KARAKTERISTIK SEMIOTIKA GEGURITAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 BATU TAHUN PELAJARAN 2011/2012
ARTIKEL SKRIPSI
OLEH ANGGRA HAJAR YUBRIANTORO NIM 208211416573
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA INDONESIA PRODI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH AGUSTUS 2012
Artikel skripsi oleh Anggra Hajar Yubriantoro ini telah diperiksa dan disetujui untuk diunggah dan dipublikasikan.
Malang, 9 Agustus 2012 Pembimbing 1
Prof. Dr. Djoko Saryono M.Pd, NIP 19620327 198603 1 002
Malang, 9 Agustus 2012 Pembimbing II
Dr. Kusubakti Andajani S.Pd, M.Pd, NIP 19701116 200312 2 002
Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Indonesia
Penulis
Prof. Dr. Suyono, M.Pd. NIP 19631229 198802 1 001
Anggra Hajar Yubriantoro NIM 208211416573
KARAKTERISTIK SEMIOTIKA GEGURITAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 BATU TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Anggra Hajar Yubriantoro1 Djoko Saryono2 Kusubakti Andajani2 E-mail:
[email protected] Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ikon, indeks, dan simbol dalam geguritan siswa kelas VIII SMPN 3 Batu. Data berupa paparan verbal geguritan siswa yang dianalisis dengan pendekatan tekstual. Hasil penelitiannya sebagai berikut. Pertama, ikon paling mendominasi geguritan siswa. Ikon tersebut terdiri atas ikon imagis, ikon diagramatis, dan ikon metaforis. Kedua, dominasi indeks sama dengan ikon. Indeks tersebut terdiri atas indeks spasial, indeks temporal, dan indeks personal. Ketiga, tidak satupun ditemukan jenis simbol, kecuali simbol sosial yang terdiri atas simbol penghargaan, simbol kesedihan, dan simbol ketidaksempurnaan. Kata Kunci: geguritan siswa, ikon, indeks, simbol ABSTRACT: The focus of this research is description of icons, indexes, and symbols in geguritan students. This research uses qualitative research with textual approach. The data in this study are data geguritan exposure to verbal, written by students. Breakdown of research results as follows. First, the icons are scattered in several rows on each geguritan students. The icon consists of imagis icon, diagrammatic icons, metaphorical icons. Second, these indices are spread across multiple lines in each geguritan students. The index consists of spatial index, temporal indices, and The personal index. Third, the quote is the sort of social symbols. Keywords: junior high school students’s geguritan, icons, indexes, symbols
Masyarakat Jawa mempunyai kekayaan budaya. Salah satu kekayaan budaya tersebut adalah kesusastraan Jawa. Kesusastraan Jawa termasuk salah satu kesusastraan daerah tertua di Indonesia (Hutomo, 1975:1). Eksistensi yang begitu lama membuat kesusastraan Jawa berkembang pesat hingga sekarang. Bagi masyarakat Jawa, keberadaan kesusastraan yang telah lama tersebut menjadikannya ‘pusaka’ yang berharga. Hal tersebut sesuai kenyataan bahwa kesusastraan Jawa merupakan hasil penciptaan otodidak dari masyarakat Jawa berupa tulisan-tulisan yang mengandung filosofi kehidupan serta cerita kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa dari masa ke masa. Menurut pembabakannya kesusastraan Jawa terbagi atas sastra Jawa kuna, sastra Jawa pertengahan, dan sastra Jawa modern. Salah satu kesusastraan Jawa modern adalah Geguritan. Geguritan merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang wajib dijaga kelestariaannya. Geguritan atau puisi Jawa merupakan wadah bagi sastrawan 1
Anggra Hajar Yubriantoro adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Artikel ini diangkat dari Skripsi Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Negeri Malang. 2 Djoko Saryono dan Kusubakti Andajani adalah Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang
Jawa dalam menciptakan kreativitas mereka melalui sajak-sajak berbahasa Jawa modern. Dalam perkembangan selanjutnya, geguritan tidak hanya diciptakan oleh sastrawan-sastrawan Jawa tetapi juga generasi muda seperti siswa yang tinggal di daerah yang memakai bahasa Jawa seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur (Masinanbow dan Haenen, 2002:38). Kehadiran geguritan siswa tersebut merupakan perwujudan kebijakan Pemerintah Daerah (salah satunya Jawa Timur) yang mewajibkan muatan lokal bahasa Jawa di SD dan SMP. Seperti yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/188/KPTS/013/2005 yang menjelaskan bahwa mata pelajaran bahasa Jawa wajib diselenggarakan pada jenjang SD/SDLB/MI dan SMP/SMPLB/MTS di Provinsi Jawa Timur. Dalam Keputusan Gubernur tersebut, pembelajaran bahasa Jawa di sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa yaitu menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Menulis geguritan merupakan salah satu Kompetensi Dasar pada muatan lokal bahasa Jawa. Dengan demikian diharapkan eksistensi geguritan tetap terjaga dan minat generasi muda terhadap geguritan tetap ada. Kompetensi Dasar menulis geguritan dilaksanakan pada kelas VIII semester genap. Keterampilan menulis geguritan penting untuk dikuasai siswa karena merupakan salah satu keterampilan yang bersifat produktif yang bertujuan mengekplorasi kreativitas siswa dalam berbahasa Jawa secara verbal. Menulis geguritan merupakan upaya untuk mengembangkan ide siswa yang dituangkan dalam sajak-sajak berbahasa Jawa. Selain itu, menulis geguritan merupakan tindakan positif dalam mempertahankan eksistensi geguritan (Suntari, 2002:6). Dalam menulis geguritan diperlukan rangsangan untuk mengekplorasi ide atau kreativitas siswa. Rangsangan tersebut dapat berupa contoh-contoh visual maupun audio. Rangsangan visual dapat berupa contoh ilustrasi gambar pemandangan alam, gambar tokoh, dan sebagainya sedangkan rangsangan audio dapat berupa suara-suara air mengalir, kicauan burung, dan sebagainya. Secara umum, rangsangan tersebut juga dapat dipakai dalam menulis puisi, yang membedakan hanya pemakaian bahasa. Geguritan memakai bahasa Jawa sedangkan puisi memakai bahasa Indonesia. Dalam geguritan siswa terdapat unsur-unsur pembangun geguritan yang juga terdapat dalam puisi yang dapat diteliti. Unsur-unsur pembangun tersebut berupa unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Namun dalam perkembangan selanjutnya, geguritan tidak hanya dapat diteliti dari segi struktural (unsur instrinsik dan unsur ektrinsik) semata, namun juga dapat diteliti dari segi semiotika (ilmu tanda). Dalam geguritan siswa terdapat unsur-unsur semiotika. Unsur semiotika tersebut terdiri atas representamen (penanda), dan objek (petanda). Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih semiotika Charles Sanders Peirce sebagai landasan teori dalam penelitian ini. Alasan dipilihnya teori Peirce dalam penelitian ini karena Peirce merupakan ahli filsafat dan ahli logika (Sudjiman dan Zoest, 1992:1). Teori darinya menjadi teori mutakhir dan paling banyak dipakai dalam berbagai bidang kajian dalam semiotika. Penerapan semiotika Peirce dalam berbagai bidang tidak lepas dari gagasannya yang bersifat menyeluruh (mengaitkan unsur tanda secara logis), serta deskripsi struktural dari semua sistem penandaan (Sobur, 2006:97). Selain itu, semiotika Peircean bersifat pragmatik, yakni semiotika yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda
dengan interpreternya atau para pemakainya (Budiman, 2011:4). Jadi, Semiotika Pierce dipilih karena gagasannya yang lengkap dengan penonjolan pragmatis yang tidak memandang proses semiosis secara biner, tetapi triadik. Berdasarkan latar belakang penelitian dengan menggunakan pendekatan semiotika Peirce, maka penelitian ini difokuskan pada bentuk tanda menurut semiotika Peirce yang terdapat dalam geguritan karya siswa SMPN 3 Batu. Bentuk tanda tersebut dipilah menjadi: (1) ikon dalam geguritan karya siswa kelas VIII SMPN 3 Batu; (2) indeks dalam geguritan karya siswa kelas VIII SMPN 3 Batu; dan (3) simbol dalam geguritan karya siswa kelas VIII SMPN 3 Batu. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tekstual. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Batu Jalan Raya Beji 8 Kecamatan Junrejo Kota Batu. Peneliti memilih SMP Negeri 3 Batu sebagai lokasi penelitian karena SMP Negeri 3 Batu mempunyai potensi berupa kemampuan menulis geguritan yang komprehensif dari siswa kelas VIII-C sehingga hasil atau produk geguritan mereka lebih baik. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua instrumen. Instrumen yang pertama adalah tes. Tes tersebut berupa tugas menulis geguritan yang diberikan kepada siswa dan instrumen yang kedua adalah pedoman studi dokumentasi. Pertama, tes subjektif. Sebelum tes subjektif berupa tugas menulis geguritan diberikan kepada siswa, peneliti memberikan apersepsi berupa materi tentang pengertian geguritan, unsur pembangun geguritan, dan contoh geguritan. Instrumen ini telah divalidasi oleh ahli dengan menyempurnakan bagian pengantar yaitu materi geguritan yang belum dicantumkan dalam instrumen ini sebelumnya. Kedua, format pedoman studi dokumentasi (trikotomi pertama). Instrumen ini telah divalidasi oleh ahli dengan menyempurnakan bentuk tabel dengan menambahkan kolom wujud representamen dan kolom wujud objek serta kolom judul geguritan Data dalam penelitian ini adalah paparan verbal berupa larik-larik sajak geguritan yang mengandung unsur semiotika yang ditulis oleh siswa. Sumber data dalam penelitian ini adalah geguritan siswa kelas VIII-C SMPN 3 Batu. Proses pengumpulan data dilaksanakan satu pertemuan atau 3 x 40 menit, langkah-langkah pengumpulan data dibagi atas dua tahap, yaitu (1) pengumpulan data penelitian di lapangan, (2) pengumpulan data pasca penelitian di lapangan. Langkah-langkah pengumpulan data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, pengumpulan data (geguritan) di kelas dilakukan melalui tahap-tahap berikut. (a) Persiapan, pada tahap ini peneliti menyiapkan perangkat pembelajaran berupa materi tentang geguritan yang akan disampaikan kepada siswa. (b) Pelaksanaan, pada tahap ini peneliti memberikan apersepsi, elaborasi, dan konfirmasi mengenai KD menulis geguritan serta memberikan soal subjektif berupa perintah untuk membuat geguritan. (c) Penutup, pada tahap ini geguritan siswa telah terkumpul dan siap untuk dianalisis. Kedua, pengumpulan data setelah penelitian di kelas dilakukan melalui tahap-tahap berikut. (a) Mengecek kelayakan data yang diperoleh dari pengumpulan data di kelas. (b) Mengecek kembali instrumen penelitian yang digunakan untuk menganalisis geguritan. (c) Menyiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk analisis data baik dari segi teknis maupun non-teknis.
Langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh dari geguritan karya siswa dijelaskan sebagai berikut. Peneliti membaca geguritan secara cermat dan teliti. Peneliti mengelompokan data, yaitu menyeleksi data-data yang mengindikasikan unsur semiotika dalam geguritan serta memberikan kode tertentu sesuai dengan yang telah ditetapkan. Peneliti mengklasifikasikan data dengan cara mengatur dan mengurutkan data ke dalam suatu satuan urutan yang menggambarkan masalah yang akan dikaji, analisis semiotik meliputi ikon, indeks, dan simbol. Peneliti memaparkan terlebih dahulu teori yang berkaitan semiotik selanjutnya mendeskripsikan hasil klasifikasi berdasarkan masalah yang dikaji yang sebelumnya. Peneliti menginterprestasikan terhadap data penelitian dengan dasar teori semiotika, selanjutnya data dibuktikan kebenarannya sesuai dengan teori yang telah disusun sehingga memberikan penafsiran makna sebagai suatu hasil analisis. Peneliti membuat kesimpulan dari hasil analisisnya. HASIL PENELITIAN Ikon merupakan bentuk tanda yang paling dominan dalam geguritan siswa. Fakta tersebut dapat dilihat dari 30 geguritan yang telah dianalisis. Terdapat 86 kutipan mengandung unsur semiotika Peirce. Sebanyak 45 kutipan diantaranya merupakan ikon. Sejumlah 14 kutipan merupakan ikon imagis, 6 kutipan berupa ikon diagramatis, dan sebanyak 25 kutipan merupakan ikon metaforis. Pertama, ikon imagis. Karakteristik ikon imagis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Representamennya berupa citraan visual, citraan auditif dan bukan citraan sedangkan objeknya berupa objek realistis dan objek abstrak. Kedua, ikon diagramatis. Karakteristik ikon diagramatis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Representamennya berupa isomorfisme kata tunggal, isomorfisme konstruksi gramatikal, dan isomorfisme urgensi informasi sedangkan objeknya terdiri atas objek realistis dan objek imajinatif. Ketiga, ikon metaforis. Karakteristik ikon metaforis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Representamennya berupa metafora, personifikasi, hiperbola, litotes, simile, innuendo, fabel, pararima, sinekdoke, dan simile sedangkan objeknya berupa objek realistis dan objek abstrak. Indeks merupakan bentuk tanda yang dominasinya hampir menyamai ikon dalam geguritan siswa. Dari hasil analisis data verbal 30 geguritan siswa, terdapat 86 kutipan yang mengandung unsur semiotika. Sebanyak 40 kutipan diantaranya berupa indeks. Sejumlah 17 kutipan diantaranya merupakan indeks spasial, 3 kutipan termasuk indeks temporal, dan sebanyak 20 kutipan diantaranya merupakan indeks personal. Pertama, indeks spasial. Karakteristik indeks spasial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Fungsi representamen sebagai indikator tempat (objek yang diwakilinya). Tempat atau objek tersebut ada yang nyata dan tidak nyata atau fiktif sehingga dapat disimpulkan karakteristik indeks spasial tersebut yaitu representamen merujuk objek berupa tempat nyata dan representamen merujuk objek berupa tempat fiktif. Kedua, indeks temporal. Karakteristik indeks temporal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Kehadiran representamen mendahului objeknya dan kehadiran objek mendahului representamennya. Ketiga, indeks personal. Representamennya berupa ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, dan kata ganti Ketuhanan sedangkan objeknya berupa objek realistis.
Simbol merupakan bentuk tanda yang paling jarang ditemukan dalam geguritan siswa. Dari data verbal 30 geguritan siswa, terdapat 90 kutipan yang mengandung unsur semiotika, hanya 4 kutipan yang mengandung simbol yang terdapat pada geguritan. Simbol-simbol dalam geguritan tersebut merupakan simbol sosial yuang terdiri atas simbol penghargaan, simbol kesedihan, simbol ketidaksempurnaan. PEMBAHASAN Ikon dalam Geguritan Siswa Kelas VIII SMPN 3 Batu Ikon adalah tanda yang mempunyai kemiripan bentuk, wujud, struktur dengan objeknya baik menyeluruh ataupun sebagian (Danesi, 2011:36). Ikon merupakan bentuk tanda yang paling banyak terdapat dalam geguritan siswa. Ikon tersebut terdiri atas ikon imagis, ikon diagramatis dan ikon metaforis. Fakta tersebut diperkuat oleh pendapat para ahli psikolinguistik seperti Clark, Slobin, dan Taylor yang mengatakan bahwa kecenderungan siswa (anak) menciptakan banyak ikon (dalam geguritan) dibanding indeks dan simbol karena anak-anak lebih mudah menguasai tanda bahasa yang bersifat ikonis daripada tanda bahasa yang bersifat simbolis (Baryadi, 2007:19). Tanda bahasa yang bersifat ikonis dalam geguritan siswa merupakan refleksi pengalaman yang pernah terjadi, entah pribadi maupun dengan sesuatu yang lain (objek abstrak maupun konkret). Kemudian dari hasil pengalaman tersebut siswa menciptakan representamen dan objek yang yang saling identik. Sifat ikon yang sederhana dan mudah dipahami, menjadi motif selanjutnya. Secara umum, fakta tersebut juga didukung faktor pembentukan tanda. Ikon merupakan jenis tanda yang termasuk dalam tahap kepertamaan, yang bersifat apa adanya, positif, dan tidak mengacu kepada sesuatu yang lain, sesuatu yang tak terefleksikan, semata-mata potensial, bebas, dan langsung tanpa mengasosiasikan ekplisit apapun antara representamen dengan objeknya (Danesi, 2011:36). Sifat-sifat ikon tersebut lebih mudah diolah oleh otak remaja yang masih polos dan mengandalkan pengalaman tanpa pemahaman kritis. Kesederhanaan dalam berpikir membuat siswa lebih memilih mengonsumsi dan memproduksi hal yang sederhana pula. Berdasarkan hasil temuan ikon dan hasil analisis ikon dalam geguritan siswa, peneliti menyimpulkan dengan tabel dan proses semiosis berikut ini. Tabel 4.1 Karakteristik Ikon dalam Geguritan Siswa unsur semiotika
wujud representamen
wujud objek
citraan dan bukan citraan
realistis abstrak
dan
ikon diagramatis
isomorfisme
realistis abstrak
dan
ikon metaforis
majas dan bukan majas
realistis abstrak
dan
jenis ikon ikon imagis
interpretan penerima tanda
kepekaan indera penerima tanda dibutuhkan untuk menafsirkan objek lebih mudah menafsirkan objek karena kesamaan struktur representamen Penafsiran terhadap objek ditentukan jenis majas yang dipakai penulis
objek (O): objek realistis/ objek abstrak
representamen (R): citraan visual/ citraan auditif
Interpretan (I): bergantung kepekaan indera
Gambar 4.1 Proses Semiosis Ikon Imagis dalam Geguritan Siswa
objek (O): objek realistis/ objek abstrak
representamen (R): isomorfisme
interpretan (I): lebih lebih mudah menafsirkan objek karena kesamaan struktur representamen
Gambar 4.2 Proses Semiosis Ikon Diagramatis dalam Geguritan Siswa objek realistis (O): objek realistis/ objek abstrak
representamen (R): majas
interpretan (I): bergantung jenis majas
Gambar 4.3 Proses Semiosis Ikon Metaforis Geguritan Siswa
Indeks dalam Geguritan Siswa Kelas VIII SMPN 3 Batu Indeks adalah tanda yang memiliki kaitan fisik, jangkaun eksistensial atau kausal serta hubungan sebab akibat di antara representamen dengan objeknya (Danesi, 2011:36). Dominasi indeks hampir menyamai dominasi ikon dalam geguritan siswa. Indeks tersebut terbagi atas Indeks spasial, indeks temporal, dan indeks personal. Indeks- indeks tersebut tersebar pada salah satu baris atau lebih pada geguritan siswa. Jumlah indeks dan ikon yang hampir sama menunjukan bahwa indeks masih bisa dipahami siswa dan masih dapat diterapkan dalam geguritan siswa. Indeks merupakan salah satu jenis tanda yang termasuk kedalam tahap kekeduaan yang bersifat mencakup relasi pertama dengan kedua. Ia menciptakan kategori perbandingan faksisitas, tindakan, realitas, dan pengalaman dalam ruang dan waktu (Budiman, 2011:77). Kesederhanaan sifat tersebut yang membuat siswa dapat menciptakan indeks semudah ikon meskipun sifat indeks yang dapat diperkirakan, namun sifat tersebut tidak seberat sifat simbol yang harus dipelajari terlebih dahulu. Berdasarkan hasil temuan indeks dan hasil analisis indeks dalam geguritan siswa, peneliti menyimpulkan dengan tabel dan gambar proses semiosis berikut ini.
Tabel 4.2 Karakteristik Indeks dalam Geguritan Siswa unsur semiotika
hubungan representamen dengan objek
interpretan penerima tanda
Indeks spasial
sebagai indikator objek (tempat realistis dan tempat fiktif)
Indeks temporal
waktu kehadirannya menggantikan
Indeks personal
sebagai penanda kata ganti orang
menerima tanda dan mengaitkan objeknya dengan suatu tempat menerima tanda dan mengaitkan objeknya dengan waktu menerima tanda dan mengaitkan objeknya dengan personal
jenis ikon
saling
Objek (O): tempat nyata/ tempat fiktif
Representamen (R): indikator tempat
interpretan (I): nama tempat (spesifik)
Gambar 4.4 Proses Semiosis Indeks Spasial dalam Geguritan Siswa Objek (O): waktu kehadiran terhadap representamen
Representamen (R): waktu kehadiran terhadap objek
interpretan (I): mengaitkan dengan waktu
Gambar 4.5 Proses Semiosis Indeks Temporal dalam Geguritan siswa Objek (O): personal
Representamen (R): Pronomina
interpretan (I): mengaitkannya dengan personal
Gambar 4.6 Proses Semiosis Indeks Personal dalam Geguritan Siswa
Simbol dalam Geguritan Siswa Kelas VIII SMPN 3 Batu Trikotomi tanda Peirce (hubungan tanda dengan objek) yang ketiga adalah simbol. Simbol merupakan bentu tanda yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang secara konvensi telah disetujui masyarakat (Budiman, 2011:77). Simbol masih jarang ditemukan dalam geguritan siswa. Dari data verbal 30 geguritan siswa, terdapat 86 kutipan yang mengandung unsur semiotika, hanya 4 kutipan yang mengandung simbol yang terdapat pada geguritan. Tampaknya siswa kurang memahami makna simbolik dalam kehidupan sehari-hari karena anak-anak lebih mudah menguasai tanda bahasa yang bersifat ikonis daripada tanda bahasa yang bersifat simbolis (Baryadi, 2007:19). Terbukti dari sekian banyak geguritan, hanya satu kutipan dalam geguritan yang merujuk pada sebuah simbolisasi. Kutipan simbolis tersebut juga masih termasuk ke dalam
simbol konvensional yang terbilang ‘mudah’ diterima siswa. Sedangkan simbolsimbol universal tidak terdapat satu pun dalam geguritan. Tabel 4.3 Karakteristik Simbol dalam Geguritan Siswa unsur semiotika
hubungan representamen dengan objek
interpretan penerima tanda
Simbol penghargaan
Melambangkan objek melalui bentuk apresiasi
Simbol kesedihan
Melambangkan objek melalui bentuk ekspresi
Simbol ketidaksempurnaan
Melambangkan objek melalui bentuk tindakan
perlu mempelajari tanda untuk merumuskan objek yang berkaitan dengan budaya masyarakat setempat perlu mempelajari tanda untuk merumuskan objek dengan mengenali karakter personal perlu mempelajari tanda untuk merumuskan objek dengan mengenali karakter personal
Simbol sosial
Objek (O): dedikasi yang begitu besar
Representamen (R): adanya sebutan khas
interpretan (I): mengapresiasi dedikasi tersebutdengan sebutan khas
Gambar 4.7 Proses Semiosis Simbol Penghargaan dalam Geguritan Siswa Objek (O): karakter personal
Representamen (R): ekspresi
interpretan (I): mengaitkan dengan aturan universal
Gambar 4.8 Proses Semiosis Simbol Kesedihan dalam Geguritan Siswa
Objek (O): karakter personal
interpretan (I): mengaitkan dengan aturan universal Representamen (R): Kecacatan tindakan Gambar 4.9 Proses Semiosis Simbol Ketidaksempurnaan dalam Geguritan Siswa
PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan temuan, maka karakteristik semiotika geguritan pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, karakteristik ikon dalam geguritan siswa: (1) ikon merupakan bentuk tanda yang paling dominan dibanding indeks dan simbol; (2) ikon dalam geguritan siswa terdiri atas (a) ikon imagis, karakteristik ikon imagis dalam geguritan siswa yaitu representamennya berupa citraan visual dan auditif sedangkan objeknya berupa objek realistis dan objek abstrak, (b) ikon diagramatis, karakteristik ikon diagramatis dalam geguritan siswa yaitu representamennya berupa isomorfisme sedangkan objeknya berupa objek realistis dan objek abstrak, (c) ikon metaforis, karakteristik ikon metaforis dalam geguritan siswa yaitu representamennya berupa majas sedangkan objeknya berupa objek realistis dan objek abstrak; dan (3) dominasi ikon dalam geguritan siswa disebabkan karena siswa lebih memahami tanda yang bersifat ikonik dibanding tanda yang bersifat simbolik. Kedua, karakteristik indeks dalam geguritan siswa: (1) dominasi indeks dalam geguritan siswa hampir sama dengan dominasi ikon dalam geguritan siswa, meskipun dominasinya tidak sebesar ikon; (2) indeks dalam geguritan siswa terdiri atas indeks spasial, indeks temporal, dan indeks personal; (3) dominasi indeks dalam geguritan siswa disebabkan karena indeks termasuk bentuk tanda yang sederhana. Ketiga, karakteristik simbol dalam geguritan siswa: (1) simbol jarang ditemukan dalam geguritan siswa; (2) hanya ada satu simbol sosial dalam geguritan siswa; (3) jarang ditemukannya simbol karena simbol merupakan bentuk tanda yang rumit dan perlu dipelajari lebih dulu DAFTAR RUJUKAN Baryadi, P. 2007. Teori Ikon Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Budiman, K. 2011. Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem Ikonisitas. Jogjakarta: Jalasutra Danesi, M. 2011. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Jogjakarta: Jalasutra Hutomo, S. S. 1975. Telaah Kesusastraan Jawa Modern. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/188/KPTS/013/2005 tentangKurikulum Mata Pelajaran Bahasa Jawa untuk Jenjang PendidikanSD/SDLB/MI dan SMP/SMPLB/MTs Negeri dan Swasta Provinsi JawaTimur. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. (Online),(http://jdih.jatimprov.go.id/index/php?option=com_remository&It emid=71&func=seacrh), diakses 4 Oktober 2011. Masinambow & Haenen. 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Sobur, A. 2006. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sudjiman, P. & Zoest, V. A. 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Suntari. 2002. Pengembangan Kreativitas Menulis Puisi dengan Strategi
Pembelajaran Menulis Puisi Formula di Kelas II SLTP Negeri 3 Tuban.Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang