagai Penerbad TNI-AD ditugaskan di Timika Papua sejak tanggal 18 April 2011 bersama anggota Satgas lainnya yang berjumlah 25 (dua puluh lima) orang di bawah pimpinan Mayor Cpn Anggoro Priyantono selaku Denpenerbad sesuai Surat Perintah Dan Pus Penerbad Nnmor : Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang perintah penerbangan di wilayah Papua menggunakan perlengkapan 2 (dua) Pesawat Helly Copter yaitu Helly Bell 412 Noreg HA 5105 dan Helly Copter jenis 130.105. 4. Bahwa tugas utama selama bertugas di Timika Papua adalah untuk melakukan droping-droping Logistik dan Serpas ke Pos Yonif 753/AVT di Uwibutu dan Enarotali serta Pos Yonif 754/ENK di Arwanop, Tsiga, Jila, Jita, Aramsulki, Kiliarma, serta Koramil di daerah Jita, Jila, Kiliarma dan Arwanop. 5. Bahwa Terdakwa-I pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.10 WIT, setelah selesai melakukan penerbangan dari Enarotali-Nabire, Terdakwa-I mendapat Surat Perintah Terbang (SPT) yang kedua kalinya hari itu dari Danden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priantono yaitu Surat Perintah Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 untuk mengangkut masyarakat sipil ke Mapenduma. 6. Bahwa Terdakwa mengetahui Mapenduma tidak termasuk dalam rute pelayanan selama bertugas Operasi Militer dan selama bertugas di Papua Terdakwa belum pernah Landing di landasan Mapenduma, oleh karena itu Terdakwa sempat menyampaikan kepada Saksi-4 selaku Dandenpenerbad Mayor Cpn Anggoro Priyantono, agar Saksi-4 yang memandu ke Mapenduma, akan tetapi Saksi-4 tidak bersedia. 7. Bahwa walaupun Terdakwa mengetahui Mapenduma bukan termasuk rute pelayanan selama bertugas Operasi Militer akan tetapi dengan alasan mentaati perintah atasan yaitu Saksi-4 selaku Dandenpenerbad dan dengan alasan tugas kemanusiaan, sehingga Terdakwa bersedia menerbangkan pesawat Helly Bell 412 ke Mapenduma dengan dibantu oleh Ko Pilot Lettu Cpn Abdi Darnain dan Saksi -1 Praka Muhadi sebagai mekanik, kemudian Terdakwa I
93
memberitahu kepada Terdakwa II untuk mempersiapkan pesawat dalam rangka mengangkut masyarakat sipil ke Mapenduma. 8. Bahwa sebelum berangkat menuju Mapenduma, crew pesawat mempersiapkan pesawat, dengan cara mengisi penuh bahan bakar dan memeriksa mesin pesawat sehingga laik terbang, Terdakwa juga menandatangani manifest (daftar penumpang dan barang) yang akan diangkut ke Mapenduma. Dalam manifest tersebut yang akan diangkut adalah masyarakat sipil yang berjumlah 11 (sebelas) orang ; 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak. 9. Bahwa Terdakwa mengatakan bahwa mengangkut masyarakat sipil di dalam tugas operasi militer tidak menyalahi aturan, karena Terdakwa sudah sering mengangkut masyarakat sipil pada saat tugas operasi seperti pada saat tsunami di Nias sehingga mengangkut masyarakat sipil ke Mapenduma juga dibenarkan karena alasan kemanusiaan. 10. Bahwa sekira pukul 09.11 WIT Terdakwa-I selaku Pilot menerangkan bahwa pesawat Helly Bell 412 dari Bandara Kilangin Timika menuju Mapenduma yang dibantu oleh Ko Pilot Lettu Cpn Abdi Darnain (Terdakwa-2)dan Saksi -1 Praka Muhadi sebagai mekanik dengan penumpang dari masyarakat sipil 11 (sebelas) orang yang terdiri dari 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anakanak serta barang seberat 620 Kg (enam ratus dua puluh kilogram). 11. Bahwa Terdakwa mengetahui bahwa Radio Altimeter pesawat Helly Bell 412 dalam keadaan rusak sehingga untuk mengetahui ketinggian pesawat dari permukaan bumi dilakukan secara visual, dan karena Terdakwa dan crew pesawat lainnya belum pernah ke melakukan penerbangan ke Mapenduma maka untuk memandu perjalanan dengan menggunakan GPRS dan berkoordinasi dengan pesawat lainnya yang sedang melintas di daerah Mapenduma. 12. Bahwa setiba diatas landasan Mapenduma, pada ketinggian 8500 Fit , Terdakwa melakukan pengamatan dengan cara berputar 3 (tiga) kali sambil sedikit demi sedikit menurunkan pesawat dan Terdakwa II menyarankan agar melakukan pendaratan dari arah utara, akan tetapi Terdakwa memutuskan untuk melakukan pendaratan dari arah Selatan dengan alasan sesuai dengan aturan dari Departemen Perhubungan adanya pintu masuk dan pintu keluar yaitu dari arah selatan, sedangkan kalau dari arah Utara jarak landasan tidak memungkinkan untuk melakukan pendaratan karena pesawat harus mendarat membentuk sudut 70˚ (tujuh puluh derajat) lebih, padahal pendaratan menurut Terdakwa harus membentuk sudut di bawah 60˚ (enam puluh derajat) dan menurut Terdakwa-I pendaratan tidak bisa dilakukan secara vertikal akan tetapi harus membentuk sudut, itupun harus membentuk sudut 60˚ ke bawah. 13. Bahwa pada ketingggian 50 (lima puluh) Meter dari arah Selatan dan jarak 60 (enam puluh) meter dari titik pendaratan, Terdakwa memperkirakan dapat mendarat dengan membentuk sudut 15˚ (lima belas derajat) akan tetapi pada ketinggian 15 (lima belas) Meter tiba-tiba ada angin dari belakang sebelah kiri pesawat sehingga Terdakwa tidak bisa mengendalikan pesawat, akibatnya pesawat terhempas dan masuk jurang yang ada di sebelah kanan barat landasan bahwa setibanya di atas Landasan Mapenduma
94
sekira pukul 10.30 WIT, Terdakwa-I melakukan penerbangan dengan cara berputar 3 (tiga) kali di atas Landasan Mapenduma sambil membaca arah angin dan menurunkan ketinggian. 14. Bahwa setelah posisi ketinggian dirasa cukup dari arah arus pintu angin, kemudian Terdakwa melakukan pendaratan dan pada saat Pesawat Helly Bell 412 mendekati landasan, tiba-tiba angin kencang datang dari arah belakang Pesawat Helly bel412 dengan kecepatan tinggi mendorong Helly hingga posisi pesawat tidak stabil. 15. Bahwa Terdakwa berusaha mengendalikan pesawat dengan menambah daya angkat, tetapi Pesawat Helly Bell 412 tidak mampu menahan angin kencang dan langsung jatuh terhempas ke tanah kemudian terpental i ke arah jurang pinggir landasan lalu Terdakwa berusaha mengendalikan daya angkat tetapi Pesawat berputar kearah kanan hingga baling-baling membentur ke tebing sebelah kiri, lalu oleng dengan posisi ekor di bawah dan kepala di atas dan akhirnya terperosok lagi di tebing gunung dengan posisi miring ke kiri, selanjutnya Terdakwa mematikan mesin agar tidak terbakar dan memerintahkan Terdakwa-II dan Saksi-1 untuk keluar dari pesawat sambil membantu evakuasi para penumpang dari dalam pesawat, setelah itu Terdakwa baru keluar dari Pesawat Helly Bell 412. 16. Bahwa setelah mengamankan para penumpang masyarakat sipil ke tempat yang aman pada jarak ± 10 (sepuluh) meter dari Pesawat Helly 412, kemudian datang penduduk setempat menolong penumpang sipil dan para crew pesawat dan di bawa ke rumah Pak Camat dan penumpang sipil langsung pulang ke rumah masingmasing, selanjutnya Pak Lurah / Kepala Desa menggunakan Radio SSB menghubungi Kodim Wamena melaporkan kejadian tersebut, dan Terdakwa-II meminjam Radio SSB milik Ibu Pendeta setempat untuk melaporkan kejadian jatuhnya Pesawat Helly tersebut kepada Dan Penerbad (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) di Timika. 17. Bahwa Terdakwa-I meyakini penyebab jatuhnya Pesawat Helly tersebut adalah akibat angin kencang, bukan pada mesin atau personil / crew, karena sebelum terbang / Take off dari Timika telah dilakukan pengecekan mesin oleh mekanik dan hasilnya baik, sementara cuaca saat itu di Kilangin Timika relatif cerah, angin arah timur dengan kecepatan 12 Knot dan ketika pesawat sedang terbang, muncul awan tebal akan tetapi pada saat di sekitar landasan Mapenduma pada ketinggian 8.500 feet cuaca cerah dan kecepatan angin 7 knot sampai dengan 8 Knot, sehingga Terdakwa memutuskan untuk mendarat di titik pendaratan di Mapenduma. 18. Bahwa bentuk landasan di Mapenduma berbentuk leher dan kepala burung, bagian Selatan landasannya miring (lembah) yang merupakan tempat masuk , dengan ketinggian landasan dari permukaan laut 6.000 sampai dengan 7.000 Fit sebelah barat berupa jurang dengan kedalaman 200 Meter, sebelah Timur berbentuk tebing dengan ketinggian 9.000 Fit dan sebelah Utara dengan ketinggian sekitar 12.000 Fit dan merupakan rangkaian dari puncak gunung Jaya Wijaya dan lebar landasan (Selatan – Utara) sekitar 600 Meter dan lebar landasan ( Timur – Barat) sekitar 30 Meter. 19. Bahwa jarak dari titik pendaratan ke tebing menurut Terdakwa I, Terdakwa tidak bisa merubah posisi arah pesawat menghadap ke
95
Selatan setelah masuk dari Selatan, karena pendaratan tidak bisa membentuk sudut 30˚ akan tetapi akan membentuk sudut 70 ˚ atau lebih oleh karena itu Terdakwa memutuskan Landing / pendaratan tetap dari arah Selatan dan pada jarak 60 Meter dari titik pendaratan dengan ketinggian pesawat 50 Meter, Terdakwa dapat melakukan pendaratan dengan sudut 15˚. 20. Bahwa pada saat berada di atas landasan Mapenduma, keadaan cerah, kecepatan angin antara 7 – 8 Knot dan pada saat berada pada ketinggian 15 Mater dan masih mempunyai daya kecepatan, posisi pesawat berada pada titik pendaratan. 21. Bahwa Terdakwa mengetahui kalau siang hari arah angin berasal dari arah Selatan karena pada siang hari terjadi angin lembah atau angin laut dan kalau malam hari terjadi angin gunung. Terdakwa juga mengetahui kalau mau melakukan pendaratan maka posisi pesawat harus melawan arah angin, sebab kalau mengikuti arah angin maka akan membahayakan pendaratan, oleh karena itu kalau angin dari Selatan seharusnya pesawat landing dari arah Utara, akan tetapi Terdakwa melakukan landing dari Selatan dengan alasan dari arah Utara panjang landasan + 150 Meter dari titik pendaratan tidak cukup untuk landing dan ada aturan pintu masuk dari arah Selatan. 22. Bahwa Terdakwa-I sudah pernah menyarankan kepada Saksi-4 Mayor Anggoro Priyantono bahwa wilayah Mapenduma tidak termasuk dalam wilayah rute palayanan penugasan Para Terdakwa tetapi tidak dihiraukan oleh Saksi-4 dan tetap memerintahkan Terdakwa-I dan Terdakwa-II untuk terbang ke Mapenduma dengan alasan membantu masyarakat sipil. 23. Bahwa Terdakwa dan Terdakwa-2 mau menuruti perintah karena takut dianggap menolak perintah atasan, dan akibat kejadian tersebut Terdakwa mengalami luka / keseleo pada persendian mata kaki kanan, Saksi-1I mengalami sobek pada pelipis kiri 3 (tiga) jahitan serta keseleo pada pergelangan kaki kiri, sedangkan para penumpang sipil ada beberapa orang mengalami luka lecet pada pelipis kiri, sementara Pesawat Helly Bell 412 mengalami rusak berat pada bagian ekor, baling-baling patah berserakan di tebing jurang sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. 24. Bahwa Terdakwa merasa tidak melakukan pelanggaran hukum karena berangkat ke Mapenduma karena melaksanakan perintah dari Danden Penerbad (atasan langsung Terdakwa di Timika) dan membawa terbang masyarakat sipil dengan pesawat Helly Bell 412 tersebut suatu hal yang sudah biasa dan tugas kemanusian di tempat tugas operasi, Terdakwa juga pernah membawa orang sipil teman Danrem, setelah mengantar Danrem dari Timika ke Enarotali dan setelah akan pulang Enarotali menuju Timika, Danrem memerintahkan agar Terdakwa membawa orang sipil tersebut dan hal seperti ini sudah biasa dilakukan. 25. Bahwa Terdakwa sudah melakukan prosedur pendaratan dengan benar, kecelakaan terjadi bukan disebabkan karena kesalahan Terdakwa akan tetapi akibat faktor alam yaitu adanya angin kencang mendadak dari belakang sebelah kiri pesawat.
96
Terdakwa-II : 1. Bahwa Terdakwa-II masuk menjadi prajurit TNI AD melalui sekolah Penerbangan TNI Prajurit Sukarela Dinas Pendek Mabes TNI pada tahun 2005 selama 3 (tiga) tahun, dilanjutkan Kursus Perwira Penerbang II Bell 412 selama 6 (enam) bulan, setelah itu ditugaskan di Skuadron 21 Serbaguna Pus Penerbad sampai dengan sekarang dengan pangkat terakhir Lettu Cpn NRP 12080103610687 . 2. Bahwa Terdakwa II selama berdinas di Penerbad telah melakukan penugasan operasi pada tahun 2009 BKO Kodam Iskandar muda dan tahun 2010 satgas Pamtas NTT-Timtim. 3.Bahwa Terdakwa-II ditugaskan di daerah Timika Papua sejak tanggal 18 April 2011 bersama anggota lainnya yang berjumlah 25 (dua puluh lima) orang sesaui Surat Perintah Danpuspenerbad Nomor : Sprin /1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan Awak Penerbad di daerah rawan Papua / BKO Kodam XVII/Cenderawasih di bawah pimpinan Mayor Cpn. Anggoro Priyantono NRP 11970022470372 dan waktu penugasan 1(satu) bulan dengan tugas pokok melaksanakan Dorlog dan Serpas Pospos Yonif 753/AVT di Uwibutu dan Enarotali, pos-pos Yonif 754/ENK di Arwanop, Tsiga, Jila, Jita, Aram, Sulki, Kiliarma serta Koramil di daerah Jita, Jila, Kiliarma dan Potowaibura. 4. Bahwa Terdakwa-II dalam melaksanakan tugas tersebut, dilengkapi dengan 2 (dua) Pesawat Helly yaitu 1(satu) unit Helly Bell 412 dan 1(satu) unit Helly BO. 105 dan Terdakwa bertugas sebagai Penerbang II Siud Serbu Bell 412, dan pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 06.00 WIT, Praka Muhadi, Serka Aswan (Inspektur Teknik) dan Sertu Edy Prayitno (Helper) melakukan pengecekan harian dan pembersiihan pesawat hingga pukul 07.0 WIT dan pesawat dinyatakan laik terbang (Serviceable). 5. Bahwa sekira pukul 07.30 WIT, pesawat Helly Bell 412 melaksanakan Droping Logistik ke Pos Yonif 753/AVT di Enarotali dan kembali pukull 09.00 WIT, dan setelah pesawat landing di Hallypad, Terdakwa-II dan Serka Aswan, serta Sertu Edy Prayitno melakukan Past Plight (pemeriksaan setelah terbang) hingga pukul 09.15 WIT Terdakwa-I memberitahu Terdakwa-II bahwa nanti setelah Past Plight, akan melaksanakan penerbangan ke Mapenduma bersama-sama Terdakwa-II dengan misi angkutan Warga sipil. 6. Bahwa Terdakwa sebagai Copilot, sebelum terbang sudah melakukan pengecekan Pesawat Helly Bell 412 sesuai prosedur dan pesawat tersebut relatif aman untuk terbang karena hanya memuat / Load maksimal sebesar 2000 Ibs atau 1123 kg (1 kg = 1.78 Ibs) sedangkan daya angkut Pesawat Helly Bell 412 adalah Load maksimal 11.000 lbs dan akibat kecelakaan tersebut Terdakwa-l mengalami engkel pada persendian mata kaki kanan, Praka Muhadi mengalami luka sobek pada pelipis kiri 3 (tiga) jahitan dan engkel pada pergelangan kaki kiri dan Terdakwa tidak mengalami luka apapun, sementara para penumpang lainnya hanya luka-luka lecet pelipis, tangan dan kaki, dan penyebab jatuhnya Pesawat Helly Bell 412 tersebut akibat angin kencang yang datang dari arah kiri belakang saat pesawat akan landing karena instrumen engine pesawat semuanya dalam keadaan baik.
97
7. Bahwa Terdakwa mengetahui bahwa daerah Mapenduma tidak termasuk dalam jalur Operasi Militer, akan tetapi pada saat Terdakwa menanyakan hal tersebut kepada Terdakwa I , Terdakwa I hanya menjawab dalam rangka tugas kemanusiaan, mendengar jawaban tersebut Terdakwa II memeriksa kesiapan pesawat untuk melakukan penerbangan ke Mapenduma. 8. Bahwa sekira pukul 09.20 WIT pesawat Helly Bell 412 take off dari bandara Kilangin Timika menuju Mapenduma dengan crew Kapten Cpn Supriyadi (Pilot), Terdakwa sebagai Copilot dan Praka Muhadi sebagai mekanik dengan mengangkut 9 (sembilan) orang masyarakat dewasa dan 1 (satu) orang anak yang berumur + 6 (enam) tahun serta anak bayi + 3 (tiga) bulan. 9. Bahwa Terdakwa mengetahui Radio Altimeter pesawat Helly Bell 412 yang di awaki ke Mapenduma tersebut sedang rusak dan tidak berfungsi, sehingga untuk menentukan ketinggian pesawat yang sedang berada di udara dilakukan secara visual dan untuk memandu perjalanan ke Mapenduma di gunakan GPRS serta melakukan koordinasi dengan pesawat lainnya untuk mengetahui situasi cuaca di sekitar Mapenduma. 10. Bahwa sekira pukul 10.00 WIT pesawat memesuki landasan Mapenduma dari arah Selatan dan pada kira-kira ketinggian 8.500 Fit Kapten Pilot (Terdakwa I) melintas di atas landasan Mapenduma senbanyak 3 (tiga) kali dengan tujuan untuk mengetahui arah dan kecepatan angin sambil menurunkan pesawat sedikit demi sedikit setelah diketahui keadaan cuaca cerah dan kecepatan angin kira-kira antara 7 – 8 Knot Terdakwa I memutuskan untuk landing / melakukan pendaratan dari arah Selatan. 11. Bahwa pada saat sedang berputar tersebut Terdakwa menyarankan kepada Kapten Pilot untuk melakukan landing dari arah Utara akan tetapi Kapten pilot tidak menerima saran tersebut dan tetap akan melakukan pendaratan dari arah Selatan dan Terdakwa membenarkan dan menyetujui keputusan dari Terdakwa I tersebut karena kalau dari arah Utara akan melintas di atas rumah penduduk. 12. Bahwa pada saat memutar di atas landasan tersebut, posisinya sudah berada dibawah dari puncak tebing bagian utara, jadi posisinya berada tepat diatas landasan, sehingga Terdakwa menyarankan kepada Terdakwa I untuk merubah arah pesawat dan landing dari arah utara (dari dekat dinding tebing bagian utara) mengingat angin pada siang hari berasal dari Selatan, akan tetapi pada saat Terdakwa I memutuskan landing dari arah Selatan Terdakwa pun setuju karena kalau landing dari utara, akan melintas diatas rumah penduduk. 13. Bahwa dari arah Selatan kira-kira 60 Meter dari titik pendaratan dan pada ketinggian + 50 Meter Terdakwa memutuskan untuk segera mendarat akan tetapi pada ketinggian 15 Meter tiba-tiba ada angin kencang mendadak datang dari arah kiri belakang pesawat mengakibatkan pesawat terhempas ke landasan dan kaki pesawat sebelah kiri terbentur di landasan sehingga pesawat helly terhempas ke kanan.
98
14. Bahwa Terdakwa-I kemudian mengontrol pesawat ke kanan landasan agar terjadi gaining speed (penambahan kecepatan) sehingga bisa terangkat lagi namun Pesawat terhempas ke jurang dan baling-baling pesawat terbentur ke dinding tebing sehingga pesawat tidak dapat terkontrol akhirnya Terdakwa-I melakukan pendaratan darurat dengan posisi sebelah kiri pesawat berada di bawah sedangkan baling-baling utama menghantam tanah dan langsung berhenti dan mesin dalam keadaan hidup sementara penumpang masih berada di dalam pesawat karena tertahan oleh seat belt. 15. Bahwa Terdakwa-I langsung mematikan mesin, lalu Terdakwa keluar dari pesawat sambil membantu Praka Muhadi keluar dari pesawat lalu mereka berdua membantu para penumpang lainnya untuk segera keluar dari pesawat, kemudian Terdakwa-I terakhir keluar mengamankan diri, setelah itu Terdakwa masuk kernbali dalam pesawat menghidupkan alat pemancar keadaan darurat di dalam pesawat. 16. Bahwa tidak lama kemudian Terdakwa-I, Terdakwa dan Praka Muhadi dibawa ke rumah Kepala Desa setempat untuk beristirahat, selanjutnya Terdakwa berusaha menghubungi Kodim Wamena, Lanud Sentani serta, Den Penerbad di Timika, menggunakan Radio SSB milik Kepala Desa untuk melaporkan jatuhnya Pesawat Helly Bell 412 tersebut, dan pada pukul 15.00 WIT, Terdakwa, Terdakwa-l dan Praka Muhadi dijemput menggunakan Helly Airfast dan tiba di Timika pada pukul 16.00 WIT. 17. Bahwa Terdakwa berpendapat mengangkut orang sipil di dalam tugas operasi militer tidak menyalahi aturan karena Terdakwa sudah sering mengangkut warga sipil pada saat tugas operasi militer seperti pada saat tsunami di Aceh dan Nias sehingga mengangkut orang sipil di Mapenduma pada tanggal 16 Mei 2011 juga dibenarkan juga membawa pesawat ke Mapenduma dan mengankut warga sipil, walaupun Mapenduma tidak masuk dalam jalur tugas Operasi Militer , akan tetapi karena ada perintah dari Danden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priantono maka Terdakwa merasa tidak merasa bersalah dan tidak melanggar hukum dengan alasan melaksanakan perntah dinas dari Danden Penerbad. 18. Bahwa pada saat melaksanakan landing di Mapenduma Terdakwa I dan Terdakwa II sudah melaksanakan melaksanakan prosedur yang benar, kecelakaan terjadi akibat dari faktor alam yaitu adanya angin kencang mendadak dari belakang sebelah kiri pesawat, sehingga Terdakwa menyatakan bahwa Terdakwa tidak melakukan kesalahan apapun, walaupun akibat kecelakaan tersebut pesawat Helly Bell 412 hancur dan tidak dapat digunakan lagi. 19. Bahwa tidak lama kemudian Terdakwa-I, Terdakwa dan Praka Muhadi dibawa ke rumah Kepala Desa setempat untuk beristirahat, selanjutnya Terdakwa berusaha menghubungi Kodim Wamena, Lanud Sentani serta, Den Penerbad di Timika, menggunakan Radio SSB milik Kepala Desa untuk melaporkan jatuhnya Pesawat Helly Bell 412 tersebut, dan pada pukul 15.00 WIT, Terdakwa, Terdakwa-l dan Praka Muhadi dijemput menggunakan Helly Airfast dan tiba di Timika pada pukul 16.00 WIT. 20. Bahwa akibat kecelakaan tersebut Terdakwa-l mengalami engkel pada persendian mata kaki kanan, Praka Muhadi mengalami luka sobek pada pelipis kiri 3 (tiga) jahitan dan engkel pada
99
pergelangan kaki kiri dan Terdakwa tidak mengalami luka apapun, sementara para penumpang lainnya hanya luka-luka lecet pelipis, tangan dan kaki, dan penyebab jatuhnya Pesawat Helly Bell 412 tersebut akibat angin kencang yang datang dari arah kiri belakang saat pesawat akan landing karena instrumen engine pesawat semuanya dalam keadaan baik. Menimbang
: Bahwa sebelum sampai pada fakta-fakta hukum, Majelis akan mempertimbangkan keterangan Saksi-4 yang telah disangkal oleh para Terdakwa. Bahwa para Terdakwa pada saat diperintahkan untuk menerbangkan pesawat Helli Bel 412 pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 dari Timika menuju Mapenduma, tidak diberitahukan sebelumnya dan tidak pernah dibicarakan mengenai ongkos yang dibayar oleh para penumpang sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Atas sangkalan para Terdakwa menurut Majelis berpendapat bahwa walaupun belum ada pembicaraan sebelumya, karena penerbangan ke Mapenduma bukan merupakan bagian dari tupoksi para Terdakwa dan perintah tersebut bukalah perintah yang berkaitan dengan printah dinas maka seharusnya perintah tersebut tidak perlu untuk dilaksanakan oleh para Terdakwa.
Menimbang
:
Bahwa dari barang-barang bukti yang diajukan oleh Oditur Militer maupun oleh Penasihat Hukum di persidangan berupa : Surat-surat : 1.
2 (dua) lembar foto / gambaran saat setelah jatuhnya pesawat Helly jenis Bell 412 Noreg HA 5105 pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 10.30 WIT di jurang samping kanan (dari arah masuk) Landasan Mapenduma.
2.
3 (tiga) lembar Sprin Pangdam XVII/Cendrawasih No : Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011.
3.
5 (lima) lembar Sprin Danpus Penerbad Nomor : Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011.
4.
1 (satu) lembar Sprin Terbang dari Danden Penerbad Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011.
5.
1 (satu) lembar Daftar Manifest Penumpang.
6.
Laporan khusus dan disertai dengan Laporan Kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369NI/2011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani Oleh Danpuspenerbad Brigjend TNI Mochamad Wachju Rijanto sebanyak 16 (enam betas) lembar.
7.
1 (satu) lembar surat telegram Aspos Dam XVII/Cenderawasih Nomor : TR/505/2011 tanggal 15 Mei 2011.
8.
1 (satu) lembar Surat Perintah tentang pemeriksaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penerbangan Pesawat Helly Bell 412 dari TimikaMapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil dan jatuh
100
pada tanggal 16 Mei 2011sekira pukul 11.00 Wit dengan Nomor : Sprint/130N/2011 tanggal 20 Mei 2011. 9.
Fotocopy Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya Nomor : 11-K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11 Oktober 2012 an Mayor Cpn Anggoro Priyantono.
10.
Surat Pernyataan yang ditandatangani di atas materai oleh Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono).
Telah diperlihatkan kepada para Terdakwa dan para Saksi serta telah diterangkan sebagai barang bukti dalam perkara ini, ternyata berhubungan dan bersesuaian dengan bukti-bukti lain, maka oleh karenanya dapat memperkuat pembuktian atas perbuatanperbuatan yang didakwakan. Menimbang
:
Bahwa berdasarkan keterangan para Terdakwa dan keterangan para Saksi dibawah sumpah yang diberikan dipersidangan serta dikaitkan dengan alat bukti dan petunjuk dan setelah menghubungkan satu dengan yang lainnya maka diperoleh faktafakta hukum sebagai berikut : 1. Bahwa benar Terdakwa-I adalah Prajurit TNI AD yang masuk melalui Pendidikan Secaba PK tahun 1996 di Pusdikdi Bogor, setelah selesai pendidikan dilantik dengan pangkat Serda dan ditugaskan di Makopassus Cijantung dan tahun 1997/1998 mengikuti pendidikan Penerbad di Pusdik Semarang selanjutnya ditugaskan di Pusdik Secapa TNI AD Lembang Bandung, kemudian Sesarcap Infantri di Pusdik Bandung, setelah itu ditugaskan kembali ke Penerbad Semarang dan pada tanggal 18 April 2011 ditugaskan sebagai Satgas Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih yang berkedudukan di Timika Papua hingga sekarang dengan pangkat terakhir Kapten Cpn NRP 21960098290775 . 2. Bahwa benar Terdakwa-II masuk menjadi Prajurit TNI AD melalui sekolah Penerbangan TNI Prajurit Sukarela Dinas Pendek Mabes TNI pada tahun 2005 selama 3 (tiga) tahun, dilanjutkan Kursus Perwira Penerbang II Bell 412 selama 6 (enam) bulan, setelah itu ditugaskan di Skuadron 21 Serbaguna Pus Penerbad sampai dengan sekarang dengan pangkat terakhir Lettu Cpn NRP 12080103610687 . 3. Bahwa benar Terdakwa I selama berdinas di Penerbad A.Yani Semarang sejak tahun 1999 dalam setiap tahun melaksanakan penugasan rutin di Aceh,Kalimantan Barat,Kalimantan Timur Kupang-NTT dan Papua, serta dianugerahi tanda jasa Satya lencana darmanusa, GOM IX, Raksaka Dharma. 4. Bahwa benar Terdakwa II selama berdinas di Penerbad A.Yani Semarang telah melakukan penugasan operasi pada tahun 2009 BKO Kodam Iskandar muda dan tahun 2010 satgas Pamtas NTTTimtim. 5. Bahwa benar para Terdakwa melaksanakan tugas operasi di Papua / Timika sejak 18 April 2011, bersama anggota lainnya dengan jumlah personil keseluruhan 25 (dua puluh lima) orang dibawah pimpinan Saksi-1II (Daden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priyantono), dilengkapi dengan Surat Perintah dari Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan
101
daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih dan Surat Perintah Pangdam XVII/Cendrawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melakukan penerbangan di wilayah Papua dan ditempatkan di Timika. 6. Bahwa benar Saksi-3 sebagai Pabandyaops Kodam XVII/Cendrawasih, sudah memberikan arahan dan penekanan kepada seluruh anggota Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih agar melaksanakan tugas penerbangan sesuai uraian tugas dalam Telegram Pangdam XVII/Cendrawasih 7. Bahwa benar tupoksi Denpenerbad BKO tersebut yaitu melayani pos-pos yang ada di seluruh Papua/Timika untuk mengantar jemput personil dan dorong logistik dengan rute TimikaTsingan, Arwanop, Kiliarma, Aramsuki, Jita, Jila, Potowayburu / Kokonao, Enarotali, Uibutu serta pos-pos Batalyon 753 dan Batalyion 754, serta tidak boleh mengangkut masyarakat sipil dan tidak boleh melakukan penerbangan ke daerah lain kecuali rute-rute pelayanan yang sudah ditentukan. 8. Bahwa benar para Terdakwa pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.10 WIT, setelah selesai melakukan penerbangan dari Enarotali-Nabire, dan selanjutnya Terdakwa-I mendapat Surat Perintah Terbang (SPT) yang kedua kalinya hari itu dari Danden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priantoro yaitu Surat Perintah Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 untuk mengangkut orang sipil ke Mapenduma. 9. Bahwa benar Surat Perintah terbang Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 dikeluarkan pada hari Senin tangga 16 Mei 2011 dan ditanda tangani Saksi-4 tidak pernah dilaporkan kepada satuan komando atas tas inisiatif Saksi-4 ( Mayor Anggoro) sendiri. 10. Bahwa benar Saksi-4 mengetahui penerbangan ke daerah ke daerah Mapenduma sebenarnya bukan merupakan rute penerbangan yang dilakukan Saksi selama ini, sedangkan alasan melakukan penerbangan ke daerah Mapenduma adalah inisiatif Saksi sendiri untuk membantu masyarakat karena tidak adanya layanan penerbangan di daerah tersebut pada saat itu. 11. Bahwa benar para Terdakwa mengetahui Mapenduma tidak termasuk dalam jalur tugas Operasi Militer dan selama bertugas di Papua Terdakwa belum pernah Landing di landasan Mapenduma, oleh karena itu Terdakwa -1 sempat menyampaikan kepada Saksi-4 Mayor Cpn Anggoro, agar Saksi-4 yang memandu ke Mapenduma, akan tetapi Saksi-4 tidak bersedia untukmensuversi penerbangan ke Mapenduma tersebut. 12. Bahwa benar walaupun Terdakwa-I mengetahui Mapenduma bukan termasuk jalur tugas Operasi Militer akan tetapi dengan alasan mentaati perintah atasan (Danden) dan dengan alasan tugas kemanusiaan, Terdakwa bersedia menerbangkan pesawat Helly Bell 412 ke Mapenduma dengan dibantu oleh Ko Pilot Terdakwa-2 Lettu Cpn Abdi Darnain dan Saksi -1 Praka Muhadi sebagai mekanik, kemudian Terdakwa I memberitahu kepada Terdakwa -2 untuk mempersiapkan pesawat dalam rangka mengangkut warga sipil ke Mapenduma.
102
13. Bahwa benar Terdakwa-2 mengetahui bahwa daerah Mapenduma tidak termasuk dalam jalur Operasi Militer, akan tetapi pada saat Terdakwa-2 menanyakan hal tersebut kepada Terdakwa I dan Terdakwa I hanya menjawab bahwa penerbangan ke Mapenduma merupakan tugas kemanusiaan sebagaimana penyampaian Saksi-4 Mayor Anggoro Priyantono, mendengar jawaban tersebut selanjutnya Terdakwa II memeriksa kesiapan pesawat untuk melakukan penerbangan ke Mapenduma. 14. Bahwa benar sebelum pesawat Helly Bell 412 berangkat menuju Mapenduma, crew pesawat mempersiapkan pesawat, dengan cara mengisi penuh bahan bakar dan memeriksa mesin pesawat sehingga laik terbang, Terdakwa-I juga menandatangni manifest (daftar penumpang dan barang) yang akan dibawa ke Mapenduma. Dalam manifest tersebut yang akan diangkut adalah masyarakat sipil yang berjumlah 11 (sebelas) orang ; 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak yang artinga Terdakwa-I menyetujuinya. Bahwa benar menurut pemahaman para Terdakwa bahwa mengangkut masyarakat sipil di ke Mapenduma di daerah tugas operasi adalah tidak menyalahi aturan, karena para Terdakwa sudah sering mengangkut masyarakat sipil pada saat tugas operasi seperti pada saat stunami di Nias sehingga mengangkut orang sipil ke Mapenduma juga dibenarkan karena alasan kemanusiaan, padahal perbuatan tersebut tidak ada landasan hukum akan kebenaran pemahaman para Terdakwa karena tidak sesuai dengan tupoksi para Terdakwa yang BKO di Kodam XVII/Cendrawasih. 15.
Bahwa benar sekira pukul 09.11 WIT Terdakwa-I selaku Pilot menerangkan bahwa pesawat Helly Bell 412 dari Bandara Kilangin Timika menuju Mapenduma yang dibantu oleh Ko Pilot Lettu Cpn Abdi Darnain dan Saksi -1 Praka Muhadi (Terdakwa II) dan Saksi -1 Praka Muhadi sebagai mekanik dengan penumpang dari warga sipil 11 (sebelas) orang yang terdiri dari 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak serta barang 620 Kg. 16.
17. Bahwa benar Para Terdakwa mengetahui bahwa Radio Altimeter pesawat Helly Bell 412 dalam keadaan rusak sehingga untuk mengetahui ketinggian pesawat dari bumi dilakukan secara visual, dan karena Terdakwa dan kru pesawat lainnya belum pernah ke Mapenduma maka untuk memandu perjalanan digunakan GPRS dan berkoordinasi dengan pesawat lainnya untuk mengetahui situasi cuaca di sekitar Mapenduma. 18. Bahwa benar pada saat pesawat Helly Bell 412 berada diatas landasan Mapenduma, pada ketinggian 8.500 Fit, Terdakwa melakukan pengamatan dengan cara berputar 3 kali sambil sedikit demi sedikit menurunkan pesawat dan Terdakwa II menyarankan agar melakukan pendaratan dari arah utara, akan tetapi Terdakwa I memutuskan untuk melakukan pendaratan dari arah Selatan dengan alasan sesuai dengan aturan dari Departemen Perhubungan adanya pintu masuk dan pintu keluar yaitu dari arah selatan, sedangkan kalau dari arah Utara jarak landasan tidak memungkinkan untuk melakukan pendaratan karena pesawat harus mendarat membentuk sudut 70˚ lebih, padahal pendaratan menurut Terdakwa harus
103
membentuk sudut di bawah 60˚ dan menurut Terdakwa pendaratan tidak bisa dilakukan secara vertikal akan tetapi harus membentuk sudut, itupun harus membentuk sudut 60˚ ke bawah. Bahwa benar pada saat sedang berputar tersebut Terdakwa-2 menyarankan kepada Terdakwa-I selaku Kapten Pilot untuk melakukan landing dari arah Utara akan tetapi Terdakwa-I selaku Kapten pilot tidak menerima saran tersebut dan tetap akan melakukan pendaratan dari arah Selatan dan Terdakwa -2 membenarkan dan menyetujui keputusan dari Terdakwa I tersebut karena kalau dari arah Utara akan melintas di atas rumah penduduk. 19.
20. Bahwa benar pada saat memutar di atas landasan tersebut, posisinya sudah berada dibawah dari puncak tebing bagian utara, jadi posisinya berada tepat diatas landasan, sehingga Terdakwa-2 menyarankan kepada Terdakwa I untuk merubah arah pesawat dan landing dari arah utara (dari dekat dinding tebing bagian utara) mengingat angin pada siang hari berasal dari Selatan, akan tetapi pada saat Terdakwa I memutuskan landing dari arah Selatan Terdakwa pun setuju karena kalau landing dari utara, akan melintas diatas rumah penduduk. 21. Bahwa benar pada saat pesawat Helly Bell 412 tersebut berada pada ketingggian 50 Meter dari arah Selatan dan jarak 60 meter dari titik pendaratan, Terdakwa memperkirakan dapat mendarat dengan membentuk sudut 15˚ akan tetapi pada ketinggian 15 Meter tiba-tiba ada angin dari belakang sebelah kiri pesawat sehingga Terdakwa tidak bisa mengendalikan pesawat, akibatnya pesawat terhempas dan masuk jurang yang ada di sebelah kanan barat landasan bahwa setibanya di atas Landasan Mapenduma sekira pukul 10.30 WIT, Terdakwa-I melakukan penerbangan dengan cara berputar 3 (tiga) kali di atas Landasan Mapenduma sambil membaca arah angin dan menurunkan ketinggian. 22. Bahwa benar setelah posisi ketinggian dirasa cukup dari arah arus pintu angin, kemudian Terdakwa-I melakukan persiapan pendaratan dan pada saat Pesawat Helly Bell 412 mendekati landasan, tiba-tiba angin kencang datang dari arah belakang Pesawat Helly dengan kecepatan tinggi mendorong Helly Bell 412 hingga tidak stabil, lalu Terdakwa-I berusaha mengendalikan dengan menambah daya angkat, tetapi Pesawat Helly Bell 412 tidak mampu menahan angin kencang dan langsung jatuh terhempas ke tanah kemudian terpental lagi kejurang pinggir landasan. 23. Bahwa benar Terdakwa-I berusaha mengendalikan daya angkat tetapi Pesawat berputar kearah kanan hingga baling-baling membentur ke tebing sebelah kiri, lalu oleng dengan posisi ekor di bawah dan kepala di atas dan akhirnya terperosok lagi di tebing gunung dengan posisi miring ke kiri, selanjutnya Terdakwa-I mematikan mesin agar tidak terbakar dan memerintahkan Terdakwa2 dan Saksi-1 untuk keluar dari pesawat sambil membantu evakuasi para penumpang dari dalam pesawat, setelah itu Terdakwa baru keluar dari Pesawat Helly Bell 412. 24. Bahwa benar setelah para Terdakwa mengamankan para penumpang sipil ke tempat yang aman pada jarak ± 10 (sepuluh) meter dari Pesawat Helly Bell 412, kemudian datang penduduk
104
setempat menolong penumpang sipil dan para crew pesawat dan di bawa ke rumah Pak Camat dan penumpang sipil langsung pulang ke rumah masing-masing, selanjutnya Pak Lurah / Kepala Desa menggunakan Radio SSB menghubungi Kodim Wamena melaporkan kejadian tersebut, dan Terdakwa-II meminjam Radio SSB milik Ibu Pendeta setempat untuk melaporkan kejadian jatuhnya Pesawat Helly tersebut kepada Dan Penerbad (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) di Timika. 25. Bahwa benar akibat dari kecelakaan pesawat Helly Bell tersebut, dua orang personil mengalami luka-luka diantaranya Terdakwa-I mengalami engkel pada persendian mata kaki kanan, Saksi-1I mengalami sobek pada bagian pelipis kiri 3 (tiga) jahitan dan engkel pada pergelangan mata kaki kiri, dan Terdakwa-I tidak mengalami luka, sedangkan para penumpang ada beberapa orang mengalami luka ringan, seperti sobek pada bagian pelipis, lecet pada tangan dan lecet pada kaki (nama penumpang yang luka tidak hafal), untuk kerusakan material yaitu pesawat Helly Copter Bell 412 mengalami rusak berat, bagian ekor dan bolang baling Pesawat Helly patah, dan tidak dapat digunakan lagi sehingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2.000.000.000. ( dua miliar rupiah) 26. Bahwa benar Para Terdakwa meyakini penyebab jatuhnya Pesawat Helly tersebut adalah akibat angin kencang, bukan pada mesin atau personil / crew, karena sebelum terbang / Take off dari Timika telah dilakukan pengecekan mesin oleh mekanik dan hasilnya baik, sementara cuaca saat itu di Kilangin Timika relatif cerah, angin arah timur 12 Knot dan ketika pesawat sedang terbang, muncul awan tebal akan tetapi pada saat di sekitar landasan Mapenduma pada ketinggian 8.500 feet cuaca cerah dan kecepatan angin 7 - 8 Knot, sehingga Para Terdakwa memutuskan untuk mendarat di Mapenduma. 26. Bahwa benar bentuk landasan di Mapenduma berbentuk leher dan kepala burung, bagian Selatan landasannya miring (lembah) yang merupakan tempat masuk , dengan ketinggian landasan dari permukaan laut 6.000 – 7.000 Fit sebelah barat berupa jurang dengan kedalaman 200 Meter, sebelah Timur berbentuk tebing dengan ketinggian 9.000 Fit dan sebelah Utara dengan ketinggian + 12.000 Fit dan merupakan rangkaian dari puncak gunung Jaya Wijaya dan lebar landasan (Selatan – Utara) + 600 Meter dan lebar landasan ( Timur – Barat) + 30 Meter. 27. Bahwa benar jarak dari titik pendaratan ke tebing menurut Terdakwa I, Terdakwa tidak bisa merubah posisi arah pesawat menghadap ke Selatan setelah masuk dari Selatan, karena pendaratan tidak bisa membentuk sudut 30˚ akan tetapi akan membentuk sudut 70˚ atau lebih oleh karena itu Terdakwa memutuskan Landing / pendaratan tetap dari arah Selatan dan pada jarak 60 Meter dari titik pendaratan dengan ketinggian pesawat 50 Meter, Terdakwa dapat melakukan pendaratan dengan sudut 15˚. 28. Bahwa benar Terdakwa I menyakini bahwa pada saat berada di atas landasan Mapenduma, keadaan cuaca cerah, kecepatan angin antara 7 – 8 Knot dan pada saat berada pada ketinggian 15 Mater dan masih mempunyai daya kecepatan, posisi pesawat berada pada titik pendaratan.
105
29. Bahwa benar Para Terdakwa mengetahui kalau siang hari arah angin berasal dari arah Selatan karena pada siang hari terjadi angin lembah atau angin laut dan kalau malam hari terjadi angin gunung. Para Terdakwa juga mengetahui kalau mau melakukan pendaratan maka posisi pesawat harus melawan arah angin, sebab kalau mengikuti arah angin maka akan membahayakan pendaratan, oleh karena itu kalau angin dari Selatan seharusnya pesawat landing dari arah Utara, akan tetapi Para Terdakwa melakukan landing dari Selatan dengan alasan dari arah Utara panjang landasan + 150 Meter dari titik pendaratan tidak cukup untuk landing dan ada aturan pintu masuk dari arah Selatan. 30. Bahwa benar para Terdakwa menyakini pada saat melaksanakan landing di Mapenduma sudah melaksanakan melaksanakan prosedur yang benar, kecelakaan terjadi akibat dari faktor alam yaitu adanya angin kencang mendadak dari belakang sebelah kiri pesawat, sehingga para Terdakwa menyatakan bahwa para Terdakwa tidak melakukan kesalahan apapun, walaupun akibat kecelakaan tersebut pesawat Helly Bell 412 hancur dan tidak dapat digunakan lagi. Menimbang
:
Bahwa lebih dahulu Majelis akan menanggapi beberapa hal yang dikemukakan oleh Oditur Militer dalam tuntutannya dengan mengemukakan pendapat sebagai berikut : Bahwa Majelis sebagian sependapat dan sebagian tidak sependapat dengan fakta-fakta hukum sebagai diuraikan dalam Tuntutan Oditur Militer demikian juga mengenai terbuktinya unsurunsur tindak pidana yang didakwakan, Majelis Hakim tidak sependapat oleh karenanya sebagaimana diuraikan Majelis akan membuktikannya sendiri dalam putusan ini sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, terhadap Dakwaan kedua mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah terungkap dipersidangan, bahwa Terdakwa-I sebagai seorang pilot dan Terdakwa-II adalah merupakan seorang copilot bertanggung jawab tehadap keamanan dan keselamatan penerbangan di samping itu berkaitan dengan penerbangan dan operasionalnya sudah ada ketentuan Undang-undangnya yang secara khusus telah mengaturnya, yaitu Undang Undang Penerbsngsn No. 15 Tahun 1992 Yo Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009, sehingga pembuatan para Terdakwa tidak tepat apabila didakwakan dengan Pasal 148 ke-2 KUHPM, walaupun akibat dari perbuatan para Terdakwa berakibat jatuhnya pesawat Hely bell 412 dan merupakan kelalaian yang mengakibatkan menjatuhkan pesawat yang dioperasikan oleh pata Terdakwa dan akan diuraikan lebih lanjut pada pembuktian unsur-unsur tindak pidana. 2. Bahwa mengenai pidana yang dijatuhkan terhadap diri para Terdakwa, Majelis akan mengemukakan pendapat bahwa pidana yang dijatuhkan adan dipertimbangkan sendiri sesuai dalam Putusannya. 3. Bahwa terhadap perbuatan para Terdakwa Majelis Hakim mengemukakan pendapat bahwa oleh karena terjadinya perbuatan para Terdakwa inisiatif bukan dari diri para Terdakwa melainkan dari Saksi -4 Mayor Anggoro Priyantono selaku Denpenerbad, disamping
106
itu keahlian para Terdakwa masih diperlukan oleh satuan para Terdakwa di Penerbad sebagai pilot dan sebagai cipolot majelis perlu mempertimbangkn sendiri pidana yang akan dijatuhkan pada diri para Terdakwa sebagaimana tuntutan Oditur Militer. Menimbang
Bahwa mengenai pledoi yang disampaikan oleh penasihat hukum para Terdakwa majelis Hakim mengemukakan pendapat sebagai berikut : 1. Bahwa mengenai keberadaan Saksi tambahan Saksi-5 dan Saksi -6 sebagai saksi ahli ataupun sebagai Saksi Ad dechard bukanlah suatu hal yang perlu dipersoalkan dalam perkara ini, tetapi yang dibutuhkan adalah nilai keterangan yang diberikan para saksi terutama Saksi-6 terhadap perkara yang diperiksa sebab yang seharusnya dibutuhkan keterangan ahli berkaitan dengan keahlian tentang windshear. 2. Bahwa terhadap barang bukti yang di hadirkan Oditur di persidangan majelis akan mempertimbangkan sendiri dalam putusannya. 3. Bahwa mengenai pertemuan antara Terdakwa-I dan Saksi -4 Mayor Anggoro Priyantono beserta stafnya dalam membicarakan penerbangan ke Mapenduma, karena penerbangan ke Mapenduma tidak berhubungan dengan perintah dinas dan tidak berkaitan dengan kepentingan dinas militer, oleh karena itu perintah tersebut tidak perlu dilakukan oleh para Terdakwa karena tidak sesuai dengan tupoksi Denpenerbad di BKO kodam XVII/Cendrawasih dan Mapenduma bukan sebagai rute pelayanan Denpenerbad, Terdakwa sebagai Perwira harus dapat membedakan perintah yang berkaitan dengan kepentingan dinas dan perintah yang berkaitan dengan kepentingan militer. 4. Bahwa apabila dikaitkan dengan keterangan Saksi-1 tentang penyebab jatuhnya Helly Bell 412 merupakan akibat dari angin yang bertiup secara tiba-tiba majelis hakim berpendapat bahwa disamping karena perubahan angin yang secara tiba-tiba tersebut juga disebabkan karena tidak berfungsinya sebagian instrumen terutama yang berkaitan dengan instrumen untuk mengukur ketinggian pesawat dengan landasan yang hanya dilakukan hanya secara visual sehingga Para Terdakwa tidak dapat mengendalikan pesawat karena telah terlebih dahulu membentur landasan sehingga pendaratan tidak sempurna yang mengakibatkan pesawat terpental dan berputar dan masuk ke jurang yang tidak diduga oleh para Terdakwa. 5. Bahwa terhadap beban angkut pesawat Helly Bell 412 yang di awaki oleh para Terdakwa majelis tidak mempersolkan, tetapi majelis meanggapi tentang para Terdakwa sebagai satuan BKO kodam XVII/ Cendrawasih hanya dapat bergerak atas perintah Pangkoops selaku penerima BKO, sebab Mapenduma bukan sebagai rute pelayanan para Terdakwa karena sejak tahun 1990, bahwa Mapenduma bukan lagi sebagai rute penerbangan bagi pesawat militer dan bukan lagi sebagai daerah operasi militer. 6. Bahwa Mayor Anggoro Priyantono telah menyadari sepenuhnya telah memberikan perintah yang salah kepada para Terdakwa oleh karena itu majelis berpendapat bahwa perintah terseharusnya tidak perlu dilaksanakan oleh para Teradkwa, karena perintah tersebut tidak berkaitan dengan kepentingan dinas maupun dengan
107
kepentingan dinas militer karena alasan faktor kemanusiaan bukanlah sebagai alasan pembenar atas perbuatan para Terdakwa karena 11 (sebelas) orang penumpang sipil tersebut tidak sedang berada dalam keadaan yang teramcam dan kondisi membahayakan oleh karena itu terhadap pelaku yang melakukan perintah yang yang merupakan tindak pidana maka terdapat pelakunya dapat dipertanggungjawabkan pidananya. 7. Bahwa Penasihat Hukum berpendapat Terdakwa-I dan Terdakwa –II tidak bersalah melakukan tindak pidana karena ada alasan pembenar sehubungan dengan Terdakwa-I dan Terdakwa-II tidak mengetahui bahwa penerbangan ke Mapenduma adalah ilegal, menurut majelis adalah tidak tepat karena Terdakwa-I maupu Terdakwa-II sebagai Perwira TNI AD sudah memahami bahwa yang harus ditaati adalah perintah yang sesuai dengan peraturanperaturan Militer dan perintah-perintah kedinasan saja. Tidak termasuk peraturan-peraturan atau perintah pribadi seorang atasan yang tidak berdasar pada peraturan-peraturan Militer atau perintahperintah kedinasan, sehingga istilah peraturan Militer atau perintah kedinasan ditafsirkan sebagaimana mestinya. Jadi apabila tidak berarti penyelewengan atau terselewengkan, sudah sepantasnya untuk itu seorang bawahan yang menerima perintah wajib taat, namun demikian sebaliknya dalam perintah seorang atasan yang tidak berdasar dan melawan hukum, sebagai bawahan sudah barang tentu tidak wajib untuk taat. 8. Bahwa dalam hal terjadinya “kerja sama” antara atasan dalam hal ini Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) dengan bawahan yakni Terdakwa-I dan Terdakwa-II untuk melakukan suatu Tindak pidana, atau suatu bawahan telah melaksanakan suatu perintah padahal menurut kesadaran hukum masyarakat Militer isi perintahitu merupakan kejahatan, maka baik atasan maupun bawahan itu masing-masing tetap dapat dipertanggung jawabkan pidananya. Oleh karenanya Majelis Hakaim berpendapat perintah atasan tidak merupakan alasan pembelaan mutlak “Peniadaan Pidana” 9. Bahwa terhadap pernyataan penasihat hukum bahwa tidak ada larangan untuk melakukan penerbagan ke Mapenduma, majelis mengemukakan pendapat bahwa hal ini tidaklah tepat, bukan berarti kalau tidak ada larangan maka sepenuhnya hal-hal yang tidak tertulis dilarang kemudian bisa dilakukan dengan begitu saja tanpa ada aturan yang mengikat, karena sebagai seorang Perwira Para Terdakwa harus bisa memahami tugas pokonya apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan terutama di daerah operasi militer. 10. Bahwa terhadap hasil investigasi yang dijadikan oditur sebagai barang bukti surat majelis mengemukakan pendapat bahwa hasil invertigasi tersebut perlu untuk didukung oleh fakta dipersidangan, oleh karena itu hasil investigasi tersebut tidak mutlak untuk dijadikan sebagai barang bukti surat, tetapi harus melalui pengujian di persidangan sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan. 11. Bahwa terhadap putusan Dilmilti III Surabaya terhadap Terpidana Mayor Anggoro Priyantono, majelis mengemukakan pendapat bahwa putusan tersebut adalah berlaku bagi yang diperiksa dan isi putusan tersebut adalah untuk pembuktian terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwanya.
108
12. Bahwa terhadap pembuktian unsur tindak pidana sebagaimana uraian penasihat hukum dalam pledoinya, majelis berpendapat bahwa uraian fakta hukum dalam unsur tindak pidana tersebut sebagian sependapat dan sebagian tidak sependapat sebagaimana yang termuat dalam putusan ini. 13. Bahwa mengenai sangkalan oleh Penasihat Hukum terhadap penyebab terjadinya jatuhnya pesawat Helly Bell 412 yang diPiloti oleh Terdakwa-I dan Terdakwa-II, karena faktor fuaca yaitu datangnya angin secara tiba-tiba (wind seare) dan bukan kesalahan di Terdakwa-I dan Terdakwa-II, Majleis berpendapat faktor sarana dan peralatan serta fasilitas yang tidak mewadahi disamping keputusan dan peraturan secara visual yang kurang tepat merupakan faktor penyebab jatuhnya pesawat Helly Bell 412 di landasan Mapenduma pada tanggal 16 Mei 2011, namun demikian oleh karena berkaitan dengan kelalaian Terdakwa-I dan Terdakwa-II dalam kaitannnya dengan operasional penerbangan serta ada Peraturan Perundang-Undangan tersendiri serta khusus yang mengaturnya yakni Undang-Undang Penerbangan No. 15 tahun 1992 Yo UndangUndang Nomor 2 tahun 2009 Menimbang
: Bahwa mengenai replik yang disampaikan oleh oditur, majelis mengemikakan pendapatnya bahwa pada pokoknya oditur adalah untuk memperkuat dalil dalil yang dikemukakan oditur dalam tuntutannya dengan mengulangi fakta-fakta yang diperkuat dari keterangan para Saksi dan para Terdakwa serta alat bukti lainnya, oleh karena itu majelis akan menguraikan lebih lanjut dalam putusan ini.
Menimbang
Menimbang
:
:
Bahwa mengenai Duplik yang diajukan oleh Penasihat hukum para Terdakwa majelis mengemukakan pendapat bahwa duplik tersebut pada pokoknya adalah memperkuat bantahan terhadap tuntutan terhadap tuntutan pidana oditur militer dengan tetap berpedoman terhadap fakta yang diungkapkan penasihat hukum dalam pledoinya. Bahwa para Terdakwa berdasarkan surat dakwaan Oditur Militer dihadapkan kepersidangan dengan dakwaan yang disusun secara komulatif yaitu : Pertama Pasal 103 ayat (1) KUHPM jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Kedua Pasal 148 ke-2 KUHPM. Yang unsur-unsurnya : Pertama
:
Unsur ke satu :
“Militer.”
Unsur ke dua :
“Yang menolak atau dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu.” “yang dilakukan secara bersama-sama.”
Unsur ke tiga : Kedua : Unsur ke satu :
“Barang siapa.”
Unsur ke dua :
“Dengan melawan hukum dan dengan sengaja merusak, membinasakan, membuat tidak terpakai atau menghilangkan ataupun semaunya menaggalkan dari diri sendiri .”
109
Unsur ke tiga : Menimbang
:
Bahwa mengenai unsur-unsur tersebut, Majelis Hakim lebih dahulu dan membuktikan unsur-unsur Dakwaan pertama Oditur Militer dengan mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Unsur ke satu
Menimbang
:
“Sesuatu barang keperluan perang.”
:
“Militer.”
Bahwa Mengenai unsur ke satu : Militer, Majelis Hakim mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Bahwa yang dimaksud dengan Militer menurut pasal 46 KUHPM adalah mereka yang berikatan dinas secara sukarela pada Angkatan Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut. Sedangkan yang dimaksud menurut pasal 45 KUHPM adalah :
dengan
Angkatan
Perang
Angkatan Darat dan Militer Wajib yang termasuk dalam lingkungannya terhitung juga personil cadangan. Angkatan Laut dan Militer Wajib yang termasuk dalam lingkungannya terhitung juga personil cadangan. Angkatan Udara dan Militer Wajib yang termasuk dalam lingkungannya terhitung juga personil cadangan. Dalam waktu perang mereka yang dipanggil menurut UU untuk turut serta melaksanakan pertahanan dan pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Berdasarkan keterangan para Saksi dibawah sumpah, keterangan para Terdakwa serta alat bukti lainnya di persidangan, diperoleh fakta-fakta sebagai berikut : 1. Bahwa benar Terdakwa-I adalah Prajurit TNI AD yang masuk melalui Pendidikan Secaba PK tahun 1996 di Pusdikdi Bogor, setelah selesai pendidikan dilantik dengan pangkat Serda dan ditugaskan di Makopassus Cijantung dan tahun 1997/1998 mengikuti pendidikan Penerbad di Pusdik Semarang selanjutnya ditugaskan di Pusdik Secapa TNI AD Lembang Bandung, kemudian Sesarcap Infantri di Pusdik Bandung, setelah itu ditugaskan kembali ke Penerbad Semarang dan pada tanggal 18 April 2011 ditugaskan sebagai Satgas Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih yang berkedudukan di Timika Papua hingga sekarang dengan pangkat terakhir Kapten Cpn NRP 21960098290775 . 2. Bahwa benar Terdakwa II adalah prajurit TNI AD yang masuk melalui sekolah Penerbangan TNI Prajurit Sukarela Dinas Pendek Mabes TNI pada tahun 2005 selama 3 (tiga) tahun, dilanjutkan Kursus Perwira Penerbang II Bell 412 selama 6 (enam) bulan, setelah itu ditugaskan di Skuadron 21 Serbaguna Pus Penerbad Semarang sampai dengan sekarang dengan pangkat terakhir Lettu Cpn NRP 12080103610687 . 3. Bahwa benar hal ini dikuatkan dengan adanya Surat Keputusan tentang Penyerahan Perkara dari Pangdam-XVII/ Cendrawasih Nomor : Kep/1281/XI/2011 tanggal 16 Nopember 2011 yang menyatakan Terdakwa I sebagai seorang Prajurit TNI berpangkat Kapten Cpn NRP 21960098290775 Kesatuan
110
Pus Penerbad Semarang, Terdakwa II sebagai seorang Prajurit TNI berpangkat Lettu Cpn NRP 12080103610687. Kesatuan Pus Penerbad Jakarta, yang oleh Papera diserahkan perkaranya untuk disidangkan di Pengadilan Militer II-10 Semarang melalui Otmil II-10 Semarang. Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur ke satu “Militer“ telah terpenuhi. Unsur ke dua
Menimbang
:
: “Yang menolak atau dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu”.
Bahwa Mengenai unsur ke dua tersebut Majelis Hakim mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Bahwa oleh karena unsur ini bersifat Alternatif yaitu terdiri dari beberapa sub unsur, maka Majelis akan membuktikan unsur tersebut sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan yaitu ‘Dengan sengaja semaunya melampaui suatu perintah dinas”. Bahwa istilah dengan sengaja tidak mentaati perintah mengandung pengertian atas kehendak dan kemauannya sendiri tidak dilakukan atau dilaksanakan sesuatu yang diperintahkan kepadanya. Bahwa yang dimaksud dengan perintah dinas adalah penggambaran suatu kehendak baik secara lisan atau tertulis yang disampaikan oleh seorang Atasan terhadap bawahannya berhubungan dengan kepentingan dinas Militer bahwa suatu perintah dinas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Materi perintah harus merupakan suatu kehendak (perintah) yang berhubungan dengan kepentingan dinas Militer. b. Baik pemberi perintah (Atasan) maupun pelaksana perintah (bawahan) harus berstatus Militer dalam hubungan kedinasan sebagai Atasan dan bawahan. c. Bahwa materi perintah tersebut harus termasuk dalam lingkungan kewenangan dari atasan yang bersangkutan dan padanya ada kewenangan untuk memberikan perintah sedemikian itu sedang ukuran kewenangan digunakan ukuran kesadaran masyarakat militer. Dari uraian tersebut diatas bahwa poin a diatas mengandung pengertian harus berhubungan dengan kepentingan militer, sedangkan pengertian poin b, mengandung maksud bahwa seseorang atasan tidak harus selalu merupakan atasan langsung dari bawahan penerima perintah, sehingga atasan itu sendiri harus menyadari bahwa perintah yang diberikan itu setidak-tidaknya harus ada hubungan dengan kepentingan dinas militer, sedangkan pengertian pada poin c diatas dimaksudkan bahwa isi perintah harus termasuk dalam lingkup kewenangan atasan yang bersangkutan dan padanya ada kewenangan untuk memberikan perintah sedemikian itu. Berdasarkan keterangan para Saksi di bawah sumpah, keterangan Terdakwa serta alat bukti lainnya di persidangan, diperoleh fakta-fakta sebagai berikut :
111
1. Bahwa benar para Terdakwa melaksanakan tugas operasi di Papua / Timika sejak 18 April 2011, bersama anggota lainnya dengan jumlah personil keseluruhan 25 (dua puluh lima) orang dibawah pimpinan Saksi-1 (Daden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priyantono), dilengkapi dengan Surat Perintah dari Danpuspenerbad Nomor : Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih dan Surat Perintah Pangdam XVII/Cendrawasih Nomor : Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melakukan penerbangan di wilayah Papua dan ditempatkan di Timika. 2. Bahwa benar Saksi-3 sebagai Pabandyaops Kodam XVII/Cendrawasih, sudah memberikan arahan dan penekanan kepada seluruh anggota Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih agar melaksanakan tugas penerbangan sesuai uraian tugas dalam Telegram Pangdam XVII/Cendrawasih 3. Bahwa benar tupoksi Denpenerbad BKO tersebut yaitu melayani pos-pos yang ada di seluruh Papua/Timika untuk mengantar jemput personil dan dorong logistik dengan rute TimikaTsingan, Arwanop, Kiliarma, Aramsuki, Jita, Jila, Potowayburu / Kokonao, Enarotali, Uibutu serta pos-pos Batalyon 753 dan Batalyion 754, serta tidak boleh mengangkut masyarakat sipil dan tidak boleh melakukan penerbangan ke daerah lain kecuali rute-rute pelayanan yang sudah ditentukan. 4. Bahwa benar para Terdakwa pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.10 WIT, setelah selesai melakukan penerbangan dari Enarotali-Nabire, dan selanjutnya Terdakwa-I mendapat Surat Perintah Terbang (SPT) yang kedua kalinya hari itu dari Danden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priantoro yaitu Surat Perintah Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 untuk mengangkut orang sipil ke Mapenduma. 5. Bahwa benar Surat Perintah terbang Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 dikeluarkan pada hari Senin tangga 16 Mei 2011 dan ditanda tangani Saksi-4 tidak pernah dilaporkan kepada satuan komando atas tas inisiatif Saksi-4 ( Mayor Anggoro) sendiri. 6. Bahwa benar Saksi-4 mengetahui penerbangan ke daerah ke daerah Mapenduma sebenarnya bukan merupakan rute penerbangan yang dilakukan Saksi selama ini, sedangkan alasan melakukan penerbangan ke daerah Mapenduma adalah inisiatif Saksi sendiri untuk membantu masyarakat karena tidak adanya layanan penerbangan di daerah tersebut pada saat itu. 7. Bahwa benar para Terdakwa mengetahui Mapenduma tidak termasuk dalam jalur tugas Operasi Militer dan selama bertugas di Papua Terdakwa belum pernah Landing di landasan Mapenduma, oleh karena itu Terdakwa -1 sempat menyampaikan kepada Saksi-4 Mayor Cpn Anggoro, agar Saksi-4 yang memandu ke Mapenduma, akan tetapi Saksi-4 tidak bersedia untukmensuversi penerbangan ke Mapenduma tersebut. 8. Bahwa benar walaupun Terdakwa-I mengetahui Mapenduma bukan termasuk jalur tugas Operasi Militer akan tetapi dengan alasan mentaati perintah atasan (Danden) dan dengan alasan tugas kemanusiaan, Terdakwa bersedia menerbangkan pesawat Helly Bell 412 ke Mapenduma dengan dibantu oleh Ko Pilot Terdakwa-2 Lettu Cpn Abdi Darnain dan Saksi -1 Praka Muhadi sebagai mekanik,
112
kemudian Terdakwa I memberitahu kepada Terdakwa -2 untuk mempersiapkan pesawat dalam rangka mengangkut warga sipil ke Mapenduma. 9. Bahwa benar Terdakwa-2 mengetahui bahwa daerah Mapenduma tidak termasuk dalam jalur Operasi Militer, akan tetapi pada saat Terdakwa-2 menanyakan hal tersebut kepada Terdakwa I , Terdakwa I hanya menjawab bahwa penerbangan ke Mapenduma merupakan tugas kemanusiaan sebagaimana penyampaian Saksi-4 Mayor Anggoro Priyantono, mendengar jawaban tersebut selanjutnya Terdakwa II memeriksa kesiapan pesawat untuk melakukan penerbangan ke Mapenduma. 10. Bahwa benar sebelum pesawat Helly Bell 412 berangkat menuju Mapenduma, crew pesawat mempersiapkan pesawat, dengan cara mengisi penuh bahan bakar dan memeriksa mesin pesawat sehingga laik terbang, Terdakwa-I juga menandatangni manifest (daftar penumpang dan barang) yang akan dibawa ke Mapenduma. Dalam manifest tersebut yang akan diangkut adalah masyarakat sipil yang berjumlah 11 (sebelas) orang ; 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak. 11. Bahwa benar menurut pemahaman para Terdakwa bahwa mengangkut masyarakat sipil di ke Mapenduma di daerah tugas operasi adalah tidak menyalahi aturan, karena para Terdakwa sudah sering mengangkut masyarakat sipil pada saat tugas operasi seperti pada saat stunami di Nias sehingga mengangkut orang sipil ke Mapenduma juga dibenarkan karena alasan kemanusiaan, padahal perbuatan tersebut tidak ada landasan hukum akan kebenaran pemahaman para Terdakwa karena tidak sesuai dengan tupoksi para Terdakwa yang BKO di Kodam XVII/Cendrawasih. Berdasarkan uraian fakta tersebut diatas Majelis berpendapat bahwa Unsur ke dua “Yang dengan semaunya melampaui perintah dinas”, telah terpenuhi. Menimbang
:
Bahwa Mengenai unsur ke tiga yang dilakukan secara bersama-sama Majelis Hakim mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Bahwa yang dimaksud yang dilakukan dengan bersama-sama adalah pelakunya dua orang atau lebih secara bersama-sama dan ada kerja sama secara sadar dan secara langsung dari para pelaku tersebut Bahwa dari keterangan para Terdakwa dan para Saksi di persidangan telah terungkap fakta-fakta sebagai berikut : 1. Bahwa benar para Terdakwa melaksanakan tugas operasi di Papua / Timika sejak 18 April 2011, bersama anggota lainnya dengan jumlah personil keseluruhan 25 (dua puluh lima) orang dibawah pimpinan Saksi-4 (Daden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priyantono), dilengkapi dengan Surat Perintah dari Danpuspenerbad Nomor Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011 tentang penugasan daerah rawan Papua BKO Kodam XVII/Cendrawasih dan Surat Perintah Pangdam XVII/Cendrawasih Nomor Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011 tentang perintah melakukan penerbangan di wilayah Papua dan ditempatkan di Timika.
113
2. Bahwa benar tupoksi Denpenerbad BKO tersebut yaitu melayani pos-pos yang ada di seluruh Papua/Timika untuk mengantar jemput personil dan dorong logistik dengan rute TimikaTsingan, Arwanop, Kiliarma, Aramsuki, Jita, Jila, Potowayburu / Kokonao, Enarotali, Uibutu serta pos-pos Batalyon 753 dan Batalyion 754, serta tidak boleh mengangkut masyarakat sipil dan tidak boleh melakukan penerbangan ke daerah lain kecuali rute-rute pelayanan yang sudah ditentukan. 3. Bahwa benar para Terdakwa pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.10 WIT, setelah selesai melakukan penerbangan dari Enarotali-Nabire, dan selanjutnya Terdakwa-I mendapat Surat Perintah Terbang (SPT) yang kedua kalinya hari itu dari Danden Penerbad Mayor Cpn Anggoro Priantoro yaitu Surat Perintah Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 untuk mengangkut orang sipil ke Mapenduma. 4. Bahwa Terdakwa-2 telah mengetahui bahwa daerah Mapenduma tidak termasuk dalam jalur Operasi Militer, akan tetapi pada saat Terdakwa-2 menanyakan hal tersebut kepada Terdakwa I , Terdakwa I hanya menjawab dalam rangka tugas kemanusiaan, mendengar jawaban tersebut Terdakwa II memeriksa kesiapan pesawat untuk melakukan penerbangan ke Mapenduma. 5. Bahwa walaupun Terdakwa-I telah mengetahui bahwa Mapenduma bukan termasuk rute pelayanan selama bertugas Operasi Militer akan tetapi dengan alasan mentaati perintah atasan yaitu Saksi-4 selaku Dandenpenerbad dan dengan alasan tugas kemanusiaan, sehingga Terdakwa bersedia menerbangkan pesawat Helly Bell 412 ke Mapenduma dengan dibantu oleh Ko Pilot Lettu Cpn Abdi Darnain dan Saksi -1 Praka Muhadi sebagai mekanik, kemudian Terdakwa I memberitahu kepada Terdakwa II untuk mempersiapkan pesawat dalam rangka mengangkut masyarakat sipil ke Mapenduma. 6. Bahwa benar sebelum pesawat Helly Bell 412 berangkat menuju Mapenduma, crew pesawat mempersiapkan pesawat, dengan cara mengisi penuh bahan bakar dan memeriksa mesin pesawat sehingga laik terbang, Terdakwa-I juga menandatangni manifest (daftar penumpang dan barang) yang akan dibawa ke Mapenduma. Dalam manifest tersebut yang akan diangkut adalah masyarakat sipil yang berjumlah 11 (sebelas) orang ; 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak. 7. Bahwa benar SPT Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 dikeluarkan pada hari Senin dan ditandatangani oleh Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) bukan berdasar pada perintah Komando yang lebih atas, namun kenyatannya SPT tersebut tidak mempunyai legalitas yang sah dan merupakan kehendak dan inisiatif Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) semata. 8. Bahwa benar Bahwa penerbangan dari Timika ke Mapenduma pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 yang mengangkut masyarakat sipil berjumlah 11 (sebelas) orang denganpembayaran sejumlah Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) yang dilaksanakan oleh Terdakwa-I dan Terdakwa-II adalah tidak berhubungan dengan dinasmiliter maupun kepentingan dinas. 9. Bahwa benar sekira pukul 09.11 WIT Terdakwa-I selaku Pilot menerangkan bahwa pesawat Helly Bell 412 dari Bandara Kilangin Timika menuju Mapenduma yang dibantu oleh Ko Pilot Lettu Cpn
114
Abdi Darnain dan Saksi -1 Praka Muhadi (Terdakwa-II) dan Saksi -1 Praka Muhadi sebagai mekanik dengan penumpang dari warga sipil 11 (sebelas) orang yang terdiri dari 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 (dua) orang anak-anak serta barang 620 Kg. 10. Bahwa benar setelah posisi ketinggian dirasa cukup dari arah arus pintu angin, kemudian Terdakwa-I melakukan persiapan pendaratan dan pada saat Pesawat Helly Bell 412 mendekati landasan, tiba-tiba angin kencang datang dari arah belakang Pesawat Helly dengan kecepatan tinggi mendorong Helly Bell 412 hingga tidak stabil, lalu Terdakwa-I berusaha mengendalikan dengan menambah daya angkat, tetapi Pesawat Helly Bell 412 tidak mampu menahan angin kencang dan langsung jatuh terhempas ke tanah kemudian terpental lagi kejurang pinggir landasan. Dengan demikian Majelis berpendapat bahwa unsur ke-3 : yang dilakukan secara bersama-sama telah terpenuhi. Menimbang
:
Bahwa oleh karena semua unsur - unsur tindak pidana yang didakwakan telah terpenuhi, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dakwaan Kesatu Oditur Militer telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Menimbang
:
Bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan membuktikan unsurunsur dalam Dakwaan kedua Oditur Militer dengan mengemukakan pendapatnya sebagai berikut .
Menimbang
:
Bahwa mengenai unsur ke-1 : “Barang siapa” Majelis mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Bahwa yang dimaksud dengan “Barang Siapa “ dalam pengertian KUHP adalah orang atau badan hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan orang yaitu seperti dimaksud dalam pasal 2 sampai dengan pasal 9 KUHP, dalam hal ini adalah semua orang Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang termasuk dalam syarat-syarat dalam pasal 2 sampai dengan pasal 9 KUHP, termasuk pula anggota Angkatan Perang (Anggota TNI). Bahwa unsur Barang Siapa adalah untuk mengetahui siapa atau siapa saja orangnya yang didakwa atau akan dipertanggungjawabkan karena perbuatannya yang telah dilakukan sebagaimana dirumuskan dalam surat dakwaan. Bahwa dari keterangan para Terdakwa dan para Saksi dipersidangan serta barang bukti yang diajukan ke persidangan telah terungkap fakta-fakta sebagai berikut : 1. Bahwa benar Terdakwa-I adalah Prajurit TNI AD yang masuk melalui Pendidikan Secaba PK tahun 1996 di Pusdikdi Bogor, setelah selesai pendidikan dilantik dengan pangkat Serda dan ditugaskan di Makopassus Cijantung dan tahun 1997/1998 mengikuti pendidikan Penerbad di Pusdik Semarang selanjutnya ditugaskan di Pusdik Secapa TNI AD Lembang Bandung, kemudian Sesarcap Infantri di Pusdik Bandung, setelah itu ditugaskan kembali ke Penerbad Semarang dan pada tanggal 18 April 2011 ditugaskan sebagai Satgas Penerbad BKO Kodam XVII/Cendrawasih yang berkedudukan
115
di Timika Papua hingga sekarang dengan pangkat terakhir Kapten Cpn NRP 21960098290775 . 2. Bahwa benar Terdakwa II adalah prajurit TNI AD yang masuk melalui sekolah Penerbangan TNI Prajurit Sukarela Dinas Pendek Mabes TNI pada tahun 2005 selama 3 (tiga) tahun, dilanjutkan Kursus Perwira Penerbang II Bell 412 selama 6 (enam) bulan, setelah itu ditugaskan di Skuadron 21 Serbaguna Pus Penerbad Semarang sampai dengan sekarang dengan pangkat terakhir Lettu Cpn NRP 12080103610687 . 3. Bahwa benar, para Terdakwa sebagai prajurit TNI sama dengan warga negara Indonesia pada umumnya tunduk kepada hukum dan peraturan per-undang-undangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia. 4. Bahwa benar, para Terdakwa pada saat disidangkan ini masih aktif sebagai anggota militer sehingga Terdakwa berhak diadili di Pengadilan Militer. 5. Bahwa benar, pada saat para Terdakwa melakukan tindak pidana ini dalam keadaan sehat baik jasmani maupun rohani demikian pula saat para Terdakwa memberikan keterangan dipersidangan dapat menjawab semua pertanyaan dengan tangkas dan lancar serta tidak ada tanda-tanda para Terdakwa sedang menderita sakit, sehingga kepada para Terdakwa dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur ke1 “Barang Siapa” telah terpenuhi. Menimbang
:
Bahwa mengenai unsur ke-2 “Dengan melawan hukum dan dengan sengaja merusak, membinasakan, membuat tidak terpakai atau menghilangkan ataupun semaunya menaggalkan dari diri sendiri” Majelis mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Bahwa oleh karena unsur tindak pidana ini terdiri dari beberapa sub unsur, maka akan dibuktikan sub unsur yang paling bersesuaian dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan yaitu “Dengan sengaja membuat tidak terpakai”. Bahwa yang dimaksud dengan “Dengan melawan hukum dan dengan sengaja membuat tidak terpakai”. Yang dimaksud dengan sengaja merupakan salah satu bentuk dari kesalahan Terdakwa, bahwa yang dimaksud dengan sengaja atau kesengajaaan adalah menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya. Bahwa oleh karena unsur tindak pidana ini terdiri dari beberapa sub unsur, maka akan dibuktikan sub unsur yang paling bersesuaian dengan fakta hukum yang terungkap di persisangan yakni “ Dengan sengaja membuat tidak terpakai “. Bahwa dari keterangan para Terdakwa dan para Saksi dipersidangan serta barang bukti yang diajukan ke persidangan telah terungkap fakta-fakta sebagai berikut :
116
1. Bahwa benar Terdakwa-I (Kapten Cpn Supriyadi) dan Terdakwa-II (Lettu Cpn Abdi Damain) di Homebase Timika Papua pada malam had Minggu 15 Mei 2011 secara bersamasama telah mengadakan pertemuan dengan Saksi-3 (Terpidana Mayor Cpn Anggoro Priyantono) bahwa pertemuan para Terdakwa dengan Saksi-3 tersebut membicarakan tentang rencana mereka untuk mengangkut masyarakat sipil dengan imbalan jasa penerbangan sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) di daerah Mapenduma Papua yang berjumlah 11(sebelas) orang dengan rincian sembilan orang dewasa dan dua orang anak-anak dengan menggunakan Pesawat Helicopter Bell 412 bersama mekanik (Saksi-1) dan yang sebagai Pilot adalah Kapten Cpn Supriyadi (Terdakwa-I) dan Co Pilot Lettu Cpn Abdi Darnain (Terdakwa-2),kegiatan tersebut dilakukan dengan alasan membantu masyarakat sipil. 2. Bahwa benar pada tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 09.00 Wit para Terdakwa sebelum take of dad Timika ke mapenduma berdasarkan surat perintah terbang dad Danden Penerbad Papua telah melakukan aktifitas pengecekan antara lain pengecekan balng-baling belakang, area ekor pesawat, memeriksa gear box 42 derajat dan 90 derajad, area mesin 2, area boat ekor pesawat, skid sebelah kanan, body pesawat, pengecekan area atas antara lain sistem baling-baling utama, system hidraulik, area heal hole, dilanjutkan pengecekan area system dalam pesawat terbang antara lain GPS, Peta penerbangan, Flight Log, kondisi statis instrument pesawat, kondisi batrai. 3. Bahwa benar pada saat Terdakwa-I dan Terdakwa-2 telah mengetahui adanya alat bantu sistem penerbangan yang kurang lengkap maupun yang tidak berfungsi tidak di laporkan dikarenakan para terdakwa dalam sikap batinnya berkeinginan melakukan mengangkut masyarakat sipil karena adanya imbalan jasa sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) yang nantinya akan dibagikan pada akhir penugasan pada akhimya menggunakan pesawat Helly Bell 412 sewaktu akan berakhimya penugasan justru Terdakwa-I bersama Terdakwa-2 secara diam - diam melakukan penerbangan padahal alat bantu radio navigasi, GPS, maupun alat bantu lainnya sangat penting dalam aktivitas penerbangan demi keselamatan dan serta dihubungkan pula keterangan para Saksi-4, Saksi-5, Saksi-6 yang menerangkan antara lain menurut fakta dalam keterangkan Saksi-4 dibawah sumpah yang menerangkan bahwa jalur penerbangan dari Timika ke Mapenduma sudah dilarang karena berbahaya dan Saksi-4 pun sudah menekankan bahwa pesawat tidak diperboolehkan melakukan penerbangan tanpa ada telegram dari kodam yang dikeluarkan oleh staff operasi kodam XVII/Cendrawasih bahkan untuk mengangkut masyarakat sipil tidak melaporkan kepada Kodam XVII/Cendrawasih sebagai pengguna operasi pesawat. 4. Bahwa benar sesuai bahwa sebelum menerbangkan pesawat pertama : melihat rute, merencanakan rute, serta apa yang wajib dibawa harus dipersiapkan, apakah pesawat layak terbang atau tidak kemudian dapat memutuskan pesawat dapat terbang atau tidak dan sebagai pilot harus wajib dapat mengetahui cuaca , suhu, angin.
117
5. Bahwa benar tindakan yang dilakukan dengan teknik pendaratan dapat dilakukan secara menggantung, dan menurut keterangan Saksi-6 dibawah sumpah adalah bahwa pada saat melakukan pendaratan di titik yang dituju wajib dengan menggunakan alat animometer ( alat untuk mengetahui kecepatan angin dan besarnya tekanan angin mengukur arah angin ) alat radio navigasi, alat altimeter ( alat ketingggian) dan dikuatkan dengan bukti petunjuk Laporan kecelakaan Helicopter TNI-AD jenis Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua tanggal 16 Mei 2011 yang ditandatangani Oleh Danpuspenerbad Brigjend TNI Mochamad Wachju Rijanto. 6. Bahwa benar Terdakwa -1 bersama Terdakwa -2 tetap melakukan penerbangan dengan menggunakan pesawat Helly Bell 412 yang tidak dilengkapi dengan Sistem Radio Navigasi, GPS, Radar, alat Komunikasi seharusnya wajib dilengkapi dengan alat bantu tersebut diatas yang dapat berfungsi dengan tujuan keselamatan penerbangan karena adanya alat Sistem tidak berfungsi seperti GPS, Radio Navigasi dan lain-lain menyebabkan Kapten pilot dengan menerbangkan pesawat dengan berputar-putar di udara diatas daerah Mapenduma sebanyak 3 (tiga) kali sebelum mendarat di Mapenduma. 7. Bahwa benar pada saat memutar di atas landasan tersebut, posisinya sudah berada dibawah dari puncak tebing bagian utara, jadi posisinya berada tepat diatas landasan, sehingga Terdakwa-2 menyarankan kepada Terdakwa I untuk merubah arah pesawat dan landing dari arah utara (dari dekat dinding tebing bagian utara) mengingat angin pada siang hari berasal dari Selatan, akan tetapi pada saat Terdakwa I memutuskan landing dari arah Selatan Terdakwa pun setuju karena kalau landing dari utara, akan melintas diatas rumah penduduk. 8. Bahwa benar pada saat pesawat Helly Bell 412 tersebut berada pada ketingggian 50 Meter dari arah Selatan dan jarak 60 meter dari titik pendaratan, Terdakwa memperkirakan dapat mendarat dengan membentuk sudut 15˚ akan tetapi pada ketinggian 15 Meter tiba-tiba ada angin dari belakang sebelah kiri pesawat sehingga Terdakwa tidak bisa mengendalikan pesawat, akibatnya pesawat terhempas dan masuk jurang yang ada di sebelah kanan barat landasan bahwa setibanya di atas Landasan Mapenduma sekira pukul 10.30 WIT, Terdakwa-I melakukan penerbangan dengan cara berputar 3 (tiga) kali di atas Landasan Mapenduma sambil membaca arah angin dan menurunkan ketinggian. 9. Bahwa benar setelah posisi ketinggian dirasa cukup dari arah arus pintu angin, kemudian Terdakwa-I melakukan persiapan pendaratan dan pada saat Pesawat Helly Bell 412 mendekati landasan, tiba-tiba angin kencang datang dari arah belakang Pesawat Helly dengan kecepatan tinggi mendorong Helly Bell 412 hingga tidak stabil, lalu Terdakwa-I berusaha mengendalikan dengan menambah daya angkat, tetapi Pesawat Helly Bell 412 tidak mampu menahan angin kencang dan langsung jatuh terhempas ke tanah kemudian terpental lagi kejurang pinggir landasan. 10. Bahwa benar Terdakwa-I berusaha mengendalikan daya angkat tetapi Pesawat berputar kearah kanan hingga baling-
118
baling membentur ke tebing sebelah kiri, lalu oleng dengan posisi ekor di bawah dan kepala di atas dan akhirnya terperosok lagi di tebing gunung dengan posisi miring ke kiri, selanjutnya Terdakwa-I mematikan mesin agar tidak terbakar dan memerintahkan Terdakwa-2 dan Saksi-1 untuk keluar dari pesawat sambil membantu evakuasi para penumpang dari dalam pesawat, setelah itu Terdakwa baru keluar dari Pesawat Helly Bell 412. 11. Bahwa benar setelah para Terdakwa mengamankan para penumpang sipil ke tempat yang aman pada jarak ± 10 (sepuluh) meter dari Pesawat Helly Bell 412, kemudian datang penduduk setempat menolong penumpang sipil dan para crew pesawat dan di bawa ke rumah Pak Camat dan penumpang sipil langsung pulang ke rumah masing-masing, selanjutnya Pak Lurah / Kepala Desa menggunakan Radio SSB menghubungi Kodim Wamena melaporkan kejadian tersebut, dan Terdakwa-II meminjam Radio SSB milik Ibu Pendeta setempat untuk melaporkan kejadian jatuhnya Pesawat Helly tersebut kepada Dan Penerbad (Mayor Cpn Anggoro Priyantono) di Timika. 12. Bahwa benar mengenai sangkalan terhadap terjadinya jatuhnya pesawat Helly Bell 412 dimana Terdakwa-I sebagai pilot dan Terdakwa -2 sebagai copilot karena faktor cuaca yaitu datangnya angin yang secara tiba-tiba (windsearh) dan bukan merupakan kehendak para Terdakwa , majelis berpendapat adalah disebabkan karena faktor cuaca, dan peralatan serta fasilitas yang tidak berfungsi disamping keputusan dan perkiraan secara visual yang kurang tepat juga merupakan faktor penyebab jatunya pesawat Helly Bell 412 di landasan Mapenduma pada tanggal 16 Mei 2011. 13. Bahwa benar oleh karena berkorelasi dengan kelalaian Terdakwa-I dan Terdakwa -2 dalam satu dengan operasinal penerbangan sudah ada peraturan perundang-undangan tersendiri khusus mengaturnya yaitu UU nomor 1 tahun 2009 dan tidak ada unsur kesengajaan, sehingga menyebabkan jatuhnya pesawat Helly Bell 412 tersebut. Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur ke2 “Dengan melawan hukum dan dengan sengaja membuat tidak terpakai” tidak terpenuhi. Menimbang
:
Bahwa oleh karena unsur “ dengan melawan hukum dan dengan sengaja tidak terpakai tidak terpenuhi, oleh karenanya majelis tidak perlu lagi membuktikan unsur-unsur tindak pidana pada dakwaan kedua lebih lanjut.
Menimbang
:
Bahwa oleh karena unsur-unsur tindak pidana dalam Dakwaan kedua tidak terpernuhi, maka Dakwaan kedua Oditur Militer tidak terbukti secara sah dan meyakinkan .
Menimbang
:
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas merupakan faktafakta yang diperoleh dalam persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdapat cukup bukti yang sah dan meyakinkan bahwa Terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana :
119
“Militer yang semaunya melampaui perintah dinas yang dilakukan secara bersama-sama” sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 103 ayat (1) KUHPM jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP”. Menimbang
:
Bahwa oleh karena para Terdakwa telah terbukti bersalah dan selama pemeriksaan di persidangan, Majelis tidak menemukan adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada diri para Terdakwa, maka para Terdakwa harus dipidana.
Menimbang
:
Bahwa di dalam memeriksa dan mengadili perkara Terdakwa ini, secara umum tujuan Majelis adalah untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan hukum, kepentingan umum dan kepentingan militer. Menjaga kepentingan hukum dalam arti menjaga tetap tegaknya hukum dan keadilan dalam masyarakat, menjaga kepentingan umum dalam arti melindungi masyarakat dan harkat serta martabatnya sebagai manusia dari tindakan sewenang-wenang, menjaga kepentingan militer dalam arti disatu pihak secara maksimal diharapkan dapat mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok TNI dan dilain pihak diharapkan tidak menghambat pelaksanaan tugas para Prajurit di lapangan, melainkan justru diharapkan akan mendorong semangat mentalitas dan kejuangan para Prajurit dalam situasi yang bagaimanapun sulitnya, tetap mematuhi dan menjunjung tinggi serta tunduk terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
Menimbang
:
Bahwa sebelum sampai pada pertimbangan terakhir dalam putusan ini, Majelis ingin menilai, sifat, hakekat dan akibat dari perbuatan para Terdakwa sebagai berikut : 1. Bahwa para Terdakwa melakukan penerbangan ke Mapenduma dengan pesawat Helly Bell 412 milik Puspenerbad adalah atas perintah Mayor Anggoro Priyantono yang tidak berhubungan dengan kepentingan dinas militer. 2. Bahwa perintah dari Mayor Anggoro Priyantono tersebut tidak perlu dilaksanakan oleh para Terdakwa, karena perintah tersebut bukanlah sebagai perintah dinas dan tidak berkaitan dengan kepentingan dinas militer karena penerbangan tersebut adalah untuk mengangkur 11 (sebelas) orang warga sipil yang tidak mempunyai kepentingan dengan dinas sehingga penerbangan tersebut tidak perlu untuk dilaksanakan para Terdakwa. 3. Bahwa para Terdakwa pada saat melakukan pernerbangan ke Mapenduma merupakan penerbangan yang pertama dilakukan para Terdakwa, karena Mapenduma bukan lagi sebagai rute penerbangan Denpenerbad BKO kodam XVII/Cendrawasih. Demikian juga bberapa instrumen dalam pesawat Helly Bell 412 yang sudah tidak berfungsi, sehingga berbahaya untuk penerbangan militer dan cuaaca yang tidak menentu dan dapat berubah dengan cepat. 4. Bahwa penerbangan yang dilakukan Terdakwa-I sebagai polot dan Terdakwa -2 sebagai copilot pesawat Helly Bell 412 menuju Mapenduma dalam hal terjadi kerja sama antara atasan dalam hal ini Saksi-4 (Mayor Anggoro) dengan bawahannya yaitu Terdakwa-I dan Terdakwa-2 untuk melakukan suatu tindak pidana, atau seorang bawahan telah melakukan suatu perintah padahal menurut kesadaran hukum masyarakat militer isi perintah itu merupakan kejahatan maka baik atasan maupun bawahan itu masing-masing
120
tetap dapat dipertanggungjawabkan pidana oleh karena itu perintah atasan tidak merupakan pembelaan mutlak (peniadaan pidana). 5. Bahwa Terdakwa -1 maupun Terdakwa-2 beralasan tidak mengetahui bahwa penerbangan ke Mapenduma illegal tidaklah tepat karena sebagai seorang perwira harus dapat membedakan perintah yang berkaitan dengan perintah dinan maupun perintah yang bertentangan dengan perintah yang lebih tinggi. 6. Bahwa sepatutnya Terdakwa-I maupun Terdakwa-2 memahami yang harus ditaati adalah perintah yang sesuai dengan peraturan-peraturan militer dan perintah kedinasan saja tidak termasuk peraturan-peraturan atau perintah-perintah pribadi seorang atasan yang tidak berdasar pada peraturan –peraturan militer atau perintah –perintah kedinasan. 7. Bahwa Terdakwa-I dan Terdakwa-2 sebagai bawahan dari Saksi-4 Mayor Anggro Priyantonosudah seharusnya mengetahui bahwa istilah peraturan militer dan perintah kedinasan ditafsirkan sebagaimana mestinya, jadi apabila tidak dalam arti penyelewengan atau terselewengkan , sudah sepantasnya itu seorang bawahan yang menerima perintah wajib taat namun sebaliknya kalau perintah seorang atasan yang tidak berdasar dan melawan hukum bawahan sudah barang tentu wajib tidak taati. 8. Bahwa benar Surat Perintah terbang Nomor : SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 dikeluarkan pada hari Senin tangga 16 Mei 2011 dan ditanda tangani Saksi-4 tidak pernah dilaporkan kepada satuan komando atas tas inisiatif Saksi-4 ( Mayor Anggoro) sendiri. 9. Bahwa benar Terdakwa-I dan Terdakwa-2 mengerti bahwa surat perintah terbang nomor SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011 yang dikeluarkan oleh Saksi-4 adalah merupakan perintah pelaksanaan, sehingga seharusnya berdasarkan perintah komando yang lebih atas, namun kenyataannya Surat Perintah Terbang tersebut tidak mempunyai legalitas yang sah dan merupakan kehendak dan inisiatif sendiri Saksi-4 semata. 10. Bahwa benar berdasarkan surat perintah terbang yang dikeluarkan oleh Saksi-4 dan dilaksanakan oleh Terdakwa-I dan Terdakwa -2 pada hari senin tanggal 16 Mei 2011 dengan rute Timika Mapenduma mengangkut masyarakat sipil berjumlah 11 ( sebelas) orang dengan perincian 9 (sembilan) orang dewasa dan 2 ( dua) orang anak-anak dengan bayaran sejumlah Rp 20.000.000,- ( dua puluh juta rupiah) disadari adalah tidak berhubungan dengan kepentingan dinas militer maupun dengan kepentingan dinas. 11. Bahwa benar sprint dari Asops kasdam XVII/Cendarawasih adalah merupakan perintah atau kehendak dari komando atas dan ada hubungannnya dengan kepentingan dinas militer yang harus ditaati oleh Saksi-4, Terdakwa -1 dan Terdakwa-2 . 12. Bahwa akibat dari perbuatan dari para Terdakwa telah mengakibatkan jatuhnya pesawat Helly Bell 412 milik Puspenerbad dalam hal ini TNI AD dan kerugian negara sekitar Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) sehingga pesawat tersebut rusak berat dan tidak dapat dipergunakan lagi. Menimbang
:
Bahwa tujuan Majelis tidaklah semata-mata hanya memidana orang-orang yang bersalah melakukan tindak pidana tetapi juga mempunyai tujuan untuk mendidik agar para Terdakwa dapat insyaf
121
dan kembali menjadi warga negara dan Prajurit yang baik sesuai dengan Falsafah Pancasila dan Sapta Marga serta Sumpah Prajurit. Oleh karena itu sebelum Majelis menjatuhkan pidana atas diri para Terdakwa dalam perkara ini perlu lebih dahulu memperhatikan hal-hal yang dapat meringankan dan memberatkan pidananya yaitu : Hal-hal yang meringankan : Para Terdakwa belum pernah dihukum Hal-hal yang memberatkan : 1.
Para Terdakwa menyatakan dipersidangan tidak merasa bersalah atas perbuatannya.
2.
Para Terdakwa telah mencemarkan nama baik TNI dimata masyarakat.
3.
Para Terdakwa melanggar Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan delapan wajib TNI.
4.
Bahwa akibat dari perbuatan para mengakibatkan kerugian negara Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
Terdakwa sekitar
Menimbang
:
Bahwa setelah meneliti dan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa pidana sebagai tercantum dalam diktum ini adalah adil dan seimbang dengan kesalahan para Terdakwa.
Menimbang
:
Bahwa penahanan sementara yang telah dijalani oleh para Terdakwa wajib dikurangkan dari pidana yang di jatuhkan.
Menimbang
:
Bahwa dikhawatirkan para Terdakwa melakukan tindak pidana baru, mengulangi tindak pidana atau melakukan keonaran serta memudahkan eksekusi, maka para Terdakwa perlu untuk ditahan.
Menimbang
:
Bahwa oleh karena para Terdakwa harus dipidana, maka ia harus dibebani membayar biaya perkara.
Menimbang
:
Bahwa barang bukti dalam perkara ini berupa : Surat-surat : 1.
2 (dua) lembar foto gambar saat setelah jatuhnya Pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 10.30 Wit dijurang samping kanan (dari arah masuk) Landasan Mapenduma.
2.
3 (tiga) lembar Sprin Pangdam XVII/Cenderawasih No Sprin/1080/IV/ 2011 tanggal 25 April 2011.
3.
5 (lima) lembar Sprin Danpus Penerbad Nomor Sprin/1166/IV/ 2011 tanggal 14 April 2011.
4.
1 (satu) lembar Sprin Terbang dari Danden Penerbad Nomor SPT/ 130N12011 tanggal 16 Mei 2011.
5.
1 (satu) lembar Daftar Manifest Penumpang yang disetujui dan ditandatangani oleh Terdakwa atas nama Kapten Cpn Supriyadi sebagai Pilot Pesawat Helly Bell 412 register pesawat HA-5105 dari Timika-Mapenduma sedangkan
122
dibantu oleh Co Pilot Terdakwa-II yaitu Lettu Cpn Abdi Darnain. 6.
Laporan khusus dan disertai dengan Laporan Kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369NI/2011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani Oleh Danpuspenerbad Brigjend TNI Mochamad Wachju Rijanto sebanyak 16 (enam betas) lembar.
7.
1 (satu) lembar surat telegram Aspos Dam XVII/Cenderawasih Nomor : TR/505/2011 tanggal 15 Mei 2011.
8.
1 (satu) lembar Surat Perintah tentang pemeriksaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penerbangan Pesawat Helly Bell 412 dari TimikaMapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil dan jatuh pada tanggal 16 Mei 2011sekira pukul 11.00 Wit dengan Nomor : Sprint/130N/2011 tanggal 20 Mei 2011.
9.
Foto copy Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya nomor 11-K/PMT.III/AD/AD/V/2012 tanggal 11Oktober 2012 an. Mayor Cpn Anggoro Priyantono.
10.
Surat pernyataan yang ditandatangani yang ditandatangani di atas materai oleh Saksi-4 Mayor Cpn Anggoro Priyantono
Terhadap barang bukti surat tersebut mengemukakan pendapat sebagai berikut :
majelis
hakim
1. Bahwa 2 (dua) lembar foto gambar saat setelah jatuhnya Pesawat Helly Bell 412 Noreg HA 5105 pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 10.30 Wit dijurang samping kanan (dari arah masuk) Landasan Mapenduma merupakan bukti dari perbuatan para Teradakwa yang telah melakukan penerbangan dari Timika ke Mapenduma tanpa adanya ijin dari Pangkoops kodam XVII/Cendrawasih, yang mengakibatkan pesawat Helly Bell 412 menjadi rusak berat dan tidak dapat di pergunakan lagi oleh karena itu perlu ditentukan statusnya untuk tetap dilekatkan dalam berkas perkara. 2. Bahwa 3 (tiga) lembar Sprin Pangdam XVII/Cenderawasih No Sprin/1080/IV/ 2011 tanggal 25 April 2011 dan 5 (lima) lembar Sprin Danpus Penerbad Nomor Sprin/1166/IV/ 2011 tanggal 14 April 2011 yang menjadi dasar dari para Terdakwa melaksanakan tugas dari Puspenerbad untuk BKO di Koops Kodam XVII/ Cendrawasih oleh karena itu perlu ditentukan statusnya untuk tetap dilekatkan dalam berkas perkara. 3. Bahwa 1 (satu) lembar Sprin Terbang dari Danden Penerbad Nomor SPT/ 130N12011 tanggal 16 Mei 2011 dan 1 (satu) lembar Daftar Manifest Penumpang yang disetujui dan ditandatangani oleh Terdakwa atas nama Kapten Cpn Supriyadi sebagai Pilot Pesawat Helly Bell 412 register pesawat HA-5105 dari Timika-Mapenduma dan dibantu oleh Co Pilot Terdakwa-II yaitu Lettu Cpn Abdi Darnain merupakan SPT yang dikeluarkan oleh Saksi-4 Mayor Cpn Anggoro Priyantono dan dijadikan alasan Para Terdakwa untuk melakukan penerbangan ke Mapenduma, walaupun SPT tersebut bukan berdasakan pada surat perintah dari dari Pangkoops karena rute ke Mapenduma tidak termasuk sebagai rute pelayanan Den penerbad
123
BKO kodam XVII/Cendrawsasih, oleh karena itu perlu ditentukan statusnya untuk tetap dilekatkan dalam berkas perkara. 4. Bahwa Laporan khusus dan disertai dengan Laporan Kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369NI/2011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani Oleh Danpuspenerbad Brigjend TNI Mochamad Wachju Rijanto sebanyak 16 (enam betas) lembar dan 1 (satu) lembar surat telegram Aspos Dam XVII/Cenderawasih Nomor : TR/505/2011 tanggal 15 Mei 2011 dan 1 (satu) lembar Surat Perintah tentang pemeriksaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penerbangan Pesawat Helly Bell 412 dari Timika-Mapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil dan jatuh pada tanggal 16 Mei 2011sekira pukul 11.00 Wit dengan Nomor : Sprint/130N/2011 tanggal 20 Mei 2011, merupakan bukti adanya pesawat Helly Bell 412 yang mengalami kecelakaan di landasan Mapenduma pada tanggal 15 Mei 2011 yang di awaki oleh para Terdakwa, yang merupakan akibat dari perbuatan para Terdakwa, dan laporan khusus tersebut saling berkaitan dengan perbuatan para Terdakwa, oleh karena itu dapat memperkuat perbuatan para Terdakwa dan dapat dijadkan sebagai barang bukti surat, oleh karena itu perlu ditentukan statusnya untuk tetap dilekatkan dalam berkas perkara. 5. Bahwa Foto copy Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya nomor 11-K/PMT.III/AD/AD/V/2012 tanggal 11Oktober 2012 an. Mayor Cpn Anggoro Priyantono dan Surat pernyataan yang ditandatangani yang ditandatangani di atas materai oleh Saksi-4 Mayor Cpn Anggoro Priyantono merupakan bukti putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap terhadap perbuataan Mayor Cpn Anggoro Priyantono yang telah memerintahkan para Terdakwa untuk melakukan penerbangan Timika - Mapenduma untuk mengaangkut 11 (sebelas) orang masyarakat sipil, oleh karena berkaitan dengan perbuatan para Terdakwa, oleh karena itu barang bukti surat tersebut dapat dijadikan sebagai barang bukti surat dalam perkara para Terdakwa, oleh karena itu perlu ditentukan statusnya untuk tetap dilekatkan dalam berkas perkara. Mengingat
: Pasal 103 ayat (1) KUHPM jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ketentuan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
MENGADILI 1.
Menyatakan : Terdakwa I
: Supriyadi, Kapten Cpn NRP 21960098290775
Terdakwa II : Abdi Darnain, Lettu Cpn NRP 12080103610687 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : “Militer yang dengan semaunya melampaui perintah dinas secara bersama-sama”. 2.
Memidana Para Terdakwa oleh karena itu dengan : Terdakwa I : Pidana Penjara selama 9 (sembilan) bulan. Menetapkan selama waktu Terdakwa berada dalam dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
tahanan
sementara
124
Terdakwa II : Pidana Penjara selama 7 (tujuh) bulan. Menetapkan selama waktu Terdakwa berada dalam dikurangkan seluruhnya dari pidana yang di jatuhkan. 3.
tahanan
sementara
Menetapkan barang bukti berupa : Surat-surat : a.
2 (dua) lembar foto / gambaran saat setelah jatuhnya pesawat Helly jenis Bell 412 Noreg HA 5105 pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011 sekira pukul 10.30 WIT di jurang samping kanan (dari arah masuk) Landasan Mapenduma.
b.
3 (tiga) lembar Sprin Pangdam XVII/Cendrawasih No : Sprin/1080/IV/2011 tanggal 25 April 2011.
c.
5 (lima) lembar Sprin Danpus Penerbad Nomor : Sprin/1166/IV/2011 tanggal 14 April 2011.
d.
1 (satu) lembar Sprin Terbang dari SPT/130/V/2011 tanggal 16 Mei 2011.
e.
1 (satu) lembar Daftar Manifest Penumpang.
f.
Laporan khusus dan disertai dengan Laporan Kecelakaan Helly Bell 412 Noreg HA-5105 di Mapenduma Papua tanggal 16 Mei 2011 dengan lampiran Surat Danpuspenerbad Nomor R/369NI/2011 tanggal 8 Juni 2011 yang ditandatangani Oleh Danpuspenerbad Brigjend TNI Mochamad Wachju Rijanto sebanyak 16 (enam betas) lembar.
g.
1 (satu) lembar surat telegram Aspos Dam XVII/Cenderawasih Nomor : TR/505/2011 tanggal 15 Mei 2011.
h.
1 (satu) lembar Surat Perintah tentang pemeriksaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penerbangan Pesawat Helly Bell 412 dari Timika-Mapenduma untuk mengangkut masyarakat sipil clan jatuh pada tanggal 16 Mei 2011sekira pukul 11.00 Wit dengan Nomor : Sprint/130N/2011 tanggal 20 Mei 2011.
i.
Fotocopy Putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya Nomor 11K/PMT.III/AD/V/2012 tanggal 11 Oktober 2012 an Mayor Cpn Anggoro Priyantono.
j.
Surat Pernyataan yang ditandatangani di atas materai oleh Saksi-4 (Mayor Cpn Anggoro Priyantono).
Danden
Penerbad
Nomor
:
Tetap dilekatkan dalam berkas perkara. 4.
Membebankan biaya perkara kepada Para Terdakwa masing-masing sebesar Rp 15.000,- (lima belas ribu rupiah).
5.
Memerintahkan Para Terdakwa ditahan.
Demikian ……….
125
Demikian diputuskan pada hari ini Selasa tanggal 16 April 2013 dalam musyawarah Majelis Hakim oleh Mayor Chk Suwignyo Heri Prasetyo, S.H. NRP 1910014940863 sebagai Hakim Ketua, serta Mayor Chk Esron Sinambela, S.S., S.H. NRP 11950006980270 dan Mayor Sus Niarti, S.H. NRP 522941 masing-masing sebagai Hakim Anggota I dan sebagai Hakim Anggota II, yang diucapkan pada hari dan tanggal yang sama oleh Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh Para Hakim Anggota tersebut di atas, Oditur Militer Mayor Chk Sentot Rahadiyono, S.H. NRP 522893, Penasihat Hukum Kapten Chk Rendra Apri Sadewa, S.H. NRP 11990020210475, Kapten Chk Dedi Aprizal, S.H. NRP 11030003430476 dan Panitera Letnan Satu Sus Bety Novita Rindarwati, S.H. NRP 535951, di hadapan umum dan dihadiri oleh Para Terdakwa.
Hakim Ketua
CAP / TTD Suwignyo Heri Prasetyo, S.H. Mayor Chk NRP 1910014940863 Hakim Anggota I
Hakim Anggota II
TTD
TTD
Esron Sinambela, S.H. Mayor Chk NRP 11950006980270
Niarti, S.H. Mayor Sus NRP 522941
Panitera
TTD Bety Novita Rindarwati, S.H. Letnan Satu Sus NRP 535951
Disalin sesuai dengan aslinya oleh Panitera
Bety Novita Rindarwati, S.H. Letnan Satu Sus NRP 535951